gambaran umum orang arab di solo.pdf

24
17 BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT ARAB DI SURAKARTA A. Komunitas Arab di Pasar Kliwon Masyarakat keturunan Arab yang bermukim di Nusantara berasal dari Hadramaut. Golongan Sayid sangat besar jumlahnya di Hadramaut, mereka membentuk kebangsawanan beragama yang dihormati. Geneologi golongan Sayid paling jelas jika dibandingkan dengan golongan-golongan yang lain. Untuk membedakannya dengan golongan Sayid yang lain, mereka yang menetap di Hadramaut disebut keturunan Alwi yang biasa disebut al-Alawiyyin. 1 Sayid Alwi bin Ubaidillah merupakan orang pertama dari keturunan Rasulullah SAW yang lahir di Hadramaut, dibesarkan di sana dan memakai nama Alwi. Kakek Sayid Alwi yaitu Ahmad Al-Muhajir bin Isa semula bermukim di Basrah, Irak pada abad ke-10 Masehi, kondisi kota Basrah memburuk dan berkembang berbagai aliran sesat. Pada tahun 317 Hijriah, didampingi putranya Ubaidillah dan 70 orang pengikutnya, Sayid Ahmad memutuskan untuk berhijrah hingga tiba di Hadramaut yang warganya ahlus sunnah wal jamaah. 2 Anak cucu Sayid Alwi bin Ubaidillah tersebar ke seluruh penjuru dunia seperti Asia, Afrika, Amerika, maupun Eropa. Masyarakat selanjutnya menyebut mereka sebagai Al Abi Alawi, Al Ba Alawi, atau Alawiyyin. Secara umum, kata Alawi digunakan untuk setiap keturunan Khalifah Ali bin Abu Thalib. 1 Sri Surami Widyastuti, Perkembangan Usaha Batik Masyarakat Keturunan Arab di Pasar Kliwon 1966-2005, (Surakarta : UNS Skripi, 2006), hal 15 2 Novel Bin Muhammad Alaydrus, Jalan Nan Lurus : Sekilas Pandang Tarekat Bani ‘Alawi, (Surakarta : Taman Ilmu, 2006), hal 29

Upload: riza-rizando

Post on 27-Oct-2015

216 views

Category:

Documents


18 download

TRANSCRIPT

Page 1: gambaran umum orang arab di solo.pdf

17

BAB II

GAMBARAN UMUM MASYARAKAT ARAB DI SURAKARTA

A. Komunitas Arab di Pasar Kliwon

Masyarakat keturunan Arab yang bermukim di Nusantara berasal dari

Hadramaut. Golongan Sayid sangat besar jumlahnya di Hadramaut, mereka

membentuk kebangsawanan beragama yang dihormati. Geneologi golongan Sayid

paling jelas jika dibandingkan dengan golongan-golongan yang lain. Untuk

membedakannya dengan golongan Sayid yang lain, mereka yang menetap di

Hadramaut disebut keturunan Alwi yang biasa disebut al-Alawiyyin. 1

Sayid Alwi bin Ubaidillah merupakan orang pertama dari keturunan

Rasulullah SAW yang lahir di Hadramaut, dibesarkan di sana dan memakai nama

Alwi. Kakek Sayid Alwi yaitu Ahmad Al-Muhajir bin Isa semula bermukim di

Basrah, Irak pada abad ke-10 Masehi, kondisi kota Basrah memburuk dan

berkembang berbagai aliran sesat. Pada tahun 317 Hijriah, didampingi putranya

Ubaidillah dan 70 orang pengikutnya, Sayid Ahmad memutuskan untuk berhijrah

hingga tiba di Hadramaut yang warganya ahlus sunnah wal jamaah.2 Anak cucu

Sayid Alwi bin Ubaidillah tersebar ke seluruh penjuru dunia seperti Asia, Afrika,

Amerika, maupun Eropa. Masyarakat selanjutnya menyebut mereka sebagai Al

Abi Alawi, Al Ba Alawi, atau Alawiyyin. Secara umum, kata Alawi digunakan

untuk setiap keturunan Khalifah Ali bin Abu Thalib.

1 Sri Surami Widyastuti, Perkembangan Usaha Batik Masyarakat Keturunan Arab di Pasar

Kliwon 1966-2005, (Surakarta : UNS Skripi, 2006), hal 15

2 Novel Bin Muhammad Alaydrus, Jalan Nan Lurus : Sekilas Pandang Tarekat Bani ‘Alawi,

(Surakarta : Taman Ilmu, 2006), hal 29

Page 2: gambaran umum orang arab di solo.pdf

18

Suku Arab-Indonesia adalah penduduk Indonesia yang memiliki keturunan

etnis Arab dan etnis Pribumi Indonesia. Pada mulanya mereka umumnya tinggal

di perkampungan Arab yang tersebar di berbagai kota di Indonesia -- misalnya di

Jakarta (Pekojan), Bogor (Empang), Surakarta (Pasar Kliwon), Surabaya (Ampel),

Gresik (Gapura), Malang (Jagalan), Cirebon (Kauman), Mojokerto (Kauman),

Yogyakarta (Kauman) dan Probolinggo (Diponegoro),dan Bondowoso -- serta

masih banyak lagi yang tersebar di kota-kota seperti Palembang, Banda Aceh,

Sigli, Medan, Banjarmasin (Kampung Arab), Makasar, Gorontalo, Ambon,

Mataram, Ampenan, Sumbawa, Dompu, Bima, Kupang, Papua dan bahkan di

Timor Leste.

Perkampungan Arab di Surakarta menempati tiga wilayah kelurahan, yaitu

Kelurahan Pasar Kliwon, Kelurahan Semanggi dan Kelurahan Kedung Lumbu.

Kecamatan Pasar Kliwon atau berada disebelah timur tembok Baluwarti Kraton

Surakarta. Penempatan kampung Arab secara berkelompok tersebut sudah diatur

sejak jaman dulu untuk mempermudah pengurusan bagi etnis asing di Surakarta

dan demi terwujudnya ketertiban dan keamanan. Etnis Arab mulai datang di Pasar

Kliwon diperkirakan sejak abad ke-19. Terbentuknya perkampungan di Pasar

Kliwon, selain disebabkan oleh adanya politik pemukiman di masa kerajaan, juga

tidak terlepas dari kebijakan pemerintah kolonial. Pola pemukiman di daerah

kerajaan masih mengacu pada pembagian kelas sosial, yakni sentono dalem, abdi

dalem dan kawulo dalem. Sedangkan kedudukan etnis Arab sebagai orang asing

yang berada di luar sistem sosial masyarakat Jawa, pemukimannya

dikelompokkan di daerah tertentu serta terpisah dari penduduk lainnya.

Page 3: gambaran umum orang arab di solo.pdf

19

Munculnya perkampungan Arab di Pasar Kliwon yang telah ada sejak zaman

kerajaan, dipertajam lagi pada masa kolonial Belanda. 3

Pemerintah Hindia Belanda selalu berusaha untuk memisahkan orang-

orang Arab dari pergaulan dan kontak sosial dengan etnis Jawa. Penguasa Hindia-

Belanda menentang pembaharuan keturunan Arab dengan ancaman siapa yang

berani membaur berarti melakukan tindakan kriminal. Pemerintah kolonial

Belanda dalam upaya memisahkan dan mengisolasi keturunan Arab dari arus

integrasi dengan pribumi melakukan politik wijkenstelsel atau passen stelsel.

Tujuannya adalah memisahkan orang-orang Arab dengan pribumi dengan

menempatkan mereka dalam semacam ghetto-ghetto. Ketika itu kalau mereka

ingin keluar dari ghetto mereka harus memiliki izin atau pas dari pemerintah

kolonial Belanda.4 Selain itu, adanya peraturan yang membatasi masuknya para

migran Arab ke Hindia-Belanda, harus memiliki izin menetap dan hanya dapat

berdiam di kota yang telah ditentukan, misalnya di Kampung Pasar Kliwon. 5

Pemukiman orang-orang Arab di Pasar Kliwon juga disebabkan oleh

tarikan migran yang datang dalam kelompoknya sendiri mempunyai latar

belakang budaya yang sama sehingga terbentuk suatu perkampungan yang khusus

dihuni oleh etnis Arab. Perkampungan orang-orang Arab tersebut selanjutnya

bukan lagi merupakan pemukiman yang eksklusif. Perkampungan orang-orang

Arab di Pasar Kliwon berpola tersebar hampir merata di antara penduduk etnis

3 Hari Mulyadi, dkk, Runtuhnya Kekuasaan Kraton Alit, (Surakarta : LPTP, 1999), hal 194

4 Hamid Algadri, Politik Belanda terhadap Islam dan Keturunan Arab di Indonesia, (Jakarta

: CV Haji Masagung, 1988), hal 83

5 Hari Mulyadi, dkk, loc.cit

Page 4: gambaran umum orang arab di solo.pdf

20

Jawa. Penyebaran pemukiman ini sangat menentukan dalam mempercepat proses

integrasi kelompok minoritas Arab dengan penduduk Jawa. 6

B. Interaksi Sosial Etnis Arab di Surakarta

Sumpah Pemuda Indonesia keturunan Arab 1934, menyebutkan bahwa

tanah air peranakan Arab adalah Indonesia, oleh karena itu mereka harus

meninggalkan kehidupan menyendiri (isolasi).7 Pengakuan tanah air Indonesia

sebagai tanah airnya, kebangsaan Indonesia sebagai kebangsaannya oleh mereka

keturunan Arab tersebut dinyatakan pada waktu Indonesia masih menjadi negeri

jajahan. Mereka ikut berjuang merebut kemerdekaan Indonesia, mereka juga tidak

menolak sebagai Warga Negara Indonesia (WNI). Hal ini membutikan bahwa

mereka ingin menjadi WNI yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama

seperti WNI asli lainnya. Masyarakat Arab dan keturunan Arab telah melebur dan

membaur dengan masyarakat pribumi.

Proses interaksi antara penduduk etnis Arab dengan etnis Jawa di wilayah

Pasar Kliwon Surakarta, lebih menekankan integrasi bersama, yang dapat dilihat

dari beberapa jaringan integrasi, yaitu aspek agama, politik, pendidikan, ekonomi,

organisasi sosial dan perkawinan. Di samping menunjukan pluralitas masyarakat

kota, pola pemukiman di Surakarta juga menunjukkan stratifikasi sosial

masyarakat.

Di Pasar Kliwon sendiri mempunyai masyarakat yang hiterogen, selain

golongan keturunan Arab dan penduduk Jawa juga bermukim warga keturunan

Cina. Keturunan Arab merupakan kelompok penduduk keturunan asing yang

6 Ibid, hal 194-195

7 Hamid, op.cit, hal 155

Page 5: gambaran umum orang arab di solo.pdf

21

terbesar bila dibandingkan dengan keturunan Cina. Warto dalam penelitiannya

menyebutkan pada tahun 1984, jumlah keturunan Arab adalah 1.877 jiwa,

sementara jumlah keturunan Cina adalah 103 jiwa. Berdasarkan data monografi

kelurahan Pasar Kliwon tahun 2005, menyebutkan bahwa jumlah keturunan Arab

adalah 1.775 jiwa, sedangkan keturunan Cina adalah 135 jiwa. Dari data tersebut

dapat dilihat adanya penurunan jumlah penduduk keturunan Arab di Pasar

Kliwon. Hal ini disebabkan karena lahan di kelurahan Pasar Kliwon semakin

sempit sehingga terjadi perpindahan di daerah lain.

Masyarakat Arab di Surakarta terbagi menjadi dua golongan seperti yang

terjadi di daerah lain. Bertolak dari pembagian antara Sayid dan non-Sayid,

mereka juga dibedakan atas dasar faham keagamaan menjadi dua, yaitu kaum Al-

Irsyad dan kaum Arrabitah Al-Alawiyah. Al Irsyad adalah manifestasi dari

kelompok bukan Sayid dan dilihat dari faham keagamaannya mempunyai

kesamaan dengan faham Muhammadiyah. Sedangkan Arrabitah Al-Alawiyah

adalah manifestasi dari kelompok Sayid dan faham keagamaannya cenderung

pada paham Nahdhatul Ulama. Kelompok pertama mewakili Islam modernis dan

kelompok kedua mewakili kelompok Islam konservatif dalam masyarakat Arab. 8

Kebersamaan untuk menjalin keharmonisan khususnya antar Muslim di

Pasar Kliwon, banyak kegiatan keagamaan yang diselenggarakan bersama.

Misalnya untuk menyelenggarakan sholat Jum’at bagi bagi seluruh penduduk di

Pasar Kliwon baik etnis Arab-Jawa digabung menjadi satu tempat baik etnis Arab

maupun Jawa digabung menjadi satu yaitu di Masjid Iropaten. Jadi tidak ada

pemisahan tempat sholat, antara etnis Arab-Jawa. Dari enam buah masjid yang

8 Hari Mulyadi, dkk, op.cit, hal 198

Page 6: gambaran umum orang arab di solo.pdf

22

ada di Pasar Kliwon, minimal mempunyai pengurus seorang keturunan Arab.

Namun ada beberapa masjid yang diurus sepenuhnya oleh orang Arab. Bila dilihat

dari fungsinya yang terbuka untuk umum maka sifat eklusifnya menjadi semakin

terbuka.

Di Nusantara, Sayid yang dianggap sebagai wali apabila meninggal maka

kuburan mereka dikunjungi oleh banyak orang sepanjang tahun sebagai tempat

suci untuk diziarahi.9 Hal tersebut juga terjadi pada masyarakat komunitas Arab di

Surakarta. Sekali setahun diadakan sebuah peringatan yang cukup meriah yang

dinamakan dengan tradisi khaul untuk memperingati meninggalnya seorang Sayid

yang bernama Habib Ali Bin Muhammad Al-Habsyi. Tradisi khaul masih dapat

disaksikan di Masjid Riyadh, Gurawan, Pasar Kliwon, tempat Habib Ali Bin

Muhammad Al-Habsyi dimakamkan. Tradisi ini diadakan setiap tanggal 20

Rabiul Tsani. Tradisi khaul tidak hanya dihadiri oleh golongan Sayid saja tetapi

juga dibanjiri masyarakat Arab yang bukan dari golongan Sayid dan masyarakat

Jawa maupun suku lain. Hal ini menjadi salah satu bukti kebersamaan masyarakat

muslim tanpa ada diskriminasi.

C. Kegiatan Politik Keturunan Arab di Surakarta

1. Keturunan Arab dan Sarekat Islam

Kedatangan bangsa Arab ke Nusantara oleh Snouk Hurgronje selalu

dikaitkan dengan gerakan Pan-Islam di Indonesia. Islam dan keturunan Arab

dianggap sebagai pemicu munculnya perlawanan terhadap pemerintah kolonial.

Selain itu, Islam bisa berkembang menjadi agama mayoritas di Indonesia. Pada

9 Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, (Jakarta : LP3ES, 1982), hal

67

Page 7: gambaran umum orang arab di solo.pdf

23

tahun awal-awal abad ke 20, reformis dengan cepat menyebar hampir ke seluruh

wilayah Nusantara. Pengaruh-pengaruh Belanda melemahkan kekuasaan lokal,

banyak anggotanya yang bekerja kepada pemerintah kolonial. Penetrasi ekonomi

dan administratif serta munculnya politik etis telah menciptakan tatanan sosial

yang semakin rawan. Campur tangan pemerintah kolonial dalam kehidupan desa

mengakibatkan malaise yang cukup hebat di pedesaan, maka kesempatan-

kesempatan ekonomi dan pendidikan juga muncul eksitensi kelompok-kelompok

elite baru.

Sekolah khusus yang dibentuk oleh Belanda seperti sekolah untuk anak

raja-raja yang semula dimaksudkan untuk memberi pendidikan umum, kemudian

direorganisasi pada tahun 1900 dan diberi nama Opleiding School Voor

Invlandsche Ambtenaren (OSVIA). Sekolah pegawai negri pribumi ini sengaja

dibentuk untuk menciptakan pangreh-praja yang mempunyai keyakinan tipis

terhadap agamanya (Islam). Salah seorang lulusan OSVIA adalah HOS

Tjokroaminoto yang kemudian menjadi pimpinan Sarekat Islam (SI). Hal ini

menunjukan kegagalan dari salah satu tujuan didirikannya OSVIA, yaitu

”mengemansipasikan” peserta didiknya dari agamanya. 10

Haji Samanhoedi, pedagang batik di Surakarta berinisiatif mendirikan

organisasi. Maka pedagang Arab dan Indonesia mendirikan Sarekat Islam (SI) di

Surakarta untuk melindungi diri terhadap pedagang Cina, di bawah pimpinan

Raden Mas Tirtoadisoerjo, juga seorang lulusan OSVIA. Organisasi Sarekat Islam

(SI) sebelumnya bernama Sarekat Dagang Islam (SDI) yang semula ditujukan

untuk kegiatan ekonomi pada perkembangannya menunjukan reaksi terhadap

10

Hamid, op.cit, hal. 105

Page 8: gambaran umum orang arab di solo.pdf

24

politik Belanda yang mulai condong kearah membantu penyebaran agama

Kristen. Kegiatan misionaris ini menimbulkan reaksi di masyarakat Islam, tidak

terkecali SI, karena banyak anggota Budi Utomo dan Sarekat Islam yang

sebelumnya adalah anggota Jamiat Khair, yang identik dengan Arab dan Islam.

Pengikut Sarekat Islam tidak terbatas pada etnis tertentu saja. Pada Januari

1913, diadakan Konggres Sarekat Islam yang dipersiapkan oleh suatu perserikatan

dagang. Dalam kombinasi ini orang Arab mempunyai pengaruh besar. Salah satu

bukti pengaruh tersebut adalah berdirinya Sarekat Islam didahului dengan

berdirinya Sarekat Dagang Islamiah di Bogor (1909) dengan pengurus sebagai

berikut :

Sekretaris Adviseur : RM Tirtoadisoerjo

Presiden : Syekh Ahmad bin Abdulrachman Badjenet

Komisaris-komisaris : Syekh Achmad bin Sayid Badjenet

Syekh Ghalib bin Sayid bin Tebe

Syekh Muhammad bin Sayid Badjenet

Mas Railus dan Haji Muhammad Arsad

Sekalipun dalam resolusi tahun 1913 diputuskan untuk tidak lagi

menerima orang yang bukan orang Indonesia, masih banyak orang Arab yang

tetap menjadi anggota dan aktif bekerja dalam Sarekat Islam. Untuk mewakili

kepentingan keturunan Arab Hasan bin Semit masuk dalam kepengurusan Sarekat

Islam. Ali al-Habsji, seorang guru agama ortodoks di Jakarta, berusaha

meningkatkan citra keagamaan organisasi itu. Tujuan yang sama menggerakkan

Abdullah bin Husein Alaydrus, ketua Jamiat Khair, yang selalu duduk di meja

Page 9: gambaran umum orang arab di solo.pdf

25

direktur dalam rapat Sarekat Islam di Jakarta. Ia dengan penuh semangat

menganjurkan bahwa memajukan pendidikan adalah kewajiban agama.11

2. Keturunan Arab dan Persatuan Arab Indonesia (PAI)

Masyarakat Arab di Indonesia mencerminkan ciri-ciri yang sama dengan

masyarakat Hadramaut, yaitu terbagi menjadi golongan Sayid dan bukan Sayid.

Hal tersebut semakin nyata dengan berdirinya Arrabitah dan Al-Irsyad.

Perpecahan antara Arrabitah dan Al-Irsyad yang telah lama terjadi menimbulkan

adanya usaha dari keturunan Arab sendiri untuk meredam pertikaian tersebut.

Terdapat dua usaha yang ditempuh untuk mendamaikan golongan Alawi dan non

Alawi. Pertama oleh Awad Sjahbal, kepala golongan Arab di Surakarta, seorang

non-Alawi dan kemudian oleh seorang Alawi, Ismail Alatas, putra Abdullah bin

Alwi Alatas, menyumbang F.60.000,- untuk membantu berdirinya Al-Irsyad.

Kedua, berdirinya PAI (Persatuan Arab Indonesia) yang didukung penuh oleh

pemuda keturunan Arab yang beraliran progresif dari kedua golongan, Alawi

maupun non-Alawi. Kedua usaha tersebut pada hakekatnya merupakan kegagalan

politik devide et impera Belanda di masa itu terhadap keturunan Arab. 12

Persatuan Arab Indonesia didirikan pada tahun 1934. Orang-orang dari

golongan Arrabitah dan Al-Irsyad duduk bersama dalam PAI. Persatuan Arab

Indonesia diketuai oleh A.R. Bawesdan yang berasal dari golongan Al-Irsyad. PAI

mempertegas posisi keturunan Arab, tidak saja sebagai orang Islam, tetapi sebagai

nasionalis Indonesia. Berdirinya PAI dengan pengakuan Indonesia sebagai tanah

11

Ibid, hal. 110

12 Ibid, hal. 115

Page 10: gambaran umum orang arab di solo.pdf

26

air keturunan Arab, sering dinamakan hari Sumpah Pemuda keturunan arab pada

tanggal 4 Oktober 1934. 13

Bagi penduduk etnis Arab di Pasar Kliwon, berdirinya PAI itu di samping

sebagai wadah perjuangan keturunan Arab, juga untuk menghapuskan

pertentangan intern masyarakat Arab mulai dihapuskan. PAI berusaha

mempersatukan golongan Arrabitah dan Al-Irsyad. Sejak berdirinya PAI,

pertentagan antara ke-dua golongan tersebut mulai mereda. Adapun pemimpin

PAI cabang Surakarta adalah sebagai berikut : Abdullah Sjahbal (Al-Irsyad),

Salim Aidid (Arrabitah), Said Badres (Al-Irsyad), Atmadja (Al-Irsyad), Ali

Assegaf (Arrabitah), serta tokoh-tokoh dari Al-Irsyad lainnya seperti Muhammad

AR Baradja, Nasae Sanad, dan Yuslam Badres. 14

Masyarakat keturunan Arab di Surakarta menganggap bahwa PAI

merupakan tonggak bagi menyatunya keturunan Arab dengan masyarakat

Indonesia umumnya. Dengan demikian status penduduk keturunan Arab tidak

dianggap lagi sebagai orang asing karena mereka tidak menolak untuk menjadi

warga negara Indonesia. Selain itu, mereka tidak senang bila dikatakan sebagai

orang asing dan dianggap eklusif dalam interaksinya dengan etnis Jawa.

PAI dibubarkan oleh Jepang. Pada tanggal 3 November 1945, pemerintah

Indonesia mengeluarkan Maklumat Pemerintah tentang Partai Politik. Dalam

maklumat itu antara lain dianjurkan agar Partai Politik yang dibubarkan didirikan

kembali. Namun PAI tetap memutuskan untuk membubarkan diri dan

menyarankan kepada eks-anggotanya masuk dalah organisasi politik yang lain.

13

Ibid, hal. 119 14

Hari Mulyadi, dkk, op.cit, hal 200

Page 11: gambaran umum orang arab di solo.pdf

27

D. Gambaran Umum Pendidikan di Surakarta

1. Pendidikan di Surakarta tahun 1900-1940

Bentuk pendidikan gaya Barat sebagai realitas dari Politik Etis juga

dirasakan di Surakarta. Bahkan Sekolah Guru (Kweekschool) pertama didirikan di

Surakarta pada tahun 1852 sebelum Politik Etis dikumandangkan di Hindia-

Belanda. Seperti halnya di daerah lain di Surakarta juga banyak bermunculan

sekolah-sekolah di bawah Pemerintah Kolonian Belanda seperti ELS, HIS, HCS

dan MULO. Selain itu atas usulan dari Awad Sjahbal, kapiten Arab di Surakarta,

di Surakarta didirikan Hollandsch Arabische School (HAS) oleh pemerintah.

Pemerintah Hindia-Belanda memberi subsidi kepada sekolah-sekolah untuk

menunjang kegiatan belajar-mengajar. Penyelenggaraan sekolah dengan

perlengkapan dan tingkatan biaya rata-rata sesuai dengan kemampuan teoritis

anggaran pemerintah. Adapun biaya rata-rata tiap murid satu tahun adalah sebagai

berikut :

Tabel 1

Biaya Rata-rata Tiap Murid Dalam Satu Tahun di Sekolah Rendah

Pemerintah Hindia-Belanda Tahun 1937

Sekolah Berbahasa

Belanda

Biaya Rata-

rata (gulden)

Sekolah Berbahasa

Bumiputera

Biaya Rata-

rata (gulden)

Sekolah Eropa (ELS)

HIS

Sekolah Khusus

Schakel

HAS

HCS

f. 90,-

f. 45,-

-

-

-

f. 60

Sekolah Desa

Sekolah Vervolg

Sekolah Vervolg

(dengan mata

pelajaran bahasa

Belanda)

Sekolah Vervolg

untuk gadis

f. 5,-

f. 14,50

f. 20,-

f. 17,-

Sumber : Pendidikan di Indonesia 1900-1945, hal. 282, di sadur dari van der Wal,

Het Onderwijsbeleid in Nederland-Indie 1900-1940.

Page 12: gambaran umum orang arab di solo.pdf

28

Tabel di atas hanya tertera biaya di ELS, HIS, dan HCS. Dari tabel tersebut

dapat diketahui bahwa bantuan pemerintah tidak merata, hanya sekolah-sekolah

tertentu saja yang mendapat subsidi dengan jumlah yang tidak sama. Kesukaran

terdapat dalam pembiayaan sekolah rendah corak Barat. Dengan demikian,

diharapkan partisipasi masyarakat dalam perluasan sekolah.

Selain di bawah kekuasaan pemerintah Kolonial di Surakarta juga dikenal

sebagai kawasan vorstenlanden, yang tebagi menjadi dua kerajaan yaitu

Kasunanan dan Praja Mangkunegaran. Dengan masyarakat yang heterogen dan

terbagi dalam beberapa kekuasaan sehingga tak heran pula bila ada banyak

sekolah yang ada di daerah ini, baik sekolah pemerintah maupun swasta.

Misalnya pendidikan di Praja Mangkunegaran. Pada tahun 1912,

didirikannya sekolah pendidikan formal di Mangkunegaran yaitu Sekolah Siswo.

Pembangunan sarana dalam bidang pendidikan dilakukan Mangkunegara VII

dengan melanjutkan pengelolaan Sekolah Siswo dan Studiefonds, serta

memprakarsai berdirinya Sekolah Siswarini dan Sekolah Van Deventer (1927),

juga memperkenalkan pendidikan non formal berupa les-les bahasa asing,

khususnya bahasa Belanda dan kursus keterampilan (menjahit, melukis, membuat

patung, mengukir). 15

Di kawasan Keraton Surakarta Hadiningrat juga berkembang sekolah-

sekolah milik pemerintah maupun milik pihak Kasunanan sendiri. Para putra

kraton seperti Paku Buwana X juga menikmati pendidikan formal. Sekolah seperti

Derde School di Mesen, Eerste School di Lojiwetan, ada juga pendidikan olahraga

15

Sri Wahyuni, Sekolah Siswo Mangkunegaran 1912-1959, (Surakarta: UNS. Skripsi, 2005),

hal 12

Page 13: gambaran umum orang arab di solo.pdf

29

yaitu Gijmnastik School juga berada di Lojiwetan. Sekolah anak (Frobel school)

di Sangkrah, kemudian dimasukkan ke sekolah lanjutan yang putra masuk Evaste

School dan yang putri di Meisjesscool. Selain sekolah formal para putra-putri

istana juga diberi pendidikan tambahan oleh guru bahasa Jawa. Jadi selain

mendapat pendidikan bahasa Belanda, mereka juga belajar bahasa Jawa, Perancis

dan Inggris, juga belajar kerajinan tangan (Handwark). 16

Sunan Paku Buwana X juga mendirikan sekolah Islam untuk menunjukkan

kedudukannya sebagai panatagama. Pada 1905 di Surakarta telah berdiri sebuah

sekolah Islam dengan nama Mambaul Ulum.17

Pada 1 September 1910, didirikan

sekolah Kasatriyan bertempat di Balowarti. Pada tahun 1922 bekerjasama dengan

Budi Utomo membuka Cursus Boekhouden serta Cursus Nederlandsche Taal. 18

Sekolah yang dikelola oleh swasta juga banyak bermunculan di Surakarta.

Pada masa kolonial struktur masyarakatnya terbagi menjadi tiga golongan, yaitu

masyarakat Barat, Timur Asing dan pribumi. Selain sekolah-sekolah tersebut di

atas, ada pula sekolah-sekolah swasta milik masyarakat timur asing, yaitu sekolah

Cina dan sekolah Arab. Sebagai contoh sekolah milik etnis Cina di Surakarta

adalah Sekolah Ting Hwa Hwee Kwa atau Tionghoa Hwee Koan, sedangkan

sekolah Arab misalnya Arrabittah Al-Alawiyah dan Al-Irsyad Al-Islamiyah.

Pada tahun 1910 Pendeta D. Bakker mendirikan sebuah Sekolah Kristen

Pribumi di Surakarta, tetapi Residen Van Wijk melarang pendidikan agama di

sekolah ini dan tidak mengijinkan murid yang non-Kristen untuk ikut serta dalam

kegiatan agama ekstrakurikuler. Bakker berkeberatan dan membawa masalah

16

Soepardi Hadisuparta (alih huruf), Narpawandawa, (Surakarta : Reksa Pustaka

Mangkunegaran, 2009), hal.60-61

17 Kuntowijoyo, Raja Priyayi dan Kawula, (Yogyakarta : Ombak, 2006), hal.39

18 Soepardi Hadisuparta, loc. cit

Page 14: gambaran umum orang arab di solo.pdf

30

tersebut kepada Gubernur Jendral AWF Idenberg (1909-1916) yang kemudian

justru mengijinkan di Surakarta untuk kegiatan penginjilan. Keberadaan

penginjilan ini telah menimbulkan reaksi dari kalangan umat Islam.19

Salah satu

bentuk dari reaksi tersebut adalah bermunculannya sekolah-sekolah Islam.

Masalah-masalah yang timbul dalam pendidikan memberi dampak yang

dirasakan terutama oleh masyarakat pemakai, misalnya, timbulnya golongan

menengah yang menganggur karena jenis pendidikan tidak sesuai dengan pasar

kerja, atau kesenjangan dalam pemerataan dan mutu pendidikan; pendidikan

lanjutan yang dinikmati oleh anak-anak orang kaya; komersialisasi pendidikan

dalam bentuk yayasan-yayasan dan sebagainya. 20

2. Lembaga Pendidikan Islam di Surakarta

Perkembangan pendidikan Islam di Indonesia antara lain ditandai dengan

munculnya berbagai lembaga pendidikan secara bertahap, mulai dari yang amat

sederhana sampai dengan tahap yang sudah terhitung modern dan lengkap.21

Faktor-faktor pendorong berkembangnya lembaga pendidikan Islam antara lain:

a. Lembaga pendidikan merupakan sarana strategis bagi terjadinya

transformasi nilai dan budaya pada suatu komunitas sosial. Dalam

lintas sejarah, kehadiran lembaga pendidikan Islam telah memberikan

andil yang sangat besar bagi pengembangan ajaran yang terdapat

dalam Al-Qur’an dan Hadits.

b. Keberadaan lembaga pendidikan Islam tidak bisa dilepaskan dari

proses masuknya Islam di nusantara yang sebagian besar bernuansa

19

Hari Mulyadi, dkk, op.cit, hal 140

20 Hellius Sjamsuddin, et.al, Metodologi Sejarah, (Yogyakarta : Ombak, 2007), hal 332

21Abudin Nata, ed, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-lembaga Pendidikan

Islam di Indonesia, (Jakarta : PT Gramedia, 2001), hal 1

Page 15: gambaran umum orang arab di solo.pdf

31

mistis (tarekat) dan mengalami alkuturasi dengan kebudayaan lokal

(adat)

c. Kemunculan lembaga pendidikan Islam bersifat dinamis, baik dari

fungsi maupun sistem pembelajarannya

d. Kehadiran lembaga pendidikan Islam, telah memberi spectrum

tersendiri dalam membuka wawasan dan dinamika intelektual umat

Islam.22

Politik yang dijalankan pemerintah Hindia-Belanda terhadap rakyat

Indonesia yang mayoritas beragama Islam sebenarnya didasarkan oleh rasa

ketakutan, rasa panggilan agamanya, yaitu Kristen dan rasa kolonialismenya

sehingga mereka tetapkan ketentuan atau peraturan menyangkut pendidikan

agama Islam, yaitu ketetapan kolonial yang menyangkut pendidikan Islam antara

lain sebagai berikut :

a. Tahun 1882 pemerintah Hindia-Belanda membentuk suatu badan

khusus yang bertugas untuk mengawasi kehidupan beragama dan

pendidikan Islam yang mereka sebut Priesterraden. Dari penasihat

badan inilah pemerintah Hindia-Belanda mengeluarkan peraturan baru

yang isinya bahwa orang-orang yang memberi pengajaran atau

pengajian agama Islam harus terlebih dahulu meminta izin kepada

Pemerintah Belanda

b. Tahun 1925 keluar lagi peraturan yang lebih ketat terhadap pendidikan

Islam, yaitu bahwa tidak semua orang (kyai) boleh memberikan

22

Ibid, hal 6-7

Page 16: gambaran umum orang arab di solo.pdf

32

pelajaran mengaji kecuali telah mendapat semacam rekomendasi atau

persetujuan pemerintah Belanda

c. Tahun 1932 keluar lagi peraturan yang isinya berupa kewenangan

untuk memberantas dan menutup madrasah dan sekolah yang tidak ada

izinnya atau memberikan pelajaran yang tidak disukai oleh pemerintah

Belanda yang disebut Ordonansi Sekolah Liar (Wilde School

Ordinatie). 23

Strategi kebijakan pemerintah Hindia-Belanda terhadap keislaman oleh

penduduk pribumi semakin rapi dan terkesan akomodatif setelah adanya salah

seorang penasihat pemerintah Hindia Belanda di bidang keagamaan atau

Islamitische en Arabische Zaken, yaitu Snouck Hurgronje. Snouck Hurgronje

mempelajari seluk beluk muslim Indonesia dengan segala karakteristiknya.

Pada awalnya kelembagaan pendidikan Islam di mulai dari surau

kemudian muncullah lembaga lain seperti pesantren, madrasah dan berbagai

sekolah agama. Lembaga pendidikan Islam tersebut tentunya bertolak belakang

dari sekolah yang diperkenalkan oleh pemerintah kolonial. Baik dari segi

kurikulum, metode pembelajaran maupun sasaran peserta didiknya.

Perkembangan sekolah menumbuhkan gagasan-gagasan dari kaum intelektual

muslim untuk memajukan pendidikan Islam. Mereka mendirikan lembaga

pendidikan baik secara perorangan maupun secara kelompok atau organisasi

dalam bentuk lembaga yang dinamakan madrasah ataupun sekolah.

23

Ibid, hal 74-75

Page 17: gambaran umum orang arab di solo.pdf

33

Sekolah Islam juga bermunculan di Surakarta. Dalam terjemahan dari

surat Adviseur voor Inlandsche Zaken24

kepada Directur van Onderwijs en

Eeredienst, tertanggal 30 Maret 1915, mengenai sekolah-sekolah agama Islam,

menyebutkan di Solo telah berdiri beberapa masjid dan sekolah Islam yang

bernama Mambaul Ulum. Selain itu, orang Arab juga mendirikan sekolah di Pasar

Kliwon. Sekolah khusus Arab di Batavia dan Surabaya relatif sedikit murid

pribumi aslinya, tetapi di Sidoarjo, Gresik dan Solo (Pasar Kliwon) yang juga

memakai bahasa Arab, jumlah murid pribuminya relatif lebih banyak.

Sekolah umum swasta yang dikelola oleh kaum reformis Islam pada

dasarmya bisa dibedakan dengan sekolah yang dibangun oleh pemerintah.

Sekolah-sekolah Islam pada umumnya mempunyai dasar dan tujuan yang

memberi warna pada ideologi sekolah, dan sistem pendidikan yang diterapkan

berdasarkan ajaran Islam.

Sekolah swasta yang tidak bersubsidi mendapat perhatian khusus dari

pemerintah kolonial karena akan terjadi potensi perlawanan terhadap pemerintah.

Sekolah Liar atau Wilde School lebih bercorak anti pemerintah dan pada

perkembangannya mengalami pasang surut karena tidak terikat oleh organisasi

yang besar. Sekolah-sekolah ini tergantung pada situasi dan kondisi dari faktor

intern maupun ekstern. 25

24 Hamid Algadri, op.cit., hal 178-188

25 Muchammad Ehwanto, Perkembangan Pendidikan Pada Yayasan Pendidikan Islam

Cokroaminoto di Surakarta Tahun 1955-1971, (Surakarta : UNS Skripsi, 1997), hal 33

Page 18: gambaran umum orang arab di solo.pdf

34

Lembaga pendidikan Islam di Surakarta, misalnya :

1. Mambaul Ulum

Mambaul Ulum didirikan oleh Paku Buwono X pada tanggal 23 Juli 1905.

dengan dibukanya sekolah Mambaul Ulum ini membuktikan bahwa mengaruh

Islam dalam masyarakat telah mendapatkan perhatian dari pihak pemerintah

kerajaan. Sekolah ini dimaksudkan untuk menampung anak-anak abdi dalem

pemutihan, suranata, khatib, ulama, perdikan, juru kunci dan lain sebagainya.

Berdirinya sekolah Islam Mambaul Ulum ini membuktikan bahwa raja tidak lagi

bersifat netral dalam urusan agama, hal ini disebabkan kehadiran zending. Selain

itu berdirinya sekolah ini dikarenakan adanya pengaruh dari gerakan Pan-

Islamisme.

Tujuan utama didirikannya sekolah Mambaul Ulum adalah untuk

membentuk kader-kader ulama sebagai corong dakwah rakyat dengan ajaran

Islam yang diakui sebagai ajaran yang baik oleh masyarakat. Selain itu, juga

untuk mendidik calon pejabat agama yang ahli dan cakap dalam menjalankan

tugasnya, seperti halnya tugas sebagai naib pernikahan dan ahli dalam hukum-

hukum agama. Adapun waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pendidikan

pada sekolah tersebut adalah 11 tahun. 26

Sebagai seorang panatagama, pada mulanya Paku Buwono X keberatan

dengan adanya kegiatan zending tetapi akhirnya terpaksa mengizinkannya juga.

Sunan menjelaskan kepada Residen W. de Vogel bahwa secara pribadi dia tidak

26

Ibid, hal 38

Page 19: gambaran umum orang arab di solo.pdf

35

berteberatan terhadap zending, dan tidak memusuhi Kristen, tetapi sebagai

panatagana ia berkeberatan kalau rakyatnya memeluk agama selain Islam.27

2. Muhammadyah

Muhammadyah merupakan organisasi yang bergerak di bidang

pendidikan, kesehatan dan sosial. Didirikan oleh K.H Ahmad Dahlan pada tahun

1912 di Yogyakarta, Muhammadyah bertujuan untuk menegakkan ajaran Islam

sesuai Al-Qur’an dan Hadits. Maksud dari didirikannya organisasi ini adalah

menyebarkan ajaran Nabi Muhammad SAW kepada penduduk bumiputra dan

memajukan hal agama Islam kepada anggota-anggotanya. Untuk mencapai tujuan

tersebut dilakukan usaha seperti mendirikan lembaga-lembaga pendidikan,

mengadakan rapat-rapat dan tabligh, menerbitkan buku, brosur, surat kabar dan

majalah. 28

Muhammadyah cabang Surakarta berdiri sejak tahun 1923, merupakan

perubahan dari Sidik, Amanat, Tabligh, Fatonah (SATF). Gerakan

Muhammadyah mempunyai kegiatan yang permanen diselenggarakan seperti

menyelenggarakan sekolah, kursus-kursus yang teratur ataupun memelihara anak

yatim-piatu. Pembagian kerja antara anggota-anggota pimpinannya pun mulai

diadakan. Kegiatan-kegiatan Muhammadyah tidaklah tumbuh semata-mata dari

buah pikiran pemimpinnya saja. Pengaruh-pengaruh luar juga menjadi salah satu

faktor organisasi ini dapat berkembang. Hal ini terbukti dengan berdirinya PKU

(Penolong Kesengsaraan Umum) dan Aisyah. PKU bergerak di bidang kesehatan,

sementara Aisyah merupakan organisasi wanita Muhammadyah. Aisyah

27 Kuntowijoyo, op.cit, hal 41

28 Javasche Courant. No 71, 4 September 1914, dalam buku Deliar Noer, Gerakan Modern

Islam di Indonesia 1900-1942, hal 86

Page 20: gambaran umum orang arab di solo.pdf

36

memberikan perhatian kepada anak-anak perempuan remaja dengan membangun

Siswa Pradja yang pada tahun 1931 diubah menjadi Nasyiatul Aisyah.

Pada tahun 1918 didirikan gerakan kepanduan Muhammadyah yang

bernama Hizbul Wathan, sebagai reaksi dari kegiatan misionaris Kristen yang

melakukan latihan kepanduan missi Kristen di alun-alum Mangkunegaran, Solo.

Selain latihan kepanduan, pandu-pandu Muhammadyah juga diberi pelajaran-

pelajaran agama serta latihan dalam berorganisasi. Mulanya Hizbul Wathan

merupakan bagian dari Departemen Pendidikan Muhammadyah. Kemudian pada

Konggres Muhammadyah tahun 1926 memutuskan untuk membentuk departemen

khusus bagi gerakan kepanduan yang dinamakan Majelis Hizbul Wathan. 29

3. Sekolah Al-Islam

Sekolah Al-Islam bertujuan untuk mempersatukan aliran-aliran dalam

Islam dengan tidak mengakui adanya madsab, dan menjadikan Islam sebagai

agama modern yang mampu mengikuti perkembangan zaman. Kelahiran Al-Islam

bermula dari kelompok pengajian di kampung Jamsaren, Surakarta pada tahun

1926, muncul sebagai akibat ketidakpuasan terhadap sistem pendidikan kolonial

yang dualistis dan mempunyai sifat sekuler. Selain itu Al-Islam ingin

menjembatani sistem pendidikan tradisional dan modern yang telah memicu

perpecahan di kalangan umat Islam. 30

Di Surakarta juga berdiri lembaga pendidikan Islam yang didirikan oleh

masyarakat keturunan Arab. Seperti halnya masyarakat Arab di Indonesia pada

umumnya, masyarakat Arab di Surakarta juga terbagi menjadi dua golongan yaitu

Al-Irsyad dan Arrabitah. Ketika di Kelurahan Pasar Kliwon belum didirikan

29

Deliar Noer, op.cit, hal 92

30 Ibid, hal 71

Page 21: gambaran umum orang arab di solo.pdf

37

lembaga pendidikan milik pemerintah, masyarakat keturunan Arab di Surakarta

telah mendirikan dua lembaga pendidikan untuk anak-anak mereka. Lembaga

pendidikan itu adalah Arrabitah Al-Alawiyah dan Al-Irsyad Al-Islamiyah. Kedua

lembaga pendidikan ini tidak khusus diperuntukan bagi anak-anak keturunan etnis

Arab tetapi terbuka untuk anak-anak dari etnis Jawa atau etnis lain.

Gambaran umum mengenai kedua lembaga pendidikan Islam tersebut

adalah :

1. Arrabitah Al-Alawiyah

Sekolah Arrabitah Al-Alawiyah didirikan oleh masyarakat Arab di

Indonesia, yang dalah hal ini adalah kelompok Alawiyyin. Berdirinya Arrabitah

Al-Alawiyah tidak lepas dari adanya Jamiat Khair yang berdiri di Jakarta tahun

1905. Pada awalnya, Jamiat Khair didirikan oleh orang-orang keturunan Arab dan

beberapa orang Sumatera Barat untuk mengatasi golongan ekonomi lemah.

Kemudian, organisasi ini memfokuskan pada dua bidang kegiatan. Pertama,

pendirian dan pembinaan sekolah pada tingkat dasar, yang guru-gurunya di

datangkan dari Arab. Kedua, pengiriman anak-anak muda ke Turki untuk

melanjutkan pendidikan, namun bidang kedua ini terhambat karena kekurangan

biaya.31

Jamiat Khair merupakan organisasi modern dalam masyarakat Islam dan

yang mendirikan suatu sekolah dengan metode modern seperti penetapan

kurikulum, pemakaian sarana pendidikan dan lain sebagainya.32

Perpecahan di

dalam Jamiat Khair berpengaruh pada berdirinya organisasi Arab yang lain

setelahnya, seperti Al-Irsyad dan Arrabitah Al-Alawiyah. Sekolah di bawah

asuhan kelompok Alawiyyin ini tersebar di beberapa daerah di Indonesia

31

Ibid, hal 68

32 Muchammad Ehwanto, op.cit, hal 36

Page 22: gambaran umum orang arab di solo.pdf

38

termasuk Surakarta. Seperti halnya sekolah-sekolah Islam pada umumnya sekolah

ini menekankan pada pendidikan agama Islam tanpa meninggalkan pendidikan

umum. Selain bergerak di bidang pendidikan kaum Alawiyyin juga melakukan

kegiatan di bidang da’wah dan publikasi. Sekolah Arrabitah Al-Alawiyah ini akan

dibahas pada Bab berikutnya.

2. Al-Irsyad Al-Islamiyah

Yayasan pendidikan milik komunitas Arab selain Arrabitah Al-Alawiyah

adalah Yayasan Al-Irsyad Al-Islamiyah yang dipelopori oleh Assyeikh Ahmad

Bin Muhammad Assoorkaty Al-Khazrajiy Al-Anshary atau yang lebih dikenal

dengan panggilan Surkati. Setelah Surkati meninggalkan Jamiat Khair, pada tahun

1914 beliau mendirikan Madrasah Al-Irsyad Al-Islamiyah di Jakarta. Al-Irsyad

Al-Islamiyah cabang Solo, berdiri pada tanggal 21 September 1939.

Berdirinya Al-Irsyad diawali dengan sikap Surkati yang tidak setuju

dengan adanya diskriminasi atau perpecahan antara golongan Sayid dengan bukan

Sayid. Syeikh Ahmad Surkati mengeluarkan fatwa bahwa pekawinan antara

seorang Islam bukan Sayid dengan Syarifah adalah jaiz. Fatwa ini dikemukaan di

Solo tahun 1913, ketika di dalam suatu pertemuan Ia menekankan bahwa Islam

memperjuangkan persamaan sesama Muslim tanpa diskriminasi.

Fatwa Surkati mengenai nasib seorang Syarifah yang hidup bersama-sama

dengan seorang Cina di Solo. Dalam suatu pertemuan makan bersama yang

dihadari oleh banyak kalangan masyarakat Arab di Solo, Surkati menyarankan

kepada orang-orang yang hadir untuk mengumpulkan uang untuk keperluan

Syarifah tersebut agar dia dapat meninggalkan orang Cina itu. Tetapi karena tidak

seorangpun yang bersedia memberikan uangnya untuk keperluan ini, Sukarti

Page 23: gambaran umum orang arab di solo.pdf

39

mengemukakan saran lain, yaitu mencari seorang Muslim yang bersedia menikahi

Syarifah tersebut. Golongan Sayid yang hadir berkeberatan terhadap hal ini

dengan alasan kafa’ah atau tidak sederajat, mereka beranggapan bahwa seorang

Syarifah hanya dapat menikah dengan seorang Sayid.33

Hal itu menyebabkan

kehadiran Surkati tidak disukai oleh kalangan Sayid di lembaga Jamiat Khair,

tempatnya mengajar. Surkati meninggalkan Jamiat Khair pada tahun 1913 dan

membuka sekolah Al-Irsyad.

Al-Irsyad sebagai Perhimpunan Islam yang bertujuan memurnikan tauhid,

ibadah dan amaliyah Islam, bergerak dalam bidang pendidikan, pengajaran,

kebudayaan dan da’wah Islam serta kemasyarakatan berdasarkan Al-Qur’an dan

Sunnah, guna mewujudkan pribadi Muslim dan masyarakat Islam menuju

keridhoan Allah SWT.34

Al-Irsyad sendiri menjuruskan perhatian pada bidang

pendidikan, terutama pada masyarakat Arab, ataupun pada permasalahan yang

timbul di kalangan masyarakat Arab, walaupun orang-orang Indonesia Islam

bukan Arab, ada yang menjadi anggotanya.35

Al-Irsyad memiliki empat badan

otonom, yaitu Pemuda Al-Irsyad, Pelajar Al-Irsyad, Wanita Al-Irsyad dan Puteri

Al-Irsyad.

Bersama-sama dengan Perhimpunan Islam lainnya, terutama

Muhammadyah, Al-Irsyad terus berkembang. Pendiri Muhammadyah Kyai

Ahmad Dahlan, merupakan sahabat akrab Surkati.36

Ahmad Surkati dikenal

sebagai Pelopor Reformasi Islam dan Pelopor Gerakan Pembaharu di Indonesia

33

Deliar Noer, op.cit, hal 74

34 Hussein Abdullah Badjerei, Al-Irsyad, (Jakarta : Perhimpunan Al-Irsyad, 1985), hal 19-20

35 Deliar Noer, op.cit, hal 75

36 Hussein Abdullah Badjerei, op.cit, hal 11

Page 24: gambaran umum orang arab di solo.pdf

40

serta pembawa faham Muhammad ‘Abduh ke Indonesia. Program reformis

‘Abduh dapat dengan singkat disimpulkan sebagai pemurnian Islam dari

pengaruh-pengaruh dan praktek-praktek yang merusak, pembaharuan pendidikan

tinggi Muslim, pembaharuan dokrin Islam yang dipandang dari pemikiran modern

dan pembelaan Islam.37

37

Azyumardi Azra, Perspektif Islam di Asia Tenggara, (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia,

1989), hal 116