gambaran umum sdm & etos kerja

21
Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu faktor penting dalam pembangunan. Secara makro, faktor-faktor masukan pembangunan, seperti sumber daya alam, material dan finansial tidak akan memberi manfaat secara optimal untuk perbaikan kesejahteraan rakyat bila tidak didukung oleh memadainya ketersediaan faktor SDM, baik secara kualitas maupun kuantitas. Pelajaran yang dapat dipetik dari berbagai negara maju adalah, bahwa kemajuan yang dicapai oleh bangsa-bangsa di negara-negara tersebut didukung oleh SDM yang berkualitas. Jepang, misalnya, sebagai negara pendatang baru (late comer) dalam kemajuan industri dan ekonomi memulai upaya mengejar ketertinggalannya dari negara-negara yang telah lebih dahulu mencapai kemajuan ekonomi dan industri (fore runners) seperti Jerman, perancis dan Amerika dengan cara memacu pengembangan SDM (Ohkawa dan Kohama 1989). Di Indonesia terjadi ketimpangan antara jumlah kesempatan kerja dan angkatan kerja dimana tentunya lapangan pekerjaan yang jauh lebih sedikit dibandingkan para pencari kerjanya. Selain itu kondisi ini juga diperparah dengan tingkat pendidikan angkatan kerja yang ada masih relative rendah dimana stuktur pendidikan angkatan kerja di Indonesia masih didominasi pendidikan dasar hampir lebih dari 50%. Lesunya dunia usaha akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan sampai saat ini mengakibatkan rendahnya kesempatan kerja terutama bagi lulusan perguruan tinggi hal inilah yang membuat angka pengangguran sarjana makin tinggi. Karena begitu banyaknya lulusan perguruan tinggi tiap tahunnya tidak diimbangi dengan lapangan kerja yang memadai.

Upload: lukman

Post on 18-Feb-2016

30 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Sumber Daya Manusia dan Etos Kerja di Indonesia

TRANSCRIPT

Page 1: Gambaran Umum SDM & Etos Kerja

Latar Belakang Masalah

Sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu faktor penting dalam

pembangunan. Secara makro, faktor-faktor masukan pembangunan, seperti sumber

daya alam, material dan finansial tidak akan memberi manfaat secara optimal untuk

perbaikan kesejahteraan rakyat bila tidak didukung oleh memadainya ketersediaan

faktor SDM, baik secara kualitas maupun kuantitas. Pelajaran yang dapat dipetik dari

berbagai negara maju adalah, bahwa kemajuan yang dicapai oleh bangsa-bangsa di

negara-negara tersebut didukung oleh SDM yang berkualitas. Jepang, misalnya,

sebagai negara pendatang baru (late comer) dalam kemajuan industri dan ekonomi

memulai upaya mengejar ketertinggalannya dari negara-negara yang telah lebih dahulu

mencapai kemajuan ekonomi dan industri (fore runners) seperti Jerman, perancis dan

Amerika dengan cara memacu pengembangan SDM (Ohkawa dan Kohama 1989).

Di Indonesia terjadi ketimpangan antara jumlah kesempatan kerja dan angkatan

kerja dimana tentunya lapangan pekerjaan yang jauh lebih sedikit dibandingkan para

pencari kerjanya. Selain itu kondisi ini juga diperparah dengan tingkat pendidikan

angkatan kerja yang ada masih relative rendah dimana stuktur pendidikan angkatan

kerja di Indonesia masih didominasi pendidikan dasar hampir lebih dari 50%. Lesunya

dunia usaha akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan sampai saat ini mengakibatkan

rendahnya kesempatan kerja terutama bagi lulusan perguruan tinggi hal inilah yang

membuat angka pengangguran sarjana makin tinggi. Karena begitu banyaknya lulusan

perguruan tinggi tiap tahunnya tidak diimbangi dengan lapangan kerja yang memadai.

Masalah SDM inilah yang menyebabkan proses pembangunan yang berjalan

selama ini kurang didukung oleh produktivitas tenaga kerja yang memadai.Keterpurukan

ekonomi nasional yang berkepanjangan hingga kini merupakan bukti kegagalan

pembangunan akibat dari rendahnya kualitas SDM. Maka dari itu pengembangan SDM

pada intinya harus diarahkan dalam rangka meningkatkan kualitasnya, yang pada

gilirannya akan dapat meningkatkan produktivitas. Hasil berbagai studi menunjukkan,

bahwa kualitas SDM merupakan faktor penentu produktivitas, baik secara makro

maupun mikro. Sumber Daya Manusia (SDM) secara makro adalah warga negara suatu

bangsa khususnya yang telah memasuki usia angkatan kerja yg memiliki potensi untuk

berperilaku produktif (dengan atau tanpa pendidikan formal) yg mampu memenuhi

kebutuhan hidup sendiri dan keluarganya yang berpengaruh pada tingkat kesejahteraan

masyarakat di lingkungan bangsa atau negaranya.

Page 2: Gambaran Umum SDM & Etos Kerja

Defenisi MSDM dan SDM.

Sumberdaya Manusia (SDM) dalam konteks bisnis, adalah orang yang bekerja

dalam suatu organisasi yang sering pula disebut karyawan. Sumberdaya Manusia

merupakan aset yang paling berharga dalam perusahaan, tanpa manusia maka

sumberdaya perusahaan tidak akan dapat mengahasilkan laba atau menambah nilainya

sendiri.Sumberdaya manusia adalah apa yang terkandung dalam diri manusia yang

digunakan untuk menggerakkan dan menyinergikan sumberdaya lainnya untuk

melakukan kegiatan. SDM merupakan kemampuan terpadu dari daya pikir dan daya fisik

yang dimiliki individu, perilaku dan sifatnya,serta pengetahuan dan pengalaman yang

dimiliki dalam kehidupan.

Manajemen Sumber Daya Manusia didasari pada suatu konsep bahwa setiap

karyawan adalah manusia, bukan mesin, dan bukan semata menjadi sumber daya

bisnis.Manajemen Sumber Daya Manusia berkaitan dengan kebijakan dan praktek-

praktek yang perlu dilaksanakan oleh manajer, mengenai aspek-aspek Sumber Daya

Manusia dari Manajemen Kerja.

Tidak ada definisi yang sama tentang Manajemen Sumber Daya Manusia, 3 (tiga)

definisi sebagai perbandingan dapat dikemukakan sebagai berikut:

1. Bagaimana orang-orang dapat dikelola dengan cara yang terbaik dalam

kepentingan organisasi, Amstrong (1994).

2. Suatu metode memaksimalkan hasil dari sumber daya tenaga kerja dengan

mengintergrasikan MSDM kedalam strategi bisnis, Kenooy (1990).

3. Pendekatan yang khas, terhadap manajemen tenaga kerja yang berusaha

mencapai keunggulan kompetitif, melalui pengembangan strategi dari tenaga kerja yang

mampu dan memiliki komitmen tinggi dengan menggunakan tatanan kultur yang

integrated, struktural dan teknik-teknik personel, Storey (1995).

Dari ke-3 definisi diatas dapat disimpulkan bahwa, Manajemen Sumber Daya

Manusia berkaitan dengan cara pengelolaan sumber daya insani, dalam organisasi dan

lingkungan yang mempengaruhinya, agar mampu memberikan kontribusi secara optimal

bagi pencapaian suatu organisasi.Akan tetapi, sumber daya manusia secara sederhana

Page 3: Gambaran Umum SDM & Etos Kerja

dapat di artikan sebagai kemampuan atau nilai seseorang dalam hal yang kompleks,

karena tidak berdasarkan pada kemampuan seseorang dalam dunia kerja saja

melainkan kehidupan sehari – hari.

SDM yang menguasai ipteks cenderung memanfaatkan teknologinya untuk

menguasai SDA bangsa lain.Dinamika perkembangan masyarakat melaju sangat pesat

seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga menuntut semua

pihak untuk beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi dalam di masyarakat.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah memunculkan paradigma baru dalam

mencapai keberhasilan, yaitu dengan persaingan. Tantangan persaingan yang semakin

tajam pada era globalisasi menuntut kita untuk siap dalam hal teknologi, informasi,

intelektual maupun mental di era globalisasi ini.

Sumber Daya Manusia Indonesia

Terkait dengan kondisi sumber daya manusia Indonesia yaitu adanya

ketimpangan antara jumlah kesempatan kerja dan angkatan kerja. Jumlah angkatan

kerja nasional pada krisis ekonomi tahun pertama (1998) sekitar 92,73 juta orang,

sementara jumlah kesempatan kerja yang ada hanya sekitar 87,67 juta orang dan ada

sekitar 5,06 juta orang penganggur terbuka (open unemployment). Angka ini meningkat

terus selama krisis ekonomi yang kini berjumlah sekitar 8 juta.

Kedua, tingkat pendidikan angkatan kerja yang ada masih relatif rendah. Struktur

pendidikan angkatan kerja Indonesia masih didominasi pendidikan dasar yaitu sekitar

63,2 %. Kedua masalah tersebut menunjukkan bahwa ada kelangkaan kesempatan

kerja dan rendahnya kualitas angkatan kerja secara nasional di berbagai sektor

ekonomi. Lesunya dunia usaha akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan sampai saat

ini mengakibatkan rendahnya kesempatan kerja terutama bagi lulusan perguruan tinggi.

Sementara di sisi lain jumlah angkatan kerja lulusan perguruan tinggi terus meningkat.

Sampai dengan tahun 2000 ada sekitar 2,3 juta angkatan kerja lulusan perguruan tinggi.

Kesempatan kerja yang terbatas bagi lulusan perguruan tinggi ini menimbulkan dampak

semakin banyak angka pengangguran sarjana di Indonesia.

Menurut catatan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Depdiknas

angka pengangguran sarjana di Indonesia lebih dari 300.000 orang.

Masalah SDM inilah yang menyebabkan proses pembangunan yang berjalan

selama ini kurang didukung oleh produktivitas tenaga kerja yang memadai. Itu sebabnya

Page 4: Gambaran Umum SDM & Etos Kerja

keberhasilan pembangunan yang selama 32 tahun dibanggakan dengan tingkat

pertumbuhan rata-rata 7%, hanya berasal dari pemanfaatan sumberdaya alam intensif

(hutan, dan hasil tambang), arus modal asing berupa pinjaman dan investasi langsung.

Dengan demikian, bukan berasal dari kemampuan manajerial dan produktivitas SDM

yang tinggi. Keterpurukan ekonomi nasional yang berkepanjangan hingga kini

merupakan bukti kegagalan pembangunan akibat dari rendahnya kualitas SDM.

Rendahnya SDM Indonesia diakibatkan kurangnya penguasaan IPTEK, karena

sikap mental dan penguasaan IPTEK yang dapat menjadi subyek atau pelaku

pembangunan yang handal. Dalam kerangka globalisasi, penyiapan pendidikan perlu

juga disinergikan dengan tuntutan kompetisi. Oleh karena itu dimensi daya saing dalam

SDM semakin menjadi faktor penting sehingga upaya memacu kualitas SDM melalui

pendidikan merupakan tuntutan yang harus dikedepankan.

Salah satu problem struktural yang dihadapi dalam dunia pendidikan adalah

bahwa pendidikan merupakan subordinasi dari pembangunan ekonomi. Pada era

sebelum reformasi pembangunan dengan pendekatan fisik begitu dominan. Hal ini

sejalan dengan kuatnya orientasi pertumbuhan ekonomi.

Dampak IPTEK Terhadap SDM Indonesia

Pengaruh IPTEK terhadap peningkatan SDM Indonesia khususnya dalam

persaingan global dewasa ini meliputi berbagai aspek dan merubah segenap tatanan

masyarakat. Aspek-aspek yang dipengaruhi, adalah sebagai berikut :

1. Dampak yang ditimbulkan oleh teknologi dalam era globalisasi, khususnya

teknologi informasi dan komunikasi, sangat luas. Teknologi ini dapat menghilangkan

batas geografis pada tingkat negara maupun dunia.

2. Aspek Ekonomi.

Dengan adanya IPTEK, maka SDM Indonesia akan semakin meningkat dengan

pengetahuan-pengetahuan dari teknologi tersebut. Dengan kemajuan SDM ini, tentunya

secara tidak langsung akan mempengaruhi peningkatan ekonomi di Indonesia. Berkaitan

dengan pasar global dwasa ini, tidaklah mungkin jika suatu negara dengan tingkat SDM

rendah dapat bersaing, untuk itulah penguasaan IPTEK sangat penting sekali untuk

dikuasai.

Page 5: Gambaran Umum SDM & Etos Kerja

Selain itu, tidak dipungkiri globalisasi telah menimbulkan pergeseran nilai dalam

kehidupan masyarakat di masa kini akibat pengaruh negatif dari globalisasi.

3. Aspek Sosial Budaya.

Globalisasi juga menyentuh pada hal-hal yang mendasar pada kehidupan

manusia, antara lain adalah masalah Hak Asasi Manusia (HAM), melestarikan

lingkungan hidup serta berbagai hal yang menjanjikan kemudahan hidup yang lebih

nyaman, efisien dan security pribadi yang menjangkau masa depan, karena didukung

oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dampak yang timbul diakibatkannya

ikatan-ikatan tradisional yang kaku, atau dianggap tidak atau kurang logis dan

membosankan. Akibat nyata yang timbul adalah timbulnya fenomena-fenomena

paradoksal yang muaranya cenderung dapat menggeser paham

kebangsaan/nasionalisme. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan meningkatnya

tanggapan masyarakat atas kasus-kasus yang terjadi dinilai dengan didasarkan norma-

norma kemanusiaan atau norma-norma sosial yang berlaku secara umum (Universal

internasional).

Hakekat Pengembangan SDM

Pengertian SDM ada dua macam, yaitu:

1. Derajat kualitas usaha yang ditampilkan seseorang yang terlibat dalam

proses produksi untuk menghasilkan barang atau jasa, dan

2. Manusia yang memiliki kemampuan kerja untuk menghasilkan produksi,

baik barang atau jasa (Simanjuntak, 1985).

Pengembangan SDM merupakan suatu istilah yang digunakan untuk

menggambarkan suatu pendekatan bersifat terintegrasi dan holistik dalam mengubah

prilaku orang-orang yang terlibat dalam suatu proses pekerjaan, dengan menggunakan

serangkaian teknik dan strategi belajar yang relevan (Megginson, Joy-Mattews, dan

Banfield, 1993). Konsep ini mengandung makna adanya berbagai unsur kegiatan

selama terjadinya proses mengubah prilaku, yaitu adanya unsur pendidikan, adanya

unsur belajar, dan perkembangan. Unsur pendidikan dimaksudkan untuk menentukan

teknik dan strategi yang relevan untuk mengubah prilaku. Unsur belajar dimaksudkan

untuk menggambarkan proses terjadinya interaksi antara individu dengan lingkungan,

termasuk dengan pendidik. Adapun unsur perkembangan dimaksudkan sebagai proses

gradual dalam perubahan dari suatu keadaan, misalnya dari keadaan tidak dimilikinya

Page 6: Gambaran Umum SDM & Etos Kerja

kompetensi menjadi keadaan memiliki kompetensi, yang terjadi dalam jangka waktu

tertentu.

Perbaikan Iklim Ketenaga Kerjaan

Dengan memperhatikan kondisi permasalahan ketenagakerjaan tersebut, Pemerintah

harus melakukan perbaikan iklim ketenagakerjaan. Iklim ketenagakerjaan yang semakin

baik merupakan salah satu upaya untuk mendorong iklim investasi. Dengan demikian,

investasi dapat tumbuh dan membuka kesempatan kerja baru bagi masyarakat

Indonesia. Berkaitan dengan perbaikan iklim ketenagakerjaan, kebijakan yang ditempuh

adalah sebagai berikut:

1. Kebijakan pasar kerja yang lebih luwes terus diupayakan melalui penyempurnaan

dan perbaikan peraturan ketenagakerjaan, peningkatan fungsi lembaga bipartit dalam

pelaksanaan negosiasi hubungan industrial agar suasana yang seimbang dalam

perundingan antara pekerja dan pemberi kerja dapat tercipta.

2. Dalam rangka mempersiapkan tenaga kerja memasuki pasar kerja, kualitas dan

produktivitas tenaga kerja ditingkatkan antara lain dengan mengembangkan standar

kompetensi kerja dan sistem sertifikasi kompetensi tenaga kerja, menyelenggarakan

pelatihan kerja berbasis kompetensi, dan meningkatkan keterampilan para penganggur.

DEFINISI & BERBAGAI BUDAYA KERJA

Isu tentang pentingnya meningkatkan etos (etika) kerja pada organisasi

pemerintah dan swasta semakin mencuat akhir-akhir ini. Hal itu disebabkan

semakin disadarinya pentingnya pemahaman etos kerja sebagai solusi untuk

memecahkan masalah, terutama yang terkait dengan moral hazard di tempat

kerja sebagai salah satu cara peningkatan kualitas & kinerja SDM

Pengertian Etos Kerja

Menurut K. Bertens (1994), secara etimologis istilah etos berasal dari

bahasa Yunani yang berarti “tempat hidup”. Mula-mula tempat hidup dimaknai

sebagai adat istiadat atau kebiasaan. Sejalan dengan waktu, kata etos berevolusi

dan berubah makna menjadi semakin kompleks. Dari kata yang sama muncul

pula istilah ethikos yang berarti “teori kehidupan”, yang kemudian menjadi “etika”.

Page 7: Gambaran Umum SDM & Etos Kerja

Dalam bahasa Inggris, etos dapat diterjemahkan menjadi beberapa pengertian

antara lain starting point, to appear, disposition hingga disimpulkan sebagai

character. Dalam bahasa Indonesia kita dapat menterjemahkannya sebagai “sifat

dasar”, “pemunculan” atau “disposisi (watak)”.

-Webster Dictionary mendefinisikan etos sebagai guiding beliefs of a person,

group or institution. Etos adalah keyakinan yang menuntun seseorang, kelompok

atau suatu institusi.

-Sedangkan dalam The American Heritage Dictionary of English Language, etos

diartikan dalam dua pemaknaan, yaitu:

The disposition, character, or attitude peculiar to a specific people, culture

or a group that distinguishes it from other peoples or group, fundamental

values or spirit, mores. Disposisi, karakter, atau sikap khusus orang,

budaya atau kelompok yang membedakannya dari orang atau kelompok

lain, nilai atau jiwa yang mendasari, adat-istiadat.

The governing or central principles in a movement, work of art, mode of

expression, or the like. Prinsip utama atau pengendali dalam suatu

pergerakan, pekerjaan seni, bentuk ekspresi, atau sejenisnya.

Dari sini dapat kita peroleh pengertian bahwa etos merupakan seperangkat

pemahaman dan keyakinan terhadap nilai-nilai yang secara mendasar

mempengaruhi kehidupan, menjadi prinsip-prinsip pergerakan, dan cara

berekspresi yang khas pada sekelompok orang dengan budaya serta keyakinan

yang sama.

Nilai-nilai budaya Kerja Pegawai dari Eropa

Pada umumnya organisasi/perusahaan multi national corporation (MNC) yang

induknya dari Eropa, merupakan perusahaan yang paling demokratis, karena revolusi

industri dimulai dari revolusi di Perancis, sehingga MNC Eropa memiliki budaya kerja

untuk pegawai/karyawan dengan pembagian tugas dan tanggung jawab yang sudah

tertata rapi, terstruktur, jelas hak dan kewajiban, lebih individual, sehingga para pegawai

yang memiliki kinerja yang menonjol masih berada pada koredor tugas dan tanggung

jawabnya, maka reaksi Direktur Utama tentunya positif terhadap kinerja pegawai yang

Page 8: Gambaran Umum SDM & Etos Kerja

berprestasi selaku bawahannya, karenanya Direktur Utama tidak merasa terancam dan

tersaingi oleh Direktur atau pegawai yang berkinerja positif.

Nilai-nilai budaya Kerja Pegawai dari Jepang

Meskipun sama sama organisasi/perusahaan multi national corporation (MNC)

yang sudah tertata rapi, tetapi apabila induknya berada di belahan timur (eastern),

katakanlah induknya berasal dari Jepang, maka budaya kerja pegawai/karyawan MNC

Jepang ini akan membawa budaya kerja Jepang yang bersifat kolektif, sehingga setiap

kinerja positif otomatis dianggap sebagai kinerja posiif secara kolektif. Maka tabu bagi

seorang Direktur selaku bawahan mengklaim bahwa kinerjanya positif, tetapi dia akan

mengedepankan bahwa tidak ada kinerja terbaiknya, yang ada adalah kinerja terbaik

secara kolektif atau kinerja organisasi

Nilai-nilai budaya Kerja dari China

Organisasi atau Perusahaan multi national corporation (MNC) yang berasal dari

China akan membawa budaya kerja yang bersifat kelompok atau lebih di utamakan

bangsa china yang bekerja dalam organisasi/perusahaan tersebut, budaya kerja

pegawai/karyawan memiliki budaya kerja dengan pembagian tugas dan tanggung jawab

yang sudah tertata rapi secara kekeluargaan, terstruktur, jelas hak dan kewajiban, lebih

individual, sehingga bawahan yang memiliki kinerja yang menonjol masih berada pada

koredor tugas dan tanggung jawabnya.

Dengan mengenal 4 (empat) budaya kerja dari suatu negara maka agar supaya

kreativitas untuk menghasilkan kinerja terbaiknya dan tidak terkekang dalam bekerja

maka seorang pegawai harus pandai bersikap dan menyesuaikan diri dengan situasi

dan kondisi dimana mereka bekerja baik di perusahaan swasta maupun dipemerintahan.

BUDAYA KERJA DI INDONESIA

Mesti diakui dalam praktek ada cara-cara yang telah terorganisasi, kepercayaan,

norma, nilai-nilai budaya implisit, serta premis-premis yang mendasar dan mengandung

suatu perintah yang tumbuh dalam kurun waktu yang lama dan menentukan arti menjadi

anggota suatu organisasi. Banyak kalangan kemudian menyebutnya budaya kerja,

sebagai sistem nilai-nilai yang diyakini oleh semua anggota organisasi yang dipelajari,

diterapkan dan dikembangkan secara berkesinambungan, berperan sebagai sistem

perekat dan dapat dijadikan acuan berperilaku dalam organisasi untuk mencapai tujuan

yang telah ditetapkan.

Page 9: Gambaran Umum SDM & Etos Kerja

Dari sisi fungsi, budaya kerja memiliki beberapa fungsi :

1. Pertama, budaya mempunyai suatu peran pembeda. Hal itu berarti bahwa

budaya kerja menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dengan

organisasi yang lainnya.

2. Kedua, budaya kerja membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota

organisasi.

3. Ketiga, budaya kerja mempermudah timbulnya pertumbuhan komitmen pada

sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual.

4. Keempat, budaya kerja itu meningkatkan kemantapan sistem sosial dalam

organisasi. Budaya yang kuat meletakkan kepercayaan-kepercayaan, tingkah

laku, dan cara melakukan sesuatu tanpa perlu dipertanyakan lagi.

Karena berakar dari tradisi, budaya mencerminkan apa yang dilakukan dan

bukan apa yang akan berlaku. Dengan pemahaman seperti ini jelas terlihat bahwa

keunggulan suatu organisasi tidak semata-mata ditentukan oleh hal-hal yang kasat mata

(tangible) seperti struktur organisasi, personil, seragam, gedung, armada, laporan

keuangan, dan sebagainya melainkan juga oleh hal-hal yang tidak kasat mata

(intangible). Bahkan hal-hal yang tidak kasat mata tersebut menjadi kekuatan

tersembunyi yang jika dikelola dengan benar akan mendongkrak kinerja organisasi

secara menyeluruh.

Mengapa produktivitas kerja SDM Indonesia tergolong rendah di ASEAN atau

cuma sekitar dua pertiganya ketimbang SDM Singapura, Malaysia, Thailand, dan

Filipina? Apakah terkait dengan budaya kerjanya? Budaya kerja merupakan sistem nilai,

persepsi, perilaku dan keyakinan yang dianut oleh tiap individu karyawan dan kelompok

karyawan tentang makna kerja dan refleksinya dalam kegiatan mencapai tujuan

organisasi dan individual. Kalau dalam suatu perusahaan maka tujuannya tercermin

dalam nuansa mencapai profit yang maksimum.

Sementara dari sisi individu adalah mencapai kinerja maksimum untuk meraih

kepuasan (utility) yang maksimum. Budaya kerja diturunkan dari budaya organisasi.

Budaya organisasi itu sendiri merupakan sistem nilai yang mengandung cita-cita

organisasi sebagai sistem internal dan sistem eksternal sosial. Hal itu tercermin dari isi

visi, misi dan tujuan organisasi.

Page 10: Gambaran Umum SDM & Etos Kerja

Dengan kata lain, seharusnya setiap organisasi termasuk para anggotanya

memiliki impian atau cita-cita. Setiap anggota memiliki identitas budaya tertentu dalam

organisasinya. Dalam perusahaan dikenal sebagai budaya korporat dimana di dalamnya

terdapat budaya kerja. Seperti dalam suatu perusahaan, cita-cita (visi) sebagai identitas

organisasi, misalnya menjadikan dirinya sebagai bisnis terkemuka dengan ciri-ciri

berdaya inovasi tinggi, pionir dalam bidangnya, penggunaan teknologi dan sumberdaya

manusia yang tangguh, mampu beradaptasi pada lingkungan global termasuk berperan

di dalam peningkatan kesejahteraan lingkungan.

Untuk mencapai itu maka posisi mutu SDM karyawan menjadi sangat penting

karena karyawan adalah pemeran utama dan bukan yang lain. Karena itu, dalam bekerja

maka setiap karyawan hendaknya memiliki cita-cita yang berupa kehendak mengenai

sesuatu yang ingin dituju dan dicapai. Sebagai tujuan antara misalnya dapat berbentuk

keinginan untuk memperoleh status sosial, pengembangan karir, dan memperoleh

kompensasi; Sedang sebagai tujuan akhir adalah keinginan untuk mencapai

kesejahteraan sosial ekonomi yang maksimum bagi diri dan keluarganya.

Untuk mencapai cita-cita yang dikehendaki maka tiap karyawan perlu

mengoptimumkan mutu sumberdayanya. Bentuk ukuran SDM karyawan yang optimum

yaitu produktivitas kerja yang maksimum. Dalam konteks budaya kerja, produktivitas

tidak dipandang hanya dari ukuran fisik tetapi juga dari ukuran produk sistem nilai.

Karyawan unggul menilai produktivitas atau produktif adalah sikap mental: Hari ini harus

lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih baik daripada sekarang. Jadi kalau

seorang karyawan bekerja, dia akan selalu berorientasi pada ukuran nilai produktivitas

atau minimal sama dengan standar kinerja perusahaan. Dengan kata lain, bekerja

produktif sudah merupakan panggilan jiwa dan disemangati dengan amanah atau

komitmen tinggi sehingga menjadi bagian dari etos kerja keseharian (terinternalisasi):

Tanpa diinstruksikan atasan karyawan seperti ini akan bertindak produktif. Inilah yang

disebut sebagai budaya kerja.

Aktualisasi budaya kerja produktif sebagai ukuran sistem nilai mengandung komponen-

komponen yang dimiliki seorang karyawan (Moeljono, 2004) yakni:

(1) pemahaman substansi dasar tentang makna bekerja,

(2) sikap terhadap pekerjaan dan lingkungan pekerjaan,

(3) perilaku ketika bekerja,

Page 11: Gambaran Umum SDM & Etos Kerja

(4) etos kerja,

(5) sikap terhadap waktu, dan

(6) cara atau alat yang digunakan untuk bekerja.

Semakin positif nilai komponen-komponen budaya tersebut dimiliki oleh seorang

karyawan maka akan semakin tinggi kinerjanya, ceteris paribus. Agar budaya kerja

dapat tumbuhkembang dengan subur di kalangan karyawan dan staf maka dibutuhkan

pendekatan-pendekatan melalui tindakan manajemen puncak dan proses sosialisasi.

(1) Tindakan manajemen puncak• Apa yang dikatakan manajemen puncak akan menjadi

panutan karyawan.• Bagaimana manajemen puncak berperilaku akan menunjukkan

karyawan bersikap dalam berkomunikasi dan berprestasi untuk mencapai standar

kinerja perusahaan.• Bagaimana manajemen puncak menegakkan norma-norma kerja

akan menumbuhkan integritas dan komitmen karyawan yang tinggi.• Imbalan dan

hukuman yang diberikan manajemen puncak akan memacu karyawan untuk

meningkatkan semangat dan disiplin kerja.

(2) Proses sosialisasiProses sosialisasi dilakukan dalam bentuk advokasi bagi karyawan

baru untuk penyesuaian diri dengan budaya organisasi. Sosialisasi dilakukan ketika

mereka sedang dalam tahap penyeleksian atau prakedatangan. Tiap calon karyawan

mengikuti pembelajaran sebelum diterima. Setelah diterima para karyawan baru melihat

kondisi organisasi sebenarnya dan menganalisis harapan-kenyataan, antara lain lewat

proses orientasi kerja. Pada tahap ini para karyawan berada dalam tahap “perjuangan”

untuk menentukan keputusan apakah sudah siap menjadi anggota sistem sosial

perusahaan, ragu-ragu ataukah mengundurkan diri.

Ketika karyawan sudah memutuskan untuk terus bekerja, namun proses

perubahan relatif masih membutuhkan waktu yang lama maka tiap karyawan perlu

difasilitasi dengan pelatihan dan pengembangan diri secara terencana. Dalam hal ini,

karyawan harus membuktikan kemampuan diri dalam penguasaan keterampilan kerja

yang disesuaikan dengan peran dan nilai serta norma yang berlaku dalam kelompok

kerjanya sampai mencapai tahap metamorfosis.

Page 12: Gambaran Umum SDM & Etos Kerja

Secara keseluruhan keberhasilan proses sosialisasi akan sampai pada tahap

internalisasi yang diukur dari (1) produktivitas kerja, (2) komitmen pada tujuan

organisasi, dan (3) kebersamaan dalam organisasi.

Hasil penelitian Harvard Business School (Kotter dan Heskett,1992) dalam

Moeljono (2004), menunjukkan bahwa budaya korporat mempunyai dampak kuat

terhadap prestasi kerja suatu organisasi. Ada empat alasan mengapa pengaruh itu

terjadi:

(1) Budaya korporat mempunyai dampak nyata pada prestasi kerja ekonomi perusahaan

dalam jangka panjang.

(2) Budaya korporat bahkan mungkin merupakan faktor yang lebih penting di dalam

menentukan keberhasilan atau kegagalan suatu perusahaan dalam dekade mendatang.

(3) Budaya korporat yang menghambat prestasi keuangan yang kokoh dalam jangka

panjang adalah tidak jarang juga ditemukan; Budaya itu berkembang dengan mudah dan

bahkan dalam perusahaan yang penuh dengan orang yang bijak dan cerdas.

(4) Walaupun sulit diubah, budaya korporat dapat dibuat untuk lebih meningkatkan

prestasi.

Nilai-nilai Budaya Kerja Pegawai dari Indonesia:

Budaya kerja pegawai suatu organisasi/perusahaan di Indonesia, dalam

pengelolaannya masih melibatkan pemilik suatu oraganisasi/perusahaan, maka apapun

jabatan para pekerja atau pegawai, mulai dari staf lower manajemen, midle manajemen,

top manajemen hingga jabatan Direktur Utama, masih selalu di bawah bayang bayang

pemilik perusahaan/organisasi dan keturunannya, walaupun bawahan yang menonjol

dalam kinerja, katakanlah dengan jabatan Direktur, akan dirasakan ancaman bagi

Direktur Utama selaku atasan, karena Direktur merasa terancam kridibilitasnya di mata

pemilik organisasi/perusahaan (owner), rasa terancam dari Direktur Utama tersebut

akan semakin parah apabila pembagian tugas dan tanggung jawab serta struktur

organisasi belum tertata rapi.

Peningkatan budaya kerja

Page 13: Gambaran Umum SDM & Etos Kerja

Peningkatan budaya kerja kearah yang lebih baik tentunya sangat diperlukan

didalam organisasi pemerintah. Ada beberapa faktor atau unsur yang dapat

mempengaruhi budaya kerja, antara lain:

1. Kepemimpinan; Kepemimpinan memegang peran yang penting dalam

suatu organisasi. Pemimpin yang dapat memberikan suri tauladan yang

baik akan dicontoh oleh aparaturnya dan diharapkan organisasi tersebut

akan menjadi baik pula. Demikian pula sebaliknya, bila pemimpin tidak

bisa memberi contoh yang baik, maka jalannya organisasi juga akan

menjadi tidak baik;

2. Hukum; merupakan dasar dari suatu organisasi untuk melakukan

eksistensinya, tidak peduli apakah organisasi tersebut merupakan

organisasi Negara atau organisasi masyarakat yang hanya memilki

jumlah anggota yang kecil. Dengan hukum maka bentuk organisasi

tersebut menjadi jelas, dan kemudian tatanan dan jalannya organisasi

juga memiliki dasar yang jelas.

3. Teknologi; merupakan unsur luar yang dipergunakan secara langsung

oleh organisasi dalam beraktivitas. Dengan teknologi maka kerja

organisasi akan menjadi semakin baik, dan pada akhirnya budaya

organisasi juga akan berubah karena teknologi yang digunakan

menghendaki hal yang demikian.

4. Reward and punishment; merupakan hal yang berpengaruh secara

langsung pada aparatnya. Dengan reward yang memadai maka aparat

akan tenang dalam bekerja, bahkan dengan reward yang jelas maka

budaya-budaya baru dapat dibentuk. Demikian pula dengan punishment .

Unsur ini merupakan penjaga bagi organisasi secara umum dan aparatur

secara khusus untuk bekerja berdasarkan aturan yang ada. Bila aturan

tersebut dilanggar maka punishment segera menanti. Dengan pengaturan

punishment yang jelas, maka budaya kerja dapat dirubah.

5. Politik merupakan unsur yang seharusnya tidak berpengaruh pada

aparatur Negara, tetapi ketika demokrasi mulai menjadi dasar dan

dijalankan dengan konsekuen, maka sebagian dari organisasi harus bisa

“diserahkan” kepada tokoh politik. Tokoh ini mungkin saja membawa

perubahan pada budaya kerja bagi aparatur, tetapi bisa saja tidak terjadi

perubahan apa-apa.

Unsur-unsur inilah yang bisa membentuk dan menjadikan perilaku individu-

individu di lingkungan pegawai negeri Sipil. Sementara itu menurut Iswandi Ananda, Msi.

Page 14: Gambaran Umum SDM & Etos Kerja

(staf Ahli Meneg PAN Bidang Budaya Kerja), paling tidak ada lima syarat yang harus

dipenuhi dalam rangka meningkatkan budaya kerja PNS. Pertama, ada nilai yang

mendukung pencapaian visi. Kedua, ada motivasi yang mampu memacu kerja seorang

pegawai. Ketiga, ada ide dan strategi yang tepat. Keempat, ada tujuan bersama yang

jelas. Kelima, etika kerja yang ditumbuhkan melalui sistem (meritokrasi, remunerasi, dan

lain sebagainya).

Nilai. Berbagai pihak meyakini bahwa nilai dapat menggerakkan etos seseorang.

Dengannya seseorang dapat menjadi gigih, sungguh-sungguh dalam bekerja, memiliki

komitmen yang tinggi, dan lain sebagainya. Banyak contoh dapat disebut di sini untuk

menunjukkan bahwa nilai sangat berpengaruh bagi seseorang dalam bekerja maupun

berusaha. Keberhasilan gerakan sosialisme, kapitalisme, gender, dan termasuk

keberhasilan Indonesia merdeka dari kolonialisme adalah karena bermula dari

keyakinan terhadap kebenaran suatu nilai yang diperjuangkannya.

Mengapa nilai begitu berpengaruh? Penyebabnya tidak lain adalah karena pada

dasarnya hampir tidak ada seorang pun yang tidak memiliki suatu makna hidup.

Pekerjaannya sekarang adalah menginternalisasikan suatu nilai terhadap segenap

aparatur secara sistematif. Disinilah diperlukan pemikiran cerdas, cermat serta

pragmatis konsepsional dalam rangka transformasi nilai dalam upaya membangun

budaya kerja yang progresif.

Motivasi. Tanpa adanya motivasi, bekerja menjadi hampa. Efek negatifnya

bekerja menjadi lambat selesai, sering meleset dari target waktu yang telah ditentukan

dan tidak efektif. Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana motivasi itu tumbuh.

Orang bijak mengatakan bahwa motivasi itu ada dalam diri seseorang jika kepentingan

seseorang tersebut ada didalamnya. Untuk itu, dibutuhkan kerja cerdas bagaimana

mengemas kepentingan-kepentingan setiap individu secara apik tanpa mengorbankan

kepentingan lain yang lebih besar. Di sinilah dibutuhkan kearifan membuat kebijakan

dan menyusun program kerja sebagai acuan dalam pelaksanaan kegiatan organisasi

yang mudah dimengerti, dipahami, dan dilaksanakan oleh setiap orang dalam organisasi

tersebut.Ide dan strategi tepat. Ide adalah gagasan tentang sesuatu hal. Sedangkan

strategi adalah cara pencapaian berdasarkan pertimbangan-pertimbangan obyektif

(sosial, politik, ekonomi, hukum dan lain sebagainya). Dalam hal ide dan strategi ini, satu

hal yang mesti dimiliki oleh pegawai negeri adalah adanya jiwa berwirausaha atau

entreprenuer. Yaitu kermampuan menggunakan sumber daya dengan cara baru untuk

memaksimalkan produktivitas dan efektivitas (David Obsborne: 2000; 18). Dengan

Page 15: Gambaran Umum SDM & Etos Kerja

modal ini para pegawai akan senantiasa mampu menbaca peluang secara positif untuk

menggerakkan segenap kemampuannya dalam rangka pencapaian mission organitation.

Tujuan bersama. Adalah mustahil sebuah misi akan tercapai kalau orang-orang

yang ada di dalamnya memiliki tujuan yang berbeda. Meneg PAN Taufiq Effendi selalu

mengatakan bahwa guna mencapai pada sesuatu yang dicita-citakan bersama maka

harus ada kesamaan persepsi dan juga kesamaan tujuan. Dengan kesamaan ini maka

seluruh energi akan tercurah pada satu titik yang menjadi cita-cita bersama tersebut. Di

sinilah sebenarnya dibutuhkan komunikasi intensif, keterbukaan dan kebersamaan.

Etika kinerja. Dalam rangka memantapkan etika kinerja, hal mendasar yang perlu

ditegaskan adalah soal job discription. Masing-masing pegawai harus memahami secara

baik apa saja yang menjadi tugas pekerjaannya. Jangan sampai seorang pegawai

menjadi sangat sibuk tetapi tidak mengerjakan pekerjaan pokoknya. Di sinilah tugas

seorang atasan senantiasa bersangkutan. Hal lain yang harus ditegaskan juga kaitannya

dengan masalah etika kerja ini adalah soal reward and punishment. Untuk menjalankan

reward and punishment ini perlu dibarengi memberikan arahan-arahan pegawai yang

menyangkut tugas pokok dan fungsi pegawai yang dengan kejelasan pola karier jabatan,

penempatan berdasarkan keahlian, remunerasi dan meritokrasi.