gangguan sistem pencernaan

12
Gangguan Sistem Pencernaan COlLITIS ULSERATIVE Tugas Program Profesi Dokter Hewan Rotasi Interna Hewan Kecil di Klinik Program Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya Oleh: Anjar Adi Setiawan NIM. 130130100111008 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 1

Upload: anjar-adi-setiawan

Post on 15-Jan-2016

8 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

aaa

TRANSCRIPT

Page 1: Gangguan Sistem Pencernaan

Gangguan Sistem Pencernaan

COlLITIS ULSERATIVE

Tugas Program Profesi Dokter Hewan Rotasi Interna Hewan Kecildi Klinik Program Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya

Oleh:Anjar Adi Setiawan

NIM. 130130100111008

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWANPROGRAM KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYAMALANG

2014

1

Page 2: Gangguan Sistem Pencernaan

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ................................................................................... 1DAFTAR ISI............................................................................................... 2I. PENDAHULUAN .................................................................................. 3II. STUDI KASUS....................................................................................... 4III. PEMBHASAN....................................................................................... 5IV. KESIMPULAN...................................................................................... 8DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 9

2

Page 3: Gangguan Sistem Pencernaan

BAB I PEDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Struktur alat pencernaan berbeda-beda dalam berbagai jenis hewan, tergantung pada tinggi rendahnya tingkat organisasi sel hewan tersebut serta jenis makanannya. Pada hewan invertebrata alat pencernaan makanan umumnya masih sederhana, dilakukan secara fagositosis dan secara intrasel, sedangkan pada hewan-hewan vertebrata sudah memiliki alat pencernaan yang sempurna yang dilakukan secara ekstrasel. Sistem pencernaan yang kompleks dan terdiri dari beberapa organ penting yang memiliki fungsi dan kerja sendiri yang saling berhubungan akan mempengaruhi jumlah asupan gizi yang dapat terserap baik didalam cell untuk dirubah menjadi energi. Beberapa gangguan yang terjadi pada organ pencernaan akan mengakibatkan hewan kekurangan asupan gizi dan gangguan dalam sistem pencernaan itu sendiri maupun sistem lain yang saling berkaitan. Gangguan sistem pencernaan biasanya ditandai dengan adanya gejala klinis seperti diare dan konstipasi. Ini mengakibatkan air dan nutrisi-nutrisi penting tidak dapat terserap dengan efisien oleh tubuh dari saluran pencernaan. Hewan dengan kondisi diare parah beresiko mengalami dehidrasi karena banyaknya air yang keluar dari tubuhnya. Bahkan jika ada muntah, memperparah kehilangan cairan. Penyebab diare bisa disebabkan oleh perubahan pakan hewan (beda merk dan produk), adanya infeksi bakteri atau virus, intoleransi makanan dan susu (laktosa), reaksi alergi, infestasi parasit internal, kanker atau tumor di saluran pencernaan.

Salah satu penyakit saluran pencernaan yang sering timbul pada hewan kesayangan adalah colitis, colitis ini juga biasanya di tandai dengan adanya diare. Penyakit colitis ini sering disebut sebagai penyakit diare usus besar, dimana pada penyakit colitis ini penyebab diarenya terjadi dan fokus pada daerah usus besar atau kolon.

3

Page 4: Gangguan Sistem Pencernaan

BAB 2. STUDI KASUS

2.1 Signalement

Jenis : Anjing Breed : Doberman Umur : 4 Jenis kelamin : Jantan

2.2 Anamnesa

Anjing tidak mau makan Diare

2.3 Gejala Klinis

Diare disertai dengan mucus dan darah Feses bervariasi dari semi padat sampai cair Peningkatan frekuensi defekasi dengan jumlah feses yang dikeluarkan sedikit Tenesmus yang lama setelah defekasi Anjing mengalami muntah Dari pemeriksaan sigmodioskopi terlihat adanya ulser dan peradangan pada

dinding colon.

2.4 Diagnosa

Berdasarkan dari gejala dan pemeriksaan klinis anjng didiagnosa mengalami Colitis Ulserative

2.6 Penanganan

Terapi nonspesifik dengan memuasakan anjing selam 24-48 jam Pemberian obat Obat-obatan seperti antikolinergik atau loperamide atau

difeniksilat dalam dosis kecil dapat diberikan kepada pasien untuk meringankan diare.

Obat antibiotik sperti tetracyclin. Obat anti-inflamasi atau imunosupresif dapat diberikan untuk mengurangi

peradangan. Diet bebas susu dipercaya mengurangi gejala. Dan penambahan zat besi

bisa menyembuhkan anemia yang disebabkan oleh hilangnya darah dalam feses.

4

Page 5: Gangguan Sistem Pencernaan

BAB 3 PEMBAHASAN

Kolitis merupakan inflamasi yang terjadi pada daerah colon. Penyakit kolitis merupakan penyebab dari kasus diare akut pada anjing yaitu sekitar 50 persen anjing di Amerika mengalami penyakit ini. Gejala dari penyakit Kolitis ini biasanya anjing mengalami kesulitan defekasi, diare, dan feses terlihat bentukan yang bercampur engan darah dan berlendir. Kolitis ulseratif adalah penyakit yang menyebabkan peradangan dan luka, di lapisan rektum dan usus besar. Luka akibat peradangan telah membunuh sel-sel di usus besar, kemudian perdarahan dan menghasilkan nanah. Peradangan dalam usus besar juga menyebabkan usus sering kosong, menyebabkan diare. Ketika peradangan terjadi di rektum dan bagian bawah usus besar ini disebut ulseratif proktitis. Jika seluruh kolon terkena disebut pancolitis (Greiner, 1983).

Gejala utama penyakit aktif biasanya konstan diare bercampur darah, dari onset gradual. Kolitis ulseratif, biasanya diyakini memiliki sistemik etiologi yang mengarah ke banyak gejala di luar usus. Etiologi kolitis ulserativa tidak diketahui. Faktor genetik tampaknya berperan dalam etiologi, karena terdapat hubungan yang saling mempengaruhi. Juga terdapat bukti yang menduga bahwa autoimunnitas berperan dalam patogenisis kolitis ulserativa. Antibodi antikolon telah ditemukan dalam serum penderita penyakit ini. Dalam biakan jaringan limfosit dari penderrita kolitis ulserativa merusak sel epitel pada kolon. Selain itu ada juga beberapa fakor yang dicurigai menjadi penyebab terjadinya colitis ulseratif diantaranya adalah hipersensitifitas terhadap factor lingkungan dan makanan, interaksi imun tubuh dan bakteri yang tidak berhasil (awal dari terbentuknya ulkus), pernah mengalami perbaikan pembuluh darah, dan stress (Greiner, 1983).

3.1 Patofisiologis

Suatu serangan bisa mendadak dan berat, menyebabkan diare hebat, demam tinggi, sakit perut dan peritonitis (radang selaput perut). Selama serangan, penderita tampak sangat sakit. Yang lebih sering terjadi adalah serangannya dimulai bertahap, dimana penderita memiliki keinginan untuk buang air besar yang sangat, kram ringan pada perut bawah dan tinja yang berdarah dan berlendir. Jika penyakit ini terbatas pada rektum dan kolon sigmoid, tinja mungkin normal atau keras dan kering. Tetapi selama atau diantara waktu buang air besar, dari rektum keluar lendir yang mengandung banyak sel darah merah dan sel darah putih. Gejala umum berupa demam, bisa ringan atau malah tidak muncul. Jika penyakit menyebar ke usus besar, tinja lebih lunak dan penderita buang air besar sebanyak 10-20 kali/hari.Penderita bisa demam, nafsu makannya menurun dan berat badannya berkurang.Kolitis ulseratif adalah penyakit ulseratif dan inflamasi berulang dari lapisan mukosa kolon dan rectum. Kolitis ulseratif mempengaruhi mukosa superfisisal kolon dan dikarakteristikkan dengan adanya ulserasi multiple, inflamasi menyebar, dan deskuamasi atau pengelupasan epitelium kolonik. Perdarahan terjadi sebagai akibat dari ulserasi. Lesi berlanjut, yang terjadi satu secara bergiliran, satu lesi diikuti lesi yang lainnya. Proses penyakit mulai pada rectum dan akhirnya dapat mengenai seluruh kolon. Akhirnya usus menyempit, memendek dan menebal akibat hipertrofi muskuler dan deposit lemak (Watrous, 1983).

5

Page 6: Gangguan Sistem Pencernaan

3.2 Faktor Peyebab Terjadinya Colitis Ulcerative

Kolitis merupakan penyakit yang disebabkan oleh 2 faktor, yaitu infeksius dan non infeksius. Kolitis karena adanya infeksi terjadi karena adanya infeksi shigelosis, peseudomembrane, dan kolitis karena virus, bakteri, dan parasit. Sementara kolitis karena faktor non infeksius antara lain kolitis ulserative, kolitis sistemik, kolitis mikroskopik, dan kolitis nonspeifik (simple kolitis). Belum dapat dipastikan apa penyebab utama dari kolitis ulserativa ini. Namun faktor keturunan dan respons sistem kekebalan tubuh yang terlalu aktif di dalam usus diduga berperan dalam terjadinya kolitis ulserativa. Selain itu, peradangan akut ini juga dipicu oleh hipersinsitivitas terhadap faktor lingkungan dan makanan, interaksi imun tubuh dan bakteri yang tidak berhasil, keadaan pernah mengalami perbaikan pembuluh darah, dan stres. Gejala klinis menyerupai penyakit disentri amoeba (Tilley, 1999). Tapi pada umumnya gejala klinis yang ditimbulkan lebih berat, bahkan dapat menyebabkan penurunan kesadaran. Gejalanya sendiri bervariasi, mulai dari tanpa gejala hingga menimbulkan sakit dari yang ringan hingga berat. Keluhan ringan, antara lain, kembung, nyeri perut ringan, sering buang angin, demam yang tak terlalu tinggi, dan diare ringan terkadang bercampur darah dan lendir. Sementara keluhan berat berupa demam tinggi, diare disertai lendir dan darah, badan terasa lemah, dan nyeri perut hebat. Serangannya dimulai bertahap. Mulai dengan keinginan untuk buang air besar yang sangat, kram ringan pada perut bawah, dan feses yang berdarah dan berlendir. Jika peradangan ini terbatas pada rektum dan kolon sigmoid, tinja mungkin normal atau keras dan kering. Jika penyakit menyebar ke usus, tinja lebih lunak dan penderita buang air besar sebanyak 10-20 kali per hari. Yang paling ditakutkan adalah jika terjadi kolitis toksik, yakni kerusakan pada seluruh ketebalan dinding usus. Kerusakan ini dapat menyebabkan terjadinya ileus, yaitu pergerakan dinding usus terhenti, sehingga isi usus tidak terdorong di dalam salurannya. Karena hal ini, perut akan membesar. Kemungkinan terburuknya, usus besar kehilangan ketegangan ototnya dan akhirnya mengalami pelebaran (VCA animal health, 2013)

3.3 Diagnosa 

Diagnosa baru dapat ditegakkan setelah dokter melihat gejala-gejala dan hasil pemeriksaan tinja. Pada tahap pemeriksaan darah akan ditemukan anemia, peningkatan jumlah sel darah putih, dan peningkatan laju endap darah. Diagnosa akan diperkuat dengan sigmoidoskopi (pemeriksaan sigmoid). Dan ini dapat membuat dokter mengamati secara langsung berat tidaknya peradangan. Selain dengan sigmoidoskopi, berat tidaknya peradangan penyakit bisa diketahui dari hasil rontgen perut. Cara lain adalah barium enema dan kolonoskopi. Tapi kedua cara ini tidak dapat dikerjakan sebelum dimulainya pengobatan karena adanya risiko perforasi (pembentukan lubang) jika dilakukan pada stadium aktif penyakit (VCA animal health, 2013). 

Untuk mengetahui apakah penyebab peradangan usus besar ini infeksi bakteri atau parasit, contoh tinja yang diperoleh selama pemeriksaan sigmoidoskopi diperiksa dengan mikroskop dan dibiakkan. Contoh darah akan dianalisa untuk menentukan apakah terdapat infeksi parasti. Demikian juga contoh jaringan yang

6

Page 7: Gangguan Sistem Pencernaan

diambil dari lapisan rektum. Setelah diketahui penyebabnya, maka dapat dilakukan tindakan pengobatan.

3.4 PengobatanPengobatan ini ditujukan untuk mengendalikan peradangan, mengurangi

gejala, dan mengganti cairan dan zat gizi yang hilang. Pada tahap ini, penderita sebaiknya menghindari buah dan sayuran mentah untuk mengurangi cedera fisik pada lapisan usus besar yang meradang. Cara lain adalah menjalankan diet. Diet bebas susu dipercaya mengurangi gejala. Dan penambahan zat besi bisa menyembuhkan anemia yang disebabkan oleh hilangnya darah dalam tinja. Obat-obatan seperti antikolinergik atau loperamide atau difeniksilat dalam dosis kecil dapat diberikan kepada pasien yang mengalami diare yang relatif ringan. Tapi kalau sudah lebih berat, bisa diberikan difenoksilat dalam dosis besar atau opium yang dilarutkan di dalam alcohol, loperamide atau codein. Pada kasus yang berat, pemberian obat anti-diare harus diawasi secara ketat untuk menghindari terjadinya megakolon toksik. Penyebab spesifik dari kolitis akan menentukan pengobatan yang tepat. Pengobatan non-spesifik termasuk puasa selama 24-48 jam, makan residu rendah atau diet hypoallergenic, meningkatkan kandungan serat makanan, dan menambahkan serat difermentasi seperti psyllium, beet pulp atau fructooligo saccharides (FOS). Obat antimikroba dapat diindikasikan, tergantung pada diagnosis anjing Anda. Obat anti-inflamasi atau imunosupresif dapat digunakan dalam kasus-kasus kolitis (Greiner, 1983).

7

Page 8: Gangguan Sistem Pencernaan

BAB 4. KESIMPULAN

Bagi kebanyakan anjing yang didiagnosa kolitis ulserative prognosisnya sangat baik, dengan perubahan sederhana dalam diet dan obat-obatan untuk mengatasi peradangan atau infeksi di usus besar anjing dapat kembali normal dalam waktu tiga sampai lima hari. Kasus yang parah atau berulang harus dilakukan tes diagnostik lebih lanjut untuk menentukan penyebab pasti dan pengobatan yang tepat. Bagi kebanyakan anjing dengan kolitis kronis, kontrol diet ketat dan penggunaan obat yang digunakan harus berada di bawah kontrol dokter hewan.

8

Page 9: Gangguan Sistem Pencernaan

DAFTAR PUSTAKA

Greiner, T.P., R.G. Johnson, C.W. Betts. 1983. Diseases of the Rectum and Anus. in : Text Book of Veterinary Internal Medicine. Disease of the Dog and Cat. Editor Ettinger. 2nd Edition. W.B. Saunders. Philadelphia. 1493-1522

Watrous, B.J. 1983. Esophageal Disease. in : Text Book of Veterinary Internal Medicine. Disease of the Dog and Cat. Editor Ettinger. 2nd Edition. W.B. Saunders. Philadelphia. 1191-1232

Tilley, L.P., F.W.K. Smith. 1999. The 5-Minutes Veterinary Consult. Canine and Feline. 3rd Edition. Lippincot Williams & Wilkins.

VCA animal health. 2013. Colitis ulserative in dog. http://www.vcahospitals.com/ main/pet-health-information/article/animal-health/colitis-in-dogs/539. Diakses pada tanggal 21 maret 2014.

9