garapan finished

61
PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP DALAM PEMBANGUNAN JEMBATAN SURAMADU (Studi Penelitian Pada Badan Pengembangan Wilayah Suramadu Surabaya) Disusun Oleh: NURUL YAQIN (105030107111066) IKHWAN ALFIKRI (105030101111115) KARUNIAWAN ANDRE E (105030100111120) M. ICHSAN SAPUTRA (105030100111130) ADITYA DIMAS (105030103111042)

Upload: roby-firmansyah

Post on 24-Jul-2015

391 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Garapan Finished

PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP DALAM PEMBANGUNAN

JEMBATAN SURAMADU(Studi Penelitian Pada Badan Pengembangan Wilayah Suramadu Surabaya)

Disusun Oleh:

NURUL YAQIN (105030107111066)

IKHWAN ALFIKRI (105030101111115)

KARUNIAWAN ANDRE E (105030100111120)

M. ICHSAN SAPUTRA (105030100111130)

ADITYA DIMAS (105030103111042)

JURUSAN ADMINISTRASI PUBLIK

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2012DAFTAR ISI

Page 2: Garapan Finished

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan Penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Gambaran Umum PPP

2.2 Bentuk-bentuk KPS

2.3 Tinjauan Singkat Proses Pengembangan dan Pelaksanaan KPS

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

3.2 Fokus Penelitian

3.3 Lokasi dan Situs Penelitian

3.4 Jenis dan Sumber Data

3.5 Teknik Pengumpulan Data

3.6 Instrumen Penelitian

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Sejarah Pembangunan Suramadu

4.2 Analisis Stakeholder

4.3 Proses Pembangunan Suramadu Hingga Pemeliharaan

4.3.1 Proses Pembangunan

4.3.2 Aspek Financing

4.3.3 Operasional

4.3.4 Maintenance

4.3.5 Keselamatan Struktur & Monitoring Jembatan

4.4 Analisis Dampak Sosial dan Pengembangan Wilayah Suramadu

BAB V PENUTUPAN

5.1 Kesimpulan

Page 3: Garapan Finished

5.2 Saran

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kerjasama pemerintah swasta mulai banyak diterapkan di Indonesia. Kerjasama

pemerintah swasta atau yang lebih dikenal dengan istilah Public Private Partnership (PPP)

Page 4: Garapan Finished

merupakan upaya Pemerintah/ lembaga milik Pemerintah untuk mengalihkan dari peran

sebagai pemilik dan pelaksana pemanfaatan aset negara kepada pihak swasta yang akan

memanfaatkan dan memberi layanan. Melalui perjanjian ini, sektor pemerintah dan swasta

memberikan keterampilan dan aset masing-masing dalam memberikan layanan atau

fasilitas untuk penggunaan masyarakat umum.

Penerapan PPP dilatarbelakangi oleh masalah pendanaan oleh pemerintah.

Dengan adanya PPP diharapkan pembangunan dapat terus berjalan dengan tidak

membebani pendanaan pemerintah yang semakin terbatas sehingga pemerintah bisa lebih

berkonsentrasi ke sektor lainnya. Dalam PPP pemerintah dapat mendayagunakan aset

yang dimilikinya dengan keterampilan pihak swasta yang diharapkan mempunyai

kemampuan pengolahan yang lebih baik. Dalam hal ini pemerintah dapat pula ikut

meningkatkan kemampuan manajerial dan sumber daya manusianya melalui kerjasama

PPP.

Adapun aturan mengenai PPP terdapat pada Perpres 67 Tahun 2005. Dalam

Perpres tersebut dinyatakan bahwa pelaksanaan PPP dilakukan diantaranya berdasarkan

prinsip: adil, terbuka, transparan, dan bersaing (competition). Dengan adanya pengadaan

yang mengedepankan transparency and competition, manfaat yang dapat diraih adalah:

a. Terjaminnya mendapatkan harga pasar yang terendah (lowest market prices).

b. Meningkatkan penerimaan publik terhadap proyek PPP.

c. Mendorong kesanggupan lembaga keuangan untuk menyediakan pembiayaan tanpa

sovereign guarantees (jaminan pemerintah).

d. Mengurangi risiko kegagalan proyek.

e. Dapat membantu tertariknya bidders (penawar) yang sangat berpengalaman dan

berkualitas tinggi.

f. Mencegah aparat pemerintah dari praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

Dalam Perpres yang sama juga dijelaskan bahwa tujuan pelaksanaan PPP adalah

untuk:

1. Mencukupi kebutuhan pendanaaan secara berkelanjutan melalui pengerahan

dana swasta.

2. Meningkatkan kuantitas, kualitas dan efisiensi pelayanan melalui persaingan

sehat.

3. Meningkatkan kualitas pengelolaan dan pemeliharaan dalam penyediaan

infrastruktur serta.

Page 5: Garapan Finished

4. Mendorong dipakainya prinsip pengguna membayar pelayanan yang diterima,

atau dalam hal tertentu mempertimbangkan daya beli pengguna.

Terdapat juga pertimbangan atau alasan-alasan perlunya memperkuat kemitraan

atau kerjasama pemerintah dengan pihak swasta, paling tidak dapat dilihat dari 3 dimensi

yaitu :

1. Alasan politik, yaitu untuk menciptakan pemerintahan yang demokratis serta

mendorong perwujudan good governance dan good society.

2. Alasan administratif, yaitu karena adanya keterbatasan sumber daya pemerintah,

baik dalam hal anggaran, SDM, asset, maupun kemampuan manajemen

3. Alasan ekonomis, yaitu untuk mengurangi kesenjangan atau ketimpangan,

memacu pertumbuhan dan produktivitas, meningkatkan kualitas dan kontinuitas

serta mengurangi resiko.

Peningkatan partisipasi swasta dilakukan sebagai bagian dari proses

restrukturisasi yang mendalam. Pelaksanaannya tidak boleh mengabaikan kelayakan

keuangan dan kelayakan ekonomi, serta diiringi dengan peningkatan kompetisi dan

transparansi. Dalam kaitan itu, khususnya privatisasi dilakukan dengan tetap

memperhatikan dan menjamin: (i) tingkat pelayanan (level of service) tetap terpenuhi, (ii)

keterjangkauan (affordability) masyarakat dalam mendapatkan pelayanan jasa prasarana,

dan (iii) tidak menimbulkan ekonomi biaya tinggi. (Bappenas : 2002)

Beberapa pertimbangan tersebutlah yang kemudian membuat pemerintah

memberikan kepercayaan kepada pihak swasta agar dapat terlibat dalam proses

pembangunan. Kepercayaan yang diberikan pemerintah ini dengan melakukan suatu

perjanjian kerjasama atau kontrak antara pemerintah dengan pihak swasta, dimana :

- Pihak swasta melaksanakan sebagian fungsi pemerintah selama waktu tertentu,

- Pihak swasta menerima kompensasi atas pelaksanaan fungsi tersebut, baik

secara langsung maupun tidak langsung,

- Pihak swasta bertanggungjawab atas resiko yang timbul akibat pelaksanaan

fungsi tersebut,

- Fasilitas pemerintah, lahan atau aset lainnya dapat diserahkan atau digunakan

oleh pihak swasta selama masa kontrak.

Secara faktual, PPP telah di implementasikan sejak tahun 1974, melalui

Pembangunan Jalan Tol Jakarta – Bogor – Ciawi. Namun, model kerjasama pemerintah-

swasta pada saat itu belum menjadi primadona ketika itu, karena sumber pembiayaan

Page 6: Garapan Finished

utamanya berasal dari pinjaman luar negeri, Pada tahun 1978 Jalan Tol Jagorawi

dioperasikan oleh PT. Jasa Marga, yang dibentuk sebagai perusahaan perserooan yang

khusus bergerak dibidang penyelenggaraan jalan tol. Sampai 1987, seluruh jalan tol

dibangun oleh PT. Jasa Marga dengan biaya pinjaman Government to Government dan

dana obligasi PT. Jasa Marga, dan investor swasta baru mulai di ikutsertakan pada tahun

1987. Jalan tol swasta pertama adalah Tangerang – Merak, yang dibangun oleh PT.

Marga Mandala Sakti (PU, 2009)

Secara universal, modal pembiayaan pembangunan diperoleh dari 3 sumber, yaitu

pemerintah, swasta, kerjasama antara pemerintah dan swasta. Sumber-sumber

pendanaan tersebut dapat diperoleh dari instrumen keuangan melalui pendapatan,

hutang/pinjaman dan kekayaan. Semakin maju sebuah peradaban, maka semakin besar

kebutuhannya dan secara otomatis anggaran biaya yang dibutuhkan untuk merealisasikan

kebutuhan tersebut juga semakin besar.

Pembangunan dalam rangka ketersediaanya prasarana perkotaan yang salah

satunya meliputi jembatan. Pembangunan prasarana dilakukan sebagai bentuk pelayanan

publik (public utilities) dimana di dalamnya meliputi pembangkit tenaga listrik,

telekomunikasi, saluran air, sanitasi dan pembuangan limbah. Pelayanan umum (public

work) mencakup jalan, irigasi, dan sarana transportasi lainnya yang meliputi Kereta Api,

angkutan kota, pelabuhan dan bandar udara (Rahardjo 2005:111)

1.2 Rumusan Masalah

Apa yang mendasari pembangunan jembatan suramadu ?

Bagaimana proses pelaksanaan pembangunan jembatan suramadu

ditinjau dari kerjasama pemerintah swasta (KPS) atau Public Private

Partnership (PPP) ?

Apa saja dampak sosial dan pengembangan pada wilayah suramadu ?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui latar belakang yang mendasari pembangunan

jembatan Suramadu.

Page 7: Garapan Finished

Untuk menjelaskan proses pelaksanaan pembangunan jembatan

suramadu ditinjau dari kerjasama pemerintah swasta (KPS) atau Public

Private Partnership (PPP)

Untuk mendeskripsikan dampak positif dan negatif yang ditimbulkan oleh

pembangunan jembatan Suramadu.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Gambaran Umum PPP

Menurut William J. Parente dari USAID Environmental Services Program, definisi

PPP adalah ”an agreement or contract, between a public entity and a private party, under

which : (a) private party undertakes government function for specified period of time, (b)

the private party receives compensation for performing the function, directly or

indirectly, (c) the private party is liable for the risks arising from performing the function

and, (d) the public facilities, land or other resources may be transferred or made available

to the private party.”

Page 8: Garapan Finished

KPS atau Public Private Partnership (PPP) dapat diterjemahkan sebagai

perjanjian kontrak antara swasta dan pemerintah, yang keduanya bergabung bersama

dalam sebuah kerjasama untuk meng-gunakan keahlian dan kemampuan masing-masing

untuk meningkatkan pelayanan kepada publik di mana kerjasama tersebut dibentuk untuk

menye-diakan kualitas pelayanan terbaik dengan biaya yang optimal untuk publik

(America’s National Council on Public Private Partnership).

KPS atau PPP dibangun dari 4 (empat) elemen utama (Bult-Spiering & Dewulf,

2006), yaitu : (1) actors; (2) network; (3) project; dan (4) relationship. Actors / pelaku utama

KPS adalah sektor publik (Pemerintah) dan sektor privat (swasta) di mana masing-masing

mempunyai tujuan, kepentingan, dan struktur organisasi yang berbeda. Tetapi di samping

aktor publik dan privat, terdapat aktor lain yang merupakan penentu dari keberhasilan

proyek KPS/PPP, yakni penyandang dana (biasa disebut ”lender”) dikare-nakan

karakteristik proyek KPS/PPP yang mem-butuhkan biaya modal/kapital yang sangat besar.

Di Indonesia, jenis proyek infrastruktur yang akan dan dapat dikerjasamakan

dengan investor swasta meliputi :

(a) transportasi (pelabuhan laut, sungai atau danau, pelabuhan udara,

jaringan rel dan stasiun kereta api)

(b) jalan (jalan tol dan jembatan tol)

(c) pengairan (saluran pembawa air baku)

(d) air minum (bangunan pengambilan air baku, jaringan transmisi, jaringan

distribusi, instalasi pengolahan air minum)

(e) air limbah (instalasi pengolah air limbah, jaringan pengumpul dan jaringan

utama) serta sarana persampahan (pengangkut dan tempat pembuangan)

(f) telekomunikasi (jaringan telekomunikasi)

(g) ketenagalistrikan (pembangkit, transmisi, dan distribusi tenaga listrik) (h)

minyak dan gas bumi (pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, transmisi

atau distribusi migas)

2.3 Bentuk-bentuk KPS

Grimsey dan Lewis (2004) menyatakan ada 6 tipe kontrak kerjasama dalam

KPS/PPP yaitu:

1. BOT ( Build Operate Transfer ).Ini adalah kontrak dimana sektor swasta

bertanggung jawab utama untuk pendanaan (pembiayaan), desain, membangun

Page 9: Garapan Finished

dan mengoperasikan proyek tersebut. Kontrol dan kepemilikan proyek nantinya

akan ditransferkembali ke pihak publik.

2. BOO ( Build Operate Own).Dalam kontrak ini, kontrol dan kepemilikan proyek

tetap berada di tanganswasta. Dengan proyek BOO, keuangan pihak swasta

digunakan untuk membangun, memiliki dan mengoperasikan infrastruktur fasilitas

efektif selama-lamanya.

3. Leasing. Pada kontrak ini, risiko dialihkan ke pihak swasta. Di Prancis,

PPPsebagian besar dilakukan berdasarkan kontrak konsesi (berdasarkan

BOT)atau kontrak sewa (yang meliputi desain dan bangunan, atau operasi,

tetapitidak menerima pendanaan proyek).

4. Joint ventures (JV).Kontrak ini terjadi ketika pihak swasta dan publik bersama-

samamembiayai, memiliki dan mengoperasikan fasilitas.

5. Operations or Management Contracts. Dalam kontrak ini pihak swasta hanya

terlibat sebagian, misalnyamenyediakan layanan atau mengelola operasional

suatu proyek tertentu.Kontrak ini memungkinkan pihak swasta untuk menyediakan

pelayananinfrastruktur dalam periode waktu tertentu.

6. Cooperative Arrangements .Kontrak ini kerjasama antara pemerintah dan swasta

yang bersifat lebihinformal daripada tipe PPP. Tipe kontrak ini biasanya digunakan

untuk proyek-proyek perumahan yang bersifat sosial.

2.3 Tinjauan Singkat Proses Pengembangan dan Pelaksanaan KPS

Untuk proyek yang berdasarkan inisiasi Pemerintah (Solicited) harus melalui

sembilan tahapan sebagaimana di uraikan dibawah ini:

1. Pemilihan Proyek merupakan proses dimana GCA akan mengindentifikasi dan

memprioritasikan proyek-proyek infrastruktur KPS yang berpotensi.

2. Konsultasi Publik adalah upaya yang dilakukan oleh GCA untuk mendapatkan

saran dari publik pada umumnya dan calon developers dan pemberi pinjaman

untuk membantu pembentukan rancangan proyek.

3. Studi Kelayakan adalah rancangan teknis, komersial dan kontraktual proyek yang

memadai untuk mem fa silitasi tender proyek kepada mitra-mitra pihak swasta.

Studi Kelayakan akan dilakukan oleh GCA yang harus diselesaikan sebelum

proyek ditenderkan.

4. Tinjauan Risiko adalah pengidentifikasian berbagai risiko dalam proyek dan hal-

Page 10: Garapan Finished

hal yang dapat mengurangi risiko tersebut, dan usulan pengalihan risiko tersebut

oleh berbagai pihak kepada PK. Pada umumnya, tinjauan risiko ini dilakukan dan

merupakan bagian dari Studi Kelayakan.

5. Bentuk Kerja Sama merupakan tinjauan agar kemitraan KPS di-strukturkan untuk

mengoptimalkan nilai bagi publik dan pada saat yang bersamaan tidak

mengurangi minat dari mitra swasta. Pada umumnya, Bentuk Kerja Sama ini

dilakukan sebagai bagian dari Studi Kelayakan.

6. Dukungan Pemerintah merupakan determinasi atas jumlah dan posisi pemerintah

yang dapat dikontribusikan oleh pemerintah t erhadap suatu proyek, dalam suatu

mekanisme, misalnya insentif pajak, pembebasan tanah, dukungan/jaminan

bersyarat,pembiayaan langsung dan lain-lain. Pada umumnya, Dukungan

Pemerintah dilakukan bertujuan untuk Mengetahui potensi kelayakannya secara

perbankan terhadap suatu proyek.

7. Pengadaan merupakan pengembangan dari paket tender, dan proses tender

secara keseluruhan yang dimulai sebelum proses kualifikasi sampai dengan

penandatanganan kontrak.

8. Pelaksanaan termasuk pendirian Perusahan Proyek oleh Sponsor Proyek,

pembiayaan, kegiatan konstruksi, pelaksanaan awal dan pengoperasian proyek

oleh Badan usaha.

9. Pemantauan adalah pemantauan terhadap kinerja Badan Usaha oleh GCA

sebagaimana diatur dalam PK

Untuk menjamin efektifitas dan efisiensi pelaksanaan PPP, maka perlu

menetapkan perinsip-perinsip manajemen yang profesional berperinsip ekonomi,

persaingan yang sehat dan keterlibatan swasta dan masyarakat. Dalam hubungan dengan

keterbatasan pemerintah beberapa langkah dapat dilakukan :

1. Desentralisasi dan partisipasi lokal dalam pembangunan dan pemeliharaan

prasarana bersekala kecil ditingkat lokal

2. Alokasi anggaran yang lebih mengacu pada pertimbangan ekonomis dalam

pembangunan prasarana

3. Pola subsidi diarahkan untuk membatu golongan masyarakat miskin

4. Perbaikan dalam teknik perencanaan proyek prasarana yang mengutamakan

aspek pertumbuhan, pemerataan dan kelestarian lingkungan hidup.

(Rahadjo 2005:112)

Page 11: Garapan Finished

Mendorong kesanggupan lembaga keuangan untuk menyediakan pembiayaan

tanpa sovereign guarantees; Mengurangi risiko kegagalan proyek; Dapat membantu

tertariknya bidders yang sangat berpengalaman dan berkualitas tinggi; Mencegah aparat

pemerintah dari praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme; Dalam Perpres yang sama juga

dijelaskan bahwa tujuan pelaksanaan PPP adalah untuk : mencukupi kebutuhan

pendanaaan secara berkelanjutan melalui pengerahan dana swasta; meningkatkan

kuantitas, kualitas dan efisiensi pelayanan melalui persaingan sehat; meningkatkan

kualitas pengelolaan dan pemeliharaan dalam penyediaan infrastruktur serta mendorong

dipakainya prinsip pengguna membayar pelayanan yang diterima, atau dalam hal tertentu

mempertimbangkan daya beli pengguna. Bagaimana dengan pelaksanaan di negara-

negara lain? Pada tabel 2 dikemukakan alasan berbagai negara yang memilih konsep

PPP. Dari tabel 2, bisa terlihat bahwa alasan memilih konsep PPP itu bervariasi. Ada

negara yang ingin meningkatkan lapangan kerja (India), ada yang ingin memperoleh

teknologi baru atau berbagai alasan lainnya.

Tabel 2 : Negara Yang Memilih PPP

Sumber : Parente, 2006

Page 12: Garapan Finished

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Peneltian adalah sarana untuk menjawab suatu permasalahan secara ilmiah.

Suatu penelitian harus menggunakan metode yang sesuai dengan pokok-pokok

permasalahan yang diteliti agar memperoleh data yang dikehendaki dan relevan dengan

permasalahan yang ada. Metode penelitian memegang peranan yang sangat penting,

karena dalam penelitian tersebut terdapat segala sesuatu yang berhubungan dengan

prosedur pelaksanaan penelitian mulai dari menentukan fokus penelitian sampai dengan

cara menganalisa data yang diperoleh.

Sesuai dengan penelitian yang dilakukan, penelitian ini menggunakan penelitian

deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah riset

yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis dengan pendekatan induktif.

Proses dan makna (perspektif subyek) lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif.

Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk pengukuran yang cermat terhadap fenomena

sosial tertentu. Peneliti mengembangkan konsep dan menghimpun fakta, tetapi tidak

melakukan pengujian hipotesa. (Singarimbun 1989: 4-5)

3.2 Fokus Penelitian

Fokus penelitian sangatlah penting dalam usaha menentukan batas penelitian

yang dilakukan, karena dengan penetapan fokus penelitian maka akan lebih jelas batasan

dan juga mempertajam dalam pembahasan. Peneliti tidak akan menyimpang dalam

pembahasan dan tetap pada jalur yang diinginkan karena terdapat fokus penelitian. Fokus

Page 13: Garapan Finished

penelitian merupakan ruang lingkup awal yang dijadikan sebagai tempat penelitian, maka

peneliti akan memperoleh gambaran secara menyeluruh tentang keadaan yang akan

diteliti.

Adapun yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bentuk kerjasama pemerintah swasta dalam pembangunan jembatan

Suramadu.

Pihak-pihak yang terkait dalam pembangunan jembatan Suramadu.

3.3 Lokasi dan Situs Penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat yang ditentukan oleh peneliti untuk melakukan

penelitian berdasarkan kesesuaian dengan fokus penelitian. Dengan demikian, maka

lokasi penelitian ini dilaksanakan di Surabaya, Jawa Timur. Adapun alasan pemilihan

lokasi pada didasarkan atas pertimbangan bentuk kerjasama pemerintah dengan swasta

dalam pembangunan jembatan Suramadu yang merupakan jembatan terpanjang se Asia

Tenggara, juga karena alasan domisili peneliti atas dasar pertimbangan perlunya

mengangkat fakta di sekitar tempat peneliti berdomisili yang dapat dijadikan sebagai

bahan diskusi bersama untuk menambah informasi bagi masyarakat umum.

Situs penelitian adalah tempat dimana peneliti akan mengangkat keadaan yang

sebenarnya dari obyek yang akan diteliti untuk memperoleh data yang valid dan akurat.

Adapun situs penelitian ini adalah pihak humas Badan Pengembangan Wilayah

Suramadu.

3.4 Jenis dan Sumber Data

Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung di

lapangan oleh orang yang melakukan penelitian atau yang bersangkutan yang

memerlukannya. Jadi untuk memperoleh data-data atau informasi yang sesuai

dengan wawancara secara langsung dengan pihak yang terkait. Data primer dapat

bersumber dari humas Badan Pengembangan Wilayah Suramadu (BPWS).

Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang dikutip dari sumber-sumber tertentu yang

digunakan sebagai pendukung data primer. Data sekunder berupa dokumen-

dokumen, laporan-laporan, dan artikel yang terkait. Adapun sumber data sekunder

Page 14: Garapan Finished

dalam penelitian ini adalah dokumen-dokumen dan arsip Badan Perencanaan dan

Pembangunan Nasional (Bappenas).

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data dalam penelitian diperlukan teknik pengumpulan data

yang tepat agar nantinya data yang diperoleh dapat sesuai dengan yang diharapkan dan

dapat menyelesaikan masalah yang ada. Beberapa teknik pengumpulan data yang

dipergunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut:

1. Teknik Wawancara

Wawancara adalah usaha untuk mengumpulkan data dengan mengajukan

pertanyaan-pertanyaan secara lisan antara peneliti dengan informan. Data yang

diperoleh dari tanya jawab dengan beberapa orang yang menjadi sumber

langsung yaitu pihak humas Badan Pengembangan Wilayah Suramadu (BPWS)

2. Dokumentasi

Teknik ini dilakukan dengan mencatat atau menyalin data-data yang ada dalam

dokumen di lokasi penelitian, khususnya yang berkaitan dengan obyek yang

diteliti. Data yang bersumber atau diperoleh dari buku-buku yang mendukung atau

tulisan dan artikel orang lain dan arsip yang diperlukan dalam penelitian ini.

3. Observasi

Observasi dilakukan sebagai pengamatan langsung kegiatan yang terjadi di

lapangan terkait dengan penyelenggaraan kegiatan yang berhubungan langsung

maupun tidak langsung dengan obyek yang diteliti. Teknik ini dilakukan dalam

rangka memperoleh gambaran yang jelas dan sebenarnya. Data-data observasi

dapat diperoleh melalui indera kita, jadi data tersebut bersifat empiris. Observasi

dapat dilakukan pada saat peneliti melakukan proses penelitian baik partisipan

dan non partisipan

3.6 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam

mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti

lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah diolah. Pemilihan alat atau

instrumen untuk suatu penelitian sangat dipengaruhi oleh jenis dan sifat data yang akan

dikumpulkan.

Page 15: Garapan Finished

Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Peneliti sendiri, dalam suatu penelitian kualitatif instrumen yang paling penting

adalah peneliti itu sendiri, karena peneliti yang bertugas menyusun atau

merekonstruksi alat atau instrumen jadi harus memahami segala hal yang

terkait dengan penelitian yang dilakukannya.

b. Catatan lapangan.

c. Alat tulis untuk mencatat hasil penelitian.

d. Pedoman wawancara, sebagai panduan dan pedoman dalam melakukan

wawancara.

Page 16: Garapan Finished

BAB IV

PEMBAHASAN

Analisis Data

4.1 Sejarah Pembangunan Suramadu

A. Fase Awal (1950 – 1970)

Setelah menjadi Gubernur Jawa Timur, Pak Noer (sapaan akriab M. Noer)

membayangkan akan terjadi kemacetan di Surabaya. Ia kemudian mempunyai gagasan

agar Kamal di ujung Bangkalan menajdi kota satelitnya Surabaya. Saat itulah, impiannya

untuk membangun jembatan yang menghubungkan Surabaya dan Madura kembali

menguat.

Apalagi, sekitar tahun 1960-an itu, Prof. Dr. Sedyatmo (alm.) yang dikenal sebagai

ahli konstruksi dan penemu konstruksi cakar ayam, mencetuskan ide adanya hubungan

langsung (jembatan) antarpulau Sumatera – Jawa.

Ide Prof. Sedyatmo kala itu mendapat respon positif. Sebagai tindak lanjut, tahun

1965 dibuatlah ujicoba desain jembatan Sumatera – Jawa (Jembatan Selat Sunda) yang

dibuat di ITB. Gagasan Jembatan Suramadu kemudian dikembangkan lagi oleh

Muhammad Noer pada saat menjabat Gubernur Jatim pada 1970-an.

B. Meretas Mimpi Tri Nusa Bima Sakti (1970 – 1990)

Jalan meliuk untuk meretas mimpi mewujudkan Jembatan Suramadu ternyata

tidak mudah. Banyak tantangan yang harus diselesaikan. Waktu pun terus bergulir. Pada

Februari 1986, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) bertemu dengan

delegasi dari perusahaan perdagangan Jepang. Kemungkinan kerjasama proyek-proyek di

Indonesia pun dibahas, termasuk merealisasikan ide jembatan antarpulau itu.

Kala itu muncul sinyal positif. Delegasi dari Pemerintah Jepang saat itu

menyatakan peluang kerjasama dalam proyek hubungan langsung Jawa – Sumatera –

Bali, yang ini kemudian dikenal dengan nama Tri Nusa Bima Sakti. Pada tahapan

selanjtnya, Jembatan Surabaya – Madura mendapat prioritas. Perjalanan sejarah pun tak

berhenti, hingga akhirnya pada 14 Desember keluar Keppres No. 55/1990 tentang

Pembangunan Jembatan Surabaya-Madura (Suramadu). Dengan surat Keputusan

Presiden ini, proyek Pembangunan Jembatan Suramadu dan Pengembangan Kawasan

dikukuhkan sebagai proyek nasional.

Page 17: Garapan Finished

C. Merajut Harapan (1990 – 2000)

Meski pelan, usaha merealisasikan impian ini tidak pernah putus sekejap pun.

Pada 1992, ditandatangani MoU Pembangunan Jembatan Suramadu antara konsorsium

dari Indonesia dengan konsorsium dari Jepang. Pertemuan lanjutan lantas dilakukan di

Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah) Provinsi Jatim untuk membahas

proyek kerjasama Indonesia – Jepang tentang pembangunan Jembatan Suramadu. Tidak

berhenti di situ, pematangan program terus diseriusi dengan rapat tim untuk membahas

sumber-sumber dana dari swasta untuk pembangunan jembatan.

Saat itu, muncul kontroversi tentang manfaat dan dampak negatif jika Jembatan

Suramadu diwujudkan. Ada yang khawatir, Jembatan Suramadu kelak membawa ekses

negatif bagi karakter religius Madura. Ada pula yang meragukan kesiapan SDM (sumber

daya manusia) masyarakat Madura dalam menyambut industrialisasi paska jembatan

dibangun. Meski dampak positif jauh lebih besar, berbagai kontroversi itu sempat membuat

rencana Jembatan Suramadu kembali mengambang.

Pada tahun 1994, digelar dialog antara Menristek / Ketua BPPT Prof. Dr. Ing BJ

Habibie dengan Gubernur Jatim Basofi Soedirman, Pangdam V Brawijaya Haris Sudarno,

dan Ketua DPRD Jatim Trimarjono. Hadir dari Pemerintah Kabupaten Bangkalan kala itu

Bupati Bangkalan HM Djakfar Gardjito dan Walikota Surabaya Sunarto Sumoprawiro.

Pertemuan tersebut kembali menyamakan persepsi sekaligus menentukan

kepastian nasib mega proyek Suramadu, termasuk kepastian pengerjaannya yang

melibatkan konsorsium dari Jepang dan Indonesia.

Menristek BJ Habibie akhirnya menyerahkan kepada Gubernur Jatim untuk

meyakinkan masyarakatnya tentang arti penting dan manfaat positif dari industrialisasi di

Madura. Gubernur juga ditugasi untuk mendekati warga Madura berkaitan dengan

pembebasan lahan.

Untuk mendukung keperluan mega proyek ini, sejak Januari hingga September

1994 telah dibebaskan sebagian lahan untuk kaki jembatan di pesisir selatan Bangkalan.

Lahan yang sudah dibebaskan kala itu sekitar 8 hektar dengan ganti rugi Rp. 7.000/m2.

Setahun berlalu, April 1995, Konsorsium Jepang diminta segera mengusahakan

pendanaan. Sementara PT DMP diminta segera menyelesaikan pembebasan lahan untuk

keperluan kawasan.

Perkembangan positif lainnya muncul dari tokoh Madura. Kalangan ulama Madura

yang bergabung dalam Badan Silaturahmi Ulama Madura (BASRA) mendukung

Page 18: Garapan Finished

pembangunan jembatan Suramadu. Dukungan BASRA ini bagaikan hujan di musim

kering-kerontang. Wadah berkumpulnya tokoh ulama yang disegani di Madura ini menjadi

pengobar semangat. Maka, saat itu dicanangkan megaproyek Suramadu dijadwalkan

mulai digarap konstruksinya pada 10 November 1996. Namun, pelaksanaan rencana

tersebut tak semulus yang diharapkan, terutama karena situasi politik nasional yang tidak

stabil saat itu.

D. Jadi Kenyataan (2000 – sekarang)

Di fase ini, ketika lima dekade dengan tiga presiden berlalu, upaya mewujudkan

mimpi Jembatan Suramadu menjadi nyata tak pernah padam. Ketika situasi politik

nasional mulai sejuk, pada 2001, Presiden RI ke – 4, KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur)

mengawali. Saat itu, cucu Pendiri NU Hadratussyeikh KH Hasyim Asy’ari ini menerima 45

tokoh intelektual dan tokoh Madura di Istana Negara. Pertemuan tersebut menindaklanjuti

nasib Jembatan Suramadu yang tersendat, sekaligus membahas sistem pendanaan

proyek yang belum mendapatkan kejelasan dari Pemerintah Jepang.

Dalam pertemuan tersebut Gus Dur menegaskan, Suramadu memang sudah

saatnya diwujudkan. Para guru besar dan tokoh masyarakat mengusulkan agar

pendanaan langsung ditangani oleh anggaran dalam negeri. Dengan demikian, untuk

mewujudkan Suramadu, tidak lagi menggantungkan dana pinjaman yang belum pasti.

Di antara guru besar yang mengikuti pertemuan tersebut ialah Prof. Dr. Soeroso

Imam Djazuli (dekan FE Unair), Prof. dr. Bambang Rohino (Mantan rektor Unair), Prof. Dr.

Ichlasul Amal (Rektor UGM), Dr. Ridwan Nashir (Rektor IAIN Sunan Ampel), Dr. Didik J

Rachbini (UI) dan beberapa tokoh intelektual perguruan tinggi lainnya. Dalam kesempatan

menghadap Presiden Gus Dur di Istana Negara tersebut, sekaligus dikukuhkan Forum

Intelektual 45 Jatim dengan Ketua H. Achmad Zaini. Disebut Forum Intelektual 45 karena

terdiri dari 45 tokoh intelektual.

Di Jawa Timur, dukungan untuk mewujudkan Jembatan Surabaya tidak berhenti.

Pada 11 Oktober 2001, Gubernur Jatim mengirimkan surat Nomor: 602/1746/201/2001

dan Nomor: 602/2332/201.3/2001 tanggal 26 November 2001 ke Presiden.

Dengan kedua surat itu, Pemerintah Provinsi Jawa Timur mengajukan

permohonan inisiasi pelaksanaan pembangunan Jembatan Suramadu dan pencabutan

Keputusan Presiden Nomor 55 tahun 1990 Tentang Pembangunan Jembatan Surabaya.

Kemudian, pada 14 Januari 2002 dilakukan sosialisasi pembangunan Jembatan

Suramadu oleh Gubernur Jatim Imam Utomo di depan alim ulama dan tokoh masyarakat

Page 19: Garapan Finished

Madura. Rencana melanjutkan pembangunan Jembatan Suramadu ini direspon sangat

baik masyarakat Madura.

Langkah Pemerintah Provinsi Jawa Timur ini dijawab oleh Pemerintah Pusat

melalui Surat Menteri Negara Ristek/Kepala BPPT kepada Presiden RI No: 07/M/I/2002,

tanggal 23 Januari 2002, perihal Inisiasi Pelaksanaan Pembangunan Jembatan Suramadu

yang menyatakan dukungan penuh atas langkah nyata yang diambil oleh Pemerintah

Provinsi Jawa Timur.

Tahun 2002, pembangunan Jembatan Suramadu memasuki babak baru. Rencana

awal pemancangan Juli 2002 mundur menjadi Agustus 2002, lalu Oktober 2002, hingga

akhirnya baru bisa dilakukan pada 20 Agustus 2003 oleh Presiden RI ke-5, Hj Megawati

Soekarnoputri. Lalu muncul Keppres Nomor 79 tahun 2003 tentang Pembangunan

Jembatan Surabaya-Madura yang merupakan titian awal dimulainya kembali

pembangunan Jembatan Suramadu. Dalam Keppres tersebut dinyatakan Pembangunan

Jembatan Suramadu dilaksanakan sebagai bagian dari pembangunan kawasan industri,

perumahan, dan sektor lainnya di wilayah kedua sisi ujung jembatan (sisi Surabaya dan

sisi Madura).

Seiring dengan dimulainya pelaksanaan Jembatan Suramadu, pemerintah China

bersedia membantu pendanaan pembangunan Jembatan sepanjang 5,438 km itu dengan

menyediakan Rp 1,5 triliun dari kebutuhan proyek yang awalnya Rp. 2,4 triliun saat itu.

Pada 9 Oktober 2006, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menggelar

rapat terbatas di PLTU Paiton, Probolinggo, membahas secara khusus Percepatan

Pembangunan Jembatan Suramadu. Pada rapat tersebut, sekali lagi, percepatan

pembangunan Jembatan Suramadu ditetapkan menjadi prioritas, mengingat betapa

pentingnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat Pulau Madura.

Kerja keras untuk mewujudkan impian yang telah melewati enam dasawarsa dan

mengarungi masa pemerintahan enam presiden itu, akhirnya terwujud. Tahun 2009

Jembatan Suramadu yang menelan biaya Rp 5 triliun itu gagah membentangkan harapan

anak bangsa. Pembangunan Jembatan Suramadu menjadi salah satu bukti kerja keras

dan semangat seluruh elemen yang terlibat dan menjadikan Suramadu sebagai Jembatan

yang menjanjikan masa depan yang lebih baik bagi Madura, Jawa Timur dan Indonesia.

4.2 Analisis Stakeholder

Page 20: Garapan Finished

Berikut gambaran analisi stakeholder yang terlibat dalam pembangunan suramadu

sampai proses pemeliharaan.

1) Owner adalah pihak pemilik proyek yang menginvestasikan dana yang dimilikinya

untuk membangun suatu proyek lalu mendapatkan keuntungan dari proyek

tersebut di kemudian hari. Dalam proyek pembangunan jembatan Suramadu ini,

owner adalah pemerintah. Dan dana yang diinvestasikan tersebut berasal dari

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta Anggaran Pendapatan

dan Belanja Daerah (APBD) provinsi Jawa Timur. Keuntungan yang diperoleh

berasal dari pendapatan yang didapat dari tarif yang ditetapkan untuk sekali

melewati jembatan tersebut yaitu sebesar Rp 30.000,00 untuk kendaraan roda

empat dan Rp 3.000,00 untuk kendaraan roda dua. Keuntungan tersebut diperoleh

ketika proyek tersebut setelah mencapai Break Event Point (BEP) atau titik impas

dimana pada kondisi ini proyek tersebut telah balik modal.

2) Regulator adalah pihak yang membuat dan mengeluarkan peraturan yang

berhubungan dengan tata ruang suatu wilayah, termasuk penempatan suatu

tempat proyek. Pada pembangunan jembatan Suramadu ini pihak yang bertugas

untuk membuat peraturan adalah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pusat beserta

DPR Daerah Jawa Timur.

3) Customer adalah pihak yang akan menggunakan hasil proyek. Untuk pengguna

jembatan Suramadu ini adalah pengendara kendaraan roda empat maupun roda

dua yang dikenakan tarif seperti dijelaskan diatas karena jembatan ini

menggunakan sistem jalan tol dalam pengoperasiannya.

4) Kontraktor adalah perusahaan yang dipilih dan disetujui untuk melaksanakan

pekerjaan konstruksi yang direncanakan sesuai dengan keinginan pemilik proyek

dan bertanggung jawab penuh terhadap pembangunan fisik proyek. Biasanya

penentuan kontraktor dilakukan melalui lelang/tender atau dapat juga malalui

penunjukkan langsung dengan negosiasi penawaran harga. Pada pelaksanaan

proyek jembatan Suramadu digawangi oleh empat perusahaan kontraktor besar

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Adhi Karya, PT Hutama Karya, PT

Waskita Karya, PT Wijaya Karya dan beberapa perusahaan sub kontraktor lainnya

yang bergabung dalam Concortium Indonesian Contractors (CIC) dan bersama-

sama membangun Suramadu dengan CIC sebagai kontraktor utamanya.

Page 21: Garapan Finished

5) Sub Kontraktor adalah pihak yang ditunjuk oleh kontraktor dan disetujui oleh

pemilik untuk mengerjakan sebagian pekerjaan kontraktor pada bagian fisik

proyek yang memiliki keahlian khusus. Ada 14 perusahaan kontraktor yang

bekerja sama untuk membangun Suramadu. Perusahaan-perusahaan tersebut

bekerja dibawah CIC untuk menyediakan semua kebutuhan CIC seperti concrete

sampai dengan kapal.

6) Konsultan adalah seseorang atau perusahaan yang ditunjuk oleh pemilik yang

memiliki keahlian dan pengalaman membangun proyek konstruksi, terdiri atas:

Konsultan Perencanaan: seseorang atau perusahaan yang memiliki

keahlian dan pengalaman dalam merencanakan proyek konstruksi,

seperti halnya Perencanaan Arsitektur, Perencanaan Struktur,

Perencanaan Mekanikal dan Elektrikal dan lain sebagainya.

Konsultan pengawas: perusahaan yang memiliki keahlian dan

pengalaman dalam pengawasan proyek.

Konsultan Manajemen Konstruksi: perusahaan yang mewakili pemilik

dalam pengelolaan proyek, sejak awal hingga akhir proyek.

7) Pemasok (supplier): pihak yang ditunjuk oleh kontraktor untuk memasok material

yang memiliki kualifikasi yang diinginkan oleh pemilik. Pemasok dalam proyek

jembatan Suramadu ini salah satunya adalah PT Semen Gresik.

Masyarakat sekitar: secara umum dari hasil sosialisasi pembangunan jembatan ini,

masyarakat di kedua sisi (Surabaya dan Madura) menerima kehadiran pembangunan

Jembatan Suramadu dan jalan aksesnya. Beberapa efek negatif seperti dampak debu

dan kebisingan akibat kegiatan konstruksi juga telah diantisipasi. Masalah nelayan

sempat menjadi perhatian. Jumlah tangkapan yang menurun yang menjadi alasan

pemicunya. Sebuah demo kecil bahkan sempat terjadi oleh nelayan di Tambak Wedi

(Bangkalan) yang menuntut ganti rugi. Ganti rugi tidak diwujudkan dalam bentuk

materi kepada perorangan, tetapi berupa perbaikan fasilitas umum, seperti balai

pertemuan nelayan.

Transportasi Laut (Kapal Very): Dengan didirikannya Jembatan Suramadu dapat

berdampak negatif pada jasa penyeberangan menggunakan kapal veri. Banyak pengguna

jasa penyeberangan tersebut yang akan beralih pada akses suramadu. Hal itu dapat

diantisipasi oleh pemerintah dengan mengadakan pembatasan kendaraan yang

Page 22: Garapan Finished

diperbolehkan melewati Suramadu. Kendaraan sejenis truk dan bis dilarang melewati

Suramadu sehingga jasa kapal veri masih bisa berjalan.

Sektor Pariwisata: Pulau Madura memiliki potensi yang menunjang dalam hal

pariwisata laut. Ada beberapa pantai indah yang terdapat di pulau tersebut namun belum

tereplor dengan baik. Dengan adanya Jembatan Suramadu ini otomatis akan

meningkatkan kunjungan masyarakat menuju Madura. Hal ini memberikan sinyal positif

terhadap perkembangan dunia pariwisata di Pulau Madura.

Pedagang: Sejak dibukanya Suramadu untuk umum menjadikan Madura terutama

Bangkalan menjadi sangat ramai, banyak pedagang yang mendirikan lapak daganganya di

jalur akses Suramadu. Misalnya pedagang makanan dan souvenir.

4.3 Proses Pembangunan Suramadu Hingga Pemeliharaan

4.3.1 Proses Pembangunan

Jembatan Suramadu yang melintasi Selat Madura memilki panjang 5.438 m serta

jalan pendekat di sisi Surabaya mencapai 4,35 km dan di sisi Madura 11,50 km.

Proyek pembangunan Jembatan Nasional Suramadu mulai dikerjakan Agustus 2003 pada

masa pemerintahan presiden Megawati Soekarno Putri dimulai dengan kerjasama

pemerintah dengan china dalam penyediaan kontraktor dan dana pinjaman yang akan

kami sajikan pada sub-bab financial sharing dibawah, stelah itu kementrian pekerjaan

umum mengumumkan pelelangan tender yang dimenangkan oleh kontraktor BUMN yaitu

yang terbentuk dalam Consortium of Indonesia Contractors (CIC) yang terdiri dari 4

kontraktor yakni PT Adhi Karya, PT Hutama Karya, PT Waskita Karya, dan PT Wijaya

Karya dan untuk kontraktor china digarap oleh Consortium of Chinesse Contractors (CCC)

yang terdiri dari China Road and Bridge Corporation (CRBC) serta China Harbour

Engineering Consultant (CHEC), setelah itu proses pembangunan jembatan suramadu

dimulai sampai akhirnya terselasaikan pada 10 Juni 2009. Dengan selesainya jembatan

Suramadu beberapa hal terkait dengan pengelolaan perlu dipikirkan bersama agar

Jembatan Suramadu dapat bertahan sesuai dengan usia rencana yaitu 100 tahun. Selain

aspek teknis yaitu tentang keselamatan konstruksi jembatan, beberapa hal terkait dengan

aspek sosial kemasyarakatan perlu diperhatikan.

Page 23: Garapan Finished

4.3.2 Aspek Financing

Pendanaan pembangunan Jembatan Suramadu berasal dari APBN Pemerintah

Indonesia, APBD Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Loan dari Pemerintah China,

dengan nilai keseluruhan mencapai Rp 5 Trilyun.

Causeway 1,372,397,686Main Bridge 2,934,923,000Jalan Akses 406,657,091Pembebasan Lahan 199,289,664Perencanaan & Supervisi 79,733,274TOTAL 4,993,000,715

FINANCIAL SHARING

Pembangunan Jembatan Suramadu tidak bertujuan untuk mengembalikan

biaya pembangunan, tetapi lebih pada pendanaan pemeliharaan yang nilainya cukup

besar. Untuk itu perlu adanya scenario pendanaan pasca operasional yang

memperhitungan semua aspek pemeliharaan yang ada.

Page 24: Garapan Finished

Setelah pelaksanaan konstruksi, masih ada beberapa pekerjaan untuk

kelengkapan jembatan pasca operasional meliputi :

1. Structural Health Monitoring System / SHMS : Rp 50 Milyar

2. Art Lighting : Rp 50 Milyar

3. Jembatan Penyeberangan Umum 2 buah @ Rp 3.5 M : Rp 7 Milyar

4. Power Supply, electrical dll : Rp 41 Milyar

5. Fender pengaman

Selain kebutuhan teknis, harus juga dipertimbangkan beberapa kebutuhan untuk

melengkapi kawasan Jembatan Suramadu seperti Rest Area, Gedung Museum, dan lain

sebagainya.

4.3.3 Operasional

Pengelolaan Jembatan Suramadu selama 18 bulan sejak pengoperasiannya akan

dilakukan oleh PT Jasa Marga. Penentuan ini dilakukan melalui proses tender operator

yang mengacu kepada mereka yang bisa memberikan `fee` terendah serta mampu

menawarkan biaya pengoperasian paling efisien. Biaya Operasional Jembatan Suramadu

yang ditawarkan oleh PT Jasa Marga adalah sebesar Rp 10.8 Milyar. Dan setelah 18

bulan kedepan, akan dilakukan tender operator toll Suramadu dengan masa konsesi 30

tahun.

Dalam operasional Jembatan Suramadu, PT Jasa Marga menempatkan sekitar 70

tenaga teknis dan administratif yang bekerja secara shift selama 24 jam dan didukung

pula oleh mobil Derek, mobil patrol, ambulance.

Setiap kendaraan yang masuk ke Jembatan Suramadu akan dikenakan tarif, dan

semua hasil pemasukan karcis toll akan masuk kepada Pemerintah. etentuan tarif toll

Jembatan Suramadu tersebut berdasarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor

395/KPTS/M/2009 tanggal 10 Juni 2009. Dalam Kepmen itu, tarif tol jembatan

Suramadu dibedakan untuk enam golongan.

Tarif golongan I terdiri dari sedan, jip, pick up, truk kecil, dan bus sebesar Rp30.000,00 per

unit, golongan II untuk truk dengan dua gandar sebesar Rp45.000,00 per unit, golongan III

bagi truk tiga gandar Rp60.000,00/unit, golongan IV bagi truk empat gandar

Rp75.000,00/unit, golongan V bagi truk lima gandar atau lebih Rp90.000,00/unit, dan

golongan VI bagi kendaraan roda dua Rp3.000,00/unit.

Page 25: Garapan Finished

Dari hasil operasional Jembatan Suramadu sejak difungsikan tanggal 17 - 21

Juni 2009 didapatkan data bahwa jumlah kendaraan yang melewati jembatan Suramadu

dari kedua arah mencapai 146.272 kendaraan roda 2 dan 71.510 untuk kendaraan roda 4

atau lebih dari kedua gerbang toll Surabaya dan Madura, dengan nilai pendapatan sebesar

Rp 2.688.989.480,- .Jika dirata-rata mencapai 24.379 kendaraan roda 2 dan 10.857

kendaraan roda 4 atau lebih.

Pada hari Sabtu dan Minggu jumlah kendaraan yang lewat mencapai puncaknya,

dan menimbulkan kemacetan di sekitar pintu masuk toll khususnya pada jalur sepeda

motor. Ini membutuhkan penanganan dan studi lebih lanjut mengenai kebutuhan toll gate

pada jalur sepeda motor.

4.3.4 Maintenance

Jembatan Suramadu merupakan jembatan khusus yang dibangun di atas laut

dengan tingkat korosifitas yang tinggi sehingga aspek pemeliharaan khususnya

pengendalian korosi menjadi perhatian yang cukup penting.

Dalam masa 12 bulan sejak dilakukan Provisional Hand Over, pekerjaan

perawatan (maintenance) masih merupakan tanggung jawab kontraktor pelaksana,

sehingga pemerintah tidak mengeluarkan biaya untuk perawatan kerusakan Jembatan.

Kontraktor dan konsultan Jembatan Suramadu telah menyiapkanStandart

Operation Procedure (SOP) dan Manual untuk Pemeliharaan Jembatan, sesuai dengan

bagian – bagian dan elamen Jembatan yang membutuhkan pengecekan berkala,

pemeliharaan dan penggantian.

Khusus pada jembatan cable stay, telah lengkapi dengan beberapa fasilitas

penunjang untuk pemeliharaan yang meliputi :

1. Maintenance traveler, memungkinkan pengecekan pada semua bagian bawah

steel box girder

2. Maintenance Ladder, yaitu tangga di pylon jembatan untuk pengecekan

semua elemen di atas pylon

3. Dehumidifier pada pylon untuk menjaga kelembaban pada struktur pylon

khususnya pada ujung kabel stay.

Beberapa elemen Jembatan memiliki umur rencana tertentu yang harus diganti,

sehingga perlu dipersiapkan maintenance cost per umur rencana material.

Page 26: Garapan Finished

Description

Life

Time

(years)

Unit Q'ty

Approach Bridge

Expansion Joints Modular 30 m' 120

Pot Bearing 20 unit 80

Longitudinal Damper 30 unit 12

Main Bridge

Expansion Joints Modular 30 m' 60

Bearing type 1 for Main Bridge 30 unit 4

Bearing type 2 for Main Bridge 30 unit 4

Lateral Bearing For Main Bridge 30 unit 4

Longitudinal Hydraulic Buffer 20 unit 8

Corrosion Protection of Steel Structure (for Box

Girders,Cross Girders,Stringers and for other structure) 20 tonnes 10,726

Cable Stayed for Main Bridge (HDPE) 20 tonnes 1,399

Causeway

Coating glass flake epoxy 20 m2 43,567

Sacrificial anode 20 kg 378,400

Struktur sambungan ekspansi tipe rubber 10 m 60

Perletakan elastomer & asesories (450 x 450 x 45 mm) 20 bh 2,592

Perletakan elastomer lateral (90 x 90 x 20 mm) 20 bh 2,592

Pekerjaan Struktur

Secara perhitungan, dengan mempertimbangkan faktor eskalasi diperoleh

kebutuhan sebagai berikut :

Deskripsi Tahun

Approach Bridge + Main Bridge

107,916,026,116 2028

164,900,403,709 2048

221,884,781,303 2068

278,869,158,897 2088

335,853,536,490 2108

Causeway

318,118,696,934 2028

Page 27: Garapan Finished

527,188,583,283 2048

736,258,469,633 2068

945,328,355,982 2088

1,154,398,242,332 2108

Uraian PMT (Annual)

Pekerjaan Struktur

Approach Bridge + Main Bridge 4,582,409,175.79

Causeway 15,259,365,377.12

Perkerasan Jalan

(Akses, Causeway, Approach dan Main Bridge)

5,793,857,142.86

PJU 1,933,750,000.00

J u m l a h 27,569,381,695.77

Dengan besarnya pemeliharaan yang dibutuhkan maka perlu dibuat skenario

pendanaan berdasarkan tingkat kebutuhan dengan melibatkan semua unsur terkait.

4.3.5 Keselamatan Struktur & Monitoring Jembatan

A. Latar belakang SHMS

Sebagai Jembatan yang memiliki bentang lebih dari 300 m, maka Jembatan

Suramadu harus dilengkapi dengan Structural Health Monitoring System (SHMS). SHMS

adalah aktivitas yang bertujuan untuk menyediakan informasi / memonitor semua hal yang

berkaitan dengan operasional dan pemantauan kondisi kesehatan dari suatu struktur, dan

membantu melakukan tindakan koreksi melalui perintah secara manual maupun secara

otomatis oleh sistim yang ada

Tujuan dari SHMS sendiri adalah :

Menginformasikan kondisi struktur jembatan

Mewujudkan perencanaan pemeliharaan yang rasional dan ekonomis

Mendapatkan pelayanan struktur yang aman dan ekonomnis

Mengidentifikasikan penyebab kondisi struktur yang tidak layak

Page 28: Garapan Finished

Memberikan peringatan dini apabila terjadi hal yang mengancam

keselamatan & berkurangnya kenyamanan pada pemakai Jembatan

Melalui SHMS kita dapat melakukan verifikasi atas asumsi didalam pembuatan

disain jembatan. Sehingga pihak-pihak yang berkepentingan dapat melakukan perbaikan

model pada disain jembatan berikutnya. Implementasi SHMS pada jembatan

Suramadu ini dapat menjadikan jembatan ini menjadi “Jembatan Pengajaran” (teaching

bridge) sehingga para ilmuan, dosen dan mahasiswa dapat mempelajari perilaku

jembatan dari Jembatan Suramadu ini. Dengan demikian SHMS pada Jembatan

Suramadu ini akan menjadi sumbangan berharga bagi Bangsa Indonesia.

A. Implementasi SHMS

Consortium of Chinese Contractor (CCC), sebagai pihak yang melaksanakan

pembangunan bentang tengah sekaligus berpengalaman dalam menangai jembatan

bentang panjang di China telah mengusulkan suatu bentuk monitoring system agar

jembatan Suramadu dapat menjaga kesehatan struktur nya sendiri selama masa layan

sehingga sesuai dengan umur rencananya. Usulan system tersebut digunakan sebagai

basic design.

Hasil pembahasan basic design Monitoring System tersebut setelah dilakukan

modifikasi dan penyesuaian berdasarkan pertimbangan material sensor, kemudahan

penggantian, dan kompatibilitas dengan melibatkan konsultan lokal Indonesia.

Secara umum skema SHMS adalah sebagai berikut :

Secara umum sensor dan peralatan dalam SHMS dapat dikategorikan menjadi 3 bagian

Sensors Monitoring Load Resources / sensor terkait dengan beban hidup /

mati : anemometer, temperature sensor, weight-in-motion (WIM), seismic sensor,

dll.

Sensors Monitoring Structural Responses: sensor terkait dengan respon struktur

jembatan: accelerometer, strain gauge, Global Positioning System (GPS),

displacement transducer, inclinometer, dll.

Other kinds of Sensors : Beberapa peralatan/sensor lain corrosion cells, digital

video camera, dll.

Jumlah sensor berdasarkan disain yang diajukan :

Hasil dari sensor yang ada kemudian akan diolah pada Data Centre yang

merupakan dapur dari pengolahan data yang dikirim dari DAU (Data Acquisition Unit)

dimana software dan hardware mem-proses semua data yang masuk untuk menjadi

Page 29: Garapan Finished

informasi yang akan didistribusikan kepada setiap operator sesuai dengan tugasnya

masing-masing.

Software dan Hardware ini harus dapat dijamin beroperasi 7x24 jam selama setahun

terus menerus tanpa henti. Lingkungan operasionalnya harus dapat dijaga sesuai dengan

yang ditetapkan; suhu operasi, bebas debu, bebas medan elektromagnetic, bebas getaran,

tidak ada gangguan listrik,dsb. sesuai ketentuan instrumentasi elektronik pada BS 15000

atau ISO 20000. Hasil dari Data Centre ini akan ditampilkan pada Video wall berupa

variabel-variabel yang akan dimonitor dan untuk melihat response jembatan

terhadap beban dinamis dalan pengaruh lingkungan.

Disediakan juga fasilitas teater sehingga memungkinkan perguruan tinggi, dosen,

mahasiswa, dan lembaga lainnya dapat mempelajari karakteristik dari jembatan melalui

teater ini tanpa harus masuk kedalam Monitoring Room dan Data Center.

C. Jenis – jenis Sensor

Temperature Sensors & Ambient Temperature and Relative Humidity /AT & R :

Bertujuan untuk suhu dan kelembaban udara sekitar. Serta dipasang pula pada bagian

elemen struktur jembatan untuk mengetahui perbedaan temperature dari masing

bagian/posisi. Tenperatur yang diukur adalah pada bagian beton dan steel box girder.

Weight in Motion System (WIM) : untuk mengumpulkan data besarnya volume lalu

lintas, beban dan kecepatan kendaraan untuk keperluan statistik. Rencananya WIM akan

dipasang pada potongan 15 untuk 2 jalur. Perletakan WIM adalah sebelum causeway

untuk 3 jalur termasuk jalur darurat pada kedua sisi; Surabaya dan Madura. Hal ini

dikarenakan pengulangan pembebanan yang melebihi ketentuan pada waktu yang pendek

akan menghasilkan regangan kumulatif yang akan mengakibatkan menurunkan elastisitas

beton (memory effect), disamping itu akan mengakibatkan tidak berfungsinya sensor

karena melebihi kapasitasnya.

Beberapa contoh sensor yang akan dipasang di jembatan Suramadu:

Global Positioning System (GPS) : untuk mendapatkan data pergeseran posisi

dari beberapa titik yang menjadi acuan dari elemen-elemen jembatan secara 3 dimensi

dalam kondisi lama dan real time, parameter dinamis, dan pengaruh kondisi sekitar .

Gege Regangan (Strain Gauge) : bertujuan untuk mengetahui ukuran dari jumlah

deformasi dari sebuah elemen struktur yang berpengaruh akibat gaya-gaya (beban mati

dan hidup) yang diterima.

Page 30: Garapan Finished

Sensor Rotasi (Tilt Meter) : untuk mengetahui dan mengukur rotasi dari sebuah

elemen jembatan berkenaan dengan suatu angka datum yang diwakili oleh vector gaya

gravitasi

Anemometer : bertujuan untuk mendapatkan kecepatan dan arah angin pada

suatu titik acuan. Data yang dihasilkan dapat digunakan untuk menghitung kecepatan rata-

rata angin, kekuatan angin dan turbulensi nya. Hasilnya akan didapat akan menentukan

batas keamanan baik untuk kendaran roda 4 atau roda 2 yang masuk ke jembatan

sekaligus sebagaii Sistem peringatan dini (Early Warning System) akan terhubung dengan

toll gate. Jika batas angin melebihi kecepatan ambang batas maka pintu akan tertutup

secara otomatis.

Displacement Transducer : bertujuan untuk mendapatkan pergerakan dari

konstruksi pylon jembatan

Accelerometer : untuk mengukur / mengetahui getaran yang terjadi pada jembatan

khususnya pada elemen pylon, kabel, deck jembatan. Juga untuk mengukur respon

jembatan khususnya pada saat terjadi gempa

Electromagnetic Sensor (EM) : bertujuan untuk mendapat parameter kekuatan

kabel yang selanjutnya akan ditransmisikan ke Unit Pengumpul Data ke data processing

unit untuk dapat divisualisasikan ke Monitoring Room.

Digital Video Camera (DVC) : untuk mengetahui kondisi jembatan secara visual

dan pengamatan lalu intas kendaraan yang melewati jembatan secara real time. Juga

dimaksudkan untuk memonitor keamanan dan keselamatan jembatan serta terhadap

jalur navigasi / pelayaran yang melewati jembatan Suramadu. Penempatan kamera akan

diatur agar bisa mencakup keseluruhan jembatan.

4.4 Analisis Dampak Sosial dan Pengembangan Wilayah Suramdu

4.4.1 Perubahan Sosial; Sebuah Analisis

Masih dalam pengamatan secara sederhana dan melalui sudut pandang ilmu

sosial, penulis sandarkan analisis berikut seperti yang telah antropolog budaya Madura,

Latif Wiyata menulis; Suramadu merupakan bagian dari infrastruktur vital yang akan

menunjang proyek besar di baliknya. Namun hingga kini, tak dapat dibilang sedikit jumlah

mereka―orang-orang Madura―yang mungkin saja belum mengerti tentang proyek apa

saja yang hendak di bangun di daerahnya. Tetapi meski pada tataran realitas empirisnya

demikian, janji-janji pemerintah senantiasa melambungkan harapan orang-orang Madura.

Page 31: Garapan Finished

Jargonjargon ekonomis sering terdengar, semisal Madura akan menjadi zona industri

(modern) dengan investasi besar dan kelak dapat mensejahterakan masyarakatnya.

Mereka yang selama ini cendrung dikebiri dalam hal ekonomi, dengan harapan

penuh nasibnya kedepan dapat meningkat dengan jaminan terciptanya suasana

kehidupan yang beraroma kemakmuran. Namun demikian, senyatanya pelbagai

perhitungan ekonomi tersebut tidak berdiri sendiri. Sebagaimana dikatakan Schumacher;

”ekonomi bukanlah sebuah entitas yang otonom dan independen”. Artinya, harus ada

sinergi antara ekonomi dengan nilai-nilai sosial dan budaya, dan atau lingkungan dimana

ekonomi tersebut di terapkan. Dengan kata lain, beragam kondisi non ekonomis lainnya

tak kalah penting untuk juga dipertimbangkan dalam proses pembangunan di Madura,

seperti kondisi sosial budaya dan kondisi politik. Telah difungsikannya jembatan

Suramadu, cepat atau lambat, akan menimbulkan perubahan sosial masyarakat Madura

yang selama ini dikenal masyarakat agraris. Sebagian besar kalangan berpandangan, pola

kehidupan warga Madura akan di warnai industrialisasi pada nantinya. Kaitannya dengan

hal ini, para investor seyokyanya merespon positif karak-teristik sosial budaya masyarakat

Madura yang terbuka dan adaptif terhadap suasana dan lingkungan baru. Karena

bagaimanapun, masuknya “kaum kapitalis” yang akan disertai beropra-sinya mesin-mesin

industri, sudah barang tentu merupakan kondisi bagi terbentuknya suasana dan

lingkungan baru bagi kelangsungan masyarakat Madura untuk kedepannya.

4.4.2 Pengembangan Wilayah Suramadu

A. Visi Dan Misi Pengembangan Wilayah Suramadu

Visi yang dikembangkan adalah: Kawasan Suramadu sebagai pusat

pertumbuhan ekonomi Jawa Timur dan sebagai simpul transportasi Internasional

yang dapat menjamin keberlanjutan pembangunan Pulau Madura sesuai nilai

masyarakat Madura dan meningkatkan perkembangan ekonomi Jawa Timur dan

Nasional.

Adapun Misinya adalah:

Mengembangkan industri dan jasa yang kompetitif yang saling

menguatkan dengan pengembangan SDM (sumber daya manusia).

Mengembangkan infrastruktur yang handal dan tata ruang yang sesuai

dengan prinsip pengembangan berkelanjutan.

Meningkatkan kemampuan SDM, dengan tetap mempertahankan nilai

budaya dan agama yang hidup dalam masyarakat.

Page 32: Garapan Finished

Mengembangkan sistim perajinandan pelayanan public yang cepat.

B. Konsep Pengembangan Wilayah

Pengembangan wilayah Suramadu mengacu pada Perpres 27/2008

tentang Percepatan Pengembangan Wilayah Suramadu dan Peran Jembatan

Suramadu. Selain memperhatikan dasar hukum untuk legalisasi pengembangan

kawasan Madura, BPWS juga memasukkan kondisi sosial ekonomi, potensi dan

lingkungan alam, aspirasi masyarakat, serta visi pembangunan dan tata ruang

provinsi, kabupaten/kota yang terkait dengan pengembangan wilayah Madura.

Kedua aspek tersebut dilengkapi dengan kajian mengenai studi pengembangan

Madura dan Kementerian PU, studi GKS dari Kementerian PU dan JICA, serta

studi pengembangan pelabuhan metropolitan Surabaya yang dikaji oleh

Kementerian Perhubungan dan JICA.

Rencana induk pengembangan wilayah Madura jika dipetakan berisi 3

sasaran pengembangan yang berlaku lima tahunan, antara lain:

a. Sasaran Lima Tahun Pertama:

Penyelesaian public space dan rest area, jalan tol, pelabuhan peti kemas,

tersedianya sarana dan prasarana pengembangan SDM dan peningkatan

peran dari UKM yang telah dibina dan terbangunnya 30 km ruas jalan lintas

Pulau Madura. Dalam lima tahun pertama ini direncanakan anggaran yang

dibutuhkan mencapai Rp 18 T, dimana sebanyak Rp. 13 T diantaranya dari

pihak swasta.

b. Sasaran Lima Tahun Kedua:

Terbangunnya jalan tol dan pelabuhan peti kemas, teralirinya Pulau

Madura dengan 600 MW listrik dan 1000 ltr/detik air bersih. Dalam lima tahun

kedua juga dikembangkan 60 Ha kawasan industri serta pengembangan UKM

dan terbangunnya 130 km jalan lintas. Dalam lima tahun kedua direncanakan

investasi swasta sebesar Rp. 15 T dari rencana investasi mencapai Rp. 16 T.

c. Sasaran Lima Tahun Ketiga:

Mengalirnya 2500 ltr/detik air bersih, 900 MW listrik, terbangunnya 230 km

jalan lintas dan 9000 ha kawasan industri yang mendukung Wilayah

Suramadu menjadi salah satu pusat pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa

Timur.

C.Konsep Pengusahaan Kawasan Kaki Jembatan Dan Kawasan Khusus

Page 33: Garapan Finished

Pengembangan KKJS (Kawasan Kaki Jembatan Suramadu) dilaksanakan

dengan tetap memperhatikan rencana tata ruang terkait yang berlaku di kawasan

tersebut antara lain RTRWN, RTRWP Jatim, RTRVVK Bangkalan, RTRWK

Sampang, Bappeda, Kabupaten Sumenep dan Kabupaten Pamekasan, serta

Studi Sektor (Ditjen Tata Ruang, Kementrian Perhubungan, dll), yang

menghasilkan arah pengembangan (struktur dan pola ruang) wilayah Suramadu

yang dapat digambarkan sebagai berikut:

Rencana pengembangan KKJS sisi Surabaya adalah untuk kawasan

wisata, kawasan komersial, dan kawasan permukiman. Pengembangan KKJS sisi

Madura juga memperhatikan dukungan pola ruang dan struktur ruang wilayah

Madura yang menyatakan bahwa Kabupaten Bangkalan yang tergabung dalam

perkotaan Gerbangkertosusila sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN).

Kabupaten Pamekasan sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) dan Kabupaten

Sampang dan Kabupaten Sumenep sebagai Pusat Kegiatan Lingkungan (PKL).

Dari struktur dan pola ruang wilayah Suramadu, BPWS menyusun rencana blok

permanfaatan ruang “600 Ha” di sisi Madura.

Rencana blok plan yang telah disusun untuk kawasan ini meliputi:

Pembangunan kawasan wisata seluas 23,61 Ha di kaki Jembatan

Suramadu sisi Madura yang dilengkapi dengan rest area –fair ground

seluas 33,01 Ha.

Ke arah utara dari pembangunan kawasan wisata dan rest area tersebut

diarahkan untuk pengembangan kawasan industri (332,89 Ha) dan

kawaan permukiman (120,02 Ha). Di pusat kawasan industry dan

kawasan permukiman direncanakan pengembangan CBD (40,5 Ha) dan

pusat dari masing-masing blok yang diarahkan berupa Ruang Terbuka

Hijau (RTH). Rencana ini digambarkan sebagai berikut:

D. Pengelolaan Kawasan Kaki Jembatan Suramadu

Pengelolaan KKJS dilaksanakan dengan optimalisasi investasi dengan

strategi meliputi:

a. Investasi swasta didorong untuk membangun kawasan dan infrastruktur

yang secara financial dapat memberikan keuntungan bagi

pengembangnya (financially feasible).

Page 34: Garapan Finished

b. Investasi pemerintah untuk mendukung kelancaran swasta atau dapat

menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi swasta melalui:

Pembangunan infrastruktur yang tidak financially feasible tetapi

secara ekoomi dapat dilaksanakan oleh Pemerintah

(economically viable).

Menyusun rencana-rencana (Rencana Induk, RTR, DED,

AMDAL)

Penentuan norma dan standar kawasan

Promosi investasi dan pelaksanaan perizinan satu atap.

Page 35: Garapan Finished

BAB V

PENUTUP

Pada bab ini diuraikan kesimpulan penelitian juga disertai saran-saran

berdasarkan hasil yang telah dicapai dalam penelitian dan diharapkan dapat bermanfaat

bagi pihak-pihak yang terkait.

5.1 Kesimpulan

Ada 4 periodesasi pembangunan jembatan Suramadu, diantaranya Fase Awal

(1950 – 1970), Meretas Mimpi Tri Nusa Bima Sakti (1970 – 1990), Merajut Harapan (1990

– 2000), Jadi Kenyataan (2000 – sekarang). Ini membuktikan bahwa terdapat semangat

yang gigih dalam pembangunan jembatan ini. Berawal dari gagasan Gubernur Jawa Timur

M. Noer hingga menjadi kenyataan. Gagasannya adalah agar Kamal di ujung Bangkalan

menjadi kota satelitnya Surabaya. Pembangunan jembatan Suramadu ini menjadi bukti

kerja keras dan semangat seluruh elemen yang terlibat dan menjadikan Suramadu

sebagai Jembatan yang menjanjikan masa depan yang lebih baik bagi Madura, Jawa

Timur dan Indonesia.

5.2 Saran

Dengan adanya pembangunan jembatan Suramadu yang menghubungkan Pulau

Jawa dan Pulau Madura sehingga dapat memajukan kehidupan perekonomian di Madura.

Pembangunan yang ada ini seharusnya dapat dimanfaatkan oleh Madura sehingga

potensi-potensi yang ada di daerahnya dapat berkembang dan dikenal oleh masyarakat

Indonesia pada umumnya. Sifat alami masyarakat Madura yang suka merantau

seharusnya dapat dirubah. Dengan adanya jembatan Suramadu ini, mereka seharunya

lebih dapat melakukan kegiatan ekonomi tanpa harus keluar dari Pulau Madura. Jangan

sampai dengan adanya pembangunan jembatan Suramadu ini, ketimpangan sosial

semakin tajam, sebaliknya dengan adanya penghubung ini diharapkan masyarakat

mempunyai kesempatan yang sama untuk menikmati kehidupan yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Page 36: Garapan Finished

Adisasmita, Rahadjo, H. 2005. Pembangunan ekonomi perkotaan. Yogyakarta: Graha

Ilmu.

A. Latief Wiyata. Suramadu dan Konflik Kekerasan. Kompas, edisi terbit (13-Juni-2009).,

hlm. 6.

America’s National Council on Public Private Partnership (http://www.NCPPP.org)

Bult-Spiering, M. & Dewulf, G. 2006. Strategic Issues in Public-Private Partnerships : An

International Perspective. Oxford: Blackwell Publishing Ltd.

Grimsey & Lewis. 2004. Public-Private Partnerships Policy and Practice: A Reference

Guide. London: Commonwealth Secretariat.

Hand Book Badan Pengembangan Wilayah Suramadu (BPWS) . 2011.

Hand Book Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional. 2002.

Hand Book Kementrian Pekerjaan Umum. 2009.

Hand Book Kerjasama Pemerintah Swasta. Kementrian Koordinator Bidang

Perekonomian. 2010.

Parente, William J. 2006. Public Private Partnerships dalam Workshop on Fundamental

Principles and Techniques for Effective Public Private Partnerships in Indonesia.

Jakarta.

Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan

Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur.

Singarimbun, Masri. 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES.