gastroenteritis dan muntah sharon li dan analisis
DESCRIPTION
okeTRANSCRIPT
Nama : Gwendolyn Sharon Emeralda Prasetyo
NIM : 04011281419136Kelas : Beta PDU 2014
Muntah
Muntah didefinisikan sebagai suatu refleks yang menyebabkan dorongan ekspulsi isi
lambung atau usus atau keduanya ke mulut. Pusat muntah menerima masukan dari
korteks cerebral, organ vestibular, daerah pemacu kemoreseptor (chemoreceptor trigger
zone, CTZ), dan serabut aferen, termasuk dari sistem gastrointestinal. Muntah terjadi
akibat rangsangan pada pusat muntah, yang terletak di daerah postrema medula oblongata
di dasar ventrikel keempat. Muntah dapat dirangsang melalui jalur saraf aferen oleh
rangsangan nervus vagus dan simpatis atau oleh rangsangan emetik yang menimbulkan
muntah dengan aktivitas CTZ. Jalur eferen menerima sinyal yang menyebabkan
terjadinya gerakan ekspulsif otot abdomen, gastrointestinal dan pernafasan yang
terkoordinasi dengan epifenomena emetik yang menyertai disebut muntah. Pusat muntah
secara anatomis berada di dekat pusat salivasi dan pernafasan, sehingga waktu muntah
sering terjadi hipersalivasi dan gerakan pernapasan.
Gambar 5. Koordinasi sistim saraf pusat (central nervous system) yang menyebabkan muntah: LS = limbic system, CTZ = chemoreceptor trigger zone,
VC = vomiting center, VIII = vestibular nerve, X = vagus nerve.
Ketika pusat muntah (VC) distimulasi, maka motor dari cascade akan bereaksi
menye-babkan muntah. Kontraksi non peristaltic didalam usus halus meningkat,
gallbladder berkontraksi dan sebagian isi dari usus dua belas jari masuk kedalam
lambung. Kondisi ini diikuti dengan melambatnya gerakan peristaltik yang akan
mendorong masuknya isi usus halus dan sekresi pankreas kedalam lambung dan menekan
aktivitas lambung. Sementara itu, otot-otot pernapasan akan berkontraksi untuk melawan
celah suara yang tertutup, sehingga terjadi pembesaran kerongkongan. Pada saat otot
perut (abdominal) berkontraksi, isi lambung akan didorong masuk kedalam
kerongkongan. Relaksasi dari otot-otot perut memungkinkan isi kerongkongan masuk
kembali kedalam lambung. Siklus dari muntah-muntah berlangsung cepat sampai semua
isi lambung yang masuk ke kerongkongan dikeluarkan semua. Pada kondisi muntah juga
terjadi peningkatan pro-duksi air ludah, peningkatan kecepatan pernapasan dan detak
jantung serta pelebaran pupil mata.
Muntah dianggap sebagai indiator berbagai keadaan, seperti obstruksi usus, infeksi,
nyeri, penyakit metabolik, kehamilan, penyait labirin dan vestibular, substansi emetik
eksogen seperti racun, uremia, atau gagal ginjal, penyakit radiasi, kondisi psikologis,
migren, infark miokard, dan sinkop sirkulatorik. Mual dan muntah dapat terjadi akibat
banyak jenis penyakit hingga penting untuk membedakan antar gejala yang khas. Gejala
yang timbul dalam beberapa jam atau hari dapat menunjukkan adanya infeksi akut,
penyakit peradangan atau kehamilan. Mual dan muntah yang telah berlangsung selama
beberapa minggu dapat menunjukkan adanya penyebab obstruktif, karsinogenik, atau
psikogenik. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan adalah waktu mual dan untah,
kaitan dengan makanan, isi dan bau muntah, dan gejala yang terkait seperti nyeri,
penurunan berat badan, demam, menstruasi, massa abdomen, ikterik, sakit kepada dan
faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi penegakan diagnosis dan pengobatannya.
Muntah juga dapat menyebabkan timbulknya penyulit yang mengancam jiwa karena
berkaitan dengan siste saraf simpatis dan otonom. Mual dan muntah juga berpengaruh
pada cairan dan elektrolit tubuh.
Gambar 4. Mekanisme diare oleh heat-stable enterotoxin
Penyakit gastroenteritis akut merupakan penyebab muntah yang paling sering terjadi
pada anak-anak. Pada kondisi ini, muntah biasanya terjadi bersama-sama dengan diare
dan rasa sakit pada perut. Pada umumnya disebabkan oleh virus dan bakteri patogen.
Virus utama penyebab muntah adalah rotavirus, sementara bakteri patogen mencakup
Salmonella, Shigella, Campylobacter dan Escherichia coli.
Gastroenteritis
A. Pengertian
Gastroenteritis merupakan suatu peradangan yang biasanya disebabkan baik oleh
virus maupun bakteri pada traktus intestinal (Guyton & Hall, 2006). Pada diare infeksius
umum infeksi paling luas terjadi pada usus besar dan pada ujung distal ileum. Dimana
pun terjadi infeksi, mukosa teriritasi secara luas, dan kecepatan sekresinya menjadi sangat
tinggi. Selain itu, motilitas dinding usus biasanya meningkat berlipat ganda. Akibatnya,
sejumlah besar cairan cukup untuk membuat agen infeksius tersapu ke arah anus, dan
pada saat yang sama gerakan pendorong yang kuat akan mendorong cairan ini ke depan.
Ini merupakan mekanisme yang penting untuk membebaskan traktus intestinal dari
infeksi.
Diare yang sangat menarik perhatian adalah yang disebabkan oleh kolera (kadang
oleh bakteri seperti basilus kolon patogen). Toksin kolera secara langsung menstimulasi
sekresi cairan dan elektrolit yang berlebihan dari kripa Lieberkühn pada ileum distal dan
kolon. Jumlahnya dapat 10 sampai 12 liter per hari, walaupun kolon biasanya
mengabsorpsi maksimum hanya 6-8 liter per hari. Oleh karena itu, kehilangan cairan dan
elektrolit dapat begitu mengganggu beberapa hari sehingga dapat menimbulkan kematian.
Gastroenteritis atau diare adalah defekasi encer lebih dari tiga kali sehari dengan atau
tanpa lendir dalam tinja.
Diare akut adalah diare yang timbul secara mendadak dan berlangsung kurang dari 7
hari pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat (Mansjoer,dkk, 2000 dalam Wicaksono,
2011). Diare akut timbul secara mendadak dan berlangsung terus secara beberapa hari
(WHO, 1992 dalam Wicaksono, 2011). Kehilangan cairan dan garam dalam tubuh yang
lebih besar dari normal menyebabkan dehidrasi. Dehidrasi timbul bila pengeluaran cairan
dan garam lebih besar dari pada masukan. Lebih banyak tinja cair dikeluarkan, lebih
banyak cairan dan garam yang hilang. Dehidrasi dapat diperburuk oleh muntah, yang
sering menyertai diare (Andrianto, 1995 dalam Nurmasarim 2010).
B. Epidemiologi
Gastroenteritis merupakan suatu penyakit yang umum pada anak usia di bawah 5
tahun. Gastroenteritis akut terjadi di Amerika dengan 37 juta kasus setiap tahun. Di
Indonesia merupakan penyakit utama kedua yang paling sering menyerang anak – anak.
Rotavirus adalah penyebab dari 35-50 % hospitalisasi karena gastroenteritis akut, antara
7- 17 % disebabkan adenovirus dan 15% disebabkan bakteri. Bayi yang mendapatkan
ASI lebih jarang menderita gastroenteritis akut dari bayi yang mendapat susu formula.
(Wong, 2007 dalam Winarsih, 2011). Data Departemen Kesehatan RI, menyebutkan
bahwa angka kesakitan diare di Indonesia saat ini adalah 230-330 per 1000 penduduk
untuk semua golongan umur dan 1,6 – 2,2 episode diare setiap tahunnya untuk golongan
umur balita. Angka kematian diare golongan umur balita adalah sekitar 4 per 1000 balita
(Ratnawati, 2008).
Penyakit Diare Akut (DA) atau Gastroenteritis Akut (GEA) masih merupakan
penyebab utama kesakitan dan kematian anak di Indonesia dengan mortalitas 70-80%
terutama pada anak dibawah umur lima tahun (Balita) dengan puncak umur antara 6-24
bulan (Subianto, 2001 dalam Wicaksono, 2011). Di seluruh dunia diperkirakan diare
menyebabkan 1 milyar episode dengan angka kematian sekitar 3-5 miliyar setahunnya.
Pada tahun 1995 Depkes RI memperkirakan terjadi episode diare sekitar 1,3 miliyar dan
kematian pada anak balita 3,2 juta setiap tahunnya (Soebagyo, 2008 dalam Wicaksono,
2011). Data statistik menunjukkan bahwa setiap tahunnya diare menyerang 50 juta jiwa
penduduk Indonesia, dan dua pertiganya adalah dari balita dengan angka kematian tidak
kurang dari 600.000 jiwa.
Di beberapa rumah sakit di Indonesia, data menunjukkan bahwa diare akut karena
infeksi menempati peringkat pertama sampai dengan keempat pasien dewasa yang datang
berobat ke rumah sakit. Gambaran klinis diare akut acapkali tidak spesifik. Namun selalu
berhubungan dengan hal-hal berikut: adanya travelling (domestik atau internasional),
kontak personal dan adanya sangkaan food-borne dengan masa inkubasi pendek. Jika
tidak ada demam, menunjukkan adanya proses mekanisme enterotoksin (Zein dkk.,
2004).
C. Etiologi
Ditinjau dari sudut patofisiologisnya, maka penyebab gastroenteritis akut (diare akut)
ini dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
a. Diare Sekresi (secretory diarrhoea), disebabkan oleh:
a) Infeksi virus, kuman-kuman patogen dan apatogen:
1. Infeksi bakteri misalnya Escherichia coli, Shigella dysentriae.
2. Infeksi virus misalnya Rotavirus, Norwalk.
3. Infeksi Parasit misalnya Entamoeba hystolitica, Giardiosis lambia.
b) Hiperperistaltik usus halus yang dapat disebabkan oleh bahan-bahan kimia,
makanan, gangguan psikis (ketakutan, gugup), gangguan saraf, hawa dingin,
alergi.
b. Diare Osmotik (Osmotic diarrhoea), disebabkan oleh :
a) Malabsorbsi makanan (karbohidrat, lemah, protein, vitamin dan mineral).
b) KKP (Kekurangan Kalori Protein).
c) BBLR (Bayi Berat Badan Lahir Rendah) dan bayi baru lahir. (Suharyono
dkk.,1994 dalam Wicaksono, 2011)
D. Patofisiologi
Sebagian besar diare akut di sebabkan oleh infeksi. Banyak dampak yang terjadi
karena infeksi saluran cerna antara lain: pengeluaran toksin yang dapat menimbulkan
gangguan sekresi dan reabsorbsi cairan dan elektrolit dengan akibat dehidrasi,gangguan
keseimbangan elektrolit dan gangguan keseimbangan asam basa. Invasi dan destruksi
pada sel epitel, penetrasi ke lamina propia serta kerusakan mikrovili yang dapat
menimbulkan keadaan maldigesti dan malabsorbsi,dan apabila tidak mendapatkan
penanganan yang adekuat pada akhirnya dapat mengalami invasi sistemik. Penyebab
gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotavirus, Adenovirus enteris, Virus
Norwalk), Bakteri atau toksin (Compylobacter, Salmonella, Escherichia coli, Yersinia dan
lainnya), parasit (Biardia Lambia, Cryptosporidium). Beberapa mikroorganisme patogen
ini menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi enterotoksin atau sitotoksin dimana
merusak sel-sel, atau melekat pada dinding usus pada Gastroenteritis akut. Penularan
Gastroenteritis bisa melalui fekal-oral dari satu penderita ke yang lainnya. Beberapa
kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan makanan dan minuman yang
terkontaminasi.
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotic (makanan
yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus
meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus,isi rongga
usus berlebihan sehingga timbul diare). Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat
toksin di dinding usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi
diare. Gangguan moltilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik.
Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (Dehidrasi) yang
mengakibatkan gangguan asam basa (Asidosis Metabolik dan Hipokalemia), gangguan
gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dangangguan sirkulasi darah.
E. Klasifikasi
Diare dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a) Ditinjau dari ada atau tidaknya infeksi, diare dibagi menjadi dua golongan:
i. Diare infeksi spesifik : tifus dan para tifus, staphilococcus disentri basiler,
dan Enterotolitis nektrotikans.
ii. Diare non spesifik : diare dietetis.
b) Ditinjau dari organ yang terkena infeksi diare :
i. Diare infeksi enteral atau infeksi di usus, misalnya: diare yang ditimbulkan
oleh bakteri, virus dan parasit.
ii. Diare infeksi parenteral atau diare akibat infeksi dari luar usus, misalnya:
diare karena bronkhitis.
c) Ditinjau dari lama infeksi, diare dibagi menjadi dua golongan yaitu:
i. Diare akut : Diare yang terjadi karena infeksi usus yang bersifat mendadak,
berlangsung cepat dan berakhir dalam waktu 3 sampai 5 hari. Hanya 25%
sampai 30% pasien yang berakhir melebihi waktu 1 minggu dan hanya 5
sampai 15% yang berakhir dalam 14 hari
ii. Diare kronik, dalam Pertemuan Ilmiah Berkala Badan Koordinasi
Gastroenterologi Anak Indonesia (PIB – BK GAI) ke 1× di Palembang,
disetujui bahwa definisi diare kronik ádalah diare yang berlangsung 2
minggu atau lebih (Sunoto, 1990).
F. Manifestasi Klinis
Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah dan/atau
demam, tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut. Diare yang berlangsung
beberapa waktu tanpa penanggulangan medis yang adekuat dapat menyebabkan kematian
karena kekurangan cairan di badan yang mengakibatkan renjatan hipovolemik atau
karena gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut. Karena kehilangan
cairan seseorang merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering,
tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala
ini disebabkan deplesi air yang isotonik. Karena kehilangan bikarbonas, perbandingan
bikarbonas berkurang, yang mengakibatkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan
merangsang pusat pernapasan sehingga frekwensi nafas lebih cepat dan lebih dalam
(kussmaul). Reaksi ini adalah usaha tubuh untuk mengeluarkan asam karbonas agar pH
dapat naik kembali normal.
Pada keadaan asidosis metabolik yang tidak dikompensasi, bikarbonat standard
juga rendah, pCO2 normal dan base excess sangat negatif. Gangguan kardiovaskular pada
hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi yang
cepat, tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat,
ujung-ujung ekstremitas dingin dan kadang sianosis. Karena kehilangan kalium pada
diare akut juga dapat timbul aritmia jantung. Penurunan tekanan darah akan
menyebabkan perfusi ginjal menurun dan akan timbul anuria. Bila keadaan ini tidak
segera diatasi akan timbul penyulit berupa nekrosis tubulus ginjal akut, yang berarti pada
saat tersebut kita menghadapi gagal ginjal akut. Bila keadaan asidosis metabolik menjadi
lebih berat, akan terjadi kepincangan pembagian darah dengan pemusatan yang lebih
banyak dalam sirkulasi paru-paru. Observasi ini penting karena dapat menyebabkan
edema paru pada pasien yang menerima rehidrasi cairan intravena tanpa alkali.
G. Komplikasi
a) Dehidrasi
b) Renjatan hipovolemik
c) Kejang
d) Bakterimia
e) Malnutrisi
f) Hipoglikemia
g) Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus.
Dari komplikasi Gastroentritis,tingkat dehidrasi dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
a) Dehidrasi ringan Kehilangan cairan 2 – 5 % dari berat badan dengan gambaran
klinik turgor kulit kurang elastis, suara serak, penderita belum jatuh pada
keadaan syok.
b) Dehidrasi Sedang Kehilangan cairan 5 – 8 % dari berat badan dengan gambaran
klinik turgor kulit buruk, suara serak, penderita jatuh pre syok nadi cepat dan
dalam.
c) Dehidrasi Berat Kehilangan cairan 8 - 10 % dari bedrat badan dengan gambaran
klinik seperti tanda-tanda dehidrasi sedang ditambah dengan kesadaran menurun,
apatis sampai koma, otot-otot kaku sampai sianosis.
H. Pemeriksaan Fisik
a) Pemeriksaan psikologis : keadaan umum tampak lemah, kesadaran
composmentis sampai koma,suhu tubuh tinggi,nadi cepat dan lemah,pernapasan
agak cepat.
b) Pemeriksaan sistematik : · Inspeksi : mata cekung, membrane mukosa
kering,berat badan menurun,anus kemerahan. · Perkusi : adanya distensi
abdomen. · Palpasi : Turgor kulit kurang elastis. · Auskultasi : terdengarnya
bising usus.
I. Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan laboratorium.
i. Pemeriksaan tinja
ii. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah astrup,bila
memungkinkan dengan menentukan PH keseimbangan analisa gas darah
atau astrup,bila memungkinkan
iii. Pemeriksaan kadar ureum dan creatinin untuk mengetahui pungsi ginjal.
b) Pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum (EGD) untuk mengetahui jasad renik
atau parasit secara kuantitatif,terutama dilakukan pada penderita diare kronik.
c) Pemeriksaan radiologis seperti sigmoidoskopi, kolonoskopi dan lainnya biasanya
tidak membantu untuk evaluasi diare akut infeksi. J. Diagnosis Diagnosis
biasanya ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya meskipun penyebabnya belum
bisa ditentukan dari gejalanya. Jika gejalanya berat dan lebih dari 48 jam, maka
dilakukan pemeriksaan laboratorium terhadap contoh feses untuk mencari
adanya sel darah putih dan bakteri, virus atau parasit. Pemeriksaan laboratorium
dari muntah, makanan atau darah juga dapat membantu menemukan
penyebabnya.
Langkah diagnosa menurut Daldiyono tahun 1990 (Wicaksono, 2011) terdiri atas :
A. Anamnesis : umur, frekuensi diare, lamanya diare
B. Pemeriksaaan fisik
C. Laboratorium : feses, darah, kultur tinja maupun darah, serologi
D. Foto
E. Endoskopi (EGD-Esophagus Gastro Duodenoscopy).
F. Terapi/Tindakan Penanganan Panduan pengobatan menurut WHO
diare akut dapat dilaksanakan secara sederhana yaitu dengan terapi cairan dan
elektrolit per-oral dan melanjutkan pemberian makanan, sedangkan terapi non
spesifik dengan anti diare tidak direkomendasikan dan terapi antibiotika hanya
diberikan bila ada indikasi. Pemberian cairan dan elektrolit secara parenteral hanya
untuk kasus dehidrasi berat (Soebagyo, 2008 dalam Wicaksono, 2011). Dalam garis
besar pengobatan diare dapat dikategorikan ke dalam beberapa jenis yaitu :
a) Pengobatan Cairan Untuk menentukan jumlah cairan yang perlu diberikan
kepada penderita diare, harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
i. Jumlah cairan : jumlah cairan yang harus diberikan sama dengan jumlah
cairan yang telah hilang melalui diare dan/muntah muntah PWL (Previous
Water Losses) ditambah dengan banyaknya cairan yang hilang melalui
keringat, urin dan pernafasan NWL (Normal Water Losses).
ii. cairan yang hilang melalui tinja
iii. muntah yang masih terus berlangsung CWL (Concomitant water losses)
(Suharyono dkk., 1994 dalam Wicaksono, 2011)
Ada 2 jenis cairan yaitu:
i. Cairan Rehidrasi Oral (CRO) : Cairan oralit yang dianjurkan oleh WHO-
ORS, tiap 1 liter mengandung Osmolalitas 333 mOsm/L, Karbohidrat 20
g/L, Kalori 85 cal/L. Elektrolit yang dikandung meliputi sodium 90 mEq/L,
potassium 20 mEq/L, Chloride 80 mEq/L, bikarbonat 30 mEq/L (Dipiro
et.al., 2005). Ada beberapa cairan rehidrasi oral:
1. Cairan rehidrasi oral yang mengandung NaCl, KCL, NaHCO3 dan
glukosa, yang dikenal dengan nama oralit.
2. Cairan rehidrasi oral yang tidak mengandung komponen-komponen di
atas misalnya: larutan gula, air tajin, cairan-cairan yang tersedia di
rumah dan lain-lain, disebut CRO tidak lengkap.
ii. Cairan Rehidrasi Parenteral (CRP) Cairan Ringer Laktat sebagai cairan
rehidrasi parenteral tunggal. Selama pemberian cairan parenteral ini, setiap
jam perlu dilakukan evaluasi:
1. Jumlah cairan yang keluar bersama tinja dan muntah
2. Perubahan tanda-tanda dehidrasi (Suharyono, dkk., 1994 dalam
Wicaksana, 2011).
J. Antibiotik
Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut infeksi,
karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian anti biotik.
Pemberian antibiotik di indikasikan pada : Pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi
seperti demam, feses berdarah,, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan
kontaminasi lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare pada
pelancong, dan pasien immunocompromised.
Contoh antibiotic untuk diare Ciprofloksasin 500mg oral (2x sehari, 3 – 5 hari),
Tetrasiklin 500 mg (oral 4x sehari, 3 hari), Doksisiklin 300mg (Oral, dosis tunggal),
Ciprofloksacin 500mg, Metronidazole 250-500 mg (4xsehari, 7-14 hari, 7-14 hari oral
atauIV).
Obat anti diare - Kelompok antisekresi selektif Terobosan terbaru dalam milenium ini
adalah mulai tersedianya secara luas racecadotril yang bermanfaat sekali sebagai
penghambat enzim enkephalinase sehingga enkephalin dapat bekerja kembali secara
normal. Perbaikan fungsi akan menormalkan sekresi dari elektrolit sehingga
keseimbangan cairan dapat dikembalikan secara normal. - Kelompok opiat Dalam
kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid HCl serta kombinasi difenoksilat dan
atropin sulfat (lomotil).
Penggunaan kodein adalah 15-60mg 3x sehari, loperamid 2 – 4 mg/ 3 – 4x sehari dan
lomotil 5mg 3 – 4 x sehari. Efek kelompok obat tersebut meliputi penghambatan propulsi,
peningkatan absorbsi cairan sehingga dapat memperbaiki konsistensi feses dan
mengurangi frekwensi diare.Bila diberikan dengan cara yang benar obat ini cukup aman
dan dapat mengurangi frekwensi defekasi sampai 80%. Bila diare akut dengan gejala
demam dan sindrom disentri obat ini tidak dianjurkan.
- Kelompok absorbent Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin,
kaolin, atau smektit diberikan atas dasar argumentasi bahwa zat ini dapat menyeap
bahan infeksius atau toksin-toksin. Melalui efek tersebut maka sel mukosa usus
terhindar kontak langsung dengan zat-zat yang dapat merangsang sekresi elektrolit.
- Zat Hidrofilik Ekstrak tumbuh-tumbuhan yang berasal dari Plantago oveta,
Psyllium, Karaya (Strerculia), Ispraghulla, Coptidis dan Catechu dapat membentuk
kolloid dengan cairan dalam lumen usus dan akan mengurangi frekwensi dan
konsistensi feses tetapi tidak dapat mengurangi kehilangan cairan dan elektrolit.
Pemakaiannya adalah 5-10 cc/ 2x sehari dilarutkan dalam air atau diberikan dalam
bentuk kapsul atau tablet.
- Probiotik Kelompok probiotik yang terdiri dari Lactobacillus dan
Bifidobacteria atau Saccharomyces boulardii, bila mengalami peningkatan jumlahnya
di saluran cerna akan memiliki efek yang positif karena berkompetisi untuk nutrisi
dan reseptor saluran cerna. Syarat penggunaan dan keberhasilan
mengurangi/menghilangkan diare harus diberikan dalam jumlah yang adekuat. L.
Pencegahan Gastroenteritis Jalan terbaik untuk mencegah penyebaran virus
gastro adalah mengikuti langkah-langkah berikut: Cuci tangan anda. Pastikan anda
dan anak anda rutin mencuci tangan terutama sebelum makan dan ketika selesai
buang air. Yang paling baik adalah menggunakan air hangat dan sabun kesehatan.
Gosok tangan anda paling sedikit 20 detik dan ingatlah untuk membersihkan bagian
kuku dan lipatan kulit dan celah jari. Lalu bilas secara bersih dan keringkan dengan
handuk bersih. Gunakan tisu basah dengan alkohol ataupun hand sanitizer ketika
tidak tersedia sabun dan air. Gunakan peralatan secara personal. Hindari berbagi
peralatan makan, gelas dan piring. Serta hindari pinjam meminjam handuk. Jaga
jarak. Hindari kontak secara dekat dengan orang yang terinfeksi virus. Anda juga
dapat terinfeksi virus penyebab gastro ketika berpergian. Untuk mencegahnya ikuti
tips berikut:
i. Minum hanya minuman yang tersegel dengan baik.
ii. Hindari es batu, karena es batu mungkin saja dibuat dari air yang telah
terkontaminasi
iii. Gunakan air mineral yang tersegel untuk menyikat gigi
iv. Hindari jajanan yang dibuat langsung menggunakan tangan
v. Hindari daging dan ikan yang dimasak setengah matang
vi. Ambil vaksinasi terhadap rotavirus. Di beberapa negara vaksinasi ini telah
tersedia.
Referensi :
Anonim. 2000. Diarrheas Diseases: A Review of Normal Physiology,
Pathophysiology, and Approach to Treatment.
http://gi.vghtc.gov.tw/Teaching/Resources.htm(12-12-2006)
Guyton & Hall. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (terjemahan). Jakarta:EGC
Murray, K.F., dan D.L. Christie. 1998. Vomiting. Pediatrics in Review Vol. 19 No.
10. http://pedsinreview.aappublications.org/cgi/reprint/19/10/337 (12-12-2006)
Nurmasari, Mega. 2010. Pola Pemilihan Obat dan Outcome Terapi Gastroenteritis
Akut (GEA) Pada Pasien Pediatri di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Surakarta Januari - Juni Tahun 2008. Jawa Tengah. Universitas
Muhammadiyah. (Diakses 12 Desember 2011 : http://etd.eprints.ums.ac.id/7681/)T55V
Pemilihan Obat dan Outcome Terapi Gastroenteritis Akut Pada Pasien Pediatri di
Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten Tahun 2009. Jawa Tengah.
Sanaka, M dan E.E. Soffer. 2004. Acute Diarrhea.
http://www.clevelandclinicmeded.com/DISEASEMANAGEMENT/gastro/diarrhea/
diarrhea.htm (12-12-2006)
Winarsih, Biyanti D. 2011. Efektivitas Mutu Berbasis Praktek, Intervensi
Peningkatan Multimodal Untuk Gastroenteritis Pada Anak. Jakarta. Universitas
Indonesia. (Diakses 12 Desember 2011 : www.fik.ui.ac.id/pkko/files/Tugas%20SIM
%20UTS.pdf). Zein, Umar., Sagala, Khalid H., Ginting, Josia. 2004. Diare Akut
Disebabkan Bakteri. Sumatra Utara. Universitas Sumatra Utara. . (Diakses 12 Desember
2011 : repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/.../penydalam-umar5.pdf).
http://www.abcmedika.com/2013/09/gastroenteritis-ge.html