gea
DESCRIPTION
fTRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN
GASTROENTERITIS AKUT (GEA) PADA ANAK
Disusun oleh :
Ady Sanjaya Putra
NIM. 10.001
Akademi Keperawatan Dian Husada
Mojokerto
2012
LAPORAN PENDAHULUAN
GASTROENTERITIS AKUT (GEA)
I. DEFINISI
Gastroenteritis merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal
atau tidak seperti biasanya, dimulai dengan peningkatan volume, keenceran serta
frekuensi lebih dari 3 kali sehari dan pada neonatus lebih dari 4 kali sehari dengan
atau tanpa lendir dan darah (Hidayat AAA, 2006).
Gastroenteritis akut adalah diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan
anak yang sebelumnya sehat (Suharyono, 2003)
Gastroenterits akut adalah inflamasi lambung dan usus yang disebabkan oleh
berbagai bakteri, virus, dan patogen (D.L Wong, 2002).
II. ETIOLOGI
Etiologi gastroenteritis (diare) akut menurut (Ngastiyah, 2005) yaitu :
1. Faktor infeksi
Infeksi internal adalah infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan
penyebab utama diare pada anak, infeksi internal, meliputi:
a) Infeksi bakteri : Vibrio, E. Coli, salmonella, shigella, campylobacter, yersinia,
aeromonas dan sebagainya.
b) Infeksi virus : entroviru (virus ECHO), coxsackie, poliomyelitis, adenovirus,
rotavirus, astovirus dan lain-lain.
c) Infeksi parasite : Cacing, protozoa, dan jamur.
2. Faktor malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat : disakarida, monosakarida pada bayi dan anak,
malabsorbsi lemak, malabsorbsi protein.
3. Faktor makanan : Makanan basi beracun dan alergi makanan.
4. Faktor kebersihan
Penggunaan botol susu, air minum tercemar dengan bakteri tinja, tidak mencuci
tangan sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja atau sebelum
mengkonsumsi makanan.
5. Faktor psikologi
Rasa takut dan cemas dapat menyebabkan diare karena dapat merangsang
peningkatan peristaltik usus.
III. PATHWAY
faktor infeksi F malabsorbsi F makanan F. Psikologi
KH,Lemak,Protein
Masuk dan ber meningk. Tek osmo toksin tak dapat cemas
kembang dlm tik diserap
usus
Hipersekresi air pergeseran air dan hiperperistaltik
dan elektrolit elektrolit ke rongga
( isi rongga usus) usus menurunya kesempatan usus
menyerap makanan
D I A R E
Frek. BAB meningkat distensi abdomen
Kehilangan cairan & elekt integritas kulit
berlebihan perianal
gg. kes. cairan & elekt As. Metabl mual, muntah
Resiko hipovolemi syok sesak nafsu makan
Gang. Oksigensi BB menurun
Gangg. Tumbang
IV. MANIFESTASI KLINIK
Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer
Kram perut
Demam
Mual
Muntah
Kembung
Anoreksia
Lemah
Pucat
Urin out put menurun (oliguria,anuria)
Turgor kulit munurun sampai jelek
Ubun-ubun / fontanela cekung
Kelopak mata cekung
Membran mukosa kering
(suryadi, 2001)
Pasien kasus infeksi dengan keracunan makanan. riwayat kasus infeksi keracunan
akan bervariasi bergantung pada agen dengan variasi onset,
frekuensi dan bentuk tinja
kehadiran darah dan lendir
Muntah
Demam
Kekurangan cairan menyebabkan klien akan merasa haus
ludah kering
tulang pipi menonjol
turgor kulit menurun serta suara menjadi serak.
Asidosis metabolik akan menyebabkan frekuensi pernapasan lebih cepat dan
dalam (kusmaul)
denyut nadi cepat + 120 x/menit
tekanan darah menurun sampai tidak terukur
klien gelisah
muka pucat
extremitas bagian ujung dingin dan kadang sianosis
kekurangan kalium dapat menyebabkan aritmia jantung
(Eko Cahyadi, 2006; Mansjoer A, dkk, 2001).
V. KOMPLIKASI
Kehilangan air dan elektrolit : dehidrasi, asidosis metabolic
Syok
Kejang
Sepsis
Gagal ginjal akut
Ileus paralitik
Malnutrisi
Gangguan tumbuh kembang
(suryadi, 2001)
VI. PENATALAKSANAAN
Keperawatan
a. Mengganti cairan dan elektrolit yang hialng : mengelola plan A, B, C
b. Memonitor tanda dehidrasi, syok
c. Memnuhi kebutuhan nutrisi : anak tidak boleh dipuasakan, makanan diberikan
sedikit-sedikit tapi sering (lebih kurang 6 kali sehari), rendah serat, buah-buahan
diberikan terutama pisang
d. Mengontrol dan mengatasi demam
e. Penyuluhan kesehatan :
Upayakan ASI tetap diberikan
Kebersihan perorangan : cuci tangan sebelum makan
Kebersihan lingkungan : buang air besar di jamban
Memberikan makanan penyapihan yang benar
Penyediaan air minum yang bersih
Selalu memasak makanan
Selalu merebus dot/botol susu sebelum digunakan
Tidak jajan di sembarang tempat
Medis
a. Resusitasi cairan dan elektrolit
b. Rencana pengobatan A, digunakan untuk :
Mengatasi diare tanpa dehidrasi
Meneruskan terapi diare di rumah
Memberikan terapi awal bila anak diare lagi
Tiga Cara Dasar
1. Rencana pengobatan A :
a. Berikan lebih banyak cairan daripada biasanya untuk mencegah dehidrasi
(oralit, makanan cair : sup, air matang). Berikan cairan ini sebanyak anak mau
dan terus diberikan hingga diare berhenti.
Kebutuhan oralit per kelompok umur
Umur Diberikan setiap BAB Yang disediakan
< 12 bulan 50-100 ml 400 ml/hari (2 bungkus)
1-4 tahun 100-200 ml 600-800 ml/hari (3-4 bungkus)
> 5 tahun 200-300 ml 800-1000 ml/hari (4-5 bungkus)
Dewasa 300-400 ml 1.200-2.800 ml/hari
Cara memberikan oralit :
Berikan sesendok teh tiap 1-2 menit untuk anak < 2
tahun
Berikan beberapa teguk dari gelas untuk anak lebih tua
Bila anak muntah, tunggi 10 menit, kemudian berikan
cairan lebih sedikit (sesendok teh tiap 1-2 menit)
Bila diare berlanjut setelah bungkus oralit habis,
beritahu ibu untuk memberikan cairan lain atau kembali ke petugas untuk
mendapatkan tambahan oralit
b. Beri anak makanan untuk mencegah kurang gizi
Teruskan pemberian ASI
Untuk anak < 6 bulan dan belum mendapatkan makanan
padat dapat diberikan susu yang dicairkan dengan air yang sebanding
selama 2 hari
Bila anak > / = 6 bulan atau telah mendapat makanan
padat:
- Berikan bubur atau campuran tepung lainnya, bila mungkin dicampur
dengan kacang-kacangan, sayur, daging, tambahkan 1 atau 2 sendok
teh minyak sayur tiap porsi
- Berikan sari buah segar atau pisang halus untuk menambah kalium
- Dorong anak untuk makan berikan sedikitnya 6 kali sehari
- Berikan makanan yang sama setelah diare berhenti dan berikan
makanan tambahan setiap hari selama 2 minggu
- Bawa anak kepada petugas bila anak tidak mebaik selama 3 hari atau
anak mengalami : bab sering kali, muntah berulang, sangat haus sekali,
makan minum sedikit, demam, tinja berdarah
2. Rencana pengobatan B
Dehidrasi tidak berat (ringan-sedang); rehidrasi dengan oralit 75 ml/kgBB dalam 3
jam pertama atau bila beraqt badan anak tidak diketahui dan atau memudahkan di
lapangan, berikan oralit sesuai tabel :
Jumlah oralit yang diberikan 3 jam pertama Setelah 3-4 jam, nilai kembali,
kemudian pilih rencana A, B, atau C untuk melanjutkan pengobatan :
Umur < 1 tahun 1-5 tahun > 5 tahun Dewasa
Jumlah oralit 300 ml 600 ml 1.200 ml 2.400 ml
- Bila tidak ada dehidrasi ringan ganti ke rencana A
- Bila ada dehidrasi tak berat atau sedang, ulangi rencana B
tetapi tawarkan makanan, susu dan sari buah seperti rencana A
- Bila dehidrasi berat, ganti dengan rencana C
3. Rencana pengobatan C
Dehidrasi berat : rehidrasi parenteral/cairan intravena segera. Beri 100 ml/kgBB
cairan RL, Asering atau garam normal (larutan yang hanya mengandung glukosa
tidak boleh diberikan)
Umur 30 ml/kgBB 70 ml/kgBB
< 12 bulan 1 jam pertama 5 jam kemudian
> 1 tahun ½ jam pertama 2 ½ jam kemudian
Rehidrasi parenteral :
» RL atau Asering untuk resusitasi/rehidrasi
» D1/4S atau KN1B untuk maintenan (umur < 3 bulan)
» D1/2S atau KN3A untuk maintenan (umur > 3 bulan)
- Ulangi bila nadi masih lemah atau tidak teraba
- Nilai kembali tiap 1-2 jam. Bila rehidrasi belum tercapai
percepat tetesan infuse
- Juga berikan oralit 5 ml/kgBB/jam bila penderita bisa minum.
Biasanya setelah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak)
- Setelah 3-6 jam (bayi) atau 3 jam (anak) nilai lagi, kemudian
pilih rencana A, B, C untuk melanjutkan pengobatan
» Obat-obat anti diare meliputi antimotilitas (loperamid, difenoksilat, kodein,
opium), adsorben (norit, kaolin, smekta).
» Obat anti muntah : prometazin, domperidon, klorpromazin
» Antibiotic hanya diberikan untuk disentri dan tersangka kolera :
Metronidazol 50 mg/kgBB/hari
» Hiponatremia (Na > 155 mEq/L), dikoreksi dengan D1/3S.
penurunan kadar Na tidak boleh lebih dari 10 mEq per hari karena bisa
menyebabkan edema otak.
» Hiponatremia (Na < 130 mEq/L), dikoreksi dengan RL ata
NaCl
» Hiperkalemia (K > 5 mEq/L), dikoreksi dengan kalsium
glukonas perlahan-lahan 5-10 menit sambil memantau detak jantung
» Hipokalemia (K < 3,5 mEq/L) dikoreksi dengan KCl.
(Kapita Selekta Kedokteran, 2000)
VII. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan tinja
a. Makroskopis dan mikroskopis.
b. Biakan kuman penyebab.
c. Tes resisten terhadap berbagai antibiotik.
2. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah astrup, bila
memungkinkan dengan menentukan pH keseimbangan analisa gas darah atau
astup bila memungkinkan.
3. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui fungsi ginjal.
4. Pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum untuk mengetahui jasad renik atau
parasit secara kuantitatif terutama dilakukan pada apenderita diare kronik
( Suharyono 2003 ).
VIII. TERAPI
Terapi pada diare akut menurut suryadi 2001 yaitu :
1. Pemberian penanganan feses pada penyebab penyakit
2. Pemberian penyakit
3. Diuretic pemberian makanan dan minuman khusus pada penderita dengan
penyembuhan dan menjaga kesehatan,
4. Member asi,
5. Memberikan bahan makanan yang mengandung kalori, protein, vitamin, mineral
dan makanan yang bersih,
6. Obat-obatan dengan keterangan : pemberian cairan, peroral dan cairan parental
IX. PENCEGAHAN
Mencuci tangan pakai sabun pada lima waktu penting (sebelum makan, setelah
buang air besar, sebelum memegang bayi, setelah menceboki anak dan sebelum
menyiapkan makanan).
Meminum air minum sehat.
Pengolaan sampah yang baik.
Membuang air besar dan kecil pada tempatnya.
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama
kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan
kuman usus merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini membantu
menjelaskan penurunan insidence penyakit pada anak yang lebih besar. Pada umur
2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai terbentuk. Kebanyakan kasus karena
infeksi usus asimptomatik dan kuman enteric menyebar terutama klien tidak
menyadari adanya infeksi. Status ekonomi juga berpengaruh terutama dilihat dari
pola makan dan perawatannya .
2. Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 x
3. Riwayat Penyakit Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir saja.
Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare
akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid
jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit), alergi
makanan, ISPA, ISK, OMA campak.
5. Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa,
porsi yang diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu.
kekurangan gizi pada anak usia toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan
makanan yang baik, menjaga kebersihan dan sanitasi makanan, kebiasan cuci
tangan,
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.
7. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan, lingkungan
tempat tinggal.
8. Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan
a. Pertumbuhan
Kenaikan BB karena umur 1 –3 tahun berkisar antara 1,5-2,5 kg (rata-
rata 2 kg), PB 6-10 cm (rata-rata 8 cm) pertahun.
Kenaikan linkar kepala : 12cm ditahun pertama dan 2 cm ditahun kedua
dan seterusnya.
Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama dan gigi
taring, seluruhnya berjumlah 14 – 16 buah
Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi taring.
b. Perkembangan
Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud.
Fase anal :
Pengeluaran tinja menjadi sumber kepuasan libido, meulai menunjukan
keakuannya, cinta diri sendiri/ egoistic, mulai kenal dengan tubuhnya,
tugas utamanyan adalah latihan kebersihan, perkembangan bicra dan
bahasa (meniru dan mengulang kata sederhana, hubungna interpersonal,
bermain).
Tahap perkembangan psikososial menurut Erik Erikson.
Autonomy vs Shame and doundt
Perkembangn ketrampilan motorik dan bahasa dipelajari anak toddler dari
lingkungan dan keuntungan yang ia peroleh Dario kemam puannya untuk
mandiri (tak tergantug). Melalui dorongan orang tua untuk makan,
berpakaian, BAB sendiri, jika orang tua terlalu over protektif menuntut
harapan yanag terlalu tinggi maka anak akan merasa malu dan ragu-ragu
seperti juga halnya perasaan tidak mampu yang dapat berkembang pada
diri anak.
Gerakan kasar dan halus, bacara, bahasa dan kecerdasan, bergaul dan
mandiri : Umur 2-3 tahun :
1. berdiri dengan satu kaki tampa berpegangan sedikitpun 2 hitungan
(GK)
2. Meniru membuat garis lurus (GH)
3. Menyatakan keinginan sedikitnya dengan dua kata (BBK)
4. Melepasa pakaian sendiri (BM)
9. Pemeriksaan Fisik
a. pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan mengecil,
lingkar kepala, lingkar abdomen membesar,
b. keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun.
c. Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak umur
1 tahun lebih
d. Mata : cekung, kering, sangat cekung
e. Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic
meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum normal
atau tidak haus, minum lahap dan kelihatan haus, minum sedikit atau
kelihatan bisa minum
f. Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis
metabolic (kontraksi otot pernafasan)
g. Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun
pada diare sedang .
h. Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu
meningkat > 375 0 c, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary refill
time memajang > 2 dt, kemerahan pada daerah perianal.
i. Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24
jam ), frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
j. Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami stress
yang berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap tindakan
invasive respon yang ditunjukan adalah protes, putus asa, dan kemudian
menerima.
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare atau
output berlebihan dan intake yang kurang
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan
cairan skunder terhadap diare.
3. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi skunder
terhadap diare
4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan frekwensi diare.
5. Resiko tinggi gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan BB menurun terus
menerus.
6. Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive
III. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa 1: Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
kehilangan cairan skunder terhadap diare
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam keseimbangan
dan elektrolit dipertahankan secara maksimal
Kriteria hasil :
Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,50 C, RR : < 40
x/mnt)
Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB tidak
cekung.
Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari
Intervensi :
1) Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit
R/ Penurunan sisrkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa dan
pemekataj urin. Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan segera untuk
memperbaiki defisit
2) Pantau intake dan output
R/ Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat keluaran tak
aadekuat untuk membersihkan sisa metabolisme.
3) Timbang berat badan setiap hari
R/ Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama dengan kehilangan
cairan 1 lt
4) Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada kien, 2-3 lt/hr
R/ Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral
5) Kolaborasi :
- Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
R/ koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui faal
ginjal (kompensasi).
- Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur
R/ Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat.
- Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik)
R/ anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan elektrolit agar simbang,
antispasmolitik untuk proses absorbsi normal, antibiotik sebagai anti bakteri
berspektrum luas untuk menghambat endotoksin.
Diagnosa 2 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
tidak adekuatnya intake dan out put
Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama dirumah di RS kebutuhan
nutrisi terpenuhi
Kriteria :
- Nafsu makan meningkat
- BB meningkat atau normal sesuai umur
Intervensi :
1) Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat tinggi,
berlemak dan air terlalu panas atau dingin)
R/ Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang mengiritasi
lambung dan sluran usus.
2) Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak sedap atau sampah,
sajikan makanan dalam keadaan hangat
R/ situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.
3) Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan
R/ Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan
4) Monitor intake dan out put dalam 24 jam
R/ Mengetahui jumlah output dapat merencenakan jumlah makanan.
5) Kolaborasi dengan tim kesehtaan lain :
a. terapi gizi : Diet TKTP rendah serat, susu
b. obat-obatan atau vitamin ( A)
R/ Mengandung zat yang diperlukan , untuk proses pertumbuhan
Diagnosa 3 : Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi dampak
sekunder dari diare
Tujuan : Stelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x 24 jam tidak terjadi
peningkatan suhu tubuh
Kriteria hasil :
suhu tubuh dalam batas normal ( 36-37,5 C)
Tidak terdapat tanda infeksi (rubur, dolor, kalor, tumor, fungtio leasa)
Intervensi :
1) Monitor suhu tubuh setiap 2 jam
R/ Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal fungsi tubuh ( adanya infeksi)
2) Berikan kompres hangat
R/ merangsang pusat pengatur panas untuk menurunkan produksi panas tubuh
3) Kolaborasi pemberian antipirektik
R/ Merangsang pusat pengatur panas di otak
Diagnosa 4 :Resiko gangguan integritas kulit perianal berhubungan dengan peningkatan
frekwensi BAB (diare)
Tujuan : setelah dilakukan tindaka keperawtan selama di rumah sakit integritas kulit
tidak terganggu
Kriteria hasil :
- Tidak terjadi iritasi : kemerahan, lecet, kebersihan terjaga
- Keluarga mampu mendemontrasikan perawatan perianal dengan baik dan benar
Intervensi :
1) Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur
R/ Kebersihan mencegah perkembang biakan kuman
2) Demontrasikan serta libatkan keluarga dalam merawat perianal (bila basah dan
mengganti pakaian bawah serta alasnya)
R/ Mencegah terjadinya iritassi kulit yang tak diharapkan oleh karena kelebaban dan
keasaman feces
3) Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam
R/ Melancarkan vaskulerisasi, mengurangi penekanan yang lama sehingga tak
terjadi iskemi dan irirtasi .
Diagnosa 5 : Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive
Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, klien mampu
beradaptasi
Kriteria hasil : Mau menerima tindakan perawatan, klien tampak tenang dan tidak
rewel
Intervensi :
1) Libatkan keluarga dalam melakukan tindakan perawatan
R/ Pendekatan awal pada anak melalui ibu atau keluarga
2) Hindari persepsi yang salah pada perawat dan RS
R/ mengurangi rasa takut anak terhadap perawat dan lingkungan RS
3) Berikan pujian jika klien mau diberikan tindakan perawatan dan pengobatan
R/ menambah rasa percaya diri anak akan keberanian dan kemampuannya
4) Lakukan kontak sesering mungkin dan lakukan komunikasi baik verbal maupun
non verbal (sentuhan, belaian dll)
R/ Kasih saying serta pengenalan diri perawat akan menunbuhkan rasa aman pada
klien.
5) Berikan mainan sebagai rangsang sensori anak
R/ merangsang perkembangan sensori anak.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenitto.LJ. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis. Ed
6. EGC. Jakarta
Doengoes,2000. Asuhan Keperawatan Maternal/ Bayi. EGC. Jakarta
Gordon, et.al., 2001, Nursing Diagnoses : Definition & Classification 2001-
2002, Philadelpia, USA
Soetjiningsih, 1995. Tumbuh Kembang Anak. EGC. Jakarta
Suriadi, Yuliani R, 2001, Asuhan Keperawatan pada Anak, CV. Sagung Seto,
Jakarta
Ngastiyah (1997), Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta
Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,
Buku 1, Ed.4, EGC, Jakarta
Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Ed. Ke-3, BP
FKUI, Jakarta.