gelatin
TRANSCRIPT
KARAKTERISASI MUTU FISIKA KIMIA GELATIN KULIT IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.) HASIL PROSES
PERLAKUAN ASAM
Oleh :
Ima Hani Setiawati C34104056
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Karakterisasi
Mutu Fisika Kimia Gelatin Kulit Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.) Hasil
Proses Perlakuan Asam adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal
atau kutipan dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka
dibagian akhir skripsi.
Bogor, Januari 2009
Ima Hani Setiawati
RINGKASAN
IMA HANI SETIAWATI. C34104056. Karakterisasi Mutu Fisika Kimia Gelatin Kulit Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.) Hasil Proses Perlakuan Asam. Dibimbing oleh WINI TRILAKSANI dan MALA NURILMALA.
Gelatin yang banyak beredar adalah produk yang terbuat dari kulit dan tulang sapi atau babi yang menimbulkan masalah di masyarakat baik kehalalan maupun kesehatan. Kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp) dapat dijadikan gelatin karena di dalamnya terdapat protein kolagen. Konversi kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp) menjadi gelatin dapat dilakukan menggunakan asam dan basa. Tujuan penelitian ini adalah memanfaatkan limbah kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp) sebagai bahan baku gelatin. Perlakuan yang dilakukan pada penelitian ini adalah menggunakan asam asetat dengan lama perendaman 12, 18, dan 24 jam dikombinasikan dengan konsentrasi 1%-5%.
Rendemen gelatin pada penelitian pendahuluan dengan kombinasi lama perendaman 12 jam dan konsentrasi asam asetat 1%-5% berkisar antara 7,78-13,33%; pH 4,34-5,56; viskositas 12-16,2 cP; serta kekuatan gel 150-225 bloom, sedangkan pada kombinasi lama perendaman 24 jam dengan konsentrasi asam asetat 1%-5% dihasilkan rendemen berkisar antara 5,32-11,7%; pH 4,88-5,32; viskositas 13,8-18,2 cP; serta kekuatan gel 75-285 bloom. Konsentrasi 1%, 2%, dan 3% dipilih sebagai perlakuan pada penelitian utama dikombinasikan dengan perendaman asam asetat selama 12, 18, dan 24 jam
Nilai rendemen gelatin dengan kombinasi lama perendaman 12 jam dan konsentrasi asam asetat 1%-3% berkisar antara 11,8-13,86%; pH 5,01-5,33; viskositas 14,4-15,6, cP; serta kekuatan gel 202,5-230 bloom. Nilai rendemen pada kombinasi lama perendaman 18 jam dengan konsentrasi asam asetat 1%-3% dihasilkan berkisar antara 14,33-16,8%; pH 5-5,45; viskositas 15,44- 17,4 cP; serta kekuatan gel 252,5-312,5 bloom. Nilai rendemen pada kombinasi lama perendaman 24 jam dengan konsentrasi asam asetat 1%-3% dihasilkan berkisar antara 11,04-12,95%; pH 4,98-5,1; viskositas 12,3-15,56 cP; serta nilai kekuatan gel 207,5-285 bloom. Gelatin terbaik diperoleh dari kombinasi lama perendaman 18 jam dengan konsentrasi asam asetat 3%. Analisis fisika kimia terdiri dari analisis proksimat dengan hasil kadar air 10,19%, kadar abu 0,4%, kadar lemak 0,33%, dan kadar protein 88,88%; kekuatan gel 312,5 bloom; viskositas 17,4 cP; pH 5,45; titik gel 10,15 ºC; titik leleh 27,26 ºC; titik isoelektrik 8; derajat putih 34,7%; sementara logam berat Pb dan Hg tidak terdeteksi. Hasil uji organoleptik gelatin kulit ikan kakap merah masih lebih rendah dibanding gelatin komersial dan gelatin standar laboratorium, terutama dari segi flavor. Tetapi dari segi warna, gelatin kulit ikan kakap merah lebih baik dibanding gelatin komersial dan dari segi penampakan gelatin kulit ikan kakap merah lebih baik dibanding gelatin standar laboratorium.
KARAKTERISASI MUTU FISIKA KIMIA GELATIN KULIT IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.) HASIL PROSES
PERLAKUAN ASAM
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
Ima Hani Setiawati C34104056
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi : KARAKTERISASI MUTU FISIKA KIMIA GELATIN
KULIT IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.) HASIL PROSES PERLAKUAN ASAM
Nama : Ima Hani Setiawati
NRP : C34104056
Menyetujui :
Komisi Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Ir. Wini Trilaksani, M.Sc Mala Nurilmala, S.Pi, M.Si NIP : 131 578 851 NIP : 132 315 793
Mengetahui :
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP : 131 578 799
Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Skripsi dengan judul ”Karakterisasi Mutu Fisika Kimia Gelatin Kulit Ikan
Kakap Merah (Lutjanus sp.) Hasil Proses Perlakuan Asam” merupakan salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana di Departemen Teknologi Hasil
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1) Papa, mama, kakak-kakakku (A’Romi, A’Drajat, A’Syarif & T’ Neng), serta
adik-adikku (Lillah & Annisa) tercinta atas limpahan kasih sayang, doa yang
selalu mengalir tanpa henti, serta motivasi dan dukungan yang tak terhingga
kepada penulis.
2) Ir. Wini Trilaksani M.Sc dan Mala Nurilmala S.Pi, M.Si. selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan, nasihat serta
motivasi dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
3) Dra. Pipih Suptijah MBA dan Dr. Ir. Agoes Murdiono Jacoeb selaku dosen
penguji yang telah memberikan saran dan kritikan yang membangun demi
penyempurnaan skripsi ini.
4) Keluarga besar Hari Trilaksono (Bapak, Ibu, Mas Adhi, Mba’ Mia dan Mas
Tomi) yang telah menjadi keluarga kedua atas kasih sayang, doa dan
bantuan moril maupun materil yang tak terhingga kepada penulis.
5) Ibu Windy, Ibu Ire, dan mba’ Fanny atas perhatian, semangat, dan bantuan
moril maupun materiil selama penyelesaian skripsi ini.
6) Dr. Tati Nurhayati S.pi, Msi selaku dosen Pembimbing Akademik.
7) Vera, Anez, Syeni, dan Indah atas persahabatan yang tidak akan pernah
terlupakan.
8) Dosen-dosen, staf administrasi (Pak Ade, Mas Ismail, Mas Zaky dan staf
administrasi lainnya), serta staf laboratorium (Bu Ema, Mba’ Ica, Mas Ipul)
9) Teman-temanku Luh Putu Ari, Alim, An-Nur Crew, Al-demi Crew, anak-
anak di lab. Ombenk dan teman-teman seperjuangan Haris, Dwi, Nuzul,
Dhias, Bayhaqi, Bobi, Deslina, Fuji, Ulfa, Nicolas, Yugha serta teman-
teman THP’41 yang selalu memberi semangat selama mengerjakan
penelitian sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
10) Ibu Rubiah, Pak Sobirin, dan Pak Danu yang telah membantu dalam
penelitian sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
11) Teman-teman THP’39, THP’40 dan THP’42 yang tidak bisa disebutkan
satu-persatu.
12) Agung Setiaji atas kasih sayang, perhatian dan waktu yang telah diberikan
kepada penulis.
13) Semua pihak yang telah membantu penulis selama penelitian dan
penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak
kekurangannya. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang
bersifat membangun dari semua pihak demi penyempurnaan skripsi ini. Semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.
Bogor, Januari 2009
Ima Hani Setiawati
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Ima Hani Setiawati.
Dilahirkan pada tanggal 09 November 1986 di Bogor dari
pasangan Bapak Soedarman dan Ibu Djubaedah. Penulis
merupakan anak ke empat dari enam bersaudara.
Pendidikan formal penulis dimulai pada tahun 1992 di
SDN Bantarkemang II dan lulus pada tahun 1998, kemudian
dilanjutkan ke SMPN 1 Bogor dan lulus pada tahun 2001.
Pendidikan sekolah menengah umum penulis tempuh di SMUN 2 Bogor dan lulus
pada tahun 2004, pada tahun yang sama penulis diterima di Program Studi
Teknologi Hasil Perairan, Fakultas perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama kuliah penulis aktif sebagai pengurus Himpunan profesi
Mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan (HIMASILKAN) dan pernah menjadi
asisten mata kuliah Diversifikasi Hasil Perikanan dan Teknologi Hasil Samping
Perikanan. Penulis juga pernah mengikuti seminar kewirausahaan serta seminar
ISO 22000 in Fisheries Industries. Selain itu penulis pernah mengikuti Program
Kreatifitas Mahasiswa (PKM) yang diselenggarakan oleh DIKTI pada tahun 2008.
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada
Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor penulis melakukan penelitian serta penyusunan skripsi
dengan judul Karakterisasi Mutu Fisika Kimia Gelatin Kulit Ikan Kakap
Merah (Lutjanus sp.) Hasil Proses Perlakuan Asam.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .......................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. vi
1. PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Tujuan............................................................................................... 3
2. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 4
2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.).............. 4
2.2 Kulit Ikan .......................................................................................... 5
2.3 Kolagen............................................................................................. 6
2.4 Gelatin .............................................................................................. 8
2.5 Pembuatan Gelatin ............................................................................ 11
2.6 Mutu Gelatin ..................................................................................... 13
2.7 Pemanfaatan Gelatin.......................................................................... 13
3. METODOLOGI....................................................................................... 15
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian............................................................ 15
3.2 Bahan dan Alat Penelitian ................................................................. 15
3.3 Metode Penelitian.............................................................................. 15
3.3.1 Penelitian pendahuluan .......................................................... 16 3.3.2 Penelitian utama .................................................................... 18
3.4 Analisis Fisika dan Kimia Gelatin ..................................................... 18
3.4.1 Rendemen (AOAC 1995)....................................................... 18 3.4.2 Kekuatan gel (Gaspar 1998)................................................... 18 3.4.3 Viskositas (British Standard 757 1975) .................................. 19 3.4.4 Derajat putih (Anonimb)......................................................... 19 3.4.5 Derajat keasaman (pH) (British Standard 757 1975)............... 19
3.4.6 Kadar air (AOAC 1995)......................................................... 19 3.4.7 Kadar abu (AOAC 1995) ....................................................... 20 3.4.8 Kadar protein (AOAC 1995).................................................. 20 3.4.9 Kadar lemak (AOAC 1995) ................................................... 21 3.4.10 Kandungan logam (Pb dan Hg) (Hutagalung 1997) ................ 21 3.4.11 Titik leleh (Suryaningrum dan Utomo 2002) .......................... 21 3.4.12 Titik gel (Suryaningrum dan Utomo 2002)............................. 22 3.4.13 Titik isoelektrik protein (Weinewright 1977) ......................... 22
3.4.14 Asam amino (Muchtadi dkk 1992) ......................................... 22 3.4.15 Uji organoleptik (Soekarto dan Hubies 1992).......................... 23
3.5 Rancangan Percobaan........................................................................ 23
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 25
4.1 Penelitian Pendahuluan...................................................................... 25
4.1.1 Rendemen gelatin .................................................................. 25 4.1.2 Nilai pH gelatin ..................................................................... 26 4.1.3 Viskositas gelatin................................................................... 28 4.1.4 Kekuatan gel gelatin .............................................................. 29
4.2 Penelitian Utama ............................................................................... 31
4.2.1 Rendemen gelatin .................................................................. 31 4.2.2 Nilai pH gelatin ..................................................................... 32
4.2.3 Viskositas gelatin................................................................... 33 4.2.4 Kekuatan gel gelatin .............................................................. 35 4.2.5 Analisis komposisi kimia gelatin............................................ 36
a. Kadar air ............................................................................ 37 b. Kadar abu .......................................................................... 38 c. Kadar lemak....................................................................... 38 a. Kadar protein ..................................................................... 39
4.2.6 Analisis sifat fisika dan kimia gelatin..................................... 40
a. Kekuatan gel gelatin........................................................... 40 b. Viskositas gelatin............................................................... 41 c. Nilai pH gelatin.................................................................. 42 d. Titik gel dan titik leleh gelatin............................................ 42 e. Titik isoelektrik gelatin ...................................................... 43 f. Derajat putih gelatin ........................................................... 45 g. Logam berat Pb dan Hg gelatin .......................................... 45
4.2.7 Analisis asam amino gelatin................................................... 46
4.2.8 Uji organoleptik gelatin ......................................................... 48
5. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 50
5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 50
5.2 Saran ................................................................................................. 50
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 51
LAMPIRAN ................................................................................................... 56
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Data impor gelatin periode tahun 1995-2003 ........................................... 2
2. Komposisi ikan kakap merah (Lutjanus sp.) ............................................ 5
3. Produksi ikan kakap merah Indonesia tahun 2001-2005 .......................... 5
4. Penyebaran kolagen dalam jaringan hewan mamalia ............................... 7
5. Komposisi asam amino berbagai kulit hewan .......................................... 8
6. Sifat gelatin tipe A dan tipe B.................................................................. 10
7. Komposisi asam amino gelatin ................................................................ 11
8. Standar mutu gelatin berdasarkan SNI..................................................... 13
9. Persyaratan gelatin berdasarkan FAO...................................................... 13
10. Penggunaan gelatin dalam industri pangan dan non pangan .................... 14
11. Analisis proksimat gelatin hasil perlakuan terbaik (3%, 18 jam) dibandingkan dengan gelatin komersial dan standar laboratorium hasil pengujian Nurilmala (2004) ............................................................ 37
12. Sifat fisika kimia gelatin hasil perlakuan terbaik (3%, 18 jam) dibandingkan dengan gelatin komersia dan standar laboratorium hasil pengujian Nurilmala (2004) ............................................................ 40
13. Analisis komposisi asam amino gelatin hasil perlakuan terbaik (3%, 18 jam) dibandingkan dengan gelatin komersial dan standar laboratorium hasil pengujian Nurilmala (2004) ...................................... 47
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1. Ikan kakap merah (Lutjanus sp.).............................................................. 4
2. Proses pembentukan gel gelatin (deMan 1997)........................................ 9
3. Struktur kimia gelatin (Poppe 1992) ........................................................ 10
4. Proses pembuatan gelatin kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) (Penelitian pendahuluan) (*Modifikasi dari Pelu et al. 1998) ................... 17
5. Proses pembuatan gelatin kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) (Penelitian utama) (*Modifikasi dari Pelu et al. 1998) ............................. 24
6. Histogram rendemen gelatin kulit ikan kakap merah pada penelitian pendahuluan............................................................................................ 25
7. Histogram pH gelatin kulit ikan kakap merah pada penelitian pendahuluan............................................................................................ 27
8. Histogram viskositas gelatin kulit ikan kakap merah pada penelitian pendahuluan............................................................................................ 28
9. Histogram kekuatan gel gelatin kulit ikan kakap merah pada penelitian pendahuluan............................................................................................ 30
10. Histogram rendemen gelatin kulit ikan kakap merah pada penelitian utama ...................................................................................................... 32
11. Histogram pH gelatin kulit ikan kakap merah pada penelitian utama ....... 33
12. Histogram viskositas gelatin kulit ikan kakap merah pada penelitian utama ...................................................................................................... 34
13. Histogram kekuatan gel gelatin kulit ikan kakap merah pada penelitian utama ...................................................................................................... 35
14. Gelatin standar laboratorium (GT-S), gelatin komersial (GT-K), dan gelatin kulit ikan kakap merah (GT-Q) .................................................... 48
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1. Hasil uji organoleptik pasangan segitiga terhadap gelatin komersial ..................................................................................... 57
2. Hasil uji organoleptik pasangan segitiga terhadap gelatin standar laboratorium .................................................................... 57
3. Gambar proses pecucian (demineralisasi) ................................................ 57
4. Gambar proses ekstraksi.......................................................................... 58
5. Gambar lembaran gelatin ........................................................................ 58
6. Gambar serbuk gelatin ............................................................................ 58
7. Gambar Rheoner RE 3305....................................................................... 59
8. Gambar Brookfield Syncro-Lectric Viskometer ........................................ 59
9. Gambar pH meter.................................................................................... 59
10. Sifat gelati tipe A dan B menurut Poppe (1992)....................................... 60
11. Analisis ragam faktorial rendemen (penelitian pendahuluan) ................... 60
12. Uji lanjut Duncan rendemen (penelitian pendahuluan)............................. 60
13. Analisis ragam faktorial pH (penelitian pendahuluan) ............................. 60
14. Uji lanjut Duncan pH (penelitian pendahuluan)....................................... 61
15. Analisis ragam faktorial viskositas (penelitian pendahuluan)................... 61
16. Uji lanjut Duncan viskositas (penelitian pendahuluan) ............................ 61
17. Analisis ragam faktorial kekuatan gel (penelitian pendahuluan) .............. 61
18. Uji lanjut Duncan kekuatan gel (penelitian pendahuluan)........................ 62
19. Analisis ragam faktorial rendemen (penelitian utama) ............................. 62
20. Uji lanjut Duncan rendemen (penelitian utama)....................................... 62
21. Analisis ragam faktorial pH (penelitian utama)........................................ 63
22. Uji lanjut Duncan pH (penelitian utama) ................................................. 63
23. Analisis ragam faktorial viskositas (penelitian utama)............................. 63
24. Uji lanjut Duncan viskositas (penelitian utama) ...................................... 64
25. Analisis ragam faktorial kekuatan gel (penelitian utama) ........................ 64
26. Uji lanjut Duncan kekuatan gel (penelitian utama) .................................. 64
27. Grafik hasil uji asam amino gelatin kuli ikan kakap merah dengan HPLC ......................................................................................... 65
28. Grafik hasil uji asam amino standar SIGMA dengan HPLC..................... 67
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Gelatin merupakan salah satu jenis protein yang diperoleh dari kolagen alami
yang terdapat dalam kulit dan tulang (Yi et al. 2006). Gelatin banyak digunakan untuk
berbagai keperluan industri, baik industri pangan maupun non-pangan karena
memiliki sifat yang khas, yaitu dapat berubah secara reversibel dari bentuk sol ke
gel, mengembang dalam air dingin, dapat membentuk film, mempengaruhi
viskositas suatu bahan, dan dapat melindungi sistem koloid.
Industri yang paling banyak memanfaatkan gelatin adalah industri pangan.
Dalam industri pangan, menurut Poppe (1992) dalam LPPOM MUI (2008) gelatin
digunakan sebagai pembentuk busa (whipping agent), pengikat (binder agent),
penstabil (stabilizer), pembentuk gel (gelling agent), perekat (adhesive),
peningkat viskositas (viscosity agent), pengemulsi (emulsifier), finning agent,
crystal modifier, dan pengental (thickener). Industri pangan yang membutuhkan
gelatin antara lain industri konfeksioneri, produk jelly, industri susu, margarin dan
food suplement.
Gelatin juga digunakan dalam industri non-pangan seperti industri farmasi,
fotografi, kosmetik, dan industri kertas. Gelatin dapat digunakan dalam bahan
pembuat kapsul, pengikat tablet dan pastilles, gelatin sponge, surgical powder,
suppositories, medical research, plasma expander, dan mikroenkapsulasi dalam
bidang farmasi. Gelatin dalam industri fotografi digunakan sebagai pengikat
bahan peka cahaya, dan pada industri kosmetik, gelatin digunakan untuk�
menstabilkan emulsi pada produk-produk shampo, penyegar dan lotion, sabun
(terutama yang cair), lipstik, cat kuku, busa cukur, krim pelindung sinar matahari
(Hermanianto 2004). Dalam industri kertas, gelatin digunakan sebagai sizing
paper (Ward and Court 1977).
Penggunaan gelatin yang cukup luas menyebabkan kebutuhannya semakin
meningkat dari tahun-ketahun. Penggunaan gelatin dunia diperkirakan adalah
200.000 metrik ton/tahun (Hertz 1995 dalam Choi and Regenstein 2000). Selama
ini kebutuhan gelatin di Indonesia dipenuhi melalui impor dari berbagai negara
seperti Amerika, Perancis, Jerman, Brazil, Korea, Cina dan Jepang. Data impor
gelatin periode tahun 1995-2003 disajikan pada Tabel 1 berikut ini :
Tabel 1. Data impor gelatin periode tahun 1995-2003
Tahun Gelatin (Kg) US$ 1995 1.169.197 5.503.803 1996 2.673.500 7.406.426 1997 2.148.415 8.831.742 1998 1.851.328 6.781.571 1999 2.371.738 9.095.440 2000 2.712.345 9.119.997 2001 3.115.382 8.683.771 2002 1.925.732 6.102.019 2003 1.102.019 6.962.237
Sumber : Biro Pusat Statistik (2004)
Sumber bahan baku gelatin impor pada umumnya berasal dari tulang dan
kulit sapi, babi, atau dari sumber lain yang tidak jelas informasinya. Menurut data
SKW biosystem suatu perusahaan multinasional bahwa produk gelatin dunia pada
tahun 1999 sebanyak 254.000 ton terdiri dari kulit jangat sapi sebanyak 28,7%,
kulit babi sebanyak 41,4%, serta kontribusi tulang sapi sebesar 29,8%, dan
sisanya dari ikan (Wiyono 2001). Hal tersebut menimbulkan keraguan dalam
kehalalannya terutama bagi negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam
seperti Indonesia karena babi merupakan hewan yang diharamkan untuk
dikonsumsi, sedangkan penggunaan sapi sebagai bahan baku gelatin
menimbulkan kekhawatiran dalam bidang kesehatan karena adanya wabah
penyakit yang dibawa oleh ternak seperti penyakit sapi gila dan anthrax
(Gudmundsson 2002). Untuk mengatasi masalah tersebut sekaligus mengurangi
ketergantungan impor gelatin, dilakukan beberapa percobaan pembuatan gelatin
dari kulit dan tulang unggas. Sumber utama lain yang sangat potensial sebagai
bahan baku gelatin adalah kolagen yang berasal dari ikan (Haug et al. 2003).
Menurut Surono et al. (1994) tulang dan kulit ikan sangat potensial sebagai
sumber gelatin karena mencakup 10-20% dari total berat tubuh ikan.
Berdasarkan data Statistik Perikanan Tangkap (DKP 2005), diketahui
produksi ikan kakap merah dari tahun 2001-2005 cenderung mengalami
peningkatan dari 67.773 ton menjadi 97.044 ton dengan kenaikan rata-rata
pertahun adalah 6,25%. Ikan kakap merah yang berukuran 400-1.000 gr dapat
menghasilkan daging fillet sebanyak 41,5% dan limbah 58,5% Diantara limbah
tersebut terdapat kulit yang belum dimanfaatkan dengan baik yaitu sekitar 4,0%,
oleh karena itu untuk mengoptimalkan pemanfaatan limbah kulit ikan kakap
merah perlu dilakukan penelitian gelatin dari kulit ikan kakap merah dan
karakterisasinya. Diharapkan gelatin yang dihasilkan bermutu tinggi serta
memenuhi standar gelatin komersial.
1.2. Tujuan
Tujuan umum dari penelitian ini adalah memanfaatkan limbah kulit ikan
kakap merah (Lutjanus sp.) sebagai bahan baku gelatin. Secara khusus penelitian
ini bertujuan untuk :
(1) Mempelajari proses konversi kolagen menjadi gelatin dengan berbagai
konsentrasi asam asetat dan lama perendaman.
(2) Karakterisasi gelatin kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) yang dihasilkan
dari proses asam.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.)
Klasifikasi ikan kakap merah (Lutjanus sp.) (Saanin 1968) adalah sebagai
berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Subkelas : Teleostei
Ordo : Percomorphi
Subordo : Percoidea
Famili : Lutjanidae
Genus : Lutjanus
Spesies : Lutjanus sp.
Gambar 1. Ikan kakap merah (Lutjanus sp.) (Ditjen Perikanan 1990)
Ikan kakap merah (Lutjanus sp.) mempunyai badan bulat pipih memanjang
dengan sirip dipunggung, dapat mencapai 20 cm.�Umumnya 25-100 cm, gepeng,
batang sirip ekor lebar, mulut lebar, sedikit serong dan gigi-giginya halus. Ikan
kakap merah mempunyai bagian bawah penutup insang yang berduri kuat dan
bagian atas penutup insang terdapat cuping bergerigi. Bagian punggung warnanya
mendekati keabuan, putih perak bagian bawah dengan sirip-sirip berwarna abu-abu
gelap. Ikan kakap merah termasuk ikan buas, makanannya ikan-ikan kecil dan
crustacea. Ikan kakap merah hidup di perairan pantai, muara sungai, teluk, dan air
payau (Ditjen Perikanan 1990).
Daerah penyebaran ikan kakap merah antara lain pantai utara Jawa,
sepanjang pantai Sumatera bagian timur, Teluk Benggala, Arafuru Utara
Kalimantan, Sulawesi Selatan, Arafuru Utara, pantai India, Teluk Siam, sepanjang
pantai Laut Cina Selatan, dan bagian selatan Philipina sampai pantai utara Australia
(Ditjen Perikanan 1990).
Ikan kakap merah tergolong ikan demersal, selalu berkelompok dan
bersembunyi di karang-karang. Panangkapannya dilakukan dengan pancing kakap,
encircling net dengan rumpon, jaring insang dan trawl (Ditjen Perikanan 1990).
Ikan kakap merah mengandung protein tinggi yaitu sebesar 18,2%. Komposisi
kimia ikan kakap merah dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi kimia ikan kakap merah (Lutjanus sp.)
Senyawa kimia Jumlah (%) Air 80,3 Protein 18,2 Karbohidrat 0 Lemak 0,4 Abu 1,1
Sumber : Ditjen Perikanan (1990)
Berdasarkan data Statistik Perikanan Tangkap Indonesia (DKP 2005),
diketahui bahwa produksi ikan kakap merah dari tahun 2001-2005 cenderung
meningkat dari 67.773 ton menjadi 97.044 ton. Data produksi ikan kakap merah
Indonesia tahun 2001-2005 disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Produksi ikan kakap merah Indonesia tahun 2001-2005
Tahun Jumlah (ton) 2001 67.773 2002 62.303 2003 74.233 2004 91.339 2005 97.044
Kenaikan rata-rata 1992-2002 10,09% Kenaikan rata-rata 2004-2005 6,25%
Sumber : DKP (2005)
2.2 Kulit Ikan
Kulit merupakan hasil samping dari pemotongan hewan yang berupa organ
tubuh pada saat proses pengulitan. Kulit hewan, berupa tenunan dari tubuh hewan
yang terbentuk dari sel-sel hidup. Judoamidjojo et al. (1979) mengemukakan
bahwa struktur dasar kulit hewan terdiri dari tenunan serat protein yang disebut
serat kolagen, komponen yang berfungsi sebagai kerangka penguat.
Kulit ikan umumnya terdiri dari dua lapisan utama yaitu epidermis dan
dermis. Lapisan dermis merupakan jaringan pengikat yang cukup tebal dan
mengandung sejumlah serat-serat kolagen (Lagler et al. 1977). Lapisan dermis
adalah bagian pokok tenunan kulit yang diperlukan dalam pembuatan gelatin,
karena lapisan ini sebagian besar (berkisar 80%) terdiri atas jaringan serat kolagen
yang dibangun oleh tenunan pengikat.
Kulit ikan mengandung air 69,6%, protein 26,9%, abu 2,5% dan lemak
0,7%. Protein pada kulit dapat dibagi dalam dua golongan besar, yaitu (1) protein
yang tergolong fibrous protein meliputi kolagen (yang terpenting), keratin, dan
elastin; (2) protein yang tergolong globular protein meliputi albumin dan globulin
(Judoamidjoyo 1974).
Choi dan Regenstein 2000 mengemukakan bahwa kulit, tulang, dan
gelembung renang ikan merupakan limbah yang secara komersial dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku industri gelatin karena bahan-bahan tersebut
dihasilkan dalam jumlah banyak sehingga dapat memberikan keuntungan dan
menambah penghasilan secara ekonomi bagi pengelola limbah industri perikanan.
Tulang dan kulit ikan sangat potensial sebagai bahan pembuatan gelatin karena
mencakup 10-20% dari berat tubuh ikan (Surono et al. 1994).
2.3 Kolagen
Kolagen merupakan komponen struktural utama dari jaringan pengikat
putih (white connective tissue) yang meliputi hampir 30% dari total protein pada
jaringan organ tubuh vertebrata dan invertebrata (Poppe 1992). Silva et al. (2005)
menyatakan bahwa kolagen adalah protein hewan yang menjadi komponen utama
dari semua jaringan penghubung yang terdapat pada kulit, tulang, tendon, dan
kartilago. Kolagen berfungsi sebagai elemen penahan tekanan serta pengikat pada
tulang hewan vertebrata (Glicksman 1969).
Kolagen adalah protein serabut (fibril) yang mempunyai fungsi kurang
larut, amorf, dapat memanjang dan berkontraksi. Protein serabut ini tidak larut
dalam pelarut encer, sukar dimurnikan, susunan molekulnya terdiri dari molekul
yang panjang dan tidak membentuk kristal (Winarno 1997). Kolagen murni sangat
sensitif terhadap reaksi enzim dan kimia. Perlakuan alkali menyebabkan kolagen
mengembang dan menyebar, yang sering dikonversi menjadi gelatin. Di samping
pelarut alkali, kolegen jega larut dalam pelarut asam (Bennion 1980). Penyebaran
kolagen pada jaringan hewan mamalia dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Penyebaran kolagen dalam jaringan hewan mamalia
Jenis jaringan Kolagen (%) Jenis jaringan Kolagen (%) Kulit 89 Otot 2 Tulang 24 Usus besar 18 Tendon 85 Lambung 23 Aorta 23 Ginjal 5 Hati 2 - -
Sumber : Ward and Court (1977)
Unit struktural pembentuk kolagen adalah tropokolagen yang berbentuk
batang dengan panjang 3000Å, diameter 5Å dan mengandung tiga unit rantai
polipeptida yang saling berpilin membentuk struktur heliks yang disebut rantai �.
Rantai ini mengandung 1000 residu asam amino dengan komposisi yang sangat
bervariasi (Bennion 1980). Wong (1989) menambahkan bahwa rantai yang
dibentuk oleh tiga unit polipeptida tersebut menahan bersama-sama dengan ikatan
hidrogen antara grup NH dari residu glisin pada rantai yang satu dengan grup CO
pada rantai lainnya. Cincin pirolidin, prolin, dan hidroksiprolin membantu
pembentukan rantai polipeptida dan memperkuat triple heliks (Wong 1989).
Ada dua tipe ikatan yang merupakan struktur sekunder dan tersier kolagen
yaitu 1) Ikatan intramolekul yang terjadi antara rantai-rantai molekul tropokolagen
dan 2) Ikatan intermolekul yaitu ikatan antara molekul tropokolagen (Johns 1977).
Molekul kolagen tersusun dari kira-kira dua puluh asam amino yang memiliki
bentuk agak berbeda tergantung pada sumber bahan bakunya. Asam amino glisin,
prolin, dan hidroksiprolin merupakan asam amino utama yang membentuk
kolagen. Hidroksiprolin merupakan salah satu asam amino pembatas dalam
berbagai protein (Estoe dan Leach 1977). Perbedaan komposisi asam amino dari
berbagai sumber dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Komposisi asam amino kulit hewan
Asam amino Kulit cucut Kulit paus Kulit babi Tulang sapi Alanin 119,0 110,5 111,7 112,0 Glisin 333,0 326,0 330,0 335,0 Valin 21,9 20,6 25,9 21,9 Leusin 23,9 24,8 24,0 24,3 Isoleusin 19,4 11,0 9,5 10,8 Prolin 113,4 128,2 131,9 124,2 Fenilalanin 13,9 13,0 13,6 14,0 Tirosin 1,4 3,0 2,6 1,2 Serin 44,5 41,0 34,7 32,8 Treonin 25,8 24,0 17,9 18,3 Metionin 1,0 4,7 3,6 3,9 Arginin 50,3 50,1 49,0 48,0 Histidin 7,4 5,7 4,0 4,2 Lisin 24,3 25,9 26,6 27,6 Asam aspartat 42,6 46,3 45,8 46,7 Asam glutamat 65,8 69,6 72,1 72,6 Hidroksiprolin 78,5 89,1 90,7 93,3 Hidroksilisin 4,1 5,8 6,4 4,3
Sumber : Estoe dan Leach (1977)
Konversi kolagen yang bersifat tidak larut dalam air menjadi gelatin yang
bersifat larut dalam air merupakan transformasi esensial dalam pembuatan gelatin.
Agar dapat diekstraksi kolagen harus diberi perlakuan awal. Ekstraksi ini dapat
menyebabkan pemutusan ikatan hidrogen diantara ketiga rantai tropokolagen
menjadi tiga rantai bebas, dua rantai saling berikatan dan satu rantai bebas, serta
tiga rantai yang masih berikatan (Poppe 1992). Perlakuan alkali menyebabkan
kolagen mengembang dan menyebar yang sering dikonversi menjadi gelatin.
Disamping pelarut alkali kolagen juga larut dalam pelarut asam (Bennion 1980).
Perlakuan pemanasan atau penambahan zat seperti asam, basa, urea,
kalsium, dan permanganat dapat menyebabkan larutan tropokolagen terdenaturasi.
Tropokolagen yang terdenaturasi akan terdisosiasi menjadi tiga komponen yaitu �,
�, dan �. Komponen � merupakan rantai tunggal polipeptida dengan bobot
molekul kurang lebih sepertiga dari berat molekul tropokolagen, komponen � dan
� merupakan dimer dan trimer yang dibentuk dari ikatan silang (Parker 1982).
2.4 Gelatin
Gelatin berasal dari bahasa latin ”gelare” yang berarti membuat beku dan
merupakan senyawa yang tidak pernah terjadi secara alamiah (Glicksman 1969).
molekul gelatin yang kompak
airair
molekulgelatin yang panjang sepertibenang
Gelatin merupakan protein dari kolagen kulit, membran, tulang, dan bagian tubuh
berkolagen lainnya. Gelatin adalah protein larut yang bisa bersifat sebagai gelling
agent (bahan pembuat gel) atau sebagai non-gelling agent (Halal Guide 2007).
Gelatin akan mengembang jika direndam dalam air dan berangsur-angsur
menyerap air 5-10 kali bobot gelatin. Gelatin larut dalam air panas dan akan
membentuk gel jika didinginkan (Anonima 1978).
Gelatin didefinisikan sebagai produk yang diperoleh dari jaringan kolagen
hewan yang dapat didispersi dalam air dan menunjukkan perubahan sol-gel
reversible seiring dengan perubahan suhu (deMan 1997). Proses pembentukan gel
pada gelatin berkaitan erat dengan gugus guanidin arginin. Dalam pembentukan
gel, gelatin didispersi dalam air dan dipanaskan sampai membentuk sol. Daya
tarik menarik antar molekul lemah dan sol tersebut membentuk cairan yang
bersifat mengalir dan dapat berubah sesuai dengan tempatnya. Bila didinginkan,
molekul-molekul yang kompak dan tergulung dalam bentuk sol mengurai dan
terjadi ikatan-ikatan silang antara molekul-molekul yang berdekatan sehingga
terbentuk suatu jaringan. Sol akan berubah menjadi gel. Mekanisme pembentukan
gel pada gelatin dapat dilihat pada Gambar 2.
SOL GEL
(Gelatin terdispersi dalam air) (Gelatin terdispersi dalam jaringan gelatin) (Suhu 71 °C) (Suhu 49 °C)
Gambar 2. Proses pembentukan gel pada gelatin (deMan 1997).
Komposisi asam amino gelatin bervariasi tergantung pada sumber kolagen
tersebut, spesies hewan penghasil, dan jenis kolagen. Penurunan komposisi asam
amino tergantung pada metode pembuatannya. Pembuatan dengan proses alkali
umumnya lebih banyak mengandung hidroksiprolin dan lebih sedikit mengandung
tirosin dibanding dengan proses asam (Ward and Court 1977). Gelatin
mengandung 19 asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida
membentuk rantai polimer panjang (Glicksman 1969). Senyawa gelatin
merupakan suatu polimer linier yang tersusun oleh satuan terulang asam amino
glisin-prolin-prolin atau glisin-prolin-hidroksiprolin (Binder and Miller 1953
dalam Ward and Court 1977). Struktur kimia gelatin dapat dilihat pada Gambar 3.
CH2 CHOH
CH2 CH2 CH2 CH2 CH2 N — CH NH CH2 NH N — CH CO — NH CO CO CH — CO — NH CO CH – CO CO R R
Glisin Prolin Y Glisin X Hidroksiprolin
Gambar 3. Struktur Kimia Gelatin (Poppe 1992)
Gelatin termasuk molekul besar. Menurut Ward and Court (1977) berat
molekul (BM) gelatin mencapai 90.000 sedangkan pada gelatin komersial berkisar
antara 20.000-70.000. Balian dan Bowes (1977) menyatakan bahwa berat molekul
(BM) gelatin merupakan kelipatan 768 atau kelipatan C32H52O12N10. Menurut
Bennion (1980), gelatin merupakan produk utama yang berasal dari kolagen
dengan pemanasan yang dikombinasi dengan perlakuan asam atau alkali. Gelatin
dapat diperoleh dengan cara denaturasi dari kolagen. Pemanasan kolagen secara
bertahap akan menyebabkan struktur rusak dan rantai-rantainya terpisah. Berat
molekul, bentuk dan konformasi larutan kolagen sensitif terhadap perubahan
temperatur yang dapat menghancurkan mikro molekulnya (Wong 1989).
Berdasarkan proses pembuatannya, terdapat dua tipe gelatin. Tipe A
dihasilkan melalui proses asam sedangkan tipe B dihasilkan melalui proses basa
(Viro 1992). Perbedaan sifat antara gelatin tipe A dan tipe B serta komposisi asam
amio dapat dilihat pada Tabel 6 dan 7.
Tabel 6. Sifat gelatin tipe A dan tipe B
Sifat Tipe A Tipe B Kekuatan gel (g bloom) 50 – 300 50-300 Viskositas (cP) 1,5 – 7,5 2,0 – 7,5 Kadar abu (%) 0,3 – 2,0 0,5 – 2,0 pH 3,8 – 6,0 5,0 – 7,1 Titik isoelektrik 7,0 – 9,2 4,7 – 5,4
Sumber : GMIA (1980) dalam Amiruldin (2007)
Tabel 7. Komposisi asam amino gelatin
Asam amino non-essensial Persentase (%) Asam amino
essensial Persentase (%)
Glisin 26,00 – 27,00 Arginin 8,60 – 9,30 Prolin 14,80 – 17,60 Lisin 4,10 – 5,90 Hidroksiprolin 12,60 – 14,40 Leusin 3,20 – 3,60 Asam glutamat 10,20 – 11,70 Valin 2,50 – 2,70 Alanin 8,70 – 9,60 Phenialanin 2,20 – 2,26 Asam aspartat 5,50 – 6,80 Threonin 1,90 – 2,20 Serin 3,20 – 3,60 Isoleusin 1,40 – 1,70 Hidroksilisin 0,76 – 1,50 Methionin 0,60 – 1,00 Tirosin 0,49 – 1,10 Histidin 0,60 – 1,00 Sistin 0,10 – 0,20 Triptofan 0,00 – 0,30
Sumber : Tourtellote (1980)
Gelatin larut dalam air, asam asetat, dan pelarut alkohol seperti gliserol,
propilen glikol, sorbitol, dan manitol (Viro 1992), tetapi tidak larut dalam alkohol,
aseton, karbon tetraklorida, benzena, petroleum eter, dan pelarut organik lainnya.
Dalam kondisi tertentu gelatin larut dalam campuran aseton-air dan alkohol-air.
2.5 Pembuatan Gelatin
Prinsip pembuatan gelatin dibagi menjadi dua, yaitu proses asam dan
proses basa. Perbedaan kedua proses tersebut terletak pada proses
perendamannya. Berdasarkan kekuatan ikatan kovalen silang protein dan jenis
bahan yang diekstrak, maka penggunaan jenis asam, bahan organik serta metode
ekstraksi akan berbeda-beda (Pelu et al. 1998). Menurut Hinterwaldner (1977)
terdapat tiga tahapan penting dalam pembuatan gelatin, yaitu 1) persiapan bahan
baku, 2) konversi kolagen menjadi gelatin, dan 3) pemurnian serta perolehan
gelatin dalam bentuk kering.
Tahap persiapan, dilakukan proses pencucian atau pembersihan pada kulit.
Tahap pembersihan ini sangat penting bagi kualitas produk akhir, antara lain pada
warna, bau, kadar lemak, dan kadar abu gelatin. Proses pembersihan dilakukan
dengan cara membuang kotoran, sisa daging, lemak, dan sisik halus bagian luar.
Untuk memudahkan proses pembersihan, dapat dilakukan dengan pemanasan kulit
pada air mendidih selama 1-2 menit. Berdasarkan penelitian Pelu et al. (1998)
pada proses pembersihan terjadi penurunan kadar abu dari 0,20% (kulit mentah)
menjadi 0,14% (kulit bersih) dan penurunan kadar lemak dari 0,5% (kulit mentah)
menjadi 0,3% (kulit bersih). Penurunan nilai kadar lemak yang tidak melebihi 5%
merupakan salah satu persyaratan mutu gelatin (Jobling and Jobling 1983 dalam
Pelu et al. 1998).
Tahap selanjutnya adalah proses pengembangan (swelling) yang bertujuan
untuk menghilangkan kotoran dan mengkonversi kolagen menjadi gelatin
(Charley 1982). Tahap ini dilakukan dengan merendam kulit dalam larutan asam
organik, asam anorganik, dan alkali. Untuk memudahkan homogenisasi pada
swelling dan ekstraksi dilakukan pemotongan kulit.
Asam organik yang biasa digunakan adalah asam asetat, sitrat, fumarat,
askorbat, malat, suksinat, tartarat, dan asam lain yang aman serta tidak menusuk
hidung. Asam anorganik yang digunakan adalah asam hidroklorat, klorida fosfat,
dan sulfat. Pelarut alkali yang dapat digunakan adalah sodium karbonat, sodium
hidroksida, potassium karbonat, dan potassium hidroksida. Asam kuat seperti
asam sulfat, asam klorida dan asam fosfat tidak layak digunakan untuk
mengekstraksi gelatin dari kulit karena akan menghasilkan warna hitam dan bau
menusuk pada gelatin yang dihasilkan (Pelu et al. 1998). Untuk menghasilkan
kualitas gelatin yang baik, sebaiknya digunakan larutan alkali dan asam anorganik
pada kisaran 0,05-0,3% (w/v), sedangkan untuk larutan asam organik pada kisaran
0,5-5% (w/v) (Grossman and Bergman 1991).
Proses produksi gelatin diawali oleh tahap ekstraksi yang dilakukan
dengan cara mengekstrak kulit dalam air panas dengan kisaran suhu ekstraksi
minimum 40-50 ºC (Grossman and Bergman 1991) sampai 100 ºC (Viro 1992).
Ekstraksi merupakan proses denaturasi untuk mengubah serat kolagen yang
terlarut dalam air dengan penambahan senyawa pemecah ikatan hidrogen. Tahap
selanjutnya adalah proses penyaringan yang bertujuan untuk penghilangan zat-zat
lain yang tidak larut yang dapat mengurangi kemurnian gelatin. Proses terakhir
adalah pemekatan dan pengeringan gelatin. Pemekatan bertujuan untuk
meningkatkan total solid sehingga mempercepat proses pengeringan. Menurut
Hinterwaldner (1997), pemekatan dilakukan menggunakan evaporator vakum
bersuhu kurang dari 70 ºC agar mencegah kerusakan gelatin. Proses pengeringan
dilakukan menggunakan oven bersuhu 40-50 ºC (Grossman and Bergman 1991)
hingga 60-70 ºC atau freeze dryer (Pelu et al. 1998).
2.6 Mutu Gelatin
Mutu gelatin ditentukan oleh sifat fisika, kimia, dan fungsional yang
menjadikan gelatin sebagai karakter yang unik. Sifat-sifat yang dapat dijadikan
parameter dalam menentukan mutu gelatin antara lain kekuatan gel, viskositas,
dan rendemen. Kekuatan gel dipengaruhi oleh pH, adanya komponen elektrolit
dan non-elektrolit dan bahan tambahan lainnya, sedangkan viskositas dipengaruhi
oleh interaksi hidrodinamik, suhu, pH, dan konsentrasi (Poppe 1992). Standar
mutu gelatin berdasarkan SNI (1995) dan persyaratan gelatin berdasarkan FAO
dapat dilihat pada Tabel 8 dan 9.
Tabel 8. Standar mutu gelatin berdasarkan SNI 1995
Karakteristik Syarat Warna Tidak berwarna – kuning pucat Bau, rasa Normal (dapat diterima konsumen) Kadar air Maksimum 16% Kadar abu Maksimum 3,25% Logam berat Maksimum 50 mg/kg Arsen Maksimum 2 mg/kg Tembaga Maksimum 30 mg/kg Seng Maksimum 100 mg/kg Sulfit Maksimum 1000 mg/kg
Sumber : SNI 06-3735-1995
Tabel 9. Persyaratan gelatin berdasarkan FAO
Parameter Persyaratan Kadar abu Tidak lebih dari 2% Kadar air Tidak lebih dari 18% Belerang dioksida Tidak lebih dari 40 mg/kg Arsen Tidak lebih dari 1 mg/kg Logam berat Tidak lebih dari 50 mg/kg Timah hitam Tidak lebih dari 5 mg/kg Batas cemaran mikroba
Standard plate count E. coli Streptococci
Kurang dari 104/gr Kurang dari 10/gr Kurang dari 102/gr
Sumber : JECFA (2003)
2.7 Pemanfaatan Gelatin
Gelatin dimanfaatkan terutama untuk mengubah cairan menjadi padatan
yang elastis atau mengubah sol menjadi gel. Reaksi pada pembentukan gel ini
bersifat reversible karena bila gel dipanaskan akan berbentuk sol dan bila
didinginkan akan berbentuk gel lagi. Keadaan tersebut membedakan gelatin
dengan gel dari pektin, alginat, albumin telur, dan protein susu yang gelnya
irreversible (Johns 1977).
Gelatin digunakan untuk berbagai keperluan industri, baik industri pangan
maupun non-pangan karena memiliki sifat yang khas, yaitu dapat berubah secara
reversibel dari bentuk sol ke gel, mengembang dalam air dingin, dapat
membentuk film, mempengaruhi viskositas suatu bahan, dan dapat melindungi
sistem koloid. King (1969) menyatakan bahwa pada suhu 71 °C gelatin mudah
larut dalam air dan membentuk gel pada suhu 49 °C. Gelatin memiliki sifat larut
air sehingga dapat diaplikasikan untuk keperluan berbagai industri.
Gelatin sebagai pembentuk gel mempunyai sineresis yang rendah dan
mempunyai kekuatan gel antara 220-225 gr bloom sehingga dapat digunakan
dalam produk jelly. Sebagai pengemulsi, gelatin bisa diaplikasikan ke dalam sirup
lemon, susu, mentega, margarin, dan pasta. Gelatin sebagai penstabil dapat
digunakan dalam pembuatan es krim dan yoghurt. Sebagai bahan pengikat, gelatin
dapat digunakan dalam produk-produk daging (Johns 1977). Penggunaan gelatin
pada industri pangan dan non pangan dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Penggunaan gelatin dalam industri pangan dan non pangan di dunia tahun 1999
Jenis industri pangan
Jumlah penggunaan (ton)
Jenis industri non pangan
Jumlah penggunaan (ton)
Konfeksionari 68.000 Pembuatan film 27.000 Jelly 36.000 Kapsul lunak 22.600 Olahan daging 16.000 Cangkang kapsul 20.200 Olahan susu 16.000 Farmasi 12.600 Margarin/mentega 4.000 Teknik 6.000 Food supplement 4.000 Jumlah 144.000 Jumlah 88.400
Sumber : SKW Biosystem dalam Nurilmala (2004)
3. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-Agustus 2008 bertempat di
Laboratorium Pengolahan Hasil Perairan, Laboratorium Biokimia Hasil Perairan
Departemen Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Laboratorium Kimia Pangan dan Gizi, Departemen Teknologi Pangan dan Gizi,
Fakultas Teknik Pertanian, Institut Pertaian Bogor, serta Balai Pusat Pasca Panen
Bogor.
3.2 Bahan dan Alat Penelitian
Bahan baku yang digunakan adalah kulit ikan kakap merah yang diperoleh
dari Muara Baru, Jakarta. Bahan lain yang digunakan adalah : aquades, asam
asetat teknis 98% yang diperoleh dari toko Setia Guna, dan bahan-bahan yang
digunakan untuk pengujian antara lain : Na2CO3, NaOH, Na2S2O3, HCl, K2SO4,
HgO, H2SO4, HClO4, HNO3, air suling, aseton, dan H3BO3, natrium asetat serta
kertas saring whatman 41.
Alat-alat yang digunakan yang digunakan dalam pembuatan dan analisa
gelatin kulit ikan kakap merah antara lain wadah tahan asam, pisau, talenan, kain
saring, panci kaca, kompor, pengaduk, timbangan digital, pH meter, gelas ukur,
loyang kaca, grinder, termometer, waterbath, oven, gelas piala, sentrifuse, grinder,
botol film, pipet volumetrik, tabung reaksi, erlenmeyer, tabung soxlet, tanur,
cawan, desikator, Rheoner RE 3305, Kett Digital Whitenes Powder C-100,
Brookfield Syncro-Lectric Viskometer, magnetic stirrer, atomatic absorption
spectrophotmetri, HPLC Water Assosiates dan kjeltec system.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan
penelitian utama. Penelitian pendahuluan adalah pembuatan gelatin dengan proses
lama perendaman asam 12 dan 24 jam serta kombinasi konsentrasi asam 1-5%,
sedangkan penelitian tahap utama adalah pembuatan gelatin dengan kombinasi
perlakuan konsentratasi dan lama perendaman asam asetat serta analisis sifat
fisika kimia produk gelatin yang dihasilkan dibandingkan dengan gelatin
komersial dan gelatin standar laboratorium hasil pengujian Nurilmala (2004).
Pembuatan gelatin dari kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) dilakukan
dengan metode asam yang dimodifikasi dari Pelu et al. (1998). Tahap utama
proses pembuatan gelatin kulit ikan kakap merah adalah perendaman kulit dalam
larutan asam asetat (CH3COOH), dengan perbandingan kulit ikan kakap merah
dan larutan perendaman adalah 1 : 4 serta konsentrasi asam asetat berkisar antara
1%-5% (v/v) dengan lama perendaman 12 jam dan 24 jam; dan terakhir adalah
ekstraksi dengan suhu 80 ºC ± 3 ºC selama 3 jam dengan ratio banyaknya kulit
ikan dan air (aquades) adalah 1 : 3.
3.3.1 Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan diawali dengan pembuatan gelatin dari kulit ikan
kakap merah (Lutjanus sp.). Perlakuan yang diberikan adalah perendaman kulit
ikan kakap merah (Lutjanus sp.) dalam larutan asam asetat dengan perbandingan
kulit ikan dan asam asetat adalah 1 : 4. Konsentrasi asam asetat yang digunakan
adalah 1, 2, 3, 4, dan 5% (v/v) dengan lama perendaman 12 jam dan 24 jam. Kulit
ikan kakap merah yang mengalami swellling (pengembangan) kemudian dicuci
hingga pH netral (5-6). Kemudian dilakukan ekstraksi pada suhu 80 ºC ± 3 ºC
selama 3 jam dengan ratio bobot kulit ikan dan aquades adalah 1 : 3. Filtrat yang
diperoleh dari proses ekstraksi selanjutnya disaring dengan menggunakan kain
saring, kemudian dikeringkan menggunakan oven pada suhu 50 ºC selama 48 jam
(2 hari). Lembaran gelatin yang dihasilkan kemudian digiling dengan
menggunakan grinder sehingga didapat gelatin kering berbentuk butiran-butiran
halus (tepung gelatin). Selanjutnya untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan
dilakukan pengamatan berupa uji fisik yang meliputi rendemen, pH, viskositas,
dan kekuatan gel. Diagram alir proses pembuatan gelatin kulit ikan kakap merah
dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Skema proses pembuatan gelatin kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) (*Modifikasi Pelu et al., 1998)
Keterangan : : Masukan (input)
: Proses
: Hasil (output)
Kulit ikan kakap merah
Penyaringan dengan kain saring
Ekstraksi, kulit : akuades = 1 : 3 pada suhu 80 ºC ± 3 ºC, selama 3 jam*
Pencucian dengan air hingga pH 5 – 6*
Perendaman CH3COOH 1%, 2%, 3 %, 4% dan 5 % selama 12 jam dan 24 jam*
Pencucian dengan air mengalir
Pemotongan kulit dengan ukuran 2 x 4 cm*
Pembersihan dari daging, lemak, sisik, dan kotoran lain
Lembaran gelatin
Uji fisik : rendemen, viskositas dan kekuatan gel
Serbuk gelatin ikan*
Pengeringan dengan oven, suhu 50 ºC selama 48 jam*
Penghancuran/pengecilan ukuran*
3.3.2 Penelitian Utama
Penelitian utama adalah pembuatan gelatin dengan konsentrasi dan lama
perendaman terpilih dari penelitian pendahuluan, dilanjutkan dengan karakterisasi
gelatin yang meliputi uji fisik yaitu rendemen, pH, viskositas, dan kekuatan gel
serta kombinasi perlakuan konsentrasi asam asetat dan lama perendaman kulit
yang efektif untuk menghasilkan gelatin (Gambar 5). Hasil terbaik dari penelitian
ini dilanjutkan dengan pengujian analisis proksimat (kadar air, kadar abu, kadar
protein, dan kadar lemak), serta sifat fisika-kimia gelatin yaitu viskositas,
kekuatan gel, derajat keasaman (pH), derajat putih, titik isoelektrik protein, titik
gel, titik leleh, kandungan logam berat (Pb dan Hg), kandungan asam amino yang
dibandingkan dengan gelatin komersial dan gelatin standar laboratorium hasil
pengujian Nurilmala (2004). Hasil terbaik ini juga dilanjutkan dengan pengujian
organoleptik (warna, penampakan, dan bau) yang dibandingkan dengan gelatin
komersial dan standar laboratorium.
3.4 Analisis Fisika dan Kimia Gelatin
Sifat fungsional gelatin sangat penting dalam aplikasi terhadap suatu
produk. Sifat tersebut merupakan sifat fisika dan kimia yang mempengaruhi
perilaku gelatin dalam makanan selama proses, penyimpanan, penyiapan, dan
pengkonsumsian (Kinsela 1982). Sifat fisika gelatin antara lain kekuatan gel, titik
isoelektrik, titik leleh, titik gel, dan derajat putih, sedangkan sifat kimia gelatin
antara lain kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, pH, kandungan asam
amino serta kandungan logam berat.
3.4.1 Rendemen (AOAC 1995)
Rendemen diperoleh dari perbandingan antara berat tepung kering gelatin
yang dihasilkan dengan berat bahan segar (kulit yang telah dicuci bersih).
Besarnya rendemen dapat diperoleh dengan rumus :
Berat bahan kering gelatin Rendemen (100%) = x 100%
Berat bahan segar
3.4.2 Kekuatan gel (Gaspar 1998)
Kekuatan gel dilakukan secara objektif dengan menggunakan alat Rheoner
RE 3305. Tingkat kekuatan gel dinyatakan dengan satuan bloom yang berarti
besarnya gaya tekan untuk memecah deformasi produk. Sebelum digunakan alat
disetting agar sesuai dengan jenis produk yang akan diukur gelnya karena standar
setting untuk setiap produk berbeda, jarak yang digunakan adalah 400 x 0,01 mm,
kecepatan 0,5 mm/s, sensitifitas 0,2 v dan silinder probe 5 mm. Cara kerja alat ini
yaitu silinder probe 5 mm tidak bergerak, meja tempat untuk meletakkan contoh
yang bergerak ke atas mendekati jarum penusuk, tekanan dilakukan sebanyak satu
kali. Hasil pengukuran akan tercetak dalam kertas berbentuk histogram.
Pengukuran berdasarkan tingginya histogram.
3.4.3 Viskositas (British Standard 757 1975)
Larutan gelatin dengan konsentrasi 6,67% (b/b) disiapkan dengan aquades
(7 gr gelatin ditambah 105 ml aquades) kemudian larutan diukur viskositasnya
dengan menggunakan alat Brookfield Syncro-Lectric Viscometer. Pengukuran
dilakukan pada suhu 60 ºC dengan laju geser 60 rpm menggunakan spindel. Hasil
pengukuran dikalikan dengan faktor konversi. Pengujian ini menggunakan spindel
no.1 dengan faktor konversinya adalah 1, nilai viskositas dinyatakan dalam satuan
centipoise (cP).
3.4.4 Derajat putih (Anonimb)
Analisis warna dilakukan dengan menggunakan Kett Digital Whiteness
Powder C-100. Contoh dalam bentuk tepung dimasukan ke dalam cawan contoh,
selanjutnya cawan tersebut dimasukkan dalam alat. Nilai dapat langsung dibaca
pada layar dan dinyatakan dalam persentasi derajat putih..
3.4.5 Derajat keasaman (pH) (British Standard 757 1975)
Contoh sebanyak 0,2 gr didispersi dalam 20 ml aquades pada suhu 80 ºC.
Contoh dihomogenkan dengan magnetic stirer. Kemudian diukur derajat
keasamannya (pH) pada suhu kamar dengan pH meter.
3.4.6 Kadar air (AOAC 1995)
Prosedur penentuan kadar air dilakukan dengan cara menimbang 5 gr
contoh dan diletakkan dalam cawan kosong yang sudah ditimbang beratnya,
cawan serta tutupnya sebelumnya sudah dikeringkan di dalam oven serta
didinginkan di dalam desikator. Cawan yang berisi contoh kemudian ditutup dan
dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 100-102 ºC selama 6 jam. Cawan
tersebut lalu didinginkan di dalam desikator dan setelah dingin cawan ditimbang.
Kadar air dapat ditimbang dengan rumus :
W1 – W2
Kadar air = x 100% Berat sampel
Keterangan : W1 = berat (sampel + cawan) sebelum dikeringkan
W2 = berat (sampel + cawan) setelah dikeringkan
3.4.7 Kadar abu (AOAC 1995)
Prosedur penentuan kadar abu dilakukan dengan cara menimbang
sebanyak 5 gr contoh dan dimasukkan ke dalam cawan pengabuan yang telah
ditimbang dan dibakar di dalam tanur dengan suhu 600 ºC serta didinginkan
dalam desikator.
Cawan yang berisi contoh dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dan
dibakar sampai didapat abu yang berwarna keabu-abuan. Pengabuan ini dilakukan
dalam dua tahap, yaitu pertama pada suhu sekitar 400 ºC selama 1 jam dan kedua
pada suhu 550 ºC selama 5 jam. Cawan yang berisi abu tersebut didinginkan
dalam desikator dan kemudian ditimbang. Kadar abu dihitung dengan rumus :
Berat abu Kadar abu = x 100%
Berat sampel
3.4.8 Kadar protein (AOAC 1995)
Penentuan kadar protein dilakukan dengan metode mikro-kjeldahl. Contoh
ditimbang sebanyak 0,2 gr dan dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 30 ml.
Kemudian ditambah 2 gr K2SO4, 50 mg HgO dan 2,5 ml H2SO4. Contoh
didestruksi selama 1-1,5 jam sampai cairan berwarna hijau jernih lalu didinginkan
dan ditambah air suling perlahan-lahan. Isi labu dipindahkan ke dalam alat
destilasi, ditambah 10 ml NaOH pekat sampai berwarna coklat kehitaman lalu
didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam erlenmeyer 125 ml yang berisi 5 ml
H3BO3 dan dititrasi dengan HCl 0.02N sampai terjadi perubahan warna menjadi
merah muda. Perhitungan kadar protein menggunakan rumus :
(ml HCl – ml blanko) x 14.007 x N HCl % N = x 100% mg sampel
% Protein = %N x 6,25
3.4.9 Kadar lemak (AOAC 1995)
Contoh sebanyak 2 gr ditimbang dan dibungkus dengan kertas saring lalu
ditutup dengan kapas bebas lemak dan dimasukkan ke dalam labu lemak. Setelah
itu diletakkan ke dalam alat ekstraksi soxhlet, dengan posisi alat kondensor berada
di atas dan labu lemak di bawahnya. Petroleum benzene ditambahkan ke dalam
labu lemak kemudian dilakukan ekstraksi selama ± 6 jam pada suhu 40 °C hingga
pelarut yang turun kembali ke labu lemak menjadi jernih. Pelarut yang ada di
dalam labu lemak didestilasi sehingga semua pelarut lemak menguap. Selanjutnya
labu lemak hasil ekstraksi dikeringkan dalam oven pada suhu 105 °C. Setelah itu
labu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Penentuan kadar lemak
menggunakan rumus:
(berat labu akhir – berat labu awal) Kadar lemak = x 100% Berat sampel
3.4.10 Kandungan logam berat (Pb dan Hg) (Hutagalung 1997)
Contoh sebanyak 2 gr dimasukkan ke dalam teflon beker dan ditambahkan
1,5 ml HClO4 dan 3,5 ml HNO3, kemudian teflon beker ditutup dan biarkan
selama 24 jam. Selanjutnya teflon beker dan contoh dipanaskan di atas penangas
air dengan suhu 60-70 ºC selama ± 2-3 jam (sampai larutan jernih) (bila contoh
tidak semua larut, ditambahkan lagi HClO4 dan 3,5 ml HNO3). Kemudian
ditambahkan ke dalamnya sebanyak 3 ml air suling bebas ion dan dipanaskan
kembali hingga larutan hampir kering, selanjutnya didinginkan pada suhu ruang.
Kemudian ditambahkan 1 ml HNO3 pekat dan diaduk pelan-pelan. Selanjutnya
ditambahkan 9 ml air suling bebas ion, dan dilakukan pengukuran menggunakan
atomic absorption spectrophotometri menggunakan nyala udara esitelin.
3.4.11 Titik leleh ( Suryaningrum dan Utomo 2002)
Larutan gelatin dengan konsentrasi 6,67% (b/b) disiapkan dengan aquades.
Contoh diinkubasi pada suhu 10 ºC selama 17 ± 2 jam. Pengukuran titik leleh
dilakukan dengan cara memanaskan gel gelatin dalam waterbath. Diatas gel
gelatin tersebut diletakkan gotri dan ketika gotri jatuh ke dasar gel gelatin maka
suhu tersebut merupakan suhu titik leleh.
3.4.12 Titik gel ( Suryaningrum dan Utomo 2002)
Larutan gelatin dengan konsentrasi 6,67% (b/b) disiapkan dengan aquades
dan disimpan dalam tabung reaksi yang dihubungkan dengan termometer digital
kemudian diberikan es pada keliling luar bagian tabung reaksi. Titik gel adalah
suhu ketika larutan gelatin mulai menjadi gel.
3.4.13 Titik isoelektrik protein (Wainewright 1977)
Sebanyak 0,2 gr contoh ditambah dengan 40 ml aquades sebagai pelarut
dengan kisaran pH 4,5-10,5 (interval 0,5). Pengaturan pH dilakukan dengan
menambah NaOH 0,5 N untuk menaikkan pH dan HCl 0,5 N untuk manurunkan
pH. Setelah kondisi tercapai dilanjutkan dengan pengadukan selama 30 menit
untuk menyempurnakan reaksi. Larutan yang dihasilkan dipisahkan dengan
bagian yang tidak larut dengan cara disentrifuse, kemudian disaring dengan
menggunakan kertas saring whatman 41. Filtrat dianalisis kadar nitrogennya
dengan metode mikro-kjeldahl. Kadar nitrogen terlarut yang paling rendah
ditentukan sebagai daerah isoelektrik (pl).
3.4.14 Asam amino (Muchtadi dkk 1992)
Sebanyak 0,2 gr contoh disiapkan dalam tabung reaksi tertutup dan
ditambahkan sebanyak 5 ml HCL 6 N. Contoh dimasukkan dalam oven dengan
suhu 100 ºC selama 18-24 jam. Selanjutnya contoh disaring dengan kertas
whatman 41. Hasil hidrolisis dipipet sebanyak 10 µl dan dimasukkan ke dalam
tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 30 µl larutan pengering, dan dikeringkan
dengan pompa vakum bertekanan 50 torr. Contoh yang telah dikeringkan
ditambah larutan derivat sebanyak 30 µl dan dibiarkan selama ± 20 menit. Contoh
selanjutnya diencerkan dengan 200 µl larutan pengencer natrium asetat 1M.
Contoh siap dianalisis dengan menggunakan HPLC Water Associates. Kondisi
HPLC pada saat dilakukan analisis :
- Temperatur kolom : 38ºC - Kolom : pico tag 3,9 x 150 nm coloumb - Kecepatan alir : Sistem linier gradien - Batas tekanan : 3000 psi - Program : gradien - Fase gerak : - Asetonitril 60% - Buffer Natrium asetat 1 M, pH 5,75 - Detektor : UV, panjang gelombang 254 nm
Konsentrasi asam amino dihitung dengan rumus :
Konsentrasi asam amino (%) = %100xBc
BsxBMxFpx
AsAc
Keterangan : Ac = Luas area sampel As = Luas area standar Bc = Berat sampel (µg) Bs = Berat standar (µg) BM = Berat molekul masing-masing asam amino Fp = Faktor pengenceran (10)
3.4.15 Uji organoleptik (Soekarto dan Hubeis 1992)
Uji organoleptik dilakukan melalui uji segitiga (Triangle Test). Sejumlah
contoh disajikan bersama dengan pembanding. Kemudian sifat mutu produk yang
meliputi warna, bau, dan penampakan dinilai apakah lebih baik, sama, atau kurang
baik. Panelis yang menilai adalah panelis semi terlatih sebanyak 15 orang.
3.5 Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Racangan Acak Lengkap
(RAL) Faktorial dengan dua taraf yaitu konsentrasi asam asetat dan lama waktu
perendaman dengan 3 kali ulangan. Model rancangan adalah :
Yij = µ + �i + �j + (��)ij + �ij Dengan i = 1,2,3,... j = 1,2,3,...
Keterangan : Yij = hasil pengamatan µ = nilai tengah umum Ai = pengaruh sebenarnya lama perendaman ke-i (i = 1,2,3) Bj = pengaruh sebenarnya konsentrasi pelarut ke-j (i = 1,2,3) BAij = pengaruh sebenarnya interaksi antara lama perendaman ke-i (i = 1,2,3)
dengan konsentrasi pelarut ke-j (i = 1,2,3) �ij = faktor galat
Jika hasil analisis ragam berbeda nyata maka dilakukan uji lanjut
manggunakan metode Duncan (Gaspersz 1994). Rumus uji Duncan :
Sy = �(KTS/r)
Rp = qa’ x Sy
Keterangan : Sy = significant range KTS = jumlah kuadrat sisa qa’ = significant studentized range (Tabel A7. dalam Steel and Torrie 1998) r = ulangan Rp = wilayah nyata terkecil
Gambar 5. Skema proses pembuatan gelatin kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.)
(*Modifikasi Pelu et al., 1998). Keterangan : : Masukan (input)
: Proses
: Hasil (output)
Kulit ikan kakap merah
Penyaringan dengan kain saring
Ekstraksi, kulit : akuades = 1 : 3 pada suhu ± 80 ºC, selama 3 jam*
Pencucian dengan air hingga pH 5 – 6*
Perendaman CH3COOH 1%, 2%, dan 3 % selama 12 jam, 18 jam, dan 24 jam*
Pencucian dengan air mengalir
Pemotongan kulit dengan ukuran 2 x 4 cm*
Pembersihan dari daging, lemak, sisik, dan kotoran lain
Lembaran gelatin
Uji fisik : rendemen, viskositas, kekuatan gel Uji kimia : pH, kadar air, abu, protein, lemak, derajat putih, logam
berat (Pb dan Hg), titik leleh, titik gel, titik isoelektrik serta asam amino
Uji organoleptik : warna, penampakan, bau
Serbuk gelatin ikan*
Pengeringan dengan oven, suhu 50 ºC selama 48 jam*
Penghancuran/pengecilan ukuran*
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penelitian Pendahuluan
Pembuatan gelatin pada tahap penelitian pendahuluan dilakukan dari
bahan baku kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) dengan menggunakan larutan
asam asetat konsentrasi 1%-5% dan dua taraf lama perendaman yaitu 12 jam dan
24 jam. Perlakuan ini dilakukan untuk mengetahui konsentrasi asam asetat dan
lama perendaman yang dapat digunakan untuk menghasilkan gelatin dengan mutu
baik.
Parameter uji yang digunakan untuk menentukan karateristik gelatin
adalah rendemen, pH, viskositas, dan kekuatan gel. Rendemen merupakan salah
satu parameter yang penting dalam menilai baik tidaknya proses pembuatan
gelatin sedangkan kekuatan gel, viskositas, dan pH dipilih sebagai parameter
karena ketiganya merupakan sifat fisika dan kimia yang sangat penting pada
aplikasi gelatin pada berbagai produk.
4.1.1 Rendemen gelatin
Rendemen merupakan salah satu parameter yang penting dalam
pembuatan gelatin. Rendemen dihitung berdasarkan perbandingan antara gelatin
serbuk yang dihasilkan dengan bobot kulit ikan kakap merah setelah dibersihkan.
Hasil rendemen gelatin kulit ikan kakap merah secara lengkap dapat dilihat pada
Gambar 6.
11,72c 11,7c
9,13b10,34b
11,75b
9,85b
13,33b
7,21b 7,78a
5,32a
02468
101214
(%)
1 2 3 4 5Konsentrasi asam asetat (%)
12 jam 24 jam
Angka-angka yang diikuti huruf berbeda (a,b,c) menunjukkan berbeda nyata (sig<0,05)
Gambar 6. Histogram rendemen gelatin kulit ikan kakap merah pada penelitian pendahuluan (n = 3)
Nilai rendemen gelatin hasil penelitian berkisar antara 5,32% sampai
13,33%. Analisis ragam faktorial menunjukkan bahwa konsentrasi asam asetat
dan interaksi antara konsentrasi asam asetat dengan lama perendaman
memberikan pengaruh yang berbeda nyata (sig<0,05) terhadap rendemen gelatin,
sedangkan lama perendaman tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata
(Lampiran 11). Uji lanjut menggunakan metode Duncan menunjukkan bahwa
kombinasi perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (sig<0,05)
terhadap hasil rendemen gelatin kulit ikan kakap merah (Lampiran 12).
Nilai rendemen terbesar diperoleh pada gelatin dengan perlakuan
perendaman asam asetat 4% dan lama perendaman 12 jam, sedangkan nilai
rendemen terkecil dihasilkan pada perlakuan perendaman asam asetat 5% dengan
lama perendaman 24 jam. Terlihat kecenderungan bahwa semakin tinggi
konsentrasi asam asetat, maka rendemen yang dihasilkan makin tinggi. Tingginya
rendemen yang dihasilkan diduga karena pengaruh jumlah ion H+ yang
menghidrolisis kolagen dari rantai triple heliks menjadi rantai tunggal.
Kecenderungan ini mencapai batasnya apabila ion H+ yang berlebih
menghidrolisis kolagen lebih jauh sehingga terjadi perubahan sifat fisika dan
kimia. Konsentrasi asam yang berlebih menimbulkan adanya hidrolisis lanjutan
sehingga sebagian gelatin turut terdegradasi dan menyebabkan turunnya jumlah
gelatin. Menurut Ward and Court (1977) konversi kolagen menjadi gelatin
dipengaruhi oleh suhu, waktu pemanasan, dan pH.
4.1.2 Nilai pH gelatin
Nilai pH gelatin atau derajat keasaman gelatin merupakan salah satu
parameter penting dalam standar mutu gelatin. Pengukuran nilai pH larutan
gelatin penting dilakukan karena pH larutan gelatin mempengaruhi sifat-sifat yang
lainya seperti viskositas dan kekuatan gel, serta akan berpengaruh juga pada
aplikasi gelatin dalam produk. Gelatin dengan pH netral akan bersifat stabil dan
penggunaannya akan menjadi lebih luas (Astawan 2002).
Nilai pH gelatin berhubungan dengan proses atau perlakuan yang
digunakan untuk membuatnya. Proses asam cenderung menghasilkan pH yang
rendah. Gelatin dengan pH netral cenderung lebih disukai, sehingga proses
penetralan memiliki peran yang penting untuk menetralkan sisa-sisa asam setelah
perendaman (Hinterwaldner 1977). Nilai pH gelatin dengan perlakuan berbeda
yang diperoleh pada penelitian disajikan pada Gambar 7.
5,56c5,32c
5,04b5,15b
4,78ab5,01ab
4,82ab4,91ab
4,34a
4,88a
0
1
2
3
4
5
6
Nil
ai p
H
1 2 3 4 5Konsentrasi asam asetat (%)
12 jam 24 jam
Angka-angka yang diikuti huruf berbeda (a,b,c) menunjukkan berbeda nyata (sig<0,05)
Gambar 7. Histogram nilai pH gelatin kulit ikan kakap merah pada penelitian pendahuluan (n = 3)
Hasil analisis ragam faktorial menunjukkan bahwa konsentrasi asam asetat
dan interaksi antara konsentrasi asam asetat dengan lama perendaman
memberikan pengaruh yang berbeda nyata (sig<0,05) terhadap nilai pH gelatin,
sedangkan lama perendaman tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata
(Lampiran 13). Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa nilai pH gelatin
kulit ikan kakap merah dipengaruhi oleh konsentrasi asam asetat yang digunakan.
Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan konsentrasi asam
asetat dan lama perendaman memberikan pengaruh yang berbeda nyata (sig<0,05)
terhadap hasil rendemen gelatin kulit ikan kakap merah (Lampiran 14).
Berdasarkan hasil pengukuran pH gelatin didapatkan bahwa pH gelatin
kulit ikan kakap merah berkisar antara 4,34 sampai dengan 5,56. Nilai ini masih
memenuhi standar gelatin tipe A yang disyaratkan Tourtellote (1980) yaitu
berkisar antara 3,8-6,0 (Lampiran 10). Nilai pH yang paling mendekati kondisi
netral (pH 7) dimiliki oleh perlakuan kulit dengan perendaman asam asetat 1%
dan lama perendaman 12 jam yaitu sebesar 5,56 dan nilai pH yang paling jauh
dari kondisi netral dimiliki oleh perlakuan kulit dengan perendaman asam asetat
5% dan lama perendaman 12 jam yaitu sebesar 4,34.
Rendahnya nilai pH gelatin kulit ikan kakap merah diakibatkan oleh
tingginya konsentrasi asam asetat yang digunakan. Hal ini diduga karena masih
ada sisa-sisa asam asetat yang digunakan pada saat perendaman yang terbawa
pada saat ekstraksi, sehingga akan mempengaruhi tingkat keasaman (pH) gelatin
yang dihasilkan. Gelatin dengan pH rendah mempunyai keuntungan yaitu akan
tahan terhadap kontaminasi mikroorganisme (Saepudin 2003 dalam Hajrawati
2005).
4.1.3 Viskositas gelatin
Viskositas larutan gelatin terutama tergantung pada tingkat hidrodinamik
antara molekul-molekul gelatin itu sendiri. Disamping itu juga, viskositas
tergantung pada temperatur, pH, dan konsentrasi dari larutan gelatin (Ward and
Courts 1977).
Nilai viskositas gelatin kulit ikan kakap merah hasil penelitian berkisar
antara 12-18,2 centipoise (cP). Nilai viskositas tertinggi terdapat pada perlakuan
kulit dengan perendaman asam asetat 3% dan lama perendaman 24 jam,
sedangkan nilai viskositas terendah terdapat pada perlakuan kulit dengan
perendaman asam 5% dan lama perendaman 12 jam. Nilai viskositas gelatin kulit
ikan kakap merah dengan perlakuan berbeda yang diperoleh pada penelitian
disajikan pada Gambar 8.
15,6c
15,35c16,2c
14,8c
14,78d
18,2d
14b 14,4b
12a
13,8a
02468
101214161820
cent
ipoi
se (c
P)
1 2 3 4 5Konsentrasi asam asetat (%)
12 jam 24 jam
Angka-angka yang diikuti huruf berbeda (a,b,c,d) menunjukkan berbeda nyata (sig<0,05)
Gambar 8. Histogram viskositas gelatin kulit ikan kakap merah pada penelitian pendahuluan (n = 3)
Berdasarkan analisis ragam faktorial, konsentrasi asam asetat dan interaksi
antara konsentrasi asam asetat dengan lama perendaman memberikan pengaruh
yang berbeda nyata (sig<0,05) terhadap viskositas gelatin, sedangkan lama
perendaman tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (Lampiran 15).
Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa interaksi antara konsentrasi asam
asetat dan lama perendaman memberikan pengaruh yang berbeda nyata (sig<0,05)
(Lampiran 16). Nilai viskositas tertinggi didapat pada interaksi perlakuan asam
asetat 3% dengan lama perendaman 24 jam yaitu 18,2 cP.
Viskositas berhubungan dengan bobot molekul (BM) rata-rata gelatin dan
distribusi molekul, sedangkan bobot molekul gelatin berhubungan langsung
dengan panjang rantai asam aminonya. Hal ini berarti semakin panjang rantai
asam amino maka nilai viskositas akan semakin tinggi. Konsentrasi larutan asam
yang berbeda berpengaruh terhadap bobot molekul (BM) gelatin yang dihasilkan
(Ward and Courts 1977). Semakin besar bobot molekul maka laju aliran larutan
semakin lambat sehingga akan meningkatkan nilai viskositas. Viskositas gelatin
dipengaruhi oleh pH gelatin, temperatur, konsentrasi dan teknik perlakuan seperti
penambahan elektrolit lain dalam larutan gelatin.
4.1.4 Kekuatan gel gelatin
Kekuatan gel gelatin didefinisikan sebagai besarnya gaya yang diperlukan
oleh probe untuk menekan gel setinggi empat mm sampai gel pecah. Satuan untuk
menunjukkan kekuatan gel yang dihasilkan dari suatu konsentrasi tertentu disebut
derajat bloom (Hermanianto et al. 2000).
Kekuatan gel sangat penting dalam penentuan perlakuan terbaik dalam
proses ekstraksi gelatin karena salah satu sifat penting gelatin adalah mampu
mengubah cairan menjadi padatan atau mengubah sol menjadi gel yang reversible.
Kemampuan inilah yang menyebabkan gelatin sangat luas penggunaannya, baik
dalam bidang pangan, farmasi, maupun bidang-bidang lainnya. Hasil pengukuran
kekuatan gel gelatin kulit ikan kakap merah dengan perlakuan yang berbeda dapat
dilihat pada Gambar 9.
Berdasarkan hasil analisis ragam faktorial dapat diketahui bahwa
konsentrasi asam asetat dan interaksi antara konsentrasi asam asetat dengan lama
perendaman memberikan pengaruh yang berbeda nyata (sig<0,05) terhadap
kekuatan gel gelatin, sedangkan lama perendaman tidak menunjukkan pengaruh
yang berbeda nyata (Lampiran 17). Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa
interaksi antara konsentrasi asam asetat dan lama perendaman memberikan
pengaruh yang berbeda nyata (sig<0,05) (Lampiran 18). Nilai kekuatan gel gelatin
tertinggi didapat pada interaksi perlakuan asam asetat 3% dengan lama
perendaman 24 jam yaitu 285 bloom.
Hasil penelitian menujukkan bahwa nilai kekuatan gel gelatin berkisar
antara 75-285 bloom. Nilai ini masih memenuhi standar kekuatan gel gelatin yang
disyaratkan oleh Tourtellote (1980) yaitu 75-300 bloom (Lampiran 10). Kekuatan
gel tertinggi dimiliki oleh gelatin kulit dengan perlakuan konsentrasi asam asetat
3% dan perendaman 24 jam yaitu 285 bloom, sedangkan kekuatan gel terendah
dimiliki oleh gelatin dengan perlakuan konsentrasi asam asetat 4% dan lama
perendaman 24 jam.
220cd 225cd 225c
185c
170d
285d
200b
75b
150a
77,5a
0
50
100
150
200
250
300
Blo
om
1 2 3 4 5Konsentrasi asam asetat (%)
12 jam 24 jam
Angka-angka yang diikuti huruf berbeda (a,b,c,d) menunjukkan berbeda nyata (sig<0,05)
Gambar 9. Histogram kekuatan gel gelatin kulit ikan kakap merah pada penelitian pendahuluan (n = 3)
Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa semakin tinggi kosentrasi
asam asetat dan lama peredaman mengakibatkan nilai kekuatan gel gelatin yang
dihasilkan semakin tinggi sampai konsentrasi asam asetat dan lama perendaman
tertentu, kemudian akan turun kembali nilai kekuatan gel tersebut. Hal ini diduga
karena konsentrasi asam asetat yang semakin tinggi dan semakin lama waktu
perendaman akan menyebabkan terjadinya hidrolisis lanjutan sehingga dihasilkan
rantai asam amino yang pendek.
Menurut Glicksman (1969) kekuatan gel dipengaruhi oleh asam, alkali,
dan panas yang akan merusak struktur gelatin sehingga gel tidak terbentuk.
Pembentukan dan kekuatan gel yang dihasilkan tergantung pada kandungan rantai
� dan distribusi bobot molekul. Penurunan kekuatan gel seiring dengan
peningkatan bobot molekul gelatin. Gelatin dengan molekul yag lebih besar
mempunyai rantai yang dihubungkan dengan ikatan kovalen. Ikatan kovalen antar
rantai mengurangi jumlah ikatan hidrogen (ikatan non-kovalen) sehingga ikatan
antar molekul menjadi lemah.
4.2 Penelitian Utama
Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, diketahui bahwa konsentrasi
asam asetat dan lama perendaman yang efektif digunakan dalam pembuatan
gelatin kulit ikan kakap merah adalah konsentrasi asam asetat 1%, 2%, dan 3%
serta lama perendaman 12 jam, 18 jam, dan 24 jam. Perlakuan ini dipilih
berdasarkan pada penelitian pendahuluan yang menunjukkan bahwa konsentrasi
asam asetat 4% dan 5% menghasilkan nilai karakteristik (rendemen, pH,
viskositas, dan kekuatan gel) gelatin yang rendah sehingga kurang efektif dalam
pembuatan gelatin, sedangkan penambahan waktu perendaman 18 jam dilakukan
untuk meningkatkan rendemen gelatin yang dihasilkan. Perlakuan ini dilakukan
untuk mengetahui konsentrasi asam asetat dan lama perendaman terbaik yang
digunakan untuk menghasilkan gelatin.
Parameter yang digunakan untuk menentukan faktor perlakuan terbaik
adalah pemilihan konsentrasi asam asetat dan lama perendaman dalam
menghasilkan gelatin yang meliputi rendemen, pH, viskositas, dan kekuatan gel.
Hasil terbaik berdasarkan parameter yang diuji (rendemen, pH, viskositas, dan
kekuatan gel) dilanjutkan dengan pengujian analisis proksimat (kadar air, kadar
abu, kadar protein, dan kadar lemak), serta sifat fisika kimia gelatin yaitu
viskositas, kekuatan gel, derajat keasaman (pH), derajat putih, titik isoelektrik
protein, titik gel, titik leleh, kandungan logam berat (Pb dan Hg), kandungan asam
amino yang dibandingkan dengan gelatin komersial dan gelatin standar
laboratorium hasil pengujian Nurilmala (2004). Hasil terbaik ini juga dilanjutkan
dengan pengujian organoleptik (warna, penampakan, dan bau) dibandingkan
dengan gelatin komersial dan standar laboratorium.
4.2.1 Rendemen gelatin
Rendemen yang didapat pada penelitian ini berkisar antara 11,04-16,8%
(Gambar 10). Rendemen tertinggi didapat pada perlakuan perendaman asam asetat
3% dan lama perendaman 18 jam yaitu 16,8%, sedangkan rendemen terendah
didapat pada perlakuan perendaman asam asetat 3% dan lama perendaman 24 jam
yaitu 11,04%.
Analisis ragam faktorial gelatin kulit ikan kakap merah menunjukkan
bahwa konsentrasi asam asetat, lama perendaman, dan interaksi keduanya
memberikan pengaruh yang berbeda nyata (sig<0,05) terhadap rendemen gelatin
(Lampiran 19), sehingga diketahui bahwa rendemen gelatin kulit ikan kakap
merah dipengaruhi oleh konsentrasi asam asetat, lama perendaman, dan interaksi
keduanya. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa interaksi antara konsentrasi
asam asetat dan lama perendaman memberikan pengaruh yang berbeda nyata
(sig<0,05) (Lampiran 20).
11,8a
14,33ab
12,95ab
12,53ab
15,57cd
11,82a
13,86bc
16,8d
11,04a
02468
1012141618
(%)
1 2 3Konsentrasi asam asetat (%)
12 jam 18 jam 24 jam
Angka-angka yang diikuti huruf berbeda (a,b,c,d) menunjukkan berbeda nyata (sig<0,05)
Gambar 10. Hitogram rendemen gelatin kulit ikan kakap merah pada penelitian utama (n = 3)
Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat adanya kecenderungan bahwa
semakin tinggi konsentrasi asam asetat dan semakin lama waktu perendaman
maka rendemen yang dihasilkan akan semakin tinggi, tetapi pada lama
perendaman 24 jam, rendemen turun sejalan dengan meningkatnya kosentrasi
asam asetat. Hal ini diduga karena semakin lama waktu perendaman akan
menyebabkan terjadinya hidrolisis lanjutan sehingga sebagian gelatin turut
terdegradasi dan menyebabkan turunnya rendemen.
4.2.2 Nilai pH gelatin
Nilai pH gelatin atau derajat keasaman gelatin merupakan salah satu
parameter penting dalam standar mutu gelatin. Astawan et al. (2002) menyatakan
bahwa nilai pH larutan gelatin mempengaruhi sifat-sifat gelatin, seperti viskositas
dan kekuatan gel, selain itu juga akan berpengaruh terhadap aplikasi gelatin dalam
suatu produk. pH gelatin berdasarkan standar mutu gelatin secara umum
diharapkan mendekati pH netral (pH 7). Nilai pH gelatin hasil penelitian utama
tahap pertama dapat dilihat pada Gambar 11.
5,33b 5,25b5,1a 5,2ab
5ab5ab 5,01ab
5,45b
4,95ab
1
2
3
4
5
6
Nilai
pH
1 2 3Konsentrasi asam asetat (%)
12 jam 18 jam 24 jam
Angka-angka yang diikuti huruf berbeda (a,b,c,d) menunjukkan berbeda nyata (sig<0,05)
Gambar 11. Histogram nilai pH gelatin kulit ikan kakap merah pada penelitian utama (n = 3)
Berdasarkan analisis ragam faktorial dapat diketahui bahwa perlakuan
kosentrasi asam asetat, lama perendaman, dan interaksi keduanya memberikan
pengaruh yang berbeda nyata (sig<0,05) terhadap nilai pH gelatin (Lampiran 21).
Hal ini berarti bahwa konsentrasi asam asetat, lama perendaman, dan interaksi
keduanya mempengaruhi nilai pH gelatin kulit ikan kakap merah. Uji lanjut
Duncan menunjukkan bahwa interaksi antara konsentrasi asam asetat dan lama
perendaman memberikan pengaruh yang berbeda nyata (sig<0,05) (Lampiran 22).
Nilai pH gelatin yang dihasilkan pada penelitian berkisar antara 4,98-5,45.
Nilai pH gelatin terendah terdapat pada perlakuan perendaman asam asetat 3%
dan lama perendaman 24 jam yaitu sebesar 4,98. Nilai pH tertinggi terdapat pada
perlakuan perendaman asam asetat 3% dan lama perendaman 18 jam yaitu
sebesar 5,45. Nilai pH gelatin yang dihasilkan memenuhi kriteria sebagai bahan
pangan yang mempunyai nilai pH 4,5 (Paranginangin et al. 2005).
4.2.3 Viskositas gelatin
Hasil penelitian menunjukkan bahwa viskositas gelatin berkisar antara
12,3-17,4 cP. Nilai viskositas terendah didapat pada gelatin dengan perlakuan
perendaman asam asetat 1% dan lama perendaman 24 jam, sedangkan nilai
viskositas tertinggi didapat pada gelatin dengan perlakuan perendaman asam
asetat 3% dan lama perendaman 18 jam. Hasil analisis viskositas gelatin yang
dihasilkan dari berbagai perlakuan konsentrasi asam asetat dan lama perendaman
dapat dilihat pada Gambar 12.
14,4bc15,44cde
12,3a
15,6de 16e
13,84b14,5bcd
17,4f
15,56de
02468
1012141618
cent
ipoi
se (c
P)
1 2 3Konsentrasi asam asetat (%)
12 jam 18 jam 24 jam
Angka-angka yang diikuti huruf berbeda (a,b,c,d,e,f) menunjukkan berbeda nyata (sig<0,05)
Gambar 12. Histogram visositas gelatin kulit ikan kakap merah pada penelitian utama (n = 3)
Berdasarkan analisis ragam faktorial didapat bahwa konsentrasi asam
asetat, lama perendaman, dan interaksi antara konsentrasi asam asetat dengan
lama perendaman memberikan pengaruh yang berbeda nyata (sig<0,05) terhadap
viskositas gelatin (Lampiran 23). Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa interaksi
antara konsentrasi asam asetat dan lama perendaman memberikan pengaruh yang
berbeda nyata (sig<0,05) (Lampiran 24). Nilai viskositas tertinggi didapat pada
interaksi perlakuan perendaman asam asetat 3% dengan lama perendaman 18 jam
yaitu 17,4 cP. Perlakuan ini berbeda nyata dengan perlakuan yang lain. Hal ini
diduga karena terjadinya penguraian kolagen yang cukup baik sehingga rantai
asam amino yang terbentuk cukup panjang dan viskositasnya menjadi tinggi
(Lehninger 1982).
Berdasarkan grafik di atas terlihat adanya kecenderungan bahwa semakin
besar konsentrasi asam maka nilai viskositas yang didapat akan semakin besar.
Hal ini diduga karena kosentrasi asam yang rendah menyebabkan belum
terjadinya hidrolisis sempurna sehingga rantai asam amino yang terbentuk belum
cukup panjang dan viskositasnya menjadi rendah (Lehninger 1982).
Viskositas gelatin dipengaruhi oleh pH gelatin, temperatur, konsentrasi
gelatin dan penambahan elektrolit lain dalam larutan gelatin, semakin rendah
temperatur larutan gelatin (maksimum 40 ºC) dan semakin tinggi konsentrasi
gelatin maka viskositasnya akan semakin tinggi (Stansby 1977). Nilai viskositas
gelatin ini akan berpengaruh pada produk akhir dari suatu produk (Johns 1977).
4.2.4 Kekuatan gel gelatin
Gelatin merupakan hidrokoloid yang mempunyai fungsi untuk
meningkatkan kekentalan dan membentuk gel dalam berbagai produk pangan.
Gelatin sangat efektif dalam membentuk gel. Satu bagian gelatin dapat mengikat
99 bagian air untuk membentuk gel. Efektifitas gelatin sebagai pembentuk gel
berasal dari susunan asam aminonya (Fardiaz 1989).
Kekuatan gel sangat penting sebagai parameter penentu dalam pemilihan
perlakuan terbaik proses ekstraksi gelatin karena salah satu sifat penting gelatin
adalah mampu mengubah cairan menjadi padatan atau mengubah sol menjadi gel
yang reversible. Hasil pengukuran kekuatan gel gelatin pada perlakuan yang
berbeda dapat dilihat pada Gambar 13.
212,5a
252,5b
225a 230ab
279,5c
207,5a
202,5a
312,5c
285c
0
50
100
150
200
250
300
350
Blo
om
1 2 3konsentrasi asam asetat (%)12 jam 18 jam 24 jam
Angka-angka yang diikuti huruf berbeda (a,b,c) menunjukkan berbeda nyata (sig<0,05)
Gambar 13. Histogram kekuatan gel gelatin kulit ikan kakap merah pada penelitian utama (n = 3)
Hasil analisis ragam faktorial terhadap kekuatan gel gelatin kulit ikan
kakap merah menunjukkan bahwa konsentrasi asam asetat, lama perendaman, dan
interaksi antara konsentrasi asam asetat dengan lama perendaman memberikan
pengaruh yang berbeda nyata (sig<0,05) terhadap kekuatan gel gelatin
(Lampiran 25). Berdasarkan uji lanjut metode Duncan dapat diketahui bahwa
interaksi antara konsentrasi asam asetat dan lama perendaman memberikan
pengaruh yang berbeda nyata (sig<0,05) (Lampiran 26).
Kekuatan gel yang dihasilkan pada penelitian pembuatan gelatin kulit ikan
kakap merah ini berkisar antara 202,5-312,5 bloom. Kekuatan gel terendah
dimiliki oleh perlakuan kulit dengan perendaman asam asetat 3% dan lama
perendaman 12 jam, sedangkan kekuatan gel tertinggi dimiliki oleh perlakuan
kulit dengan perendaman asam asetat 3% dan lama perendaman 18 jam. Hal ini
diduga bahwa pada perlakuan perendaman asam asetat 3% dan lama perendaman
18 jam terjadi hidrolisis sempurna yang menyebabkan rantai asam amino menjadi
panjang sehingga kekuatan gel gelatin yang dihasilkan tinggi.
Pembentukan gel dipengaruhi oleh pH, adanya elektrolit dan non elektrolit
serta konsntrasi asam dan suhu yang digunakan. Asam, alkali, dan panas akan
berpengaruh pada kekuatan gel karena dapat merusak struktur gelatin sehingga gel
tidak akan terbentuk (Glicksman 1969). Yoshimura et al. (2000) dalam Hajrawati
(2006) menyatakan bahwa kekuatan gel bertambah secara linier dengan
penambahan konsentrasi gelatin.
Berdasarkan kriteria standar gelatin komersial, maka perlakuan terbaik
yaitu perendaman kulit ikan kakap merah dalam larutan asam asetat 3% dan lama
perendaman 18 jam, karena perlakuan ini menghasilkan nilai pH, viskositas, dan
kekuatan gel yang tinggi. Perlakuan ini juga menghasilkan rendemen yang tinggi
sehingga menunjukkan bahwa perlakuan ini cukup efektif dalam menghasilkan
gelatin.
4.2.5 Analisis komposisi kimia gelatin
Gelatin merupakan suatu bahan tambahan makanan berupa protein murni
yang diperoleh dari penguraian kolagen dengan menggunakan panas. Analisis
proksimat gelatin kulit ikan kakap merah hasil perlakuan terbaik (3%, 18 jam),
dibandingkan dengan gelatin komersial dan gelatin standar laboratorium hasil
pengujian Nurilmala (2004) dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Analisis proksimat gelatin hasil perlakuan terbaik (3%, 18 jam) dibandingkan dengan gelatin komersial dan gelatin standar laboratorium hasil pengujian Nurilmala (2004)
Parameter Gelatin Kulit
Ikan Kakap Merah (3%, 18 jam)
Gelatin Komersial*)
Gelatin Standar Laboratorium*)
Kadar Air (%) 10,19 12,21 11,45 Kadar Abu (%) 0,4 1,66 0,52 Kadar Lemak (%) 0,33 0,23 0,25 Kadar Protein (%) 88,88 85,99 87,26
*) Nurilmala (2004)
a. Kadar air
Air merupakan kandungan penting dalam suatu bahan pangan. Air dapat
berupa komponen intrasel atau ekstrasel dari suatu produk. Peranan air dalam
bahan pangan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas
metabolisme seperti aktivitas enzim, aktivitas mikroba, dan aktivitas kimiawi,
yaitu terjadinya ketengikan dan reaksi-reaksi non-enzimatis sehingga
menimbulkan perubahan sifat-sifat organoleptik dan nilai gizinya.
Pengujian kadar air terhadap gelatin dimaksudkan untuk mengetahui
kandungan air yang terdapat dalam gelatin. Kadar air gelatin akan berpengaruh
terhadap daya simpan, karena erat kaitannya dengan aktivitas metabolisme yang
terjadi selama gelatin tersebut disimpan.
Hasil pengukuran kadar air gelatin (Tabel 11) menunjukkan bahwa kadar
air gelatin kulit ikan kakap merah adalah 10,19%. Kadar air tersebut lebih rendah
dibandingkan dengan kadar air gelatin komersial (12,21%) dan gelatin standar
laboratorium (11,45%) berdasarkan hasil pengujian Nurilmala (2004). Hal ini
diduga karena gelatin kulit ikan kakap merah lebih banyak kehilangan air selama
proses pengeringan, dimana alat pengeringan yang digunakan adalah oven dengan
suhu 50 ºC selama 48 jam. Waktu pengeringan tersebut cukup lama sehingga
menyebabkan banyaknya air yang menguap. Proses pengeringan pada gelatin
komersial biasanya menggunakan freeze dryer (Amiruldin 2007), sehingga pada
proses pengeringan gelatin komersial ini jumlah air yang menguap lebih sedikit
daripada gelatin yang dikeringkan dengan menggunakan oven .
Kadar air gelatin kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) masih memenuhi
standar yang disyaratkan SNI (1995) yaitu maksimum 16% dan standar FAO
JECFA (2003) yaitu maksimum 18%. McCormick Goodhart (1995) dalam
Gelatin Food Science (2002) menyatakan bahwa kadar air gelatin dapat mencapai
16%, tetapi pada umumnya adalah sekitar 10% sampai 13%. Kadar air yang
rendah akan mempengaruhi mutu gelatin terutama pada ketengikan gelatin dan
warna yang kurang cerah.
b. Kadar abu
Abu adalah zat organik yang tidak ikut terbakar dalam proses pembakaran
zat organik. Zat tersebut diantaranya adalah natrium, klor, kalsium, fosfor,
magnesium, dan belerang (Winarno 1992). Nilai kadar abu suatu bahan pangan
menunjukkan besarnya jumlah mineral yang terkandung dalam suatu bahan
pangan tersebut (Apriyantono 1989).
Kadar abu gelatin kulit ikan kakap merah adalah 0,4%. Berdasarkan hasil
pengujian Nurilmala (2004), kandungan abu gelatin ikan kakap merah lebih
rendah dibandingkan dengan gelatin komersial yaitu 1,66% dan gelatin standar
laboratorium yang bernilai 0,52% (Tabel 11). Besar kecilnya nilai kadar abu
ditentukan oleh proses pencucian atau demineralisasi, semakin banyak mineral
yang luruh maka nilai kadar abu semakin rendah. Rendahnya kadar abu yang
dimiliki oleh gelatin kulit ikan kakap merah diduga karena banyaknya jumlah
mineral yang ikut larut dalam proses pencucian.
Nilai kadar abu yang dihasilkan berada dalam kisaran nilai kadar abu yang
ditentukan oleh Turtellote (1980) yaitu 0,3-2,0% untuk gelatin dengan proses
asam dan 0,5-2,0% untuk gelatin dengan proses basa (Lampiran 10). Nilai
tersebut juga memenuhi syarat SNI (1995) yaitu maksimum 3,25% dan termasuk
dalam kisaran standar kadar abu gelatin yang ditentukan Food Chemical Codex
(1996) yaitu tidak lebih dari 3%.
c. Kadar lemak
Penentuan kadar lemak cukup penting karena lemak berpengaruh terhadap
perubahan mutu gelatin selama penyimpanan. Kerusakan lemak yang utama
diakibatkan oleh proses oksidasi sehingga timbul bau dan rasa tengik yang disebut
dengan proses ketengikan. Lemak berhubungan dengan mutu karena kerusakan
lemak dapat menurunkan nilai gizi serta menyebabkan penyimpangan rasa dan
bau (Winarno 1997). Gelatin yang bermutu tinggi diharapkan memiliki
kandungan lemak yang rendah bahkan diharapkan tidak mengandung lemak
(deMan 1997).
Kadar lemak gelatin kulit ikan kakap merah adalah 0,33% (Tabel 11).
Nilai ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan gelatin komersial yang berjumlah
0,23% dan gelatin standar laboratorium yang kadar lemaknya sebesar 0,25%
(Nurilmala 2004). Nilai ini cukup baik karena kadar lemak tidak melebihi batas
5% yang merupakan salah satu persyaratan mutu gelatin (Jobling dan
Jobling 1983 dalam Pelu et al. 1998).
Tingginya kadar lemak tersebut diduga karena bahan baku yang digunakan
pada pembuatan gelatin ini adalah kulit ikan yang mempunyai kadar lemak yang
lebih tinggi daripada gelatin komersial yang berasal dari tulang sapi/babi. Selain
itu kandungan lemak yang tinggi juga disebabkan kurang optimalnya proses
pencucian kulit setelah perendaman asam yang menyebabkan lemak ikut dalam
proses ekstraksi.
Kadar lemak pada gelatin sangat tergantung pada perlakuan selama proses
pembuatan gelatin, mulai dari tahap pembersihan kulit hingga tahap penyaringan
filtrat hasil ekstraksi. Perlakuan yang baik pada tiap tahap proses pembuatan
gelatin akan mengurangi kandungan lemak yang ada dalam bahan baku sehingga
produk yang dihasilkan memiliki kadar lemak yang rendah.
d. Kadar protein
Protein merupakan kandungan yang tertinggi di dalam gelatin. Gelatin
sebagai salah satu jenis protein konversi yang dihasilkan melalui proses hidrolisis
kolagen, pada dasarnya memiliki kadar protein yang tinggi. Gelatin merupakan
bahan makanan tambahan berupa protein murni yang diperoleh dari penguraian
kolagen dengan menggunakan panas (Raharja 2004 dalam Amiruldin 2007).
Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 11), kadar protein gelatin kulit ikan
kakap merah adalah 88,88%. Kadar protein gelatin komersial yaitu 85,99% dan
gelatin standar laboratorium yaitu 87,26% (Nurilmala 2004). Kadar protein gelatin
kulit ikan kakap merah yang lebih tinggi diduga karena bahan baku yang
digunakan mempunyai kadar protein cukup tinggi.
Kadar protein pada gelatin dipengaruhi oleh proses perendaman kulit.
Proses perendaman mengakibatkan terjadinya reaksi pemutusan ikatan hidrogen
dan pembukaan struktur koil kolagen yang terjadi secara optimum sehingga
jumlah protein yang terekstrak menjadi banyak. Tingginya kadar protein yang
terkandung dalam gelatin kulit ikan kakap merah mengindikasikan bahwa gelatin
tersebut memiliki mutu yang baik. Menurut Keenan dalam Rusli (2004) bahwa
berdasarkan berat keringnya, gelatin terdiri dari 98-99% protein.
4.2.6 Analisis sifat fisika dan kimia gelatin
Sifat fungsional gelatin merupakan sifat fisika kimia yang sangat
mempengaruhi perilaku gelatin dalam sistem makanan selama proses
penyimpanan, penyiapan, dan pengkonsumsian (deMan 1997). Hasil analisis sifat
fisika kimia gelatin kulit ikan kakap merah hasil perlakuan terbaik (3%, 18 jam)
dibandingkan dengan sifat fisika kimia gelatin komersial dan gelatin standar
laboratrium berdasarkan hasil pengujian Nurilmala (2004) dapat dilihat pada
Tabel 12.
Tabel 12. Sifat fisika kimia gelatin hasil perlakuan terbaik (3%, 18 jam) dibandingkan dengan gelatin komersial dan gelatin standar laboratorium hasil pengujian Nurilmala (2004)
Parameter Gelatin Kulit
Ikan Kakap Merah (3%, 18 jam)
Gelatin Komersial*)
Gelatin Standar Laboratorium*)
Kekuatan gel (Bloom) 312,5 328,57 - Viskositas (cP) 17,4 7,00 6,00 pH 5,45 5,00 5,90 Titik gel (ºC) 10,15 19,50 1,30 Titik leleh (ºC) 27,26 29,60 16,30 Titik isoelektrik 8,00 7,00 8,00 Derajat putih (%) 34,7 - - Logam berat (Pb) Tidak terdeteksi - - Logam berat (Hg) Tidak terdeteksi - -
*) Nurilmala (2004)
a. Kekuatan gel gelatin
Kekuatan gel merupakan salah satu sifat fisik yang penting pada gelatin
karena kekuatan gel menunjukkan kemampuan gelatin dalam pembentukan gel
(Glicksman 1969). Menurut Ward and Courts (1977) pembentukan gel terjadi
karena pengembangan molekul gelatin pada waktu pemanasan. Panas akan
membuka ikatan-ikatan pada molekul gelatin dan cairan yang semula bebas
mengalir menjadi larutan kental. Larutan tersebut akan membentuk gel secara
sempurna jika disimpan pada suhu dingin (10 ºC) selama 17 ± 2 jam.
Hasil pengukuran kekuatan gel (Tabel 12) dapat diketahui bahwa kekuatan
gel gelatin kulit ikan kakap merah adalah 312,5 bloom, nilai tersebut lebih rendah
dibandingkan dengan gelatin komersial yaitu 328,57 bloom hasil pengujian
Nurilmala (2004). Gelatin standar laboratorium tidak membentuk gel setelah
disimpan pada suhu 10 ºC selama 17 ± 2 jam sehingga tidak diperoleh nilai
kekuatan gel dari gelatin tersebut. Gelatin standar laboratorium tidak membentuk
gel, hal ini dikarenakan fungsi dari gelatin ini bukan sebagai bahan pembentuk gel
(gelling agent) tetapi hanya sebagai bahan pemblok (blocking agent) saja
sehingga kekuatan gel tidak begitu penting untuk produk tersebut (Rusli 2004).
Menurut Avena-Bustillos et al. 2006, gelatin mamalia mempunyai
kekuatan gel yang lebih tinggi daripada kekuatan gel gelatin ikan. Kekuatan gel
dipengaruhi oleh asam, alkali, dan panas yang akan merusak struktur gelatin
sehingga gel tidak terbentuk (Glicksman 1969). Geltech (2000) menyatakan
bahwa kekuatan gel gelatin sangat dipengaruhi oleh konsentrasi gelatin, pH, suhu,
dan waktu inkubasi.
b. Viskositas gelatin
Viskositas merupakan sifat fisik gelatin yang penting setelah kekuatan gel,
karena viskositas mempengaruhi sifat fisik lainnya seperti titik leleh, titik gel, dan
stabilitas emulsi. Viskositas gelatin yang tinggi menghasilkan laju pelelehan dan
pembentukan gel yang lebih tinggi dibandingkan gelatin yang viskositasnya
rendah, dan untuk stabilitas emulsi gelatin diperlukan viskositas yang tinggi
(Leiner 2002).
Berdasarkan Tabel 12, nilai viskositas gelatin kulit ikan kakap merah jauh
lebih tinggi dibanding gelatin komersial dan gelatin standar laboratorium hasil
pengujian Nurilmala (2004). Hal ini menunjukkan bahwa kekentalan gelatin dari
kulit ikan kakap merah lebih tinggi dari kedua gelatin pembanding. Oleh karena
itu gelatin kulit ikan kakap merah cocok digunakan pada industri farmasi dan
pembentukan film yang memerlukan viskositas yang tinggi (Fahrul 2004).
Viskositas yang tinggi diperlukan dalam pembuatan film (Food Science 2002).
Tingginya nilai viskositas ini diakibatkan oleh penguraian kolagen menjadi
gelatin terjadi secara optimal sehingga rantai amino yang terbentuk cukup panjang
dan viskositasnya menjadi tinggi (Lehninger 1997). Viskositas gelatin
dipengaruhi oleh berat molekul dengan nilai viskositas gelatin terendah berkisar
antara 6-8 cP (Jamilah et al. 2002). Nilai viskositas gelatin kulit ikan kakap merah
(Lutjanus sp.) adalah 17,4 cP, nilai tersebut memenuhi gelatin standar pangan
Norland Product (2001) yaitu lebih dari 2,5 cP.
c. Nilai pH gelatin
Nilai pH gelatin adalah derajat keasaman gelatin yang merupakan salah
satu parameter penting dalam standar mutu gelatin. Pengukuran nilai pH larutan
gelatin penting dilakukan karena nilai pH gelatin mempengaruhi sifat-sifat gelatin
lainnya seperti viskositas dan kekuatan gel (Astawan 2002).
Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 12), diketahui bahwa nilai pH gelatin
kulit ikan kakap merah adalah 5,45. Nilai ini lebih tinggi dari gelatin komersial
yaitu 5,00 dan lebih rendah dari gelatin standar laboratorium yaitu 5,90
(Nurilmala 2004). Menurut Jamilah et al. (2000), perbedaan pH pada gelatin
disebabkan karena perbedaan jenis dan kekuatan asam yang digunakan pada
proses pembuatan gelatin. Selain itu, proses pencucian yang kurang optimal
menyebabkan masih ada sisa-sisa asam yang digunakan pada saat perendama
yang terbawa pada saat ekstraksi, sehingga akan mempengaruhi tingkat keasaman
(pH) gelatin yang dihasilkan.
Nilai pH sangat tergantung pada proses pencucian setelah proses
perendaman asam. Proses pencucian yang baik akan menyebabkan kandungan
asam yang terperangkap di dalam kulit semakin sedikit, sehigga nilai pH akan
semakin mendekati netral (Hinterwaldner 1977).
d. Titik gel dan titik leleh gelatin
Titik gel adalah suhu ketika larutan gelatin dalam konsentrasi tertentu
mulai membentuk gel, sedangkan titik leleh adalah suhu ketika gelatin yang
membentuk gel mencair saat dipanaskan perlahan-lahan (Baker et al. 1994). Hasil
pengukuran titik gel dan titik leleh gelatin (Tabel 12), dapat diketahui bahwa titik
gel dan titik leleh gelatin kulit ikan kakap merah adalah 10,15 ºC dan 27,26 ºC.
Berdasarkan hasil pengujian Nurilmala (2004), suhu tersebut lebih rendah dari
titik gel dan titik leleh gelatin komersial yaitu 19,50 ºC dan 29,60 ºC, tetapi lebih
tinggi dari titik gel dan titik leleh gelatin standar laboratorium yaitu 1,30 ºC dan
16,30 ºC berdasarkan hasil pengujian Nurilmala (2004). Hasil pengukuran
tersebut menunjukkan bahwa suhu titik gel berbanding lurus dengan suhu titik
leleh, jika titik gelnya rendah maka titik lelehnya juga rendah, demikian pula
sebaliknya.
Rendahnya titik gel dan titik leleh gelatin kulit ikan kakap merah dan
gelatin standar laboratorium disebabkan oleh bahan baku gelatin komersial yang
berasal dari tulang sapi dan babi. Gelatin yang diperoleh dari sapi dan babi
memiliki titik gel dan titik leleh yang lebih tinggi dibandingkan gelatin yang
diperoleh dari ikan (Poppe 1992). Menurut Choi dan Regenstein (2000), gelatin
ikan selalu mempunyai titik leleh yang lebih rendah daripada gelatin yang terbuat
dari babi dan sapi. Selain itu rendahnya titik gel dan titik leleh gelatin kulit ikan
kakap merah dan gelatin standar laboratorium diakibatkan oleh rendahnya
kandungan asam amino glisin dan hidroksiprolin di dalam gelatin, yang
mengakibatkan hilangnya ikan hidrogen dari gelatin terhadap air dalam larutan
(Utama 1997). Titik gel dan titik leleh gelatin dipengaruhi oleh konsentrasi gelatin
dalam larutan, pH, dan besarnya molekul gelatin (Stansby 1977).
Titik gel gelatin kulit ikan kakap merah yang sebesar 10,15 ºC sedikit
diatas nilai titik gel menurut Food Chemical Codex (1996) yang menyatakan
bahwa gelatin yang diekstrak dari ikan memiliki titik gel pada kisaran 5-10 ºC.
Berbeda dengan gelatin standar laboratorium yang juga bahan bakunya ikan, titik
gelnya jauh dibawah kisaran titik gelatin ikan secara umum. Pengukuran kekuatan
gel gelatin standar laboratorium tidak membentuk gel karena suhu inkubasinya
hanya berkisar ± 10 ºC. Titik leleh gelatin kulit ikan kakap merah yang sebesar
27,26 ºC, masih termasuk dalam kisaran standar suhu titik leleh gelatin secara
umum. Sebagaimana menurut Food Chemical Codex (1996) bahwa produk gelatin
adalah produk yang pada suhu <35 ºC sudah mengalami pelelehan dan dapat
mencair dalam mulut.
e. Titik isoelektrik gelatin
Titik isoelektrik protein (pI) adalah pH dimana protein memiliki jumlah
muatan ion positif dan negatif yang sama (Lehninger 1982). Pada titik
isoelektriknya, kelarutan protein rendah sehingga terjadi penggumpalan atau
pengendapan protein. Dengan demikian titik isoelektrik penting diketahui karena
akan berpengaruh terhadap penggunaannya dalam berbagai produk terutama
kaitannya dengan tingkat kelarutan gelatin. Menurut Baker et al. (1994) pada
bahan pangan, titik isoelektrik sangat penting karena pada titik ini beberapa bahan
pangan bersifat maksimum dan minimum, sebagai contoh kelarutan protein selalu
minimum pada titik isoelektriknya.
Hasil pengujian titik isoelektrik (Tabel 12) menunjukkan bahwa gelatin
kulit ikan kakap merah mempunyai nilai yang sama dengan nilai titik isoelektrik
gelatin standar laboratorium yaitu 8 dan lebih tinggi dari titik isoelektrik gelatin
komersial yang mempunyai nilai 7 hasil pengujian Nurilmala (2004). Titik
isoelektrik yang lebih tinggi daripada titik isoelektrik gelatin komersial karena
proses pembuatannya menggunakan metode asam, sedangkan gelatin komersial
yang berasal dari tulang sapi dan babi diduga menggunakan metode basa
(Amiruldin 2007). Menurut Poppe (1992), titik isoelektrik protein dapat bervariasi
tergantung jumlah gugus karboksil amida pada gelatin. Apabila titik isoelektrik
tinggi (9,4), maka tidak ada modifikasi terhadap gugus amida dan apabila titik
isoelektrik (4,8), maka 90-95% protein dari gelatin merupakan gugus karboksil.
Titik isoelektrik gelatin berkisar antara 4,8-9,4, dengan gelatin yag dihasilkan
pada proses asam mempunyai titik isoelektrik yang lebih tinggi dibandingkan
dengan gelatin yang dihasilkan pada proses basa (Estoe dan Leach 1977).
Gelatin baik digunakan dalam kondisi asam maupun basa. Pada
penggunaan dalam larutan asam, gelatin akan berperan sebagai alkali atau
bermuatan positif, sedangkan dalam larutan basa gelatin akan berperan sebagai
asam atau bermuatan negatif (Lehninger 1982). Kemampuan gelatin yang dapat
berperan sebagai asam atau basa menyebabkan gelatin disebut sebagai protein
ampoterik (Budavari 1996). Protein memiliki tingkat kelarutan yang rendah pada
titik isoelektriknya, sehingga hendaknya dalam melarutkan gelatin kulit ikan
kakap dilakukan di atas atau di bawah pH 8.
Titik isoelektrik gelatin erat kaitannya dengan viskositas. Viskositas
gelatin terendah diperoleh pada pH titik isoelektrik gelatin tersebut (Poppe 1992).
Oleh karena itu untuk mendapatkan viskositas gelatin yang tinggi maka larutan
yang digunakan untuk melarutkan gelatin tersebut hendaknya lebih tinggi atau
lebih rendah dari pH titik isoelektriknya.
f. Derajat putih gelatin
Derajat putih merupakan gambaran secara umum dari warna gelatin yang
umumnya derajat putih gelatin diharapkan mendekati 100%, karena gelatin yang
bermutu tinggi biasanya tidak berwarna, sehingga aplikasinya lebih luas. Derajat
putih gelatin akan berpengaruh pada aplikasi suatu produk (Glicksman 1969).
Menurut Budavari (1996) salah satu sifat fisik gelatin adalah tidak berwarna atau
agak berwarna kuning dan transparan.
Berdasarkan hasil pengukuran diketahui bahwa derajat putih gelatin kulit
ikan kakap merah adalah 34,7%. Nilai tersebut masih rendah jika dibandingkan
dengan standar mutu gelatin yang disyaratkan SNI 1995 yaitu tidak berwarna
hingga kuning pucat. Rendahnya nilai derajat putih pada gelatin kulit ikan kakap
merah diduga karena kualitas bahan baku yang mengalami proses pemanasan
pada saat ekstraksi sehingga terjadi proses pencoklatan non-enzimatis atau reaksi
maillard yang menyebabkan terjadinya pigmen coklat atau melanodin. Poppe
(1992) menyatakan bahwa derajat putih gelatin dipengaruhi oleh bahan baku,
metode pembuatan, dan ekstraksi.
Teknik pengeringan juga berpengaruh terhadap nilai derajat putih. Hasil
penelitian Sopian (2002) menunjukkan bahwa derajat putih gelatin kulit ikan pari
dengan perlakuan pengering oven lebih rendah (49%-53%) dibandingkan pada
perlakuan pengering freeze dryer (53%-67%).
g. Logam berat Pb dan Hg gelatin
Logam berat merupakan jenis logam seperti merkuri, krom, cadmium,
arsen, dan timbal dengan bobot molekul yang tinggi. Logam berat terakumulsi di
dalam tubuh makhluk hidup yang mengakibatkan kadarnya lebih besar daripada
kadarnya dalam lingkungan dan akan meningkat siring dengan meningkatnya
posisi organisme pada rantai makanan (Fahrul 2004).
Analisis logam berat sangat penting bagi produk seperti gelatin, antara lain
untuk menentukan keamanan penggunaan gelatin pada produk konsumsi yaitu
produk pangan dan produk farmasi. Logam berat timbal (Pb) merupakan
kontaminan yang berbahaya bagi manusia jika melebihi batas yang ditetapkan.
Adanya timbal (Pb) dalam gelatin dapat diakibatkan oleh pencemaran lingkungan
atau penyerapan logam dari peralatan (deMan 1997).
Merkuri (Hg) dalam gelatin perlu diketahui karena dimungkinkan adanya
pencemaran merkuri dalam bahan baku sehingga terkontaminasi pada gelatin yang
dihasilkan. deMan (1997) menyatakan bahwa senyawa merkuri (Hg) yang ada di
dalam sedimen sungai atau laut diubah menjadi metil merkuri yang sangat
beracun. Hasil analisis logam berat gelatin (Tabel 12) menunjukkan bahwa di
dalam gelatin kulit kakap merah tidak terdeteksi adanya kandungan logam berat
timbal (Pb) dan merkuri (Hg). Hasil ini memenuhi standar mutu gelatin yang
ditetapkan SNI (1995) dan FAO JECFA(2003) yaitu maksimum 50 mg/kg.
Menurut deMan (1997) kandungan merkuri yang tidak terdeteksi dalam
gelatin kulit ikan kakap merah menunjukkan bahwa gelatin tersebut masih
memenuhi syarat yang ditetapkan yaitu maksimum 0,5 mg/kg. Hasil yang didapat
dari analisis pengujian logam berat timbal (Pb) dan merkuri (Hg) menunjukkan
bahwa gelatin yang diproduksi dari kulit ikan kakap merah dapat digunakan dalam
produk konsumsi yaitu produk pangan dan produk farmasi.
4.2.7 Analisis komposisi asam amino gelatin
Asam amino adalah unit terkecil pembentuk protein. Komposisi asam
amino sangat penting dalam karakteristik sifat gelatin. Penentuan asam amino
dilakukan dengan teknik High Performance Lyquid Chrtography (HPLC).
Analisis asam amino ini bertujuan untuk mengetahui jenis komposisi asam amino
gelatin kulit ikan kakap merah yang dibandingkan dengan gelatin komersial dan
gelatin standar laboratorium hasil pengujian Nurilmala (2004).
Berdasarkan hasil analisis asam amino (Lampiran 27) diketahui bahwa
komposisi asam amino gelatin kulit ikan kakap merah mempunyai kandungan
asam amino prolin dan hidroksiprolin yang lebih tinggi daripada gelatin komersial
dan gelatin standar laboratorium, tetapi mempunyai kandungan asam amino glisin
yang lebih rendah daripada gelatin komersial dan gelatin standar laboratorium
berdasarkan hasil pengujian Nurilmala (2004). Adanya kandungan jenis asam
amino yang lain pada gelatin kulit ikan kakap merah mempunyai nilai kandungan
asam amino yang tidak jauh berbeda dengan nilai kandungan asam amino gelatin
komersial dan gelatin standar laboratorium hasil pengujian Nurilmala (2004).
Perbedaan komposisi asam amino disebabkan oleh penggunaan bahan
baku yang berbeda, yaitu kulit ikan kakap merah, tulang sapi, dan ikan cod. Ward
and Courts (1977) menyatakan bahwa gelatin mempunyai 19 jenis asam amino
yang dihubungkan dengan ikatan peptida yang membentuk rantai polimer yang
panjang. Komposisi asam amino dalam gelatin bervariasi tergantung pada sumber
kolagen, spesies hewan penghasil, dan jenis kolagen. Hasil analisis kandungan
asam amino gelatin kulit ikan kakap merah perlakuan terbaik (3%, 18 jam)
dibandingkan dengan gelatin komersial dan gelatin standar laboratorium hasil
pengujian Nurilmala (2004) dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Komposisi asam amino gelatin hasil perlakuan terbaik (3%, 18 jam) dibandingkan dengan gelatin komersial dan gelatin standar laboratorium hasil pengujian Nurilmala (2004)
Jenis Asam Amino
Gelatin Kulit Ikan Kakap Merah (3%, 18 jam)
(%)
Gelatin Komersial*)
(%)
Gelatin Standar Laboratorium*)
(%) Asam aspartat 3,00 4,93 5,15 Asam glutamat 7,81 9,43 9,47 Serin 1,46 2,18 1,97 Glisin 20,28 23,01 23,18 Histidin 1,78 0,03 0,02 Arginin 2,22 8,95 8,12 Treonin 0,92 2,87 2,93 Alanin 10,18 10,24 10,07 Prolin 12,37 12,34 12,54 Tirosin 1,13 0,15 0,11 Valin 1,25 1,60 1,25 Methionin 1,39 0,55 0,42 Sistin 1,26 0,07 0,10 Isoleusin 1,28 1,13 1,03 Leusin 1,00 - - Fenilalanin 1,72 1,92 1,96 Lisin 4,89 2,86 1,53 Hidroksiprolin 8,94 8,74 8,85
*) Nurilmala (2004)
Hasil analisis komposisi asam amino menunjukkan bahwa ketiga jenis
gelatin mengandung glisin dan prolin yang cukup tinggi dibandingkan asam
amino yang lainnya. Charley (1982) menyatakan bahwa susunan asam amino
gelatin hampir sama dengan kolagen. Glisin sebagai asam amino utama dan
merupakan 2/3 dari seluruh asam amino yang menyusunnya, 1/3 asam amino yang
tersisa diisi prolin dan hidroksiprolin.
Berdasarkan ketiga jenis gelatin yang diuji tidak ditemukan adanya asam
amino triptofan yang merupakan asam amino esensial, dan hal inilah yang
menyebabkan gelatin dikatakan sebagai protein yang kandungan gizinya tidak
lengkap. Avena-Bustillos et al. (2006) menyatakan bahwa semua asam amino
ditemukan dalam gelatin kecuali triptofan dan sistin. Triptofan merupakan salah
satu asam amino esensial yang dibutuhkan oleh tubuh (Glicksman 1969). Oleh
karena itu, penggunaannya sebagai bahan baku industri pangan, gelatin kulit ikan
kakap merah hendaknya dikombinasikan dengan bahan pangan yang banyak
mengandung triptofan, sehingga kekurangan asam amino tersebut dapat tertutupi.
4.2.8 Uji organoleptik gelatin
Uji organoleptik gelatin kulit ikan kakap merah menggunakan uji segitiga
(Triangle test) terhadap gelatin komersial dan gelatin standar laboratorium.
Panelis yang menilai adalah panelis semi terlatih sebanyak 15 orang Uji
organoleptik gelatin yang dilakukan meliputi parameter warna, bau, dan
penampakan (Gambar 14).
Gambar 14. Gelatin standar laboratorium (GT-S), gelatin komrsial (GT-K), dan
gelatin kulit ikan kakap merah (GT-Q).
Hasil uji organoleptik mununjukkan bahwa warna gelatin kulit ikan kakap
merah tidak berbeda nyata dengan gelatin komersial. Lampiran 1 menunjukkan
bahwa jumlah panelis yang memberikan nilai kurang untuk parameter warna tidak
lebih dari 9 panelis, sedangkan parameter bau dan penampakan gelatin kulit ikan
kakap merah menunjukkan hasil yang berbeda nyata dengan gelatin komersial
pada tingkat kepercayaan 95%. Berdasarkan parameter bau diketahui bahwa bau
gelatin kulit ikan kakap merah masih rendah dibandingkan gelatin komersial,
sedangkan parameter penampakan gelatin kulit ikan kakap merah mempunyai
nilai yang lebih besar dari 9 panelis. Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa
penampakan gelatin kulit ikan kakap merah lebih baik dibandingkan gelatin
komersial.
Berdasarkan uji organoleptik gelatin kulit ikan kakap merah dengan
gelatin standar laboratorium (Lampiran 2) parameter warna dan bau gelatin kulit
ikan kakap merah mempunyai hasil yang berbeda nyata dengan gelatin standar
laboratorium pada tingkat kepercayaan 95%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa
gelatin kulit ikan kakap merah masih rendah dibandingkan gelatin standar
laboratorium, sedangkan penampakan gelatin kulit ikan kakap merah tidak
berbeda nyata dengan gelatin standar laboratorium. Lampiran 2 menunjukkan
bahwa jumlah panelis yang memberikan nilai kurang untuk parameter warna tidak
lebih dari 9 panelis. Berdasarkan tabel jumlah terkecil untuk menyatakan beda
nyata pada uji pasangan segitiga adalah jika jumlah panelis terdiri dari 15 orang,
maka untuk menyatakan beda nyata pada tingkat kepercayaan 95%, panelis yang
memberikan penilaian minimal 9 orang (Soekarto dan Hubeis 1992).
Rendahnya penilaian panelis terhadap parameter bau gelatin kulit ikan
kakap merah terjadi karena masih terciumnya bau amis dan bau asam dari gelatin
yang dihasilkan. Bau amis ini berasal dari bahan baku gelatin yaitu kulit ikan
kakap merah, sedangkan bau asam terjadi karena pembuatan gelatin kulit ikan
kakap merah menggunakan proses asam, sehingga gelatin yang dihasilkan berbau
asam.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kulit ikan kakap merah dapat dijadikan gelatin karena didalamnya terdapat
protein kolagen yang dapat didenaturasi menjadi gelatin. Kulit ikan kakap merah
dapat dibuat menjadi gelatin dengan menggunkan asam asetat 1-5% dan lama
perendaman 12jam, 18 jam, dan 24 jam. Berdasarkan penelitian, kombinasi
perlakuan terbaik yang dihasilkan adalah konsentrasi asam asetat 3% dan lama
prendaman 18 jam, perlakuan ini dipilih karena mempunyai nilai rendemen, pH,
viskositas, kekuatan gel yang lebih besar dari perlakuan yang lain. Hasil analisis
sifat fisika dan kimia gelatin kulit ikan kakap merah memiliki hasil yang brbeda
nyata dengan gelatin komersial dan gelatin standar laboratorium, bahkan beberapa
parameter cenderung lebih baik seperti kadar protein, kekuatan gel, dan viskositas.
Gelatin kulit ikan kakap merah mempunyai komposisi asam amino prolin
dan hidroksiprolin yang lebih tinggi dari gelatin komersial dan gelatin standar
laboratorium, tetapi mempunyai kandungan asam amino glisin yang lebih rendah
dari gelatin komersial dan gelatin standar laboratorium. Hasil uji organoleptik
gelatin kulit ikan kakap merah masih lebih rendah dibanding gelatin komersial
dan gelatin standar laboratorium, terutama dari segi bau. Uji organoleptik warna
menunjukkan bahwa gelatin kulit ikan kakap merah lebih baik dibanding gelatin
komersial sedangkan dari segi penampakan gelatin kulit ikan kakap merah lebih
baik dibanding gelatin standar laboratorium.
5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai eliminasi bau amis dan
bau asam pada gelatin kulit ikan kakap merah agar lebih mudah diaplikasikan
pada berbagai produk dan lebih dapat diterima oleh masyarakat. Berdasarkan sifat
fisika dan kimia yang telah dideterminasi, perlu dilakukan penelitian mengenai
daya simpan gelatin serta aplikasi gelatin kulit ikan kakap merah pada berbagai
produk pangan.
DAFTAR PUSTAKA
Amiruldin M. 2007. Pembuatan dan analisis karaktristik gelatin dari tulang ikan tuna (Thunnus albacares). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Anonima. 1978. Mutu dan Cara Uji Gelatin. Jakarta: Departemen Perindustrian. Anonimb. Instruction Manual Kett Whiteness Powder C-100. Tokyo: Ogawa Seiki
Co., Ltd (Tanpa tahun). AOAC. 1995. Offucial Methods of Analysis of The Association of Official
Aalytical Chemist. Washington, DC: Inc. Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedarnawati, Budiyanti S. 1989.
Analisis Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.
Astawan M, Hariyadi P, Mulyani A. 2002. Analisis sifat rheologi gelatin dari kulit
ikan cucut. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan No.13 (1):38-46. Avena-Butillos RJ, Olsen CW, Olson DA, Chiou B, Yee E, Bechtel PJ, McHugh
LH. 2006. Water vapor permeability of mammalian and fish gelatin film. Jurnal of Food Scince Vol 71 No. 4.
Baker RC, Hahn PW, Robbins KR. 1994. Fundamentals of New Food Product
Development. New York: Ersevier Science B.V. Balian G, Bowes JH. 1977. The Structure and Properties of Collagen. Di dalam
Ward AG dan Courts A (ed). 1977. The Science and Technology of Gelatin. New York: Academic Press.
Bennion M. 1980. The Science of Food. New York: John Wiley and Sons. [BPS]. Biro Pusat Statistik. 2004. Statistik Perdagangan Ekspor-Impor Indonesia. British Standard 757. 1975. Sampling and Testing of Gelatin. Budavari S. 1996. Merck Index. 12th ed. Whitehouse Statin, NJ, Merck. Charley H. 1982. Encyclopedia of Food Science and Technology. New York: John
Wiley and Sons. Choi SS, Regenstein JM. 2000. Physicochemical and sensory characteristics of
fish gelatin. Journal of Food Science Vol 65 (2) : 194-199.
deMan JM. 1997. Kimia Makanan. Terjemahan. K. Padmawinata. Bandung: Penerbit ITB.
Ditjen Perikanan. 1990. Pedoman Pengenalan Sumber Perikanan Laut. Jakarta:
Direktorat Jenderal Perikanan. [DKP]. Departemen Kelautan dan Perikaan. 2005. Statistik Perikanan Tangkap
Indonesia. Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikaan. Estoe JE, Leach AA. 1977. Chemical Constitusi of Gelatin. Di dalam Ward AG
dan Courts A (ed). 1977. The Science and Technology of Gelatin. New York: Academic Press.
Fahrul. 2005. Kajian ekstraksi gelatin dari kulit ikan tuna (Thunnus alalunga) dan
karakteristiknya sebagai bahan baku industri farmasi. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.
Fardiaz D. 1989. Hidrokoloid. Laboratorium Pangan dan Gizi. Pusat Antar
Universitas Pangan dan Gizi. Bogor: IPB.
Food Chemicals Codex. 1996. Food and Nutrition Board, National Academy of Sciences 4th ed. Washington DC: National Academy Press.
Gaspar G, O Leureno, Sousa I. 1998. Production of Reduced Caloric Grape Juice
Jelly with Gellan, Xanthan, and Locust Bean Gum: Sensory ang Objective Analysis of Texture. Lisboa : Original Paper Food Research and Tecnology Vol 206. Springer.
Gaspersz V. 1994. Metode Perancangan Percobaan. CV. Armico.Bandung. Gelatin Food Science. 2002. Gelatin. http://www.gelatin.co.za/gltn1.html. [18 Oktober 2008]. Geltech. 2002. What is Gelatin. http://www.Geltech.co.za/gltn1.html. [18 Oktober 2008]. Glicksman M. 1969. Gum Technology in Food Industry. New York: Academic
Press. Grossman S, Bergman M. 1991. Process for the Production of Gelatin from Fish
Skins. European: Paten Application 0436266 A1. Gudmundsson M. 2002. Rheological properties of gelatin. Journal of Food
Science Vol 67 No.6 Hajrawati. 2006. Sifat fisika dan kimia gelatin tulang sapi dengan perendaman
asam klorida pada konsentrasi dan lama perendaman yang berbeda. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.
Halal Guide. 2007. Gelatin Halal Gelatin Haram. http://halalguide.info Powered by Joomla! [18 Oktober 2008].
Haug IJ, Kurt ID, Olav S. 2004. Physical behaviour of fish gelatin-k-carrageenan
mixtures. Journal Carbohydrate Polymers 56, 11-19. Hermanianto J, Satiawaharja B, Apriyantono A. 2000. Teknologi dan Manajemen
Pangan Halal. Bogor: Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. IPB. Hermanianto J. 2004. Gelatin: Keajaiban dan Kehalalannya.
www.modules.php.htm. [18 Oktober 2008]. Hinterwaldner R. 1977. Raw Material. Di dalam Ward AG dan Courts A (ed).
1977. The Science and Technology of Gelatin. New York: Academic Press.
Hutagalung HP. 1997. Metode Analisis Air Laut, Sedimen, dan Biota. Buku 2.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseonografi. Jakarta: LIPI. Jamilah B, Harvinder KG. 2002. Properties of gelatin from skins of fish black
tilapia (Oreochromis mossambicus) and red tilapia (Oreochromis nilotica). Journal Food Chemistry 77, 81-84.
[JECFA]. Joint Expert Communittee on Food Additives. 2003. Edible Gelatin. Di
dalam Compendium of Additive Specifications. Volume 1. Italy: Rome. Johns P. 1977. The Structure of Competition of Collagen Containing Tissue. Di
dalam Ward AG dan Courts A (ed). 1977. The Science and Technology of Gelatin. New York: Academic Press.
Judoamidjojo RM. 1974. Dasar Teknologi dan Kimia Kulit. Bogor: Fakultas
Teknologi Hasil Pertanian, Institut Pertaian Bogor. Judoamidjojo RM., Fahidin, Basuki. 1979. Komoditi Kulit di Indonesia. Bogor:
Departemen Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Hasil Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Lagler KF, Bardach JE, Miller RR, Passino DRM. 1977. Ichtiology 2th ed. New
York: John Wiley and Sons. Lehninger AL. 1982. Dasar-dasar Biokimia. Terjemahan M. Thenawidjaya.
Jakarta: Penerbit Erlangga. Leiner PB. 2002. The Physical and Chemical Properties of Gelatin.
http://www.pbgelatin.com [18 Oktober 2008]. [LPPOM]. Lembaga Pengkajian dan Penelitian Obat Makanan. 2008. Halal
menentramkan umat. Jurnal Halal No. 72.
Leuenberger BH. 1991. Investigation of the viscosity and gelatin properties of different mammalian and fish gelatin. Food Hydrocolloid 5 : 353-361.
King W. 1969. Gelatin. Di dalam Glicksman M, editor. Gim Technology in Food
Industry. New york : Academic Press. Muchtadi D. 1992. Teknik Evaluasi Nilai Gizi Protein. Bogor: Program Studi
Ilmu Pangan. Institut Pertanian Bogor. Norland Product. 2001. Fish Gelatin Index.
www.norlanprod.com/fishgel/fishindex.html. [18 Oktober 2008].
Nurilmala M. 2004. Kajian potensi limbah tulang ikan keras (Teleostei) sebagai sumber gelatin dan analisis karakteristiknya. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.
Oosten JV. 1969. Skin and Scale. Di dalam Brown ME (ed). The Physiology of
Fishes. New York: Academic Press Inc. Parker AL. 1982. Principle of Biochemistry. Maryland: Worth Pub Inc. Sparkas. Pelu H., Herawati S, Chasanah E. 1998. Ekstraksi gelatin dari kulit ikan tuna
melalui proses asam. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol. IV(2) : 6-74. Jakarta: BPTP.
Peranginangin R, Mulyasari, Sari A, Tazwir. 2005. Karakterisasi mutu gelatin
yang diproduksi dari tulang ikan patin (Pangasius hypothalamus) secara ekstrak asam. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol. 11 No. 4. Jakarta: Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan.
Poppe J. 1992. Gelatin. Di dalam Imeson A (ed). Thickening and Gelling Agents
for Food. London: Blackie Academic and Professional. Rusli A. 2004. Kajian proses ekstraksi gelatin dari kulit ikan patin segar. [Tesis].
Bogor: Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Saanin H. 1968. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan 1,2. Bogor: Binacipta. Silva T, A Kirkpatrick, B Brodsky, Ramshaw J.A.M. 2005. Effect of deamidation
on stability for the collagen to gelatin transition. Journal Agricultural and Food Chemistry 53, 7802-78096.
[SNI]. Standar Nasional Indonesia. 063735.1995. Mutu dan Cara Uji Gelatin.
Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. Soekarto ST, Hubeis M. 1992. Metodologi Penelitian Organoleptik. Bogor:
Program Studi Ilmu Pangan. IPB.
Sopian I. 2002.Analisis sifat fisika, kimia, dan fungsional gelatin yang diekstrak dari kulit dan tulang ikan pari. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Stansby G.1977. The Gelatin Gel and The Sol-Gel Transformation. Di dalam
Ward AG dan Courts A (ed). 1977. The Science and Technology of Gelatin. New York: Academic Press.
Surono, Djazuli N, Budianto D, Widarto, Ratnawati, Aji US, Suyui AM, Sugiran.
1994. Penerapan Paket Teknologi Pengolahan Gelatin dari Ikan Cucut. Jakarta: Laporan Balai Pengembangan dan Pengendalian Mutu Hasil Perikanan.
Suryaningrum TD, Utomo BSD. 2002. Petunjuk Analisa Rmput Laut dan Hasil
Olahannya. Jakarta: Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi Perikanan dan kelautan.
Tourtellote P. 1980. Gelatin. Di dalam Encyclopedia of Science and Technology.
New York: McGraw hill Book Company. Utama H. 1997. Gelatin yang bikin heboh. Jurnal Halal LPPOM-MUI No. 18 :
10-12. Viro F. 1992. Gelatin. Di dalam Hui YH (ed). Encyclopedia of Food Science and
Technology Vol 2: 650-651. New York: John Wiley and Sons, Inc. Wainewright FW. 1977. Physical test for gelatin and gelatin product. Di dalam
Ward AG dan Courts A. Editors. The Science and Technology of Gelatin. London : Academic Press.
Ward AG, Courts A. 1977. The Science and Technology of Gelatin. New York:
Academic Press. Winarno FG 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Winarno FG 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Wiyono VS. 2001. Gelatin Halal Gelatin Haram. Jurnal Halal LPPOM-MUI
No.36:26-27. Wong DWS. 1989. Mechanism and Theory I Food Chemistry. New York: An
AVI Book Van Nostrand Reinhold. hal 97-99. Yi JB, Kim YT, Bae HJ, Whiteside WS, Park HJ. 2006. Influence of
transglutaminase-induced cross-linking on properties of fish gelatin films. Journal of Food Science Vol 71,9.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil uji organoleptik metode segitiga (Triangle test) gelatin hasil perlakuan terbaik (3%, 18 jam) terhadap gelatin komersial
Kurang Lebih Parameter
- -- --- Sama
+ ++ +++ Warna 7 - - 3 4 1 -
Bau 11 1 - 1 2 - - Penampakan 3 - - 1 9 2 -
Keterangan : Angka dalam kotak menunjukkan jumlah panelis yang memilih
Lampiran 2. Hasil uji organoleptik metode segitiga (Triangle test) gelatin hasil perlakuan terbaik (3%, 18 jam) terhadap gelatin standar laboratorium
Kurang Lebih Parameter
- -- --- Sama
+ ++ +++ Warna 12 1 - 1 1 -
Bau 10 1 - 1 2 1 - Penampakan 7 - - 1 5 2
Keterangan : Angka dalam kotak menunjukkan jumlah panelis yang memilih
Nilai skala perbandingan: --- : Lebih buruk -- : Agak lebih buruk - : Buruk +++ : Lebih baik ++ : Agak lebih baik + : Baik
Lampiran 3. Gambar proses pecucian (demineralisasi)
Lampiran 4. Gambar proses ekstraksi
Lampiran 5. Gambar lembaran gelatin
Lampiran 6. Gambar serbuk gelatin
Gambar 7. Rheoner RE 3305 (Kekuatan gel)
Gambar 8. Brookfield Syncro-Lectric Viskometer
Gambar 9. pH meter
Lampiran 10. Sifat gelatin tipe A dan tipe B menurut Poppe (1992)
Sifat Tipe A Tipe B Kekuatan gel (g bloom) 50 – 300 50-300 Viskositas (cP) 1,5 – 7,5 1,5 – 7,5 Kadar abu (%) 0,5 – 2,0 0,5 – 2,0 pH 3,5 – 4,5 5,0 – 7,1 Titik isoelektrik 7,0 – 9,4 4,5 – 5,3
Lampiran 11. Analisis ragam faktorial rendemen gelatin kulit ikan kakap merah penelitian pendahuluan
Sumber keragaman Jumlah kuadrat
Derajat bebas
Kuadrat rata-rata F hitung Signifikan
Intercept 1953,474 1 1953,474 9735,243 0,000 Konsentrasi 61,913 4 15,478 77,137 0,000 Peredaman 14,758 1 14,758 73,545 0,000 Konsentrasi * Perendaman 36,007 4 9,002 44,861 0,000 Galat 2,007 10 0,201 Total 2068,158 20
Lampiran 12. Uji lanjut Duncan rendemen gelatin kulit ikan kakap merah penelitian pendahuluan
Subset Konsentrai
N 1 2 3
5% 4 6,5500 2% 4 10,0850 4% 4 10,2700 3% 4 10,8000 1% 4 11,7100
Signifikan 1,000 0,056 1,000
Lampiran 13. Analisis ragam faktorial pH gelatin kulit ikan kakap merah penelitian pendahuluan
Sumber keragaman Jumlah kuadran
Derajat bebas
Kuadrat rata-rata F hitung Signifikan
Intercept 494,117 1 494,117 13565,337 0,000 Konsentrasi 1,470 4 0,368 10,090 0,002 Perendaman 0,078 1 0,078 2,145 0,174 Konsentrasi * Perendaman 0,339 4 0,085 2,327 0,127 Galat 0,364 10 0,036 Total 496,369 20
Lampiran 14. Uji lanjut Duncan pH gelatin kulit ikan kakap merah penelitian pendahuluan
Subset Kosentrasi
N 1 2 3
5% 4 4,6100 4% 4 4,8800 4,8800 3% 4 4,8950 4,8950 2% 4 5,0275 1% 4 5,4400
Signifikan 0,071 0,321 1,000
Lampiran 15. Analisis ragam faktorial viskositas gelatin kulit ikan kakap merah penelitian pendahuluan
Sumber keragaman Jumlah kuadrat
Derajat Bebas
Kuadrat rata-rata F hitung Signifikan
Intercept 4447,951 1 4447,951 76715,270 0,000 Konsentrasi 30,832 4 7,708 132,940 0,000 Peredaman 3,152 1 3,152 54,367 0,000 konsentrasi * Peredaman 13,967 4 3,492 60,222 0,000 Galat 0,580 10 0,058 Total 4496,482 20
Lampiran 16. Uji lanjut Duncan viskositas gelatin kulit ikan kakap merah penelitian pendahuluan
Subset konsentrasi N
1 2 3 4 5% 4 12,9000 4% 4 14,2000 1% 4 15,4750 2% 4 15,5000 3% 4 16,4900
Signifikan 1,000 1,000 0,886 1,000
Lampiran 17. Analisis ragam faktorial kekuatan gel gelatin kulit ikan kakap merah penelitian pendahuluan
Sumber keragaman Jumlah kuadrat
Derajat bebas
Kuadrat rata-rata F hitung Signifikan
Intercept 657031,250 1 657031,250 4815,180 0,000 Konsentrasi 43500,000 4 10875,000 79,700 0,000 Perendaman 2761,250 1 2761,250 20,236 0,001 Konsentrasi * Perendaman 32970,000 4 8242,500 60,407 0,000 Galat 1364,500 10 136,450 Total 737627,000 20
Lampiran 18. Uji lanjut Duncan kekuatan gel gelatin kulit ikan kakap merah penelitian pendahuluan
Subset konsentrasi N
1 2 3 4 5% 4 113,7500 4% 4 137,5000 2% 4 205,0000 1% 4 222,5000 222,5000 3% 4 227,5000
Signifikan 1,000 1,000 0,060 0,558
Lampiran 19. Analisis ragam faktorial rendemen gelatin kulit ikan kakap merah
penelitian utama
Sumber keragaman Jumlah kuadrat
Derajat bebas
Kuadrat rata-rata F hitung Signifikan
Intercept 3157,476 1 3157,476 5152,912 0,000 Konsentrasi 5,693 2 2,846 4,645 0,041 Perendaman 31,773 2 15,886 25,926 0,000 Konsentrasi * Perendaman 18,880 4 4,720 7,703 0,006 Galat 5,515 9 0,613 Total 3219,336 18
Lampiran 20. Uji lanjut Duncan rendemen gelatin kulit ikan kakap merah penelitian utama
Subset � = 0,05 Interaksi N
1 2 3 4 konsentrasi 3%*perendaman 24 jam 2 11,0400 konsentrasi 1%*perendaman 12 jam 2 11,8000 konsentrasi 2%*perendaman 24 jam 2 11,8200 konsentrasi 2%*perendaman 12 jam 2 12,5300 12,5300 konsentrasi 1%*perendaman 18 jam 2 12,8300 12,8300 konsentrasi 1%*perendaman 24 jam 2 12,9500 12,9500 konsentrasi 3%*perendaman 12 jam 2 13,8600 13,8600 konsentrasi 2%*perendaman 18 jam 2 15,5700 15,5700 konsentrasi 3%*perendaman 18 jam 2 16,8000
Signifikan 0,053 0,146 0,057 0,151
Lampiran 21. Analisis ragam faktorial pH gelatin kulit ikan kakap merah penelitian utama
Sumber keragaman Jumlah kuadrat
Derajat bebas
Kuadrat rata-rata F hitung Signifikan
Intercept 466,549 1 466,549 75140,218 0,000 Konsentrasi 0,028 2 0,014 0,225 0,803 Perendaman 0,489 2 0,245 3,940 0,059 Konsentrasi * Perendaman 0,482 4 0,121 1,942 0,188 Galat 0,559 9 0,062 Total 468,108 18
Lampiran 22. Uji lanjut Duncan pH gelatin kulit ikan kakap merah penelitian
utama
Subset � = 0,05 Interaksi N
1 2
konsentrasi 1%*perendaman 24 jam 2 4,6000 konsentrasi 3%*perendaman 24 jam 2 4,9800 4,9800 konsentrasi 2%*perendaman 18 jam 2 5,0000 5,0000 konsentrasi 2%*perendaman 24 jam 2 5,0000 5,0000 konsentrasi 3%*perendaman 12 jam 2 5,0100 5,0100 konsentrasi 2%*perendaman 12 jam 2 5,2000 5,2000 konsentrasi 1%*perendaman 18 jam 2 5,2500 konsentrasi 1%*perendaman 12 jam 2 5,3300 konsentrasi 3%*perendaman 18 jam 2 5,4500
Signifikan 0,055 0,119
Lampiran 23. Analisis ragam faktorial viskositas gelatin kulit ikan kakap merah penelitian utama
Sumber keragaman Jumlah kuadrat
Derajat bebas
Kuadrat Rata-rata F hitung Signifikan
Intercept 4052,400 1 4052,400 18277,841 0,000 Konsentrasi 9,616 2 4,808 21,686 0,000 Perendaman 17,257 2 8,628 38,917 0,000 Konsentrasi * Perendaman 6,872 4 1,718 7,749 0,005 Galat 1,995 9 0,222 Total 4088,141 18
Lampiran 24. Uji lanjut Duncan viskositas gelatin kulit ikan kakap merah penelitian utama
Subset � = 0,05 Interaksi N
1 2 3 4 5 6 konsentrasi 1%*perendaman 24 jam 2 12,3000 konsentrasi 2%*perendaman 24 jam 2 13,8400 konsentrasi 1%*perendaman 12 jam 2 14,4000 14,4000 konsentrasi 3%*perendaman 12 jam 2 14,5000 14,5000 14,5000 konsentrasi 1%*perendaman 18 jam 2 15,4400 15,4400 15,4400 konsentrasi 3%*perendaman 24 jam 2 15,5600 15,5600 konsentrasi 2%*perendaman 12 jam 2 15,6000 15,6000 konsentrasi 2%*perendaman 18 jam 2 16,0000 konsentrasi 3%*perendaman 18 jam 2 17,4000
Signifikan 1,000 0,213 0,063 0,057 0,294 1,000
Lampiran 25. Analisis ragam faktorial kekuatan gel gelatin kulit ikan kakap merah penelitian utama
Sumber keragaman Jumlah kuadrat
Derajat bebas
Kuadrat rata-rata F hitung Signifikan
Intercept 1095200,000 1 1095200,000 6258,286 0,000 Konsentrasi 4433,333 2 2216,667 12,667 0,002 Perendaman 16525,000 2 8262,500 47,214 0,000 Konsentrasi * Perendaman 7166,667 4 1791,667 10,238 0,002 Galat 1575,000 9 175,000 Total 1124900,000 18
Lampiran 26. Uji lanjut Duncan gel gelatin kulit ikan kakap merah penelitian utama
Subset � = 0,05 Interaksi N
1 2 3 konsentrasi 3%*perendaman 12 jam 2 202,5000 konsentrasi 2%*perendaman 24 jam 2 207,5000 konsentrasi 1%*perendaman 12 jam 2 212,5000 konsentrasi 1%*perendaman 24 jam 2 220,0000 konsentrasi 2%*perendaman 12 jam 2 230,0000 230,0000 konsentrasi 1%*perendaman 18 jam 2 252,5000 konsentrasi 3%*perendaman 24 jam 2 285,0000 konsentrasi 2%*perendaman 18 jam 2 297,5000 konsentrasi 3%*perendaman 18 jam 2 312,5000
Signifikan 0,087 0,123 0,078
Lampiran 27. Grafik hasil uji asam amino gelatin kulit ikan kakap merah dengan HPLC
Pik No. Waktu Area Asam amino Pik No. Waktu Area Asam amino
1 2,53 326673 Asam aspartat 19 13,568 29510 - 2 2,883 905537 Asam glutamat 20 14,065 179819 Methionin 3 4,392 57786 Serin 21 14,703 42951 - 4 5,007 185442 Glisin 22 14,975 30238 - 5 6,018 4632118 Histidin 23 15,195 36563 - 6 6,638 34771 - 24 15,6 138634 Sistin 7 7,168 29526 Arginin 25 16,14 41448 - 9 7,78 168616 - 26 16,502 30604 - 8 8,208 29639 - 27 16,938 172584 Isoleusin 10 8,608 203535 Treonin 28 17,437 51759 - 11 9,453 48769 Alanin 29 18,038 70019 - 12 9,813 133575 - 30 18,65 152994 Leusin 13 10,613 210425 Prolin 31 19,173 26829 - 14 11,117 40437 - 32 19,717 41781 Fenilalanin 15 11,773 2897875 Tirosin 33 20,052 109737 - 16 12,428 71893 - 34 20,657 24815 Lisin 17 12,927 52835 - 35 21,15 169537 Hidroksiprolin 18 13,223 105603 Valin 36 22,328 531118 -
Lampiran 28. Grafik uji asam amino standar (SIGMA)