generasi sidik jari di tugu proklamasi - ftp.unpad.ac.id filepus dan sekolah yang dapat dilakukan...

1
SMAN 82 Jakarta Miranda Olga Viola Nadia Karima Izzaty Vidhi Nova Amanda Tim Jurnalistik 18 | MINGGU, 7 NOVEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA Generasi Sidik Jari di Tugu Proklamasi Redaksi menerima tulisan dan hasil karya kamu. Kirimkan ke: [email protected] Cantumkan subjek: KOM untuk komunitas. JUR (Jurnalistik) untuk naskah dari tim jurnalistik kampus/SMA/ SMP. CREA (Creative Move) hadir tiga kali sebulan. Kirimkan karya desain produk, komik, artwork, dan lain-lain. FOTO (Klinik Foto) hadir sebulan sekali. Kirimkan foto-foto terbaik kalian untuk di-review. Haryadhi [email protected] Hijaukan Kampus Sekarang Juga! CREATIVE MOVE PARTISIPASI D EKLARASI pelajar dilaksanakan untuk kedua kalinya di Tugu Proklamasi, bertajuk Generasi Sidik Jari. Acara itu berlangsung pada Jumat, 8 Oktober 2010. Sempat ada pendapatan kon- tra dari beberapa sekolah yang menyatakan siswa mereka tidak diperbolehkan mengikuti deklarasi ini. Acara ini diang- gap tidak ada gunanya, berpo- tensi konik, dan tidak dapat dipertanggungjawabkan. Betulkah begitu? “Wajar sih kalau sekolah takut terjadi kerusuhan karena pesertanya dari SMA yang beda-beda, tapi kecurigaan itu ternyata salah banget. Deklara- si pelajar kan diadakan buat menyatukan, bukan cari ribut,” ujar Mahirza Avila, peserta dari SMAN 82. Walaupun tidak didukung beberapa pihak, Generasi Sidik Jari tetap mengupayakan ter- laksananya acara mereka. Acara berlangsung mulai pu- kul 16.30 hingga 18.00, disam- but guyuran hujan, tapi tidak memadamkan semangat para pelajar Jakarta. Kali pertama deklarasi pelajar berlangsung, muncul komentar-komentar negatif dari kawula tua. “Ini nyari sensasi, ya? Apa sih, isinya enggak jelas banget. Malah hura-hura. Bilangnya minta kebebasan, memang sekarang kurang kebebasan? Padahal cuma mau menutup kekurangan saja, kan?” Namun, pernyataan itu eng- gak meruntuhkan semangat pelajar-pelajar DKI Jakarta! “Enggak apa sih kalau mau berpikir begitu, yang penting masih ada orang yang tahu, atau setidaknya mengerti sedikit, kalau kita pelajar, eng- gak seburuk pikiran orang. Lagi pula, kebebasan memang masih minim kok. Contoh nih, kita bikin lagu saja masih dilarang ini, dilarang itu, salah ini, salah itu,” komentar Avila lagi. Gerimis kecil yang meng- awali acara ini dihadapi fo- tografer dan MC yang juga para pelajar. Spanduk putih bertuliskan Generasi Sidik Jari diwarnai sidik jari para pela- jar yang turut memeriahkan acara. Tinta ungu dan biru di jempol pelajar itu menjadi bukti mereka turut bersatu meminta kebebasan berkarya! Riezky dari SMAN 82 dan Raras dari SMAN 6, ditambah Fauzi Baadilla sebagai MC, memandu para peserta yang duduk berbaris di tengah Tugu Proklamasi. Para pelajar kemu- dian berdiri melingkar, bergan- deng tangan, menyanyikan FOTO-FOTO: DOK GJS lagu Indonesia Raya bersama- sama. “Untuk yang pakai payung, jaket, atau handuk, lepas! Tun- jukkan solidaritas, semua harus kena hujan!” kata Aulia dari SMA Presiden, sang deklara- tor. Semua peserta pun ber- angsur berbasah-basahan. Deklarasi pelajar dibacakan dengan semangat menggebu sang deklarator, dan diulang para peserta. Deklarasi itu berbunyi: ‘Kami pelajar yang meng- gugat, dengan ini menyatakan: satu, pelajar harus tetap merde- ka untuk pertahankan maha- karya sebesar bangsanya. Dua, pelajar tetap akan merdeka un- tuk berkarakter dengan ruang gerak seluas tanah airnya. Tiga, pelajar terus akan merdeka un- tuk persatukan tiap keberanian bicara sekuat bahasanya.’ Hujan yang makin deras beradu dengan kehebohan para pelajar yang menyanyi- kan lagu-lagu kebangsaan. Lingkaran besar itu mendekat, mengecil, menyatu. Dengan terus bernyanyi ber- sama dalam keadaan basah kuyup, para pelajar dari seko- lah berbeda-beda yang biasanya tawuran sibuk bermain air. “Pada dasarnya gue enggak tahu sih detail programnya kayak apa, tapi menyesal juga gue cuma datang sebentar. Sejauh yang gue lihat, peser- tanya kurang khidmat. Tapi gue suka dengan semangatnya, kelihatan banget!” kata Riza Septama dari Binus Interna- tional School. Sayang, hiburan dari band Gruvi, Nussa, Noodie, dan lainnya tidak bisa ditampilkan karena khawatir cuaca akan merusak properti. Donasi beru- pa buku pelajaran, alat tulis, pakaian, bahkan uang, diberi- kan seusai acara ke daerah Bantar Gebang oleh panitia. Generasi Sidik Jari yang ang- gotanya sudah melampaui 6.000 orang, dengan pelopor Hasdari SMAN 3, Marsheilla dari SMAN 8, Putri dari SMAN 60, Dito dari SMAN 82, dan Fadil dari SMAN 6 ini berhasil mengusung kembali semangat para pelajar! “Acara seperti ini bagus ka- rena tidak banyak anak SMA yang punya kesadaran ber- bagi dengan anak-anak kurang mampu. Ditambah lagi, ini berdasarkan inisiatif sendiri dan dikerjakan swadaya. Acara yang begini nih harusnya didu- kung 100% baik dari guru, sesama pelajar, dan masyarakat sekitar,” komentar Olivia Mia. Ya, Generasi Sidik Jari adalah gerakan kami! Motonya, dari pelajar, oleh pelajar, dan untuk pelajar! (M-2) Mewarnai spanduk putih dengan sidik jari, tanda dukungan pada Deklarasi Generasi Sidik Jari. ANTARA REGINA SAFRI BANYAK hal sepele di kam- pus dan sekolah yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak pemanasan global. Misalnya, menyediakan ba- nyak tempat sampah di setiap sudut kampus atau sekolah yang memang sering dilewati atau di tempat yang berpotensi menghasilkan banyak sampah seperti kantin sekolah. Tidak usah muluk-muluk dengan langsung menyediakan dua macam tempat sampah untuk sampah organik dan non- organik. Sebagian besar masyarakat kita masih belum terbiasa dengan pembedaan pembuangan sampah seperti itu. Lakukan penyuluhan rutin. Kalau perlu, adakan waktu khusus untuk memberi pelajaran tentang lingkungan. Misalnya seminar, ekstrakurikuler, dan kegiatan lainnya kepada para pelajar. Setelah mereka mengerti, barulah tempat sampah bisa dipisahkan untuk macam-macam sampah yang berbeda. Jangan lupa pula untuk memberi penutup pada tempat sampah agar baunya tidak mengganggu. Pikirkan pula tempat pembuangan akhir yang pas, jangan sampai sampah kemu- dian dibuang begitu saja di halaman belakang kampus atau sekolah. Akan lebih baik jika sampah organik dibuat kompos dan sampah nonorganik didaur ulang. Lalu pemakaian kertas ukuran A4 di kampus atau sekolah cenderung boros. Untuk tugas-tugas kuliah atau sekolah, para mahasiswa dan pelajar terbiasa hanya menggunakan satu sisi halaman kertas. Padahal jika kedua sisi kertas digunakan, penggunaan kertas akan lebih hemat dan tentunya akan lebih sedikit pohon pinus yang ditebang untuk dijadikan kertas. Makin sedikit pohon yang ditebang, makin banyak pabrik oksigen alami yang membuat udara makin sehat. Bayangkan jika satu orang calon sarjana membutuhkan seki- tar 400 lembar kertas untuk skripsinya. Karena biasanya skripsi paling tidak membutuhkan 100 lembar kertas dan digandakan untuk fakultas, dosen sidang, dan dosen pembimbing. Seperti yang dikutip dari howstuffworks.com, ada sekitar 4,5 juta lulusan sarjana tiap tahunnya, maka ada 3,6 juta rim kertas A4 yang terpakai. Adapun satu batang pohon pinus dengan diameter 30 cm dan tinggi 18 m hanya menghasilkan 168 rim kertas A4 dengan berat gramatur kertas (berat kertas per m2) 70 gr. Berarti ada lebih kurang 21.428 pohon pinus yang harus ditebang untuk keperluan itu. Dengan usia rata-rata 5 tahun bagi pohon pinus untuk dapat dijadikan kertas, berarti kebutuhan kertas untuk sarana pen- didikan melebihi ketersediaan pohon yang ada. Untuk men- gurangi pemakaian kertas ada baiknya menggunakan ashdisk untuk proposal skripsi dan perbaikan skripsi dilakukan dalam bentuk format digital dan pastikan skripsi sudah seluruhnya diedit sebelum dicetak. Selain itu, dosen di kampus sering memberi mahasiswa ba- han kuliah dalam bentuk fotokopi. Padahal, ada baiknya jika bahan kuliah itu diberikan dalam bentuk kopian digital atau softcopy agar menghemat kertas. Kemudian dalam ujian pun kertas yang digunakan cukup banyak. Saat ini bisa dicontoh penggunaan infocus untuk me- nampilkan soal. Jadi, sayangi bumi dari sekarang! (M-2) Randi Hari Putra [email protected] Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran Penulis Pelajar bersama figur publik sama-sama meneriakkan kebebasan, cinta tanah air, dan solidaritas. Pelajar bersatu, menunjukkan cara mereka memaknai kemerdekaan. Bantar Gebang oleh Generasi s m 6. d pe dar Mar SMA dari SMAN 60, Dito d

Upload: tranliem

Post on 21-Mar-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Generasi Sidik Jari di Tugu Proklamasi - ftp.unpad.ac.id filepus dan sekolah yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak pemanasan global. Misalnya, menyediakan ba-nyak tempat sampah

SMAN 82 Jakarta Miranda Olga ViolaNadia Karima IzzatyVidhi Nova Amanda

Tim Jurnalistik

18 | MINGGU, 7 NOVEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA Generasi Sidik Jari di Tugu Proklamasi

Redaksi menerima tulisan dan hasil karya kamu. Kirimkan ke: [email protected]

Cantumkan subjek: KOM untuk komunitas.JUR (Jurnalistik) untuk naskah dari tim jurnalistik kampus/SMA/SMP.CREA (Creative Move) hadir tiga kali sebulan. Kirimkan karya desain produk, komik, artwork, dan lain-lain.

FOTO (Klinik Foto) hadir sebulan sekali. Kirimkan foto-foto terbaik kalian untuk di-review.

Haryadhi ● [email protected]

Hijaukan Kampus Sekarang Juga!

CREATIVE MOVE

PARTISIPASI

DEKLARASI pelajar dilaksanakan untuk kedua kalinya di Tugu Proklamasi,

bertajuk Generasi Sidik Jari. Acara itu berlangsung pada Jumat, 8 Oktober 2010.

Sempat ada pendapatan kon-tra dari beberapa sekolah yang menyatakan siswa mereka tidak diperbolehkan mengikuti deklarasi ini. Acara ini diang-gap tidak ada gunanya, berpo-tensi konfl ik, dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Betulkah begitu?“Wajar sih kalau sekolah

takut terjadi kerusuhan karena pesertanya dari SMA yang beda-beda, tapi kecurigaan itu ternyata salah banget. Deklara-si pelajar kan diadakan buat menyatukan, bukan cari ribut,” ujar Mahirza Avila, peserta dari SMAN 82.

Walaupun tidak didukung beberapa pihak, Generasi Sidik Jari tetap mengupayakan ter-laksananya acara mereka. Acara berlangsung mulai pu-kul 16.30 hingga 18.00, disam-but guyuran hujan, tapi tidak memadamkan semangat para pelajar Jakarta.

Kali pertama deklarasi pelajar berlangsung, muncul komentar-komentar negatif dari kawula tua.

“Ini nyari sensasi, ya? Apa sih, isinya enggak jelas banget. Malah hura-hura. Bilangnya minta kebebasan, memang sekarang kurang kebebasan? Padahal cuma mau menutup kekurangan saja, kan?”

Namun, pernyataan itu eng-gak meruntuhkan semangat pelajar-pelajar DKI Jakarta!

“Enggak apa sih kalau mau berpikir begitu, yang penting masih ada orang yang tahu, atau setidaknya mengerti sedikit, kalau kita pelajar, eng-gak seburuk pikiran orang. Lagi pula, kebebasan memang masih minim kok. Contoh nih, kita bikin lagu saja masih dilarang ini, dilarang itu, salah ini, salah itu,” komentar Avila lagi.

Gerimis kecil yang meng-awali acara ini dihadapi fo-tografer dan MC yang juga para pelajar. Spanduk putih bertuliskan Generasi Sidik Jari diwarnai sidik jari para pela-jar yang turut memeriahkan acara. Tinta ungu dan biru di jempol pelajar itu menjadi bukti mereka turut bersatu meminta kebebasan berkarya!

Riezky dari SMAN 82 dan Raras dari SMAN 6, ditambah Fauzi Baadilla sebagai MC, memandu para peserta yang duduk berbaris di tengah Tugu Proklamasi. Para pelajar kemu-dian berdiri melingkar, bergan-deng tangan, menyanyikan

FOTO-FOTO: DOK GJS

lagu Indonesia Raya bersama-sama.

“Untuk yang pakai payung, jaket, atau handuk, lepas! Tun-jukkan solidaritas, semua harus kena hujan!” kata Aulia dari SMA Presiden, sang deklara-tor.

Semua peserta pun ber-angsur berbasah-basahan. Deklarasi pelajar dibacakan dengan semangat menggebu sang deklarator, dan diulang para peserta.

Deklarasi itu berbunyi:‘Kami pelajar yang meng-

gugat, dengan ini menyatakan: satu, pelajar harus tetap merde-ka untuk pertahankan maha-karya sebesar bangsanya. Dua, pelajar tetap akan merdeka un-tuk berkarakter dengan ruang gerak seluas tanah airnya. Tiga, pelajar terus akan merdeka un-tuk persatukan tiap keberanian bicara sekuat bahasanya.’

Hujan yang makin deras beradu dengan kehebohan para pelajar yang menyanyi-kan lagu-lagu kebangsaan. Lingkaran besar itu mendekat, mengecil, menyatu.

Dengan terus bernyanyi ber-sama dalam keadaan basah kuyup, para pelajar dari seko-lah berbeda-beda yang biasanya tawuran sibuk bermain air.

“Pada dasarnya gue enggak tahu sih detail programnya kayak apa, tapi menyesal juga gue cuma datang sebentar. Sejauh yang gue lihat, peser-tanya kurang khidmat. Tapi gue suka dengan semangatnya, kelihatan banget!” kata Riza Septama dari Binus Interna-tional School.

Sayang, hiburan dari band Gruvi, Nussa, Noodie, dan lainnya tidak bisa ditampilkan karena khawatir cuaca akan merusak properti. Donasi beru-pa buku pelajaran, alat tulis, pakaian, bahkan uang, diberi-kan seusai acara ke daerah Bantar Gebang oleh panitia.

Generasi Sidik Jari yang ang-g o t a n y a s u d a h melampaui 6.000 orang, d e n g a n pelopor Hasfi dari SMAN 3, Marsheilla dari SMAN 8, Putri

dari SMAN 60, Dito dari SMAN 82, dan Fadil dari SMAN 6 ini berhasil mengusung kembali semangat para pelajar!

“Acara seperti ini bagus ka-rena tidak banyak anak SMA yang punya kesadaran ber-bagi dengan anak-anak kurang mampu. Ditambah lagi, ini berdasarkan inisiatif sendiri dan dikerjakan swadaya. Acara yang begini nih harusnya didu-kung 100% baik dari guru, sesama pelajar, dan masyarakat sekitar,” komentar Olivia Mia.

Ya, Generasi Sidik Jari adalah gerakan kami! Motonya, dari pelajar, oleh pelajar, dan untuk pelajar! (M-2)

Mewarnai spanduk putih dengan sidik jari, tanda dukungan pada Deklarasi Generasi Sidik Jari.

ANTARA REGINA SAFRI

BANYAK hal sepele di kam-pus dan sekolah yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak pemanasan global. Misalnya, menyediakan ba-nyak tempat sampah di setiap sudut kampus atau sekolah yang memang sering dilewati atau di tempat yang berpotensi menghasilkan banyak sampah seperti kantin sekolah.

Tidak usah muluk-muluk dengan langsung menyediakan dua macam tempat sampah untuk sampah organik dan non-organik. Sebagian besar masyarakat kita masih belum terbiasa dengan pembedaan pembuangan sampah seperti itu.

Lakukan penyuluhan rutin. Kalau perlu, adakan waktu khusus untuk memberi pelajaran tentang lingkungan. Misalnya seminar, ekstrakurikuler, dan kegiatan lainnya kepada para pelajar. Setelah mereka mengerti, barulah tempat sampah bisa dipisahkan untuk macam-macam sampah yang berbeda.

Jangan lupa pula untuk memberi penutup pada tempat sampah agar baunya tidak mengganggu. Pikirkan pula tempat pembuangan akhir yang pas, jangan sampai sampah kemu-dian dibuang begitu saja di halaman belakang kampus atau sekolah. Akan lebih baik jika sampah organik dibuat kompos dan sampah nonorganik didaur ulang. Lalu pemakaian kertas ukuran A4 di kampus atau sekolah cenderung boros.

Untuk tugas-tugas kuliah atau sekolah, para mahasiswa dan pelajar terbiasa hanya menggunakan satu sisi halaman kertas. Padahal jika kedua sisi kertas digunakan, penggunaan kertas akan lebih hemat dan tentunya akan lebih sedikit pohon pinus yang ditebang untuk dijadikan kertas. Makin sedikit pohon yang ditebang, makin banyak pabrik oksigen alami yang membuat udara makin sehat.

Bayangkan jika satu orang calon sarjana membutuhkan seki-tar 400 lembar kertas untuk skripsinya. Karena biasanya skripsi paling tidak membutuhkan 100 lembar kertas dan digandakan untuk fakultas, dosen sidang, dan dosen pembimbing.

Seperti yang dikutip dari howstuffworks.com, ada sekitar 4,5 juta lulusan sarjana tiap tahunnya, maka ada 3,6 juta rim kertas A4 yang terpakai.

Adapun satu batang pohon pinus dengan diameter 30 cm dan tinggi 18 m hanya menghasilkan 168 rim kertas A4 dengan berat gramatur kertas (berat kertas per m2) 70 gr. Berarti ada lebih kurang 21.428 pohon pinus yang harus ditebang untuk keperluan itu.

Dengan usia rata-rata 5 tahun bagi pohon pinus untuk dapat dijadikan kertas, berarti kebutuhan kertas untuk sarana pen-didikan melebihi ketersediaan pohon yang ada. Untuk men-gurangi pemakaian kertas ada baiknya menggunakan fl ashdisk untuk proposal skripsi dan perbaikan skripsi dilakukan dalam bentuk format digital dan pastikan skripsi sudah seluruhnya diedit sebelum dicetak.

Selain itu, dosen di kampus sering memberi mahasiswa ba-han kuliah dalam bentuk fotokopi. Padahal, ada baiknya jika bahan kuliah itu diberikan dalam bentuk kopian digital atau softcopy agar menghemat kertas.

Kemudian dalam ujian pun kertas yang digunakan cukup banyak. Saat ini bisa dicontoh penggunaan infocus untuk me-nampilkan soal. Jadi, sayangi bumi dari sekarang! (M-2)

Randi Hari [email protected]

Fakultas FarmasiUniversitas Padjadjaran

Penulis

Pelajar bersama figur publik sama-sama meneriakkan kebebasan, cinta tanah air, dan solidaritas. Pelajar bersatu, menunjukkan cara mereka memaknai kemerdekaan.

Bantar Gebang olehGenerasi

sm6.dpedarMarSMA

dari SMAN 60, Dito d