geologi cirebon

Upload: dukaniy-adv

Post on 07-Jul-2018

238 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/18/2019 Geologi Cirebon

    1/46

    43

    BAB III

    GEOLOGI

    Pada bab ini akan dibahas hasil analisis data-data yang diperoleh dari

    lapangan, maupun pengolahan di studio sehingga akan menghasilkan informasi

    mengenai aspek geomorfologi, stratigrafi dan struktur geologi daerah penelitian.

    Informasi tersebut akan berguna dalam rekonstruksi sejarah geologi, potensi

    kebencanaan dan sumber daya geologi di daerah penelitian. Penulis juga akan

    membahas aspek perbedaan dan kesamaan dengan peneliti terdahulu dalam

    melakukan kesebandingan regional.

    3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian

    Geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari tentang bentang alam,

    terutama kajian bentuk roman muka bumi dengan segala perubahan yang terjadi

    sepanjang waktu geologi.

    Aspek dalam dalam geomorfologi berdasarkan pada aspek morfografi,

    morfometri dan morfogenetik.

    3.1.1 Morfometri Daerah Penelitian

    Morfometri merupakan penilaian kuantitatif dari suatu bentuk lahan.

    Morfometri juga merupakan unsur geomorfologi pendukung yang sangat berarti

    terhadap morfografi dan morfogenetik. Dalam analisi morfometri dilakukan

     pengumpulan data dan perhitungan ketinggian atau elevasi dan kemiringan lereng.

  • 8/18/2019 Geologi Cirebon

    2/46

    44

    Berdasarkan data kontur dan titik ketinggian peta rupabumi No. 1309-212

    dan 1309-221, daerah penelitian berada pada elevasi 12,5 - 175 mdpl.

    Berdasarkan perhitungan analisis morfometri yang dilakukan untuk

    mengelompokkan daerah berdasarkan penentuan kemiringan lereng, maka

    didapatkan tiga klasifikasi kemiringan lereng yang dominan yaitu: lereng datar,

    lereng landai, dan lereng agak curam.

    Gambar 3.1 Hasil analisis perhitungan kemiringan lereng daerah penelitian

    3.1.2 Morfografi Daerah Penelitian

    Morfografi secara garis besar memiliki arti gambaran bentuk permukaan

     bumi atau arsitektur permukaan bumi. Secara garis besar morfografi dapat

    dibedakan menjadi bentuk lahan perbukitan/pegunungan, pegunungan atau

    gunungapi, lembah dan dataran.

    U

    : Datar

    : Agak Landai

    : Landai

    : Agak Curam

    : Curam

  • 8/18/2019 Geologi Cirebon

    3/46

    45

    Daerah penelitian tergolong pada bentang alam pedataran dan perbukitan .

    Pedataran yang terdapat pada daerah penelitian mempunyai elevasi 12,5-50 mdpl.

    Sedangkan bentang alam perbukitan yang terdapat di daerah penelitian

    mempunyai elevasi 50-175 mdpl. Maka, berdasarkan klasifikasi Van Zuidam

    (1985), yang membandingkan antara ketinggian absolut dengan unsur morfografi,

    dapat disimpulkan bahwa bentuk lahan perbukitan yang terdapat di daerah

     penelitian tergolong pada morfografi pedataran rendah dan perbukitan rendah.

    Bentuk lembah berkaitan dengan kemiringan lereng dan jarak antar lereng,

    sedangkan bentuk lereng sendiri sangat dipengaruhi oleh nilai kemiringan lereng

    serta konfigurasi vertikal kemiringan suatu lereng. Berdasarkan rekonstruksi

     penampang menggunakan data topografi, dapat disimpulkan bahwa bentuk

    lembah daerah penelitian umumnya didominasi oleh lereng V.

    Bentuk punggungan sendiri merupakan karakteristik kenampakan suatu

     punggungan perbukitan atau pegunungan. Dengan menghubungkan titik-titik

     puncak ketinggian pada suatu bentang lahan yang sama di daerah penelitian, maka

    dapat disimpulkan bahwa bentuk punggungan perbukitan di daerah penelitian

    adalah bentuk punggungan memanjang.

    3.1.3 Morfogenetik Daerah Penelitian

    Morfogenetik merupakan faktor-faktor yang berpengaruh dalam

     pembentukan suatu bentang alam atau morfologi. Dalam menentukan unsur

    morfogenetik yang mendominasi di daerah penelitian, peneliti membandingkan

     pola pengaliran sungai yang berkembang dan hubungannya terhadap struktur

  • 8/18/2019 Geologi Cirebon

    4/46

    46

    geologi dan litologi batuan di daerah tersebut. Pola pengaliran sungai itu sendiri

    merupakan jaringan yang dibentuk oleh induk sungai dengan anak-anak sungai

     pada satu daerah pengaliran sungai. Faktor  –   faktor yang mempengaruhi

     perkembangan pola aliran antara lain : kemiringan lereng, perbedaan resistensi

     batuan, kontrol struktur, pembentukan pegunungan atau perbukitan dan proses

    geologi kuarter.

    3.1.3.1 Pola Pengaliran Sungai Daerah Penelitian

    Analisis pola pengaliran berdasarkan peta topografi terhadap torehan alur

     –   alur sungai intermiten dan sungai besar di daerah penelitian yang kemudian

    dibandingkan dengan pola pengaliran dasar dan pola pengaliran modifikasi

    Howard (1967) dalam van Zuidam (1985), menunjukkan bahwa pola pengaliran

    yang berkembang di daerah penelitian anastomatik, rectangular , dan  subparallel

    (Gambar 3.1)

    Gambar 3.2 Pola pengaliran daerah penelitian; (A) Rectangular , (B) Subparallel ,

    (C) Anastomatik

    U

  • 8/18/2019 Geologi Cirebon

    5/46

    47

    3.1.3.1.1 Pola pengaliran Rectangular  

    Pola pengaliran ini menempati bagian barat hingga barat laut daerah

     penelitian, dengan luas sekitar 30 % dari seluruh daerah penelitian. Pola

     pengaliran ini mengindikasikan atau terdapat di daerah kekar dan sesar yang

    memiliki sudut kemiringan, tidak memiliki perulangan perlapisan batuan dan

    sering memperlihatkan pola pengaliran yang tidak menerus. Pola pengaliran ini

    dibentuk oleh anak sungai Ci Hoe yaitu sungai Ci Hoe kecil. Pola pengaliran ini

     berada pada litologi batulempung. Secara morfometri, pola aliran ini berada pada

    daerah dengan kemiringan lereng agak landai sampai curam.

    3.1.3.1.2 Pola Pengaliran Subparalel

    Pola pengaliran ini menempati bagian utara dan selatan daerah penelitian,

    dengan luas sekitar 50 % dari seluruh daerah penelitian. Pola pengaliran ini

    dicirikan oleh pola yang dibentuk antar anak sungai yang cenderung saling sejajar,

    lereng memanjang, atau dikontrol oleh bentuk lahan perbukitan memanjang. Pola

     pengaliran ini dibentuk oleh anak-anak sungai Ci Hoe kecil dan sungai Ci Buluh.

    Pola pengaliran ini berada pada litologi batulempung dan secara morfometri

     berada pada daerah dengan kemiringan lereng datar sampai agak curam.

    3.1.3.1.3 Pola Pengaliran Anastomatik

    Pola pengaliran ini menempati sekitar 20% dari total luas daerah penelitian

    dan dijumpai pada bagian timur daerah penelitian. Pola pengaliran ini dibentuk

    oleh suatu sungai utama tunggal berukuran besar yang memiliki bentuk aliran

  • 8/18/2019 Geologi Cirebon

    6/46

    48

     berkelok-kelok (Sinusoidal). Pola ini dibentuk oleh aliran sungai Ci Jangkelok

    dan Ci Hoe.

    3.1.4 Satuan Geomorfologi Daerah Penelitian

    Berdasarkan pengamatan karakteristik unsur morfometri, morfografi dan

    morfogenetiknya maka daerah penilitian dapat dibagi menjadi 3 (tiga) satuan

    geomofologi:

    a. 

    Satuan Pedataran Rendah Sedimen Denudasional

     b.  Satuan Perbukitan Rendah Sedimen Struktural Landai

    c.  Satuan Perbukitan Rendah Sedimen Struktural Curam

    3.1.4.1 Satuan Pedataran Rendah Sedimen Denudasional

    Satuan ini memiliki luas penyebaran yakni sekitar 50 % dari luas daerah

     penelitian. Satuan ini berada pada elevasi 12,5-50 mdpl, sehingga digolongkan

     pada bentuk lahan pedataran rendah. Pola pengaliran yang terdapat pada satuan

    ini adalah anastomatik dan  subparallel  dengan bentuk lembah U tumpul. Satuan

    ini tersusun oleh bentang alam yang memiliki kemiringan lereng berkisar antara

    0% - 5,3%. Satuan ini umumnya tersusun atas batupasir dan konglomerat. Secara

    morfogenetik, proses utama yang sangat mempengaruhi satuan ini adalah proses

    eksogen yaitu berupa pelapukan, dan erosi.

  • 8/18/2019 Geologi Cirebon

    7/46

    49

    Gambar 3.3 Kenampakan Satuan Geomorfologi Pedataran Rendah Sedimen Denudasional.

    3.1.4.2 Satuan Perbukitan Rendah Sedimen Struktural Landai

    Satuan ini memiliki penyebaran sekitar 25 % dari daerah penelitian.

    Karakteristik morfografi satuan ini merupakan bentuk lahan perbukitan, dengan

    elevasi 50-87,5 mdpl, memiliki bentuk lembah U tumpul – U tajam. Pola

     pengaliran yang terdapat pada satuan ini adalah rectangular ,  subparallel , dan

    anastomatik.

    Dari hasil analisis morfometri diperoleh bahwa satuan ini tersusun atas

     bukit-bukit yang memiliki kemiringan lereng berkisar antara 2,8 % hingga 7,3 %.

    Satuan ini didominasi oleh lereng-lereng agak landai - landai sehingga satuan ini

    dikategorikan pada kelas lereng agak landai - landai.

    Dari aspek morfogenetik, satuan ini terbentuk akibat adanya gaya eksogen

     berupa denudasional (pelapukan, erosi) dan gaya endogen (endogen). Satuan ini

    tersusun oleh litologi berupa batupasir dan batulempung.

  • 8/18/2019 Geologi Cirebon

    8/46

    50

    Gambar 3.4 Kenampakan Satuan Geomorfologi Perbukitan Rendah Sedimen Struktural Landai.

    3.1.4.3. Satuan Perbukitan Rendah Sedimen Struktural Curam

    Satuan geomorfologi ini menempati sekitar 5 % dari luas keseluruhan

    daerah penelitian. Karakteristik morfografi satuan ini dicirikan oleh perbukitan

    dengan elevasi 62,5  –   175,5 mdpl dan memiliki bentuk lembah V tumpul - V

    tajam dan memiliki bentuk punggungan yang memanjang. Pola pengaliran yang

     berkembang yaitu rectangular  dan subparallel .

    Berdasarkan hasil analisis morfometri, satuan geomorfologi ini tersusun

    atas bukit-bukit dengan kemiringan lereng berkisar antara 14,2 % hingga 26,4%.

    Satuan ini didominasi oleh lereng-lereng agak curam-curam sehingga satuan ini

    dikategorikan pada kelas lereng agak curam-curam.

    Dari aspek morfogenetik, satuan ini terbentuk akibat adanya gaya eksogen

     berupa denudasional (pelapukan, erosi) dan gaya endogen (endogen). Satuan ini

    tersusun atas batulempung dan batupasir.

  • 8/18/2019 Geologi Cirebon

    9/46

    51

    Gambar 3.5 Kenampakan Satuan Geomorfologi Perbukitan Rendah Sedimen Struktural Curam.

    Tabel 3.1 Karakteristik satuan geomorfologi daerah penelitian

    Gambar 3.6 Peta Geomorfologi daerah penelitian

    U

  • 8/18/2019 Geologi Cirebon

    10/46

    52

    Gambar 3.7 Kenampakan tiga dimensi satuan-satuan geomorfologi daerah penelitian

    3.2 Geologi Daerah Penelitian

    3.2.1 Stratigrafi

    Dalam penyusunan stratigrafi daerah penelitian penamaannya didasarkan

    kepada penamaan tidak resmi. Hal tersebut tercantum dalam pasal 16 : 1 Sandi

    Stratigrafi Indonesia yang menyebutkan bahwa satuan batuan adalah suatu batuan

    atau gabungan dari dua jenis atau lebih batuan yang memiliki ciri-ciri tertentu dan

    dapat dibedakan dengan baik atas maupun bawahnya serta dapat dipetakan dalam

    skala 1 : 25.000.

    Ada beberapa aspek yang sering dijadikan dasar dalam menafsirkan peta,

     penyebaran dan kedudukan lapisan, yaitu: Superposisi, Horizontalitas asal,

    Kontinuitas asal, munculnya bidang erosi, dan dislokasi. Selain itu situasi

    stratigrafi peta regional akan menjelaskan posisi fakta-fakta geologi di lapangan,

    yang merupakan aspek stratigrafi yang dikelompokkan dalam satu satuan,

    terhadap formasi-formasi stratigrafi yang dikenal dan resmi. Setiap satuan batuan

    memperlihatkan ciri litologi yang berbeda dengan satuan batuan lainnya. Satuan-

    satuan batuan ini tersebar menempati daerah penelitian dengan pola jurus umum

     perlapisan batuan berarah barat laut-tenggara. Penyebaran satuan batuan dan

  • 8/18/2019 Geologi Cirebon

    11/46

    53

     posisi stratigrafinya didasarkan pada aspek yang telah disebutkan sebelumnya

    dalam rekonstruksi pola jurus dan kemiringan batuannya.

    Dari pengamatan di lapangan maka litostratigrafi daerah penelitian dibagi

    menjadi empat satuan batuan yang diurutkan dari satuan yang paling tua hingga

    satuan yang paling muda adalah sebagai berikut:

    1. 

    Satuan Batulempung

    2. 

    Satuan Batupasir karbonatan

    3.  Satuan Batupasir tidak karbonatan

    4.  Satuan Konglomerat

    Tabel 3.2 Stratigrafi Daerah Penelitian 

  • 8/18/2019 Geologi Cirebon

    12/46

    54

    3.2.1.1 Satuan Batulempung (Tmbl)

    3.2.1.1.1 Litologi dan Karakteristiknya

    Secara megaskopis, Satuan Batulempung terdiri dari batulempung,

     batulempung perselingan batupasir dan batulempung sisipan batupasir. Satuan ini

    tersusun atas batulempung, batulempung perselingan batupasir dan batulempung

    sisipan batupasir. Batu lempung sebagai penyusun utama satuan ini memiliki ciri-

    ciri secara megaskropis warna segar abu – abu , warna lapuk abu – abu terang,

     besar butir lempung, bentuk butir membundar, kemas tertutup, struktur sedimen

    menyerpih, pemilahan baik, permeabilitas sedang, karbonatan dan tidak

    karbonatan, kekerasan agak keras sampai lunak, di beberapa tempat terdapat

    sisipan dengan batupasir. Rata-rata ketebalan lapisan 20 cm - 400 cm dan kontak

    gradasional dengan perselingan batupasir. Batupasir sebagai perselingan

    memiliki ciri-ciri secara megaskropis warna segar abu – abu dan warna lapuk

    coklat, besar butir pasir sangat halus, bentuk butir membundar, kemas terbuka,

     pemilahan baik, permeabilitas baik, karbonatan, kekerasan lunak.

    Gambar 3.8 Singkapan Batulempung di Sungai Ci Hoe  

  • 8/18/2019 Geologi Cirebon

    13/46

    55

    Gambar 3.9 Singkapan Batulempung perselingan Batupasir di Sungai Ci Hoe

    3.2.1.1.2 Umur Relatif dan Lingkungan Pengendapan

    Umur relatif didapatkan dari posisi stratigrafinya. Setelah dibuatnya

    rekonstruksi penampang geologi, satuan batulempung memiliki hubungan selaras

    dengan satuan batupasir sehingga diperkirakan lebih tua dari satuan batu batupasir

    dan satuan konglomerat. Menurut kesebandingan dengan literatur peneliti

    terdahulu, umur satuan batulempung adalah Miosen Tengah – Pliosen Awal

    (Silitonga, 1996). Lingkungan pengendapan dapat ditentukan dari karakteristik

    struktur dan tekstur batuan. Pada satuan ini tidak ditemukan struktur sedimen,

    namun dapat diinterpretasikan dari ukuran butir lempung, satuan ini terendapkan

     pada lingkungan laut dalam.

    3.2.1.1.3 Penyebaran dan Ketebalan

    Satuan Batulempung ini menempati bagian tenggara barat laut daerah

     penelitian terutama di sepanjang Sungai Ci Hoe. Penyebaran satuan ini meliputi

    sekitar 40% dari seluruh daerah penelitian. Satuan batulempung ini memiliki arah

    umum jurus perlapisan antara N145oE –  N315oE. Batulempung bersisipan batupasir

    terdiri dari batulempung yang memiliki ketebalan berkisar antara 20  –   400 cm

    sedangkan sisipannya berupa batupasir memiliki ketebalan antara 10 –  90 cm.

  • 8/18/2019 Geologi Cirebon

    14/46

    56

    3.2.1.1.4 Hubungan Stratigrafi

    Setelah melihat hasil rekonstruksi data lapangan satuan batulempung ini

     berbatasan dengan satuan batupasir karbonatan. Hubungan satuan batulempung

    dan satuan batupasir karbonatan selaras menjemari.

    3.2.1.1.5 Kesebandingan Regional

    Berdasarkan kesebandingan regionalnya, satuan batulempung berumur

    Miosen Tengah hingga Pliosen Awal dan didapat disebandingkan dengan Formasi

    Halang.

    Tabel 3.3  Kesebandingan Regional Satuan Batulempung

    ParameterSatuan Batulempung

    (Peneliti, 2015)

    Formasi Halang

    (Silitonga,1996)

    Litologi

    Batulempung warna segar abu-abu,

    warna lapuk abu – abu terang, besar butir lempung, bentuk butir

    membundar, kemas tertutup,

    struktur sedimen menyerpih,

     pemilahan baik, permeabilitas

    sedang, karbonatan dan tidak

    karbonatan, kekerasan agak keras

    sampai lunak .

    Batulempung sisipan batupasir warna

    segar abu  –   abu dan warna lapukcoklat, besar butir pasir sangat

    halus, bentuk butir membundar,

    kemas terbuka, pemilahan baik,

     permeabilitas baik, karbonatan,

    kekerasan lunak.

    Batulempung bagian

    tengah runtunan banyak mengandung

    sisipan ataupun

     perselingan dengan

     batupasir.

    Posisi

    stratigrafiSelaras dengan satuan batupasir

    Menjemari dengan

    Anggota Gununghurip

    Formasi Halang

  • 8/18/2019 Geologi Cirebon

    15/46

    57

    Umur Miosen Tengah –  Pliosen AwalMiosen Tengah-

    Pliosen Awal

    Lingkungan

    PengendapanZona batial atas Zona batial atas

    3.2.1.2 Satuan Batupasir Karbonatan (Tpbp)

    3.2.1.2.1 Litologi dan Karakteristiknya

    Satuan ini terdiri atas batupasir dan konglomerat. Batupasir sebagai

     penyusun utama satuan ini memiliki ciri-ciri secara megaskropis warna segar

    coklat, warna lapuk coklat kehitaman, besar butir pasir kasar sampai pasir

    sangat halus, bentuk butir membundar sampai agak bundar, kemas tertutup,

     pemilahan sedang, permeabilitas baik, karbonatan, kekerasan keras sampai

    lunak. Memiliki ketebalan 40 cm-200 cm dan kontak tegas dengan

    konglomerat. Konglomerat pada satuan batupasir ini memliki karakteristik warna

    segar abu - abu terang, warna lapuk abu - abu kehitaman, besar butir butiran,

     bentuk butir membundar tanggung, kemas terbuka, pemilahan sedang,

     permeabilitas sedang.  Matrix pasir sedang dengan warna segar abu-abu terang

    dan warna lapuk abu-abu kehitaman, besar butir pasir sedang, bentuk butir

    membundar, kemas tertutup, pemilahan baik, permeabilitas sedang, karbonatan,

    kekerasan lunak. Komponen terdiri dari batuan beku andesitis dengan ukuran

    kerakal sampai kerikil.

  • 8/18/2019 Geologi Cirebon

    16/46

    58

    Gambar 3.10 Singkapan Batupasir di Pasir Lemahjati

    Gambar 3.11 Singkapan Konglomerat di Pasir Dangdeurtilu, Desa Tonjong

    3.2.1.2.2 Umur Relatif dan Lingkungan Pengendapan

    Umur relatif didapatkan dari posisi stratigrafinya. Setelah dibuatnya

    rekonstruksi penampang geologi, satuan batupasir karbonatan memiliki hubungan

    selaras dengan satuan batulempung sehingga diperkirakan lebih muda dari satuan

     batulempung dan lebih tua dari satuan konglomerat. Menurut kesebandingan

    dengan literatur peneliti terdahulu, umur satuan batupasir adalah Pliosen Awal  –  

    Pliosen Tengah (Silitonga, 1996). Lingkungan pengendapan dapat ditentukan dari

    karakteristik struktur dan tekstur batuan. Pada satuan ini tidak ditemukan struktur

  • 8/18/2019 Geologi Cirebon

    17/46

    59

    sedimen, namun dapat diinterpretasikan dari fosil berupa cangkang  bivalvia  serta

    kandungan karbonatan, satuan ini terendapkan pada lingkungan laut dangkal.

    3.2.1.2.3 Penyebaran dan Ketebalan

    Satuan batupasir karbonatan ini menempati bagian tenggara dan barat

    laut daerah penelitian terutama pada perbukitan Pasir Lemahjati dan Pasir

    Banteng. Satuan batupasir karbonatan menempati sekitar 30 % daerah penelitian.

    Satuan ini memiliki arah umum jurus perlapisan berkisar antara N110oE –  N270oE.

    Batupasir karbonatan memiliki ketebalan berkisar antara 40-200 cm.

    3.2.1.2.4 Hubungan Stratigrafi

    Berdasarkan rekonstruksi data lapangan, satuan batupasir karbonatan

    ini berbatasan dengan satuan batulempung di sebelah baratdaya dengan hubungan

    stratigrafi yang selaras. Adapun di sebelah utara sampai timur, satuan batupasir

    karbonatan ini berbatasan dengan satuan konglomerat dengan hubungan stratigrafi

    yang tidak selaras (unconformity) serta dengan satuan batupasir tidak karbonatan

    dengan hubungan stratigrafi tidak selaras.

    Ini disebabkan karena satuan konglomerat yang terakhir terbentuk

    memiliki perbedaan umur yang jauh dengan batupasir karbonatan dan

     batulempung.

    3.2.1.2.5 Kesebandingan Regional

    Berdasarkan kesebandingan regionalnya, satuan batupasir karbonatan

     berumur Pliosen Awal hingga Pliosen Tengah dan didapat disebandingkan dengan

    Formasi Kalibiuk.

  • 8/18/2019 Geologi Cirebon

    18/46

    60

    Tabel 3.4 Kesebandingan Regional Satuan Batupasir

    Parameter Satuan Batupasir Karbonatan(Peneliti, 2015)

    Formasi Kalibiuk(Silitonga,1996)

    Litologi

    Satuan ini tersusun dari batupasir

    karbonatan dan konglomerat. Batupasir

    warna segar coklat, warna lapuk coklat

    kehitaman, besar butir pasir kasar

    samapai pasir sangat halus, bentuk

     butir membundar samapai agak

     bundar, kemas tertutup, pemilahan

    sedang, permeabilitas baik,karbonatan, kekerasan keras sampai

    lunak, Konglomerat pada satuan

     batupasir ini memliki karakteristik

    warna segar abu - abu terang, warna

    lapuk abu - abu kehitaman, besar butir

     butiran, bentuk butir membundar

    tanggung, kemas terbuka, pemilahan

    sedang, permeabilitas sedang.  Matrix 

     pasir sedang dengan warna segar abu-abu terang dan warna lapuk abu-abu

    kehitaman, besar butir pasir sedang,

     bentuk butir membundar, kemas

    tertutup, pemilahan baik,

     permeabilitas sedang, karbonatan,

    kekerasan lunak.

    Batupasir kasar,

    lapisan konglo-

    merat, gampingan

    yang mengandung

    fosil moluska dan

    koral,serta batu-

    lempung dengan

    fosil foram kecil &moluska yang

    merupakan bagian

    tengah runtuhan;

    lapisan tipis  –   tipis

     batupasir kompak,

    gampingan,

    Posisi

    stratigrafi

    Selaras dengan satuan batulempung dan

    tidak selaras dengan satuan

    konglomerat

    Tidak selaras

    terhadap Formasi

    Halang

    Umur Pliosen Awal –  Pliosen TengahPliosen Awal –  

    Pliosen Tengah

    Lingkungan

    PengendapanZona pasang-surut Zona pasang –  surut

  • 8/18/2019 Geologi Cirebon

    19/46

    61

    3.2.1.3 Satuan Batupasir Tidak Karbonatan

    3.2.1.3.1 Litologi dan Karakteristiknya

    Satuan ini terdiri dari batupasir halus sampai sangat halus dengan

    memiliki ciri-ciri secara megaskropis warna segar coklat kehitaman, warna lapuk

    coklat terang, kemas tertutup, besar butir pasir sangat halus sampai halus ,

     bentuk butir membundar, pemilahan sedang, permeabilitas sedang, tidak

     bersifat karbonatan, kekerasan keras sampai agak keras. Terdapat stuktur sedimen

    cross laminasi,  parallel laminasi, load cast . Memiliki ketebalan lapisan 50cm-

    300 cm .

    Gambar 3.12 Singkapan Batupasir Tidak Karbonatan di Sungai Ci Hoe, Desa Tonjong 

    3.2.1.3.2 Umur Relatif dan Lingkungan Pengendapan 

    Umur relatif didapatkan dari posisi stratigrafinya. Setelah dibuatnya

    rekonstruksi penampang geologi, satuan batupasir tidak karbonatan memiliki

    hubungan tidak selaras dengan satuan batupasir karbonatan sehingga diperkirakan

    lebih muda dari satuan batupasir karbonatan serta lebih tua darip satuan

    konglomerat. Menurut kesebandingan dengan literatur peneliti terdahulu, umur

    satuan batupasir adalah Plistosen Tengah (Silitonga, 1996).

  • 8/18/2019 Geologi Cirebon

    20/46

    62

    Lingkungan pengendapan dapat ditentukan dari karakteristik struktur dan

    tekstur batuan, diintepretasikan di lingkungan pengendapan darat hingga

     peralihan.

    3.2.1.3.3 Penyebaran dan Ketebalan

    Satuan batupasir tidak karbonatan ini menempati bagian utara daerah

     penelitian terutama pada Sungai Ci Hoe, Desa Tonjong. Satuan batupasir tidak

    karbonatan menempati sekitar 10 % daerah penelitian. Satuan ini memiliki arah

    umum jurus perlapisan berkisar antara N290oE  –   N330oE. Batupasir tidak

    karbonatan memiliki ketebalan berkisar antara 50 - 300 cm.

    3.2.1.3.4 Hubungan Stratigrafi

    Berdasarkan rekonstruksi data lapangan, satuan batupasir tidak

    karbonatan ini berbatasan dengan satuan batupasir karbonatan di sebelah barat

    daya dengan hubungan stratigrafi yang tidak selaras. Adapun di sebelah timur,

    satuan batupasir tidak karbonatan ini berbatasan dengan satuan konglomerat

    dengan hubungan stratigrafi yang tidak selaras ( Angular unconformity). Sesuai

    dengan pola jurus dan rekontruksi penampang serta dengan kesebandingan

    regional dengan Formasi Gintung memiliki umur yang sama di Kala Pleistosen.

  • 8/18/2019 Geologi Cirebon

    21/46

    63

    3.2.1.3.5 Kesebandingan Regional

    Tabel 3.5 Kesebandingan Regional Satuan Batupasir Tidak Karbonatan

    ParameterSatuan Batupasir Tidak Karbonatan

    (Peneliti, 2015)

    Formasi Gintung

    (Silitonga,1996)

    Litologi Terdiri dari batupasir halus sampai

    sangat halus dengan memiliki ciri-ciri

    secara megaskropis warna segar coklat

    kehitaman,warna lapuk coklat terang,kemas tertutup, besar butir pasir sangat

    halus sampai halus , bentuk butir

    membundar, pemilahan sedang,

     permeabilitas sedang, tidak bersifat

    karbonatan, kekerasan keras sampai

    agak keras.Terdapat stuktur sedimen

    cross laminasi, parallel laminasi, load

    cast.

    Batu pasir tuffan, Dalam

     batupasir sering terlihat

    adanya pecahan - pecahan

    lepas plagioklas, kristalkuarsa dan

    Batuapung.

    Posisi

    stratigrafi

    Tidak selaras dengan satuan batupasir

    karbonatan dan satuan konglomerat

    Tidak selaras terhadap

    Formasi Kalibiuk

    Umur Plistosen Tengah Plistosen Tengah –  Akhir

    Lingkungan

    PengendapanLingkungan darat

    Lingkungan Darat hingga

     peralihan

    3.2.1.4 

    Satuan Konglomerat

    3.2.1.4.1 Litologi dan Karakteristiknya

    Satuan Konglomerat ini terdiri dari konglomerat monomik, batulempung

    dan batupasir. Konglomerat sebagai penyusun utama satuan ini memiliki ciri-

    ciri secara megaskropis warna segar coklat terang dan warna lapuk coklat

    gelap, besar butir kerakal, bentuk butir membundar sampai agak bundar, kemas

  • 8/18/2019 Geologi Cirebon

    22/46

    64

    terbuka, pemilahan sedang, permeabilitas baik.  Matrix  pasir sedang sampai

    kasar, warna segar coklat, warna lapuk coklat hitaman, besar butir pasir sedang,

     bentuk butir membundar, kemas tertutup, pemilahan baik permeabilitas baik,

    karbonatan, komponen monomik dengan batupasir sangat kasar-kerakal dan

     batuan beku andesit. Lapisan konglomerat ini memiliki ketebalan 30 cm - 300 cm

    Batulempung secara megaskropis memiliki ciri - ciri warna segar abu  –  abu

    gelap, warna lapuk abu  –   abu terang, besar butir lempung, bentuk butir

    membundar, kemas tertutup, pemilahan baik, permeabilitas baik, karbonatan,

    kekerasan agak keras terdapat kontak dengan tuf. Memiliki ketebalan 20 cm -

    190 cm.

    Gambar 3.13 Singkapan Konglomerat di Sungai Cijangkelok Desa Tonjong

    3.2.1.4.2 Umur Relatif dan Lingkungan Pengendapan

    Umur relatif didapatkan dari posisi stratigrafinya. Setelah dibuatnya

    rekonstruksi penampang geologi, satuan kongomerat memiliki hubungan tidak

    selaras dengan satuan batupasir karbonatan dan batupasir tidak karbonatan

    sehingga diperkirakan lebih muda dari satuan batupasir karbonatan serta batupasir

    tidak karbonatan. Menurut kesebandingan dengan literatur peneliti terdahulu,

    umur satuan konglomerat adalah Plistosen Akhir (Silitonga, 1996).

  • 8/18/2019 Geologi Cirebon

    23/46

    65

    Lingkungan pengendapan dapat ditentukan dari karakteristik struktur dan

    tekstur batuan, diintepretasikan di lingkungan pengendapan darat.

    3.2.1.4.3 Penyebaran dan Ketebalan

    Satuan batupasir konglomerat ini menempati bagian timur laut –  tenggara

    daerah penelitian terutama pada Sungai Ci Hoe Desa Tonjong. Satuan

    konglomerat menempati sekitar 20 % daerah penelitian. Satuan ini memiliki arah

    umum jurus perlapisan berkisar antara N290oE  –  N330oE. Lapisan konglomerat

    memiliki ketebalan berkisar antara 30 - 300 cm.

    3.2.1.4.4 Hubungan Stratigrafi

    Berdasarkan rekonstruksi data lapangan, satuan konglomerat ini

     berbatasan dengan satuan batupasir karbonatan di sebelah barat daya dengan

    hubungan stratigrafi yang tidak selaras. Adapun di sebelah utara, satuan

    konglomerat ini berbatasan dengan satuan batupasir tidak karbonatan dengan

    hubungan stratigrafi yang tidak selaras ( Angular unconformity). Sesuai dengan

     pola jurus dan rekontruksi penampang serta dengan kesebandingan regional

    dengan Formasi Gintung memiliki umur yang sama di Kala Pleistosen.

    3.2.1.4.5 Kesebandingan Regional

    Tabel 3.6 Kesebandingan Regional Satuan Konglomerat

    ParameterSatuan Konglomerat

    (Peneliti, 2015)

    Formasi Gintung

    (Silitonga,1996)

    Litologi Satuan Konglomerat ini terdiri dari

    konglomerat monomik, batulempung

    dan batupasir. Konglomerat sebagai

     penyusun utama satuan ini memiliki

    Perselingan batulempung

    tuffan, batupasir tuffan,

    konglomerat dan breksi.

    Konglomerat

  • 8/18/2019 Geologi Cirebon

    24/46

    66

    ciri- ciri secara megaskropis warna

    segar coklat terang dan warna lapuk

    coklat gelap, besar butir kerakal,

     bentuk butir membundar sampai

    agak bundar, kemas terbuka,

     pemilahan sedang, permeabilitas

     baik. Matrix pasir sedang sampai

    kasar, warna segar coklat, warna

    lapuk coklat hitaman, besar butir

     pasir sedang, bentuk butir

    membundar, kemas tertutup,

     pemilahan baik permeabilitas baik,karbonatan, komponen monomik

    dengan batupasir sangat kasar-kerakal

    dan batuan beku andesit.

     berkomponen batuan

     beku andesit

    mengandung kayu

    terkersikkan dan

    terarangkan. Dalam

     batupasir sering terlihat

    adanya pecahan -

     pecahan lepas plagioklas,

    kristal kuarsa dan

    Batuapung.

    Posisi

    stratigrafi

    Tidak selaras dengan satuan batupasir

    karbonatan dan batupasir tidak

    karbonatan

    Tidak selaras terhadap

    Formasi Kalibiuk

    Umur Plistosen Akhir Plistosen Tengah –  Akhir

    Lingkungan

    Pengendapan

    Lingkungan darat Lingkungan Darat hingga

     peralihan

    3.2.2  Struktur Geologi

    Struktur geologi yang terdapat di daerah penelitian mencakup lipatan,

    kekar dan sesar. Adapun dasar yang digunakan penulis dalam menginterpretasi

    struktur geologi di daerah penelitian adalah berdasarkan interpretasi kelurusan-

    kelurusan dalam DEM ( Digital Elevation Model )  di daerah penelitian dan

    keterdapatan bukti-bukti berupa unsur-unsur struktur yang ditemukan di lapangan. 

    Interpretasi kelurusan-kelurusan, punggungan maupun lembah, dengan

    menggunakan data berupa DEM dimaksudkan untuk mengamati pola-pola

  • 8/18/2019 Geologi Cirebon

    25/46

    67

    kelurusan yang konsisten yang nantinya dapat membantu dalam

     penginterpretasian struktur geologi di daerah penelitian. Kelurusan-kelurusan

     punggungan dimaksudkan untuk membantu penginterpretasian jurus ( strike)

     batuan atau jurus dari sebuah gawir sesar. Sedangkan kelurusan-kelurusan lembah

    lebih dimaksudkan untuk membantu penginterpretasian arah-arah sesar, yaitu

    sesar naik dan sesar mendatar yang menghasilkan suatu zona hancuran berupa

    lembah. 

    Dengan menempatkan data-data kelurusan punggungan tersebut ke dalam

    diagram rosset, maka dapat disimpulkan umumnya punggungan-punggungan di

    daerah penelitian berarah baratlaut –  tenggara, dengan pola kelurusan punggungan

    terbanyak dengan trend  130 0 -1400 terhadap arah utara. ( Gambar 3.14)

    Gambar 3.14 (A) Analisis kelurusan DEM dan (B) Diagram rosset kelurusan punggungan

    Sedangkan berdasarkan interpretasi kelurusan-kelurusan lembah dengan

    menggunakan DEM. Dengan menempatkan data-data kelurusan lembahan

  • 8/18/2019 Geologi Cirebon

    26/46

    68

    tersebut ke dalam diagram rosset, maka dapat disimpulkan umumnya lembah-

    lembah di daerah penelitian barat laut  –   tenggara dengan pola kelurusan sungai

    terbanyak dengan trend  130 0 -1400 terhadap arah utara (Gambar 3.15).

    Gambar 3.15 (A) Analisis kelurusan lembah (sungai) dan (B) Diagram rosset kelurusan sungai

    3.2.2.1 Kekar

    Kekar atau  joint   merupakan jenis struktur geologi berupa rekahan-

    rekahan atu pecahan pada batuan yang sedikit atau tidak sama sekali mengalami

     pergeseran. Keterdapatan kekar di beberapa stasiun pengamatan di lapangan

    sangat membantu penulis dalam menginterpretasi sesar dan menentukan arah

    tegasan. Adapun kekar yang ditemukan dilapangan berupa kekar gerus dan kekar

    tarik.

    1.  Kekar Gerus

    Kekar yang terjadi akibat tegasan yang cenderung mengelincir bidang satu

    sama lainnya yang berdekatan (Gambar 3.17). Kekar ini biasanya memiliki

  • 8/18/2019 Geologi Cirebon

    27/46

    69

    ciri-ciri berupa bidang yang licin, rekahannya relatif kecil, adanya  joint set  

     berpola menyerupai belah ketupat.

    2.  Kekar Tarik

    Kekar yang terbentuk dengan arah tegak lurus dari gaya yang cenderung

    untuk memindahkan batuan (gaya tension). Hal ini terjadi akibat dari stress

    yang cenderung untuk membelah dengan cara menariknya pada arah yang

     berlawanan, dan akhirnya kedua dindingnya akan saling menjauhi. Kekar ini

     biasanya memiliki ciri-ciri berupa bidang kekar yang tidak rata, bidang

    rekahannya relatif besar, polanya sering tidak teratur, biasanya akan memiliki

     pola kotak-kotak.

    Pada daerah penelitian terdapat data kekar yang diambil dan diolah

    menggunakan streonet sebagai salah satu indikasi adanya stuktur geologi sesar .

    Tabel 3.7 Data Kekar Stasiun ST.44

    NoStrike

    (°)

    Dip

    (°)

    Panjang

    (cm)

    1 12 49 36

    2 59 85 50

    3 254 72 40

    4 240 61 20

    5 314 19 30

    6 5 31 20

    7 238 67 308 69 74 25

    9 45 64 35

    10 220 81 30

    11 44 70 60

    12 140 42 32

    13 74 78 50

    14 33 71 76

    15 53 74 50

    16 40 53 25

    17 47 33 35

    18 295 24 80

  • 8/18/2019 Geologi Cirebon

    28/46

    70

    Tabel 3.8 Data Kekar Stasiun ST.25

    No Strike(°) Dip(°) Panjang(cm)

    1 27 60 18

    2 54 67 14

    3 30 74 24

    4 54 67 15

    5 130 56 6

    6 354 56 1,1

    7 46 88 24

    8 5 71 10

    9 59 78 18

    10 122 78 22

    11 28 77 3112 35 90 15

    13 36 54 42

    14 217 80 18

    15 221 79 20

    16 93 83 60

    17 125 85 8

    18 41 65 7

    19 129 84 8

    20 320 78 12

    Gambar 3.16 Stereogram dan Rossete

  • 8/18/2019 Geologi Cirebon

    29/46

    71

    Gambar 3.17 (A) Kekar gerus pada batulempung perselingan batupasir ST.25 (B) Kekar tarik

     pada batupasir stasiun ST.44

    3.2.2.2 Lipatan

    Lipatan adalah struktur geologi yang memiliki suatu bentuk lengkungan

    (curve) dari suatu bidang lapisan batuan (Park, 1980). Struktur lipatan yang

     berkembang didaerah penelitian berupa rangkaian sinklin dan antiklin yang

    menyebabkan perlipatan pada Satuan Batulempung (Tmbl) dan Satuan Batupasir

    (Tpbp). Struktur lipatan yang berkembang di daerah penelitian terdiri dari antiklin

    dan sinklin. Penentuan struktur sinklin dan antiklin ini didasarkan oleh

    rekonstruksi penampang geologi ditunjang dengan pola jurus perlapisan yang

    memiliki arah kemiringan (dip) yang berbeda. Berdasarkan hasil rekonstruksi peta

     pola jurus dan kemiringan perlapisan batuan, maka di daerah penelitian terdapat 8

    (delapan) struktur lipatan besar, yaitu:

    1.  Sinklin Baturantung

    2.  Antiklin Ci Hoe

    3.  Sinklin Ci Hoe

    4.  Antiklin Ci Hoe Kecil

    5.  Sinklin Pasir Banteng

    6. 

    Antiklin Pasir Lemahjati

  • 8/18/2019 Geologi Cirebon

    30/46

    72

    7. 

    Sinklin Pasir Peucang

    8. 

    Antiklin Ci Buluh

    3.2.2.2.1 Sinklin Baturantung

    Struktur ini terdapat di bagian selatan daerah penelitian dan memanjang

    dengan arah relatif Barat laut - Tenggara. Satuan yang terpengaruh oleh struktur

    ini adalah satuan batulempung.

    Penarikan struktur sinklin ini dilakukan berdasarkan hasil rekonstruksi

    arah jurus dan kemiringan batuan yang menunjukkan arah kemiringan batuan

    (dip) yang saling berhadapan. Berdasarkan hasil proyeksi stereografi (Gambar

    3.18), didapatkan unsur-unsur lipatan sebagai berikut:

    1.   Limb rata-rata bagian Timurlaut N 136o E/ 54o 

    2.   Limb rata-rata bagian Baratdaya N 314o E/ 52o 

    3.  Trend / Plunge: 314 o /03 o 

    4. 

    Kemiringan Axial Surface  70 o 

    5.  Sudut interlimb 73 o 

    Berdasarkan klasifikasi Fleuty (1964), maka struktur lipatan ini termasuk

    kedalam jenis Open Steeply inclined Sub-horizontal Fold. 

    Gambar 3.18 Stereonet Sinklin Pasir Baturantung dan klasifikasi penamaan lipatan (Fleuty, 1964)

  • 8/18/2019 Geologi Cirebon

    31/46

    73

    3.2.2.2.2 Antiklin Ci Hoe

    Struktur ini terdapat di bagian selatan daerah penelitian dan memanjang

    dengan arah relatif baratlaut-tenggara. Satuan yang terpengaruh oleh struktur ini

    adalah satuan batulempung dan batupasir.

    Penarikan struktur antiklin ini dilakukan berdasarkan hasil rekonstruksi

    arah jurus dan kemiringan batuan yang menunjukkan arah kemiringan batuan

    (dip) yang saling berlawanan. Berdasarkan hasil proyeksi stereografi (Gambar

    3.19), didapatkan unsur-unsur lipatan sebagai berikut:

    1.   Limb rata-rata bagian Timurlaut N 324 o E/ 84o 

    2. 

     Limb rata-rata bagian Baratdaya N 160 o E/ 43 o 

    3. 

    Trend / Plunge: 325 o / 14 o 

    4. 

    Kemiringan Axial Surface 72o

     

    5.  Sudut interlimb 56o 

    Berdasarkan klasifikasi Fleuty (1964), maka struktur lipatan ini termasuk

    kedalam jenis Close Steeply inclined Gently plunging Fold.

    Gambar 3.19 Stereonet Antiklin Ci Hoe dan klasifikasi penamaan lipatan (Fleuty, 1964)

  • 8/18/2019 Geologi Cirebon

    32/46

    74

    3.2.2.2.3 Sinklin Ci Hoe

    Struktur ini terdapat di bagian Barat Daya daerah penelitian dan

    memanjang dengan arah relatif Barat Laut –  Tenggara . Satuan yang terpengaruh

    oleh struktur ini adalah satuan batu Lempung. Struktur ini terpotong oleh sesar

    mendatar dekstral Ci Hoe dan sesar mendatar dekstral Pasir Lemahjati. 

    Penarikan struktur sinklin ini dilakukan berdasarkan hasil rekonstruksi

    arah jurus dan kemiringan batuan yang menunjukkan arah kemiringan batuan

    (dip) yang saling berhadapan. Berdasarkan hasil proyeksi stereografi (Gambar

    3.20), didapatkan unsur-unsur lipatan sebagai berikut:

    1.   Limb rata-rata bagian Timur N 137 o E/85 o 

    2.   Limb rata-rata bagian Barat N 324 o E/84 o 

    3.  Trend / Plunge: 137o / 32 o 

    4.  Kemiringan Axial Surface  65o 

    5. 

    Sudut interlimb 14o 

    Berdasarkan klasifikasi Fleuty (1964), maka struktur lipatan ini termasuk

    kedalam jenis Tight Steeply inclined Moderatly plunging Fold.

    Gambar 3.20 Stereonet Sinklin Ci Hoe dan klasifikasi penamaan lipatan (Fleuty, 1964) 

  • 8/18/2019 Geologi Cirebon

    33/46

    75

    3.2.2.2.4 Antiklin Ci Hoe Kecil

    Struktur ini terdapat di bagian relatif barat –  barat daya daerah penelitian

    dan memanjang dengan arah relatif baratlaut-tenggara. Satuan yang terpengaruh

    oleh struktur ini adalah satuan batulempung. Struktur ini terpotong oleh sesar

    mendatar dekstral Ci Hoe dan sesar mendatar dekstral Pasir Lemahjati. 

    Penarikan struktur antiklin ini dilakukan berdasarkan hasil rekonstruksi

    arah jurus dan kemiringan batuan yang menunjukkan arah kemiringan batuan

    (dip) yang saling berlawanan. Berdasarkan hasil proyeksi stereografi (Gambar

    3.21), didapatkan unsur-unsur lipatan sebagai berikut:

    1. 

     Limb rata-rata bagian Timurlaut N 137 o E/ 85 o 

    2. 

     Limb rata-rata bagian Baratdaya N 336 o E/ 68 o 

    3. 

    Trend / Plunge: 139o

     / 33o

     

    4.  Kemiringan Axial Surface  78 o 

    5.  Sudut interlimb 32o 

    Berdasarkan klasifikasi Fleuty (1964), maka struktur lipatan ini termasuk kedalam

     jenis Close Steeply inclined Moderately plunging Fold

    Gambar 3.21 Stereonet Antiklin Ci Hoe kecil dan klasifikasi penamaan lipatan (Fleuty, 1964) 

  • 8/18/2019 Geologi Cirebon

    34/46

    76

    3.2.2.2.5 Sinklin Pasir Banteng

    Struktur ini terdapat di bagian Barat daerah penelitian dan memanjang

    dengan arah relatif barat - timur. Satuan yang terpengaruh oleh struktur ini adalah

    satuan batupasir. Struktur ini terpotong oleh sesar mendatar dekstral Ci Hoe ,

    sesar mendatar dekstral Pasir Lemahjati dan sesar naik Tonjong.  

    Penarikan struktur sinklin ini dilakukan berdasarkan hasil rekonstruksi

    arah jurus dan kemiringan batuan yang menunjukkan arah kemiringan batuan

    (dip) yang saling berhadapan. Berdasarkan hasil proyeksi stereografi (Gambar

    3.22), didapatkan unsur-unsur lipatan sebagai berikut:

    1.   Limb rata-rata bagian Timur N 355o E/ 44o 

    2.   Limb rata-rata bagian Barat N 160 o E/ 56

    3.  Trend / Plunge: 165 o / 08 o 

    4.  Kemiringan Axial Surface  74 o 

    5. 

    Sudut interlimb 81o 

    Berdasarkan klasifikasi Fleuty (1964), maka struktur lipatan ini termasuk

    kedalam jenis Open Steeply inclined Sub-horizontal plunging Fold. 

    Gambar 3.22 Stereonet Sinklin Pasir Banteng dan klasifikasi penamaan lipatan (Fleuty, 1964) 

  • 8/18/2019 Geologi Cirebon

    35/46

    77

    3.2.2.2.6 Antiklin Pasir Lemahjati 

    Struktur ini terdapat di bagian relatif tenggara –  selatan daerah penelitian

    dan memanjang dengan arah relatif baratlaut-tenggara. Satuan yang terpengaruh

    oleh struktur ini adalah satuan batupasir. Struktur ini terpotong oleh sesar

    mendatar dekstral Ci Hoe, sesar mendatar dekstral Pasir Lemahjati dan sesar naik

    Tonjong. 

    Penarikan struktur antiklin ini dilakukan berdasarkan hasil rekonstruksi

    arah jurus dan kemiringan batuan yang menunjukkan arah kemiringan batuan

    (dip) yang saling berlawanan. Berdasarkan hasil proyeksi stereografi (Gambar

    3.23), didapatkan unsur-unsur lipatan sebagai berikut:

    1. 

     Limb rata-rata bagian Timur laut N 160 o E/ 56o 

    2. 

     Limb rata-rata bagian Barat daya N 285o

     E/ 70o

     

    3.  Trend / Plunge: 302 o / 43o 

    4.  Kemiringan Axial Surface  60o 

    5.  Sudut interlimb 76  o 

    Berdasarkan klasifikasi Fleuty (1964), maka struktur lipatan ini termasuk

    kedalam jenis Open Steeply inclined Moderatly plunging Fold

    Gambar 3.23 Stereonet Antiklin Pasir Lemahjati dan klasifikasi penamaan lipatan (Fleuty, 1964) 

  • 8/18/2019 Geologi Cirebon

    36/46

    78

    3.2.2.2.7 Sinklin Pasir Peucang

    Struktur ini terdapat di bagian relatif tenggara daerah penelitian dan

    memanjang dengan arah relatif baratlaut-tenggara. Satuan yang terpengaruh oleh

    struktur ini adalah satuan batupasir. 

    Penarikan struktur sinklin ini dilakukan berdasarkan hasil rekonstruksi

    arah jurus dan kemiringan batuan yang menunjukkan arah kemiringan batuan

    (dip) yang saling berhadapan. Berdasarkan hasil proyeksi stereografi (Gambar

    3.24), didapatkan unsur-unsur lipatan sebagai berikut:

    1.   Limb rata-rata bagian Timur laut N 110 o E/43 o 

    2. 

     Limb rata-rata bagian Barat daya N 285o E/ 70 o 

    3. 

    Trend / Plunge: 285 o / 4o 

    4. 

    Kemiringan Axial Surface  69o

     

    5.  Sudut interlimb 68o 

    Berdasarkan klasifikasi Fleuty (1964), maka struktur lipatan ini termasuk

    kedalam jenis Close Steeply inclined Sub-horizontal Fold

    Gambar 3.24 Stereonet Sinklin Pasir Peucang dan klasifikasi penamaan lipatan (Fleuty, 1964) 

  • 8/18/2019 Geologi Cirebon

    37/46

    79

    3.2.2.2.8 Antiklin Ci Buluh

    Struktur ini terdapat di bagian relatif tenggara daerah penelitian dan

    memanjang dengan arah relatif baratlaut-tenggara. Satuan yang terpengaruh oleh

    struktur ini adalah satuan batupasir.

    Penarikan struktur antiklin ini dilakukan berdasarkan hasil rekonstruksi

    arah jurus dan kemiringan batuan yang menunjukkan arah kemiringan batuan

    (dip) yang saling berlawanan. Berdasarkan hasil proyeksi stereografi (Gambar

    3.25), didapatkan unsur-unsur lipatan sebagai berikut:

    1.   Limb rata-rata bagian Timurlaut N 140 o E/ 72o 

    2. 

     Limb rata-rata bagian Baratdaya N 325 o E/ 9 o 

    3. 

    Trend / Plunge: 140o / 1o 

    4. 

    Kemiringan Axial Surface  60o

     

    5.  Sudut interlimb 110o 

    Berdasarkan klasifikasi Fleuty (1964), maka struktur lipatan ini termasuk

    kedalam jenis Open Steeply inclined Sub-horizontal Fold  

    Gambar 3.25 Stereonet Antiklin Ci Buluh dan klasifikasi penamaan lipatan (Fleuty, 1964)

  • 8/18/2019 Geologi Cirebon

    38/46

    80

    3.2.2.3 Sesar

    Sesar atau patahan ( fault ) merupakan salah satu fenomena geologi yang

    umum dijumpai di kulit bumi. Sesar didefinisikan sebagai bidang rekahan yang

    disertai oleh adanya pergeseran relative (displacement ) satu blok terhadap blok

     batuan lainnya. Jarak pergeseran tersebut dapat hanya beberapa millimeter hingga

     puluhan kilometer, sedangkan bidang sesarnya mulai dari yang berukuran

     beberapa centimeter hingga puluhan kilometer (Billing, 1959).

    Berdasarkan indikasi-indikasi sesar yang ditemui di lapangan, ditunjang

    dengan analisis peta pola jurus dan kemiringan perlapisan batuan serta analisis

    citra DEM ( Digital Elevation Model ), maka di simpulkan terdapat 3 (tiga) struktur

    sesar yang berkembang di daerah penelitian, yaitu:

    1. 

    Sesar Naik Tonjong

    2.  Sesar Mendatar Dektral Ci Hoe

    3.  Sesar mendatar Dektral Pasir Lemahjati

    3.2.2.3.1 Sesar Naik Tonjong

    Sesar Naik Tonjong terdapat pada bagian tengah daerah penelitian dan

    memanjang dengan arah relati Baratlaut  –   Tenggara. Dengan indikasi yang

    menunjukan keberadaan sesar tersebut adalah :

  • 8/18/2019 Geologi Cirebon

    39/46

    81

    1. 

    Adanya pola kelurusan yang teramati pada citra DEM

    2.  Keberadaan kekar pada stasiun ST.44. Berdasarkan proyeksi stereografis

    data kekar tersebut, tegasan yang terdekat dengan pusat bidang

    stereografis adalah σ3 yang menandakan pergerakan dip slip naik.

    3.  Keberadaan perlapisan batuan yang memiliki nilai dip yang tinggi pada

    stasiun ST.26 dan ST.25

    4.  Terdapat lipatan batuan dan offset  pada stasiun ST. 26

    5.  Terdapat zona hancuran di stasiun ST. 18

    Sesar ini memotong sejajar dengan satuan batupasir yang berumur Pliosen

    Awal sampai Pliosen tengah, sehingga diinterpretasikan terbentuk akibat gaya

    kompresional berarah relatif utara-selatan pada periode tektonik Pliosen-Plistosen.

    Gambar 3.26 Kelurusan sesar naik Tonjong pada citra DEM (garis kuning)

  • 8/18/2019 Geologi Cirebon

    40/46

    82

    Gambar 3.27 (A) Kekar pada stasiun ST.44 dan (B) Diagram stereonet kekar ST.44 

    Gambar 3.28 (A) Lipatan pada stasiun ST.26 dan (B) Offset  stereonet kekar ST.26

    Gambar 3.29 Zona hancuran pada stasiun ST.18

  • 8/18/2019 Geologi Cirebon

    41/46

    83

    3.2.2.3.2 Sesar Mendatar Dektral Ci Hoe

    Sesar Mendatar Dektral Ci Hoe yang terdapat pada bagian Selatan daerah

     penelitian dan memanjang dengan arah relatif Timur laut –  Barat daya. Indikasi –  

    indikasi yang menunjukan keberadaan sesar tersebut adalah :

    1.  Adanya pola kelurusan Sungai terlihat pada peta. 

    2.  Keberadaan kekar gerus pada stasiun ST.25. Berdasarkan proyeksi

    stereografis data kekar tersebut, tegasan yang terdekat dengan pusat

     bidang stereografis adalah σ2 yang menandakan pergerakan strike slip. 

    3.  Anomali arah  strike  perlapisan batuan dari pola arah umumnya pada

    daerah zona sesar. 

    Sesar ini memotong satuan batulempung dan batupasir yang berumur

    Miosen Akhir sampai Pliosen, selain itu juga sesar ini memotong sesar naik

    tonjong dan berumur lebih muda dari saesar naik tersebut. Sehingga

    diinterpretasikan terbentuk akibat gaya kompresional berarah relatif utara-selatan

     pada periode tektonik Pliosen-Plistosen.

    Gambar 3.30 Pola kelurusan sungai sesar mendatar Ci Hoe yang terlihat pada peta

    U

  • 8/18/2019 Geologi Cirebon

    42/46

    84

    Gambar 3.31 (A) Kekar pada stasiun ST.25 (B) Diagram stereonet kekar stasiun ST. 25

    3.2.2.3.3 Sesar Mendatar Dektral Pasir Lemah Jati

    Sesar Mendatar Dektral Pasir Lemah Jati yang terdapat pada bagian

    Selatan daerah penelitian dan memanjang dengan arah relatif Timur laut-Barat

    daya. Indikasi –  indikasi yang menunjukan keberadaan sesar tersebut adalah:

    1. 

    Adanya pola kelurusan punggungan yang teramati di citra DEM

    2. 

    Anomali arah  strike  perlapisan batuan dari pola arah umumnya pada

    daerah zona sesar. 

    Sesar ini memotong satuan batulempung dan batupasir yang berumur

    Miosen Akhir sampai Pliosen, selain itu juga sesar ini memotong sesar naik

    tonjong dan berumur lebih muda dari saesar naik tersebut. Sehingga

    diinterpretasikan terbentuk akibat gaya kompresional berarah relatif utara-selatan

     pada periode tektonik Pliosen-Plistosen.

  • 8/18/2019 Geologi Cirebon

    43/46

    85

    Gambar 3.32 Pola kelurusan punggungan sesar mendatar Pasir Lemahjati pada DEM

    3.2.3 Sejarah Geologi

    Berdasarkan rekonstruksi dengan menggunakan data stratigrafi dan struktur

    geologi di daerah penelitian, maka sejarah geologi yang terjadi di daerah

     penelitian adalah sebagai berikut:

    1.  Pada Kala Miosen Tengah, terjadi proses sedimentasi klastik halus yang

    ditandai terendapkannya material yang didominasi berukuran lempung.

    Pengendapan ini berlangsung pada lingkungan laut dengan zona batimetri

     batial atas. Material ini kemudian terlitifikasi dan membentuk satuan

     batulempung yang berumur Miosen Tengah sampai awal Pliosen Awal.

    2. 

    Pada Pliosen Awal juga mulai terjadi pendangkalan air laut dengan diikuti

     pengendapan material klastik yang lebih kasar pada lingkungan laut yaitu

     pada zona batimetri neritik yang di pengaruhi pasang surut muka air laut

    sehingga endapan material batulempung mulai berkurang. Hasil endapan

    U

  • 8/18/2019 Geologi Cirebon

    44/46

    86

    ini dikelompokan dalam satuan batupasir karbonatan (Tpbp), yang

     berumur Pliosen Awal sampai Pliosen Tengah yang terendapkan

     bersamaan dengan berakhirnya peroses pengendapan satuan batulempung

    (Tmbl) secara selaras menjemari.

    3.  Pada periode Pliosen-Plistosen terjadi aktivitas tektonisme berarah relatif

    timur laut barat daya yang menghasilkan proses perlipatan dan

     pensesaran. Satuan batulempung (Tmbl) dan batupasir karbonatan (Tpbp)

     pada daerah penelitian ini terlipat menghasilkan antiklin dan sinklin.

    Akibat tekanan yang kuat dari periode tektonik Pliosen-Plistosen ini,

    satuan batulempung (Tmbl) mengalami pengangkatan oleh patahan sesar

    naik. Proses tekanan terus berlanjut sehingga menyebabkan terbentuknya

     patahan berupa sesar mendatar, yang relatif berarah timur laut-barat daya.

    4. 

    Pada Akhir Pliosen-Awal Plistosen terjadi proses sedimentasi yang di

     pengaruhi proses tektonik. Kemudian baru pada Plistosen tengah sampai

    Pleistosen akhir proses sedimentasi kembali berlangsung yaitu

    diendapkannya satuan batupasir tidak karbonatan (Qpbp) dan satuan

    konglomerat (Qpk) secara tidak selaras ( Angular unconformity) yang di

    endapkan pada lingkungan darat sampai peralihan .

    5.  Pada Plistosen-Holosen, pengangkatan terus berlanjut yang menyebabkan

    daerah penelitian menjadi daratan. Pada tahap ini juga terjadi proses erosi,

    sehingga zona lemah akibat struktur yang berkembang semakin

    memunculkan satuan batulempung (Tmbl) ke permukaan. 

  • 8/18/2019 Geologi Cirebon

    45/46

    87

    Gambar 3.33 Skema Sejarah Geologi Daerah Penelitian

    3.2.4 Sumberdaya dan Kebencanaan Geologi

    Daerah penelitian memiliki potensi yang baik dalam ketersedian

    sumberdaya bahan galian yaitu berupa pasir yang di tambang secara tradisional

    yang diambil dari sungai Ci Hoe.

    Gambar 3.34 Penambangan Pasir Tradisional di Sungai Ci Hoe

  • 8/18/2019 Geologi Cirebon

    46/46

    88

    Kebencanaan geologi yang ada di daerah penelitian adalah berupa

    longsoran di daerah sungai Ci Hoe yang disebabkan karena kurangnya vegetasi di

    daerah tersebut.

    Gambar 3.35 Longsoran batulempung di sungai Ci Hoe