gnaps

22
TINJAUAN PUSTAKA NEFROTIK SINDROM I. PENDAHULUAN di negara berkembang, glomerulon akut pasca infeksi streptokokus (GNAPS) masih sering dijumpai dan merupakan penyebab lesi ginjal non supuratif terbanyak pada anak. Sampai saat ini belum diketahui faktor-faktor yang me- nyebabkan penyakit ini menjadi berat, karena tidak ada perbedaan klinis dan laboratoris antara pasien yang jatuh ke dalam gagal ginjal akut (GGA) dan yang sembuh sempurna.2 Manifestasi klinis yang bervariasi menyebabkan insiden penyakit ini secara statistik tidak dapat ditentukan.3 Diperkirakan insiden berkisar 0-28% pasca infeksi streptokokus.4,5 Pada anak GNAPS paling sering disebabkan oleh Streptococcus beta hemolyticus group A tipe nefritogenik.6,7 Tipe antigen protein M berkaitan erat dengan tipe nefritogenik.8,9 Serotipe streptokokus beta hemolitik yang paling sering dihubungkan dengan glomerulonefritis akut (GNA) yang didahului faringitis adalah tipe 12, tetapi kadang kadang juga tipe 1,4 ,6 dan 25. Tipe 49 paling sering dijumpai pada glomerulonefritis yang didahului infeksi kulit/pioderma, walaupun galur 53,55,56,57 dan 58 dapat berimplikasi.10-13 Protein streptokokus galur nefritogenik yang merupakan antigen antara lain endostreptosin, antigen presorbing (PA-Ag), nephritic strain-associated protein (NSAP) yang dikenal sebagai streptokinase dan nephritic plasmin binding protein (NPBP).Glomerulonefritis akut pasca infeksi streptokokus dapat terjadi secara epidemik atau sporadik,15 paling sering pada anak

Upload: fhmanshori

Post on 26-Jul-2015

380 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: GNAPS

TINJAUAN PUSTAKA

NEFROTIK SINDROM

I. PENDAHULUAN

di negara berkembang, glomerulon akut pasca infeksi streptokokus (GNAPS) masih sering

dijumpai dan merupakan penyebab lesi ginjal non supuratif terbanyak pada anak. Sampai saat ini

belum diketahui faktor-faktor yang me- nyebabkan penyakit ini menjadi berat, karena tidak ada

perbedaan klinis dan laboratoris antara pasien yang jatuh ke dalam gagal ginjal akut (GGA) dan yang

sembuh sempurna.2 Manifestasi klinis yang bervariasi menyebabkan insiden penyakit ini secara

statistik tidak dapat ditentukan.3 Diperkirakan insiden berkisar 0-28% pasca infeksi streptokokus.4,5

Pada anak GNAPS paling sering disebabkan oleh Streptococcus beta hemolyticus group A tipe

nefritogenik.6,7 Tipe antigen protein M berkaitan erat dengan tipe nefritogenik.8,9

Serotipe streptokokus beta hemolitik yang paling sering dihubungkan dengan glomerulonefritis

akut (GNA) yang didahului faringitis adalah tipe 12, tetapi kadang kadang juga tipe 1,4 ,6 dan 25. Tipe

49 paling sering dijumpai pada glomerulonefritis yang didahului infeksi kulit/pioderma, walaupun

galur 53,55,56,57 dan 58 dapat berimplikasi.10-13 Protein streptokokus galur nefritogenik yang

merupakan antigen antara lain endostreptosin, antigen presorbing (PA-Ag), nephritic strain-associated

protein (NSAP) yang dikenal sebagai streptokinase dan nephritic plasmin binding protein

(NPBP).Glomerulonefritis akut pasca infeksi streptokokus dapat terjadi secara epidemik atau

sporadik,15 paling sering pada anak usia sekolah yang lebih muda, antara 5-8 tahun.5 Perbandingan

anak laki-laki dan anak perempuan 2 : 1. Di Indonesia, penelitian multisenter selama 12 bulan pada

tahun 1988 melaporkan 170 orang pasien yang dirawat di rumah sakit pendidikan, terbanyak di

Surabaya (26,5%) diikuti oleh Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan Palembang (8,2%).

Perbandingan pasien laki-laki dan perempuan 1,3:1 dan terbanyak menyerang anak usia 6-8 tahun

(40,6%).

Page 2: GNAPS

II. ETIOLOGI

Penyebab utama GNA PS adalah Streptokokus yang bersifat nefritogenik yaituStreptokokus

grup A. Pada pyodermatitis : Streptokokus M tipe 47, 49, 55, 2,60, dan 57. Pada infeksi tenggorokan :

Streptokokus M tipe 1,2,4,3, 25, 49 dan 1).

Bagian luar streptokokus grup A dibungkus oleh kapsul asam hyaluronat untuk bertahan

terhadap fagositosis dan sebagai alat untuk melekatkan diri pada aselepitel. Selain itu pada permukaan

kuman juga terdapat polimer karbohirat grup A,mukopeptide, dan protein M. Protein M adalah suatu

alpha-helical coiled-coil dimer yang terlihat sebagai rambut-rambut pada permukaan kuman. Protein

M menentukanapakah strain kuman tersebut bersifat rematogenik atau nefritogenik

III. PATOFISIOLOGI

Patogenesis GNAPS belum diketahui dengan pasti. Faktor genetik diduga berperan dalam

terjadinya penyakit dengan ditemukannya HLA-D dan HLA- DR.3 Periode laten antara infeksi

streptokokus dengan kelainan glomerulus menunjukkan proses imunologis memegang peran penting

dalam mekanisme penyakit. Diduga respon yang berlebihan dari sistim imun pejamu pada stimulus

antigen dengan produksi antibodi yang berlebihan menyebabkan terbentuknya kompleks Ag-Ab yang

nantinya melintas pada membran basal glomerulus. Disini terjadi aktivasi sistim komplemen yang

melepas substansi yang akan menarik neutrofil. Enzim lisosom yang dilepas netrofil merupakan faktor

responsif untuk merusak glomerulus. Hipotesis lain adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh

streptokokus akan mengubah IgG endogen menjadi autoantigen. Terbentuknya auto antibodi terhadap

IgG yang telah berubah tersebut, mengakibatkan pembentukan komplek imun yang bersirkulasi,

kemudian mengendap dalam ginjal.

Pada kasus ringan, pemeriksaan dengan mikroskop cahaya menunjukkan kelainan minimal.

Biasanya terjadi proliferasi ringan sampai sedang dari sel mesangial dan matriks. Pada kasus berat

terjadi proliferasi sel mesangial, matriks dan sel endotel yang difus disertai infiltrasi sel

polimorfonuklear dan monosit, serta penyumbatan lumen kapiler. Istilah glomerulonefritis proliferatif

eksudatif endokapiler difus digunakan untuk menggambarkan kelainan morfologi penyakit ini.

Bentuk bulan sabit dan inflamasi interstisial dapat dijumpai mulai dari yang halus sampai kasar yang

tipikal di dalam mesangium dan di sepanjang dinding kapiler. Endapan imun- oglobulin dalam kapiler

glomerulus didominasi oleh Ig G dan sebagian kecil Ig M atau Ig A yang dapat dilihat dengan

mikroskop imunofluoresen. Mikroskop elektron menunjukkan deposit padat elektron atau humps

terletak di daerah subepitelial yang khas dan akan beragregasi menjadi Ag-Ab kompleks.

Page 3: GNAPS

IV. GAMBARAN KLINIS

Lebih dari 50 % kasus GNAPS adalah asimtomatik. Kasus klasik atau tipikal diawali dengan

infeksi saluran napas atas dengan nyeri tenggorok dua minggu mendahului timbulnya sembab.

Periode laten rata- rata 10 atau 21 hari setelah infeksi tenggorok atau kulit.

Hematuria dapat timbul berupa gross hematuria maupun mikroskopik. Gross hematuria

terjadi pada 30-50 % pasien yang dirawat. Variasi lain yang tidak spesifik bisa dijumpai seperti

demam, malaise, nyeri, nafsu makan menurun, nyeri kepala, atau lesu. Pada pemeriksaan fisis

dijumpai hipertensi pada hampir semua pasien GNAPS, biasanya ringan atau sedang. Hipertensi pada

GNAPS dapat mendadak tinggi selama 3-5 hari. Setelah itu tekanan darah menurun perlahan-lahan

dalam waktu 1-2 minggu. Edema bisa berupa wajah sembab, edem pretibial atau berupa gambaran

sindrom nefrotik. Asites dijumpai pada sekitar 35% pasien dengan edem. Bendungan sirkulasi secara

klinis bisa nyata dengan takipne dan dispne. Gejala gejala tersebut dapat disertai oliguria sampai

anuria karena penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG).

V. DIAGNOSIS

Kecurigaan akan adanya GNAPS dicurigai bila dijumpai gejala klinis berupa hematuria nyata yang

timbul mendadak, sembab dan gagal ginjal akut setelah infeksi streptokokus.Tanda glomerulonefritis yang

khas pada urinalisis, bukti adanya infeksi streptokokus secara laboratoris yaitu kadar ASTO dan hasil

biakan usapan tenggorok dan rendahnya kadar komplemen C3 mendukung bukti untuk menegakkan

diagnosis. Tetapi beberapa keadaan dapat menyerupai GNAPS seperti

Glomerulonefritis kronik dengan eksaserbasi akut

Purpura Henoch-Schoenlein yang mengenai ginjal

Hematuria idiopatik

Nefritis herediter (sindrom Alport )

Lupus eritematosus sistemik

VI. TATA LAKSANA

Page 4: GNAPS

Penanganan pasien adalah suportif dan simtomatik. Perawatan dibutuhkan apabila dijumpai

penurunan fungsi ginjal sedang sampai berat ( klirens kreatinin <60 ml/1 menit/1,73 m2), BUN > 50

mg, anak dengan tanda dan gejala uremia, muntah, letargi, hipertensi ensefalopati, anuria atau oliguria

menetap. Pasien hipertensi dapat diberi diuretik atau anti hipertensi. Bila hipertensi ringan (tekanan

darah sistolik 130 mmHg dan diastolik 90 mmHg) umumnya di observasi tanpa diberi terapi.

Hipertensi sedang (tekanan darah sistolik > 140 –150 mmHg dan diastolik >100 mmHg) diobati

dengan pemberian hidralazin oral atau intramuskular (IM), nifedipin oral atau sublingual. Dalam

prakteknya lebih baik merawat inap pasien hipertensi 1-2 hari daripada memberi anti hipertensi yang

lama. Pada hipertensi berat diberikan hidralazin 0,15-0,30 mg/kbBB intravena, dapat diulang setiap 2-

4 jam atau reserpin 0,03-0,10 mg/kgBB (1-3 mg/m2) iv, atau natrium nitroprussid 1-8 m/kgBB/menit.

Pada krisis hipertensi (sistolik >180 mmHg atau diastolik > 120 mmHg) diberi diazoxid 2-5 mg/kgBB

iv secara cepat bersama furosemid 2 mg/kgBB iv. Plihan lain, klonidin drip 0,002 mg/kgBB/kali,

diulang setiap 4-6 jam atau diberi nifedipin sublingual 0,25-0,5 mg/kgBb dan dapat diulang setiap 6

jam bila diperlukan.

Retensi cairan ditangani dengan pembatasan cairan dan natrium. Asupan cairan sebanding

dengan invensible water loss (400-500 ml/m2 luas permukaan tubuh/hari ) ditambah setengah atau

kurang dari urin yang keluar. Bila berat badan tidak berkurang diberi diuretik seperti furosemid 2mg/

kgBB, 1-2 kali/hari. Pemakaian antibiotik tidak mempengaruhi perjalanan penyakit. Namun, pasien

dengan biakan positif harus diberikan antibiotik untuk eradikasi organisme dan mencegah penyebaran

ke individu lain. Diberikan antimikroba berupa injeksi benzathine penisilin 50.000 U/kg BB IM atau

eritromisin oral 40 mg/kgBB/hari selama 10 hari bila pasien alergi penisilin. Pembatasan bahan

makanan tergantung beratnya edem, gagal ginjal, dan hipertensi. Protein tidak perlu dibatasi bila kadar

urea kurang dari 75 mg/dL atau 100 mg/dL. Bila terjadi azotemia asupan protein dibatasi 0,5

g/kgBB/hari. Pada edem berat dan bendungan sirkulasi dapat diberikan NaCl 300 mg/hari sedangkan

bila edem minimal dan hipertensi ringan diberikan 1-2 g/m2/ hari. Bila disertai oliguria, maka

pemberian kalium harus dibatasi.2,12 Anuria dan oliguria yang menetap, terjadi pada 5-10 % anak.

Penanganannya sama dengan GGA dengan berbagai penyebab dan jarang menimbulkan kematian.

Page 5: GNAPS

VII. PROGNOSIS

Berbagai faktor memegang peran dalam menetapkan prognosis GNAPS antara lain umur saat

serangan, derajat berat penyakit, galur streptokukus tertentu, pola serangan sporadik atau epidemik,

tingkat penurunan fungsi ginjal dan gambaran histologis glomerulus.Anak kecil mempunyai prognosis

lebih baik dibanding anak yang lebih besar atau orang dewasa oleh karena GNAPS pada dewasa

sering disertai lesi nekrotik glomerulus.

Perbaikan klinis yang sempurna dan urin yang normal menunjukkan prognosis yang baik.

Insiden gangguan fungsi ginjal berkisar 1-30%. Kemungkinan GNAPS menjadi kronik 5-10 %; sekitar

0,5-2% kasus menunjukkan penurunan fungsi ginjal cepat dan progresif dan dalam beberapa

minggu atau bulan jatuh ke fase gagal ginjal terminal. Angka kematian pada GNAPS bervariasi antara

0-7 %. Melihat GNAPS masih sering dijumpai pada anak, maka penyakit ini harus dicegah karena

berpotensi menyebabkan kerusakan ginjal. Pencegahan dapat berupa perbaikan ekonomi dan

lingkungan tempat tinggal, mengontrol dan mengobati infeksi kulit. Pencegahan GNAPS

berkontribusi menurunkan insiden penyakit ginjal dan gagal ginjal di kemudian hari

Page 6: GNAPS
Page 7: GNAPS

LAPORAN KASUS

Identitas Pasien:

Nama lengkap : An. M

Umur : 10 tahun

Jenis kelamin : perempuan

Alamat : jempong - mataram

MRS : jumat 27 Juli 2012 (13.00 Wita)

I. ANAMNESIS (Selasa 03 Juli, diberi tahu oleh ibu pasien)

Keluhan Utama : bengkak pada wajah, tangan dan kaki

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien mengeluhkan demam, batuk pilek sejak 1 minggu yag lalu, demam dirasakan terus

menerus. Kejang ketika demam disangkal, berkeringat disangkal, menggigil disangkal.

Demam disertai dengan nyeri tenggorokan dan sulit menelan makanan. Setelah demam

pasien menurun 5 hari kemudian bengkak mulai muncul di wajah dan keempat tungkai

pasien. Bengkak diwajah dan kelopak mata muncul ketika bangun tidur dan perlahan

lahan menghilang menjenlang siang harinya. Keluhan ini juga disertai dengan kencing

kemerahan seperti cucian daging. Akhir-akhir ini frekuensi dan jumlah BAK pasien

menurun, nyeri ketika kencing disangkal, sulit mengeluarkan kencing juga disangkal.

Pasien juga mengeluhkan ada nyeri di kedua lutut dan pinggangnya

Riwayat Penyakit Sebelumnya :

Keluhan ini baru pertama kali dirasakan oleh pasien. Riwayat asma (-), riwayat kejang

demam (-), riwayat sakit jantung (-)

Riwayat penyakit keluarga

tidak ada anggota keluarga yang memiliki gejala yang sama

Riwayat kehamilan dan persalinan

tidak ada kelaianan selama ibu pasien hamil, rutin kontrol > 3x. Persalinan normal

ditolong oleh bidan. Pasien adalah anak ke-5 dari lima bersaudara

Page 8: GNAPS

Riwayat nutrisi dan imunisasi :

Pasien telah mendapat ASI ekslusif, 5 imunisasi wajib telah didapatkan oleh pasien.

Pasien makan 3 kali sehari, makanan sehari-hari yang dikonsumsi adalah nasi, tempe,

tahu, ayam dan ikan.

Page 9: GNAPS

II. PEMERIKSAAN FISIK

Status Present

Keadaan umum : Sedang

Kesadaran : CM

Fungsi Vital

TD : 150/100

Nadi : 72x/menit

RR : 20x/menit

Temp : 36,4

CRT : < 3 detik.

Status Gizi

BB/U : dibawah persentil 25 (gizi kurang)

Status Generalis

1. Kepala :

• Bentuk : bulat, rambut normal, Ubun-ubun besar : tertutup. Terdapat oedem pada

wajah

• Mata : An -/-, ikt -/-, RP (+), Isokor, miosis (-/-), midriasis (-/-), konjungtivitis (-),

Edema palpebra (+/+ )

• Telinga : struktur dan ukuran telinga normal, otorhea (-)

• Hidung : hidung pesek (+), napas cuping hidung (-), rinorhea (-)

• Mulut : lidah dan mukosa mulut normal, palatum normal.

• Tenggorok : hiperemi (+), tonsil T1-T1

2. Leher :

Pemb. KGB leher (-) submandibula (-), skrofuloderma (-), deviasi trakea (-),

peningkatan tekanan vena jugularis (-)

3. Thorax :

Page 10: GNAPS

• Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris, retraksi subcosta (-), nafas cepat (-),

deformitas (-).

• Palpasi : fremitus vokal simetris ki/ka

• Perkusi :

Pulmo : sonor pada kedua lapang paru,

Cor : Batas atas : Intercostal space 2

Batas bawah : Intercostal space 4-5

Batas kanan : garis parasternal

Batas kiri : garis midaxilla sinistra

• Auskultasi :

Pulmo : rhonki -/- , wheezing -/-

Cor : S1S2, tunggal, reguler, mur-mur (-), gallop (-)

4. Abdomen :

• Inspeksi : distensi (+), hernia umbilikalis (-), venektasi (-),

• Auskultasi : BU (+) normal

• Palpasi : Supel, NT (-), massa (-), Hepar, lien, dan renal sde, undulasi (-)

• Perkusi : timpani , pekak beralih (-)

5. Anggota Gerak :

Tungkai Atas Tungkai bawah

Kanan Kiri Kanan Kiri

Akral hangat + + + +

Edema - - + +

Kelainan bentuk - - - -

Nyeri tekan / sentuhan - - - -

Kekuatan 5 5 5 5

Refleks fisiologis + + + +

Refleks patologis - - - -

Pembengkakan sendi - - - -

Pembesaran KGB

Axila

Inguinal

- - - -

- - - -

Page 11: GNAPS

6. Kulit :

Ikterus (-), pustula (-), Petekie (-), skrofuloderma (-), tidak ditemukan kelainan kulit

lainnya

7. Urogenital :

Kelainan bawaan : tidak ditemukan kelainan bawaan

8. Vertebrae

Kelainan yang ada : tidak ditemukan kelainan

Tanda-tanda fraktur : tidak ditemukan

Page 12: GNAPS

laboratorium

WBC :8100 /mm3

RBC : 4,74 x 10 6 /mm3

Hb :,4,0 gr%

HCT : 33,3 %

MCV : 73

MCH : 21,0

MCHC : 28,6

PLT : 364.000 /mm3

Ureum : 38,2

Creatinin : 0,70

Albumin : 2,5

Total kolesterol : 210

Urinalisa

Bj : 1,01

pH : 5,0

protein : +3

darah :+4

leukosit : 2-5/lpb

eritrosit : banyak/lpb

epitel : 3-7/lpb

IV. DIAGNOSIS KERJA

GNAPS

DD :

Sindrom nefrotik

Gagal Ginjal Akut

Page 13: GNAPS

V. RENCANA AWAL

Rencana terapi :

IVFD D5 ¼ NS 8 tpm

Amoksisilin 3x 300mg

Nifedipine 3x 5mg

Prednison tab 5mg 3x3 tab (2 mg/KgBB/hari) per oral

Furosemid inj. 1x1A (1-2 mg/KgBB/Hari) iv

Diet protein normal 1,5-2gr/KgBB/hari 32-42 gr/hari

Diet rendah garam 1-2 gr/KgBB/hari 21-42 gr/hari

Rencana Diagnostik :

USG Ginjal

LFT, total protein dan albumin, Elektrolit

Kolesterol, LDL dan HDL

Page 14: GNAPS

PEMBAHASAN

Pada kasus ini, pasien didiagnosis dengan sindrom nefrotik relaps. Diagnosis ini

ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium.

Diagnosis sindrom nefrotik berdasarkan anamnesis yang didapatkan bahwa pasien dikeluhkan

mengalami bengkak diseluruh tubuh yang berawal dari mata, kemudian pipi, perut dan keempat

tungkainya, serta keluhan berulang dimana keluhan yang sama telah dialami ketiga-kalinya .

Sedangkan dari pemeriksaan fisik ditemukan edema dikedua kelopak mata, perut dan seluruh

tungkainya, keluhan ini disertai nyeri pada lututnya dan ada riwayat kencing berwarna merah.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan edema anasarka dan distensi perut yang mengarah ke asites.

Pada pasien ini tidak didapatkan riwayat nyeri tenggorakan lama dan tekanan darah yang tinggi

maupun lesi pada kulit, sehingga dapat disingkirkan diagnosis GNAPS. Dari hasil pemeriksaan

total kolesterol didapatkan peningkatan sebesar 502 mg % dan kadar penurunan kadar albumin

akan tetapi kadar kreatinin dan ureum masih dalam batas normal.

Pada pasien ini diberikan terapi kortikosteroid, furosemide dan transfusi albumin,

kortikosteroid dalam ini diberikan sebagai ajuvant terapi dengan asumsi proses autoimun yang

terjadi yang menyebabkan kerusakan glomerolus sehingga terjadi kebocoran protein yang

progresif. Furosemid diberikan sebagai diuretik kuat sehingga diharapkan mengurangi kelebihan

cairan yang terjadi. Dan transfusi albumin diindikasikan pada pasien ini karena adanya edema

yang refrakter walaupun kadar albumin belum dibawah 1 g/dl. Pada pasien ini kami usulkan

untuk pemeriksaan urin lengkap dan USG abdomen. Urin lengkap bertujuan untuk mengetahui

apakah ada hematuria dan protenuria, sedangkan USG abdomen bertujuan konfirmasi asites yang

terjadi dan mencari adanya kelainan organ intraabdomen lainnya.

Pada pasien ini sebaiknya dievaluasi kembali keberhasilan pengobatan dan

dipertimbangkan untuk dirujuk ke nefrologi anak karena sudah berulang hingga keempat kalinya,

relaps yang sering dan dependen steroid, dan kecurigaan komplikasi ke arah hematuria dan

artritis. Hal tersebut telah memenuhi kriteria rujukan menurut standar pelayanan medik IDAI

2010.

Page 15: GNAPS

DAFTAR PUSTAKA

Baehaqi, A., et al., 2005., Faktor Risiko Terjadinya Relaps Tahun Pertama Pada Anak Dengan

Sindrom Nefrotik Idiopatik. Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran

Universitas Islam Indonesia Yogyakarta – Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas

Kedokteran Universitas Gadjah Mada / RS Dr. Sardjito Yogyakarta

Sekarwana HN. Rekomendasi mutahir tatalaksana glomerulonefritis akut pasca streptokokus.

Dalam: Aditiawati, Bahrun D, Herman E, Prambudi R, penyunting. Buku naskah

lengkap simposium nefrologi VIII dan simposium kardiologi V. Ikatan Dokter Anak

Indonesia Palembang, 2001. h. 141-62.

Noer MS. Glomer ulonefritis. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO,

penyunting. Buku ajar nefrologi anak. Edisi ke-2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI,

2002. h. 345-53.

Gauthier B,Edelmann CM, Barnett HL. Clinical acute glomerulonephritis. Dalam: Nephrology

and urology for the pediatrician. Edisi ke-1. Boston: Little Brown & Co,1982. h.

109-22.

Travis LB. Acute post infections glomerulonephritis. Dalam: Rudolph AM, Hoffman JIE,

Axelrod S, penyunting. Pediatrics. Edisi ke-18. Connecticut: Appleton & Lange,

1987. h. 1169-71.

Langman CB. Hematuria. Dalam: Stockman III JA, penyunting. Difficult diagnosis in

pediatrics.Philadelphia:

Arant Jr BS, Roy III S, Stapleton BF, 1983. Poststreptococal acute glomerulonephritis.   In :

Kelley VC, ed. Practice of Pediatrics. Volume VIII. New York : harper and Row

Publ., 7 : 1.

Cole BR, Madrigal LS, 1999. Acute Proliferative Glomerulonephritis. In Barratt TM, Avner ED,

Harmon WE. 4thED. Baltimor, Maryland USA : Lippincott William & Wilkins, 669-

689.

.

Page 16: GNAPS
Page 17: GNAPS