goeh_paper airborne lidar bathymetric

Upload: nurdeny-hidayanto-pribadi

Post on 18-Jul-2015

412 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Airborne LIDAR Bathymetry *)Teguh Fayakun Alif, ST Pusat Pemetaan Dasar Kelautan dan Kedirgantaraan (PDKK) BAKOSURTANAL Jl.Raya Jakarta Bogor Km 46 Cibinong, Bogor 16911 Telp. 081394910736 / 021 87901255 Email : [email protected]

1. Sejarah LIDAR Pada tahun 1960-an, demonstrasi penggunaan laser pertama dilakukan oleh Angkatan Laut Amerika Serikat (US Navy) yang bertujuan untuk mendeteksi kapal selam dari udara dengan menggunakan teknologi laser. Kemudian dilanjutkan oleh penelitian yang ditulis oleh Hickman dan dan Hogg dari Universitas Syracuse yang mengkofirmasikan bahwa teknologi laser ini mempunyai kemampuan dalam melakukan survei batimetri di dekat pantai. Pada awal 1970-an sejumlah generasi pertama sistem LIDAR udara telah berhasil diuji oleh Angkatan Laut Amerika Serikat (US Navy) dan National Aeronautics and Space Administration (NASA). Banyak eksperimen awal tentang LIDAR generasi pertama ini dilakukan di Uni Soviet dan Kanada. Beberapa simposium yang disponsori bersama oleh National Oceanic dan Atmospheric Administration (NOAA) dan NASA, berusaha untuk menetapkan dan merumuskan kebutuhan pengguna dan desain dari generasi kedua Oseanografi Airborne Lidar (AOL) untuk keperluan survei hidrografi. Kemudian dilakukanlah pengujian lapangan AOL generasi kedua yang dilakukan pada tahun 1977, dengan hasilnya yaitu adanya bias yang muncul setelah laser ditembakkan karena disebabkan oleh lingkungan sekitar baik itu di permukaan laut dan permukaan bawah laut. Pada pertengahan tahun 1980-an dikembangkanlah prototipe Airborne Lidar Bathymetry (ALB) atau Airborne Lidar Hydrography (ALH), yang pertama di dunia yaitu LARSEN-500, dilakukan oleh Canadian Hydrographic Service (CHS). Disusul dengan pengembangan Airborne Bathymetry Survey (ABS) oleh Angkatan Laut Amerika Serikat (US Navy). Pada tahun 1990-an, sistem operasional Airborne Lidar telah dikembangkan oleh beberapa negara, beberapa sistem tersebut yaitu : The Scanning Hydrographic Operational Airborne Lidar Survey (SHOALS) sistem yang dikembangkan oleh US Army*) Karya illmiah hasil studi literatur dari berbagai sumber

1

Corps of Engineers (USACE) dan OPTECH, Hawk Eye sistem yang dikembangkan oleh OPTECH untuk Angkatan Laut dan Departemen Hidrografi Swedia, dan yang terakhir yaitu Australian Laser Airborne Depth Sounder (LADS) sistem yang dikembang oleh RAN / BHP Industri. Adapun sistem lain yang dikembang dan diuji selama tahun 1980-an dan 1990-an yaitu Blue-Green Oceanographic Lidar (BLOL) dari Cina, Three Multi-purpose Research System dari Uni Soviet, Prototype Profiling System dikembangkan oleh Thomson-SintraASM dari Perancis, dan The Classified Oceanographic Water Lidar (OWL) sistem dari Amerika Serikat. Dan sistem yang paling baru adalah The Australian LADS Mk. II sistem, dan pada saat ini masih dalam tahap pengembangan. Ada juga sistem prototipe dikembangkan secara khusus untuk mendeteksi ranjau bawah air seperti Airborne Laser Mine Radar Sensor (ALARM) yang dibangun oleh OPTECH untuk U.S Defense Advanced Research Projects Agency (DARPA). Dari sistem Airborne Lidar Bathymetry (ALB) atau Airborne Lidar Hydrography (ALH) yang telah ada di dunia, ada 3 sistem ALB yang saat ini menjadi acuan teknologi LIDAR untuk keperluan hidrografi dan dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan pengguna seiring dengan perkembangan teknologi, yaitu : SHOALS oleh Angkatan Laut Amerika Serikat (U.S Navy), Hawk Eye oleh Angkatan Laut dan Departemen Hidrografi Swedia, WRELADS dan LADS oleh Australia. 2. LIDAR Secara Umum LIDAR merupakan teknologi pemetaan yang menjadi salah satu aplikasi sistem penginderaan jauh dengan menggunakan sinar laser untuk memperoleh informasi ketinggian ataupun kedalaman dari suatu objek. Teknologi LIDAR dikenal juga dengan Light Detection and Ranging. LIDAR terbagi atas 2 sistem, yaitu: LIDAR untuk pemetaan topografi permukaan atau lebih dikenal dengan Airborne Altimetric LIDAR dan LIDAR untuk pemetaan kedalaman perairan atau lebih dikenal Airborne Laser Hydrography (ALH) atau Airborne Laser Bathymetry (ALB).

2

Gambar 1. Penggunaan teknologi LIDAR [http://coastal.er.usgs.gov/capabilities/airborne/index.html] dan [Monfort, 2008]

Kedua sistem ini pada saat pengukurannya menggunakan wahana pesawat atau helicopter untuk meletakkan seperangkat alat LIDAR yang memancarkan sinar laser dengan memanfaatkan emisi gelombang cahaya (gambar 1).

Gambar 2. Instalasi peralatan LIDAR pada wahana pesawat [Optech,2003]

3

3. Prinsip Kerja LIDAR 3.1 Cara Kerja LIDAR Prinsip kerja LIDAR menggunakan sinar laser untuk memancarkan sinar cahaya ke suatu target. Sinar ini dapat menembus medium udara dan air kemudian diterima kembali oleh sensor, dimana telah dilakukan analisa terhadap perubahan komposisi cahaya pada saat dipancarkan hingga diterima kembali oleh sensor. Waktu tempuh perjalanan sinar ini ditentukan sebagai variabel penentu hitungan jarak dari benda ke sensor.

Gambar 3. Prinsip LIDAR dengan menggunakan laser [http://ihsannurulfauzi.blogspot.com/2009/12/teknologi-lidar.html]

Waktu tempuh sinar laser diukur antara batas tepi awal antara sinar yang dipancarkan dan dipantulkan. Dapat dilihat pada gambar 4 di bawah ini.

Gambar 4. Waktu tempuh pada saat pulsa dipancarkan dan diterima [Brenner, 2006]

\

4

Rumus jarak ditentukan :

R = TL 2

C

resolusi jarak dan jarak maksimum dihitung dengan menggunakan rumus: R = C TL 2 Keterangan ; TL = waktu yang dibutuhkan dari saat dipancarkan hingga diterima sensorC

Rmax = C TLmax 2

= kecepatan cahaya

Maka dari rumus diatas, jarak pengukuran tergantung dari pengukuran waktu tempuh, dimana waktu tempuh ini berkaitan erat dengan keakuratan jam yang ada pada sensor. Jarak maksimum bergantung dari waktu maksimum yang dapat diukur dan energi yang dipancarkan dari sinar laser. Tidak semua gelombang yang dipancarkan dan dipantulkan merupakan gelombang garis lurus. Gelombang tersebut dapat berbentuk seperti gelombang rambat (continous wave ranging) (gambar5)

Gambar 5. Tipe gelombang rambat [Lohani, 1996]

Gelombang rambat ini digunakan untuk mengukur jarak antara transmitter dan reflektor. Pengukuran ini diaplikasikan jika terjadi perbedaan fase antara gelombang yang dipancarkan dan yang diterima, waktu tempuh sinyal dapat ditulis dengan rumus:

5

TL = nT + T 2 Keterangan ; TL = waktu yang dibutuhkan dari saat dipancarkan hingga diterima sensor n T = jumlah dari gelombang penuh yang dihasilkan = waktu tempuh untuk satu gelombang sedangkan adalah beda fase.

3.2 Survei Batimetri dengan LIDAR Survei batimetri dengan menggunakan wahana udara (ALB) bekerja berdasarkan transmisi sinar laser secara vertikal ke bawah dari pesawat udara dan mengukur selisih waktu antara sinar pantul dari permukaan laut dan dari dasar laut. Survei dilaksanakan oleh pesawat terbang yang terbang dengan ketinggian dan kecepatan (ground speed) tertentu. Arah penerbangan (track) berupa pola perum berupa garis lurus menyilang jalur survei dengan spasi interval tertentu.

Gambar 6. Prinsip Airborne LIDAR Bathymetry [The application of remote sensing technology to marine fisheries: an introductory manual by FAO,1988]

6

Sinyal laser dengan bantuan pasangan optik, memecah output sinar laser menjadi dua komponen sinar laser, yaitu: sinar infra merah, dan sinar hijau (gambar 8). Sinar hijau untuk melakukan scanning area secara menyilang jalur survei, dan dipantulkan oleh permukaan dan sebagian dapat menembus dasar perairan hingga dipantulkan kembali ke sensor. Pulsa infra merah (NIR) digunakan sebagai laser altimeter, ditransmisikan pesawat udara dan dipantulkan oleh permukaan laut yang berfungsi sebagai referensi awal dari tinggi pesawat.

Gambar 8.Karakteristik sinar hijau dan merah pada LIDAR [http://www.coastalwiki.org/coastalwiki/Use_of_Lidar_for_coastal_habitat_mapping#Topograp hic_Lidar]

Pantulan sinar hijau diterima oleh lensa penjejak dan diteruskan ke teleskop penerima sinar hijau dan dideteksi oleh sensor hijau. Pantulan pulsa infra merah (NIR) diterima oleh sensor infra merah. Kedua sinyal pantul yang telah diterima oleh perangkat penerima selanjutnya diproses dan disimpan dalam bentuk digital. Hasil proses pengolahan sinar tersebut berupa data kedalaman. Setelah dikombinasikan dengan data posisi selanjutnya dilakukan processing data dan analisa.

7

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kekuatan LIDAR di Perairan LIDAR mempunyai kemampuan penetrasi terhadap bidang yang dilaluinya, akan tetapi kemampuan yang dimiliki ini tergantung dari medium yang akan dilewatinya,di perairan. Beberapa faktor yang mempengaruhi kekuatan pulsa LIDAR di perairan adalah: a. Turbiditas Energi sinar yang melalui medium air, intensitasnya akan dipengaruhi dua proses, yaitu: Penyerapan (absorsi) dan konveksi kebentuk energi lain Penghamburan energi kesegala arah Kedua komponen ini akan mengurangi intensitas energi sinar, dan berbanding lurus dengan kedalaman. Pengurangan intensitas ini diakibatkan oleh penyerapan dan penghamburan, hal ini disebut dengan turbiditas. Turbiditas bernilai besar pada area perairan dengan sea bottom berkarakteristik suspensi padat, klorofil, dan material organik berkonsentrasi tinggi. Dapat disimpulkan bahwa perairan yang jernih akan memiliki kemampuan penetrasi energi laser yang lebih baik. Pada perairan yang mempunyai tingkat kejernihan tinggi, sensor Airborne LIDAR Bathymetry dapat mengukur hingga kedalaman 70m [Sinclair,1999] b. Komposisi Dasar Perairan Banyak informasi yang terkandung pada sinyal LIDAR yang terekam kembali dalam bentuk digital pada sensor hanya mempunyai data kedalaman. Maka dibutuhkan riset lebih lanjut untuk pengembangan algoritma yang dapat mengekstrak informasi ini untuk aplikasi deliniasi komposisi dasar perairan seperti (yaitu, pasir, rumput laut, lumpur, dll) Kemampuan penetrasi sinyal LIDAR juga tergantung kepada komposisisi dasar perairan. Vegetasi yang terdapat pada dasar laut akan mempengaruhi reflektifitas dasar perairan dan mengurangi penetrasi kedalaman. c. Kondisi Cuaca Pengaruh angin yang terlalu kencang dan pasang surut yang terlalu tinggi menyebabkan adanya pergerakan massa air yang membawa sedimen dasar perairan ke dalam kolom air dan menyebabkan berkurangnya kejernihan air. 8

Kondisi cuaca di seperti kabut, asap, dan hujan dapat mempengaruhi kemampuan penetrasi sinar laser. Angin dapat menimbulkan busa pada permukaan air, yang menyebabkan berkurangnya kemampuan penetrasi kedalaman. Gelombang laut dapat menyebabkan bertambahnya kesalahan penentuan tinggi pesawat dan efek pembelokan arah sudut pancar (beam). d. Background noise Airborne LIDAR Bathymetry sangat tergantung pada nilai SNR (Signal to Noise Ratio) yang diterima oleh receiver. Untuk mereduksi efek sinyal pantulan matahari, maka sistem ALB harus dilengkapi oleh fiber optis. 5. Peralatan LIDAR 5.1 Sensor

Gambar 9. Sensor LIDAR [http://optics.org/cws/article/research/24901]

Sensor LIDAR (gambar 9) berfungsi untuk memancarkan sinar laser ke objek dan merekam gelombang pantul yang diterima. Gelombang yang dipancarkan oleh sensor terdiri atas dua bagian, yaitu: gelombang hijau, dan gelombang infra merah. Gelombang hijau berfungsi sebagai gelombang penetrasi jika suatu sinar laser mengenai daerah perairan. Sinar hijau dapat menembus media air sehingga berguna untuk mengukur data kedalaman atau batimetri, sedangkan sinar infra merah berguna untuk mengukur data ketinggian permukaan bumi. Kekuatan sensor LIDAR berkaitan dengan beberapa faktor,

9

yaitu: kekuatan laser yang dihasilkan, cakupan pancaran sinar gelombang laser, dan jumlah sinar laser yang dipancarkan tiap detiknya. Faktor-faktor itulah yang sangat mempengaruhi kualitas data yang dihasilkan oleh sensor LIDAR. Karakteristik sensor Airborne LIDAR Bathymetry (ALB) : Kedalaman maksimum Ketinggian topografi maksimum Kemampuan sounding Pola sounding 70 meter 50 meter 900 sounding/ detik 5 X 5 meter ( lebar swath 240 m, kecepatan pesawat 175 knot) 4 X 4 meter ( lebar swath 200 m, kecepatan pesawat 140 knot) 3 X 3 meter ( lebar swath 100 m, kecepatan pesawat 150 knot) 2 X 2 meter ( lebar swath 50 m, kecepatan pesawat 140 knot) 366-670 meter 8 jam IHO orde-1 (2.5 m) IHO orde-1 (0.25 m)

Ketinggian pesawat Daya tahan pesawat Akurasi horizontal Akurasi kedalaman

Tabel 1. Karakteristik sensor ALH/ALB [Fugro, 2006]

Karakteristik sensor SHOALS (scanning hydrographic airborne operational LIDAR survey) :

Tabel 2. Karakteristik sensor SHOALS [Irish, 2000]

10

5.2 Inertial Measurement Units (IMU) Dengan digunakannya wahana pesawat sebagai transportasi untuk meletakkan peralatan LIDAR, maka terdapat faktor-faktor akibat pergerakan pesawat yang mempengaruhi hasil pengukuran. Agar didapat hasil pengukuran yang optimal dengan tingkat kesalahan seminimum mungkin, maka pada pesawat udara diberi alat untuk merekam posisi pesawat saat melakukan scanning area, alat tersebut adalah IMU. IMU akan memonitor akselerasi dan rotasi dari pesawat. IMU menghasilkan nilai dari 3 sumbu utama, yaitu sumbu: X (roll), Y (pitch), dan Z (yaw atau heading). Sistem IMU ini nantinya akan menentukan orientasi 3D setiap pusat proyeksi LIDAR (gambar 10).

Gambar 10. Koreksi Posisi Pesawat [http://www.gisdevelopment.net/application/urban/products/mi08_223.htm]

5.3 Global Positioning System (GPS) GPS merupakan sistem penentuan posisi secara tiga dimensi (3D) yang berguna untuk penentuan posisi pusat proyeksi setiap citra yang dihasilkan dari LIDAR. Penentuan posisi pusat proyeksi LIDAR dapat dilakukan secara differensial. Penentuan posisi secara differensial dapat digunakan untuk penentuan posisi obyek-obyek yang diam maupun bergerak. Prinsip pentuan posisi secara differensial [Hasanuddin Z.Abidin,1994], adalah: 11

Memerlukan minimal 2 buah receiver,satu ditempatkan pada titik yang telah diketahui koordinatnya (monitor station). Posisi titik ditentukan relatif terhadap monitor station. Efektivitas dari differencing process sangat tergantung pada jarak antara monitor station dengan titik yang akan ditentukan posisinya (semakin pendek semakin efektif).

Titik yang ditentukan posisinya bisa diam(statik) maupun bergerak(kinematik) Bisa menggunakan data pseudorange atau data fase. Ketelitian posisi yangdiperoleh bervariasi dari tingkat menengah sampai tinggi.

Data GPS yang telah dihasilkan kemudian diolah secara post processing dan kemudian digabungkan dengan data IMU sehingga diperoleh koordinat yang terdefenisi secara geografis. GPS dipasang pada wahana pesawat dan di tanah (gambar 11).

Gambar 11. GPS sistem pada pengukuran LIDAR [http://www.spatialresources.com/id30.html]

12

6. Prosedur Pengukuran LIDAR Yang perlu diperhatikan pada saat pengambilan data LIDAR yaitu: survei pendahuluan, dan penyediaan titik kontrol. a) Survei Pendahuluan Pada kegiatan ini dilakukan pendataaan data koordinat batas dari area pengukuran, hal tersebut bertujuan untuk penyediaan titik kontrol dan pengaturan jalur terbang. Dan juga yang harus diperhitungkan yaitu unsur-unsur kenampakan yang terdapat pada daerah survei, berupa: vegetasi, pohon, bangunan, dll, yang dapat berpengaruh pada saat pengambilan data. Contohnya, apabila produk akhir berupa data kedalaman perairan harus ada diketahui unsur-unsur yang terdapat pada dasar perairan apakah penuh vegetasi atau hanya berupa karang dan endapan sedimen yang memungkinkan sinar laser dapat melakukan penetrasi pada medium air dan dipantulkan sempurna ke sensor LIDAR. Untuk memaksimalkan data pengukuran, maka harus diperhatikan kecepatan pesawat dalam melakukan scanning, kecepatan terbang yang rendah, dan sudut pancar sinyal LIDAR (small beam),semua hal tersebut berfungsi untuk menghasilkan kerapatan data LIDAR dan memungkinkan pulsa laser dapat menembus medium air dengan sempurna hingga ke dasar perairan. b) Titik Kontrol Titik kontrol tanah terdiri dari: titik base station, titik kontrol kalibrasi, dan titik kontrol area survei. Titik kontrol tersebut bereferensi pada suatu jaring titik kontrol geodesi untuk konsistensi sistem koordinat data yang dihasilkan, dan pemeriksaan kesalahan yang terdapat pada sistem LIDAR. Titik Base Station Penentuan Stasiun titik kontrol sangat penting, karena jarak antara area survei dengan base stasion sangat berpengaruh terhadap akurasi vertikal dan horizontal. Akurasi vertikal dan horizontal dari titik kontrol harus sesuai orde ketelitian pengukuran yang diinginkan, sehingga akurasi data sesuai dengan dengan kriteria spesifikasi teknis. Untuk memenuhi hal tersebut, maka base stasion harus diletakkan pada pada area survei sesuai dengan toleransi jarak yang dibutuhkan pada saat processing data.

13

Titik Kontrol Kalibrasi Sistem LIDAR Untuk mengetahui sistem LIDAR bekerja dengan baik, dibutukan sejumlah titik kalibrasi. Proses kalibrasi ini dilakukan pada saat pesawat akan melakukan take off dan akan terbang di sekitar bandara, tujuannya untuk melakukan kalibrasi dari sistem yang digunakan. Titik kalibrasi tersebut didirikan di bandara.

Gambar 12. Titik kontrol dan titik kalibrasi di bandara [www.fugroearth data.com]

Titik Kontrol Area Survei Titik Kontrol area survei digunakan untuk pengujian terhadap akurasi dari sistem LIDAR dan data akhir yang dihasilkan. Jumlah titik kontrol tergantung dari jenis survei yang dilakukan dan harus mempertimbangkan vegetasi dan topografi daerah survei.

14

7. Pengolahan Data LIDAR Karena terdiri dari beberapa komponen peralatan, Airbone LIDAR Bathymetry menghasilkan beberapa data, antara lain: data posisi X,Y,Z yang dihasilkan oleh GPS, data pecepatan dan pergerakan rotasi pesawat terbang yang dihasilkan INS dan data jarak dari sensor pada pesawat terbang ke dasar perairan. 7.1 Proses Pengolahan Data LIDAR Proses pengolahan data LIDAR secara umum dapat dilihat pada gambar 13. di bawah ini.

Gambar 13. flowchart proses pengolahan data LIDAR

Dari gambar di atas,setelah data mentah dari IMU, GPS, dan jarak laser diperoleh, maka tahap selanjutnya adalah melakukan pengolahan data secara post-processing. Ada dua kegiatan yang dilakukan selama post-processing, yaitu: 1. Dilakukan pengolahan data post processing pada data carrier phase GPS dari titik kontrol dan juga data dari receiver yang terdapat pada pesawat, kemudian diolah dengan menggunakan software GPS postprocessing untuk mendapatkan akurasi data sepanjang lintasan pesawat (gambar 14).

15

Gambar 14. Pengolahan data GPS sepanjang lintasan pesawat menggunakan software Rapid Terrain Visualitation Program [www.airbornelasermapping.com]

Data akurasi sepanjang lintasan pesawat tersebut digabungkan dengan data IMU untuk mendapatkan data posisi dan orientasi pesawat yang lengkap. Kemudian menggabungkan hasil pengolahan data IMU dan GPS tersebut dengan data jarak dari sinar laser yang dipancarkan sensor. Dengan menggunakan algoritma matematika, maka posisi dan orientasi dari sinar laser dapat diperoleh. Hasil akhirnya adalah posisi X, Y, Z dari masing-masing objek yang dipantulkan oleh sinar laser. 2. Setelah dilakukan post-processing kemudian membuang noise data yang tidak relevan yang dikumpulkan selama pengambilan data. Data yang tidak relevan dibuang dengan cara menghitung anomali yang disebabkan oleh kesalahan: sistem waktu, kondisi atmosfer, bias GPS, dan kesalahan lainnya yang disebabkan kondisi topografi permukaan bumi. Proses pemisahan data yang tidak relevan bisa dilakukan secara otomatis. Tetapi, masih ada data lain yang tidak bisa dipisahkan secara otomatis sehingga harus dilakukan secara manual.

16

7.2 Proses Penentuan Kedalaman Dengan Data LIDAR Untuk penentuan kedalaman perairan, sinar laser dipancarkan dari sensor di pesawat udara ke bawah dengan sudut a (udara) dari garis vertikal. Sudut a merupakan sudut datang pada permukaan air dari udara. Pada permukaan air , sebagian kecil (+/- 2%) dari energi laser dipantulkan ke udara pada segala arah, dan diterima kembali oleh sensor di pesawat udara. Dan sebagian besar (98%) energi laser diteruskan ke dalam medium air dengan sudut w (air) (gambar 15).

Gambar 15. Penentuan kedalaman pada ALB

Tahapan perhitungan untuk mendapatkan data kedalaman adalah sebagai berikut a. Parameter yang diketahui adalah ketinggian terbang pusat massa sensor terhadap permukaan air yang didapat dari proses berkas sinar infra merah (h) dan sudut pancar sinar hijau terhadap sumbu vertikal (udara). Ketinggian sensor di pesawat udara secara teliti dapat diperoleh dengan menggunakan RADAR altimeter atau dengan mengukur interval waktu antara sinyal awal dan sinyal akhir (a). b. Dengan persamaan phytagoras didapatkan panjang lintasan sinar dari sensor terhadap permukaan air ( rudara )

17

rudara = h cos udarac.

Dari indeks bias antara udara dan air didapatkan hubungan antara kecepatan cahaya di udara ( V udara) dan di air (V air) nudara-air = V udara = sin udara V air sin air

d. Dari hubungan persamaan tersebut didapatkan sudut bias sinar pancar air (air) air = sin-1[ V udara sin udara ] V air e. Saat gelombang ditransmisikan sampai diterima kembali oleh sensor, dihitung sebagai waktu total (t) oleh unit penganalis sinyal. Total panjang lintasan yang ditempuh sinar laser adalah r, dengan r = rudara + rair. Jika r = Vt, maka ; r = rudara + rair = ( V udara. t udara + V air. tair ) Sehingga t = 2(t udara + tair ) f. Jika vudara, tudara,

dan tair diketahui, maka dapat dihitung rair. Selanjutnya

kedalaman perairan dapat ditentukan dengan rumus: D= rair cos air Data kedalaman yang diperoleh merupakan data kedalaman relatif terhadap tinggi permukaan air pada saat pemancaran sinyal laser. Untuk dapat memenuhi spesifikasi pada peta batimetri, nilai kedalaman yang didapat harus dikoreksi dengan data pasang

18

surut.

MLS KP MSL SO DL ZO Chart Datum D Nol Palem

Gambar 16. Penentuan kedalaman sebenarnya

KP = DL- SO+ZO D = DL - KP

Dengan ; MLS = Muka laut sesaat, permukaan air pada saat pengukuran ALB MSL = Mean sea Level D = Kedalaman sebenarnya DL = Kedalaman ukuran dari LIDAR KP = Koreksi Pasut SO = Tinggi antara MSL dengan Nol palem ZO = Beda tinggi antara MSL dengan Chart Datum 8. Analisis 8.1 Peralatan Airborne LIDARSistem airborne LIDAR terdiri dari tiga komponen utama yaitu GPS, INS, dan laser scanner. Pengukuran posisi dilakukan dengan GPS menggunakan metode differensial kinematik dan pengolahan data post processing. IMU mengukur pergerakan rotasi wahana terbang, yaitu pitch, roll, dan heading, serta percepatan wahana terbang.

19

Laser scanner memiliki kemampuan multiple return, yaitu kemampuan menerima pantulan sinar laser antara satu hingga lima kali. Dikarenakan banyaknya peralatan yang terdapat pada LIDAR maka menyebabkan adanya pengaruh deviasi. Deviasi yang terjadi pada sistem LIDAR ini yaitu deviasi spasial dan deviasi temporal. Deviasi spasial yaitu perbedaan posisi (X,Y,Z) yang terdapat pada komponen GPS, IMU dan laser scanner. Sedangkan deviasi temporal yaitu perbedaan waktu yang terdapat pada tiap komponen alat. Hal ini dapat diatasi dengan menggunakan sistem kontrol pada pengamatan waktu tunggal.

8.2 Data Airborne LIDAR Bathymetry LIDAR adalah salah satu metode pemetaan untuk menentukan posisi pada permukaan bumi dengan menggunakan teknologi sinar laser, yang memiliki kemampuan : 1) Mengukur posisi objek di permukaan tanah dan di dasar perairan. 2) Sensor pada ALB menggunakan sinar laser hijau dan sinar laser merah. 3) Maksimum kedalaman yang dapat didapatkan dari Airborne LIDAR Bathymetry berbeda antara sistem yang digunakan, dalam hal ini dapat dilihat dari tabel 1 dan tabel 2. Maksimum kedalaman untuk ALB dari FUGRO EARTH DATA, 2006 yaitu 70m dan maksimum kedalaman untuk ALB dari SHOALS [Irish.2000] yaitu 40m. 4) Kemampuan sounding data per detiknya tergantung dari kemampuan sensor, menurut FUGRO EARTH DATA, 2006 yaitu 900 sounding / detik, dan menurut SHOALS [Irish.2000] yaitu 200 sounding / detik. 5) Ketelitian data untuk akurasi horizontal dan vetikal juga berbeda untuk data dari FUGRO EARTH DATA, 2006 yaitu akurasi horizontal 2,5m dan akurasi kedalaman 0.25 m, sedangkan untuk data dari SHOALS [Irish.2000] yaitu akurasi horizontal 1,5 m dan akurasi kedalaman 0.20 m.

20

9. Kesimpulan Dari kajian mengenai Airborne LIDAR Bathymetry, dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu : 1. Survei Airborne LIDAR Bathymetry merupakan salah satu alternatif metode pemetaan pesisir pantai yang dapat diaplikasikan di Indonesia. Hal ini dikarenakan karena negara kita kurang lebih 70% terdiri atas lautan. 2. Suvei Airborne LIDAR Bathymetry dapat dilaksanakan atau tidak, hal ini sangat tergantung dengan faktor cuaca, karena hal tersebut sangat menentukan terhadap kualitas data yang dihasilkan. 3. Untuk kualitas data ALB, banyak faktor yang menentukan tingkat akurasi dan ketelitian data, yaitu peralatan yang digunakan, tinggi terbang pesawat, morfologi dasar perairan, dan tingkat kecerahan medium air. 4. Survei Airborne LIDAR Bathymetry hanya dapat digunakan untuk pemetaan wilayah pesisir karena jangkauan penetrasi laser maksimum hingga kedalaman +/- 70m 10. Saran Dari kajian tentang Airborne LIDAR Bathymetri, terdapat beberapa saran, yaitu : 1. Dibutuhkan studi lebih lanjut mengenai kelebihan dan kekurangan penggunakan LIDAR untuk kepentingan ALB. 2. Butuh perhitungan yang lebih komprehensif mengenai estimasi biaya yang dibutuhkan untuk melakukan ALB. 3. Dikarenakan merupakan teknologi baru di Indonesia, diperlukan pilot project sebagai upaya sosialisasi teknologi alternatif terbaru dalam dunia survei dan pemetaan

21

DAFTAR PUSTAKA Lohani, B.,1996. Airborne Altimetric LIDAR: Principle, Data Coleection, Processing and Applications, Department of Civil Engineering , India . Sinclair, M., 1999. Laser hydrography commercial survey operations. Proceedings, US Hydrographic Conference 99. Mobile, Alabama, USA. Irish, J. L., 2000. An Introduction To Coastal Zone Mapping with Airborne LIDAR : The Shoals system, US Army Engineer Research and Development Center Coastal and Hydraulics Laboratory,USA. Miller, D.,2006. Using Airborne LIDAR Bathymetry to Map Shallow Water, Fugro Palagos. Wilson, J.,2005. Integrated Airborne Bathymetric LIDAR and Multibeam Echosounder, Fugro Palagos Harintaka. (2007), Teknologi LIDAR: Definisi, Prinsip dan Produk. Jurusan Teknik Geodesi dan Geomatika. Fakultas Teknik. UGM. Jumadi. (2008), Pemodelan dan Simulasi Kenaikan Permukaan Air Laut Secara Tiga Dimensi (3D) Dengan Menggunakan Data LIDAR (Light Detection and Ranging Program Studi Teknik Geodesi dan Geomatika. Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian. ITB. Guenther, G. C., Cunningham, A. G., LaRocque, P. E., and D. J. Reid, 2000. Meeting the accuracy challenge in airborne lidar bathymetry. Proceedings, EARSeL Symposium 2000. Dresden,Germany. Guenther, G. C., Thomas, R. W. L., and P. E. LaRocque, 1996. Design considerations for achieving high accuracy with the SHOALS bathymetric lidar system. SPIE: Laser Remote Sensing of Natural Waters: From Theory to Practice. 15: 54-71 Widyasaksana, Gilang H.P.(2008), Pengkajian Teknologi Light Detection and Ranging (Airborne LIDAR Hydrography) Untuk Pemetaan Perairan Dangkal. Program Studi Teknik Geodesi dan Geomatika. Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian. ITB Monfort, C,L., 2008, Assimilation of Airborne Imagery with LIDAR for Bathymetric Estimation, The Ohio State University http://coastal.er.usgs.gov/capabilities/airborne/index.html (23 Februari 2010) http://ihsannurulfauzi.blogspot.com/2009/12/teknologi-lidar.html (23 Februari 2010)

22

http://www.coastalwiki.org/coastalwiki/Use_of_Lidar_for_coastal_habitat_mapping#Top ographic_Lidar (24 februari 2010) http://optics.org/cws/article/research/24901 (24 februari 2010) http://www.gisdevelopment.net/application/urban/products/mi08_223.html (24 februari 2010) www.airbornelasermapping.com (25 februari 2010) www.fugroearth data.com (25februari 2010) www.gisdevelopment.net/application/urban/products/mi08_223.html (25 februari 2010) http://www.spatialresources.com/id30.html (25 februari 2010)

23