hak asasi manusia

10
TUGAS MATA KULIAH KEWARGANEGARAAN PENEMBAKAN MISTERIUS (PETRUS) DISUSUN OLEH : GISELA DELICIA YUFIANTI 12 / 339861 / PA / 15111 MIPA / MATEMATIKA UNIVERSITAS GADJAH MADA

Upload: gisela-delicia

Post on 07-Apr-2016

217 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

makalah

TRANSCRIPT

Page 1: Hak Asasi Manusia

TUGAS MATA KULIAH KEWARGANEGARAAN

PENEMBAKAN MISTERIUS (PETRUS)

DISUSUN OLEH :

GISELA DELICIA YUFIANTI

12 / 339861 / PA / 15111

MIPA / MATEMATIKA

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2015

Page 2: Hak Asasi Manusia

PENEMBAKAN MISTERIUS (PETRUS)

A. Hak Asasi Manusia

Hak asasi Manusia adalah hak-hak yang telah dipunyai seseorang sejak ia

dalam kandungan. HAM berlaku secara universal. Dasar-dasar HAM tertuang dalam

deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat (Declaration of Independence of USA),

tercantum dalam UUD 1945 Republik Indonesia, seperti pada pasal 27 ayat 1,pasal

28, pasal 29 ayat 2, pasal 30 ayat 1, dan pasal 31 ayat 1 dan tercantum pula dalam

UU-39/1999 tentang HAM dan KAM (Kewajiban Asasi Manusia) yang berisi : 1).

Hak hidup, 2). Hak berketurunan/ berkeluarga (diatur dalam UU-1/1974 tentang

“Perkawinan”), 3). Hak mengembangkan diri, 4). Hak memperoleh keadilan, 5). Hak

kebebasan pribadi, 6). Hak rasa aman, 7). Hak kesejahteraan, 8). Hak turut serta

dalam pemerintahan, 9). Hak wanita dan 10). Hak anak. Adapun beberapa bentuk

pelanggaran HAM yaitu penindasan dan merampas hak rakyat dan oposisi dengan

sewenang-wenang, menghambat dan membatasi kebebasan pers, pendapat dan

berkumpul bagi hak rakyat dan oposisi, hukum (aturan dan/atau UU) diperlakukan

tidak adil dan tidak manusiawi. manipulatif dan membuat aturan pemilu sesuai

dengan keinginan penguasa dan partai tiran/otoriter tanpa diikut/dihadir rakyat dan

oposisi, penegak hukum dan/atau petugas keamanan melakukan kekerasan/anarkis

terhadap rakyat dan oposisi di manapun. Salah satu contoh bentuk nyata pelanggaran

HAM di Indonesia yaitu Penembakan Misterius atau sering disingkat Petrus.

B. Penembakan Misterius (Petrus)

Penembakan Misterius atau Petrus adalah suatu operasi rahasia dari

Pemerintahan Suharto pada tahun 1980-an untuk menanggulangi tingkat kejahatan

yang begitu tinggi pada saat itu. Operasi ini secara umum adalah operasi penangkapan

dan pembunuhan terhadap orang-orang yang dianggap mengganggu keamanan dan

ketentraman masyarakat khususnya di Jakarta dan Jawa Tengah. Pelakunya tak jelas

dan tak pernah tertangkap, karena itu muncul istilah "petrus" (penembak misterius).

Hal ini bermula dari operasi penanggulangan kejahatan di Jakarta. Pada tahun 1982,

Soeharto memberikan penghargaan kepada Kapolda Metro Jaya, Mayjen PolAnton

Page 3: Hak Asasi Manusia

Soedjarwo atas keberhasilan membongkar perampokan yang meresahkan masyarakat.

Pada Maret tahun yang sama, di hadapan Rapim ABRI, Soeharto meminta polisi dan

ABRI mengambil langkah pemberantasan yang efektif menekan angka kriminalitas.

Hal yang sama diulangi Soeharto dalam pidatonya tanggal 16 Agustus 1982.

Permintaannya ini disambut oleh Pangopkamtib Laksamana Soedomo dalam rapat

koordinasi dengan Pangdam Jaya, Kapolri, Kapolda Metro Jaya dan Wagub DKI

Jakarta di Markas Kodam Metro Jaya tanggal 19 Januari 1983. Dalam rapat itu

diputuskan untuk melakukan Operasi Clurit di Jakarta, langkah ini kemudian diikuti

oleh kepolisian dan ABRI di masing-masing kota dan provinsi lainnya.

Operasi Petrus dimulai pada November 1982, saat salah seorang bekas

Komandan Kodim 0734 Yogyakarta yang bernama M. Hasbi yang sedang bertugas di

Yogyakarta sebagai Dandim. Beliau mendapat laporan mengenai keberadaan gali atau

gabungan anak liar yang sangat mengganggu dan meresahkan masyarakat. Mereka

secara terang-terangan menguasai satu lokasi, memungut uang dari lokasi yang

menjadi kekuasaannya, bisa seenak hati menganiaya orang yang dianggap melawan,

merampok atau melakukan kejahatan lainnya secara terang-terangan, dan kadang-

kadang polisi setempat tidak berani bertindak karena pengaruh si tokoh gali demikian

besar. Kemudian beliau melapor ke Pangdam Diponegoro saat itu dan mendapat

mandat untuk memberantas gali tersebut. Kemudian di Semarang (1983) para preman

yang dahulu pernah diorganisir untuk kepentingan politik, seperti sebagai pendukung

partai politik tertentu, ternyata menjadi sasaran petrus ketika dianggap sudah tak

berguna. Selain itu, di kota Jakarta petrus juga terjadi. Mayat yang tewas dalam

kondisi kepala atau dada ditembus peluru itu memiliki tanda khusus berupa sejumlah

tato di tubuhnya.

Kasus penembak misterius ini merupakan kasus yang menggambarkan

bagaimana kondisi pemerintahan saat itu. pemerintahan soeharto yang dikenal sangat

diktator melakukan pembasmian terhadap kelompok gabungan anak liar (gali) dengan

dalih melakukan stabilitas keamanan dan melakukan pembunuhan kedapa meraka bila

perlu dilakukan. Secara garis besar, kasus ini berkaitan dengan pelanggaran Hak

Asasi Manusia (HAM).

Page 4: Hak Asasi Manusia

Salah satu kategori hak asasi manusia yaitu hak sipil. Hak sipil terdiri dari hak

diperlakukan sama di muka hukum, hak bebas dari kekerasan, hak khusus bagi

kelompok anggota masyarakat tertentu, serta hak hidup dan kehidupan. Dalam kasus

ini dapat kita lihat bahwa tindakan yang dilakukan oleh aparat pemerintah telah

melanggar hak sipil yang dimiliki oleh setiap individu warganegara baik yang baik

maupun yang jahat yaitu mendapatkan perlakuan yang sama dimuka hukum. Hal itu

terbukti dari mereka yang dituduh sebagai gali atau dituduh melakukan kejahatan

langsung saja diculik dan dibunuh. Bahkan ada yang disiksa terlebih dahulu dan

mayatnya ditinggalkan di emoeran jalan secara terikat dan dilihat oleh masyarakat

sekitar. Selain hak untuk diperlakukan sama dimuka hukum juga ada hak bebas dari

kekerasan. Pada kasus diatas jelas sekali banyak orang-orang yang merupakan target

penembak misterius diperlakukan secara tidak layak bahkan disiksa sebelum dibunuh.

Hal itu terbukti dari banyaknya target penembak misterius yang pada jenazahnya

terdapat bekas-bekas luka siksaan. Yang terakhir adalah hak untuk hidup dimana

dengan jelas target penembak misterius dibunuh secara sewenang-wenang.

Tindakan penembak misterius ini telah melanggar hak untuk hidup yang

dimiliki oleh para target. Meskipun melakukan kejahatan mereka masih berhak untuk

hidup kecuali yang dilakukan adalah kejahatan yang tidak bisa ditoleransi dan

memang harus dihukum mati. Namun, pada kasus penembak misterius ini, para target

yang menjadi korban dan dibunuh tidak diketahui kejahatan apa yang dilakukan.

Mereka hanya dicap mengganggu keamanan dan langsung diculik dan dibunuh.

Bahkan hanya menggunakan tato dapat membuat orang tersebut menjadi target

penembak misterius.

Bila ditinjau dari pasal 321 DUHAM pada butir (10) bahwa salah satu hak

personal seseorang adalah hak perlindungan hukum dari serangan terhadap

kehormatan dan nama baik. Pada kasus ini jelas para target telah direndahkan

martabat dan kehormatannya serta tercoreng nama baiknya dengan dituduh sebagai

tersangka pelaku kejahatan tanpa bukti yang jelas dan dibunuh secara semena-mena.

Selain korban itu sendiri, nama baik dan martabat keluarga korban telah hancur.

Semua ini dilakukan pemerintah sendiri sehingga tidak mungkin adanya perlindungan

hukum terhadap korban dan keluarga korban.

Page 5: Hak Asasi Manusia

Kemudian, bila ditinjau dari perubahan UUD ’45 BAB XA/28G butir (1)

bahwa tidak ada perlindungan dari pemerintah kepada korban dan tidak mungkin hal

itu dilakukan karena pelanggaran HAM itu dilakukan sendiri oleh pemerintah. Sealin

itu juga butir (2) juga telah dilanggar dengan adanya pembunuhan dan penyiksaan

terhadap para korban sebagaimana sudah disebutkan diatas.

Peristiwa seperti petrus, dan juga pelanggaran HAM lain merupakan bentuk

dari ketidakpastian hukum. Secara sadar, manusia sepakat tentang adanya hak-hak

asasi, namun terkadang kesadaran itu hilang saat seseorang bernafsu mencapai suatu

tujuan dan dipengaruhi oleh kondisi emosi. Sebuah ironi jika hukum dibuat oleh

penguasa, dijalankan oleh penguasa, dan dilanggar oleh penguasa sendiri. Negara

Indonesia menerapkan hukuman bagi pelanggaran sesuai dengan kadarnya, artinya

kepastian hukum sudah jelas ada dan telah diatur. Pemerintah sebagai pemegang

kekuasaan eksekutif seharusnya menjauhi sikap represif dalam menghadapi penolakan

dari rakyatnya, karena negara ini menganut paham demokrasi, bukan otoriter. Salah

satu indikator sitem demokrasi adalah menghukum seseorang melalui prosedur yang

sah, tidak serta-merta merampas hak-hak asasi. Mekanisme penjatuhan hukuman bagi

tindakan kriminal sudah diatur dalam pasal-pasal KUHP (Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana).

Penyebab utama dari peristiwa ini adalah terlalu kuatnya rezim pemerintahan

Soeharto, sehingga segala macam cara dilakukan untuk mencapai tujuan pribadinya.

Kasus ini juga mencerminkan sikap pemerintah yang represif. Orang-orang yang

menjadi buruan petrus adalah oknum yang melakukan perlawanan terhadap

kekuasaan Soeharto. Ironisnya, salah satu saksi hidup menyebutkan bahwa oknum

tersebut dulunya pernah dimanfaatkan Soeharto selama kampanye pemilu tahun 1982.

Banyak yang mengindikasikan kasus ini dilakukan oleh aparat keamanan. Jika benar

begitu, maka aparat keamanan seolah buta mata setelah merasakan keefektifan

program Operasi Clurit, yang merupakan cikal bakal dari penembakan misterius.

Banyak yang berpendapat bahwa Soeharto melakukan strategi ini untuk meneror siapa

saja yang menentang kekuasaannya. Di samping itu, peran lembaga yudikatif seolah

berada di bawah kontrol penguasa, sehingga kasus ini belum tuntas sampai sekarang.

Secara umum, penyebab belum tuntasnya kasus ini adalah kerusakan sistem

Page 6: Hak Asasi Manusia

pemerintahan yang cenderung mendukung pendapat Soeharto tentang teror

penembakan misterius.

C. Kesimpulan

Peristiwa Penembakan Misterius merupakan salah satu bentuk pelanggaran

HAM yang sangat kejam dan sangat berat karena merampas hak korban yaitu hak

untuk hidup. Karena penembakan tersebut dilakukan tanpa melalui proses hukum.

Sangat tidak relevan jika petrus diterapkan lagi di masa sekarang. Jika memang

preman-preman yang mengganggu masyarakat harus dihukum mati, setidaknya harus

melalui proses hukum terlebih dahulu agar preman-preman tersebut juga tetap bisa

mendapatkan hak mereka, yaitu hak memperoleh keadilan. Dan jika memang mereka

terbukti salah barulah dijatuhi hukuman. Karena korban petrus bukan hanya mereka

yang memang benar-benar bersalah, tetapi juga mereka yang belum tentu bersalah dan

hanya merupakan laporan dari masyarakat saja.