hakikat manusia dalam pendidikan
TRANSCRIPT
I. HAKEKAT MANUSIA DALAM PENDIDIKAN TRANSFORMATIF
Manusia di abad manapun adalah struktur kehidupan yang dinamis dan kreatif melahirkan gagasan-gagasan dalam berbagai sektor kehidupan. Daya berfikir dan daya cipta makin berkembang untuk memformulasikan makna kehidupan dalam konteks yang nyata, yang mengakibatkan pergeseran tata nilai yang tiap saat berlangsung walaupun secara lamban, namun pasti.
Manusia telah ditinjau dengan cara yang berbeda oleh bermacam aliran pemikiran berdasarkan titik berat yang diletakkan pada aspek alami dan kegiatan manusia. Menurut satu aliran, manusia hanyalah hewan ditengah kelompok hewan. Sementara bagi aliran lainnya, manusia adalah makhluk lebih dari sekedar hewan. Kemudian fungsinya telah di titik beratkan dengan cara yang bermacam-macam mulai dari sebagai hewan/makhluk sosial, ekonomi, spiritual, yang dapat didik dll.
Secara universal, atribut inti dari makhluk manusia adalah Kepribadian. Yang mencakup pemilikan kesadaran diri, kehendak dan intelek-kreatif. Dia lain daripada yang lain ditengah-tengah ciptaan yang hidup di bumi. Bahkan superioritasnya diakui oleh ciptaan-ciptaan suci penghuni surga seperti malaikat (QS. 2:34). Dia berdiri dengan hubungan khusus di depan Allah dalam arti mempunyai kepribadian. Statusnya ditengah-tengah semua ciptaan Allah adalah Wakilnya (QS. 2:30). Dia dibebani tanggung jawab yang tidak mampu dipikul oleh langit, bumi dan gunung-gunung (QS. 33:72). Dia memiliki Allah dna hanya kepada Nya dia kembali (QS. 2 :156). Allah lah tempat nasib terakhir manusia (QS. 53:13). Dengan demikian dia merupakan makhluk theosentris yang diturunkan kedua dalam rangka kegiatan terbatas (ruang dan waktu). Dan situasi wakil Allah berarti bahwa dia harus berfungsi sebagai makhluk yang terpadu, lengkap, selaras dan kreatif dalam semua dimensi kepribadiannya, baik secara spiritual, moral, intelektual dan etetika.
Menurut pandangan ilmu Psikolgy, pandangan manusia terhadap dirinya sangat mempengaruhi pendidikan. Kesalah pahaman manusia menempati bumi bisa jadi karena manusia menganggap dirinya sebagai wujud terhebat dan terbesar dialam semesta dengan bersikap egoisme, kecongkakan dan kesombongan serta sikap manusia yang paling congkak adalah ketika mengangkat dirinya dengan tujuan kekuasaan, kegagahan, kehebatan, kezhaliman, keburukan dan ketiranian.
Manusia adalah makhluk yang dapat didik. Dengan pendidikan manusia dengan sendirinya akan menemukan kesadaran untuk menjadi makhluk yang berbudaya. Paulo Freire menegaskan dalam konsep pendidikan itu sebagai alat perlawanan. Karena itu pendidikan bertujuan untuk memanusiakan manusia. Peranan pendidikan dalam mencerdaskan kehidupan manusia sangat signifikan, hal ini ditandai dengan terbebasnya manusia dari belenggu kebodohan.
Untuk membebaskan manusia dari kebodohan, keterpinggiran dan keterbelakangan diperlukan upaya untuk menyadarkan diri manusia. Penyadaran ini dimaksudkan untuk menyadarkan manusia agar dapat mengenali lingkungan dan juga paham akan diri sendiri. Freire mengelompokkan tipologi kesadaran manusia menjadi empat bagian, yaitu 1) Kesadaran Magis (Magic Consciousness), 2) Kesadaran Naif (Naival Consciousness), 3) Kesadaran Kritis (Critical Consciousness) dan 4) Kesadaran tranformasi (Transformation Consciousness). Kesadaran transformatif merupakan kesadaran yang paling tinggi dari tiga lainnya.
Apabila kesadaran magis bercirikan ketika manusia tidak mampu memahami realitas dan dirinya sendiri dan berkata,”hidup adalah takdir“, bila memahami realitas kehidupan. Sementara, kesadaran naif apabila manusia baru sebatas memahami tapi tidak bisa menganalisis persoalan apalagi penyebabnya. Berada pada kesadaran naif belum dapat mengajukan solusi terhadap problem sosial di masyarakat. Maka kesadaran kritis lebih baik dari dua kesadaran diatas, karena kesadaran kritis memiliki karakter dapat menganalisis tapi juga dapat memberikan solusi yang bersifat praktis. Lalu, kesadaran transformatif merupakan kesadaran paripurna, karena kesadaran transformatif adalah induk dari kesadaran (Master of Consciousness). Manusia dengan kesadaran transformatif menyebabkan manusia menjadi praktis ketika memecahkan persoalan. Antara teoritis yang berupa ide, melakukan apa yang menjadi idenya dan memiliki semangat progrestif berada dalam keadaan setimbang.
Beberapa hal yang terkait dengan Hakekat manusia dalam psykologi Pendidikan adalah sebagai berikut :
1. Makhluk yang memiliki tenaga dalam yang dapat menggerakkan hidupnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
2. Individu yang memiliki sifat rasional yang bertanggung jawab atas tingkah laku intelektual dan sosial.
3. yang mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif mampu mengatur dan mengontrol dirinya dan mampu menentukan nasibnya.
4. Makhluk yang dalam proses menjadi berkembang dan terus berkembang tidak pernah selesai (tuntas) selama hidupnya.
5. Individu yang dalam hidupnya selalu melibatkan dirinya dalam usaha untuk mewujudkan dirinya sendiri, membantu orang lain dan membuat dunia lebih baik untuk ditempati
6. Suatu keberadaan yang berpotensi yang perwujudanya merupakan ketakterdugaan dengan potensi yang tak terbatas
7. Makhluk Tuhan yang berarti ia adalah makhluk yang mengandung kemungkinan baik dan jahat.
8. Individu yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan turutama lingkungan sosial, bahkan ia tidak bisa berkembang sesuai dengan martabat kemanusaannya tanpa hidup di dalam lingkungan sosial.
Hakekat manusia Indonesia seutuhnya, meliputi kajian dimensi keindividuan, kesosialan, kesusilaan, dan keberagaman serta cara pengembangannya. Manusia memiliki kemampuan tersebut diharapkan menjadikan kita lebih bijaksana dalam melaksanakan fungsi dan peranannya sebagai pendidik yang profesional.
Bebarapa pandangan tentang Manusia berdasarkan kajian diantaranya :
1. Kepustakaan hindu (Ciwa) menyatakan bahwa atman manusia datang langsung dari Tuhan (Bathara Ciwa) dan sekaligus menjadi penjelmaannya.
2. Kepustaan agama Budha menggambarkan bahwa manusia adalah mahluk samsara, merupakan wadah dari the absolute yang hidupnya penuh dengan kegelapan.
3. Pendapat kaum pemikir kuno yang bercampur dengan mistik menyatakan bahwa manusia adalah manifestasi yang paling komplit dan paling sempurna dari Tuhan Yang Maha Esa, intisari dari semua mahluk yang memiliki kecerdasan.
4. Filosof Socrates menyatakan bahwa hakekat manusia terletak pada budinya yang memungkinkan untuk menentukan kebenaran dan kebaikan. Plato dan Aristoteles menyatakan hakikat manusia terletak pada pikirnya.
5. Tokoh Dunia Barat melanjutkan pendapat Plato & Aristoteles tentang hakekat kebaikan manusia yg selanjutnya bergeser ke pandangan humanistik yg menyatakan manusia merupakan kemenyuluruhan dari segala dimensinya. (1), Spinoza berpandangan pantheistik menyatakan hakekat manusia sama dengan Tuhan dan sama pula dengan hakekat alam semesta. (2), Voltaire mengatakan hakekat manusia sangat sulit untuk diketahui dan butuh waktu yang sangat panjang untuk mengungkapkannya.
6. Notonagoro mengatakan manusia pada hakekatnya adalah mahluk mono-dualis yang merupakan kesatuan dari jiwa dan raga yg tak terpisahkan.
7. Para ahli biologi memandang hakekat manusia titik beratnya pada segi jasad, jasmani, atau wadag dengan segala perkembangannya. Pandangan ini dipelopori oleh Darwin dengan teori evolusinya.
8. Para ahli psikologi sebaliknya menyatakan bahwa hakekat manusia adalah rokhani, jiwa atau psikhe.
9. Ahli teori konvergensi antara lain William Stern berpendapat bahwa hakekat manusia merupakan paduan antara jasmani dan rokhani.
10. Pandangan dari segi agama, Islam, Kristen, dan Katolik menolak pandangan hakekat manusia adalah jasmani dengan teori evolusi. Hakekat manusia adalah paduan menyeluruh antara akal, emosi dan perbuatan. Dengan hati dan akalnya manusia terus menerus mencari kebenaran dan dianugerahi status sebagai khalifah Allah.
11. Pancasila memandang hakekat manusia memiliki sudut pandang yg monodualistik & monopluralistik, keselarasan, keserasian, dan keseimbangan, integralistik, kebersamaan dan kekeluargaa
12.II. KONSEP DASAR PENDIDIKAN DAN MAKNA BELAJAR
A. Definisi Pendidikan
Untuk memberi pemahaman akan pendidikan berikut ini dikemukakan makna
pendidikan yang dikemukakan para ahli :
1. Pendidikan ialah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1991)
2. Pendidikan ialah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam
segala lingkungan dan sepanjang hidup serta pendidikan dapat diartikan
sebagai pengajaran yang diselenggarakan di sekolah sebagai lembaga
pendidikan formal (Mudyahardjo, 2001)
3. Pendidikan berarti tahapan kegiatan yang bersifat kelembagaan (seperti
sekolah dan madrasah) yang dipergunakan untuk menyempurnakan
perkembangan individu dalam menguasai pengetahuan, kebiasaan, sikap
dan sebagainya (Dictionary of Psychology, 1972)
4. Menurut John Dewey pendidikan merupakan proses pembentukan
kemampuan dasar yang fundamental, baik menyangkut daya pikir atau
daya intelektual, maupun daya emosional atau perasaan yang diarahkan
kepada tabiat manusia dan kepada sesamanya.
5. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
Negara (UUSPN No.20 tahun 2003)
Jadi pendidikan dapat dimaknai sebagai proses mengubah tingkah laku
anak didik agar menjadi manusia dewasa yang mampu hidup mandiri dan sebagai
anggota masyarakat dalam lingkungan alam sekitar dimana individu itu berada.
Pendidikan tidak hanya mencakup pengembangan intelektualitas saja, akan tetapi
lebih ditekankan pada proses pembinaan kepribadian anak didik secara
menyeluruh sehingga anak menjadi lebih dewasa.
Dari uraian dan pengertian pendidikan diatas disimpulkan bahwa pada
dasarnya pendidikan adalah usaha manusia (pendidik) untuk dengan penuh
tanggung jawab membimbing anak-anak didik menuju kedewasaan.
Dilihat dari sudut proses bahwa pendidikan adalah proses dalam rangka
mempengaruhi peserta didik supaya mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin
dengan lingkungannya dan yang akan menimbulkan perubahan pada dirinya,
sehingga berfungsi sesuai kompetensinya dalam kehidupan masyarakat.
Dilihat dari sudut pengertian atau definisi, pendidikan ialah usaha sadar
yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat dan pemerintah melalui kegiatan
bimbingan, pembelajaran, dan atau pelatihan yang berlansung di sekolah dan
atau di luar sekolah. Usaha sadar tersebut dilakukan dalam bentuk pembelajaran
dimana ada pendidik yang melayani para siswanya melakukan kegiatan belajar,
dan pendidik menilai atau mengukur tingkat keberhasilan belajar siswa tersebut
dengan prosedur yang ditentukan.
Menurut Charles E. Silberman pendidikan tidak sama dengan pengajaran,
karena pengajaran hanya menitikberatkan pada usaha mengembangkan
intelektualitas manusia. Sedangkan pendidikan berusaha mengembangkan
seluruh aspek kepribadian dan kemampuan manusia, baik dilihat dari aspek
kognitif, afektif dan psikomotor. Pendidikan mempunyai makna yang lebih luas
dari pengajaran, tetapi pengajaran merupakan sarana yang ampuh dalam
menyelenggarakan pendidikan. Jadi pengajaran merupakan bagian dari
pendidikan.
Pendidikan selalu dapat dibedakan menjadi teori dan praktek. Teori
pendidikan adalah pengetahuan tentang makna dan bagaimana seharusnya
pendidikan itu dilaksanakan, sedangkan praktek pendidikan adalah pelaksanaan
pendidikan secara konkretnya. Teori dan praktek seharusnya tidak dipisahkan.
Jadi siapa yang berkecimpung dalam dunia pendidikan sebaiknya menguasai dua
hal tersebut.
Unsur Pendidikan
1. Subyek yang dibimbing/pebelajar
2. Orang yang membimbing/pembelajar
3. Interaksi edukatif antara pebelajar dan pembelajar
4. Tujuan pendidikan
5. Materi/isi pendidikan
6. Konteks (alat,metode,lingkungan)
Asas Pendidikan
1. Ing ngarso sung tulodo, Ing madyo mangunkarso, Tut wuri handayani.
2. Asas belajar sepanjang hayat
3. Asas kemandirian dalam belajar
Ada tiga jalur pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia yaitu:
1) Pendidikan formal, yaitu jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang
yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
2) Pendidikan non formal, yaitu jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang
dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
3) Pendidikan informal, yaitu jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.
Fungsi Pendidikan
Fungsi pendidikan adalah menghilangkan segala sumber penderitaan rakyat dari
kebodohan dan ketertinggalan. Diasumsikan bahwa orang yang berpendidikan
akan terhindar dari kebodohan dan juga kemiskinan, karena dengan modal ilmu
pengetahuan dan keterampilan yang diperolehnya melalui proses pendidikan ia
mampu mengatasi berbagai problema kehidupan yang dihadapinya.
Kemampuan dan keterampilan yang dimiliki seseorang tentu sesuai dengan
tingkat pendidikan yang diikutinya, semakin tinggi pendidikan seseorang, maka
diasumsikan semakin tinggi pula pengetahuan, keterampilan, dan
kemampuannya. Hal ini menggambarkan bahwa fungsi pendidikan dapat
meningkatkan kesejahteraan, karena orang yang berpendidikan dapat terhindar
dari kebodohan maupun kemiskinan. Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa
fungsi pendidikan adalah membimbing anak ke arah suatu tujuan yang kita nilai
tinggi. Pendidikan yang baik adalah usaha yang berhasil membawa semua anak
didik kepada tujuan yang sudah ditetapkan.
UUSPN No. 20 tahun 2003 menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bansa.
Pendidikan pada akhirnya harus diajukan pada upaya mewujudkan sebuah
masyarakat yang ditandai adanya keluhuran budi dalam diri individu, keadilan
dalam negara, dan sebuah kehidupan yang lebih bahagia dan saleh dari setiap
individunya.
B. Konsep dan Makna Belajar
1. Makna Belajar
Belajar merupakan komponen ilmu pendidikan yang berkenaan
dengan tujuan dan bahan acuan interaksi, baik yang bersifat eksplisit maupun
impilisit (tersembunyi). Teori-teori yang dikembangkan dalam belajar
meliputi teori tentang tujuan pendidikan, organisasi kurikulum, isi kurikulum
dan modul-modul pengembangan kurikulum. Kegiatan belajar terdiri dari
kegiatan psikhis dan fisis yang saling bekerjasama secara terpadu dan
komprehensif.
Untuk menangkap isi dan pesan belajar, maka dalam belajar tersebut individu
menggunakan kemampuan pada ranah-ranah:
a. Kognitif, yaitu kemampuan yang berkenaan dengan pengetahuan,
penalaran atau pikiran
b. Afektif, yaitu kemampuan yang mengutamakan perasaan, emosi, dan
reaksi-reaksi yang berbeda dengan penalaran
c. Psikomotorik, yaitu kemampuan yang mengutamakan keterampilan
gerakan jasmani.
III. PENGERTIAN EVALUASI, PENGUKURAN, DAN PENILAIAN DALAM
DUNIA PENDIDIKAN
A. Pengertian Pengukuran, Penilaian, dan Evaluasi
Untuk memahami pengertian evaluasi, pengukuran dan penilaian kita
dapat memahaminya lewat contoh berikut :
1. Apabila ada seseorang yang memberikan kepada kita 2 pensil yang berbeda
ukuran ,yang satu panjang dan yang satu lebih pendek dan kita diminta untuk
memilihnya, maka otomatis kita akan cenderung memilih pensil yang panjang
karena akan bisa lebih lama digunakan. Kecuali memang ada kriteria lain
sehingga kita memilih sebaliknya.
2. Peristiwa menjual dan membeli di pasar. Kadang kala sebelum kita membeli
durian di pasar, sering kali kita membandingkan terlebih dahulu durian yang
ada sebelum membelinya. Biasanya kita akan mencium, melihat bentuknya,
jenisnya ataupun tampak tangkai yang ada pada durian tersebut untuk
mengetahui durian manakah yang baik dan layak dibeli.
Dari kedua contoh diatas maka dapat kita simpulkan bahwa kita selalu
melakukan penilaian sebelum menentukan pilihan untuk memilih suatu
objek/benda. Pada contoh pertama kita akan memilih pensil yang lebih panjang
dari pada pensil yang pendek karena pensil yang lebih panjang dapat kita gunakan
lebih lama. Sedangkan pada contoh yang kedua kita akan menentukan durian
mana yang akan kita beli berdasarkan bau, bentuk, jenis, ataupun tampak tangkai
dari durian yang dijual tersebut. Sehingga kita dapat memperkirakan mana durian
yang manis.
Untuk mengadakan penilaian, kita harus melakukan pengukuran terlebih
dahulu. Dalam contoh 1 diatas, jika kita mempunyai pengaris, maka untuk
menentukan pensil mana yang lebih panjang maka kita akan mengukur kedua
pensil tersebut dengan menggunakan pengaris kemudian kita akan melakukan
penilaian dengan membandingkan ukuran panjang dari masing-masing penggaris
sehingga pada akhirnya kita dapat mengatakan bahwa “Yang ini panjang” dan
“Yang ini pendek” lalu yang panjanglah yang kita ambil.
Dalam contoh yang ke 2, kita memilih durian yang terbaik lewat bau,
tampak tangkai, maupun jenisnya. Hal itu juga diawali dengan proses pengukuran
dimana kita membanding-bandingkan beberapa durian yang ada sekalipun tidak
menggunakan alat ukur yang paten tetapi berdasarkan pengalaman. Barulah kita
melakukan penilaian mana durian yang terbaik berdasarkan ukuran yang kita
tetapkan yang akan dibeli.
Dari hal ini kita dapat mengetahui bahwa dalam proses penilaian kita
menggunakan 3 ukuran, yakni ukuran baku (meter, kilogram, takaran, dan
sebagainya), ukuran tidak baku (depa, jengkal, langkah, dan sebagainya) dan
ukuran perkiraan yakni berdasarkan pengalaman.
Langkah – langkah mengukur kemudian menilai sesuatu sebelum kita
mengambilnya itulah yang dinamakan mengadakan evaluasi yakni mengukur dan
menilai. Kita tidak dapat mengadakan evaluasi sebelum melakukan aktivitas
mengukur dan menilai.
Berdasarkan contoh diatas dapat kita simpulkan pengertian pengukuran,
penilaian, dan evaluasi sebagai berikut :
a. Pengukuran adalah kegiatan membandingkan sesuatu dengan ukuran
tertentu dan bersifat kuantitatif.
b. Penilaian adalah kegiatan mengambil keputusan untuk menentukan
sesuatu berdasarkan kriteria baik buruk dan bersifat kualitatif. Sedangkan
c. Evaluasi adalah kegiatan yang meliputi pengukuran dan penilaian
B. Evaluasi dalam Pendidikan
Secara harafiah evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation yang
berarti penilaian atau penaksiran (John M. Echols dan Hasan Shadily: 1983).
Menurut Stufflebeam, dkk (1971) mendefinisikan evaluasi sebagai “The process
of delineating, obtaining, and providing useful information for judging decision
alternatives”. Artinya evaluasi merupakan proses menggambarkan, memperoleh,
dan menyajikan informasi yang berguna untuk merumuskan suatu alternatif
keputusan.
Evaluasi menurut Kumano (2001) merupakan penilaian terhadap data
yang dikumpulkan melalui kegiatan asesmen. Sementara itu menurut Calongesi
(1995) evaluasi adalah suatu keputusan tentang nilai berdasarkan hasil
pengukuran. Sejalan dengan pengertian tersebut, Zainul dan Nasution (2001)
menyatakan bahwa evaluasi dapat dinyatakan sebagai suatu proses pengambilan
keputusan dengan menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran
hasil belajar, baik yang menggunakan instrumen tes maupun non tes.
Secara garis besar dapat dikatakan bahwa evaluasi adalah pemberian nilai
terhadap kualitas sesuatu. Selain dari itu, evaluasi juga dapat dipandang sebagai
proses merencanakan, memperoleh, dan menyediakan informasi yang sangat
diperlukan untuk membuat alternatif-alternatif keputusan. Dengan demikian,
Evaluasi merupakan suatu proses yang sistematis untuk menentukan atau
membuat keputusan sampai sejauhmana tujuan-tujuan pengajaran telah dicapai
oleh siswa (Purwanto, 2002).
Arikunto (2003) mengungkapkan bahwa evaluasi adalah serangkaian
kegiatan yang ditujukan untuk mengukur keberhasilan program pendidikan.
Tayibnapis (2000) dalam hal ini lebih meninjau pengertian evaluasi program
dalam konteks tujuan yaitu sebagai proses menilai sampai sejauhmana tujuan
pendidikan dapat dicapai.
Berdasarkan tujuannya, terdapat pengertian evaluasi sumatif dan evaluasi
formatif. Evaluasi formatif dinyatakan sebagai upaya untuk memperoleh feedback
perbaikan program, sementara itu evaluasi sumatif merupakan upaya menilai
manfaat program dan mengambil keputusan (Lehman, 1990).
C. Penilaian Dalam Pendidikan
Penilaian (assessment) adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan
beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil
belajar peserta didik atau ketercapaian kompetensi (rangkaian kemampuan)
peserta didik. Penilaian menjawab pertanyaan tentang sebaik apa hasil atau
prestasi belajar seorang peserta didik.Hasil penilaian dapat berupa nilai kualitatif
(pernyataan naratif dalam kata-kata) dan nilai kuantitatif (berupa angka).
Pengukuran berhubungan dengan proses pencarian atau penentuan nilai
kuantitatif tersebut.
Penilaian hasil belajar pada dasarnya adalah mempermasalahkan,
bagaimana pengajar (guru) dapat mengetahui hasil pembelajaran yang telah
dilakukan. Pengajar harus mengetahui sejauh mana pebelajar (learner) telah
mengerti bahan yang telah diajarkan atau sejauh mana tujuan/kompetensi dari
kegiatan pembelajaran yang dikelola dapat dicapai. Tingkat pencapaian
kompetensi atau tujuan instruksional dari kegiatan pembelajaran yang telah
dilaksanakan itu dapat dinyatakan dengan nilai.
D. Pengukuran dalam pendidikan
Pengukuran adalah penentuan besaran, dimensi, atau kapasitas, biasanya
terhadap suatu standar atau satuan pengukuran. Pengukuran tidak hanya terbatas
pada kuantitas fisik, tetapi juga dapat diperluas untuk mengukur hampir semua
benda yang bisa dibayangkan, seperti tingkat ketidakpastian, atau kepercayaan
konsumen.
Pengukuran adalah proses pemberian angka-angka atau label kepada unit
analisis untuk merepresentasikan atribut-atribut konsep. Proses ini seharusnya
cukup dimengerti orang walau misalnya definisinya tidak dimengerti. Hal ini
karena antara lain kita sering kali melakukan pengukuran.
Menurut Cangelosi (1995) yang dimaksud dengan pengukuran
(Measurement) adalah suatu proses pengumpulan data melalui pengamatan
empiris untuk mengumpulkan informasi yang relevan dengan tujuan yang telah
ditentukan. Dalam hal ini guru menaksir prestasi siswa dengan membaca atau
mengamati apa saja yang dilakukan siswa, mengamati kinerja mereka, mendengar
apa yang mereka katakan, dan menggunakan indera mereka seperti melihat,
mendengar, menyentuh, mencium, dan merasakan. Menurut Zainul dan Nasution
(2001) pengukuran memiliki dua karakteristik utama yaitu: 1) penggunaan angka
atau skala tertentu; 2) menurut suatu aturan atau formula tertentu.
Measurement (pengukuran) merupakan proses yang mendeskripsikan
performance siswa dengan menggunakan suatu skala kuantitatif (system angka)
sedemikian rupa sehingga sifat kualitatif dari performance siswa tersebut
dinyatakan dengan angka-angka (Alwasilah et al.1996). Pernyataan tersebut
diperkuat dengan pendapat yang menyatakan bahwa pengukuran merupakan
pemberian angka terhadap suatu atribut atau karakter tertentu yang dimiliki oleh
seseorang, atau suatu obyek tertentu yang mengacu pada aturan dan formulasi
yang jelas. Aturan atau formulasi tersebut harus disepakati secara umum oleh para
ahli (Zainul & Nasution, 2001). Dengan demikian, pengukuran dalam bidang
pendidikan berarti mengukur atribut atau karakteristik peserta didik tertentu.
Dalam hal ini yang diukur bukan peserta didik tersebut, akan tetapi karakteristik
atau atributnya. Senada dengan pendapat tersebut, Secara lebih ringkas, Arikunto
dan Jabar (2004) menyatakan pengertian pengukuran (measurement) sebagai
kegiatan membandingkan suatu hal dengan satuan ukuran tertentu sehingga
sifatnya menjadi kuantitatif.
E. Perbedaan Evaluasi, Penilaian dan Pengukuran
Berdasarkan pengertian di atas dapat kita simpulkan bahwa penilaian
adalah suatu proses untuk mengambil keputusan dengan menggunakan informasi
yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar baik yang menggunakan tes
maupun nontes. Pengukuran adalah membandingkan hasil tes dengan standar
yang ditetapkan. Pengukuran bersifat kuantitatif. Sedangkan menilai adalah
kegiatan mengukur dan mengadakan estimasi terhadap hasil pengukuran atau
membanding-bandingkan dan tidak sampai ke taraf pengambilan
keputusan.Penilaian bersifat kualitatif.
Agar lebih jelas perbedaannya maka perlu dispesifikasi lagi untuk
pengertian masing-masing :
a. Evaluasi pembelajaran adalah suatu proses atau kegiatan untuk menentukan
nilai, kriteria-judgment atau tindakan dalam pembelajaran.
b. Penilaian dalam pembelajaran adalah suatu usaha untuk mendapatkan
berbagai informasi secara berkala, berkesinambungan, dan menyeluruh
tentang proses dan hasil dari pertumbuhan dan perkembangan yang telah
dicapai oleh anak didik melalui program kegiatan belajar.
c. Pengukuran atau measurement merupakan suatu proses atau kegiatan untuk
menentukan kuantitas sesuatu yang bersifat numerik. Pengukuran lebih
bersifat kuantitatif, bahkan merupakan instrumen untuk melakukan penilaian.
Dalam dunia pendidikan, yang dimaksud pengukuran sebagaimana
disampaikan Cangelosi (1995: 21) adalah proses pengumpulan data melalui
pengamatan empiris.
IV. SUBJEK DAN SASARAN EVALUASI
A. Pengertian Evaluasi
Evaluasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk
mengetahui keadaan suatu objek dengan menggunakan instrumen dan
hasilnya dibandingkan dengan suatu tolak ukur untuk memperoleh suatu
kesimpulan. Fungsi utama evaluasi adalah menelaah suatu objek atau keadaan
untuk mendapatkan informasi yang tepat sebagai dasar untuk pengambilan
keputusan. Evaluasi pembelajaran adalah suatu proses mengumpulkan,
menganalisis dan menginterpretasikan informasi secara sistematik untuk
menetapkan sejauh mana ketercapaian tujuan pembelajaran.
Evaluasi merupakan kegiatan mengukur dan menilai. Dalam hal ini ada
tiga istilah yang hampir sama dalam
pemakaian sehari-hari, agar tidak terjadi kesalahan letak dan pemakaian, maka
Dr. Suharsimi Arikunto akan menegaskan sebagai berikut :
Mengukur adalah membandingkan sesuatau dengan satu ukuran,
mengukur itu biasanya bersifat kuantitatif.
Menilai adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatau dengan
ukuran baik buruk, meniali itu biasanya bersifat kualitatif.
Evaluasi, dalam evaluasi ini meliputi kedua langkah di asta, dalam
artian evaluasi itu mengukur dan juga menilai.
B. Dasar Evaluasi
Sebenarnya ada beberapa alasan yang mendasari adanya evaluai dalam
pendidikan , akan tetapi di sini Sumadi Suryabrata membagi tiga kelompok
alasan yang mendasar yaitu dasar psikologis, didaktis, dan administrative.
1. Dasar psikologis
a. Di tinjau dari anak didik
Anak manusia yang belum dewasa pada umumnya belum mampu
memilih ide dan melaksanakannya secara lepas dari pendukung ide
tersebut. Mereka belum mandiri dalam menentukan sikap dan tingkah
lakunya, dan belum bisa berpegang pada pedoman yang berasal dari
dalam dirinya, melainkan berpegang pada norma-norma yang berasal
dari luar dirinya, yaitu orang dewasa dan termasuk pula seorang guru.
b. Di tinjau dari pendidik
Orang tua adalah orang yang pertama yang mempunyai kepentingan
mengenai pendidikan anak-anakya. Oleh karenanya mereka secara
psikologis ingin mengetahui hasil belajar anak-anak mereka.
2. Dasar didaktis
a. Di tinjau dari segi anak didik
Keberhasilan anak didik dalam mencapai status yang terhormat akan
menimbulkan kepuasan tersendiri, kepuasan yang senantiasa akan di
perolehnya dalam waktu-waktu lain. Akibatnya siswa akan termotivasi
dengan cukup besar untuk belajar yang lebih giat lagi, begitu juga
sebaliknya, bila siswa mengetahui status dalam kelompoknya, mereka
akan berusaha agar hasil yang kurang menyenangkan tidak terulang
lagi.
b. Di tinjau dari segi pendidik
Hasil yang di capai oleh siswa akan member petunjuk kepada guru,
dalam hal-hal yang dia berhasil dan gagal, karena semua itu akan
menjadi bakal mendasar pada saat-saat berikutnya.
3. Dasar administrative
Jika semua kebutuhan ingin terpenuhi maka penilaian harus di lakukan
karena tanpa data dan informasi yang di peroleh dari evaluasi, maka
petugas dalam lembaga pendidikan tidak mungkin dapat mengisi raport,
STTB, menentukan naik kelas atau tidak dan sejenisnya.
C. Subjek Dan Sasaran Evaluasi
1. Subjek Evaluasi
Dalam keterangan ini yang di maksud dengan subjek evaluasi adalah orang
yang melakukan pekerjaan evaluasi. Siapa yang dapat di sebut sebagai
subjek evaluasi untuk setiap tes, di tentukan oleh suatu aturan pembagian
tugas atau ketentuan yang berlaku.
Ada pandangan lain yang mengatakan subjek evaluasi adalah siswa,
yakni orang yang di evaluasi, dalam hal ini yang di pandang sebagai objek
evaluasi adalah mata pelajarannya. Pandangan lain mengatakan siswa
sebagai objek evaluasi dan guru sebagai subjek evaluasi.
2. Sasaran Evaluasi
Adapun sasaran evaluasi di sini mencakup beberapa sasaran penilaian
untuk unsure-unsurnya, meliputi : Input, Transformasi dan Out put
Berkenaan dengan hal ini ada beberapa aspek yang harus di perhatikan
untuk mencapai hasil yang di inginkan, yaitu :
a. input
1) Kemampuan
Jika sebuah institusi menginginkan out put yang berguna bagi nusa dan
bangsa maka haruslah memperhatikan atau memilah-milah kemampuan
dari beberapa calon murid. Adapun tes yang di gunakan adalah tes
kemampuan.
2) Kepribadian
Kepribadian adalah sesuatau yang terdapat pada diri manusia serta
tampak bentuknya dalam tingkah laku, sehingga seorang pendidik akan
mengetahui satu-persatu calon peserta didiknya. Adapun alat yang di
pakai adalah tes kepribadian
3) Sikap
Sikap adalah bagian dari tingkah laku manusia yang menggambarkan
kepribadian seseorang, akan tetapi karena sikap ini sangat menonjol
dalam pergaulan maka banyak orang yang ingin tahu lebih dalam
informasi khusus terkait dengannya. Adapun alat yang di pakai adalah
tes sikap.
4) Intelegensi
Dalam hal ini para ahli seperti binet dan simon menciptakan tes buatan
yang di kenal dengan tes binet-simon yang dapat mengetahui IQ
seseorang, karena IQ bukanlah intelegensi.
b. Transformasi
Di sini ada beberapa unsur yang dapat menjadi sasaran atau
objek pendidikan demi di perolehnya hasil pendidikan yang di harapkan,
yaitu
1) Kurikulum/materi
2) Metode dan cara penilaian
3) Media
4) Sistem administrasi
5) Pendidik dan anggotahnya.
c. Out Put
Penilaian atas lulusan suatu sekolah di lakukan untuk mengetahui
seberapa jauh tingkah pencapaian atau prestasi belajar mereka selama
mengikuti program tersebut dengan menggunakan tes pencapaian.
D. Jenis-Jenis Evaluasi
1. Jenis Evaluasi Berdasarkan Tujuan
a. Evaluasi Diagnostik
Evaluasi diagnostik adalah evaluasi yang di tujukan untuk menelaah
kelemahan-kelemahan siswa beserta faktor-faktor penyebabnya
b. Evaluasi Selektif
Evaluasi selektif adalah evaluasi yang di gunakan untuk memilih siswa
yang paling tepat sesuai dengan kriteria program kegiatan tertentu.
c. Evaluasi Penempata
d. Evaluasi penempatan adalah evaluasi yang digunakan untuk
menempatkan siswa dalam program pendidikan tertentu yang sesuai
dengan karakteristik siswa.
e. Evaluasi Formatif
Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilaksanakan untuk
memperbaiki dan meningkatan proses belajar dan mengajar.
f. Evaluasi sumatif
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan untuk menentukan
hasil dan kemajuan bekerja siswa.
2. Jenis Evaluasi Berdasarkan Sasaran
a. Evaluasi Konteks
Evaluasi yang ditujukan untuk mengukur konteks program baik
mengenai rasional tujuan, latar belakang program, maupun kebutuhan-
kebutuhan yang muncul dalam perencanaan
b. Evaluasi Input
Evaluasi yang diarahkan untuk mengetahui input baik sumber daya
maupun strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan.
c. Evaluasi Proses
Evaluasi yang di tujukan untuk melihat proses pelaksanaan, baik
mengenai kalancaran proses, kesesuaian dengan rencana, faktor
pendukung dan faktor hambatan yang muncul dalam proses
pelaksanaan, dan sejenisnya
d. Evaluasi Hasil Atau Produk
Evaluasi yang diarahkan untuk melihat hasil program yang dicapai
sebagai dasar untuk menentukan keputusan akhir, diperbaiki,
dimodifikasi, ditingkatkan atau dihentikan
e. Evaluasi Outcom Atau Lulusan
Evaluasi yang diarahkan untuk melihat hasil belajar siswa lebih lanjut,
yankni evaluasi lulusan setelah terjun ke masyarakat.
V. PRINSIF DAN ALAT EVALUASI
A. PRINSIP-PRINSIP EVALUASI
Untuk memperoleh hasil evaluasi yang lebih baik, maka kegiatan
evaluasi harus bertitik dari prinsip-prinsip umum sebagai berikut:
1. Kontinuitas
Evaluasi tidak boleh dilakukan secara insedental karena pembelajaran itu
sendiri adalah suatu proses yang kontinyu. Oleh sebab itu evaluasi pun
harus dilakukan secara kontinyu pula.
2. Komprehensif
Dalam melakukan evaluasi terhadap suatu obyek, guru harus mengambil
seluruh obyek itu sebagai bahan evaluasi.
3. Adil dan obyektif
Dalam melaksanakan evaluasi guru harus berlaku adil dan tanpa pilih kasih
kepada semua peserta didik. Guru juga hendaknya bertindak secara
obyektif, apa adanya sesuai dengan kemampuan peserta didik.
4. Kooperatif
Dalam kegiatan evaluasi hendaknya guru bekerjasama dengan semua
pihak, seperti orang tua peserta didik, sesama guru, kepala sekolah,
termasuk dengan peserta didk itu sendiri.
5. Praktis
Praktis mengandung arti mudah digunakan baik oleh guru itu sendiri yang
menyusun alat evaluasi maupun orang lain yang akan menggunakan alat
tersebut.
Menurut Khusnuridlo (2010), prinsip-prinsip evaluasi terdiri dari :
1. Komprehensif
Evaluasi harus mencakup bidang sasaran yang luas atau menye¬luruh, baik
aspek personalnya, materialnya, maupun aspek operasionalnya. Evaluasi
tidak hanya dituju¬kan pada salah satu aspek saja. Misalnya aspek
personalnya, jangan hanya menilai gurunya saja, tetapi juga murid,
karyawan dan kepala sekolahnya. Begitu pula untuk aspek material dan
operasionalnya. Evaluasi harus dilakukan secara menyeluruh.
2. Komparatif
Prinsip ini menyatakan bahwa dalam mengadakan evaluasi harus dilaksa-
nakan secara bekerjasama dengan semua orang. Sebagai contoh dalam
mengevaluasi keberhasilan guru dalam mengajar, harus bekerjasama antara
pengawas, kepala sekolah, guru itu sendiri, dan bahkan, dengan pihak
murid. Dengan melibatkan semua pihak diharapkan dapat mencapai
keobyektifan dalam mengevaluasi.
3. Kontinyu
Evaluasi hendaknya dilakukan secara terus-menerus selama proses
pelaksanaan program. Evaluasi tidak hanya dilakukan terhadap hasil yang
telah dicapai, tetapi sejak pembuatan rencana sampai dengan tahap laporan.
Hal ini penting dimaksudkan untuk selalu dapat memonitor setiap saat atas
keberhasilan yang telah dicapai dalam periode waktu tertentu. Aktivitas
yang berhasil diusahakan terjadi peningkatan, sedangkan aktivi-tas yang
gagal dicari jalan lain untuk mencapai keberhasilan.
4. Obyektif
Mengadakan evaluasi harus menilai sesuai dengan kenya¬taan yang ada.
Katakanlah yang hijau itu hijau dan yang merah itu merah. Jangan sampai
mengatakan yang hijau itu kuning, dan yang kuning itu hijau. Sebagai
contoh, apabila seorang guru itu sukses dalam mengajar, maka katakanlah
bahwa guru ini sukses, dan sebaliknya apabila jika guru itu kurang berhasil
dalam mengajar, maka katakanlah bahwa guru itu kurang berhasil. Untuk
mencapai keobyektifan dalam evaluasi perlu adanya data dan fakta. Dari
data dan fakta inilah dapat mengolah untuk kemudian diambil suatu
kesimpulan. Makin lengkap data dan fakta yang dapat dikumpulkan maka
makin obyektiflah evaluasi yang dilakukan.
5. Berdasarkan Kriteria yang Valid
Selain perlu adanya data dan fakta, juga perlu adanya kriteria-kriteria
tertentu. Kriteria yang digunakan dalam evaluasi harus konsisten dengan
tujuan yang telah dirumuskan. Kriteria ini digunakan agar memiliki standar
yang jelas apabila menilai suatu aktivitas supervisi pendi¬dikan.
Kekonsistenan kriteria evaluasi dengan tujuan berarti kriteria yang dibuat¬
harus mempertimbangkan hakikat substansi supervisi pendidikan.
6. Fungsional
Evaluasi memiliki nilai guna baik secara langsung maupun tidak langsung.
Kegunaan langsungnya adalah dapatnya ¬hasil evaluasi digunakan untuk
perbaikan apa yang dievaluasi, sedangkan kegunaan tidak langsungnya
adalah hasil evaluasi itu dimanfaatkan untuk penelitian atau keperluan
lainnya.
7. Diagnostik
Setiap hasil evaluasi harus didokumentasikan. Bahan-bahan dokumentasi
hasil evaluasi inilah yang dapat dijadikan dasar penemuan kelemahan-
kelemahan atau kekurangan-kekurangan yang kemudian harus diusahakan
jalan pemecahannya.
Menurut Yunanda (2010), prinsip-prinsip evaluasi yaitu :
1. Keterpaduan
Evaluasi harus dilakukan dengan prinsip keterpaduan antara tujuan
intruksional pengajaran, materi pembelajaran, dan metode pengajaran.
2. Keterlibatan peserta didik
Prinsip ini merupakan suatu hal yang mutlak, karena keterlibatan peserta
didik dalam evaluasi bukan alternative, tapi kebutuhan mutlak.
3. Koherensi
Evaluasi harus berkaitan dengan materi pengajaran yang telah dipelajari
dan sesuai dengan ranah kemampuan peserta didik yang hendak diukur.
4. Pedagogis
Aspek pedagogis diperlukan untuk melihat perubahan sikap dan perilaku
sehingga pada akhirnya hasil evaluasi mampu menjadi motivator bagi diri
siswa.
5. Akuntabel
Hasil evaluasi haruslah menjadi alat akuntabilitas atau bahan
pertanggungjawaban bagi pihak yang berkepentingan seperti orangtua,
siswa, sekolah, dan lainnya.
Menurut Arikunto (2005:24-25), prinsip evaluasi merupakan triagulasi
yang meliputi tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran atau KBM, dan
evaluasi.
1. Hubungan anatara tujuan dengan KBM
Kegiatan belajar mengajar yang dirancang dalam bentuk rencana mengajar
disusun oleh guru dengan mengacu pada tujuan yang hendak dicapai.
Dengan demikian, anak panah yang menunjukkan hubungan anatara
keduanay mengarah pada tujuan dengan makana bahwa KBM mengacu
pada tujuan, tetapi juga mengarah dari tujuan ke KBM, menunjukkan
langkah dari tujuan dilanjutkan pemikirannya ke KBM.
2. Hubungan tujuan dengan evaluasi, dan
Evaluasi adalah kegiatan pengumpulan data untuk mengukur sejauh mana
tujuan sudah tercapai. Dalam menyusun alat evaluasi perlu mengacu pada
tujuan yang sudah dirumuskan
3. Hubungan anatara KBM dengan evaluasi
KBM dirancang dan disusun dengan mengacu pada tujuan yang telah
dirumuskan, alat evaluasi disusun dengan mengacu pada tujuan, mengacu
atau disesuaikan dengan KBM yang dilaksanakan.
B. ALAT-ALAT EVALUASI
Untuk keperluan evaluasi diperlukan alat evaluasi yang bermacam-
macam, seperti kuisioner, tes, skala, format observasi, dan lain-lain. Khusus
untuk evaluasi hasil pembelajaran alat evaluasi yang paling banyak digunakan
adalah tes. Pembahasan evaluasi hasil pembelajaran lebih menekankan pada
pemberian nilai terhadap skor hasil tes.
1. Tes
Tes merupakan alat ukur yang standar dan obyektif sehingga dapat
digunakan secara meluas untuk mengukur dan membandingkan keadaan
psikis atau tingkah laku individu. Dapat dipastikan akan mampu
memberikan informasi yang tepat dan obyektif tentang obyek yang hendak
diukur baik berupa psikis maupun tingkah lakunya , sekaligus dapat
membandingkan antara seseorang dengan orang lain.
Tes adalah suatu cara atau alat untuk mengadakan penilaian yang
berbentuk suatu tugas atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan oleh
siswa atau sekelompok siswa sehingga menghasilkan nilai tentang tingkah
laku atau prestasi siswa tersebut.
Beberapa istilah-istilah yang berhubungan dengan tes ini :
a. Tes
Tes merupakan prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau
mengukur sesuatu dalam suasana dengan cara dan aturan-aturan yang
sudah ditentukan.
b. Testing
Testing merupakan saat pada waktu tes itu dilaksanakan. Dapat juga
dikatakan testing adalah saat pengambilan tes.
c. Testee
Testee adalah merupakan responden yang sedang mengerjakan tes.
d. Tester
Tester adalah orang yang melaksanakan pengambilan tes terhadap
responden. Dengan kata lain, tester adalah subjek evaluasi (tetapi
adakalanya hanya orang yang ditunjuk oleh subjek evaluasi untuk
melaksanakan tugasnya).
Sebagai alat evaluasi hasil belajar, tes mempunyai fungsi, yaitu:
a. Untuk mengukur tingkat penguasaan terhadap seperangkat materi
atau tingkat pencapaian terhadap seperangkat tujuan tertentuk
b. Untuk menentukan kedudukan atau seperangkat siswa dalam
kelompok, tentang penguasaan materi atau pencapaian tujuan
pembelajaran.
Tes berdasarkan fungsinya sebagai alat pengukur
perkembangan/kemajuan belajar peserta didik yaitu:
a. Tes seleksi
Tes seleksi sering dikenal dengan tes saringan atau ujian masuk. Tes
ini dilaksanakan dalam rangka penerimaan calon siswa baru, di
mana hasil tes digunakan untuk memilih calon peserta didik yang
tergolong paling baik dari sekian banyak calon yang mengikuti tes.
Tes seleksi merupakan materi prasyarat untuk mengikuti program
pendidikan yang akan diikuti oleh calon. Sifatnya yaitu menyeleksi
atau melakukan penyaringan.
b. Tes awal
Tes awal dikenal pre-test. Tes awal dilaksanakan dengan tujuan
untuk mengetahui sejauh manakah materi atau bahan pelajaran yang
akan diajarkan telah dapat dikuasai oleh peserta didik. Isi atau materi
tes awal pada umumnya ditekankan pada bahan-bahan penting yang
sudah diketahui atau dikuasai oleh peserta didik. Setelah tes awal
berakhir, sebagai tindak lanjutnya adalah (a) jika dalam tes awal itu
semua materi yang dinyatakan dalam tes sudah dikuasai dengan baik
oleh peserta didik, maka materi yang telah dinyatakan dalam tes
awal tidak akan diajarkan lagi, dan (b) jika materi yang dapat
dipahami oleh peserta didik baru sebagian saja, maka yang diajarkan
adalah materi pelajaran yang belum cukup dipahami oleh para
peserta didik tersebut .
c. Tes akhir
Tes akhir dikenal dengan istilah post-test. Tes akhir dilaksanakan
dengan tujuan untuk mengetahui apakah semua materi pelajaran
yang tergolong penting sudah dapat dikuasai dengan sebaik-baiknya
oleh peserta didik. Isi atau materi tes akhir adalah bahan-bahan
pelajaran yang tergolong penting, yang telah diajarkan kepada
peserta didik. Jika hasil tes akhir itu lebih baik daripada tes awal
maka dapat diartikan bahwa program pengajaran telah berjalan dan
berhasil dengan sebaik-baiknya.
d. Tes Diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mengetahui
kelemahan-kelemahan siswa sehingga berdasarkan kelemahan-
kelemahan tersebut dapat dilakukan pemberian perlakuan yang
tepat. Tes diagnostik juga digunakan untuk mengetahui sebab
kegagalan peserta didik dalam belajar, oleh karena itu dalam
menyusun butir-butir soal seharusnya menggunakan item yang
memiliki tingkat kesukaran rendah.
e. Tes Formatif adalah tes untuk mengetahui sejauhmana siswa telah
terbentuk setelah mengikuti suatu program tertentu. Tes formatif
adalah tes yang digunakan untuk mengetahui atau melihat
sejauhmana kemajuan belajar yang telah dicapai oleh siswa dalam
suatu program pelajaran.
f. Tes Sumatif yaitu tes yang dilaksanakan setelah berakhirnya
pemberian sekelompok program atau sebuah program yang lebih
besar. Tes sumatif ini dapat disamakan dengan ulangan umum yang
biasanya dilaksanakan pada tiap akahir semester, catur wulan atau
akhir semester. Tes sumatif ini diarahkan kepada tercapai tidaknya
tujuan-tujuan intruksional umum.
Menurut Sudijono (2001:73) tes berdasarkan aspek psikis yang
ingin diungkap dibedakan menjadi lima golongan, yaitu:
a. Tes intelengensi yakni tes yang dilaksanakan dengan tujuan
untuk mengungkap atau mengetahui tingkat kecerdasan
seseorang,
b. Tes kemampuan yaitu tes yang dilaksanakan dengan tujuan
untuk mengungkap kemampuan dasar atau bakat khusus yang
dimiliki testee
c. Tes sikap yaitu salah satu jenis tes yang dipergunakan untuk
mengungkap predisposisi atau kecendrungan seseorang untuk
melakukan suatu respon tertentu terhadap dunia sekitarnya,
baik berupa individu-individu maupun obyek-obyek tertentu.
d. Tes keperibadian yakni tes yang dilaksanakan dengan tujuan
mengungkap cirri-ciri khas dari seseorang yang banyak
sedikitnya besifat lahiriah, seperti gaya bicara, cara berpakaian,
nada suara, hobi atau kesenangan, dan lain-lain.
e. Tes hasil belajar, yang juga sering dikenal dengan istilah tes
percapaian yakni tes yang biasa digunakan untuk mengungkap
tingkat pencapaian atau prestasi belajar. Tes hasil belajar atau
tes prestasi belajar dapat didefinisikan sebagai cara (yang dapat
dipergunakan) atau prosedur (yang dapat ditempuh) dalam
rangka pengukuran dan penilaian hasil belajar, yang terbentuk
tugas dan serangkaian tugas (baik berupa pertanyaan-
pertanyaan atau soal-soal) yang harus dijawab, atau perintah-
perintah yang harus dikerjakan oleh testee, sehingga (berdasar
atas data yang diperoleh dari kegiatan pengukuran itu) dapat
menghasilkan nilai yang melambankan tingkah laku atau
prestasi belajar testee; nilai mana dapat dibandingkan dengan
nilai-nilai standar tertentu, atau dapat pula dibandingkan
dengan nilai-nilai yang berhasil dicapai oleh testee lainnya.
Dilihat dari segi banyaknya orang yang mengikuti tes, tes dapat
dibedakan menjadi dua golongan, yaitu:
a. Tes individual yakni tes dimana tester berhadapan dengan satu
orang testee saja, dan
b. Tes kelompok yakni tes dimana tester berhadapan lebih dari
satu orang testee.
Dilihat dari segi waktu yang disediakan bagi testee utuk menyelesaikan
tes, tes dapat dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu:
a. Power test yakni tes di mana waktu yang disediakan buat
testee untuk menyelesaikan tes tersebut tidak dibatasi,
b. Speed test yaitu tes di mana waktu yang disediakan buat testee
untuk menyelesaikan tes tersebut dibatasi.
Dilihat dari segi bentuk responnya, tes dapat dibedakan menjadi dua
golongan, yaitu:
a. Verbal test yakni suatu tes yang menghendaki respon (jawaban)
yang tertuang dalam bentuk ungkapan kata-kata atau kalimat,
baik secara lisan maupun secara tertulis, dan
b. Nonverbal test yakni tes yang menghendaki respon (jawaban)
dari testee bukan berupa ungkapan kata-kata atau kalimat,
melainkan berupa tindakan atau tingkah laku, jadi respon yang
dikehendaki muncul dari testee adalah berupa perbuatan atau
gerakan-gerakan tertentu.
VI. PEDOMAN DALAM MENBUAT ALAT UKUR
1. Menentukan wilayah yang akan dikenai pengukuran
a. Hasil belajar
b. Intelegensi
c. potensi intelektual
2. Menetukan dasar konseptual
a. dasar konseptual mengenai belajar
o apakah hasil belajar
o faktor yang berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar
o bagaimana proses belajar terjadi
o apa bukti bahwa proses belajar telah terjadi
b. dasar konseptual mengenai intelegensi
o pendekatan spekulatif : memberikan definisi tentang intelegensi
umum; memberikan definisi mengenai daya jiwa; memberikan definisi
intelegensi sebagai taraf umum dari pada sejumlah daya jiwa khusus
o pendekatan pragmatis : intelegensi adalah apa yang dites oleh tes
intelegensi
o pendekatan analisis faktor : intelegensi dipengauhi oleh faktor tertentu
o pendekatan operasional : merespon pendekatan analisis faktor dari
pendefinisian dan pengukuran.
o pendekatan fungsional : disusun atas analisis bagaimana berfungsinya
intelegensi, lalu dirumuskan definisinya
c. dasar konseptual mengenai potensi intelektual : manusia memiliki
intelegensi umum (general intelegence) dan potensi khusus (special
attitude)
3. Penentuan subjek yang akan dikenai pengukuran
4. Menentukan tujuan pengukuran
5. Menentukan materi test alat ukur
a. materi projektif - digunakan untuk menyusun instrumen dalam mengukur
atribut non kognitif berdasarkan pada proses psikologi
b. materi non projektif
6. Menentukan tipe soal
a. menuntut respon uraian
b. menuntut pemilihan alternatif jawaban
7. Menentukan jumlah soal untuk keseluruhan alat ukur dan masing-masing
bagiannya
a. hubungan banyak soal dengan bobot : membuat banyaknya soal untuk
masing-masing bagian sebanding dengan bobotnya
b. hubungan banyak soal dengan reliabilitas tes : makin tinggi rata-rata
korelasi soal dengan perangkat tes, makin tinggilah reliabilitas tes tersebut
c. hubungan banyak soal dengan waktu tes : menyediakan waktu yang cukup
bagi kira-kira 75% sampai 90% pengambil tes menyelesaikan tes tersebut
d. hubungan banyak soal dengan uji coba tes : sebelum di uji coba, rencana
tes banyak berupa terkaan
8. Merencanakan taraf dan distribusi kesukaran soal
a. Indeks kesukaran soal : perbandingan banyaknya subyek yang menjawab
benar dengan banyaknya subyek yang mengerjakan soal
b. Rata-rata skor tes : perbandingan banyak soal dengan rata-rata taraf
kesukaran soal
9. Menyusun kisi-kisi (test blue print)
a. Fungsi kisi-kisi : merumuskan setepat mungkin ruang lingkup, tekanan tes
dan bagian-bagiannya sehingga perumusan tersebut menjadi petunjuk
yang efektif bagi penyusun tes, terutama bagi perakit soal
b. Dua aspek isi tes :
o analisis isi mata pengetahuan : terdiri atas hasil analisis mengunsur
tentang daerah kurikulum yang akan di tes terkait perbedaan
kondisi dengan daerah yang lain.
o analisis behavioral objectives : bertitik tolak pada tujuan dasar
pendidikan yaitu modifikasi perilaku
c. klasifikasi dua jalan : serempak menyajikan kedua dimensi di atas
10. Merencanakan tugas untuk para penulis soal:
a. Penulis soal: spesialis di bidang bersangkutan yang punya latar pendidikan
dalam penulisan soal
b. Alokasi waktu penulisan soal
c. Bentuk penugasan :dapat memilih satu penulisa soal yang dikontrak
d. Catatan-catatan mengenai soal: kartu soal yang berupa bagian dari kisi
soal yang dibuatnya, bentuk soal, taraf kompetensi, kunci jawaban,
estimasi taraf kesukaran
e. Penelaahan soal:
o aspek teknis
o aspek substansi
o aspek editorial
11. Merencanakan perakitan soal
12. Merencanakan jadwal penerbitan tes
VII. PETUNJUK PEMBUATAN INSTRUMEN
A. Petunjuk Menyusun Instrumen Penelitian
Dalam menyusun instrumen disarankan mengikuti langkah-langkah berikut.
1. Analisis Variabel Penelitian
Menganalisis setiap variabel menjadi subvariabel kemudian
mengembangkannya menjadi indikator-indikator merupakan langkah awal
sebelum instrumen itu dikembangkan.
2. Menetapkan Jenis Instrumen
Jenis instrumen dapat ditetapkan manakala peneliti sudah memahami
dengan pasti tentang variabel dan indikator penelitiannya. Satu variabel
mungkin hanya memerlukan satu jenis instrumen atau meungkin
memerlukan lebih dari satu jenis instrumen.
3. Menyusun Kisi-kisi atau Layout Instrumen
Kisi-kisi instrumen diperlukan sebagai pedoman dalam merumuskan item
instrumen. Dalam kisi-kisi itu harus mencakup ruang lingkup materi
variabel penelitian, jenis-jenis pertanyaan, banyaknya pertanyaan, serta
waktu yang dibutuhkan. Selain itu, dalam kisi-kisi juga harus tergambarkan
indikator atau abilitas dari setiap variabel. Misalnya, untuk menentukan
prestasi belajar atau kemampuan subjek penelitian, diukur dari tingkat
pengetahuan, pemahaman, aplikasi, dan sebagainya.
4. Menyusun Item Instrumen
Berdasarkan kisi-kisi yang telah disusun, langkah selanjutnya adalah
menyusun item pertanyaan sesuai dengan jenis instrumen yang akan
digunakan
5. Mengujicobakan Instrumen
Uji coba instrumen perlu dilakukan untuk mengetahui tingkat reabilitas dan
validitas serta keterbacaan setiap item. Mungkin saja berdasarkan hasil uji
coba ada sejumlah item yang harus dibuang dan diganti dengan item yang
baru, setelah mendapat masukkan dari subjek uji coba.
B. Jenis-jenis Instrumen Penelitian
1. Tes
a. Pengertian Tes
Tes adalah instrumen atau alat untuk mengumpulkan data tentang
kemampuan subjek peneliti dengan cara pengukuran, misalnya untuk
mengukur kemampuan subjek penelitian dalam menguasai nateri
pelajaran tertentu digunakan tes tertulis tentang materi tersebut.
b. Kriteria Tes
1). Reliabilitas Tes
Tes sebagai instrumen atau alat pengumpul data dikatakan reliabel
manakala tes tersebut bersifat handal. Tes yang handal adalah tes yang
dapat mengumpulkan data sesuai dengan kemampuan subjek yang
sesungguhnya, yang tidak terpengaruh oleh situasi dan kondisi
termasuk oleh letak geografis.
2). Validitas Tes
Tes sebagai instrumen untuk mengumpulkan data dikatakan valid
manakala tes itu bersifat sahih, atau item-item tes mampu mengukur
apa yang hendak diukur. Terdapat dua cara uji validitas yaitu, validitas
logis dan validitas empiris. Validitas logis diperoleh dengan cara
judgment ahli yang kompeten. Validitas empiris adalah validitas yang
diperoleh melalui uji coba tes pada sejumlah subjek yang memiliki
karakteristik yang diasumsikan sama dengan subjek penelitian.
2. Angket (Quisioner)
a. Pengertian
Angket adalah instrumen penelitian berupa daftar pertanyaan atau
pernyataan secara tertulis yang harus dijawab atau diisi oleh responden
sesuai dengan petunjuk pengisiannya. Angket dapat digunakan peneliti
untuk penelitian kualitatif maupun kuantitatif.
Sebagai instrumen penelitian, angket memiliki kelebihan di
antaranya sebagai berikut:
o Angket dapat digunakan untuk mengumpulkan data dari sejumlah
responden atau sumber data yang jumlahnya cukup besar.
o Data yang terkumpul melalui angket akan mudah dianalisis.
o Responden akan memiliki kebebasan untuk menjawab setiap
pertanyaan sesuai dengan keyakinannya.
o Responden tidak akan terburu-buru menjawab setiap pertanyaan,
pengisian angket tidak terlalu terikat oleh waktu.
Angket juga memiliki kelemahan, di antaranya:
o Belum menjamin responden akan memberikan jawaban tepat sesuai
dengan keyakinannya.
o Angket hanya mungkin dapat digunakan oleh responden yang dapat
membaca dan menulis.
o Angket hanya dapat menggali masalah yang terbatas.
o Kadang-kadang ada responden yang tidak bersedia untuk mengisi
angket karena alasan kesibukan dan, atau alasan pribadi lainnya.
3. Langkah-langkah Menyusun Angket
Beberapa petunjuk cara menyusun angket:
a. Buatlah kata pengantar terlebih dahulu secara singkat sebelum
pertanyaan-pertanyaan angket disusun.
b. Buatlah petunjuk cara pengisian angket dengan jelas dan ringkas.
c. Hindari istilah-istilah yang dapat menimbulkan salah pengertian.
d. Rumuskan dalam kalimat yang singkat, jelas, dan sederhana,
sehingga tidak menguras tenaga dan pikiran responden ketika
membaca angket.
e. Sebaiknya setiap pertanyaan hanya mengandung satu persoalan yang
ditanyakan.
f. Apabila ada kata-kata yang memerlukan penekanan, makia
sebaiknya diberi tanda, seperti dengan menebalkan kata atau
kalimat, menggaris bawahi, atau menulikan dalam warna yang
berbeda kata tersebut.
g. Pertanyaan setiap item angket tidak menggiring pada jawaban yang
diinginkan peneliti.
h. Angket harus dibuat semenarik mungkin.
VIII. PERANAN EVALUASI
Mengapa dalam pendidikan harus ada evaluasi? Ada beberapa penjelasan mengenai pentingnya evaluasi dalam pendidikan. Dilihat dari pendekatan proses, didunia pendidikan terjadi hubungan yang interdepensi antara tujuan pendidikan, proses belajar mengajar, dan prosedur evaluasi. Ketiga komponen ini selalu berhubungan. Tujuan sebuah pendidikan akan terarah apabila proses belajar mengajar dilaksanakan dengan baik. Berhasil tidaknya proses belajar mengajar dan tujuan pendidikan akan terlihat setelah pengevaluasian.
Mengevaluasi merupakan cirri pendidik yang professional, setelah kegiatan evaluasi maka pendidik akan mengetahui hasil belajar siswa. Sehingga mengetahui apakah hasilnya sudah memuaskan apa belum dan dapat dijadikan koreksi.
Dilihat dari pendekatan kelembagaan, kegiatan pendidikan merupakan kegiatan manajemen, yang meliputi kegiatan planning, programming, organizing, actualing,controlling, dan evaluating. Dua hal yang terakhir menjadi titik lemah dari manajemen tradisional. Para pelaksana pendidikan menganggap bahwa fungsi control dan evaluasi dianggap sebagai upaya untuk mengurangi kebebasan dan kemerdekaan mereka. Padahal tanpa adanya dua fungsi tersebut maka akan banyak terjadi penyimpangan dan pengoganisasian yang tidak sesuai program maka tujuan pendidikan tidak tercapai.
Evaluasi pendidikan memberikan manfaat baik bagi siswa/peserta pendidikan, pengajar maupun manajemen. Dengan adanya evaluasi, peserta didik dapat mengetahui sejauh mana keberhasilan yang telah digapai selama mengikuti pendidikan. Pada kondisi dimana siswa mendapatkan nilai yang mernuaskan maka akan memberikan dampak berupa suatu stimulus, motivator agar siswa dapat lebih meningkatkan prestasi. Pada kondisi dimana hasil yang dicapai tidlak mernuaskan maka siswa akan berusaha memperbaiki kegiatan belajar, namun demikian sangat diperlukan pemberian stimulus positif dari guru/pengajar agar siswa tidak putus asa. Dari sisi pendidik, hasil evaluasi dapat digunakan sebagai umpan balik untuk menetapkan upaya upaya meningkatkan kualitas pendidikan.
IX. PARTISIFASI PESERTA DIDIK DALAM EVALUASI
A. Partisifasi Peserta Evaluasi
Evaluasi merupaka proses dimana para evaluator menggali informasi yang
diperlukan tentang siswa, untuk menentukan posisi di mana penguasaan seorang
siswa dalam kelompok atau kelas. Proses evaluasi diibaratkan antara hakim dan
terdakwa dalam proses pengadilan. Guru sebagai hakim dan siswa sebagai
terdakwa, dimana disini siswa harus menerima apa pun keputusan sebagai pihak
evaluand.
Evaluasi dengan melibatkan para peserta siswa secara sustematis dan
proporsional tampaknya perlu dipertimbangkan kegunaanya, utamanya pada
evaluasi di bidang pendidikan dan bidang perilaku lainnya. Beberapa alasan
mengapa evaluasi di bidang pendidikan atau di bidang lainnya perlu siswa sebagai
partisipan, karena :
1. Para siswa mengembangkan perasaan aman (psikologis)
2. Evaluasi dapat menjadikan belajar lebih menyenangkan
3. Evaluasi dapat menjadikan teknik belajar mengajar berhasil
4. Para siswa dapat menerima kepuasan pribadi saat berpartisipasi dalam
evaluasi
B. Menentukan Tujuan
Dalam proses belajar mengajar, memiliki peranan yang penting. Tujuan
merupakan pernyataan yang merupakan pernyataan yang menggambarkan
perubahan yang diinginkan sebagai hasil dari pembelajaran. Disamping itu, tujuan
juga merupakan ujung yang perlu dicermati oleh para guru, ketika mereka
melakukan kegiatan.dalam proses pembelajaran bagi para siswa.
Tujuan instruksional memiliki peranan kunci dalam proses pengajaran.
Dalam tujuan instruksional pada umumnya mencakup perubahan perilaku yang
hendak dicapai. Ketika tujuan instruksional dinyatakan secara benar, itu dapat
menjadi petunjuk untuk siswa. Kelebihan jika guru menggunakan tujuan
instruksional adalah :
1. Memerikan arah dalam proses pengajaran
2. Mengantarkan tujuan instruksional kepada masyarakat yang membutuhkan
3. Menyediakan basis untuk evaluasi
Metode dan materi pengajaran akan lebih tepat dan efektif ketika seorang
guru telah merencanakan tujuan instruksional terlebih dahulu. Dalam menyiapkan
tujuan instruksional dalam proses belajar mengajar, Ground dan Linn (1990: 24)
menyatakan ada empat macam batasan penting yang perlu diperhatikan oleh
seorang evaluator yaitu sebagai berikut.
1. Educational goal
2. General instructional
3. Specific learning outcome
4. Pupil performance
Dalam proses pembelajaran, tujuan yang direncanakan oleh seorang guru,
dapat dibedakan menjadi dua macam, tujuan umum (goals) dan tujuan khusus
(objectives). Goals bersifat umum, tidak perlu diukur. Beberapa kata kerja yang
sering digunakan dalam pembuatan tujuan adalah memahami, meyakini,
menguasai, dan mengerti.
Objectives atau tujuan instruksional merupakan tujuan yang diturunkan
dari tujuan umum. Karateristik dari tujuan khusus adalah SMART (Specific,
Measureable, Acheveable, Reliable, Time bounding). Beberapa kata kerja yang
sering digunakan untuk menunjukkan tugas objectives misalnya menghafal,
menerapkan, mengoprasikan, menilai dan sebagainya.
C. Memilih Teknik Evaluasi
Jika evaluasi bertujuan untuk mengumpulkan informasi, maka teknik
adalah metode yang digunakan agar tujuan evaluasi, yaitu menggali informasi
tentang peserta didik. Secara garis besar ada dua kelompok evaluasi yaitu tes dan
non tes. Peranan teknik tes dibedakan menjadi :
1. Tes diagnosik
2. Tes formatif
3. Tes pencapaian
4. Tes penempatan
Selain itu teknik yang juga banyak digunakan yaitu nontes, yang termasuk
teknik non tes adalah sebagai berikut.
1. Rating
2. Questionaires
3. \Wawancara
4. Observasi
5. Dokumentasi
Mengingat banyaknya teknik evaluasi, seorang evaluator pelu
mempertimbangkan :
1. Pemilihan teknik evaluasi yang hendak digunakan oleh seorang evaluator
2. Pemilihan teknik sebaiknya memberikan kemungkinan untuk evaluasi diri
3. Variasi teknik yang diterapkan untuk peserta didik hendaknya
dipertimbangkan terlebih dahulu
D. Evaluasi Bersama
Evaluasi bersama dapat diartikan sebagai dua orang atau lebih melakukan
evaluasi terhadap subjek atau objek yang dievaluasikan dengan tujuan yang telah
ditetapkan bersama. Kerja sama dalam evaluasi, dapat dimuali sejak menentukan
tujuan hingga pada proses menentukan akhir evaluasi.
Dalam evaluasi bersama selalu diperlukan adanya pertemuan antara yang
berkepentingan. Pertemuan ini digunakan sebagai wahana ketika keduanya
memiliki perbedaan pendapat. Perdebatan itu harus dimusyawarahkan untuk
mendapatkan nilai akhir. Dari setiap evaluasi, para evaluator diwajibkan untuk
mengisi laporan kejadian pada kolom keterangan. Laporan ini untuk memberikan
informasi mengapa penilaian mencapai skor yang berbeda.