halaman judul analisa zona kawasan rawan longsor …
TRANSCRIPT
Halaman Judul
ANALISA ZONA KAWASAN RAWAN LONGSOR DI
KABUPATEN ACEH BESAR MENGGUNAKAN
SISTEM INFOMASI GEOGRAFIS
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan
memenuhi syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana Komputer
Oleh:
RIZA WAHYUDI
1008107020046
JURUSAN INFORMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM, BANDA ACEH
SEPTEMBER, 2016
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan judul,
“ANALISA ZONA KAWASAN RAWAN LONGSOR DI KABUPATEN
ACEH BESAR MENGGUNAKAN SISTEM INFOMASI GEOGRAFIS”.
Salawat dan salam penulis sanjungkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang
telah membawa kita ke zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Penyusunan dan penulisan Skripsi tidak lepas dari bantuan dan dukungan
berbagai pihak dalam bentuk bantuan dan bimbingan. Oleh karena itu pada
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar -
besarnya kepada:
1. Bapak Dr. Teuku M. Iqbalsyah, S.Si., M.Sc, selaku Dekan Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Unsyiah.
2. Bapak Dr.Muhammad Subianto, S.Si., M.Si, selaku Ketua Jurusan
Informatika.
3. Bapak Dr. Nizamuddin, M.Info.Sc, selaku Dosen Pembimbing I yang telah
memberi arahan serta masukan kepada penulis dalam penyelesaian Tugas
Akhir ini.
4. Bapak Marwan.S.Si,M.T, selaku Dosen Pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis sehingga Tugas Akhir ini
dapat diselesaikan.
5. Para dosen penguji, Bapak Irvanizam Zamanhuri, M.Sc, Arie Budiansyah,
M.Eng, Mulkal, S.T, M.Sc. yang telah memberikan kritik, saran serta
masukan kepada penulis agar penulisan dan penelitian Tugas Akhir ini
menjadi lebih baik.
iv
6. Bapak dan Ibu pihak terkait yang telah membantu menyediakan data
penelitian, meliputi Bappeda Provinsi. Aceh, khususnya di bidang Pusat
Data Geospasial Aceh (UPTB - PDGA), BMKG Indrapuri, dan lain-lain.
7. Secara khusus, Ayahanda (Halimy Aziz) dan Ibunda (Nurian), serta kakak
dan adik (Fitri Wahyuni, Yurnalis Bestari dan Fuji Maisuri) yang telah
mendukung penulis dalam setiap masa studi, termasuk dukungan yang tiada
henti kepada penulis dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.
8. Sahabat yang selalu setia Hendri Yusmadi, Nita Wulandari, Zikri Mauludi
dan teman-teman seperjuangan Multazam, Fathul Razak, Sasmi Fadly,
Zahrul Fahmi, T.Akmalliansyah, T.Mahmuda, Jufriadi, Bayhaqqy, M.Azmi
Syukran serta teman-teman lain yang tidak dapat disebutkan yang telah
membantu dan mendukung penulis dalam pengerjaan Tugas Akhir ini
hingga selesai.
9. Pihak administrasi Jurusan Informatika, Kak Fitri dan Kak Lia yang telah
membantu dalam pengurusan segala bentuk berkas mulai dari seminar
proposal, seminar hasil, poster-day, sidang, hingga pendistribusian Tugas
Akhir ini dan Staff Lab GIS Unsyiah, Kakak Fairus Muthmainnah yang
telah banyak membantu dan berbagi ilmunya kepada penulis.
10. Pihak-pihak yang penelitiannya saya jadikan sebagai referensi dalam
penulisan Tugas Akhir ini, yaitu meliputi sumber-sumber yang telah
disebutkan dalam Daftar Pustaka.
Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun dari
seluruh pihak agar tugas akhir ini menjadi lebih baik dan dapat di pertanggung
jawabkan. Akhirnya kepada Allah SWT jugalah penulis menyerahkan diri karena
tidak ada satu pun kejadian di muka bumi ini kecuali atas takdirnya.
Banda Aceh, 20 September 2016
Riza Wahyudi
v
ABSTRAK
Bencana longsor adalah bencana alam yang sering terjadi dan mengakibatkan
kerugian harta benda maupun korban jiwa. Selain itu, longsor juga dapat
menimbulkan kerusakan sarana dan prasarana yang berdampak pada kondisi
ekonomi dan sosial. Oleh karena itu, risiko bencana longsor harus diminimalkan.
Salah satu caranya ialah dengan melakukan analisis bencana longsor berbasis
Sistem Informasi Geografis (SIG). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
dan melakukan pemetaan zona kawasan rawan longsor di Kabupaten Aceh Besar.
Metode yang digunakan adalah dengan cara melakukan overlay terhadap lima
parameter zona kawasan rawan longsor. Kelima parameter tersebut adalah curah
hujan, kemiringan lereng, ketinggian lahan, jenis tanah dan penggunaan lahan.
overlay yang digunakan pada penelitian ini adalah weighted sum, yaitu overlay
penjumlah skor dan bobot. Hasil dari overlay ini adalah nilai atau tingkat
kerawanan longsor di Kabupaten Aceh Besar yang disajikan dalam bentuk peta.
Tingkat kerawanan longsor di Kabupaten Aceh Besar pada penelitian ini dibagi
atas tiga kelas, yaitu rendah, sedang dan tinggi. Masing-masing kelas tersebut
memiliki luas secara berurutan yaitu 83.948,13 Ha (30,97%), 184.832,55 Ha
(68,18%) dan 2.307,24 Ha (0,85%)
Kata Kunci: Sistem Informasi Geografis (SIG), Zona Kawasan Rawan Longsor,
Kabupaten Aceh Besar, weighted sum.
vi
ABSTRACT
Landslide is natural disasters that often occurs and results in loss of property and
life. Besides, landslides also damaging the facilities and infrastructure that has an
impact on economic and social conditions. Therefore, the risk of landslides could
be minimized. One of the method is by analyzing of landslides with Geographic
Information System (GIS). This research purpose to analyze and mapping the
landslide prone zones areas in Aceh Besar district. This method using overlay five
parameters of landslide prone zones areas. The five parameters area rainfall,
slope, the elevation of land, soil type and the land use. This research is using the
Weighted Sum, which overlays the summing scores and weights. The result is the
value or level of vulnerability of landslides in Aceh Besar district which presented
in map form. Level of vulnerability of landslides in Aceh Besar district in this
research was divided into three classes: low, medium and high. Each class has an
area in a sequence such as 83.948,13 ha (30.97%), 184.832,55 Ha (68.18%) and
2.307,24 ha (0.85%).
Keywords: Geographic Information System (GIS),Landslide Prone Zones Areas,
Aceh Besar district, weighted sum.
vii
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul .......................................................................................................... i
Pengesahan .............................................................................................................. ii
Abstrak .................................................................................................................... v
Abstract .................................................................................................................. vi
Daftar Isi................................................................................................................ vii
Daftar Lampiran ..................................................................................................... ix
Daftar Gambar ........................................................................................................ ix
Daftar Tabel ........................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................................ 2
1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................. 2
1.4. Manfaat ................................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 3
2.1. Kondisi Geografis Kabupaten Aceh Besar .......................................... 3
2.2. Sistem Informasi Geografis.................................................................. 5
2.3. Gerakan Tanah ..................................................................................... 6
2.4. Tanah Longsor ..................................................................................... 7
2.5. Jenis – Jenis Tanah Longsor ................................................................ 8
2.6. Lahan .................................................................................................. 10
2.7. Lereng ................................................................................................ 10
2.8. Overlay ............................................................................................... 10
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 11
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................ 11
3.2. Alat dan Bahan ................................................................................... 11
3.3. Diagram Alir Penelitian ..................................................................... 12
3.4. Klasifikasi Parameter Longsor dan Pemberian Nilai ......................... 13
viii
3.5. Kelas Kerawanan Longsor ................................................................. 14
3.6. Metode Penelitian............................................................................... 15
3.6.1. Pengumpulan Data ................................................................... 15
3.6.2. Pengolahan Data ...................................................................... 15
3.6.3. Studi Lapangan ........................................................................ 15
3.7. Langkah Kerja Analisis ...................................................................... 16
3.7.1. Peta Curah Hujan ..................................................................... 16
3.7.2. Peta Kemiringan Lereng dan Ketinggian Lahan ..................... 17
3.7.3. Peta Jenis Tanah dan Penggunaan Lahan ................................ 17
3.7.4. Overlay .................................................................................... 17
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................. 19
4.1. Kabupaten Aceh Besar ....................................................................... 19
4.2. Parameter Kerawanan Longsor .......................................................... 20
4.2.1. Curah Hujan Kabupaten Aceh Besar ....................................... 20
4.2.2. Kemiringan Lereng Kabupaten Aceh Besar ............................ 22
4.2.3. Ketinggian Lahan (Elevasi) Kabupaten Aceh Besar ............... 23
4.2.4. Jenis Tanah Kabupaten Aceh Besar ........................................ 24
4.2.5. Penggunaan Lahan Kabupaten Aceh Besar ............................. 25
4.3. Tingkat Kerawanan Longsor Kabupaten Aceh Besar ........................ 26
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 30
3.6. Kesimpulan ........................................................................................ 30
3.7. Saran ................................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 32
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Peta Administrasi Kabupaten Aceh Besar ....................................... 34
Lampiran 2. Peta Curah Hujan Kabupaten Aceh Besar ....................................... 35
Lampiran 3. Peta Kemiringan Lereng Kabupaten Aceh Besar ............................ 36
Lampiran 4. Peta Ketinggian Lahan Kabupaten Aceh Besar ............................... 37
Lampiran 5. Peta Jenis Tanah Kabupaten Aceh Besar ........................................ 38
Lampiran 6. Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Aceh Besar ............................. 39
Lampiran 7. Peta Zona Kawasan Longsor Kabupaten Aceh Besar ..................... 40
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Peta Administrasi Kabupaten Aceh Besar ......................................... 3
Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian ................................................................... 12
Gambar 3.2. Skema Overlay ................................................................................. 18
Gambar 4.1. Peta Administrasi Kabupaten Aceh Besar ....................................... 20
Gambar 4.2. Peta Curah Hujan Kabupaten Aceh Besar........................................ 21
Gambar 4.3. Peta Kemiringan Lereng................................................................... 22
Gambar 4.4. Peta Ketinggian Lahan (Elevasi) Kabupaten Aceh Besar ................ 23
Gambar 4.5. Peta Jenis Tanah Kabupaten Aceh Besar ......................................... 24
Gambar 4.6. Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Aceh Besar.............................. 26
Gambar 4.7. Peta Tingkat Kerawanan Longsor Kabupaten Aceh Besar .............. 27
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Batas-batas dari Kabupaten Aceh Besar ................................................ 3
Tabel 2.2. Luas Wilayah Menurut Kecamatan........................................................ 4
Tabel 2.3. Jenis - jenis Tanah Longsor ................................................................... 8
Tabel 3.1. Parameter Rawan Longsor dan nilai .................................................... 13
Tabel 3.2. Klasifikasi Tingkat Kerawanan Longsor ............................................. 14
Tabel 4.1. Administrasi Kabupaten Aceh Besar ................................................... 19
Tabel 4.2. Intensitas Curah Hujan Kabupaten Aceh Besar ................................... 22
Tabel 4.3. Kemiringan Lereng Kabupaten Aceh Besar ........................................ 23
Tabel 4.4. Ketinggian Lahan Kabupaten Aceh Besar ........................................... 24
Tabel 4.5. Jenis Tanah Kabupaten Aceh Besar ..................................................... 25
Tabel 4.6. Penggunaan Lahan Kabupaten Aceh Besar ......................................... 26
Tabel 4.7. Tingkat Kerawanan Longsor Kabupaten Aceh Besar .......................... 27
Tabel 4.8. Luas Tingkat Kerawanan Longsor Per Kecamatan.............................. 28
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Peristiwa tanah longsor atau dikenal dengan gerakan massa tanah, sering
terjadi pada lereng berbukit. Tanah longsor merupakan fenomena alam, yaitu alam
mencari keseimbangan baru akibat adanya gangguan atau faktor yang
menyebabkan terjadinya pengurangan kuat geser serta peningkatan tegangan geser
tanah. Bencana alam sebagai salah satu fenomena alam yang dapat terjadi di
setiap saat, di mana dan kapan pun, sehingga dapat menimbulkan kerugian
material serta imaterial untuk kehidupan masyarakat. Bencana longsor adalah
bencana alam yang sering terjadi dan mengakibatkan kerugian harta benda
maupun korban jiwa serta menimbulkan kerusakan sarana dan prasarana yang bisa
berdampak pada kondisi ekonomi dan sosial. Pada prinsipnya tanah longsor
terjadi bila gaya pendorong pada lereng lebih besar dari pada gaya penahan.
Bencana alam tanah longsor dapat terjadi karena pola pemanfaatan lahan yang
tidak sesuai dengan lingkungan, seperti penebangan hutan secara liar yang
mengakibatkan hutan menjadi gundul (Suryolelono, 2002 dalam Kuswaji, 2008).
Hujan lebat juga dapat menimbulkan bencana longsor. Penyebab longsor
tersebut disebabkan oleh adanya hujan lebat yang datang secara tiba-tiba,
sehingga tanah tidak mampu menahan volume air hujan yang besar. Ketika air
meresap ke dalam tanah akan menambah bobot tanah dan jika menembus sampai
lapisan kedap air sebagai bidang gelincir, maka tanah menjadi licin dan tanah di
atasnya akan mengalami pergerakan mengikuti lereng. Ada beberapa faktor utama
penyebab terjadinya tanah longsor yaitu intensitas hujan, gempa bumi, kondisi
batuan dan tata penggunaan lahan yang kurang sesuai dengan karakteristik
lahannya (Sutikno, 1994 dalam Rahman, 2010).
Seperti halnya di wilayah Kabupaten Aceh Besar pada tanggal 2
November 2014 terjadinya longsor yang mengakibatkan daerah ini terisolir
sehingga terputusnya akses jalur Banda Aceh menuju Aceh Besar dan jalur Aceh
Besar menuju Aceh Jaya seperti halnya di jalan kawasan Gunung Paro, Aceh
2
Besar, dan Gunung Grutee yang berbatasan langsung dengan Aceh Jaya
(Liputan6.com). Dengan demikian, perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk
melihat kawasan yang terjadinya tanah longsor di kawasan Kabupaten Aceh Besar
untuk meminimalisir akibat yang ditimbulkan dengan melakukan pemetaan
dengan menggunakan SIG.
1.2 Rumusan Masalah
Kabupaten Aceh Besar khususnya di Kecamatan Lhoong sendiri sering
terjadi bencana tanah longsor, yang tentunya mengalami kerusakan ruas jalan, dan
pemukiman warga. Upaya untuk meminimalkan risiko bencana longsor
diperlukan metode tertentu, salah satunya yaitu berbasis Sistem Informasi
Geografis (SIG) untuk menentukan zona kawasan rawan longsor di Kabupaten
Aceh Besar.
Penelitian analisa ini dilakukan di wilayah Kabupaten Aceh Besar
dikarenakan data yang tersedia diperoleh langsung dari Laboratorium Sistem
Informasi Geografis dan Data Spasial, Jurusan Informatika, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Universitas Syiah Kuala, Laboratorium
UPTD – PDGA Bappeda Provinsi. Aceh dan BMKG Indrapuri.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah menganalisis pemetaan kawasan
rawan longsor di Kabupaten Aceh Besar, yang hasilnya nanti berupa sebuah peta.
Kegunaan penelitian ini adalah sebagai bahan informasi untuk masyarakat agar
masyarakat mampu mengantisipasi terjadinya tanah longsor di kawasan tersebut.
1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat mampu memberikan
informasi mengenai kondisi daerah titik rawan longsor di wilayah Kabupaten
Aceh Besar dan dapat memberi pengetahuan tentang daerah rawan tanah longsor.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kondisi Geografis Kabupaten Aceh Besar
Keberadaan wilayah geografis Kabupaten Aceh Besar terletak antara 5,2° -
5,8° LU dan 95,0° - 95,8° BT. Kabupaten Aceh Besar terdiri dari 23 Kecamatan
dan 604 Desa. Luas wilayah Kabupaten Aceh Besar adalah 2.974,12 km2,
sebagian besar wilayahnya berada di daratan dan sebagian kecil berada di
kepulauan. Sekitar 10% desa di Kabupaten Aceh Besar merupakan desa pesisir
(Aceh Besar dalam Angka, 2015).
Gambar 2.1 Peta Administrasi Kabupaten Aceh Besar
Tabel 2.1. Batas-batas dari Kabupaten Aceh Besar
Utara Selat Malaka, Kota Sabang, dan Kota Banda Aceh
Selatan Kabupaten Aceh Jaya
Timur Kabupaten Pidie
Barat Samudera Indonesia
4
Tabel 2.2. Luas Wilayah Menurut Kecamatan
No KECAMATAN LUAS/AREA
1 Lhoong 125,00
2 Lhoknga 98,95
3 Leupung 76,00
4 Indrapuri 298,75
5 Kuta Cot Glie 231,75
6 Seulimeum 487,26
7 Kota Jantho 274,04
8 Lembah Seulawah 307,85
9 Mesjid Raya 110,38
10 Darussalam 77,66
11 Baitussalam 36,52
12 Kuta Baro 83,81
13 Montasik 94,10
14 Blang Bintang 70,51
15 Ingin Jaya 73,68
16 Krueng Barona Jaya 9,06
17 Sukamakmur 98,51
18 Kuta Malaka 43,54
19 Simpang Tiga 54,95
20 Darul Imarah 32,95
21 Darul Kamal 16,20
22 Peukan Bada 31,90
23 Pulo Aceh 240,75
Sumber : Badan Pusat Statistik, Aceh Besar dalam Angka (2015)
5
2.2 Sistem Informasi Geografis
Aronoff (1989), SIG adalah sebuah sistem berbasis komputer yang
memiliki atau kemampuan dalam menangani data bereferensi geografi yaitu
pemasukan data, manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan kembali),
manipulasi dan analisis data, serta keluaran sebagai hasil akhir (output). Hasil
akhir (output) dapat dijadikan petunjuk atau acuan dalam pengambilan keputusan
pada masalah yang berhubungan dengan geografi.
ESRI (1990), mengartikan SIG adalah kumpulan yang terorganisasi
dari perangkat keras komputer, perangkat lunak, data geografi yang dirancang
secara efisien untuk memperoleh, menyimpan, memperbarui, memanipulasi,
menganalisis, dan menampilkan semua bentuk informasi yang bereferensi
geografi.
Charter (2008), mendefinisikan SIG sebagai sistem yang dirancang untuk
bekerja dengan data yang di referensi secara spasial atau koordinat-koordinat
geografis. SIG memiliki kemampuan untuk melakukan pengolahan data dan
melakukan operasi-operasi tertentu dengan menampilkan dan menganalisis data.
Sistem informasi geografi terbagi dalam 6 komponen utama yaitu:
1. Manusia: Manusia merupakan komponen terpenting dalam SIG.
Manusialah perencana dan pengguna dari SIG dan manusia
bisa mengatasi kekurangan dari komponen SIG lain.
2. Data: Data yang penting dalam SIG mengandung data geografis
dan data atribut. Ketersediaan dan keakuratan data
mempengaruhi hasil analisis.
3. Hardware: Perangkat keras yang digunakan pengguna untuk
berinteraksi langsung dalam melakukan proses SIG,
seperti komputer, digitizer, plotter dan lainnya.
Kemampuan perangkat keras mempengaruhi kecepatan
dalam proses dan jenis output yang tersedia.
6
4. Software : Komponen ini tidak hanya mencakup software SIG, tetapi
termasuk software database, statistik, pencitraan dan
lainnya.
5. Metode : Analisis SIG yang baik membutuhkan metode yang benar
untuk mendapatkan hasil yang memuaskan.
6. Network : Jaringan memungkinkan komunikasi yang cepat dalam
berbagi informasi digital.
2.3 Gerakan Tanah
Menurut Anwar (2003), Gerakan tanah adalah fenomena alam untuk
mencapai kondisi baru akibat gangguan keseimbangan lereng yang terjadi, baik
secara alamiah maupun akibat ulah manusia.
Gerakan tanah akan terjadi pada lereng, jika ada keadaan tidak seimbang
yang menyebabkan terjadinya proses mekanisme, mengakibatkan sebagian dari
lereng bergerak mengikuti gaya gravitasi, dan setelah terjadi tanah longsor lereng
akan seimbang atau stabil kembali. Jadi tanah longsor merupakan gerakan massa
tanah atau berbatuan yang menuruni lereng mengikuti gaya gravitasi akibat
terganggunya kestabilan lereng (ESDM, 2005).
“Proses terjadinya gerakan tanah melibatkan interaksi yang kompleks
antara aspek geologi, geomorfologi, hidrologi, curah hujan dan tata guna lahan.
Pengetahuan tentang kontribusi masing-masing faktor tersebut pada kejadian
gerakan tanah sangat diperlukan dalam menentukan daerah-daerah rawan longsor
berdasarkan jenis gerakan tanahnya” (ESDM, 2005).
7
2.4 Tanah Longsor
Tanah longsor adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa
berbatuan, bahan rombakan, tanah, atau material campuran tersebut, bergerak ke
bawah atau keluar lereng. Proses terjadinya tanah longsor dapat dijelaskan sebagai
berikut: air yang meresap ke dalam tanah bisa menambah bobot tanah. Jika air
tersebut menembus sampai tanah kedap air yang berperan sebagai bidang gelincir,
maka tanah menjadi licin dan tanah pelapukan di atasnya bergerak mengikuti
lereng (ESDM, 2005).
Analisis longsor didasarkan pada beberapa faktor yang menyebabkan
terjadinya ke longsoran. Beberapa faktor tersebut menurut Subagio (2008) adalah:
Geologi: meliputi sifat fisik batuan, sifat keteknikan batuan, batu/tanah
pelapukan, susunan dan kedudukan batuan, dan struktur geologi
Morfologi: aspek yang diperhatikan adalah kemiringan lereng dan
permukaan lahan
Curah hujan: meliputi intensitas dan lama hujan
Penggunaan lahan: meliputi pengolahan lahan dan vegetasi
Kegempaan: meliputi intensitas gempa
Tanah longsor adalah proses perpindahan massa tanah atau batuan dengan
arah miring dari kedudukan awal akibat adanya gaya gravitasi. Pada beberapa
wilayah di Indonesia mempunyai tingkat longsoran yang sangat tinggi
dibandingkan dengan wilayah negara-negara di Asia Tenggara lainnya. Tanah
longsor merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah dan batuan yang
mempunyai kecepatan gerak bervariasi dari lambat hingga sangat cepat. Tanah
longsor dengan gerakan lambat dikenal dengan perayapan. Tanah longsor
dengan kecepatan gerak sedang hingga sangat cepat dibedakan menjadi 3 bagian
utama, yaitu jatuhan, longsoran tanah/batuan, dan merosot (Sutikno, 2002).
8
2.5 Jenis – Jenis Tanah Longsor
“Longsoran merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan,
ataupun campuran keduanya yang menuruni atau keluar lereng akibat dari
terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng. Faktor-faktor yang
mengakibatkan terjadinya proses longsoran itu sendiri ada yang berasal dari
faktor-faktor gangguan kestabilan lereng, dan ada yang berasal dari proses pemicu
longsoran” (Subagio 2008, dalam Anwar 2012).
Ada enam jenis tanah longsor, yaitu: longsoran translasi, longsoran rotasi,
pergerakan blok, runtuhan batu, perayapan tanah, dan aliran bahan rombakan.
Dari keenam longsor tersebut, jenis longsor translasi dan rotasi paling banyak
terjadi di Indonesia. Hal ini dikarenakan tingkat pelapukan batuan yang tinggi,
sehingga tanah yang terbentuk cukup tebal. Sedangkan longsor yang paling
banyak menelan korban harta, benda dan jiwa manusia adalah aliran bahan
rombakan. Hal ini dikarenakan longsor jenis aliran bahan rombakan ini dapat
menempuh jarak yang cukup jauh yaitu bisa mencapai ratusan bahkan ribuan
meter, terutama pada daerah-daerah aliran sungai. Kecepatan longsor jenis ini
sangat dipengaruhi oleh kemiringan lereng, volume dan tekanan air, serta jenis
materialnya (Subowo, 2003).
Tabel 2.3. Jenis - jenis Tanah Longsor
No Jenis
Longsoran
Sketsa Keterangan
1
Longsoran
Translasi
Longsoran
Translasi adalah
bergeraknya massa
tanah dan batuan
pada bidang
gelincir berbentuk
rata atau
menggelombang
landai.
2
Longsoran
Rotasi
Longsoran rotasi
adalah bergeraknya
massa tanah dan batuan pada bidang
gelincir berbentuk
cekung.
9
3
Pergerakan
Blok
Pergerakan blok
adalah bergeraknya
batuan pada bidang
gelincir berbentuk
rata. Longsoran ini
disebut longsoran
translasi blok batu.
4
Runtuhan
Batu
Runtuhan batu
adalah runtuhnya
sejumlah batuan
besar atau material
lain bergerak ke
bawah dengan cara
jatuh bebas.
umumnya terjadi
pada lereng yang
terjal hingga
menggantung.
5
Rayapan
Tanah
Rayapan tanah
adalah jenis
gerakan tanah yang
bergerak lambat.
Jenis gerakan tanah
ini hampir tidak
dapat dikenal.
Rayapan tanah ini
bisa menyebabkan
tiang telepon,
pohon, dan rumah
miring.
6
Aliran Bahan
Rombakan
Gerakan tanah ini
terjadi karena
massa tanah
bergerak didorong
oleh air. Kecepatan
aliran dipengaruhi
kemiringan lereng
dan tekanan air,
serta jenis
materialnya.
Sumber : Subowo (2003)
10
2.6 Lahan
Istilah lahan atau land dapat didefinisikan sebagai wilayah di permukaan
bumi yang mencakup semua komponen biosfer yang dapat dianggap tetap atau
bersifat siklus yang berada di atas dan di bawah wilayah tersebut, termasuk
atmosfer, tanah, batuan induk, relief, hidrologi, tumbuhan dan hewan, serta segala
akibat yang ditimbulkan oleh aktivitas manusia di masa lalu dan sekarang yang
semuanya itu berpengaruh terhadap penggunaan lahan oleh manusia pada saat
sekarang dan di masa mendatang (Brinkman dan Smyth, 1973; dan FAO, 1976).
2.7 Lereng
Menurut Kartasapoetra (1990), lahan yang mempunyai kemiringan dapat
lebih mudah terganggu atau rusak, lebih-lebih bila derajat kemiringannya besar.
Tanah yang mempunyai kemiringan >15% dengan curah hujan yang tinggi dapat
mengakibatkan tanah longsor.
Lereng yang semakin curam dan semakin panjang akan meningkatkan
kecepatan aliran permukaan dan volume air permukaan semakin besar, sehingga
benda yang bisa diangkut akan lebih banyak (Martono, 2004).
2.8 Overlay
Metode tumpang susun atau yang biasa disebut overlay merupakan salah
satu SIG dalam melakukan analisis spasial. Pada metode tersebut dilakukan
tumpang tindih pada beberapa data atau lebih untuk mendapatkan data grafis baru
yang memiliki pemetaan gabungan dari beberapa data grafis dengan cara tumpang
tindihkan. Metode overlay adalah sistem informasi dalam bentuk grafis yang
dibuat dari beberapa penggabungan data peta yang memiliki informasi/database
yang spesifik. overlay peta dilakukan dengan menggunakan 2 jenis peta yang
berbeda secara teknis disebutkan harus ada polygon yang terbentuk dari 2 jenis
peta yang di overlay (Dede Sugandi, 2009).
11
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Aceh Besar mulai dari bulan Januari
2016 hingga September 2016. Penelitian ini hanya dilakukan di Laboratorium
Sistem Informasi Geografis dan Data Spasial Jurusan Informatika, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Universitas Syiah Kuala
Banda Aceh. Berikut Nama-nama Kecamatan di Aceh Besar yang akan diteliti :
Lhoong, Lhoknga, Leupung, Indrapuri, Kuta Cot Glie, Seulimeum, Lembah
Selawah, Mesjid Raya, Darussalam, Baitussalam, Kuta Baro, Montasik, Blang
Bintang, Ingin Jaya, Krueng Barona Jaya, Sukamakmur, Kuta Malaka, simpang
Tiga, Darul Imarah, Darul Kamal, Peukan Bada, dan Pulo Aceh.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat laptop yang
dilengkapi dengan perangkat lunak ArcGIS dengan sistem operasi Windows 7.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Peta penggunaan lahan (shp)
2. Peta kemiringan lereng (DEM dan shp)
3. Peta curah hujan (shp)
4. Peta ketinggian lahan (shp)
5. Peta jenis tanah (shp)
Data–data ini diperoleh dari Laboratorium Sistem Informasi Geografis dan
Data Spasial Jurusan Informatika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam (FMIPA), Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Laboratorium UPTD –
PDGA Bappeda Provinsi. Aceh dan BMKG Indrapuri, Aceh Besar.
12
3.3 Diagram Alir Penelitian
Mulai
Pengumpulan Data :
1. Peta penggunaan lahan (Shp)
2. Peta kemiringan lereng (DEM,Shp)
3. Peta curah hujan (Shp)
4. Peta ketinggian lahan (Shp)
5. Peta jenis tanah (Shp)
Scoring
Overlaying
Peta Longsor
Selesai
Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian
Diagram alir pembuatan peta longsor di Kabupaten
Aceh Besar
13
3.4 Klasifikasi Parameter Longsor dan Pemberian Nilai
Dalam melakukan analisis daerah rawan tanah longsor, diperlukan
beberapa parameter yang dijadikan landasan. Berikut adalah klasifikasi dan nilai
yang digunakan dalam melakukan analisis daerah rawan tanah longsor. Klasifikasi
adalah pembagian kelas dari masing-masing peta digital berdasarkan pengaruhnya
terhadap potensi terjadinya tanah longsor. Nilai yang diberikan kepada setiap
kelas berdasarkan pengaruh dari kelas tersebut terhadap terjadinya tanah longsor.
Tabel 3.1. Parameter rawan longsor dan nilai
Sumber : Nugroho, (2009)
No. Parameter Kelas Nilai
1. Kemiringan
Lereng
Datar, kemiringan 0-8% 1
Landai, berombak sampai bergelombang,
kemiringan 8-15% 2
Agak curam, berbukit, kemiringan 15-25% 3
Curam s/d sangat curam, kemiringan 25-40% 4
Sangat curam s/d terjal, kemiringan>40% 5
2. Ketinggian
Lahan
Hutan dataran rendah 0-1.000 mdpl (Meter dari
permukaan laut) 1
Hutan dataran tinggi 1.000-2.000 mdpl 2
Hutan pegunungan >2.000 mdpl 3
3. Jenis Tanah
Aluvial 1
Mediteran, brown forest, non carlic brown 2
Andosol 3
Litosol 4
4. Penggunaan
Lahan
Tubuh air 1
Hutan 2
Kebun 3
Tegalan, Sawah, Pemukiman 4
5. Curah Hujan
Curah Hujan < 1.000 mm/tahun 1
Curah Hujan 1.000-1.500 mm/tahun 2
Curah Hujan 1.500-2.000 mm/tahun 3
Curah Hujan 2.000-2.500 mm/tahun 4
Curah Hujan >2.500 mm/tahun 5
14
3.5 Kelas Kerawanan Longsor
Berdasarkan tingkat kerawanan longsor, penelitian kali ini ditentukan
sebanyak 3 kelas, yakni rendah, sedang dan tinggi. Untuk menentukan kelas
digunakan nilai interval sebagai berikut (Heryani et al, 2014):
KI = Kmax−Kmin
N
Dimana,
KI = Kelas Interval.
Kmax = Nilai kerawanan terbesar
Kmin = Nilai kerawanan terkecil
N = Jumlah kelas
KI = Kmax−Kmin
N
Kmax = Curah Hujan + Kemiringan Lereng + Ketinggian Lahan +
Penggunaan Lahan + Jenis Tanah
= 5 + 5 + 3 + 4 + 4
= 21
Kmin = 1 + 1 + 1 + 1 + 1
= 5
Kl = Kmax – Kmin = 21-5 = 5,3
N 3
Berdasarkan perhitungan, diperoleh nilai kerawanan tertinggi adalah 21
dan nilai kerawanan sedang adalah 15,7. Interval nilai tiap kelas dengan jumlah
kelas 3 adalah 5,3. Nilai ini akan digunakan untuk mengelompokkan atau
reklasifikasi hasil overlay parameter tingkat kerawanan longsor ke dalam kelas
rendah, sedang, dan tinggi. Klasifikasi tingkat kerawanan longsor berdasarkan
jumlah kelas yang telah ditentukan disajikan dalam Tabel 3.2.
Tabel 3.2. Klasifikasi Tingkat Kerawanan Longsor
NO Nilai Kerawanan (K) Tingkat Kerawanan Longsor
1. <10,4 Rendah
2. 10,4 – 15,7 Sedang
3. 15,7 – 21 Tinggi
15
3.6. Metode Penelitian
3.6.1 Pengumpulan Data
Dalam melakukan penelitian ini tentunya untuk langkah awal yang harus
dilakukan adalah mengumpulkan semua alat dan bahan yang akan digunakan
seperti peta penggunaan lahan, kemiringan lereng, peta curah hujan, peta
ketinggian lahan, dan peta jenis tanah yang diperoleh dari Laboratorium Sistem
Informasi Geografis dan Data Spasial Jurusan Informatika Universitas Syiah
Kuala Banda Aceh, Laboratorium UPTD – PDGA Bappeda Provinsi. Aceh dan
BMKG Indrapuri, Aceh Besar.
3.6.2 Pengolahan Data
Pengolahan data ini menggunakan Software ArcGIS dan Microsoft Excel.
Data-data yang diperlukan berupa: peta penggunaan lahan, peta kemiringan
lereng, peta curah hujan, peta geologi berupa penyebaran batuan, dan jenis tanah
masing-masing dalam format digital yaitu Digital Elevation Model (DEM) dan
extension shp. Langkah kerja dengan menggunakan data-data tersebut yaitu
dilakukan pembobotan dan skor dari masing-masing parameter peta. Tahap
selanjutnya dilakukan tumpang tindih (overlay) dari peta longsor dengan
kemiringan lereng, dan peta longsor dengan penggunaan lahan serta dilakukan
analisis.
3.6.3 Studi Lapangan
Berdasarkan data yang di dapat dari (Aceh Besar dalam Angka, 2015)
longsor di Kabupaten Aceh Besar paling banyak terjadi di Kecamatan Lhoong,
Leupung, Seulimum, dan masjid raya. Penyebab terjadinya longsor di beberapa
Kecamatan tersebut adalah adanya Perubahan bentuk lereng, Gempa bumi, dan
Intensitas hujan yang tinggi, namun untuk kasus longsor Leupung dan Lhoong
dan kasus-kasus longsor lain di Indonesia, penyebab paling utama adalah
Intensitas hujan yang tinggi dan perubahan bentuk lereng.
16
3.7. Langkah Kerja Analisis
Langkah-langkah kerja yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
membuat peta-peta tematik dari tiap parameter dan melakukan overlay kelima
peta tematik tersebut sehingga diperoleh hasil akhir berupa peta zona kawasan
longsor di Kabupaten Aceh Besar. Terdapat lima parameter zona kawasan rawan
longsor yang digunakan pada penelitian ini yaitu curah hujan, kemiringan lereng,
ketinggian lahan, jenis tanah dan penggunaan lahan. Tiap kelas pada masing-
masing parameter tersebut diberikan skor sesuai dengan pengaruhnya terhadap
bencana longsor. Di samping itu, tiap-tiap kelas tersebut juga dihitung luasnya.
Luas dihitung berdasarkan resolusi pixel, yaitu 1 pixel = 30 m, atau dengan kata
lain 1 pixel = 900m2, sehingga luas diperoleh dengan cara mengalikan jumlah
pixel (count) dengan 900m2. Selanjutnya, untuk mengubah luasnya ke dalam
satuan Hektar, maka hasil tersebut dibagi dengan 10.000, dikarenakan 1 Ha =
10.000m2
3.7.1. Peta Curah Hujan
Data curah hujan yang digunakan pada penelitian ini merupakan data
curah hujan tahunan yang meliputi jumlah curah hujan dan bulan, dalam rentang
tahun 2010 – 2014. Data ini merupakan data curah hujan stasiun-stasiun penakar
curah hujan yang berada di Kabupaten Aceh Besar dan sekitarnya, yaitu Jantho,
Seulimeum, Darussalam, Kuta Malaka, Montasik dan Mata Ie.
Data curah hujan tersebut dihitung rata-ratanya per stasiun. Selanjutnya
data tersebut di interpolasikan menggunakan ArcMap. Interpolasi yang digunakan
adalah interpelasi IDW (Inverse Distance Weighted), yang terdapat di dalam
ArcMap; Arctoolbox -> Spatial Analyst Tools -> Interpolation. Setelah diperoleh
peta interpolasi, selanjutnya peta tersebut diklasifikasikan (reclassify) serta
dihitung luasnya untuk masing-masing kelas.
17
3.7.2. Peta Kemiringan Lereng dan Ketinggian Lahan
Peta kemiringan lereng dan peta ketinggian lahan diperoleh dari
penurunan peta DEM. DEM (Digital Elevation Model) yang digunakan pada
penelitian ini adalah DEM SRTM 30m, yang artinya DEM ini memiliki resolusi 1
pixel = 30 m. Dikarenakan DEM sudah merupakan data ketinggian lahan atau
elevasi, jadi peta ketinggian lahan diperoleh hanya dengan melakukan klasifikasi
terhadap data DEM tersebut. Selanjutnya tiap-tiap kelas parameter ketinggian
lahan ditentukan skor dan dihitung luasnya.
Sedikit berbeda dengan peta ketinggian lahan yang hanya diperoleh
dengan mengklasifikasikan data DEM, peta kemiringan lereng diperoleh dengan
melakukan analisis slope. Analisis ini dilakukan oleh aplikasi ArcMap yaitu
melalui ArcToolbox -> spatial analyst -> surface -> slope. Hasilnya juga akan
ditentukan skor serta dihitung luas untuk masing-masing kelasnya.
3.7.3. Peta Jenis Tanah dan Penggunaan Lahan
Peta jenis tanah dan penggunaan lahan telah diperoleh sebagai data yang
lengkap dalam bentuk shapefile. Oleh karena untuk melakukan overlay weighted
sum harus menggunakan peta raster, maka kedua peta tersebut hanya dilakukan
konversi, yaitu konversi dari data/peta shapefile menjadi data raster. Sama seperti
yang lainnya, kedua peta ini ditentukan skor dan luasnya untuk masing-masing
kelas yang terdapat dalam atribut peta jenis tanah dan penggunaan lahan.
3.7.4. Overlay
Setelah semua peta tematik parameter dibuat, selanjutnya kelima peta
tersebut dilakukan overlay. overlay yang digunakan adalah overlay weighted sum,
yang merupakan tool yang terdapat di ArcMap; ArcToolBox -> spatial analyst ->
overlay -> weighted sum. Untuk melakukan overlay ini, semua peta tematik
parameter harus sudah disediakan dalam bentuk raster dan masing-masingnya
telah memiliki skor untuk masing-masing kelasnya.
18
Peta Curah Hujan
Peta Ketinggian Lahan
Peta Kemiringan Lereng
Peta Jenis Tanah
Peta Penggunaan Lahan
Overlay Weighted Sum
(Perhitungan Skor dan Bobot)
Peta Tingkat
Kerawanan Longsor
Overlay Weighted Sum adalah overlay penjumlahan skor dan bobot.
Dalam hal ini, perhitungan dilakukan oleh sistem secara menyeluruh per pixel,
dengan menggunakan tool Weighted Sum tersebut. Artinya, setiap pixel dihitung
nilai kerawanannya dengan melakukan penjumlahan nilai skor dan bobot pada
pixel tersebut.
Overlay Weighted Sum memiliki cara kerja sesuai dengan persamaan
berikut.
∑( )
Keterangan:
K = Nilai Kerawanan
Wi = Bobot untuk parameter ke-i
Xi = Skor kelas parameter ke-i
(Suhardiman, 2012)
Hasil overlay menunjukkan bahwa daerah rawan longsor memiliki nilai
kerawanan yang tinggi, sebaliknya daerah yang tidak rawan longsor memiliki
nilai kerawanan yang rendah. Setelah hasil overlay diperoleh, selanjutnya
dilakukan klasifikasi sesuai dengan tabel 3.2.
Gambar 3.2. Skema Overlay
19
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kabupaten Aceh Besar
Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi
Aceh. Kabupaten Aceh Besar terletak berdampingan dengan Kota Banda Aceh,
Kabupaten Pidie dan Kabupaten Aceh Jaya. Jumlah kecamatan yang termasuk di
dalam Kabupaten Aceh Besar adalah dua puluh tiga kecamatan.
Tabel 4.1. Administrasi Kabupaten Aceh Besar
No. Kabupaten Aceh Besar
Kecamatan Luas (Ha) Luas (%)
1. Pulo Aceh 7.813,08 2.71
2. Kota Jantho 59.262,75 20.56
3. Lembah Seulawah 31.958,46 11.09
4. Darul Imarah 2.433,42 0.84
5. Krueng Barona Jaya 694,98 0.24
6. Seulimeum 40.339,53 14.00
7. Darussalam 3.843,18 1.33
8. Baitussalam 2.005,47 0.70
9. Peukan Bada 3.514,86 1.22
10. Kuta Baro 6.072,57 2.11
11. Blang Bintang 4.174,56 1.45
12. Montasik 5.973,93 2.07
13. Ingin Jaya 2.469,51 0.86
14. Sukamakmur 4.345,38 1.51
15. Kuta Malaka 2.281,95 0.79
16. Simpang Tiga 2.766,87 0.96
17. Darul Kamal 2.297,88 0.80
18. Lhok Nga' 8.713,44 3.02
19. Indrapuri 19.703,97 6.84
20. Kuta Cot Glie 33.219,27 11.53
21. Leupung 16.755,66 5.81
22. Mesjid Raya 12.828,96 4.45
23. Lhoong 14.734,89 5.11
20
Gambar 4.1. Peta Administrasi Kabupaten Aceh Besar
4.2. Parameter Kerawanan Longsor
Pada penelitian ini digunakan lima jenis parameter untuk melakukan
analisis pemetaan kawasan rawan longsor di Kabupaten Aceh Besar. Parameter -
parameter yang dikaji antara lain curah hujan, kemiringan lereng, ketinggian
lahan, jenis tanah dan penggunaan lahan. Setiap parameter tersebut dilakukan
analisis dan dibuat peta tematiknya. Selain itu, setiap kelas untuk masing-masing
parameter dihitung luasnya. Luas ini dihitung berdasarkan perhitungan bahwa tiap
peta parameter memiliki resolusi 1 pixel = 30 meter, sehingga 1 pixel memiliki
luas 30 meter x 30 meter = 900 meter2. Oleh karena itu, tiap luas masing-masing
kelas dihitung berdasarkan jumlah pixel dikalikan 900 dan kemudian dibagi
dengan 10.000 (1 Ha = 10.000m2).
4.2.1. Curah Hujan Kabupaten Aceh Besar
Parameter curah hujan dibagi menjadi lima kelas berdasarkan intensitas
curah hujan yaitu sangat kering (curah hujan <1.000 mm/tahun), kering (curah
hujan 1.000-1.500 mm/tahun), lembab (curah hujan 1.500-2.000 mm/tahun),
21
basah (curah hujan 2.000-2.500 mm/tahun) dan sangat basah (curah hujan >2.500
mm/tahun). Curah hujan ini diperoleh dengan cara melakukan analisis Interpolasi
IDW (inverse distance weighted) intensitas curah hujan rata-rata per tahun stasiun-
stasiun curah hujan tertentu yang dipetakan ke dalam Kabupaten Aceh Besar.
Gambar 4.2. Peta Curah Hujan Kabupaten Aceh Besar
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa curah hujan di Kabupaten Aceh
Besar hanya masuk ke dalam dua kelas, yaitu 1.000 – 1.500 mm/tahun dan 1.500
– 2.000 mm/tahun, seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.2. Menurut hasil dari
perhitungan luas, kelas dengan curah hujan 1.000 – 1.500 mm/tahun memiliki luas
72.604,53 Ha atau 25,19% dari luas Kabupaten Aceh Besar. Sedangkan kelas
dengan curah hujan 1.500 – 2.000 mm/tahun memiliki luas 215.600,04 Ha atau
74,81%.
22
Tabel 4.2. Intensitas Curah Hujan Kabupaten Aceh Besar
No
.
Curah Hujan (mm/tahun) Luas (Ha) Luas (%)
1. <1.000 - -
2. 1.000 – 1.500 72.604,53 25,19
3. 1.500 – 2.000 215.600,04 74,81
4. 2.000 – 2.500 - -
5. >2.500 - -
4.2.2. Kemiringan Lereng Kabupaten Aceh Besar
Parameter kemiringan lereng dibagi atas lima kelas, yaitu kelas datar
(kemiringan 0% – 8%), kelas landai, berombak sampai bergelombang
(kemiringan 8 – 15%), kelas agak curam, berbukit (kemiringan 15 – 25%), kelas
curam – sangat curam (kemiringan 25% - 40%) serta kelas sangat curam – terjal
(kemiringan >40%). Hasil perhitungan luas untuk kelas datar adalah 72.554,49
Ha, kelas landai, berombak sampai bergelombang adalah 44.408,61 Ha, kelas
agak curam, berbukit adalah 45.257,13 Ha, kelas curam – sangat curam adalah
50.166 dan kelas sangat curam – terjal adalah 59.444,73 Ha. Dari luas tersebut,
dapat dihitung persentase masing-masing kelas secara berurutan adalah 26,69%,
16,34%, 16,65%, 18,45% dan 21,87%.
Gambar 4.3. Peta Kemiringan Lereng
23
Tabel 4.3. Kemiringan Lereng Kabupaten Aceh Besar
No. Kelas Kemiringan
Lereng
Luas
(Ha)
Luas
(%) 1. Datar 0 – 8% 72.554,49 26,69
2. Landai, berombak sampai
bergelombang 8 – 15% 44.408,61 16,34
3. Agak curam, berbukit 15 – 25% 45.257,13 16,65
4. Curam s/d sangat curam 25 – 40% 50.166 18,45
5. Sangat curam s/d terjal >40% 59.444,73 21,87
4.2.3. Ketinggian Lahan (Elevasi) Kabupaten Aceh Besar
Ketinggian lahan pada penelitian ini dibagi ke dalam tiga kelas, yaitu kelas
hutan dataran rendah, dengan ketinggian 0 – 1.000 mdpl, kelas hutan dataran
tinggi dengan ketinggian 1.000 – 2.000 mdpl dan kelas hutan pegunungan yaitu
kelas untuk ketinggian lahan lebih besar dari 2.000 mdpl.
Gambar 4.4. Peta Ketinggian Lahan (Elevasi) Kabupaten Aceh Besar
24
Dari hasil analisis, diperoleh bahwa 90,36% dari luas Kabupaten Aceh
Besar termasuk dalam kategori kelas hutan dataran rendah atau daerah dengan
ketinggian lahan 0 – 1.000 mdpl, yaitu seluas 245.638,71 Ha. Kelas hutan dataran
tinggi dengan ketinggian 1.000 – 2.000 mdpl di Kabupaten Aceh Besar meliputi
daerah seluas 26.108,19 Ha atau sebesar 9,60% dari luas total Kabupaten Aceh
Besar. Sedangkan kelas hutan pegunungan dengan ketinggian lahan lebih besar
dari 2.000 mdpl hanya memiliki persentase 0,03% dari luas Kabupaten Aceh
Besar atau seluas 84,06 Ha.
Tabel 4.4. Ketinggian Lahan Kabupaten Aceh Besar
No. Kelas Ketinggian Luas (Ha) Luas (%)
1. Hutan dataran rendah 0 – 1.000 mdpl 24.5638,71 90,36
2. Hutan dataran tinggi 1.000 – 2.000 mdpl 26.108,19 9,60
3. Hutan pegunungan >2.000 mdpl 84,06 0,03
4.2.4. Jenis Tanah Kabupaten Aceh Besar
Jenis tanah Kabupaten Aceh Besar dalam penelitian ini dibagi menjadi
empat kelas, antara lain jenis tanah aluvial, jenis tanah mediteran, brown forest,
non carlic brown, jenis tanah andosol dan jenis tanah litosol.
Gambar 4.5. Peta Jenis Tanah Kabupaten Aceh Besar
25
Dari hasil analisis diperoleh bahwa Kabupaten Aceh Besar tidak memiliki
jenis tanah andosol. Jenis tanah di Kabupaten Aceh Besar hanya termasuk ke
dalam tiga kelas, yaitu litosol, aluvial, dan mediteran, brown forest, non carlic
brown. Masing-masing luas untuk ketiga kelas tersebut antara lain 75.032,01 Ha,
39.963,15 Ha dan 173.209,41 Ha, dengan masing-masing persentase luas terhadap
luas total Kabupaten Aceh Besar yaitu 26,03%, 13,87% dan 60,10%. Dari angka –
angka tersebut dapat dilihat dan diambil kesimpulan bahwa Kabupaten Aceh
Besar didominasi oleh jenis tanah mediteran, brown forest, non carlic brown.
Tabel 4.5. Jenis Tanah Kabupaten Aceh Besar
No. Kelas Jenis Tanah Luas (Ha) Luas (%)
1. Aluvial 39.963,15 13,87
2. Mediteran, brown forest, non carlic
Brown 173.209,41
60,10
3. Andosol - -
4. Litosol 75.032,01 26,03
4.2.5. Penggunaan Lahan Kabupaten Aceh Besar
Pembagian kelas penggunaan lahan pada penelitian ini dibagi atas empat
kelas, yaitu kelas tubuh air, hutan, kebun dan tegalan, sawah, pemukiman.
Penggunaan lahan kelas hutan di Kabupaten Aceh Besar yang diperoleh dalam
penelitian ini memiliki luas 216.354,42 Ha, atau 75,21% dari luas Kabupaten
Aceh Besar. Dengan kata lain, penggunaan lahan hutan sangat mendominasi di
Kabupaten Aceh Besar. Penggunaan lahan selanjutnya adalah kebun, yang
memiliki luas 47.137,77 Ha atau sebesar 16,39% dari total luas Kabupaten Aceh
Besar. Penggunaan lahan tegalan, sawah, pemukiman memiliki luas 22.311,27 Ha
atau 7,76%. Luasan paling kecil adalah tubuh air, yaitu hanya 0,65% dari luas
Kabupaten Aceh Besar, atau 1.873,89 Ha.
26
Gambar 4.6. Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Aceh Besar
Tabel 4.6. Penggunaan Lahan Kabupaten Aceh Besar
No. Penggunaan Lahan Luas (Ha) Luas (%)
1. Hutan 216.354,42 75,21
2. Kebun 47.137,77 16,39
3. Tegalan, Sawah, Pemukiman 22.311,27 7,76
4. Tubuh Air 1.873,89 0,65
4.3. Tingkat Kerawanan Longsor Kabupaten Aceh Besar
Tingkat kerawanan longsor Kabupaten Aceh Besar yang dihasilkan pada
penelitian ini diperoleh dengan cara melakukan overlay lima parameter zona
tingkat kerawanan longsor. Kelima parameter tersebut adalah curah hujan,
kemiringan lereng, ketinggian lahan, jenis tanah dan penggunaan lahan. Dalam
penelitian ini, overlay yang digunakan adalah overlay weighted sum. overlay
weighted sum ialah overlay penjumlahan skor dan bobot.
Dalam penggunaan overlay weighted sum diperlukan skor/nilai tiap
parameternya, yaitu field skor untuk masing-masing kelasnya. Selain itu
diperlukan juga untuk mengisi field weight atau bobot. Dalam penelitian ini, bobot
27
untuk tiap parameter adalah konstan atau sama, yaitu satu. Dengan kata lain,
perhitungan tingkat kerawanan pada penelitian ini lebih memfokuskan pada
penggunaan nilai skor yang telah ditentukan sebelumnya untuk masing-masing
kelas yang ada pada tiap parameter.
Gambar 4.7. Peta Tingkat Kerawanan Longsor Kabupaten Aceh Besar
Dari hasil penelitian, diperoleh bahwa zona kawasan tingkat kerawanan
longsor di Kabupaten Aceh Besar dibagi atas tiga kelas, yaitu kelas rendah,
sedang dan rawan. Masing-masing kelas memiliki nilai kerawanan yaitu <10,4
untuk kelas rendah, 10,4 – 15,7 untuk kelas sedang dan 15,7 – 21 untuk kelas
tinggi.
Tabel 4.7. Tingkat Kerawanan Longsor Kabupaten Aceh Besar
No. Nilai Kerawanan Tingkat Kerawanan Luas (Ha) Luas (%)
1. <10,4 Rendah 83.948,13 30,97
2. 10,4 – 15,7 Sedang 184.832,55 68,18
3. 15,7 - 21 Tinggi 2.307,24 0,85
28
Dari hasil penelitian seperti yang ditunjukkan pada tabel 4.7, kelas tingkat
kerawanan sedang adalah kelas yang memiliki luas tertinggi dibanding kedua
kelas lainnya, yaitu kelas rendah dan tinggi untuk Kabupaten Aceh Besar. Tingkat
kerawanan sedang ini memperoleh luas sebesar 184.832,55 Ha atau sebesar
68,18% dari luas total Kabupaten Aceh Besar. Tingkat kerawanan selanjutnya
adalah tingkat kerawanan rendah, yaitu diperoleh luas sebesar 83.948,13 Ha atau
30,97% dari luas Kabupaten Aceh Besar. Terakhir, tingkat kerawanan tinggi
memiliki luas paling rendah, yaitu hanya 2.307,24 Ha atau sekitar 0,85% luas total
Kabupaten Aceh Besar.
Tabel 4.8. Luas Tingkat Kerawanan Longsor Per Kecamatan
No. Kecamatan Luas (Ha)
Rendah Sedang Tinggi
1 Pulo Aceh 988,65 5.743,17 819,09
2 Kota Jantho 10.594,80 48.456,99 167,85
3 Lembah Seulawah 9.716,40 21.819,96 406,71
4 Darul Imarah 2.165,13 265,14 0
5 Krueng Barona Jaya 691,02 0,00 0
6 Seulimeum 10.842,84 28.641,33 839,25
7 Darussalam 2.132,37 1.710,00 0
8 Baitussalam 1.454,76 540,00 0
9 Peukan Bada 1.850,22 1.559,61 0
10 Kuta Baro 3.373,56 2.698,65 0
11 Blang Bintang 1.447,65 2.726,64 0
12 Montasik 2.751,21 3.222,27 0
13 Ingin Jaya 2.467,17 1,08 0
14 Sukamakmur 2.468,61 1.877,76 0
15 Kuta Malaka 1.693,35 588,78 0
16 Simpang Tiga 1.479,33 1.288,44 0
17 Darul Kamal 1.210,59 1.086,57 0
18 Lhok Nga' 4.158,54 4.492,08 0
19 Indrapuri 8.361,81 11.336,40 6,39
20 Kuta Cot Glie 11.124,63 22.077,27 0
29
21 Leupung 3.139,65 13.521,15 31,77
22 Mesjid Raya 2.522,88 10.259,46 2,07
23 Lhoong 2.359,26 12.073,68 185,76
Berdasarkan Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa kedelapan kecamatan yang
termasuk ke dalam kelas tingkat kerawanan longsor tinggi. Kedelapan kecamatan
tersebut adalah Pulo Aceh, Kota Jantho, Lembah Seulawah, Seulimeum,
Indrapuri, Leupung, Mesjid Raya dan Lhoong. Kedelapan kecamatan tersebut
yang memiliki luas kawasan dengan tingkat kerawanan tinggi terbesar adalah
Seulimeum dan Pulo Aceh, yaitu dengan masing-masing luas kawasan
kerawanannya adalah 839,25 Ha dan 819,09 Ha. Di samping itu, kecamatan yang
memiliki luas dengan tingkat kerawanan kelas sedang terbesar adalah Kota
Jantho, yaitu seluas 48.456,99 Ha.
30
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
3.6 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, maka dapat diambil
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1) Tingkat kerawanan longsor Kabupaten Aceh Besar dapat diperoleh dari
hasil analisis menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan
melakukan overlay lima parameter yaitu curah hujan, kemiringan lereng,
ketinggian lahan, jenis tanah dan penggunaan lahan.
2) Hasil overlay kelima parameter tersebut menghasilkan tingkat kerawanan
longsor di Kabupaten Aceh Besar yang dibagi atas tiga kelas yaitu rendah,
sedang dan tinggi.
3) Luas masing-masing kelas tingkat kerawanan longsor Kabupaten Aceh
Besar adalah sebagai berikut:
a) Rendah = 83.948,13 Ha (30,97%),
b) Sedang = 184.832,55 Ha (68,18%),
c) Tinggi = 2.307,24 Ha (0,85%).
4) Kecamatan di Kabupaten Aceh Besar dengan tingkat kerawanan tinggi
yang paling luas adalah Kecamatan seulimeum, pulo Aceh dan lembah
seulawah. Luas masing-masing kawasannya secara berurutan adalah
839,25 Ha, 819,09 Ha dan 406,71 Ha.
3.7 Saran
Penelitian ini telah dilakukan dengan menggunakan lima parameter zona
tingkat kerawanan longsor yaitu curah hujan, kemiringan lereng, ketinggian lahan,
jenis tanah dan penggunaan lahan. Untuk memperoleh hasil yang lebih baik,
sebaiknya penelitian selanjutnya menambahkan parameter-parameter lain yang
berhubungan. Selain menambah parameter baru, data parameter yang telah
digunakan dalam penelitian ini dilakukan pembaharuan atau dengan kata lain
menggunakan parameter yang up to date. Untuk penyajian hasil penelitian yang
31
lebih menarik dan sesuai kebutuhan user, hasil dari tingkat kerawanan longsor
bisa dibuat dalam peta interaktif atau berbasis web/android.
32
DAFTAR PUSTAKA
Aronoff, S. 1989. Geographic Information System A Management Perspective.
Ontario: W.DL Publication.
Anwar, H.Z., dan Kesumadhama, S. 1991. Konstruksi Jalan di daerah
Pegunungan tropis. Makalah Ikatan Ahli Geologi Indonesia. PIT ke-20,
hal 471-481.
Badan Pusat Statistik. 2015. Aceh Besar Dalam Angka
Brinkman, A.R. dan A.J Smyth. 1973. Land Evaluation for Rural Purposes. ILRI
Publ. No. 17 Wageningen.
Charter, D. 2008. Konsep Dasar WebGIS.
https://dennycharter.wordpress.com/2008/05/08/konsep-dasar-web-gis/.
Tanggal akses 10 Januari 2016.
Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Penataan Ruang. 2007.
Peraturan Materi Pekerjaan Umum No: 22/PRT/M/2007, Tentang
Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana.
Dede, S. 2009. Sistem Informasi Geografi. Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.
Environmental Systems Research Institute. 1990. Understanding GIS: The
ARC/INFO method. Redlands, California: ESRI, 1 v.
Energi Sumber Daya Mineral. 2005. Pengenalan Gerakan Tanah, Vulcanological
Survey of Indonesia. Energi Sumber Daya Mineral. Jakarta.
Heryani, R.. Paharuddin, Arif, Samsu. 2014. Analisis Kerawanan Banjir Berbasis
Spasial Menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP) Kabupaten
Marcos. Program Studi Geofisika, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin. Makasar.
Kartasapoetra, A. G. 1990. Kerusakan Tanah Pertanian dan Usaha Untuk
Merehabilitasinya. Bina Aksara, Jakarta.
Martono. 2004. Pengaruh Intensitas Hujan dan Kemiringan Lereng Terhadap Laju
Kehilangan Tanah Pada Tanah Regosol Kelabu. Tesis. Universitas
Diponegoro, Semarang.
33
Nugroho, J.A. Bangun Mulyo Sukojo, dan Inggit Lolita Sari. 2009. Pemetaan
Daerah Rawan Longsor dengan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi
Geografis. ITS, Surabaya.
Sadahiro, Y. 2006. Advanced Urban Analysis E. Lecture Title: - Spatial Analysis
using GIS – Associate professor of the Department of Urban. Japan:
Engineering, University of Tokyo.
Subagio, H. 2008. Model Spasial Penilaian Rawan Longsor Studi Kasus di
Trenggalek. Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional. Jakarta.
Subowo, E. 2003. Pengenalan Gerakan Tanah. Pusat Volkanologi dan Mitigasi
Bencana Geologi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral.
Bandung.
Sutikno. 2002. Sistem Informasi Penanggulangan Bencana Alam Tanah Longsor
Kabupaten Kulon Progo. Paper presented at the Simposium Nasional
Pencegahan Bencana Sedimen, Yogyakarta.
Suhadirman. 2012. Zonasi Tingkat Kerawanan Banjir Dengan Sistem Informasi
Geografis (SIG) Pada Sub DAS Walane Hilir. Program Studi Keteknikan
Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas
Hasanuddin. Makassar.
Suryolelono, K. B. 2005. Bencana Alam Tanah Longsor Perspektif Ilmu
Geoteknik. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Fakultas Teknik UGM.
UGM Press.
34
LAMPIRAN
Lampiran 1. Peta Administrasi Kabupaten Aceh Besar
35
Lampiran 2. Peta Curah Hujan Kabupaten Aceh Besar
36
Lampiran 3. Peta Kemiringan Lereng Kabupaten Aceh Besar
37
Lampiran 4. Peta Ketinggian Lahan Kabupaten Aceh Besar
38
Lampiran 5. Peta Jenis Tanah Kabupaten Aceh Besar
39
Lampiran 6. Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Aceh Besar
40
Lampiran 7. Peta Zona Kawasan Longsor Kabupaten Aceh Besar