hari/tgl - sinta universitas kristen duta...

16
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Istilah oikumene tidak terpisahkan dari istilah Gerakan Oikumene (GO). Hal ini diungkapkan oleh Eka Darmaputera bahwa pemahaman oikumene hendaknya memang menjadi suatu gerakan dalam hal ini GO, sebab gerakan berarti menandakan suatu kondisi dinamis dan dalam konteks dunia yang terus berubah. 1 Menurut Chris Hartono, konsep kesatuan gereja di Indonesia dibicarakan dalam terminologi oikumene. Kata ini berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yakni dari kata όικος yang berarti "rumah" dan μενειν yang berarti "mendiami", “menghuni” atau "tinggal", sehingga secara etimologi oikumene berarti mendiami rumah atau menghuni rumah sebagai tempat tinggal bersama 2 Lebih lanjut Chris Hartono menegaskan: “Dengan demikian maka, gerakan ekumenis berarti gerakan yang bersangkut - paut dengan ekumene, atau gerakan yang bertujuan untuk mewujudkan dan menghayati keesaan gereja-gereja. Dengan perkataan lain dapat diungkapkan bahwa gerakan ekumenis adalah usaha gereja-gereja dalam mewujudkan keesaannya di dunia ini supaya hakekatnya yang asasi itu, yakni selaku gereja Kristus yang esa itu, dapat dihayati dan dinampakkan dengan jelas!” 3 Menurut Pilon, oikumene dapat dipahami sebagai: Gereja-gereja yang bersama-sama bergumul sampai mencapai keesaan Injili dan yang terlihat melalui sikapnya, kegiatannya dan aktifitasnya mau membuktikan keesaan yang asasi ini di dalam dunia dan pada konteks masa kini. 4 Dari pemahaman GO yang disampaikan oleh kedua tokoh di atas, nampak bahwa GO adalah upaya yang dilakukan oleh gereja-gereja dalam mewujudkan 1 Eka Darmaputera, Berbeda Tapi Bersatu: Bacaan Praktis untuk pimpinan dan warga jemaat mengenai Oikoumene (Jakarta: BPK GM, 1974) p.35. 2 Chris Hartono, Pemaknaan Oikoumene: Perkembangan Pemaknaan Oikoumene dalam Tradisi (Yogyakarta: Tidak diterbitkan, 2009) p.1 3 Chris Hartono, Gerakan Ekumenis di Indonesia (Yogyakarta: PPIP UKDW,1984) p.2. 4 P.K. Pilon, Ut Omnes Unum Sint : Oikumenika, bagian sejarah (Jakarta: BPK GM, 1973) p.13. ©UKDW

Upload: dinhdien

Post on 03-Mar-2018

246 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Hari/Tgl - SInTA Universitas Kristen Duta Wacanasinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50100277/a22b... · konsep kesatuan gereja di Indonesia dibicarakan dalam terminologi

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah

Istilah oikumene tidak terpisahkan dari istilah Gerakan Oikumene (GO). Hal ini

diungkapkan oleh Eka Darmaputera bahwa pemahaman oikumene hendaknya memang

menjadi suatu gerakan dalam hal ini GO, sebab gerakan berarti menandakan suatu

kondisi dinamis dan dalam konteks dunia yang terus berubah.1 Menurut Chris Hartono,

konsep kesatuan gereja di Indonesia dibicarakan dalam terminologi oikumene. Kata ini

berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yakni dari kata όικος yang berarti "rumah"

dan μενειν yang berarti "mendiami", “menghuni” atau "tinggal", sehingga secara

etimologi oikumene berarti mendiami rumah atau menghuni rumah sebagai tempat

tinggal bersama2 Lebih lanjut Chris Hartono menegaskan:

“Dengan demikian maka, gerakan ekumenis berarti gerakan yang bersangkut-

paut dengan ekumene, atau gerakan yang bertujuan untuk mewujudkan dan

menghayati keesaan gereja-gereja. Dengan perkataan lain dapat diungkapkan

bahwa gerakan ekumenis adalah usaha gereja-gereja dalam mewujudkan

keesaannya di dunia ini supaya hakekatnya yang asasi itu, yakni selaku gereja

Kristus yang esa itu, dapat dihayati dan dinampakkan dengan jelas!”3

Menurut Pilon, oikumene dapat dipahami sebagai:

Gereja-gereja yang bersama-sama bergumul sampai mencapai keesaan Injili dan

yang terlihat melalui sikapnya, kegiatannya dan aktifitasnya mau membuktikan

keesaan yang asasi ini di dalam dunia dan pada konteks masa kini.4

Dari pemahaman GO yang disampaikan oleh kedua tokoh di atas, nampak

bahwa GO adalah upaya yang dilakukan oleh gereja-gereja dalam mewujudkan

1Eka Darmaputera, Berbeda Tapi Bersatu: Bacaan Praktis untuk pimpinan dan warga jemaat mengenai

Oikoumene (Jakarta: BPK GM, 1974) p.35. 2Chris Hartono, Pemaknaan Oikoumene: Perkembangan Pemaknaan Oikoumene dalam Tradisi

(Yogyakarta: Tidak diterbitkan, 2009) p.1 3Chris Hartono, Gerakan Ekumenis di Indonesia (Yogyakarta: PPIP UKDW,1984) p.2.

4P.K. Pilon, Ut Omnes Unum Sint : Oikumenika, bagian sejarah (Jakarta: BPK GM, 1973) p.13.

©UKDW

Page 2: Hari/Tgl - SInTA Universitas Kristen Duta Wacanasinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50100277/a22b... · konsep kesatuan gereja di Indonesia dibicarakan dalam terminologi

2

kesatuannya, namun tidak dalam arti sempit hanya berkutat pada persoalan gereja. GO

berkembang lebih luas menjadi wider ecumenism5 yang turut ambil bagian dalam

persoalan di dunia, yang menyangkut kemanusiaan dan juga alam semesta.

Senada dengan pandangan kedua tokoh di atas mengenai GO, badan-badan

oikumenis seperti WCC (World Council of Churches), CCA (Christian Conference of

Asia) dan PGI (Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia) juga mengupayakan GO yang

luas, bukan hanya berkutat pada persoalan internal atau di dalam gereja saja. Melainkan

juga berkembang dan menyangkut persoalan eksternal gereja, misalnya seperti masalah

kemajemukan agama, budaya, sosial–kemanusiaan, kemiskinan dan lingkungan-alam

semesta. Setelah penulis menjadi dosen yang mengampu mata kuliah oikumenika,

penulis mulai mendalami seluk-beluk GO yang luas secara lebih intensif yakni dengan

menggali banyak sumber pustaka mengenai GO.6

1. GO menurut WCC

Dalam Sidang Raya WCC ke-VI pada tahun 1983 di Vancouver Canada, gereja-

gereja telah memperhatikan secara khusus masalah ketidakadilan, perang, dan

penghancuran lingkungan hidup sebagai akibat dari keserakahan dan kerakusan umat

manusia sebagai upaya gereja dalam mewujudkan GO, maka berangkat dari hal itu

sidang telah mengusulkan agar gereja-gereja mengambil bagian dalam proses konsilier

untuk keadilan, perdamaian, dan keutuhan ciptaan (Dalam bahasa Inggris : Justice,

Peace, and the Integrity of Creation disingkat menjadi JPIC).7 Hal tersebut juga

5Hope S. Antone, “Introduction” dalam Idem, Living In Oikumene (Hongkong: CCA, 2003) p.5. bdk pula

dengan pandangan Chris Hartono mengenai pemhahaman GO dalam tradisi baru gereja yaitu GO yang

berkaitan dengan konteksnya di dunia masa kini. Lih. Chris Hartono, Pemaknaan Oikoumene, p.3. 6Rujukan pustaka yang penulis gunakan tentang GO berasal buku atau artikel yang diterbitkan oleh

badan-badan oikumenis dunia seperti WCC (World Council of Churches), CCA (Christian Conference of

Asia) dan PGI (Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia). 7Christiaan de Jonge, Menuju Keesaan Gereja, p.189. bdk pula dengan ulasan Jan S. Aritonang mengenai

upaya JPIC WCC yang kemudian diikuti oleh DGI/PGI dengan membentuk komisi maupun Kelompok

Kerja Keadilan, Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan (KPKC). Tema JPIC juga secara konsisten dibahas

dalam Dokumen Keesaan Gereja, yang mulai dibahas dalam Lima Dokumen Keesaan gereja sejak tahun

1984. Jan S. Aritonang, “Perkembangan Pemikiran Teologis di Indonesia, 1960-1990-an dalam Ferdinand

©UKDW

Page 3: Hari/Tgl - SInTA Universitas Kristen Duta Wacanasinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50100277/a22b... · konsep kesatuan gereja di Indonesia dibicarakan dalam terminologi

3

didukung oleh E.G. Singgih, yang mengungkapkan bahwa salah satu model gereja yang

cocok dengan konteks Asia-Pasifik termasuk di Indonesia adalah model gereja yang

oikumenis.8

E.G. Singgih menyatakan bahwa pergumulan eklesiologis tersebut tidak lepas

dari pergumulan WCC yang mempunyai pengaruh besar di dalam pandangan gereja-

gereja Asia-Pasifik. Program yang digumulkan sebagai gereja yang oikumenis adalah

persoalan JPIC (yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi

Keadilan,Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan).

a. Keadilan

Persoalan kemiskinan adalah konteks yang nyata di Indonesia. Hal ini bisa terjadi juga

karena masalah struktur yang tidak adil sehingga membuat orang sulit untuk keluar dari

belenggu kemiskinan. Selain itu persoalan keadilan juga menyangkut persoalan peran

wanita, pemuda-remaja dan anak-anak dalam gereja. Bahkan dalam WCC juga

dibicarakan keadilan bagi para penyandang cacat. Gereja yang oikumenis adalah gereja

yang berbicara tentang keadilan dan persoalan-persoalan sosial yang demikian.

b. Perdamaian

Gereja tidak boleh hanya diam terhadap setiap konflik yang terjadi maupun gejala-

gejala kekerasan yang marak terjadi di masyarakat. Gereja harus bisa menjadi teladan

dalam menciptakan shalom. Perdamaian harus menjadi life style gereja yang

dibudayakan. Salah satu caranya misalnya dengan berbicara di surat kabar atau media

lainnya tentang sikap anti kekerasan dalam segala aspek, termasuk dalam mengajarkan

ajaran gereja, tidak dengan paksaan atau dengan ancaman.

c. Keutuhan Ciptaan

Suleeman,et.al (Ed), Bergumul Dalam Pengharapan: Buku Penghargaan Untuk Pdt. Dr. Eka

Darmaputera (Jakarta: BPK GM, 1999) p.271. 8Emanuel Gerrit Singgih, Berteologi Dalam Konteks (Yogyakarta: Kanisius, 2000) pp. 222-228. Bdk.

dengan pemahaman oikumene PGI pada saat menerbitkan buku peringatan di ulang tahun emas yang ke

50. Karel Ph. Erari, Kepala BALITBANG PGI, “Pengantar” dalam Jan S. Aritonang (ed), 50 Tahun PGI:

Gereja Di Abad 21, Konsoliasi Untuk Keadilan Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan (Jakarta:

BALITBANG PGI, 2000) p.i.

©UKDW

Page 4: Hari/Tgl - SInTA Universitas Kristen Duta Wacanasinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50100277/a22b... · konsep kesatuan gereja di Indonesia dibicarakan dalam terminologi

4

Kecenderungan gereja adalah hanya berfokus pada manusianya. Padahal alam dan

lingkungan adalah bagian integral dari kehidupan manusia itu sendiri. Baik manusia

maupun alam adalah ciptaan Allah. Kesadaran terhadap pelestarian alam dan

lingkungan perlu menjadi perhatian gereja yang berwawasan oikumenis dengan praksis

yang berorientasi pada pemeliharaan alam.

WCC, kembali menegaskan upayanya dalam mewujudkan GO yang memberi

perhatian besar pada persoalan kemanusiaan (rakyat) dan lingkungan hidup (bumi). Hal

itu berangkat dari Sidang Raya WCC ke- VIII di Harare pada tahun 1998 hingga SR

WCC ke- IX di Porto Alegre pada tahun 2006 yang menghasilkan dokumen AGAPE

(Alternative Globalization Addressing Peoples and Earth). Penekanannya adalah sama

seperti persoalan JPIC yakni, bagaimana gereja turut berperan serta dan menaruh

kepedulian besar pada persoalan kemiskinan dan kerusakan lingkungan hidup yang

parah.9

2. GO menurut CCA

Badan oikumenis yang berangkat dari realitas konteks Asia adalah CCA, yang secara

konsisten memperjuangkan kehidupan bersama antar gereja guna menjawab tantangan di Asia

yang meliputi kebudayaan, pluralisme agama, kemiskinan, keadilan dan juga peran perempuan

dan anak-anak yang kerap terpinggirkan serta lingkungan. Dalam hal ini CCA memahami

oikumene secara lebih luas dan berangkat dari konteks Asia yang khas tersebut, yang dipandang

sebagai upaya oikumenis.

CCA mempunyai misi yang holistis sebagai dasar mereka dalam mewujudkan

Gerakan Oikumene, hal itu dinyatakan dalam pengakuan misi mereka sebagai misi

Allah, yakni : kami mewartakan, membagikan dan menghidupkan kabar baik tentang

kehidupan sepenuhnya bagi semua anak yang berada dalam rumah tangga Allah.

Kami juga mengakui bahwa rumah tangga Allah adalah seluruh dunia yang didiami

9Tim JPIC-WCC Jenewa 2006, Alternative Globalization Addressing Peoples and Earth (AGAPE) : A

Background Document (Jakarta: PMK HKBP, 2008) pp.1-3.

©UKDW

Page 5: Hari/Tgl - SInTA Universitas Kristen Duta Wacanasinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50100277/a22b... · konsep kesatuan gereja di Indonesia dibicarakan dalam terminologi

5

(oikoumene). Maka, semua bangsa, tanpa membedakan mereka berdasarkan ras,

warna kulit, keyakinan dan iman, telah merupakan anggota dari rumah tangga itu.

Semua anggota itu dianugerahi dengan gambar Allah dalam diri mereka, tanpa

memperhatikan apakah mereka mengakui akan hal itu atau tidak. Oleh karena itu,

misi harus holistis - ialah memperhatikan kebutuhan-kebutuhan seseorang

seluruhnya; mengakui gambar ilahi di dalam mereka; melawan kekuatan-kekuatan

yang mengubah bentuk gambar ilahi itu dan menolong bahwa gambar ilahi itu dapat

berkembang atau berbunga sepenuhnya.10

Fokus pemaknaan GO yang diangkat oleh CCA terasa pas dan kontekstual dengan

kondisi Asia pada umumnya dan juga di Indonesia secara khusus.11

Ahn Jae Wong, sekretaris

umum dari CCA memiliki pandangan oikumenis yang disebutnya sebagai “New

Ecumenism” yang menjadi tema simposium internasional CCA tahun 2002 di Hongkong. Ia

menjelaskan:

Saya menekankan gerakan oikumene dalam arti yang luas, yang tercakup dalam tiga

kata kunci utama yakni theo-ecumenics, eco-ecumenics dan geo- ecumenics. Melalui

theo-ecumenics, saya maksudkan bahwa misi gerakan oikumene ditekankan dalam

misi Allah sebagai sumber utama, pencipta, pelindung dan pembebas dunia, lalu

melalui eco-ecumenics, saya maksudkan bahwa misi gerakan oikumene haruslah

yang ramah terhadap lingkungan, dan mencakup seluruh alam semesta sebagai

ciptaan Allah dan pada akhirnya melalui geo-ecumenics, saya maksudkan bahwa

gerakan oikumene haruslah kontekstual dalam hal ini bagi konteks Asia hal itu

mencakup kemajemukan agama, budaya, ras, bahasa, masyarakat, kepercayaan dan

warna kulit yang beranekaragam harus dijaga dan diberdayakan agar dapat

berkembang.12

Selain itu, kata kunci bagi GO di Asia adalah konsep teologi misi tentang missio

Dei atau misi Allah di muka bumi. Dunia ini adalah merupakan tempat yang kudus di

mana Allah bekerja di dalamnya (diistilahkan dengan This-Worldly Holiness). Dengan

demikian, GO Asia, memiliki keterikatan dan hubungan antara Allah dan dunia yang

menyangkut kemajemukan masyarakat, budaya, agama-agama dan kehidupan sosial-

10

Hope S. Antone “Editorial: Special Edition on Holistic Mission in The Context of Asian Plirality”

dalam Hope S. Antone (ed), CTC Bulletin, Vol. XXIV, Nos. 1-2, April-Agustus 2008 (Thailand: CCA,

2008) p. i. 11

Yap Kim Hao, From Prapat to Colombo, History of the Christian Conference of Asia (Hongkong:

CCA, 1995) pp.74-79. 12

Ahn Jae Woong, “The God Who Matters” dalam Hope S. Antone (ed), Living In Oikumene (Hongkong:

CCA, 2003) p.13.

©UKDW

Page 6: Hari/Tgl - SInTA Universitas Kristen Duta Wacanasinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50100277/a22b... · konsep kesatuan gereja di Indonesia dibicarakan dalam terminologi

6

politik sebagai landasan atau motif berteologi. Hal ini ditegaskan oleh para teolog Asia

seperti M. M Thomas dan C. S. Song.13

3. GO menurut PGI

Di Indonesia, salah satu badan oikumenis yang mendukung upaya mewujudkan

GO, yang juga merupakan anggota dari WCC dan CCA adalah PGI. PGI berdiri pada

tanggal 30 Mei 1950, dan beranggotakan gereja-gereja dari denominasi yang beragam.14

Bagi PGI pemaknaan oikumene terus berkembang, bukan hanya menekankan

gerakan keesaan gereja saja di tengah pluralisme kekristenan (interdenominasi gereja)

sendiri, melainkan juga mengembangkan hubungan dengan umat beragama lain (lintas

agama) dalam konteks masyarakat majemuk.15

Solidaritas di tengah masyarakat

majemuk menjadi visi-misi terbaru PGI tahun 2009-2014.16

PGI pun memahami GO

bukan lagi sebatas persoalan gerejawi tetapi juga persoalan sosial-kemanusiaan yang

penekanannya pada segi action atau praksis.17

Bagi PGI, oikumene pada hakekatnya

adalah :

13

Ken Christoph Miyamoto, God’s Mission in Asia: A Comparative and Contextual Study of This-Worldly

Holines and the Theology of Missio Dei in M.M Thomas and C.S Song : American Society of Misiology

Monograph Series (Eugene: Pickwick Publications, 2007) pp.70-80. 14

J.M. Pattiasina dan Weinata Sairin (Ed), Gerakan Oikumene: Tegar Mekar di Bumi Pancasila: Buku

Peringatan 40 Tahun PGI (Jakarta: BPK GM, 1997) pp. 405-406. 15

Christiaan de Jonge, Menuju Keesaan Gereja: Sejarah, Dokumen-Dokumen dan Tema-Tema Gerakan

Oikumenis (Jakarta: BPK GM, 1993) p. 84. Bdk dengan Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI),

Dalam Kemantapan Kebersamaan Menapaki Dekade Penuh Harapan (Lima Dokumen Keesaan

Gereja)(Jakarta: BPK GM, 1991) p.15. Lima dokumen keesaan gereja (LDKG) dan dokumen keesaan

gereja (DKG) sebagai arah dan landasan pemahaman gerakan Oikumene yang diusahakan PGI. 16

PGI, Dokumen Keesaan Gereja Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (DKG PGI : Keputusan

Sidang Raya XV PGI, Mamasa, Sulawesi Barat 19-23 November 2009 (Jakarta: PGI, 2010) p.39. 17

Lih. Kata Pengantar dari Majelis Pekerja Harian–PGI, dalam PGI, Dokumen Keesaan Gereja

Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (DKG-PGI) : Keputusan Sidang Raya XIV PGI, Wisma Kinasih,

29 Nopember-5 Desember 2004 (Jakarta: BPK GM, 2006) p.x. Bdk dengan O’ Collins SJ & Edward G.

SJ, Kamus Teologi (Yogyakarta: Kanisius, 1996) p.260. Praksis berarti kegiatan kritik diri yang tidak

puas hanya berhenti pada mempertahankan kebenaran secara teoritis, dengan kata lain berpraksis

merupakan tindakan gereja secara konkrit dalam meresponi persoalan-persoalan aktual berdasarkan

teologi yang diyakininya. Jadi, dari teologi menuju pada suatu sikap/tindakan konkrit. Bdk pula dengan

Gerben Heitink, Teologi Praktis: Pastoral dalam Era Modernitas-Postmodernitas (Yogyakarta: Kanisius,

2002) pp. 191-195. Bagian ini menerangkan bidang-bidang aksi dari teologi praktis yang disebut 'praksis

iman Kristiani dalam masyarakat modern' (p. 191). Praksis iman ini tidak lagi bertumpu pada Gereja

melainkan umat (pribadi-pribadi beriman) untuk menjadi 'garam dunia'. Dalam Teologi praktis menurut

Heitink antara pemahaman dan tindakan, keduanya adalah 'kesatuan ilmu pengetahuan tindakan' (p.

192).Dengan sederhana, hubungan antara teori dan praktek oleh Heitink disatukan dengan kata-kata kerja:

©UKDW

Page 7: Hari/Tgl - SInTA Universitas Kristen Duta Wacanasinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50100277/a22b... · konsep kesatuan gereja di Indonesia dibicarakan dalam terminologi

7

Usaha gereja-gereja dalam mewujudkan keesaannya di dunia ini supaya

hakekatnya yang asasi itu, yakni selaku gereja Kristus yang esa itu, dapat

dihayati dan dinampakkan dengan jelas. Usaha-usaha oikumenis yang

dilakukan bermuara pada usaha-usaha gereja sendiri karena masalah usaha

dan gerakan oikumenis tidak dapat dipisahkan dari gereja.18

Penulis tertarik meneliti mengenai GO, tidak hanya dari perspektif pendeta

selaku pemimpin jemaat saja, tetapi juga dari perspektif jemaat (non pendeta). Mengapa

perlu meneliti jemaat? Menurut penulis, jemaat adalah bagian substantif (inti) dari

gereja. Meneliti jemaat merupakan suatu upaya mewujudnyatakan berteologi secara

kontekstual, sebab teologinya berasal dari bawah, yang dikembangkan berdasarkan apa

yang hidup dalam jemaat (menurut hemat penulis dapat dikatakan sebagai teologi

berdasarkan praksis yang hidup dalam jemaat). Jemaat adalah teolog primer, sementara

para teolog ilmiah adalah teolog sekunder yang membantu teolog primer.19

Selain itu, PGI sebagai badan oikumenis di Indonesia menghimbau gereja-gereja

anggotanya agar mensosialisasikan pemahaman dan praksis GO hingga di level jemaat.

PGI menghendaki agar GO tidak hanya menjadi gerakan elit namun menjadi gerakan

yang menyentuh hingga level jemaat sehingga GO dapat sungguh-sungguh diupayakan

oleh seluruh gereja-gereja di Indonesia.20

Diharapkan agar GO bisa hidup tidak hanya di

kalangan para elit gereja seperti pendeta saja, tetapi juga hidup dalam konteks jemaat

biasa tanpa terkecuali.

Penulis memilih gereja yang akan penulis teliti yakni GKJ Gondokusuman

Yogyakarta (selanjutnya disebut GKJ Gondokusuman), dengan beberapa alasan sebagai

berikut :

'merayakan, belajar, melayani dan membagi' (p. 195). Semua kata kerja ini menunjuk pada praksis yang

didalamnya mencakup baik teori maupun praktek. 18

Christiaan de Jonge, Menuju Keesaan Gereja, p.2. 19

J.B Banawiratma, “Kata Pengantar” dalam John Mansford Prior, Meneliti Jemaat: Pedoman Riset

Partisipatoris (Jakarta: Grasindo, 1997) p.x. 20

PGI, DKG 2000 (Jakarta: PGI, 2000) p.3.

©UKDW

Page 8: Hari/Tgl - SInTA Universitas Kristen Duta Wacanasinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50100277/a22b... · konsep kesatuan gereja di Indonesia dibicarakan dalam terminologi

8

1. Untuk menunjukkan relasi oikumenis. Penulis berasal dari Gereja Kalimantan

Evangelis (GKE) Palangka Raya, yang berlatar belakang budaya Dayak dan penulis

memilih untuk berjemaat sementara, selama masa studi penulis, di GKJ Gondokusuman

yang merupakan gereja berlatar belakang budaya Jawa, meskipun keduanya bisa

digolongkan sealiran yakni gereja mainstream.

2. GKJ Gondokusuman dikukuhkan dan diresmikan sebagai gereja dewasa pada tanggal

23 Nopember 1913.21

pada tanggal 23 Nopember 2013 yang akan datang, genap berusia

100 tahun (satu abad). Dilihat dari segi usia, GKJ Gondokusuman adalah salah satu

gereja tertua yang ada di Yogyakarta.

3. GKJ Gondokusuman melalui sinode GKJ merupakan salah satu gereja yang

mencetuskan berdirinya PGI pada tahun 1950 (pada waktu itu bernama Dewan Gereja-

gereja di Indonesia yang disingkat DGI) yang merupakan badan oikumenis di

Indonesia.22

Dengan demikian GO bukanlah istilah yang asing atau baru bagi GKJ.

Menarik untuk melihat dan meneliti pemahaman dan praksis GO-nya kini (tahun 2011

sampai dengan tahun 2012), baik di kalangan pendeta maupun jemaat secara khusus di

lingkungan GKJ Gondokusuman sebagai bagian dari sinode GKJ.

4. Dalam konteks masyarakat, kota Yogyakarta sebagai lokasi berdirinya GKJ

Gondokusuman terdiri dari masyarakat yang majemuk. Sejak tahun 1900, penduduk

Yogyakarta semakin berkembang, pada saat itu, muncul nama-nama kampung

berdasarkan etnis warganya. Misalnya kampung Kranggan yang didominasi etnis

Tionghoa, kampung Sayidan yang dihuni oleh etnis Arab, kampung Menduran yang

ditinggali orang-orang Madura, kampung Bugisan yang warganya berasal dari Bugis,

sementara orang-orang Eropa yang menetap di Yogyakarta banyak tinggal di daerah

21

Majelis Jemaat GKJ Sawokembar Gondokusuman, 75 tahun Jemaat Kristen Jawa Sawokembar

Gondokusuman Yogyakarta (Yogyakarta: MJ GKJ Sawokembar Gondokusuman,1988) p.33. 22

Fridolin Ukur, “ Menapaki Masa Depan Bersama : Suatu Tinjauan Historis”, dalam J.M. Pattiasina dan

Weinata Sairin (Ed), Gerakan Oikumene: Tegar Mekar di Bumi Pancasila: Buku Peringatan 40 Tahun

PGI (Jakarta: BPK GM, 1997) pp.20-21.

©UKDW

Page 9: Hari/Tgl - SInTA Universitas Kristen Duta Wacanasinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50100277/a22b... · konsep kesatuan gereja di Indonesia dibicarakan dalam terminologi

9

Loji Kecil, Kota Baru, dan Sagan.23

Jemaat GKJ Gondokusuman juga merupakan

jemaat yang plural, misalnya para mahasiswa yang bergereja di GKJ Gondokusuman

berasal dari daerah-daerah di seluruh Indonesia, sehingga jemaat GKJ Gondokusuman

bukan hanya terdiri dari suku Jawa saja, tetapi juga terdiri dari suku non-Jawa misalnya

suku Batak, Nias, Dayak, Manado dan sebagainya.

5. Yogyakarta merupakan suatu pusat yang penting bagi GKJ karena di sana terdapat

pusat pelayanan persekolahan, kesehatan dan pendidikan termasuk pendidikan teologi.

GKJ mencoba untuk memperluas panggilan pelayanannya ke luar yakni berpartisipasi

dalam lingkup masyarakat. Melalui pelayanan kesehatan dan pendidikan yang

menyokong panggilan hidup bergereja, GKJ mencoba untuk mewujudkan pelayanan

gereja yang lebih luas. Pelayanan gereja yang keluar ini juga didasarkan pada

pandangan GKJ tentang gereja sebagai organisme yang melakukan Pekabaran Injil (PI)

yakni mendatangkan damai sejahtera dalam konteks di mana pun gereja berada.24

6. GKJ Gondokusuman melalui sinode GKJ merupakan anggota dari badan-badan

oikumenis seperti WCC (World Council of Churces), CCA (Christian Conference of

Asia) serta PGI yang telah mengupayakan GO sebagai suatu gerakan dalam lingkup

pemahaman dan praksis.25

7. Dukungan terhadap upaya mewujudkan GO juga nampak dalam upaya sinode GKJ

yang menggunakan tema dari Sidang Raya WCC ke-10 di Busan pada tahun 2013

mendatang yakni, “Allah kehidupan, tuntunlah kami dalam kebenaran dan keadilan”

sebagai tema persidangan sinode GKJ di Sragen, 11-13 September 2012 dan di

Karanganyar, 13-17 Nopember 2012. Tema tersebut mengajak gereja untuk

berpartisipasi dan terlibat dalam seluruh kehidupan di dunia. Dalam konteks Asia, tema

23

Imam Subkhan, City Of Tolerance: Hiruk Pikuk Wacana Pluralisme di Yogya (Yogyakarta: Kanisius,

2007) pp.56-57. 24

Hadi Purnomo dan M. Suprihadi Sastrosupono (Ed) , GKJ : Gereja-gereja Kristen Jawa Benih yang

Tumbuh dan berkembang di Tanah Jawa (Yogyakarta: TPK, 1988) p.113. 25

PGI bekerja sama dengan CCA menggelar program bersama, yakni kursus (pelatihan) Nasional

Ekumenis Asia (Basic Ecumenical Course) yang diselenggarakan di Yogyakarta pada tanggal 2-15 Mei

2011. Lihat Lampiran I: Wawancara Pendeta I, hal.1.

©UKDW

Page 10: Hari/Tgl - SInTA Universitas Kristen Duta Wacanasinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50100277/a22b... · konsep kesatuan gereja di Indonesia dibicarakan dalam terminologi

10

tersebut juga dipandang relevan karena bersentuhan langsung dengan masalah gender

justice, economic justice, dan pentingnya menghidupi kebersamaan di tengah

kepelbagaian suku, agama dan kepercayaan.26

8. Mulai pertengahan tahun 2009 hingga sekarang, dalam warta jemaat GKJ

Gondokusuman, tercantum visi dan misi gereja yang yakni:

VISI: GKJ Gondokusuman menjadi gereja yang bertumbuh dalam Kristus untuk

mewartakan dan mewujudkan damai sejahtera bagi warga gereja dan masyarakat

melalui semua aspek kehidupan untuk menghadapi perubahan zaman.

MISI: GKJ Gondokusuman membangun kebersamaan dan menumbuh kembangkan

solidaritas dalam masyarakat majemuk berdasarkan nilai-nilai kebenaran Alkitab untuk

melaksanakan kesaksian dan pemeliharaan iman berdasarkan nilai-nilai kasih,

kebersamaan, keadilan dan integritas.

Pengungkapan visi-misi tersebut menunjukkan upaya GKJ Gondokusuman menjadi

gereja yang berakar dan tumbuh dalam konteks masyarakat dan jemaat di mana ia

berada yang juga bernuansa oikumenis dilihat dari pemahaman dan praksis WCC, CCA

dan PGI.27

Berangkat dari kenyataan di atas, penulis tertarik untuk mengetahui dan

mengkaji pemahaman dan praksis GO GKJ Gondokusuman. Hal ini selain berdasarkan

sejarah GKJ yang mendukung GO melalui badan-badan oikumenis seperti PGI, CCA

dan WCC, juga karena diperhadapkan pada kenyataan konteks GKJ Gondokusuman

Yogyakarta dan konteks dunia yang global, yang dipenuhi oleh persoalan-persoalan

yang kompleks seperti kemajemukan agama dan budaya, kemiskinan, perang,

diskriminasi, serta kerusakan lingkungan yang tidak bisa dihadapi sendirian oleh

masing-masing gereja.28

Gereja membutuhkan seluruh komponen masyarakat luas, yang

26

Lihat Lampiran I: Wawancara Pendeta I, no 1.6, hal.2. Tercantum pula dalam website GKJ@

http://www.gkj.or.id diakses pada tanggal 20 Nopember 2012. 27

Lihat Lampiran I: Wawancara Pendeta I, no 5.7, hal.14. 28

Biro Penelitian dan Komunikasi PGI, Perbandingan Potret Diri Antar Gereja: Tantangan dan

©UKDW

Page 11: Hari/Tgl - SInTA Universitas Kristen Duta Wacanasinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50100277/a22b... · konsep kesatuan gereja di Indonesia dibicarakan dalam terminologi

11

dalam hal ini memiliki kenyataan majemuk. Gereja dipanggil untuk menempatkan diri

sebagai gereja yang tidak hanya menghidupi gereja setempat namun juga menghidupi

gereja sedunia dimana kesatuan dipahami sebagai kesatuan yang bergerak sampai ke

ujung bumi melalui kepelbagaian kontekstual.29

Dengan demikian penulis akan meneliti pemahaman dan praksis GO para pendeta

dan jemaat GKJ Gondokusuman Yogyakarta. Hal ini relevan, sebab GKJ Gondokusuman

hidup dalam konteks kemiskinan dan juga kemajemukan budaya maupun agama.30

I.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pendeta dan jemaat GKJ Gondokusuman memahami GO?

2. Bagaimana praksis GO pendeta dan jemaat GKJ Gondokusuman diwujudnyatakan?

3. Apakah ada kesenjangan antara pemahaman dan praksis GO yang dilakukan pendeta

dengan jemaat GKJ Gondokusuman? Bila ya/tidak, mengapa?

I.3. Batasan Masalah

Masalah yang hendak dikaji adalah persoalan pemahaman dan praksis GO GKJ

Gondokusuman Yogyakarta. GKJ Gondokusuman Yogyakarta diwakili oleh para

pendeta dan sebagian dari jemaat. Selanjutnya akan dibandingkan pemahaman dan

praksis GO di antara para pendeta dan jemaat GKJ Gondokusuman guna melihat

persamaan dan kesenjangannya (perbedaannya) lalu mencari tahu faktor-faktor

penyebab kesenjangan tersebut. Kajian teologis dilakukan dengan mengacu pada

pemahaman dan praksis GO badan oikumenis di Asia yakni CCA dan PGI.

Tanggapan (Jakarta: PGI, 2010) pp.204-216. Persoalan-persoalan di atas ditemukan oleh Tim Penelitian

Biro LitKom-PGI melalui penelitian pada tahun 2010, yang dirangkum dalam tiga tantangan eksternal

gereja yakni persoalan relasi dengan agama lain, hubungan dengan pemerintah, serta persoalan sosial-

ekonomi dan politik yang menjadi tantangan dan konteks yang dihadapi oleh GKJ. 29

L.A.Hoedemaker, “Keesaan Dan Kemandirian: Soal Identitas Gereja dalam Zaman Oikumenis”, dalam

Eka Darmaputera (Ed), Konteks Berteologi di Indonesia : Buku Penghormatan untuk HUT ke-70 Prof.

Dr. P.D. Latuihamallo (Jakarta: BPK GM, 2004) p.327. 30

Biro Penelitian dan Komunikasi PGI, Perbandingan Potret Diri Antar Gereja, p.106. bdk dengan

Lampiran II: Wawancara Pendeta II, no 3.4, hal.22. dan no 5.7, hal.26.

©UKDW

Page 12: Hari/Tgl - SInTA Universitas Kristen Duta Wacanasinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50100277/a22b... · konsep kesatuan gereja di Indonesia dibicarakan dalam terminologi

12

I.4. Judul Pembahasan

I.4.1. Judul

TINJAUAN TEOLOGIS TERHADAP PEMAHAMAN DAN PRAKSIS

GERAKAN OIKUMENE GEREJA KRISTEN JAWA (GKJ)

GONDOKUSUMAN YOGYAKARTA

I.4.2. Alasasan Pemilihan Judul

1. Menarik, sebab meneliti dan meninjau secara teologis, sejauh mana pemahaman dan

praksis GO GKJ Gondokusuman Yogyakarta dipahami dan diwujudnyatakan secara

konkrit oleh para pendeta dan jemaat.

2. Aktual, sebab penelitian tentang GO penting untuk terus-menerus dilakukan

mengingat perkembangan yang dinamis dari GO itu sendiri yang hingga saat ini (tahun

2012) terus dikembangkan oleh badan-badan oikumenis dunia seperti WCC, CCA dan

PGI yang memperjuangkan GO. Sementara itu, GKJ Gondokusuman Yogyakarta adalah

salah satu anggota dari badan-badan oikumenis tersebut yang ikut ambil bagian dalam

mendukung dan menghidupi GO.

3. Bermanfaat, sebab penelitian ini pada akhirnya dapat menjadi contoh dan inspirasi

bagi gereja-gereja dalam memahami dan mewujudkan GO yang luas dan sesuai

dengan konteksnya, apalagi dalam konteks globalisasi dan masyarakat yang majemuk,

serta mendorong gereja mengambil sikap oikumenis dalam kehidupan bergerejawi dan

bermasyarakat.

I.5. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pemahaman GO para pendeta dan jemaat GKJ Gondokusuman

Yogyakarta

2. Mengetahui praksis GO para pendeta dan jemaat GKJ Gondokusuman Yogyakarta

©UKDW

Page 13: Hari/Tgl - SInTA Universitas Kristen Duta Wacanasinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50100277/a22b... · konsep kesatuan gereja di Indonesia dibicarakan dalam terminologi

13

3. Mengetahui sejauh mana terjadi kesenjangan pemahaman dan praksis GO di antara

para pendeta dan jemaat GKJ Gondokusuman Yogyakarta serta faktor-faktor yang

menyebabkan kesenjangan itu.

4. Tesis ini juga bertujuan untuk memperkaya diskursus mengenai GO yang diupayakan

oleh gereja-gereja di Indonesia secara khusus oleh GKJ Gondokusuman Yogyakarta

selaku anggota badan-badan oikumenis seperti WCC, CCA dan PGI

I.6 Metodologi

I.6.1. Metode Penulisan

Tesis ini ditulis secara deskriptif-analitis, yakni melalui penggambaran secara

menyeluruh guna memaparkan fakta-fakta yang ada, serta untuk menguraikan data

secara jelas dan seobyektif mungkin, kemudian menganalisa data tersebut secara kritis.

I.6.2. Metode Pengumpulan Data

Cara pengumpulan data meliputi:

1. Penelitian literatur, yakni dengan meneliti literatur untuk mendapatkan kerangka

teoritis tentang GO.

2. Penelitian lapangan dengan menggunakan pendekatan kualitatif, yakni pendekatan

yang menyiratkan penekanan pada proses dan makna yang tidak secara ketat diukur dari

segi jumlah, intensitas, dan frekuensinya, melainkan menekankan realitas secara sosial,

hubungan antara peneliti dan yang diteliti dan pembahasan situasional yang membentuk

penelitian.31

Pendekatan kualitatif dilakukan untuk mencari tahu pemahaman dan

praksis GO GKJ Gondokusuman yakni dengan teknik wawancara yang dilakukan pada

subjek penelitian, yakni:

31

Andreas B. Soebagyo, Pengantar Riset Kualitatif dan Kuantitatif (Bandung: Yayasan Kalam Hidup,

2004) p. 62.

©UKDW

Page 14: Hari/Tgl - SInTA Universitas Kristen Duta Wacanasinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50100277/a22b... · konsep kesatuan gereja di Indonesia dibicarakan dalam terminologi

14

a. Pendeta (istilah pendeta dalam konteks ini, berlaku jamak atau sama dengan para

pendeta). Pendeta GKJ Gondokusuman yang berjumlah 6 orang, terdiri dari 1 orang

perempuan dan 5 orang laki-laki dengan rentang usia, lamanya pelayanan dan

pengalaman selaku pendeta yang bervariasi. Dalam hal ini, terdapat dua orang di

antaranya yang aktif dalam GO di PGI, yakni sebagai Ketua PGI Wilayah dan ketua

PGI kota Yogyakarta, satu orang pendeta yang aktif sebagai kader oikumenis dan

menjadi utusan Sinode GKJ sebagai kader oikumenis, satu orang lagi yang diutus

sebagai pendeta Rumah Sakit di RS. Bethesda Yogyakarta, satu orang pendeta diutus

sebagai dosen di STAK (Sekolah Tinggi Agama Kristen) Marturia milik GKJ.

b. Jemaat (istilah jemaat dalam konteks ini merujuk atau sama dengan warga

gereja/anggota jemaat. Istilah jemaat juga merujuk pada majelis gereja (non-pendeta),

pengurus wilayah, pengurus komisi dan anggota jemaat biasa baik itu laki-laki dan

perempuan). Mengingat keterbatasan yang ada, yakni tidak mungkin bisa meneliti

seluruh jemaat GKJ Gondokusuman yang berjumlah ribuan, maka penulis mengambil

sampel sebagian kecil jemaat saja, yakni jemaat GKJ Gondokusuman yang berada di

wilayah II (wilayah Reksonegaran) dari delapan belas wilayah jemaat yang ada.

Pemilihan jemaat di wilayah II dilakukan dengan pertimbangan bahwa jemaat tersebut

memiliki kegiatan-kegiatan di luar Ibadah Minggu yang cukup beragam yakni ibadah

komisi, PA dan Paduan suara Jemaat yang diikuti rutin. Letak geografis wilayah II di

pusat kota yang memungkinkan jemaat berinteraksi dengan kondisi plural yang dinamis

serta konteks masyarakat yang mayoritas beragama Islam. Lalu kondisi kemiskinan dan

persoalan lingkungan yang menjadi bagian integral di wilayah tersebut. Jemaat GKJ

Gondokusuman yang diwawancarai berjumlah 10 orang. Selain itu sebagai alat

pendukung wawancara, digunakan kuesioner.32

Kuesioner dibagikan kepada 45 orang

32

L.J. Moleong, “Dasar Penelitian Kualitatif: Perbedaan Antara Penelitian Kualitatif Dan Kuantitatif”

dalam Pusat Pastoral Yogyakarta, Seri Pastoral 393 bidang Pembangunan Jemaat (Yogyakarta: Puskat,

2007) p.28.

©UKDW

Page 15: Hari/Tgl - SInTA Universitas Kristen Duta Wacanasinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50100277/a22b... · konsep kesatuan gereja di Indonesia dibicarakan dalam terminologi

15

jemaat, yang mana 10 orang jemaat yang penulis wawancarai juga termasuk dalam 45

orang jemaat yang mengisi kuesioner.

I.7. Sistematika Penulisan

BAB I. PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang masalah, serta pokok masalah yang menjadi

rumusan masalah dan batasan masalah yang akan dikaji, kemudian dilanjutkan dengan

judul penulisan dan alasan pemilihan judul, tujuan penelitian, dan penjelasan mengenai

metodologi penelitian, termasuk di dalamnya metode pengumpulan data yang

digunakan serta ditutup dengan sistematika penulisan.

BAB II. PEMAHAMAN DAN PRAKSIS GERAKAN OIKUMENE CCA DAN

PGI

Bab ini berisi paparan mengenai pemahaman dan praksis GO di Asia yang

disoroti melalui badan-badan oikumenis di Asia yakni CCA dan PGI. Pembahasan

diawali dengan pemaparan konteks Asia, lalu perkembangan pemahaman dan praksis

GO di Asia melalui CCA dan PGI yang berupaya mewujudkan GO yang luas dan

holistik yakni GO dalam empat dimensi yang terdiri dari dimensi keesaan gereja,

dimensi hubungan antar umat beragama, dimensi sosial kemanusiaan dan dimensi

lingkungan hidup atau keutuhan ciptaan. Pemahaman dan praksis GO CCA dan PGI

dalam empat dimensi akan penulis gunakan sebagai landasan teologis dalam

menganalisa GO di GKJ Gondokusuman Yogyakarta.

©UKDW

Page 16: Hari/Tgl - SInTA Universitas Kristen Duta Wacanasinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50100277/a22b... · konsep kesatuan gereja di Indonesia dibicarakan dalam terminologi

16

BAB III. PEMAHAMAN DAN PRAKSIS GERAKAN OIKUMENE GKJ

GONDOKUSUMAN YOGYAKARTA

Bab ini berisi deskripsi profil GKJ Gondokusuman Yogyakarta, kemudian

dilanjutkan dengan pemaparan hasil penelitian dan analisa terhadap pemahaman dan

praksis GO GKJ Gondokusuman yang diwakili oleh para pendeta dan jemaat yang

terdiri dari majelis gereja (non-pendeta), pengurus wilayah, pengurus komisi dan

anggota jemaat biasa sebagai subjek penelitian. Dalam bab ini sekaligus dilakukan

tinjauan teologis terhadap pemahaman dan praksis GO GKJ Gondokusuman

berdasarkan pemahaman dan praksis GO CCA dan PGI dalam empat dimensi yakni

dimensi keesaan gereja, dimensi hubungan antar umat beragama, dimensi sosial

kemanusiaan dan dimensi lingkungan hidup atau keutuhan ciptaan.

BAB IV. PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan yang didasarkan atas uraian-uraian dalam bab-bab

sebelumnya, beserta dengan saran.

©UKDW