hasil dan pembahasan sifat-sifat tanah sifat morfologi dan ... v... · horison kedalaman warna...
TRANSCRIPT
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat-sifat Tanah
Sifat Morfologi dan Fisika Tanah
Pedon Berbahan Induk Batuliat
Sifat morfologi dan fisika tanah masing-masing horison pada pedon pewakil
berbahan induk batuliat disajikan pada Tabel 5. Adapun deskripsi profil tanah masing-
masing pedon disa jikan pada Lampiran 1, 2, dan 3.
Pedon AM1. Susunan horison pedon ini terdiri dari horison Ap yang sangat tipis
(10 cm), dan horison Bt pada kedalaman 10 cm sampai 130 cm, serta horison
peralihan BC pada kedalaman 130-200 cm. Hasil pengamatan terhadap warna tanah
menunjukkan bahwa horison permukaan (Ap) memiliki warna kelabu kecoklatan
(10YR 5/1), sama dengan warna horison Bt bagian atas. Sedangkan bagian bawah
Bt, berwarna kelabu sampai kelabu terang kecoklatan (10YR 6/1–6/2), warna yang
sama dijumpai sampai pada horison peralihan BC. Dapat dikatakan bahwa, warna
horison Bt dan BC pedon ini, dipengaruhi oleh kondisi reduksi dengan dijumpainya air
tanah yang dangkal pada kedalaman kurang dari 100 cm. Karatan berwarna coklat dan
merah kekuningan ditemukan pada horison permukaan sampai di bagian tengah
horison Bt. Hal tersebut menunjukkan adanya kondisi oksidasi dan reduksi pada
bagian pedon tersebut, didukung oleh penggunaan lahannya sebagai sawah tadah
hujan. Perbedaan warna yang tidak menonjol antara horison permukaan dan bagian
atas horison Bt membuat batas horison terlihat berangsur, sedangkan batas horison
jelas terlihat pada keseluruhan horison Bt.
Adapun tekstur pada horison permukaan adalah lempung berliat (CL) dan pada
horison Bt adalah liat (C), sedangkan tekstur pada horison peralihan adalah liat
berdebu (SiC). Perubahan tekstur tanah yang jelas terlihat antara horison permukaan
dan horison Bt.
41
Tabel 5. Sifat Morfologi dan Fisika Tanah Masing-masing Horison Pedon Pewakil Berbahan Induk Batuliat.
Horison Kedalaman Warna Tekstur Karatan Struktur Batas Selaput Kerapatan Liat halus Kelas Tekstur(Cm) (lembab) liat Lindak (cc/g) Pasir Debu Liat Kasar Liat Halus Liat Total / liat total
AM1 - Fluvaquentic Epiaquept (akuik)Ap 0-10 10YR5/1 CL 2.5YR4/6, m f bs 2 m sbk gs - 1.15 38.45 31,83 3,39 26.33 29.72 0.89 Lempung berliat
Bt1 10-30 10YR5/1 C 5YR 5/8, m f bs 2 m/c abk cs - 1.31 29,73 27,58 9,41 33.18 42.69 0.78 LiatBt2 30-55 10YR6/1 C 7.5YR5/8, m f bs 2 m abk cs ada 0.94 22,75 31,25 4,17 41.83 46.00 0.91 Liat
Bt3 55-95 10YR6/2 C 7.5YR5/6, m f bs 2m/c abk cs ada 1.31 25,38 23,65 4,09 46.88 50.97 0.92 LiatBtg 95-130 10YR6/2 C - 2m/c abk gs ada 1.04 11,22 35,90 11,91 40.97 52.88 0.77 Liat
BCg 130-200 10YR6/2 SiC - 2m/c abk - ada 0.88 2,47 42,70 14,46 40.37 54.83 0.74 Liat berdebu
AM2 - Fluventic Dystrudept (perudik)
Ap 0-18 10YR5/4 SiC - 2 f sbk gs - 1.32 10,09 44,12 14,66 31.13 45.79 0.68 Liat berdebu
BA 18-37 10YR5/8 C - 2 f/m sbk cs - 1.14 9,56 37,85 16,28 36.31 52.59 0.69 LiatBt1 37-65 7.5YR5/8 C - 2 m sbk cs ada 1.32 7,25 38,74 13,61 40.00 54.01 0.74 LiatBt2 65-103 10YR5/8 C 5YR5/6, m f bs 2 m/c sbk cs ada 1.51 10.83 30,34 13.38 45.45 58.82 0.77 Liat
Bt3 103-130 10YR5/6 C 10Y2/1, m m bs 1 f/m sbk cs ada 1.30 8,30 28,75 21,44 41.51 62.91 0.66 LiatBC 130-200 10YR5/6 C 2,5YR4/8, m m bs 2 f /m sbk cs ada 1.24 3,91 47,30 16,15 32.64 48.79 0.67 Liat berdebu
AM3 - Fluvaquentic Epiaquept (akuik)
Ap 0-15 10YR4/6 C - 1 f sbk - 1.19 10.58 47,59 15,39 20.44 40.83 0.50 Liat berdebuBt1 15-30 10YR4/6 C - 1/2 f/m sbk - 0.92 3,53 44,12 16,39 35.65 52.04 0.69 Liat berdebu
Bt2 30-50 10YR5/2 C 5YR5/8 1 m sbk ada 1.16 8.75 40.35 15.73 35.17 50.90 0.69 Liat berdebuBt3 50-85 10YR5/2 C 5YR5/8 2 m sbk ada 1.20 6.16 38.33 16.09 39.42 55.51 0.71 Liat berdebu
Btg1 85-115 10YR5/1 C 2.5YR3/6 2 m sbk ada 1.14 11.24 38.11 18.23 32.42 50.65 0.64 Liat berdebuBtg2 115-135 10YR5/1 C 7.5YR5/8 2 m sbk ada 1.20 9.12 34.43 19.89 36.56 56.45 0.65 LiatBC 135-200 10YR4/1 C - 2 m sbk ada 0.88 3,53 47,44 18,43 27.93 46.36 0.60 Liat berdebu
Keterangan : C=liat, CL=lempung berliat, SiC=liat berdebu; m=banyak, f=halus, m=medium, bs=bintik berganda; abk=gumpal bersudut, sbk=gumpal membulat; gs=berangsur rata, cs=jelas rata.
Tekstur (%)
43
Adapun struktur tanah horison Bt adalah gumpal bersudut dengan konsi stensi
teguh, sebaliknya struktur gembur dijumpai pada horison Ap yang berada di atasnya.
Nilai kerapatan lindak horison Ap adalah relatif lebih rendah dibandingkan dengan
kerapatan lindak horison Bt (bagian tengah sampai bawah) dan menurun pada horison
BC. Peningkatan tersebut seiring dengan terjadinya peningkatan liat terutama
kandungan liat halus pada horison Bt tersebut.
Pedon AM2. Pedon dengan regim kelembaban tanah perudik ini tersusun oleh
horison permukaan (Ap) dengan ketebalan 18 cm, yang diikuti dengan horison
peralihan BA sampai kedalaman 37 cm. Horison Bt dijumpai dari 37 cm sampai pada
kedalaman 130 cm, serta horison peralihan BC dijumpai pada kedalaman 130-200 cm.
Peralihan horison terjadi secara berangsur dan rata pada horison Ap ke horison BA,
kemudian secara nyata dan rata pada horison Bt dan BC. Warna coklat kekuningan
(10YR 5/4) terlihat pada horison Ap, dan warna coklat (7,5YR 5/8) sampai coklat
kekuningan 10YR 5/6-5/8 dijumpai pada seluruh bagian horison Bt maupun horison
BC di bawahnya. Warna tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi oksidatif pedon ini di
mana air tanah tidak dijumpai sampai kedalaman pengamatan (200 cm). Namun
demikian, karatan besi dan mangan, dijumpai pada bagian bawah pedon yang
berkembang dari batuliat ini. Hal ini diduga bahwa pada bagian bawah pedon, ada
saat, dimana air tertahan dan menjenuhi bagian-bagian tanahnya sehingga, terjadi
kondisi reduktif, dan pada saat adanya udara, dapat memungkinkan terjadi oksidasi
terhadap besi dan mangan.
Tekstur dijumpai berbeda pada setiap horison. Pada horison Ap liat berdebu
(SiC) dan pada Bt liat (C), sedangkan pada horison BC adalah liat berdebu (SiC).
Struktur gumpal membulat dengan ukuran halus sampai medium terjadi pada seluruh
horison, dengan tingkat perkembangannya sedang. Adapun konsistensi gembur
dijumpai pada horison Ap, dan agak teguh sampai teguh pada horison Bt dan BC. Nilai
kerapatan lindak horison Bt meningkat pada bagian tengah horison, dan relatif lebih
44
tinggi dari horison Ap. Sedangkan pada bagian atas dan bawah horison Bt cenderung
lebih rendah dibanding dengan kerapatan lindak horison Ap.
Pedon AM3. Susunan horison pedon ini adalah horison Ap yang berwarna
coklat kekuningan (10YR 4/6) dengan ketebalan 15 cm, dan di bawahnya diikuti
langsung oleh horison Bt sampai kedalaman 135 cm, yang bagian atasnya memiliki
warna masih sama dengan horison Ap. Warna coklat kelabu sampai kelabu (10YR
5/1–5/2) dijumpai pada bagian tengah Bt sampai pada horison BCg. Warna horison Bt
mendukung keadaan reduksi, dimana terdapat air tanah agak dangkal, yakni kurang
dari 150 cm. Kondisi akuik jelas terlihat dengan adanya warna tanah berkroma rendah,
≤ 2 dan value yang tinggi ≥ 4. Pedon ini memiliki tekstur liat berdebu mulai horison Ap
sampai pada bagian tengah Bt, dan liat pada bagian bawah horison Bt sampai dengan
horison BCg.
Struktur pada horison Ap adalah gumpal membulat berukuran halus, dengan
perkembangan yang sedang. Struktur yang sama terdapat pada horison Bt maupun
horison-horison BCg, namun ukuran lebih besar (medium) daripada struktur horison
permukaan. Konsistensi gembur pada horison Ap dan teguh sampai sangat teguh di
horison Bt dan BCg yang masif. Nilai kerapatan lindak pedon ini cenderung hampir
sama dengan pedon AM1 di mana pada bagian atas Bt cenderung lebih rendah dari
horison atas. Nilai kerapatan lindak terlihat meningkat pada bagian tengah horison Bt,
dan cenderung menurun tidak teratur pada bagian bawah horison Bt sampai BCg.
Dapat dikatakan bahwa pedon AM1 dan AM3 sama-sama memiliki regim
kelembaban akuik, karena pada kedua pedon tersebut terdapat sifat morfologi yang
sesuai dengan sifat akuik. Perbedaan terlihat pada penyebaran kroma yang rendah
berbeda, pada pedon AM1 berada di bagian atas, sedangkan pada AM3 terjadi pada
bagian bawah solum. Hal tersebut menunjukkan penyebaran zona reduksi terjadi pada
kedalaman yang berbeda. Dibandingkan dengan pedon AM2, maka pedon AM1 dan
45
AM3 jelas lebih tereduksi, karena ditunjukkan oleh adanya air tanah yang dangkal,
serta terlihat dari warna tanahnya.
Perbedaan tekstur antara horison permukaan (Ap) dan horison Bt pada semua
pedon pewakil berbahan induk batuliat ini, bukan merupakan perbedaan bahan
(lithologic discontinuity). Hal tersebut didukung oleh hasil analisis mineralogi, baik
mineral fraksi pasir (total) maupun mineral liat (dibahas kemudian) yang, membuktikan
bahwa terjadi kesamaan jenis mineral yang menyusun tanah, baik horison Bt maupun
Ap di atasnya.
Peningkatan kerapatan lindak pada bagian tengah horison Bt terlihat pada
ketiga pedon pewakil berbahan induk batuliat. Peningkatan tersebut seiring dengan
terjadinya peningkatan liat, terutama kandungan liat halus pada horison Bt. Pada tanah
yang memiliki regim kelembaban tanah akuik (AM1 dan AM3), nilai kerapatan lindak
relatif lebih rendah, dibandingkan dengan pada tanah yang memiliki regim kelembaban
perudik (AM2). Dengan demikian perbedaan regim kelembaban tanah pada pedon-
pedon yang berkembang dari bahan induk batuliat ini berpengaruh terhadap beberapa
sifat tanah. Perbedaan tersebut terutama pada warna tanah dan kerapatan lindak, baik
pada horison Bt maupun horison lainnya.
Pedon Berbahan Induk Batukapur
Data sifat morfologi dan fisika tanah pedon berbahan induk batukapur disajikan
pada Tabel 6. Adapun deskripsi pedon-pedon pewakil diuraikan pada Lampiran 4, 5,
dan 6.
Pedon AM4. Pedon ini tersusun dari horison permukaan (A) dengan ketebalan
agak tipis yaitu 15 cm, yang diikuti oleh horison peralihan AB sampai kedalaman 31
cm,
46
Tabel 6. Sifat Morfologi dan Fisika Tanah Masing-masing Horison Pedon Pewakil Berbahan Induk Batukapur.
Horison Kedalaman Warna Tekstur Karatan Struktur Batas Selaput Kerapatan Liat halus Kelas Kelas Ukuran
(Cm) (lembab) liat Lindak (cc/g) Pasir Debu Liat Kasar Liat Halus Liat Total / liat total Tekstur Butir
AM4 Dystric Fluventic Dystrudept (perudik)
A 0-15 10YR4/4 C - 1 f/m sbk gs - 0,97 13,6 22,3 11,94 52,1 64,1 0,81 Liat Sangat Halus
AB 15-31 10YR5/4 C 7.5YR5/8, f f bs 1 f/m sbk cs - 1,03 8,6 29,24 12,83 49,3 62,2 0,79 Liat Sangat Halus
Bt1 31-45 10YR4/6 C 5 YR 5/8, m f bs 2 m/c sbk cs ada 1,06 8,0 18,0 7,8 65,2 73,0 0,89 Liat Sangat HalusBt2 45-66 10YR5/4 C 5 YR 5/8, m s bs 2 m/c sbk cs ada 1,23 4,3 16,3 9,3 70,0 79,3 0,88 Liat Sangat Halus
Bt3 66-130 10YR7/2 C 7.5YR 6/8, m s bs 2 m/c abk cs ada 1,25 5,4 19,7 11,0 64,0 75,0 0,85 Liat Sangat Halus
BC 130-200 10YR7/2 C 7,5YR5/8, f f/m bs 2 m/c abk - - 1,00 5,3 19,3 11.8 63,6 74,0 0,86 Liat Sangat Halus
AM5 Dystric Fluventic Dystrudept (perudik)
A 0-16 10YR3/2 C - 1 f/m sbk cs - 1,32 8,8 29,7 4,3 57,3 61,5 0,93 Liat Sangat Halus
Bt1 16-38 10YR4/6 C 7.5YR5/8, m f bs 2 m/c sbk cs ada 1,25 5,91 21,1 8,8 64,3 73,0 0,88 Liat Sangat Halus
Bt2 38-86 10YR5/4 C 5 YR 5/8, m f bs 2 m/c sbk cs ada 1,18 4,52 28,8 6,1 60,6 66,7 0,91 Liat Sangat HalusBt3 86-122 10YR5/2 C 5 YR 5/8, m f bs 2 m/c sbk cs ada 0,91 0,52 21,7 4,2 73,6 77,8 0,95 Liat Sangat Halus
BC 122-200 2.5Y6/4 C 2 m/c sbk cs - 0,91 0,7 31,4 17,9 50,0 67,9 0,74 Liat Sangat Halus
AM6 - Fluvaquentic Epiaquept (akuik)
Ap 0-18 10YR3/2 C - 1 f/m sbk - 1,00 4,6 39,9 8,1 47,5 55,5 0,85 Liat HalusBt1 18-50 2.5Y4/0 C 2.5YR 4/6, m f bs 1 m sbk - 1,50 7,1 26,1 5,5 61,4 66,8 0,92 Liat Sangat halus
Bt2 50-77 2.5Y6/0 C 5 YR 5/8, m f bs 2 f/m sbk ada 0,99 6,5 23,7 8,9 61,0 69,9 0,87 Liat Sangat halus
Bt3 77-107 2.5Y5/0 C 10R 4/8, m f bs 2 m sbk ada 1,01 8,9 26,2 8,2 56,8 64,9 0,87 Liat Sangat halus
Bt4 107-136 2.5Y5/0 C 10R 4/8, m f bs 2 m sbk ada 1,02 5,5 29,7 6,0 58,9 64,8 0,91 Liat Sangat halusBC 136-200 2.5Y5/0 C - - - 0,97 6,8 19,0 7,4 66,8 74,2 0,92 Liat Sangat halus
Keterangan : C=liat; m=banyak, f=halus, m=medium, bs=bintik berganda; abk=gumpal bersudut, sbk=gumpal membulat; gs=berangsur rata, cs=jelas rata.
Tekstur (%)
47
dan horison Bt dari 31 cm sampai 130 cm, serta horison peralihan BC sampai
kedalaman 200 cm.
Warna horison permukaan adalah coklat gelap kekuningan (10YR 4/4),
sedangkan warna horison Bt adalah coklat kekuningan sampai coklat gelap
kekuningan 10YR 4-5/4-6. Warna kelabu terang (10YR 7/2) dijumpai pada bagian
bawah horison Bt sampai horison BC. Warna tersebut tidak diiringi oleh adanya kondisi
reduktif maupun air tanah dangkal, sehingga disimpulkan warna tersebut lebih
dipengaruhi oleh warna bahan induk batukapur. Adanya sejumlah karatan pada
keseluruhan horison Bt dan BC, menunjukkan bahwa ada saat dimana air pernah
tertahan pada bagian horison tersebut.
Tekstur tanah pada seluruh horison yang berkembang dari bahan induk
batukapur ini adalah liat (C). Struktur gumpal membulat terdapat dari horison A sampai
pada BC. Horison permukaan memiliki konsistensi gembur, sedangkan horison Bt dan
BC berkonsistensi teguh dan sangat teguh. Nilai kerapatan lindak cenderung
meningkat dengan bertambahnya kedalaman horison Bt, dan menurun pada horison
BC.
Pedon AM5. Pedon ini terdiri dari horison permukaan A yang agak tipis (16
cm), dan Bt yang berada langsung di bawahnya, sampai kedalaman 122 cm dan
horison peralihan BC sampai kedalaman 200 cm. Warna coklat kelabu (10YR 4-5/2-6)
dijumpai pada horison Bt, coklat sangat gelap keabuan (10YR 3/2) pada horison
permukaan, dan coklat terang kekuningan (2,5Y 6/4) pada horison BC. Hal tersebut
menunjukkan bahwa horison Bt dan horison di atasnya lebih bersifat oksidatif,
sedangkan bagian bawahnya bersifat reduktif. Dijumpai karatan terutama pada horison
Bt. Namun sama halnya dengan pedon AM4, pada pedon ini tidak dijumpai air tanah
yang dangkal, sehingga rendahnya kroma dan atau warna tanah pucat cenderung
lebih disebabkan oleh pengaruh dari warna bahan induk batukapur.
48
Tekstur masing-masing horison adalah liat (C). Struktur tanah horison
permukaan gumpal membulat dengan ukuran sedang sampai kasar dengan
konsistensi gembur. Struktur yang sama juga dijumpai pada horison Bt dan BC, tetapi
konsistensinya teguh.
Pada pedon ini nilai kerapatan lindak cenderung menurun dengan
meningkatnya kedalaman. Adanya rekahan-rekahan yang cukup besar sampai
kedalaman 100 cm, tapi secara morfologi tidak terlihat adanya struktur baji pada pedon
ini. Hal ini menandakan bahwa pedon ini belum memenuhi kriteria sifat vertik.
Pedon AM6. Susunan horisonnya terdiri dari Ap dengan ketebalan 18 cm,
horison Bt langsung di bawahnya sampai pada kedalaman 136 cm, dan BC sampai
kedalaman 200 cm. Warna horison Ap adalah coklat kelabu sangat gelap (10YR3/2),
sedangkan keseluruhan horison Bt berwarna kelabu (2,5YR 5/0) dengan kroma sangat
rendah dan value tinggi, yang menunjukkan ciri-ciri kondisi akuik. Hal ini didukung oleh
adanya air tanah dangkal (77 cm) sehingga dikategorikan memiliki regim kelembaban
tanah akuik. Karatan merah kekuningan dijumpai pula pada semua pedon yang
terbentuk dari bahan induk batukapur, terutama pada horison Bt. Hal ini menunjukkan
bahwa pada horison tersebut cenderung terjadi kondisi basah dan kering yang
bergantian, atau ada kondisi di mana air sempat tertahan. Demikian pula antara Bt dan
horison atasnya terdapat kecenderungan yang sama, yakni horison permukaan
memiliki konsistensi gembur, dan horison Bt ke bawah berkonsistensi teguh dan
sangat teguh.
Tekstur tanah pada keseluruhan horison adalah liat (C). Pada pedon yang
memiliki regim kelembaban akuik ini mempunyai nilai kerapatan lindak yang tinggi,
yang dijumpai di bagian atas horison Bt. Penggunaan tanah pedon ini adalah
disawahkan, sehingga dijumpai lapisan yang padat dan keras, yang mungkin sebagai
lapisan tapak bajak, selain merupakan horison penimbunan liat. Perbedaan yang
terlihat menonjol antara AM4 dan AM5, dan pedon AM6 adalah horison Bt pedon AM6
49
terdapat kroma rendah (yakni 0), sedangkan pada AM4 dan AM5 memiliki kroma 2-6.
Hal tersebut menunjukkan pengaruh regim kelembaban tanah terhadap warna tanah.
Kondisi akuik cenderung memiliki warna tanah yang pucat dibanding kondisi perudik.
Pedon Pewakil Berbahan Induk Volkanik-Andesitik
Data sifat morfologi dan fisika tanah pedon pewakil disajikan pada Tabel 7.
Sedangkan deskripsi profil diuraikan dalam Lampiran 7 dan 8.
Pedon AM7. Pedon ini tersusun oleh horison A yang agak tipis (19 cm), horison
Bt dari 19 cm sampai kedalaman 105 cm, dan horison BC sampai kedalaman 130 cm.
Horison C dijumpai sampai kedalaman 200 cm. Warna tanah horison A adalah coklat
kemerahan (5YR 3/2). Horison Bt bervariasi dari coklat kemerahan (2,5YR4/4) sampai
coklat gelap (7,5YR 4-6/2-4). Sedangkan horison BC dan C warnanya sama, adalah
Kelabu-merah muda (7,5YR 6/2). Karatan dijumpai pada bagian tengah horison Bt
sampai bagian bawah.
Adapun tekstur horison permukaan adalah liat berdebu (SiC), horison Bt adalah
liat (C), horison BC dan C adalah liat berdebu (SiC). Struktur gumpal membulat terjadi
pada horison Bt maupun horison lainnya. Konsitensi gembur pada horison permukaan
dan agak teguh sampai teguh pada horison Bt, serta teguh pada bagian bawah pedon
ini. Kerapatan lindak horison pada pedon ini terlihat relatif yang paling rendah di antara
pedon-pedon lain dalam penelitian ini.
Pedon AM8. Pedon ini tersusun oleh horison Ap dengan tebal 20 cm, yang
berwarna coklat gelap kemerahan (5YR 3/3), horison Bt sampai pada kedalaman 145
cm berwarna coklat kemerahan (5YR 3-4/2-4), dan horison BC sampai kedalaman 200
cm. Pada bagian tengah horison Bt dijumpai adanya mangan dalam bentuk konkresi,
menunjukkan adanya pengaruh air dimana pedon ini pernah disawahkan.
50
Tabel 7. Sifat Morfologi dan Fisika Tanah Masing-masing Horison Pedon Pewakil Berbahan Induk Volkanik-Andesitik.
Horison Kedalaman Warna Tekstur Karatan Struktur Batas Selaput Kerapatan Tekstur (%) Rasio liat Kelas Tekstur Kelas Ukuran
(Cm) (lembab) liat Lindak(g/cc) Pasir Debu Liat kasar Liat halus Liat total halus/total Butir
AM7 - Andic Dystrudept (perudik)
A 0-19 5YR3/2 C - 2 f sbk cs - 0,81 3,5, 43,0 39,64 13,8 53.5 0,26 Liat berdebu Halus
Bt1 19-47 5YR3/4 C - 2 m sbk gs ada 0,90 4,9 26,5 21,12 47,5 68.6 0,69 Liat Sangat Halus
Bt2 47-80 5YR4/4 C 7.5YR6/2, f f bs 2 m sbk gs ada 0,97 3,7 37,2 27,84 31,4 59.2 0,53 Liat Halus
Bt3 60-105 2.5YR4/4 C 7.5YR6/2, f f bs 2 m sbk gs ada 0,88 1,8 14,9 11,84 71,4 83.3 0,86 Liat Sangat HalusBt4 105-130 7.5YR6/2 SiC 2.5YR4/8, m c bs 1 f/m sbk gs ada 0,96 1,9 42,8 22,00 34,0 55.3 0,61 Liat berdebu Halus
C 130-200 7.5YR6/2 SiC 7.5YR 5/8 dan - - - 0,96 1,8 52,6 23,68 21,9 45.6 0,48 Liat berdebu Halus
10 YR 3/3 m c bs
AM8 - Typic Haplohumult (perudik)
Ap 0-20 5YR3/3 SiC - 1/2 f sbk cs - 1,00 6,2 48,1 15,9 29,8 45,7 0,65 Liat berdebu Halus
Bt1 20-40 5YR4/4 C mangan 1 f/m sbk cs ada 1,07 5,9 38,8 19,4 35,9 55,2 0,65 Liat Halus
Bt2 40-65 5YR3/2 C mangan 2 f/m sbk cs ada 1,1 5,4 32,2 6,5 55,9 64,4 0,87 Liat Sangat HalusBt3 65-90 5YR4/3 C mangan 2 m sbk cs ada 1,08 3,9 19,3 6,0 70,8 76,8 0,92 Liat Sangat Halus
Bt4 90-110 5YR4/4 SiCL - 2 m sbk gs ada 0,97 3,6 28,5 15,8 52,3 68,1 0,77 Liat Halus
Bt5 110-145 5YR4/4 C - 2 m sbk ds ada 0,91 4,7 15,1 16,5 63,7 80,2 0,79 Liat Sangat Halus
Bt6 145-200 5YR4/4 C - 2 m sbk - ada 1,07 3,2 36,6 12,3 48,2 60,2 0,80 Liat Sangat Halus
Keterangan : C=liat, SiC=liat berdebu, SiCL=Lempung liat berdebu; m=banyak, f=halus, m=medium, bs=bintik berganda; sbk=gumpal membulat; gs=berangsur rata, cs=jelas rata, ds=baur rata.
51
Pedon ini memiliki tekstur liat berdebu (SiC) pada horison permukaan, sedangkan
pada horison Bt adalah liat (C) dan lempung liat berdebu (SiCL). Struktur tanah adalah
gumpal membulat, baik pada horison Bt maupun horison di atas dan bawahnya.
Konsistensi gembur pada horison permukaan dan teguh pada horison Bt, sedangkan
pada horison di bawah Bt memiliki konsistensi yang agak teguh. Kerapatan lindak
cenderung meningkat sampai bagian tengah dan menurun di bagian bawah horison Bt.
Dengan demikian walaupun kedua pedon ini memiliki bahan induk dan regim
kelembaban tanah yang sama (perudik), cenderung memiliki sifat morfologi dan fisika
yang hampir sama. Perbedaan terlihat bahwa pedon AM7 memiliki kerapatan lindak
yang relatif rendah dibanding AM8. Demikian pula adanya konkresi mangan pada pada
horison Bt, dikarenakan bahwa tanah tersebut adalah lahan bekas sawah.
Pedon Pewakil Berbahan Induk Volkanik-Dasitik
Data sifat morfologi dan fisika tanah pedon pewakil berbahan induk Volkanik-
dasitik disajikan pada Tabel 8. Adapun deskripsi profil disajikan pada Lampiran 9 dan
10.
Pedon AM9. Susunan horison pedon ini adalah horison A dengan tebal 22 cm,
Bt dari 22 cm sampai kedalaman 140 cm, dan BC sampai kedalaman 200 cm. Horison
permukaan memiliki warna coklat gelap kemerahan (5YR 3/4), horison Bt coklat
kemerahan sampai merah (2,5YR 3/6-4/6) dan horison peralihan BC merah
(2,5YR4/6).
Tekstur liat (C) terlihat dominan pada seluruh horison dari pedon ini. Struktur
gumpal bersudut dijumpai hampir pada seluruh horisonnya. Konsistensi gembur pada
horison permukaan dan agak teguh sampai sangat teguh pada horison Bt. Horison BC
memiliki konsistensi yang sama, yakni sangat teguh, dengan bagian bawah horison Bt.
Kenyataan ini diiringi dengan kandungan liat yang relatif tinggi. Nilai kerapatan lindak
52
Tabel 8. Beberapa Sifat Morfologi dan Fisika Tanah Masing-masing Horison Pedon Pewakil Berbahan Induk Volkanik-Dasitik.
Horison Kedalaman Warna Tekstur Karatan Struktur Batas Selaput Kerapatan Tekstur (%) Rasio liat Kelas Tekstur Kelas Ukuran
(Cm) (lembab) liat Lindak(g/cc) Pasir Debu Liat kasar Liat halus Liat total halus/total Butir
AM9 - Fluventic Dystrudept (ustik)
A 0-22 5YR4/3 C - 2 f sbk cs - 0,98 15,5 28,6 12,6 43,3 55,9 0,77 Liat Halus
AB 22-35 2.5YR3/6 C - 2 f/m sbk gs - 1,08 8,6 18,9 13,6 58,9 72,4 0,81 Liat Sangat Halus
Bt1 35-57 2.5YR3/6 C - 2 f/m sbk cs ada 1,22 6,5 17,2 9,2 67,0 76,3 0,88 Liat Sangat Halus
Bt2 57-80 2.5YR4/6 C - 2 m abk gs ada 1,19 4,0 11,9 9,9 74,2 84,1 0,88 Liat Sangat Halus
Bt3 80-110 2.5YR4/6 C mangan 2 f/m abk gs ada 1,16 2,8 8,2 8,4 80,6 89,0 0,91 Liat Sangat Halus
Bt4 110-140 2.5YR4/4 C mangan 2 m abk cs ada 1,06 6,0 11,0 7,1 75,9 83,0 0,91 Liat Sangat Halus
BC 140-200 2.5YR4/6 C 10YR4/6, m f/m bs 1/2 m sbk - - 1,06 10,9 13,7 12,8 62,5 75,4 0,83 Liat Sangat Halus
AM10 - Aeric Epiaqualf (akuik)
A 0-12 5Y7/1 L - 1 f abk as - 1,13 37,4 42,4 1,4 18,8 20,2 0,93 Lempung Berlempung Halus
Adir 20-Dec 10YR5/6 L - 2 f/m sbk cs - 1,44 42,6 38,7 1,0 17,7 18,7 0,95 Lempung Berlempung Halus
BMn 20-26 7.5YR2/0,5/0 L - 2 f/m sbk cs - 1,53 31,7 48,2 1,1 19,1 20,2 0,95 Lempung Berlempung Halus
Bt1 26-59 7.5YR2/0,5/0 CL 7.5YR5/6 2 m abk ds ada 1,53 24,7 41,5 6,5 27,3 33,8 0,81 Lempung berliat Berlempung Halus
Bt2 59-75 2.5YR6/0 CL - ds ada 1,44 21,5 43,6 8,6 26,3 34,8 0,75 Lempung berliat Berlempung Halus
Bt3 75-120 5YR5/1 CL 5YR5/8,m m/c bs cs ada 1,45 28,8 33,4 9,8 28,1 37,8 0,74 Lempung berliat Halus
Bt4 120-143 5YR5/1 C 5YR5/8,m f/m bs cs ada 1,44 33,1 25,6 3,8 37,5 41,3 0,91 Liat Halus
BCg1 143-168 5YR5/1 SCL 5YR5/8,m f/m bs cs - 1,41 58,0 8,8 3,0 30,3 33,2 0,91 Lem.liat berpasir Berlempung Halus
BCg2 168-200 5YR5/1 SCL 5YR5/8,m f/m bs - - 1,41 60,2 18,0 3,0 18,8 21,8 0,86 Lem.liat berpasir Berlempung Halus
Keterangan : C=liat, CL=lempung berliat, L=lempung;SCL=Lempung liat berpasir; m=banyak, f=halus, m=medium, bs=bintik berganda;
sbk=gumpal membulat, abk=gumpal bersudut; as=sangat jelas dan rata, gs=berangsur rata, cs=jelas rata, ds=baur rata.
53
meningkat pada bagian tengah horison Bt dan kemudian menurun sampai ke bawah
solum.
Pedon AM10. Pedon ini memiliki susunan horison yang terdiri dari horison
permukaan A dan Adir, dengan ketebalan 20 cm. Warna 5Y 7/1 terlihat pada horison A
dan perubahan warna menonjol pada Adir yakni berwarna 10YR 5/6, di mana warna
tersebut merupakan pengaruh dari adanya karatan besi.
Di bawah horison A terdapat horison Bmn yang berwarna kelabu (7,5YR 5/0)
dan adanya massa terkonsentrasi berwarna hitam (7,5YR 2/0) yang diidentifikasi
sebagai akumulasi karatan mangan. Horison berikutnya adalah Bt dengan hue 2,5-
7,5YR dengan kroma yang rendah dan value tinggi, sedangkan horison BCg yang
masif dengan warna yang tidak berbeda dengan horison di atasnya. Pada pedon ini
dijumpai air tanah yang dangkal, pada kedalaman 130 cm. Karatan besi dijumpai pada
horison Bt terutama pada bagian bawahnya sampai pada kedalaman 200 cm. Pada
horison BC dijumpai adanya warna glei.
Tekstur horison A adalah lempung (L), horison Bt memiliki tekstur lempung
berliat (CL) seiring dengan peningkatan jumlah liatnya, dan pada bagian bawah
horison Bt teksturnya adalah liat (C). Horison peralihan BC memiliki tekstur lempung
liat berpasir (SCL). Perbedaan tekstur yang agak menonjol pada horison-horison
tersebut, berdasarkan hasil analisis mineral liat pada fraksi pasir total dan fraksi liat,
tidak terbukti oleh karena adanya perbedaan bahan sehingga dapat dikatakan tidak
ada indikasi perbedaan bahan induk (lithologic discontinuity).
Pedon ini memiliki struktur gumpal membulat hanya pada horison Adir dan Bmn
yang sangat tipis, sedangkan pada horison lainnya memiliki struktur gumpal bersudut.
Pada bagian bawah horison BC dijumpai struktur yang masif dan konsistensi sangat
teguh.
Keadaan struktur gumpal bersudut ini didukung oleh kerapatan lindak yang
relatif lebih tinggi (Tabel 8). Pedon AM10 yang bersifat akuik ini memiliki kerapatan
54
lindaknya relatif tertinggi, baik di antara pedon pewakil berbahan volkanik, maupun
terhadap pedon-pedon dari bahan induk lainnya. Hal tersebut sangat didukung oleh
hasil pengamatan di lapang, bahwa pedon ini memiliki konsistensi yang teguh sampai
sangat teguh, dengan struktur tanah gumpal bersudut hampir di seluruh bagian horison
Bt.
Perbedaan tekstur tanah terjadi sangat menonjol pada dua pedon yang
berkembang dari bahan induk volkanik dasitik (AM9 dan AM10). Pedon AM10 memiliki
tekstur lempung (L) pada bagian atas solum atau horison Ap, sedangkan pada horison
Bt adalah lempung berliat (CL), dan bagian bawah solum atau peralihan BC bertekstur
lempung liat berpasir (SCL). Perbedaan tekstur yang sangat nyata ini (abrupt) tidak
disertai bukti jenis mineral yang berbeda, sehingga dapat disimpulkan bahwa
komposisi mineral memang relatif sama. Dengan demikian perbedaan tekstur tersebut,
bukan sebagai perbedaan bahan induk (lithology discontinuity). Bila dibandingkan
dengan AM10, lokasi pedon ini tidak terlalu jauh, tetapi secara topografi kedua pedon
ini terletak pada kondisi yang sangat berbeda. Pedon AM9 dijumpai di bagian atas
lereng dengan regim kelembaban tanah ustik, dan AM10 terletak pada bagian bawah
lereng dengan regim kelembaban tanah akuik. Sehingga perbedaan kandungan liat
yang sangat menonjol antara kedua pedon ini ditunjang oleh lingkungan pembentukan
yang berbeda pula. Diduga pedon AM9 lebih terlapuk daripada AM10.
Berdasarkan hasil pengamatan sifat-sifat fisik dan morfologi seluruh pedon
dalam penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa perbedaan warna horison Bt
ternyata berkaitan erat dengan kondisi regim kelembaban tanah. Regim kelembaban
akuik cenderung memberi warna kelabu pada horison Bt dari semua jenis bahan induk.
Jenis bahan induk terlihat menonjol, berpengaruh memberi warna berbeda pada
horison Bt dari tanah-tanah dengan regim kelembaban perudik. Warna horison Bt pada
pedon-pedon berbahan induk batuan sedimen (batuliat dan batukapur) adalah
kekuningan, sedangkan pada tanah berbahan induk volkanik (baik dasitik maupun
55
andesitik) adalah kemerahan. Hal tersebut terlihat pada hue yang lebih merah pada
tanah-tanah yang berkembang dari bahan volkanik. Sedangkan pedon yang me miliki
regim kelembaban akuik, cenderung menunjukkan warna pucat dengan pengaruh
bahan induk tetap terlihat, yakni hue lebih merah pada tanah berbahan induk volkanik.
Dengan demikian, jenis bahan induk yang berbeda memperlihatkan perbedaan
yang menonjol. Antara lain, sifat-sifat morfologi tanah pada bahan induk batukapur
yang cenderung lebih seragam dibanding sifat-sifat morfologi tanah yang berkembang
dari batuliat. Konsistensi antara horison Bt dengan horison A di permukaan jelas
sangat berbeda, yakni lebih teguh pada horison Bt dan yang gembur pada horison A
atau Ap. Perbedaan tersebut cenderung sama pada semua pedon yang diteliti, dan
digunakan sebagai dasar penamaan horison Bt pada semua subhorison yang
diidentifikasi.
Sifat Kimia Tanah
Pedon Berbahan Induk Batuliat
Analisis beberapa sifat kimia tanah masing-masing pedon pewakil dalam
penelitian ini bertujuan antara lain, untuk mengetahui apakah sifat-sifat kimia tanah
yang ada berkaitan dengan proses-proses pedogenesis pedon yang diamati. Selain itu
untuk mengetahui sifat-sifat seperti distribusi C-organik dan Fe-bebas yang erat
hubungannya dengan proses iluviasi liat. Hasil analisis terhadap sifat-sifat kimia tanah
masing-masing horison disajikan pada Tabel 9. Pedon AM1 dengan regim
kelembaban tanah akuik, memiliki nilai pH yang tergolong masam (4,2 – 4,6) pada
keseluruhan horisonnya. Horison permukaan memiliki pH yang paling rendah (4,2) dan
sedikit meningkat (4,5-4,6) pada horison Bt. Peningkatan nilai pH tersebut terlihat
berkurang pada bagian bawah profil, yaitu pada horison Btg dan horison peralihan BC.
Sebaliknya, nilai pH yang relatif tinggi (4,6) dijumpai di horison permukaan pada pedon
56
Tabel 9. Beberapa Sifat Kimia Tanah Masing-masing Horison Pedon Pewakil Berbahan Induk Batuliat.
Pedon Kedalaman pH-tanah C-organik Jumlah Kemasaman Kejenuhan KTK-tanah/ Fe2O3 -
Ca Mg K Na Basa-dd terekstrak Al H pH-7 Jum.Kat. KTK Ef. Liat Al (%) % liat total pH-7 Jum.Kation bebas
(cm) Tabel 16.Beberapa sifat kimia tanah masing-masing horison pedon pewakil berbahan induk Batuliat.(%) ------------------------cmol(+)/kg tanah---------------------- %
AM1 - Fluvaquentic Epiaquept (akuik)
Ap 0 - 10 4,2 1,14 4,0 2,1 0,2 0,5 6,8 41,0 4,0 0,3 21,3 49,0 11,1 68,1 37 0,72 31 14 2,19
Bt1 10-30 4,2 0,94 3,5 2,1 0,2 0,4 6,2 41,4 3,6 0,3 21,1 49,9 10,1 47,3 36 0,49 29 13 2,61
Bt2 30-55 4,5 1,02 3,9 1,3 0,2 0,3 5,7 41,8 4,9 0,5 23,8 48,8 11,0 49,5 46 0,52 24 12 3,31
Bt3 55-95 4,6 0,78 5,7 1,8 0,4 0,5 7,4 42,6 2,2 0,3 54,4 52,4 10,9 105,2 22 1,6 16 16 3,25
Btg 95-130 4,5 0,63 0,7 0,3 0,1 0,2 1,3 50,9 13,4 0,8 51,0 53,7 15,4 95,2 91 0,96 2 2 4,60
BCg 130-200 4,4 0,43 0,9 0,5 0,1 0,3 1,8 51,7 11,5 0,6 49,5 68,5 14,0 89,6 86 0,90 4 3 2,85
AM2 - Fluventic Dystrudept (perudik)
Ap 0-18 4,4 0,47 3,3 1,1 0,3 0,4 5,1 40,2 3,7 0,3 17,2 46,8 9,1 34,4 42 0,50 29 11 3,13
BA 18-37 4,6 1,41 1,2 0,4 0,1 0,2 1,9 41,4 3,6 0,3 17,0 44,8 5,8 29,6 65 0,32 11 4 3,13
Bt1 37-65 4,7 1,14 1,0 0,3 0,1 0,2 1,6 40,5 3,9 0,4 15,1 43,5 5,9 25,8 70 0,28 10 4 3,22
Bt2 65-103 4,8 1,06 1,0 0,3 0,2 0,2 1,9 40,6 3,6 0,3 29,4 43,7 5,5 32,9 65 1,01 8 4 3,40
Bt3 103-130 4,7 0,43 1,0 0,5 0,2 0,3 2,0 40,2 3,2 0,2 21,1 43,6 5,4 32,9 61 0,34 10 5 3,67
BC 130-200 4,7 0,55 1,5 0,5 0,2 0,3 2,5 40,6 2,4 0,3 17,5 44,3 5,1 34,7 48 0,36 14 6 3,39
AM3 - Fluvaquentic Epiaquept (akuik)
Ap 0-15 4,6 1,22 5,2 2,9 0,2 0,4 6,7 36,6 3,0 0,2 22,8 46,7 11,9 46,2 30 0,56 38 19 2,97
Bt1 15-30 4,5 1,10 3,4 2,0 0,2 0,3 5,9 37,4 4,8 9,4 22,8 42,6 11,0 41,7 44 0,44 26 14 2,83
Bt2 30-50 4,4 0,90 3,2 1,1 0,2 0,3 4,8 34,6 7,0 0,5 22,6 40,6 12,3 42,6 59 0,44 21 12 3,03
Bt3 50-85 4,4 0,94 3,6 2,7 0,2 0,3 6,8 35,0 5,3 0,5 22,3 42,9 12,4 38,6 43 0,40 30 16 2,94
Btg1 85-115 4,5 1,25 3,6 2,4 0,2 0,4 6,6 35,4 4,0 0,3 21,6 43,1 10,8 40,2 37 0,43 30 15 3,41
Btg2 115-135 4,7 1,25 3,0 2,8 0,2 0,4 6,4 35,0 2,1 0,3 25,3 42,6 8,8 42,5 24 0,60 26 15 3,48
BCg 135-200 4,5 1,29 4,1 3,3 0,2 0,4 8,0 35,8 2,6 0,2 27,2 44,9 10,7 55,9 24 0,59 29 18 3,18
Kemasaman dapat tukarBasa-basa dapat tukar
------(%)------
Kejenuhan Basa (KB)Kapasitas Tukar Kation (KTK)
------------------------cmol(+)/kg tanah----------------------
57
AM3 yang sama-sama memiliki regim kelembaban tanah akuik. Nilai pH tergolong
masam dijumpai pada seluruh horison, yakni berkisar antara 4,4 – 4,7. Terjadi
penurunan pH pada horison Bt bagian atas, namun kemudian naik pada bagian
bawah, dan menurun kembali pada horison terbawah (BC). Walaupun nilai pH
cenderung sedikit lebih tinggi berkisar antara 4,4 – 4,8, pada pedon AM2 yang memiliki
regim kelembaban perudik, namun sama halnya dengan kedua pedon sebelumnya,
kemasaman tanahnya tergolong masam. Nilai pH horison Ap relatif paling rendah,
dibanding pH horison Bt dan BC. Nilai tertinggi terlihat pada bagian tengah horison Bt,
dan menurun kembali sampai pada horison terbawah (BC). Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa, nilai pH horison Bt pada ketiga pedon berbahan induk batuliat ini
cenderung lebih tinggi dibanding, baik nilai pH horison A di atasnya maupun horison
BC di bawahnya. Perbedaannya adalah bahwa, tanah-tanah dari bahan induk batuliat
yang regim kelembabannya akuik (AM1 dan AM3) cenderung sedikit lebih masam
dibanding tanah dengan regim kelembaban perudik (AM2). Dari data yang ada dapat
dikatakan bahwa nilai pH tanah cenderung masam, karena asal bahan induk yang
masam, terlihat dari kandungan Al-dd dan ion H yang relatif tinggi (Tabel 9).
Kejenuhan basa (KB-jumlah kation) dari pedon pewakil yang berasal dari
batuliat ini secara keseluruhan lebih kecil dari 35%. Namun demikian, jelas terlihat
bahwa terdapat perbedaan nilai KB antara pedon yang memiliki regim akuik dengan
perudik. Pedon AM1 dan AM3 (akuik) memiliki nilai KB yang relatif lebih tinggi, masing-
masing 2 - 31% (rata-rata = 17,7%) dan 21 – 38% (rata-rata = 26,8%) dibanding pedon
AM2 (perudik) yaitu 4 – 11% (rata-rata = 13,6%). Terlihat pula (Tabel 9) bahwa jumlah
basa-basa pedon AM2 lebih rendah dibanding jumlah basa-basa pedon AM1 dan AM3.
Untuk melihat adanya kemungkinan terjadinya penimbunan C-organik
bersamaan dengan penimbunan liat di horison Bt, maka dilakukan analisis di setiap
horison (Tabel 9). Penyebaran C-organik, Fe-bebas, dan total liat menurut kedalaman
di dalam pedon AM1, AM2, dan AM3 diilustrasikan pada Gambar 6. Secara
58
keseluruhan kandungan C-organik pada setiap horison di masing-masing pedon yang
berkembang dari batuliat, cenderung memiliki pola yang tidak teratur. Pada pedon AM1
kandungan C-organik tertinggi dijumpai pada horison A dan menurun pada horison
peralihan BA di bawahnya. Sedangkan pada horison Bt, kandungan C-organik terlihat
meningkat dan selanjutnya menurun secara teratur sampai bagian bawah solum.
Berbeda dengan pedon AM2, kandungan C-organik relatif rendah terdapat pada
horison Ap, dan meningkat mulai pada horison peralihan BA sampai bagian tengah
horison Bt. Selanjutnya secara tidak teratur dari bagian bawah Bt sampai pada horison
peralihan BC. Pola sebaran C-organik pada pedon AM3 agak berbeda dengan kedua
pedon sebelumnya, di mana kandungan C-organik relatif tinggi terdapat pada horison
permukaan kemudian menurun sampai pada bagian atas Bt, dan selanjutnya
meningkat terus dengan semakin meningkatnya kedalaman (Tabel 9).
Kandungan C-organik yang tidak beraturan dengan meningkatnya kedalaman
tersebut, merupakan ciri bahan sedimen, yang mana bahan-bahanya terbentuk akibat
sedimentasi atau pengendapan. Penimbunan C-organik pada AM1, terjadi pada
horison Bt1 pada kedalaman 30 - 55 cm, sedangkan pada AM2 pada horison BA pada
kedalaman 18 - 37 cm dan 130 - 200 cm. Penimbunan C-organik pada pedon AM3
terjadi pada bagian bawah profil, yakni pada kedalaman 50 – 85 cm, 85 – 135 cm, dan
135 – 200 cm (Gambar 6). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa terjadi
penimbunan bahan organik, walaupun dalam jumlah relatif sedikit, seiring dengan
meningkatnya kandungan liat pada horison Bt. Penimbunan tersebut dijumpai pada
semua pedon, baik yang memiliki regim kelembaban tanah akuik, maupun perudik.
Sama halnya dengan kandungan C-organik, maka dilakukan pula analisis
kandungan Fe-bebas dalam tanah (Tabel 9, Gambar 6), untuk melihat apakah terjadi
penimbunan besi seiring dengan penimbunan liat. Kandungan besi pada tanah-tanah
yang berkembang dari bahan induk batuliat, cenderung meningkat dan menumpuk
59
Gambar 6. Distribusi C-organik, Fe-bebas, dan Liat Total Tanah pada Pedon AM1,
AM2, dan AM3 yang Berkembang dari Bahan Induk Batuliat.
60
pada bagian bawah horison Bt. Pedon AM1 dan AM2 terlihat memiliki kecenderungan
distribusi Fe-bebas yang sama, di mana kandungan besi bebas memiliki pola yang
meningkat dari horison A sampai bagian bawah horison Bt, kemudian menurun pada
horison peralihan BC. Berbeda dengan pedon AM3, peningkatan kandungan Fe-
bebas memiliki pola yang tidak teratur, yaitu peningkatan Fe-bebas terjadi pada bagian
atas dan bawah Bt, sedangkan penurunan terlihat pada bagian tengah Bt dan juga
pada horison BC. Dapat disimpulkan bahwa pada pedon-pedon dari batuliat
penimbunan Fe-bebas yang cenderung terjadi, dan penimbunan tertinggi terdapat
pada horison Bt. Penimbunan tersebut berturut-turut untuk pedon AM1, AM2, dan,
AM3 (Gambar 9) terdapat sebesar 4,60% pada horison Btg (95-130 cm); 3,67% pada
horison Bt3 (103-130 cm), dan 3,48% pada horison Btg2 (115-135 cm).
Nilai KTK liat pedon AM1 (Tabel 9) menunjukkan bahwa, KTK-liat horison A
lebih rendah dibanding KTK-liat pada horison Bt2 yang cenderung tinggi mencapai
105,2 cmol(+)/kg liat, dan sedikit menurun pada bagian bawah solum. Sangat berbeda
dengan AM1, secara keseluruhan horison-horison pada pedon AM2 memiliki nilai KTK
liat cenderung lebih rendah, yakni sebesar 25,8-32,9 cmol(+)/kg liat. Pada pedon ini
horison Bt bagian atas memiliki nilai KTK liat yang lebih rendah dibanding horison A di
atasnya, namun kemudian meningkat sampai horison peralihan BC. Pada pedon AM3
dijumpai kisaran nilai KTK liat antara 38,6-42,62 cmol(+)/kg liat, dan horison Bt memiliki
nilai relatif lebih rendah dibanding horison permukaan maupun horison peralihan BC.
Terlihat bahwa nilai KTK liat pada ketiga pedon tersebut sangat berkaitan dengan jenis
mineral liatnya (dibahas pada sifat mineralogi).
Pedon Berbahan Induk Batukapur
Data hasil analisis sifat-sifat kimia tanah masing-masing horison pada pedon
pewakil tanah-tanah berbahan induk batukapur disajikan pada Tabel 10.
61
Tabel 10. Beberapa Sifat Kimia Tanah Masing-Masing Horison Pedon Pewakil Berbahan Induk Batukapur.
Pedon Kedalaman pH-tanah C-organik Jumlah Kemasaman Kejenuhan KTK-tanah/ Fe2O3-
Ca Mg K Na basa-dd terekstrak Al H pH-7 Jum.Kat. KTK Ef. Liat Al (%) % liat total pH-7 Jum.Kation bebas
(cm) (H2O) (%) (%)
AM4 - Dystric Fluventic Eutrudept (perudik)
A 0-15 5,0 0,94 24,7 5,6 0,4 0,6 31,3 39,8 0 0,2 42,2 72,2 31,5 64,5 0 0,66 74 43 3,29
AB 15-31 5,1 0,63 20,7 4,2 0,4 0,5 25,8 38,5 0 0,2 44,4 65,6 26,0 70,5 0 0,71 58 39 3,59
Bt1 31-45 4,8 0,63 31,3 3,6 0,6 0,9 36,4 35,4 0 0,1 48,3 72,7 36,4 65,3 0 0,74 75 50 3,38
Bt2 45-66 5,4 0,63 42,4 5,0 0,4 0,7 48,45 24,6 0 0,2 51,2 73,7 48,6 63,9 0 0,65 95 66 2,48
Bt3 66-130 5,0 0,78 48,4 6,3 0,5 0,7 55,9 23,6 0 0,1 50,7 80,3 56,0 66,7 0 0,68 100 70 3,47
BC 130-200 5,8 0,71 55,3 1,1 0,4 0,8 57,6 20,4 0 0,1 50,4 0 0,68 100 74 3,30
AM5 - Dystric Fluventic Eutrudept (perudik)
A 0-16 5,8 0,55 44,8 6,2 0,5 0,9 61,4 21,8 0 0,1 44,4 74,7 52,4 71,3 0 0,72 100 70 2,61
Bt1 16-38 6,5 0,71 52,7 6,5 0,6 1,0 61,0 21,4 0 0,1 56,6 82,9 60,9 76,5 0 0,73 100 73 3,27
Bt2 38-86 6,1 1,25 46,3 5,7 0,5 0,9 53,4 22,2 0 0,1 51,0 76,2 53,3 75,0 0 0,68 100 70 2,66
Bt3 86-122 5,9 1,18 70,4 8,2 0,6 1,1 80,3 23,0 0 0,1 49,8 104,0 80,3 63,0 0 0,64 100 77 1,76
BC 122-200 6,3 0,55 65,6 7,6 0,5 1,1 74,9 24,0 0 0,1 54,6 99,5 74,7 80,0 0 0,80 100 75 2,85
AM6 - Fluvaquentic Epiaquent (akuik)
Ap 0-18 5,8 1,49 71,4 5,4 0,6 1,0 78,4 21,2 0 0,1 55,4 100,2 78,5 97,0 0 1,0 100 78 2,37
Bt1 18-50 6,2 1,02 50,6 5,0 0,4 0,5 56,5 21,8 0 0,1 44,4 78,9 56,5 65,1 0 0,66 100 72 3,59
Bt2 50-77 5,9 0,78 52,4 5,7 0,4 0,9 59,4 21,0 0 0,1 46,6 81,0 59,4 65,6 0 0,67 100 73 2,67
Bt3 77-107 5,4 0,86 50,0 5,3 0,4 0,8 56,5 22,0 0 0,1 48,1 79,1 56,6 72,7 0 0,74 100 72 2,81
Bt4 107-136 5,2 1,65 58,4 6,0 0,5 0,9 65,8 23,0 0 0,1 53,9 89,3 65,9 80,7 0 0,83 100 74 2,38
BC 136-200 5,3 0,78 55,2 5,5 0,5 0,6 61,8 25,2 0 0,1 52,2 87,7 61,8 69,3 0 0,70 100 70 1,97
Kapasitas Tukar Kation (KTK) Kejenuhan Basa (KB)
------(%)---------------------cmol(+)/kg tanah---------------------------------------cmol(+)/kg tanah ----------------------
Basa-basa dapat tukar Kemasaman dapat tukar
62
Nilai pH tanah pada pedon AM4, AM5, dan AM6 cenderung tergolong agak masam
sampai netral (pH 4,8 – 6,5). Nilai pH pada pedon AM4 adalah agak masam, dan
cenderung naik-turun secara tidak teratur di dalam pedon. Pada bagian tengah horison
Bt, pH tanah terlihat lebih tinggi dibanding pada bagian atas maupun bawahnya,
kemudian meningkat pada horison BC. Nilai pH pada pedon AM5 bervariasi antara 5,8
- 6,5. Nilai pH pada horison A lebih rendah dibanding horison Bt, yang kemudian
menurun pada bagian bawahnya, tetapi kemudian meningkat lagi pada horison
peralihan BC. Nilai pH tertinggi yaitu 6,5 dijumpai pada horison Bt1. Pedon AM6
dengan regim kelembaban akuik memiliki pH 5,2-6,2. Pada pedon ini terlihat
penurunan nilai pH secara teratur dengan kedalaman dimulai dari bagian atas horison
Bt sampai bagian bawahnya, namun terdapat sedikit peningkatan pada horison
peralihan BC. Nilai pH tertinggi, yakni 6,2, dijumpai pada horison Bt bagian atas (Bt1).
Gambar 7 menunjukkan distribusi kandungan C-organik, Fe-bebas, dan liat
total dalam tanah pada pedon AM4, AM5, dan AM6 yang berkembang dari batukapur.
Terlihat bahwa terjadi penimbunan C-organik pada setiap pedon, baik yang memiliki
regim kelembaban akuik maupun perudik. Kandungan C-organik horison A pada pedon
AM4, cenderung lebih tinggi daripada horison Bt, namun peningkatan yang relatif kecil
terlihat pada bagian bawah horison Bt, dan menurun kembali pada horison peralihan
(BC) paling bawah. Kandungan C-organik tertinggi sebesar 0,78%, terjadi pada horison
Bt3 (66 - 130 cm). Pada pedon AM5, kandungan C-organik pada horison permukaan
(A) lebih rendah dari horison Bt secara menyeluruh. Nilai tertinggi sebesar 1,25%
terjadi pada horison Bt2 (38 – 86 cm), sementara penurunan yang nyata terlihat pada
horison peralihan BC. Sama halnya dengan pedon sebelumnya, maka pada pedon
AM6 kandungan C-organik yang cukup tinggi ditemukan pada horison Ap dan Bt
bagian atas, yang kemudian menurun dan meningkat kembali pada bagian bawah
horison Bt. Penimbunan tertinggi dijumpai pada kedalaman 107 – 136 cm (horison Bt4)
sebesar 1,65%. Data di atas dapat disimpulkan bahwa penimbunan C-organik pada
63
Gambar 7. Distribusi C-organik, Fe-bebas, dan Liat Total Tanah pada Pedon AM4, AM5, dan AM6 yang Berkembang dari Bahan Induk Batukapur.
64
tanah berbahan induk kapur terjadi pada kedalaman yang berbeda-beda. Penimbunan
pada kedalaman terdalam ditemukan pada pedon AM6 (akuik). Pada keadaan regim
kelembaban tanah perudik penimbunan C-organik terjadi pada kedalaman yang lebih
dangkal.
Kandungan Fe-bebas pada pedon yang berkembang dari batukapur (AM4,
AM5, dan AM6) (Tabel 10 dan Gambar 7) memperlihatkan bahwa penimbunan Fe-
bebas terjadi pada kedalaman yang berbeda-beda dan umumnya terjadi pada horison
Bt. Kandungan Fe-bebas pada horison A atau Ap, cenderung rendah. Peningkatan
kandungan Fe-bebas terjadi pada horison Bt bagian atas, kemudian menurun pada
bagian tengahnya. Penimbunan Fe-bebas tertinggi pada pedon AM4, AM5, dan AM6
berturut-turut terjadi pada horison Bt3 (66 – 130 cm) sebesar 3,47%, Bt1(16 – 38 cm)
sebesar 3,27%, dan Bt3 (77-107 cm) sebesar 2,81%.
Nilai KTK-liat secara keseluruhan terlihat sangat berbeda, yakni relatif lebih
tinggi dibanding dengan pedon berbahan induk lainnya. Kenyataan ini sangat didukung
oleh diidentifikasi adanya jenis mineral liat 2:1 (smektit) yang mendominasi setiap
horison Bt. Nilai KTK-liat horison Bt bervariasi antara 63,9 -70,5 cmol(+)/kg liat pada
pedon AM4, antara 63,0 – 80,0 cmol(+)/kg liat pedon AM5 dan antara 65,1 – 97,0
cmol(+)/kg liat pedon AM6. Tingginya nilai KTK-liat pada pedon-pedon ini terlihat relatif
sama pada kondisi akuik maupun perudik, sehingga dapat disimpulkan bahwa
pengaruh jenis bahan induk terhadap nilai KTK-liat lebih menonjol dibandingkan
dengan pengaruh regim kelembaban tanah.
Pedon Berbahan Induk Volkanik-Andesitik
Data sifat-sifat kimia masing-masing horison pada pedon AM7 dan AM8 yang
berkembang dari bahan Volkan-Andesitik disajikan pada Tabel 11.
Pedon AM7 (perudik) memiliki reaksi tanah seluruh horison yang tergolong
masam, yakni pH 4,7 – 5,1. Pada horison A dijumpai nilai pH yang paling rendah dan
65
Tabel 11. Beberapa Sifat Kimia Tanah Masing-masing Horison Pedon Pewakil Berbahan Insuk Volkanik-Andesitik.
Pedon Kedalaman pH-tanah C-organik Jumlah Kemasaman Kejenuhan KTK-tanah/ Fe2O3-
Ca Mg K Na basa-dd terekstrak Al H pH-7 Jum.Kat. KTK Ef. Liat Al (%) % liat total pH-7 Jum.Kation bebas(cm) (H2O) (%) -------cmol(+)/kg tanah------- (%)
AM7 - Andic Dystrudept (perudik)
A 0-19 4,5 1,25 3,6 2,4 0,2 0,4 6,6 33,0 15,4 0,6 41,0 40,7 22,5 97,0 70 0,77 16 70 2,93Bt1 19-47 4,8 1,10 3,8 1,4 0,2 0,3 5,7 33,0 20,1 0,8 40,8 39,8 26,6 65,0 78 0,59 14 52 3,47
Bt2 47-80 4,8 0,94 0,6 0,2 0,1 0,1 1,0 33,8 18,6 0,8 43,5 35,9 20,4 65,6 94 0,73 2 11 3,38Bt3 80-105 4,7 1,73 1,1 0,5 0,1 0,2 1,9 29,0 28,7 0,9 45,2 31,9 31,4 72,7 94 0,54 4 13 2,99BC 105-130 4,7 0,78 0,7 0,3 0,1 0,2 1,3 31,8 30,0 1,0 47,6 34,2 32,3 80,7 96 0,86 3 9 4,82
C 130-200 5,1 0,78 0,9 0,3 0,1 0,1 1,4 31,8 25,5 0,8 51,0 34,2 27,7 69,3 95 1,12 3 9 4,96
AM8 - Typic Haplohumult (perudik)
Ap 0-20 4,8 1,76 4,3 1,1 0,3 0,4 6,1 21,3 0.0 0.1 49.5 27,3 6,1 104,6 0 1,08 12 22 4,18
Bt1 20-40 5,5 1,65 6,0 1,1 0,2 0,3 7,6 21,0 0.0 0.2 15.3 28,5 7,7 24,7 0 0,28 49 26 3,69Bt2 40-65 5,6 1,10 6,7 1,3 0,3 0,4 8,7 21,9 0.0 0.1 17.7 30,6 8,8 25,8 0 0,27 49 29 3,59
Bt3 65-90 5,7 0,78 8,3 2,0 0,3 0,4 11,0 22,3 0.0 0.1 16.8 33,3 11,1 20,8 0 0,22 66 33 4,40Bt4 90-110 5,8 0,71 6,2 2,0 0,2 0,4 8,8 23,1 0.0 0.1 14.8 31,8 8,8 36,6 0 0,22 59 27 4,04Bt5 110-145 5,8 0,63 6,3 2,0 0,3 0,4 9,0 18,9 0.0 0.1 16.8 27,9 9,1 20,1 0 0,21 54 32 3,96
BC 145-200 5,8 0,55 5,5 2,1 0,3 0,5 8,4 18,0 0.0 0.1 14.3 26,4 8,5 22,9 0 0,24 59 32 3,69
--------------------------------cmol(+)/kg tanah---------------------- ------(%)------
Basa-basa dapat tukar Kemasaman dapat tukar Kapasitas Tukar Kation (KTK) Kejenuhan Basa (KB)
66
meningkat dengan kedalaman. Hal yang sama juga dijumpai pada pedon AM8
(perudik), di mana nilai pH relatif rendah terdapat pada horison permukaan (Ap) dan
meningkat dengan kedalaman. Nilai pH tergolong agak masam, baik pada horison Ap,
Bt, maupun horison C, dengan kisaran 5,5 - 5,8.
Nilai kejenuhan basa (KB-jumlah kation) pada pedon AM7 cenderung tinggi
pada horison A, namun dengan meningkatnya kedalaman, nilainya menurun sangat
rendah, yakni 3%. Sedangkan pada pedon AM8, nilai KB-jumlah kation masing-masing
horison hampir tidak jauh berbeda, berkisar 22 – 32%.
C-organik pada pedon AM7 terlihat relatif tinggi pada bagian atas permukaan
yakni pada horison Ap dan sedikit menurun pada bagian atas horison Bt. Pada
Gambar 8, terlihat bahwa penumpukan C-organik sebesar 1,73% terjadi pada Bt3
dengan kedalaman 80 – 105 cm. Sedangkan pada AM8 tidak terlihat penimbunan
seiring dengan menurunnya kandungan C-organik dengan meningkatnya kedalaman,
yakni tertinggi dijumpai pada horison Ap dan sedikit menurun pada horison Bt sampai
pada horison C. Kandungan Fe-bebas terlihat pola yang berbeda antara pedon AM7
dan AM8. Kandungan Fe-bebas pada pedon AM7 terlihat relatif rendah pada horison
A, yang kemudian meningkat pada bagian atas horison Bt. Selanjutnya terjadi
penurunan kembali pada horison Bt bagian bawah, dan meningkat pada horison
peralihan BC sampai C. Berbeda dengan AM8 dimana pada bagian permukaan tanah
besi bebas relatif tinggi dibanding dengan horison Bt bagian atas dan bawah, namun
pada bagian tengah horison Bt terlihat meningkat. Dengan demikian terjadi
penumpukan Fe-bebas sejumlah 3,47% pada Bt1 (19 – 47 cm) dan sebesar 4,40%
pada Bt3 (65 – 90 cm) berturut-turut untuk pedon AM7 dan AM8. Jumlah penumpukan
besi tersebut dapat dikatakan tertinggi di antara semua pedon yang diteliti. Hal ini
67
Gambar 8. Distribusi C-organik, Fe-bebas, dan Liat Total Tanah pada Pedon AM7 dan AM8 yang Berkembang dari Bahan Induk Volkanik-Andesitik.
68
dapat dikatakan bahwa pedon-pedon ini mengalami pelapukan yang menghasilkan
besi relatif lebih banyak.
Pengaruh perbedaan jenis mineral liat yang mendominasi horison permukaan A
atau Ap dan horison Bt terhadap nilai KTK-liat dijumpai pula pada pedon-pedon yang
berkembang dari bahan induk bahan volkanik andesitik ini. Pada pedon AM7 dijumpai
nilai KTK-liat cenderung tinggi pada semua horisonnya. Tertinggi terjadi pada horison
A kemudian menurun pada bagian atas horison Bt. Terjadi kenaikan KTK-liat di bagian
bawah horison Bt dan pada horison BC dan menurun kembali pada horison C. Pada
horison Bt dijumpai KTK liat sebesar 65,0 - 72,7 cmol(+)/kg liat dan pedon AM8 dijumpai
lebih rendah yakni sebesar 20,1 - 36,6 cmol(+)/kg liat. Kedua pedon ini memiliki
dominasi mineral liat yang berbeda yakni pada AM7 mineral liat campuran dan pada
AM8 didominasi oleh kaolinit (1:1). Sehingga nilai KTK-liat pada kedua pedon ini
didukung oleh jenis mineralnya (dibahas kemudian pada mineral liat).
Pedon Berbahan Induk Volkanik-Dasitik
Pada Tabel 12 disajikan data sifat-sifat kimia pedon AM9 dan AM10 yang
berke mbang dari bahan induk volkanik dasitik. Pedon AM9 (ustik) nilai pH relatif
tergolong agak masam dengan pH adalah 5,2-5,4. Nilai pH horison A relatif lebih tinggi
dibanding pada horison Bt maupun BC. Perbedaan kemasaman tanah terlihat jelas
pada pedon AM10 (akuik) yang memiliki nilai pH yang relatif tinggi dan tergolong netral
yakni 5,7 - 6,1, dimana pada horison Ap nilai pH cenderung rendah dibanding dengan
horison Bt dan horison BC. Jelas terlihat bahwa pH pada horison Bt relatif tinggi.
Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan regim kelembaban tanah mempengaruhi
kemasaman horison Bt pada tanah berbahan induk bahan volkanik-dasitik di mana
pengaruh yang sama kurang menonjol pada bahan induk batuan sedimen.
Hubungan antara kemasaman tanah (pH) dengan horison Bt dapat terjadi
dalam kaitannya dengan pencucian liat. Hal tersebut seperti dikemukakan oleh Buol et
69
Tabel 12. Beberapa Sifat Kimia Tanah Masing-masing Horison Pedon Pewakil Berbahan Induk Volkanik-Dasitik.
Pedon Kedalaman pH tanah C-organik Jumlah Kemasaman Kejenuhan KTK-tanah/ Fe2O3-Ca Mg K Na basa-dd terekstrak Al H pH-7 Jum.Kat. KTK Ef. Liat Al (%) % liat total pH-7 Jum.Kation bebas
(cm) (H2O) (%) ------cmol(+)/kg tanah------ (%)
AM9 - Fluventic Dystrudept(ustik)A 0-22 5,5 1,02 4,0 1,7 0,3 0,4 6,4 18,8 0.0 0,1 16,0 25,2 6,5 26,8 0 0,29 40 25 3,41
Bt1 22-35 5,3 0,78 1,9 0,7 0,2 0,2 3,0 18,3 0,4 0,3 12,1 21,3 3,6 15,7 11 0,17 24 14 3,30
Bt2 35-57 5,4 0,71 1,4 0,6 0,1 0,2 2,3 15,9 1,0 0,4 13,1 18,1 3,6 16,3 30 0,17 17 12 3,64Bt3 57-80 5,2 0,47 2,9 0,5 0,1 0,2 3,7 17,2 0,6 0,3 14,1 20,8 4,5 16,2 13 0,17 26 18 3,59B4 80-110 5,4 0,39 2,4 0,9 0,2 0,3 3,8 16,3 9,9 0,9 15,5 19,9 14,4 17,0 72 0,18 23 18 3,57Bt5 110-140 5,3 1,41 1,9 0,5 0,2 0,2 2,8 18,1 26,2 1,0 14,6 20,8 29,8 15,9 90 0,18 18 13 3,60
BC 140-200 5,2 0,94 1,3 0,3 0,1 0,2 1,8 18,3 30,3 1,5 8,3 20,2 33,6 9,7 94 0,11 23 9 4,25
AM10 - Aeric Epiaqualf (akuik)Ap 0-12 4,6 2,16 1,0 0,4 0,2 0,3 1,9 8,4 3,4 0,5 6,3 6,8 10,2 31,4 35 0,31 29 18 0,32
Adir 12-20 5,5 1,68 2,9 0,8 0,3 0,4 4,4 6,1 1,8 0,3 7,1 7,3 10,4 37,8 29 0,38 62 55 0,26Bmn 20-26 6,1 2,03 5,2 2,0 0,4 0,5 8,1 7,4 0,5 0,2 9,2 9,3 11,8 45,4 6 0,46 48 37 0,34Bt1 26-59 6,2 1,92 5,5 2,3 0,3 0,4 8,5 7,5 0,0 0,2 8,6 8,8 15,5 25,5 0 0,25 93 37 0,32Bt2 59-75 6,0 1,60 5,4 2,4 0,3 0,4 8,5 8,8 0,0 0,1 9,4 9,5 17,3 27,0 0 0,27 91 52 0,49Bt3 75-120 6,0 1,43 8,5 3,2 0,4 0,5 12,6 12,9 0,0 0,2 15,6 15,8 21,8 41,3 0 0,41 54 50 0,36
Bt4 120-143 5,7 2,00 9,5 4,1 0,4 0,5 14,5 12,9 0,4 0,2 18,6 18,9 25,4 45,1 0 0,45 67 40 0,36BCg1 143-168 5,6 2,32 7,6 3,9 0,3 0,5 12,3 9,8 0,5 0,2 13,9 14,1 24,2 41,9 2 0,42 100 60 0,09BCg2 168-200 5,7 1,54 5,4 2,8 0,3 0,4 8,9 7,3 1,0 0,3 15,5 15,9 19,6 71,1 11 0,71 79 63 0,35
--------------------------------cmol(+)/kg tanah----------------------
Basa-basa dapat tukar Kemasaman dapat tukar
------(%)------
Kapasitas Tukar Kation (KTK) Kejenuhan Basa (KB)
70
al. (1973) bahwa terjadinya proses dispersi liat berkaitan dengan pencucian basa-basa
yang mengikat partikel tanah. Pencucian basa-basa akan menurunkan nilai pH tanah
dan memungkinkan terbentuknya proses penimbunan liat ke horison B.
Kejenuhan Basa-jumlah kation pada pedon yang berkembang dari bahan induk
volkanik-dasitik ini sangat berbeda. Pada pedon AM9 dijumpai nilai KB-jumlah kation
yang sangat rendah terutama di bawah horison permukaan A. Sedikit peningkatan
terjadi pada bagian bawah horison Bt, kemudian menurun pada horison BC.
Sebaliknya pada pedon AM10 jelas terlihat bahwa, nilai KB-jumlah kation adalah
rendah pada horison Ap, kemudian meningkat sampai pada horison Bt3. Penurunan
terjadi pada bagian bawah horison Bt dan meningkat kembali pada horison BC. Hal ini
menunjukkan bahwa pedon ini memenuhi KB- jumlah kation sebesar lebih atau sama
dengan 35% pada kedalaman 180 cm sehingga dapat digolongkan pada tanah Alfisol.
Perbedaan bahan induk jelas berpengaruh pada kemasaman horison Bt, dimana tanah
yang berasal dari bahan induk masam (batuliat dan volkanik-dasitik) cenderung
menghasilkan tanah dengan pH yang masam. Kecuali pada AM10 (akuik) dengan nilai
pH 6,2 sampai 6,4. Sedangkan tanah yang berkembang dari bahan induk batukapur
tergolong pada agak-masam sampai netral.
Horison Bt pada pedon yang memiliki regim kelembaban tanah akuik memiliki
KB relatif lebih tinggi dibanding dengan tanah yang memiliki regim kelembaban tanah
perudik. Sebaliknya pengaruh regim kelembaban tanah cenderung mempengaruhi nilai
KB horison Bt. Pada pedon dengan regim kelembaban tanah akuik nilai KB cenderung
lebih tinggi daripada perudik.
Kandungan C-organik pada pedon berbahan induk volkanik dasitik (Tabel 12
dan Gambar 9), terlihat bahwa pada horison A pedon AM9 (ustik) memiliki nilai yang
tinggi dibanding horison Bt bagian atas dan tengah. Penurunan kandungan C-organik
terjadi sampai pada bagian bawah horison Bt4. Sedangkan pada bagian bawah Bt
terjadi penumpukan C-organik sebesar 1,41% pada horison Bt5 (110-140 cm). Pada
71
pedon AM10 (akuik) kandungan C-organik relatif tinggi hampir di setiap horisonnya,
yakni sebesar 2%, dan tertinggi dibanding dengan pedon-pedon lainnya. Penimbunan
tersebut dijumpai pada horison Bt4 (120-143 cm). Dengan demikian terlihat bahwa
perbedaan regim kelembaban tanah berpengaruh pada kandungan C-organik terutama
pada tanah yang berbahan induk bahan volkanik dasitik ini. Hal tersebut menunjukkan
bahwa penimbunan C-organik berbeda antara pedon yang berbahan induk bahan
volkanik-dasitik maupun-andesitik (yang terjadi pada kedalaman yang lebih dangkal).
Pada beberapa pedon terlihat terjadi penimbunan C-organik yang tidak teratur,
yang pada ordo tanah Inceptisol dapat termasuk dalam kriteria ’fluventic’ yakni adanya
pengaruh perbedaan penimbunan bahan oleh air. Pada tanah Ultisol, kandungan C-
organik digunakan sebagai kriteria dalam mengklasifikasikan sub-ordonya.
Disimpulkan bahwa penimbunan C-organik yang relatif sangat sedikit, terjadi seiring
dengan terjadinya penimbunan liat. Hal tersebut terlihat pada pedon berbahan induk
batuliat yang hanya terjadi pada pedon AM1 dan AM3 keduanya akuik, kemudian pada
semua pedon berbahan batukapur (AM4, AM5, dan AM6), dan juga pada pedon yang
berbahan induk volkanik-andesitik (AM7), serta berbahan induk volkanik-dasitik yakni
AM9 dan AM10.
Hasil analisis terhadap kandungan Fe-bebas pada pedon AM9 (Tabel 12 dan
Gambar 9), menunjukkan bahwa kandungan besi bebas pada horison A cenderung
lebih rendah dibanding dengan Bt dan BC. Terlihat bahwa penumpukan besi bebas
terjadi pada horison Bt2 (35 -57 cm) sebesar 3,64% dan pada Bt5 (110 -140 cm)
maupun pada horison peralihan (BC) sebesar masing-masing 3,60% dan 4,25%. Hal
yang sangat berbeda terlihat pada pedon AM10 yang berkembang dari bahan induk
yang sama dengan AM9, tetapi memiliki regim kelembaban tanah akuik. Secara
keseluruhan pedon ini memiliki kandungan Fe- bebas yang sangat rendah dibanding
dengan semua pedon pewakil yang ada.
72
Gambar 9. Distribusi C-organik, Fe-bebas, dan Liat Total Tanah pada Pedon AM9 dan AM10 yang Berkembang dari Bahan Induk Volkanik-Dasitik.
73
Namun demikian terlihat bahwa horison Ap memiliki kandungan besi bebas yang lebih
rendah dibanding dengan horison Bt, dan cenderung lebih tinggi dari horison peralihan
BC. Penimbunan terlihat pada horison Bt2 (59 – 75 cm) sebesar 0,49%. Kandungan
jumlah besi bebas yang relatif sangat sedikit pada AM10 diduga akibat jenis bahan
induk yang mengandung sedikit besi (tufa Banten) seperti yang diungkapkan dalam
Djunaedi (1976).
Fe-bebas merupakan salah satu indikator ciri perkembangan tanah. Senyawa
ini berkaitan erat dengan aktifitas air dalam tanah. Hasil analisis terhadap senyawa
Fe2O3 disimpulkan bahwa, terjadi akumulasi dengan jumlah yang berbeda-beda pada
setiap pedon pewakil. Akumulasi dapat merupakan akibat dari perbedaan
permeabilitas tanah yang dari cepat menjadi lambat pada daerah dimana kandungan
liat tinggi. Dengan adanya perbedaan tekstur tersebut mengakibatkan air sering
tertahan pada batas lapisan yang berbeda ini dan mengakibatkan tertumpuknya besi.
Jumlah Fe-bebas yang relatif tinggi terlihat pada pedon-pedon yang berasal dari bahan
induk volkanik kecuali pedon AM10, dan menunjukkan tanah tersebut lebih
berkembang dibanding lainnya. Pedon yang berasal dari bahan dasitik terlihat memiliki
nilai KTK-liat yang berbeda. Nilai KTK-liat pada pedon AM9 cenderung rendah, dan
ditemukan relatif tinggi pada horison permukaan Ap, dan menurun sampai
pertengahan Bt, juga pada BC. Sedangkan pada bagian bawah Bt terlihat adanya
penumpukan sebesar 17,0 cmol(+)/kg liat pada Bt4. Pada horison Ap sebesar 26,8
cmol(+)/kg liat. Pada pedon AM10 dijumpai cenderung lebih tinggi dan bervariasi antara
horisonnya, yakni sebesar 25,5-45,12 cmol(+)/kg liat.
Nilai KTK-liat yang relatif lebih tinggi pada pedon AM10 dipengaruhi oleh
mineral campuran antara liat 2:1 dan 1:1 dibanding dengan AM9 yang mineral liatnya
didominasi oleh tipe 1:1 (kaolinit). Hubungan antara nilai KTK-liat dengan horison
penimbunan liat lebih kepada jenis mineral liat yang mendominasi horison tersebut.
Sedangkan nilai KTK-tanah (pH-7) digunakan untuk mendapatkan kelas KTK pada
74
klasifikasi tanah pedon pewakil yang dijumpai dominasi mineral liat campuran pada
penelitian ini. Dari data -data tersebut dapat disimpulkan bahwa perbedaan regim
kelembaban tanah terlihat tidak langsung mempengaruhi sifat tanah ini, melainkan
akibat pengaruh perbedaan jenis mineral liat yang dijumpai pada masing-masing
pedon.
Mineralogi Horison Eluviasi dan Iluviasi
Mineral Fraksi Pasir
Data hasil analisis mineral fraksi pasir total dengan menggunakan metode Line
Counting pada contoh tanah yang mewakili horison pencucian liat dan penimbunan liat
maksimum disajikan pada Tabel 13.
Analisis mineral fraksi pasir total bertujuan, antara lain, untuk mengetahui
komposisi dan cadangan mineral yang ada dalam tanah, juga untuk menduga jenis
bahan induk tanah (Hendro, 1990). Pada penelitian ini, analisis mineral fraksi pasir
total dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai komposisi dan cadangan
mineral yang ada pada horison permukaan (A atau Ap) dan horison Bt, dan untuk
menduga proses-proses pelapukannya.
Secara keseluruhan dijumpai bahwa susunan mineral fraksi pasir pada horison
Bt masing-masing pedon pewakil adalah sama dengan horison permukaan (A atau
Ap), yakni horison pencucian yang berada di atas horison penimbunan liat tersebut.
Hasil analisis menunjukkan bahwa cadangan mineral, yaitu mineral mudah lapuk
(weatherable mineral), yang dikandung masing-masing horison bervariasi satu sama
lain. Mineral-mineral mudah lapuk yang dijumpai pada pedon-pedon pewakil, antara
lain, adalah gelas volkan, oligoklas, andesine, labradorit, orthoklas, sanidin,
hornblende, augit, dan hiperstin.
75
Tabel 13. Penyebaran Mineral Fraksi Pasir Total pada Horison Eluviasi dan Iluviasi.
Keterangan : OP=opak, Zi=sirkon, KK=kuarsa keruh, KB=kuarsa bening, KF= K-feldspar, LI=limonit, OS=organik silika, ZE=zeolit, WM= mineral lapuk, WR= batuan lapuk, VG=gelas volkan, OL=oligoklas, AN=anortit, LB=labradorit, OR=ortoklas, SA=sanidin, HO=hornblende, AU=augit, HY=hiperstin, dan TM=total mineral mudah lapuk.
Pedon Berbahan Induk Batuliat
Pada pedon yang berkembang dari batuliat (AM1, AM2, dan AM3), jumlah
mineral mudah lapuk di horison Bt lebih sedikit ataupun berkurang, dibanding dengan
horison eluviasi. Pada pedon AM1 penurunan tersebut sangat nyata dari 12% menjadi
2% dan pada pedon AM3 dari 30% menjadi 18%. Penurunan tersebut terlihat juga
Pedon/Hor. OP ZI KK
KB
KF
LI OS
ZE WM
WR
VG
OL
AN
LB OR
SA
HO
AU
HY
TM
Pedon AM1:
Ap (0-10 cm) 24 1 10 39 0 0 0 0 1 13 2 3 1 2 0 1 0 1 2 12
Bt2 (55-95 cm) 46 1 8 31 0 0 0 0 1 11 0 1 0 0 0 0 0 1 0 2
Pedon AM2:
Ap (0-18 cm) 35 0 27 13 0 1 0 0 4 11 1 0 0 1 0 0 0 1 6 9
Bt3 (103-130 cm) 28 0 29 8 16 1 1 1 5 7 1 0 1 0 0 0 0 1 1 4
Pedon AM3:
Ap (0-15 cm) 9 1 19 16 0 0 2 0 7 15 1 0 2 6 1 1 1 7 12 30
Bt2 (30-50 cm) 1 0 29 27 0 1 2 0 8 14 1 1 1 5 1 1 0 5 3 18
Pedon AM4:
AB (15-31 cm) 28 1 21 19 5 1 0 0 7 14 0 0 1 0 0 2 0 0 1 4
Bt2 (45-66 cm) 29 1 23 19 1 1 0 0 7 15 0 0 2 0 0 2 0 0 0 4
Pedon AM5:
A (0-16 cm) 17 0 11 34 0 0 0 0 3 11 0 7 11 3 0 2 0 0 1 24
Bt3 (86-122 cm) 16 0 15 34 0 0 0 0 7 16 0 3 6 1 0 2 0 0 0 8
Pedon AM6:
Ap (0-16 cm) 15 0 13 28 0 0 0 0 0 26 1 2 0 11 1 2 0 0 1 18
Bt2 (50-77 cm) 10 1 13 23 0 1 0 0 1 33 1 3 1 11 0 2 0 0 1 19
Pedon AM7:
A (0-19 cm) 46 0 9 13 0 0 0 0 12 17 2 2 0 0 0 1 0 0 0 5
Bt3 (80-105 cm) 49 0 7 9 1 0 0 0 16 16 2 1 1 0 0 0 0 0 0 4
Pedon AM8:
A (0-20 cm) 63 1 2 7 0 0 0 0 2 4 2 0 0 7 0 0 1 3 8 21
Bt3 (65-90 cm) 64 0 1 4 0 0 0 0 2 6 1 0 0 5 0 0 1 5 10 23
Pedon AM9:
A (0-10 cm) 35 0 5 46 0 0 0 0 2 3 1 2 0 4 0 0 0 0 1 8
Bt3 (57-80 cm) 30 1 16 42 0 0 0 0 2 3 1 3 0 1 0 1 0 0 0 6
Pedon AM10:
76
pada pedon AM2 dari 9% menjadi 4%. Pedon AM1 didominasi oleh kuarsa bening,
yang relatif lebih tinggi daripada AM2, yang lebih didominasi oleh kuasa keruh. Hal ini
menunjukkan bahwa tanah-tanah ini sudah mengalami pelapukan yang intensif, karena
kuarsa adalah mineral merupakan mineral yang tahan terhadap pelapukan. Jumlah
kuarsa (bening dan keruh) meningkat pada horison Bt dibanding dengan horison di
atasnya, terlihat sangat menonjol pada pedon AM3. Hal ini sejalan dengan pendapat
Nettleton et al. (1975) yang mengatakan bahwa pelapukan yang cukup memadai untuk
menghasilkan horison Bt adalah ditunjukkan oleh peningkatan kandungan kuarsa
dalam fraksi non liat yang diiringi dengan berkurangnya jumlah mineral lapuk.
Pedon Berbahan Induk Batukapur
Kuarsa merupakan mineral fraksi pasir yang mendominasi pedon AM4 dengan
jumlah kuarsa keruh hampir sama dengan horison pencucian di atasnya. Pedon AM5
terjadi penurunan jumlah mineral lapuk sangat nyata, yaitu dari 24% pada horison
pencucian dan menjadi 8% pada horison Bt. Sedangkan pada pedon AM6, kuarsa
bening terlihat relatif lebih tinggi sama halnya pada pedon AM5. Pada pedon-pedon
dari bahan induk batukapur ini, memiliki kandungan batuan lapuk yang relatif tinggi dari
pedon-pedon lainnya, baik pada horison Bt maupun horison di atasnya.
Pedon Berbahan Induk Volkanik-Andesitik
Pada tanah yang berkembang dari bahan induk volkanik-andesitik (pedon AM7
dan AM8), terlihat bahwa dominasi mineral opak sangat menonjol dibanding pedon-
pedon lainnya, yaitu melebihi 60%. Sebaliknya, kuarsa bening relatif lebih sedikit
dibanding pada pedon yang berasal dari batuliat dan batukapur. Dengan dijumpainya
mineral tahan lapuk dalam jumlah relatif lebih kecil, maka dapat disimpulkan bahwa,
tanah-tanah ini relatif belum mengalami pelapukan lanjut dibanding pedon yang
77
berkembang dari batuan sedimen. Hal ini seiring dengan sifat bahan induk intermedier
dengan kandungan Fe-bebas yang relatif tinggi dibanding pedon lainnya.
Pedon Berbahan Induk Volkanik-Dasitik
Kandungan kuarsa bening dijumpai relatif sangat tinggi pada pedon AM9, baik
pada horison Bt maupun horison A. Dilihat dari regim kelembaban tanah yang
tergolong ustik, seharusnya tanah relatif belum mengalami pencucian lanjut.
Kandungan kuarsa yang tinggi diperkirakan lebih disebabkan oleh pengaruh bahan
induk yang mengandung kuarsa tinggi, yaitu tufa Banten. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa susunan mineral fraksi pasir tanah-tanah yang diteliti lebih
dipengaruhi bahan induknya, bukan pengaruh regim kelembaban tanah yang berbeda.
Kesamaan susunan mineral pada horison Bt dan horison permukaan (A atau Ap) pada
masing-masing pedon pewakil, mendukung pendapat bahwa bahan penyusun horison-
horison tersebut adalah sama. Hal ini berarti juga mendukung kesimpulan bahwa
sumber liat sebagai bahan iluviasi pada horison Bt berasal dari horison pencucian di
atasnya.
Dominasi kuarsa bening tertinggi terdapat pada pedon yang berasal dari bahan
volkanik-dasitik, kemudian batukapur, batuliat, dan paling rendah pada bahan volkanik-
andesitik. Dapat dikatakan bahwa tanah-tanah yang berasal dari bahan volkanik-dasitik
telah mencapai tingkat hancuran iklim yang lanjut, sehingga mempengaruhi tingkat
perkembangan horison Bt pada tanah tersebut. Namun demikian, banyak sedikitnya
jumlah kandungan kuarsa tidak lepas daripada pengaruh jenis bahan induk itu sendiri.
Adanya pengaruh bahan induk volkanik terlihat pada pedon-pedon yang berkembang
dari batuan sedimen dengan melihat susunan mineral fraksi pasirnya yang tidak
dijumpai lagi mineral-mineral penciri batuan sedimen. Mohr dan Van Baren (1972)
mengatakan bahwa, mineral resisten seperti kuarsa banyak dijumpai pada batuan
sedimen, selain zirkon, rutil, turmalin, dan magnetit yang tidak ditemukan pada
78
penelitian ini. Hal ini menyebabkan sulitnya menginterpretasi asal bahan induk yang
sebenarnya. Sebagai dasar penen tuan jenis bahan induk dalam penelitian ini adalah
menggunakan informasi dalam peta geologi daerah Bogor dan Serang, Banten.
Mineralogi Horison Eluviasi dan Iluviasi
Data hasil analisis mineral liat pada horison pencucian (A atau Ap) dan horison
penimbunan liat maksimum (Bt) setiap pedon pewakil disajikan pada Tabel 14.
Tabel 14. Jenis Mineral Liat pada Horison Eluviasi dan Iluviasi Setiap Pedon Pewakil.
Pedon Horison /Kedalaman (cm) Smektit Illit Kaolinit Haloisit Kuarsa Kristobalit Gibsit Goethit Feldspar
AM1 Ap (0-10 cm) +++ - + - (+) + - - -Bt3 (55-95 cm) +++ - ++ - - + - - -
AM2 Ap (0-18 cm) - - ++++ - + - (+) (+) -Bt3 (103-130 cm) - - ++++ - + - - - -
AM3 Ap (0-15 cm) - - ++++ - + - - (+) +Bt3 (30-50 cm) + (+) ++++ - (+) - - - (+)
AM4 AB (15-31 cm) ++++ - + - - (+) - - -Bt2 (45-66 cm) ++++ + + - - - - - -
AM5 A (0-16 cm) ++++ - + - - - - - -Bt3 (86-122 cm) ++++ + + - - - - - -
AM6 Ap (0-18 cm) ++++ (+) + - - - - - -Bt2 (50-77 cm) ++++ (+) + - - - - - -
Volkanik-andesitik :AM7 A (0-19 cm) ++++ - + - (+) - - - -
Bt3 (60-105 cm) ++++ - + - - - - - -
AM8 Ap (0-20 cm) - - - ++++ (+) - (+) (+) -Bt3 (65-90 cm) - - - ++++ (+) - (+) (+) -
Volkanik-dasitik :AM9 A (0-22 cm) - - - ++++ - ++ - - +
Bt3 (57-80 cm) - - - ++++ - + - - -
AM10 A (0-12 cm) - - +++ - + ++ - - +Bt4 (120-143 cm) - - +++ - + ++ - - +
Keterangan : ++++ = dominan; +++ = banyak; ++ = sedang; + = sedikit; (+) = sangat sedikit
Jenis Mineral Liat
Batuliat :
Batukapur :
79
Pedon Berbahan Induk Batuliat
Difraktogram Sinar-X (X-ray Difactogram, XRD) fraksi liat dari horison A
atau Ap dan horison argilik (Bt) masing-masing pedon disajikan pada Gambar 10
(AM1) sampai Gambar 19 (AM10). Perlakuan standar fraksi liat yang digunakan adalah
dengan penjenuhan Mg 2+, Mg2+ + gliserol, K+, dan K+ plus 500 0C. Adapun identifikasi
jenis mineral berdasarkan puncak difraksi sinar-X (X-ray Difraction peaks) seperti yang
dikemukakan dalam Dixon et al. (1989).
Horison Bt dan horison Ap pada tanah yang berkembang dari batuliat di daerah
Cendali (AM1), yang mempunyai regim kelembaban akuik didominasi mineral liat
smektit (2:1) dan sedikit kaolinit. Hal ini ditunjukkan oleh puncak 16 Å pada perlakuan
dengan penjenuhan kation Mg 2+, yang berubah menjadi 18 Å pada penjenuhan
kation Mg2+ ditambah pemberian gliserol. Selanjutnya puncak smektit mengecil
menjadi 12,5 Å pada perlakuan penjenuhan dengan kation K, dan menjadi 10 Å
setelah dipanaskan pada 550 oC (Gambar 10).
Kecuali itu, ditemukan juga sedikit kaolinit (1:1) di horison Ap, yang meningkat
jumlahnya di horison Bt2. Adanya mineral liat kaolinit ditunjukkan oleh puncak 7,2 Å
pada penjenuhan dengan Mg 2+, Mg2+ - gliserol, dan penjenuhan dengan K+. Namun
dengan perlakuan pemanasan 550 oC, puncak tersebut hilang.
Dua pedon lain, AM2 dan AM3 yang juga berkembang dari batuliat, baik
yang mempunyai regim kelembaban perudik maupun akuik, didominasi oleh mineral
liat kaolinit (Gambar 11 dan 12). Puncak 7,2 Å sangat nyata terlihat pada perlakuan
dengan Mg2+, Mg2+ - gliserol, maupun penjenuhan dengan K+. Adanya kaolinit
diperkuat oleh intensitas kuat dari puncak ordo kedua kaolinit yakni 3,59 Å. Selain itu,
mineral kuarsa (3,34 Å) terlihat sangat jelas. Juga pada pedon AM2 ditemukan gibsit
(4,5 Å) dan goethite (4,21 Å) dalam jumlah sedikit. Hal lain yang menarik adalah
ditemukannya sedikit mineral smektit di horison Bt pada pedon AM3 yang memiliki
regim kelembaban akuik (AM3) dan sedikit kristobalit pada AM1.
80
Gambar 10a. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Permukaan (Ap) Pedon AM1 Berbahan Induk Batuliat.
Gambar 10b. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Bt2 Pedon AM1 Berbahan Induk
Batuliat.
81
Gambar 11a. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Permukaan (Ap) Pedon AM2 Berbahan Induk Batuliat.
Gambar 11b. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Bt3 Pedon AM2 Berbahan Induk Batuliat.
82
Gambar 12a. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison (Ap) Pedon AM3 Berbahan Induk Batuliat.
Gambar 12b. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Bt2 Pedon AM3 Berbahan Induk Batuliat.
83
Pedon Berbahan Induk Batukapur
Tanah yang berkembang dari bahan induk kapur, AM4, AM5, dan AM6,
dijumpai di daerah Pasircabe, Jonggol, memiliki regim kelembaban tanah perudik dan
akuik. Hasil analisis XRD menunjukkan bahwa mineral liat smektit dan sedikit kaolinit
mendominasi susunan fraksi liat, baik pada horison Bt maupun horison pencucian (A
atau Ap), Tabel 14.
Gambar 13 (AM4), 14 (AM5), dan 15 (AM6) menunjukkan bahwa pada
perlakuan penjenuhan dengan kation Mg 2+, puncak difraksi sinar X yang didentifikasi
adalah sebesar 15,3 – 16 Å, yang dengan penambahan gliserol meningkat menjadi 18
Å. Puncak tersebut bergeser menjadi 12 Å setelah diperlakukan dengan penjenuhan
kation K+, dan kemudian menjadi 10 Å setelah pemanasan pada 550 oC. Puncak
difraksi berikutnya yang teridentifikasi adalah kaolinit (7,26 Å) yang relatif stabil terlihat
pada tiga perlakuan, terkecuali pada perlakuan penambahan kation K+ plus
pemanasan dengan 550 oC, puncak ini menghilang.
Adanya orde kedua dari kaolinit yang ditunjukkan oleh puncak 3,58 Å
memperkuat adanya mineral tersebut pada horison Bt dan horison A/Ap. Selain kedua
mineral utama tersebut ditemukan pula dalam jumlah sedikit mineral illit (10 Å), kuarsa
(3,34 Å) dan kristobalit (4,05 Å). kaolinit yakni 3,59 Å. Selain itu, mineral kuarsa (3,34
Å) terlihat sangat jelas.
84
Gambar 13a. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Permukaan (AB) Pedon AM4 Berbahan Induk Batukapur.
Gambar 13b. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Bt2 Pedon AM4 Berbahan Induk Batukapur.
85
Gambar 14a. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Permukaan (A) Pedon AM5 Berbahan Induk Batukapur. Gambar 14b. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Bt3 Pedon AM5 Berbahan Induk Batukapur.
86
Gambar 15a. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Permukaan (Ap) Pedon AM6 Berbahan Induk Batukapur. Gambar 15b. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Bt2 Pedon AM6 Berbahan Induk Batukapur.
87
Pedon Berbahan Induk Volkanik-Andesitik
Hasil analisis mineral liat dengan XRD pada pedon yang berkembang dari
bahan induk volkanik-andesitik, AM7 dan AM8, yang berasal dari daerah Jasinga dan
Ciampea disajikan pada Tabel 14. Puncak-puncak difraksi sinar X-nya disajikan pada
Gambar 16 (AM7) dan 17 (AM8). Pada pedon AM7 (Gambar 16) dengan perlakuan
penjenuhan dengan kation Mg2+, mineral liat yang diidentifikasi adalah smektit dengan
puncak difraksi 15,8 Å, yang meningkat menjadi 18 Å dengan penambahan gliserol.
Puncak tersebut bergeser menjadi 10 Å setelah penjenuhan dengan kation K+
ditambah pemanasan pada 550 oC. Puncak berikutnya yang teridentifikasi adalah 7,26
Å yang relatif stabil pada tiga perlakuan, kecuali pada perlakuan penambahan kation
K+ plus pemanasan 550 oC puncak tersebut hilang. Mineral liat tersebut adalah
kaolinit (1:1) . Keberadaan mineral ini diperkuat dengan adanya puncak difraksi ordo
kedua 3,6 Å, yang jelas terlihat pada horison Bt dan horison A. Analisis XRD pada
pedon AM7 dengan demikian menunjukkan bahwa fraksi liat horison Bt dan A
didominasi oleh smektit dan sedikit kaolinit.
Pedon AM8 (Ciampea) menunjukkan XRD yang agak berbeda. Gambar 17
menunjukkan bahwa mineral liat yang diidentifikasi adalah haloisit (7,3 Å) sebagai
mineral liat dominan. Di samping itu dalam jumlah yang sangat sedikit, dijumpai
mineral kuarsa (3,34 Å), gibsit (4,5Å), dan goethit (4,12 Å), baik pada horison Bt
maupun horison Ap. Fraksi liat horison Bt dan Ap dengan demikian (Tabel 21),
didominasi oleh mineral haloisit dengan sedikit kuarsa, gibsit, dan goethit.
88
Gambar 16a. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Permukaan (A) Pedon AM7 Berbahan Induk Bahan Volkanik-Andesitik. Gambar 16b. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Bt3 Pedon AM7 Berbahan Induk Bahan Volkanik-Andesitik.
89
Gambar 17a. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Permukaan (Ap) Pedon AM8 Berbahan Induk Bahan Volkanik-Andesitik. Gambar 17b. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Bt3 Pedon AM8 Berbahan Induk Bahan Volkanik-Andesitik.
90
Pedon Berbahan induk Volkanik-Dasitik
Hasil analisis XRD pada mineral liat pedon AM9 dan AM10 dari Cipocok,
Serang yang berkembang dari bahan volkanik-dasitik, disajikan pada Gambar 18
(AM9) dan 19 (AM10). Pada kedua Gambar tersebut terlihat bahwa, puncak-puncak
difraksi XRD cenderung sama antara horison Bt dan horison A/Ap di atasnya. Pada
Gambar 18 (AM9) terlihat bahwa, pada perlakuan penjenuhan dengan kation Mg2+,
puncak difraksi yang teridentifikasi adalah haloisit (7,3 Å) yang relatif stabil pada tiga
perlakuan, terkecuali pada perlakuan penambahan kation K+ plus pemanasan 550 oC
puncak tersebut menghilang. Adanya difraksi ordo kedua dari mineral tersebut pada
3,6 Å memperkuat keberadaan mineral haloisit pada horison Bt dan horison A. Mineral
lainnya dalam jumlah lebih sedikit yang teridentifikasi adalah adalah kristobalit (4,05 Å)
dan kuarsa (3,34 Å).
Gambar 18a. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Permukaan (A) Pedon AM9 Berbahan Induk Bahan Volkanik-Dasitik.
91
Gambar 18b. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Bt3 Pedon AM9 Berbahan Induk Bahan Volkanik-Dasitik.
Pada pedon AM10 (Gambar 19) menunjukkan XRD yang agak berbeda.
Gambar 19 menunjukkan bahwa mineral kaolinit (7,2 Å) terdapat dalam jumlah yang
dominan, baik pada horison Bt maupun horison Ap di atasnya. Dalam jumlah yang
agak banyak terdapat kristobalit (4,05 Å ), dan kuarsa (3,34 Å) dalam jumlah yang
sedikit.
92
Gambar 19a. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Permukaan (Ap) Pedon AM10 Berbahan Induk Bahan Volkanik-Dasitik. Gambar 19b. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Bt4 Pedon AM10 Berbahan Induk Bahan Volkanik-Dasitik.
93
Berdasarkan hasil analisis mineral liat dengan XRD seperti telah diuraikan di
atas, maka dapat disimpulkan jenis-jenis mineral liat yang dominan pada horison Bt
dan horison A/Ap pada semua pedon yang diteliti, seperti tertera pada Tabel 15.
Tabel 15. Mineral Liat yang Dominan pada Horison Penimbunan Liat dan Horison
di Atasnya pada Masing-masing Pedon Pewakil. Pedon Jenis Mineral liat yang dominan
Horison eluviasi Horison iluviasi Batuliat : AM1(akuik) AM2 (perudik) AM3 (akuik) Batukapur: AM4 (perudik) AM5 (perudik) AM6 (akuik) Bahan Volkanik-Andesitik : AM7 (perudik) AM8 (perudik) Bahan Volkanik-Dasitik: AM9 (ustik) AM10 (akuik)
Smektit dan kaolinit Smektit dan kaolinit Kaolinit Kaolinit Kaolinit Kao linit dan smektit
Smektit dan sedikit kaolinit Smektit dan sedikit kaolinit Smektit dan sedikit kaolinit Smektit dan sedikit kaolinit Smektit dan sedikit kaolinit Smektit dan sedikit kaolinit Smektit dan sedikit kaolinit Smektit dan sedikit kaolinit Haloisit Haloisit Haloisit Haloisit Kaolinit Kaolinit
Horison Diagnostik
Horison Permukaan
Dalam Soil Survey Staff (1999) dinyatakan bahwa, horison permukaan tanah
dapat diklasifikasikan sebagai epipedon okrik, apabila horison tersebut tidak memenuhi
syarat untuk tujuh epipedon lainnya. Sifat morfologi utama yang mempengaruhi
adalah karena horison permukaan bersifat terlalu tipis, terlalu kering, warnanya
memiliki value dan kroma terlalu tinggi, dan atau kandungan C-organiknya terlalu
rendah. Dari kriteria ketebalan, warna tanah, dan lain-lain maka disimpulkan horison
permukaan seluruh pedon pewakil adalah okrik.
94
Horison Bawah Permukaan
Identifikasi horison Bt pada seluruh pedon dalam penelitian ini bertujuan untuk
membuktikan apakah horison tersebut adalah horison argilik. Kriteria yang digunakan
sebagai dasar identifikasi ini adalah sifat-sifat argilik seperti yang disampaikan dalam
Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 1999). Sifat-sifat tersebut adalah sifat morfologi
dan fisika (kandungan liat dan ketebalan masing-masing horison), serta sifat
mikromorfologi (selaput liat).
Kandungan Liat
Data tekstur tanah berupa kandungan liat halus dan liat total, serta rasio liat
halus terhadap liat total masing-masing horison disajikan pada Tabel 5, 6, 7, dan 8.
Banyaknya liat halus yang dipindahkan oleh proses iluviasi terlihat pada data rasio liat
halus terhadap liat total dan merupakan indikasi intensitas proses iluviasi liat. Rasio liat
ini merupakan salah satu hal yang penting dan perlu diperhatikan dalam identifikasi
horison argilik (Cremeens et al., 1986). Menurut Smith dan Wilding (1972) rasio liat
halus terhadap liat total merupakan salah satu kriteria pembanding yang dapat
membedakan antara horison argilik dengan horison di atasnya.
Bahan Induk Batuliat. Tabel 5 (halaman 38) menyajikan peningkatan
kandungan liat halus dari horison Ap ke horison Bt1 pada pedon yang berbahan induk
batuliat mencapai berturut-turut 6,9% dan 15,3% untuk pedon AM1 dan AM3 yang
memiliki regim kelembaban tanah akuik, dan 9,3% pada pedon AM2 yang memiliki
regim kelembaban tanah perudik. Dapat dikatakan bahwa proses iluviasi pada ketiga
pedon tersebut hampir sama tingkat intesitasnya, yang didukung oleh rasio liat halus
terhadap liat total yang tinggi. Peningkatan kandungan liat halus yang relatif paling
rendah di antara ketiga pedon pewakil dari bahan induk batuliat dijumpai pada AM1,
dan tertinggi pada pedon AM3. Dapat disimpulkan bahwa perbedaan regim
kelembaban tanah yang ada saat ini, tidak terlihat mempengaruhi perbedaan jumlah
95
liat yang teriluviasi, dimana pada kondisi regim kelembaban tanah yang sama
memberikan peningkatan liat yang jumlahnya berbeda.
Bahan induk Batukapur. Pada Tabel 6 (halaman 42) disajikan bahwa, pedon-
pedon berbahan induk batukapur memiliki peningkatan kandungan liat halus dari
horison cenderung hampir sama antara pedon yang memiliki regim kelembaban tanah
perudik dan akuik. Pedon AM4 (perudik) memiliki peningkatan kandungan liat halus
dari horison A ke horison Bt1 yang lebih tinggi, yakni 15,9% dibanding pedon AM6 (dari
horison Ap ke horison Bt1) yakni 13,9%. Pedon AM5 yang memiliki regim kelembaban
perudik, peningkatan kandungan liat halus dari horison A ke horison Bt1 adalah 7,0%,
paling rendah di antara ketiga pedon tersebut. Sehingga sama halnya pada pedon-
pedon berbahan induk batuliat, regim kelembaban tanah yang berbeda tidak
memberikan perbedaan yang nyata terhadap jumlah perpindahan liat.
Bahan induk Volkanik-Andesitik . Tabel 7 (halaman 46) menunjukkan bahwa,
peningkatan kandungan liat halus pada pedon yang berasal dari bahan Volkanik-
andesitik sangat menonjol pada pedon AM7. Hal ini sangat didukung oleh data tekstur
bahwa peningkatan kandungan liat halus dari horison A ke horison Bt1 sekitar 33,3%
terjadi pada pedon AM7. Tingginya kandungan liat halus pada pedon AM7 ini
menunjukkan telah terjadinya pelapukan yang intensif dan ekstensif yang
menghasilkan penimbunan liat yang relatif tinggi. Pada pedon AM8 yang berbahan
induk bahan volkanik andesitik, peningkatan kandungan liat halus dari horison Ap ke
horison Bt1 sebesar 6,1% dan tidak terlalu menonjol seperti pada pedon pewakil
lainnya.
Bahan induk Volkanik-Dasitik. Tabel 8 (halaman 48) menyajikan, pedon
berbahan induk volkanik dasitik AM9 dan AM10 yang memiliki regim kelembaban
tanah ustik dan akuik, menunjukkan bahwa penimbunan liat pada horison Bt1 relatif
lebih tinggi pada AM9 yaitu 15,6% dan pada AM10 relatif sedikit yakni 8,2%.
Disimpulkan bahwa bahan induk volkanik yang berbeda memberi pengaruh yang
96
berbeda terhadap jumlah peningkatan liat. Bahan volkanik-dasitik cenderung memiliki
peningkatan liat yang lebih banyak dibanding andesitik. Secara keseluruhan bahan
volkanik memiliki peningkatan liat yang relatif tinggi dibanding bahan induk batukapur,
dan batuliat. Rata-rata jumlah peningkatan liat paling rendah dimiliki oleh pedon-pedon
berbahan induk Batuliat.
Jumlah liat total pada horison iluviasi harus lebih banyak dibanding horison
eluviasi di atasnya di dalam jarak kurang dari 30 cm (Soil Survey Staff, 2003). Dengan
demikian, penentuan jumlah liat total yang harus dipenuhi sebagai horison argilik pada
masing-masing pedon dapat ditentukan berdasarkan jumlah liat total pada horison
A/Ap atau AB. Berdasarkan jarak kurang dari 30 cm dari horison eluviasi setiap pedon
pewakil, maka horison Bt1 digunakan sebagai dasar pembandingan.
Berdasarkan data tekstur tanah masing-masing pedon, maka diperoleh data
kandungan liat total pada horison eluviasi yang berada di antara 15% - 40%, adalah
pedon AM1 dan AM10. Untuk kedua pedon ini kandungan liat total sebagai
horison argilik harus minimal 1,2 kali kandungan liat total pada horison eluviasinya.
Pedon yang memiliki kandungan liat di atas 40%, adalah pedon AM2, AM3, AM4, AM5,
AM6, AM7, AM8, dan AM9. Pada masing-masing pedon tersebut, kandungan liat total
sebagai horison argilik harus minimal 8% (absolut) lebih banyak, dari kandungan liat
total pada horison eluviasinya.
Data jumlah liat total pada Tabel 16 menunjukkan bahwa, kandungan liat total
pada horison Bt seluruh pedon yang diteliti, melebihi batas minimal kandungan liat total
sebagai horison argilik.
97
Tabel 16. Jumlah Liat Total pada Horison Eluviasi dan Horison Iluviasi, Serta Jumlah Minimal Liat Total Sebagai Horison Argilik.
Pedon Liat Total (%) Hor. Eluviasi Hor.Iluviasi (A atau Ap) (Bt1)
Minimal Liat Total sebagai horison
Argilik (%) Batuliat : AM1 (akuik) AM2 (perudik) AM3 (akuik) Batukapur: AM4 (perudik) AM5 (perudik) AM6 (akuik) Bahan Volkanik-andesitik : AM7(perudik) AM8(perudik) Bahan Volkanik-dasitik : AM9(ustik) AM10 (akuik)
29,7 45,8 40,8
64,1 61,5 55,5
53,5 45,7
55,9 20,2
42,7 54,0 52,0
73,0 73,0 66,8
68,6 55,2
72,4 33,8
35,6 53,8 48,8
72,1 69,5 63,5
61,5 53,9
63,9 24,2
Ketebalan Horison Iluviasi
Data pada Tabel 17 terlihat bahwa, pada tanah-tanah yang berkembang dari
bahan induk batuliat dengan regim kelembaban tanah akuik (AM1 dan AM3)
menunjukkan kedalaman horizon iluviasi yang relatif sama, yakni pada kedalaman 10
cm dan 15 cm dari permukaan tanah. Dijumpai pula bahwa, batas bawah horison
iluviasi terletak pada kedalaman lebih dari 100 cm, yakni 135 cm (AM1) dan 135 cm
(AM3). Masih pada bahan induk yang sama, tetapi regim kelembaban tanah perudik,
pedon AM2 memiliki letak horison iluviasi terletak lebih dalam yakni 37 cm, dari
permukaan. Sedangkan batas bawahnya dijumpai pada kedalaman 130 cm atau sama
dengan AM1 dan relatif lebih dangkal dibandingkan pedon AM3.
Dengan demikian terlihat bahwa ketebalan horison iluviasi pada tanah
berbahan induk batuliat berbeda. Pada pedon dengan regim kelembaban tanah akuik
memiliki ketebalan sama, yaitu 10-130 cm = 120 cm dan 15-135 cm = 120 cm,
98
Tabel 17. Batas Atas dan Bawah, serta Ketebalan Horison Penimbunan Liat pada Masing - masing Pedon Pewakil.
Pedon Pewakil Batas atas dari
permukaan tanah (cm)
Batas bawah dari permukaan
tanah (cm)
Ketebalan horison
penimbunan liat
(cm) Batuliat : AM1 (akuik) AM2 (perudik) AM3 (akuik) Batukapur: AM4 (perudik) AM5 (perudik) AM6 (akuik) Bahan Volkanik: AM7 (andesitik-perudik) AM8 (andesitik-perudik) AM9 (dasitik-ustik) AM10 (dasitik-akuik)
10 37 15
31 16 18
19 20 22 26
130 130 135
130 122 136
105 145 140 143
120 93
120
99 106 118
86 125 118 114
sedangkan dengan pedon yang memiliki regim kelembaban tanah perudik relatif lebih
dangkal yaitu 37 - 130 cm = 93 cm.
Pada tanah-tanah yang berkembang dari bahan induk batukapur, batas atas
horison iluviasi ditemukan pada kedalaman lebih bervariasi. Pada pedon yang memiliki
regim kelembaban tanah perudik, batas atas horison iluviasi dijumpai pada kedalaman
31 cm (AM4) dan 16 cm (AM5) dengan batas bawah pada kedalaman 130 cm (AM4)
dan 122 cm (AM5). Sedangkan pedon yang memiliki regim kelembaban tanah akuik
(AM6), batas atas horison iluviasi berada pada kedalaman 18 cm, dengan batas bawah
pada kedalaman 136 cm dari permukaan tanah. Sehingga dapat dikatakan bahwa
horison iluviasi pada ketiga pedon yang berkembang dari bahan induk batukapur ini
memiliki ketebalan yang berbeda satu sama lain. Pedon AM4 (perudik) memiliki tebal
31 - 130 cm = 113 c m, pedon AM5 (perudik) adalah 16 - 122 cm = 106 cm, sedangkan
pedon AM6 (akuik) 18 -126 cm = 118 cm.
99
Batas atas horison iluviasi pada pedon-pedon yang berbahan induk bahan
volkanik dijumpai berbeda satu sama lain. Pada pedon AM7 dan AM8 yang bersifat
andesitik dengan regim kelembaban tanah perudik, batas atas horison iluviasi terdapat
pada kedalaman 19 cm (AM7) dan 20 cm (AM8) dari permukaan tanah. Sedangkan
batas bawahnya masing-masing pada kedalaman 105 cm dan 145cm.
Tanah-tanah yang berkembang dari bahan volkanik-dasitik, menunjukkan letak
batas atas dan batas bawah horison iluviasi pada kedalaman 22 cm dan 140 cm untuk
AM9. Ketebalan horison iluviasi pada pedon ini yakni relatif agak tipis, yakni 118 cm.
Dibandingkan dengan pedon AM10 yang memiliki regim kelembaban tanah akuik,
batas atas horison iluviasinya dijumpai pada kedalaman 26 cm dari permukaan tanah,
atau lebih dalam dari AM9. Sedangkan batas bawah horison iluviasinya terletak pada
kedalaman 143 cm dari permukaan tanah, se hingga ketebalan horison iluviasi adalah
114 cm.
Selaput Liat (Clay Skin)
Hasil analisis irisan tipis pada beberapa horison iluviasi yang teridentifikasi
memiliki selaput liat (pedon AM8 dan AM10) disajikan pada Tabel 18.
Menurut salah satu kriteria horison argilik (Soil Survey Staff, 2003), bahwa pada
irisan tipis, memiliki bentukan liat terorientasi, yang secara mikromorfologi, berjumlah
lebih dari 1%. Identifikasi irisan tipis pada penelitian ini dilakukan pada pedon AM8
(bahan Volkanik–Andesitik), dan AM10 (bahan Volkanik-Dasitik).
Karakterisasi horison iluviasi pada tanah berbahan induk batuan Volkanik-
Andesitik dengan regim kelembaban perudik (AM-8), menunjukkan adanya selaput liat
dengan jumlah sedikit sampai sedang, orientasi tidak kontinyu (Gambar 22). Dalam
Brewer (1974) dikatakan bahwa, orientasi selaput liat yang tidak kontinyu tersebut
mengindikasikan perkembangan yang lemah. Selanjutnya dikatakan bahwa, liat iluviasi
(argilan) yang orientasinya tidak kontinu menunjukkan laminasi yang kurang jelas.
100
Tabel 18. Tebal, Jumlah, dan Perkembangan Selaput Liat pada Horison Penimbunan Liat Masing- masing Pedon Pewakil AM8 dan AM10. Pedon Tebal
selaput (mikron)
Jumlah selaput
Perkembangan (laminasi)
AM8 Bt2 Bt3 Bt4 Bt5
AM10
Bt2 Bt3 Bt4
60-80 60
40-100 60
80-200 80-200 80-200
sedang -banyak sedikit banyak sedikit
sedikit-sedang sedang banyak
Tidak jelas Tidak jelas Tidak jelas Tidak jelas
Ada/jelas Ada/sangat jelas Ada/sangat jelas
Keterangan: Kt=kuning terang, Kp=kuning , Ca=Coklat keabu-abuan. Sedikit = <5%, sedang= 5-10%, banyak= >10%. PPL=Plane Polarized Light, XPL=Cross Polarized Light. Sama halnya dengan pola perkembangan argilan yang diperoleh Cremeens
dan Mokma (1986) yang menunjukkan adanya penurunan tingkat orientasi dari kuat
pada tanah yang berdrainase baik (perudik), sampai lemah pada tanah yang
berdrainase buruk (akuik). Hal demikian tidak tercermin pada pedon AM10, sehingga
dapat disimpulkan bahwa regim kelembaban tanah yang ada sekarang tidak
mempengaruhi perkembangan selaput liat pada tanah tersebut. Dengan kata lain,
terbentuknya horison iluviasi liat pada pedon AM10 tidak terjadi pada lingkungan regim
kelembaban tanah yang ada saat ini.
101
Gambar 20. Irisan Tipis Horison Bt dari Pedon AM3 Berbahan Induk Batuliat.
Gambar 21. Irisan Tipis Horison Bt dari Pedon AM5 Berbahan Induk Batukapur.
102
Gambar 22. Selaput Liat pada Irisan Tipis Horison Bt dari Pedon AM8 Berbahan Induk Volkanik-Andesitik (PPL = atas, XPL = bawah).
103
Gambar 23. Selaput Liat pada Irisan Tipis Horison Bt dari Pedon AM10 Berbahan Induk Volkanik-Dasitik (PPL = atas, XPL = bawah).
104
Pada Tabel 19 disajikan ringkasan hasil identifikasi horison argilik pada semua
pedon pewakil. Berdasarkan hasil identifikasi horison argilik yang menggunakan
kriteria jumlah kandungan liat total, ketebalan horison iluviasi, dan adanya selaput liat
sebagai bukti iluviasi tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa, tidak semua
horison iluviasi (Bt) pada pedon-pedon pewakil adalah horison argilik. Namun demikian
kriteria adanya selaput liat yang dijumpai atau terlihat di lapang, tidak dapat dibuktikan
secara mikromorfologi kecuali pedon AM8 dan AM10.
Tabel 19. Hasil Identifikasi Horison Penimbunan Liat (Argilik) Berdasarkan Kriteria Jumlah Kandungan Liat Total, Ketebalan Horison Iluviasi, dan Selaput Liat pada Pedon Pewakil.
Bahan Induk/ Pedon
Liat Total %
Tebal Horison (cm)
Selaput Liat
Batuliat : AM1 AM2 AM3 Batukapur: AM4 AM5 AM6 Volkanik-Andesitik: AM7 AM8 Volkanik-Dasitik: AM9 AM10
42,7 (35,6)* 54,0 (53,8) 52,0 (48,8)
73,0 (72,1) 73,0 (69,5) 66,8 (63,5)
68,6 (61,5) 55,2 (53,9)
72,4 (63,9) 33,8 (24,2)
120 93
120
99 106 118
86 125
118 114
- - - - - - -
ada -
ada * Angka dalam kurung adalah minimal argilik.
Hasil identifikasi horison Bt yang ada pada masing-masing pedon pewakil
menunjukkan bahwa hanya pedon AM8 (Volkanik-Andesitik) dan AM10 (Volkanik–
Dasitik) yang memenuhi seluruh kriteria sebagai horison argilik. Dengan demikian
maka, pedon pewakil lainnya hanya memenuhi syarat kenaikan liat dan ketebalan
horison saja, sehingga horison penimbunan liat tersebut tanpa adanya argilik atau
105
yang disimbolkan dengan Bt cenderung merupakan horison kambik. Menurut Soil
Survey Staff (1999 dan 2003), horison kambik merupakan hasil proses perubahan
(alterasi) secara fisika, proses transformasi kimia, perpindahan, ataupun kombinasi dari
proses-proses tersebut. Dapat disimpulkan bahwa horison kambik yang ada pada
pedon pewakil dalam penelitian ini cenderung terbentuk dari akumulasi liat.
Klasifikasi Tanah Pedon-Pedon Pewakil
Berdasarkan hasil pengamatan sifat-sifat tanah yang ada, maka dapat
disimpulkan bahwa masing-masing pedon pewakil memiliki horison diagnostik berupa
epipedon okrik, horison bawah kambik (AM1, AM2, AM3, AM4, AM5, AM6, AM7) dan
horison argilik (AM8 dan AM10). Menurut klasifikasi tanah USDA Soil Taxonomy (Soil
Survey Staff, 2003) semua pedon termasuk dalam beberapa famili tanah ordo
Inceptisol, Ultisol, dan Alfisol, dengan regim kelembaban tanah akuik, perudik, dan
ustik, seperti disajikan pada Tabel 20.
Hasil identifikasi horison Bt (dibahas sebelumnya) menunjukkan bahwa pedon
pewakil yang memiliki horison kambik dapat diklasifikasikan sebagai Inceptisol.
Sedangkan Ultisol atau Alfisol bagi pedon yang memiliki horison argilik. Pedon AM1,
AM2, AM3, AM4, AM5, AM6, dan AM7 termasuk dalam ordo Inceptisol, sedangkan
AM8 sebagai ordo Ultisol, dan AM10 sebagai ordo Alfisol. Sub-ordo tanah Inceptisol
digolongkan berdasarkan regim kelembaban tanah (Aquept, Udept, dan Ustept).
Pedon AM8 digolongkan sebagai ordo Ultisol karena, memiliki KB-jumlah kation pada
kedalaman 125 cm dari batas atas argilik, atau pada kedalaman 145 cm dari
permukaan tanah adalah 32% atau kurang dari 35%. Sedangkan pedon AM10
termasuk Alfisol, karena KB-jumlah kation pada kedalaman 125 cm dari permukaan
argilik atau 151 cm dari permukaan tanah adalah 60% atau lebih dari 35%.
106
Tabel 20. Pedon Pewakil dan Klasifikasi Tanahnya.
Pedon Bahan induk tanah
Klasifikasi tanah / Famili tanah
Regim kelembaban tanah
AM1 AM2 AM3 AM4 AM5 AM6 AM7 AM8 AM9 AM10
Batuliat Batuliat Batuliat Batukapur Batukapur Batukapur Volkanik-Andesitik Volkanik-Andesitik Volkanik-Dasitik Volkanik-Dasitik
Fluvaquentic Epiaquept, halus, campuran, aktif, isohipertermik. Fluventic Dystrudept, halus, campuran, semi-aktif, isohipertermik. Fluvaquentic Epiaquept, halus, campuran aktif, isohipertermik. Dystric Fluventic Eutrudept, sangat halus, smektitik, isohipertermik Dystric Fluventic Eutrudept, sangat halus, smektitik, isohipertermik Fluvaquentic Epiaquept, sangat halus, smektitik, isohipertermik Andic Dystrudept, sangat halus, smektitik, isohipertermik Typic Haplohumult, sangat halus, haloisitik, isohipertermik Fluventic Dystrudept, sangat halus, haloisitik, isohipertermik Aeric Epiaqualf, berlempung halus, campuran, semi-aktif, isohipertermik
Akuik
Perudik
Akuik
Perudik
Perudik
Akuik
Perudik
Perudik
Ustik
Akuik
Penentuan sub-ordo berdasarkan pada regim kelembaban tanah mendapatkan
bahwa pedon AM1, AM3, AM6, dan AM10 tergolong memiliki regim kelembaban akuik;
pedon AM2, AM4, AM5, dan AM8 termasuk dalam regim kelembaban perudik;
sedangkan pedon AM9 termasuk regim kelembaban ustik.
Selanjutnya penentuan tingkat great group pada tanah yang tergolong pada
aquept adalah berdasarkan jenis saturasi (episaturasi). Sedangkan pada udept dan
Ustept didasarkan pada kejenuhan basa (NH4OAc) yang kurang dari 60% (Dystric)
dan yang sama atau lebih dari 60% (Eutro). Tanah yang memilik argilik didasarkan
pada ada tidaknya penurunan jumlah liat sebesar 20% dari kandungan maksimum
horison argilik pada kedalaman 150 cm. Bila tidak terjadi penurunan lebih dari 20%,
107
maka termasuk pada great group ”Pale”, dan bila terjadi penurunan termasuk great
group ”Haplo”. Pengklasifikasian selanjutnya pada tingkat sub group, didasarkan sifat
penciri lain yang memenuhi syarat. Antara lain, sub group Aeric, bila warna kroma
adalah 3 atau lebih pada satu horison di antara A/Ap atau kedalaman 25 cm, mana
saja yang lebih dalam, dan kedalaman 75 cm. Dikelompokkan pada Humic , bila warna
value 3 atau kurang (lembab) dan 5 atau kurang (kering) pada horison Ap setebal 18
cm atau lebih, atau bagian atas lapisan permukaan setebal 18 cm setelah dicampur.
Termasuk sub group Typic, bila tidak ada penciri lain yang menonjol.
Klasifikasi sampai tingkat famili tanah dilakukan berdasarkan pembeda famili
yaitu kelas ukuran butir, kelas mineralogi, kelas regim suhu tanah, dan kelas reaksi
tanah pada penampang kontrol dari masing-masing pedon.
Karakteristik Horison Argilik dan Kambik
Tebal Horison
Berdasarkan data batas dan ketebalan horison argilik pada Tabel 17 (halaman
94), disimpulkan bahwa perbedaan jenis bahan induk memberikan pengaruh yang
berbeda pada letak atau posisi horison argilik dari permukaan tanah. Letak horison
kambik dari permukaan tanah cenderung lebih seragam, yakni pada kedalaman 19–29
cm, dibanding dengan tanah yang berkembang dari batukapur 20–37 cm, maupun
batuliat 13–48 cm. Pada tanah-tanah yang berasal dari batuliat, batas bawah horison
kambik rata -rata terletak lebih dalam, 146–162 cm, dibanding dengan tanah-tanah
berkembang dari batukapur yakni 49–150 cm, dan tanah-tanah berbahan induk
volkanik 105–179 cm.
Tanah-tanah yang berkembang dari bahan volkanik cenderung memiliki
ketebalan horison bawah permukaan (kambik atau argilik) yang bervariasi, dari agak
tipis sampai tebal, yakni dari 86 cm sampai 125 cm. Ketebalan horison argilik yang
108
agak tebal dijumpai pada pedon yang berbahan induk bahan volkanik-dasitik (AM10),
yakni mencapai 114 cm, sedangkan lebih tebal ditemukan pada pedon yang berbahan
induk bahan Volkanik-Andesitik (AM8) yakni 125 cm. Hal tersebut diduga disebabkan
karena bahan volkanik didominasi oleh gelas volkan yang cenderung lebih mudah
melapuk serta menghasilkan solum yang relatif tebal dan homogen. Laju pelapukan
yang tinggi mempengaruhi ketebalan tanah sehingga cenderung memiliki profil yang
dalam. Keadaan tersebut menyebabkan iluviasi liat dapat terjadi dan terakumulasi
sampai ke bagian pedon yang lebih dalam.
Pengaruh regim kelembaban tanah terlihat berbeda pada masing-masing jenis
bahan induk tanah. Perbedaan antara regim kelembaban perudik dan akuik pada
pedon yang berasal dari batuliat berpengaruh pada ketebalan horison kambik yang
relatif lebih tebal pada regim kelembaban tanah akuik daripada perudik. Sebaliknya
pada pedon yang berasal dari batukapur, regim kelembaban tanah perudik
menghasilkan horison bawah relatif lebih tebal. Sedangkan pada pedon dari bahan
volkanik, horison argilik dijumpai lebih tebal, pada pedon yang memiliki regim
kelembaban tanah akuik, dibanding ustik, dan perudik.
Kandungan Liat
Pada Gambar 24 disajikan distribusi liat total dalam tanah-tanah yang termasuk
Inceptisol dan batas argiliknya (argillic line) pada pedon berargilik (AM8 dan AM10).
Dengan jelas terlihat bahwa penurunan kandungan liat di dalam tanah terjadi pada
kedalaman yang berbeda-beda. Pada pedon AM1 dan AM3 yang yang memiliki regim
kelembaban tanah akuik, menunjukkan tidak terjadi penurunan penimbunan liat yang
melebihi 20% (dari nilai kandungan liat maksimum), pada kedalaman 150 cm dari
permukaan tanah. Berbeda
109
Gambar 24. Distribusi Liat Halus dan Liat Total dalam Tanah Inceptisol dan Batas
Argilik (argillic line) pada Pedon AM8 dan AM10.
110
dengan pedon AM2, penurunan kandungan liat terjadi pada kedalaman 146 cm dari
permukaan tanah. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada pedon yang berkembang
dari bahan induk batuliat, memiliki letak penurunan jumlah liat berbeda-beda, yang
disebabkan oleh regim kelembaban tanah yang berbeda. Letak penurunan kandungan
liat tersebut terlihat lebih dalam pada pedon yang memiliki regim kelembaban tanah
akuik dibanding perudik. Letak kedalaman dimana liat dapat dipindahkan
dimungkinkan oleh adanya air yang dapat meresap ke dalam tanah melalui pori-pori
tanah. Pada tanah yang memiliki regim kelembaban perudik, letaknya relatif dangkal
tergantung sampai sejauh mana ketersediaan air yang masih memungkinkan. Pada
tanah yang memiliki regim kelembaban tanah akuik, kemungkinan keberadaan air
dalam tanah selalu tersedia dan dalam jangka waktu yang lebih lama, baik saat
periode kering maupun basah.
Data pada Tabel 21 menunjukkan bahwa, letak kedalaman penimbunan liat
halus dan liat total maksimum berbeda-beda pada setiap pedon. Pada pedon AM1 dan
AM3 yang berbahan induk batuliat dan memiliki regim kelembaban tanah akuik,
penimbunan maksimum terjadi pada kedalaman yang relatif dangkal dibandingkan
dengan pedon AM2 yang memiliki regim perudik. Sebaliknya, pada pedon yang
berbahan induk batukapur terlihat bahwa penimbunan maksimum terjadi relatif lebih
dangkal pada pedon AM4 (perudik) dan AM6 (akuik) daripada AM5 (perudik). Pada
pedon yang berkembang dari bahan induk Volkanik-Andesitik, penimbunan liat
maksimum terjadi lebih dangkal pada AM8 dibanding AM7.
Pada pedon berbahan volkanik-dasitik penimbunan maksimum terdapat
pada pedon AM10 (akuik) pada posisi lebih dalam dibanding dengan pedon AM9 yang
memiliki regim ustik. Hal tersebut diduga berkaitan dengan tekstur horison argilik pada
AM10 lebih kasar daripada pedon AM9 sehingga proses translokasi liat berlangsung
lebih dalam.
111
Tabel 21. Kandungan Liat Halus dan Liat Total Maksimum (%) pada Masing-masing Kedalaman Pedon Pewakil.
Pedon Pewakil Kedalaman (cm)
Kandungan liat maks.(%) Rasio Liat halus /total Liat halus Liat total H.argilik H.eluviasi
Batuliat : AM1 (akuik) AM2 (perudik) AM3 (akuik) Batukapur: AM4 (perudik) AM5 (perudik) AM6 (akuik) Bahan Volkanik: AM7 (perudik) AM8 (perudik) AM9 (ustik) AM10 (akuik)
55 - 95 65 - 103 50 – 85
45 – 66 86 – 122 50 – 77
80 – 105 65 – 90 80 - 110 120 - 143
46,9 51,0 0,92 0,89 45,6 58,8 0,77 0,68 39,4 55,5 0,71 0,50
70,0 79,3 0,88 0,81 73,6 77,8 0,95 0,93 61,0 69,9 0,87 0,85
71,4 83,3 0,86 0,26 70, 8 76,8 0,92 0,65 80,6 89,0 0,91 0,77
37, 5 41,3 0,91 0,93
Mikromorfologi Horison Argilik dan Kambik
Hasil deskripsi terhadap contoh irisan tipis tanah pada beberapa pedon pewakil
berdasarkan metoda analisis Brewer (1976) dan Bullock et al. (1985), disajikan pada
Tabel 22. Contoh irisan tipis yang diteliti diwakili oleh pedon AM2 dan AM3 (batuliat),
AM5 (batukapur), AM8 (bahan Volkanik-Andesitik), serta AM9 dan AM10 (bahan
Volkanik-Dasitik) .
Pedon Berbahan Induk Batuliat
Hasil pengamatan terhadap contoh irisan tipis tanah pada horison kambik
pedon AM2 yang berbahan induk batuliat menunjukkan bahan kasar didominasi oleh
mineral opak, plagioklas, kuarsa dan fragmen lapukan batuan sebagai bahan
kasarnya. Bahan halus tersusun oleh liat dengan warna coklat kekuningan, dan b-
fabrik yang tidak memiliki warna interferensi (undifferentiated b-fabric). Adapun
mikrostruktur dari horison ini adalah gumpal membulat dengan jenis pori-pori
berbentuk planar, chamber dan vughy . Ciri-ciri khusus (pedofeatures ) yang
112
teridentifikasi adalah adanya selaput liat yang berwarna cerah (limpid clay coating)
pada dinding pori, serta adanya liat sebagai pengisi pori-pori (clay infilling of voids ).
Tabel 22. Mikromorfologi Horison Penimbunan Liat Beberapa Pedon Pewakil.
Pedon pewakil Mikrostruktur Jenis pori b-fabrik Ciri khusus Batu liat: AM2 (perudik) Horison Bt2 AM3 (akuik) Horison Bt1, Bt2, dan Btg Batukapur: AM5 (perudik) Volkanik - Andesitik AM8 (perudik) Volk.- Dasitik AM10 (akuik)
Gumpal membulat; - channel - tdk ber- - Selaput liat Remah - plannar bintik - Liat pengisi - chamber pori - vughy Gumpal membulat - channel - berbintik - selaput liat - plannar kasar - selaput besi - chamber - vughy Gumpal membulat; - plannar - berbintik - selaput liat Vesicular - channel halus - - selaput besi - vughy kasar - nodul - chamber Gumpal membulat - channel kasar - selaput liat - chamber Butiran - single void - selaput besi - vesicular - selaput liat - vughy - nodul
Pengamatan pada pedon AM3 yang memiliki regim kelembaban akuik
menunjukkan bahwa, penyusun bahan kasar adalah mineral opak yang berukuran
halus, plagioklas, piroksin, kuarsa, dan fragmen lapukan batuan. Sebagai penyusun
bahan halus adalah liat berwarna coklat kekuningan (speckled) dan adanya orientasi
liat pada b-fabrik (stipple-speckled b-fabric).
Dijumpai banyak agregat-berupa nodul yang terimpregnasi berwarna coklat
gelap dan semakin banyak dengan kedalaman tanah. Dijumpai adanya selaput besi
yang sudah memasuki struktur tanah (ferruginous hypo dan quasi-coating) dan pada
dinding pori channels. Kenampakan ini sangat dipengaruhi oleh adanya air tanah yang
dangkal.
113
Pedon Berbahan Induk Batukapur
Penyusun bahan kasar pada pedon AM5 adalah opak, fragmen lapukan
batuan, plagioklas dan piroksen. Dijumpai adanya residu organik dijumpai pada
horison kambik. Sedangkan massa halus tersusun oleh liat coklat kekuningan, dan b-
fabrik yang berbintik-bintik sama dari bagian atas kambik ke bagian bawah.
Mikrostruktur yang dominan adalah gumpal membulat dengan perkembangan
sedang (moderate). Sedangkan pori yang dominan adalah planar (accommodated),
chamber, vughy dan channel. Sifat mikromorfologi lainnya adalah adanya ferran atau
selaput besi dan liat yang saling menumpuk (superimposed) pada dinding pori, nodul,
dan selaput besi yang sudah memasuki bidang struktur (hypocoating).
Pedon Berbahan Induk Volkanik-Andesitik
Penyusun bahan kasar pedon AM8 adalah opak berukuran halus, fragmen
batuan volkanik (halus sampai sedang), fragmen lapukan batuan, plagioklas, piroksen,
dan kuarsa. Bahan organik pada horison argilik berupa residu jaringan organik.
Adapun massa halus tersusun oleh liat dengan warna antara coklat kekuningan di
bagian atas argilik sampai coklat gelap pada bagian bawahnya. Pada pedon ini
dijumpai b-fabrik yang berbintik lemah.
Adapun mikrostrukturnya adalah remah dan gumpal membulat, dengan
perkembangan yang lemah pada bagian atas horison argilik dan struktur remah serta
vughy dijumpai pada bagian tengah sampai ke bawah. Pori yang dominan pada
horison argilik bagian atas adalah planar, chamber, dan vughy di atas, serta pori
channel di bagian bawah daripada argilik.
Ciri khusus pedogenesis berupa selaput yang berwarna gelap (yang diduga
bahan organik) dan selaput liat yang saling menumpuk (superimposed) pada dinding
pori, juga terlihat adanya penyelaputan besi (ferran), dan juga terdapat nodul-nodul
terimpregnasi. Semakin ke bawah keberadaan selaput liat semakin berkurang.
114
Pedon Berbahan Induk Volkanik-Dasitik
Pengamatan irisan tipis pada pedon AM10, menunjukkan bahwa bahan kasar
pada horison argilik tanah ini tersusun oleh mineral opak yang cenderung berukuran
kasar, kuarsa, plagioklas, piroksen, dan dijumpai batu apung (pumice). Sedangkan
penyusun bahan halus adalah massa halus berwarna kelabu terang pada b-fabrik yang
berbintik lemah. Adapun mikrostrukturnya berupa butiran yang kompak, vughy dan
vesicular.
Kenampakan pedofeatures yang ditemukan adalah selaput besi yang
memasuki bidang struktur , dan adanya selaput liat berwarna cerah yang sangat
kontras. Terdapat juga nodul yang terimpregnasi terutama di bagian bawah argilik.
Proses Genesis Horison Penimbunan Liat
Genesis Pedon berbahan induk batuliat
Hasil analisis terhadap sifat-sifat kimia horison kambik pada pedon yang
tergolong pada tanah Inceptisol yang berkembang dari batuliat antara lain, adalah nilai
pH tanah yang sangat masam sampai masam (pH 4,2-4,8), yang menunjukkan bahwa
pedon-pedon tersebut telah mengalami pencucian basa-basa yang sangat intensif.
Pencucian intensif terhadap basa-basa sebagai pengikat partikel tanah tentu akan
mempermudah terjadinya pergerakan (translokasi) liat. Buol et al . (1980) menyatakan
bahwa pencucian yang ekstensif terhadap basa-basa, merupakan prasyarat
pembentukan tanah Ultisol. Namun demikian kriteria adanya selaput liat pada hampir
seluruh pedon pewakil dalam penelitian ini tidak terpenuhi.
Pembentukan tanah pada pedon-pedon yang berkembang dari batuliat ini tidak
menunjukkan adanya horison pencucian (E) yang jelas, terlihat horison kambik berada
langsung di bawah horison Ap, kecuali pada pedon AM2 berada setelah horison
peralihan BA. Berdasarkan beberapa pengamatan terhadap pedon yang mewakili
bahan induk batuliat diuraikan genesis horison kambik sebagai berikut:
115
Pada pedon AM1 dan AM3 (Fluvaquentic Epiaquept), pembentukan horison
kambik pada kedua pedon yang memiliki regim kelembaban tanah akuik ini,
dipengaruhi oleh kondisi drainase yang terhambat. Tidak dijumpainya selaput liat
walaupun terdapat bukti terjadinya iluviasi liat dari horison pencucian di atasnya.
Proses genesis terlihat dengan adanya ciri khusus (pedofeature) berupa selaput besi
(ferran) pada pori-pori yang jumlahnya meningkat semakin banyak ke lapisan bawah.
Hasil identifikasi mineral liat yang mendominasi pedon AM1 adalah campuran
mineral smektit (2:1) dan kaolinit (1:1), sementara pada pedon AM3 adalah kaolinit.
Menurut Borchardt (1989), bahwa smektit menjadi tidak stabil apabila terjadi pencucian
yang intensif. Dikatakan pula bahwa, kondisi drainase yang lebih baik dapat
menyebabkan pembentukan mineral liat kaolinit. Dengan kata lain drainase buruk
memungkinkan dijumpainya smektit dalam tanah. Hal tersebut mencerminkan bahwa
pedon AM3 lebih intensif terlapuk dibanding pedon AM1. Pada pedon terakhir ini
terdapat lingkungan drainase yang memungkinkan untuk dijumpai mineral smektit,
walaupun berada dalam kondisi yang relatif masam.
Analisis mikromorfologi tidak dilakukan pada semua pedon yang berkembang
dari batuliat, namun dari data distribusi liat total horison permukaan dan horison Bt
cukup mencerminkan terjadinya iluviasi liat.
Pedon AM2 (Fluventic Dystrudept) berbeda dengan kedua pedon
sebelumnya. Pembentukan horison kambik pada pedon yang memiliki regim
kelembaban tanah perudik ini, dipengaruhi oleh kondisi drainase yang relatif baik.
Ditemukan adanya kesamaan jenis mineral kaolinit pada horison Bt dengan mineral liat
dari horison Ap di atasnya, sehingga disimpulkan bahwa liat yang diduga sebagai
sumber pembentukan horison ini berasal dari hasil iluviasi liat dari horison permukaan
Ap.
Pengaruh adanya horison penimbunan liat terhadap sifat kimia dari horison-
horison yang diidentifikasi tidak begitu jelas perbedaannya. Seperti antara lain,
116
kemasaman tanah, Kejenuhan Basa, dan KTK-tanah yang tidak jauh berbeda antara
horison pencucian dan iluviasi (Tabel 9). Sehingga dapat dikatakan bahwa sifat-sifat
kimia masing-masing pedon, yang diamati, cenderung merupakan pengaruh dari
bahan induk. Hal ini jelas pada kandungan C-organik serta penurunan yang tidak
teratur sampai ke bagian bawah pedon.
Genesis Pedon Berbahan Induk Batukapur
Pembentukan horison kambik pada tanah berbahan induk batukapur (AM4,
AM5, dan AM6), tidak terlepas dari adanya pencucian karbonat yang cukup intensif,
agar plasma menjadi lebih mudah bergerak bersama air perkolasi. Buol et al. (1980)
menyatakan bahwa pencucian karbonat menjadikan tanah lebih masam. Data
kemasaman tanah ketiga pedon tersebut menunjukkan pH yang cenderung agak
masam (pH 5,0 – 6,5), walaupun bahan induk relatif alkalis. Dengan demikian diduga
bahwa telah terjadi pencucian karbonat, yang memungkinkan terjadinya proses
pergerakan liat ke horison Bt. Tidak dijumpai horison eluviasi (E) yang jelas. Letak
horison kambik langsung berada di bawah horison A atau Ap. Kecuali pada pedon
AM4, horison kambik terletak di bawah horison peralihan AB.
Pembentukan horison kambik pada pedon AM4 dan pedon AM5 yang
diklasifikasikan sebagai Dystric Fluventic Eutrudept, terjadi pada lingkungan yang
relatif alkalis, dan drainase tanah agak terhambat (AM5), serta drainase tanah baik
(AM4). Fluvaquentic Epiaquept (pedon AM6) memiliki regim kelembaban tanah akuik,
dimana horison kambiknya terbentuk pada lingkungan dengan drainase tanah yang
buruk. Mineral liat yang dominan adalah smektit (2:1), mencerminkan bahwa pengaruh
bahan induk batukapur sangat menonjol pada genesi s horison argilik ketiga pedon
tersebut. Ciri khusus mikromorfologi adalah adanya selaput besi (feran) menumpuk
(superimposed) di dinding pori, sehingga membuat lapisan yang kokoh (Gambar 7)
yang menyelaputi pori. Kenampakan tersebut mencerminkan adanya proses akumulasi
117
besi pada pori-pori tanah. Mekanismenya dapat merupakan hasil iluviasi dari horison di
atasnya, dapat juga berupa hasil lapukan in situ yang kemudian teroksidasi. Adanya
oksida besi yang menyelaputi dinding pori memungkinkan pori tersebut tahan terhadap
rombakan.
Khusus pada pedon AM5, dijumpai adanya rekahan-rekahan yang nyata di
permukaan tanah, sampai pada kedalaman 86 cm, yang belum memenuhi persyaratan
sifat vertic karena tidak didukung oleh adanya struktur baji (Soil Survey Staff, 2003).
Rekahan tersebut terbentuk oleh adanya kandungan mineral liat 2:1 yang
mendominasi fraksi liat. Pada tanah yang berkembang dari bahan volkanik, seperti
pada AM7, walaupun terdapat kandungan liat 2:1 yang tinggi, rekahan-rekahan ini
tidak muncul. Hal ini diduga karena dominasi kation yang bervalensi tinggi, seperti Al
dan Fe yang tinggi pada pedon ini. Dikatakan bahwa Al dan Fe mensubstitusi kation
Ca, Mg, dan Na dalam kompleks pertukaran, sehingga secara drastis menurunkan
batas plastisitas tanah dan dapat mempengaruhi sifat kembang-kerut tanah
(Karathanasis dan Hajek, 1985).
Sifat-sifat kimia tanah pada pedon-pedon yang berkembang dari batukapur
terlihat jelas sangat dipengaruhi oleh bahan induknya. Contoh yang nyata adalah
kandungan basa-basa tinggi teru tama kalsium dan magnesium dapat tukar. Demikian
pula kadar natrium yang relatif lebih tinggi dibanding dengan pedon-pedon lainnya.
Sehingga dapat dikatakan bahwa, pembentukan horison kambik pada pedon-pedon ini
dipengaruhi oleh lingkungan pembentukan yang relatif agak masam (pH 5,0-6,5).
Sehingga diduga pula bahwa dispersi liat dapat terjadi dalam lingkungan alkalis
tersebut. Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Buol et al . (1973) bahwa,
translokasi liat dapat terjadi, baik pada kondisi masam maupun alkalis. Dikatakan pula
bahwa, peranan garam (Na) sangat penting dalam proses dispersi dan mobilisasi liat.
Namun kondisi ideal yang memungkinkan terhadap pembentukan horison argilik pada
118
pedon-pedon yang berkembang dari batukapur ini tidak diiringi oleh adanya selaput
liat.
Genesis Pedon Berbahan Induk Bahan Volkanik-Andesitik
Pedon AM7 (Andic Dystrudept), tidak adanya selaput liat merupakan bukti
bahwa horison bawah permukaan adalah kambik. Pembentukan horison kambik
dipengaruhi oleh keadaan drainase baik dan lingkungan yang masam. Perbedaan
dominasi mineral liat terlihat bahwa pedon AM7 mengandung mineral smektit.
Kemungkinan proses pelapukan dan pencucian telah terjadi secara intensif pada
pedon ini, seperti ditunjukkan oleh data tekstur dengan kandungan liat halus dan liat
total yang relatif tinggi. Dengan demikian, proses pencucian dan penimbunan liat
sangat dominan pada pembentukan horison kambik.
Kandungan Fe yang sangat tinggi seperti terlihat dari hasil analisis terhadap
besi bebas yang relatif tinggi mempengaruhi warna tanah yang kemerahan pada
pedon ini. Proses desilikasi ini disertai dengan pembentukan konkresi yang juga
dijumpai di lokasi pengambilan pedon pewakil ini. Buol et al. (1961) menyatakan
bahwa akumulasi besi (feritisasi) terjadi, karena besi bersifat tidak mobil, kemudian
teroksidasi menjadi ferrioksida. Siifat andik dijumpai pada pedon ini terlihat dari
kerapatan lindak di bawah satu pada hampir semua horison. Hal ini sangat
memungkinkan karena pedon ini terbentuk dari bahan induk volkan (Andesitik).
Pedon AM8 (Typic Haplohumult), proses pembentukan horison argilik pada
pedon ini, sangat dipengaruhi oleh kondisi drainase yang agak baik (peralihan akuik
dan perudik), dengan bahan induk yang bersifat intermedier (andesitik). Hasil analisis
mineral fraksi pasir menunjukkan bahwa komposisi bahan dasar secara keseluruhan
pedon ini berkembang dari bahan volkanik andesitik dan mineral liat dominan adalah
haloisit. Bahan induk ini cenderung mudah melapuk dibandingkan dengan bahan induk
volkanik dasitik, dengan demikian menghasilkan profil tanah yang dalam. Selaput liat,
119
atau liat pengisi pori di horison argilik mencerminkan pembentukan horison akibat
adanya translokasi dan akumulasi liat. Hasil analisis mikromorfologi menunjukkan
selaput liat yang dijumpai relatif banyak, tetapi belum mengalami perkembangan yang
berarti (tidak ada laminasi). Namun demikian dengan diidentifikasinya selaput liat pada
horison Bt, menunjukkan bahwa, horison argilik telah terbentuk pada pedon ini.
Genesis Pedon Berbahan Induk Bahan Volkanik-Dasitik
Lingkungan pembentukan horison argilik pada tanah yang berkembang dari
bahan induk volkanik-dasitik ini terlihat berbeda satu sama lain. Letak horison argilik
langsung terdapat di bawah horison permukaan (A) pada AM9, dan pada AM10
horison argilik terletak di bawah Ap.
Pedon AM9 (Fluventic Dystrustept), secara topografi terletak di bagian atas
lereng, atau di atas lokasi pedon AM10. Dengan melihat jumlah liat halus dan total
yang sangat tinggi proses penimbunan liat terjadi secara intensif pada pedon ini.
Bahan induk tufa Banten merupakan bahan utama pembentuk tanah ini.
Jumlah liat dan rasio liat halus terhadap liat total yang tinggi membuktikan
bahwa telah terjadi proses iluviasi dan eluviasi. Proses akumulasi liat adalah faktor
yang mempengaruhi pembentukan horison kambik. Pembentukan tersebut terjadi
pada lingkungan masam serta pencucian yang intensif. Sehingga dapat dikatakan
bahwa, proses dispersi liat memungkinkan menjadi tahap awal dalam pembentukan
horison bawah permukaan pedon ini.
Pedon AM10 (Aeric Epiaqualf), proses pembentukan horison argilik pada
pedon yang bersifat akuik dan berasal dari bahan induk tufa masam ini, dipengaruhi
oleh kondisi drainase buruk. Hasil pengamatan mikromorfolgi menunjukkan bahwa
hasil proses pelapukan, berupa liat halus bersama besi, terjadi terutama di daerah pori
dan sebagian terangkut oleh air ke bagian lebih bawah horison. Hal tersebut didukung
oleh meningkatnya kandungan liat di bagian bawah horison Bt.
120
Dijumpainya selaput liat yang terbentuk baik dan sempurna dengan
perkembangan laminasi yang nyata, menunjukkan bahwa pembentukan horison argilik
telah terjadi di bawah kondisi topografi yang stabil (datar). Pada pedon ini terlihat
adanya proses gleisasi, yang terjadi karena posisi pedon dalam topografi yang datar,
sehingga menyebabkan muka air tanah yang dangkal.
Hasil identifikasi mineral fraksi pasir (Tabel 13) menunjukkan bahwa pada
horison Bt mengandung kuarsa yang relatif sangat tinggi dibanding dengan pedon-
pedon lainnya. Adanya kondisi drainase yang buruk diduga menyebabkan proses
pelapukan relatif lambat. Tingginya kandungan kuarsa diduga berasal dari silikasi
bahan induk, melalui aliran di bawah permukaan secara lateral (perched water table)
yang berasal dari lereng yang berada di atasnya. Sedangkan tingginya basa-basa di
bagian bawah pedon AM10, diduga berasal dari bahan induk dan retensi basa-basa
pada bidang pertukaran, yang meningkatkan nilai kejenuhan basa dan nilai pH.
Menurut Moniz et al. (1982), kondisi kelembaban tanah akuik berperan dalam
pembentukan horison argilik, dimana akibat proses resilikasi, tanah tersebut secara
mineralogi menjadi agak terhambat tingkat pelapukannya (dibanding tanah Oksisol).
Pada kondisi ini, pembentukan horison argilik bukan dipengaruhi oleh komposisi
mineraloginya, tetapi lebih karena adanya suplai air yang banyak, sehingga dalam
keadaan jenuh proses resilikasi terjadi secara dominan, yang akhirnya mempengaruhi
sifat horison argilik, seperti adanya lapisan yang padat (kerapatan lindak lebih tinggi
dari horison argilik pada pedon lainnya), dengan struktur gumpal. Mineral yang
dominan adalah kaolinit.
Pengaruh adanya horison argilik terhadap sifat-sifat kimia pada pedon ini,
seperti pada pedon lainnya tidak begitu jelas. Terutama sifat-sifat kimia dari horison
argilik dibanding horison di atasnya tidak begitu berbeda. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa sifat-sifat tanah, terutama sifat kimia lebih diakibatkan oleh sifat bahan induk
masing-masing pedon yang diamati.
121
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa, masing-masing pedon
pewakil memiliki perbedaan dalam sifat-sifat horison penimbunan liatnya (argilik dan
kambik) yang terutama tercermin pada, (1) tebal dan letak horison di dalam profil, (2)
jumlah penimbunan liat, dan (3) ada tidaknya selaput liat. Perbedaan tersebut tidak
lepas akibat pengaruh dari bahan induk yang berbeda-beda serta faktor lain (iklim dan
topografi). Dalam penelitian ini terlihat bahwa, proses pembentukan horison
penimbunan liat pada semua pedon yang diamati dapat dikatakan melalui proses yang
relatif sama. Yang berbeda adalah faktor-faktor pembentukan lainnya, terutama bahan
induk, iklim (kelembaban tanah), dan topografi.
Implikasi Adanya Horison Penimbunan Liat
Erosi dan Longsor
Erosi dan longsor adalah proses berpindahnya tanah atau batuan dari satu
tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah akibat dorongan air, angin, atau
gaya gravitasi. Perbedaan yang menonjol antara erosi dan longsor adalah volume
bahan yang dipindahkan, waktu yang dibutuhkan, dan kerusakan yang ditimbulkan
(Anonim, 2006).
Faktor yang mempengaruhi terjadinya erosi dan longsor dikelompokkan ke
dalam dua faktor utama, yaitu faktor alam dan manusia. Faktor alam di antaranya
adalah curah hujan, sifat tanah, bahan induk, elevasi, dan lereng. Faktor manusia
adalah semua tindakan manusia yang dapat mempercepat terjadinya erosi dan
longsor.
Salah satu bukti adanya pengaruh horison penimbunan liat ini terhadap
kepekaan tanah terhadap erosi seperti yang sudah diteliti oleh Dariah (2004), yang
menyatakan bahwa horison Bt ini merupakan salah satu faktor penentu kepekaan
tanah pada erosi, karena berpengaruh pada proses peresapan air ke dalam tanah.
122
Pencegahan yang dapat mengurangi resiko yang berkaitan dengan erosi dan
longsor dengan adanya horison penimbunan liat, antara lain dengan memperbaiki
kawasan tanah yang memiliki horison penimbunan liat. Perbaikan dapat melalui usaha
pengokohan permukaan lapisan permukaan di atas batas atas horison tersebut melalui
tindakan konservasi tanah yang tepat. Sehingga dapat mengurangi aliran permukaan
maupun aliran bawah permukaan, melalui sistem tata air yang baik.
Tindakan pencegahan lainya adalah, perlunya pendataan penyebaran tanah-
tanah yang memiliki horison ini. Langkah tersebut merupakan awal dari perencanaan
penggunaan lahan pada kawasan yang berisiko. Dengan demikian penataan ruang
untuk pembangunan lebih diarahkan pada kawasan yang memiliki resiko
ketidakstabilan longsor rendah atau sangat rendah.
Banjir dan Kekeringan
Banjir dan kekeringan sangat berkaitan dengan karakteristik iklim dan tanah.
Iklim melalui curah hujan, temperatur, kecepatan angin dan lain-lain, yang memiliki
fungsi yang terkait dengan ketersediaan dan kehilangan air di dalam tanah dan juga
dari tanaman. Tanah berfungsi sebagai media penyimpan dan penyalur bagi
kebutuhan tanaman.
Adanya horison penimbunan liat dapat menyebabkan masalah yang serius bagi
pertumbuhan akar tanaman. Hal ini terjadi apabila terdapat penimbunan liat yang
menimbulkan perubahan tekstur sangat nyata (abrupt textural change ). Perubahan
tersebut dapat menghasilkan aliran air secara lateral (perched water table) di atas
horison argilik. Smith (1986) mengatakan bahwa, dampak tersebut dapat dijumpai
pada tanah-tanah Alfisol baik yang memiliki regim kelembaban tanah udik (Udalf)
maupun akuik (Aqualf).
Dampak yang lebih serius dapat terjadi adalah terjadinya banjir akibat
terjebaknya air di permukaan tanah terutama pada pedon yang terletak pada topografi
123
datar. Infiltrasi sangat kecil, karena lapisan yang relatif padat oleh pengaruh
penimbunan liat yang menyebabkan perbedaan tekstur yang nyata dan akibat
berkurangnya volume pori tanah oleh adanya selaput liat. Sebaliknya pada pedon-
pedon yang terletak pada topografi berlereng akan menimbulkan cepat hilangnya air
dari lapisan permukaan. Kekeringan pada zona dimana air tidak bisa ditahan lebih
lama. Kebanyakan zona tersebut adalah merupakan zona perakaran tanaman atau
pada horison permukaan tanah.
Adapun usaha pencegahan kekeringan yang perlu dilakukan khusus pada
tanah-tanah yang memiliki horison penimbunan liat adalah mengetahui jarak atau
ketebalan lapisan permukaan di atas horison iluviasi. Karena lapisan tersebut berkaitan
dengan potensi tanah menyimpan air dan melepaskan untuk tanaman. Terutama pada
kedalaman akar efektif yang berkisar antara 0-30 cm dan 30-60 cm.
Penelitian ini tidak bertujuan untuk mengetahui secara langsung dampak
adanya horison penimbunan liat (baik sebagai argilik ataupun bukan argilik) bagi
pengelolaan tanah di daerah tr opika basah, terutama di Indonesia. Namun dengan
diketahuinya sifat-sifat horison tersebut, yakni jumlah penimbunan liat (letak
penimbunan maksimum), ketebalan horison, serta letak horison dalam profil (batas
atas dan batas bawah), dan ada tidaknya selaput liat yang terorientasi pada dinding
pori, akan sangat bermanfaat sebagai informasi penting bagi pengelolaan tanah di
Indonesia dimana tanah Ultisol, Alfisol, dan Inceptisol yang berkembang dari bahan
induk batuan sedimen maupun bahan volkanik tersebar luas.
Fenomena adanya horison iluviasi (Bt) dapat menjadi hal yang penting untuk
diketahui bukan saja hanya dalam interpretasi genesis dan klasifikasi tanah tapi lebih
kepada efeknya bagi pengelolaan tanah dan kaitannya terhadap pertumbuhan
tanaman.