hasil dan pembahasan · web viewuntuk padi liar, karena tanahnya kering, musuh alami hama padi...
TRANSCRIPT
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
DASAR-DASAR AGRONOMI
ACARA III
PERSEMAIAN DAN PINDAH TANAM PADI
METODE KONVENSIONAL DAN THE SYSTEM OF RICE
INTENSIFICATION (SRI)
Disusun oleh:Nama : 1.Muhammad Miftahussurur (12126)
2. Dhemas Adi Purwa (12131) 3. Zulham Aaron Mochammad (12172) 4. Rivandi Pranandita Putra (12175) 5. Nawang Wulandari (12177) 6. Ary Danar Kisworo (12184)
Gol / Kel : A4 / 4Asisten : 1. Ar Roufi Karina
2. Bagus Herwibawa 3. Devita Areifvia Ningsih
LABORATORIUM MANAJEMEN DAN PRODUKSI TANAMAN
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2011
ACARA III
PERSEMAIAN DAN PINDAH TANAM PADI METODE KONVENSIONAL DAN THE SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI)
I. PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Selama ini yang kita kenal adalah teknik pembudidayaan padi dengan metode sawah yang
tergenang banyak air walaupun sebenarnya dikenal pula metode budidaya padi dengan metode
lahan kering. Namun pada budidaya lahan kering produksi padi yang dihasilkan kurang
memuaskan sehingga sebagian besar petani lebih memilih menggunakan metode lahan basah
atau sawah tergenang. Metode ini membutuhkan air dalam jumlah banyak agar padi dapat
tumbuh. Metode ini sangatlah tidak efisien dalam penggunaan air. Untuk itu dewasa ini telah
dikembangkan metode pembudidayaan padi dengan penggunaan air yang lebih efisien yang
dikenal dengan metode The System of Rice Intensification. Dan praktikum ini dilakukan untuk
mengetahui bagaimana metode ini bekerja dan bagaimana hasil produksi yang dihasilkan dari
metode ini.
1.2 TUJUAN
a. Mengetahui pengaruh metode persemaian dan waktu pindah tanam terhadap pertumbuhan
bibit padi.
b. Mengetahui hubungan antara kualitas bibit dengan berat keringnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Dalam penyebaran benih, benih dapat langsung ditebar di tempat tanam permanen (direct
seeding) atau mula-mula dalam wadah atau tempat dimana tanaman muda penyemaian dapat
dipindahkan (transplanting) sekali atau dua kali sebelum penanaman permanen. Penyemaian
atau pembibitan ditujukan untuk menanam bibit atau semai untuk memberikan pengaturan
pembibitan yang lebih cepat selama tahap perkembangan yang gawat dan awal pertumbuhan
bibit (Haryadi, 2002).
Pada umumnya bibit yang telah berumur 4-5 minggu terhitung dari tanggal penyebaran benih
dianggap telah cukup tua untuk dicabut dari persemaian dan siap untuk dipindahkan ke tempat
penanaman (sawah). Jika petani akan menggunakan varietas yang berumur pendek, umur bibit
yang terbaik untuk dipindahkan dari persemaian ke lapangan adalah 3 minggu. Sementara jika
petani ingin menggunakan varietas yang berumur setelah dalam atau dalam, umur yang tepat
dipindahkan dari persemaian adalah 4-5 minggu. Bibit yang telah tua daripada yang disebutkan
untuk masing-masing golongan umur varietas akan membawa pengaruh buruk terhadap
pertumbuhan anak atau tunas dari tanaman. Jadi anak atau tunas akan berkurang (Siregar, 1991).
Pada penyiapan lahan metode SRI berbeda dengan konvensional terutama dalam hal
penggunaan air (macak-macak) dan tidak adanya penggunaan pupuk karena SRI menggunakan
kompos. Metode konvensional disisi lain menggunakan air sampai pada tahap tanaman menjadi
tergenang oleh air serta pemupukan minimal dua kali dalam satu periode tanam. Tanah yang
tergenang air akan menyebabkan kerusakan pada struktur padi dikarenakan padi bukanlah
tanaman air (membutuhkan air tetapi tidak terlalu banyak). Hal ini yang ditimbulkan oleh proses
penggenangan adalah timbulnya hama (Robbins and Wilfred, 1966).
Komponen utama SRI adalah pindah tanam bibit padi pada usia dini, jarak tanaman yang
diperlebar, satu bibit tiap lubang tanam, manajemen air yang mempertahankan tanah pada
kondisi lembab tetapi tidak tergenang, pengendalian gulma sebelum menutupnya dengan kanopi,
dan penggunaan bahan organic sebagai pupuk (McDonald et al., 2005). Adanya SRI
dilatarbelakangi oleh pengalaman World Education (WE) dengan ke rabatnya dalam
mengembangkan program pertanian berkelanjutan berdasarkan IPM untuk mengurangi biaya
operasional petani-petani berat. Pengurangan dikarenakan adanya pengeluaran yang lebih rendah
pada input eksternal, seperti benih, pupuk, dan pestisida. Selainitu diharapkan pula SRI dapat
meningkatkan pendapatan saat biaya masih berada dalam kondisi relatif rendah (Sutoyo, 2003)
Peningkatan kerapatan tanam per satuan luas sampai pada suatu batas tertentu dapat
meningkatkan hasil biji, akan tetapi perkecambahan jumlah tanaman selanjutnya akan
menurunkan hasil karena akan terjadi kompetisi hara, air, radiasi matahari, dan ruang tumbuh,
sehingga mengurangi jumlah biji per tanaman (Mintarsih, 1990).
Metode konvensional di sisi lain menggunakan air sampai pada tahap tanahnya menjadi
tergenang oleh air serta pemupukan minimal dua kali dalam satu periode tanam. Tanah yang
tergenang air akan menyebabkan kerusakan pada struktur padi dikarenakan padi bukanlah
tanaman air (membutuhkan air tetapi tidak terlalu banyak). Hal lain yang ditimbulkan oleh
proses penggenangan adalah timbulnya hama. Secara alamiah, seperti padi liar yang tumbuh di
hutan-hutan, hama dari padi memiliki musuh alami. Untuk padi liar, karena tanahnya kering,
musuh alami hama padi dapat hidup dan menjaga kestabilan dengan memakan hama tersebut.
Ketika padi hidup dalam suatu tanah yang tergenang, maka musuh alami hama padi tidak dapat
hidup sedangkan hama padi dapat hidup. Bahkan, hal ini memacu adanya hama padi baru yang
berasal dari lingkungan akuatik (Anonim, 2008).
III. METODOLOGI
Praktikum Dasar-dasar Agronomi Acara III yang berjudul Persemaian dan Pindah tanam
Padi Metode Konvensional dan The System of Rice Intensification (SRI) dilaksanakan pada
Kamis 10 Maret 2011 di Laboratorium Manajemen dan Produksi Tanaman, Jurusan Budidaya
Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Kegiatan dilaksakan di
salah satu rumah kaca dalam kawasan Fakultas Pertanian. Bahan-bahan yang digunakan adalah
biji padi (Oryza sativa) dan tanah. Sementara alat-alat yang digunakan antara lain polybag,
penggaris, ember, cetok, dan oven.
Pada percobaan ini pertama-tama disiapkan media persemaian. Tiga buah ember dengan
diameter yang sama diisi dengan tanah yang beratnya (± 2 cm dari permukaan atas ember). Lalu
air ditambahkan ke dalam ember hingga tanah menjadi macak-macak. Benih padi kemudian
disemai pada tiap-tiap ember dengan kerapatan sebar 75 gram.m-2. Bibit padi dari ember pertama
akan dipindah-tanamkan pada umur 7 hari setelah tanam (hst), ember kedua pada umur 14 hst,
dan ember ketiga 21 hst. Selanjutnya bibit dipelihara agar pertumbuhannya tidak menglami
gangguan.
Pada percobaan pindah tanam, pertama-tama disiapkan media tanam untuk pindah.
Polybag sebagai tempat media diisi dengan tanah. Tiga polybag disiapkan (2 untuk tanah macak-
macak, dan 1 untuk tanah tergenang). Tanah macak-macak untuk perlakuan pindah tanam 7 hst
dan 14 hst. Tanah tergenang untuk perlakuan pindah tanam 21 hst.
Untuk perlakuan pindah tanam 7 hst dan 14 hst ditanam 1 bibit perlubang tanam pada
polybag. Untuk perlakuan pindah tanam 21 hst ditanamkan 2 bibit untuk tiap lubang tanam.
Selanjutnya dilakukan pengamatan-pengamatan terhadap tanaman. Diamati tinggi tanaman dan
jumlah daun mulai umur 7 hst hingga 28 hst setiap minggunya. Tanaman kemudian dipanen pada
28 hst. Kemudian tanaman padi dioven pada suhu sekitar 65-70oC selama 48 jam, setelah
beratnya konstan ditimbang berat keringny. Summed Growth Ratio (SGR) dihitung, kemudian
dibuat grafik tinggi tanaman dan jumlah daun pada berbagai hari pengamatan serta histogram
berat segar dan berat kering. Terakhir kualitas bibit umur 28 hst dibandingkan akibat perbedaan
perlakuan pindah tanam.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 HASIL PENGAMATAN
Perlakuan Ulangan Hari
Berat Basah (gram)
Berat Kering (gram)
Ke-21 Ke-28
Tinggi Jumlah daun Tinggi Jumlah daun (cm) (cm)
7hss
ulangan 1 32.1 4 37.2 4 0,35 0,11ulangan 2 (mati) - (mati) - - -ulangan 3 29.4 4 35.75 4 0,29 0,07 rata-rata 30.75 4 36.45 4 0.32 0.09
14 hss
ulangan 1 22.3 3 27.4 4 0,74 0,13ulangan 2 22.8 3 25.4 4 0,75 0,15ulangan 3 29.9 3 32.8 4 0,85 0,17
rata-rata 25 3 28.567 4 0.78 0.15
21 hss
ulangan 1 22.3 3 23.5 3 1,21 0,21 15.2 3 18.5 4 1,12 0,17
ulangan 2 32.1 3 32.2 3 1,54 0,29 19.2 3 21.2 4 1,15 0,18
ulangan 3 26.4 3 31 4 1,32 0,24 25.6 2 25.9 3 1,22 0,23
rata-rata 23.467 2.834 24.883 3.5 1.26 0.22
Nilai SGR hari ke-21
Perlakuan Pindah Tanam
7 hari hss 14 hari hss 21 hari hss
TT JD BB BK SGR TT JD BB BK SGR TT JD BB BK SGR
30.75 4 0.32 0.09 32.96 25 3 0.78 0.15 31.53 23.467 2.834 1.26 0.22 35.4
Nilai SGR hari ke-28
Perlakuan Pindah Tanam
7 hari hss 14 hari hss 21 hari hss
TT JD BB BK SGR TT JD BB BK SGR TT JD BB BK SGR
36.45 4 0.32 0.09 31.56 28.567 4 0.78 0.15 33.76 24.883 3.5 1.26 0.22 35.26
Contoh Penghitungan :
Tanaman 21 HSS
H`7 =
=
=
L`7 =
=
= = 0.406
W`7 =
=
=
= 0.195
SGR =
= 32.96%
4.2. Pembahasan
Praktikum Dasar-dasar Agronomi Acara III dengan judul Persemaian dan Pindah
Tanam Padi Metode Konvensional dan The System of Rice Intensification (SRI) bertujuan
untuk mengetahui pengaruh metode persemaian dan waktu pindah tanam terhadap
pertumbuhan bibit padi dan untuk mengetahui hubungan antara kualitas bibit dengan berat
keringnya. Pada percobaan ini diberikan perlakuan yang berbeda pada ketiga polybag dimana
polybag pertama diberi perlakuan pindah tanam 7 hari setelah tanam (hss) dengan tanah
macak-macak dan satu bibit perlubang tanam, polybag kedua dengan perlakuan pindah tanam
14 hss, tanah macak-macak dan satu bibit perlubang tanam, dan pindah tanam 21 hss dengan
tanah tergenag dan dua bibit untuk satu lubang tanam pada polybag ketiga.
Metode SRI adalah pindah tanam bibit padi pada usia dini (1 minggu), jarak tanaman
yang diperlebar, satu bibit tiap lubang tanam, manajemen air yang mempertahankan tanah
pada kondisi lembab tetapi tidak tergenang, pengendalian gulma sebelum menutupnya
dengan kanopi, dan penggunaan bahan organic sebagai pupuk. Metode persemaian SRI dapat
dikatakan berhasil karena menghasilkan kualitas benih yang baik pada benih 7 hss, tanah
macak-macak dan satu bibit perlubang tanam.
Metode SRI berbeda dengan metode konvensional. Pada metode SRI, air yang
digunakan kurang dari 1/2 air pada metode konvensional. Pada metode SRI, pemberian air
yang macak-macak bertujuan untuk efisiensi penggunaan air ini dikarenakan padi memang
bukanlah tanaman air. Pemberian air hanya perlu dijaga agar padi tetap lembab selama tahap
vegetatif. Perbedaan mendasar yang terdapat pada SRI dibandingkan dengan sistem
konvensional yaitu SRI sama sekali tidak menggunakan bahan kimia dalam perawatannya.
Mulai dari pupuk hingga pestisida menggunakan bahan-bahan alami yang ramah lingkungan.
Sedangkan sistem konvensional menggunakan bahan kimia dalam perawatannya.
Persamaannya terdapat pada benih yang digunakan, tetapi perlakuan terhadap tanah dan
tanaman berbeda.
Perbedaan SRI dengan Konvensional :
Pembeda Metode Konvensional SRI
Dosis pupuk
anjuranPupuk anorganik dan organik Bahan organik 10 ton / ha
VarietasVarietas unggul baru dan varietas
unggul hibridaVarietas lokal/unggul baru
Seleksi benihPemilahan benih bernas dengan
air garam / ZA (3%)
Pemilahan benih bernas dengan
telur dan air garam
PersemaianPersemaian basah diaplikasi
kompos, sekam, dan pupukPersemaian kering
Jumlah
bibit/lubang1-3 bibit 1 bibit
Tanam bibit 10-21 hss 7-14 hss
Jarak tanamVUB/VUTB 20x20 cm
VUH 25x25 cm30x30 cm
Hama penyakit
Bila perlu berdasarkan hasil
monitoring dapat digunakan
pestisida kimia, hayati, dan
nabati, maupun kombinasinya
Pengendalian hayati
Pengelolaan gulmaMenggunakan landak dan
herbisida kimia atau penyiangan
Penyiangan mekanis/landak 4 kali
Pengairan Pengairan berselang
Tanah dipertahankan lembab
hingga retak-retak selama
vegetatif
Penanganan pasca
panen
Mesin perontok dan gebot
disesuaikan dengan kondisi petaniGebot
Metode pendekatan PRA Pemahaman ekologi tanah
Kelembagaan SIPT, KUAT, KUM Pemberdayaan kelompok
Pendekatan
desimenasi
Kelompok tani, hamparan,
demfarm
Kelompok studi petani, individu,
demplot
Hasil gabah 5,0-8,5 ton/ha GKG 6,9-8,5 ton/ha GKP
Peningkatan hasil 0,2-1,1 ton/ha 0,3-2,3 ton/ha
Dari data-data yang telah diperoleh dapat kita simpulkan bahwa metode yang paling baik
digunakan adalah dengan metode SRI .
Pindah tanam pada metode SRI dilakukan pada usia padi yang muda yang bertujuan untuk
mengoptimalkan pertumbuhan akar. Karena pada usia muda, akar memiliki potensi tumbuh
yang tinggi. Penanaman bibit pada usia 15 hari sesudah penyemaian akan membuat potensi
anakan menjadi tinggal 1/3 dari jumlah potensi anakan. Hal ini berarti, SRI menambah
potensi anakannya sekitar 64%. Penanaman satu bibit per lubang tanam bertujuan untuk
mengoptimalkan penyerapan nurisi oleh tanaman sehingga pertumbuhannya maksimal.
Dengan dua bibit perlubang tanam, akan menimbulkan kompetisi untuk memperoleh nutrisi
dengan demikian pertumbuhan kurang optimal. Selain itu, tanaman padi memerlukan tempat
tumbuh yang cukup untuk pertumbuhannya agar dan dapat memperoleh cahaya matahri yang
cukup.
Pengamatan terhadap berat kering tanaman dilakukan untuk memperoleh nilai SGR. Dari
hasil perhitungan apabila SGR bibit lebih tinggi maka bibit tersebut mempuyai kualitas yang
lebih baik daripada lainnya. SGR (Summed Growth Ratio) adalah penggunaan ukuran relatif
yang berfungsi untuk mengetahui apakah suatu bibit padi memiliki kualitas yang lebih baik
dari yang lain atau tidak dengan menghitung rasio jumlah daun, rasio berat kering dan rasio
tinggi tanaman. Perhitungan SGR mengindikasikan benih itu berkualitas baik apabila nilai
SGRnya lebih tinggi. Yaitu didapat ketika L’ (rasio jumlah daun), T’ (rasio berat kering),
dan H’ (rasio tinggi tanaman) menunjukkan nilai yang besar.
Berikut adalah rumus untuk mencari SGR :
SGR= L’ + T’ + H’
3
di mana :
L’ : ratio of the number of leaves / rasio jumlah daun
T’ : ratio of the number of dry weight / rasio berat kering
H’ : ratio of the height / rasio tinggi tanaman
Hubungan semua perlakuan dengan berat kering. Dalam metode SRI digunakan sistem
pengairan macak-macak (irit air), hingga dimungkinkan tanah mengalami peretakan yang akhirnya
memungkinkan aerasi tanah berjalan dengan lancar, begitupun dengan serapan nutrisi melalui
perakaran yang baik menjadi optimal. Karena akar bernafas dengan baik, maka bibit padi mempunyai
anakan lebih banyak. Karena anakannya banyak, dan adanya serapan air cukup (dalam artian
mencukupi untuk penyerapan nutrisi dan unsur hara tanah) dan air yang mengendap di tanaman padi
sedikit, maka berat kering (berat setelah di oven) menjadi lebih besar.
Berdasarkan grafik di atas, dapat diketahui bahwa tanaman padi tertinggi pada
pengamatan minggu ke-4 adalah padi dengan perlakuan 7 hss, kemudian diikuti padi dengan
perlakuan 14 hss lalu 21 hss. Pada minggu pertama dan kedua tanaman padi tertinggi adalah
dengan perlakuan 7 hss kemudian diikuti tanaman dengan perlakuan 14 hss. Selanjutnya pada
minggu ketiga tanaman dengan perlakuan 7 hss memiliki tinggi tanaman paling tinggi.
Berdasarkan grafik di atas, dapat diketahui bahwa jumlah daun tanaman padi
terbanyak pada pengamatan minggu ke-4 adalah padi dengan perlakuan 7 hss dan 14 hss,
kemudian diikuti padi dengan perlakuan 14 hss 21 hss. Jumlah daun dapat digunakan sebagai
pengukur kualitas bibit yang tumbuh. Tanaman yang menghasilkan daun yang terbanyak
berarti tanaman tersebut mempunyai daya tumbuh yang baik karena tanaman tersebut mampu
menjalankan metabolisme yang terjadi dengan menumbuhkan organ-organ yang membantu
dalam proses asimilasi makanan bagi pertumbuhan tanaman tersebut. Dengan jumlah daun
yang banyak berarti sarana untuk asimilasi makanan melalui fotosintesis yang tersedia sangat
terpenuhi.
Berdasarkan histogram diatas, dapat diketahui bahwa berat basah dan berat kering
tanaman tertinggi adalah tanaman dengan perlakuan 21 hss. Pengamatan terhadap berat
kering tanaman dilakukan untuk mengetahui kualitas benih melalui hasil fotosintesis yang
dihasilkan. Pada saat dioven, air yang ada pada jaringan tanaman akan menguap sedangkan
hasil asimilasi berupa karbohidrat yang merupakan hasil pertumbuhan bersih tanaman tidak
ikut menguap. Semakin berat tanaman, maka kualitas pertumbuhannya semakin baik.
Pada hasil percobaan, pertumbuhan terbaik terjadi pada tanaman padi dengan
perlakuan 21 hss. Nilai SGR yang dihasilkan benih padi 21 hss paling tinggi dibanding
tanaman padi dengan perlakuan 7 hss dan 14 hss. Perbandingan kualitas biji dapat dilihat
dari perbandingan berat keringnya. Kualitas yang baik dapat dilihat dengan besarnya SGR
atau dengan penimbangan berat kering akar dan daunnya. Nilai SGR menunjukkan hasil
fotosintesis tanaman. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa proses fotosintesis yang
terjadi pada benih dengan 21 hss berjalan paling baik. Berdasarkan percobaan, perbedaan
perlakuan akan menyebabkan kualitas benih yang dihasilkan berbeda. Seharusnya padi yang
dipindah tanam pada usia muda memiliki kualitas benih yang lebih baik. Ini disebabkan pada
usia muda, pertumbuhan akar memiliki potensi tumbuh yang lebih baik. Perakaran padi akan
berkembang optimal pada usia muda. Selain itu dengan penanaman padi satu per lubang
tanam membuat benih tumbuh optimal karena padi membutuhkan tempat tumbuh yang cukup
besar untuk perkembangan optimal. Padi mendapatkan nutrisi, cahaya matahari, unsur hara
dan bahan-bahan lain yang dibutuhkannya dengan optimal karena tidak ada persaingan antar
tanaman yang terjadi. Pada percobaan, didapatkan berat kering dan berat basah pada tanaman
dengan perlakuan 21 hss lebih tinggi dari pada tanaman dengan perlakuan 7 hss dan 14 hss.
Berdasarkan percobaan, perbedaan perlakuan akan menyebabkan kualitas benih yang
dihasilkan berbeda. Padi yang dipindah tanamkan pada usia muda memiliki kualitas benih yang lebih
baik. Ini disebabkan pada usia muda, pertumbuhan akar memiliki potensi tumbuh yang lebih baik.
Perakaran padi akan berkembang optimal pada usia muda. Selain itu dengan penanaman padi satu per
lubang tanam membuat benih tumbuh optimal karena padi membutuhkan tempat tumbuh yang cukup
besar untuk perkembangan optimal. Padi mendapatkan nutrisi, cahaya matahari, unsur hara dan
bahan-bahan lain yang dibutuhkannya dengan optimal karena tidak ada persaingan antar tanaman
yang terjadi.
V. KESIMPULAN
1. Metode persemaian dan waktu pindah tanam mempengauhi kualitas benih yang
dihasilkan.
2. Penggunaan metode SRI dapat menghemat penggunaan air.
3. Semakin besar nilai SGR suatu tanaman, maka semakin baik kualitas bibit yang
digunakan.
4. Pada percobaan ini, kualitas benih paling baik pada tanaman dengan perlakuan 21 hss
dengan tanah tergenang, tiga bibit untuk tiap lubang tanam dengan nilai SGR 35.26%.
Referensi
Anonim. (2008). SRI. < http://www.himatek.che.itb.ac.id>, diakses pada tanggal 14 Maret
2011.
Haryadi, G.G. (2002). Pengantar Agronomi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Mc Donald, A.J.,P.R. Hobbs, dan S. J. Rina. (2005). Does the system of rice intensification outperform conventional best management? A synopsis of the empirical record. Field Crop Research Journal 96: 31-36.
Mintarsih, Yuliani, E. Hanasih, S. Widyatmoko J. (1990). Pengaruh jarak tanah dalam barisan tanaman terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung varietas Arjuna. Duta Farming Journal 8 : 5-7.
Robbins and Wilfred. (1966). Botany and Introduvition to Plant Science. John Wiey and Sons, New York.
Siregar. H. (1991). Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. Gramedia. Jakarta.
Sutoyo. (2003). System of Rice Intensification SRI). WorkshopReport,P:2. <http://clifad.cornel.edu/SRI/countries/indonesia/indowedurep03.pdf.>, diakses tanggal 14 Maret 2011.