hasrul

11
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Desain produk adalah pioner dan kunci kesuksesan sebuah produk menembus pasar sebagai basic bargain marketing, mendesain sebuah produk berarti membaca sebuah pasar, kemauan mereka, kemampuan mereka, pola pikir mereka serta banyak aspek lain yang akhirnya mesti diterjemahkan dan di-aplikasikan dalam perancangan sebuah produk. Kemampuan sebuah produk bertahan dalam siklus sebuah pasar ditentukan oleh bagaimana sebuah desain mampu beradaptasi akan perubahan-perubahan dalam bentuk apapun yang terjadi dalam pasar yang dimasuki produk tersebut, sehingga kemampuan tersebut menjadi nilai keberhasilan bagi produk itu sendiri dikemudian hari (Chandra, 2001). Pakaian merupakan kebutuhan primer bagi semua manusia. Pakaian berfungsi untuk melindungi dan menutupi tubuh manusia. Pakaian yang terbuat dari bahan biasa tidak dirancang anti noda, noda apapun dapat menempel pada pakaian khususnya baju. Untuk menghilangkan kotoran yang menempel dibaju digunakanlah detergent. Pencucian baju terus menerus dapat membuat baju tidak tahan lama, akan mudah lapuk dan warnanya menjadi kusam, disisi lain penggunaan detergent sangat berbahaya bagi kesehatan manusia dan limbah dari detergent berbahaya bagi lingkungan (Nida, 2012).

Upload: dion-julio-iskandar

Post on 12-Jul-2016

14 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

jfgjv

TRANSCRIPT

Page 1: HASRUL

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Desain produk adalah pioner dan kunci kesuksesan sebuah produk menembus pasar

sebagai basic bargain marketing, mendesain sebuah produk berarti membaca sebuah pasar,

kemauan mereka, kemampuan mereka, pola pikir mereka serta banyak aspek lain yang

akhirnya mesti diterjemahkan dan di-aplikasikan dalam perancangan sebuah produk.

Kemampuan sebuah produk bertahan dalam siklus sebuah pasar ditentukan oleh bagaimana

sebuah desain mampu beradaptasi akan perubahan-perubahan dalam bentuk apapun yang

terjadi dalam pasar yang dimasuki produk tersebut, sehingga kemampuan tersebut menjadi

nilai keberhasilan bagi produk itu sendiri dikemudian hari (Chandra, 2001).

Pakaian merupakan kebutuhan primer bagi semua manusia. Pakaian berfungsi untuk

melindungi dan menutupi tubuh manusia. Pakaian yang terbuat dari bahan biasa tidak

dirancang anti noda, noda apapun dapat menempel pada pakaian khususnya baju. Untuk

menghilangkan kotoran yang menempel dibaju digunakanlah detergent. Pencucian baju terus

menerus dapat membuat baju tidak tahan lama, akan mudah lapuk dan warnanya menjadi

kusam, disisi lain penggunaan detergent sangat berbahaya bagi kesehatan manusia dan

limbah dari detergent berbahaya bagi lingkungan (Nida, 2012).

Baju anti noda adalah sebuah ide yang ditawarkan untuk mengurangi penggunaan

detergent, diharapkan dapat mengurangi angka pembelian pakaian, penghematan energi

karena penggunaan laundry. Baju anti noda menggunakan teknik coating pada ukuran nano,

bertujuan untuk menciptakan permukaan baju yang menolak cairan yang menetes pada baju.

1.2 Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah adalah sebagai berikut:

a. Bagaimana kebutuhan masyarakat terhadap suatu baju.

b. Bagaimana inovasi produk baju yang harus dibuat.

c. Bagaimana produk yang dihasilkan dapat bersaing di pasaran.

Page 2: HASRUL

1.3 Tujuan

Adapun tujuannya adalah:

a. Mengidentifikasi produk baru yang diminati oleh konsumen.

b. Menghasilkan produk baru dengan fungsi dan inovasi baru.

c. Mengidentifikasi kemampuan produk bersaing di pasaran.

1.4 Manfaat

Adapun manfaatnya adalah:

a. Dapat mengidentifikasi produk baru yang diminati oleh konsumen.

b. Dapat menghasilkan produk baru dengan inovasi fungsi yang unik.

c. Dapat mengidentifikasi kemampuan produk bersaing di pasaran.

Page 3: HASRUL

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penggunaan Detergent di Indonesia

Deterjen merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi setiap rumah tangga di

Indonesia. Mencuci dengan menggunakan deterjen merupakan salah satu hal lazim yang

dilakukan oleh ibu rumah tangga. Harga deterjen yang dijual di pasaran pun bervariasi,

mulai dari ukuran kecil dengan harga ribuan rupiah sampai yang berukuran satu kilogram

dengan harga puluhan ribu rupiah. Di Indonesia pun terdapat berbagai macam jenis

deterjen yang dijual di pasaran. Deterjen dapat dengan mudah ditemui di warung-warung

kecil, pasar tradisional, minimarket, maupun di supermarket.

Penggunaan deterjen per kapita bergerak sejalan dengan pertumbuhan gross

domestik product (GDP) setiap tahun, artinya semakin meningkat pendapatan

masyarakat, maka konsumsi deterjen juga meningkat. Data statistik menunjukkan bahwa

tahun 1998, konsumsi deterjen per kapita menjadi hanya 1,97 kg dibandlngkan 2,46 kg

pada tahun 1997, namun dengan membaiknya daya beli masyarakat konsumsi deterjen

meningkat menjadi 2,11 kg pada 1999, 2,26 kg pada 2001 dan 2,32 kg pada 2002

Menurut hasil studi PT Corinthian Indopharma Corpora (CIC) diperkirakan konsumsi

deterjen per kapita tersebut akan terus tumbuh hingga mencapai 2,44 kg pada 2004,

seiring membaiknya kondisi perekonomian dengan pertambahan jumlah penduduk (Nida,

2012).

Persaingan produk deterjen pun terjadi dewasa ini. Produsen mempromosikan

produk buatan mereka dengan berbagai macam cara, antara lain dengan memberi hadiah

berupa piring, gelas, ataupun produk deterjen mereka dalam kemasan kecil. Promosi

lainnya biasanya berupa penambahan bahan pewangi, pelembut, zat aditif, pemutih, dan

lain-lain. Produsen juga mempromosikan produknya yang memberikan busa yang

melimpah. Persepsi penduduk Indonesia saat ini adalah busa yang melimpah akan

menghilangkan kotoran yang ada di pakaian dengan cepat. Namun persepsi ini

sebenarnya salah, busa yang melimpah bukan jaminan akan kebersihan pakaian yang

dicuci. Sebaliknya busa deterjen ini akan menjadi limbah yang sulit diuraikan oleh

bakteri.

Page 4: HASRUL

Limbah yang tidak terurai dengan baik akan menjadi suatu permasalahan bagi

lingkungan. Butuh waktu yang lama agar senyawa-senyawa kimia yang terkandung

dalam limbah deterjen dapat terurai secara alami oleh bakteri (Nida, 2012).

2.2 Baju Anti Noda

Baju adalah kebutuhan pokok manusia selain makanan dan tempat

berteduh/tempat tinggal (rumah). Manusia membutuhkan pakaian untuk melindungi dan

menutup dirinya. Diharapkan baju dapat dipakai berulang kali dan awet dalam jangka

waktu yang lama. Jangan sampai, saat akan memakai baju yang lama disimpan, ternyata

baju berjamur, berubah warna dan sebagainya (laismu, 2001).

Baju Anti Noda adalah sebuah baju yang dirancang agar terhindar dari semua

noda yang akan menempel pada baju disaat manusia beraktifitas, khususnya aktifitas

yang bersentuhan langsung dengan noda-noda seperti tumpahan minuman, cat dan

makanan. Baju anti noda memanfaatkan coating pada lapisannya dengan secara umum

menggunakan metode nanoteknologi.

Kemampuan antinoda ini menggunakan superhydrophobic nanotechnology, yang

menggunakan struktur mikroskopis untuk menahan segala jenis cairan berbasis air

dengan membentuk lapisan udara antara kain dan molekul cairan.

2.3 Nanotechnology

Nanoteknologi adalah ilmu dan rekayasa dalam menciptakan material, struktur

fungsional, maupun piranti alam skala nanometer. Material berukuran nanometer

memiliki sejumlah sifat kimia dan fisika yang lebih unggul dari material berukuran besar

(bulk). Disamping itu material dengan ukuran nanometer memilki sifat yang kaya karena

menghasilkan sifat yang tidak dimiliki oleh material ukuran besar (Abdullah, 2000).

Sejumlah sifat tersebut dapat diubah-ubah dengan melalui pengontrolan ukuran

material, pengaturan komposisi kimiawi, modifikasi permukaan, dan pengontrolan

interaksi antar partikel. Material nanopartikel adalah material-material buatan manusia

yang berskala nano, yaitu lebih kecil dari 100 nm, termasuk di dalamnya adalah nanodot

atau quantum dot, nanowire dan carbon nanotube. Selain nanopartikel juga

Page 5: HASRUL

dikembangkan material nanostruktur, yaitu material yang tersusun oleh beberapa material

nanopartikel.

Nanoteknologi dapat diaplikasikan pula pada industri konveksi (kain). Berbagai

aplikasi nanoteknologi dalam industri konveksi antara lain, (i) tahan terhadap tumpahan

dan kotoran, (ii) tahan air, (iii) tahan bau, dan (iv) kemampuan untuk menghantarkan

listrik. Suatu bahan kain dapat dilapisi dengan serat polyester yang mengandung

filament-filamen nanosilikon. Lapisan filament nanosilikon memiliki sifat hidrofobik

(tidak menyukai air). Akibatnya, bahan kain ini akan mencegah air untuk membasahi

bahan.

Gambar 2.1. Aplikasi nanoteknologi pada industri kain. Bahan kain yang dilapisi filament-filamen nanosilikon akan menahan air sehingga mencegah air untuk membasahi bahan kain.

2.4 Coating

Coating atau pelapisan, pada dasarnya adalah proses untuk melapisi suatu bahan

dasar (substrat) dengan maksud dan tujuan tertentu. Hal yang menentukan sifat-sifat

suatu coating adalah komposisi dari coating itu sendiri. Umumnya coating mengandung

empat bahan dasar, yaitu binder, pigmen, solven dan aditif. Sangatlah penting bagi

formulator untuk memahami fungsi dari bahan-bahan dasar ini dan mengetahui

bagaimana mereka saling berinteraksi (UNIMED, 2010).

1. Binder

Binder berfungsi sebagai pengikat antara komponen coating dan juga bertanggung

jawab terhadap gaya adhesi coating terhadap substrat. Terdapat banyak binder yang

Page 6: HASRUL

telah dikenal, diantaranya alkyd, vinyl, resin alam, epoxy dan urethane. Hal yang

perlu diketahui tentang binder adalah bagaimana mereka mengalami curing. Pada

umumnya binder dapat mengalami curing dengan dua cara. Pertama adalah melalui

evaporasi solven. Binder yang mengalami curing seperti ini disebut binder

thermoplastic atau non-covertible. Kedua adalah lewat reaksi kimia selama atau

setelah proses pengecatan. Binder ini dikenal sebagai binder thermosetting. Selain

itu, hal yang harus dipahami dari binder adalah viskositas.

2. Pigmen

Pigmen merupakan pemberi warna dari coating. Selain berfungsi dalam hal estetika,

pigmen juga mempengaruhi ketahanan korosi dan sifat fisika dari coating itu sendiri.

Pigmen dapat dikelompokkan menjadi pigmen organik dan anorganik. Pigmen

anorganik contohnya adalah titanium oksida dan besi oksida. Ti02 merupakan

pigmen putih yang paling banyak digunakan, biasanya untuk coating eksterior.

3. Solven

Kebanyakan coating memerlukan solven untuk melarutkan binder dan memodifikasi

viskositas. Hal terpenting yang harus diperhatikan dalam penentuan solven adalah

kemampuannya dalam melarutkan binder dan komponen coating yang lain. Prinsip

kelarutan sangatlah sederhana, yaitu like dissolves like. Artinya solven polar akan

melarutkan senyawa yang polar juga. Selain itu laju penguapan solven juga perlu

diperhatikan. Solven yang mempunyai tekanan uap tinggi sehingga menguap dengan

cepat disebut fast atau hot solvent, sedangkan yang lambat disebut slow solvent.

Laju penguapan mempengaruhi sifat-sifat coating dan beberapa cacat dapat

disebabkan karena ketidakcocokan dalam pemilihan solven. Jika solven menguap

terlalu cepat, coating tidak cukup waktu untuk membentuk lapisan halus dan

kontinu.

4. Aditif

Aditif adalah senyawa-senyawa kimia yang biasanya ditambahkan dalam jumlah

sedikit, namun sangat mempengaruhi sifat-sifat coating. Contoh bahan additive

antara lain drters untuk empercepat pengeringan di udara, anti oxidant untuk

mencegah proses oksidasi coating selama disimpan ditempatnya, dispersant untuk

Page 7: HASRUL

mendispersikan pigmen dalam coating agar homogen, thickeners untuk menambah

viskositas coating, filter untuk meningkatkan volume coating.

Dari campuran bahan-bahan tersebut coating memiliki beberapa sifat tertentu, antara

lain :

1. Adhesion, yaitu daya ikat antara permukaan coating dengan substrat.

2. Flexibility, yaitu kelenturan caoting atau kemampuan lapisan coating untuk tidak

merobek ketika diberi rengangan.

3. Hardness, yaitu kekerasan pada permukaan coating.

4. Abration resistance, yaitu ketahanan terhadap abrasi.

5. Permeability, yaitu sifat untuk melewatkan molekul atau ion pada lapisan

coating.

6. Ristance to microorganism, yaitu ketahanan terhadap pertumbuhan

mikroorganisme seperti jamur dan bakteri pada permukaan coating.

7. Ageing of faint fcCm, yaitu umur coating pada lingkungan.

2.5 Lotus Effect pada industri tekstil

Lotus effect dalam pengertian sains material adalah pengamatan superhidrofobik (bersifat

sangat menolak air) dan pembersihan sendiri (self cleaning) yang ditemukan pada daun atau

bunga lotus. Air yang menetes pada permukaan daun lotus tidak akan menembus permukaan

yang ada dibawahnya hal ini disebabkan permukaan daun lotus bersifat sangat menolak air

(superhidrofobik) (stratege, 2002).

Nanocoating dibuat dan diikat dengan tekstil dengan begitu molekul yang berukuran

nano akan melekat ke kain, struktur yang terbentuk akan menolak cairan yang ada

dipermukaannya, tetapi penggunaan coating ini membuat permukaan kain menjadi kasar,

untuk membuat kain menjadi halus perlu ditambahkan additive (stratege, 2002).

Page 8: HASRUL

Gambar 2.2. Tetesan air pada daun lotus.