he (hemoragic antepartum)

Upload: randy-nicholas-lesiasel

Post on 09-Jan-2016

40 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

boleh deh wekeke...

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Derajat kesehatan penduduk merupakan salah satu indikator kualitas sumber daya manusia. Pencapaian kualitas sumber daya manusia sejak dini sangat berhubungan dengan proses kehamilan, persalinan, maupun masa nifas.1 Salah satu tantangan dalam mencapai derajat kesehatan masyarakat adalah masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia.2 AKI merupakan salah satu parameter kemampuan suatu negara dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat.3 Tingginya angka kematian ibu disebabkan oleh trias klasik, yaitu perdarahan, preeklamsia/eklamsia, dan infeksi yang merupakan penyebab kematian obstetrik secara langsung dimana penyebab yang paling banyak adalah perdarahan.4Kasus perdarahan sebagai sebab utama kematian maternal dapat terjadi pada masa kehamilan, persalinan, dan pada masa nifas.5 Perdarahan pada kehamilan harus selalu dianggap sebagai kelainan yang berbahaya. Perdarahan pada masa kehamilan muda disebut keguguran atau abortus, sedangkan pada kehamilan tua disebut perdarahan antepartum. Batas teoritis antara kehamilan muda dan kehamilan tua adalah 28 minggu, mengingat kemungkinan hidup janin di luar uterus.6 Penyebab perdarahan antepartum antara lain plasenta previa, solusio plasenta, dan perdarahan yang belum jelas sumbernya.6,7

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1. Definisi Perdarahan antepartum adalah perdarahan jalan lahir setelah kehamilan 28 minggu.6,8 Karena perdarahan antepartum terjadi pada kehamilan di atas 28 minggu maka sering disebut atau digolongkan perdarahan pada trimester ketiga.9 Walaupun perdarahannya sering dikatakan terjadi pada trimester ketiga, akan tetapi tidak jarang juga terjadi sebelum kehamilan 28 minggu karena sejak itu segmen bawah uterus telah terbentuk dan mulai melebar serta menipis. Dengan bertambah tuanya kehamilan, segmen bawah uterus akan lebih melebar lagi, dan serviks mulai membuka. Apabila plasenta tumbuh pada segmen bawah uterus, pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan serviks tidak dapat diikuti oleh plasenta yang melekat di situ tanpa terlepasnya sebagian plasenta dari dinding uterus. Pada saat itu mulailah terjadi perdarahan.6 Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber pada kelainan plasenta. Hal ini disebabkan perdarahan yang bersumber pada kelainan plasenta biasanya lebih banyak, sehingga dapat mengganggu sirkulasi O2 dan CO2 serta nutrisi dari ibu kepada janin. Sedangkan perdarahan yang tidak bersumber pada kelainan plasenta seperti kelainan serviks biasanya relatif tidak berbahaya. Oleh karena itu, pada setiap perdarahan antepartum pertama-tama harus selalu dipikirkan bahwa hal itu bersumber pada kelainan plasenta.5,6

2.2. Klasifikasi Perdarahan antepartum yang bersumber pada kelainan plasenta yang secara klinis biasanya tidak terlalu sukar untuk menentukannya adalah plasenta previa dan solusio plasenta. Oleh karena itu, klasifikasi klinis perdarahan antepartum dibagi sebagai berikut :6 2.2.1. Plasenta Previa Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (ostium uteri internum).6,9,10 Klasifikasi plasenta previa dibuat atas dasar hubungannya dengan ostium uteri internum pada waktu diadakan pemeriksaan. Dalam hal ini dikenal empat macam plasenta previa, yaitu : a. Plasenta previa totalis, apabila seluruh pembukaan jalan lahir (ostium uteri internum) tertutup oleh plasenta. b. Plasenta previa lateralis, apabila hanya sebagian dari jalan lahir (ostium uteri internum) tertutup oleh plasenta. c. Plasenta previa marginalis, apabila tepi plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan jalan lahir (ostium uteri internal). d. Plasenta letak rendah, apabila plasenta mengadakan implantasi pada segmen bawah uterus, akan tetapi belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir. Pinggir plasenta berada kira-kira 3 atau 4 cm di atas pinggir pembukaan sehingga tidak akan teraba pada pembukaan jalan lahir.11,12 Penentuan macamnya plasenta previa tergantung pada besarnya pembukaan jalan lahir. Misalnya plasenta previa marginalis pada pembukaan 2 cm dapat menjadi plasenta previa lateralis pada pembukaan 5 cm. Begitu juga plasenta previa totalis pada pembukaan 3 cm dapat menjadi lateralis pada pembukaan 6 cm. Maka penentuan macamnya plasenta previa harus disertai dengan keterangan mengenai besarnya pembukaan, misalnya plasenta previa lateralis pada pembukaan 5 cm.10

2.2.2. Solusio Plasenta Istilah lain dari solusio plasenta adalah ablatio plasentae, abruptio plasentae, accidental haemorrhage dan premature separation of the normally implanted placenta.9 Solusio plasenta adalah suatu keadaan dimana plasenta yang letaknya normal terlepas dari perlekatannya sebelum janin lahir.6,9 Berdasarkan gejala klinik dan luasnya plasenta yang lepas, maka solusio plasenta dibagi menjadi 3 tingkat, yaitu : a. Solusio plasenta ringan Luas plasenta yang terlepas kurang dari 1/4 bagian, perut ibu masih lemas dan bagian janin mudah teraba, janin masih hidup, tanda persalinan belum ada, jumlah darah yang keluar biasanya kurang dari 250 ml, terjadi perdarahan pervaginam berwarna kehitam-hitaman. b. Solusio plasenta sedang Luas plasenta yang terlepas lebih dari 1/4 bagian tetapi belum sampai 2/3 bagian, perut ibu mulai tegang dan bagian janin sulit diraba, jumlah darah yang keluar lebih banyak dari 250 ml tapi belum mencapai 1000 ml, ibu mungkin telah jatuh ke dalam syok, janin dalam keadaan gawat, tanda-tanda persalinan biasanya telah ada dan dapat berlangsung cepat sekitar 2 jam.

c. Solusio plasenta berat Luas plasenta yang terlepas telah mencapai 2/3 bagian atau lebih, uterus sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri, serta bagian janin sulit diraba, ibu telah jatuh ke dalam syok dan janin telah meninggal, jumlah darah yang keluar telah mencapai 1000 ml lebih, terjadi gangguan pembekuan darah dan kelainan ginjal. Pada dasarnya disebabkan oleh hipovolemi dan penyempitan pembuluh darah ginjal.13,14

2.2.3. Perdarahan antepartum yang belum jelas sumbernya6 Perdarahan anterpartum yang belum jelas sumbernya terdiri dari : a. Pecahnya sinus marginalis Sinus marginalis adalah tempat penampungan sementara darah retroplasenter.11 Perdarahan ini terjadi menjelang persalinan, jumlahnya tidak terlalu banyak, tidak membahayakan janin dan ibunya, karena persalinan akan segera berlangsung. Perdarahan ini sulit diduga asalnya dan baru diketahui setelah plasenta lahir.3 Pada waktu persalinan, perdarahan terjadi tanpa sakit dan menjelang pembukaan lengkap yang perlu dipikirkan kemungkinan perdarahan karena sinus marginalis pecah.8 b. Pecahnya vasa previa Perdarahan yang terjadi segera setelah ketuban pecah, karena pecahnya pembuluh darah yang berasal dari insersio vilamentosa (keadaan tali pusat berinsersi dalam ketuban).11,15

2.3. Epidemiologi 2.3.1. Distribusi Frekuensi Perdarahan antepartum terjadi kira-kira 3% dari semua persalinan, yang terdiri dari plasenta previa, solusio plasenta, dan perdarahan yang belum jelas sumbernya.16 Seperti yang dikutip oleh D.Anurogo, Insidence Rate (IR) plasenta previa di Amerika Serikat terjadi pada 0,3-0,5% dari semua kelahiran.17 Menurut FG Cuningham di Amerika Serikat (1994) ditemukan IR perdarahan antepartum yang disebabkan oleh plasenta previa 0,3% atau 1 dari setiap 260 persalinan.18 Di Indonesia, plasenta previa terjadi pada kira-kira 1 diantara 200 persalinan (IR 0,5%).19 Perdarahan antepartum yang diakibatkan solusio plasenta di Indonesia terjadi kira-kira 1 diantara 50 persalinan (IR 2%).6

2.3.2. Faktor Determinan a. Umur Umur yang lebih tua dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya perdarahan antepartum.6,9 Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-35 tahun. Wanita pada umur kurang dari 20 tahun memiliki resiko yang lebih tinggi untuk mengalami perdarahan antepartum karena alat reproduksi belum sempurna atau matang untuk hamil. Selain itu, kematangan fisik, mental dan fungsi sosial dari calon ibu yang belum cukup menimbulkan keragu-raguan jaminan bagi keselamatan kehamilan yang dialaminya serta perawatan bagi anak yang dilahirkannya. Sedangkan umur di atas 35 tahun merupakan faktor yang dapat meningkatkan kejadian perdarahan antepartum karena proses menjadi tua dari jaringan alat reproduksi dari jalan lahir, cenderung berakibat buruk pada proses kehamilan dan persalinannya.6 Perdarahan antepartum lebih banyak pada usia di atas 35 tahun. Wanita yang berumur 35 tahun atau lebih mempunyai resiko besar untuk terkena dibandingkan dengan wanita yang lebih muda.8,16

b. Pendidikan Ibu yang mempunyai pendidikan relatif tinggi, cenderung memperhatikan kesehatannya dibandingkan ibu yang tingkat pendidikannya rendah. Dengan pendidikan yang tinggi, diharapkan ibu mempunyai pengetahuan dan mempunyai kesadaran mengantisipasi kesulitan dalam kehamilan dan persalinannya, sehingga timbul dorongan untuk melakukan pengawasan kehamilan secara berkala dan teratur.20

c. Paritas Paritas dikelompokkan menjadi empat golongan yaitu11,21 : 1) nullipara, yaitu golongan ibu yang belum pernah melahirkan. 2) primipara, yaitu golongan ibu yang pernah melahirkan 1 kali. 3) multipara, yaitu golongan ibu yang pernah melahirkan 2-4 kali. 4) grandemultipara, yaitu golongan ibu yang pernah melahirkan 5 kali. Frekuensi perdarahan antepartum meningkat dengan bertambahnya paritas.8,22 Perdarahan antepartum lebih banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi. Wanita dengan paritas persalinan empat atau lebih mempunyai resiko besar untuk terkena dibandingkan dengan paritas yang lebih rendah.8,16 Pada paritas yang tinggi kejadian perdarahan antepartum semakin besar karena endometrium belum sempat sembuh terutama jika jarak antara kehamilan pendek. Selain itu kemunduran daya lentur (elastisitas) jaringan yang sudah berulang kali direnggangkan, kehamilan cenderung menimbulkan kelainan letak atau kelainan pertumbuhan plasenta. Akibatnya terjadi persalinan yang disertai perdarahan yang sangat berbahaya seperti plasenta previa dan solusio plasenta.8

d. Riwayat kehamilan dan persalinan terdahulu Riwayat kehamilan dan persalinan yang dialami oleh seorang ibu juga merupakan resiko tinggi dalam terjadinya perdarahan antepartum. Cedera dalam alat kandungan atau jalan lahir dapat ditimbulkan oleh proses kehamilan terdahulu dan berakibat buruk pada kehamilan yang sedang dialami. Hal ini dapat berupa keguguran, bekas persalinan berulang dengan jarak pendek, bekas operasi (seksio cesarea) atau bekas kuretase.9 Pasien dengan plasenta previa menghadapi 4-8% resiko terkena plasenta previa pada kehamilan berikutnya. Kejadian solusio plasenta juga meningkat di kalangan mereka yang pernah menderita solusio plasenta (rekurensi). Setiap pasien dengan riwayat solusio plasenta harus dipertimbangkan mempunyai resiko pada setiap kehamilan berikutnya.19

e. Kadar Hb Pada kehamilan anemia relatif terjadi karena volume darah dalam kehamilan bertambah secara fisiologik dengan adanya pencairan darah yang disebut hidremia. Volume darah tersebut mulai bertambah jelas pada minggu ke-16 dan mencapai puncaknya pada minggu ke-32 sampai ke-34 yaitu kira-kira 25%. Meskipun ada peningkatan dalam volume eritrosit secara keseluruhan, tetapi penambahan volume plasma jauh lebih besar sehingga konsentrasi haemoglobin dalam darah menjadi lebih rendah.6Menurut WHO ( 1979 ) kejadian anemia ibu hamil berkisar antara 20% sampai 89% dengan menetapkan Hb 11 gr% sebagai dasarnya.6 Ibu hamil yang menderita anemia lebih peka terhadap infeksi dan lebih kecil kemungkinan untuk selamat dari perdarahan atau penyakit lain yang timbul selama hamil dan melahirkan. Saat ibu mengalami perdarahan banyak, peredaran darah ke plasenta menurun. Hal ini menyebabkan penerimaan oksigen oleh darah janin berkurang yang pada akhirnya menyebabkan hipoksia janin.23

f. Tekanan darah Hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan atau yang kronik tidak jarang ditemukan pada wanita hamil. Hipertensi pada kehamilan adalah apabila tekanan darahnya antara 140/90 mmHg sampai 160/100 mmHg. Hipertensi dalam kehamilan merupakan komplikasi kehamilan sebagai salah satu trias klasik yang merupakan penyebab kematian ibu. Selain itu, pasien dengan penyakit hipertensi kehamilan memiliki resiko pelepasan plasenta prematur.24

2.4. Gambaran Klinis6Pada umumnya penderita mengalami perdarahan pada trimester ketiga atau setelah kehamilan 28 minggu. Perdarahan antepartum yang bersumber pada kelainan plasenta, yang secara klinis biasanya tidak terlampau sukar untuk menentukannya ialah plasenta previa dan solusio plasenta. Perdarahan antepartum tanpa rasa nyeri merupakan tanda khas plasenta previa, apalagi jika disertai tanda-tanda lainnya seperti bagian terbawah janin belum masuk ke dalam pintu panggul atas atau kelainan letak janin. Karena tanda pertamanya adalah perdarahan, pada umumnya penderita akan segera datang untuk mendapatkan pertolongan. Beberapa penderita yang mengalami perdarahan sedikit-sedikit, mungkin tidak akan tergesa-gesa datang untuk mendapatkan pertolongan karena dianggap sebagai tanda persalinan biasa. Setelah perdarahannya berlangsung banyak, mereka datang untuk mendapatkan pertolongan.Lainnya halnya dengan solusio plasenta, kejadiannya tidak segera ditandai oleh perdarahan pervaginam sehingga penderita tidak segera datang untuk mendapatkan pertolongan. Gejala pertamanya adalah rasa nyeri pada kandungan yang makin lama makin hebat dan berlangsung terus menerus. Rasa nyeri yang terus-menerus ini sering kali diabaikan atau dianggap sebagai tanda permulaan persalinan biasa. Setelah penderita pingsan karena perdarahan retroplasenter yang banyak, atau setelah tampak perdarahan pervaginam, mereka datang untuk mendapatkan pertolongan. Pada keadaan demikian biasanya janin telah meninggal dalam kandungan. Perdarahan antepartum yang disebabkan oleh sinus marginalis, biasanya tanda dan gejalanya tidak khas. Vasa previa baru menimbulkan perdarahan setelah pecahnya selaput ketuban. Perdarahan yang bersumber pada kelainan serviks dan vagina biasanya dapat diketahui apabila dilakukan pemeriksaan dengan spekulum yang seksama. Kelainan-kelainan yang mungkin tampak adalah erosio portionis uteris, carcinoma portionis uteris, polypus cervicis uteri, varices vulva, dan trauma.

2.5. Diagnosis Pada setiap perdarahan antepartum, pertama sekali harus dicurigai bahwa hal itu bersumber dari kelainan plasenta, dengan penyebab utama yaitu plasenta previa dan solusio plasenta sampai ternyata dugaan itu salah. Diagnosis ditegakkan dengan adanya gejala-gejala klinis dan beberapa pemeriksaan6:

2.5.1. Anamnesis Plasenta Previa a. Perdarahan pervaginam yang tanpa nyeri. b. Warna darah merah terang.

Solusio Plasenta a. Perdarahan pervaginam disertai sakit terus-menerus. b. Warna darah merah gelap disertai bekuan-bekuan darah.9

2.5.2. Inspeksi a. Perdarahan yang keluar pervaginam. b. Pada perdarahan yang banyak ibu tampak anemia.

2.5.3. Pemeriksaan fisik ibu a. Dijumpai keadaan bervariasi dari keadaan normal sampai syok. b. Kesadaran penderita bervariasi dari kesadaran baik sampai koma. c. Pada pemeriksaan dapat dijumpai tekanan darah, nadi, dan perdarahan.8

2.5.4. Palpasi Abdomen Plasenta Previa a. Tinggi Fundus Uteri (TFU) masih normal b. Uterus teraba lunak dan lembut c. Bagian janin mudah diraba

Solusio Plasenta a. TFU tambah naik karena terbentuknya hematoma retroplasenter. b. Uterus teraba tegang dan nyeri tekan di tempat plasenta terlepas. c. Bagian janin susah diraba karena uterus tegang.9

2.5.5. Auskultasi Denyut Jantung Janin (DJJ) Plasenta previa : bila keadaan janin masih baik, DJJ mudah didengar Solusio plasenta : sulit karena uterus tegang.

2.5.6. Pemeriksan inspekulo Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari uterus atau dari kelainan serviks dan vagina, seperti erosio porsionis uteri, karsinoma porsionis uteri, polipus servisis uteri, varises vulva dan trauma. Apabila perdarahan berasal dari uterus, adanya plasenta previa dan solusio plasenta harus dicurigai.

2.5.7. Penentuan letak plasenta tidak langsung Penentuan letak plasenta secara tidak langsung dapat dilakukan dengan radiografi, radioisotop dan ultrasonografi. 2.5.8. Penentuan letak plasenta secara langsung Untuk menegakkan diagnosa yang tepat maka dilakukan pemeriksaan dalam yang secara langsung meraba plasenta. Pemeriksaan dalam harus dilakukan di atas meja operasi dan siap untuk segera mengambil tindakan operasi persalinan atau hanya memecahkan ketuban.6

2.6. Pencegahan 2.6.1. Pencegahan Primer Pencegahan primer adalah upaya untuk mempertahankan kondisi orang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Pengawasan antenatal memegang peranan yang sangat penting untuk mengetahui dan mencegah kasus-kasus dengan perdarahan antepartum. Beberapa pemeriksaan dan perhatian yang biasa dilakukan pada pengawasan antenatal yang dapat mengurangi kesulitan yang mungkin terjadi ialah pemeriksaan kehamilan, pengobatan anemia kehamilan, menganjurkan ibu untuk bersalin di rumah sakit atau di fasilitas kesehatan lainnya, memperhatikan kemungkinan adanya kelainan plasenta dan mencegah serta mengobati penyakit hipertensi menahun dan preeklamsia.6 Program kesehatan ibu di Indonesia menganjurkan agar ibu hamil memeriksakan kehamilannya paling sedikit 4 kali, dengan jadwal 1 kunjungan pada trimester pertama, 1 kunjungan pada trimester kedua, dan 2 kunjungan pada trimester ketiga. Tetapi apabila ada keluhan, sebaiknya petugas kesehatan memberikan penerangan tentang cara menjaga diri agar tetap sehat dalam masa hamil. Perlu juga memberikan penerangan tentang pengaturan jarak kehamilan, serta cara mengenali tanda-tanda bahaya kehamilan seperti : nyeri perut, perdarahan dalam kehamilan, odema, sakit kepala terus-menerus, dan sebagainya.24 Para ibu yang menderita anemia dalam kehamilan akan sangat rentan terhadap infeksi dan perdarahan. Kematian ibu karena perdarahan juga lebih sering terjadi pada para ibu yang menderita anemia kehamilan sebelumnya. Anemia dalam kehamilan, yang pada umumnya disebabkan oleh defisiensi besi, dapat dengan mudah diobati dengan jalan memberikan preparat besi selama kehamilan. Oleh karena itu, pengobatan anemia dalam kehamilan tidak boleh diabaikan untuk mencegah kematian ibu apabila nantinya mengalami perdarahan. Walaupun rumah sakit yang terdekat letaknya jauh, para ibu hamil yang dicurigai akan mengalami perdarahan antepartum hendaknya diusahakan sedapat mungkin untuk mengawasi kehamilannya dan bersalin di rumah sakit tersebut.Untuk kehamilan dengan letak janin yang melintang dan sukar diperbaiki atau bagian terbawah janin belum masuk pintu atas panggul pada minggu-minggu terakhir kehamilan, dapat juga dicurigai kemungkinan adanya plasenta previa. Preeklamsia dan hipertensi menahun sering kali dihubungkan dengan terjadinya solusio plasenta. Apabila hal ini benar, diperlukan pencegahan dan pengobatan secara seksama untuk mengurangi kejadian solusio plasenta.6

2.6.2. Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder adalah upaya untuk mencegah orang yang telah sakit menjadi semakin parah dan mengusahakan agar sembuh dengan melakukan tindakan pengobatan yang cepat dan tepat. Setiap perdarahan pada kehamilan lebih dari 28 minggu yang lebih banyak dari perdarahan yang biasa, harus dianggap sebagai perdarahan antepartum. Apapun penyebabnya, penderita harus segera dibawa ke rumah sakit yang memiliki fasilitas untuk transfusi darah dan operasi. Jangan melakukan pemeriksaan dalam di rumah atau di tempat yang tidak memungkinkan tindakan operatif segera, karena pemeriksaan itu dapat menambah banyaknya perdarahan. Pemasangan tampon dalam vagina tidak berguna sama sekali untuk menghentikan perdarahan, tetapi akan menambah perdarahan karena sentuhan pada serviks sewaktu pemasangannya. Perdarahan yang terjadi pertama kali jarang sekali atau boleh dikatakan tidak pernah menyebabkan kematian, asalkan sebelumnya tidak dilakukan pemeriksaan dalam. Biasanya masih terdapat cukup waktu untuk mengirimkan penderita ke rumah sakit sebelum terjadi perdarahan berikutnya yang hampir selalu akan lebih banyak daripada sebelumnya. Ketika penderita belum jatuh ke dalam syok, infus cairan intravena harus segera dipasang dan dipertahankan terus sampai tiba di rumah sakit. Memasang jarum infus ke dalam pembuluh darah sebelum syok akan jauh lebih memudahkan transfusi darah apabila sewaktu-waktu diperlukan. Segera setelah tiba di rumah sakit, usaha pengadaan darah harus segera dilakukan, walaupun perdarahannya tidak seberapa banyak. Pengambilan contoh darah penderita untuk pemeriksaan golongan darahnya dan pemeriksaan kecocokan dengan darah donornya harus segera dilakukan. Dalam keadaan darurat pemeriksaan seperti itu mungkin terpaksa ditunda karena tidak sempat dilakukan sehingga terpaksa langsung mentransfusikan darah yang golongannya sama dengan golongan darah penderita, atau mentransfusikan darah golongan O rhesus positif, dengan penuh kesadaran akan segala bahayanya. Pertolongan selanjutnya di rumah sakit tergantung dari paritas, tuanya kehamilan, banyaknya perdarahan, keadaan ibu, keadaan janin, sudah atau belum mulainya persalinan dan diagnosis yang ditegakkan.6 Apabila pemeriksaan baik, perdarahan sedikit, janin masih hidup, belum inpartum, kehamilan belum cukup 37 minggu, atau berat janin masih dibawah 2500 gram, maka kehamilan dapat dipertahankan dan persalinan ditunda sampai janin dapat hidup di luar kandungan dengan lebih baik lagi. Tindakan medis pada pasien dilakukan dengan istirahat dan pemberian obat-obatan seperti spasmolitika, progestin, atau progesteron.9Sebaliknya jika perdarahan yang telah berlangsung atau yang akan berlangsung dapat membahayakan ibu dan/atau janinnya, kehamilan juga telah mencapai 37 minggu, taksiran berat janin telah mencapai 2500 gram, atau persalinan telah mulai, maka tindakan medis secara aktif yaitu dengan tindakan persalinan segera harus ditempuh. Tindakan persalinan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu persalinan pervaginam dan persalinan perabdominam dengan seksio cesarea.6,9,10 Pada plasenta previa, persalinan pervaginam dapat dilakukan pada plasenta letak rendah, plasenta marginalis, atau plasenta previa lateralis anterior (janin dalam presentasi kepala). Sedangkan persalinan perabdominam dengan seksio cesarea dilakukan pada plasenta previa totalis, plasenta previa lateralis posterior, dan plasenta letak rendah dengan janin letak sungsang. Pada solusio plasenta, dapat dilakukan persalinan perabdominam jika pembukaan belum lengkap. Jika pembukaan telah lengkap dapat dilakukan persalinan pervaginam dengan amniotomi (pemecahan selaput ketuban), namun bila dalam 6 jam belum lahir dilakukan seksio cesarea.9 Persalinan pervaginam bertujuan agar bagian terbawah janin menekan plasenta dan bagian plasenta yang berdarah selama persalinan berlangsung, sehingga perdarahan berhenti. Seksio cesarea bertujuan untuk secepatnya mengangkat sumber perdarahan, dengan demikian memberikan kesempatan kepada uterus untuk berkontraksi menghentikan perdarahan dan untuk menghindari perlukaan serviks dari segmen bawah uterus yang rapuh.6

2.6.3. Pencegahan Tersier Pencegahan tersier meliputi rehabilitasi (pemulihan kesehatan) yang ditujukan terhadap penderita yang baru pulih dari perdarahan antepartum meliputi rehabilitasi mental dan sosial, yaitu dengan memberikan dukungan moral bagi penderita agar tidak berkecil hati, mempunyai semangat untuk terus bertahan hidup dan tidak putus asa sehingga dapat menjadi anggota masyarakat yang berdaya guna.12

BAB IIIPENUTUPPerdarahan antepartum adalah perdarahan jalan lahir setelah kehamilan 28 minggu. Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber pada kelainan plasenta. Perdarahan antepartum yang bersumber pada kelainan plasenta yang secara klinis biasanya tidak terlalu sukar untuk menentukannya adalah plasenta previa dan solusio plasenta. Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (ostium uteri internum).Solusio plasenta adalah suatu keadaan dimana plasenta yang letaknya normal terlepas dari perlekatannya sebelum janin lahir.Pengawasan antenatal memegang peranan yang sangat penting untuk mengetahui dan mencegah kasus-kasus dengan perdarahan antepartum. Beberapa pemeriksaan dan perhatian yang biasa dilakukan pada pengawasan antenatal yang dapat mengurangi kesulitan yang mungkin terjadi ialah pemeriksaan kehamilan, pengobatan anemia kehamilan, menganjurkan ibu untuk bersalin di rumah sakit atau di fasilitas kesehatan lainnya, memperhatikan kemungkinan adanya kelainan plasenta dan mencegah serta mengobati penyakit hipertensi menahun dan preeklamsia.

DAFTAR PUSTAKA

1. Dinkes Propinsi Sumatera Utara, 2004. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2005. Medan. 2. 2. Djaja, S., 2005. The Determinant of Maternal Morbidity in Indonesian.WHO South East Asia New Region vol 4 number 1 and 2. New Delhi. 3. 3. Manuaba, IBG., 1999. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Penerbit Arcan, Jakarta. 4. Royston, E.,dkk., 1994. Pencegahan Kematian Ibu Hamil. Penerbit Bina Rupa Aksara, Jakarta. 5. Tarigan, D., 1994. Perdarahan Selama Kehamilan. Bagian Anatomi FK USU, Medan. 6. Winkjosastro, H., 1999. Ilmu Kebidanan. Edisi ketiga cetakan V. Penerbit Yayasan Bina Pustaka, Jakarta. 7. Wardana, A., dan Karkata, K., 2008. Faktor Resiko Plasenta Previa. http://www.kalbe.co.id. Cermin Dunia Kedokteran vol 34 no.5/158 Sep-Okt 2007. Diakses pada tanggal 11 Juni 2014. 8. Manuaba, IBG., 1998. Ilmu Kebidanan,Penyakit Kandungan, dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Penerbit EGC, Jakarta. 9. Mochtar, R., 1998. Sinopsis Obstetri Fisiologi Patologi. Jilid 1 dan 2. Edisi II. Penerbit EGC, Jakarta. 10. Sastrawinata, S., 1984. Obstetri Patologi. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UNPAD, Bandung. 11. Pritchard, Mc., 1991. Obstetri Williams. Edisi 17. Penerbit EGC, Jakarta. 12. Manuaba, IBG., 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB. Penerbit EGC, Jakarta. 13. Schwartz, R.H., 1997. Catatan Kuliah Kedaruratan Obstetri. Edisi Ketiga. Penerbit Widya Medika, Jakarta. 14. Saifuddin, A.B., 1991. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi. Bagian I. Penerbit FK UI, Jakarta. 15. Manuaba, IBG., 1993. Penuntun Kepaniteraan Klinik Obstetri dan Ginekologi. Penerbit EGC, Jakarta. 16. Royston, E.,dkk., 1994. Pencegahan Kematian Ibu Hamil. Penerbit Bina Rupa Aksara, Jakarta. 17. Anurogo, D., 2008. Tips Praktis Mengenali Plasenta Previa. http://kuliahbidan.wordpress.com. Diakses pada tanggal 11 Juni 2014. 18. Cuningham, FG., 1993. Obstetri Haemorrhage in : William Obstetri Appleton Century Crarfts, USA 19. Hacker, Moore, 2001. Esensial Obstetri dan Ginekologi. Edisi II. Penerbit Hipokrates, Jakarta. 20. Christina, I, 1996. Sejarah Kebidanan : Perawatan Kebidanan Sebelum Melahirkan. Jilid I. Penerbit Bratara, Jakarta. 21. Sastrawinata, S., 1983. Obstetri Fisiologi. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UNPAD, Bandung.22. Rukmini, LK, 2008. Gambaran Penyebab Kematian Maternal di Rumah Sakit: Studi di RSUD Pesisir Selatan, RSUD Padang Pariaman, RSUD Sikka, RSUD Larantuka dan RSUD Serang, 2005. http://www.kalbe.co.id. Cermin Dunia Kedokteran vol 34 no.5/158 Sep-Okt 2007. Diakses pada tanggal 11 Juni 2014. 23. Chalik, TMA., 1997. Hemoragi Utama Obstetri dan Ginekologi. Penerbit Widya Medika, Jakarta. 24. Albertus, J., 1993. Pendekatan Kehamilan Resiko Tinggi. Majalah Medika No.8. Jakarta.

20