herpes zoster

Upload: justin-blanchard

Post on 29-Oct-2015

46 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

referat mini

TRANSCRIPT

HERPES ZOSTERI. PENDAHULUANHerpes zoster merupakan bentuk erupsi spesifik dari infeksi virus varisela zoster, sebagai akibat reaktivasi virus yang tinggal di ganglion spinalis. Herpes zoster umumnya terjadi pada orang dewasa, terutama orang tua atau individu dengan imunitas tubuh yang kurang baik.1 Herpes zoster merupakanreaktivasiinfeksi variselalatendan berkembang sekitar 20% pada orang dewasa dan 50% padaorangyang imunokompromais. Karena tingginya morbiditasdan mortalitas Varicella Zoster Virus (VZV) pada host denganimunokompromais, maka klinisi harus tetap waspada untuk manifestasi dari penyakit ini serta dapat membedakan herpes zoster dari erupsi kulit zosteriform.(2) Varisella-zoster virus (VZV) menyebabkan dua penyakit yaitu varisela dan herpes zoster. Varisela lebih sering terkena pada anak dengan gambaran berupa ruam vesikuler yang simetris bilateral pada sebagian besar bagian tubuh, terasa gatal dan dengan penyembuhan yang cepat. Herpes zoster lebih sering terkena pada orang tua dengan gambaran berupa ruam vesikuler yang berbatas pada satu dermatomal/persarafan disertai keluhan nyeri.(3) Pemberian antivirus secara dini sangat penting, karena dapatmengurangi ataumenghilangkanpenyakit seriusyang menyebabkan gejala sisa.(2)II. EPIDEMIOLOGIMayoritas pasien herpes zoster adalah pasien lanjut usia atau imunokompromais. Namun, banyak laporan kasus menunjukkan bahwa herpes zoster juga dapat terjadi pada remaja bahkan pada anak-anak.(4) Menurunnya imunitas seluler pada usia lanjut merupakan faktor utama penyebab reaktivasi, dan sering kali dijumpai pada pasien dengan status imun inkompeten.(1) Diperkirakan antara 10% dan 20% populasi akan mengalami herpes zoster selama hidupnya.(1)Tidak ditemukan laporan yang spesifik membahas tentang pengaruh herpes zoster terhadap kehamilan atau sebaliknya. Walaupun terdapat anggapan sementara bahwa pada wanita hamil imunitas tubuhnya tidak sebaik pada saat tidak hamil, sejauh ini tidak pernah dilaporkan adanya bentuk herpes zoster yang berat akibat kehamilan yang terjadi pada wanita sehat.(1)

III. ETIOLOGIHerpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster yang menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer.(5)Varisela dan herpes zoster disebabkan oleh virus yang sama, yang disebut sebagai Virus varicella-zoster (VZV). Varisela merupakan infeksi primer dengan tahap viremik setelah virus menetap di dalam sel saraf ganglion sensorik yang menular pada paparan awal dan biasanya terjadi pada anak-anak. Sedangkan herpes zoster adalah reaktivasi dari sisa fase laten virus.(6) Virus ini memasuki host melalui sistem pernapasan (nasofaring), infiltrat pada sistem retikuloendotelial dan akhirnya masuk ke dalam aliran darah. Bukti viremia ini dimanifestasikan dengan adanya lesi pada tubuh yang menyebar.(7) Virus varisela zoster adalah anggota keluarga herpes virus. Ada beberapa jenis yang patogen pada manusia, dimana virus ini salah satunya. Virus ini mengandung kapsid yang berbentuk ikosahedral dikelilingi dengan amplop lipid yang menutupi genome virus, dimana genome ini mengandung molekul linear dari double-stranded DNA. Diameternya 150-200 nm dan memiliki berat molekul sekitar 80 million.(7) Meskipun virus ini memiilki kesamaan struktural dan fungsional dengan virus herpes simpleks, namun keduanya memiliki perbedaan dalam representasi, ekspresi, dan pengaturan gen, sehingga keduanya dapat dibedakan melalui pemeriksaan gen.(8)IV. PATOGENESISPatogenesis herpes zoster belum seluruhnya dipahami. Secara alami virus mencapai ganglion sensoris, diduga dengan cara hematogenik, transport neuronal retrograde atau keduanya, dan menjadi laten pada sel ganglion. Latensi adalah tanda utama virus varisela-zoster dan tidak diragukan lagi peranannya dalam patogenitas. Sifat latensi ini menandakan virus dapat bertahan seumur hidup hospes dan pada suatu saat masuk dalam fase reaktivasi yang mampu sebagai media transmisi penularan kepada seseorang yang rentan.(1)Infeksi primer VVZ memicu imunitas humoral dan seluler, namun dalam mempertahankan latensi, imunitas seluler lebih penting pada herpes zoster. Keadaan ini terbukti dengan insidensi herpes zoster meningkat pada pasien HIV dengan jumlah CD4 menurun, dibandingkan dengan orang normal.(1)Penyebab reaktivasi tidak diketahui pasti tetapi biasanya muncul pada keadaan imunosepresi. Insiden herpes zoster berhubungan dengan menurunnya imunitas terhadap VZV spesifik.(1)Pada masa reaktivasi virus bereplikasi kemudian merusak dan terjadi peradangan ganglioan sensoris. Virus menyebar ke sumsum tulang belakan dan batang otak, dari saraf sensoris menuju kulit dan menimbulkan erupsi kulit vesikuler yang khas. Pada daerah dengan lesi varisela terbanyak, diperirakan merupakan daerah virus terbanyak mengalami keadaan laten dan merupakan daerah terbesar kemungkinannya mengalami herpes zoster.(1)Sifat laten ini dipertahankan dengan adanya gengguan transkripsi gen dari kelas kinetik khusus yang produksinya diperlukan dalam pembentukan virus. Vrus, sel, dan imunitas seluler menentukan apakah virus dalam keadaan laten atau reaktivasi. Pada masa laten replikasi virus tetap terjadi namun dalam jumlah sedikit dan tidak mampu memberikan gejala klinis. Keadaan ini terbukti dengan dijumpainya IgM dan VVZ antibody meningkat secara periodik, gen transkripsi tetap dapat dideteksi, dan protein gen transkripsi terakumulasi pada sitoplasma neuron yang terinfeksi virus laten tersebut pada individu yang pernah terinfeksi VVZ tanpa gambaran zoster. Produktivitas virus rendah selama masa laten, namun tetap menghasilkan virion matang yang dapat melewati badan sel ganglion dan keluar dari sel serta memicu imunitas hospes berulang. Sistem imunitas yang kompeten dapat menanggulangi virus dan mencegah terjadinya reaktivasi. Pada keadaan imunitas hospes berkurang virion tersebut tidak dapat dimusnahkan, dapat kemudian terjadi infeksi pada sel epithelial sekitarnya, serta virus tersebut terus bermultiplikasi menghasilkan lesi zoster.(1)Kemungkinan lain patogenesisnya adalah VVZ tidak bereplikasi sempurna selama latensi, walaupun gen translasi mengekspresikan produknya namun tidak ditempatkan di nucleus tetapi di sitoplasma sehingga terjadi lokalisasi aberan yang berarti mengganggu replikasi DNA. Pada keadaan reaktivasi, gen translasi dan transkripsi mampu mencapai DNA virus di nukleus sel dan mengaktifkan replikasi virus serta memproduksi virus yang infeksius. Virus tersebut kemudian keluar dari sel ganglion dan menginfeksi sel epitel sekitarnya membentuk lesi zoster. Zoster menstimulasi respons imun, yang mampu mencegah reaktivasi pada ganglion lainnya serta reaktivasi klinis berikutnya. Oleh karena itu zoster umumnya hanya menyerang satu atau sejumlah kecil ganglion serta hanya sekali muncul selama hidup.(1)

V. GEJALA KLINISPenyakit ini dapat dibagi menjadi fase pre eruptif, fase eruptif akut dan fase kronis (neuralgia post herpetik). Fase pre eruptifGejala prodromal biasanya nyeri, parestesia, nyeri tekan intermiten atau terus menerus, nyeri dapat dangkal atau dalam, terlokalisir, beberapa dermatom atau difus. Gejala lain dapat berupa rasa terbakar, malaise, demam, nyeri kepala, gatal dan limfadenopati. Lebih dari 80% pasien biasanya diawali dengan prodromal, gejala tersebut umumnya berlangsung beberapa hari sampai 3 minggu sebelum muncul lesi kulit.(1) Fase eruptifLesi kulit yang sering dijumpai adalah vesikel herperitiformis berkelompok dengan distribusi segmental unilateral. Erupsi diawali dengan plak eritematosa terlokalisir atau difus kemudian makulopapular muncul secara dermatomal. Dalam 12-24 jam tampak lesi jernih, biasanya timbul di tengah plak eritematosa, dalam 2-4 hari vesikel bersatu, setelah 72 jam akan terbentuk pustul. Vesikel baru akan tumbuh terus dan berlangsung selama 1-7 hari. Mukosa dapat terjangkit dalam bentuk seperti sariawan, erosi datar dan ulkus.(1) Lesi dapat menjadi hemoragik, nekrotik atau bulosa. Distribusi lesi pada saraf kranial atau saraf spinal sensorik, seringkali juga berada di atas dan dibawah dari dermatom. Daerah dermatom yang paling sering terkena adalah dada (55%), kranial (20%, dengan keterlibatan saraf trigeminal), lumbal (15%), dan sakral (5%).(9) Pada keadaan yang parah, rasa sakit dapat salah didiagnosa sebagai infark miokard, pleuritis. Kadang, rasa sakit tidak diikuti oleh erupsi kulit herpes zoster dan presentasi klinis ini dikenal sebagai zoster sine herpete (yaitu zoster tanpa ruam). Dalam beberapa kasus, wajah, leher, kulit kepala atau extremitas mungkin terlibat.(2)

Gambar 1. Lesi pada dada dengan krusta dan erosi(10) Gambar 2. Herpes zoster, nekrotik.(9)

Gambar3. Lesi pada bagian thoraks(10)Gambar 4. Lesi pada bagian belakang tangan kanan dan lengan(10)

Fase kronis atau fase neuralgia post herpetikDitandai dengan nyeri yang menetap atau sering kambuh yang berlangsung selama 30 hari atau lebih setelah infeksi akut atau setelah semua lesi menjadi krusta.(11)Beberapa sindrom yang disebabkan oleh herpes zoster, yaitu:a. Herpes zoster trigeminalSetiap dari ketiga bagian sisi saraf dari saraf kelima mungkin dapat terkena. Pada keadaan tertentu, lebih dari satu saraf dapat terlibat. Saraf ophtalmikus paling sering diserang, dan keadaan ini frekuensinya meningkat pada usia lanjut. Lesi dapat terjadi pada kelopak mata, dahi, dan kulit kepala anterior dan jika cabang dari nasociliary yang terkena, gejala sisa pada mata yang berat mungkin terjadi.(12)Herpes zoster ophtalmikus disebabkan oleh infeksi cabang pertama nervus trigeminus, sehingga menimbulkan kelainan pada mata, di samping itu juga cabang kedua dan ketiga menyebabkan kelainan kulit pada daerah persarafannya.(5)

Gambar 5. Herpes zoster ophtalmikus.(10)

Lesi herpes zoster pada bagian distal hidung atau ujung hidung, harus segera diperhatikan mengenai adanya kelainan mata. Uveitis, keratitis, konjungtivitis, kelumpuhan otot mata, skleritis, oklusi pembuluh darah retina, dan kelumpuhan pupil. Gejala okular yang timbul harus segera meminta pemeriksaan ophthalmik langsung. Keterlibatan saraf maxillaris memberikan gambaran vesikel yang terdapat pada tonsil dan uvula. Herpes zoster pada mandibula dapat menyebabkan lesi pada mukosa pipi, dasar mulut dan bagian anterior lidah.(12)

b. Sindrom Ramsay-HuntSindrom ramsay-hunt merupakan manifestasi yang melibatkan HZ ganglion genikulata dari saraf wajah (Saraf kranial VII).(7) Gambaran dari sindrom ramsay-hunt adalah rasa sakit dengan lesi yang muncul di meatus acusticus externus dan sering disertai dengan vertigo, tinnitus, paresis wajah, dan penurunan pendengaran yang ipsilateral, gejala vestibular dan kehilangan pendengaran sensorineural dan kelumpuhan wajah..(7, 12) Selain itu, hilangnya rasa di bagian anterior lidah dapat terjadi. (7)

c. Sakral zoster dengan keterlibatan motorikMeskipun herpes zoster dianggap sebagai penyakit yang melibatkan saraf sensorik, namun dari kasus saraf motorik juga dapat terlibat di dalamnya sekitar 5%. Jika segmen sakral yang terkena, dapat terjadi retensi urin atau terjadi gangguan di kandung kemih.(12)

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANGDalam kebanyakan kasus, herpes zoster dapat didiagnosa secara klinis, berdasarkan lesi kulit yang terkait. Namun, pada keadaan khusus memerlukan pemeriksaan laboratorium, seperti:(12)a. Tzank SmearHapusan lesi di tempatkan pada slide kaca dan di warnai dengan giemsa. Jika hapusan positif akan menunjukkan sel keratinosit yang berinti balon dan sel multinuklear raksasa. Tes ini cepat dan murah, dan dapat dilakukan dengan peralatan yang mudah di akses. Lesi yang baru memiliki sensitivitas melebihi 70%. Pada lesi pustular, kepekaan berkurang menjadi sekitar 55%. Tes ini tidak dapat membedakan HZV dari HSV-1 atau HSV-2.(12)

b. BiopsiBiopsi dari lesi zoster menunjukkan gambaran yang patognomonik, tetapi biasanya dilakukan hanya untuk mengetahui gambaran histopatologi lesi atipikal. Biopsi tidak dapat membedakan HZV dari HSV-1 atau HSV-2, dan menunjukkan pada lesi secara diagnosis klinis.(12)

c. Kultur virusMeskipun kultur ini sangat spesifik dan dapat membedakan HZV dari HSV-1 dan HSV-2, tapi kultur ini memiliki sensitivitas yang rendah (50% atau kurang). Kultur dapat digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosis dalam suatu kasus. Dalam kasus sebaliknya berupa klinis yang khas, kultur tidak perlu dilakukan dan biasanya dapat dikonfirmasi oleh hapusan Tzank.(12)

d. Polymerase Chain Reaction (PCR)Tes PCR dilakukan dari spesimen lesi yang menunjukkan sensitivitas 97%, yang lebih unggul dari kultur. PCR cepat dan dapat mmbedakan HZV dari HSV-1 dan HSV-2. Dengan PCR, HZV dan HSV dapat di bedakan dalam waktu 6 jam.(12)

e. Tes SerologikTes seroligik digunakan untuk mendiagnosis riwayat varisela dan herpes zoster dan untuk membandingkan stadium akut dan konvalesen. Tes ini juga dapat mengidentifikasi dan mengisolasi individu yang di duga mengalami herpes zoster sehingga dapat di gunakan sebagai pencegahan. Tekhnik yang paling sering digunakan adalah solid-phase enzyme-linked immunoasoebent assay. Kekurangan dari tes ini tidak memiliki sensitivitas dan spesifisitas terhadap orang yang telah memiliki antibodi herpes zoster dan menunjukkan hasil false positif pada orang tersebut. (8)

VII. DIAGNOSISDiagnosis ditegakkan berdasarkan adanya riwayat varisela sebelumnya dan pada pemeriksaan fisik. Jika diperlukan tes laboratorium lebih lanjut untuk membantu diagnosis, awalnya dilakukan Tzanck smear karena tesnya dapat dilakukan dalam waktu yang cepat. Pada pemeriksaan akan terlihat pada mikroskop cahaya sel epitel raksasa yang multinuklear, tetapi hal tersebut tidak dapat membedakan dengan infeksi HSV. Demikian juga, biopsi lesi akan menunjukkan gambaran histopatologis yang sama untuk kedua HSV dan VZV, tapi dengan pewarnaan imunohistokimia dapat membedakan antara kedua infeksi virus tersebut.(2)Tes laboratorium tambahan termasuk kultur virus, serologi dan PCR. Kultur virus adalah tes yang sangat spesifik, namun tidak sensitif dan hasil tes didapatkan lebih dari 1 minggu. Tes serologi untuk mendiagnosis VZV jika serum konvalesen memiliki titer VZV yang relatif meningkat empat kali terhadap serum akut. Akibatnya, serologi hanya berguna untuk retrospektif (yakni setelah terapi antivirus). PCR adalah teknik molekuler yang sangat sensitif dan digunakan sebagai pilihan diagnostik.(2)

VIII. DIAGNOSIS BANDING Herpes simpleksInfeksi akut yang disebabkan oleh virus herpes simpleks tipe I atau tipe II yang ditandai oleh adanya vesikel yang berkelompok diatas kulit yang sembab dan eritematosa pada daerah dekat muko kutan. Infeksi dapat berlangsung baik primer maupun rekurens. Sering ditemukan gejala prodromal lokal sebelum timbul vesikel berupa rasa panas, gatal dan nyeri.(5)Gambar 6. Lesi pada penderita herpes simpleks(10)

SelulitisSelulitis ialah penyakit infeksi akut yang biasanya disebabkan oleh infeksi streptococcus, gejala utamanya ialah kulit berupa infiltrat yang difus di subkutan dengan tanda-tanda radang akut. (5)

Gambar 7. Lesi pada penderita selulitis(10)

ErisipelasErisipelas ialah penyakit infeksi akut yang biasanya disebabkan oleh infeksi streptococcus, gejala utamanya ialah eritema berwarna merah cerah dan berbatas tegas serta disertai gejala konstitusi. (5)

Gambar 8. Lesi pada penderita erisipelas(10)

IX. PENATALAKSANAAN AntivirusStandar terapi HZ pada pasien imunokompromais adalah pemberian asiklovir intravena 500 mg/m2 atau 10 mg/kgBB setiap 8 jam selama 7 hari atau sampai dengan 2 hari setelah penghentian lesi baru. Jika pemberian ASV dimulai dalam waktu 72 jam timbulnya erupsi kulit, maka lama pembentukan lesi baru dapat dipersingkat menjadi kira-kira 3 hari (pada pasien yang tidak diobati lesi baru bias muncul selama 1 minggu atau lebih) dan diseminasi ke organ dalam bias dicegah. Antivirus dapat mengurangi nyeri akut, mempercepat pembentukan krusta dan menghilangkan lesi ( complete healing) dalam 2 sampai 3 minggu.(1)Penderita HZ rekurens (umumnya sudah resisten terhadap ASV), dan HZ kronik persisten, pemberian ASV ditambah dengan foskarnet 120-200 mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi 2-3 kali sehari.(1)Pengobatan herpes zoster pada pasien yang normal dan dengan gangguan imunitas (immunocompromised).(8)Grup PasienRegimen Obat

NormalUmur < 50 tahun, tanpa komplikasi

Umur 50 tahun, atau dengan gangguan oftalmik.

Gangguan imunitas (immunocompromised)Gangguan ringan atau HIV

Gangguan beratResisten acyclovir (AIDS tingkat lanjut)Hanya pengobatan simptomatik, atau asiklovir 800 mg per oral 5x/hr selama 7 hari atau valasiklovir atau famcsiklovir.Asiklovir 800 mg per oral 5x/hr selama 7 hari, atau valasiklovir 1 gr per oral setiap 8 jam selama 7 hari, atau famsiklovir 500 mg per oral setiap 8 jam selama 7 hari, dan dipertimbangkan penggunaan steroid yang ditapering.

Asiklovir 800 mg per oral 5x/hr selama 7-10 hari atau valasiklovir atau famciclovir.Asiklovir 10 mg/kgBB IV per 8 jam selama 7-10 hari.Foscarnet 40 mg/kgBB IV per 8 jam sampai sembuh.

Tabel 1.Pemberian Obat Antivirus pada orang dewasa penderita herpes zoster(8) KortikosteroidKortrikosteroid oral diberikan untuk mengatasi nyeri pada HZ, meskipun suatu percobaan memberikan hasil bahwa kortikosteroid tidak dapat mengurangi nyeri pada PHN. Satu studi menunjukkan bahwa kombinasi antara prednison dan asiklovir dapat mengurangi rasa sakit pada HZ.(7)Indikasi pemberian kortikosteroid adalah sindrom Ramsay Hunt. Pemberian harus sedini mungkin untuk mencegah terjadinya paralisis. Yang biasa kami berikan ialah prednison dengan dosis 3x20 mg sehari, setelah seminggu dosis diturunkan secara bertahap. Dengan dosis prednisone setinggi itu imunitas akan tertekan sehingga lebih baik digabung dengan obat antiviral. Dikatakan kegunaannya untuk mencegah fibrosis ganglion.(5) Terapi simptomatikNyeri pada fase ringan sampai sedang dpat diberikan analgesic oral dan antiinflamasi seperti aspirin, asetaminofen atau ibuprofen. Pada beberapa study dilaporkan bahwa aspirin topical efektif pada kasus neuralgia herpetic akut dan PHN. Pada pasien dengan nyeri yang berat, di indikasikan menggunakan narkotika. Pemberian 30-60 mg kodein setiap enam jam ketika nyeri menyerang. Efek sampingnya mual, konstipasi, sedasi dan nafsu makan menurun.(7) Pengobatan topikal bergantung pada stadiumnya. Jika masih vesikel diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya vesikel agar tidak terjadi infeksi sekunder. Bila erosif diberikan kompres terbuka. Kalau terjadi ulserasi dapat diberikan salep antibiotik.(5) Profilaksis Profilaksis dengan memakai antivirus masih kontroversial. Profilaksis dengan Asiklovir dapat diberikan untuk supresi HZ, sering rekuren pada penderita imunokompromais yang menderita HIV, juga mencegah HZ pada resipien tranplantasi sum-sum tulang alogenik. Cara lain untuk profilaksis HZ adalah vaksinasi varisela. VZV seropositif yang akan mendapatkan transplantasi sum-sum tulang diberikan vaksin varisela selama awal periode pasca transplantasi (diberikan 3 dosis pada bulan pertama, bulan kedua dan bulan ketiga). Tindakan ini dapat meningkatkan imunitas seluler spesifik untuk VZV dan mengurangi derajat keparahan HZ.(1)

X. KOMPLIKASINeuralgia Pasca Herpetik dapat timbul pada umur diatas 40 tahun, presentasinya 10-15%. Makin tua penderita makin tinggi presentasinya. Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa komplikasi. Sebaliknya pada yang disertai defisiensi imunitas, infeksi HIV, keganasan, atau berusia lanjut dapat disertai omplikasi. Vesikel sering menjadi ulkus dengan jaringan nekrotik.Pada herpes zoster oftalmikus dapat terjadi berbagai komplikasi, diantaranya ptosis paralitik, keratitis, skleritis, uveitis, korioretinitis, dan neuritis optic. Parilisis motorik terdapat pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat perjalanan virus secara perkontinui tatum dari ganglion sensorik ke system saraf yang berdekatan. Paralisis biasanya timbul dalam 2 minggu sejak awitan munculnya lesi. Berbagai paralisis dapat terjadi, misalnya dimuka, diafragma, batang tubuh, ekstremitas, vesica urinaria, dan anus. Umumnya akan sembuh spontan. Infeksi juga dapat menjalar ke organ dalam, misalnya paru, hepar, dan otak.(5)XI. PROGNOSISUmumnya baik, pada herpes zoster oftalmikus prognosis bergantung pada perawatan secara dini.(5) Herpes zoster pada individu imunokompromais perjalanan penyakitnya berbeda dengan imunokompeten. Manifestasi klinis pada kulit dapat berbeda dengan HZ kalsik, lebih berat, lebih luas (diseminata), sering rekuren, cenderung kronik resisten, dan dapat mengenai organ dalam bahkan mengancam jiwa.(1)

DAFTAR PUSTAKA

1.Daili SI, BW. Infeksi Virus Herpes. Ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2002. p. 190-206.

2.Bolognia JJ, LJ. Ronald,PR. Dermatology. 2 ed. New York: William Coleman III retains copyright of his original figures in chapter 156; 2008.

3.Bennet GWC. Herpes zoster and Postherpetic Neuralgia: past, present and future. Pain Research & Management. 2009:1-7.

4.Allwinn RB, S.Doerr,HW. Epidemiology and Control of Herpes Zoster. In: Gross GD, HW., editor. Herpes Zoster. Monogr Virol: Karger; 2006. p. 15461.

5.Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5 ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.

6.Burns TB, S.Cox,N.Griffiths,C. Rook's Textbook of Dermatology. 7 ed. Australia: Blacksell Publishing company; 2005.

7.Roxas M. Herpes Zoster and Postherpetic Neuralgia: Diagnosis and Therapeutic Considerations. Alternative Medicine Review. 2006;11:102-11.

8.Straus SO, MN.Schmader KE. Varicella andHerpes Zoster. In: Wolff KG, LA. Katz, SI. Gilchrest, BA. Paller, AS. Leffell,DJ, editor. Fitzpatrick's Dermatology In General Medicine. 7 ed: Mc Grow Hill; 2008.

9.James WD BT, Elston DM. Andrew's Disease of The SKin: Clinical Dermatology. 9 ed. Canada: Sauder Elseivier; 2006.

10.Wolff KJ, RA. Fitzpatrick's Color Atlas and Synopsis of clinical Dermatology. 6 ed. New York: Mc-graw Hillmedical; 2009.

11. Moon J. Herpes Zoster. 2011 [updated 2011; cited 21 September 2011]; Available from: http://www.emedicine.com.

12. Trozak DT, J.Russell,JJ. Dermatology Skills for Primary Care. Totowa, New Jersey: Humana Press; 2006.

14