hidung.docx

Upload: irsalina-nur-shabrina

Post on 07-Jan-2016

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

ANATOMI HIDUNG(1)Hidung terdiri dari hidung bagian luar atau piramid hidung dan rongga hidung dengan pendarahan serta persarafannya, serta fisiologi hidung. Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagian dari atas ke bawah : pangkal hidung, (bridge), dorsum nasi, puncak hidung, ala nasi, kolumela, dan lubang hidung.Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari tulang hidung (os nasalis), prosesus frontalis os maksila dan prosesus nasalis os frontal, sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu sepasang kartilago nasalis lateralis superior, sepasang kartilago nasalis inferior yang disebut juga sebagai kartilago ala mayor, beberapa pasang kartilago ala minor dan tepi anterior kartilago septum.

Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang, dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang disebut posterior (koana) yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring.Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat di belakang nares anterior, disebut vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang mempunyai banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebutvibrase.Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding, yaitu dinding medial, lateral, inferior dan superior.Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum dibentuk oleh tulang dan tulang rawan. Bagian tulang adalah lamina perpendikularis os etmoid, vomer, krista nasalis os maksila dan krista nasalis os palatina. Bagian tulang rawan adalah kartilago septum (lamina kuadrangularis) dan kolumela. Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan periostium pada bagian tulang,sedangkan diluarnya dilapisi pula oleh mukosa hidung.Bagian depan dinding lateral hidung licin, yang disebut ager nasi dan dibelakangnya terdapat konka-konka yang mengisi sebagian besar dinding lateral hidung. Yang terbesar dan letaknya paling bawah ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil ialah konka media, lebih kecil lagi ialah konka superior, sedangkan yang terkecil disebut konka suprema ini biasanya rudimenter.Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin etmoid, sedangkan konka media, superior dan suprema merupakan bagian dari labirin etmoid.Di antara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat ronga sempit yang disebut meatus, ada tiga meatus yaitu meatus inferior, medius dan superior. Meatus inferior terletak di antara konka inferior dengan dasar hidung dan dinding lateral ronga hidung. Pada meatus inferior terdapat muara (ostium) duktus nasolakrimalis.Meatus medius terletak di antara konka media dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus medius terdapat pula etmoid, prosesus unsinatus, hiatus semilunaris dan infundibulum etmoid. Hiatus semilunaris merupakan suatu celah sempit melengkung dimana terdapat muara sinus frontal, sinus maksila dan sinus etmoid anterior.Pada meatus superior yang merupakan ruang diantara konka superior dan konka media terdapat sinus etmoid terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid. Dinding inferior merupakan dasar rongga hidung dan dibentuk oleh os maksila dan os palatum. Dinding superior atau atap hidung sangat sempit dan dibentuk oleh lamina kribriformis, yang memisahkan rongga tengkorak dari rongga hidung.(1)

Mukosa HidungRongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional dibagi atas mukosa pernafasan (mukosa respiratori) dan mukosa penghidu (mukosa olfaktorius). Mukosa pernafasan.Terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan permukaannya dilapisi oleh epitel torak berlapis semu (pseudostratified columnar epithelium) yang mempunyai silia dan diantaranya terdapat sel-sel goblet. Pada bagian yang lebih terkena aliran udara mukosanya lebih tebal dan kadang-kadang terjadi metaplasia, menjadi epitel skuamosa.Dalam keadaan normal mukosa berwarna merah muda dan selalu basah karena diliputi oleh palut lendir (mucous blanket) pada permukaannya. Palut lendir ini dihasilkan oleh kelenjar mukosa dan sel-sel goblet. Mukosa penghidu.Terdapat pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum. Mukosa dilapisi oleh epitel torak berlapis semu dan tidak bersilia (pseusostratified columnar non ciliated epithelium). Epitelnya dibentuk oleh tiga macam sel, yaitu sel penunjang, sel basal dan sel reseptor penghidu. Daerah mukosa penghidu berwarna coklat kekuningan.(1)

PATOFISIOLOGIRinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap sensitisasi dan diikuti dengan reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu :1. Immediate Phase Allergic Reactionatau Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC) yang berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya. Munculnya segera dalam 5-30 menit, setelah terpapar dengan alergen spesifik dan gejalanya terdiri dari bersin-bersin, rinore karena hambatan hidung dan atau bronkospasme. Hal ini berhubungan dengan pelepasan amin vasoaktif seperti histamin.2. Late Phase Allergic Reactionatau Reaksi Alergi Fase Lambat (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase hiperreaktifitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung sampai 24-48 jam. Muncul dalam 2-8 jam setelah terpapar alergen tanpa pemaparan tambahan. Hal ini berhubungan dengan infiltrasi sel-sel peradangan, eosinofil, neutrofil, basofil, monosit dan CD4+ sel T pada tempat deposisi antigen yang menyebabkan pembengkakan, kongesti dan sekret kental.(1,3)

Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau monosit yang berperan sebagai APC akan menangkap alergen yang menempel di permukaan mukosa hidung. Kompleks antigen yang telah diproses dipresentasikan pada sel T helper (Th0). APC melepaskan sitokin seperti IL1yang akan mengaktifkan Th0ubtuk berproliferasi menjadi Th1dan Th2. Th2menghasilkan berbagai sitokin seperti IL3, IL4, IL5dan IL13. IL4dan IL13dapat diikat oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi IgE. IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE di permukaan sel mastosit atau basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif. Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan mediator yang tersensitisasi. Bila mukosa yang sudah tersensitisasi terpapar dengan alergen yang sama, maka kedua rantai IgE akan mengikat alergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk terutama histamin.(1)

Rinitis Alergi melibatkan membran mukosa hidung, mata, tuba eustachii, telinga tengah, sinus dan faring. Hidung selalu terlibat, dan organ-organ lain dipengaruhi secara individual. Peradangan dari mukosa membran ditandai dengan interaksi kompleks mediator inflamasi namun pada akhirnya dicetuskan oleh IgE yang diperantarai oleh respon protein ekstrinsik.(6)Kecenderungan munculnya alergi, atau diperantarai IgE, reaksi-reaksi pada alergen ekstrinsik (protein yang mampu menimbulkan reaksi alergi) memiliki komponen genetik. Pada individu yang rentan, terpapar pada protein asing tertentu mengarah pada sensitisasi alergi, yang ditandai dengan pembentukan IgE spesifik untuk melawan protein-protein tersebut. IgE khusus ini menyelubungi permukaan sel mast, yang muncul pada mukosa hidung. Ketika protein spesifik (misal biji serbuksari khusus) terhirup ke dalam hidung, protein dapat berikatan dengan IgE pada sel mast, yang menyebabkan pelepasan segera dan lambat dari sejumlah mediator. Mediator-mediator yang dilepaskan segera termasuk histamin, triptase, kimase, kinin dan heparin. Sel mast dengan cepat mensitesis mediator-mediator lain, termasuk leukotrien dan prostaglandin D2. Mediator-mediator ini, melalui interaksi beragam, pada akhirnya menimbulkan gejala rinore (termasuk hidung tersumbat, bersin-bersin, gatal, kemerahan, menangis, pembengkakan, tekanan telinga danpost nasal drip). Kelenjar mukosa dirangsang, menyebabkan peningkatan sekresi. Permeabilitas vaskuler meningkat, menimbulkan eksudasi plasma. Terjadi vasodilatasi yang menyebabkan kongesti dan tekanan. Persarafan sensoris terangsang yang menyebabkan bersin dan gatal. Semua hal tersebut dapat muncul dalam hitungan menit; karenanya reaksi ini dikenal dengan fase reaksi awal atau segera.(6)Setelah 4-8 jam, mediator-mediator ini, melalui kompetisi interaksi kompleks, menyebabkan pengambilan sel-sel peradangan lain ke mukosa, seperti neutrofil, eosinofil, limfosit dan makrofag. Hasil pada peradangan lanjut, disebut respon fase lambat. Gejala-gejala pada respon fase lambat mirip dengan gejala pada respon fase awal, namun bersin dan gatal berkurang, rasa tersumbat bertambah dan produksi mukus mulai muncul. Respon fase lambat ini dapat bertahan selama beberapa jam sampai beberapa hari.(6)Sebagai ringkasan, pada rinitis alergi, antigen merangsang epitel respirasi hidung yang sensitif, dan merangsang produksi antibodi yaitu IgE. Sintesis IgE terjadi dalam jaringan limfoid dan dihasilkan oleh sel plasma. Interaksi antibodi IgE dan antigen ini terjadi pada sel mast dan menyebabkan pelepasan mediator farmakologi yang menimbulkan dilatasi vaskular, sekresi kelenjar dan kontraksi otot polos.(2)Efek sistemik, termasuk lelah, mengantuk, dan lesu, dapat muncul dari respon peradangan. Gejala-gejala ini sering menambah perburukan kualitas hidup.(6)Berdasarkan cara masuknya, allergen dibagi atas :(1)1. Alergen inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernafasan, misalnya debu rumah, tungau, serpihan epitel, bulu binatang.2. Alergen ingestan yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan misalnya susu, telur, coklat, ikan, udang.3. Alergen injektan, yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosa.4. Alergen kontaktan, yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosa, misalnya bahan kosmetik, perhiasan.GEJALA KLINIKGejala rinitis alergi yang khas ialah terdapatnya serangan bersin berulang. Sebetulnya bersin merupakan gejala yang normal, terutama pada pagi hari atau bila terdapat kontak dengan sejumlah besar debu. Hal ini merupakan mekanisme fisiologik, yaitu proses membersihkan sendiri (self cleaning process). Bersin dianggap patologik, bila terjadinya lebih dari 5 kali setiap serangan, sebagai akibat dilepaskannya histamin. Disebut juga sebagai bersin patologis.(1)Gejala lain ialah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi).(1,3,7)Tanda-tanda alergi juga terlihat di hidung, mata, telinga, faring atau laring.Tanda hidungtermasuk lipatan hidung melintang garis hitam melintang pada tengah punggung hidung akibat sering menggosok hidung ke atas menirukan pemberian hormat (allergic salute), pucat dan edema mukosa hidung yang dapat muncul kebiruan. Lubang hidung bengkak. Disertai dengan sekret mukoid atau cair.Tanda di matatermasuk edema kelopak mata, kongesti konjungtiva, lingkar hitam dibawah mata (allergic shiner).Tanda pada telingatermasuk retraksi membran timpani atau otitis media serosa sebagai hasil dari hambatan tuba eustachii.Tanda faringealtermasuk faringitis granuler akibat hiperplasia submukosa jaringan limfoid. Seorang anak dengan rinitis alergi perenial dapat memperlihatkan semua ciri-ciri bernafas mellaui mulut yang lama yang terlihat sebagai hiperplasia adenoid.Tanda laringealtermasuk suara serak dan edema pita suara.(1,3,7)Gejala lain yang tidak khas dapat berupa: batuk, sakit kepala, masalah penciuman, mengi, penekanan pada sinus dan nyeri wajah,post nasal drip. Beberapa orang juga mengalami lemah dan lesu, mudah marah, kehilangan nafsu makan dan sulit tidur.(6,8,9,10)DIAGNOSIS(1,7)Diagnosis rinitis alergi ditegakkan berdasarkan : AnamnesisAnamnesis sangat penting, karena seringkali serangan tidak terjadi di hadapan pemeriksa. Hampir 50% diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis saja. Pemeriksaan rinoskopi anteriorPada rinoskopi anterior tampak mukosa edema, basah, berwarna pucat atau livid disertai adanya sekret encer yang banyak.1. Pemeriksaan naso endoskopi2. Pemeriksaan sitologi hidungWalaupun tidak dapat memastikan diagnosis, tetap berguna sebagai pemeriksaan pelengkap. Ditemukannya eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan alergi inhalan. Jika basofil 5 sel/lap mungkin disebabkan alergi makanan, sedangkan jika ditemukan sel PMN menunjukkan adanya infeksi bakteri. Hitung eosinofil dalam darah tepiDapat normal atau meningkat. Demikian pula pemeriksaan IgE total (prist-paper radio immunosorbent test) seringkali menunjukkan nilai normal, kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu macam penyakit, misalnya selain rinitis alergi juga menderita asma bronkial atau urtikaria. Pemeriksaan ini berguna untuk prediksi kemungkinan alergi pada bayi atau anak kecil dari suatu keluarga dengan derajat alergi yang tinggi. Lebih bermakna adalah pemeriksaan IgE spesifik dengan RAST (Radio Immuno Sorbent Test) atau ELISA (Enzym Linked Immuno Sorbent Assay) Uji kulitUntuk mencari alergen penyebab secara invivo. Jenisnyaskin end-point tetration/SET (uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri),prick test(uji cukit),scratch test(uji gores),challenge test(diet eliminasi dan provokasi) khusus untuk alergi makanan (ingestan alergen) danprovocative neutralization testatauintracutaneus provocative food test(IPFT) untuk alergi makanan (ingestan alergen)PENATALAKSANAAN(1,3,7)1. Hindari kontak dengan alergen penyebabnya (avoidance) dan eliminasi. Keduanya merupakan terapi paling ideal. Eliminasi untuk alergen ingestan (alergi makanan)2. Simtomatis. Terapi medikamentosa yaitu antihistamin, obat-obatan simpatomimetik, kortikosteroid dan sodium kromoglikat.3. Operatif. Konkotomi merupakan tindakan memotong konka nasi inferior yang mengalami hipertrofi berat. Lakukan setelah kita gagal mengecilkan konka nasi inferior menggunakan kauterisasi yang memakai AgNO325% atau triklor asetat.4. Imunoterapi. Imunoterapi atau hiposensitisasi digunakan ketika pengobatan medikamentosa gagal mengontrol gejala atau menghasilkan efek samping yang tidak dapat dikompromi. Imunoterapi menekan pembentukan IgE. Imunoterapi juga meningkatkan titer antibodi IgG spesifik. Jenisnya ada desensitisasi, hiposensitisasi & netralisasi. Desensitisasi dan hiposensitisasi membentukblocking antibody. Keduanya untuk alergi inhalan yang gejalanya berat, berlangsung lama dan hasil pengobatan lain belum memuaskan. Netralisasi tidak membentukblocking antibodydan untuk alergi inhalan.(1,3,7)KOMPLIKASI1. Polip hidung. Rinitis alergi dapat menyebabkan atau menimbulkan kekambuhan polip hidung.2. Otitis media yang sering residif, terutama pada anak-anak.3. Sinusitis paranasal.4. Masalah ortodonti dan efek penyakit lain dari pernafasan mulut yang lama khususnya pada anak-anak.5. Asma bronkial. Pasien alergi hidung memiliki resiko 4 kali lebih besar mendapat asma bronkial.(1,3,7,8)PROGNOSISBanyak gejala rinitis alergi dapat dengan mudah diobati. Pada beberapa kasus (khususnya pada anak-anak), orang mungkin memperoleh alergi seiring dengan sistem imun yang menjadi kurang sensitif pada alergen.(9)

Tes cukit kulit (prick test) Tes cukit kulit (prick test) merupakan tes penapisan dengan sensitivitas dan spesifisitas tinggi, cepat, dan relatif tidak mahal. Prinsip tes ini adalah memasukkan sejumlah kecil alergen ke epidermis yang kemudian akan berikatan dengan IgE yang melekat di permukaan sel mast yang selanjutnya akan mengeluarkan berbagai mediator yang menyebabkan indurasi yang dapat diukur. Tes ini dilakukan dengan membubuhkan beberapa tetes alergen berbeda, larutan histamin (kontrol positif ), dan pelarut (kontrol negatif) pada daerah volar lengan bawah. Jarum ditusukkan ke epidermis. Hasil reaksi dibaca dalam 15 menit. Kriteria pembacaan (ARIA) yaitu hasil positif satu (+1) apabila indurasi berdiameter 1 mm lebih besar dari diameter kontrol negatif, (+2) indurasi berdiameter 1-3 mm lebih besar dari diameter kontrol negatif, (+3) indurasi berdiameter >3 mm lebih besar dari diameter kontrol negatif disertai flare, dan (+4) indurasi berdiameter >5 mm dari diameter kontrol negatif disertai flare. Hasil tes cukit kulit terhadap makanan positif menunjukkan kemungkinan alergi makanan yang diperantarai IgE hanya 50% (akurasi prediksi positif 95%). Bila uji cukit kulit negatif, tetapi pada anamnesis diduga kuat ada sindrom alergi mulut, dapat dilakukan uji menggunakan zat makanan tersangka dalam bentuk segar, misalnya susu sapi segar dan putih telur segar, langsung pada bibir atau mulut.

Skin Prick Test adalah salah satu jenis tes kulit sebagai alat diagnosis yang banyak digunakan oleh para klinisi untuk membuktikan adanya IgE spesifik yang terikat pada sel mastosit kulit. Terikatnya IgE pada mastosit ini menyebabkan keluarnya histamin dan mediator lainnya yang dapat menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah akibatnya timbul flare/kemerahan dan wheal/bentol pada kulit tersebut.1Kelebihan Skin Prick Test dibanding Test Kulit yang lain : 2a. karena zat pembawanya adalah gliserin maka lebih stabil jika dibandingkan dengan zat pembawa berupa air.b. Mudah dialaksanakan dan bisa diulang bila perlu.c. Tidak terlalu sakit dibandingkan suntik intra dermald. Resiko terjadinya alergi sistemik sangat kecil, karena volume yang masuk ke kulit sangat kecil.e. Pada pasien yang memiliki alergi terhadap banyak alergen, tes ini mampu dilaksanakan kurang dari 1 jam.

Tujuan Tes Kulit pada alergi: Tes kulit pada alergi ini untuk menentukan macam alergen sehingga di kemudian hari bisa dihindari dan juga untuk menentukan dasar pemberian imunoterapi.1

Indikasi Tes Cukit ( Skin Prick Test ) : 4 Rinitis alergi : Apabila gejala tidak dapat dikontrol dengan medikamentosa sehingga diperlukan kepastian untuk mengetahui jenis alergen maka di kemudian hari alergen tsb bisa dihindari. Asthma : Asthma yang persisten pada penderita yang terpapar alergen (perenial). Kecurigaan alergi terhadap makanan. Dapat diketahui makanan yang menimbulkan reaksi alergi sehingga bisa dihindari. Kecurigaan reaksi alergi terhadap sengatan serangga.

Persiapan Tes Cukit ( Skin Prick Test)Sebagai dokter pemeriksa kita perlu menanyakan riwayat perjalanan penyakit pasien, gejala dan tanda yang ada yang membuat pemeriksa bisa memperkirakan jenis alergen, apakah alergi ini terkait secara genetik dan bisa membedakan apakah justru merupakan penyakit non alergi, misalnya infeksi atau kelainan anatomis atau penyakit lain yang gambarannya menyerupai alergi. 4Persiapan Tes Cukit :1,41. Persiapan bahan/material ekstrak alergen. gunakan material yang belum kedaluwarsa gunakan ekstrak alergen yang terstandarisasi2. Pesiapan Penderita : Menghentikan pengobatan antihistamin 5-7 hari sebelum tes. Menghentikan pengobatan jenis antihistamin generasi baru paling tidak 2-6 minggu sebelum tes. Usia : pada bayi dan usia lanjut tes kulit kurang memberikan reaksi. Jangan melakukan tes cukit pada penderita dengan penyakit kulit misalnya urtikaria, SLE dan adanya lesi yang luas pada kulit. Pada penderita dengan keganasan,limfoma, sarkoidosis, diabetes neuropati juga terjadi penurunan terhadap reaktivitas terhadap tes kulit ini.3. Persiapan pemeriksa : Teknik dan ketrampilan pemeriksa perlu dipersiapan agar tidak terjadi interpretasi yang salah akibat teknik dan pengertian yang kurang difahami oleh pemeriksa. Ketrampilan teknik melakukan cukit Teknik menempatkan lokasi cukitan karena ada tempat2 yang reaktifitasnya tinggi dan ada yang rendah. Berurutan dari lokasi yang reaktifitasnya tinggi sampai rendah : bagian bawah punggung > lengan atas > siku > lengan bawah sisi ulnar > sisi radial > pergelangan tangan.Prosedur Tes Cukit :1,6Tes Cukit ( Skin Prick Test ) seringkali dilakukan pada bagian volar lengan bawah. Pertama-tama dilakuakn desinfeksi dengan alkohol pada area volar, dan tandai area yang akan kita tetesi dengan ekstrak alergen. Ekstrak alergen diteteskan satu tetes larutan alergen ( Histamin/ Kontrol positif ) dan larutan kontrol ( Buffer/ Kontrol negatif)menggunakan jarum ukuran 26 G atau 27 G atau blood lancet.Kemudian dicukitkan dengan sudut kemiringan 45 0 menembus lapisan epidermis dengan ujung jarum menghadap ke atas tanpa menimbulkan perdarahan. Tindakan ini mengakibatkan sejumlah alergen memasuki kulit. Tes dibaca setelah 15-20 menit dengan menilai bentol yang timbul.Mekanisme Reaksi pada Skin TestDibawah permukaan kulit terdapat sel mast, pada sel mast didapatkan granula-granula yang berisi histamin. Sel mast ini juga memiliki reseptor yang berikatan dengan IgE. Ketika lengan IgE ini mengenali alergen (misalnya house dust mite) maka sel mast terpicu untuk melepaskan granul-granulnya ke jaringan setempat, maka timbulah reaksi alergi karena histamin berupa bentol (wheal) dan kemerahan (flare).5

AC

B

Gambar 1. A. Cara menandai ekstrak alergen yang diteteskan pada lengan B. Sudut melakukan cukit pada kulit dengan lancet C. Contoh reaksi hasil positif pada tes cukit

Kesalahan yang Sering terjadi pada Skin Prick Testa. Tes dilakukan pada jarak yang sangat berdekatan ( < 2 cm )b. terjadi perdarahan, yang memungkinkan terjadi false positive.c. Teknik cukitan yang kurang benar sehingga penetrasi eksrak ke kulit kurang, memungkinkan terjadinya false-negative.d. Menguap dan memudarnya larutan alergen selama tes.

Faktor-faktor yang mempengaruhi skin test1. Area tubuh tempat dilakukannya tes2. Umur3. Sex4. Ras5. Irama sirkardian6. Musim7. Penyakit yang diderita8. Obat-obatan yang dikonsumsiInterpretasi Tes Cukit ( Skin Prick Test ): 1,6Untuk menilai ukuran bentol berdasarkan The Standardization Committee of Northern (Scandinavian) Society of Allergology dengan membandingkan bentol yang timbul akibat alergen dengan bentol positif histamin dan bentol negatif larutan kontrol. Adapun penilaiannya sebagai berikut : Bentol histamin dinilai sebagai +++ (+3) Bentol larutan kontrol dinilai negatif (-) Derajat bentol + (+1) dan ++(+2) digunakan bila bentol yang timbul besarnya antara bentol histamin dan larutan kontrol. Untuk bentol yang ukurannya 2 kali lebih besar dari diameter bento histamin dinilai ++++ (+4).Di Amerika cara menilai ukuran bentol menurut Bousquet (2001) seperti dikutip Rusmono sebagai berikut :1,3- 0 : reaksi (-)- 1+: diameter bentol 1 mm > dari kontrol (-)- 2+ : diameter bentol 1-3mm dari kontrol (-)- 3+: diameter bentol 3-5 mm > dari kontrol (-)- 4+: diameter bentol 5 mm > dari kontrol (-) disertai eritema.Tes kulit dapat memberikan hasil positif palsu maupun negatif palsu karena tehnik yang salah atau faktor material/bahan ekstrak alergennya yang kurang baik.6Jika Histamin ( kontrol positif ) tidak menunjukkan gambaran wheal/ bentol atau flare/hiperemis maka interpretasi harus dipertanyakan , Apakah karena sedang mengkonsumsi obat-obat anti alergi berupa anti histamin atau steroid. Obat seperti tricyclic antidepresan, phenothiazines adalah sejenis anti histamin juga. 6Hasil negatif palsu dapat disebabkan karena kualitas dan potensi alergen yang buruk, pengaruh obat yang dapat mempengaruhi reaksi alergi, penyakit-penyakit tertentu, penurunan reaktivitas kulit pada bayi dan orang tua, teknik cukitan yang salah (tidak ada cukitan atau cukitan yang lemah ).1 Ritme harian juga mempengaruhi reaktifitas tes kulit. Bentol terhadap histamin atau alergen mencapai puncak pada sore hari dibandingkan pada pagi hari, tetapi perbedaan ini sangat minimal. 6Hasil positif palsu disebabkan karena dermografisme, reaksi iritan, reaksi penyangatan (enhancement) non spesifik dari reaksi kuat alergen yang berdekatan, atau perdarahan akibat cukitan yang terlalu dalam. 6Dermografisme terjadi pada seseorang yang apabila hanya dengan penekanan saja bisa menimbulkan wheal/bentol dan flare/kemerahan. Dalam rangka mengetahui ada tidaknya dermografisme ini maka kita menggunakan larutan garam sebagai kontrol negatif. Jika Larutan garam memberikan reaksi positif maka dermografisme.6Semakin besar bentol maka semakin besar sensitifitas terhadap alergen tersebut, namun tidak selalu menggambarkan semakin beratnya gejala klinis yang ditimbulkan. Pada reaksi positif biasanya rasa gatal masih berlanjut 30-60 menit setelah tes.6Tes Cukit untuk alergen makanan kurang dapat diandalkan kesahihannya dibandingkan alergen inhalan seperti debu rumah dan polen. Skin test untuk alergen makanan seringkali negatif palsu.6