hiperoksaluria primer - jurnal.untad.ac.id
TRANSCRIPT
MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol. 6 No. 2 Mei 2019
1 Haerani Harun, Hiperoksaluria Primer
HIPEROKSALURIA PRIMER
Haerani Harun
Departemen Ilmu Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako
Rumah Sakit Umum Universitas Tadulako
ABSTRACT
Primary hyperoxaluria is an autosomal recessive disorder that involves excessive
production of oxalate. Primary hyperoxaluria consists of three types based on the
definition of hereditary enzymes namely PH1, PH2, PH3. Hyperoxaluria and CaOx
crystals are the main symptoms of all types of PH with urinary oxalate levels> 0.8 mmol /
1.73 m2 per day. Systemic oksalosis occurs at the critical point of plasma supersaturation
ie> 30 µmol / L, usually occurring at the onset of renal insufficiency. Oxalate deposits can
occur in various organs except the liver and can cause morbidity. A definitive diagnosis
for patients with clinical symptoms PH requires genetic testing. PH treatment includes
high fluid consumption, diet modification, pharmacological treatment, kidney stone
removal and organ transplantation.
Keyword: Primary hyperoxaluria, Oxalate, Systemic oksalosis
ABSTRAK
Hiperoksaluria primer adalah suatu kelainan resesif autosomal yang melibatkan produksi
berlebihan oksalat. Hiperoksaluria primer terdiri atas tiga jenis berdasarkan defieinsi enzim
herediter yaitu PH1, PH2, PH3. Hiperoksaluria dan kristal CaOx adalah gejala utama
semua tipe PH dengan kadar oksalat urin >0.8 mmol/1.73 m2 perhari. Oksalosis sistemik
terjadi pada titik kritis supersaturasi plasma yaitu >30 µmol/L, biasanya terjadi pada awal
insufisiensi ginjal. Deposit oksalat dapat terjadi pada berbagai organ kecuali hati dan dapat
menyebabkan morbiditas. Diagnosis defenitif untuk pasien dengan gejala klinis PH
memerlukan pemeriksaan genetik. Pengobatan PH antara lain dengan konsumsi cairan
yang tinggi, modifikasi diet, pengobatan farmakologi, pengangkatan batu ginjal dan
transplantasi organ.
Kata Kunci: Hiperoksaluria Primer, Oksalat,Oksalosis Sistemik
MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol. 6 No. 2 Mei 2019
2 Haerani Harun, Hiperoksaluria Primer
I. PENDAHULUAN
Hiperoksaluria primer atau primary
hyperoxaluria (PH) adalah suatu kelainan
resesif autosomal yang melibatkan
produksi berlebihan oksalat. Awal
penemuan penyakit ini diprakarsai oleh
Lepoutre yang melaporkannya pada tahun
1925. Kelainan biokimia yang menjadi
penyebab penyakit ini ditemukan
bertahun-tahun setelahnya. Hiperoksaluria
dapat diturunkan atau didapatkan.
Diantara penyakit batu ginjal,
hiperoksaluria ditemukan sekitar 20%.
Faktor diet seperti diet tinggi oksalat dan
rendah kalsium merupakan penyebab
terbanyak penyebab hiperoksaluria tetapi
peningkatan ekskresi oksalat juga dapat
menjadi penyebabnya.1,2,3
Oksalat dalam bentuk garam
kalsium adalah suatu produk metabolik
yang tidak larut. Oksalat hampir
semuanya diekskresikan oleh ginjal
terutama dalam bentuk garam oksalat dan
mempunyai kecenderungan untuk
membentuk kristal dalam tubulus ginjal.
Kelainan utama pada hiperoksaluria yang
diturunkan adalah produksi berlebihan
oksalat oleh hati yang menyebabkan
peningkatan ekskresi oleh ginjal. Gejala
paling awal pada pasien ini adalah
urolitiasis dan nefrokalsinosis yang
menyebabkan gangguan ginjal yang
progresif dan gagal ginjal kronik. 1
Gagal ginjal pada pasien PH dapat
terjadi mulai dari anak-anak, remaja
hingga dewasa. Diagnosis dini penyakit
ini sangat penting tetapi karena penyakit
ini kurang familiar sering terjadi
keterlambatan diagnosis sejak mulai
munculnya gejala hingga bertahun-tahun.2
Hiperoksaluria primer terdiri atas
tiga jenis berdasarkan defisiensi enzim
herediter yaitu hiperoksaluria primer tipe
1 (PH1), hiperoksaluria primer tipe 2
(PH2) dan hiperoksaluria primer tipe 3
(PH3). Hiperoksaluria primer tipe 1
merupakan bentuk PH yang paling berat
dan dapat menyebabkan cedera ginjal,
penurunan laju filtrasi glomerulus atau
glomerulus filtration rate (GFR) dan pada
akhirnya menyebabkan gagal ginjal
kronik.3
II. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi kejadian PH yang
sebenarnya belum diketahui.
MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol. 6 No. 2 Mei 2019
3 Haerani Harun, Hiperoksaluria Primer
Hiperoksaluria primer tipe 1, jenis PH
paling banyak, prevalensinya diperkirakan
1 – 3 kasus per satu juta penduduk dan
insidennya sekitar satu kasus per 120.000
kelahiran hidup di Eropa. Jumlahnya
sekitar 1-2% dari kasus end stage renal
disease (ESRD) anak-anak berdasarkan
data dari Eropa, Amerika serikat dan
Jepang. Penyakit ini lebih menonjol pada
negara yang biasa terjadi perkawinan
antar kerabat dengan prevalensi 10% atau
lebih di Afrika Utara dan negara-negara
Timur Tengah.1,3
III. PATOGENESIS DAN
KLASIFIKASI
Hiperoksaluria primer ditandai oleh
ekskresi oksalat dan glioksilat secara
berlebihan.Sintesis oksalat endogen terjadi
di hati. Berbagai molekul prekursor antara
lain serine, glisin, hidroksiprolin, etilen
glikol, dan beberapa karbohidrat dapat
menyebabkan peningkatan produksi
oksalat melalui jalur metabolisme yang
meliputi glikolat dan glioksilat. Glioksilat
normalnya dimetabolisme melalui tiga
jalan yaitu; (1) menjadi glisin, pada reaksi
yang dikatalisasi oleh enzim
alaninglyoxylate amino transferase
(AGT); (2) menjadi glikolat pada reaksi
yang dikatalisasi oleh enzim glyoxalate
reductase/hydroxypyruvate reductase
(GRHPR); dan (3) menjadi oxalat pada
reaksi yang dikatalisasi oleh enzim lactate
dehidrogenase (LDH). Ekskresi glioksilat
terjadi karena defisiensi enzim yang
berperan dalam metabolis glioksilat.
Hiperoksaluria primer tipe 1 disebabkan
oleh defisiensi enzim pada hati yaitu
AGT, PH2 disebabkan oleh defisiensi
GRHPR dan PH3 disebabkan oleh mutasi
gen HOGA1 yang mengkode aktivitas
enzim 4-hydroxy-2-oxaglutarate aldolase
(HOGA).3-8
A. Hiperoksaluria primer tipe 1
Hiperoksaluria primer tipe 1
ditandai dengan meningkatnya produksi
glikolat dan oksalat di hati yang
disebabkan oleh defisiensi enzim AGT.
Defisiensi AGT disebabkan oleh mutasi
gen AGXT.2
Gambar 1. Gangguan metabolisme
glioksilat akibat defisiensi enzim
AGT pada HP1.1
MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol. 6 No. 2 Mei 2019
4 Haerani Harun, Hiperoksaluria Primer
Alaninglyoxylate amino transferase
adalah enzim hati yang mengkatalisis
transaminasi glioksilat menjadi glisin.
Enzim AGT terdapat pada peroksisom
untuk deposit glioksilat yang efektif.
Defisiensi enzim ini menyebabkan
akumulasi glioksilat dan glikolat,
kemudian LDH akan memetabolisme
akumulasi glioksilat menjadi oksalat.
Hasilnya terjadi peningkatan ekskresi
oksalat dan glikolat melalui urin.1,2,5
B. Hiperoksaluria primer tipe 2
Hiperoksaluria primer tipe 2
disebabkan oleh defisiensi enzim GRHPR.
Defisiensi enzim ini disebabkan oleh
mutasi gen GRHPR. Enzim GRHPR
terutama terdapat intrahepatik, terdapat
banyak dalam sitosol hepatosit dan sedikit
dalam mitokondria.2
Gambar 2. Gangguan metabolisme
glioksilat akibat defisiensi enzim GRHPR
pada PH2.1
Enzim GRHPR mengkatalisis reaksi
reduksi glioksilat menjadi glikolat.
Defisiensi GRHPR menyebabkan
akumulasi glioksilat dan oleh enzim LDH
akumulasi glioksilat tersebut dikonversi
menjadi oksalat dalam sitosol hepatosit.3
C. Hiperoksaluria primer tipe 3
Hiperoksaluria tipe 3 disebakan oleh
defek pada enzim mitokondria hati yaitu
HOGA. Defek pada enzim HOGA
disebabkan oleh mutasi pada gen HOGA1.
Enzim HOGA berperan dalam
metabolisme hidroksiprolin menjadi 4-
hydroxy-2-oxaglutarate (HOG) dan
mengkonversinya menjadi piruvat dan
glioksilat.1,8
Mekanisme peningkatan oksalat
oleh dafek enzim HOGA pada PH3 masih
belum jelas, dimana diharapkan defek
enzim HOGA akan menyebabkan
gangguan sintesis glioksilat. Teori yang
dikemukakan antara lain subtrat HOG
atau metabolitnya bocor ke sitosol dimana
akan dikonversi menjadi glioksilat. Reaksi
pada sitososol ini dapat dikatalisasi oleh
piruvat aldolase sitosol, dan apabila
glioksilat sitosol ini meningkat maka akan
segera dioksidasi oleh LDH menjadi
oksalat dan pada akhirnya menyebabkan
hiperoksaluria.1,8
MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol. 6 No. 2 Mei 2019
5 Haerani Harun, Hiperoksaluria Primer
Gambar 3. Hiperoksaluria primer tipe 3
disebabkan oleh defek enzim HOGA.1
D. Mekanisme pembentukan kalsium
oksalat pada ginjal
Urin merupakan larutan jenuh dan
konsentrasinya dapat berubah drastis
dalam waktu singkat. Pembentukan batu
ginjal terjadi apabila interaksi antara
promotor (oksalat, kalsium) dan inhibitor
(sitrat, magnesium dan glikosaminaglikan)
terganggu. Urin manusia merupakan
larutan yang kompleks yang mengandung
tidak hanya kalsium dan oksalat tetapi
juga berbagai ion (sitrat dan magnesium)
dan makromolekul (protein dan lipid)
yang berinteraksi dengan kalsium dan
oksalat dan turut berperan dalam
pembentukan kristal urin. Pada semua
jenis PH kelebihan oksalat diekskresikan
melalui urin, menyebabkan kejenuhan
kalsium oksalat (CaOx) urin meningkat
(supersaturasi), kemudian terbentuk batu
CaOx dalam sistem urinarius (urolitiasis)
dan presipitat kristal dalam jaringan ginjal
(nefrokalsinosis). Pembentukan batu
ginjal ini sering muncul pada masa anak-
anak.2,9,10
Gambar 4. Interaksi bebagai faktor dalam
pembentukan batu ginjal.11
Manusia mensekresi kristal urin
setiap hari, mengindikasikan setidaknya
supersaturasi transien. Kristal-kristal
tersebut jarang yang menjadi batu ginjal
dimungkin karena kristal yang terbentuk
tidak menetap di ginjal. Dikemukakan
bahwa waktu transit melewati ginjal
adalah 5 – 10 menit, waktu yang
dibutuhkan untuk membentuk kristal,
menjadi besar dan menetap dalam ginjal
tidak cukup. Diameter berbagai segmen
tubulus ginjal adalah 15 – 60 µm, kristal
CaOx terbentuk dengan kecepatan 1 – 2
µm/menit sehingga hanya dapat tumbuh
beberapa mikrometer sebelum
diekskresikan melalui urin dan menjadi
batu ginjal.10
MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol. 6 No. 2 Mei 2019
6 Haerani Harun, Hiperoksaluria Primer
Gambar 5. Retensi kristal dalam ginjal
(tikus jantan Sprague-Dawley). (a) Kristal
CaOx monohidrat tampak menempel pada
epitel ginjal (b) Kristal CaOx menutup
lumen tubular ginjal.10
Oksalat difiltrasi secara bebas oleh
glomerulus dan mengalami absorbsi dan
sekresi pada tubulus proksimal. Pada
kadar oksalat fisiologis, kristal yang
terbentuk akan keluar sebagai partikel
kristaluria atau diendositosis oleh sel
epitelial ginjal. Kristal yang diendositosis
akan dieliminasi atau dieksositosis ke
basolateral sel, di sana kristal akan
migrasi ke interstitium dimana kristal
akan dihancurkan oleh inflamasi lokal
yang melibatkan magkrofag.9
Gambar 6. Mekanisme pembentukan batu
ginjal.10
Supersaturasi hanya satu langkah
yang dibutuhkan untuk membentuk
kristal. Agar terbentuk batu ginjal, kristal
harus tertahan dalam ginjal dan
diposisikan pada tempat di mana kristal
dapat menyebabkan ulserasi permukaan
papilar ginjal untuk membentuk nidus
batu ginjal. Perlukaan pada epithelial
ginjal dapat disebabkan oleh berbagai hal,
hiperoksaluria atau kristal CaOx sendiri
dapat menyebabkan perlukaan tersebut.10
MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol. 6 No. 2 Mei 2019
7 Haerani Harun, Hiperoksaluria Primer
IV. DIAGNOSIS
Hiperoksaluria primer merupakan
penyakit yang jarang ditemukan oleh
karena itu penyakit ini kadang tidak
diketahui hingga bertahun-tahun setelah
onset gejala. Umumnya gejala penyakit
PH berhubungan dengan urolitiasis, oleh
karena itu evaluasi risiko batu ginjal
berdasarkan kadar oksalat, kalsium, sitrat,
magnesium pada urin merupakan awal
yang baik untuk meniliai penyakit PH.1
Analisa batu ginjal dapat
memberikan petunjuk adanya keterlibatan
gangguan metabolik yang
melatarbelakangi penyakit ini. Adanya
kemungkinan PH perlu dipertimbangkan
apabila komponen utama batu ginjal
adalah CaOx terutama dalam bentuk
CaOx monohidrat.12
Pada anak-anak gejala yang
menonjol adalah asidosis metabolik dan
gagal ginjal akut. Eksresi oksalat urin
bervariasi terutama dalam satu tahun
pertama, tetapi secara persisten
ekskresinya meningkat (>7 mmol/1.73
m2/hari). Diperlukan pemeriksaan lanjutan
apabila ditemukan gejala klinis yang
mendukung dan tidak ditemukan adanya
hiperoksaluria sekunder. Tidak semua
pasien PH mengalami peningkatan oksalat
urin yang bermakna tetapi apabila
ditemukan gejala yang mendukung,
pemeriksaan tambahan perlu
dipertimbangkan.1
Diagnosis defenitif untuk pasien
dengan gejala klinis PH memerlukan
pemeriksaan genetik, apabila tidak ada
informasi tambahan dapat dilakukan
pemeriksaan untuk PH1 lebih dulu karena
jumlahnya sekitar 80% dari kasus PH.
Pemeriksaan genetik untuk PH2 dan PH3
dilakukan apabila tidak ditemukan adanya
kelainan genetik untuk PH1, di mana PH2
dan PH3 memiliki frekuensi insiden yang
hampir sama.1
Biopsi hati sebelumnya merupakan
gold standar untuk melihat aktivitas
enzim, saat ini hanya dilakukan pada
pasien yang tetap dicuirigai menderita PH
meskipun tidak ditemukan adanya mutasi
genetik.12
A. MANIFESTASI KLINIS
Nefrolitiasis dan nefrokalsinosis
rekuren adalah manifestasi klinis yang
paling sering terjadi. Keduanya dapat
menyebabkan nefritis interstitial, fibrosis
dan akhirnya insufisiensi ginjal.
Insufisiensi ginjal menyebabkan gangguan
eksresi oksalat dan oksalosis sistemik
MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol. 6 No. 2 Mei 2019
8 Haerani Harun, Hiperoksaluria Primer
dengan penimbunan oksalat terbanyak
pada tulang, kulit, retina, miokardium,
dinding pembuluh darah, dan sistem saraf
pusat. 1,5,13
Hiperoksaluria primer tipe 1 adalah
yang paling berat. Sebagian dari pasien
PH1 mengalami gejala pertama pada usia
5 tahun. Sekitar 40% pasien PH1 pada
akhirnya akan mengalami ESRD.
Hiperoksaluria primer tipe 2 memiliki
gejala klinis yang lebih ringan walaupun
sulit dibedakan dengan PH1 berdasarkan
usia pada saat mulainya onset penyakit.
Hiperoksaluria primer tipe 3 adalah yang
paling ringan, di mana jarang terjadi
nefrokalsinosis dan gagal ginjal.
Keterlibatan sistemik juga belum pernah
dilaporkan.1,5
Hiperoksaluria dan kristal CaOx
adalah gejala utama semua tipe PH
dengan kadar oksalat urin >0.8 mmol/1.73
m2 perhari. Oksalosis sistemik terjadi
pada titik kritis supersaturasi plasma yaitu
>30 µmol/L, biasanya terjadi pada awal
insufisiensi ginjal. Deposit oksalat dapat
terjadi pada berbagai organ kecuali hati
dan dapat menyebabkan morbiditas.
Tulang merupakan tempat deposit oksalat
dominan. Secara klinis pasien PH1 dapat
mengalami nyeri tulang hebat dan fraktur
patologis dengan trauma ringan juga
anemia erythropoietin-resistant.
Persendian juga dapat dipengaruhi dengan
sinovitis, kondrokalsinosis dan deposit
oksalat. 2,5,8,14
Tabel 1. Kondisi dan gejala yang
berhubungan dengan hiperoksaluria.2
Kondisi Gejala
Batu
ginjal
Nyeri perut
Hematuria
Sering berkemih
Nyeri berkemih
Demam dan menggigil
Pengeluaran batu
Gagal
ginjal
Output urin menurun atau tidak ada
Malaise
Mual, muntah
Oksalosis Nyeri tulang atau fraktur
Kristal oksalat pada mata
Anemia
Ulkus dan ruam pada kulit
Aritmia jantung atau gejala
kardiomiopati
Kristal CaOx pada retina mudah
didiagnosis dan merupakan salah satu
gejala pertama oksalosis sistemik yang
terlihat. Tempat lain yang dapat menjadi
deposit oksalat adalah arteri yang dapat
menyebabkan iskemia dan gangren,
sistem saraf perifer yang menyebabkan
neuropati, miokardium yang
menyebabkan blok atrioventrikular,
kelenjar tiroid dan kulit.9
MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol. 6 No. 2 Mei 2019
9 Haerani Harun, Hiperoksaluria Primer
B. PEMERIKSAAN
LABORATORIUM
1. Pemeriksaan Urin
Pada pemeriksaan urin dilakukan
pengukuran kadar oksalat, glikolat dan
gliserat (asam L-gliserat) untuk
membedakan hiperoksaluria primer
dengan hiperoksaluria enterik dan
hiperoksaluria yang lain. Kadar oksalat
urin normal adalah <0.5 mmol/1.73 m2
perhari. Pada PH1 Kadar oksalat urin
meningkat hingga >2 mmol/1.73m2
perhari dan dapat mencapai 4
mmol/1.73m2 perhari. Peningkatan
ekskresi oksalat melalui urin
menyebabkan supersaturasi urin dan
terjadi pembentukan kristal dalam lumen
tubulus ginjal.2,3,9
Gambar 7. Kristal CaOx dalam urin.3
Nilai normal untuk glikolat urin
adalah <0.5 mmol/1.73 m2 perhari. Tidak
semua pasien PH mengalami peningkatan
kadar glikolat. Hanya dua pertiga pasien
PH1 dan sedikit pasien PH3 yang
mengalami peningkatan kadar glikolat,
oleh karena itu kadar glikolat normal tidak
menghilangkan kemungkinan diagnosis
PH. Peningkatan kadar L-gliserat
sebelumnya dianggap sebagai penanda
patognomonik untuk PH2, tetapi kadarnya
tidak selalu meningkat. Adanya prekursor
HOG pada urin baru-baru ini dilaporkan
pada pasien dengan PH3. 1,9
Pengukuran oksalat urin sebaiknya
dilakukan dengan sampel urin 24 jam.
Pada pasien anak-anak atau pasien yang
pengumpulan urinnya sulit dapat
dilakukan pemeriksaan ratio
oksalat/kreatinin urin sewaktu. Pasien
yang mengalami peningkatan oksalat urin
disarankan untuk konfirmasi hasil dengan
pemeriksaan kedua. Kesalahan yang dapat
terjadi pada pemeriksaan urin yaitu (1)
pengumpulan sampel urin yang tidak
benar; (2) kesalahan konversi kadar
oksalat urin berdasarkan usia pada pasien
anak-anak dan; (3) insufisiensi ginjal yang
berhubungan dengan retensi oksalat dan
penurunan eksresi urin. Pemeriksaan
oksalat urin dapat dilakukan dengan
metode enzimatik dengan oxalate oxidase
atau oxalate decarboxylase, metode
kromatografi ion dan high performance
liquid chromatography (HPLC).Metode
pemeriksaan untuk glikolat dan L-gliserat
MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol. 6 No. 2 Mei 2019
10 Haerani Harun, Hiperoksaluria Primer
urin dapat dilakukan dengan metode
kromatografi ion.2,9,15
Tabel 2. Nilai rujukan metabolit
berdasarkan usia pada PH.1
Eksresi Urin Nilai rujukan Sumber
Sampel urin 24
jam
mg/
hari
Mmol/1.
73
m2/perh
ari
Oksalat (semua
usia)
<45 <0.5 Hoppe
Glikolat (semua
usia)
<45 <0.5 Hoppe
L-gliserat <5 µmol/L Hoppe
Sampel urin
sewaktu
µg/
mg
µmol/m
mol
Oksalat:kreatinin Barret
et al
< 1 thn 11.9
–
207
15 – 260
1 - <5 thn 8.7 –
95.6
11 - 120
5 – 12 thn 47 -
119
60 - 150
>12 thn 1.6 –
63.7
2 - 80
Glikolat:kreatinin Barret
et al
< 1 thn 5.4 –
47.0
8 – 70
1 - <5 thn 4.0 –
61.4
6 – 91
5 – 12 thn 4 -
31
6 – 46
>12 thn 2.7 –
27.0
4 - 40
Gliserat:kreatinin Dietzen
at al
0 – 5 thn 12 – 13 – 190
177
>5 thn 19 –
115
22 – 123
HOG:kreatinin Balesto
tsky at
al
dewasa 0.1 –
3.9
0.07 –
2.8
2. Pemeriksaan darah
Pasien PH dengan fungsi ginjal
normal, kadar oksalat plasma biasanya
normal atau meningkat sedikit, umumnya
<12 µmol/L (normal <1.8 µmol/L), tetapi
pada fungsi ginjal yang terganggu
ekskresi oksalat juga mengalami
penurunan. Apabila GFR menurun hingga
<30 mL/1.73 m2/menit kadar oksalat
plasma akan meningkat dengan cepat dan
kadar oksalat urin mulai menurun. Pada
keadaan ini kadar plasma oksalat lebih
mendukung dari pada kadar oksalat urin.2
Kadar oksalat plasma pada pasien
PH predialisis dapat >60 µmol/L, hal ini
berbeda dengan gagal ginjal oleh
penyebab lain dengan kadar oksalat
plasma yang meningkat sedang yaitu <30
µmol/L. Selain untuk diagnosis PH kadar
oksalat plasma juga dapat digunakan
untuk memonitor efisiensi penurunan
oksalat selama dialisis dan monitor pasien
selama masa kritis seperti sebelum atau
MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol. 6 No. 2 Mei 2019
11 Haerani Harun, Hiperoksaluria Primer
setelah transplantasi hati atau ginjal.
Metode pemeriksaan oksalat plasma sama
dengan pemeriksaan oksalat urin.2,15
3. Analisa batu ginjal
Analisis kualitatif dan kuantitatif
unsur-unsur kimia dari batu ginjal
digunakan untuk menentukan etiologi dan
rencana terapi serta membantu
membedakan diagnosis banding. Batu
ginjal pada pasien PH umumnya
mengandung CaOx monohidrat murni
(whewellite), penemuan batu ginjal ini
dapat membantu diagnosis PH. Batu ginjal
pada pasien dengan hiperoksalria
sekunder biasanya campuran CaOx
monohidrat dan CaOx dihidrat (whewllite
dan weddellite). 9,16,17
Gambar 8. Batu CaOx pada PH1.3
4. Pemeriksaan genetik
Pemeriksaan mutasi gen AGXT dan
GRHPR merupakan modalitas penting
untuk diagnosis pasien dengan
hiperoksaluria primer. Lebih dari 90
mutasi dan 7 polimorfisme dari gen
AGXT telah diidentifikasi. Mutasi yang
paling sering terjadi pada PH1 adalah
Gly170Arg. Mutasi Gly170Arg,
Ile244Thr, Phe152Ile, dan Gly41Arg
mengubah urutan target N-teminal
mitokondria AGT menyebabkan mistarget
dari peroksisom ke mitokondria (target
kerja AGT normalnya di peroksisom
tetapi berubah ke mitokondria).1,2
Tiga puluh mutasi telah
diidentifikasi pada gen GRHPR. Mutasi
yang sering didapatkan pada PH2 yaitu
c.103delG dan c.430_404+2delAAGT,
awalnya terjadi hanya pada populasi kulit
putih kemudian menyebar pada hampir
semua populasi Asia. Hubungan antara
mutasi gen HOGA1 dan PH3 telah
dilaporkan baru-baru ini dan 19 mutasi
telah diidentifikasi. Mutasi c.700+5G→T
terjadi pada setengah dari mutasi gen
HOGA1.1
5. Tes respon Piridoksin (Vitamin
B6)
Tes respon piridoksin dilakukan
dengan memeriksa kadar oksalat urin
sebelum dan setelah pemberian piridoksin.
Tes ini direkomendasikan pada pasien
dengan GRF >30 mL/1.73 m2/menit. Tes
ini menggunakan sampel urin 24 jam yang
MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol. 6 No. 2 Mei 2019
12 Haerani Harun, Hiperoksaluria Primer
dikumpulkan sebelum pemberian terapi
piridoksin dan tiap bulan setelah
pemberian terapi piridoksin selama 3
bulan. Tes ini tidak digunakan untuk
pasien dengan penurunan fungsi ginjal
karena terganggunya ekskresi oksalat oleh
ginjal. Tes dikatakan responsif apabila
kadar oksalat urin menurun >30% pada
pemberian piridoksin. Tes ini dilakukan
pada pasien PH1 dimana responsifisitas
terhadap piridoksin berhubungan dengan
gen AGXT. 1,2
C. PEMERIKSAAN LAIN
1. Biopsi Hati
Biopsi hati dilakukan untuk menilai
aktifitas dan imunoreaktifitas enzim AGT
dalam sel hati. Hal ini dibutuhkan apabila
ada pertimbangan untuk transplantasi hati.
Biopsi hati untuk PH1 dan PH2 dapat
dilakukan dengan biopsi jarum (needle-
biopsy).7,9,17
2. Biopsi ginjal dan sumsum tulang
Biopsi ginjal biasanya tidak
dibutuhkan untuk diagnosis PH, tetapi
tidak jarang pasien yang datang dengan
gagal ginjal membutuhkan biospi ginjal
untuk menentukan penyebab dari gagal
ginjalnya. Biopsi sumsum tulang dapat
menentukan apakah di tulang terdapat
deposit oksalat dan oksalosis sistemik.2
3. Pemeriksaan retina dan
Echokardiografi
Pemeriksaan lain yang berguna
untuk identifikasi oksalosis sistemik yaitu
pemeriksaan retina untuk melihat kristal
oksalat pada retina.Pemeriksaan
echokardiografi digunakan untuk
mendeteksi kardiomiopati oksalat yang
terjadi akibat oksalosis sistemik.2
4. Pemeriksaan Radiologi
Gambaran osteopati oksalat pada
pemeriksaan X-ray antara lain penebalan
lapisan metafise, radiolusen metafise pada
daerah submarginal, sclerosis dekat
diafisis, perubahan tulang kistik,
deformitas, reabsorbsi subperiosteal,
gambaran trabekular yang agak kabur,
gambaran radioopak pada bagian tepi
tulang pipih dan nucleus epifise dan
peningkatan densitas tulang pada vertebra
dan krista iliaka.3
Pemeriksaan ultrasonografi dapat
memperlihatkan gambaran batu ginjal dan
nefrokalsinosis difus atau
medular.Pemeriksaan ultrasonografi dan
CT scan dilakukan untuk menilai tingkat
kalsifikasi jantung dan organ visceral pada
pasien dengan oksalosis sistemik.7
MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol. 6 No. 2 Mei 2019
13 Haerani Harun, Hiperoksaluria Primer
Algoritma Diagnostik Hiperoksaluria1
V. DIAGNOSIS BANDING
A. Batu ginjal lain
1. Batu kalsium fosfat
Analisis komponen batu ginjal
menunjukkan 90% batu tersebut
merupakan batu kalsium yaitu CaOx dan
kalsium fosfat (CaP). Komposisi kimiawi
batu merefleksikan substansi yang
terdapat dalam urin pada saat
pembentukan batu tersebut. Batu CaP
lebih jarang terjadi dari pada CaOx, tetapi
tetap merupakan penyebab substansial
pada penyakit batu ginjal.18
Beberapa faktor yang
mempengaruhi pembentukan batu CaP
yaitu supersaturasi ion bebas kalsium dan
fosfat di mana keduanya sangat bergatung
pada pH urin, kadar inhibitor, kemampuan
kristal CaP menempel pada epitelium
ginjal dan adanya anomali ginjal.19
2. Batu asam urat
Batu asam urat terjadi terutama pada
pasien dengan urin pH rendah dan
hiperurikosuria. Pada beberapa pasien,
urin dengan pH rendah ini disebabkan
oleh defek pada sekresi amonia ginjal.
Batu asam urat bersifar radiolusen, dapat
terlihat dengan USG dan CT scan, pada
CT scan batu asam urat dapat dibedakan
dengan batu kalsium berdasarkan
densitasnya yang lebih rendah.20
3. Batu struvit
Batu struvit adalah hasil dari infeksi
saluran kemih atas kronis oleh bakteri
penghasil urease (Proteus sp, haemophilus
sp, klebsiella sp, dan Ureaplasma
urealyticum). Hidrolisis urea
menghasilkan amonia dan ion hidroksil
serta urin alkaline yang persisten, keadaan
ini menjadi promotor pembentukan batu
yang terdiri atas aminoium fosfat yaitu
struvit. 20
Batu struvit bentuknya sering
bercabang (batu stoghorn), lebih sering
terjadi pada wanita dan pasien dengan
MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol. 6 No. 2 Mei 2019
14 Haerani Harun, Hiperoksaluria Primer
obstruksi saluran kemih kronis atau
kelainan neurologis yang mengganggu
pengosongan kandung kemih. 20
4. Batu sistin
Batu sistin biasanya terjadi pada
pasien dengan kelainan gastrointestinal
dan transport tubular ginjal resesif
autosomal herediter pada empat asam
amino yaitu sistin, ornitin, arginin dan
lisin. Sistin adalah yang paling insolubel
pada urin dengan pH normal, membentuk
presipitasi kemudian menjadi batu. Batu
sistin bersifat radioopak.20
B. Hiperoksaluria sekunder
1. Malabsorbsi dan Penyakit
gastrointestinal (Hiperoksaluria
enterik)
Pasien dengan malabsorbsi lemak
seperti pada penyakit radang usus dapat
mengalami hiperoksaluria Hal ini terjadi
karena kelebihan lemak di usus mengikat
kalsium menyebabkan oksalat bebas lebih
banyak diabsorbsi di kolon.20
Hiperoksaluria enterik juga
dilaporkan terjadi pada keadaan
malabsorbsi lain seperti setelah bypass
jejunoileal, setelah operasi ulkus gastrik,
dan iskemia mesenterik kronik.21
2. Diet tinggi oksalat, rendah kalsium
Hiperoksaluria dapat disebabkan
oleh diet oksalat yang tinggi dan
absorbsinya meningkat pada diet rendah
kalsium. Normalnya 90% oksalat yang
dikonsumsi terikat pada kalsium yang
dikonsumsi di usus halus dan dikeluarkan
melalui feses. Sisa 10% oksalat dalam
bentuk bebas dan diabsorbsi di kolon dan
diekskresikan melalui urin.20
3. Anak lahir prematur
Lebih dari 64% bayi berat lahir
rendah (BBLR) kurang dari 1500 gram
memiliki kecenderungan mengalami
nefrokalsinosis. Nefrokalsinosis pada
BBLR dihubungkan dengan abnormalitas
GFR dan pengaturan pH urin.Bayi
prematur yang menerima regimen nutrisi
standar dapat memiliki saturasi kalsium
oksalat urin yang meningkat yang
menyebabkan enukleasi kalsium oksalat.
Bayi yang susu formula mengekskresikan
oksalat lebih tinggi melalui urin dari pada
yang diberi air susu ibu.22
C. Gagal ginjal non PH
Penyakit gagal ginjal pada PH dapat
dimulai pada usia muda. Penyakit gagal
ginjal lain yang dapat muncul pada usia
muda atau anak-anak antara lain
disebabkan oleh hipospadia, penyakit
glomerulonefritis, gangguan neurogenik
MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol. 6 No. 2 Mei 2019
15 Haerani Harun, Hiperoksaluria Primer
saluran kemih, sindrom nefrotik dan lain-
lain. Pada keadaan gagal ginjal non PH
umumnya kadar oksalat urin normal
walaupun kadar oksalat plasma dapat
meningkat, kadar glikolat dan L-gliserat
juga dalam batas normal.2,23
Tabel 3. Kadar oksalat, glikolat dan
gliserat pada berbagai keadaan
hiperoksaluria. 2
VI. PENATALAKSANAAN
A. Konsumsi cairan yang tinggi
Pasien PH tanpa insufisiensi ginjal
perlu meningkatkan konsumsi cairan.
Adanya tambahan cairan ini menambah
volume urin dan mengurangi konsentrasi
oksalat. Konsentrasi oksalat yang rendah
mengurangi kemungkinan pembentukan
kristal oksalat dan batu oksalat. Untuk
pasien PH, jumlah cairan yang dianjurkan
adalah >3 L/m2 perhari.
2,7
B. Modifikasi diet
Pembatasan konsumsi oksalat tidak
dianjurkan karena pada PH sumber
oksalat merupakan oksalat endogen dan
absorbsi oksalat pada pasien PH lebih
rendah dari orang normal. Namun
beberapa ahli tetap menyarankan
menghindari konsumsi oksalat yang
berlebihan sebagai tindakan pencegahan.
Konsumsi kalsium tetap normal karena
kalsium mengikat oksalat dalam usus dan
pembatasan konsumsi kalsium
menyebabkan peningkatan absorbsi
oksalat. Makanan yang mengandung
oksalat antara lain coklat, daun hijau
seperti bayam, teh hitam, kacang, selai
kacang dan belimbing.7,24
C. Pengobatan farmakologi
Piridoksin (Vitamin B6) merupakan
kofaktor untuk AGT yang mengkonversi
glioksalat menjadi glisin Semua pasien
yang dicurigai menderita PH1 diberikan
percobaan piridoksin yang dapat
mengurangi produksi oksalat. Respon
pasien terhadap piridoksin dievaluasi
dengan mengukur kadar oksalat urin
sebelum dan tiap bulan setelahnya selama
tiga bulan. Dosis awal yang
direkomendasikan adalah 5 mg/kg BB
perhari dan dapat ditingkatkan hingga 20
mg/kg BB/hari.2,6,7
Pirofosfat, sitrat dan magnesium
merupakan inhibitor presipitasi CaOx,
solubilitas CaOx dapat meningkat dengan
pemberian inhibitor tersebut. Ortofosfat
MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol. 6 No. 2 Mei 2019
16 Haerani Harun, Hiperoksaluria Primer
dapat diberikan dengan dosis 30-40 mg/kg
BB perhari, potassium sitrat diberikan
dengan dosis 0.15 g/kg BB perhari dan
magnesium oksida 500 mg/kg BB
perhari.6
D. Pengangkatan batu ginjal
Batu ginjal yang besar yang
menyebabkan gejala obstruksi
memerlukan pengangkatan atau
fregmentasi dengan litotripsi. Terapi
dengan operasi terbuka atau perkutaneus
sebaiknya dihindari karena perlukaan
ginjal yang lebih jauh menyebabkan
gangguan GFR. Untuk pasien dengan
beban batu besar lebih dianjurkan operasi
perkutaneus daripada litotripsi karena batu
CaOx tidak mudah pecah dan adanya
risiko kerusakan parenkim ginjal. 1,2,3
Extracorporeal shock wave
lithotripsy (ESWL) cukup berhasil dalam
penanganan batu ginjal dan batu ureter.
Untuk batu intrarenal dengan diameter
<20 mm ESWL menjadi terapi pilihan.
Namun pemecahan batu dengan terapi
ESWL dapat meninggalkan residu batu
yang lebih kecil (<3 mm) untuk
dikeluarkan secara alami. Pasien PH1
memiliki risiko tinggi untuk pembentukan
batu ginjal kembali dari residu ini
sehubungan dengan hiperoksaluria yang
dideritanya.7
Panduan prosedur
merekomendasikan ESWL tetapi dalam
praktek sehari-hari ESWL tergantikan
oleh endoskopi pada pasien PH1 dengan
batu ginjal multipel. Endoskopi dapat
mengembalikan klirens saluran kemih
pada akhir prosedur yang berbeda dengan
ESWL.7
E. Dialisis
Dialisis konvensional tidak dapat
menghilangkan jumlah kelebihan oksalat
dalam darah walaupun berat molekul
asam oksalat kecil (90 Da) karena
produksinya yang terus-menerus terjadi.
Oksalat dihasilkan dengan jumlah 4–7
mmol/1.73 m2 perhari sementara dialisis
hanya dapat mengeluarkan 1–2 mmol/1.73
m2
perhari pada orang dewasa dan 3–4
mmol/1.73 m2 perhari pada anak-anak.
Akibatnya dialisis konvensional dianggap
kurang ideal untuk pasien dengan
oksalosis sistemik yang telah mencapai
ESRD. Meski demikian dialisis jangka
panjang mungkin akan diperlukan sampai
transplantasi organ dapat dilakukan.7
F. Transplantasi ginjal dan hati
Transplantasi ginjal dapat menjadi
pilihan pada pasien PH dengan respon
MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol. 6 No. 2 Mei 2019
17 Haerani Harun, Hiperoksaluria Primer
yang baik terhadap piridoksin.
Transplantasi ginjal juga dapat menjadi
pilihan untuk pasien PH2. Kombinasi
transplantasi ginjal dan hati menjadi
modalitas terapi pilihan di Eropa karena
tingginya risiko rekurensi penyakit PH.
Transplantasi kombinasi ginjal dan hati
telah dilakukan di Eropa dengan survival
rate 5 tahun mencapai 80% dan 71%
untuk graft hati. Fungsi ginjal tetap stabil
dengan klirens kreatinin 40 – 60 ml/1.73
m2 permenit.
2,3,17
VII. PROGNOSIS
Prognosis PH umumnya buruk, 30%
– 50% pasien PH1 mengalami ESRD pada
usia 15 tahun. Hiperoksaluria primer tipe
1 merupakan penyebab kurang dari 0.5%
ESRD pada anak-anak di Eropa dan 13%
di Tunisia. Hiperoksaluria primer tipe 1
merupakan subtipe yang paling berat,
tetapi memiliki prognosis yang lebih baik
karena sensitifitasnya terhadap piridoksin.
Hiperoksaluria primer tipe 3 merupakan
subtipe dengan gejala yang paling ringan
dan pada beberapa kasus gejala membaik
seiring waktu.1,9
Berdasarkan penelitian Van der
Hoeven dkk (2012) dan Kopp dkk (1995)
tingkat kematian PH1 adalah 28%, lebih
tinggi dari yang dilaporkan oleh Harambat
dkk (2010) yaitu 13%.13
Hiperoksaluria primer adalah suatu
kelainan resesif autosomal yang
melibatkan produksi berlebihan oksalat.
Hiperoksaluria primer terdiri atas tiga
jenis berdasarkan defieinsi enzim
herediter yaitu PH1, PH2, PH3.1,3
Hiperoksaluria dan kristal CaOx
adalah gejala utama semua tipe PH
dengan kadar oksalat urin >0.8 mmol/1.73
m2 perhari.(n)Oksalosis sistemik terjadi
pada titik kritis supersaturasi plasma yaitu
>30 µmol/L, biasanya terjadi pada awal
insufisiensi ginjal. Deposit oksalat dapat
terjadi pada berbagai organ kecuali hati
dan dapat menyebabkan morbiditas
(t,)Diagnosis defenitif untuk pasien
dengan gejala klinis PH memerlukan
pemeriksaan genetik.1,5,8
Pengobatan PH antara lain dengan
konsumsi cairan yang tinggi, modifikasi
diet, pengobatan farmakologi,
pengangkatan batu ginjal dan transplantasi
organ.2
MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol. 6 No. 2 Mei 2019
18 Haerani Harun, Hiperoksaluria Primer
DAFTAR PUSTAKA
1. Cochat P, Rumsby G. Primary
Hperoxaluria. N Eng J Med 2013;
369(7): 649-656
2. Dale J, Flatcher T, Laven M, Masoner
D, Novak D. Eds. Laboratory and
Molecular diagnosis of Primary
hiperoxaluria and Oxalosis. Mayo
Medical Laboratories Communique
2007;32(4). Diakses dari
http://www.mayoreferenceservice.org.
3. Harambat J, Fargue S, Bacchetta J,
Acquaviva C, Cochat P. Primary
Hyperoxaluria. International journal of
Nephrology 2011:1-11
4. Sudiono H, Ign Iskandar, Halim SL,
Santoso R, Sinsata. Urinalisis. Ed 2.
Jakarta: Ukrida. 2008:80-82
5. Stoller ML, Meng MV. Urinary Stone
disease: The practical guide to medical
and surgical management. New Jersey:
Humana Press. 2007:106-10
6. Niaudet P. Primary Hyperoxaluria.
Diakses dari http://www.orpha.net.
Update terakhir 2004.
7. Cochat P, Hulton SA, Acquaviva C,
Danpure CJ, Daudon M, De Marchi
M,et al. Primary hiperoxaluria Type 1:
Indiation for screening and guidance
for diagnosis amd treatment. Nephrol
Dial Transplant 2012;27:1729-36
8. Monico CG, Rosseti S, Belostotsky R,
Cogal AG, Herges RM, Saide BM, et
al. Primary Hyperoxaluria type III
gene HOGA1 (formerly DHDPSL) as
posible risk factor for idiopathic
Calsium oxalate and Urolithiasis. Clin
J Am Sec Nephrol 2011;6:2289-95
9. Leumann E, Hoppe B. The Primary
Hyperoxalurias. J Am Soc Nephrol
2001;12:1986-93
10. Rao PN, Preminger GM, Kavanagh JP.
Urinary Tract Stone Disease. New
York: Springer. 2011: 62-79
11. Wilcox D, Godbole P,Cooper C.
Pediatric urolitihiasis. Diakses dari
http://www.pediatricurologybook.com
12. Hoppe B. An Update on Primary
Hyperoxaluria. Nat.Rev.Nephrol
2012;8:467-75
13. Van Der Hoeven SM, Van Woerden
CS, Groothoff JW. Primary
Hyperoxaluria type 1, a too often
missed diagnosis and potentially
treateble cause of end-stage renal
disease in adults: Results of Dutch
cohort. Nephrol Dial Transplant
2012;27:3855-3862
MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol. 6 No. 2 Mei 2019
19 Haerani Harun, Hiperoksaluria Primer
14. Cochat P, Basmaison O. Current
approaches to the management of
primary hyperoxaluria. Arch Dis Child
2000;82:470-473
15. The Association for Clinical
Biochemistry. Oxalate (Urine,Plasma).
Diakses dari http://www.acb.org.uk.
Update terakhir Nopember 2013
16. Hardjoeno, Fitriani. Substansi dan
Cairan Tubuh. Makassar: Lembaga
Penerbitan Universitas Hasanuddin.
2011:157-63
17. Hoppe B, Leumann E. Diagnostic and
therapeutic strategies in
hyperoxaluria: a plea for early
intervention. Nephrol Dial Transplant
2004;19:39-42
18. ChouYH, Wang HS, Li CC. Clinical
analysis of patients with urinary
calsium phosphate stone. JTUA
2009;20(1):21-3
19. Callaghan D, Bandyopahyay BC.
Calsium phosphate kidney stone:
problems and perspectives. Anat
Physiol 2012;2(4):1-2
20. Hall PM. Nephrolithiasis: Treatment,
cause, and prevention. Cleveland Clinic
Journal of medicine 2009;76(10):583-
90
21. Potts JM. Essential Urology: A Guide
to Clinical practice. Ed 2. New York:
Humana Press. 2012:100-102
22. Campfield T, Braden G, Flynn Valone
P, Clark N. Urinary oxalate secretion
in premature infant: Effect of human
milk versus formula feeding. Pediatrics
1994;94(5):674-8
23. Ardissino G, Dacco V, Testa S,
Bonaudo R, Claris-Appriani A, Taioli
E, et al. Epidemiology of Chronic renal
Failure in Children: Data from ItalKid
Project. Pediatrics 2003;111(4):382-86
24. Coulter-Mackie MB, White CT, Hurley
RM, Chew BH, Lange D. Primary
Hyperoxaluria Type 1. Diakses dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov. Update
terakhir Nopember 2011