hipertensi dan stroke pada lansia 1203

57
HIPERTENSI DAN STROKE PADA LANSIA Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Kepaniteraan Klinik Geriatri

Upload: wahyu-setiono

Post on 03-Aug-2015

200 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Hipertensi Dan Stroke Pada Lansia 1203

HIPERTENSI DAN STROKEPADA LANSIA

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Kepaniteraan Klinik Geriatri

Panti Werdha Kristen Hana

Periode 12 Maret 2012 – 14 April 2012

Page 2: Hipertensi Dan Stroke Pada Lansia 1203

BAB I HIPERTENSI PADA LANSIA

I. PENDAHULUAN

Dengan makin meningkatnya harapan hidup penduduk Indonesia, maka dapat diperkirakan bahwa insidensi penyakit degeneratif akan meningkat pula. Salah satu penyakit degeneratif yang mempunyai tingkat morbiditas dan mortalitas tinggi adalah hipertensi. Hipertensi pada usia lanjut menjadi lebih penting lagi mengingat bahwa patogenesis, perjalanan penyakit dan penatalaksanaannya tidak seluruhnya sama dengan hipertensi pada usia dewasa muda. Pada umumnya tekanan darah akan bertambah tinggi dengan bertambahnya usia pasien, dimana tekanan darah diastolik akan sedikit menurun sedangkan tekanan sistolik akan terus meningkat.

Pada usia lanjut aspek diagnosis selain kearah hipertensi dan komplikasi, pengenalan berbagai penyakit yang juga diderita oleh orang tersebut perlu mendapatkan perhatian oleh karena berhubungan erat dengan penatalaksanaan secara keseluruhan. Dahulu hipertensi pada lanjut usia dianggap tidak selalu perlu diobati, bahkan dianggap berbahaya untuk diturunkan. Memang teori ini didukung oleh observasi yang menunjukkan turunnya tekanan darah sering kali diikuti pada jangka pendeknya oleh perburukan serangan iskemik yang transient (TIA). Tetapi akhir-akhir ini dari penyelidikan epidemiologi maupun trial klinik obat-obat antihipertensi pada lanjut usia menunjukan bahwa hipertensi pada lansia merupakan risiko yang paling penting untuk terjadinya penyakit kardiovaskuler, strok dan penyakit ginjal. Banyak data akhir-akhir ini menunjukan bahwa pengobatan hipertensi pada lanjut usia dapat mengurangi mortalitas dan morbiditas.

Kepaniteraan Klinik Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPanti Werdha Kristen HanaPeriode 12 Maret 2012 – 14 April 2012 Page 1

Page 3: Hipertensi Dan Stroke Pada Lansia 1203

II. EPIDEMIOLOGI

Semakin tua, tekanan darah akan bertambah tinggi (Boedhi-Darmojo, 1985). Dalam studi pustaka yang dilakukan oleh Master dkk (dikutip oleh Caird,1985) menemukan bahwa prevalensi hipertensi pada orang-orang lanjut usia adalah sebesar 30-65%.

Hipertensi pada lansia sangat penting untuk diketahui karena patogenesis, perjalanan penyakit dan penatalaksanaannya tidak seluruhnya sama dengan hipertensi pada usia dewasa muda. Pada pasien lansia, aspek diagnostik yang dilakukan harus lebih mengarah kepada hipertensi dan komplikasinya serta terhadap pengenalan berbagai penyakit komorbid pada orang itu karena penyakit komorbid sangat erat kaitannya dengan penatalaksanaan keseluruhan.

III. ETIOLOGI

Berdasarkan etiologinya, hipertensi dibagi menjadi :

1. Hipertensi primer atau esensialHipertensi yang tidak diketahui penyebabnya. Jenis ini adalah yang terbanyak, yaitu sekitar 90-95% dari seluruh pasien hipertensi. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hipertensi primer atau esensial, seperti genetik, peningkatan asupan garam dan peningkatan tonus simpatis. Walaupun faktor genetik sepertinya sangat berhubungan dengan hipertensi primer, tapi mekanisme pastinya masih belum diketahui.

2. Hipertensi sekunderHipertensi yang penyebabnya diketahui seperti hipertensi renovaskuler, feokromositoma, sindrom cushing, aldosteronisme primer, dan obat-obatan, yaitu sekitar 2-10% dari seluruh pasien hipertensi.

IV. KLASIFIKASI

Berdasarkan JNC VII, hipertensi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)Normal < 120 < 80Prehipertensi 120-139 80-89Hipertensi stage I 140-159 90-99Hipertensi stage II ≥ 160 ≥ 100

Kepaniteraan Klinik Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPanti Werdha Kristen HanaPeriode 12 Maret 2012 – 14 April 2012 Page 2

Page 4: Hipertensi Dan Stroke Pada Lansia 1203

V. FAKTOR RISIKO

Faktor risiko untuk hipertensi dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu :

1. Faktor risiko yang tidak dapat diubah, seperti riwayat keluarga (genetik kromosomal), umur (pria : > 55 tahun; wanita : > 65 tahun), jenis kelamin pria atau wanita pasca menopause.

2. Faktor risiko yang dapat diubah, seperti dislipidemia, merokok, diabetes melitus, obesitas (IMT ≥ 30 kg/m2), inaktivitas fisik, peningkatan asam urat darah, dan penggunaan estrogen sintetis.

VI. PATOFISIOLOGI

Sampai saat ini pengetahuan tentang patofisiologi hipertensi esensial terus berkembang, karena belum terdapat jawaban yang memuaskan, yang dapat menerangkan terjadinya peningkatan tekanan darah. Tekanan darah dipengaruhi curah jantung dan tahanan perifer, sehingga semua faktor yang mempengaruhi curah jantung dan tahanan perifer akan mempengaruhi tekanan darah. Secara mudah tekanan darah dapat dituliskan dengan formulasi sebagai berikut :

Tekanan Darah = Curah Jantung x Tahanan Perifer

Selain curah jantung dan tahanan perifer, sebenarnya tekanan darah dipengaruhi juga oleh tekanan atrium kanan, akan tetapi karena atrium kanan mendekati nol, nilai tersebut tidak mempunyai banyak pengaruh.

Kepaniteraan Klinik Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPanti Werdha Kristen HanaPeriode 12 Maret 2012 – 14 April 2012 Page 3

Page 5: Hipertensi Dan Stroke Pada Lansia 1203

Berbagai hal seperti faktor genetik, aktivasi saraf simpatis, faktor hemodinamik, metabolisme natrium dalam ginjal, gangguan mekanisme pompa natrium dan faktor renin, angiotensin, aldosteron dibuktikan mempunyai kaitan dengan peningkatan tekanan darah pada hipertensi esensial.

Pada tahap awal hipertensi esensial, curah jantung meninggi, sedangkan tahanan perifer normal. Keadaan ini disebabkan oleh karena peningkatan aktivitas tonus simpatis. Pada tahap selanjutnya, curah jantung kembali normal sedangkan tahanan perifer meningkat, akibatnya terjadinya refleks autoregulasi. Yang dimaksud dengan refleks autoregulasi ialah mekanisme tubuh untuk mempertahankan keadaan hemodinamik yang normal. Oleh karena curah jantung meningkat, terjadi konstriksi sfingter prekapiler, yang mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer. Oleh karena peningkatan tahanan perifer pada hipertensi esensial terjadi secara bertahap dan dalam waktu yang lama, sedangkan proses autoregulasi seharusnya terjadi dalam waktu yang singkat, diduga terdapat faktor lain disamping faktor hemodinamik yang berperan terhadap hipertensi esensial. Secara pasti belum diketahui apakah faktor hormonal atau perubahan anatomis yang terjadi pada pembuluh darah, yang berpengaruh pada proses tersebut. Kelainan hemodinamik tersebut diikuti pula kelainan struktural mengenai pembuluh darah dan jantung. Pada pembuluh darah terjadi hipertrofi dinding sedangkan pada jantung terjadi pula penebalan dinding intraventrikuler.

Selain faktor tersebut di atas, di dalam tubuh terdapat sistem yang berfungsi mencegah tekanan darah secara akut akibat gangguan sirkulasi, dan mempertahankan tekanan darah dalam jangka panjang. Berdasarkan kecepatan reaksi, sistem kontrol tersebut dibedakan menjadi golongan yang bereaksi segera, kurang cepat dan yang bereaksi jangka panjang. Refleks kardiovaskuler melalui sistem saraf termasuk sistem kontrol yang bereaksi segera. Sebagai contoh adalah baroreseptor yang terletak pada sinus karotis dan arkus aorta, yang bertugas mendeteksi perubahan tekanan darah. Contoh lain sistem kontrol saraf terhadap tekanan darah yang bereaksi segera adalah refleks kemoreseptor, respon iskemia susunan saraf pusat dan refleks yang berasal dari atrium, arteri pulmonalis dan otot polos.

Pergeseran cairan kapiler antara sirkulasi dan interstitial, dikontrol oleh hormon, seperti angiotensin atau vasopresin, termasuk sistem kontrol yang bereaksi kurang cepat, sedangkan sistem kontrol yang mempertahankan tekanan darah jangka panjang diatur oleh cairan tubuh, yang melibatkan terutama ginjal.

Jadi jelas, bahwa sistem kontrol tekanan darah sangat kompleks, dimulai dengan kontrol yang bereaksi segera, diikuti oleh sistem yang bereaksi kurang cepat, kemudian oleh sistem kontrol dapat dilihat sebagai feedback chain, yang menggambarkan kemampuan sistem kontrol tersebut untuk mengembalikan perubahan tekanan darah ke nilai yang normal.

Garam merupakan hal yang sangat sentral dalam patofisiologi hipertensi. Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada golongan suku bangsa dengan asupan garam minimal. Apabila asupan garam kurang dari 3 gram per hari, prevalensi hipertensi beberapa persen saja,

Kepaniteraan Klinik Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPanti Werdha Kristen HanaPeriode 12 Maret 2012 – 14 April 2012 Page 4

Page 6: Hipertensi Dan Stroke Pada Lansia 1203

sedangkan apabila asupan garam antara 5-15 gram per hari, prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-20%. Pengaruh asupan garam terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah. Keadaan ini akan diikuti oleh peningkatan ekskresi kelebihan garam, sehingga kembali kepada keadaan hemodinamik yang normal. Pada penderita hipertensi esensial mekanisme ini terganggu, di samping adanya faktor lain yang berpengaruh.

Sampai saat ini, terjadinya hipertensi pada lanjut usia diakibatkan oleh proses perubahan struktural maupun fungsional yang terjadi pada pembuluh darah. Hal ini berakibat penurunan daya elastisitas dinding pembuluh tadi akibat berkurangnya jaringan penyambung serta proses arteriosklerosis sehingga meningkatkan resistensi perifer.

Terjadinya hipertrofi serta hiperplasi dari serabut otot polos pembuluh darah serta perubahan jaringan kolagen maupun elastin akan berakibat pada perubahan elastisitas dinding. Demikian pula, dapat terjadi hiperplasi dari sel-sel endotel dinding pembuluh darah tadi. Walaupun demikian, proses perubahan struktural yang terjadi seperti diterangkan di atas sebenarnya tidak seprogesif terjadinya proses hipertensi akibat proses menua. Hal ini dibuktikan dari percobaan binatang, dimana terbukti bahwa dengan menurunkan tekanan darah pada tikus-tikus yang bertekanan darah normal maupun yang bertekanan darah tinggi dapat memperlambat proses perubahan pada dinding pembuluh darah tadi.

Abrass dkk mengatakan bahwa resistensi pembuluh darah perifer ternyata mungkin sekali akibat penurunan respon dari komponen β-adrenergik. Hal ini mengakibatkan terganggunya fase relaksasi. Karenanya penyempitan pembuluh darah perifer dapat ditolong dengan vasodilator jenis nitrogliserine dan derivatnya.

Dalam penyelidikan lain, Cohen dan Berkowitz menemukan pada percobaan tikus-tikus tua yang dengan mudah mengalami kontraksi aortanya kalau diberi norepinephrine bila kadar kalsium ekstraselulernya meningkat. Hal ini dapat menerangkan mengapa pada lanjut usia penggunaan kalsium antagonis direkomendasikan sebagai salah satu regimen dalam pengobatan hipertensi bagi lanjut usia. Selain itu, ternyata pada kasus-kasus dengan hipertensi esensial ternyata ditemukan adanya kenaikan kadar kalsium dalam otot polos dinding pembuluh darahnya yang ikut berperan terhadap peningkatan resistensi pembuluh darah perifer.

Sistem renin, angiotensin dan aldosteron diketahui berperan terhadap timbulnya hipertensi. Produksi renin dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain stimulasi saraf simpatis. Renin berperan pada proses konversi angiotensin I menjadi angiotensin II yang mempunyai efek vasokonstriksi. Dengan adanya angiotensin II, sekresi aldosteron akan meningkat dan menyebabkan retensi natrium dan air. Keadaan tersebut akan mempengaruhi terjadinya hipertensi. Mengenai peran sistem renin, angiotensin dan aldosteron terhadap timbulnya hipertensi esensial masih merupakan perdebatan. Hal ini timbul oleh karena pada kenyataannya 20-30% penderita hipertensi mempunyai renin rendah, 50-60 % golongan renin normal sedangkan golongan tinggi renin hanya pada 15 %. Demikian pula peran aldosteron, walau kadar aldosteron dalam plasma pada lanjut usia juga menurun, tetapi tidak sehebat penurunan renin.

Kepaniteraan Klinik Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPanti Werdha Kristen HanaPeriode 12 Maret 2012 – 14 April 2012 Page 5

Page 7: Hipertensi Dan Stroke Pada Lansia 1203

Pada lanjut usia juga terjadi penurunan glomerular filtration rate (GFR) dan creatinine clearance. Karena itu, kecenderungan respon pada lanjut usia terhadap pemberian antidiuretik hormon juga menurun. Begitu pula pemberian natrium cenderung untuk dibuang oleh ginjal karena upaya meretensikan garam ini juga kemampuannya berkurang.

Disamping faktor yang disebutkan di atas, faktor lingkungan seperti stres psikososial, obesitas, kurang olahraga juga berpengaruh terhadap timbulnya hipertensi esensial. Berdasarkan penyelidikan epidemiologis dibuktikan bahwa kegemukan merupakan ciri khas populasi hipertensi, dan dibuktikan bahwa faktor ini mempunyai kaitan dengan terjadinya hipertensi di kemudian hari. Belum terdapat mekanisme pasti, yang dapat menjelaskan hubungan antara obesitas dan hipertensi esensial, akan tetapi pada penyelidikan dibuktikan bahwa curah jantung dan sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibandingkan dengan penderita yang mempunyai berat badan yang normal. Pada obesitas tahanan perifer berkurang atau normal, sedangkan aktivitas saraf simpatis meninggi, dengan aktivitas renin plasma yang rendah.

Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatik, yang dapat meningkatkan tekanan darah secara intermiten. Apabila stres menjadi berkepanjangan, dapat berakibat tekanan darah menetap tinggi. Hal ini secara pasti belum terbukti, akan tetapi pada binatang percobaan dibuktikan, pemaparan terhadap stres membuat binatang tersebut menjadi hipertensi. Pada survei hipertensi, pada masyarakat kota didapatkan angka prevalensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat pedesaan. Hal tersebut mungkin dapat dikaitkan dengan pengaruh stres psikososial yang lebih banyak dialami oleh kelompok masyarakat yang tinggal di kota dibandingkan masyarakat pedesaan. Olahraga juga dikaitkan dengan peran obesitas pada hipertensi. Dengan kurangnya olahraga, kemungkinan timbulnya obesitas akan meningkat dan apabila asupan garam bertambah akan mudah timbul hipertensi.

Rokok juga dihubungkan dengan hipertensi, walaupun pada manusia mekanisme secara pasti belum diketahui. Hubungan antara rokok dengan peningkatan risiko kardiovaskuler telah banyak dibuktikan.

Alkohol juga dihubungkan dengan hipertensi, peminum alkohol berat akan cenderung hipertensi, walaupun mekanisme timbulnya hipertensi secara pasti belum diketahui.

Dari seluruh faktor tersebut di atas, sampai saat ini masih tetap dianut pendapat bahwa hipertensi timbul akibat multifaktorial atau lebih dikenal dengan istilah faktor mozaik.

Kepaniteraan Klinik Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPanti Werdha Kristen HanaPeriode 12 Maret 2012 – 14 April 2012 Page 6

Page 8: Hipertensi Dan Stroke Pada Lansia 1203

Patofisiologi Hipertensi pada Lansia

Pada usia lanjut patogenesis terjadinya hipertensi sedikit berbeda dengan yang terjadi pada dewasa muda. Faktor yang berperan pada usia lanjut terutama adalah :

Akibat perubahan dinding aorta dan pembuluh darah akan terjadi peningkatan tekanan darah sistolik tanpa/sedikit perubahan tekanan darah diastolik. Peningkatan tekanan darah sistolik akan meningkatkan beban kerja jantung dan pada akhirnya akan mengakibatkan penebalan dinding ventrikel kiri sebagai usaha kompensasi/adaptasi.

Hipertrofi ventrikel ini yang awalnya adalah untuk adaptasi lama-kelamaan malah akan menambah beban kerja jantung dan menjadi suatu proses patologis.

Terjadi penurunan fungsi ginjal akibat penurunan jumlah nefron sehingga kadar renin darah akan turun. Sehingga sistem renin-angiotensin diduga BUKAN sebagai penyebab hipertensi pada lansia.

Peningkatan sensitivitas terhadap asupan natrium. Makin lanjutnya usia makin sensitif terhadap peningkatan atau penurunan kadar natrium.

Terjadi perubahan pengendalian simpatis terhadap vaskular. Reseptor α-adrenergik masih berespons tapi reseptor ß-adrenergik menurun responsnya

Terjadi disfungsi endotel yang mengakibatkan terjadinya penurunan elastisitas pembuluh darah sehingga mengakibatkan peningkatan resistensi pembuluh darah perifer.

Terjadi kecenderungan labilitas tekanan darah dan mudah terjadi hipotensi postural (penurunan tekanan darah sistolik sekitar 20mmHg atau lebih yang terjadi akibat perubahan

Kepaniteraan Klinik Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPanti Werdha Kristen HanaPeriode 12 Maret 2012 – 14 April 2012 Page 7

Page 9: Hipertensi Dan Stroke Pada Lansia 1203

posisi dari tidur/duduk ke posisi berdiri). Ini terjadi akibat berkurangnya sensitivitas baroreseptor dan menurunnya volume plasma.

Proses aterosklerosis yang terjadi juga dapat menyebabkan hipertensi.

Masih banyak lansia di Indonesia yang menganggap bahwa masalah hipertensi adalah masalah yang wajar-wajar saja bila diidap oleh mereka. Secara garis besar, kelompok lansia dalam menghadapi hipertensi dapat dibagi menjadi 3 kelompok besar, yaitu : Mereka yang menganggap bahwa hipertensi adalah wajar dan tidak perlu dicemaskan (kelompok cuek). Mereka yang menanggapi masalah ini dengan sangat serius ketika mengetahui untuk pertama kalinya bahwa ia mengidap hipertensi sehingga ia selalu risau terhadap kemungkinan dideritanya komplikasi lain yang lebih gawat. Mereka yang menaruh kepedulian sehingga berupaya agar komplikasi disaat mendatang dapat dicegah, dan mengupayakan agar tetap dapat hidup tenang dan menikmati hidup. Dengan demikian, kelompok ini tetap mengontrol dirinya sehingga mengurangi rangsangan simpatik.

VII. EFEK-EFEK HIPERTENSI

Pasien dengan hipertensi dapat meninggal dengan cepat; penyebab tersering kematian adalah penyakit jantung, sedangkan stroke dan gagal ginjal sering ditemukan, dan sebagian kecil pada pasien dengan retinopati.

Efek pada Sistem Kardiovaskuler

Kompensasi akibat penambahan kerja jantung dengan peningkatan tekanan sistemik adalah hipertrofi ventrikel kiri, yang ditandai dengan penebalan dinding ventrikel. Hal ini menyebabkan fungsi ventrikel memburuk, kapasitasnya membesar dan timbul gejala-gejala dan tanda-tanda gagal jantung. Angina pektoris dapat timbul sebagai akibat dari kombinasi penyakit arteri koronaria dan peningkatan kebutuhan oksigen miokard karena penambahan massanya.

Kepaniteraan Klinik Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPanti Werdha Kristen HanaPeriode 12 Maret 2012 – 14 April 2012 Page 8

Page 10: Hipertensi Dan Stroke Pada Lansia 1203

Pada pemeriksaan fisik, didapatkan pembesaran jantung dengan denyut ventrikel kiri yang menonjol. Suara penutupan aorta menonjol dan mungkin ditemukan murmur dari regurgitasi aorta. Bunyi jantung presistolik (atrial, keempat) sering terdengar pada penyakit jantung hipertensif, dan bunyi jantung protodiastolik (ventrikuler, ketiga) atau irama gallop mungkin saja ditemukan. Pada elektrokardiogram, ditemukan tanda-tanda hipertrofi ventrikel kiri. Bila penyakit berlanjut, dapat terjadi iskemi dan infark. Sebagian besar kematian dengan hipertensi disebabkan oleh infark miokard atau gagal jantung kongestif. Data-data terbaru menduga bahwa kerusakan miokardial mungkin lebih diperantarai oleh aldosteron pada asupan garam yang normal atau tinggi dibandingkan hanya oleh peningkatan tekanan darah atau kadar angiotensin II.

Efek Neurologik

Efek neurologik pada hipertensi lanjut dibagi dalam perubahan pada retina dan sistem saraf pusat. Karena retina adalah satu-satunya jaringan dengan arteri dan arteriol yang dapat langsung diperiksa, maka dengan pemeriksaan optalmoskopik berulang memungkinkan pengamatan terhadap proses dampak hipertensi pada pembuluh darah retina.

Efek pada sistem saraf pusat juga sering terjadi pada pasien hipertensi. Sakit kepala di daerah oksipital, paling sering terjadi pada pagi hari, yang merupakan salah satu dari gejala-gejala awal hipertensi. Dapat juga ditemukan ’keleyengan’, kepala terasa ringan, vertigo, tinitus dan penglihatan menurun atau sinkope, tapi manifestasi yang lebih serius adalah oklusi vaskuler, perdarahan atau ensefalopati. Patogenesa dari kedua hal pertama sedikit berbeda. Infark serebri terjadi secara sekunder akibat peningkatan aterosklerosis pada pasien hipertensi, dimana perdarahan serebri adalah akibat dari peningkatan tekanan darah dan perkembangan mikroaneurisma vaskuler serebri (aneurisma Charcot-Bouchard). Hanya umur dan tekanan arterial diketahui berpengaruh terhadap perkembangan mikroaneurisma.

Ensefalopati hipertensi terdiri dari gejala-gejala : hipertensi berat, gangguan kesadaran, peningkatan tekanan intrakranial, retinopati dengan papiledem dan kejang. Patogenesisnya tidak jelas tapi kemungkinan tidak berkaitan dengan spasme arterioler atau udem serebri. Tanda-tanda fokal neurologik jarang ditemukan dan jikalau ada, lebih dipikirkan suatu infark / perdarahan serebri atau transient ischemic attack.

Kepaniteraan Klinik Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPanti Werdha Kristen HanaPeriode 12 Maret 2012 – 14 April 2012 Page 9

Page 11: Hipertensi Dan Stroke Pada Lansia 1203

Hipertensi atau tekanan darah tinggi memberikan kelainan pada retina berupa retinopati hipertensi, dengan arteri yang besarnya tidak beraturan, eksudat pada retina, edema retina dan perdarahan retina. Kelainan pembuluh darah dapat berupa penyempitan umum atau setempat, percabangan pembuluh darah yang tajam, fenomena crossing atau sklerosis pembuluh darah.

Efek pada Ginjal

Lesi aterosklerosis pada arteriol aferen dan eferen serta kapiler glomerulus adalah lesi vaskuler renal yang paling umum pada hipertensi dan berakibat pada penurunan tingkat filtrasi glomerulus dan disfungsi tubuler. Proteinuria dan hematuria mikroskopik terjadi karena lesi pada glomerulus dan ± 10 % kematian disebabkan oleh hipertensi akibat gagal ginjal. Kehilangan darah pada hipertensi terjadi tidak hanya dari lesi pada ginjal; epitaksis, hemoptisis dan metroragi juga sering terjadi pada pasien-pasien ini.

VIII. GEJALA, TANDA DAN DIAGNOSIS

Seperti penyakit degeneratif pada lanjut usia lainnya, hipertensi sering tidak memberikan gejala apapun atau gejala yang timbul tersamar (insidious) atau tersembunyi (occult). Seringkali yang terlihat adalah gejala akibat penyakit, komplikasi atau penyakit yang menyertai.

Gejala seperti sakit kepala, epistaksis, pusing atau migren, seringkali ditemukan sebagai gejala klinis hipertensi esensial, walaupun tidak jarang berjalan juga tanpa gejala. Berbagai gejala yang pernah dilaporkan antara lain mudah marah, sakit kepala, telinga berdengung, sukar tidur, rasa berat di tengkuk, mudah lelah dan mata berkunang-kunang.

Gejala lain akibat komplikasi hipertensi, seperti gangguan penglihatan, neurologi, gejala gagal jantung dan gejala lain akibat gangguan fungsi ginjal sering pula dijumpai. Gagal jantung dan gangguan penglihatan banyak dijumpai pada hipertensi maligna, yang umumnya disertai pula dengan gangguan pada ginjal, bahkan sampai gagal ginjal. Gangguan serebral akibat hipertensi dapat berupa kejang atau gejala-gejala akibat perdarahan pembuluh darah otak yang berupa kelumpuhan, gangguan kesadaran bahkan sampai koma. Apabila gejala tersebut timbul, merupakan pertanda bahwa tekanan darah perlu segera diturunkan.

Peningkatan tekanan darah sering merupakan satu-satunya tanda klinis hipertensi yang esensial, sehingga diperlukan pengukuran tekanan darah secara akurat. Cara pengukuran yang saat ini dianggap baku dikemukakan oleh The British Hypertension Society Pengukuran sebaiknya dilakukan pada penderita yang cukup istirahat, sedikitnya setelah berbaring 5 menit dan dilakukan pengukuran pada posisi berbaring, duduk dan berdiri sebanyak 2 kali atau lebih dengan interval 2 menit pada 2 atau lebih kunjungan dengan menggunakan sfigmomanometer. Pada kunjungan pertama, tekanan darah seharusnya diukur pada kedua lengan dan pada 1 tungkai untuk menghindari terlupanya diagnosa coarctatio aorta dan stenosis arteri subclavia. Manset sedikitnya harus dapat melingkari 2/3 lengan, bagian bawahnya harus 2 cm diatas fosa cubiti. Balon dipompa sampai di atas tekanan sistolik, kemudian dibuka secara perlahan-lahan

Kepaniteraan Klinik Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPanti Werdha Kristen HanaPeriode 12 Maret 2012 – 14 April 2012 Page 10

Page 12: Hipertensi Dan Stroke Pada Lansia 1203

dengan kecepatan 2-3 mmHg per denyut jantung. Tekanan sistolik dicatat pada saat terdengar bunyi yang pertama (Korotkoff I), dan tekanan diastolik dicatat apabila bunyi tidak terdengar lagi (Korotkoff V).

Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan untuk penderita hipertensi masih merupakan perdebatan. Hampir seluruh kasus hipertensi (90%) adalah jenis yang idiopatik / tidak diketahui sebabnya. Jadi tidak perlu untuk melakukan pemeriksaan kecuali bila ada indikasi. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah pemeriksaan ureum, kreatinin, kalium, kalsium, urinalisis, asam urat, glukosa darah, dan profil lemak. Pemeriksaan penunjang lain contohnya elektrokardiografi, pielografi intravena dan foto roentgen thorax.

IX. PENATALAKSANAAN

Lebih dari 10 tahun yang lalu masih terjadi perdebatan tentang perlu tidaknya pengobatan hipertensi pada usia lanjut. Golongan yang kontra menyatakan bahwa penurunan tekanan darah pada hipertensi lansia justru akan menyebabkan kemungkinan terjadinya trombosis koroner, hipotensi postural dan penurunan kualitas hidup. Dengan penelitian-penelitian yang diadakan dalam 10 tahun terakhir ini jelas dibuktikan bahwa menurunkan tekanan darah pada hipertensi lansia jelas akan menurunkan komplikasi akibat hipertensi secara bermakna.

Tujuan penatalaksanaan hipertensi adalah mengurangi morbiditas dan mortalitas yang berkaitan dengan sistem kardiovaskuler dan ginjal. Karena kebanyakan penderita hipertensi, khususnya yang berusia > 50 tahun akan mencapai target tekanan diastol saat target tekanan sistol sudah dicapai, sehingga fokus utamanya adalah mencapai target tekanan sistol. Penurunan tekanan sistol dan diastol < 140 / 90 mmHg berhubungan dengan penurunan terjadinya komplikasi stroke, dan pada pasien hipertensi dengan diabetes melitus, target tekanan darah ialah < 130 / 80 mmHg.

Penalaksanaan hipertensi dilandasi oleh beberapa prinsip, yaitu :1. pengobatan hipertensi sekunder lebih mendahulukan pengobatan kausal.2. pengobatan hipertensi esensial ditujukan untuk menurunkan tekanan darah dengan harapan

memperpanjang umur dan mengurangi timbulnya komplikasi.3. upaya menurunkan tekanan darah dicapai dengan menggunakan obat antihipertensi.4. pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang, bahkan mungkin seumur hidup.5. pengobatan dengan menggunakan Standart Triple Therapy (STT) menjadi dasar

pengobatan hipertensi.

Secara garis besar, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan obat antihipertensi, yaitu:1. mempunyai efektivitas yang tinggi2. mempunyai toksisitas dan efek samping yang ringan atau minimal3. memungkinkan penggunaan obat secara oral.4. tidak menimbulkan intoleransi 5. harga obat relatif murah sehingga terjangkau oleh penderita

Kepaniteraan Klinik Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPanti Werdha Kristen HanaPeriode 12 Maret 2012 – 14 April 2012 Page 11

Page 13: Hipertensi Dan Stroke Pada Lansia 1203

6. memungkinkan penggunaan obat dalam jangka panjang

Tidak jarang penatalaksanaan hipertensi dengan menggunakan obat-obat antihipertensi mengalami kegagalan, yang dapat disebabkan oleh hal-hal di bawah ini : 1. ketidakpatuhan penderita2. peningkatan volume oleh karena peningkatan asupan natrium, kerusakan ginjal, dan

kurangnya pemberian diuretik3. obesitas4. dosis yang tidak adekuat5. interaksi obat6. kontrasepsi oral7. penggunaan obat-obat steroid8. hipertensi sekunder

Tabel 1. Klasifikasi dan Managemen Tekanan Darah untuk Dewasa *

BP Classification

SBP (mmHg

) *

DBP (mmHg

) *

Lifestyle Modificatio

n

Initial Drug TherapyWithout

Compelling Indication

With Compelling Indication

Normal < 120 and < 80 EncouragePrehypertension

120-139 or 80-89 Yes No antihypertensive indicated

Drug(s) for compelling indications. ‡

Stage I Hypertension

140-159 or 90-99 Yes Thiazide-type diuretics for most. May consider ACEI , ARB, BB , CCB or combination.

Drug(s) for the compelling indications. ‡

Other antihypertensive drugs (diuretics, ACEI, ARB, BB, CCB) as needed.

Stage II Hypertension

≥ 160 ≥ 100 Yes Two-drug combination for most † (usually thiazide-type diuretic and ACEI or ARB or BB or CCB)

SBP : Systolic Blood Pressure ; DBP : Diastolic Blood Pressure.Drug abbreviations : BP : ACEI : angiotensin converting enzyme inhibitor ; ARB : angiotensin receptor blocker ; BB : beta-bloker ; CCB : calsium channel bloker.* Treatment determined by highest BP category.

Kepaniteraan Klinik Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPanti Werdha Kristen HanaPeriode 12 Maret 2012 – 14 April 2012 Page 12

Page 14: Hipertensi Dan Stroke Pada Lansia 1203

Modifikasi Gaya Hidup

Target TD tidak tercapai (< 140/90 mmHg)(< 130/80 mmHg untuk pasien diabetes atau gagal ginjal kronik)

Pemilihan Obat Awal

Tanpa Indikasi Mendesak

Dengan Indikasi Mendesak

Hipertensi Stage 1(TDS 140-159 / TDD 90-99mmHg)Diuretik-Tiazid (paling umum)Pertimbangkan : ACEI,ARB,BB,CCB atau kombinasi

Hipertensi Stage 2(TDS ≥ 160 / TDD ≥ 100 mmHg)Kombinasi 2 obat (biasanya diuretik-tiazid dan ACEI/ ARB/BB/CCB)

Obat-obat u/ indikasi mendesak.Obat-obat antihipertensi lainnya : diuretic, ACEI, ARB, BB, CCB jika diperlukan diperlukan

Target Tidak Tercapai

Optimalkan dosis atau beri obat-obat tambahan hingga target tekanan darah tercapai Pertimbangkan konsultasi dengan Dokter Spesialis Penyakit Dalam

† Initial combined therapy should be used cautiously in those at risk for orthostatic hypotension.‡ Treat patients with chronic kidney disease or diabetes or BP goal < 130/80 mmHg

Gambar 1. Alogaritma Penatalaksanaan Hipertensi

Kepaniteraan Klinik Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPanti Werdha Kristen HanaPeriode 12 Maret 2012 – 14 April 2012 Page 13

Page 15: Hipertensi Dan Stroke Pada Lansia 1203

Konsep Penatalaksanaan Hipertensi Terkini

JNC VII merekomendasikan konsep terapi yang terbaru yaitu :

Pasien dengan tekanan darah sistolik 120-139 mmHg dan tekanan darah diastolic 80-89 mmHg hanya memerlukan penatalaksanaan nonfarmakologis dengan cara modifikasi gaya hidup.

Pasien yang tidak memiliki komplikasi hipertensi, diperlukan penatalaksanaan secara farmakologis dengan diberikan obat golongan diuretik atau bisa juga diberikan obat dari golongan lain.

Lebih memperhatikan tekanan darah sistolik dan penanganannya harus dimulai jika tekanan darah sistolik meningkat walaupun tekanan darah diastoliknya tidak.

Sebagian besar pasien hipertensi memerlukan obat kombinasi antihipertensi, salah satunya adalah obat dari golongan diuretik tiazid.

Kebanyakan pasien hipertensi memerlukan 2 atau lebih pengobatan untuk mencapai tekanan darah ± 20/10 mmHg di atas tekanan darah yang diinginkan.

Golongan ACE Inhibitor sendiri atau kombinasi dengan golongan diuretic masih merupakan terapi pilihan yang terbaik untuk pasien dengan hipertensi yang sudah mengalami komplikasi penyakit jantung.

Bila hipertensi yang terjadi tanpa disertai dengan komplikasi atau penyakit penyerta lain, maka pengobatan adalah mudah. Penatalaksanaan untuk hipertensi dibagi menjadi :1. Non farmakologis atau modifikasi gaya hidup2. Farmakologis atau dengan obat

Non farmakologis atau modifikasi gaya hidup meliputi : Jaga berat badan ideal. Turunkan berat badan bila IMT ≥ 27

Tabel 2 . Kriteria Indeks Massa Tubuh

Kriteria IMT (kg/m2)

Kepaniteraan Klinik Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPanti Werdha Kristen HanaPeriode 12 Maret 2012 – 14 April 2012 Page 14

TDD : tekanan darah diastolik ; TDS : tekanan darah sistolikSingkatan obat : ACEI : angiotensin converting enzyme inhibitor ; ARB : angiotensin receptor blocker ; BB : beta-bloker ; CCB : calsium channel bloker

Page 16: Hipertensi Dan Stroke Pada Lansia 1203

Kurang <18,5Normal 18,5-24,9Berat badan lebih 25,0-29,9Obesitas 30,0-34,9Obesitas berat ≥ 35,0

Membatasi alkohol. Olahraga teratur sesuai dengan kondisi tubuh. Mengurangi asupan natrium (<100 mmol Na, atau 2.4 g Na , atau 6 g NaCl/hari) Mempertahankan asupan kalium (90 mmol/hari), kalsium dan magnesium yang adekuat. Berhenti merokok. Kurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol dalam makanan.

Tabel 3. Modifikasi Gaya Hidup Penatalaksanaan Hipertensi *† Modification Recommendation Approximate SBP

Reduction (Range)

Weight reduction Maintain normal body weight (BMI 18,5 – 24,9 kg/m2)

5-20 mmHg / 10 kg weight loss

Adopt DASH eating plan

Consume a diet rich in fruits, vegetables and low fat dairy products with a reduced content of saturated and total fat

8-14 mmHg

Dietary sodium reduction

Reduced dietary sodium intake to no more than 100 mmol per day (2,4 g sodium or 6 g sodium chloride)

2-8 mmHg

Physical activity Engage in regular aerobic physical activity such as brisk walking (at least 30 min per day, most days of the week)

4-9 mmHg

Moderation of alcohol consumption

Limit consumption to no more than 2 drinks (1 oz or 30 ml ethanol; e.g. 24 oz beer, 10 oz wine, or 3 oz 80-proof whiskey) per day in most men and to no more thsn 1 drink per day in women and lighter weight persons

2-4 mmHg

DASH, Dietary Approaches to Stop Hypertension* For overall cardiovascular risk reduction, stop smoking.† The effects of implementing these modifications are dose and time dependent, and could be greater for some individuals.

Farmakologis :

Obat-obat Antihipertensi :

Kepaniteraan Klinik Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPanti Werdha Kristen HanaPeriode 12 Maret 2012 – 14 April 2012 Page 15

Page 17: Hipertensi Dan Stroke Pada Lansia 1203

1. Diuretik Cara kerja : meningkatkan ekskresi natrium, klorida dan air sehingga volume plasma

dan cairan ekstrasel. Untuk terapi jangka panjang pengaruh utama adalah mengurangi resistensi perifer. Terdapat beberapa golongan, yaitu :

o Diuretik Tiazid dan sejenisnya (paling luas digunakan) , contoh :- Hidroklorotiazid (HCT) – tab 25 dan 50 mg- Klortalidonn – tab 50 mg- Bendroflumentiazid – tab 5 mg- Indapamid – tab 2,5 mg- Xipamid – tab 20 mg

o Diuretik kuat :- Furosemid – tab 40 mg

o Diuretik hemat kalium :- Amilorid – tab 5 mg- Spironolakton – tab 25 dan 100 mg

Efek samping : hipotensi dan hipokalemia.

2. Penghambat Adrenergik Efektif untuk menurunkan denyut jantung dan curah jantung, serta menurunkan sekresi

renin Kontraindikasi bagi pasien gagal jantung kongestif Terdiri dari golongan :

- penghambat adrenoreseptor α / α –bloker : terazosin, doxazosin, prazosin- penghambat adrenoreseptor β / β-bloker : propanolol, asebutolol, atenolol,

bisoprolol- penghambat adrenoreseptor α dan β : labetalol- adrenolitik sentral : klonidin, metildopa, reserpin, guanfasin

3. Vasodilator Bekerja langsung pada pembuluh darah dengan cara relaksasi otot polos yang akan

mengakibatkan penurunan resistensi pembuluh darah Yang termasuk golongan ini adalah natrium nitroprusid, hidralazin, doksazosin,

prazosin, minoksidil, diaksozid. Yang paling sering digunakan adalah natrium nitroprusid dengan efek samping

hipotensi ortostatik.

4. Penghambat Enzim Konversi Angiotensin Bekerja menghambat sistem renin-angiotensin, menstimulasi sintesis prostaglandin dan

juga mengurangi aktivitas saraf simpatis Preparat yang paling banyak digunakan adalah Kaptopril, diberikan 1 jam sebelum

makan. Pada gagal ginjal dosis dikurangi (bila CCT > 1.5 mg%). Efek samping : batuk kering , eritema, gangguan pengecap, proteinuria, gagal ginjal

dan agranulositosis.

Kepaniteraan Klinik Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPanti Werdha Kristen HanaPeriode 12 Maret 2012 – 14 April 2012 Page 16

Page 18: Hipertensi Dan Stroke Pada Lansia 1203

5. Antagonis Kalsium Mempunyai efek mengurangi tekanan darah dengan cara menyebabkan vasodilatasi

perifer yang berkaitan dengan refleks takikardi yang kurang nyata dan retensi cairan yang kurang daripada vasodilator lainnya.

Preparat yang biasa digunakan seperti nifedipin, nikardipin, felodipin, amilodipin, verapamil dan diltiazem.

6. Antagonis Reseptor Angiotensin II (AIIRA / ARB) Merupakan golongan obat antihipertensi terbaru, tidak mempengaruhi produksi

Angiotensin II tetapi memblok di tempat kerja pada organ target. Kelebihannya adalah tidak menimbulkan batuk karena tidak mempengaruhi

metabolisme bradikinin. Proses apoptosis dan regenerasi jaringan juga tetap berlangsung karena reseptor tidak

dipengaruhi.

Tabel 4. Obat-obat Antihipertensi Oral

Golongan Nama DagangDosis

(mg/hari)Frekuensi per Hari

Diuretik Tiazid chlorothiazide (Diuril) 125-500 1-2chlorthalidone (generic) 12,5-25 1hydrochlorothiazide (Microzide, HydroDIURIL†)

12,5-50 1

polythiazide (Renese) 2-4 1indapamide (Lozol†) 1,25-2,5 1metolazone (Mykrox) 0,5-1 1metolazone (Zaroxolyn) 2,5-5 1

Diuretik Loop bumetanide (Bumex†) 0,5-2 2furosemide (Lasix†) 20-80 2torsemide (Demadex†) 2,5-10 1

Diuretik Hemat Kalium

amiloride (Midamor†) 5-10 1-2triamterene (Dyrenium) 50-100 1-2

Bloker Reseptor Aldosteron

eplerenone (Inspra) 50-100 1spironolactone (Aldactone†) 25-50 1

Beta Bloker atenolol (Tenormin†) 25-100 1betaxolol (Kerlone†) 5-20 1netoprolol (Lopressor†) 50-100 1-2bisoprolol (Zebeta†) 2,5-10 1metoprolol extended release (Toprol XL)

50-100 1

nadolol (Corgard†) 40-120 1

Kepaniteraan Klinik Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPanti Werdha Kristen HanaPeriode 12 Maret 2012 – 14 April 2012 Page 17

Page 19: Hipertensi Dan Stroke Pada Lansia 1203

propanolol (Inderal†) 40-160 2propanolol long-acting (Inderal LA†)

60-180 1

timolol (Blocadren†) 20-40 2Beta bloker dengan aktivitas simpatomimetik intrinsik

acebutolol (Sectral†) 200-800 2penbutolol (Levatol) 10-40 1pindolol (generik) 10-40 2

Kombinasi alfa-beta bloker

carvedilol (Coreg) 12,5-50 2labetalol (Normodyne, Trandate†) 200-800 2

Inhibitor Enzim Konversi Angiotensin

benazepril (Lotensin†) 10-40 1captopril (Capoten†) 25-100 2enalapril (Vasotec†) 5-40 1-2fosinopril (Monopril) 10-40 1lisinopril (Prinivil, Zestril†) 10-40 1moexipril (Univasc) 7,5-30 1perindopril (Aceon) 4-8 1quinapril (Accupril) 10-80 1ramipril (Altace) 2,5-20 1trandolapril (Mavik) 1-4 1

Antagonis Angiotensin II

candesartan (Atacand) 8-32 1eprosartan (Teveten) 400-800 1-2irbesartan (Avapro) 150-300 1losartan (Cozaar) 25-100 1-2olmesartan (Benicar) 20-40 1telmisartan (Micardis) 20-80 1valsartan (Diovan) 80-320 1-2

Kalsium Kanal Bloker – non-Dihydropyridines

diltiazem extended release (Cardizem CD, Dilacor XR, Tiazac†)

180-420 1

diltiazem extended release (Cardizem LA)

120-540 1

verapamil immediate release (Calan, Isoptin†)

80-320 2

verapamil long acting (Calan SR, Isoptin SR†)

120-480 1-2

verapamil-Coer, Covera HS,Verelan PM

120-360 1

Kalsium Kanal Bloker –

amlodipine (Norvasc) 2,5-10 1felodopine (Plendil) 2.5-20 1

Kepaniteraan Klinik Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPanti Werdha Kristen HanaPeriode 12 Maret 2012 – 14 April 2012 Page 18

Page 20: Hipertensi Dan Stroke Pada Lansia 1203

Dihydropyridines isradipine (Dynacirc CR) 2,5-10 2nicardipine sustained release (cardene SR)

60-120 2

nifedipine long acting (Adalat CC, Procardia XL)

30-60 1

nisoldipine (Sular) 10-40 1Alfa-1 bloker doxazosin (Cardura) 1-16 1

prazosin (Minipress†) 2-20 2-3terazosin (Hytrin) 1-20 1-2

Agonis alfa-2 sentral dan obat-obat kerja sentral lainnya

clonidine (Catapres†) 0,1-0,8 2clonidine patch (Catapres-TTS) 0,1-0,3 1 weeklymethyldopa (Aldomet†) 250-1000 2reserpine (generic) 0,1-0,25 1guanfacine (Tenex†) 0,5-2 1

Vasodilator hydralazine (Apresoline†) 25-100 2minoxidil (Loniten†) 2,5-80 1-2

† Sudah tersedia atau akan segera tersedia dalam preparat generikPenatalaksanaan hipertensi nonfarmakologis pada lansia hampir sama dengan pasien usia

muda, meliputi penurunan berat badan bagi pasien gemuk, gerak badan/aerobik secara teratur, mengurangi konsumsi alcohol, diet rendah garam dan diet tinggi serat dan sayur.

Pengobatan farmakologis sedikit berbeda disbanding dengan pasien usia muda. Perubahan-perubahan fisiologis yang terjadi pada usia lanjut menyebabkan konsentrasi obat menjadi tinggi dan waktu eliminasi menjadi panjang. Juga terjadi penurunan fungsi dan respon organ-organ, adanya berbagai penyakit lain, adanya obat-obat untuk penyakit-penyakit lain yang sementara dikonsumsi, harus diperhitungkan dalam pemberian obat antihipertensi.

Prinsip pemberian obat anti hipertensi pada lansia : Dimulai dengan 1 macam obat dengan dosis kecil (START LOW GO SLOW) Penurunan tekanan darah sebaiknya secara perlahan, untuk penyesuaian autoregulasi guna

mempertahankan perfusi ke organ vital. Regimen obat harus sederhana dan dosis sebaiknya sekali sehari Antisipasi efek samping obat-obat antihipertensi Pemantauan tekanan darah untuk evaluasi efektivitas pengobatan Setelah tercapai target maka pemberian obat harus disesuaikan kembali untuk maintenance

(Gambar 2)

Gambar 2. Alogaritma Pengobatan Hipertensi pada Lansia

Kepaniteraan Klinik Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPanti Werdha Kristen HanaPeriode 12 Maret 2012 – 14 April 2012 Page 19

Page 21: Hipertensi Dan Stroke Pada Lansia 1203

Pengobatan harus segera dilakukan pada hipertensi berat dan apabila terdapat kelainan target organ. Oleh karena fungsi ginjal telah menurun dan terdapat gangguan metabolisme obat, sebaiknya dosis awal dimulai dengan dosis yang lebih rendah. Pada hipertensi tanpa komplikasi golongan diuretik dosis rendah (HCT 12,5 – 25 mg atau setara) yang dikombinasi dengan diuretik hemat kalium dapat diberi sebagai pengobatan awal. Obat anti hipertensi lain dapat diberikan atas indikasi spesifik.

Pada pasien dengan payah jantung, obat penghambat ACE dan diuretik merupakan obat pilihan pertama. Tetapi pada pemberian diuretika sering menimbulkan efek hipokalemia dan hiponatremia karena kedua mineral tadi ikut terbuang bersama urine.

Pada pasien pascainfark miokard, pemakaian penyebat β yang kardioselektif dianjurkan. Akan tetapi pada umumnya pemakaian penyekat β tidak begitu disukai oleh karena menimbulkan perburukan penyakit vaskuler perifer dan bronkospastik. Penghambat α merupakan pilihan pada pasien dengan dislipidemia dan hipertrofi prostat, akan tetapi harus hati-hati terhadap efek hipotensi ortostatik, karena hal ini dapat menyebabkan lansia jatuh bahkan sampai mengalami komplikasi fraktur.

Antagonis kalsium jangka panjang cukup efektif, terutama karena mempunyai efek natriuretik dan dianjurkan pada pasien dengan penyakit jantung koroner. Pada pasien dengan diabetes dan proteinuria diindikasikan pemakaian obat penghambat ACE.

Kepaniteraan Klinik Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPanti Werdha Kristen HanaPeriode 12 Maret 2012 – 14 April 2012 Page 20

Page 22: Hipertensi Dan Stroke Pada Lansia 1203

Obat simpatolitik sentral seperti metildopa, klonidin dan guanfasin walaupun efektif, pemakaiannya kurang dianjurkan pada usia lanjut karena efek samping sedasi, mulut kering dan hipotensi ortostatik. Dan obat-obat yang mempunyai pengaruh pada susunan saraf pusat, α dan ß bloker dapat mengakibatkan depresi serta penurunan kesadaran/fungsi kognitif.

Pemberian antihipertensi pada lansia harus hati-hati karena pada lansia terdapat : Penurunan refleks baroreseptor sehingga meningkatkan risiko hipotensi ortostatik. Gangguan autoregulasi otak sehingga iskemia serebral mudah terjadi dengan hanya sedikit

penurunan tekanan darah sistemik. Penurunan fungsi ginjal dan hati sehingga terjadi akumulasi obat. Pengurangan volume intravaskular sehingga sensitif terhadap deplesi cairan. Sensitivitas terhadap hipokalemi sehingga mudah terjadi aritmia dan kelemahan otot. Pemberian obat juga harus dipikirkan mengenai penyakit komorbid yang ada pada lansia itu.

Jangan sampai obat antihipertensif yang kita beri mempunyai efek samping yang dapat memperberat gejala penyakit komorbid.

Berdasarkan hal-hal di atas, maka sebaiknya obat-obat yang dapat menyebabkan hipotensi ortostatik, yaitu guanetidin, guanadrel, alfa bloker dan labetolol sebaiknya dihindarkan atau diberikan dengan hati-hati, tekanan darah diturunkan perlahan-lahan dengan cara memberi dosis awal yang lebih rendah dan peningkatan dosis yang lebih kecil dengan interval yang lebih panjang dari biasanya pada penderita yang lebih muda, dan pilihan antihipertensi harus secara individual, berdasarkan pada kondisi penyerta.

Tahap-tahap yang perlu diperhatikan agar terapi hipertensi dapat berhasil adalah :1. Diagnosis yang tepat dan sedini mungkin (pengukuran beberapa kali dan kalau perlu lebih

dari 1 kali kunjungan)2. Pendidikan masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan akan bahaya hipertensi dan makna

serta manfaat bila tekanan darah dapat dinormalkan.3. Menyampaikan data yang akurat dari studi klinik pada tenaga kesehatan maupun masyarakat,

khususnya mengenai manfaat penurunan/terapi hipertensi.4. Meningkatkan kepatuhan berobat atau control pasien.5. Memotivasi para tenaga kesehatan untuk berusahamenurunkan tekanan darah pasien

hipertensi.6. Menggunakan obat antihipertensi yang dapat ditoleransi dengan baik dan yang dapat

dimakan sekali sehari.

Terapi Kombinasi

Biasanya bila terapi dengan satu macam obat gagal untuk mencapai sasaran, maka perlu ditambahkan obat ke-2 dengan dosis rendah dahulu dan tidak meningkatkan dosis obat pertama. Hal ini adalah upaya untuk memaksimalkan efek penurunan tekanan darah dengan efek samping seminimal mungkin. Pada penelitian HOT, terapi kombinasi diperlukan pada sekitar 70% penderita. Dalam JNC-VII, para ahli bahkan menganjurkan terapi antihipertensi kombinasi langsung pada penderita yang ada pada stadium 1. Walaupun dosis campuran tetap banyak

Kepaniteraan Klinik Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPanti Werdha Kristen HanaPeriode 12 Maret 2012 – 14 April 2012 Page 21

Page 23: Hipertensi Dan Stroke Pada Lansia 1203

disediakan oleh pabrik farmasi, upaya titrasi dosis secara individual dianggap lebih baik. Berikut diberikan pedoman yang dianut oleh para ahli hipertensi di Inggris yang disebut sebagai The Birmingham Hypertension Square.

Gambar 3. The Birmingham Hypertension Square

Mulai terapi pada kotak manapun dan gunakan terapi tambahan dengan obat yang ditunjuk oleh panah. Obat-obatan pada kotak yang berdekatan memiliki efek antihipertensi tambahan, aksi yang saling melengkapi dan biasanya ditoleransi dengan baik.

Tabel 5. Kombinasi Obat Antihipertensi Oral

Combination Type Fixed-dose Combination (mg) Trade NameACEI and CCBs Amilodipine - Benazepril hydrochloride

(2,5-10,5 ; 10,5-20 ; 10-20)Lotrel

Enalapril maleate – Felodipine(5-5)

Lexxel

Trandolapril – Verapamil(2-180 ; 1-240 ; 2-240 ; 4-240)

Tarka

ACEI and Diuretics Benazepril – Hydrochlorothiazide(5-6,25 ; 10-12,5 ; 20-12,5 ; 50-25)

Lotensin HCT

Captopril – Hydrochlorothiazide(25-25 ; 50 -15 ; 50-25)

Capozide

Lisinopril – Hydrochlorothiazide(10-12,5 ; 20-12,5 ; 20-25)

Prinzide

Quinapril HCL – Hydrochlorothiazide(10-12,5 ; 20-12,5 ; 20-25)

Accuretic

Kepaniteraan Klinik Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPanti Werdha Kristen HanaPeriode 12 Maret 2012 – 14 April 2012 Page 22

ACE Inhibitor atau Bloker Reseptor Angiotensin II

Diuretik

Tiazid

Nasihat nonfarmakologik : garam, berat badan, alkohol, olahraga, rokok

Bloker Kanal Kalsium golongan

dihidropiridineβ-Bloker

Page 24: Hipertensi Dan Stroke Pada Lansia 1203

ARBs and Diuretics Candesartan cilexetil – Hydrochlorothiazide (16-12,5 ; 32-12,5)

Atacand HCT

Losartan potassium – Hydrochlorothiazide(50-12,5 ; 100-25)

Hyzaar

Eprosartan mesilate – Hydrochlorothiazide(600-12,5 ; 600-25)

Teveteen HCT

Valsartan – Hydrochlorothiazide(80-12,5 ; 160-12,5)

Diovan HCT

BBs and Diuretic Atenolo – Chlortalidon(50-25 ; 100-25)

Tenoretic

Propanolol – Hydrochlorothiazide(40-25 ; 80-25)

Inderide

Metoprolol – Hydrochlorothiazide(50-25 ; 100-25)

Lopressor HCT

Timolol – Hydrochlorothiazide(10-25)

Timolide

Centrally Acting Drugs and Diuretics

Methyldopa – Hydrochlorothiazide(250-15 ; 250-25 ; 500-30 ; 500-50)

Aldoril

Reserpine – Chlorothiazide(0,25-500)

Diupres

Reserpine – Hydrochlorothiazide(0,125-25 ; 0,125-50)

Hydropres

Diuretic and Diuretic

Amiloride HCl – Hydrochlorothiazide(5-50)

Moduretic

Spironolactone – Hydrochlorothiazide(25-25 ; 50-50)

Aldactazide

Triamterene – Hydrochlorothiazide(37,5-25 ; 50-25 ; 75-50)

Diazide, Maxzide

* Drug abbreviations : BB : Beta Bloker ; ACEI : Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor ; ARB : Angiotensin Receptor Bloker ; CCB : Calcium Channel Blocker.† Some drug combination are available in multiple fixed doses. Each drug dose is reported in milligrams.

X. PROGNOSISBerikut ini adalah statistik risiko prognosis hipertensi :

Faktor Risiko dan Riwayat penyakit

Derajat 1 TDS 140-159 ; TDD 90-99

Derajat 2 TDS ≥ 160 ; TDD ≥ 100

Tanpa faktor risiko Risiko ringan Risiko sedangDengan risiko 1 -2 Risiko sedang Risiko sedangDengan risiko ≥ 3 atau DM Risiko berat Risiko beratKelainan klinik terkait Risiko sangat berat Risiko sangat berat

Kepaniteraan Klinik Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPanti Werdha Kristen HanaPeriode 12 Maret 2012 – 14 April 2012 Page 23

Page 25: Hipertensi Dan Stroke Pada Lansia 1203

Kepaniteraan Klinik Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPanti Werdha Kristen HanaPeriode 12 Maret 2012 – 14 April 2012 Page 24

Page 26: Hipertensi Dan Stroke Pada Lansia 1203

XI. KESIMPULAN

Dengan meningkatnya populasi lanjut usia di Indonesia, kejadian hipertensi pada populasi ini meningkat pula. Meningkatnya tekanan darah sudah terbukti meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada usia lanjut. Salah satu karakteristik hipertensi pada usia lanjut adalah terdapatnya berbagai penyakit penyerta (komorbid) dan komplikasi organ target, seperti kejadian penyakit kardiovaskuler, ginjal, gangguan pada sistem saraf pusat dan mata. Dengan menurunkan tekanan darah sampai target 140/90 mmHg dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas.

Selain diagnosis yang sangat teliti, tatalaksana hipertensi pada usia lanjut harus juga memperhatikan kedua hal tersebut di atas. Penatalaksanaan hipertensi pada lansia tidak berbeda dengan penatalaksanaan hipertensi pada umumnya, yaitu merubah pola hidup dan pengobatan anti hipertensi. Dan saat ini berbagai pilihan obat-obat anti hipertensi telah beredar di pasaran. Pemakaian berbagai obat tersebut bisa disesuaikan dengan penyakit komorbid yang menyertai keadaan hipertensi tersebut.

Kepaniteraan Klinik Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPanti Werdha Kristen HanaPeriode 12 Maret 2012 – 14 April 2012 Page 25

Page 27: Hipertensi Dan Stroke Pada Lansia 1203

BAB IISTROKE PADA LANSIA

I. PENDAHULUAN

Stroke adalah gangguan mendadak suplai darah ke otak. Kebanyakan stroke disebabkan oleh blok yang tiba-tiba aliran arteri ke otak. Yang lainnya karena perdarahan ke dalam jaringan otak saat pembuluh darah pecah. Karena stroke terjadinya cepat dan perlu penanganan segera sehingga stroke disebut juga serangan otak.

Stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan neurologis yang utama di Indonesia. Serangan otak ini merupakan kegawatdaruratan medis yang harus ditangani secara cepat, tepat dan cermat.

II. DEFINISI

Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif cepat, berupa defisit neurologis fokal dan/atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian dan semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik. Bila gangguan peredaran darah otak ini berlangsung sementara, beberapa detik hingga beberapa jam (kebanyakan 10 - 20 menit), tapi kurang dari 24 jam disebut sebagai serangan iskemi otak sepintas (TIA).

III. ETIOLOGI

1. Infark otak (80%) Emboli

a. Emboli kardiogenik Fibrilasi atrium atau aritmia lain Trombus mural ventrikel kiri Penyakit katup mitral atau aorta Endokarditis (infeksi atau non-infeksi)

b. Emboli paradoksal (foramen ovale paten)c. Emboli arkus aorta

Aterotrombotik (penyakit pembuluh darah sedang-besar)a. Penyakit ekstrakranial

Arteri karotis interna Arteri vertebralis

b. Penyakit intrakranial Arteri karotis interna Arteri serebri media Arteri basilaris

Kepaniteraan Klinik Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPanti Werdha Kristen HanaPeriode 12 Maret 2012 – 14 April 2012 Page 26

Page 28: Hipertensi Dan Stroke Pada Lansia 1203

Lakuner (oklusi arteri perforans kecil)

2. Perdarahan intraserebral (15%) Hipertensif Malformasi arteri-vena Angiopati amiloid

3. Perdarahan subarakhnoid (5%)4. Penyebab lain (dapat menimbulkan infark atau perdarahan)

a. Trombosis sinus durab. Diseksi arteri karotis atau vertebralisc. Vaskulitis sistem saraf pusatd. Penyakit moya-moya (oklusi arteri besar intrakranial yang progresif)e. Migrenf. Kondisi hiperkoagulasig. Penyalahgunaan obat (kokain atau amfetamin)h. Kelainan hematologis (anemia sel sabit, polisitemia atau leukemia)i. Miksoma atrium

IV. FAKTOR RISIKO STROKE

Kondisi medis yang sangat meningkatkan risiko untuk memperoleh serangan stroke :

Stroke sebelumnya atau ministrok = TIA (transient ischaemic stroke)Hipertensi

Merupakan faktor risiko utama untuk penyakit jantung dan strokeDiabetes melitusPenyakit jantung

Terutama aritmia jantung (fibrilasi atrium), penyakit katup jantung, payah jantung, atau infark jantung yang baru terjadi.

Faktor risiko lain yang dapat dikontrol dengan pola hidup :MerokokKegemukan, peninggian kolesterol dan lipidAktifitas fisik kurangIntake alkohol berlebihanPenggunaan obat terlarang

Faktor risiko yang tidak dapat dikontrol :Peningkatan usia, stroke lebih banyak di atas 60 tahunLaki-lakiLaki-laki dan perempuan terkena stroke, pada usia muda lebih banyak pada laki-laki

Kepaniteraan Klinik Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPanti Werdha Kristen HanaPeriode 12 Maret 2012 – 14 April 2012 Page 27

Page 29: Hipertensi Dan Stroke Pada Lansia 1203

Herediter dan ras

Stroke lebih sering pada orang yang keluarga terserang stroke pada usia muda. Kulit hitam lebih sering dari kulit putih. Hal ini dapat dihubungkan dengan hipertensi dan perbedaan diet.

V. KLASIFIKASI

Atas dasar lama perjalanan stroke :- Transient ischaemic attack (TIA)- Reversible ischaemic neurologic defisit (RIND)- Stroke in evolution- Complete stroke

Atas dasar teritori pembuluh darah :- Stroke sirkulasi anterior- Stroke sirkulasi posterior

Atas dasar luasnya infark:- Stroke lakuner- Stroke non lakuner

Atas dasar cara terjadinya :- Stroke iskemik - Stroke hemoragik

Transient Ischemic Attack (TIA)Gangguan peredaran darah pada salah satu arteri atau cabang-cabangnya pada otak yang

sepintas, yang sudah mengakibatkan ketidakseimbangan antara kebutuhan metabolik otak dan aliran darah setempat. Penyebab paling sering adalah trombus yang terlepas dari plak ulserasi pada arteri karotis interna yang kemudian menyumbat pembuluh darah di otak sehingga terjadi defisit neurologik. Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu 24 jam.

RINDMerupakan gangguan peredaran darah otak karena trombus atau emboli secara mendadak

yang menyebabkan gangguan fungsi fokal serebral yang pulih dalam jangka waktu antara 24 jam - 7 hari tanpa meninggalkan gejala sisa.

Stroke in evolutionYaitu defisit neurologik yang masih berlangsung secara bertahap dari yang sifatnya ringan

menjadi lebih berat/ke arah complete stroke dan berlangsung selama 2 - 3 hari.

Infark lakunerMerupakan infark yang terjadi dengan terbentuknya lakuna (diameter <1 cm) di daerah

ganglia basalis, kapsula interna, dan pons. Banyak dari infark lakuner disebabkan oleh trombus primer di arteri penetrating kecil atau arteriola. Pada pasien dengan lakuna besar, penyebab oklusi vaskuler paling sering adalah ateroma di arteri yang berukuran 400 - 900 mikron.

Kepaniteraan Klinik Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPanti Werdha Kristen HanaPeriode 12 Maret 2012 – 14 April 2012 Page 28

Page 30: Hipertensi Dan Stroke Pada Lansia 1203

Sedangkan oklusi arteri yang lebih kecil disebabkan oleh vaskulopati yang disebut lipohyalinosis. Pada infark non lakuner diameternya >1 cm.

Stroke IskemikMerupakan bentuk yang paling sering, menduduki hampir

80 % dari semua stroke, disebabkan oleh gumpalan darah atau sumbatan lain dalam arteri yang memberi darah ke otak Timbul bila pembuluh darah yang ke otak tersumbat. Otak bergantung pada arterinya yang membawa darah segar dari jantung dan paru. Darah membawa oksigen dan nutrien ke otak dan membawa pergi CO2 dan hasil buangan sel. Otak tidak dapat membuat energi yang cukup sehingga akan berhenti berfungsi. Jika arteri tetap tersumbat sampai lebih beberapa menit maka sel-sel otak akan mati, dengan demikian pengobatan segera sangat diperlukan.

Stroke iskemik dapat disebabkan oleh berbagai macam penyakit. Yang paling lazim ditemukan adalah penyempitan arteri di leher atau kepala. Ini paling sering karena atherosclerosis atau penimbunan kolesterol bertahap. Jika arteri menjadi begitu sempit, darah dapat menggumpal membentuk trombosis yang menyumbat arteri atau terlepas dan tersangkut di arteri yang lebih distal dekat jaringan otak. Penyebab lain adalah darah menggumpal di jantung karena adanya kelainan jantung (fibrilasi atrium, infark jantung, atau kelainan katub jantung dst). Masih banyak penyebab lain diantaranya pengguna obat-obatan, cedera trauma pada pembuluh darah leher, kelainan sistim pembekuan darah.

Dapat mengenai semua umur termasuk anak-anak. Banyak orang yang terkena stroke berumur tua, dan risiko stroke bertambah dengan bertambahnya umur. Pada setiap kelompok umur, laki-laki lebih sering, lebih sering kulit hitam dari kulit putih. Banyak orang dengan stroke juga mempunyai masalah lain yang merupakan risiko tinggi terjadinya stroke seperti hipertensi, penyakit jantung, merokok, atau diabetes melitus.

Stroke HemoragikPerdarahan Intraserebral

Perdarahan intraserebral terjadi bila pembuluh darah yang sudah sakit / rusak, sobek atau pecah dan darah mengalir keluar dan masuk ke dalam jaringan otak. Tekanan yang tinggi dari darah terhadap jaringan otak dapat merusak sel-sel otak di sekitar darah tersebut. Jika jumlah darah bertambah dengan cepat, peninggian tekanan yang cepat mengakibatkan kesadaran yang menurun atau kematian. Perdarahan intra serebral biasanya terjadi pada bagian-bagian tertentu dari otak seperti gangglia basalis, serebelum, batang otak, atau korteks.

Paling lazim penyebabnya adalah tekanan darah tinggi. Karena hipertensi sering tanpa keluhan, banyak penderita stroke hemoragik tidak mengetahui kalau dia mempunyai hipertensi atau merasa tidak perlu diobati hipertensinya. Penyebab yang lebih jarang

Kepaniteraan Klinik Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPanti Werdha Kristen HanaPeriode 12 Maret 2012 – 14 April 2012 Page 29

Page 31: Hipertensi Dan Stroke Pada Lansia 1203

dari perdarahan intraserebral adalah trauma, infeksi, tumor, defisiensi poembekuan darah, kelainan pembuluh darah seperti malformasi arterivena.

Semua umur dapat mengalami perdarahan intraserebral, rata-rata umur lebih muda dari stroke iskemik, banyaknya sekitar 15 % dari semua stroke.

Perdarahan SubarakhnoidPerdarahan subarakhnoid timbul bila pembuluh darah di

luar otak ruptur. Ruang subarahnoid dengan cepat terisi dengan darah. Pasien tiba-tiba merasakan sakit kepala yang hebat, sakit pada leher, mual, dan muntah. Pasien biasanya mengatakan sebagai sakit kepala yang sangat hebat dirasakan cuma sekali selama hidup. Peningkatan tekanan yang mendadak di luar otak juga dapat menyebabkan kesadaran menurun atau kematian.

Perdarahan subarahnoid paling sering karena kelainan arteri di dasar otak disebut aneurisma serebral (aneurisma Berry). Ini merupakan tonjolan bulat atau ireguler pada arteri. Bila

tonjolan ini menjadi begitu hebat maka dinding arteri di tempat tersebut menjadi tipis & lemah sehingga mudah ruptur. Penyebab aneurisma tidak diketahui, bisa berkembang sejak lahir, atau pada anak-anak dan berkembang sangat lambat. Aneurisma serebral bisa satu atau multipel. Perdarahan subarakhnoid bisa terjadi pada semua umur, termasuk umur belasan dan dewasa muda. Sedikit lebih banyak pada wanita. VI. GEJALA STROKE

Gejala yang paling lazim ditemukan adalah kelemahan motorik pada wajah, lengan dan tungkai pada satu sisi.Gejala lain :

Baal pada wajah, lengan dan tungkai pada satu sisiTiba-tiba bingung, bicara ngacau atau tidak paham pembicaraanMendadak penglihatan terganggu pada satu atau kedua mataTiba-tiba jalan ngacau, puyeng, keseimbangan dan koordinasi terganggu.Tiba-tiba sakit kepala hebat tanpa diketahui kausanya

Gejala stroke tergantung pada letak di otak yang terkena, bagian otak yang terkena, beratnya perlukaan otak. Dengan demikian tanda-tanda stroke dapat berbeda pada tiap orang. Stroke dapat disertai sakit kepala atau tanpa sakit kepala sama sekali.

Kepaniteraan Klinik Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPanti Werdha Kristen HanaPeriode 12 Maret 2012 – 14 April 2012 Page 30

Page 32: Hipertensi Dan Stroke Pada Lansia 1203

VII. DIAGNOSIS STROKE Riwayat penyakit

- kondisi saat itu (autoanamnesis, alloanamnesis)- keluhan saat sekarang, keluhan yang dialami sebelumnya- masalah medis dan operasi sebelumnya, dan penyakit yang ada dalam keluarga.- daftar obat-obat yang sedang diminum

Pemeriksaan fisik lengkapPemeriksaan neurologisPemeriksaan Lab darah lengkap

Pemeriksaan skrining rutin :Foto thotaksUrinalisisPulse oxymetry

Pemeriksaan untuk melihat otak, tengkorak dan medulla spinalis :CT-Scan kepala

Dengan CT-Scan dapat diperlihatkan isi kepala termasuk jaringan lunak, tulang, otak, pembuluh darah, lokalisasi dan ukuran lesi otak seperti tumor, defek pembuluh darah,gumpalan darah dan masalah lain.CT-Scan merupakan metode utama menentukan apakah stroke iskemik atau perdarahan.

Dengan CT-Scan lesi tidak selalu terlihat karena :- Gambar diambil dalam beberapa jam pertama- Lesi stroke terlalu kecil- Letak lesi di daerah yang sulit terlihat (serebellum dan batang otak)

MRIMenghasilkan gambar otak dan pembuluh darah yang lebih akurat. Bisa mendeteksi perbedaan yang kecil, kelainan otak yang sangat kecil, kelainan otak di daerah belakang, tanpa sinar X.

Pemeriksaan untuk melihat pembuluh darah ke otak :Angiogram serebral

Arteriogram serebral & DSA (Digital Substraction Angiography). Pemeriksaan ini untuk mengambil gambar pembuluh darah. Dengan memasukkan kateter ke arteri karotis di leher yang membawa darah ke otak, dan kontras disuntikkan, kemudian dilakukan foto polos biasa. Pemeriksaan ini untuk mendeteksi kelainan pembuluh darah seperti penyempitan, penyumbatan.

Ultrasound Karotis (Doppler Karotis, dupleks karotis)

Kepaniteraan Klinik Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPanti Werdha Kristen HanaPeriode 12 Maret 2012 – 14 April 2012 Page 31

Page 33: Hipertensi Dan Stroke Pada Lansia 1203

Pemeriksaan ini memperlihatkan a. karotis, banyaknya aliran darah dan kecepatan aliran darah, penyempitan, gumpalan darah.

Transcranial Doppler (TCD)Dapat dipakai untuk mendiagnosis oklusi atau stenosis arteri intrakranial besar. Gelombang intrakranial yang abnormal dan pola aliran kolateral dapat juga dipakai untuk menentukan apakah suatu stenosis pada leher menimbulkan gangguan hemodinamik yang bermakna.

MRA (magnetic resonance angiogram)Dapat dipakai untuk mendiagnosis stenosis atau oklusi arteri ekstrakranial atau intrakranial.

Pemeriksaan untuk melihat jantung dan fungsinya :Echokardiogram

Ada 2 macam :

- E. TranstorasikPaling lazim dilakukan. Memberikan informasi mengenai ukuran ruang jantung, Gerakan diding jantung, gerakan katub jantung, perubahan struktur di dalam dan sekitar jantung, gelombang ultrasound digunakan untuk membuat gambar jantung dan katub.

- E. Transesofageal Memberikan gambar struktur dalam jantung dan pembuluh darahnya.

Memberikan hasil yang lebih mendetail terutama kondisi atrium kiri dan arkus aorta serta lebih sensitif untuk mendeteksi trombus mitral atau vegetasi katup.

ElektrokardiogramMencatat aktifitas listrik jantung, paling baik untuk melihat aritmia jantung terutama fibrilasi jantung, dalam hubungan dengan stroke.

VIII. PENATALAKSANAAN

Pencegahan

a. Pencegahan Primer1. Strategi kampanye nasional yang terintegrasi dengan program pencegahan penyakit

vaskuler lainnya.2. Memasyarakatkan gaya hidup sehat bebas stroke :

- Menghindari rokok, stres mental, alkohol, kegemukan, konsumsi garam berlebihan, obat-obat golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya.

- Mengurangi kolesterol dan lemak dalam makanan

Kepaniteraan Klinik Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPanti Werdha Kristen HanaPeriode 12 Maret 2012 – 14 April 2012 Page 32

Page 34: Hipertensi Dan Stroke Pada Lansia 1203

- Mengendalikan hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung (misalnya fibrilasi atrium, infark miokard akut, penyakit jantung rematik), penyakit vaskular aterosklerotik lainnya.

- Menganjurkan konsumsi gizi seimbang dan olahraga teratur.

b. Pencegahan sekunder1. Modifikasi gaya hidup berisiko strok dan faktor risikonya misalnya:

- Hipertensi : diet, obat antihipertensi yang sesuai- Diabetes melitus : diet, obat hipoglikemik oral/insulin- Penyakit jantung aritmia non-valvular (antikoagulan oral)- Dislipidemia : diet rendah lemak dan obat antidislipidemia- Berhenti merokok- Hindari alkohol, kegemukan, dan kurang gerak- Hiperurisemia : diet, antihiperusrisemia- Polisitemia

2. Melibatkan peran serta keluarga seoptimal mungkin

3. Obat-obatan yang digunakan:- Asetosal sebagai obat pilihan utama, dosis 80 –320 mg/hari- Antikoagulan oral (warfarin/dikumarol) untuk pasien dengan faktor risiko

penyakit jantung (fibrilasi atrium, MCI, kelainan katup), kondisi koagulopati yang lain dengan syarat-syarat tertentu. Dosis awal warfarin 10 mg/hari dan disesuaikan setiap hari berdasarkan hasil masa protrombin/trombo tes.

- Pasien yang tidak tahan asetosal diberikan triklopidin 250-500 mg/hari, dosis rendah asetosal 80 mg + cilostazol 50-100 mg/hari atau asetosal 80 mg + 75-150 mg/hari.

Penatalaksanaan umum

Menurut Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke di Indonesia 1999, yaitu :- Posisi kepala dan badan atas 20-30°, posisi lateral dekubitus kiri bila disertai

muntah, boleh dimulai mobilisasi bertahap bila hemodinamik stabil.- Bebaskan jalan napas dan usahakan ventilasi adekuat, bila perlu berikan oksigen 1-

2 L/menit sampai ada hasil gas darah.- Kandung kemih yang penuh dikosongkan, sebaiknya dengan kateterisasi intermiten.- Penatalaksanaan tekanan darah dilakukan secara khusus- Hiper/hipoglikemi harus dikoreksi- Suhu tubuh harus dipertahankan normal - Nutrisi peroral hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik. Bila

terdapat gangguan menelan atau penderita dengan kesadaran menurun, dianjurkan melalui selang nasogastrik.

- Keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan

Kepaniteraan Klinik Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPanti Werdha Kristen HanaPeriode 12 Maret 2012 – 14 April 2012 Page 33

Page 35: Hipertensi Dan Stroke Pada Lansia 1203

- Pemberian cairan intravena berupa cairan kristaloid atau koloid, hindari yang mengandung glukosa murni atau hipotonik.

- Bila ada dugaan trombosis vena dalam, diberikan heparin/heparinoid, dosis rendah subkutan, bila tidak adakontraindikasi

Penatalaksanaan komplikasi

- Kejang diatasi dengan diazepam atau antikonvulsan lain- Ulkus stres diatasi dengan antagonis H2, antasida atau inhibitor pompa proton- Pneumonia dpat dicegah dengan fisioterapi dan diobati dengan antibiotik spektrum

luas- Tekanan intrakranial yang meninggi pada stroke dapat diturunkan dengan salah satu

atau gabungan berikut ini :▪ Manitol bolus 1 g/kgBB dalam 20-30 menit kemudian dilanjutkan dengan dosis

0,25-0,5 g/kgBB setiap 6 jam sampai maksimal 48 jam. Target osmolaritas 300-320 mosmol/L

▪ Gliserol 50% oral 0,25-1 g/kgBB setiap 4-6 jam atau gliserol 10% IV 10 mg/kgBB dalam 3-4 jam (untuk eema serebri ringan-sedang)

▪ Furosemid 1 mg/kgBB IV▪ Intubasi hiperventilasi terkontrol dengan oksigen hiperbarik sampai PCO2 29-

35 mmHg▪ Steroid tidak diberikan secara rutin→masih kontroversial▪ Tindakan kraniotomi dekompresif

Terapi spesifik

Stroke iskemik akutTerapi medik akut dibagi menjadi 2 bagian seperti pada penderita kedaruratan medik. Pengobatan medik spesifik dilakukan dengan 2 prinsip dasar yaitu :a. Pengobatan medik untuk memulihkan sirkulasi otak di daerah yang terkena stroke,

kalau mungkin sampai ke keadaan sebelum sakit. Tindakan pemulihan sirkulasi dan perfusi jaringan otak disebut sebagai terapi reperfusi.

b. Untuk tujuan khusus ini digunakan obat-obat yang dapat menghancurkan emboli atau trombus pada pembuluh darah.

Stroke Hemoragika. Mengobati penyebabnyab. Menurunkan tekanan intrakranial yang meninggic. Neuroprotektor dapat diberikand. Tindakan bedah, dengan pertimbangan usia dan skala koma Glasgow (>4)

Kepaniteraan Klinik Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPanti Werdha Kristen HanaPeriode 12 Maret 2012 – 14 April 2012 Page 34

Page 36: Hipertensi Dan Stroke Pada Lansia 1203

Terapi :1.Pemberian antikoagulan pada stroke iskemik akut, obat yang diberikan adalah

heparin/heparinoid dan diharapkan dengan pemberian obat ini dapat memperkecil trombus dan mencegah pembentukan trombus baru.

2.Pengobatan antiplatelet pada stroke akutPemberian aspirin pada fase akut menurunkan frekuensi stroke berulang dan menurunkan mortalitas penderita stroke akut.

3.Terapi neuroproteksiObat ini mencegah dan memblok proses yang menyebabkan kematian sel-sel terutama di daerah penumbra. Obat-obat ini berperan dalam menginhibisi dan mengubah reversibilitas neuronal yang terganggu.

4.Menanggulangi faktor resiko (biasanya residif pada 3 bulan pertama)5.Fisioterapi, untuk :

- Mencegah kontraktur- Meningkatkan kekuatan muskuloskeletal- Memperbaiki vaskularisasi setempat

6.Speech therapy bila dijumpai adanya afasia

IX. PROGNOSA

Pada stroke hemoragik ada 2 kemungkinan yang terjadi pada pasien yaitu kematian atau sembuh tanpa gejala sisa. Prognosis dipengaruhi oleh usia, letak lesi, serangan pertama atau residif.

X. KESIMPULAN

Stroke merupakan manifestasi klinis dari gangguan serebrovaskular, dimana gangguan serebrovaskular atau stroke ini merupakan salah satu penyakit yang sering menyebabkan gangguan neurologik, bahkan kematian. Insiden penyakit ini meningkat seiring bertambahnya umur, dimana 2/3 dari jumlah kejadian stroke terjadi pada usia 65 tahun, dan lebih banyak terdapat pada pria dibanding wanita.

Hal lain yang perlu dilakukan yaitu menghindari pola hidup yang merugikan seperti merokok, kegemukan, intake alkohol berlebih, dan menggunakan obat terlarang. Penyakit jantung atau hipertensi juga merupakan faktor resiko utama terserang stroke. Penatalaksanaan yang tepat hanya dapat dilakukan bila diketahui penyebab dan faktor presipitasi yang menjadi latar belakang penyakit ini. Terapi yang sebaiknya dilakukan pertama-tama adalah terapi nonfarmakologi sebelum menerapkan terapi farmakologi.

Kepaniteraan Klinik Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPanti Werdha Kristen HanaPeriode 12 Maret 2012 – 14 April 2012 Page 35

Page 37: Hipertensi Dan Stroke Pada Lansia 1203

DAFTAR PUSTAKA

Braunwald E., et al. (2004). Harrison’s Principles of Internal Medicine, 16th ed, McGraw Hill : USA.

Chobanian A., JNC VII Report 18th Annual Scientific Meeting and Exposotion of American Society of Hypertension. May 14-17, 2003, New York, USA.

Ganiswarna S., et al. Farmakologi & Terapi, edisi 4, Balai Penerbit FKUI : Jakarta, 1995.

Martono, H. (2004). Penatalaksanaan Hipertensi pada Usia Lanjut, Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut), edisi ke-3, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

Setiabudhi T., Simposium Hipertensi pada Lansia, Kotip Depok, 28 Mei 1994

Setiati F., et al, Current Diagnosis & Treatment in Internal Medicine, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2001.

Susalit E. (2001). Hipertensi Primer, Buku Ajar Ilmua Penyakit Dalam, jilid ke-2, edisi ke-3, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

Adams and Victor’s.(2001), Principales of Neurology International Edition. McGraw-Hill, USA.

Bagian Farmakologi FKUI. (1995), Farmakologi dan Terapi edisi ke 4. Gaya baru, Jakarta.

Harsono(2003), Kapita Selekta Neurologi edisi ke 2. Gajah Mada university Press, Yogyakarta.

Hazzard, W.R, et al. (1990), Principles of Geriatric Medicineand Gerontology Second edition. McGraw-Hill, USA.

Setiabudhi,T. (2005), Kuliah Gerontology : Neurogeriatri.

Samekto Wibowo, Abdul Gofir.(2001). Farmakoterapi dalam neurology. Jakarta: Penerbit Saalemba medica.

Kepaniteraan Klinik Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPanti Werdha Kristen HanaPeriode 12 Maret 2012 – 14 April 2012 Page 36

Page 38: Hipertensi Dan Stroke Pada Lansia 1203

Kepaniteraan Klinik Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPanti Werdha Kristen HanaPeriode 12 Maret 2012 – 14 April 2012 Page 37