hmoch. ridlo darajat. h24102105. mempelajari rasionalitas penetapan nisbah bagi hasil produk...
DESCRIPTION
Moch. Ridlo Darajat. H24102105. Mempelajari Rasionalitas Penetapan Nisbah Bagi Hasil Produk Pembiayaan Mudharabah (Studi Kasus PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk Cabang Bogor). Di bawah bimbingan Pramono D.Fewidartodan M.Abduh Khalid M.TRANSCRIPT
MEMPELAJARI RASIONALITAS PENETAPAN NISBAH
BAGI HASIL PRODUK PEMBIAYAAN MUDHARABAH
(Studi Kasus PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk Cabang Bogor)
Oleh
MOCH. RIDLO DARAJAT
H24102105
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007
ABSTRAK Moch. Ridlo Darajat. H24102105. Mempelajari Rasionalitas Penetapan Nisbah Bagi Hasil Produk Pembiayaan Mudharabah (Studi Kasus PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk Cabang Bogor). Di bawah bimbingan Pramono D.Fewidarto dan M.Abduh Khalid M.
Produk pembiayaan mudharabah sebagai core product bank syariah merupakan tulang punggung bank syariah dalam melaksanakan fungsi intermediasinya. Produk pembiayaan mudharabah memiliki ciri pokok yang berbeda dengan produk kredit bank konvensional, yaitu dalam hal pemberian imbalan kepada mudharib (debitur) berupa nisbah bagi hasil yang disepakati kedua belah pihak. Nisbah bagi hasil dikatakan rasional bagi kedua belah pihak jika pertimbangan mudharib mengakomodasi pertimbangan bank (kreditur) dalam penetapan besarnya nisbah bagi hasil.
Penelitian yang dilakukan di PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk (BMI) cabang Bogor ini bertujuan untuk: (1) Mempelajari kriteria atau pertimbangan yang digunakan BMI dalam menetapkan nisbah bagi hasil produk pembiayaan mudharabah, (2) Menganalisis tingkat signifikansi perbedaan pertimbangan bank dan mudharib dalam menetapkan besarnya nisbah bagi hasil produk pembiayaan mudharabah berdasarkan kriteria yang tersedia, (3) Mengidentifikasi karakteristik mudharib dikaitkan dengan kriteria atau pertimbangan yang digunakannya dalam menetapkan nisbah bagi hasil.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui penyebaran kuesioner kepada mudharib, kru (staf) BMI cabang Bogor, serta kru BMI yang berada di kantor pusat. Data sekunder diperoleh dari beberapa literatur, penelitian terdahulu, artikel pada beberapa publikasi elektronik, serta data perusahaan yang dipublikasikan.
Fokus dari penelitian ini ialah menganalisis perbedaan pertimbangan yang digunakan oleh pihak bank dan mudharib dalam menentukan besaran nisbah bagi hasil pembiayaan mudharabah. Metode yang digunakan di dalamnya adalah Pairwise Comparison, Bayes, dan Uji Mann-Whitney. Variabel analisis yang akan digunakan merupakan kriteria umum bank syariah dalam menetapkan besarnya nisbah bagi hasil produk pembiyaan mudharabah yang terdiri dari: (1) Tingkat marjin bagi hasil perbankan syariah, (2) Tingkat suku bunga perbankan konvensional, (3) Bagi hasil yang diharapkan untuk investor atau penabung, (4) Perkiraan marjin keuntungan usaha mudharib, (5) Jangka waktu pembiayaan.
Hasil analisis yang diperoleh menyimpulkan bahwa: (1) BMI menggunakan kriteria penetapan nisbah bagi hasil yang sesuai dengan variabel analisis. (2) Tidak terdapat perbedaan pertimbangan yang signifikan antara mudharib dengan pihak bank dalam hal menentukan besarnya nisbah bagi hasil pembiayaan mudharabah. Hal ini berarti bahwa mudharib menerima pertimbangan bank dalam menetapkan besarnya nisbah bagi hasil. (3) Sebagian besar mudharib memiliki karakter rasional. Artinya, mudharib masih memperhitungkan fluktuasi suku bunga bank konvensional di samping tingkat marjin bagi hasil bank syariah.
MEMPELAJARI RASIONALITAS PENETAPAN NISBAH
BAGI HASIL PRODUK PEMBIAYAAN MUDHARABAH
(Studi Kasus PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk Cabang Bogor)
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA EKONOMI
pada Departemen Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Oleh
MOCH. RIDLO DARAJAT
H24102105
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMEN MANAJEMEN
MEMPELAJARI RASIONALITAS PENETAPAN NISBAH BAGI HASIL
PRODUK PEMBIAYAAN MUDHARABAH
(Studi Kasus PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk Cabang Bogor)
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA EKONOMI
pada Departemen Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Oleh
MOCH. RIDLO DARAJAT
H24102105
Menyetujui, Januari 2007
Ir. Pramono D. Fewidarto, MS Drs. M. Abduh Khalid M, M.Si Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Mengetahui,
Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc Ketua Departemen
Tanggal Ujian : 8 Januari 2007 Tanggal Lulus :
iii
RIWAYAT HIDUP
Penulis yang merupakan anak sulung dari tiga bersaudara pasangan
D.Sudrajat, SE dengan Tintin Nur’aeni dilahirkan di Sukabumi pada tanggal 7
Januari 1985. Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) di TK
Arrahmah Bogor pada tahun 1990. Lalu penulis melanjutkan pendidikan dasarnya
di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Pengadilan V Bogor. Setelah menyelesaikan
pendidikan dasarnya pada tahun 1996, penulis melanjutkan pendidikannya di
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Insan Kamil Bogor. Kemudian penulis
melanjutkan pendidikannya di Sekolah Menengah Umum (SMU) Insan Kamil
Bogor segera setelah penulis menyelesaikan pendidikan SLTP pada tahun 1999.
Penulis menyelesaikan pendidikan SMU program IPA pada tahun 2002 dan
pada tahun itu pula penulis diterima di Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM),
Departemen Manajemen, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi
Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selain menempuh pendidikan formal,
penulis pun telah menjalani pendidikan non-formal berupa pendidikan pesantren
pada tahun 1996 sampai dengan tahun 2005 di Majelis Al-Ihya Bogor.
Selama menjalani pendidikannya, penulis pernah dipercaya sebagai Ketua
Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) SLTP Insan Kamil Bogor masa bakti
1997-1998. Selain itu, penulis juga pernah menjabat sebagai Ketua Divisi
Pendidikan OSIS SMU Insan Kamil Bogor masa bakti 2001-2002. Di lingkungan
Majelis Al-Ihya Bogor, penulis juga dipercaya sebagai Ketua Pelaksana Harian
Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) pada masa bakti 2004-2005.
Selama menjalani perkuliahan di IPB, penulis aktif dalam kegiatan
kemahasiswaan Himpunan Profesi (Himpro) Depertemen Manajemen, Centre of
Management (Com@), sebagai Staf Eksekutif Direktorat Information and
Technologi (IT) masa bakti 2004-2005.
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat serta salam semoga
senantiasa tercurah pada suri tauladan manusia, Nabi Muhammad SAW, keluarga,
sahabat, serta para pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.
Salah satu trend perekonomian yang sedang muncul ke permukaan saat ini
adalah tumbuh suburnya penerapan sistem ekonomi Islam di masyarakat
Indonesia. Salah satu elemen yang paling dominan dalam implementasi sistem
ekonomi Islam adalah perbankan syariah. Tumbuhnya perbankan syariah secara
fantastis di tanah air menyita banyak perhatian para peneliti akademis, praktisi,
masyarakat umum, pemerintah, dan juga dunia internasional. Oleh karena itu,
skripsi dengan judul “Mempelajari Rasionalitas Penetapan Nisbah Bagi Hasil
Produk Pembiayaan Mudharabah (Studi Kasus PT. Bank Muamalat Indonesia,
Tbk Cabang Bogor)” merupakan usaha penulis dalam menggali informasi lebih
dalam berkenaan dengan perkembangan perbankan syariah di tanah air.
Tiada kata yang layak penulis haturkan selain mengucap rasa syukur
kehadirat Allah SWT atas segala kesempatan dan kemudahan yang diberikan-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsinya. Tidak lupa penulis haturkan
rasa terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. Bapak Ir. Pramono D. Fewidarto, MS yang telah meluangkan waktunya
dengan penuh kesabaran untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik
dalam menyusun skripsi ini.
2. Bapak Drs. M. Abduh Khalid M, M.Si yang telah sudi untuk membantu
penulis dalam menjelaskan permasalahan-permasalahan seputar perbankan
syariah di sela-sela kesibukannya sebagai praktisi perbankan syariah.
3. Ibunda, ayahanda, dan adik-adik yang selalu memberikan motivasi dan
curahan kasih sayang yang tak terhingga. Tanpa kehadiran mereka, semua ini
tidak ada artinya bagi diri penulis secara pribadi.
4. Kerabat-kerabat penulis yang selalu mengharapkan kebaikan dan keberkahan
bagi penulis.
5. Sahabat karib yang selalu setia mambantu menyingkap keluh kesah yang
dirasakan peneliti, sabar dalam memberikan motivasi yang tak kunjung habis,
serta selalu optimis akan apapun yang akan terjadi di masa depan.
v
6. Kru Bank Muamalat Indonesia Cabang Bogor (Bpk. Ishak Herdiman, Ibu
Leni, Ibu Dina, Ibu Titi, Ibu Dani, Ibu Yuda, Bpk. Reza, Mas Buntoro, Bpk.
Risdianto, Bpk. Ade Kostia, Bpk. Wir, Ibu Dewi, Ibu Neni, Riski, Bang Irvan,
Bang Umar, Pak Heri, serta kru lainnya) yang telah meluangkan waktu di sela-
sela kesibukannya masing-masing untuk memberikan informasi yang
dibutuhkan peneliti.
7. Semua teman-teman seperjuangan, yang telah bersama-sama merasakan suka
duka selama + 4 tahun, khususnya untuk: Joko, Dadan, Fachri, Hananto,
Husnul, Dilla, Arya, Ferdi, dan yang lainnya yang bersedia membantu penulis
dalam memecahkan masalah-masalah tertentu.
8. Bapak Iwan Setiawan (Mang Iwan) yang dengan cuma-cuma, hanya
mengharapkan keridhoan-Nya, memberikan beberapa referensi yang
dibutuhkan penulis.
9. Seluruh asatidz-asatidzah dari Majelis Al-Ihya Bogor, khusushan untuk KH
Muhammad Husni Thamrin (Abi), KH. Chaerul Shaleh, dan Ust. Abd. Qodir
Nur Hasan yang telah mendidik dengan sebenar-benar pendidikan serta
mendoakan penulis atas semua kebaikan dan keberkahan yang telah, sedang,
atau akan diraih penulis.
10. Para santri dan teman-teman seperjuangan di Majelis Al-Ihya Bogor yang
selalu mendapatkan suka duka bersama dengan penulis selama berada di
pondok pesantren.
Tidak ada sesuatu pun di dunia ini yang sempurna. Oleh karena itu, penulis
sangat mengharapkan kritik konstruktif serta saran dari berbagai kalangan guna
mendorong penulis dalam menghasilkan karya yang lebih baik lagi. Akhirnya,
penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kemashlahatan umat dan
bernilai positif di hadapan Allah SWT. Amiin
Bogor, Januari 2007
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK
RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... iv
DAFTAR ISI ..................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ............................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ ix
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... x
I. PENDAHULUAN ........................................................................................ 1 1.1. Latar Belakang ........................................................................................ 1 1.2. Rumusan Masalah ................................................................................... 4 1.3. Tujuan Penelitian .................................................................................... 4 1.4. Kegunaan Penelitian ............................................................................... 4 1.5. Ruang Lingkup Penelitian ...................................................................... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 6 2.1. Bank ........................................................................................................ 6
2.1.1. Definisi dan Fungsi Bank ........................................................... 6 2.1.2. Jenis –Jenis Bank ........................................................................ 6
2.2. Bank Syariah ........................................................................................... 8 2.2.1. Definisi dan Fungsi Bank Syariah .............................................. 8 2.2.2. Falsafah Operasional Bank Syariah ........................................... 9 2.2.3. Produk-Produk Bank Syariah ..................................................... 9
2.3. Sistem Bagi Hasil (Profit and Loss Sharing) .......................................... 14 2.3.1. Faktor yang Mempengaruhi Bagi Hasil ..................................... 15
2.4. Konsep Mudharabah ............................................................................... 16 2.4.1. Definisi Mudharabah .................................................................. 16 2.4.2. Persyaratan Dalam Akad Mudharabah ....................................... 17 2.4.3. Rasionalitas Dalam Kontrak Mudharabah ................................. 19
2.5. Nisbah Bagi Hasil ................................................................................... 19 2.5.1. Karakteristik Nisbah Bagi Hasil ................................................. 20 2.5.2. Kriteria Penetapan Nisbah Bagi Hasil ........................................ 21 2.5.3. Penentuan Nisbah Bagi Hasil ..................................................... 23
2.6. Multi Criteria Decision Making (MCDM) ............................................. 25 2.6.1. Metode Bayes ............................................................................. 26 2.6.2. Pairwise Comparison ................................................................. 26
2.7. Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian ...................................... 29 2.8. Metode Statistik Non-Parametrik ............................................................ 29
III. METODOLOGI PENELITIAN ................................................................. 31 3.1. Kerangka Pemikiran ............................................................................... 31 3.2. Lokasi dan Waktu ................................................................................... 32 3.3. Metode Pengumpulan Data...................................................................... 32
vii
3.4. Metode Pengambilan Sampel ................................................................. 34 3.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data ................................................... 36
3.5.1. Uji Reliabilitas Kuesioner .......................................................... 37 3.5.2. Uji Validitas Kuesioner .............................................................. 38 3.5.3. Pembobotan Kriteria dan Atribut ............................................... 39 3.5.4. Perhitungan Nilai keputusan ....................................................... 39 3.5.5. Uji Mann-Whitney ...................................................................... 40
3.6. Tahapan Penelitian .................................................................................. 42
IV. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN .................................................... 43 4.1. PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk (BMI) ............................................ 43
4.1.1. Sejarah Singkat ........................................................................... 43 4.1.2. Visi, Misi, dan Strategi ................................................................ 45 4.1.3. Produk dan Jasa ........................................................................... 46 4.1.4. Prosedur Pemberian Pembiayaan Mudharabah .......................... 46 4.1.5. Prosedur Penanganan Pembiayaan Mudharabah ....................... 47 4.1.6. Perhitungan Distribusi Bagi Hasil .............................................. 48
V. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 49 5.1. Kriteria Penetapan Nisbah Bagi Hasil BMI............................................. 49 5.2. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner .............................................................. 52 5.3. Hasil Uji Validitas Kuesioner ................................................................. 53 5.4. Hasil Pembobotan Kriteria dan Atribut ................................................... 54
5.4.1. Mudharib BMI Cabang Bogor .................................................... 54 5.4.2. Kru BMI Cabang Bogor ............................................................. 60
5.5. Karakteristik Responden Berdasarkan Kriteria dan Atribut ................... 65 5.5.1. Mudharib BMI Cabang Bogor .................................................... 65 5.5.2. Kru BMI Cabang Bogor ............................................................. 73 5.5.3. Rata-Rata Responden .................................................................. 82
5.6. Nilai Keputusan Responden .................................................................... 84 5.6.1. Nilai Keputusan Mudharib ......................................................... 85 5.6.2. Nilai Keputusan Kru BMI .......................................................... 85
5.7. Hasil Uji Mann-Whitney ......................................................................... 86 5.8. Karakter Mudharib .................................................................................. 87
5.8.1. Karakter Mudharib pada Organisasi Pemerintah ....................... 89 5.8.2. Karakter Mudharib pada Organisasi Swasta .............................. 89 5.8.3. Karakter Rata-Rata Mudharib .................................................... 90
KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 91 1. Kesimpulan .................................................................................................... 91 2. Saran ............................................................................................................... 92
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 93
LAMPIRAN......................................................................................................... 96
viii
DAFTAR TABEL
No. Halaman 1. Pangsa Perbankan Syariah Terhadap Total Bank (Posisi Mei 2006).............. 1 2. Komposisi Pembiayaan yang Disalurkan (Posisi Desember 2005) ............... 2 3. Perbedaan Bank Syariah Dengan Bank Konvensional ..................................10 4. Perbedaan Sistem Bunga Dengan Sistem Bagi Hasil ....................................15 5. Skala Saaty dalam Pairwise Comparison ......................................................27 6. Matriks Kerangka Penelitian ..........................................................................33 7. Jumlah Responden dalam Penelitian ..............................................................36 8. Klasifikasi Nilai Alpha ...................................................................................38 9. Komponen Kriteria Penetapan Nisbah Bagi Hasil Pembiayaan
Mudharabah ...................................................................................................51 10. Hasil Uji Validitas Kuesioner ........................................................................53 11. Penyebaran Responden Mudharib yang Telah Memberikan Bobot pada
Kriteria dan Atribut Penetapan Nisbah Bagi Hasil ........................................56 12. Bobot Kriteria Berdasarkan Gabungan Pendapat Mudharib
Pada Organisasi Pemerintah ...........................................................................57 13. Bobot Kriteria Berdasarkan Gabungan Pendapat Mudharib
Pada Organisasi Swasta .................................................................................58 14. Bobot Kriteria Berdasarkan Gabungan Pendapat Kru Di Kantor Cabang
Bogor ..............................................................................................................62 15. Bobot Kriteria Berdasarkan Gabungan Pendapat Kru Di Kantor Pusat ........64 16. Bobot Atribut TBBS Berdasarkan Gabungan Pendapat selruruh
Mudharib.........................................................................................................66 17. Bobot Atribut TBBK Berdasarkan Gabungan Pendapat selruruh
Mudharib ........................................................................................................68 18. Bobot Atribut PMKU Berdasarkan Gabungan Pendapat selruruh
Mudharib ........................................................................................................69 19. Bobot Atribut JWP Berdasarkan Gabungan Pendapat selruruh
Mudharib ........................................................................................................71 20. Bobot Atribut BHI Berdasarkan Gabungan Pendapat selruruh
Mudharib ........................................................................................................73 21. Bobot Atribut TBBS Berdasarkan Gabungan Pendapat selruruh
Kru BMI .........................................................................................................74 22. Bobot Atribut TBBK Berdasarkan Gabungan Pendapat selruruh
Kru BMI..........................................................................................................76 23. Bobot Atribut PMKU Berdasarkan Gabungan Pendapat selruruh
Kru BMI .........................................................................................................77 24. Bobot Atribut JWP Berdasarkan Gabungan Pendapat selruruh
Kru BMI .........................................................................................................79 25. Bobot Atribut BHI Berdasarkan Gabungan Pendapat selruruh
Kru BMI .........................................................................................................81 26. Bobot Kriteria Gabungan Pendapat Responden..............................................83 27. Nilai Keputusan Mudharib..............................................................................85 28. Nilai Keputusan Kru BMI...............................................................................85 29. Peringkat Data Nilai Keputusan Responden ..................................................86
ix
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman 1. Skema Pembiayaan Mudharabah ................................................................ 17 2. Penentuan Nisbah Bagi Hasil Keuntungan ................................................... 23 3. Penentuan Nisbah Bagi Hasil Pendapatan ................................................... 24 4. Penentuan Nisbah Bagi Hasil Penjualan ...................................................... 24 5. Grafik Permintaan dan Penawaran Nisbah Bagi Hasil Antara Bank
Dengan Mudharib ........................................................................................ 25 6. Kerangka Pemikiran ..................................................................................... 34 7. Diagram Alir Tahap Penelitian .................................................................... 42 8. Alur Kepentingan Kru Di Cabang Bogor .................................................... 61 9. Alur Kepentingan Kru FSG dan Kru Treasury ............................................. 61
x
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman 1. Kuesioner Penelitian .................................................................................... 97 2. Bobot Kriteria dan Atribut dari Gabungan Pendapat Mudharib .................. 109 3. Bobot Kriteria dan Atribut dari Gabungan Pendapat Kru BMI ................... 110 4. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner .................................................................. 111 5. Hasil Uji Validitas Parsial Kuesioner .......................................................... 112 6. Hasil Perhitungan Bayes Untuk Kru BMI ................................................... 113 7. Hasil Perhitungan Bayes Untuk Mudharib .................................................. 114 8. Produk-Produk PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk ................................... 115 9. Elemen Penetapan Nisbah Bagi Hasil Pembiayaan Mudharabah ............... 116 10. Perhitungan Bagi Hasil Sisi Pembiayaan Dengan Sistem Rata-Rata ........... 117
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Industri perbankan syariah di Indonesia berkembang sangat pesat
dimulai dengan beroperasinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada
tanggal 27 Syawal 1412 H atau 1 Mei 1992. Pertumbuhan volume usaha
perbankan syariah dalam kurun waktu lima tahun secara rata-rata mencapai
lebih dari 60 persen per tahun (Bank Indonesia, 2005). Sampai dengan bulan
Juni 2006, total aset perbankan syariah nasional mencapai Rp 21,9 triliun,
yaitu sekitar 1,45 persen dari total aset perbankan nasional (Tabel 1).
Tabel 1. Pangsa Perbankan Syariah Terhadap Total Bank (Posisi Mei 2006)
Islamic Banks
Nominal (triliun) Share
Total Banks (triliun)
Total Assets 21,90 1,45% 1514,92 Deposit Fund 15,83 1,36% 1160,61 Credit/Financing Extended 17,37 2,46% 705,11 LDR/FDR * 109,68% 60,75% NPL 4,19% 8,1%
* LDR (Credit Extended per Deposit Fund) FDR (Financing Extended per Deposit Fund) Sumber : Bank Indonesia (BI), 2006
Perbankan syariah telah menampilkan kinerja pembiayaan yang cukup
baik sebagai lembaga yang memiliki fungsi intermediasi. Hal itu dibuktikan
dengan kegiatan penyaluran dana melalui pembiayaan pada tahun 2005 yang
menunjukkan peningkatan sebesar Rp 3,7 triliun (32,6 %) dari tahun
sebelumnya menjadi Rp 15,2 triliun. Peningkatan tersebut terutama dialami
pada kelompok pembiayaan berbasis bagi hasil yang terdiri atas pembiayaan
mudharabah dan musyarakah yaitu masing-masing sebesar Rp 1,1 triliun
(51,5 %) dan Rp 600 juta (49,4 %). Peningkatan kelompok pembiayaan
tersebut melebihi peningkatan kelompok pembiayaan berbasis jual beli dan
piutang seperti murabahah, istishna dan qard sehingga pangsa pembiayaan
2
berbasis bagi hasil meningkat dari 29 persen pada tahun 2004 menjadi 33
persen pada akhir tahun 2005 (Tabel 2).
Tabel 2. Komposisi Pembiayaan yang Diberikan (Posisi Desember 2005)
Outstanding Pertumbuhan (y-o-y)* Pangsa
(juta) (%) (%) Jenis
Pembiayaan 2004 2005 2004 2005 2004 2005
Musyarakah 1.270.868 1.898.389 315,3% 49,4% 11,1% 12,5%Mudharabah 2.062.202 3.123.759 159,6% 51,5% 17,9% 20,5%Piutang Murabahah 7.640.299 9.487.318 93,1% 24,2% 66,5% 62,3%
Piutang Istishna 312.962 281.676 5,7% -10% 2,7% 1,8%
Qard 98.928 124.862 Na 26,2% 0,9% 0,8%Ijarah 104.674 315.938 Na 201,8% 0,9% 2,1%
TOTAL 11.489.933
15.231.942 95,09% 32,6% 100% 100%
* Year on Year Sumber: Bank Indonesia (BI), 2005.
Produk pembiayaan dengan skema bagi hasil merupakan jenis produk
pembiayaan yang cenderung memiliki return (tingkat keuntungan) yang
beresiko (Risk-Return Mode). Hal ini disebabkan karena pembiayaan ini
diberikan kepada usaha pada sektor riil yang cenderung memiliki return
yang bergantung pada kondisi internal (seperti keuntungan atau kerugian
bisnis) dan eksternal (seperti kondisi ekonomi dan politik negara) dari usaha
atau proyek tersebut.
PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk (BMI) merupakan salah satu bank
syariah yang memiliki komitmen yang kuat untuk memajukan sektor riil di
Indonesia. Komitmen tersebut dibuktikan dengan besarnya pembiayaan yang
disalurkan kepada sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) pada
tahun 2005 yang mencapai 67,40 persen dari total pembiayaan. Berdasarkan
sektor ekonomi (listrik, air, gas, perdagangan, transportasi, pertambangan,
sosial, pertanian, dan jasa lainnya), total pembiayaan bagi hasil mudharabah
dan musyarakah BMI pada tahun 2005 masing-masing meningkat sebesar
35,2 persen dan 27,8 persen dari tahun sebelumnya (BMI, 2005).
Pembiayaan mudharabah merupakan produk pembiayaan yang
memiliki peranan penting dalam memajukan sektor riil. Hal itu tercermin
3
dari prinsipnya yaitu memfasilitasi seluruh kebutuhan modal mudharib
(debitur) yang memiliki skill untuk mengelola usaha tertentu dalam rangka
memperoleh keuntungan. Artinya, masyarakat diberikan kemudahan untuk
berusaha memenuhi kebutuhan perekonomiannya yang selanjutnya akan
berimbas pada peningkatan perekonomian negara.
Keuntungan hasil usaha yang akan diperoleh bank dan mudharib pada
pembiayaan mudharabah tercermin dari besarnya nisbah bagi hasil yang
disepakati pada awal kontrak. Kesepakatan ini diperkirakan akan terjadi jika
kriteria khusus yang telah ditetapkan bank syariah dalam menentukan
besarnya nisbah bagi hasil mengakomodasi (bersesuaian dengan)
pertimbangan mudharib dalam menentukan besarnya nisbah bagi hasil
tersebut.
Pertimbangan yang digunakan kedua pihak dalam menetapkan
besarnya nisbah bagi hasil didasari oleh tingkat informasi yang dimiliki oleh
masing-masing pihak. Dengan kata lain, informasi yang simetris (symetric
information) dibutuhkan pada proses ijab qabul (serah terima) dalam suatu
kontrak. Ketidaksimetrisan informasi (asymetric information) dalam hal ini
mengakibatkan kontrak yang dilakukan menjadi “berat sebelah”, merugikan
salah satu pihak pada masa yang akan datang, atau bahkan dapat
mengakibatkan batalnya kontrak tersebut secara syariah. Oleh karena itu,
kesesuaian pertimbangan antara bank dan mudharib ini diperkirakan akan
menghasilkan besaran nisbah bagi hasil yang rasional bagi kedua belah
pihak.
Besaran nisbah bagi hasil yang rasional hendaknya kompetitif dan
ditetapkan secara win-win solution, sehingga manfaatnya dapat dirasakan
tidak hanya oleh nasabah pihak ketiga sebagai investor dan bank sebagai
mediator tetapi juga para mudharib sebagai pengelola dana. Sehingga,
tingkat kepuasan mudharib terhadap produk pembiayaan mudharabah
sebagai core product perbankan syariah akan lebih meningkat.
4
1.2. Rumusan Masalah
Penetapan nisbah bagi hasil produk pembiayaan berskema
mudharabah dengan segala kondisi yang ada di dalamnya menimbulkan
sejumlah permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Kriteria apakah yang digunakan PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk
dalam menetapkan nisbah bagi hasil produk pembiayaan mudharabah?
2. Apakah terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara pertimbangan
bank dan mudharib dalam rangka mencapai kesetaraan pada proses
kesepakatan di dalam penetapan nisbah bagi hasil?
3. Bagaimanakah karakter mudharib dikaitkan dengan kriteria yang
digunakannya dalam penetapan nisbah bagi hasil?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang ada, maka
tujuan dari penelitian ini, yaitu:
1. Mempelajari kriteria yang digunakan PT. Bank Muamalat Indonesia,
Tbk dalam menetapkan nisbah bagi hasil produk pembiayaan
mudharabah.
2. Menganalisis perbedaan pertimbangan antara bank dan mudharib dalam
rangka mencapai kesetaraan pada proses kesepakatan di dalam
penetapan nisbah bagi hasil.
3. Mengidentifikasi karakter mudharib dikaitkan dengan kriteria yang
digunakannya dalam penetapan nisbah bagi hasil.
1.4. Kegunaan Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Bagi Bank Syariah
Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan rekomendasi atau
pertimbangan bank dalam menentukan besaran nisbah bagi hasil pada
produk pembiayaan mudharabah.
5
2. Bagi Masyarakat (Nasabah)
Hasil penelitian ini dapat berguna sebagai bahan pertimbangan dalam
melakukan negosiasi penentuan nisbah bagi hasil yang diharapkan dalam
transaksi pembiayaan mudharabah.
3. Bagi Penulis
Penilitian ini berguna untuk menambah pengalaman dan wawasan
penulis. Serta diharapkan agar penulis dapat mengaplikasikannya dalam
memasuki dunia kerja di masa yang akan datang.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada analisis kriteria penetapan nisbah bagi
hasil produk pembiayaan mudharabah di PT. Bank Muamalat Indonesia,
Tbk (BMI) Cabang Bogor dengan melibatkan responden yang terdiri dari
nasabah pembiayaan mudharabah (mudharib) yang berdomisili di Kota dan
Kabupaten Bogor, kru BMI yang berada di kantor cabang Bogor (Divisi
Marketing dan Divisi Legal & Support Pembiayaan), serta kru BMI yang
berada di kantor pusat (Divisi Financing & Settlement Group (FSG) dan
Divisi Treasury).
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bank
2.1.1. Definisi dan Fungsi Bank
Bank secara etimologi berarti meja atau tempat untuk
menukarkan uang. Secara lembaga keuangan, bank adalah setiap
perusahaan yang bergerak di bidang keuangan di mana kegiatannya
baik menghimpun dana, atau hanya menyalurkan dana, atau kedua-
duanya, menghimpun dan menyalurkan (Kasmir, 2000).
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun
1998 tentang perbankan, bank adalah badan usaha yang menghimpun
dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya
kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Berdasarkan definisi bank tersebut, maka fungsi bank secara umum
adalah mengimpun dana, menyalurkan dana, dan memberikan jasa
bank lainnya kepada masyarakat (Kasmir, 2000).
Fungsi bank saat ini telah mengalami banyak perubahan karena
adanya kompetisi antar lembaga keuangan dalam rangka
memberikan layanan kepada masyarakat. Perubahan fungsi bank
tersebut mengakibatkan definisi bank menjadi meluas. Rose dalam
Supraptiwiningsih (1999) mendefinisikan bank sebagai salah satu
lembaga keuangan yang memberikan pelayanan keuangan dalam
skala yang luas, terutama kredit, simpanan, jasa layanan, serta
menyediakan fungsi keuangan terbesar dalam berbagai bidang usaha
dalam sebuah sistem perekonomian.
2.1.2. Jenis-Jenis Bank
Perbedaan jenis bank dapat dilihat dari segi fungsi, kepemilikan,
status, dan cara menentukan harga (Kasmir, 2000).
7
1). Segi Fungsi
Berdasarkan Undang-Undang RI nomor 10 tahun 1998 terdapat
dua jenis bank berdasarkan fungsinya, yaitu:
1. Bank Umum
Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang
dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran.
2. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang
dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran.
2). Segi Kepemilikan
Berdasarkan kepemilikan, bank terbagi ke dalam:
1. Bank Milik Pemerintah
Bank yang akte pendirian maupun modalnya dimiliki oleh
pemerintah.
2. Bank Milik Swasta Nasional
Bank yang akte pendirian serta seluruh atau sebagian
besarnya dimiliki oleh swasta nasional.
3. Bank Milik Asing
Bank yang merupakan cabang dari bank swasta ataupun
pemerintah asing yang ada di luar negeri.
4. Bank Milik Campuran
Bank yang kepemilikan sahamnya dimiliki oleh pihak asing
dan swasta nasional.
3). Segi Status
Dilihat dari kemampuan suatu bank dalam melayani masyarakat
dalam hal jumlah produk, modal, dan kualitas pelayanannya,
bank terbagi menjadi:
8
1. Bank Devisa
Bank yang dapat melaksanakan transaksi ke luar negeri
atau yang berhubungan dengan mata uang asing secara
keseluruhan.
2. Bank Non Devisa
Bank yang tidak dapat melaksanakan transaksi ke luar
negeri atau yang berhubungan dengan mata uang asing.
4). Segi Menentukan Harga
Berdasarkan segi menentukan harga, bank terbagi menjadi:
1. Bank Konvensional
Bank yang dalam menetapkan harga jual kepada
nasabahnya dan harga beli kepada debiturnya berdasarkan
tingkat suku bunga tertentu.
2. Bank Syariah
Bank yang menetapkan harga dengan cara menerapkan
aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank
dengan pihak penyimpan maupun pengguna dana.
2.2. Bank Syariah
2.2.1. Definisi dan Fungsi Bank Syariah
Menurut Perwataatmadja dan Antonio dalam Muhammad
(1997), bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan
prinsip-prinsip syariah Islam atau bank yang tata cara beropersinya
mengacu pada ketentuan Al-Quran dan Hadits. Bank syariah
merupakan suatu lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama
yaitu menerima simpanan, memberikan pinjaman dan memberikan
pelayanan jasa yang berlandaskan pada prinsip syariah Islam
(Karim, 2004). Baraba (1999) menambahkan satu fungsi bank
syariah, yaitu sebagai pengelola fungsi sosial seperti pengelolaan
dana zakat dan penerimaan serta penyaluran dana kebajikan (fungsi
optional).
9
2.2.2. Falasafah Operasional Bank Syariah
Menurut Muhammad (2003), hal-hal yang harus dilakukan bank
syariah dalam menjalankan operasionalnya adalah dengan cara
menjauhkan diri dari praktik-praktik yang memiliki unsur riba serta
menerapkan sistem bagi hasil dan perdagangan.
Unsur riba tersebut dihindari dengan cara:
1). Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan keberhasilan
suatu usaha di muka secara pasti.
2). Menghindari penggunaan sistem persentasi untuk pembebanan
biaya terhadap utang atau pemberian imbalan terhadap simpanan
yang mengandung unsur melipatgandakan secara otomatis utang
atau simpanan tersebut hanya karena berjalannya waktu.
3). Menghindari penggunaan sistem perdagangan atau penyewaan
barang ribawi dengan imbalan barang ribawi lainnya dengan
memperoleh kelebihan baik kuantitas maupun kualitas.
4). Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan di muka
tambahan atas utang yang bukan atas prakarsa yang mempunyai
utang secara sukarela.
Perbedaan antara bank syariah dengan bank konvensional dapat
dilihat dalam Tabel 3.
2.2.3. Produk-Produk Bank Syariah
Menurut Antonio (2001), produk-produk bank syariah terdiri
dari lima prinsip: (1) Prinsip Simpanan atau Titipan, (2) Prinsip Bagi
Hasil, (3) Prinsip Jual Beli, (4) Prinsip Sewa, (5) Prinsip
Pengambilan Fee. Muhammad (2003) menambahkan prinsip-prinsip
tersebut dengan Prinsip Biaya Administrasi.
1) Prinsip Simpanan atau Titipan
Prinsip simpanan dalam fikih Islam dikenal dengan nama
Al-Wadi’ah yang dapat didefinisikan sebagai titipan murni dari
satu pihak (muwaddi’) ke pihak lain (mustawda’), baik individu
maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan
kapan saja si penitip menghendaki (Antonio, 2001). Produk
10
berdasarkan prinsip ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu:
Wadi’ah Yad Al-Amanah, yaitu titipan murni dari pihak penitip,
dan Wadi’ah Yad Al-Dhomanah yaitu titipan yang dapat
dimanfaatkan oleh penerima titipan dengan syarat memeperoleh
kembali asetnya kapan pun dibutuhkan.
Tabel 3. Perbedaan Bank Syariah dengan Bank Konvensional
Perihal Bank Syariah Bank Konvensional
Landasan Operasional
• Uang sebagai alat ukur bukan komoditi.
• Bunga dalam berbagai bentuknya dilarang.
• Menggunakan prinsip bagi hasil dan keuntungan atas transaksi riil.
• Tidak bebas nilai, melainkan berdasarkan Al-Quran dan Hadits.
• Uang sebagai komoditi yang dipertahankan.
• Bunga sebagai instrumen imbalan terhadap pemilik uang yang ditetapkan di muka.
• Bebas nilai (berdasarkan prinsip materialistis)
Fungsi dan Peran
• Lembaga intermediari • Agen/manajer investasi • Investor • Penyedia jasa lalu lintas
pembayaran • Pengelola dana
kebajikan Zakat Infak Shadaqah (ZIS)
• Hubungan dengan nasabah sebagai mitra
• Lembaga intermediari • Penghimpun dana dan
meminjamkannya kembali kepada masyarakat dengan imbalan berupa bunga.
• Penyedia jasa lalu lintas pembayaran.
• Hubungan dengan nasabah adalah hubungan debitur-kreditur.
Risiko Usaha
• Dihadapi bersama dengan prinsip keadilan dan kejujuran.
• Tidak mengenal kemungkinan adanya selisih negatif (negative spread)
• Risiko bank tidak terkait langsung dengan debitur, begitu pula sebaliknya.
• Kemungkinan terdapat selisih negatif antara pendapatan bunga dengan beban bunga.
Sistem Pengawasan
• Adanya Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang bertugas untuk memastikan operasional bank tidak menyimpang dari syariah
• Aspek moralitas seringkali terlanggar karena tidak adanya nilai religius yang mendasari operasional bank.
Sumber : Supraptiwiningsih, 2004
11
2) Prinsip Bagi Hasil
Antonio (2001) menyatakan bahawa prinsip Bagi Hasil
dalam perbankan syariah dapat dilakukan dalam empat akad
utama, yaitu:
1. Al-Mudharabah (Trust Financing/Trust Investment)
Akad kerja sama usaha antara dua pihak, dimana pihak
pertama (shahibul mal) menyediakan seluruh modal usaha,
sedangkan pihak lainnya sebagai pengelola (mudharib).
2. Al-Musyarakah (Partnership/Project Financing
Participation)
Akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu
usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan
kontribusi dana atau keahlian.
3. Al-Muzara’ah (Harvest-Yield Profit Sharing)
Akad kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan
dan penggarap di mana pemilik lahan memberikan lahan
pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan
dipelihara dengan imbalan bagian tertentu dari hasil panen.
4. Al-Musaqah (Plantation Management Fee Based on Certain
Portion of Yield)
Bentuk kerja sama pengolahan pertanian di mana si
penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan
pemeliharaan.
3) Prinsip Jual Beli/Pengembalian Keuntungan
Menurut Antonio (2001), prinsip jual beli terdiri dari Bai’
Al-Murabahah, Bai’ As-Salam, dan Bai’ Al-Istishna.
Muhammad (2003) menambahkan Bai’ Bithaman Ajil, Bai’ Al-
Musawamah, Bai’ At-Tauliah, Bai’ Al-Muwadhaah, Bai’ Al-
Muqayadhah, Bai’ Al-Mutlaq, dan Bai’ Ash-Sharf.
12
1. Bai’ Al-Murabahah (Deferred Payment Sale)
Jual beli barang pada harga asal ditambah dengan
keuntungan yang disepakati.
2. Bai’ As-Salam (In-Front Payment Sale)
Pembelian barang yang diserahkan di kemudian hari,
sedangkan pembayaran dilakukan di muka.
3. Bai’ Al-Istishna (Purchase by Order or Manufacture)
Kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang di
mana pembuat barang menerima pesanan dari pembeli
kemudian pembuat barang berusaha malalui orang lain
untuk membuat atau membeli barang menurut spesifikasi
yang telah disepakati dan menjualnya pada pembeli akhir.
4. Bai’ Bithaman Ajil (Letter of Credit)
Konsep jual beli dimana penjual menjual dengan harga asal
ditambah dengan margin keuntungan yang telah disepakati
dan dibayar secara berangsur.
5. Bai’ Al-Musawamah
Jual beli biasa di mana penjual memasang harga tanpa
memberitahu si pembeli tentang margin keuntungan yang
diambilnya.
6. Bai’ At-Tauliah
Menjual dengan harga beli tanpa mengambil keuntungan
sedikit pun.
7. Bai’ Al-Muwadhaah
Menjual dengan harga yang lebih rendah dari harga beli.
8. Bai’ Al-Muqayadhah
Bentuk awal dari transaksi di mana barang ditukar dengan
barang (barter).
9. Bai’ Al-Mutlaq
Bentuk jual-beli biasa di mana barang ditukar dengan uang.
13
10. Bai’ Ash-Sharf
Jual beli valuta asing di mana uang ditukar dengan barang
(Money Exchange). Menurut penpadat sebagian ahli,
produk ini tidak termasuk ke dalam akad jual-beli
melainkan akad tukar menukar.
4) Prinsip Sewa
Menurut Antonio (2001), prinsip sewa yang dalam istilah
perbankan syariah dikenal sebagai Al-Ijarah (Operational Lease)
terdiri dari Al-Ijarah Al-Mutlaqah dan Al-Ijarah Al-Muntahia
Bit-Tamlik. Muhammad (2003) menambahkannya dengan Bai’
At-Ta’jiri dan Musyarakah Mutanaqisah. Karim (2004)
menambahkannya dengan Al-Ju’alah, sedangkan Muhammad
(2003) meletakkan Al-Ju’alah pada prinsip Pengambilan Fee.
1. Al-Ijarah Al-Mutlaqah (Operational Lease)
Akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui
pembayaran upah sewa tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan atas barang itu sendiri.
2. Al-Ijarah Al-Muntahia Bit-Tamlik (Financial Lease With
Purchase Option) Perpaduan antara kontrak jual beli dan
sewa atau lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan
kepemilikan barang di tangan si penyewa.
3. Bai’ At-Ta’jiri (Hire Purchase)
Kontrak sewa yang diakhiri dengan penjualan.
4. Musyarakah Mutanaqisah (Decreasing Participation)
Kombinasi antara musyarakah dengan ijarah.
5. Al-Ju’alah (Special Service)
Akad Al-Ijarah yang pembayarannya didasarkan atas
kinerja objek yang disewa/diupah.
5) Prinsip Pengmbilan Fee
Menurut Antonio (2001), produk-produk perbankan
syariah dengan menggunakan prinsip pengambilan fee (Fee-
Based Service) terdiri dari Al-Wakalah, Al-Kafalah, Al-
14
Hawalah, Ar-Rahn, dan Al-Qardh. Sedangkan Muhammad
(2003) memasukkan Al-Qardh pada prinsip Biaya Administrasi.
1. Al-Wakalah (Deputyship)
Penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandat.
2. Al-Kafalah (Guaranty)
Jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada
pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau
yang ditanggung.
3. Al-Hawalah (Transfer Service)
Pengalihan beban utang dari orang yang berutang (muhil)
kepada orang lain yang wajib menanggungnya (muhal
‘alaih).
4. Ar-Rahn (Mortgage)
Menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai
jaminan atas pinjaman yang diterimanya.
6) Prinsip Biaya Administrasi
Muhammad (2003) menempatkan produk Al-Qardh dalam
prinsip Biaya Administrasi, sedangkan Antonio (2001)
menempatkannya pada prinsip Pengambilan Fee. Al-Qardh
(Soft and Benevolent Loan) adalah pemberian harta kepada
orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan
kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan. Akad ini
merupakan akad saling bantu membantu (‘Aqd-Tathowwui’i)
bukan akad komersial.
2.3. Sistem Bagi Hasil (Profit and Loss Sharing)
Prinsip bagi hasil merupakan landasan operasional utama bagi produk-
produk pembiayaan mudharabah dan musyarakah dalam perbankan syariah.
Prinsip dasar inilah yang membedakan bank syariah dengan bank
konvensional (Tabel 4). Prinsip bagi hasil di Indonesia diterapkan dengan
dua metode, yaitu profit sharing dan revenue sharing. Profit sharing
menggunakan basis perhitungan berupa laba yang diperoleh mudharib dalam
15
mengelola usahanya, sedangkan revenue sharing menggunakan basis berupa
pendapatan yang diperoleh mudharib.
Tabel 4. Perbedaan Sistem Bunga dengan Sistem Bagi Hasil
BUNGA BAGI HASIL
a) Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung
a) Penentuan besarnya rasio/nisbah bagi hasil ditetapkan pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi.
b) Besarnya persentasi berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang diinginkan
b) Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh
c) Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi.
c) Bagi hasil bergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi, kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.
d) Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat, sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang booming.
d) Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan.
e) Eksistensi bunga diragukan oleh semua agama, termasuk Islam
e) Tidak ada yang meragukan keabsahan sistem bagi hasil.
Sumber : Antonio, 2001 2.3.1. Faktor yang Mempengaruhi Bagi Hasil
Menurut Antonio (2001), faktor yang mempengaruhi bagi hasil
terdiri dari faktor langsung dan tidak langsung. Faktor langsung
terdiri dari investment rate, jumlah dana yang tersedia, dan nisbah
bagi hasil (profit sharing ratio). Adapun faktor tidak langsung terdiri
dari penentuan butir-butir pendapatan dan biaya mudharabah serta
kebijakan akunting (prinsip dan metode akunting).
1). Faktor Langsung
1. Investment Rate
Persentase aktual dana yang diinvestasikan dari total dana.
16
2. Jumlah Dana yang Tersedia
Jumlah dana yang berasal dari berbagai sumber dan
tersedia untuk diinvestasikan. Dana tersebut dapat dihitung
dengan menggunakan metode rata-rata saldo minimum
bulanan atau rata-rata total saldo harian.
3. Nisbah Bagi Hasil (Profit Sharing Ratio)
Salah satu ciri dari pembiayaan mudharabah adalah nisbah
yang harus ditentukan dan disetujui pada awal perjanjian.
2). Faktor Tidak Langsung
1. Penentuan Butir-Butir Pendapatan dan Biaya
Bank dan nasabah melakukan share dalam pendapatan dan
biaya. Bagi hasil yang berasal dari pendapatan setelah
dikurangi dengan biaya-biaya disebut dengan Profit
Sharing. Sedangkan jika bagi hasil hanya dari pendapatan
dan semua biaya ditanggung oleh bank disebut dengan
Revenue Sharing.
2. Kebijakan Akunting
Bagi hasil tidak secara langsung dipengaruhi oleh prinsip
dan metode akunting yang diterapkan oleh bank, terutama
yang berhubungan dengan pengakuan pendapatan dan
biaya.
2.4. Konsep Mudharabah
2.4.1. Definisi Mudharabah
Kata mudharabah secara etimologi berasal dari kata dharb.
Dalam bahasa Arab, kata ini termasuk ke dalam kata yang memiliki
banyak arti. Namun dibalik keluwesan kata ini, dapat ditarik benang
merah yang dapat mencerminkan keragaman makna yang
ditimbulkannya, yaitu bergeraknya sesuatu kepada sesuatu yang lain
(Muhammad, 2003).
Akad mudharabah merupakan akad antara dua pihak di mana
satu pihak berperan sebagai pemilik modal (shahibul mal) dan
17
mempercayakan sejumlah modalnya untuk dikelola oleh pihak
kedua, yakni pengelola (mudharib), dengan tujuan mendapatkan
keuntungan (Karim, 2004).
Keuntungan usaha dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan
dalam kontrak berupa besarnya nisbah bagi hasil. Kerugian
ditanggung oleh shahibul mal selama kerugian itu bukan diakibatkan
kelalaian mudharib. Seandainya memang akibat kecurangan atau
kelalaian mudharib, maka ia harus bertanggung jawab atas kerugian
tersebut.
Gambar 1. Skema Pembiayaan Mudharabah (Antonio, 2001)
2.4.2. Persyaratan Dalam Akad Mudharabah
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/46/PBI/2005
Bab II Pasal 6, persyaratan pembiayaan mudharabah sekurang-
kurangnya sebagai berikut:
1) Bank bertindak sebagai shahibul mal yang menyediakan dana
secara penuh dan nasabah bertindak sebagai mudharib yang
mengelola dana dalam kegiatan usaha.
2) Jangka waktu pembiayaan, pengembalian dana, dan
pembagian keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan
bank dan nasabah.
Nasabah (Mudharib)
Bank (Shahibul Mal)
Keahlian/ Keterampilan
Modal 100%
PROYEK/ USAHA
PEMBAGIAN KEUNTUNGAN
MODAL
Nisbah (X %) Nisbah (Y %)
Pengembalian Modal Pokok
PERJANJIAN BAGI HASIL
18
3) Bank tidak ikut serta dalam pengelolaan usaha nasabah tetapi
memiliki hak dalam pengawasan dan pembinaan usaha
nasabah.
4) Pembiayaan diberikan dalam bentuk tunai dan atau barang.
5) Dalam hal pembiayaan yang diberikan dalam bentuk tunai
harus dinyatakan jumlahnya.
6) Dalam hal pembiayaan yang diberikan dalam bentuk barang,
maka barang yang diserahkan harus dinilai berdasarkan harga
perolehan atau harga pasar wajar.
7) Pembagian keuntungan dari pengelolaaan dana dinyatakan
dalam bentuk nisbah yang disepakati.
8) Bank menanggung seluruh risiko kerugian usaha yang dibiayai
kecuali jika nasabah melakukan kecurangan, lalai, atau
menyalahi perjanjian yang mengakibatkan kerugian usaha.
9) Nisbah bagi hasil yang disepakati tidak dapat diubah
sepanjang jangka waktu investasi, kecuali atas dasar
kesepakatan para pihak dan tidak berlaku surut.
10) Nisbah bagi hasil dapat ditetapkan secara berjenjang (tiering)
yang besarnya berbeda-beda berdasarkan kesepakatan pada
awal akad.
11) Pembagian keuntungan dilakukan dengan menggunakan
metode bagi untung dan rugi (profit and loss sharing) atau
metode bagi pendapatan (revenue sharing).
12) Pembagian keuntungan berdasarkan hasil usaha dari mudharib
sesuai dengan laporan hasil usaha mudharib.
13) Dalam hal nasabah ikut menyertakan modal dalam kegiatan
usaha yang dibiayai bank, maka berlaku ketentuan berikut:
(i) Nasabah bertindak sebagai mitra usaha dan mudharib.
(ii) Atas keuntungan yang dihasilkan dari kegiatan usaha yang
dibiayai tersebut, maka nasabah mengambil bagian
keuntungan dari porsi modalnya. Sisa keuntungan dibagi
sesuai kesepakatan antara bank dan nasabah
19
14) Pengembalian pembiayaan dilakukan pada akhir periode akad
untuk pembiayaan dengan jangka waktu sampai dengan satu
tahun atau dilakukan secara angsuran berdasarkan aliran kas
masuk (cash in flow) usaha nasabah.
15) Bank dapat meminta jaminan atau agunan untuk
mengantisipasi risiko apabila nasabah tidak dapat memenuhi
kewajiban sebagaimana dimuat dalam akad karena kelalaian
dan atau kecurangan.
2.4.3. Rasionalitas dalam Kontrak Mudharabah
Kontrak mudharabah pada prinsipnya memberikan keleluasaan
bagi mudharib untuk menentukan level optimal usaha yang akan
dilakukannya (Muljawan, 2001). Berdasarkan prinsip di atas, maka
sesungguhnya mudharib berhak mempertimbangkan keuntungan
yang diharapkannya ketika dia menentukan nisbah bagi hasil.
Sehingga, menurut Muljawan (2001), rasionalitas kontrak
mudharabah terjadi jika bagian profit atau benefit untuk mudharib
memenuhi tingkat kepuasan minimum dari shahibul mal dan juga
bagian profit atau benefit untuk shahibul mal memenuhi tingkat
kepuasan minimum dari mudharib.
Keadaan ini mengimplikasikan bahwa kontrak mudharabah
akan menjadi rasional jika masing-masing pihak berada dalam suatu
kondisi yang memungkinkan mereka untuk mendapatkan akses
terhadap informasi secara lengkap (Muljawan, 2001). Dengan kata
lain, tingkat kepuasan minimum dalam menerima profit atau benefit
dari masing-masing pihak akan terpenuhi jika kedua pihak
mendapatkan akses informasi yang dibutuhkannya secara lengkap.
2.5. Nisbah Bagi Hasil
Nisbah bagi hasil merupakan persentase keuntungan yang akan
diperoleh shahibul mal dan mudharib yang ditentukan berdasarkan
kesepakatan antara keduanya. Jika usaha tersebut merugi akibat resiko
bisnis, bukan akibat kelalaian mudharib, maka pembagian kerugiannya
20
berdasarkan porsi modal yang disetor oleh masing-masing pihak. Karena
seluruh modal yang ditanam dalam usaha mudharib milik shahibul mal,
maka kerugian dari usaha tersebut ditanggung sepenuhnya oleh shahibul
mal. Oleh karena itu, nisbah bagi hasil disebut juga dengan nisbah
keuntungan.
2.5.1. Karakteristik Nisbah Bagi Hasil
Menurut Karim (2004), terdapat lima karakteristik nisbah bagi
hasil yang terdiri dari:
1. Persentase
Nisbah bagi hasil harus dinyatakan dalam persentase (%), bukan
dalam nominal uang tertentu (Rp).
2. Bagi Untung dan Bagi Rugi
Pembagian keuntungan berdasarkan nisbah yang telah disepakati,
sedangkan pembagian kerugian berdasarkan porsi modal masing-
masing pihak.
3. Jaminan
Jaminan yang akan diminta terkait dengan carachter risk yang
dimiliki oleh mudharib karena jika kerugian diakibatkan oleh
keburukan karakter mudharib, maka yang menanggungnya
adalah mudharib. Akan tetapi, jika kerugian diakibatkan oleh
business risk, maka shahibul mal tidak diperbolehkan untuk
meminta jaminan pada mudharib.
4. Besaran Nisbah
Angka besaran nisbah bagi hasil muncul sebagai hasil tawar-
menawar yang dilandasi oleh kata sepakat dari pihak shahibul
mal dan mudharib.
5. Cara Menyelesaikan Kerugian
Kerugian akan ditanggung dari keuntungan terlebih dahulu
karena keuntungan adalah pelindung modal. Jika kerugian
melebihi keuntungan, maka akan diambil dari pokok modal.
21
2.5.2. Kriteria Penetapan Nisbah Bagi Hasil
Karim (2004) menyatakan bahwa, bank syariah menerapkan
nisbah bagi hasil terhadap produk-produk pembiayaan yang berbasis
Natural Uncertainty Contracts (NUC), yakni akad bisnis yang tidak
memberikan kepastian return seperti mudharabah dan musyarakah,
dengan mempertimbangkan dua hal, yaitu referensi marjin
keuntungan dan perkiraan keuntungan usaha yang dibiayai bank.
1). Referensi Marjin Keuntungan
Referensi tingkat marjin keuntungan adalah penetapan
marjin bagi hasil pembiayaan berdasarkan usul, rekomendasi,
dan saran dari Tim Asset and Liabilities Committee (ALCO)
dengan mempertimbangkan kriteria berikut:
1. Direct Competitor Market Rate (DCMR)
Tingkat marjin keuntungan rata-rata perbankan syariah, atau
tingkat marjin keuntungan rata-rata beberapa bank syariah
yang ditetapkan ALCO sebagai pesaing langsung, atau
tingkat marjin keuntungan bank syariah tertentu yang
ditetapkan sebagai pesaing langsung terdekat.
2. Indirect Competitor Market Rate (ICMR)
Tingkat suku bunga rata-rata perbankan konvensional, atau
tingkat suku bunga rata-rata beberapa bank konvensional
yang ditetapkan ALCO sebagai pesaing tidak langsung,
tingkat suku bunga bank konvensional tertentu yang
ditetapkan sebagai pesaing tidak langsung terdekat.
3. Expected Competitive Return for Investor (ECRI)
Target bagi hasil kompetitif yang diharapkan dapat diberikan
kepada nasabah pihak ketiga (investor).
4. Acquiring Cost
Biaya yang dikeluarkan oleh bank dan langsung terkait
dengan upaya untuk memperoleh dana pihak ketiga.
22
5. Overhead Cost
Biaya yang dikeluarkan oleh bank yang tidak langsung terkait
dengan upaya untuk memperoleh dana pihak ketiga.
2). Perkiraan Tingkat Keuntungan Usaha yang Dibiayai
Perkiraan tingkat keuntungan usaha dihitung dengan
mempertimbangkan kriteria berikut ini:
1. Perkiraan Penjualan
Terdiri dari perkiraan volume penjualan setiap bulan atau
transaksi, frekuensi penjualan setiap bulan, fluktuasi harga
penjualan, rentang harga penjualan yang dapat
dinegosiasikan, dan marjin keuntungan setiap transaksi
2. Lama Cash to Cash Cycle
Merupakan waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan cash
kembali atau jumlah hari antara arus kas keluar pertama
dengan arus kas masuk berikutnya yang melibatkan antara
lain: lamanya persediaan, lamanya proses barang, dan
lamanya piutang dagang. Cash to Cash Cycle disebut juga
dengan Cash Conversion Cycle.
3. Perkiraan Biaya Langsung
Merupakan perkiraan biaya-biaya yang langsung
berhubungan dengan kegiatan penjualan, seperti biaya
pengangkutan, biaya pengemasan, dan biaya lain yang
termasuk ke dalam Cost of Goods Sold (COGS).
4. Perkiraan Biaya Tidak Langsung
Merupakan perkiraan biaya-biaya yang tidak langsung
berhubungan dengan kegiatan penjualan, seperti biaya sewa
kantor, biaya gaji karyawan, dan biaya-biaya lain yang
termasuk ke dalam Overhead Cost (OHC).
5. Delayed Factor
Delayed factor adalah waktu yang ditambahkan pada cash to
cash cycle untuk mengantisipasi timbulnya keterlambatan
pembayaran dari mudharib kepada bank.
23
2.5.3. Penentuan Nisbah Bagi Hasil
Berdasarkan pertimbangan referensi tingkat marjin keuntungan
dan perkiraan usaha mudharib, Karim (2004) membagi metode
penentuan nisbah bagi hasil pembiayaan menjadi tiga bagian, yaitu
Penentuan Nisbah Bagi Hasil Keuntungan, Penentuan Nisbah Bagi
Hasil Pendapatan, dan Penentuan Nisbah Bagi Hasil Penjualan.
Selain metode di atas, menurut Siagian (2004), nisbah bagi hasil
dapat dihitung berdasarkan pendekatan Tawar-Menawar.
1) Penentuan Nisbah Bagi Hasil Keuntungan
Menurut Karim (2004), nisbah bagi hasil pembiayaan
untuk bank ditentukan dengan cara membagi perkiraan
keuntungan usaha mudharib dengan referensi tingkat marjin
keuntungan. Maka, nisbah bagi hasil untuk mudharib adalah
seratus persen dikurangi dengan nisbah bagi hasil bagi bank
(Gambar 2).
Gambar 2. Penentuan Nisbah Bagi Hasil Keuntungan (Karim,2004)
2) Penentuan Nisbah Bagi Hasil Pendapatan
Menurut Karim (2004), nisbah bagi hasil pembiayaan
untuk bank ditentukan dengan cara membagi perkiraan
pendapatan (perkiraan tingkat keuntungan tanpa
mempertimbangkan biaya overhead) dengan referensi tingkat
PERKIRAAN PENJUALAN
CASH TO CASH CYCLE
DELAYED FACTOR
PERKIRAAN COGS
PERKIRAAN OVERHEAD COST
PERKIRAAN KEUNTUNGAN
REFERENSI MARJIN
KEUNTUNGAN
NISBAH BAGI HASIL BANK
PERKIRAAN KEUNTUNGAN
REFERENSI MARJIN
KEUNTUNGAN
NISBAH BAGI HASIL
MUDHARIB
NISBAH BAGI HASIL BANK
100% -
= ►
= ►
24
keuntungan. Maka, nisbah bagi hasil untuk mudharib adalah
seratus persen dikurangi dengan nisbah bagi hasil bagi bank
(Gambar 3).
Gambar 3. Penentuan Nisbah Bagi Hasil Pendapatan (Karim,2004)
3) Penentuan Nisbah Bagi Hasil Penjualan
Menurut Karim (2004), nisbah bagi hasil pembiayaan
untuk bank ditentukan dengan cara membagi perkiraan
penerimaan penjualan (perkiraan tingkat keuntungan tanpa
mempertimbangkan biaya langsung dan biaya overhead) dengan
perkiraan pendapatan dan referensi tingkat keuntungan. Maka,
nisbah bagi hasil untuk mudharib adalah seratus persen dikurangi
dengan nisbah bagi hasil bagi bank (Gambar 4)
NISBAH BAGI HASIL
MUDHARIB
PERKIRAAN PENJUALAN
CASH TO CASH CYCLE
DELAYED FACTOR
PERKIRAAN COGS
PERKIRAAN PENDAPATAN
REFERENSI MARJIN
KEUNTUNGAN
NISBAH BAGI HASIL BANK
PERKIRAAN PENDAPATAN
REFERENSI MARJIN
KEUNTUNGAN
NISBAH BAGI HASIL BANK 100% -
=►
= ►
NISBAH BAGI HASIL
MUDHARIB
REFERENSI MARJIN
KEUNTUNGAN
NISBAH BAGI HASIL BANK
NISBAH BAGI HASIL BANK
► = PERKIRAAN PENERIMAAN PENJUALAN
PERKIRAAN PENDAPATAN +
100% - = ►
PERKIRAAN
PENJUALAN
CASH TO CASH CYCLE
DELAYED FACTOR
PERKIRAAN PENJUALAN
REFERENSI MARJIN
KEUNTUNGAN
Gambar 4. Penentuan Nisbah Bagi Hasil Penjualan (Karim, 2004)
25
4) Pendekatan Tawar-Menawar
Menurut pendekatan ini, semakin tinggi nisbah bagi hasil
yang diisyaratkan oleh bank dan disetujui mudharib, semakin
besar kesediaan bank untuk membiayai proyek tersebut.
Sebaliknya untuk mudharib, semakin tinggi nisbah bagi hasil
yang diisyaratkan oleh bank, semakin sulit kesediaan mudharib
untuk menerima dana dari bank, begitu pula sebaliknya (Siagian,
2004) (Gambar 5).
Gambar 5. Grafik Permintaan dan Penawaran Nisbah Bagi Hasil (Siagian, 2004)
2.6. Multi Criteria Decision Making (MCDM)
Pengambilan keputusan kriteria majemuk (MCDM) adalah
penyelesaian persoalan yang melibatkan kriteria majemuk dan alternatif
dengan berbagai karakteristik dan struktur. Masalah yang akan diselesaikan
diselaraskan dengan tujuan yang akan dicapai, kemudian pengambil
keputusan akan mempertimbangkan kriteria yang telah ditetapkan sehingga
alternatif keputusan dapat diambil (Muhimmah, 2003).
Komponen-komponen keputusan dalam pemodelan ini mencakup
alternatif keputusan, kriteria keputusan, pembobotan kriteria, model
penilaian, model perhitungan, dan tipe pengambil keputusan. Langkah yang
penting dan kontroversial dalam analisis MCDM adalah konversi informasi
tentang alternatif keputusan menjadi data numerik untuk mengekspresikan
subjektifitas manusia dalam memandang kualitas alternatif (Lootsma dalam
Nisbah (%)
Kesediaan mudharib/bank
Bank
mudharib
Equilibrium/kesepakatan kedua belah pihak
Nbb *
* Nisbah bagi hasil bagi bank
26
Muhimmah, 1999). Alternatif keputusan tersebut diidentifikasi oleh variabel
keputusan yang disebut dengan kriteria keputusan. Setiap kriteria keputusan
memiliki bobot tersendiri dan hubungan antara kriteria tersebut
direpresentasikan dalam sebuah pemodelan.
Model penilaian adalah representasi matematik untuk mendapatkan
nilai dari setiap kriteria. Nilai adalah suatu ukuran yang dapat
mencerminkan seberapa besar kita menghargai suatu hasil (Mangkusubroto
dan Trisnadi, 1987). Model penilaian dalam pengambilan keputusan dapat
dilakukan dengan cara menggunakan nilai numerik (nyata), skala ordinal
(skala), preferensi fuzzy, dan nilai perbandingan berpasangan (Pairwise
Comparison).
2.6.1. Metode Bayes
Metode Bayes merupakan salah satu teknik yang dapat
dipergunakan untuk melakukan analisis dalam pengambilan
keputusan terbaik dari sejumlah alternatif dengan tujuan
menghasilkan perolehan yang optimal (Marimin, 2004). Menurut
Marimin (2004), persamaan Bayes untuk menghitung nilai setiap
alternatif keputusan dapat disederhanakan menjadi:
∑=
=m
j 1
jiji )(Krit Nilai Nilai Total ............................. (1)
Di mana:
Total Nilai i = total nilai akhir dari alternatif ke-i
Nilai ij = nilai alternatif ke-i pada kriteria ke-j
Krit j = bobot dari kriteria ke-j
i = 1, 2, 3 ..... n; n = jumlah alternatif
j = 1, 2, 3 ..... m; m = jumlah kriteria
2.6.2. Pairwise Comparison
Pairwise comparison adalah suatu metode pemecahan masalah
yang digunakan untuk menentukan prioritas dari sekelompok kriteria
tertentu dan sering pula digunakan sebagai bagian dari proses
penilaian bobot dari suatu kriteria dalam merancang pengembangan
konsep (Salustri, 2005). Metode inipun sering digunakan pada proses
27
pembobotan pada setiap level dalam metode Analitical Hierarchy
Process (AHP).
Bobot, prioritas, atau intensitas suatu kriteria diidentifikasi
dengan menggunakan teknik komparasi berpasangan angka-angka
komparasi berdasarkan pada suatu skala kepentingan yang
mencerminkan judgment responden (Tabel 5). Perhitungan
pembobotan tersebut dilakukan dengan menggunakan rumus Vektor
Prioritas (VP).
Tabel 5. Skala Saaty dalam Pairwise Comparison
Tingkat Kepentingan Definisi
1
3
5
7
9
2,4,6,8
Reciprocal
Sama pentingnya dibanding dengan yang lain
Moderat pentingnya dibanding dengan yang lain
Kuat pentingnya dibanding dengan yang lain
Sangat kuat pentingnya dibanding dengan yang lain
Ekstrim pentingnya dibanding dengan yang lain
Nilai di antara dua penilaian yang berdekatan
Jika atribut i memiliki salah satu angka di atas
dibanding atribut j, maka j memiliki nilai kebalikannya
ketika dibandingkan dengan atribut i.
Sumber: Ma’arif dan Tanjung, 2003
VPi = ∑=
n
i
i
VE
VE
1
................................................ (2)
VEi = n
n
jija∑
=1
................................................ (3)
Di mana:
VEi = Vektor Eigen yang ada pada baris i.
VPi = Bobot pada baris ke-i.
VP = Matriks VP berorde i x 1 (satu kolom).
n = Jumlah atribut yang terdapat dalam matriks.
aij = Nilai atribut pada baris ke-i kolom ke-j.
28
Skala yang digunakan dalam metode ini adalah skala Saaty.
Menurut Fewidarto (1996), Saaty telah membuktikan bahwa nilai
skala 1 sampai dengan 9 adalah skala yang terbaik berdasarkan
pertimbangan tingginya akurasi yang ditunjukkan dengan nilai Root
Mean Squere (RMS) dan Median Absolute Deviation (MAD) pada
berbagai problema.
Konsistensi Pendapat Responden
Langkah berikutnya yaitu penentuan Nilai Eigen untuk
menggambarkan ukuran konsistensi judgment dalam matriks
tersebut. Nilai Eigen dihitung dengan cara membagi Vektor Antara
(VA) dengan Vektor Prioritas (VP). Ukuran konsistensi pendapat
responden dinyatakan dengan Consistency Ratio (CR) yang dapat
dihitung dengan membagi Consistency Index (CI) dengan Random
Indeks (RI). Pendapat responden dikatakan konsisten jika CR ≤ 10
persen
Akurasi Pendapat Responden
Akurasi dalam kasus ini adalah perbandingan antara estimasi
yang diperoleh dari suatu eksperimen terhadap jawaban atau
pertanyaan sebenarnya yang telah diketahui. Dua teori shahih yang
berkenaan dengan kasus ini adalah Deviasi Root Mean Square
(RMS) dan Median Absolute Deviation (MAD) (Fewidarto, 1996).
Deviasi RMS = ( )2
1
1∑=
−n
iii ba
n.................... (4)
MAD = ( ) ( ){ }iiii bamedianba −−− .............. (5)
Di mana:
ai, ...., an = set angka hasil eksperimen
bi, ...., bn = set angka diketahui
Penggabungan Pendapat Responden
Penilaian kriteria dan alternatif pada aplikasinya dilakukan oleh
lebih dari satu responden. Konsekuensinya, konsistensi dari pendapat
29
beberapa responden tersebut perlu diperiksa satu persatu. Pendapat
yang konsisten kemudian digabungkan dengan menggunakan rata-
rata geometrik.
in n
G xX π= ................................................. (6)
Di mana:
GX = rata-rata geometrik
n = jumlah responden
xi = penilaian responden ke-i
2.7. Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian
Suatu alat pengukur dikatakan valid jika alat itu mengukur apa yang
harus diukur oleh alat itu (Nasution, 2003). Dengan kata lain, hasil
penelitian akan valid jika item-item (kriteria atau atribut) yang digunakan
dalam instrumen penelitian sesuai dengan karakteristik objek yang sedang
diukur. Nilai validitas yang tinggi mencerminkan tingginya kejituan
instrumen penelitian untuk mengukur dan menggali fakta yang tersembunyi
(Jalil dkk., 1997).
Suatu alat ukur dikatakan memiliki reliabilitas yang tinggi apabila alat
ukur atau instrumen tersebut selalu memberikan hasil yang sama meskipun
digunakan berkali-kali baik oleh peneliti yang sama maupun berbeda
(Sudarmanto, 2005). Menurut Supranto (2001), terdapat dua manfaat dalam
memiliki skala dengan keandalan tinggi (high reliability) yaitu :
1). Dapat membedakan antara berbagai tingkatan kepuasan lebih baik
daripada skala dengan keandalan rendah.
2). Besar kemungkinan bahwa kita akan menemukan hubungan yang
signifikan (sangat berarti) antara variabel yang sebenarnya memang
terkait satu sama lain (berkorelasi).
2.8. Metode Statistik Nonparametrik
Statistik nonparametrik adalah statistik yang tidak memerlukan
pembuatan asumsi tentang bentuk distribusi dan karena itu merupakan
statistik yang bebas distribusi (Supranto, 2001). Statistik nonparametrik
30
merupakan alternatif dalam memecahkan masalah seperti pengujian
hipotesis atau pengambilan keputusan apabila statistik parametrik tidak
dapat digunakan. Metode statistik nonparametrik digunakan dalam situasi
sebagai berikut:
a. Apabila ukuran sampel sedemikian kecil sehingga distribusi statistik
pengambilan sampel tidak mendekati normal dan apabila tidak ada
asumsi yang dapat dibuat tentang bentuk distribusi populasi yang
menjadi sumber sampel.
b. Apabila digunakan data peringkat atau ordinal, yaitu data yang hanya
memberikan informasi tentang apakah suatu item lebih tinggi, lebih
rendah, atau sama dengan item lainnya dengan tidak menyatakan ukuran
perbedaan.
c. Apabila digunakan data nominal, yaitu data yang diberikan pada suatu
item dengan tidak ada implikasi di dalam sebutan tersebut bahwa item
yang satu lebih tinggi atau lebih rendah dari yang lainnya.
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran
PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk (BMI) adalah salah satu bank
syariah terbesar di Indonesia yang memiliki concern yang cukup besar
dalam memajukan sektor riil. Salah satu produk BMI yang sesuai dengan
tujuan tersebut adalah produk pembiayaan mudharabah. Melalui
pembiayaan mudharabah, mudharib diharapkan dapat meningkatkan
kesejahteraannya dari hasil keuntungan usaha yang diperolehnya. Besar atau
kecilnya keuntungan tersebut ditetapkan oleh bank dan mudharib
berdasarkan nisbah bagi hasil.
Penetapan besarnya nisbah bagi hasil produk pembiayaan
mudharabah di bank syariah dilandasi oleh kesepakatan antara pihak bank
sebagai pemilik dana dan mudharib sebagai pengelola dana. Pada dasarnya,
baik bank maupun mudharib masing-masing memiliki pertimbangan atau
kriteria tertentu yang akan digunakannya dalam menyepakati besarnya
nisbah bagi hasil.
Kriteria yang digunakan peneliti untuk menganalisis pertimbangan
responden mudharib dan kru (staf) BMI merupakan kriteria yang ditetapkan
bank syariah secara umum dalam menetapkan besarnya nisbah bagi hasil
pembiayaan mudharabah. Artinya bagi kru BMI, kriteria tersebut memang
merupakan kriteria yang dipertimbangkannya ketika menetapkan besarnya
nisbah bagi hasil. Sedangkan bagi mudharib, kriteria tersebut bukanlah
mutlak merupakan kriteria yang dipertimbangkannya dalam menetapkan
besarnya nisbah bagi hasil.
Tujuan menjadikan kriteria tersebut sebagai variabel keputusan
mudharib dalam menentukan besarnya nisbah bagi hasil adalah untuk
mengetahui kesesuaian antara kriteria yang ditetapkan bank syariah dengan
pertimbangan mudharib dalam menentukan besarnya nisbah bagi hasil yang
diharapkan. Dengan membandingkan pertimbangan mudharib dengan
pertimbangan kru BMI sebagai tolak ukurnya, maka akan dapat diketahui
32
rasionalitas dari kriteria penetapan nisbah tersebut dan juga rasionalitas dari
besarnya nisbah itu sendiri.
Besaran nisbah bagi hasil yang rasional akan berimplikasi pada
kontrak pembiayaan mudharabah yang rasional. Kontrak mudharabah yang
rasional akan menyebabkan peningkatan pada kepercayaan dan kepuasan
mudharib dalam menggunakan produk mudharabah. Sehingga, pembiayaan
mudharabah yang merupakan core product bank syariah diharapkan dapat
menjadi daya ungkit yang besar untuk meningkatkan sektor riil di Indonesia
(Gambar 6).
3.2. Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk (BMI)
Cabang Bogor yang beralamat di Jl. Raya Pajajaran, Bogor, Jawa Barat.
Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan Juni 2006
sampai dengan September 2006.
3.3. Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer
dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dan
penyebaran kuesioner kepada setiap responden. Adapun data sekunder
diperoleh dari beberapa literatur, penelitian terdahulu, artikel pada beberapa
publikasi elektronik, serta data perusahaan yang dipublikasikan (Tabel 6).
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
1). Studi Literatur
Digunakan untuk memperoleh data sekunder berupa perkembangan
industri perbankan syariah di Indonesia, perkembangan pembiayaan
mudharabah di BMI dan perbankan syariah nasional, data keuangan
BMI dan perbankan syariah nasional, serta kriteria penetapan nisbah
bagi hasil pembiayaan mudharabah.
2). Kuesioner
Digunakan untuk mengetahui penilaian responden terhadap kriteria dan
atribut penetapan nisbah bagi hasil yang diukur dengan menggunakan
33
Skala Likert (1 sampai 5). Selain itu, kuesioner juga digunakan untuk
mengetahui bobot untuk setiap ktiteria beserta atributnya yang dihitung
dengan menggunakan Skala Saaty (1 sampai 9 dan kebalikannya)
sebagai angka komparasinya.
3). Wawancara
Kegiatan wawancara dilakukan kepada seluruh responden yang terjaring
dengan menggunakan metode convenience sampling berkenaan dengan
identifikasi preferensi dan penetapan bobot kriteria dan atribut penetapan
nisbah bagi hasil.
Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus yang di dalamnya
hanya diambil beberapa elemen yang sering tidak jelas populasinya,
kemudian masing-masing elemen diselidiki secara mendalam (Rangkuti,
2003). Adapun elemen data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah
preferensi responden terhadap kriteria beserta atribut penetapan nisbah bagi
hasil (Lampiran 9).
Tabel 6. Matriks Kerangka Penelitian
Tujuan Data yang Dibutuhkan Sumber Data
Metode Pengumpulan
Data
Metode Analisis
Mempelajari kriteria penetapan nisbah bagi hasil pembiayaan mudharabah yang digunakan BMI cabang Bogor
Kriteria penetapan nisbah bagi hasil pembiayaan mudharabah yang ditetapkan oleh ALCO
Kru Treasury dan Financing Settlement Group (FSG) kantor pusat dan literatur tentang mudharabah
Studi literatur, kuesioner, dan wawancara
Analisis Kualitatif
Menganalisis signifikansi perbedaan nilai keputusan mudharib dan bank dalam menentukan besarnya nisbah
Preferensi setiap responden terhadap kriteria dan atribut penetapan nisbah bagi hasil
Mudharib, kru marketing lending BMI cab. Bogor, dan kru FSG dan Treasury BMI
Kuesioner dan wawancara
Pairwise Comparison, Bayes, dan Uji U Mann-Whitney
Identifikasi karakteristik mudharib berdasarkan kriteria penetapan nisbah yang dimilikinya
Kriteria yang dimiliki mudharib dalam menetapkan besaran nisbah.
Mudharib BMI cabang Bogor
Kuesioner dan wawancara
Analisis Kualitatif
34
Gambar 6. Kerangka Pemikiran
3.4. Metode Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah non probability
sampling dengan menggunakan metode Convenience Sampling atau
Kriteria Penetapan Nisbah Bagi Hasil Bank Syariah
Kru BMI Mudharib
Pembobotan Kriteria Kru BMI
Pembobotan Kriteria Mudharib
Pertimbangan Kru BMI
Pertimbangan Mudharib
Ya
Tidak Rasional/ Sesuai?
Nisbah Bagi Hasil
Pembiayaan Mudharabah Di BMI
Kontrak Mudharabah
Rasional
Peningkatan Sektor Riil
35
Accidental Sampling untuk sampel dari kategori mudharib dan Purposive
Sampling untuk sampel dari kategori kru BMI.
Accidental sampling adalah teknik pengambilan sampel berdasarkan
kebetulan. Maksudnya ialah siapa saja yang secara kebetulan bertemu
dengan peneliti bisa dijadikan sampel bila dianggap cocok sebagai sumber
data (Sugiyono, 2004). Sedangkan Purposive Sampling adalah sampel yang
dipilih dengan cermat sehingga relevan dengan desain penelitian (Nasution,
2003).
Alasan digunakannya metode Accidental sampling pada responden
mudharib ialah karena tingkat kesibukan responden yang tinggi sehingga
menyulitkan peneliti untuk menunjuk responden yang benar-benar sesuai
dengan objek penelitian. Sedangkan responden kru BMI dipilih berdasarkan
pengetahuan dan keyakinan peneliti bahwa responden tersebut sesuai
dengan kualifikasi yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
Adapun penentuan jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian
ini didasari oleh pertimbangan berikut ini:
1). Praktis
Pengambilan sampel mempertimbangkan biaya, waktu, dan kemampuan
peneliti. Selain itu, karena penelitian ini bertujuan untuk menjajaki atau
menemukan sesuatu yang masih baru, maka tidak membutuhkan sampel
yang terlalu banyak (Usman, 2003).
2). Non-Respone
Pertimbangan non-respon yaitu kegagalan pencacahan untuk
memperoleh informasi dari suatu unit tertentu dalam sampel (Cochran,
1991). Pertimbangan ini berkaitan dengan kesediaan responden untuk
menjadi narasumber bagi informasi yang dibutuhkan peneliti.
Responden di dalam penelitian ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu
responden mudharib dan responden bank. Responden mudharib merupakan
nasabah BMI cabang Bogor yang berdomisili di Kota dan Kabupaten Bogor.
Adapun responden dari pihak bank merupakan kru BMI di kantor cabang
Bogor (Divisi Marketing dan Divisi Legal & Support Pembiayaan) serta kru
36
BMI di kantor pusat (Divisi Financing and Settlement Group (FSG) dan
Divisi Treasury).
Seluruh responden mudharib pada penelitian ini merupakan nasabah
yang mengelola badan usaha berbentuk koperasi yang berafiliasi di dalam
lingkungan organisasi tertentu (nasabah kolektif). Total mudharib BMI
Cabang Bogor yang berdomisili di Kota dan Kabupaten Bogor berjumlah 23
responden. Sebanyak 12 responden dijadikan sampel dalam penelitian ini.
Responden kru BMI yang berasal dari Divisi Marketing BMI Cabang
Bogor berjumlah lima orang kru dari totalnya sebanyak delapan orang.
Responden dari Divisi Legal & Support Pembiayaan BMI Cabang Bogor
berjumlah dua orang kru (sama dengan populasinya). Responden dari Divisi
FSG terdiri dari tiga orang kru dari seluruh kru yang berjumlah empat
orang. Responden dari Divisi Treasury adalah seorang kru yang menjabat
sebagai team leader dari seluruh aktivitas Divisi Treasury (Tabel 7).
Tabel 7. Jumlah Responden dalam Penelitian
No. Responden Jumlah Populasi
Jumlah Sampel
1 Mudharib BMI Cabang Bogor yang berdomisili di Kota dan Kabupaten Bogor 23 12
2 Kru Marketing BMI Cabang Bogor 8 5 3 Kru Legal & Support Pembiayaan 2 2 4 Kru Divisi FSG BMI Pusat 4 3 5 Tim Leader Divisi Treasury BMI Pusat 1 1
JUMLAH 38 23
3.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Tahapan pengolahan dan analisis data terdiri dari empat tahap berikut
ini:
1). Editing
Kegiatan penulisan kembali data yang diperoleh serta informasinya.
Tujuannya untuk mengevaluasi data dan informasi yang ada serta untuk
menghindari dan mengurangi kesalahan yang mungkin terdapat dalam
pengumpulan data.
37
2). Tabulasi
Kegiatan merumuskan data ke dalam bentuk tabel. Tujuannya adalah
menghindari kesimpangsiuran dan memudahkan dalam proses kalkulasi
data.
3). Kalkulasi
Kegiatan menghitung reliabilitas dan validitas instrumen penelitian
(Cronbach’s Alpha dan Product Moment Pearson), menghitung data
hasil penelitian dengan menggunakan model penilaian (Pairwise
Comparison) dan model perhitungan (Metode Bayes), serta menguji
hasil perhitungan dengan pendekatan statistik non-parametrik (Uji
Mann-Whitney). Tujuannya adalah menghasilkan nilai akhir yang dapat
digunakan sebagai dasar interpretasi.
4). Interpretasi
Kegiatan yang bertujuan untuk mencari arti yang lebih luas dari hasil
penelitian berdasarkan analisis yang telah dilakukan.
3.5.1. Uji Reliabilitas Kuesioner
Pengujian reliabilitas kuesioner dalam penelitian ini dilakukan
dengan menggunakan metode Cronbach’s Alpha. Metode ini
menunjukkan seberapa tinggi korelasi butir-butir dalam kuesioner.
Perhitungan Cronbach’s Alpha biasanya dikerjakan dengan bantuan
statistical package yang sudah dirancang khusus untuk menghitung
reliabilitas (Supranto, 2001). Pada umumnya, rumus untuk metode
ini adalah:
( ) ⎭⎬⎫
⎩⎨⎧−
−= ∑
2
2
11 t
ii s
sk
kr ………………………………(7)
Dimana:
k = mean kuadrat antara subyek
∑ 2is = mean kuadrat kesalahan
2ts = varians total
Rumus untuk varians total dan varians item adalah :
38
( )
2
222
nx
nx
s itt
∑∑ −= ………………………………(8)
22
nJk
nJks si
i −= …………………………………….(9)
Dimana:
Jki = jumlah kuadrat seluruh skor item
Jks = jumlah kuadrat subyek
Menurut George (2003) nilai alpha yang dihasilkan dari
pengujian reliabilitas suatu instrumen penelitian dapat dibagi
berdasarkan beberapa klasifikasi (Tabel 8).
Tabel 8. Klasifikasi Nilai Alpha
Klasifikasi Nilai Alpha
Kesimpulan
α > 0,9 Sempurna (excellent) α > 0,8 Baik (good) α > 0,7 Dapat diterima (acceptable) α > 0,6 Diragukan (questionable) α > 0,5 Lemah (poor) α < 0,5 Tidak dapat diterima (unacceptable)
Sumber: George, 2003
3.5.2. Uji Validitas Kuesioner
Validitas dari kuesioner dalam peneletian ini diuji dengan
menggunakan teknik Korelasi Product Moment Pearson yang
dihitung dengan menggunakan program Microsoft Excel 2003.
Rumus umum dari teknik ini adalah sebagai berikut:
)( 22∑
∑=yx
xyrxy .......................................................(10)
Dimana:
rxy = korelasi antara variabel x dengan y
x = )(_
xix −
y = )(_
yiy −
atau dengan rumus berikut :
39
{ }{ }∑ ∑∑ ∑∑ ∑ ∑
−−
−=
2222 )()(
))((
iiii
iiiixy
yynxxn
yxyxnr .........(11)
Dengan:
Ho = instrumen dinyatakan tidak valid
H1 = instrumen dinyatakan valid
Setelah rxy didapatkan, langkah selanjutnya yaitu
membandingkannya dengan rtabel dengan taraf kesalahan (α) tertentu.
Jika rhitung lebih besar dari harga rtabel, maka Ho ditolak dan terima
H1.
3.5.3. Pembobotan Kriteria dan Atribut
Metode Pairwise Comparison digunakan untuk memberikan
penilaian berupa bobot pada setiap kriteria dan atribut penetapan
nisbah bagi hasil. Langkah pertama dari metode ini adalah pemberian
score (angka komparasi) pada setiap elemen (kriteria atau atribut)
dengan menggunakan skala Saaty sebagai acuannya.
Selanjutnya yaitu perhitungan bobot dari masing-masing
elemen dengan menghitung Vektor Eigen (VE) dan Vektor Prioritas
(VP) dari setiap score yang dimiliki dengan mempertimbangkan
konsistensi score antar elemen. Kemudian score setiap elemen yang
memiliki nilai Consistency Ratio (CR) > 10 persen akan direvisi
dengan menggunakan metode Mean Absolute Deviation (MAD).
Langkah terakhir yaitu penggabungan pendapat dari berbagai
responden dengan menggunakan metode rata-rata geometrik yang
terlebih dahulu dihitung konsistensi score pada setiap elemen dari
setiap responden.
3.5.4. Perhitungan Nilai Keputusan
Metode Bayes digunakan untuk menentukan nilai keputusan
masing-masing responden terhadap kriteria beserta atribut penetapan
nisbah bagi hasil berdasarkan bobot yang dimilikinya. Nilai
keputusan dari masing-masing responden diperoleh dengan cara
mengalikan bobot setiap atribut setelah dikalikan bobot kriteria (Bj)
40
dengan preferensi responden terhadap masing-masing atribut tersebut
(Vi). Adapun angka nilai keputusan yang dihasilkan akan berkisar
antara 1 sampai dengan 5.
3.5.5. Uji Mann-Whitney
Pengujian Mann-Whitney dilakukan dalam situasi di mana kita
ingin menguji hipotesis nol yang menyatakan bahwa tidak ada
perbedaan yang sesungguhnya antara kedua kelompok data yang
diambil dari dua sampel yang tidak saling terkait (Supranto, 2001).
Pengujian ini digunakan untuk menguji rata-rata dari dua sampel
yang berukuran tidak sama (Hasan, 2003). Pengujian ini sering juga
disebut sebagai Pengujian U karena kasus dihitung dengan angka
statistik yang disebut U.
Prosedur pengujian ini terdiri dari:
1). Penentuan Formulasi Hipotesis
H0 = Tidak terdapat perbedaan pertimbangan yang signifikan
antara mudharib dengan bank dalam menentukan besaran
nisbah bagi hasil produk pembiayaan mudharabah.
H1 = Terdapat perbedaan pertimbangan yang signifikan antara
mudharib dengan bank dalam menentukan besaran nisbah
bagi hasil produk pembiayaan mudharabah.
2). Penentuan Taraf Nyata (α )
Taraf nyata menyatakan probabilitas maksimum di mana kita
bersedia untuk menanggung risiko kesalahan jenis I, yaitu
penolakan hipotesis padahal seharusnya menerima hipotesis
tersebut. Taraf nyata sebesar 0,05 berarti kesempatan kita
menolak hipotesis yang padahal seharusnya diterima adalah 5
banding 100. Dengan kata lain, kita yakin 95 persen bahwa kita
membuat keputusan yang benar (Spiegel, 1988)
3). Penentuan Arah Pengujian
Arah pengujian bisa berupa pengujian satu arah (one-tiled
analysis) atau dua arah (two-tiled analysis).
41
4). Penyusunan Peringkat Data
Penyusunan peringkat data ini dilakukan tanpa memperhatikan
kategori sampel, semua data diperingkatkan walaupun terdiri dari
kategori yang berbeda.
5). Penjumlahan Peringkat
Penjumlahan peringkat ini dilakukan berdasarkan kategori
sampel.
6). Perhitungan Statistik U
Perhitungan statistik U dilakukan dengan rumus berikut:
( )1
1121
21 RnnnnU −
++= .................................................. (12)
( )2
2221
21 RnnnnU −
++= .................................................. (13)
Uterkecil = n1 . n2 – Uterbesar ................................................. (14)
Di mana:
n1 = jumlah responden pada kategori 1
n2 = jumlah responden pada kategori 2
R1 = jumlah peringkat pada kategori 1
R2 = jumlah peringkat pada kategori 2
7). Penentuan Nilai Statistik U
Kedua rumus tersebut kemungkinan besar akan menghasilkan
dua nilai yang berbeda. Nilai yang dipilih untuk U dalam
pengujian hipotesis ini adalah nilai yang terkecil dari kedua nilai
tersebut.
8). Penentuan Nulai Kritis U pada Tabel (Uα (n1)(n2))
Penentuan nilai kritis dilakukan dengan menggunakan Tabel
Distribusi U yang didasarkan pada nilai n1, n2, α , dan arah
pengujian.
9). Penarikan Kesimpulan Statistik
Penarikan kesimpulan dilakukan dengan membandingkan nilai
statistik U dengan nilai kritis U pada tabel (Uα (n1)(n2)). Aturan
42
pengambilan keputusannya adalah terima H0 jika U ≥ Uα (n1)(n2)
atau tolak H0 jika U < Uα (n1)(n2).
3.6. Tahapan Penelitian
Tahapan penelitian ini dapat digambarkan dalam suatu bagan seperti
terlihat dalam Gambar 7 berikut ini :
Gambar 7. Diagram Alir Tahap Penelitian
Mulai Penentuan Topik Penelitian
Studi Pustaka
Penentuan Cara Pengolahan dan Analisis Data
Penentuan Teknik Pengumpulan Data
Penyebaran dan Pengujian Kuesioner
Shahih? Tidak
Ya
Pengumpulan Data: 1. Kriteria penetapan nisbah bagi
hasil mudharabah di BMI 2. Preferensi bank & mudharib
terhadap kriteria penetapan nisbah bagi hasil tersebut.
Tabulasi data
Perhitungan: 1. Bobot untuk kriteria dan
atribut penetapan nisbah bagi hasil
2. Nilai Keputusan masing-masing responden
3. Uji signifikansi perbedaan antara dua pertimbagan
Akurat? Tidak
Ya
Interpretasi
Kesimpulan dan saran
Selesai
Cukup? Tidak Ya
IV. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
4.1. PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk (BMI)
4.1.1. Sejarah Singkat
Berkembangnya bank-bank syariah di negara-negara Islam
memiliki pengaruh yang kuat kepada masyarakat Indonesia yang
mayoritas penduduknya beragama Islam. Pada awal periode 1980-an,
diskusi mengenai perbankan syariah sebagai pilar ekonomi Islam
mulai dilakukan. Para tokoh yang terlibat dalam kajian tersebut
adalah Karnaen A. Perwataatmadja, M. Dawam Rahardjo, A.M.
Saefuddin, M. Amin Azies, dan lain-lain. Beberapa uji coba pada
skala yang relatif terbatas telah diwujudkan. Di antaranya adalah
Baitut Tamwil–Salman, Bandung yang sempat tumbuh
mengesankan. Dan juga lembaga yang serupa dalam bentuk koperasi,
yaitu Koperasi Ridho Gusti, Jakarta.
Prakarsa yang lebih khusus untuk mendirikan bank Islam di
Indonesia baru dilaksanakan pada tahun 1990. Majelis Ulama
Indonesia (MUI) menyelenggarakan kegiatan loka karya “Bunga
Bank dan Perbankan” yang diselenggarakan di Cisarua, Bogor, Jawa
Barat pada tanggal 18 – 20 Agustus 1990. Kemudian, hasil loka
karya tersebut dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional
(Munas) IV MUI pada tanggal 22 – 25 Agustus 1990 di Hotel Sahid
Jaya Jakarta. Berdasarkan amanat Munas tersebut, dibentuklah
kelompok kerja untuk mendirikan bank Islam di Indonesia yang
disebut Tim Perbankan MUI. Tim inilah yang merintis pendirian
bank Islam pertama di Indonesia, yaitu Bank Muamalat Indonesia.
BMI didirikan pada tanggal 24 Rabiul Awal 1412 H atau
tanggal 1 November 1991 berdasarkan akta pendirian No.1 di
hadapan notaris Yudo Paripurno, S.H. di Jakarta. Akte tersebut telah
mendapatkan pengesahan dari Menteri Kehakiman Republik
Indonesia dengan Surat Keputusan No.C2-2413.HT.01.01 tahun
1992 tanggal 21 Maret 1992, telah didaftarkan di Pengadilan Negeri
44
Jakarta Pusat pada tanggal 30 Maret 1992, dan telah diumumkan
dalam Berita Negara Republik Indonesia No.34 tanggal 28 April
1992.
BMI memulai kegiatan operasionalnya pada tanggal 27 Syawal
1412 H atau tanggal 1 Mei 1992 dengan total komitmen modal
disetor awal sebesar Rp 106.126.382.000,00 dan modal dasar BMI
sebesar Rp 500 milyar. Pemegang saham pada saat itu terdiri dari
180 perorangan, 31 yayasan, 19 perusahaan, lima organisasi sosial,
dan dua koperasi.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik
Indonesia No.430/KMK.017/1995 tanggal 24 April 1992, BMI
beroperasi sebagai Bank Umum. Pada tahun 1993, BMI melakukan
penawaran umum saham dan mencatatkan sahamnya di Bursa Efek
Jakarta (BEJ) sehingga berubah menjadi perusahaan publik dengan
nama PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. BMI mulai beroperasi
secara resmi sebagai Bank Devisa pada tanggal 27 Oktober 1994
berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.
27/76/KEP/DIR. BMI memperoleh status sebagai Bank Persepsi
yang mengizinkan perseroan untuk menerima setoran pajak
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan No.S-
106/MK.03/1995 tertanggal 7 Maret 1995. BMI dinyatakan sebagai
bank yang beroperasi dengan sistem bagi hasil pada tanggal 30 Maret
1995 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan No.
131/KMK.017/1995.
BMI telah mencapai laba sebesar Rp 95,05 Miliar pada periode
Juni 2006 dengan aset mencapai Rp 7,64 Triliun (unaudited). Dari
segi kualitas pembiayaan, tingkat Non-Performing Financing (NPF)
relatif kecil yaitu 1,63 persen (net) dengan Capital Adequacy Ratio
(CAR) sebesar 15,25 persen. Dari segi rentabilitas, Return On Asset
(ROA) 2,60 persen, Return On Equity (ROE) 21,29 persen, dan
Biaya Operasi Pendapatan Operasi (BOPO) 81,37 persen. Adapun
Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun adalah Rp 5,83
45
Triliun dan pembiayaan disalurkan mencapai Rp 6,2 Triliun dan
Financing to Deposit Ratio (FDR) mencapai 89,08 persen.
BMI meraih Indonesian Best Brand Award 2006 untuk
kategori Bank Syariah pada tanggal 27 Juli 2006. Di tahun yang
sama pula, BMI memperoleh InfoBank Golden Thropy 2006,
Bisnis Indonesia Award 2006 dengan kategori Bank Nasional
Terbaik 2006 “Top Five”, serta Manggala Bhakti Husada Arutala
2006 dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia sebagai
institusi yang telah berperan aktif dan berkontribusi secara nyata
dalam penanggulangan masalah tembakau di Indonesia.
BMI juga meraih beberapa penghargaan di tahun-tahun
sebelumnya. BMI meraih Islamic Finance News Awards 2005 dari
International Islamic Finance News dengan predikat Best Islamic
Bank in Indonesia, Internasional Islamic Bank Award (IIBA)
2005 dengan predikat The Most Efficient, Superbrands 2004 & 2005,
KLIFF Award (2004) sebagai The Most Outstanding Performance,
Innovation Award 2005 dengan predikat Customer Mode of Entry
dari Majalah SWA bekerjasama dengan MARS, BPPT dan
Kementerian Riset dan Teknologi Republik Indonesia, Indonesian
Best Brand 2005 “Top Five” dari Majalah SWA bekerjasama
dengan MARS, Bank Pelopor KPR Syariah Di Indonesia dari
majalah Property & Bank yang, serta Top of Mind (TOM) dari
Karim Business Consulting (KBC).
Jumlah jaringan BMI sampai bulan Agustus 2006 mencapai 198
outlet yang tersebar di 31 propinsi meliputi 46 Cabang, 9 Cabang
Pebantu (Capem), 11 Unit Pelayanan Syariah (UPS), 86 Kantor Kas,
dan 46 GERAI. Disamping itu BMI telah menjalin kerjasama dengan
PT. Pos Indonesia dengan menghadirkan 1.200 titik layanan Sistem
Online Payment Point (SOPP) Kantor Pos di seluruh Nusantara.
4.1.2. Visi, Misi, dan Strategi
Visi BMI adalah menjadi bank syariah utama di Indonesia,
dominan di pasar spiritual, dikagumi di pasar rasional. Misi BMI
46
adalah menjadi role model Lembaga Keuangan Syariah dunia dengan
penekanan pada semangat kewirausahaan, keunggulan manajemen,
dan orientasi investasi yang inovatif untuk memaksimumkan nilai bagi
stakeholder.
Strategi usaha yang diterapkan BMI adalah:
1). Menaikkan pendapatan melalui ekspansi pembiayaan secara
selektif dan prudent (hati-hati) dengan penekanan pada usaha kecil
dengan memanfaatkan jaringan Lembaga Keuangan Syariah
(LKS) tanpa mengabaikan pembiayaan kepada usaha menengah
dan besar dengan penekanan pada perusahaan-perusahaan yang
mendukung pengembangan usaha kecil.
2). Meningkatkan mutu pelayanan dan pengembangan produk
andalan.
3). Meningkatkan profesionalitas Sumber Daya Insani (SDI).
4). Menaikkan jumlah kantor pelayanan baru pada daerah-daerah
strategis.
5). Mengembangkan teknologi informasi dan teknologi pelayanan.
6). Meningkatkan intensitas pengawasan dan menumbuhkan budaya
patuh pada peraturan.
4.1.3. Produk dan Jasa
Produk BMI terdiri dari produk penghimpunan dana,
penanaman dana, produk jasa, dan jasa layanan. Masing-masing
produk untuk setiap kategorinya dapat dilihat pada Lampiran 8.
4.1.4. Prosedur Pemberian Pembiayaan Mudharabah
Prosedur pemberian pembiayaan mudharabah di BMI secara
umum terdiri dari lima tahap, yaitu: (1) Tahap Aplikasi, (2) Tahap
Evaluasi, (3) Tahap Realisasi, (4) Tahap Monitoring, dan (5) Tahap
Penutupan.
1). Tahap Aplikasi
Pengajuan proposal oleh calon mudharib yang dilengkapi dengan
surat permohonan mendapatkan pembiayaan, surat-surat legalitas
47
usaha, laporan keuangan dua tahun terakhir, proyeksi cash flow
selama masa pembiayaan, dan data jaminan.
2). Tahap Evaluasi
Analisis potensi bisnis mudharib dari aspek keuangan (neraca,
rasio-rasio keuangan, cash flow, dll), industri (kekuatan
persaingan, lokasi, kapasitas produksi, target pasar, dll), yuridis
(validitas dokumen dan data), dan karakter jaminan (kecepatan
transaksi dari jaminan, likuiditas jaminan, kekuatan hukum, dll).
3). Tahap Realisasi
Penandatanganan kontrak atau akad dan surat notaris kemudian
dilanjutkan dengan pencairan dana.
4). Tahap Pembinaan (Monitoring)
Bertujuan untuk mengetahui kebenaran penggunaan dana,
mengikuti perkembangan usaha, dan memberikan petunjuk untuk
kemajuan usaha.
5). Tahap Penutupan
Pelunasan dana pembiayaan dan perhitungan bagi hasil.
4.1.5. Prosedur Penanganan Pembiayaan Mudharabah
BMI membentuk sebuah komite pembiayaan yang disebut
dengan Asset and Liabilities Committee (ALCO) dalam menangani
pembiayaan mudharabah. Komite ini bertugas dan bertanggung
jawab untuk menyetujui pemberian, penambahan, dan perpanjangan
masa pembiayaan. Komite ini diketuai oleh Direktur Utama (Dirut)
dan beranggotakan beberapa direktur dan asisten direktur dari divisi
terakit, antara lain Divisi Financing and Sattllement Group (FSG),
Divisi Business Development Group (BDG), dan Divisi Treasury.
Kewenangan yang dilimpahkan kepada direksi oleh komisaris
dilimpahkan kembali kepada para anggota komite pembiayaan sesuai
dengan kemampuan masing-masing anggota. Berdasarkan
tingkatannya, komite pembiayaan terbagi menjadi:
a. Kantor cabang di bawah penanganan Pimpinan Cabang memiliki
limit plafon pembiayaan sebesar Rp 350 Juta – Rp 400 Juta.
48
b. Kantor pusat di bawah penanganan Kepala Urusan memiliki limit
plafon pembiayaan sebesar Rp 500 Juta.
c. Komisaris di bawah penanganan Direksi memiliki limit plafon
pembiayaan sebesar Rp 1 Milyar.
4.1.6. Perhitungan Distribusi Bagi Hasil Pembiayaan Mudharabah
Secara umum, dalam mendistribusikan bagi hasil kepada
mudharib, BMI terlebih dahulu membuat proyeksi pendapatan,
aktualisasi pendapatan, pokok pembayaran, marjin keuntungan, dan
nisbah bagi hasil. Tabel perhitungan distribusi bagi hasil pembiayaan
mudharabah menurut Djabir (2000) dapat dilihat pada Lampiran 10.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Kriteria Penetapan Nisbah Bagi Hasil BMI
Nisbah bagi hasil merupakan porsi atau bagian yang menjadi hak
mudharib dan bank pada proses distribusi bagi hasil yang penetapannya
disepakati pada awal kontrak. Pihak yang memiliki modal (shahibul mal)
biasanya memiliki persentase bagi hasil yang lebih besar dibandingkan
dengan pihak yang mengelola modal (mudharib). Alasannya, pihak pemilik
modal adalah pihak yang menanggung secara penuh jika terjadi kerugian
usaha yang dijalankan oleh mudharib. Akan tetapi, penentuan presentase
berdasarkan bilangan tertentu bukanlah suatu keharusan karena pada
prinsipnya besaran nisbah bagi hasil ditentukan berdasarkan kesepakatan
kedua belah pihak pada awal kontrak. Namun demikian, tindakan berupa
penentuan bilangan persentase nisbah di awal kontrak lebih baik dilakukan
guna menghindari kesalah-pahaman.
Berdasarkan metode penetapan nisbah bagi hasil pembiayaan
mudharabah yang dinyatakan oleh Karim (2004), metode yang digunakan
BMI Cabang Bogor dalam menetapkan nisbah bagi hasil pembiayaan
mudharabah adalah metode penetapan nisbah bagi hasil berdasarkan
keuntungan (profit sharing) dan pendapatan (revenue sharing). Penggunaan
salah satu metode tersebut ditentukan berdasarkan tingkat risiko usaha yang
akan dibiayai. Jika risiko usaha besar, maka nisbah bagi hasil ditetapkan
berdasarkan perhitungan keuntungan. Sebaliknya, jika risiko usaha kecil,
maka nisbah ditetapkan berdasarkan perhitungan pendapatan.
Penetapan metode profit sharing pada usaha yang bersiko tinggi
merupakan salah satu sifat bank syariah yang menjunjung tinggi nilai
keadilan dalam memberikan pembiayaan kepada mudharib. Dengan metode
profit sharing, biaya-biaya yang terjadi selama usaha berjalan ditanggung
oleh pihak bank. Sehingga, hal ini tidak memberatkan mudharib dalam
mengembalikan dana pembiayaan kepada bank. Konsekuensinya, bank
50
syariah berani menetapkan persentase nisbah bagi hasil untuknya yang
relatif kecil dibandingkan dengan persentase nisbah untuk mudharib.
Adapun dalam menetapkan metode revenue sharing pada usaha yang
berisiko rendah, bank lebih mengedepankan sifat prudent (hati-hati) dalam
menyalurkan pembiayaan mudharabah. Metode ini ditetapkan oleh bank
untuk menghindari biaya-biaya tidak terduga (non-controllable cost) yang
tidak dilaporkan mudharib secara transaparan. Dengan demikian, biaya-
biaya tidak terduga atau seluruh biaya yang terjadi selama usaha berjalan
tersebut ditanggung oleh mudharib. Konsekuensinya, bank syariah bisa
menetapkan persentase nisbah bagi hasil untuknya yang lebih besar daripada
untuk mudharib.
Sebagian besar (99%) pembiayaan mudharabah di BMI Cabang
Bogor sampai bulan September 2006 disalurkan kepada usaha kecil berupa
koperasi pada suatu lingkungan organisasi tertentu (perusahaan, instansi,
atau lembaga). Hanya sebesar satu persen pembiayaan mudharabah
disalurkan kepada usaha skala mengengah. Usaha koperasi dalam kasus ini
memiliki risiko bisnis yang relatif kecil karena sebagian besar koperasi
memiliki pemasukan yang tetap dari anggota yang juga merupakan pegawai
atau karyawan dalam organisasi tersebut. Pemasukan tetap yang dimaksud
berasal dari gaji anggota koperasi yang memiliki kewajiban kepada koperasi
berupa pinjaman atau kewajiban lainnya. Sehingga, 99 persen metode yang
digunakan BMI Cabang Bogor dalam menetapkan nisbah bagi hasil adalah
metode revenue sharing.
Kesepakatan dalam menetapkan nisbah bagi hasil terjadi setelah
proses tawar-menawar atau negosiasi dilakukan olah kedua pihak. Pada BMI
Cabang Bogor, proses tawar menawar dalam menetapkan nisbah bagi hasil
selalu dilakukan sebelum kedua pihak melakukan pengikatan (akad atau
kontrak) suatu pembiayaan. Besarnya nisbah bagi hasil yang ditawarkan
bank ditentukan berdasarkan metode penetapan nisbah bagi hasil yang
disesuaikan dengan kondisi usaha mudharib. Sedangkan nisbah bagi hasil
mudharib ditentukan berdasarkan pertimbangan tertentu yang dimilikinya.
51
Penetapan persentase nisbah bagi hasil produk pembiayaan
mudharabah pada umumnya dilakukan dengan memperhitungkan dua
faktor, yaitu referensi marjin keuntungan yang ditetapkan oleh Tim Asset
and Liabilities Committe (ALCO) dan perkiraan tingkat keuntungan usaha
mudharib yang dibiayai bank syariah tersebut (Tabel 9).
Tabel 9. Komponen Kriteria Penetapan Nisbah Bagi Hasil Pembiayaan
Mudharabah
Referensi Marjin Keuntungan Perkiraan Keuntungan Usaha Mudharib
1. Direct Competitor’s Market Rate 2. Indirect Competitor’s Market
Rate 3. Expected Competitive Return for
Investors 4. Acquiring Cost 5. Overhead Cost
1. Perkiraan penjualan usaha 2. Perkiraan lama Cash to Cash
Cycle 3. Perkiraan biaya langsung 4. Perkiraan biaya tidak langsung 5. Perkiraan Delayed Factor
Sumber: Karim, 2004
Kriteria-kriteria tersebut dikelompokkan kembali menjadi lima kriteria
dengan atributnya masing-masing berdasarkan pertimbangan peneliti
dengan tujuan agar mudah untuk dilakukan analisis. Lima kriteria tersebut
adalah sebagai berikut:
1). Tingkat Marjin Bagi Hasil Bank Syariah (TBBS)
Kriteria ini merupakan representasi dari kriteria Direct Competitor’s
Market Rate. Atribut yang dimiliki oleh kriteria ini antara lain:
a. Tingkat marjin bagi hasil rata-rata perbankan syariah (BRPS)
b. Tingkat marjin bagi hasil rata-rata beberapa bank syariah (BRBS)
c. Tingkat marjin bagi hasil bank syariah tertentu (BBST)
2). Tingkat Suku Bunga Bank Konvensional (TBBK)
Kriteria ini merupakan representasi dari kriteria Indirect Competitor’s
Market Rate. Atribut yang dimiliki oleh kriteria ini antara lain:
a. Tingkat suku bunga rata-rata perbankan konvensional (SRPK)
b. Tingkat suku bunga rata-rata beberapa bank konvensional (SRBK)
c. Tingkat suku bunga bank konvensional tertentu (SBKT)
52
3). Perkiraan Marjin Keuntungan Usaha Mudharib (PMKU)
Kriteria ini merupakan representasi dari kriteria Perkiraan Penjualan,
Perkiraan Biaya Langsung, dan Perkiraan Biaya Tidak Langsung Usaha
Mudharib. Atribut yang juga merupakan unsur pembentuk marjin
keuntungan ini antara lain terdiri dari:
a. Perkiraan volume penjualan usaha (TVP)
b. Perkiraan fluktuasi harga produk (TFH)
c. Perkiraan laba bersih usaha (TLB)
d. Perkiraan harga pokok penjualan (THPP)
4). Jangka Waktu Pembiayaan (JWP)
Kriteria ini merupakan representasi dari kriteria Perkiraan Lama Cash to
Cash Cycle dan Perkiraan Delayed Factor. Atribut yang dimiliki oleh
kriteria ini antara lain:
a. Perkiraan lama proses produksi barang atau jasa (TLPB)
b. Perkiraan lama persediaan barang (TLSB)
c. Perkiraan lama piutang dagang (TLP)
d. Perkiraan Delayed Factor
5). Bagi Hasil yang Diharapkan Investor/Deposan (BHI)
Kriteria ini merepresentasikan kriteria Expected Competitive Return for
Investors, Acquiring Cost, dan Overhead Cost bagi bank syariah. Atribut
dari kriteria ini antara lain:
a. Nisbah bagi hasil untuk nasabah investor/deposan (PBHI)
b. Biaya langsung untuk mendapatkan dana pihak ketiga (BLD)
c. Biaya tidak langsung untuk mendapatkan dana pihak ketiga
(BTLD)
5.2. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner
Uji reliabilitas kuesioner dilakukan terhadap tiga responden pertama
mudharib dan tiga responden pertama kru BMI Cabang Bogor. Berdasarkan
perhitungan metode Cronbach’s Alpha yang dihitung dengan menggunakan
software SPSS versi 11.5 diperoleh alpha (α) sebesar 0,8998 dengan tingkat
kepercayaan 95 persen (taraf signifikansi sebesar 5 persen). Menurut George
(2003), nilai α > 0,8 termasuk ke dalam kriteria Good (baik).
53
Dengan demikian, kuesioner penelitian ini termasuk reliable (handal)
dan variabel-variabelnya konsisten. Artinya, kriteria yang dirumuskan
peneliti dapat dijadikan variabel analisis dalam penelitian sejenis lainnya.
Hasil uji reliabilitas tersebut dapat dilihat pada Lampiran 4.
5.3. Hasil Uji Validitas Kuesioner
Uji Validitas dilakukan terhadap tiga responden pertama mudharib
dan tiga responden pertama kru BMI Cabang Bogor. Dengan nilai n = 22, dk
= 20, α = 0,05, serta pengujian two-tiled, maka diperoleh rtabel sebesar 0,360.
Berdasarkan metode Korelasi Product Moment Pearson yang dibantu
dengan program Microsoft Excel 2003 diperoleh hasil bahwa terdapat tiga
butir pertanyaan yang tidak valid (Tabel 10).
Tabel 10. Hasil Uji Validitas Kuesioner
Pertanyaan No.
Koefisien (r) Kesimpulan Pertanyaan
No. Koefisien
(r) Kesimpulan
1 0,754 Valid 12 0,754 Valid 2 0,373 Valid 13 0,754 Valid 3 0,878 Valid 14 0,785 Valid 4 0,877 Valid 15 0,915 Valid 5 0,771 Valid 16 0,718 Valid 6 0,849 Valid 17 0,718 Valid 7 0,849 Valid 18 0,484 Valid 8 0,580 Valid 19 0,600 Valid 9 0,151 Tidak Valid 20 0,583 Valid
10 0,074 Tidak Valid 21 0,600 Valid 11 0,087 Tidak Valid 22 0,583 Valid
Selain menguji validitas seluruh butir pertanyaan, dilakukan pula uji
validitas parsial terhadap butir-butir pertanyaan yang dikelompokkan karena
memiliki tujuan yang sama. Sebagai contoh, pertanyaan nomor 1 sampai 5
bertujuan untuk menjawab preferensi responden terhadap kriteria penetapan
nisbah, nomor 6 sampai 8 untuk menjawab preferensi responden terhadap
atribut TBBS, dan seterusnya. Berdasarkan uji validitas parsial diperoleh
hasil bahwa seluruh butir pertanyaan yang ada dalam masing-masing
54
kelompok valid (Lampiran 5). Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa
kuesioner ini valid secara parsial.
5.4. Hasil Pembobotan Kriteria dan Atribut
Pembobotan terhadap kriteria dan atribut yang dimiliki responden
mudharib dan kru BMI Cabang Bogor diperlukan dalam mengidentifikasi
pertimbangan yang digunakannya dalam menetapkan besarnya nisbah bagi
hasil. Pembobotan merupakan salah satu tahap untuk menghitung nilai
keputusan responden yang menjadi representasi dari pertimbangan yang
dimilikinya.
Pembobotan pun bertujuan untuk mengidentifikasi urutan prioritas
kriteria dan atribut yang dimiliki responden. Urutan prioritas kriteria dan
atribut dapat digunakan untuk mengidentifikasi alur kepentingan responden
dalam menetapkan nisbah bagi hasil.
5.4.1. Mudharib BMI Cabang Bogor
Sebanyak 99 persen mudharib di BMI Cabang Bogor sampai
bulan September 2006 merupakan pengurus koperasi (usaha kecil).
Hanya sebanyak satu persen mudharib yang berada dalam usaha
dengan skala menengah. Jenis pembiayaan yang disalurkan kepada
seluruh mudharib pada BMI Cabang Bogor adalah pembiayaan
mudharabah modal kerja.
Seluruh mudharib yang menjadi responden dalam penelitian ini
adalah mudharib yang bekerja sebagai pengurus koperasi. Koperasi
yang dikelola responden mudharib berada dalam lingkungan suatu
organisasi tempatnya bekerja. Dengan kata lain, koperasi ini
dibentuk oleh golongan fungsional (pegawai negeri, anggota ABRI,
karyawan, atau yang lainnya) dari organisasi tersebut.
Menurut Susanto dan Firdaus (2004), berdasarkan golongan
fungsionalnya, koperasi antara lain terdiri dari Koperasi Pegawai
Republik Indonesia (KPRI), Koperasi Karyawan (Kopkar), Koperasi
Angkatan Darat (Kopad), Koperasi Angkatan Udara (Kopau),
Koperasi Angkatan Laut (Kopal), Koperasi Angkatan Kepolisian
55
(Koppol), Koperasi Pensiunan (Koppen), Koperasi Sekolah, dan
lain-lain.
Organisasi tempat responden mudharib bekerja terdiri dari
organisasi profit (badan usaha) dan organisasi non-profit (lembaga).
Organisasi profit tersebut terdiri dari Perusahaan Daerah, BUMN,
dan Perseroan Terbatas (PT). Sedangkan organisasi non-profit terdiri
dari lembaga penelitian dan sekolah tinggi. Sehingga, jenis koperasi
yang berada pada organisasi tersebut antara lain Koperasi Pegawai
Republik Indonesia (KPRI) dan Koperasi Karyawan (Kopkar).
Jenis usaha koperasi yang dijalankan seluruh responden
mudharib adalah kombinasi dari kegiatan usaha koperasi konsumsi
dan koperasi simpan pinjam (kredit). Koperasi konsumsi yaitu
koperasi yang anggotanya terdiri dari setiap orang yang mempunyai
kepentingan langsung dalam bidang konsumsi. Koperasi simpan
pinjam adalah koperasi yang anggotanya memiliki kepentingan
langsung di bidang perkreditan (Susanto dan Firdaus, 2004).
Pertimbangan yang dimiliki oleh responden mudharib sebagai
pengurus koperasi pada dasarnya tidak mutlak berasal dari preferensi
yang dimilikinya secara pribadi melainkan dipengaruhi secara
langsung ataupun tidak langsung oleh anggota atau pengurus
koperasi lainnya. Oleh karena itu, keputusan yang diambil mudharib
dalam menetapkan besarnya nisbah bagi hasil pun merupakan
representasi dari preferensi anggota koperasi, pengurus koperasi,
atau karyawan lainnya.
Responden mudharib dikelompokkan menjadi dua kelompok
berdasarkan jenis kepemilikan organisasi tempat responden bekerja
(organisasi induk), yaitu organisasi pemerintah dan organisasi
swasta. Organisasi pemerintah dalam penelitian ini terdiri dari Badan
Usaha Milik Negara (BUMN), Perusahaan Daerah, dan Lembaga
Pemerintah. Adapun organisasi swasta dalam penelitian ini terdiri
dari Perseroan Terbatas dan Sekolah Tinggi.
56
Pembagian kelompok mudharib bedasarkan jenis kepemilikan
organisasi induk tersebut didasari oleh suatu presumption bahwa
terdapat perbedaan karakteristik antara kedua jenis organisasi
tersebut mengenai tujuan utama yang hendak dicapai. Organisasi
pemerintah dicirikan oleh tujuan utamanya untuk memenuhi hajat
hidup orang banyak, sementara organisasi swasta dicirikan oleh
tujuan utamanya untuk memaksimalkan kepentingan organisasi
secara individu.
Tujuan utama organisasi secara langsung ataupun tidak langsung
akan mempengaruhi budaya organisasi yang berlaku di dalamnya.
Sehingga, walaupun karakteristik koperasi berbeda dengan
organisasi induk, tetapi budaya organisasi yang dimiliki organisasi
induk dapat mempengaruhi karakter mudharib sebagai pengurus
koperasi.
Tidak semua responden mudharib memberikan bobot pada
kriteria dan atribut yang ditetapkan peneliti. Responden mudharib
yang tidak memberikan bobot pada kriteria dan atribut menganggap
bahwa setiap kriteria dan atribut tersebut memiliki bobot yang sama
(tidak memiliki prioritas) atau tidak termasuk ke dalam pertimbangan
mereka dalam menetapkan nisbah bagi hasil. Jumlah responden
mudharib yang memberikan bobot pada kriteria dan atribut
penetapan nisbah bagi hasil dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Penyebaran Responden Mudharib yang Telah
Memberikan Bobot pada Kriteria dan Atribut Kriteria & Atribut Jumlah Mudharib
Kriteria 11
Atribut pada kriteria TBBS 8
Atribut pada kriteria TBBK 9
Atribut pada kriteria PMKU 7
Atribut pada kriteria JWP 6
Atribut pada kriteria BHI 8
57
1). Mudharib pada Organisasi Pemerintah
Mudharib yang berada dalam kelompok ini berjumlah lima
orang responden yang terdiri dari seorang responden yang bekerja
pada Perusahaan Daerah, dua orang responden pada Badan Usaha
Milik Negara (BUMN), dan dua orang responden pada Lembaga
Pemerintah. Karena seorang responden dalam Lembaga
Pemerintah tidak melakukan pembobotan terhadap kriteria
penetapan nisbah bagi hasil, maka urutan prioritas kriteria hanya
ditetapkan oleh empat responden.
Urutan prioritas kriteria ditentukan berdasarkan besarnya
bobot yang dihasilkan dari perhitungan gabungan pendapat
responden yang bersangkutan. Urutan prioritas kriteria penetapan
nisbah bagi hasil pembiayaan mudharabah yang dimiliki
mudharib pada organisasi pemerintah terdapat pada Tabel 12.
Tabel 12. Bobot Kriteria Berdasarkan Gabungan Pendapat Mudharib Pada Organisasi Pemerintah
Kriteria Bobot Prioritas Tingkat Marjin Bagi Hasil Perbankan Syariah (TBBS) 0,397 I
Tingkat Suku Bunga Perbankan Konvensional (TBBK) 0,117 V
Bagi Hasil untuk Investor/Deposan/Penabung (BHI) 0,120 IV
Perkiraan Marjin Keuntungan Usaha Mudharib (PMKU) 0,182 III
Jangka Waktu Pembiayaan (JWP) 0.183 II
Mudharib pada organisasi pemerintah memiliki pertimbangan
yang sangat kuat terhadap tingkat marjin bagi hasil dan sangat
lemah terhadap tingkat suku bunga. Keadaan ini
mengindikasikan dua hal: Pertama, mudharib memiliki
keyakinan kuat terhadap perintah agama yang dianutnya untuk
meninggalkan segala bentuk transaksi yang dilarang (haram).
Salah satu hal yang dilarang tersebut adalah menggunakan suku
bunga dalam suatu transaksi. Kedua, mudharib percaya bahwa
BMI sudah menjalankan sistem bagi hasil yang sesuai dengan
58
syariat agama. Eksistensi mudharib yang sensitif terhadap
masalah keagamaan sebagai nasabah BMI menjadi indikator
sesuainya preferensi mudharib dengan bank dalam hal tersebut.
Mudharib juga memiliki preferensi yang rendah terhadap
bagi hasil untuk investor (penabung atau deposan) selain
terhadap suku bunga. Keadaan ini mengindikasikan bahwa
mudharib ingin memisahkan antara kepentingannya dengan bank
dan kepentingan investor dengan bank. Hal ini diduga karena
mudharib membutuhkan dana yang tersedia di bank tanpa
memberikan perhatian yang besar terhadap besarnya imbalan
yang akan diperoleh investor sebagai pemilik dana tersebut.
2). Mudharib Pada Organisasi Swasta
Mudharib yang berada dalam kelompok ini berjumlah tujuh
responden yang terdiri dari empat orang responden pada sekolah
tinggi dan tiga orang responden pada Perseroan Terbatas (PT).
Urutan prioritas kriteria ditentukan berdasarkan besarnya bobot
yang dihasilkan dari perhitungan gabungan pendapat responden-
responden yang bersangkutan. Urutan prioritas kriteria penetapan
nisbah bagi hasil pembiayaan mudharabah yang dimiliki
mudharib pada organisasi swasta terdapat pada Tabel 13.
Tabel 13. Bobot Kriteria Berdasarkan Gabungan Pendapat Mudharib Pada Organisasi Swasta
Kriteria Bobot PrioritasTingkat Marjin Bagi Hasil Perbankan Syariah (TBBS) 0.22 II
Tingkat Suku Bunga Perbankan Konvensional (TBBK) 0.21 III
Bagi Hasil untuk Investor/Deposan/Penabung (BHI) 0.08 V
Perkiraan Marjin Keuntungan Usaha Mudharib (PMKU) 0.35 I
Jangka Waktu Pembiayaan (JWP) 0.13 IV
Berbeda dengan mudharib pada organisasi pemerintah yang
sangat memprioritaskan marjin bagi hasil untuk bank, mudharib
59
pada organisasi swasta sangat memprioritaskan marjin
keuntungan usahanya. Keadaan ini diperkirakan merupakan
indikator terhadap rasionalnya pemikiran mudharib dalam
menentukan besarnya nisbah bagi hasil. Mudharib beranggapan
bahwa hal ini fair baginya mengingat besar atau kecilnya bagi
hasil yang akan diperolehnya bergantung pada keuntungan yang
dihasilkan dari usahanya. Jika potensi marjin keuntungan usaha
mudharib semakin besar, maka semakin besar pula bagi hasil
yang akan mudharib dapatkan. Oleh karena itu, pertimbangan
terhadap marjin keuntungan usaha menjadi prioritas pertama
dalam menetapkan nisbah bagi hasil.
Mudharib pada organisasi swasta memiliki pertimbangan
yang sangat lemah terhadap imbalan yang akan diperoleh
investor. Sama seperti mudharib pada organisasi pemerintah,
alasan mudharib pada organisasi swasta melakukan transaksi
pembiayaan di BMI adalah semata-mata karena membutuhkan
dana yang tersedia pada bank tersebut. Oleh karena itu, mudharib
memisahkan antara persoalannya sebagai pihak yang
membutuhkan dana kepada bank dan persoalan investor sebagai
pihak yang memberikan dana kepada bank. Sebagai
konsekuensinya, pertimbangan terhadap imbalan untuk investor
pun menjadi prioritas terakhir mudharib dalam menetapkan
nisbah bagi hasil.
Bagi hasil untuk investor yang semakin besar di lain pihak
akan menyebabkan bertambahnya besarnya bagi hasil yang
diharapkan bank dari kegiatan pembiayaan. Keadaan ini dapat
membebani mudharib dalam mengembalikan dana yang
disalurkan bank untuk usahanya. Sehingga, jika mudharib bersifat
rasional, maka seharusnya kriteria ini dapat menjadi
pertimbangan yang lebih kuat dalam menetapkan besarnya nisbah
bagi hasil.
60
5.4.2. Kru BMI Cabang Bogor
BMI memiliki filosofi tersendiri mengenai Sumber Daya Insani
(SDI) yang bekerja di dalamnya. Prinsip The Celestial Management
diterapkan dengan menjadikan Muamalat Spirit sebagai pilar asasi
peningkatan SDI. Prinsip tersebut menekankan pada suatu nilai yang
berisi semangat spiritualitas yang tinggi dan berfungsi sebagai motor
penggerak aktivitas SDI agar sesuai dengan corporate culture BMI
(Amin, 2004).
Berdasarkan nilai tersebut, seluruh karyawan BMI dari mulai
direksi sampai dengan bagian operasional yang ada di pusat maupun
daerah bangga disebut sebagai crew (untuk selanjutnya ditulis kru).
Kru lebih mencerminkan kepada suatu tim yang bekerja sama dan
bertanggung jawab terhadap kendaraan yang ditungganginya (para
pemilik modal), penumpang yang dibawanya (para costumer), dan
komunitas yang ada disekitarnya. Lebih dari itu, kru tidak merasa
hidup sekedar sebagai pekerja atau buruh, melainkan para mujahid
(pejuang) yang memiliki tujuan mendapatkan keridhoan Allah SWT
(Amin, 2004).
Pembobotan terhadap kriteria dan atribut yang dimiliki kru
dilakukan berdasarkan tempat kru bertugas, yaitu kantor cabang
(bank pelaksana) dan kantor pusat (bank penentu kebijakan).
Pembagian kelompok berdasarkan kriteria tersebut didasari oleh
presumption yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan alur
pertimbangan antara kru yang ada di kantor cabang dengan kru yang
ada di kantor pusat dalam menetapkan besarnya nisbah bagi hasil
pembiayaan mudharabah. Pengelompokan ini dilakukan untuk
mengidentifikasi perbedaan pertimbangan dari setiap kelompok kru
dalam menetapkan besaran nisbah bagi hasil sehingga perbedaan
tersebut dapat dianalasis lebih lanjut.
Menurut Kru Marketing dan Legal & Support Pembiayaan di
kantor cabang Bogor, prospek usaha mudharib merupakan prioritas
utama dalam menetapkan nisbah bagi hasil. Selanjutnya adalah
61
kepentingan investor berupa bagi hasil yang diharapkannya, lalu
kepentingan bank itu sendiri yang dicerminkan oleh jangka waktu
pembiayaan, dan yang terakhir adalah kondisi pasar yang dicirikan
dengan pertimbangan terhadap tingkat marjin bagi hasil dan tingkat
suku bunga (Gambar 8).
Gambar 8. Alur Kepentingan Kru Marketing dan Legal & Pembiayaan di Cabang Bogor
Berbeda dengan alur kepentingan yang dimiliki Kru Marketing
dan Legal & Support Pembiayaan BMI di kantor Cabang Bogor, Kru
Financing and Settlement (FSG) & Treasury BMI di kantor pusat
lebih mementingkan kepentingan bank daripada kepentingan
investor. Sedangkan untuk prospek usaha mudharib dan kondisi
pasar, kedua kelompok mudharib memiliki preferensi yang sama
terhadap keduanya (Gambar 9).
Gambar 9. Alur Kepentingan Kru Financing and Settlement (FSG) & Treasury di Kantor Pusat
Pasar Mudharib Investor Bank
PMKU
BHI
JWP
TBBS & TBBK
Pasar
TBBS & TBBK
Mudharib Bank Investor
PMKU
JWP
BHI
62
Berbeda dengan responden mudharib yang tidak semuanya
memberikan bobot pada kriteria dan atribut penetapan nisbah bagi
hasil, setiap responden kru BMI memberikan bobot pada kriteria dan
atribut tersebut. Artinya, setiap kru menetapkan prioritas tertentu
pada masing-masing kriteria beserta atribut penetapan nisbah bagi
hasil. Dengan demikian, semua kriteria dan atribut yang dirumuskan
oleh peneliti tersebut termasuk ke dalam bahan pertimbangan kru
dalam menetapkan besarnya nisbah bagi hasil pada produk
pembiayaan mudharabah.
1). Kru BMI Kantor Cabang Bogor
Responden yang berada pada kelompok ini berjumlah tujuh
orang kru yang terdiri dari lima orang kru pada Divisi Marketing
dan dua orang kru pada Divisi Legal & Support Pembiayaan.
Urutan prioritas kriteria ditentukan berdasarkan besarnya bobot
yang dihasilkan dari perhitungan gabungan pendapat responden-
responden yang bersangkutan. Urutan prioritas beserta bobot
kriteria penetapan nisbah bagi hasil pembiayaan mudharabah
yang dimiliki Kru BMI di kantor cabang Bogor terdapat pada
Tabel 14.
Tabel 14. Bobot Kriteria Berdasarkan Gabungan Pendapat Kru
BMI Di Kantor Cabang Bogor Kriteria Bobot Prioritas
Tingkat Marjin Bagi Hasil Perbankan Syariah (TBBS) 0.11 IV
Tingkat Suku Bunga Perbankan Konvensional (TBBK) 0.08 V
Bagi Hasil untuk Investor/Deposan/Penabung (BHI) 0.21 II
Perkiraan Marjin Keuntungan Usaha Mudharib (PMKU) 0.47 I
Jangka Waktu Pembiayaan (JWP) 0.13 III
Kuatnya pertimbangan kru pada kelompok ini terhadap
kriteria PMKU mengindikasikan harapan kru yang sangat besar
terhadap tercapainya target bagi hasil kru yang telah ditetapkan
63
oleh pihak manajemen. Hal itu disebabkan karena BMI Cabang
Bogor memiliki target perolehan bagi hasil yang selanjutnya
diamanahkan kepada sejumlah Kru Marketing yang ada. Semakin
besar marjin keuntungan usaha mudharib yang ditangani oleh Kru
Marketing tertentu, maka semakin besar pula bagi hasil yang akan
diterima bank melalui perantara Kru Marketing tersebut. Dengan
demikian, target bagi hasil BMI Cabang Bogor pun akan dengan
mudah dan cepat tercapai.
Kuatnya pertimbangan kru terhadap kriteria PMKU
diakibatkan juga oleh sifat prudent kru dalam menyalurkan
pembiayaan berskema bagi hasil. Hal ini dilakukan guna
menghindari risiko bisnis yang terlampau besar mengingat
pembiayaan ini merupakan jenis pembiayaan yang berisiko tinggi
(risk return mode). Oleh karena itu, pertimbangan terhadap
kriteria PMKU menjadi prioritas utama kru dalam menetapkan
nisbah bagi hasil.
Pertimbangan yang lemah terhadap kriteria TBBK
mengindikasikan perhatian kru yang sangat rendah terhadap
besarnya tingkat suku bunga kredit. Keadaan ini didasari oleh
suatu prinsip bahwa pada dasarnya tingkat suku bunga kredit
tidak ada kaitannya dengan penentuan besarnya nisbah bagi hasil
dalam pembiayaan mudharabah. Sehingga, selama nisbah bagi
hasil sudah disepakati bersama, maka tidak ada kekhawatiran bagi
kru terhadap tidak rasionalnya besarnya nisbah tersbut
2). Kru BMI Kantor Pusat
Responden yang berada dalam kelompok ini berjumlah empat
orang kru yang terdiri dari tiga orang kru pada Divisi Financing
and Settlement Group (FSG) dan seorang kru pada Divisi
Treasury. Urutan prioritas kriteria ditentukan berdasarkan
besarnya bobot yang dihasilkan dari perhitungan gabungan
pendapat responden-responden yang bersangkutan. Urutan
prioritas beserta bobot kriteria penetapan nisbah bagi hasil
64
pembiayaan mudharabah yang dimiliki Kru BMI di kantor pusat
terdapat pada Tabel 15.
Tabel 15. Bobot Kriteria Berdasarkan Gabungan Pendapat Kru
di Kantor Pusat Kriteria Bobot Prioritas
Tingkat Marjin Bagi Hasil Perbankan Syariah (TBBS) 0.06 IV
Tingkat Suku Bunga Perbankan Konvensional (TBBK) 0.04 V
Bagi Hasil untuk Investor/Deposan/Penabung (BHI) 0.19 III
Perkiraan Marjin Keuntungan Usaha Mudharib (PMKU) 0.45 I
Jangka Waktu Pembiayaan (JWP) 0.26 II
Pertimbangan terhadap marjin keuntungan usaha mudharib
(PMKU) merupakan prioritas utama bagi kru tersebut dalam
menentukan nisbah bagi hasil. Hal tersebut tidak terlepas dari
salah satu tugas Kru FSG sebagai penentu target pendapatan bagi
BMI dan tugas Kru Treasury sebagai salah satu penentu besarnya
marjin bagi hasil BMI. Karena pendapatan yang diperoleh bank
berasal dari keuntungan usaha mudharib yang sesuai dengan
besarnya nisbah bagi hasil, maka jika usaha mudharib semakin
profitable, pendapatan bank pun semakin tinggi. Pada akhirnya,
target pendapatan bank yang telah ditetapkan akan dengan mudah
tercapai.
Sama seperti seluruh kru yang lainnya, kriteria Tingkat
Marjin Bagi Hasil Perbankan Syariah (TBBS) dan Tingkat Suku
Bunga Perbankan Konvensional (TBBK) dipertimbangkan secara
lemah oleh kru di kantor pusat. Marjin bagi hasil lebih
diprioritaskan daripada suku bunga karena instrumen tersebut
merupakan salah satu ciri yang membedakan bank syariah dengan
bank konvensional dalam memberikan imbalan kepada debitur
(mudharib). Sedangkan suku bunga hanya dipertimbangkan
sebagai faktor pembanding marjin bagi hasil untuk menghasilkan
besaran imbalan yang kompetitif bagi para mudharib.
65
Sistem bunga pada kenyataannya masih menjadi acuan
sebagian besar masyarakat dalam melakukan transaksi
pembiayaan (kredit). Oleh karena itu, bank syariah pada
umumnya berusaha menetapkan marjin bagi hasil yang lebih
kompetitif dibandingkan dengan suku bunga kredit. Sehingga,
suku bunga seharusnya lebih dipertimbangkan oleh kru BMI
dalam menetapkan nisbah bagi hasil untuk berkompetisi dengan
bank konvensional dalam memenangkan pangsa pasar perbankan
nasional.
5.5. Karakteristik Responden Berdasarkan Kriteria dan Atribut
Berdasarkan bobot kriteria yang dimiliki responden diketahui bahwa
terdapat perbedaan penetapan urutan prioritas kriteria dalam menentukan
besarnya nisbah bagi hasil baik pada responden mudharib maupun
responden kru BMI. Pada mudharib, terdapat perbedaan urutan prioritas
yang cukup signifikan antara mudharib dalam organisasi pemerintah dengan
mudharib dalam organisasi swasta. Sedangkan pada responden kru BMI,
tidak terdapat perbedaan urutan prioritas yang signifikan antara kru BMI di
kantor Cabang Bogor dengan kru BMI di kantor pusat.
5.5.1. Mudharib BMI Cabang Bogor
1). Tingkat Marjin Bagi Hasil Perbankan Syariah (TBBS)
Baik mudharib pada organisasi pemerintah maupun
mudharib pada organisasi swasta memiliki preferensi yang kuat
terhadap kriteria TBBS. Mudharib pada organisasi pemerintah
menetapkan kriteria ini sebagai prioritas pertama dengan bobot
sebesar 0,397 dan mudharib pada organisasi swasta
menetapkannya pada prioritas kedua dengan bobot sebesar 0,22.
Faktor yang membedakan kedua preferensi tersebut diduga
terletak pada cara pandang kedua mudharib terhadap sistem bagi
hasil. Mudharib yang menetapkan kriteria TBBS sebagai
prioritas pertama memandangnya dari sudut pandang agama.
Sehingga menurutnya, sistem bagi hasil yang diperintahkan oleh
66
agamanya dapat mendatangkan keuntungan baginya. Sedangkan
mudharib yang menetapkan kriteria TBBS sebagai prioritas
kedua melihat dari sudut pandang rasio logika. Menurutnya,
selama sistem bagi hasil menguntungkan, maka mudharib akan
terus menggunakan sistem tersebut dalam usahanya.
Terdapat tiga variabel yang menjadi atribut dari kriteria
TBBS. Atribut itu terdiri dari Marjin Bagi Hasil Bank Syariah
Tertentu (BBST), Marjin Bagi Hasil Rata-Rata Beberapa Bank
Syariah (BRBS), dan Marjin Bagi Hasil Rata-Rata Perbankan
Syariah (BRPS) (Tabel 16).
Tabel 16. Bobot Atribut TBBS Berdasarkan Gabungan Pendapat
Seluruh Mudharib Kriteria Atribut Bobot
Marjin Bagi Hasil Rata-Rata Perbankan Syariah (BRPS) 0,10
Marjin Bagi Hasil Rata-Rata Beberapa Bank Syariah (BRBS)
0,35 Tingkat Marjin Bagi Hasil Perbankan Syariah (TBBS)
Marjin Bagi Hasil Bank Syariah Tertentu (BBST) 0,55
Sebagian besar mudharib memiliki pertimbangan yang kuat
terhadap atribut BBST dan BRBS. Alasannya, sebagian besar
responden mudharib cukup familiar dengan salah satu ataupun
beberapa bank syariah ternama yang menjadi pesaing BMI secara
langsung, sehingga mereka dapat dengan mudah mendapatkan
informasi mengenai besarnya marjin bagi hasil pembiayaan
mudharabah. Konsekuensinya, mudharib selalu membandingkan
besarnya marjin bagi hasil BMI dengan besarnya marjin bagi
hasil bank-bank tersebut ketika akan melakukan transaksi
pembiayaan.
Atribut BRPS menempati prioritas terakhir karena atribut
tersebut mencerminkan kondisi sebagian responden mudharib
yang kurang terbiasa dalam menganalisis atau mengikuti
67
perkembangan tingkat marjin keuntungan perbankan syariah
nasional.
2). Tingkat Suku Bunga Perbankan Konvensional (TBBK)
Mudharib pada kedua jenis organisasi memiliki
pertimbangan yang berbeda dalam hal menetapkan kriteria
TBBK. Mudharib pada organisasi pemerintah menetapkannya
sebagai prioritas terakhir dengan bobot sebesar 0,117. Sementara
itu, mudharib pada organisasi swasta menetapkannya pada
prioritas ketiga dengan bobot sebesar 0,21. Sebagaimana pada
kriteria TBBS, perbedaan tersebut diduga timbul akibat
perbedaan cara pandang mudharib terhadap sistem bunga.
Mudharib yang menetapkan kriteria TBBK pada prioritas
ketiga menilai suku bunga lebih realistis dibandingkan mudharib
yang menetapkannya sebagai prioritas terakhir. Realistis yang
dimaksud adalah mudharib menerima keberadaan suku bunga
sebagai suatu bagian dari elemen perbankan yang dapat
dipertimbangkan guna mendapatkan imbalan yang
menguntungkan. Sementara mudharib lainnya menilai suku
bunga sebagai elemen yang seharusya tidak diperhitungkan agar
terhindar dari hal-hal yang dilarang oleh agama.
Atribut yang dipertimbangkan sebagian besar responden
mudharib dalam mempertimbangkan kriteria TBBK adalah Suku
Bunga Rata-Rata Beberapa Bank Konvensional (SRBK), Suku
Bunga Bank Konvensional Tertentu (SBKT), serta atribut Suku
Bunga Rata-Rata Perbankan Konvensional (SRPK) (Tabel 17).
Responden mudharib lebih memprioritaskan atribut SRBK
karena sebagian besar mudharib pernah menggunakan jasa
beberapa bank konvensional tertentu dalam jangka waktu yang
relatif lama sebelum menjadi nasabah BMI. Dengan demikian,
mudharib diduga masih terbiasa untuk membandingkan imbalan
dari BMI dengan imbalan dari beberapa beberapa bank
konvensional tersebut.
68
Tabel 17. Bobot Atribut TBBK Berdasarkan Gabungan Pendapat Seluruh Mudharib
Kriteria Atribut BobotSuku Bunga Rata-Rata Perbankan Konvensional (SRPK)
0.24
Suku Bunga Rata-Rata Beberapa Bank Konvensional (SRBK)
0.46
Tingkat Suku Bunga Perbankan Konvensional (TBBK)
Suku Bunga Bank Konvensional Tertentu (SBKT) 0.30
Mudharib pun memiliki pertimbangan yang cukup kuat
terhadap suku bunga pada bank konvensional tertentu (SBKT)
yang dianggap memiliki program atau produk tertentu yang
mendukung usaha koperasi dengan suku bunga yang cukup
kompetitif. Hal itu disebabkan karena mudharib merupakan
pengurus koperasi yang harus memperhatikan perkembangan
usaha koperasi yang dikelolanya.
Adapun alasan atribut SRPK yang menjadi prioritas terakhir
dalam mempertimbangkan kriteria TBBK adalah karena sebagian
besar responden tidak terbiasa dalam memperhatikan fluktuasi
suku bunga perbankan yang berlaku secara nasional. Mudharib
diperkirakan lebih terbiasa dengan mencari informasi tentang
besarnya suku bunga pada beberapa bank tertentu yang pernah
menjadi krediturnya.
3). Perkiraan Marjin Keuntungan Usaha Mudharib (PMKU)
Perbedaan pertimbangan pun terjadi dalam menetapkan
kriteria PMKU. Mudharib pada organisasi pemerintah
menetapkannya sebagai prioritas ketiga dengan bobot sebesar
0,182. Sedangkan mudharib pada organisasi swasta
menetapkannya pada prioritas pertama dengan bobot sebesar
0,35. Perbedaan ini diduga berhubungan dengan perbedaan
karakteristik yang dimiliki kedua jenis organisasi tersebut dalam
hal pencapaian tujuan organisasi.
69
Telah diketahui sebelumnya bahwa tujuan utama organisasi
pemerintah adalah meningkatkan hajat hidup orang banyak,
sehingga keuntungan bukanlah prioritas utama mudharib dalam
melakukan transaksi pembiayaan. Sementara itu, organisasi
swasta memiliki tujuan organisasi yang cenderung kepada
pencapaian keuntungan bagi organisasi itu sendiri.
Konsekuensinya, pertimbangan mudharib pada kedua organisasi
tersebut terhadap kriteria PMKU akan sesuai dengan karakter
dari setiap organisasi tersebut.
Mudharib mempertimbangkan elemen-elemen pembentuk
marjin keuntungan (profit margin) suatu usaha dalam
mempertimbangkan kriteria PMKU. Elemen-elemen yang
menjadi atribut dari kriteria PMKU tersebut terdiri dari Taksiran
Volume Penjualan (TVP), Taksiran Fluktuasi Harga Barang
(TFH), Taksiran Laba Bersih (TLB), dan Taksiran Harga Pokok
Penjualan (THPP) (Tabel 18).
Tabel 18. Bobot Atribut PMKU Berdasarkan Gabungan Pendapat
Seluruh Mudharib Kriteria Atribut Bobot
Taksiran Volume Penjualan Usaha Mudharib (TVP) 0,40
Taksiran Fluktuasi Harga Barang (TFH) 0,20
Taksiran Laba Bersih Usaha Mudharib (TLB ) 0,17
Perkiraan Marjn Keuntungan Usaha Nasbah (PMKU)
Taksiran Harga Pokok Penjualan (THPP) 0,23
Berdasarkan sudut pandang pengurus koperasi konsumsi,
volume penjualan berkaitan dengan sejumlah produk tertentu
yang berhasil dijual kepada anggota atau ke pasar. Berdasarkan
sudut pandang koperasi simpan pinjam, volume penjualan
merupakan sejumlah dana yang dipinjamkan kepada anggota,
baik untuk kegiatan produktif ataupun konsumtif. Volume
penjualan juga berkaitan erat dengan besarnya pendapatan yang
70
akan diperoleh suatu usaha. Semakin tinggi volume penjualan,
dengan pricing yang cukup bersaing, akan semakin banyak pula
nominal pendapatan yang masuk ke dalam kas usaha tersebut.
Oleh karena itu, atribut ini menjadi prioritas utama dalam
mempertimbangkan kriteria PMKU.
Kontrak mudharabah yang dilakukan mudharib dengan BMI
menggunakan sistem revenue sharing, yaitu pembagian
keuntungan berdasarkan perhitungan pendapatan yang dihasilkan
mudharib. Oleh karena itu, laba bersih yang dihasilkan koperasi
atau yang disebut dengan Sisa Hasil Usaha (SHU) tidak menjadi
pertimbangan utama mudharib dalam menetapkan nisbah bagi
hasil. Atribut ini hanya dipertimbangkan untuk mengukur
kemampuan internal koperasi dalam menjalankan usahanya.
Semakin besar SHU yang diterima koperasi, maka semakin besar
kemampuan koperasi untuk dapat mengembangkan usahanya.
4). Jangka Waktu Pembiayaan (JWP)
Mudharib di kedua organisasi memiliki pertimbangan yang
berbeda dalam menetapkan kriteria JWP. Bagi mudharib di
organisasi pemerintah, kriteria ini merupakan kriteria kedua
dengan bobot sebesar 0,183. Sementara bagi mudharib di
organisasi swasta, kriteria ini ditetapkan sebagai prioritas
keempat dengan bobot sebesar 0,13. Perbedaan tersebut diduga
sebagai akibat dari perbedaan jenis koperasi yang dikelola
mudharib.
Sebagian besar mudharib pada organisasi pemerintah
menjalankan kegiatan Koperasi Konsumsi dengan volume usaha
yang lebih besar daripada kegiatan Koperasi Simpan Pinjam.
Sementara itu, mudharib di organisasi swasta memiliki volume
usaha pada kegiatan Koperasi Simpan Pinjam yang lebih besar
daripada kegiatan Koperasi Konsumsi. Koperasi Konsumsi pada
organisasi pemerintah memiliki banyak unit usaha dengan risiko
bisnis yang besar. Sehingga, semakin besar risiko usaha maka
71
semakin lama periode cash to cash usaha tersebut. Akibatnya,
mudharib akan lebih memperhatikan jangka waktu pembiayaan
yang disepakati dalam menetapkan besarnya nisbah bagi hasil.
Sementara itu, Koperasi Simpan Pinjam pada organisasi
swasta yang kegiatannya memberikan pinjaman dana kepada
para anggota memiliki risiko usaha yang rendah. Alasannya,
mudharib tidak perlu khawatir atas dana koperasi yang tidak
kembali. Jika anggota lalai dalam mengembalikan pinjaman,
maka pengurus akan memperolehnya dengan cara mendebet gaji
anggota setiap bulan sebesar kewajiban anggota tersebut terhadap
koperasi. Dengan demikian, siklus cash to cash usaha koperasi
dapat dikontrol. Oleh karena itu, mudharib tidak terlalu
mempertimbangkan jangka waktu pembiayaan yang disepakati
bersama.
Terdapat tiga atribut yang dapat digunakan untuk
mempertimbangkan kriteria JWP, yaitu: Taksiran Lama Proses
Barang (TLPB), Taksiran Lama Persediaan Barang (TLSB),
Taksiran Lama Piutang Dagang (TLP), dan Taksiran Delayed
Factor (TDF) (Tabel 19).
Tabel 19. Bobot Atribut JWP Berdasarkan Gabungan Pendapat
Seluruh Mudharib Kriteria Atribut Bobot
Taksiran Lama Proses Barang (TLPB) 0,16
Taksiran Lama Persediaan Barang (TLSB) 0,28
Taksiran Lama Piutang Dagang (TLP) 0,49
Jangka Waktu Pembiayaan (JWP)
Taksiran Delayed Factor (TDF) 0,06
Taksiran Lama Piutang (TLP) merupakan pertimbangan
utama mudharib untuk mempertimbangkan kriteria JWP. Piutang
dagang menentukan besarnya pendapatan yang seharusnya
diterima mudharib pada waktu tertentu. Semakin lama piutang
dagang yang dimiliki mudharib, maka semakin besar risiko
72
piutang tersebut untuk tidak kembali. Jika hal itu terjadi, maka
mudharib memiliki kesulitan dalam mengembalikan dana kepada
bank. Oleh karena itu, atribut ini membutuhkan pertimbangan
yang cukup tinggi bagi mudharib.
Delayed Factor adalah toleransi waktu yang diberikan bank
untuk menghindari keterlambatan pengembalian setoran setiap
bulan atau dana keseluruhan pada akhir periode pembiayaan.
Atribut ini menjadi prioritas terakhir dalam mempertimbangkan
JWP karena sebagian besar mudharib memiliki kemampuan
untuk mengendalikan pengembalian dana kepada bank pada
jangka waktu yang telah ditetapkan. Sehingga, sebagian besar
mudharib tidak terlalu khawatir terhadap keterlambatan setoran
dan pengembalian dana tersebut.
5). Bagi Hasil yang Diharapkan Investor/Deposan (BHI)
Mudharib pada kedua jenis organisasi memiliki
pertimbangan yang sangat lemah terhadap kriteria BHI.
Mudharib pada organisasi pemerintah menetapkan kriteria
tersebut pada prioritas keempat dengan bobot sebesar 0,12
sementara mudharib pada organisasi swasta menempatkan
kriteria ini pada prioritas kelima dengan bobot sebesar 0,08.
Keadaan ini mencerminkan kesamaan sikap yang dimiliki
mudharib dalam memandang hubungan antara mudharib, bank,
dan investor.
Mudharib memisahkan antara hubungannya sebagai pihak
yang membutuhkan dana kepada bank dengan hubungan investor
sebagai pihak pemberi dana kepada bank. Dengan begitu,
mudharib hanya akan memperhatikan besarnya imbalan yang
akan diperolehnya tanpa harus memperhatikan besarnya imbalan
yang akan diperoleh investor.
Terdapat tiga variabel yang dapat dijadikan atribut dalam
mempertimbangkan kriteria BHI, yaitu: Porsi atau Nisbah Bagi
Hasil untuk Invetor (PBHI), Biaya Langsung Untuk Memperoleh
73
DPK (BLD), dan Biaya Tidak Langsung Untuk Memperoleh
DPK (BTLD) (Tabel 20).
Tabel 20. Bobot Atribut BHI Berdasarkan Gabungan Pendapat Seluruh Mudharib
Kriteria Atribut BobotPersentase/Porsi/Nisbah Bagi Hasil untuk Investor/Penabung (PBHI)
0,56
Biaya Langsung Untuk Memperoleh DPK (BLD) 0,31
Bagi Hasil yang Diharapkan Investor/Penabung (BHI)
Biaya Tidak Langsung Untuk Memperoleh DPK (BTLD) 0,13
Mudharib memprioritaskan porsi atau nisbah bagi hasil yang
akan diterima investor karena nisbah bagi hasil tersebut
mencerminkan porsi atau bagian keuntungan yang akan diperoleh
investor secara riil dari hasil menanamkan modalnya di bank.
Dengan mengetahui besarnya nisbah bagi hasil untuk investor,
maka mudharib dapat memperkirakan nisbah bagi hasil yang
akan diperolehnya ketika malakukan transaksi pembiayaan.
Atribut terakhir dari seluruh pertimbangan mudharib dalam
menetapkan nisbah bagi hasil adalah biaya tidak langsung untuk
mendapatkan DPK. Atribut ini menjadi prioritas terakhir karena
mudharib merasa tidak perlu mempertimbangkan biaya-biaya
yang dikeluarkan bank untuk menarik minat investor terhadap
produk-produk yang ditawarkan bank. Bank memiliki kebijakan
tersendiri dalam mengatur seluruh biaya-biaya tersebut. Oleh
karena itu, atribut ini merupakan atribut yang paling lemah untuk
dijadikan pertimbangan dalam menetapkan nisbah bagi hasil.
5.5.2. Kru BMI Cabang Bogor
1). Tingkat Marjin Bagi Hasil Perbankan Syariah (TBBS)
Berdasarkan data urutan prioritas kriteria penetapan nisbah
bagi hasil seluruh kru BMI, diketahui bahwa seluruh kru BMI
memiliki preferensi yang sama dalam hal mempertimbangkan
74
kriteria TBBS. Seluruh kru menempatkan kriteria TBBS pada
prioritas keempat dalam menetapkan nisbah bagi hasil.
Besarnya tingkat marjin bagi hasil BMI ditetapkan oleh Tim
ALCO yang berada di kantor pusat berdasarkan pertimbangan-
pertimbangan tertentu. Kantor cabang hanya mengikuti ketentuan
yang telah ditetapkan oleh kantor pusat. Akan tetapi, penetapan
tingkat marjin bagi hasil BMI dapat dipertimbangkan kembali
oleh kantor cabang sesuai dengan kondisi pasar dengan tujuan
agar tidak tersaingi oleh besarnya tingkat marjin bagi hasil dari
para pesaing langsung, yaitu Bank Umum Syariah (BUS) atau
Unit Usaha Syariah (UUS) lainnya.
BMI mempertimbangkan atribut Tingkat Marjin Bagi Hasil
Rata-Rata Perbankan Syariah (BRPS), Tingkat Marjin Bagi Hasil
Bank Syariah Tertentu (BRST), dan Tingkat Marjin Bagi Hasil
Rata-Rata Beberapa Bank Syariah (BRBS) dalam
mempertimbangkan TBBS (Tabel 21).
Tabel 21. Bobot Atribut TBBS Berdasarkan Gabungan Pendapat
Seluruh Kru BMI Kriteria Atribut Bobot
Marjin Bagi Hasil Rata-Rata Perbankan Syariah (BRPS) 0,47
Marjin Bagi Hasil Rata-Rata Beberapa Bank Syariah (BRBS)
0,23 Tingkat Marjin Bagi Hasil Perbankan Syariah (TBBS)
Marjin Bagi Hasil Bank Syariah Tertentu (BBST) 0,30
BMI dapat mengetahui trend yang menggambarkan kondisi
pasar perbankan syariah saat itu dengan terlebih dahulu
menganalisis tingkat marjin bagi hasil rata-rata perbankan
syariah (BRPS). Dengan mengetahui trend tingkat marjin bagi
hasil secara keseluruhan, bank dapat memetakan pangsa pasarnya
di antara pesaing-pesaing langsung terdekatnya dan pesaing-
pesaing lainnya. Oleh karena itu, atribut BRPS lebih
75
diprioritaskan oleh bank dalam mempertimbangkan kriteria
TBBS.
Keadaan BMI yang memprioritaskan marjin bagi hasil rata-
rata perbankan syariah menyebabkan pertimbangan terhadap
tingkat marjin bagi hasil beberapa bank syariah dan bank syariah
tertentu berada pada prioritas terakhir dalam mempertimbangkan
kriteria TBBS. Hal itu diduga karena sebagian besar lembaga
keuangan syariah lainnya yang menjadi pesaing langsung BMI
memiliki aset yang relatif jauh lebih kecil dibandingkan dengan
aset BMI. Sehingga, sebagai bank umum syariah dengan aset
terbesar kedua, BMI tidak terlalu khawatir atas marjin bagi hasil
yang ditetapkan bank-bank tersebut.
2). Tingkat Suku Bunga Perbankan Konvensional (TBBK)
Berdasarkan data urutan prioritas kriteria penetapan nisbah
bagi hasil seluruh kru BMI, diketahui bahwa kriteria TBBK
menempati prioritas terakhir dalam menetapkan besarnya nisbah
bagi hasil. Dengan kata lain, seluruh kru BMI memiliki
preferensi yang sama dalam hal mempertimbangkan kriteria
TBBK.
Besarnya tingkat suku bunga dipertimbangkan hanya semata-
mata sebagai pembanding terhadap besarnya marjin bagi hasil
agar dapat menghasilkan nisbah bagi hasil yang kompetitif untuk
mudharib. Karena pada prinsipnya, tingkat suku bunga kredit
tidak ada kaitannya dengan penentuan besarnya nisbah bagi hasil
dalam pembiayaan mudharabah. Sehingga, selama nisbah bagi
hasil sudah disepakati bersama, maka tidak ada kekhawatiran
bagi kru terhadap tidak rasionalnya besarnya nisbah tersebut
Berdasarkan kondisi di atas, maka bank syariah harus
mempertimbangkan pula Suku Bunga Rata-Rata Perbankan
Konvensional (SRPK), Suku Bunga Rata-Rata Beberapa Bank
Konvensional (SRBK), dan Suku Bunga Bank Konvensional
Tertentu (SBKT) (Tabel 22).
76
Tabel 22. Bobot Atribut TBBK Berdasarkan Gabungan Pendapat Seluruh Kru BMI
Kriteria Atribut Bobot Suku Bunga Rata-Rata Perbankan Konvensional (SRPK)
0,58
Suku Bunga Rata-Rata Beberapa Bank Konvensional (SRBK)
0,24 Tingkat Suku Bunga Perbankan Konvensional (TBBK)
Suku Bunga Bank Konvensional Tertentu (SBKT)
0,18
Sebagian besar kru lebih memprioritaskan pertimbangan
terhadap tingkat suku bunga rata-rata perbankan konvensional
(SRPK). Menurutnya, karena tingkat suku bunga ditetapkan
secara sentralisasi oleh Bank Indonesia (BI), maka suku bunga
yang berlaku pada saat itu berlaku pula pada bank-bank
konvensional lainnya. Dengan demikian, pertimbangan terhadap
atribut selain SRPK menjadi lemah. Oleh karena itu, atribut
SRBK dan SBKT menjadi prioritas terakhir dalam
mempertimbangkan kriteria TBBK.
3). Perkiraan Marjin Keuntungan Usaha Mudharib (PMKU)
Seluruh responden kru BMI dalam penelitian ini menetapkan
kriteria PMKU pada prioritas pertama. Keadaan ini
mencerminkan perhatian pihak bank yang sangat tinggi terhadap
proyeksi usaha mudharib terutama terhadap marjin keuntungan
usaha mudharib. Hal ini disebabkan karena semakin besar marjin
keuntungan usaha mudharib, maka akan semakin besar pula
besarnya bagi hasil yang akan diterima oleh bank. Dengan
demikian, target pendapatan bank akan dengan mudah tercapai.
Sebagaimana telah diketahui sebelumnya bahwa terdapat
komponen-komponen penyusun marjin keuntungan yang menjadi
atribut dalam mempertimbangkan kriteria PMKU, seperti:
Taksiran Volume Penjualan (TVP), Taksiran Fluktuasi Harga
77
Barang (TFH), Taksiran Laba Bersih (TLB), dan Taksiran Harga
Pokok Penjualan (THPP) (Tabel 23).
Tabel 23. Bobot Atribut PMKU Berdasarkan Gabungan Pendapat
Seluruh Kru BMI Kriteria Atribut Bobot
Taksiran Volume Penjualan Usaha Mudharib (TVP) 0,31
Taksiran Fluktuasi Harga Barang (TFH) 0,19
Taksiran Laba Bersih Usaha Mudharib (TLB ) 0,34
Perkiraan Marjn Keuntungan Usaha Nasbah (PMKU)
Taksiran Harga Pokok Penjualan (THPP) 0,16
Taksiran Laba Bersih (TLB) sangat diprioritaskan dalam hal
ini karena laba bersih mencerminkan profitabilitas dari suatu
usaha. Semakin profitable suatu usaha, maka semakin besar bagi
hasil yang akan diperoleh bank. Oleh karena itu, laba bersih
merupakan pertimbangan utama bagi bank dalam melihat kondisi
usaha mudharib. Akan tetapi, sistem yang berbasiskan
pendapatan (revenue sharing) tetap digunakan BMI dalam
memperhitungkan bagi hasil yang akan diperoleh bank dan
mudharib. Dengan kata lain, atribut ini digunakan hanya semata-
mata untuk mengidentifikasi prospek usaha mudharib yang akan
dibiayai.
Kuantitas volume penjualan mencerminkan respon pasar atas
produk atau jasa yang dihasilkan mudharib. Semakin banyak
volume produk yang “dilempar“ ke pasar dengan harga bersaing,
maka semakin tinggi respon pasar akan produk tersebut. Jika
demikian, maka keberlangsungan produk akan terjaga dan marjin
keuntungan usaha pun akan semakin bertambah. Artinya, volume
penjualan juga merupakan atribut yang tidak kalah pentingya dari
atribut TLB dalam mempertimbangkan kriteria PMKU.
Taksiran Harga Pokok Penjualan (HPP) merupakan
pertimbangan yang paling lemah bagi pihak bank dalam
78
mempertimbangkan kriteria PMKU. Menetapkan HPP seefisien
mungkin merupakan pekerjaan utama mudharib sebagai
pengusaha dan wakil dari bank agar dapat menghasilkan laba
yang optimal. Oleh karena itu, bank menyerahkan kebijakan
penetapan HPP kepada mudharib. Namun demikian, proyeksi
terhadap HPP tetap dilakukan oleh pihak bank guna
mengidentifikasi risiko-risiko yang timbul akibat tidak efisiennya
biaya.
4). Jangka Waktu Pembiayaan (JWP)
Sama seperti pada penetapan prioritas kriteria BHI, terdapat
variasi preferensi kru BMI dalam menentukan prioritas kriteria
JWP. Kru FSG dan Kru Treasury yang berada di kantor pusat
menetapkan kriteria JWP pada prioritas kedua, sedangkan Kru
Marketing dan Kru Legal & Support Pembiayaan yang ada di
kantor cabang menetapkan kriteria tersebut pada prioritas ketiga.
Bagi kru yang menetapkan kriteria JWP pada prioritas kedua,
kriteria ini dianggap sebagai representasi dari salah satu
kepentingan internal bank dalam melakukan kegiatan
intermediasi. Bank sebagai pihak yang memegang amanah dari
pihak ketiga (investor/deposan) memiliki tanggung jawab yang
besar dalam mengelola dana yang diamanahkan kepadanya.
Lancarnya kolektibilitas pengembalian dana dari masyarakat
yang salah satunya dicirikan oleh tepatnya penentuan jangka
waktu pembiayaan menyebabkan lancarnya kegiatan operasional
bank yang berkaitan dengan investor (funding) dan mudharib
(financing). Oleh karena itu, kriteria JWP menjadi prioritas
utama kedua bagi kru tersebut dalam menetapkan nisbah bagi
hasil.
Bagi kru yang menetapkan kriteria ini pada prioritas ketiga,
ketersediaan dana dari investor (BHI) lebih penting daripada
kecepatan atau ketepatan waktu pengembalian dana dari
mudharib (JWP). Bagi mereka, lancarnya kegiatan intermediasi
79
bank tidak selalu mengandalkan lancarnya kolektibilitas
pengembalian dana dari mudharib. Bank dapat dengan lancar
melakukan kegiatan intermediasi selama rasio pembiayaan
terhadap ketersediaan dana/Financing to Deposit Ratio (FDR)
sesuai dengan kebijakan bank.
Jangka waktu pembiayaan mudharabah ditetapkan dengan
mempertimbangakan siklus cash to cash usaha mudharib. Siklus
cash to cash diketahui dengan cara memperhitungkan taksiran
lama proses produksi barang (TLPB), taksiran lama persediaan
bahan mentah untuk diproduksi ataupun persediaan barang jadi
untuk dijual (TLSB), dan taksiran lama piutang dagang (TLP).
Untuk kebutuhan berjaga-jaga, maka bank biasanya menetapkan
tambahan waktu dalam siklus cash to cash guna menghindari
keterlambatan pengembalian pembiayaan (Delayed Factor)
(TDF) (Tabel 24).
Tabel 24. Bobot Atribut JWP Berdasarkan Gabungan Pendapat
Seluruh Kru BMI Kriteria Atribut Bobot
Taksiran Lama Proses Barang (TLPB) 0,40
Taksiran Lama Persediaan Barang (TLSB) 0,28
Taksiran Lama Piutang Dagang (TLP) 0,22
Jangka Waktu Pembiayaan (JWP)
Taksiran Delayed Factor (TDF) 0,10
Lama proses barang, bagi pengurus koperasi, dapat diartikan
sebagai jangka waktu yang dibutuhkan untuk menyediakan
barang dari supplier. Semakin cepat supplier menyediakan
barang yang dibutuhkan koperasi, maka semakin tinggi stok
barang yang tersedia. Dengan begitu, kebutuhan anggota
koperasi akan semakin mudah terpenuhi. Akibatnya, cash flow
usaha koperasi akan semakin membaik dan pengurus koperasi
(mudharib) dapat dengan mudah mengembalikan dananya kepada
80
bank. Keadaan tersebut merupakan alasan pihak bank untuk
menempatkan atribut TLPB pada prioritas pertama dalam
mempertimbangkan kriteria JWP.
Delayed Factor biasanya dipertimbangkan jika ternyata pada
realisasinya usaha mudharib memiliki periode cash to cash yang
tidak sesuai dengan perhitungan bank. Jika periode cash to cash
mudharib lebih lama, biasanya bank memberikan toleransi
berupa tambahan waktu untuk dapat menyelesaikannya. Karena
sifatnya yang accidental, maka atribut TDF menjadi prioritas
terakhir dalam mempertimbangkan kriteria JWP.
5). Bagi Hasil yang Diharapkan Investor/Deposan (BHI)
Terdapat sedikit perbedaan preferensi kru dalam menentukan
prioritas pada kriteria BHI. Kru Marketing dan Legal & Support
Pembiayaan yang ada di kantor cabang Bogor menetapkan
kriteria BHI pada prioritas kedua. Sedangkan Kru FSG dan Kru
Treasury yang ada di kantor pusat menetapkan kriteria BHI pada
prioritas ketiga.
Menurut kru yang menetapkan kriteria BHI pada prioritas
kedua, BHI merupakan faktor yang menjadi daya tarik bank
syariah untuk memperoleh Dana Pihak Ketiga (DPK).
Menurutnya, bank membutuhkan dana dari investor untuk
melakukan fungsi intermediasinya. Jika dana dari investor
berkurang, maka target dropping (pelemparan dana) akan
berkurang. Akibatnya, target realisasi bagi hasil yang telah
ditetapkan bank sulit untuk dicapai.
Sedangkan bagi kru yang menetapkan kriteria tersebut pada
prioritas ketiga menyatakan bahwa pihak bank sebaiknya
mempertimbangkan kepentingannya sendiri terlebih dahulu
sebelum mempertimbangkan kepentingan investor.
Bagaimanapun juga, bank merupakan lembaga bisnis yang
berfungsi untuk membantu investor dalam mengelola dananya
dan juga memberikan keuntungan kepadanya. Sehingga,
81
kepentingan bank hendaknya lebih didahulukan daripada
kepetingan investor.
Terdapat tiga atribut yang digunakan kru dalam
mempertimbangkan kriteria BHI, yaitu porsi atau nisbah bagi
hasil untuk investor (PBHI), biaya langsung yang dikeluarkan
untuk memperoleh DPK (BLD), dan biaya tidak langsung yang
dikeluarkan untuk memperoleh DPK (BTLD) (Tabel 25).
Tabel 25. Bobot Atribut BHI Berdasarkan Gabungan Pendapat
Seluruh Kru BMI Kriteria Atribut Bobot
Persentase (nisbah) Bagi Hasil untuk Investor (PBHI) 0,46
Biaya Langsung Untuk Memperoleh DPK (BLD) 0,41 Bagi Hasil yang
Diharapkan Investor/Penabung (BHI) Biaya Tidak Langsung
Untuk Memperoleh DPK (BTLD)
0,14
Kru lebih memberikan perhatian pada besarnya nisbah bagi
hasil yang diharapkan investor (PBHI) dan biaya langsung yang
dikeluarkan untuk mendapatkan DPK (BLD) dibandingkan
dengan biaya tidak langsung yang dikeluarkan bank untuk
mendapatkan DPK (BTLD).
Pihak bank memiliki kewajiban untuk memberikan imbalan
yang sesuai dengan nisbah bagi hasil kepada investor karena
telah bersedia menanamkan dananya di bank. Selain itu,
berdasarkan besarnya porsi keuntungan investor tersebut bank
dapat memperhitungkan besarnya marjin keuntungan usahanya
(marjin bagi hasil) untuk kegiatan pembiayaan. Oleh karena itu,
agar besarnya imbalan untuk investor dan untuk mudharib sesuai
dengan harapan bank, maka bank memberikan perhatian yang
besar kepada atribut PBHI.
Biaya langsung yang dikeluarkan bank untuk mendapatkan
DPK dapat diartikan sebagai biaya bagi hasil yang dikeluarkan
bank untuk diberikan kepada nasabah (investor) dengan maksud
82
menarik nasabah tersebut atau calon nasabah lainnya agar selalu
menyimpan dananya di bank. Besarnya biaya bagi hasil ini
penting untuk dipertimbangkan oleh pihak bank guna
memperhitungkan besarnya laba yang akan diperoleh bank.
Semakin besar biaya bagi hasil, maka semakin kecil laba yang
akan diperoleh bank. Oleh karena itu, atribut BLD menjadi
perhatian bank dalam mempertimbangkan kriteria BHI.
Adapun biaya tidak langsung (Overhead Cost) bank dalam
hal ini adalah biaya promosi atau periklanan yang dikeluarkan
bank untuk menarik minat masyarakat terhadap produk-produk
bank. Biaya ini tidak secara langsung berkaitan dengan upaya
untuk memperoleh dana pihak ketiga dan juga memiliki porsi
yang lebih kecil dari biaya bagi hasil. Oleh karena itu, bank
memiliki pertimbangan yang lemah terhadap atribut BTLD
dalam mempertimbangkan kriteria BHI.
5.5.3. Rata-Rata Responden
Berdasarkan bobot kriteria yang dimiliki setiap responden, maka
akan dilakukan gabungan pendapat responden pada masing-masing
kelompok (mudharib dan kru BMI) dengan menggunakan metode
Pairwise Comparison. Penggabungan tersebut bertujuan untuk
menentukan bobot rata-rata dari kriteria yang dimiliki rata-rata
responden mudharib dan kru BMI dalam menetapkan besarnya
nisbah bagi hasil.
Berdasarkan bobot rata-rata yang dihasilkan dari perhitungan
gabungan pendapat mudharib dan kru BMI tersebut, diketahui bahwa
terdapat perbedaan urutan prioritas yang dimiliki kedua pihak dalam
menetapkan besarnya nisbah bagi hasil pada pembiayaan
mudharabah. (Tabel 26).
83
Tabel 26. Bobot Kriteria Gabungan Pendapat Responden
Kriteria Mudharib Kru BMI
Tingkat Marjin Bagi Hasil Perbankan Syariah (TBBS)
I (0,29)
IV (0,09)
Tingkat Suku Bunga Perbankan Konvensional (TBBK)
III (0,18)
V (0,06)
Bagi Hasil untuk Investor/Deposan/Penabung (BHI)
V (0,10)
II (0,20)
Perkiraan Marjin Keuntungan Usaha Mudharib (PMKU)
II (0,28)
I (0,47)
Jangka Waktu Pembiayaan (JWP) IV (0,16)
III (0,17)
Perbedaan paling jelas terlihat pada penetapan prioritas kriteria
Bagi Hasil untuk Investor (BHI), Tingkat Marjin Bagi Hasil
Perbankan Syariah (TBBS), dan Tingkat Suku Bunga Perbankan
Konvensional (TBBK). Kriteria BHI yang menjadi prioritas terakhir
pada sebagian besar mudharib merupakan salah satu kriteria yang
paling diperhatikan sebagian besar kru BMI dalam menetapkan
nisbah bagi hasil. Sedangkan kriteria TBBS yang sebagian besar
mudharib menetapkannya pada prioritas utama ditetapkan oleh
sebagian besar kru BMI pada prioritas keempat. Begitu pula dengan
kriteria TBBK yang menempati prioritas terakhir bagi seluruh kru
BMI menjadi kriteria yang berada pada prioritas ketiga bagi
mudharib.
Sebagian besar mudharib menetapkan kriteria PMKU pada
prioritas kedua dengan bobot yang mendekati bobot kriteria
pertamanya. Seluruh Kru BMI pun menetapkan kriteria PMKU pada
prioritas pertama dalam menetapkan besarnya nisbah bagi hasil.
Dengan kata lain, kriteria ini ditetapkan sebagai prioritas utama oleh
kedua pihak dalam menentukan besarnya nisbah bagi hasil. Artinya,
diperkirakan terjadi saling kesesuaian pertimbangan dan kesepakatan
antara mudharib dengan bank dalam dalam hal mempertimbangkan
marjin keuntungan usaha mudharib sebagai pertimbangan utama
dalam menentukan besarnya nisbah bagi hasil.
84
Sebagian besar mudharib dan kru BMI diduga memiliki
preferensi yang sama dalam mempertimbangkan kriteria JWP.
Kesamaan pertimbangan ini dibuktikan dengan besarnya bobot
kriteria JWP antara kedua pihak yang sangat dekat. Sebagian besar
mudharib menetapkan kriteria ini sebagai prioritas keempat dengan
bobot sebesar 0,16. Tidak berbeda jauh dengan mudharib, sebagian
besar kru BMI menetapkan kriteria ini pada prioritas ketiga dengan
bobot sebesar 0,17. Artinya, terjadi kesesuaian preferensi antara
pihak mudharib dengan pihak kru BMI dalam mempertimbangkan
jangka waktu pembiayaan ketika menentukan besarnya nisbah bagi
hasil.
5.6. Nilai Keputusan Responden
Menurut Mangkusubroto dan Trisnadi (1987), analisa keputusan
terdiri dari empat aspek, yaitu pemilihan alternatif, kodifikasi informasi,
penetapan preferensi, dan penetapan keputusan yang logis. Penentuan nilai
keputusan responden terhadap kriteria penetapan nisbah bagi hasil termasuk
ke dalam aspek keempat dalam analisa keputusan, yaitu penetapan
keputusan yang logis. Nilai keputusan untuk masing-masing responden
dihasilkan dari model perhitungan berdasarkan konsep Multi Criteria
Decision Making (MCDM) dengan Metode Bayes sebagai alat hitungnya.
Nilai keputusan inilah yang merepresentasikan pertimbangan mudharib dan
kru BMI dalam menetapkan besarnya nisbah bagi hasil (Lampiran 6 dan 7).
Nilai keputusan masing-masing responden berkorelasi positif dengan
kuat-lemahnya pertimbangan responden terhadap kriteria penetapan nisbah
bagi hasil yang ditetapkan oleh ALCO. Jika nilai keputusan yang dimiliki
responden semakin besar, maka semakin kuat pula pertimbangan responden
terhadap kriteria penetapan nisbah bagi hasil tersebut. Artinya,
pertimbangan kru BMI akan semakin sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan ALCO dan pertimbangan mudharib akan semakin
mengakomodasi pertimbangan bank dalam menetapkan besarnya nisbah
bagi hasil.
85
5.6.1. Nilai Keputusan Mudharib
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan Metode Bayes,
dihasilkan nilai keputusan masing-masing mudharib yang menjadi
tolak ukur untuk menganalisis pertimbangan yang dimilikinya dalam
menetapkan nisbah bagi hasil (Tabel 27).
Tabel 27. Nilai Keputusan Mudharib Responden Nilai Keputusan Responden Nilai Keputusan
(1) 4,041 (7) 3,794 (2) 4,365 (8) 3,596 (3) 4,011 (9) 3,588 (4) 3,891 (10) 3,396 (5) 3,864 (11) 3,003 (6) 3,805 (12) 3,000
5.6.2. Nilai Keputusan Kru BMI
Berdasarkan perhitungan dengan Metode Bayes tersebut juga
dihasilkan nilai keputusan untuk masing-masing Kru BMI yang
merepresentasikan pertimbangan yang dimilikinya dalam
menetapkan nisbah bagi hasil (Tabel 28).
Tabel 28. Nilai Keputusan Kru BMI Responden Nilai Keputusan Responden Nilai Keputusan
(1) 4,288 (7) 4,344 (2) 4,802 (8) 3,905 (3) 4,723 (9) 3,881 (4) 4,531 (10) 3,782 (5) 4,410 (11) 3,351 (6) 4,375
5.7. Hasil Uji Mann-Whitney
Pengujian Mann-Whitney dilakukan untuk menganalisis perbedaan
nilai keputusan yang dimiliki mudharib dan kru BMI dalam menetapkan
nisbah bagi hasil berdasarkan taraf signifikansi tertentu. Dalam pengujian
86
ini ditetapkan taraf signifikansi sebesar 5%. Artinya, kesempatan peneliti
menolak hipotesis yang padahal seharusnya diterima adalah sebesar 0,05
atau peneliti memiliki tingkat kepercayaan sebesar 95% terhadap keputusan
yang diambilnya.
Analisis statistik searah (one-tiled analysis) dilakukan dalam
penelitian ini karena peneliti ingin membandingkan nilai keputusan
mudharib dengan nilai keputusan kru BMI yang menjadi tolak ukur atau
pembandingnya. Tujuannya adalah untuk mengetahui kesesuaian antara
nilai keputusan mudharib dengan nilai keputusan kru BMI tersebut.
Data nilai keputusan seluruh responden diperingkat tanpa
memperhatikan kategori responden (kategori kru BMI atau kategori
mudharib) (Tabel 29). Dalam tabel tersebut ditetapkan bahwa responden
dengan nilai keputusan 3,000 berada pada peringkat terkecil dan responden
dengan nilai keputusan 4,802 berada pada peringkat terbesar.
Tabel 29. Peringkat Data Nilai Keputusan Responden
MUDHARIB NILAI KEPUTUSAN PERINGKAT KRU BMI NILAI
KEPUTUSAN PERINGKAT
(1) 4,041 15 (1) 4,288 16 (2) 4,365 18 (2) 4,802 23 (3) 4,011 14 (3) 4,723 22 (4) 3,891 12 (4) 4,531 21 (5) 3,864 10 (5) 4,410 20 (6) 3,805 9 (6) 4,375 19 (7) 3,794 8 (7) 4,344 17 (8) 3,596 6 (8) 3,905 13 (9) 3,588 5 (9) 3,881 11 (10) 3,396 4 (10) 3,782 7 (11) 3,003 2 (11) 3,351 3 (12) 3,000 1
n1 = 12 R1 = 104 n2 = 11 R2 = 172
Berdasarkan Tabel 31 diketahui bahwa jumlah peringkat data nilai
keputusan responden untuk kategori mudharib (R1) adalah 104 dan kategori
kru BMI (R2) adalah 172. U hitung terdiri dari U hitung untuk kategori
mudharib (U1) dan U hitung untuk kategori kru BMI (U2). Berdasarkan
perhitungan statistik U diketahui bahwa U1 = 94 dan U2 = 38. Sesuai dengan
ketentuan pengujian Mann-Whitney, maka nilai U hitung yang digunakan
87
adalah nilai U hitung yang terkecil dari kedua nilai U tersebut, yaitu U2 =
38. Nilai U tersebut telah diuji ketelitiannya dengan menggunakan Rumus
14.
Selanjutnya, nilai U kritis dicari pada Tabel Distribusi U berdasarkan
nilai n1 (11), n2 (12), α (0,05), dan analisis arah pengujian statistik (one-
tiled analysis). Berdasarkan nilai-nilai tersebut, maka diketahui U tabel
sebesar 38. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan membandingkan nilai
hitung U dengan nilai kritis U pada tabel dengan ketentuan terima H0 jika U
hitung ≥ U Tabel atau tolak H0 jika U hitung < U Tabel. Karena dihasilkan
U hitung (38) yang sama dengan U tabel (38), maka dapat disimpulkan
bahwa H0 diterima.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan
pertimbangan yang sangat signifikan antara mudharib dengan Kru BMI
dalam menetapkan besarnya nisbah bagi hasil pada pembiayaan
mudharabah. Dengan kata lain, pertimbangan yang dimiliki pihak bank
masih termasuk ke dalam batasan toleransi pertimbangan yang diharapkan
mudharib. Sehingga dapat dikatakan bahwa besarnya nisbah bagi hasil yang
disepakati kedua pihak pada awal kontrak telah rasional.
5.8. Karakter Mudharib
Pertimbangan yang dimiliki mudharib dalam menetapkan nisbah bagi
hasil terkait secara langsung dengan karakter yang dimilikinya dan secara
tidak langsung dengan budaya organisiasi tempatnya bekerja. Karakter,
watak, atau tabiat dari suatu objek tergantung pada karakteristik dari objek
tersebut. Menurut Daryanto (1997), karakteristik adalah ciri-ciri khusus atau
sifat khas suatu objek yang sesuai dengan perwatakan tertentu. Sehingga,
untuk dapat mengidentifikasi karakter mudharib, maka dibutuhkan
informasi mengenai karakteristik yang secara langsung mempengaruhi
karakter mudharib tersebut.
Menurut Irawan (2004), berdasarkan pengaruh fluktuasi suku bunga
dan keuntungan yang diharapkan, karakter nasabah bank syariah
diklasifikasikan menjadi dua kategori yaitu nasabah rasional dan nasabah
88
emosional. Nasabah rasional adalah mereka yang melakukan transaksi atas
dasar pertimbangan keuntungan yang akan diraih. Sehingga, jika
peningkatan suku bunga kredit direspon dengan peningkatan permintaan
pembiayaan mudharabah, maka karakter mudharib tersebut adalah rasional.
Nasabah emosional adalah nasabah yang melakukan transaksi
pembiayaan mudharabah atas dasar kepercayaan bahwa bunga bank itu riba
dan diharamkan oleh agama. Sehingga, jika fluktuasi suku bunga kredit
tidak direspon dengan peningkatan ataupun penurunan permintaan
pembiayaan mudharabah, maka karakter mudharib tersebut adalah
emosional (Irawan, 2004).
Berdasarkan pernyataan tersebut, mudharib dengan karakter rasional
memiliki perhatian yang tinggi terhadap fluktuasi tingkat suku bunga kredit
dan pada saat yang bersamaan memantau perkembangan tingkat marjin bagi
hasil. Implikasinya ketika menetapkan nisbah bagi hasil, bobot yang
diberikan mudharib pada kriteria Tingkat Marjin Bagi Hasil Bank Syariah
(TBBS) dan Tingkat Suku Bunga Bank Konvensional (TBBK) adalah sama
besar atau mendekati sama besar.
Mudharib dengan bobot yang sangat jauh berbeda antara kriteria
TBBS dan TBBK diidentifikasi sebagai mudharib yang memiliki
kecenderungan pada salah satu sistem perbankan. Jika bobot TBBS jauh
lebih besar dibandingkan dengan bobot TBBK, maka diduga mudharib
tersebut cenderung kepada sistem bagi hasil bank syariah. Sehingga,
mudharib tersebut termasuk ke dalam kategori loyalist syariah atau dapat
juga dikelompokkan sebagai nasabah emosional. Sedangkan jika bobot
TBBK jauh lebih besar daripada bobot TBBS, maka diduga mudharib
tersebut termasuk ke dalam kategori loyalist konvensional.
Penentuan karakter mudharib berdasarkan kriteria TBBS dan TBBK
ini didasari oleh dua faktor berikut: Pertama, kedua kriteria tersebut
merupakan indikator yang membedakan prinsip operasional antara bank
syariah dan bank konvensional. Sehingga dapat diprediksikan bahwa
nasabah pengguna kedua sistem perbankan tersebut memiliki karakter yang
berbeda.
89
Kedua, kombinasi kedua kriteria tersebut memiliki karakteristik yang
khas sebagai kriteria penentu besarnya nisbah bagi hasil produk pembiayaan
mudharabah. Pada organisasi pemerintah, kedua kriteria memiliki bobot
yang sangat jauh berbeda, sementara pada organisasi swasta kedua kriteria
memiliki bobot yang hampir sama. Perbedaan inilah yang menimbulkan ciri
khas dari kombinasi kedua atribut tersebut dalam penetapan nisbah bagi
hasil.
5.8.1. Karakter Mudharib pada Organisasi Pemerintah
Berdasarkan penilaian terhadap kriteria TBBS dan TBBK dalam
menentukan besarnya nisbah bagi hasil diketahui bahwa mudharib
pada organisasi pemerintah memiliki respon yang cukup kuat
terhadap besarnya marjin bagi hasil dan cukup lemah terhadap
fluktuasi suku bunga. Kondisi ini dicirikan dengan ditetapkannya
tingkat bagi hasil (TBBS) pada prioritas pertama, sementara tingkat
suku bunga (TBBK) pada prioritas terakhir dengan perbedaan bobot
yang cukup besar (Tabel 12).
Berdasarkan karakteristik tersebut dapat disimpulkan bahwa
mudharib pada organisasi pemerintah memiliki karakter emosional.
Karakter ini dicirikan dengan keengganan mudharib untuk
menggunakan sistem bunga karena dilarang oleh agama yang
dianutnya. Akibatnya, mudharib memiliki pertimbangan yang cukup
lemah terhadap kriteria suku bunga.
5.8.2. Karakter Mudharib pada Organisasi Swasta
Berdasarkan penilaian terhadap kriteria TBBS dan TBBK dalam
menetapkan nisbah bagi hasil, mudharib pada organisasi swasta
memiliki pertimbangan yang sama kuat terhadap kedua kriteria
tersebut. Keadaan ini dicirikan dengan bobot kedua kriteria yang
hampir sama, yaitu sebesar 0,22 untuk TBBS dan 0,21 untuk TBBK
(Tabel 13).
Berdasarkan karakteristik tersebut dapat disimpulkan bahwa
mudharib pada organisasi swasta memiliki karakter rasional.
Artinya, mudharib melakukan transaksi pembiayaan berdasarkan
90
pertimbangan keuntungan yang akan diperolehnya. Bagi mudharib,
imbalan bagi bank berbanding terbalik dengan permintaan
pembiayaan atau kredit. Semakin rendah imbalan bagi bank dari
kegiatan pembiayaan atau kredit, maka semakin tinggi permintaan
mudharib terhadap pembiayaan atau kredit tersebut, begitu juga
sebaliknya.
5.8.3. Karakter Rata-Rata Mudharib
Berdasarkan perhitungan gabungan pendapat dengan
menggunakan metode Pairwise Comparison diperoleh hasil bahwa
kriteria TBBS yang dimiliki rata-rata mudharib menempati prioritas
pertama dengan bobot sebesar 0,29 sedangkan kriteria TBBK
menempati prioritas ketiga dengan bobot sebesar 0,18 (Lampiran 2).
Artinya, perhatian yang besar rata-rata mudharib terhadap marjin
bagi hasil masih tetap diikuti dengan perhatiannya kepada besarnya
suku bunga. Dengan kata lain, rata-rata mudharib dalam penelitian
ini termasuk ke dalam kategori nasabah rasional.
Rasionalnya karakter rata-rata mudharib juga dicerminkan oleh
pertimbangannya yang kuat terhadap kriteria perkiraan marjin
keuntungan usahanya (PMKU) dengan bobot sebesar 0,28
(Lampiran 2). Mudharib mengetahui bahwa besarnya keuntungan
yang akan diperolehnya dari pembiayaan ini tergantung dari bisnis
atau usaha yang dijalankannya. Semakin besar keuntungan usaha
mudharib, maka bagian keuntungan yang akan diperolehnya pun
akan semakin besar.
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
1). Besarnya nisbah bagi hasil pembiayaan mudharabah pada PT. Bank
Muamalat Indonesia, Tbk (BMI) ditentukan berdasarkan dua faktor, yaitu
referensi marjin keuntungan bank yang ditetapkan oleh Tim Asset and
Liabilities Committee (ALCO) dan perkiraan keuntungan usaha yang
dibiayai. Elemen-elemen di dalamnya merupakan kriteria yang digunakan
oleh bank syariah secara umum dalam menetapkan nisbah bagi hasil pada
produk pembiayaan yang tidak memberikan kepastian pendapatan seperti
mudharabah dan musyarakah.
2). Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pertimbangan mudharib
dengan pertimbangan kru BMI dalam hal menetapkan besarnya nisbah
bagi hasil pada produk pembiayaan mudharabah. Dengan kata lain,
kriteria penetapan nisbah bagi hasil pembiayaan mudharabah yang
ditetapkan BMI dapat mengakomodasi pertimbangan yang dimiliki
mudharib dalam menentukan besarnya nisbah bagi hasil yang diharapkan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa rasionalitas besarnya nisbah bagi hasil
pada produk pembiayaan mudharabah di BMI telah tercapai.
3). Rata-rata mudharib dalam penelitian ini memiliki karakter rasional.
Dalam menggunakan produk pembiayaan mudharabah di BMI, mudharib
tetap mempertimbangkan fluktuasi tingkat suku bunga bank konvensional
di samping tingkat marjin bagi hasil sebagai instrumen yang digunakan
bank syariah untuk menghasilkan keuntungan dari kegiatan pembiayaan.
Selain itu, pertimbangannya yang kuat terhadap perkiraan besarnya marjin
keuntungan usahanya mengindikasikan rasionalnya pemikiran rata-rata
mudharib dalam menetapkan besarnya nisbah bagi hasil yang
diharapkannya.
92
2. Saran
1). Seluruh kru BMI baik yang ada di kantor pusat dan kantor cabang
hendaknya memahami kriteria-kriteria standar yang ditetapkan oleh ALCO
dalam menetapkan besarnya nisbah bagi hasil pembiayaan mudharabah.
Sehingga diharapkan adanya kesamaan pandangan dalam menetapkan
besarnya nisbah bagi hasil pada pembiayaan mudharabah.
2). Karakter mudharib yang rasional dapat menyebabkan migrasi mudharib
kepada bank lain dengan imbalan yang lebih kompetitif dari BMI. Oleh
karena itu, BMI Cabang Bogor hendaknya lebih meningkatkan nilai
tambah pada produk-produk pembiayaannya. Peningkatan nilai tambah
tersebut dapat dilakukan antara lain dengan cara: (1) Meningkatkan
kemampuan akses mudharib terhadap produk-produk BMI lainnya, (2)
Menempatkan Sumber Daya Insani (SDI) yang tepat terutama dalam
mengelola kegiatan pembiayaan berskema bagi hasil, (3) Meningkatkan
kinerja pembiayaan berbasis teknologi informasi dalam rangka
memudahkan mudharib ketika bertransaksi.
3). Sebagian besar penyaluran pembiayaan mudharabah di BMI Cabang
Bogor hendaknya lebih dikonsentrasikan pada usaha yang bergerak sektor
riil (produktif) daripada sektor konsumtif. Hal itu disebabkan karena
penyaluran pembiayaan mudharabah kepada sektor riil merupakan prinsip
dasar dari kegiatan pembiayaan mudharabah dan bertujuan untuk
meningkatkan perekonomian masyarakat dalam suatu negara.
4). Perlunya dilakukan penelitian kembali ataupun lanjutan guna
menghasilkan kesimpulan yang lebih baik. Hal itu disebabkan karena
tingkat abstraksi dari objek penelitian yang cukup tinggi sehingga
diperlukan kelengkapan dari variabel terkait. Selain itu, karena alat ukur
(kuesioner) dalam penelitian ini memiliki invaliditas pada beberapa butir
pertanyaan, maka diperlukan penelitian lanjutan untuk dapat memeriksa
validitas dari alat ukur tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, A.R. 2004. The Celestial Management. Senayan Abadi Publishing, Jakarta Antonio, M.S. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktek. Gema Insani, Jakarta Bank Indonesia. 2005. Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/46/PBI/2005 Tentang
Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana Bagi Bank yang Menjalankan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah. http://www.bi.go.id. [17 Februari 2005]
Bank Muamalat Indonesia. 2005. Laporan Tahunan 2005.
http://www.muamalatbank.com. [27 Juli 2005] Baraba, A. 1999. Prinsip Dasar Operasional Perbankan Syariah.
http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/999A6F54-94B6-46DE-9638-FA6B2BBB110F/409/bempvol2no3des99.pdf. [16 Maret 2006]
Cochran, W.G. 1991. Teknik Penarikan Sampel. 3th Edition. UI-Press, Jakarta. Daryanto. 1997. Kamus Bahasa Indonesia Lengkap. Apollo, Surabaya. Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia. 2005. Laporan Perkembangan
Perbankan Syariah Tahun 2005. http://www.bi.go.id. [23 Maret 2006] Djabir, M.D. 2000. Analisa Bagi Hasil Pembiayaan Mudharabah Pada PT. Bank
Muamalat Indonesia. Skripsi pada Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Perbanas.
Fewidarto, P.D. 1996. Proses Hirarki Analitik (Analitical Hierarchy Process).
Materi Khusus Singkat pada Program Pascasarjana Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
George, D. dan Mallery. 2003. SPSS for Windows step by step : A Simple Guide
and Reference 11.0 Update. Allyn and Bacon, Boston Hasan, M.I. 2003. Pokok-Pokok Materi Statistik 2 (Statistik Inferensif). 2th
Edition. Bumi Aksara, Jakarta. Irawan, T. 2004. Analisis Permintaan dan Penawaran Pembiayaan Bank Umum
Syariah (BUS) Di Indonesia. Skripsi pada Departemen Ilmu Ekonomi dan Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Jalil, A., dkk. 1997. Metode Penelitian. Universitas Terbuka, Jakarta
94
Karim, A. 2004. Bank Islam, Analisis Fiqih dan Keuangan. 2th Edition. PT. Raja Gafindo Persada, Jakarta.
Kasmir. 2000. Manajemen Perbankan. PT. Raja Gafindo Persada, Jakarta. Lootsma, F. A. 1999. Distributed Multi-Criteria Decision Making and The Roles
of Participants in The Process. Paper. Delft University of Technology, Netherlands.
Mangkusubroto, K. dan Trisnadi L. 1987. Analisa Keputusan Pendekatan Sistem
Dalam Manajemen Usaha dan Proyek. Ganeca Exact, Bandung Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk.
Grasindo, Jakarta. Ma’arif, M.S. dan H. Tanjung. 2003. Teknik-Teknik Kuantitatif Untuk
Manajemen. PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta. Muhammad. 2003. Konstruksi Mudharabah Dalam Bisnis Syariah. Pusat Studi
Ekonomi Islam STIS Yogyakarta, Yogyakarta. . 2004. Teknik Perhitungan Bagi Hasil dan Profit Margin Pada Bank
Syariah. UII Press, Yogyakarta. Muhimmah. 2003. Pengembangan Sistem Penunjang Keputusan Seleksi Beastudi
ETOS Dompet Dhuafa Republika. Skripsi pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Muljawan, D. 2001. Bank Syariah: Konsep Dasar Operasional Dan Regulasi.
Makalah pada Seminar on Islamic Economics and Banking. 24 Oktober 2001, Jakarta.
Nasution, S. 2003. Metode Research (Penelitian Ilmiah). Bumi Aksara, Jakarta. Perwataatmadja, K dan M S. Antonio. 1997. Apa dan Bagaimana Bank Islam. PT.
Dana Bhakta Wakaf, Yogyakarta. Rangkuti, F. 2003. Riset Pemasaran. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Rose, P. 1999. Commercial Banking Management. Mc.Graw Hall, Singapura. Salustri, F.A. 2005. Pairwise Comparison
http://www.cden.ryerson.ca/~fil/T/pwisecomp.html [07 April 2006] Siagian, T.E. 2004. Analisis Penetapan Nisbah Bagi Hasil Pembiayaan
Mudharabah pada Bank Syariah. Tesis pada Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Depok.
95
Spiegel, M.R. 1988. Seri Buku Schaum Teori dan Soal-Soal Statistika. 2th Edition. Erlangga, Jakarta.
Statistik Perbankan Syariah Juni 2006. Direktorat Perbankan Syariah Bank
Indonesia, Jakarta. Sudarmanto, R.G. 2005. Analisis Regresi Ganda dengan SPSS. Graha Ilmu.
Yohyakarta. Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta, Bandung Supranto, J. 2001. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan untuk Meningkatkan
Pangsa Pasar. Rineka Cipta. Jakarta . 2001. Statisitk: Teori & Aplikasi, Jilid 2. 6th Edition. Erlangga,
Jakarta. Supraptiwiningsih. 2004. Aplikasi Prinsip Mudhrabah Beserta Analisis Kinerja dan Keagenan Pada Bank Syariah Muamalat Indonesia. Skripsi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Susanto, A.E. dan M. Firdaus. 2004. Perkoperasian: Sejarah, Teori, dan Praktek.
Ghalia Indonesia, Bogor. Usman, H. & R.P.S. Akbar. 2003. Pengantar Statistika. Bumi Aksara, Jakarta
97
KUISIONER PENELITIAN
MEMPELAJARI RASIONALITAS PENETAPAN NISBAH BAGI HASIL
PRODUK PEMBIAYAAN MUDHARABAH
(Studi Kasus PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk Cabang Bogor)
Oleh : Moch. Ridlo Darajat
H24102105
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian
98
KUISIONER PENELITIAN
MEMPELAJARI RASIONALITAS PENETAPAN NISBAH BAGI HASIL PRODUK PEMBIAYAAN MUDHARABAH
(Studi Kasus PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk Cabang Bogor) Kepada Responden yang terhormat,
Kami memahami dan menyadari bahwa waktu bapak/Ibu/Saudara sangat berharga. Namun begitu, kami mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk dapat membantu penelitian kami dengan mengisi kuisioner ini. Kuisioner ini hanya digunakan untuk kepentingan studi dan tidak akan dipublikasikan secara luas. Jawaban yang Bapak/Ibu/Saudara berikan dalam kuisioner ini tidak akan memberikan dampak apapun bagi pekerjaan Bapak/Ibu/Saudara, sehingga kami sangat mengharapkan kejujuran Bapak/Ibu/Saudara dalam mengisi kuisioner ini.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari rasionalitas penetapan nisbah bagi hasil produk pembiayaan mudharabah Bank Umum Syariah (BUS) Di Kota Bogor. Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi perusahaan dan masyarakat (nasabah atau calon nasabah) dalam mempertimbangkan besaran nisbah yang disepakati dalam transaksi pembiayaan mudharabah.
Untuk dapat mengisi kuisioner ini dengan baik, Bapak/Ibu/Saudara dimohon untuk dapat mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :
1. Lihatlah secara sepintas seluruh kuisioner. 2. Bacalah petunjuk khusus pada setiap awal kuisioner sebelum mulai menjawab. 3. Jawablah semua pertanyaan dari setiap bagian sesuai dengan keadaan Bapak/Ibu
alami dan rasakan sebenarnya. Jika terdapat pertanyaan yang kurang jelas bagi Bapak/Ibu tentang maksud pertanyaan tersebut, maka jawablah pertanyaan tersebut sesuai dengan pendapat Bapak/Ibu tentang maksud pertanyaan tersebut.
4. Pastikan Bapak/Ibu telah menjawab semua pertanyaan dalam kuisioner. Terima Kasih atas kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi kuisioner ini.
Moch. Ridlo Darajat
(Mahasiswa Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen,
Institut Pertanian Bogor)
Kuisioner ini semata – mata untuk penelitian
Lanjutan Lampiran 1
99
A. IDENTITAS RESPONDEN MUDHARIB Berilah tanda check list (√) pada kotak yang menyatakan jawaban yang dianggap benar! 1. Apakah anda sedang menjadi nasabah pembiayaan mudharabah (mudharib)
di Bank Muamalat Indonesia (BMI) cabang Bogor:
Ya Tidak
(Jika “Tidak”, silakan lanjutkan ke no. 3) 2. Kontrak pembiayaan mudharabah yang sedang anda lakukan termasuk ke
dalam jenis pembiayaan mudharabah:
Modal Kerja Investasi Khusus
(Silakan lanjutkan ke no. 5) 3. Apakah anda pernah menjadi nasabah pembiayaan mudharabah
(mudharib) di Bank Muamalat Indonesia (BMI) cabang Bogor:
Ya Tidak
(jika “Tidak”, Terima Kasih atas kerja sama anda, semoga anda mendapatkan ganjaran dari Allah SWT)
4. Kontrak pembiayaan mudharabah yang pernah anda lakukan termasuk ke
dalam jenis pembiayaan mudharabah:
Modal Kerja Investasi Khusus 5. Berapa kali anda mendapatkan fasilitas pembiayaan mudharabah dari Bank
Muamalat Indonesia (BMI) cabang Bogor?
Pembiayaan mudharabah modal kerja : ...... kali, yaitu pada bulan/tahun ................/......., ................/......., ................/......., Pembiayaan mudharabah investasi khusus : ...... kali, yaitu pada bulan/tahun ................/......., ................/......., ................/.......,
6. Jangka waktu rata-rata pembiayaan mudharabah yang anda sepakati dengan
bank?
Pembiayaan mudharabah modal kerja : ....... bulan. Pembiayaan mudharabah investasi khusus : ....... bulan.
7. Bidang usaha/proyek yang dibiayai bank yang sedang anda jalankan:
a.
b.
c.
Lanjutan Lampiran 1
100
8. Apakah anda memiliki pertimbangan pribadi dalam menetapkan nisbah bagi hasil pembiayaan anda?
Ya Tidak
Jika “Ya”, apa petimbangan anda dalam menentukan nisbah bagi hasil
1.
2.
3.
9. Apakah sebelumnya anda pernah menjadi mudharib di bank syariah (BUS, UUS, atau BPRS) lainnya:
Pernah Tidak Pernah
Sebutkan nama bank tersebut:
1. Bank ................... 2. Bank ................... 3. Bank ................... 10. Berapa lama anda menjadi mudharib di bank tersebut?
1. Bank ...................,.....bln 2. Bank ...................,.....bln 3. Bank ...................,.....bln
11. Apakah sebelumnya anda pernah menjadi debitur di bank konvensional (Bank
Umum ataupun BPR):
Pernah Tidak Pernah
Sebutkan nama bank tersebut:
1. Bank ................... 2. Bank ................... 3. Bank ................... 12. Berapa lama anda menjadi debitur di bank tersebut?
1. Bank ...................,.....bln 2. Bank ...................,.....bln 3. Bank ...................,.....bln
4. Bank ................... 5. Bank ................... 6. Bank ...................
4. Bank ................... 5. Bank ................... 6. Bank ...................
4. Bank ...................,.....bln 5. Bank ...................,.....bln 6. Bank ...................,.....bln
4. Bank ...................,.....bln 5. Bank ...................,.....bln 6. Bank ...................,.....bln
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Lanjutan Lampiran 1
101
B. PREFERENSI MUDHARIB Berikan tanda check list (√) pada kolom yang telah disediakan Dalam mempertimbangkan besaran nisbah bagi hasil pembiayaan
Mudharabah Modal Kerja atau Mudharabah Investasi Khusus yang disepakati
bersama dengan bank, seberapa jauh anda sebagai mudharib/pengelola usaha
setuju atau tidak setuju terhadap kriteria/pertimbangan dan atribut berikut.
1) Preferensi Mudharib Terhadap Kriteria Penetapan Nisbah Bagi Hasil
Mudharabah Modal Kerja
No Pernyataan
SS S N TS STS
1 Anda mempertimbangkan marjin bagi hasil perbankan syariah.
2 Anda mempertimbangkan tingkat suku bunga perbankan konvensional.
3 Anda memperkirakan marjin keuntungan usaha anda yang dibiayai oleh bank.
4 Anda mempertimbangkan jangka waktu pembiayaan.
5 Anda mempertimbangkan bagi hasil yang diharapkan penabung/investor.
2) Preferensi Mudharib Terhadap Atribut Penetapan Nisbah Bagi Hasil A. Berdasarkan Kriteria Tingkat Bagi Hasil Perbankan Syariah (TBBS)
Mudharabah Modal Kerja
No Pernyataan
SS S N TS STS
1 Anda mempertimbangkan tingkat bagi hasil rata-rata perbankan syariah.
2 Anda mempertimbangkan tingkat bagi hasil rata-rata beberapa bank syariah
3 Anda mempertimbangkan tingkat bagi hasil bank syariah tertentu.
Keterangan:
SS = Sangat Setuju S = Setuju STS= Sangat Tidak Setuju N = Netral TS = Tidak Setuju
Lanjutan Lampiran 1
102
B. Berdasarkan Kriteria Tingkat Suku Bunga Perbankan Konvensional (TBBK)
Mudharabah Modal
Kerja
No Pernyataan
SS S N TS STS
1 Anda mempertimbangkan tingkat rata-rata suku bunga perbankan konvensional.
2 Anda mempertimbangkan tingkat rata-rata suku bunga beberapa bank konvensional.
3 Anda mempertimbangkan tingkat suku bunga bank konvensional tertentu.
C. Berdasarkan Kriteria Perkiraan Marjin Keuntungan Usaha (PMKU)
Mudharabah Modal Kerja
No Pernyataan
SS S N TS STS
1 Anda mempertimbangkan perkiraan volume penjualan setiap bulan atau transaksi.
2 Anda mempertimbangkan perkiraan fluktuasi harga penjualan setiap bulan atau transaksi.
3 Anda mempertimbangkan perkiraan laba bersih setiap transaksi penjualan.
4 Anda mempertimbangkan perkiraan Harga Pokok Penjualan usaha anda
D. Berdasarkan Kriteria Bagi Hasil yang Diharapkan
Investor/Penabung (BHI)
Mudharabah Modal Kerja
No Pernyataan SS S N TS STS
1 Anda mempertimbankan persentase/porsi/nisbah bagi hasil untuk penabung/investor/deposan
2 Anda mempertimbangkan biaya langsung yang dikeluarkan bank dalam memperoleh dana pihak ketiga.
3 Anda mempertimbangkan biaya tidak langsung yang dikeluarkan bank dalam memperoleh dana pihak ketiga.
Lanjutan Lampiran 1
103
E. Berdasarkan Kriteria Perkiraan Jangka Waktu Pembiayaan (JWP) Mudharabah Modal
Kerja
No Pernyataan
SS S N TS STS
1 Anda mempertimbangkan perkiraan lama proses barang.
2 Anda mempertimbangkan perkiraan lama persediaan barang.
3 Anda mempertimbangkan perkiraan lama piutang.
4 Anda mempertimbangkan tambahan waktu guna menghindari keterlambatan setoran (Delayed Factor)
F. Kriteria beserta atribut lainnya yang anda gunakan, antara lain :
MMK* No Kriteria Atribut SS S N TS STS
* Mudharabah Modal Kerja
Lanjutan Lampiran 1
104
C. PREFERENSI BANK Berikan tanda check list (√) pada kolom yang telah disediakan Dalam menentukan besaran nisbah bagi hasil pembiayaan mudharabah
modal kerja atau mudharabah investasi khusus, seberapa jauh anda sebagai
wakil dari bank menetapkan penting atau tidak penting terhadap kriteria dan
atribut yang menjadi pertimbangan dalam menetapkan besaran nisbah bagi hasil
tersebut.
1) Kepentingan Relatif Bank Terhadap Kriteria Penetapan Nisbah Bagi Hasil
Mudharabah Modal Kerja
No Pernyataan
SP P CP KP TP
1 Bank mempertimbangkan marjin bagi hasil perbankan syariah.
2 Bank mempertimbangkan tingkat suku bunga perbankan konvensional.
3 Bank memperkirakan marjin keuntungan usaha yang dibiayainya.
4 Bank mempertimbangkan jangka waktu pembiayaan.
5 Bank mempertimbangkan bagi hasil yang diharapkan penabung/investor.
2) Kepentingan Relatif Bank Terhadap Atribut Penetapan Nisbah Bagi Hasil A. Berdasarkan Kriteria Tingkat Bagi Hasil Bank Syariah (TBBS)
Mudharabah Modal Kerja
No Pernyataan
SP P CP KP TP
1 Bank mempertimbangkan marjin bagi hasil rata-rata perbankan syariah.
2 Bank mempertimbangkan marjin bagi hasil rata-rata beberapa bank syariah
3 Bank mempertimbangkan marjin bagi hasil bank syariah tertentu.
Lanjutan Lampiran 1
105
B. Berdasarkan Kriteria Tingkat Suku Bunga Bank Konvensional (TBBK)
Mudharabah Modal Kerja
No Pernyataan
SP P CP KP TP
1 Bank mempertimbangkan tingkat rata-rata suku bunga perbankan konvensional.
2 Bank mempertimbangkan tingkat rata-rata suku bunga beberapa bank konvensional.
3 Bank mempertimbangkan tingkat suku bunga bank konvensional tertentu.
C. Berdasarkan Kriteria Perkiraan Marjin Keuntungan Usaha Mudharib
(PMKU)
Mudharabah Modal Kerja
No Pernyataan
SP P CP KP TP
1 Bank mempertimbangkan perkiraan volume penjualan usaha setiap bulan atau transaksi.
2 Bank mempertimbangkan perkiraan fluktuasi harga penjualan setiap bulan atau transaksi.
3 Bank mempertimbangkan perkiraan laba bersih usaha setiap transaksi penjualan.
4 Bank mempertimbangkan perkiraan Harga Pokok Penjualan usaha Mudharib
D. Berdasarkan Kriteria Bagi Hasil yang Diharapkan Investor/Penabung
(BHI)
Mudharabah Modal Kerja
No Pernyataan
SP P CP KP TP
1 Bank mempertimbankan persentae/porsi/nisbah bagi hasil untuk penabung/investor/deposan
2 Bank mempertimbangkan biaya langsung yang dikeluarkan untuk memperoleh dana pihak ketiga.
3 Bank mempertimbangkan biaya tidak langsung yang dikeluarkan untuk memperoleh dana pihak ketiga.
Lanjutan Lampiran 1
106
E. Berdasarkan Kriteria Perkiraan Jangka Waktu Pembiayaan (JWP)
Mudharabah Modal Kerja
No Pernyataan
SP P CP KP TP
1 Bank mempertimbangkan perkiraan lama proses barang dalam usaha mudharib.
2 Bank mempertimbangkan perkiraan lama persediaan barang dalam usaha mudharib.
3 Bank mempertimbangkan perkiraan lama piutang dalam usaha mudharib.
4
Bank mempertimbangkan tambahan waktu pada perputaran kas usaha mudharib guna menghindari keterlambatan setoran mudharib (Delayed Factor)
F. Kriteria beserta atribut lainnya yang bank gunakan, antara lain :
MMK* No Kriteria Atribut SP P CP KP TP
*Mudharabah Modal Kerja C. PENETAPAN SCORE (SCORING) MUDHARIB PADA KRITERIA DAN ATRIBUT PENETAPAN NISBAH BAGI HASIL Prosedur pengisian: 1. Masing-masing kriteria/atribut dibandingkan dengan kriteria/atribut lainnya
yang ada dalam satu tabel dengan cara menetapkan angka.
2. Penetapan angka dilakukan setelah membandingkan kriteria ke-i pada kolom
ke-2 dengan kriteria yang lainnya di kolom berikutnya.
3. Angka ditulis hanya pada kotak yang tidak diarsir.
4. Isilah tabel dengan angka berdasarkan skala Saaty berikut ini:
Lanjutan Lampiran 1
107
Skala Definisi 1
3
5
7
9
2,4,6,8
Sama pentingnya dibanding dengan ............
Sedikit Kuat pentingnya dibanding dengan ............
Kuat pentingnya dibanding dengan .............
Sangat kuat pentingnya dibanding dengan .............
Ekstrim pentingnya dibanding dengan .............
Nilai di antara dua penilaian yang berdekatan
5. Contoh: No BHS BBK BDR 1 Bagi Hasil di Bank Syariah (BHS) 7 9 2 Bunga di Bank Konvensional (BBK) 5 3 Bunga dari Renternir (BDR)
Artinya, anda mengatakan bahwa:
Bagi Hasil di Bank Syariah (BHS) sangat kuat pentingnya dibanding dengan Bunga di Bank Konvensional (BBK) dan ekstrim pentingnya dibanding dengan Bunga dari Renternir (BDR).
Bunga di Bank Konvensional (BBK) kuat pentingnya dibanding dengan Bunga dari Renternir (BDR).
A. Penetapan Score Pada Kriteria Penetapan Nisbah Bagi Hasil No TBBS TBBK BHI PMKU PSCU
1 Tingkat Marjin Bagi Hasil Perbankan Syariah (TBBS)
2 Tingkat Suku Bunga Perbankan Konvensional (TBBK)
3 Bagi Hasil yang Diharapkan Investor/Penabung (BHI)
4 Perkiraan Marjin Keuntungan Usaha (PMKU)
5 Perkiraan Jangka Waktu Pembiayaan (JWP) B. Penetapan Score Pada Atribut Penetapan Nisbah Bagi Hasil Penetapan Score Pada Atribut dari Kriteria TBBS No BRPS BRBS BBST 1 Marjin Bagi Hasil Rata-Rata Perbankan Syariah (BRPS)
2 Marjin Bagi Hasil Rata-Rata Beberapa Bank Syariah Tertentu (BRBS)
3 Marjin Bagi Hasil Bank Syariah Tertentu (BBST)
Lanjutan Lampiran 1
108
Penetapan Score Pada Atribut dari Kriteria TBBK No SRPK SRBK SBKT 1 Suku Bunga Rata-Rata Perbankan Konvensional (SRPK)
2 Suku Bunga Rata-Rata Beberapa Bank Konvensional Tertentu (SRBK)
3 Suku Bunga Bank Konvensional Tertentu (SBKT) Penetapan Score Pada Atribut dari Kriteria BHI No PBHI BLD BTLD
1 Persentase/porsi/nisbah bagi hasil yang diharapkan investor /penabung/deposan (PBHI)
2 Biaya langsung yang dikeluarkan dalam memperoleh DPK (BLD)
3 Biaya tak langsung yang dikeluarkan dalam memperoleh DPK (BTLD)
Penetapan Score Pada Atribut dari Kriteria PMKU
No TVP TFH TLB THPP 1 Taksiran volume penjualan (TVP) 2 Taksiran fluktuasi harga (TFH) 3 Taksiran laba bersih (TLB) 4 Taksiran harga pokok penjualan (THPP)
Penetapan Score Pada Atribut dari Kriteria JWP
No TLPB TLSB TLP TDF 1 Taksiran lama proses barang (TLPB) 2 Taksiran lama persediaan barang (TLSB) 3 Taksiran lama piutang (TLP) 4 Taksiran Delayed Faktor * (TDF)
* Tambahan waktu guna menghindari keterlambatan setoran
Terima kasih atas kesediaan anda mengisi
kuesioner ini. Semoga Bapak/Ibu/Saudara/i
sekalian mendapat balasan dari Allah SWT
Lanjutan Lampiran 1
109
No Kriteria Bobot Atribut Bobot
Marjin Bagi Hasil Rata-Rata Perbankan Syariah (BRPS) 0,10
Marjin Bagi Hasil Rata-Rata Beberapa Bank Syariah (BRBS) 0,35 1
Tingkat Marjin Bagi Hasil Perbankan Syariah (TBBS)
0,29
Marjin Bagi Hasil Bank Syariah Tertentu (BBST) 0,55
Suku Bunga Rata-Rata Perbankan Konvensional (SRPK) 0.24
Suku Bunga Rata-Rata Beberapa Bank Konvensional (SRBK) 0.46 2
Tingkat Suku Bunga Perbankan Konvensional (TBBK)
0,18
Suku Bunga Bank Konvensional Tertentu (SBKT) 0.30
Porsi/Nisbah Bagi Hasil untuk Investor (PBHI) 0,56
Biaya Langsung Untuk Memperoleh DPK (BLD) 0,31 3
Bagi Hasil untuk Investor/Deposan/Penabung (BHI)
0,10
Biaya Tidak Langsung Untuk Memperoleh DPK (BTLD) 0,13
Taksiran Volume Penjualan Usaha Mudharib (TVP) 0,40
Taksiran Fluktuasi Harga Barang (TFH) 0,20
Taksiran Laba Bersih Usaha Mudharib (TLB ) 0,17
4 Perkiraan Marjin Keuntungan Usaha Mudharib (PMKU)
0,28
Taksiran Harga Pokok Penjualan (THPP) 0,23
Taksiran Lama Proses Barang (TLPB) 0,16
Taksiran Lama Persediaan Barang (TLSB) 0,28
Taksiran Lama Piutang Dagang (TLP) 0,49
5 Jangka Waktu Pembiayaan (JWP) 0,16
Taksiran Delayed Factor (TDF) 0,16
Lampiran 2. Bobot Kriteria dan Atribut dari Gabungan Pendapat Mudharib
110
No Kriteria Bobot Atribut Bobot
Marjin Bagi Hasil Rata-Rata Perbankan Syariah (BRPS) 0,47
Marjin Bagi Hasil Rata-Rata Beberapa Bank Syariah (BRBS) 0,23 1
Tingkat Marjin Bagi Hasil Perbankan Syariah (TBBS)
0,09
Marjin Bagi Hasil Bank Syariah Tertentu (BBST) 0,30
Suku Bunga Rata-Rata Perbankan Konvensional (SRPK) 0,58
Suku Bunga Rata-Rata Beberapa Bank Konvensional (SRBK) 0,24 2
Tingkat Suku Bunga Perbankan Konvensional (TBBK)
0,06
Suku Bunga Bank Konvensional Tertentu (SBKT) 0,18
Porsi/Nisbah Bagi Hasil untuk Investor (PBHI) 0,46
Biaya Langsung Untuk Memperoleh DPK (BLD) 0,41 3
Bagi Hasil untuk Investor/Deposan/Penabung (BHI)
0,20
Biaya Tidak Langsung Untuk Memperoleh DPK (BTLD) 0,14
Taksiran Volume Penjualan Usaha Mudharib (TVP) 0,31
Taksiran Fluktuasi Harga Barang (TFH) 0,19
Taksiran Laba Bersih Usaha Mudharib (TLB ) 0,34
4 Perkiraan Marjin Keuntungan Usaha Mudharib (PMKU)
0,47
Taksiran Harga Pokok Penjualan (THPP) 0,16
Taksiran Lama Proses Barang (TLPB) 0,40
Taksiran Lama Persediaan Barang (TLSB) 0,28
Taksiran Lama Piutang Dagang (TLP) 0,22
5 Jangka Waktu Pembiayaan (JWP) 0,17
Taksiran Delayed Factor (TDF) 0,10
Lampiran 3. Bobot Kriteria dan Atribut dari Gabungan Pendapat Kru BMI
Item-total Statistics Scale Scale Corrected Mean Variance Item- Alpha if Item if Item Total if Item Deleted Deleted Correlation Deleted 1 81.1667 104.9667 .7218 .8909 2 81.3333 110.2667 .2981 .9008 3 81.3333 105.0667 .8638 .8894 4 81.5000 109.1000 .8677 .8931 5 81.5000 104.7000 .7400 .8905 6 81.3333 105.4667 .8314 .8900 7 81.3333 105.4667 .8314 .8900 8 81.3333 106.2667 .5206 .8952 9 81.6667 114.6667 .0762 .9053 10 81.5000 116.3000 -.0488 .9173 11 81.6667 115.8667 -.0256 .9141 12 81.1667 104.9667 .7218 .8909 13 81.1667 104.9667 .7218 .8909 14 81.1667 100.9667 .7457 .8888 15 81.0000 101.2000 .9009 .8861 16 81.6667 104.6667 .6784 .8915 17 81.6667 104.6667 .6784 .8915 18 82.1667 109.3667 .4277 .8973 19 81.3333 105.8667 .5433 .8946 20 81.8333 104.5667 .5128 .8957 21 81.3333 105.8667 .5433 .8946 22 81.8333 104.5667 .5128 .8957 Reliability Coefficients N of Cases = 6.0 N of Items = 22 Alpha = .8998
Lam
piran 4. Hasil U
ji Reliabilitas K
uesioner 111
111
Lam
piran 5. Hasil U
ji Validitas Parsial K
uesioner 112
KRTERIA Pertanyaan Responden
1 2 3 4 5 Total
1 4 5 4 4 4 21 2 4 4 4 4 3 19 3 3 3 3 3 3 15 4 5 4 4 4 4 21 5 4 5 4 4 4 21 6 5 3 5 4 5 22 JUMLAH 25 24 24 23 23 PEARSON 0.847 0.436 0.864 0.924 0.812
A=0.05 0.360 0.360 0.360 0.360 0.360 HASIL V V V V V
ATRIBUT TBBS Pertanyaan Responden
6 7 8 Total
1 4 4 5 13 2 4 4 4 12 3 3 3 3 9 4 4 4 3 11 5 5 5 5 15 6 4 4 4 12
JUMLAH 24 24 24 PEARSON 0.949 0.949 0.894
A=0.05 0.360 0.360 0.360 HASIL V V V
ATRIBUT TBBK Pertanyaan Responden
9 10 11 Total
1 4 5 5 14 2 5 5 5 15 3 3 3 3 9 4 3 3 2 8 5 4 5 4 13 6 3 2 3 8
JUMLAH 22 23 22 PEARSON 0.947 0.952 0.950
A=0.05 0.360 0.360 0.360 HASIL V V V
ATRIBUT PMKU Pertanyaan Responden
12 13 14 15 Total
1 4 4 4 4 16 2 4 4 3 4 15 3 3 3 3 3 12 4 5 5 5 5 20 5 4 4 5 5 18 6 5 5 5 5 20
JUMLAH 25 25 25 26 PEARSON 0.949 0.949 0.922 0.967
A=0.05 0.360 0.360 0.360 0.360 HASIL V V V V
ATRIBUT BHI Pertanyaan Responden
16 17 18 Total
1 3 3 3 9 2 3 3 3 9 3 3 3 3 9 4 4 4 2 10 5 4 4 4 12 6 5 5 4 14
JUMLAH 22 22 19 PEARSON 0.945 0.945 0.705
A=0.05 0.360 0.360 0.360 HASIL V V V
ATRIBUT JWP Pertanyaan
Responden 19 20 21 22
Total
1 3 3 3 3 12 2 5 2 5 2 14 3 3 3 3 3 12 4 4 4 4 4 16 5 4 4 4 4 16 6 5 5 5 5 20
JUMLAH 24 21 24 21 PEARSON 0.737 0.817 0.737 0.817
A=0.05 0.360 0.360 0.360 0.360 HASIL V V V V
Kriteria
TBBS TBBK PMKU JWP BHI
0.29 0.18 0.28 0.16 0.10 Nilai
BRPS BRBS BBST SRPK SRBK SBKT TVP TFH TLB THPP TLPB TLSB TLP TDF PBHI BLD BTLD Keputusan
Alternatif (Responden)
0.11 0.35 0.55 0.24 0.46 0.30 0.40 0.20 0.17 0.23 0.16 0.28 0.49 0.06 0.56 0.31 0.13
Bobot (Bj) 0.030 0.099 0.157 0.042 0.083 0.053 0.114 0.055 0.049 0.066 0.025 0.044 0.077 0.010 0.054 0.030 0.012
1 4 4 5 4 5 5 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 4.041 2 4 4 4 5 5 5 4 4 3 4 3 3 3 5 2 5 2 3.891 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3.000 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 4 4 4 4 4.011 5 4 4 4 4 4 3 5 4 4 5 5 5 5 5 5 5 4 4.365 6 4 4 4 3 2 2 4 4 4 4 4 4 2 5 5 4 4 3.596 7 2 2 2 4 4 2 4 3 4 4 3 3 3 3 2 4 4 3.003 8 3 4 4 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 5 2 3.396 9 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4 2 2 2 4 2 3.588
10 4 4 4 4 4 4 4 3 4 3 3 4 4 5 4 4 4 3.864 11 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 3 3 3 4 3 3.794
12 4 4 2 5 5 2 5 4 5 4 5 4 3 4 4 4 3 3.805
TOTAL 44 45 45 47 48 38 48 44 46 46 43 43 37 46 40 49 38
Nilai
Keputusan 1.321 4.467 7.043 1.992 3.969 2.029 5.472 2.441 2.272 3.016 1.073 1.881 2.838 0.458 2.151 1.465 0.467
Lam
piran 6. Hasil Perhitungan B
ayes untuk Mudharib
113
Kriteria
TBBS TBBK PMKU JWP BHI
0.09 0.06 0.47 0.17 0.20 Nilai
BRPS BRBS BBST SRPK SRBK SBKT TVP TFH TLB THPP TLPB TLSB TLP TDF PBHI BLD BTLD Keputusan
Alternatif (Responden)
0.47 0.23 0.29 0.58 0.24 0.18 0.31 0.19 0.34 0.16 0.40 0.28 0.22 0.10 0.46 0.41 0.14
Bobot (Bj) 0.045 0.022 0.028 0.037 0.016 0.012 0.145 0.088 0.161 0.073 0.069 0.048 0.037 0.017 0.093 0.083 0.027
1 4 4 3 3 3 2 5 5 5 5 4 4 2 4 4 4 4 4.288
2 5 5 5 4 5 4 4 4 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4.344
3 4 4 4 3 2 3 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 4.723
4 4 3 2 3 3 2 5 4 5 5 4 5 4 5 5 4 5 4.410
5 5 4 3 4 3 3 4 4 4 4 4 3 3 4 4 4 4 3.905
6 3 3 1 1 1 1 4 4 4 4 5 1 1 4 3 4 3 3.351
7 4 4 4 3 3 3 4 4 4 4 3 3 3 4 4 4 4 3.782
8 5 3 4 4 3 4 5 4 3 3 4 4 3 4 4 4 4 3.881
9 4 4 5 4 4 3 5 5 4 3 5 5 4 5 5 4 3 4.375
10 5 4 3 5 4 3 5 5 5 5 5 5 4 4 5 5 4 4.802
11 4 4 4 4 3 3 5 4 5 4 5 4 3 5 5 5 5 4.531
TOTAL 47 42 38 38 34 31 51 48 49 47 48 43 35 48 48 47 45
Nilai
Keputusan 2.114 0.933 1.049 1.415 0.530 0.369 7.384 4.206 7.879 3.434 3.318 2.045 1.291 0.830 4.475 3.885 1.236
Lam
piran 7. Hasil Perhitungan B
ayes untuk Kru B
MI
114
115
Kriteria Produk Jenis Produk Keterangan
Shar-E
Tabungan instan investasi syariah yang memadukan kemudahan akses ATM, Debit, dan Phone Banking dalam satu kartu
Tabungan Ummat Investasi tabungan dengan akad Mudharabah
Tabungan Arafah Tabungan untuk mewujudkan niat nasabah untuk menunaikan ibadah haji
Deposito Mudharabah Investasi bagi nasabah perorangan dan badan hukum dengan bagi hasil yang menarik
Deposito Fulinves Inevstasi yang dikhususkan bagi nasabah perorangan dengan jangka waktu enam dan 12 bulan.
Giro Wadi’ah Titipan dana pihak ketiga berupa simpanan giro.
Penghimpunan Dana
Dana Pensiun Muamalat
Dapat diikuti oleh mereka yang berusaha minimal 18 tahun, atau sudah menikah, atau pilihan usia pensiun 45 – 65 tahun
Murabahah Jual beli barang pada harga asal ditambah dengan keuntungan yang disepakati
Salam Pembelian barang yang diserahkan di kemudian hari di mana pembayaran dilakukan di muka secara tunai
Istishna Sama dengan salam hanya berbeda dalam hal pembayaran.
Musyarakah Kerjasama berdasarkan kontribusi dana dari kedua belah pihak
Mudharabah Kerjasama berdasarkan kontribusi keahlian di satu pihak dan dana di pihak lain
Ijarah Sewa menyewa barang/jasa
Penanaman Dana
Ijarah Muntahia Bittamlik Sewa menyewa barang/jasa yang diakhiri dengan kepemilikan barang oleh penyewa
Wakalah Akad pemberian wewenang kepada pihak lain
Kafalah Jaminan yang diberikan kepada pihak ketiga
Hawalah Pengalihan utang
Rahn Penggadaian
Produk Jasa
Qardh Pinjaman tanpa ada tambahan keuntungan dan dibayarkan secara angsuran ataupun sekaligus
ATM
Layanan ATM 24 jam dalam melakukan penarikan dana tunai, pemindahbukuan antar rekening, pemeriksaan saldo, pembayaran ZIS (hanya pada ATM Muamalat), dan tagihan telepon
SalaMuamalat Layanan Phone Banking 24 jam dan call centre
Pembayaran Zakat, Infak, dan Shadaqah (ZIS) Jasa yang memudahkan nasabah dalam membayar ZIS
Jasa Layanan
Jasa-jasa Lain Transfer, collection, standing instruction, bank draft, referensi bank
Lampiran 8. Produk-Produk PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk
116
No Kriteria Atribut
1 Tingkat Marjin Bagi Hasil Perbankan Syariah (TBBS)
a). Tingkat marjin bagi hasil rata-
rata perbankan syariah
b). Tingkat marjin bagi hasil rata-
rata beberapa bank syariah
c). Tingkat marjin bagi hasil bank
syariah tertentu
2 Tingkat Suku Bunga Perbankan Konvensional (TBBK)
a). Tingkat suku bunga rata-rata
perbankan konvensional
b). Tingkat suku bunga rata-rata
beberapa bank konvensional
c). Tingkat suku bunga bank
konvensional tertentu
3 Perkiraan Marjin Keuntungan Usaha Nasabah (PMKU)
a). Perkiraan volume penjualan
b). Perkiraan fluktuasi harga
c). Perkiraan laba bersih
d). Perkiraan Harga Pokok
Penjualan (HPP)
4 Jangka Waktu Pembiayaan (JWP)
a). Perkiraan lama proses
produksi
b). Perkiraan lama persediaan
c). Perkiraan lama piutang
d). Perkiraan Delayed Factor
5 Bagi Hasil yang Diharapkan Nasabah Pihak Ketiga (Investor/Penabung) (BHI)
a). Target bagi hasil untuk
nasabah pihak ketiga
b). Biaya langsung untuk
mendapatkan dana pihak
ketiga
c). Biaya tidak langsung untuk
mendapatkan dana pihak
ketiga
Lampiran 9. Elemen Penetapan Nisbah Bagi Hasil Pembiayaan Mudharabah
Tabel Perhitungan Nisbah Bagi Hasil Nisbah Cicilan
Pokok Marjin
Keuntungan Angsuran Proyeksi Pendapatan Bank MudharibBulan
(A) (B) (C = A + B) (D) (E = C/D) (1 – E)
TOTAL
Sumber: Djabir, 2000
Tabel Perhitungan Distribusi Profit Porsi Nasabah
Bulan Aktual Pendapatan
Nisbah Bank
Aktual Setoran
Profit Bank
Angsuran Mudharib
Jumlah Jalan Nisbah Hasil Bonus Jml
TOTAL
Sumber: Muhammad, 2004
Lam
piran 10. Perhitungan Nisbah B
agi Hasil dan D
istribusi Profit
pada Pembiayaan M
udharabah 117