hoax dalam perspektif undang-undangan no.19 tahun … · 2019-01-09 · permusuhan maka akan...
TRANSCRIPT
HOAX DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANGAN NO.19 TAHUN
2016 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DAN
HUKUM ISLAM
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah Dan Hukum Untuk Memenuhi Salah
Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Hukum Islam (S.H)
………………………….
Oleh :
Husnul Hotimah NIM : 11140430000072
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018
iii
ABSTRAK
Husnul Hotimah, NIM 11140430000072, Hoax dalam Perspektif Undang-
Undangan No.19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan
Hukum Islam, Strata Satu (S-1), Jurusan Perbandingan Mazhab, Fakultas syariah
dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 1439/2018. v +
73 halaman + 4 lampiran.
Dengan semakin meningkatnya perkembangan teknologi di Indonesia,
semakin meningkat pula informasi yang beredar di kalangan masyarakat. Tidak
dapat dipungkiri informasi yang beredar itu benar ataupun salah. Informasi/ berita
bohong (hoax) merupakan informasi yang di buat dengan tujuan menyebarkan
ujian kebencian. Secara lazimnya dipraktikkan dengan cara menyebar fitnah dan
membuat berita yang berbanding terbalik dengan realitas orang, produk,
organisasi atau perusahaan yang menjadi targetnya.
Skripsi ini bertujuan untuk membandingkan peraturan perundang-
undangan di Indonesia dan hukum islam tentang hoax, dan merupakan upaya
untuk memaparkan mengenai permasalah yang sedang hangat-hangatnya terjadi di
Indonesia, yaitu kasus hoax yang saat ini menjadi permasalahan baru dikalangan
masyarakat.
Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yaitu pendekatan
dengan melihat ketentuan-ketentuan hukum yang ada dengan maksud
memberikan penjelasan tentang Hoax dalam Perspektif Peraturan Perundang-
undangan No 19 Tahun 2019 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan
Hukum Islam. Selain itu, sumber data yang digunakan adalah sumber data primer
yang diperoleh dari kasus-kasus penyebaran berita hoax yang terjadi di Indonesia,
dan data sekunder yang diperoleh dari literatur buku-buku, jurnal, artikel, dan
kepustakaan lain yang menjadi referensi maupun sumber pelengkap penelitian.
Kesimpulan skripsi ini adalah: Hoax menurut undang-undang adalah
sesuatu yang merugikan orang lain di dunia maya maupun di dunia nyata. pasal 28
ayat 2 Undang-Undang No.19 Tahun 2016 adalah barang siapa yang dengan
sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong yang ditujukan kepada
individu, ras, suku, dan antar golongan, untuk menimbukan kebencian dan
permusuhan maka akan dikenakan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun
dan/atau denda paling banyak satu milyar rupiah”. Hoax dalam hukum islam
termasuk salah satu bentuk haditsul ifki yang dapat dikenakan hukuman azab yang
pedih di dunia dan di akhirat.
Kata Kunci : Hoax, Undang-Undang, dan Hukum Islam.
Pembimbing: 1. Dr. Supriyadi Ahmad,M.A
2. Ummu Hanah Yusuf Saumin,M.A
Daftar Pustaka: Tahun 1973 s.d Tahun 2018.
iv
هللا الرحمن الرحيمبسم
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya bagi Allah SWT, tuhan semesta alam yang telah
memberikan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua khususnya penulis,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “HOAX DALAM
PERSPEKTIF UNDANG-UNDANGAN NO.19 TAHUN 2016 TENTANG
INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DAN HUKUM ISLAM”.
Sholawat serta salam senantiasa penulis curahkan kepada Nabi Muhammad SAW,
yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah ke zaman ilmiyah seperti sekarang
ini.
Selama penulis skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan, bimbingan
dan motivasi dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil, oleh karena
itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. H. Dede Rosyada, MA, Rektor Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Dr, Asep Saepudin Jahar, MA, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Fahmi Muhammad Ahmadi, MSi, dan Hj. Siti Hanna, S.Ag, Lc, M.A,
Ketua dan Sekretaris Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Dr. Ahmad Tholabi, S.H, M.A, M.Hum, Dosen Pembimbing Akademik
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
5. Dr. Supriyadi Ahmad, M.A, Dosen Pembimbing Skripsi yang telah banyak
meluangkan waktunya untuk memberikan arahan-arahan dan bimbingan
dengan penuh kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir
ini dengan baik.
6. Ummu Hanah Yusuf Saumin, M.A, Dosen Pembimbing Skripsi yang
selalu memberikan pengarahan dan bimbingan dengan sepenuh hati
kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.
v
7. Seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah ikhlas mendidik dan berbagi
ilmunya kepada penulis selama perkuliahan.
8. Kepada kedua orang tua penulis yang sangat penulis sayangi dan cintai,
penulis persembahkan skripsi ini kepada Ayahanda H. Santhoni dan
Hj.Hamdiyah, yang telah membimbing dan mendidik dengan penuh
kesabaran dan kasih sayang baik moril, materill yang tidak pernah terbalas
oleh apapun, penulis sadar bahwasanya tanpa dukungan dan doa dari
kalian skripsi ini tidak ada artinya.
9. Kakaku Muhammad Ilham dan Adikku Faisal azmi, dan seluruh keluarga
besar H. Fatoni dan H. Kasiman yang tidak dapat di sebutkan satu-persatu,
terima kasih atas segala dukungan, perhatiaan, dan kasih sayangnya.
10. Untuk teman-temanku di UKM Pramuka, terkhusus Angkatan Garing
(2014) spesial buat Wahyu Fahmi Rizaldy dan teman-teman yang lain
yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Terima kasih atas segala
perhatian, dukungan, dan semangatnya dalam menyelesaikan skripsi ini.
11. Teman-teman seperjuangan dari Kota Kelahiran Cilegon, Zuhrotul Uyun,
Ahmad Firdaus, Dzikry Azka, dan Hujjatul Maryam yang selalu
memberikan semangat kepada penulis.
12. Temen-Temen seperjuanganku angkatan 2014, Ummi Kulsum,
Muharomah, Nur Asiyah, Sarah Maulidiyanti, dan yang tidak dapat saya
sebutkan satu persatu, yang telah menemani dari awal perkuliahan sampai
dengan tahap penyelesaian tugas akhir ini.
Demikian ucapan terima kasih dari penulis kepada semua pihak
yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, semoga
memperoleh pahala dari Allah SWT dan semoga skripsi ini dapat
bermanfaat dan mendapatkan keberkahan bagi penulis maupun bagi para
pembaca.
Jakarta, 13 Agustus 2018
Penulis
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................. i
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................. ii
ABSTRAK ....................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
A Latar Belakang Masalah ............................................................. 1
B Identifikasi Masalah ................................................................. 5
C Pembatasan Masalah ................................................................ 6
D Perumusan Masalah .................................................................. 6
E Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................... 6
F Review Studi Terdahulu ............................................................ 7
G Metode Penelitian ...................................................................... 8
H Sitematika Penulisan ................................................................. 10
BAB II HOAX DAN PENYEBARAN INFORMASI
A Pengertian Hoax dan Informasi ................................................ 11
B Fungsi Informasi yang Benar ................................................... 16
C Penyebaran Informasi yang Salah ............................................ 18
D Tindak Pidana Penyebaran Informasi yang Salah .................... 20
BAB III KEDUDUKAN HOAX DALAM UNDANG-UNDANG DAN
HUKUM ISLAM .... ......................................................................................
A Kedudukan Hoax dalam Peraturan Undang-Undang ............... 27
B Kedudukan Hoax dalam Hukum Islam .................................... 30
C Pendapat Ulama tentang Hoax ................................................. 38
D Kasus-Kasus Hoax di Indonesia............................................... 41
vi
BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN KASUS DI INDONESIA
A Analisis Hoax dalam Perspektif Peraturan Perundang-undangan dan
Hukum Islam ........................................................................ 49
B Analisis Perbandingan Hukum Hoax di Indonesia… .............. 52
Bab V PENUTUP………………… ............................................................ 61
A Kesimpulan……. ..................................................................... 61
B Rekomendasi ........................................................................ 61
DAFTAR PUSTAKA ………………………. ................................... 63
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………. ................ 67
A CV/ Riwayat Hidup
B Lembar Pengesahan Tim
C Surat Kesediaan Pembimbing
D Undang-Undang No 19 Tahun 2016
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan zaman dan teknologi yang sangat maju pesat
menyebabkan banyak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dapat merusak
keimanan. Ini terjadi disebabkan oleh etika manusia yang merusak
lingkungan, jaringan, dan akhlak. Misalnya, terjadi perampokan dimana-
mana, pembunuhan, kenakalan remaja, bahkan menyebarluaskan informasi
yang tidak benar.
Perkembangan masyarakat umum pada saat ini, dimana anggota
masyarakat yang tidak dapat membaca/menulis (buta huruf) semakin
sedikit, memungkinkan tindak pidana “menista secara tertulis” jika
dibandingkan dengan tindak pidana menista (lisan), akan lebih banyak.
Dengan pertumbuhan media masa khususnya surat kabar harian dan
majalah-majalah, maka tindak pidana menista dengan surat, semakin
memungkinkan. Dalam hal ini, para redaksi surat kabar harian, mingguan
atau majalah sebaiknya lebih cermat sehingga dapat dicegah,
keterlibatannya dalam tindak pidana secara tertulis.
Istilah “menista secata tertulis” oleh sebagian pakar dipergunakan
istilah “menista dengan tulisan”. Perbedaan tersebut disebabkan pilihan
kata-kata untuk menerjemahkan yakni kata smaadschrift yang dapat
diterjemahkan dengan kata-kata yang bersamaan atau hampir bersamaan.
Dalam hal ini, RUU KUHP 1993 mempergunakan istilah “penistaan
tertulis”. 1
Perkembangan teknologi informasi juga mendorong kita terus
mengikuti trens masa kita, seperti media sosial mendorong masyarakat
berbagi informasi dan pertukaran data. Penyebaran informasi melalui
1 Leden Merpaung. Tindak Pidana Terhadap Kehomatan (Jakarta: PT. Raja Grafindo,
1997), h.17.
1
2
media sosial ini sering sekali dijadikan alat untuk menyebar kebencian,
buli orang, memfitnah orang, dan menyebarkan berita hoax. 2
Seiring dengan perkembangan kebutuhan masyarakat di dunia,
teknologi informasi memegang peran penting, baik di masa kini maupun
di masa mendatang. Teknologi informasi diyakini membawa keuntungan
dan kepentingan yang besar bagi negara-negara di dunia. Setidaknya ada
dua hal yang membuat teknologi informasi dianggap begitu penting dalam
memacu pertumbuhan ekonomi dunia. Pertama, teknologi informasi
mendorong permintaan atas produk-produk teknologi informasi itu sendiri,
seperti komputer, modem, sarana untuk membangun jaringan internet dan
sebagainya. Kedua, adalah memudahkan transaksi bisnis terutama bisnis
keuangan disamping bisnis-bisnis lainnya. 3
Etika yang merusak ialah perangai atau tingkah laku pada tutur
kata yang tercermin pada diri manusia, cenderung melekat dalam bentuk
yang tidak menyenangkan orang lain. Etika yang merusak merupakan
tingkah laku kejahatan, kriminal, atau perampasan hak. Potensi ini telah
ada sejak lahir, baik wanita maupun pria, yang tertanam dalam setiap jiwa
manusia. Etika yang merusak berarti etika buruk.
Masalah-masalah etika yang dihadapi sekarang ini, berasal dari
ilmu dan teknologi modern. Perkembangan ilmu dan teknologi itu
mengubah banyak perilaku manusia, antara lain juga menyajikan maslah-
masalah etika terapan yang tidak pernah terduga sebelumnya, contohnya,
kasus berita hoax yang sudah ti dak asing lagi di kalangan masyarakat
Indonesia, yang melibatkan banyak perpecahan yang terjadi dimana-
mana.4
Kata Hoax berasal dari “hocus pocus” yang aslinya adalah bahasa
latin “hoc est corpus”, artinya “ini adalah tubuh”. Kata ini biasa digunakan
2 Rahmat Djatnika, AS. Pengantar Studi Akhlak , (Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1996),
h.26. 3 Agus Rahardjo. Cybercrime-Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan
Berteknologi, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002), h.1 4 Asmaran, AS. Pengantar Studi Akhlak (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1999), h.15.
3
penyihir untuk mengklaim bahwa sesuatu adalah benar, padahal belum
tentu benar. Hoax juga banyak beredar di email, milis, BBM, dan lain-lain.
Hoax juga merupakan sebuah pemberitaan palsu dalam usaha untuk
menipu atau mempengaruhi pembaca atau pengedar untuk mempercayai
sesuatu, padahal sumber berita mengetahui bahwa bertita yang
disampaikan adalah palsu tidak berdasar sama sekali. 5
Dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik tersebut diatur tentang penyebaran berita bohong
(hoax) bagi yang melanggardapat dikenakan sanksi berikut : Pasal 45 A
ayat (1) yaitu muatan berita bohong dan menyesatkan, Pasal 45 A ayat (2)
yaitu muatan yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu
dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras,
dan antar golongan (SARA). 6
Istilah berita bohong (hoax) dalam Alquran bisa diidentifikasi dari
pengertian kata al-Ifk yang berarti keterbalikan (seperti gempa yang
membalikkan negeri), tetapi yang dimaksud di sini ialah sebuah
kebohongan besar, karena kebohongan adalah pemutarbalikan fakta.
Sedangkan munculnya hoax (sebuah kebohongan) disebabkan oleh orang-
orang pembangkang. 7
Kata al-„ifk disebutkan dalam berbagai bentuknya disebutkan
sebanyak 22 kali dalam Al-Qur‟an. Kata al-„ifk digunakan dalam Al-
Qur‟an untuk arti sebagai berikut: 1. Perkataan dusta, yakni perkataan
yang tidak sesuai dengan kenyataan. Ia disebutkan dalam kasus isteri
Rasulullah saw. Aisyah ra. (QS. al-Nur/24: 11). 2. Kehancuran suatu
negeri karena penduduknya tidak membenarkan ayat-ayat Allah, misalnya
5 Muhammad Arsad Nasution. “Hoax Sebagai Bentuk Hudud Menurut Hukum Islam”,
Jurnal Yurisprudentia, III, (2017), h.17. 6 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 atas perubahan Undang-Undang No 11 Tahun
2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. 7 M.Quraish Shihab. "Tafsir Al-Misbah:Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran, IX,
(Jakarta: Lentera Hati, 2002), h.296.
4
QS. al-Tawbah (9): 70. 3. Dipalingkan dari kebenaran karena mereka
selalu berdusta, seperti QS. al-Ankabut (29): 61. 8
Kasus hoax yang terjadi sekarang yaitu menimpa seorang penulis,
narablog, dan pengusaha yang dikenal karena usaha self publishing
dapurbuku.com yaitu Jonru Ginting. Jonru terbukti melanggar Pasal 28
ayat 2 Juncto Pasal 45A ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016
tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Jaksa juga menyebut serangkaian informasi yang disebut
menimbulkan kebencian itu diunggah Jonru dalam akun Facebook
miliknya. Menurut jaksa juga, hal-hal yang memberatkan ialah terdakwa
tidak merasa bersalah dan menyesali perbuatannya serta perkara ini
menarik perhatian masyarakat. Sedangkan hal yang meringankan adalah
terdakwa merupakan tulang punggung keluarga dan belum pernah
dihukum.
Jonru juga dikenakan pasal berlapis Pertama, Pasal 28 ayat (2)
juncto Pasal 45A ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang
Perubahan atas UU RI Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (UU ITE). Dakwaan kedua untuk Jonru adalah Pasal
4 huruf b angka 1 juncto Pasal 16 Undang-Undang Nomor 40 tahun 2008
tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Dan dakwaan ketiga
adalah Pasal 156 KUHP.9
Kasus selanjutnya yaitu menimpa Buni Yani seorang peneliti dari
Universitas Leiden, Belanda. Yang mengunggah video viral pidato mantan
Gubernur Dki Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (ahok). Di dalam video
tersebut terdakwa menghilangkan kata “pakai” sedangkan yang diucapkan
8 Lihat Fauzi Damrah, “Ifk” h. Dalam Sahabuddin et al (ed.), Jurnal Ensiklopedia Al-
Qur’an, I, (2007), h. 342. 9 Artikel diakses pada 02 Juli 2018 dari: https://liputan6.com > News > Peristiwa > Ini
Posting-an Jonru Ginting yang Berujung Tersangka.
5
oleh Ahok itu menggunakan kata “pakai”, sehingga seakan-akan Ahok
mengatakan dibohongi Al-Maidah. 10
Sebagaimana telah kita ketahui adanya pengaturan pidana dalam
undang-undang ITE ini, yang menjadi sorotan penulis adalah “Hoax dalam
Perspektif Peraturan Perundang-undangan”. Sehingga pembahasan lebih
lanjut mengenai bagaimana pandangan undang-undang ini diatur pada
Pasal 45A ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang
Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik, dan bagaimana Persepektif Hukum
Islam dalam menanggapi kasus tersebut.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis ingin memaparkan dan
mengkaji tentang HOAX DALAM PERSPEKTIF PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN NO.19 TAHUN 2016 TENTANG
INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DAN HUKUM
ISLAM.
B. Identifikasi Masalah
Dari paparan tersebut, identifikasi masalah membuktikan bahwa
permasalahan yang berkaitan dengan tema yang sedang dibahas. Berbagai
permasalahan dalam latar belakang diatas, akan penulis paparkan beberapa
diantaranya:
1. Bagaimana pemerintah menyikapi berita hoax yang terjadi di
masyarakat?
2. Faktor-faktor penyebab lahirnya Undang-Undang No.19 tahun 2016
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik?
3. Bagaimana efektifitas Undang-Undang No.19 tahun 2016 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik tentang hoax?
4. Bagaimana ketentuan Hukum Islam terhadap kasus Hoax?
10
Artikel diakses pada 04 Juli 2018 dari: wartakota.tribunnews.com > Buni Yani Sempat
Mengaku Telah Memotong Kata Pakai Transkrip Pidato Ahok.
6
C. Batasan masalah
Pembatasan masalah dalam skripsi ini sebagaimana yang saya ambil
berdasarkan latar belakang yang telah saya paparkan diatas untuk
mempermudah pembahasan dalam penulisan skripsi ini, penulis
membatasinya pada Hoax dalam Perspektif Peraturan Perundang-
undangan No 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,
Hoax dalam Perspektif Hukum Islam, dan data yang diteliti dibatasi pada
tahun 2016-2017. Karena kasus hoax ini baru terjadi pada tahun 2016, dan
kasus yang di jelaskan oleh penulis terbatas pada tahun 2016-2017.
D. Rumusan Masalah
Dari pembahasan diatas maka dapat diambil suatu rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana Perspektif Peraturan Perundang-undangan No 19 Tahun
2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tentang Hoax?
2. Bagaimana Perspektif Peraturan Hukum Islam tentang Hoax?
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dirumuskan diatas maka
penulisan ini bertujuan untuk:
a. Untuk mengetahui bagaimana Undang-Undang No 19 Tahun 2016
Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik mengatur tentang
berita Hoax, serta
b. Untuk mengetahui bagaimana Hukum islam mengatur berita Hoax.
2. Manfaat Penelitian
Sedangkan manfaat penelitian dalam skripsi ini adalah, sebagai
berikut:
7
a. Menambah pengetahuan tentang Hoax dalam Perspektif Peraturan
Perundang-undangan dan Hukum Islam serta memperkaya
khazanah keilmuan khususnya sivitas akademika program studi
Perbandingan Mazhab..
b. Memberikan pengetahuan praktis bagi masyarakat umum, dan
mampu memilah dan memilih berita yang benar dari yang salah
agar tidak membahayakan para pengguna informasi.
F. Tinjauan (review) Kajian Terdahulu
Dari sekian banyak literatur skripsi Fakultas Syariah dan Hukum yang
ada di perpustakaan, penulis mengambil beberapa skripsi untuk melakukan
perbandingan, antara lain:
1. Skripsi berjudul “ Cyber Pornography (Pornografi Dunia Maya) yang
ditulis oleh Nurcholis pada tahun 2015 ini membahas kejahatan di
dunia maya tentang penyebaran video pornografi yang tersebar di
kalangan anak-anak, dan mengakibatkan kasus seksual terhadap anak.
Penulis ini lebih mengarah terhadap hukum berbagai macam kejahatan
yang mengandung unsur pornografi dalam dunia maya dan tindak
pidananya terhadap pelaku kejahatan tersebut. Perbandingan dengan
skripsi berjudul “Hoax dalam Perspektif Peraturan Perundang-
Undangan dan Hukum Islam” adalah skripsi ini lebih mengarah
terhadap penyebaran informasi yang salah dalam persepektif peraturan
perundang-undangan dan hukum islam.
2. Skripsi berjudul “ Cyber Sex dalam Perspektif Hukum Positif dan
Hukum Islam”, yang ditulis oleh Agus Eriyansyah ini membahas
tentang hukum melakukan suatu kejahatan dengan media komputer,
dengan menguraikan tentang perkembangan teknologi yang kian cepat,
tidak hanya memudahkan dalam komunikasi manusia dalam urusan
bisnis atau sosial saja, tetapi juga dalam hal berasmara. Dengan
teknologi yang semakin canggih, seni bercinta dapat dilakukan dengan
melihat, mendengar, dan merasakan dengan mengunjungi situs-situs
8
internet tertentu tanpa harus berhubungan badan atau terjadi konflik
fisik. Pada intinya hanya menggunakan imajinasi dalam meraih
kepuasan seksual dan mengarah kepada unsur pornografi dalam dunia
maya. Perbandingan dengan skripsi berjudul “Hoax dalam Perspektif
Peraturan Perundang-Undangan dan Hukum Islam” adalah skripsi ini
lebih mengarah terhadap penyebaran informasi yang salah dalam
persepektif peraturan perundang-undangan dan hukum islam.
G. Metode Penelitian
Dalam suatu penyusunan karya ilmiah maka penggunaan metode
merupakan suatu keharusan mutlak yang diperlukan karena disamping
untuk mempermudah penelitian juga sebagai cara kerja yang efektif dan
rasional guna mencapai penelitian yang optimal. Berikut pemaparannya:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum
normative, yuridis dan penelitian pustaka atau library research, artinya
penelitian yang didasarkan pengkajian terhadap peraturan perundang-
undangan, literatur buku-buku, jurnal, artikel, dan kepustakaan lain
yang menjadi referensi maupun sumber pelengkap penelitian.
2. Sifat penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif analitik, yaitu mendeskripsikan
atau memaparkan dan menjelaskan data-data yang berkaitan erat
tentang Hoax dalam Perspektif Peraturan Perundang-undangan dan
Hukum Islam. Proses ini dilakukan melalui penguraian dari data-data
yang terkumpul, kajian ini tidak melakukan penghakiman dengan
menyalahkan atau membenarka salah satu pemikiran atas produk
pemikiran lain. Salah satu benarnya dikembalikan kepada ahlinya.
9
3. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan peraturan
perundang-undangan (statude approach), yaitu pendekatan dengan
melihat ketentuan-ketentuan hukum yang ada dengan maksud
memberikan penjelasan tentang Hoax dalam Perspektif Peraturan
Perundang-undangan No 19 Tahun 2019 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik dan Hukum Islam sebagai acuan untuk
mendekatkan masalah yang diteliti berdasarkan aturan, norma, tindak
pidana, dan kaidah yang sesuai dengan obyek kajian.
4. Sumber Data
Penentuan Metode pengumpulan data tergantung pada jenis dan
sumber data yang diperlukan. Pada umumnya pengumpulan data dapat
dilakukan dengan metode, baik yang bersifat alternative maupun
akumulatif yang saling melengkapi. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah studi kepustakaan yang bersifat tertulis terutama
sumber primer, diantaranya: Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016,
dan Hukum Islam. Sedangkan sumber data bantu atau tambahan
(sekunder) adalah: Buku-Buku, Jurnal dan bahan-bahan lainnya yang
berkaitan dengan penelitian.
5. Teknik Penulisan
Adapun pedoman dalam penulisan skripsi, telah diterbitkan
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta Tahun 2018.
10
H. Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan gambaran jelas mengenai materi yang menjadi
pokok penulisan skripsi ini dan agar memudahkan para pembaca dalam
mempelajari tata urutan penulisan ini, maka penulis menyusun sistematika
penulisan ini sebagai berikut:
BAB I merupakan pendahuluan yang memuat latar belakang masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
metode penelitian, review studi terdahulu dan sistematika penulisan.
BAB II membahas tentang hoax dan penyebaran informasi, pengertian
informasi, fungsi informasi yang benar, penyebarkan informasi yang salah
dan tindak pidana penyebarkan informasi yang salah.
BAB III membahas tentang hoax dalam perspektif peraturan perundang-
undangan dan hukum islam, hoax dalam perspektif peraturan perundang-
undangan, hoax dalam perspektif hukum islam, pendapat ulama tentang
kejahatan dalam dunia maya, dan kasus-kasus hoax di indonesia.
BAB IV membahas tentang analisis hoax dalam perspektif peraturam
perundang-undangan, hukum islam, dan di indonesia.
BAB V merupakan bab penutup yang memuat kesimpulan dan
rekomendasi. Pada akhir skripsi penulis lampirkan daftar pustaka.
11
BAB II
HOAX DAN PENYEBARAN INFORMASI
A. Pengertian Hoax dan Informasi
Kata ―Hoax‖ berasal dari bahasa Inggris yang artinya tipuan, menipu,
berita bohong, berita palsu, dan kabar burung. Jadi, Hoax dapat diartikan
sebagai ketidakbenaran suatu informasi. Menurut Wikipedia, Hoax merupakan
sebuah pemberitaan palsu yakni sebuah usaha untuk menipu atau mengakali
pembaca dan pendengar agar mempercayai sesuatu.1
Banyak situs yang menyebutkan bahwa kata Hoax pertama kali
digunakan oleh para netizen berkebangsaan Amerika. Ini mengacu pada sebuah
judul film ―The Hoax‖ pada tahun 2006 yang disutradarai oleh Lasse
Hallstrom. Film ini mengandung banyak kebohongan, sejak saat itu istilah
―Hoax‖ muncul setiap kali ada sebuah pemberitaan palsu. 2
Maraknya beredar berita hoax ini dapat berakibat buruk bagi
perkembangan negara Indonesia. Hoax dapat menyebabkan perdebatan hingga
bukan tidak mungkin sampai memutuskan pertemanan. Apalagi hoax tersebut
yang mengandung SARA yang sangat rentan mengundang gesekan antar
masyarakat mengganggu stabilitas negara dan kebinekaan. Hoax dalam konteks
pemberitaan yang tidak jelas asal-usul pembuatnya, memang tidak bisa dijerat
oleh Undang-Undang Pers, karena itu agak sulit membedakan mana Pers yang
Mainstream mana yang Pers Hoax. Jika pada zaman orde baru agak mudah,
karena pers mainstream adalah pers yang berizin, sedangkan pada saat ini pers
tanpa izin, karena di Indonesia kewajiban mempunyai SIUPP (Surat Izin Usaha
Penerbitan Pers) telah dihapuskan. 3
1 Adami Chazawi dan ferdian ardi, ―Tindak pidana pemalsuan‖, (Jakarta : PT
Rajagrafindo persada, 2016), h. 236. 2 Artikel diakses pada 30 Juli 2018 dari: https://www.Sumberpengertian.com >
Homepage > Umum > Pengertian Hoax dan Asal Usunya. 3 Asril Sitompul, Hukum Internet Pengenalan Mengenai Masalah Hukum di Cyberspace,
(Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2004), h.73.
11
11
12
Ciri-ciri informasi Hoax yang dikemukakan Harley seorang penulis dan
konsultan yang ditinggal di Inggris, yang dikenal karena buku-bukunya dan
penelitian tentang malware, keamanan Mac, penguji produk anti-malware, dan
manajemen penyalahgunaan email, yaitu memuat kalimat yang mengajak untuk
menyebarkan informasi seluas-luasnya, tidak mencantumkan tanggal dan
deadline, tidak mencantumkan sumber yang valid dan memakai nama dua
perusahaan besar. Meskipun dalam informasi yang memuat tanggal
pembuatan/penyebaran dan tanggal kadaluarsa informasi juga terkadang tidak
dapat membuktikan bahwa informasi tersebut bukan Hoax , keempat ciri-ciri
ini setidaknya dapat membantu kita dalam memfokuskan lokus pemikiran kita
ketika berhadapan dengan sebuah informasi. Sehingga idealnya kita harus
bersikap skeptis terhadap setiap informasi yang ditemui sekalipun terlihat
benar, lengkap, dan sangat meyakinkan.4
Situs Hoaxbusters menyebutkan beberapa jenis Hoax , antara lain Hoax
hadiah (menyebutkan bahwa anda memenangkan sejumlah hadiah), Hoax
simpati (menyebarkan informasi tentang orang yang sakit, butuh bantuan atau
penculikan) dan urband legend (menyebarkan tentang parfum merek tertentu
tidak tahan lama baunya). Harley mengatakan bahwa informasi Hoax masih
akan terus berkembang seiring dengan perkembangan kemajuan jaman. Ada
juga informasi yang pada esensinya benar tetapi kegunaan dan nilainya
dipertanyakan, disebut Harley dengan semi-Hoax .5
Dalam ungkapan sehari-hari, banyak yang mengatakan bahwa informasi
adalah segala yang kita komunikasikan, seperti yang disampaikan oleh
seseorang lewat bahasa lisan, surat kabar, video, dan lain-lain. Ungkapan ini
karena seringnya dipakai Fox (1983) mengategorikannya sebagai the ordinary
notion of information. Dalam ungkapan ini, terkandung pengertian bahwa tidak
ada informasi kalau tidak ada yang membawanya. Di antara yang membawa
informasi ini, yang paling sering dibicarakan adalah bahasa manusia melalui
4 Clara Novita, Literasi Media Baru Dan Penyebaran Informasi Hoax studi Fenomenologi
Pada Pengguna Whatsapp Dalam Penyebaran Informasi Hoax Periode Januari-maret 2015, (Tesis
Universitas Gadjah Mada, 2016), h. 30 5 Artikel diakses tanggal 20 Juni 2018 dari http://www.hoaxbusters.org/hoax10.
13
komunikasi antarmanusia. Meskipun tidak selalu manusia yang membawa
informasi, komunikasi bisa juga berarti asap, DNA, aliran listrik, atau gambar.
Fungsi utama informasi adalah menambah pengetahuan atau
mengurangi ketidakpastian pembaca informasi. Informasi yang disampaikan
kepada pembaca merupakan hasil data yang dimasukan kedalam dan diolah
sebagai model suatu keputusan. Akan tetapi, dalam pengambilan keputusan
yang kompleks, informasi hanya dapat mengubah kemungkinan keputusan atau
mengurangi bermacam-macam pilihan. Informasi yang disediakan bagi
pengambil keputusan memberikan suatu kemungkinan faktor resiko pada
tingkat—tingkat pendapatan yang berbeda. 6
Di sini, informasi mengacu pada segala kejadian di dunia (entitas) yang
tak terhingga, yang tak dapat disentuh, atau sesuatu yang abstrak. Sebagai
sesuatu yang abstrak, informasi dilihat dari makna yang terkandung dalam
keseluruhan medium yang digunakan, kemudian dapat diartikan secara berbeda
antara si pengirim dan si penerima. Informasi dianggap sebagai bagian abstrak
dari pikiran manusia sesuai dengan isi dan makna pesan yang diterima.
7Misalnya, si Ani berkata kepada Budi, ―Wah, pandai betul kamu.‖ Mungkin,
maksud Ani karena jengkel melihat si Budi yang menyontek pekerjaan
temannya. Mungkin juga, Budi mengira bahwa Ani betul-betul menganggap
Budi pandai. Makna yang ketiga adalah informasi dianggap sebagai suatu
benda atau penyajian yang nyata dari pengetahuan. Sebagai benda yang nyata,
informasi dilihat dari rangkaian simbol-simbol dan dapat ditangkap oleh panca
indra manusia serta dapat saling dipertukarkan. Informasi dianggap sebagai
bahan mentah yang nyata, yang berada di luar manusia yang memerlukan
pemrosesan lebih lanjut. Sebagai contoh, pemakai perpustakaan mencari
informasi tentang penelitian perpustakaan. Petugas perpustakaan kemudian
mengambilkan buku tentang penelitian perpustakaan karangan Sulityo-Basuki.
6 Anastasia Lipursari, ― Peran Sistem Informasi Manajemen dalam Pengambilan
Keputusan‖, V, 1 (Februari, 2013), h.28. 7 Modul diakses pada 04 Juli 2018 dari http:// repository.ut.ac.id. ASIP 4204-M1.
14
Di sini, petugas menganggap bahwa informasi tersebut berada dalam buku itu
yang dapat diambil dari rak dan diberikan kepada pemakai.8
Perkembangan teknologi informasi termasuk internet didalamnya juga
memberikan tantangan tersendiri bagi perkembangan hukum di Indonesia.
Hukum di Indonesia juga di tuntut untuk dapat menyesuaikan dengan
perubahan sosial yang terjadi. Perubahan-perubahan sosial dan perubahan
hukum atau sebaliknya tidak selalu berlangsung bersama-sama. Artinya pada
keadaan tertentu perkembangan hukum mungkin tertinggal oleh perkembangan
unsur-unsur lainnya dari masyarakat serta kebudayaannya atau mungkin hal
yang sebaliknya. 9
Pengertian informasi juga menggunakan definisi dari Undang-Undang
No 14 Tahun 2008. Terkait dengan mutu informasi, Buckland menjabarkan
informasi menjadi: a) information-as-process (berperan menyampaikan), b)
information-as-knowledge (sesuatu yang dirasakan dalam information-as-
process, pengetahuan yang dikomunikasikan), dan, c) information-as-thing,
informasi adalah objek, seperti data dan dokumen yang dapat memberikan
informasi.
Individu sebagai pengguna tentu mengharapkan informasi yang akurat.
Informasi harus sesuai dengan kenyataan. Keandala suatu informasi meningkat
apabila informasi tersebut dapat diverifikasi, yakni kebenarannya dapat
dibuktikan secara independen. Informasi harus cukup up-to-date. Sesuai
dengan maksud penggunaannya, informasi harus lengkap dan tepat sehingga
pihak yang menerima dapat memilih perincian spesifik yang sesuai dengan
kebutuhannya. Informasi harus bermakna jelas, yakni dapat dimengerti oleh si
penerima.10
Teori informasi berkembang sejak tumbuhnya industri telekomunikasi
setelah perang Dunia Ke II, merupakan area kajian komunikasi dalam sistem.
8 Modul diakses pada 04 Juli 2018 dari http:// repository.ut.ac.id. ASIP 4204-M1.
9 Merry Magdalena dan Maswigrantoron Roes Setyadi. “Cyber Law Tidak Perlu Takut”,
(Yogyakarta: Andi, 2007), h.59 10
Rivalina, Rahmi, “Pola Pencarian Informasi di Internet”, Jurnal Teknologi
Pendidikan (14), VII, (2004), h.199—216.
15
Perspektif ini berfokus pada pengukuran informasi. Teori ini membahas kajian
kuantitatif dari informasi dalam pesan dan arus informasi dikirim dari sender
ke receiver. Informasi merupakan ukuran ketidakpastian atau situasi entropy
dalam sebuah situasi atau disebut juga dengan redundancy. Semakin besar
ketidakpastian, semakin besar informasi dibutuhkan. Informasi merupakan
sebuah fungsi dari sejumlah alternatif. Ini mencerminkan derajat kebebasan
dalam membuat pilihan dalam sebuah situasi.11
Peredaran berita hoax di media sosial semakin marak. Kita sebagai
warganet, tentu harus cerdas memilah mana informasi yang asli, serta informasi
mana yang dikategorikan berita bohong. Pasalnya, jika berita bohong dibiarkan
‗mewabah‘, keberadaannya jelas mengancam masyarakat karena menebar
informasi yang tidak benar. Mirisnya lagi, kita belum punya cara pasti untuk
bisa membedakan jenis informasi mana yang akurat dan yang hoax.12
Tips membedakan berita asli atau hoax dari Praktisi Anti Hoax dan
Alumnus TI ITB Dimas Fathroen pada Liputan 6 tentang cek keaslian berita
dengan 4 cara ini, diantaranya adalah:
1. Elemen Berita Hoax : Pastikan berita yang kamu baca tidak memiliki
kalimat-kalimat yang janggal, seolah persuasive dan memaksa seperti:
―Sebarkanlah!‖, ―Viralkanlah!‖, dan sejenisnya. Artikel penuh huruf besar
dan tanda seru pun disinyalir mengandung infromasi hoax. Biasanya juga
merujuk pada kejadian yang tidak ada tanggal dan harinya, dan tak jarang
juga mengklaim sumbernya berasal dari sumber yang tidak terpercaya.
2. Verifikasi Sumber: Pastikan kamu verifikasi sumber dan konten berita
dengan mencarinya di Google. Cari tema berita secara spesifik dengan
kata hoax dibelakangnya. Biasanya, kalau memang benar itu hoax, akan
muncul artikel pembahasan terkait.
3. Cek Gambar dan Cek dengan Aplikasi: Kamu dapat memastikan sumber
dari foto yang diunggah diartikel berita terkait. Jadi, kamu bisa mengecek
11
Armawati arbi, Dakwah dan Komunikasi. (Tangerang Selatan: UIN Jakarta Press),
h.67. 12
Artikel diakses tanggal 20 Juli 2018 dari http://www.liputan6.com > read > Asli atau
Hoax? Cek Keaslian Berita dengan 4 Cara ini.
16
kembali apakah foto tersebut asli atau tidak. Caranya cukup mudah, kamu
hanya perlu memanfaatkan tool milik google, yaitu Google Images. Dari
sini kamu bisa mengetahui siapa yang menyebarkan gambar tersebut
pertama kali. Cari tahu apakah situs web yang menyebarkan gambar itu
kredibel atau tidak.
4. Cek dengan Aplikasi: kamu pun bisa mengecek artikel hoax dengan
aplikasi khusus bernama Hoax Analyzer.13
B. Fungsi Informasi yang Benar
Peranan teknologi informasi dan komunikasi di era globalisasi telah
menempatkan pada posisi yang amat strategis karena menghadirkan suatu
dunia tanpa batas, jarak, ruang, dan waktu, yang berdampak pada peningkatan
produktivitas dan efisiensi. Pengaruh globalisasi dengan penggunaan sarana
teknologi informasi dan komunikasi telah mengubah pola hidup masyarakat,
dan berkembang dalam tatanan kehidupan baru dan mendorong terjadinya
perubahan sosial, ekonomi, budaya, pertahanan, keamanan, dan penegakan
hukum.14
Teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini, telah dimanfaatkan
dalam kehidupan sosial masyarakat, dan telah memasuki berbagai sektor
kehidupan baik sektor pemerintah, sector bisnis, perbankan, pendidikan,
kesehatan, dan kehidupan pribadi. Manfaat teknologi informasi dan
komunikasi selain memberikan dampak positif juga disadari memberi peluang
untuk dijadikan sarana melakukan tindak kejahatan-kejahatan baru (cyber
crime) sehingga diperlukan upaya proteksi. Sehingga dapat dikatakan bahwa
teknologi informasi dan komunikasi bagaikan pedang bermata dua, dimana
selain memberikan kontribusi positif bagi peningkatan kesejahteraan,
13
Artikel diakses tanggal 20 Juli 2018
dari:https://www.liputan6.com/tekno/read/3090446/ asli-atau-hoax-cek-keaslian-berita-dengan-4-cara-ini
14 Sunarso, Siswanto, Hukum Informasi dan Transaksi Elektronik. (Jakarta: PT.Rineka
Cipta, 2009), h.39.
17
kemajuan, dan peradaban manusia, juga menjadi sarana potensial dan sarana
efektif untuk melakukan perbuatan melawan hukum. 15
Perbuatan melawan hukum di dunia maya merupakan fenomena yang
sangat mengkhawatirkan, mengingat tindakan caeding, hcking, penipuan,
terorisme, dan penyebaran informasi destruktif telah menjadi bagian dari
aktivitas pelaku kejahatan di dunia maya. Kenyataan itu, demikian sangat
kontras dengan ketiadaan regulasi yang mengatur pemanfaatan teknologi
informasi dan komunikasi di berbagai sector dimaksud. Oleh karena itu, untuk
menjamin kepastian hukum, pemerintah berkewajiban melakukan regulasi
terhadap berbagai aktivitas terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi
dan komunikasi tersebut.
Undang-Undang RI Nomor 11 tahun 2008 yang telah diubah menjadi
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik adalah wujud dari tanggung jawab yang harus diemban oleh
Negara, untuk memberikan perlindungan maksimal pada seluruh aktivitas
pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi di dalam negeri agar
terlindungi dengan baik dari potensi kejahatan dan penyalahgunaan teknologi.
Dalam konsideran UU Nomor 11 tahun 2008 yang telah diubah menjadi
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE, dinyatakan bahwa
pembangunan nasional yang telaah dilaksanakan pemerintah Indonesia
dimulai pada era orde baru hingga orde saat ini, merupakan proses yang
berkelanjutan yang harus senantiasa tanggap terhadap berbagai dinamika yang
terjadi di masyarakat. Dinamika kehidupan masyarakat itu, akibat pengaruh
globalisasi informasi, telah menempatkan Indonesia sebagai bagian dari
masyarakat informasi dan transaksi elektronik di tingkat nasional sehingga
pembangunan teknologi informasi dapat dilakukan secara optimal, merata, dan
menyebar keseluruh lapisan masyarakat guna mencerdaskan kehidupan
bangsa. 16
15
Sunarso, Siswanto, Hukum Informasi dan Transaksi Elektronik, h.40. 16
Sunarso, Siswanto, Hukum Informasi dan Transaksi Elektronik. h.41.
18
Demikian pesatnya perkembangan dan kemajuan teknologi informasi,
yang merupakan salah satu penyebab perubahan kegiatan kehidupan manusia
dalam berbagai bidang yang secara langsung telah mempengaruhi lahirnya
bentuk-bentuk perbuatan hukum baru. Penggunaan dan pemanfaatan teknologi
informasi harus terus dikembangkan untuk menjaga, memelihara, dan
memperkukuh persatuan dan kesatuan nasional berdasarkan peraturan
perundang-undangan demi kepentingan nasional.
Di samping itu, pemanfaatan teknologi informasi berperan penting
dalam perdagangan dan pertumbuhan perekonomian nasioanl untuk
mewujudkan kesejahteraan masyarakat.17
berdasarkan hal itulah, pemerintah
perlu mendukung perkembangan teknologi informasi melalui infrastruktur
hukum dan pengaturannya, sehingga pemanfaatan teknologi informasi
dilakukan secara aman, untuk mencegah penyalahgunaannya dengan
memperhatikan nilai-nilai agama dan sosial budaya masyarakat Indonesia.
Perkembangan dan pemanfaatan teknologi informasi, media, dan
komunikasi telah mengubah baik perilaku masyarakat maupun peradaban
manusia secara global. Perkembangan tersebut telah melahirkan suatu rezim
hukum baru, yang dikenal dengan hukum siber atau telematika. Hukum siber
atau cyber law secara internasional digunakan untuk istilah hukum yang
terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. 18
C. Penyebaran Informasi yang Salah
Ketentuan hukum mengenai media massa dapat dilhat dalam Kitab
Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang – Undang
Hukum Perdata (KUHPer). KUHP mengatur soal penghinaan, fitnah, dan
pencemaran nama baik; penghinaan sesame rakyat, pemerintah dan kepala
negara; penghinaan terhadap agama; pembocoran rahasia negara/ jabatan dan
17
Diakses pada 27 Juli 2018 dari https://www.researchgate.net/publication/ 276108971_Pemanfaatan_Teknologi_Informasi_dalam_Pengembangan_Bisnis_Pos 18
Budi Suhariyanto, Tindak Pidana Informasi (cyber crime). (Depok: Raja Grafindo
Persada, 2013), cet.II, h.30
19
pornografi. Sedang KUHPer mengatur soal ganti rugi dan pernyataan
permintaan maaf. 19
Sedang dalam KUHP masalah penghinaan diatur dalam pasal 310-321.
Pasal 310 menyatakan:
1. Barang siapa menyerang kehormatan atau nama baik seorang dengan
menuduh suatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui
umum, diancam, karena pencemaran, dengan pidana penjara paling
lama sembilan bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah.
2. Barang siapa yang mengunggahnya berupa tulisan atau gambar yang
disiarkan, dipertunjukan atau ditempelkan di muka umum, maka yang
bersalah, karena pencemaran tertulis, diancam pidana paling lama satu
tahun empat bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah.
3. Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan
terang dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk
bela diri. Ukuran dilihat dari segi obyektif berdasarkan pandangan
umum atau masyarakat. apakah suatu perbuatan dianggap telah
menyerang kehormatan atau nama baik seseorang atau tidak.
Pencemaran tertulis yang disebut dalam ayat 2 pasal 310 di atas berarti
pencemaran itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang dimuat di media
massa dalam bentuk teks atau gambar. Penafsiran yang lebih luas meliputi
script atau naskah yang dibaca di media radio dan televise, termasuk juga
rekaman video, image foto, image digital dan karikatur. 20
Dalam ayat itu juga dijelaskan juga bahwa pencemaran itu dilakukan
dengan cara disiarkan, dipertunjukan atau ditempelkan di muka umum,
maksudnya dipublikasi, seperti publikasi melalui media massa. Tetapi
pengungkapan kejahatan seseorang melalui media massa tidak dikategorikan
sebagai pencemaran tertulis kalau dilakukan untuk kepentingan umum atau
19
Adami Chazawi dkk, Tindak Pidana Pers. (Bandung:Mandar Maju, 2015), h. 43
20
Adami Chazawi dkk, Tindak Pidana Pers, h. 44.
20
karena terpaksa untuk membela diri, seperti yang diatur dalam ayat 3 pasal
310.
Kepentingan umum dalam ayat itu bisa berarti bahwa masyarakat akan
dirugikan kalau hal yang dituduhkan tidak diungkap di depan umum, seperti
mengungkap atau memberitakan tindak kejahatan. Pemberitaan kasus
kejahatan dimaksudkan untuk melindungi kepentingan umum, yaitu supaya
mereka berhati-hati dan pelaku kejahatan ditangkap agar kejahatan tidak
merajalela.
Ketentuan hukum berikutnya mengenai fitnah yang diatur dalam pasal
311 ayat (1) ―jika yang melakukan kejahatan pencemaran atau pencemaran
tertulis dibolehkan untuk membuktikan apa yang dituduhkan itu benar, tidak
membuktikannya, dan tuduhan dilakukan bertentangan dengan apa yang
diketahui, maka ia diancam dengan melakukan fitnah dengan pidana penjara
paling lama empat tahun. (2) Pencabutan hak – hak tersebut dalam pasal 35
no. 1-3 dapat dijatuhkan‖.
D. Tindak Pidana Penyebaran Informasi yang Salah
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elekrtonik ini kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2016 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
Informasi dan Transaksi Elekrtonik.21
Diundangkannya Undang-Undang
Informasi dan Transaksi Elekrtonik ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia,
tidak ingin ketinggalan dalam kancah perkembangan teknologi informasi,
khususnya dalam rangka mencegah penyalahgunaan pemanfaatan teknologi
informasi.
Terkait dengan pencegahan ini, dalam undang undang informasi dan
transaksi elektronik, telah diatur tentang perbuatan-perbuatan apa saja yang
dilarang dan juga ancaman sanksi pidana bagi siapa saja yang melanggar
larangan tersebut. Tidak dapat dipungkiri sebagaimana disebutkan dalam
penjelasan umum Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, bahwa
21
Didik Endro Purwoleksono, Seminar Peran Aktif Masyarakat. hal.1
21
Teknologi Informasi saat ini menjadi pedang bermata dua, oleh karena selain
memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan dan
peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan
Hukum.
Selanjutnya disebutkan bahwa sekarang ini telah lahir rezim Hukum
baru yang dikenal dengan Hukum Siber atau Hukum Telematika, Hukum
Teknologi Informasi (Law of Information Technology), Hukum Dunia Maya
(Virtual Word Law), Hukum Mayantara . istilah yang dikenal untuk tindak
pidana di bidang ITE adalah Cyber Crime. 22
Pemerintah perlu mendukung pengembangan Teknologi Informasi
melalui Infrastruktur Hukum dan pengaturannya sehingga pemanfaatan
Teknologi Informasi dilakukan secara aman untuk mencegah
penyalahgunaanya dengan memperhatikan nilai-nilai agama dan sosial budaya
masyarakat Indonesia. Saat ini sudah banyak yang mendapatkan pidana terkait
dengan penyebaran informasi yang salah (hoax).
Ciri-ciri tindak pidana di bidang ITE antara lain yaitu :
1. Dilakukan dilakukan oleh orang pintar
2. Menggunakan teknik yang canggih dan rumit untuk dapat dibuktikan jika
hanya dengan pasal-pasal pidana konvensional (KUHP)
3. Berdimensi yang lebih luas daripada tindak pidana biasa
4. Merupakan ciri khas masyarakat ―abad millennium‖ sekarang ini yaitu :
ditandai dengan era ― Cyber ‖ (dunia maya/dunia mayantara/siber)
masyarakat informasi tidak ada batasan territorial (Borderless), artinya
yang ada adalah batasan ―Technology‖. Yang jauh sekarang menjadi dekat
paper-based menjadi paperless informasi begitu cepat menyebar
perdagangan Via Elektronik.23
22
Didik Endro Purwoleksono, Seminar Peran Aktif Masyarakat. hal.1 23
Didik Endro Purwoleksono, Seminar Peran Aktif Masyarakat. hal.1
22
Tindak pidana sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong yang
menyebabkan kerugian konsumen transaksi elektronik dan menyebarkan
informasi untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan (pasal 28 jo 45
ayat(2)). Jika Pasal 28 jo Pasal 45 Ayat (2) UU ITE dirumuskan dalam satu
naskah, selengkapnya adalah sebagai berikut: 24
1. Setiap orang yang sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan
menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dan transaksi
elektronik, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
2. Dipidana yang sama seperti pada Ayat (1), setiap orang dengan sengaja dan
tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa
kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat
tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Ada dua bentuk tindak pidana ITE dalam Pasal 28, masing-masing
dirumuskan dalam Ayat (1) dan Ayat (2).
Tindak pidana ITE dalam Ayat (1) terdiri dari unsur-unsur berikut:
1. Kesalahan: dengan sengaja.
2. Melawan hukum: tanpa hak.
3. Perbuatan: Menyebarkan.
4. Objek: berita bohong dan menyesatkan.
5. Akibat konstitutif: mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi
elektronik.
Unsur-unsur tindak pidana dalam Ayat (2) adalah:
1. Kesalahan: dengan sengaja.
2. Melawan hukum: tanpa hak.
3. Perbuatan: menyebarkan.
4. Objek: informasi.
24
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 atas perubahan Undang-Undang No 11 Tahun
2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
23
5. Tujuan: unntuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu
dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras,
dan antargolongan (SARA). 25
Unsur-unsur formal yang membentuk rumusan tindak pidana secara materil dan
formal, adalah sebagai berikut:
1. Bentuk pertama di rumuskan secara materil
Tindak pidana ITE pertama dirumuskan secara materiil. Tindak pidana
tersebut selesai sempurna bila akibat perbuatan telah timbul. Perbuatan
menyebarkan berita bohong yang menyesatkan telah menimbulkan akibat
adanya kerugian konsumen dalam transaksi elektronik. Dalam hubungannya
dengan unsur-unsur lain, seseorang yang dengan sengaja menghendaki untuk
menyebarkan berita bohong dan menyesatkan, dan menghendaki atau
setidaknya menyadari timbul akibat kerugian konsumen dalam transaksi
elektronik. Si pembuat juga mengerti bahwa apa yang dilakukannya itu tidak
dibenarkan (sifat melawan hukum subjektif), dan memberi berita yang isinya
bohong dan mengerti dengan demikian akan mengakibatkan kerugian bagi
konsumen transaksi elektronik. Transaksi elektronik adalah perbuatan hukum
yang dilakukan dengan mengunakan computer dan/atau media elektronik
lainnya.
Sifat melawan hukum juga dirumuskan dalam frasa ―tanpa hak‖
bercorak dua objektif dan subjektif. Corak objektif ialah sifat selamanya
perbuatan tersebut diletakkkan pada kebohongan dan menyesatkan dari isi
berita yang disebarkan, sementara corak subjektif terletak pada kesadaran isi
pembuat tentang dicelanya perbuatan semacam itu di masyarakat yang
diformalkan dalam Undang-Undang, bila dilihat dari sudut sifat tercelanya
perbuatan yang diletakkan pada isi berita dan akibatnya bagi pengguna
konsumen transaksi elektronik. Maka mencantumkan unsur ―tanpa hak‖ dirasa
berlebihan oleh sebab tidak mungkin terdapat adanya orang yang
25
Adami chazawi & ardi ferdian, Tindak Pidana Informasi Dan Transaksi Elektronik (
malang : media nusa creative 2015), h.128.
24
menyebarkan berita bohong yang menyesatkan kerugian konsumen transaksi
elektronik yang dibolehkan. 26
Apakah mungkin disebabkan karena pembentukan UU ITE
menganggap, bahwa ―tanpa hak‖ diletakkan pada si pembuat yang ―tidak
memiliki‖ sarana sistem elektronik yang digunakannya? Misalnya mengirim
E-mail dengan menggunakan alamat E-mail orang lan tanpa ijin dari
pemiliknya apabila yang dimaksud demikian, mestinya bukan frasa ―tanpa
hak‖ yang digunakan dalam rumusan, melainkan ― tanpa ijin‖. Namun
pendapat inipun menjadi lemah, kalau dilihat dari perbuatan melakukan
transaksi elektronik dengan menggunakan sistem elektronik milik orang lain
tanpa ijin dari tang berhak sepeti itu, sebenarnya merupakan tindak pidana
yang berdiri sendiri. Masuk pada pasal 30.
Kiranya pembentukan UU ITE telah lupa keterangan Memory van
Toelichting (Memori Penjelasan) dan WvS atau sebutan KUHP di Negara
Hindia Belanda tentang latar belakang dalam hal apa unsur sifat melawan
hukum itu perlu dicantumkan didalam rumusan. UU ITE yang memutarbalik
doktrin hukum dalam MvT. Yang menyatakan bahwa unsur melawan hukum
perlu dicantumkan di dalam rumusan tindak pidana, hanya apabila dirasakan
perbuatan itu dapat dilakukan orang yang berhak. Misalnya jika mendapatkan
ijin dari yang berhak. Untuk mengindarkan agar tindak pidananya bagi mereka
yang berhak melakukan perbuatan semacam itu, maka perlu unsur sifat
melawan hukum yang dicantumkan dalam rumusan tindak pidana.27
2. Bentuk kedua di rumuskan secara formal
Bentuk Kedua ialah kesamaan dengan bentuk pertama, yaitu mengenai
unsur sengaja, tanpa hak dan perbuatan menyebarkan. Unsur-unsur yang sama
tidak perlu dibicarakan lagi. Kalau bentuk pertama secara jelas merupakan
26
Adami chazawi & ardi ferdian, Tindak pidana informasi dan transaksi elektronik.
h.129 27
Jan Remmelink, Hukum Pidana (Komentar atas Pasal-Pasal Terpenting dari Kitab
Undang Undang Hukum Pidana Belanda dan Padanannya dalam Kitab Undang-Undang Pidana
Indonesia). (Jakarta : Gramedia Pustaka, 2003), h.184.
25
tindak pidana materiil. Dari frasa ―mengakibatkan menyesatkan‖ sangat jelas,
disyaratkan akibat harus timbul agar tindak pidana menjadi selesai sempurna.
Bentuk kedua tidak begitu jelas. Ketidakjelasan itu bisa menimbulkan
perbedaan pendapat.
Pendapat pertama, merupakan tindak pidana formil. Selesainya tindak
pidana diletakkan pada selesainya perbuatan. Alasannya dalam rumusan tidak
secara tegas melarang menimbulkan akibat tertentu. Frasa ―ditujukan
untuk‖….. bisa diartikan bahwa perbuatan menyebarkan informasi ditujukan
agar timbul rasa kebencian dan sebagainya. Artinya tujuan tidak berbeda
dengan ―maksud‖. Sedangkan rasa kebencian antar agama atau antar golongan
dan sebagainya tidak perlu benar-benar telah timbul oleh perbuatan .28
Pendapat ini memerlukan pembuktian, bahwa perbuatan menyebarkan
ditujukan agar timbulnya rasa kebencian dan sebaginya. Caranya dengan
melogikan wujud perbuatan seperti itu menurut sifat dan keadaannya dapat
menimbulkan kebencian antara golongan dan sebagainya, yang semula
disadari dan di hendaki si pembuat. Melogikan ini harus disertai dengan
pengungkapan keadaan-keadaan/fakta yang ada sekitar dan pada saat perbuatan
dilakukan, sifat dan keadaan isi informasi yang disebarkan, latar belakang
objektif dan subjektif si pembuat, dan sebagainya. Kiranya sama seperti dengan
cara membuktikan unsur sengaja.
Pendapat kedua, termasuk tindak pidana materiil. Tindak pidana selesai
sempurna akibat adanya rasa kebencian atau permusuhan antar kelompok
masyarakat telah timbul. Alasannya ada dua pertama, cara merumuskan kedua
sama persis dengan cara merumuskan tindak pidana penipuan (oplichting)
pasal 378, atau pemerasan pasal 368 KUHP. Tidak terdapat perbedaan
pendapat mengenai penipuan dan pemerasan tersebut adalah tindak pidana
materiil.29
28
Adami chazawi & Ardi ferdian, Tindak Pidana Informasi dan Transaksi Elektronik. h.
132 29
Adami chazawi & Ardi ferdian, Tindak Pidana Informasi dan Transaksi Elektronik. h.
132
26
Alasan pendapat kedua, ialah dalam hubungannya dengan pembuktian.
Rasa kebencian merupakan rasa tidak senang atau tidak suka. Rasa permusuhan
merupakan perasaan orang/kelompok lainnya adalah musuhnya. Rasa
permusuhan lebih tajam lebih besar rasa tidak senangnya, karena orang atau
kelompok lain adalah hati. Tidak bisa diketahui dan dibuktikan sebelum ada
wujud nyata dari tindakan yang menghambarkan rasa ketidak senangan atau
perumusan harus benar-benar sudah ada wujudnya, bukan sekedar masih
disimpan didalam hati masing-masing orang. Dalam hal pendapat kedua, jika
perbuatan telah terwujud sementara akibat tidak timbul, kejadian itu masuk
percobaan. Pembuatannya sudah dapat dipidana.
10
27
BAB III
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA
TENTANG HOAX
A. Peraturan Perundang-Undangan Tentang Hoax
Ketentuan tentang penyebaran berita bohong atau hoax yang dapat
menerbitkan keonaran diatur dalam dua ketentuan melalui Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1946 tentang Hukum Pidana. Pasal 14 Undang-Undang a quo menegaskan:
ayat 1 “barangsiapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan
sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan penjara setinggi-
tingginya sepuluh tahun; ayat 2 “barangsiapa mengeluarkan pemberitahuan yang
dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, sedangkan dia patut dapat menyangka
bahwa berita atau pemberitahuan itu bohong, dihukum dengan penjara setinggi-
tingginya tiga tahun.1
Nilai pembeda dari dua ketentuan diatas, yaitu pada ayat kesatu merupakan
perbuatan menyebarkan berita bohong akan menimbulkan keonaran karena
kesengajaan sebagai maksud atau kepastian. Artinya si pembuat pidana jelas-jelas
memiliki kehendak dan pengetahuan kalau perbuatan menyebarkan berita kebohongan
itu akan menimbulkan keonaran. Sedangkan pada ayat keduanya, merupakan
perbuatan sebagai kesengajaan akan kemungkinan, bahwa kepadanya patut
mengetahui atau patut menduga kalau dari pada perbuatan menyebarkan berita
kebohongan akan menimbulkan keonaran.
Soal kekaburan makna apa yang dimaksud “keonaran” dalam pasal a quo,
telah dijelaskan dalam ketentuannya lebih lanjut bahwa, keonaran adalah lebih hebat
dari pada kegelisahan dan menggoncangkan hati penduduk yang tidak sedikit
jumlahnya.2
Dengan memperhatikan ketentuan ini, kiranya perbuatan salah satu nitizen
beberapa bulan lalu yang menyebarluaskan informasi palsu soal rush money terkait
dengan rencana aksi demonstrasi 25 November 2016, merupakan perbuatan yang
telah dapat dikualifikasikan sebagai penyebaran berita bohong yang akan
1 Nur Aisyah Siddiq, "Penegakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Berita Palsu (Hoax) Menurut
Undang-Undang No.11 Tahun 2008 Yang Telah Dirubah Menjadi Undang-Undang No.19 Tahun 2016 Tentang
Informasi Dan Transaksi Elektronik" Lex Et Societatis Vol. V/No. 10/Des/2017, h.27 2 Republik Indonesia, “Undang-Undang RI No.1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana”,
Penjelasan Umum, Pasal XIV, h. 28
27
28
menimbulkan keonaran sebab telah menyebabkan keresahan hati penduduk,
khususnya nasabah perbankan.
Selanjutnya, penyebaran berita hoax yang dapat menimbulkan kebencian
terhadap suatu golongan, ketentuannya diatur dalam Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang
Informasi dan Transaksi Elektronik: “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak
menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau
permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku,
agama, ras, dan antargolongan (SARA),”
Pasal ini pada sesungguhnya tidak memuat unsur “perbuatan kebohongan.”
Hanya saja, dengan kembali pada peristiwa hukumnya, kerap kali perbuatan
kesengajaan menyebarkan informasi yang bertujuan untuk menimbulkan kebencian,
konten informasi yang disebarkan biasanya tidak mengandung kebenaran atau
sifatnya sebagai berita kebohongan belaka. 3
Dalam melawan hoax dan mencegah meluasnya dampak negatif hoax,
pemerintah pada dasarnya telah memiliki payung hukum yang memadai. Pasal 28 ayat
1 dan 2, Pasal 27 ayat 3, Undang-Undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik yang sekarang telah diubah dengan Undang-Undang No.19
tahun 2016, Pasal 14 dan 15 UndangUndang No. 1 tahun 1946, Pasal 311 dan 378
KUHP, serta Undang-Undang No. 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskiriminasi
Ras dan Etnis merupakan beberapa produk hukum yang dapat digunakan untuk
memerangi penyebaran hoax. 4
Berikut beberapa penjabaran singkat terkait pasal-pasal di dalam Undang-
Undang yang mengatur tentang berita palsu atau hoax:
1. KUHP
a. Pasal 311 KUHP : “jika yang melakukan kejahatan pencemaran atau
pencemaran tertulis dibolehkan untuk membuktikan apa yang dituduhkan itu
benar, tidak membuktikannya, dan tuduhan dilakukan bertentangan dengan
apa yang diketahui, maka dia diancam melakukan fitnah dengan pidana
penjara paling lama empat tahun.” 5
b. Pasal 378 KUHP: “barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri
sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu
3 Nur Aisyah Siddiq, Penegakan Hukum Pidana. h. 28
4 PAF Lamintang, Delik-delik Khusus, (Bandung: Sinar Baru, 1984), h. 12
5 Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), h.42
29
atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan,
menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau
supaya memberikan hutang maupun menghapuskan piutang diancam karena
penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”6
2. Undang-Undang No.1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana
a. Pasal 14 ayat (1) dan (2): Ayat 1 “barangsiapa, dengan menyiarkan berita atau
pemberitahuan bohong , dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan
rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun.”
Ayat 2 “barangsiapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan suatu
pemberitahuan yang dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat,
sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu
adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya adalah tiga tahun.”
b. Pasal 15 : “barang siapa menyebarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang
berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya
patut dapat menduga bahwa kabar demikian akan atau sudah dapat
menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara
setinggi-tingginya dua tahun.
3. Undang-Undang No.19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.7
a. Pasal 27 ayat (3): “setiap orang dengan sengaja, dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat
diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.”
b. Pasal 28 ayat (1) dan (2): Ayat 1 “setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa
hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan
kerugian konsumen dalam transaksi elektornik.” Ayat 2 “setiap orang dengan
sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk
menimbulkan rasa kebencian atau pemusuhan individu dan/atau kelompok
masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan
(SARA).8
6 PAF Lamintang, Delik-delik Khusus, h. 13
7 Diakses pada 27 Juli 2018 dari https://jdih.kominfo.go.id/produk_hukum/view
/id/555/t/undangundang+nomor+19+tahun+2016+tanggal+25+november+2016 8 Nur Aisyah Siddiq, Penegakan Hukum Pidana. h. 29
30
Selain pasal-pasal yang telah disebutkan diatas, penyebar berita hoax juga dapat
dikenakan pasal terkait ujaran kebencian (hate speech) yang telah diatur dalam KUHP
dan undang-undang lain diluar KUHP yaitu antara lain; Pasal 156, Pasal 157, Pasal
310, pasal 311, kemudian Pasal-pasal pada Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008
yang telah diubah dengan Undnag-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik, serta Surat Edaran (SE) Nomor SE/6/X/ 2015 tentang
Penanganan Ujaran Kebencian yang dikeluarkan kepolisian Republik Indonesia dan
Pasal 16 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang penghapusan Diskriminasi
Ras dan Etnis.
B. Peraturan Hukum Islam Tentang Hoax
Hoax sebagai bentuk pembohongan terhadap publik merupakan perbuatan
yang tidak dibenarkan dalam Islam. Segala jenis pembohongan baik pembohongan
yang ditujukan untuk individu maupun pembohongan terhadap lembaga, organisasi,
atau terhadap sekelompok masyarakat yang bertujuan untuk membentuk opini publik
atau propokasi serta kepentingan politik. Pembuat hoax digolongkan sebagai
perbuatan yang merugikan orang lain dan disebut juga dengan haditsul ifki.
Sebagaimana dalam Al-Qur‟an Surat An-Nur ayat 19 yang artinya “Sesungguhnya
orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan
orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan
Allah mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui.”
Keakuratan informasi dalam komunikasi massa juga bisa dilihat dari
sejauhmana informasi tersebut telah dengan cermat dan seksama, sehingga informasi
yang disajikan telah mencapai ketepatan.9 Menyampaikan informasi secara tepat
merupakan landasan pokok untuk tidak mengakibatkan masyarakat pembaca,
pendengar, dan pemirsa mengalami kesalahan. Kesalahan yang ditimbulkan oleh
kesesatan informasi pada media massa, tentu bisa diperkirakan betapa besar bahaya
dan kerugian yang diderita masyarakat banyak.10
Untuk mencapai ketepatan data dan fakta sebagai bahan informasi yang akan
disampaikan kepada masyarakat diperlukan penelitian yang seksama oleh kalangan
Pers, terutama wartawan. Ajaran islam mengakomodasikan etika akurasi informasi
9 Mafri Amir, Etika Komunikasi Massa. (Jakarta: PT.Logos Wacana Ilmu), h.90.
10 Mafri Amir, Etika Komunikasi Massa. h.91.
31
tersebut melalui beberapa ayat. Untuk melacaknya kita akan memakai kata tabayyanu.
Sebanyak 2 kali dalam surat al-Nisa/4:94, dan 1 kali pada surat al-Hujurat/49:6.
Dalam Surat al-Hujurat/49:6, Allah berfirman:
بنخ فزصج مب ثج ا ل ا أن رصيج ا إن جبءكم فبسك ثىجبء فزجيى ب انزيه آمى ا عهى مب فعهزم وبدميه. يباي ح
6انحجشاد:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasiq
membawa suatu berita, maka periksalah dengaan teliti agar kamu tidak menimpakan
suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan
kamu menyesal atas perbuatanmu itu.
Dalam ayat ini, Allah memberikan peringatan kepada kaum Mukminin, jika
datang kepada mereka seorang fasik membawa berita tentang apa saja, agar tidak
tergesa-gesa menerima berita itu sebelum diperiksa dan diteliti dahulu kebenarannya.
Sebelum diadakan penelitian yang seksama, jangan cepat percaya kepada berita dari
orang fasik, karena seorang yang tidak mempedulikan kefasikannya, tentu juga tidak
akan mempedulikan kedustaan berita yang disampaikannya. 11
Ayat ini turun sehubungan dengan suatu peristiwa yang melatarinya. Suatu
ketika, atas ajakan nabi, Al-Harits bin Dhirar Al-Khuza‟iy berikar masuk islam. Ia
mengatakan pada nabi: “Saya akan kembali kepada kaumku untuk mengajak mereka
masuk islam dan membayar zakat.” Al-Harits kembali ke kaumnya, Bani Mushtaliq.
Ia memang berhasil mengajak beberapa orang masuk islam sekaligus berhasil
menghimpun zakat. Sesuai dengan janjinya dengan nabi, jika zakat telat terkumpul
maka nabi akan mengutus seseorang untuk menjemput zakat tersebut. Lalu nabi
mengutus Al-Walid bin „Uqbah nin Abi Mu‟aith. Utusan nabi tersebut memang pergi,
tetapi separoh jalan ia kembali, karena hatinya merasa gemetar.12
Ia kembali kepada
rasul dan menginformasikan bahwa Al-Harits bersama kaumnya telah murtad dan
tidak mau memenuhi janjinya membayar zakat, bahkan berencana membunuhnya.
Nabi sangat marah dan mempersiapkan satu pasukan tentara untuk menyerang Al-
Harits bersama kaumnya. Sementara Al-Harits merasa ragu, apakah nabi marah
sehingga tidak mengirimkan utusan. Karena mendapat laporan bahwa Al-Harits
enggan membayar zakat yang tidak sesuai dengan perjanjian, maka diutuslah Khalid
11
Al-Qur‟an dan Tafsir, Kementrian Agama Republik Indonesia, 2003.
12 Mafri Amir, Etika Komunikasi Massa. (Jakarta: PT.Logos Wacana Ilmu), h.98.
32
bin Walid, panglima perang yang cukup berani. Sebelum sampai tujuan, Khalid
bertemu dengan Al-Harits yang rupanya akan menemui nabi pula.
Khalid bin Walid mendapatkan informasi bahwa Al-Walid tidak sampai
menemui Al-Harits dan dia sendiri tidak pernah menyatakan enggan membayar zakat.
Justru sebaliknya ia menunggu orang yang menjemput, karena zakat telah menumpuk.
Hasil lacakan ini dilaprkan Khalid bin Walid kepada nabi. Disinilah terbuka kedok
bahwa ada seorang fasiq (Al-Walid) yang memutar-balikan fakta pada nabi. Al-Walid
tidak jujur dalam menjalan tugas yang diembankan kepadanya oleh nabi, sehingga
hampir saja nabi terjebak emosi pada Al_Harits yang telah berjanji. 13
Ayat tersebut turun untuk mengingatkan nabi supaya ekstra hati-hati
menerima informasi dari seseorang sebelum mengambil keputusan, sebab akibat yang
akan ditimbulkan dari putusan tersebut tidak tanggung-tanggung. Seandainya, nabi
hanya percaya pada informasi Al-Walid, yang sumbernya tak jelas itu mungkin nabi
akan menghukum Al-Harits dan kaumnya yang enggan membayar zakat. Karena tidak
tahu apa faktor penyebabnya, tentu tindakan nabi akan menimbulkan penyesalan.
Melihat lafadznya, tabayyanu merupakan fi‟il amar yang menuntut
kesungguhan untuk meneliti demi mencari kejelasan informasi yang diterima dari
seseorang. Al-Thabariy menjelaskan pengertian lafadz tabayyanu: “Berhati-hatilah
kamu sampai jelas betul keshahihan informasi, jangan kamu tergesa-gesa untuk
menerimanya.”14
Sementara Al-Qurthubiy menafsirkan ayat tersebut sebagai
berikut:15
Pada ayat ini terdapat petunjuk dalam menerima informasi seseorang, bisa
diterima kalau ia adil, karena perintah dalam ayat agar bersikap hati-hati ketika
menerima kabar dari oramg fasiq. Sebab orang fasiq sebetulnya tidak bisa diterima
informasinya. Informasi itu merupakan kepercayaan, dan kefasikan merupakan
indikator hilangnya kepercayaan.
Kata A l-Maraghy, al-naba‟ bukan sembarang informasi, karena ia harus
mengundang muatan faedah yang besar, yang dengan faedah itu bisa memperoleh
ilmu pengetahuan dan menghilangkan ketidaktahuan. Karena itu, perlu sikap hati-hati
dan direnungkan terlebih dahulu sembari betul-betul melacak kejelasannya, serta
mendalami substansi informasi tersebut. Al-Maraghiy mengatakan kepada seseorang
13
KH Qamarudin Shaleh, Etika Komunikasi Massa. (Bandung: Mizan), h.456-457. 14
Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir Al-Thabariy, Jami’ Al-Bayan. (Mesir: Musthafa al-Bab Al-Halabiy),
h.123. 15
Abu abdillah Muhammad, Al-Jami’ Li Ahkam Al-Qur’an. (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah), h. 205.
33
kalau menerima informasi jangan ditelan mentah-mentah, lalu langsung
membenarkan dan menyebarkan pada orang lain, sehingga mengundang akibat buruk
pada umat.
Selain meneliti informasi yang diterima, etika jurnalistik mengisyaratkan
untuk meneliti integritas dan kredibilitas sumber yang memberikan informasi. Orang
fasiq seperti ditegaskan dalam ayat, sebetulnya tidak bisa dijadikan sumber sebab dia
mempunyai itikad buruk pada umat islam. Keterpercayaan pada sumber merupakan
prasyarat dalam jurnalistik. Dalam Al-Qur‟an juga ditegaskan, kalau ada persoalan
yang memerlukan jawaban yang benar, maka bertanyalah kepada seseorang yang
ahlinya.16
Allah mengingatkan dalam Q.S al-Nahl/16:43
م ا أ ن. انىحم: فبسأن كش إن كىزم ل رعهم 34انز
Artinya: Maka bertanyalah kamu kepada orang yang mempunyai pengetahuan
jika kamu tidak mengetahui.
Hal ini berarti, jika wartawan menginginkan suatu informasi maka hendaklah
memikirkan terlebih dahulu siapa yang akan dijadikan sumbernya dengan
mempertimbangkan disiplin ilmunya dan kapasitasnya sebagai sumber informasi.
Cara itu secara emplisit terlihat pada awal ayat 7 surat al-Hujurat/49: “Ketahuilah
olehmu, bahwa ditengah-tengah kamu ada Rasul Allah (sebagai sumber). Kalau ia
menuruti kemauan kamu dalam banyak hal, kamu akan mengalami kesusahan.” Jadi
disana, yang layak jadi sumber informasi hanya Nabi sebagai orang yang senantiasa
terjamin kreadibilitasnya oleh wahyu yang diturunkan Allah.
Dalam praktek jurnalistik, masih ada wartawan yang menanyakan persoalan
kepada orang yang kurang memahami masalahnya. Akibat dari cara seperti itu,
pembaca atau pemirsa tidak mendapatkan informasi komprehensif dan bahkan ada
yang salah. 17
Ayat lain yang memerintahkan sikap ekstra hati-hati adalah dalam surat al-
Nisa/4:94. Tetapi ayat itu lebih dimaksudkan untuk bersikap hati-hati dalam menuduh
seseorang, apalagi dalam situasi perang. Firman Allah: “Hai orang-orang yang
beriman, apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah, maka hendaklah kamu
bersikap teliti. Jangan kamu (cepat-cepat) mengatakan kepada orang yang
mengucapkan salam kepadamu; „kamu bukan seorang mukmin‟, lalu kamu
16
Ahmad Musthafa Al-maraghiy, Al-Jami’ Li Ahkam Al-Qur’an. (Beirut: Dar al-Fikr), 1985. h. 126-
127. 17
Mafri,Amir, Etika Komunikasi Massa. h.100.
34
membunuhnya dengan motivasi mencari harta untuk kehidupan duniawi, karena di
sisi Allah ada harta yang lebih baik.”
Jelas sekali dalam ayat ini bahwa ada kecenderungan sebagian orang untuk
menuduh orang telah bersalah dan ingin mengorbankan orang lain tanpa meneliti
dengan seksama, karena melihat ada keuntungan materi di balik tuduhan tersebut.
Padahal, jika betul-betul diteliti, Allah menjanjikan rezki dari sumber lain yang cukup
banyak. Artinya, jika tuduhan dilanjutkan tanpa meneliti, justru tidak akan
menguntungkan diri yang menuduh, karena tuduhan bisa berbalik kepadanya sendiri
dan ini mengakibatkan kerugian, termasuk kerugian harta benda.
Karena itu, amatlah tepat kalau seorang wartawan untuk bersikap ekstra hati-
hati menulis sebuah informasi yang bersifat tuduhan melakukan kesalahan atau telah
menyimpang dari aturan dengan mengetahui betul indikator-indikator dan bukti yang
mendukungnya. Sebaliknya, ada isyarat silahkan menulis jika indikator dan bukti
penyimpangan telah diyakini melalui penelitian yang seksama. 18
Dalam surat al-hujurat/49: 11-12 sebenarnya juga pada larangan agar kita
tidak mengolok-olokkan suatu kaum, yang boleh jadi kaum tersebut lebih baik dari
kita. Jangan memanggil orang dengan gelar atau istilah yang dia tidak senang
mendengarnya. Tidak boleh berprasangka buruk pada orang lain, karena sifat itu
merupakan dosa. Jangan pula mencari-cari kesalahan orang lain, serta jangan pula
mempergunjingkan keburukan orang lain.19
Substansi dari ayat ini dapat merupakan etika dalam berkomunikasi, terutama
komunikasi masa supaya jangan mencaci maki, membuat gelar yang tak enak,
memvonis sebagai penjahat besar, mengungkit-ungkit kesalahan orang yang belum
ada indikatornya, karena masih dalam proses penyidikan. Barang siapa tidak bertobat,
bahkan terus pula memanggil-manggil dengan gelar-gelar yang buruk itu, maka
mereka dicap oleh Allah sebagai orang-orang yang zalim terhadap diri sendiri dan
pasti akan menerima konsekuensinya berupa azab dari Allah pada hari kiamat. 20
Dalam jurnalistik hal seperti ini popular disebut dengan “Trial by the press”;
yaitu wartawan memperlakukan seseorang tersangka sebagai orang yang telah
terbukti bersalah. Perbuatan seperti ini tidak sesuai prinsip peradilan yang
18
Mafri,Amir, Etika Komunikasi Massa. h.101. 19
Diakses pada 26 juli 2018 dari https://tafsirq.com/49-al-hujurat/ayat-11 20
Al-Qur‟an dan Tafsir, Kementrian Agama Republik Indonesia, 2003.
35
memperlakukan asas “praduga tak bersalah” pada tersangka, dan bertentangan dengan
Kode Etik Jurnalistik PWI pasal 7.
Kembali kepada masalah akurasi informasi, “berbekal kesadaran bahwa etika
jurnalistik didasarkan pada usaha mati-matian untuk menyajikan pengetahuan akurat
mengenai dunia, maka seseorang dapat mengenali suatu rentang kebajikan-kebajikan
maupun dosa-dosa jurnalistik”.21
Seorang wartawan jika mempunyai banyak waktu
dan kesempatan, tentu ia akan menemukan kesalahannya, sehingga ia akan dapat
membetulkan. Tetapi inilah persoalan wartawan, mereka sering terdesak oleh waktu
penerbitan. Karena itu, orang pers kadang-kadang terlalu mengandalkan prinsip
bahwa besok boleh dikoreksi atau diralat. Namun wartawan diharapkan tetap akurat
sejak semula. Masalah yang lebih rumit terjadi bila suatu laporan tidak cermat, karena
mengalami bias. Memang semua manusia, termasuk wartawan punya bias, namun
dalam penulisan berita wartawan senantiasa dituntut untuk menghilangkan bias.
Dengan demikian informasi yang disampaikan menjadi tepat.
Dalam sejarah islam, sebetulnya dasar-dasar praktek jurnalistik sudah
dilaksanakan sejak zaman Rasul Allah. Rasul Allah sendiri pernah berdakwah lewat
tulisan. Surat-surat dakwah dari Nabi Muhammad SAW tersebut dikirimkan antara
lain kepada Kaisar Romawi Timur (Hiracles), Raja Persia Abrawaiz, Raja Habsyi An-
Najzasyi, Raja Mesir Muqauqis, Gubernur Kekaisaran Romawi Timur di Damsyiq Al-
Harits bin Syammar Al-Ghassani, Raja Bahraian Al-Mundzir bin Sawa, pimpinan
Banu Khuaah Rifaah bin Ali, Raja Usman Jaifar bin Jalunda dan penguasa Hudzah
bin Ali. 22
Kemudian para Sahabat Rasul, terhitung sebagai pencatat dan penyebar
informasi paling terpercaya. Semua aspek, perkataan, perbuatan dan taqrir nabi dicatat
dan dilaporkan kepada public oleh para sahabat meskipun melalui media sangat
sederhana, misalnya lewat penyampaian lisan, maupun tulisan pada pelepah kurma
dan tulang-tulang. Dalam praktek pemcatatan dan pelaporan informasi tersebut para
Sahabat menerapkan etika akurasi, sehingga semua informasi tersiar dengan akurat
sebagaimana diutarakan Rasul Allah. Sahabat seperti Abu Bakar, Umar, Utsman, Abu
Hurairah, „Aisyah merupakan para sahabat nabi paling akurat. Ibn Abbas sampai tiga
kali mengkonfirmasikan bunyi ayat kepada nabi untuk meneliti kebenaran ayat
21
William L.Rivers, Cleve Mathews. Rthics For The Media, Terjemahan Arwah Setiawan. (
Jakarta:Gramedia), 1994. h. 53-55 22
Sutirman Eka Ardana, Jurnalistik Dakwah. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), h.27.
36
sebagai wahyu Allah. Setelah yakin benar, barulah Ibn Abbas menyampaikan kepada
sahabat yang lain. Demikian juga Zaid bin Tsabit, selaku sekretaris utama nabi
merupakan penulis dan sahabat paling handal dalam soal ketapatan mencatat dan
menyampaikan wahyu atas bimbingan nabi.
Pada zaman tabi‟in, peranan para perawi sangat menentukan terkumpulnya
hadits. Dalam mengumpulkan dan membukukan hadits-hadits tersebut perawi seperti
Bukhari dan Muslim terbilang dua perawi sangat akurat yang akhirnya berhasil
menghimpun hadits shahih dalam jumlah ribuan.23
Untuk meneliti keshahihan hadits
tersebt perawi tidak keberatan berjalan jauh-jauh, sehingga yakin bahwa matan hadits
tersebut berasal dari Rasul Allah. Imam Bukhari telah melakukan ekspedisi ke
berbagai negri dan hampir seluruh negri islam disinggahinya. Beliau pernah berkata,
“Saya telah pergi ke Syam, Mesir, Jazirah dua kali, Basrah empat kali, dan saya
bermukim di Hijaz selama enam tahun, dan tak dapat dihitung lagi berapa kali saya ke
Kufah dan Bagdad untuk menemui ulama hadits. 24
Akhirnya soal-soal yang berhubungan dengan hadits berkembang menjadi
suatu disiplin ilmu yang dikenal dengan „Ulum al-Hadits. Diantantaranya adalah „Ilm
Jarh wa al-Ta‟dil yang membahas soal integritas para perawi, baik segi
keterpercayaannya maupun soal cacat mereka. Hadits yang secara harfiah dapat
diterjemahkan dengan “berita” haruslah betul-betul shahih. Artinya tingkat akurasinya
harus tinggi untuk dijadikan sumber utama hukum islam yang kedua setekah Al-
Qur‟an al-Karim. 25
Para perawi yang berkecimpung dalam pemberitaan nabi tersebut
tidak hanya menghafal, menerima, dan memindahkan secara teratur dan berhati-hati,
tetapi juga menseleksi hadits-hadits itu, mana hadits yang dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya dari Nabi dana mana hadits yang diragukan
kebenarannya.
Wartawan sebagai seorang yang mempunyai akal sebagai pisau analisisnya
akan selalu selektif dalam menerima informasi sebelum menyiarkan kepada orang
lain. Dalam surat al-Dzumar:18, Allah berfirman:
ال ن نئك أ أ م هللا ذا نئك انزيه ن أحسى أ ل فيزجع ن انم 81انزمش: . نجبة انزيه يسزمع
23
Muhammad Abu Syuhbah, Kutub Al-Sittah, Terjemahan Ahmad Usman. ( Surabaya: Pustaka
Progresif), h. 38 24
Muhammad Abu Syuhbah, Kutub Al-Sittah, Terjemahan Ahmad Usman. h. 39 25
Hamzah Ya‟kub. Publistik Islam teknik Dakwah dan Leadership. (Diponegoro: Mizan), h.85-87.
37
Artinya: Orang-orang yang mendengarkan perkataan, lalu mereka mengikuti
apa yang terbaik diantaranya. Merekalah orang-orang yang diberi petunjuk oleh
Allah, dan mereka pulalah orang-orang yang mempunyai akal.
Ayat ini mengungkapkan ciri orang yang disebut dengan ulu albab. Ciri orang
ini ialah bersifat istima‟ al-qawl menganalisi informasi. Al-Istima‟ adalah al-ishga‟,
maksudnya ialah berusaha mengetahui sesuatu dengan cara mengarahkan pikirannya
kepada sesuatu itu secara serius.26
Berusaha mendengar sesuatu berarti memikirkan
dan menganalisisnya secara seksama. Ia membedakan informasi (al-qawl) mana yang
baik dan mana pula yang buruk. Itulah sifat yang diberikan Tuhan kepada mereka
yang disebut ulu al-bab tersebut, karena ia adalah orang yang mempergunakan akal
dan ilmunya secara kritis (nuqqad).27
Untuk mendapatkan berita akurat, dalam jurnalistik antara lain ditempuh jalur
konfirmasi, yakni menguji keabsahan informasi yang dapat dari sumber sekunder
kepada primer. Melalui jalur tersebut sudah tipis kemungkinan bahwa informasi yang
disampaikan mengandung dusta atau kebohongan. Dalam Al-Qur‟an ternyata ada ayat
yang dapat dipedomani apa akibat lebih jauh informasi tanpa konfirmasi terus
disiarkan. Lihat dalam surat al-nisa/4:83:
م أمش مه المه أ إرا جبء م نعهم انزيه ني المش مى انى أ ل س ي إنى انش سد ن ا ث ف أراع انخ
لهيل. انى سحمز لرجعزم انشيطبن إل ل فضم هللا عهيكم ن م و مى 14سبء: يسزىجط
Artinya: Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan
ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya
kepada Rasul dan Ulil Amri diantara mereka, tentulah orang-orang yang ingin
mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil
Amri). Kalau tidaklah karena dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu
mengikuti syaitan, kecuali sebagian kecil saja (diantaramu).
Ayat ini turun sehubungan dengan adanya berita bahwa Rasul Allah telah
menceraikan para isterinya. Isu tersebut membingungkan dan diperbincangkan dalam
masjid. Umar bin Khattab masuk ke masjid dan mendengarkan perbincangan, lalu ia
berteriak di pintu: “Rasul Allah tidak menceraikan istrinya dan aku telah
26
Abu Al- Hilal Al-„Asykariy, Al-Faruq Al-Lughat. (Beirut: Dar al-Afaq al-Jadidat), h.81. 27
Lihat: Abiy Al-Su‟ud, Tafsir al-allamat abiy Al-Su’ud IV. (Libanon: Dar al-Fikr). h.463; Lihat: Abu
Al-Qasim Muhammad bin Amr Al-Zamakhsyariy Al-Khawarismiy, Al-Kasysyaf’an Haqzzaiq al-Tanzil wa
Uyun al-Aqawil. (Beirut: Dar al-Ma‟rifat), h. 393.
38
menelitinya”. Sebenarnya Rasul hanya sedang beruzlah dari istri-istrinya.28
Peristiwa
ini sebenarnya ingin dimanfaatkan oleh orang munafik. Sebagaimana sifat orang
munafik, ia tak mau mengkonfirmasikan berita terlebih dahulu. Ia suka menyiarkan
berita tanpa ada kejelasan dan kejernihan. Justru, konfirmasi dianggapnya sebagai
murugikan strateginya.
29Maksud mereka menyiarkan berita-berita itu adalah untuk mengacaukan
keadaan. Tetapi jika mereka bermaksud baik dan mereka mengembalikan berita itu
kepada Rasul sebagai pemimpin tertinggi atau mereka kembalikan kepada ulil amri
yaitu pemimpin dan orang-orang pemerintahan tentulaj mereka akan mengetahui
persoalan berita yang sebenarnya; mereka akan mendapat keterangan dari pemimpin
dn orang pemerintahan. Dengan demikian keamanan umum tidak sempat terganggu.
Masyarakat akan terpengaruh oleh orang yang menyiarkan berita secara provokatif,
kecuali orang yang kuat imannya yang selamat dari berita provokasi tersebut.
Seperti digambarkan dalam ayat diatas, seandainya diberitahukan
(konfirmasikan) pada Rasul atau Ulil Amri, tentu isu nabi cerai tidak akan tersiar,
akan dibetulkan sesuai dengan keadaan sesunggguhnya. Tetapi begitulah cara orang
munafik. Dia akan menyiarkan berita gembira (al-amn) badan berita menyedihkan (al-
khauf) tanpa diteliti dan dikonfirmasi kepada sumber primer demi tujuan
menyesatkan. Inilah pekerjaan syetan seperti digambarkan dalam ayat. Untung sekali
Allah menurunkan rahmatnya dalam bentuk kedatangan Umar yang membawa
unformasi yang benar, sehingga umat islam selamat dari tuding-menuding, yang pada
akhirnya bisa menjurus kepada perselisihan.30
Pelanggaran etika seperti ini tentu masih dapat kita temukan dalam praktek
jurnalistik kita hari ini. Kalau bukan dengan niat untuk memojokkan seseorang,
lkonfirmasi dan penelitian ulang tidak dilakukan, karena terdesak oleh waktu
penerbitan. Akibat pengabaian etika seperti in tentu bukan tak mungkin akan
mengandung bahaya yang sangat besar bagi masyarakat.31
28
KH Qamarudin, Shaleh, Etika Komunikasi Massa. h.140. 29
Al-Qur‟an dan Tafsir, Kementrian Agama Republik Indonesia, 2003.
30 KH Qamarudin, Shaleh, Etika Komunikasi Massa. h.143.
31 Mafri,Amir, Etika Komunikasi Massa. hlm.106.
39
C. Pendapat Ulama Tentang Hoax
1. Imam al-Qurthubi dalam menafsirkan ayat al-Quran terkait ghibah:
ميزب مضم هللا انغيجخ ثأكم انميزخ ن رعهى )ايحت احذكم ان يأكم نحم أخي كمب أن ...ل لن انميذ ليعهم ثأكم نحم
نحي ليعهم ثغيجخ مه اعزبث ا
Mengenai firman Allah SWT, (“Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan
daging saudaranya yang sudah mati?”) Allah SWT mengumpamakan mengenai
kejahatan ghibah dengan memakan daging orang mati karena orang mati tidak dapat
mengetahui kalau dagingnya dimakan orang lain, seperti saat ia hidup tidak
mengetahui orang mempergunjingkannya. 32
2. Al-Imam An-Nawawi dalam Kitab Syarh Shahih Muslim, juz 1 halaman 75
memberikan penjelasan hadis terkait dengan perilaku penyebaran setiap berita
yang datang kepadanya:
جش عه انزحذيش ثكم مب سمع ال ب انز الصبس انزى فى انجبة ففي ب معىى انحذيش أم وسبن فو يسمع فى انعذح
انكزة. فرا حذس ث ذق خجبسي ثمب نم يكه.انص كم مب سمع فمذ كزة ل
“Adapun makna hadits ini dan makna atsar-atsar yang semisalnya adalah, peringatan
dari menyampaikan setiap informasi yang didengar oleh seseorang, karena biasanya ia
mendengar kabar yang benar dan yang dusta, maka jika ia menyampaikan setiap yang
ia dengar, berarti ia telah berdusta karena menyampaikan sesuatu yang tidak terjadi.”
3. Imam al-Qurthuby dalam kita Tafsir Al-Qurtubi jilid 16 halaman menyatakan :
ل ف عهى أخذ حمك ممه ظهمك فزم نك نهمبضى رسزعيه ث كزنك ل خبرىي أ غصجىي أ لن ظهمىي أ
عهمبء المخ عهى رنك مجمعخ. أسبء إني , نيس ثغيجخ. لزفىي أ ضشثي أ
“Begitu juga ucapan anda pada hakim meminta tolong untuk mengambil hak anda
yang diambil orang yang menzalimi lalu anda berkata pada hakim: Saya dizalimi
atau dikhianati atau dighasab olehnya maka hal itu bukan ghibah”. Ulama sepakat
atas hal ini.
4. Imam al-Shan‟ani dalam kitab Subulus Salam juz 4 halaman 188 menyatakan:
“Kebanyakan ulama berpendapat bahwa boleh memanggil orang fasik (pendosa)
dengan sebutan Wahai Orang Fasiq!, Hai Orang Rusak! Begitu juga boleh
meggosipi mereka dengan syarat untuk bermaksud menasihatinya atau menasihati
32
Fatwa Majlis Ulama Indonesia Nomor 24 Tahun 2017 Tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah
Melalui Media Sosial.
40
lainnya untuk menjelaskan perilaku si fasiq atau untuk mencegah agar tidak
melakukannya. Bukan dengan tujuan terjatuh ke dalamnya. Maka (semua itu)
harus timbul dari maksud yang baik”
5. Imam al-Nawawi dalam kitab Riyadlu al-Shalihin halaman 432 – 433
menjelaskan tentang pengecualian kebolehan ghibah: “Ketahuilah bahwa ghibah
itu dibolehkan untuk tujuan yang dibenarkan oleh syariat dengan catatan tidak ada
cara lain selain itu. Sebab kebolehan melakukan ghibah ada enam: 33
Pertama, At-tazhallum (pengaduan atas kezaliman yang menimpa), orang yang
terzalimi boleh menyebutkan kezaliman seseorang terhadap dirinya dan
mengadukannya kepada aparat penegak hukum dan pihak yang memiliki
kompetensi dan kapasitas (qudrah) untuk menyadarkan orang yang menzhalimi.
Kedua, al-isti‟anah (meminta pertolongan) untuk mengubah kemungkaran dan
mengembalikan perbuatan orang yang maksiat kepada kebenaran, seperti
mengatakan kepada orang yang diharapkan mampu menghilangkan kemungkaran:
"Fulan telah berbuat begini (perbuatan buruk). Cegahlah dia."
Ketiga, Al-Istifta' (meminta fatwa), meminta fatwa dan nasihat seperti perkataan
peminta nasihat kepada mufti (pemberi fatwa): "Saya dizalimi oleh ayah atau
saudara, atau suami…."
Keempat, at-tahdzīr (memperingatkan), mengingatkan orangorang Islam dari
perbuatan buruk dan memberi nasihat pada mereka.
Kelima, orang yang menampakkan kefasikan dan perilaku maksiatnya. Seperti
menampakkan diri saat minum miras (narkoba), berpacaran di depan umum, dan
sejenisnya.
Keenam, memberi julukan tertentu pada seseorang. Apabila seseorang sudah
dikenal dengan julukan tertentu seperti alA‟ma (si buta), al-a‟sham (si bisu) maka
tidak apa-apa. Namun, haram penyebutan julukan jika untuk menunjukkan
kelemahan.34
33
Fatwa Majlis Ulama Indonesia Nomor 24 Tahun 2017 Tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah
Melalui Media Sosial 34
Fatwa Majlis Ulama Indonesia Nomor 24 Tahun 2017 Tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah
Melalui Media Sosial.
41
D. Kasus - Kasus Hoax di Indonesia
Pada Bab III ini, penulis mengambil dua kasus penyebaran hoax, diantaranya
adalah, Pertama Kasus Jonru Riah Ukur atau Jonru Ginting dan Kasus Buni Yani.
1. Jonru Riah Ukur atau biasa disapa Jonru Ginting, lahir di Kabanjahe, Karo,
Sumatera Utara pada 7 Desember 1970. Jonru lulus dari Jurusan Akuntansi,
Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro, Semarang pada tahun 1998. Pria yang
menyukai fotografi, desain web grafis, komputer dan internet ini pada awal tahun
2000 hingga Maret 2007, berstatus sebagai pekerja kantoran di dua perusahaan
internet service provider dengan jabatan content editor. Sejak Maret 2007, Jonru
mengaku fokus full time sebagai entrepreneur.
Penggiat media sosial Jonru Ginting telah ditetapkan sebagai tersangka kasus
dugaan ujaran kebencian. Penetapan tersangka ini terkait sejumlah posting-an
(unggahan) di akun Facebooknya.
a. Di media sosial, nama Jonru mencuat selama dan setelah Pilpres 2014 ketika
mengunggah status soal Joko Widodo. Unggahan Jonru ini kemudian
dipermasalahkan oleh anggota Komisi III DPR RI Akbar Faizal, yang dulunya
merupakan tim sukses Jokowi saat Pilpres 2014, saat bertemu Jonru di acara
ILC tvOne.
Status Facebook Jonru yang dipersoalkan Akbar Faizal adalah soal asal
usul orang tua Jokowi. Dalam status Facebooknya, Jonru menyebut Jokowi
adalah satu-satunya Presiden RI yang belum jelas siapa orang tuanya."Jokowi
satu2nya Presiden yang belum jelas siapa orang tuanya. Sangat di sayangkan
untuk jabatan sepenting Presiden, begitu banyak orang yang percaya kepada
orang yang asal muasalnya serba belum jelas," demikian unggahan Jonru
tersebut. Jonru pun membenarkan unggahan yang dia buat itu, namun
menyebut posting-an tersebut bukan merupakan suatu penghinaan kepada
Jokowi. Mendengar jawaban Jonru, Akbar lalu langsung meminta polisi
menindaklanjuti pengakuan Jonru tersebut.
Jonru kemudian menumpahkan perasaannya lewat tulisan yang dia
unggah di Facebook pada 29 Agustus 2017 dengan judul 'Catatan untuk akbar
42
faisal, dari Acara ILC TV One, 29 Agustus 2017'. Dalam tulisan tersebut, dia
mengaku menulis status yang mempertanyakan asal usul orang tua Jokowi
tersebut. Namun dia membantah jika dirinya disebut menghina Jokowi lewat
tulisan itu.
"Tapi Akbar Faisal memelintir ucapan saya dengan berkata, 'Jonru mengakui
bahwa dirinya menghina Jokowi'," demikian unggahan Jonru.
Dia juga mengaku berhasil membungkam Akbar dalam acara tersebut.
"Sepertinya Akbar Faizal kemarin itu emang pengen menjebak saya, tapi
alhamdulilah saya berhasil mendampratnya sehingga dia bingung sendiri. Jika
para haters menuduh saya terskakmat oleh Akbar Faisal, hehe.... Kalian hanya
menghibur diri saja. Kalian emang pintar memutarbalikkan fakta," katanya.
Jonru dilaporkan ke polisi atas tuduhan ujaran kebencian di media sosial.
Jonru dilaporkan oleh Muannas Al Aidid dengan Nomor Laporan:
LP/4153/VIII/2017/PMJ/Dit Reskrimsus. "Ya, betul (dilaporkan)," ujar Kabid
Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono kepada detikcom.
Jonru dilaporkan atas ujaran kebencian di media sosial yang terjadi
pada Maret-Agustus 2017. Laporan tersebut sesuai dengan Pasal 28 ayat 2
juncto Pasal 45 ayat 2 UU RI No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan UU RI No
11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.35
b. Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Adi Deriyan
Jayamarta mengungkapkan beberapa posting-an Jonru yang membuatnya kini
mendekam di tahanan polisi. Salah satunya unggahan terkait Quraish Shihab
saat ditunjuk menjadi imam salat Id di Masjid Istiqlal. "Iya, soal Pak Quraish
Shihab, pahlawan-pahlawan, dan yang menyinggung etnis China," ujar Adi di
Mapolda Metro Jaya. Dalam posting-an tersebut, Jonru mempermasalahkan
Quraish Shihab yang akan menjadi imam salat Idul Fitri di Masjid Istiqlal,
Jakarta, beberapa waktu lalu. Menurutnya, Quraish Shihab tak pantas menjadi
imam lantaran pernyataannya yang menyebut wanita muslim tak perlu
menggunakan jilbab.36
Jonru dalam unggahannya bahkan memprovokasi umat Islam agar tak
ikut salat Idul Fitri di Masjid Istiqlal selama yang menjadi imamnya adalah
35
Artikel diakses pada 02 Juli 2018 dari: https://www.liputan6.com > News > Peristiwa > Ini Posting-
an Jonru Ginting yang Berujung Tersangka. 36
Artikel diakses pada 03 Juli 2018 dari: https://www.cnnindonesia.com/ jonru-ginting-jalani-sidang-
perdana-kasus-ujaran-kebencian.
43
Quraish Shihab. Dalam perkara ini, Jonru dijerat pasal berlapis."Pasalnya di
UU ITE, penghapusan diskriminasi ras dan etnis, dan penghinaan terhadap
suatu golongan," kata Adi. Dalam kasusnya, JPU mendakwa Jonru melanggar
tiga pasal. Pertama, Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45A ayat (2) Undang-
Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 11 tahun
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Dakwaan
kedua untuk Jonru adalah Pasal 4 huruf b angka 1 juncto Pasal 16 Undang-
Undang Nomor 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan
Etnis. Dan dakwaan ketiga adalah Pasal 156 KUHP. Ketiga dakwaan tersebut
terkait unggahan Jonru lewat fanpage di media sosial Facebook bertajuk Jonru
Ginting, kurun waktu Juli hingga Agustus 2017. Jonru dinilai menyebarkan
ujaran kebencian lewat unggahan-unggahan selama periode tersebut.
2. Buni Yani merupakan seorang peneliti dari Universitas Leiden, Belanda. Sejak
2010, ia mengambil gelar Doktoral sekaligus sebagai peneliti di Faculty of Social
and Behavioral Sciences, Institute of Cultural Anthropology and Development
Sociology, Leiden University. Beliau juga pernah tinggal di Amerika Serikat
Setelah lulus dari Fakultas Sastra Inggris dari Universitas Udayana, Denpasar,
Buni tinggal di Ohio, Amerika Serikat, sejak 2000 hingga 2012 untuk mengambil
gelar master of Arts dalam studi Asia Tenggara dari Ohio University.37
Buni telah aktif sebagai jurnalis sejak sebelum berangkat ke Amerika Serikat.
Sejak 1996 hingga 1999 Buni Yani bekerja sebagai jurnalis untuk Australian
Associated Press (AAP) dan sering menulis tentang isu-isu terkait Asia Tenggara.
Saat tinggal di Amerika Serikat, pria yang tinggal di Depok, Jawa Barat, ini juga
pernah menjadi jurnalis untuk Voice of America (VOA).
Buni diketahui bekerja sebagai dosen di London School of Public Relations
(LSPR), Jakarta, sejak 2004. Namun ia segera mengundurkan diri setelah
mendapat ancaman yang dialamatkan kepadanya melalui kampus. Buni Yani juga
ternyata pernah menjadi pendukung Ahok saat Pilkada DKI Jakarta 2012. Ia
mengaku berubah pandangan terhadap gubernur asal Bangka Belitung tersebut
sejak April 2016, ketika ia menganggap tim Ahok memainkan isu SARA.
37
Artikel diakses pada 02 Juli 2018 dari: https://www.rappler.com/ Indonesia/ berita/ 151457/ profil-
buni-yani.
44
Pada tanggal 8 Oktober 2016, Nama Buni Yani mulai dikenal publik seiring
dengan kasus penodaan agama yang melibatkan mantan Gubernur DKI Jakarta
Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Buni Yani disebut-sebut menyunting video
Ahok soal Al-Maidah 51 sehingga menimbulkan kegaduhan. Buni Yani lalu
dipolisikan oleh Relawan Ahok dari Komunitas Advokat Muda Ahok-Djarot
(Kotak Adja). Postingan Buni Yani dinilai telah menimbulkan polemik di tengah
masyarakat."Ya karena kan pertama kali si orang ini Si Buni Yani setelah dilacak,
ternyata kan timnya lawan sebelah. Ini kan dia juga nyebar nyebar. Kalau kami
kritis orang independen kami biarkan aja, tapi kalau punya preferensi ini kan yang
harus diusut, bahaya isu SARA kalau ini diangkat," kata Guntur di Warung Daun,
Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (8/10/2016). 38
Pada tanggal 10 Oktober 2016, Postingan Buni Yani terkait Video Ahok di
Facebook juga ternyata menuai beragam reaksi. Dia mengaku kerap 'diteror'
apalagi setelah namanya dilaporkan ke polisi sebab dianggap menyunting video
Ahok saat berkunjung ke Kepulauan Seribu."Kami dari HAMI DKI mendampingi
klien kami atas nama Buni Yani melaporkan dua orang yang telah melakukan
pencemaran nama baik melalui media elektronik dan itu kami anggap melanggar
hukum KUHP Pasal 310, 311 dan UU ITE pasal 27 jo pasal 45 yang ancamannya
itu sampai 6 tahun," jelas pengacara Buni, Aldwin Rahadian kepada wartawan di
Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Senin (10/10/2016). Buni Yani melaporkan balik
dua orang yang mempolisikan dirinya. Dalam laporan resmi bernomor
LP/4898/X/2016/PMJ/Ditreskrimsus, Buni Yani melaporkan Ketua Kotak ADJA
Muanas Alaidid dan M Guntur Romli. Pada tanggal 4 November 2016, Buni Yani
mengatakan dirinya ada dalam demonstrasi besar-besaran gabungan Ormas Islam
pada 4 November lalu. Menurut Buni, dirinya ikut berdemo untuk menunjukkan
konsistensinya dalam menegakkan keadilan."Saya ingin menunjukkan kepada
yang berdemo saya ingin menegakkan keadilan. Karena itu perjuangan saya," kata
Buni dalam jumpa pers di Wisma Kodel, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan,
Senin (7/11/2016).39
Pada tangga 10 November 2016, Imbas dari unggahannya di media sosial,
Buni Yani juga dipanggil oleh polisi untuk menjadi saksi dalam kasus yang
38
Artikel diakses pada 02 Juli 2018 dari: https://news.detik.com/ perjalanan -kasus -buni -yani -
sampai- jaksa- menuntut- 2 tahun- bui 39
Artikel diakses pada 02 Juli 2018 dari: https://news.detik.com/ perjalanan -kasus -buni -yani -
sampai- jaksa- menuntut- 2 tahun- bui
45
dihadapi oleh Ahok. Dia dimintai keterangan terkait pidato Ahok yang waktu itu
diduga telah melakukan penistaan agama. Sekitar jam 09.00 WIB. Info awal di
Bareskrim (gedung KKP)," kata Karo Penmas Polri Brigjen Agus Rianto dalam
pesan singkatnya, Kamis (10/11/2016). "Yang di Mabes terkait Pak Ahok. Yang
lain (Buni Yani sebagai terlapor) di Polda," sambung Agus. Buni Yani dianggap
sebagai orang pertama yang menyebarkan video pidato kontroversi Ahok di
Kepulauan Seribu. Dia juga yang menyebarkan transkrip pidato Ahok tersebut
melalui media sosial.
Pada tanggal 15 November 2016, Sejumlah tokoh pun disambangi oleh Buni
Yani dengan harapan mendapat dukungan terhadap kasus yang dialaminya. Salah
satu yang dikunjungi adalah Rachmawati Soekarnoputri. Saat itu dia mendatangi
kediaman Rachmawati bersama pengacaranya Aldwin Rahadian dan senator DPD
Fahira Idris. "Jadi pertama Buni Yani ini banyak teror, kami sudah lapor ke LPSK
(Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban,_red). Jadi jelas ada skenario
pengkambinghitaman. Kami akan beberkan fakta-fakta hukum kalau Pak Buni
bukan orang yang berniat jahat," kata Aldwin.
Pada tanggal 17 November 2016, Pada Polisi telah menetapkan Ahok sebagai
tersangka dalam kasus penodaan agama. Melalui pengacaranya, Buni Yani merasa
puas atas status tersangka yang disematkan kepada Ahok."Pertama kami
mengapresiasi sikap kepolisian yang profesional dan kinerja presiden yang hebat.
Luar biasa karena hukum masih dapat ditegakkan, mereka juga bisa lepas dari
intervensi," kata Aldwin saat dihubungi, Kamis (17/11/2016).40
Pada tanggal 23 November 2016, Tak lama berselang, status tersangka itu juga
disandang oleh Buni Yani. Ditkrimsus Polda Metro Jaya menilai status Buni Yani
di Facebook dapat menimbulkan kebencian dan permusuhan. "Hasil pemeriksaan,
konstruksi hukum pengumpulan alat bukti, malam ini pukul 20.00 WIB dengan
bukti permulaan yang cukup saudara BY kita naikan statusnya sebagai tersangka,"
kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Awi Setiyono dalam jumpa pers di
Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (23/11/2016).
Pada tanggal 5 Desember 2016, Tak terima dirinya menjadi tersangka, Buni
Yani mengajukan gugatan praperadilan. Dia merasa dikriminalisasi atas status
tersangkanya dalam kasus dugaan penyebaran informasi yang mengandung rasa
40
Artikel diakses pada 02 Juli 2018 dari: https://news.detik.com/ perjalanan -kasus -buni -yani -
sampai- jaksa- menuntut- 2 tahun- bui
46
kebencian atau permusuhan berdasarkan SARA sebagaimana Pasal 28 Ayat (2)
UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). "Sekitar
pukul 11.00 WIB, kami daftarkan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan. Kami akan menggugat tentang penangkapan dan penetapan status
tersangka," kata kuasa hukum Buni Yani, Aldwin Rahadian, Senin (5/12/2016).
Pada tanggal 13 Desember 2016, Sidang perdana praperadilan dipimpin oleh
hakim tunggal Sutiyono yang digelar pada Selasa 13 Desember 2016. Agenda
sidang ini merupakan pembacaan surat permohonan praperadilan."Sidang akan
dipimpin hakim tunggal Sutiyono dengan agenda pembacaan surat permohonan
praperadilan," ujar Humas PN Jakarta Selatan Made Sutrisna saat dihubungi
detikcom Senin (12/12/2016) malam.41
Pada tanggal 21 Desember 2016, Hakim tunggal Setiyono menolak
permohonan praperadilan yang diajukan Buni Yani. Penetapan tersangka oleh
polisi telah dinilai telah sah dan sesuai prosedur. "Mengadili, menolak
permohonan praperadilan pemohon untuk seluruhnya," kata hakim Sutiyono
membacakan amar putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera
Raya, Jaksel, Rabu (21/12/2016). "Penetapan tersangka sah karena telah
memenuhi bukti permulaan. Penangkapan juga dapat dilakukan di manapun
termasuk kantor kepolisian usai diperiksa menjadi saksi," sambung Sutiyono.
Pada tanggal 27 Februari 2017, Buni Yani dan pengacaranya Aldwin
Rahadian sempat mengadukan kasusnya ke Komnas HAM. Dia berharap keadilan
atas kasus yang dialaminya.
Dia juga melayangkan surat terbuka Presiden Joko Widodo. Bunyi surat itu
adalah meminta respons Jokowi atas kasus yang dianggap tidak adil dan
merugikan dirinya. "Intinya bahwa kita semua di depan hukum, jadi negara harus
adil kepada semua warga negara. Jadi bagaimanapun juga semua orang itu berhak
mendapat keadilan, semua warga negara itu sama di depan hukum. Kalau di sana
perlakuan A, di sini juga perlakuan harus sama. Itu yang sedang kita
perjuangkan," ujar Buni.
Pada tanggal 10 April 2017, Buni Yani, tersangka kasus UU Informasi dan
Transaksi Elektronik (ITE) dilimpahkan tahap dua ke Kejaksaan Tinggi (Kejati)
Jawa Barat. Namun, karena alasan efisiensi, proses tahap 2 Buni Yani dilakukan
41
Artikel diakses pada 02 Juli 2018 dari: https://news.detik.com/ perjalanan -kasus -buni -yani -
sampai- jaksa- menuntut- 2 tahun- bui
47
di Kejaksaan Negeri (Kejari) Depok. Sebelum diserahkan kepada Kejari Depok,
Buni Yani melakukan pemeriksaan kesehatan di Mapolda Metro Jaya. "Iya, ya,
kami dari Mapolda Metro Jaya tadi. Buni Yani cek kesehatan tadi sebelum ke
mari. Sekarang kita jalani saja proses di sini. Soal ditahan Kejari atau tidak, nanti
kita lihat," sebut Aldwin Rahadian kepada wartawan di Kantor Kejari Depok,
Senin (10/4/2017).
Pada tanggal 8 Mei 2017, Sidang kasus dugaan pelanggaran Undang-Undang
Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan tersangka Buni Yani akan
digelar di Pengadilan Negeri Bandung. Lokasi sidang ini dipindah dari PN Depok.
"Memang sudah ada keputusan dari MA (Mahkamah Agung) pelaksanaan sidang
(Buni Yani) nanti di PN Bandung," ujar Kepala Seksi Penerangan Hukum
Kejaksaan Tinggi Jawa Barat Raymond Ali saat dimintai konfirmasi, Senin
(8/5/2017). 42
Pada tanggal 13 Juni 2017, Sidang perdana digelar pada Selasa (13/6) di PN
Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Jabar. Majelis hakim yang
menyidangkan perkara Buni Yani adalah M Sapto, M Razzad, Tardi, Judjianto
Hadi Laksana, dan I Dewa Gede Suarditha.
Dalam sidang, Buni Yani didakwa menghapus kata 'pakai' dalam video yang
diunggah Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik (Diskominfomas)
Pemprov DKI Jakarta. Video itu berisi tentang pidato yang disampaikan Basuki
Tjahaja Purnama (Ahok) di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. "Terdakwa
didakwa dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun
mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak,
menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu informasi elektronik
dan/atau dokumen elektronik milik orang lain atau milik publik," ucap jaksa Andi
Muh Taufik saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Negeri Bandung,
Jawa Barat, Selasa (13/6/2017).
Pada tanggal 20 Juni 2017, Buni Yani lalu menyampaikan 9 poin eksepsi.
Salah satu poin yang disampaikan adalah Pertimbangan hukum majelis hakim
dalam perkara Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang sudah berkekuatan
hukum tetap. "Dengan eksepsi itu, maka demi tegaknya hukum, mohon kiranya
42
Artikel diakses pada 02 Juli 2018 dari: https://news.detik.com/ perjalanan -kasus -buni -yani -
sampai- jaksa- menuntut- 2 tahun- bui
48
majelis hakim memutuskan untuk menerima dan mengabulkan eksepsi dan
membatalkan surat dakwaan JPU," kata pengacara Buni Yani," Aldwin Rahadian.
Pada tanggal 11 Juli 2017, Majelis hakim Pengadilan Negeri Bandung
menolak eksepsi yang diajukan Buni Yani terhadap dakwaan jaksa dalam perkara
dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Sidang perkara itu pun dilanjutkan. "Keberatan tidak dapat diterima sehingga
sidang dilanjutkan," ucap ketua majelis hakim M Sapto saat membacakan amar
putusannya dalam sidang yang digelar di Gedung Arsip, Jalan Seram, Kota
Bandung, Jawa Barat, Selasa (11/7/2017).43
Pada tanggal 12 September 2017, Yusril Ihza Mahendra dihadirkan sebagai
ahli dalam sidang lanjutan kasus dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi
dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan terdakwa Buni Yani. Yusril menegaskan
posisinya netral terkait kasus itu. "Saya hadir kini sebagai ahli dalam posisi netral,
objektif, dan memberikan keterangan di bawah sumpah. Jangan dianggap orang
memberikan keterangan ahli itu kalau didatangkan oleh penasihat hukum itu
memihak penasihat hukum, kalau didatangkan oleh jaksa memihak jaksa. Tidak
begitu," ucap Yusril sesaat sebelum sidang dimulai di gedung Arsip, Jalan Seram,
Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (12/9/2017).
Pada tanggal 3 Oktober 2017, Hingga akhirnya Buni Yani dituntut oleh jaksa
dengan pidana penjara selama 2 tahun dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan
kurungan. Jaksa menilai Buni Yani terbukti bersalah atas kasus dugaan
pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
"Meminta majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama 2 tahun dan
membayar denda Rp 100 juta atau diganti dengan 3 bulan kurungan," ucap ketua
tim jaksa penuntut umum Andi M Taufik saat membacakan tuntutannya dalam
sidang di Gedung Arsip, Jalan Seram, Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa
(3/10/2017). Buni Yani menanggapi tuntutan dari Jaksa tersebut. Dia merasa
dizalimi dan apa yang disampaikan Jaksa tak berdasarkan azas keadilan.44
43
Artikel diakses pada 02 Juli 2018 dari: https://news.detik.com/ perjalanan -kasus -buni -yani -
sampai- jaksa- menuntut- 2 tahun- bui 44
Artikel diakses pada 02 Juli 2018 dari: https://news.detik.com/ perjalanan -kasus -buni -yani -
sampai- jaksa- menuntut- 2 tahun- bui
49
BAB IV
ANALISIS PERBANDINGAN KASUS DI INDONESIA
A. Analisis Hoax Dalam Perspektif Peraturan Perundang-Undangan dan
Hukum Islam
1. Analisis Perbandingan Hoax Dalam Perspektif Undang-Undang
Dalam perspektif hukum positif undang-undang merupakan
perangkat normatif yang mempresentasikan jiwa dan nilai-nilai sosial dan
hukum dalam masyarakat. Undang-undang adalah perangkat hukum yang
mengatur pelaksanaan kegiatan-kegiatan kenegaraan, mengatur sinergitas
antar lembaga-lembaga negara, filter dalam dinamika politik, mengatur
dinamika kemasyarakatan, sekaligus sebagai sistem nilai yang harus
dijiwai dan diimplementasikan oleh setiap warga negara.
Pasal 28 ayat (2) UU ITE merupakan salah satu peraturan dalam
hukum positif Indonesia yang dipergunakan untuk membatasi perbuatan-
perbuatan yang melanggar di media sosial terkait dengan berita palsu atau
hoax.. Pasal 28 ayat (2) UU ITE berbunyi, „setiap orang dengan sengaja
dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk
menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau
kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan
antargolongan (SARA)‟.1
Ketentuan Pasal 28 ayat (2) UU ITE pada faktanya masih
memerlukan penjelasan terkait maksud dari rasa kebencian tersebut dan
juga terkait dengan perbuatan-perbuatan yang di anggap melanggar
ketentuan pasal tersebut.2 Hal tersebut berguna untuk mencegah adanya
pelanggaran terkait hak kebebasan berpendapat di media sosial dan juga
untuk tidak menimbulkan kesan multitafsir atau norma kabur terhadapan
1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 atas perubahan Undang-Undang No 11 Tahun
2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. 2 Tim Pusat Humas Kementerian Perdagangan RI, 2014, Panduan Optimalisasi Media
Sosial Untuk Kementerian Perdagangan RI, Cetakan I, Kementerian Perdagangan RI, Jakarta
Pusat, h. 26-27
49
50
ketentuan pasal tersebut di masa yang akan datang. Hal tersebut
berdasarkan fakta yang terjadi banyaknya perbuatan-perbuatan yang belum
tentu dapat dianggap melanggar peraturan perundang-undangan. Selain itu
juga perlunya batasan-batasan terkait perbuatan di media sosial. Hal ini
karena setiap perbuatan di media sosial, memungkinkan untuk
memberikan pengaruh bagi opini publik yang berkembang di masyarakat.3
Salah satu kasus yang pernah terjadi yang dapat dikatakan merupakan
suatu pelanggaran hak kebebasan berpendapat dan berekspresi adalah
kasus Prita Mulyasari terhadap Rumah Sakit Omni Internasional.4
Sampai saat ini hoax belum jelas keberadaannya. Selain masih
multitafsir, hoax juga menimbulkan banyak kerugian antar individu
maupun golongan. Banyak orang yang belum menyadari akan hal itu,
sehingga masih banyak yang menganggap bahwa hoax hanya masalah
spele dan tidak ada tindak pidananya. Hoax dalam pasal 28 ayat 2 masih
kurang spesifik. Seharusnya, di dalam pasal tersebut dirincikan kembali
kata per-katanya sehingga lebih mumudahkan pembaca untuk
memehaminya. Seperti, bentuk hoax, macam-macam hoax, dan tindak
pidana hoax.
Pada pelaksanaan penggunaan pasal tersebut di lingkungan
peradilan, para penegak hukum terkhusus hakim, harus menggunakan
penafsiran hukum untuk memberikan pemahaman bahwa suatu perbuatan
telah melanggar pasal tersebut. Penafsiran itu sendiri, menurut Profesor
Mr. D. Simons, syarat pokok untuk melakukan penafsiran terhadap suatu
peraturan perundang-undangan adalah bahwa peraturan tersebut itu harus
ditafsirkan berdasarkan peraturan perundang-undangan itu sendiri. Dalam
menguraikan penafsiran tersebut, tidak boleh mencari bahan-bahan di luar
peraturan tersebut. Pada faktanya, meskipun suatu peraturan perundang-
3 Tim Pusat Humas Kementerian Perdagangan RI, 2014, Panduan Optimalisasi Media
Sosial Untuk Kementerian Perdagangan RI, h. 26-27. 4 Errika Dwi Setya Watie, Jurnal : Komunikasi dan Media Sosial (Communications and
Social Media), Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Semarang. THE MESSENGER,
Volume III, Nomor 1, Edisi Juli 2011
51
undangan itu telah dibentuk dengan mempergunakan kata-kata dan istilah
yang tegas, akan tetapi masih ada kemungkinan untuk memberikan
penafsiran, bahkan dapat menimbulkan keraguan.5
Peraturan merupakan suatu patokan yang dibuat untuk membatasi
seseorang dalam suatu lingkup/ organisasi tertentu. Jika melanggar akan
dikenakan hukuman/sanksi. Begitupun dengan undang-undang,
merupakan suatu pedoman bagi penegak hukum untuk memutuskan suatu
permasalahan. Didalam suatu undang-undang harus mempunyai arti yang
jelas dan penafsirannyapun tidak keluar dari kontens yang ada didalamnya.
Selain itu, perlu juga dijabarkan secara spesifik agar memudahkan
pembaca dalam memahaminya sehingga tidak menimbulkan keraguan
ketika ada suatu kasus terkait dengan isi undang-undang tersebut.6
Ketentuan Pasal 28 ayat (2) UU ITE, pada masa sekarang telah
dipergunakan dalam menyelesaikan kasus-kasus yang terjadi di
masyarakat. Namun yang terkait dengan penggunaannya, menimbulkan
permasalahan tersendiri di masyarakat. Hal ini terbukti dengan banyaknya
perbuatan yang mengandung unsur hoax dan juga kebencian di media
sosial namun tidak bisa ditindak lanjuti. Selain itu, banyaknya perbuatan
yang sebenarnya tidak melanggar ketentuan pasal tersebut, dianggap telah
melanggar pasal tersebut. Hal ini menyebabkan banyaknya pihak-pihak
yang melakukan aksi saling lapor ke pihak kepolisian terkait perbuatan-
perbuatan tersebut yang menyebabkan pihak kepolisian sendiri kesusahan.
Ketentuan pasal yang terkait dengan hal tersebut, masih banyak
yang perlu ditinjau kembali. Melihat kondisi yang saat ini terjadi di sekitar
kita, banyak sekali yang masih menyalah artikan bahkan ada yang belum
mengetahui maksud dari pasal tersebut. Usulan-usulan terkait hal tersebut
yaitu, perlunya dibuat bab khusus untuk perbuatan-perbuatan yang
5 P.A.F. Lamintang, dan C. Djisman Samosir, Delik-delik Khusus Kejahatan yang
Ditujukan Terhadap Hak Milik dan lain-lain Hak yang Timbul dari Hak Milik, (Bandung:
TARSITO Bandung,2011), h. 2. 6 P.A.F. Lamintang, dan C. Djisman Samosir, Delik-delik Khusus Kejahatan yang
Ditujukan Terhadap Hak Milik dan lain-lain Hak yang Timbul dari Hak Milik, h. 3.
52
mengandung pelanggaran unsur SARA di media sosial. Kedepannya akan
lebih baik dalam pembaharuan di masa yang akan datang menggunakan
Surat Edaran Kepolisian terkait rasa kebencian. Dalam surat edaran
tersebut, diberikan pemahaman terkait bentuk-bentuk ujaran kebencian
yang berasal dari KUHP dan juga aturan-aturan lainnya di luar KUHP.
Adapun bentuk-bentuknya yaitu, a) Penghinaan, b) Pencemaran nama
baik, c) Penistaan, d) Perbuatan tidak menyenangkan, e) Memprovokasi, f)
Menghasut, g) Menyebarkan berita bohong. Semua perbuatan tersebut
berkemungkinan menimbulkan diskriminasi, kekerasan, penghilangan
nyawa, dan juga konflik sosial. Ada juga dalam surat edaran tersebut
media yang dapat dimungkinkan dipergunakan untuk melakukan ujaran
kebencian yaitu, 1) Dalam orasi kegiatan kampanya, 2) Spanduk atau
banner, 3) Jejaring media sosial, 4) Penyampaian pendapat di media sosial,
5) Ceramah keagamaan, 6) Media massa atau cetak atau elektronik, 7)
Pamflet.7
2. Analisis Hoax Dalam Perspektif Hukum Islam
Dalam perspektif Islam, menyebarkan hoax termasuk perbuatan
ghibah menceritakan tentang seseorang yang tidak berada di tempat
dengan sesuatu yang tidak di sukainya. Baik menyebutkan aib badannya,
keturunannya, akhlaknya, perbuatanyya, urusan agamanya, dan urusan
dunianya.8 Sebagaimana dalam hadits di jelaskan tentang Ghibah yaitu:
ل هللا صه هللا عهي سهم قم ن أعهم. عه أبي سيسة, أن زس زس : هللا ن ما انغيبت" قه "أتدز
ل ؟ قم "إن كان في ل, قال " ذكسك أخاك بما يكسي " قيم : أفسأيت إن كان في أخي ما أق ماتق
م إن نم يكه في ت.فقد اغتبت. ل, فقد ب ا تق
“Dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda :
Tahukah kalian apa Ghibah itu? Sahabat menjawab Allah dan Rasul-nya
7 P.A.F. Lamintang, dan C. Djisman Samosir, Delik-delik Khusus Kejahatan yang
Ditujukan Terhadap Hak Milik dan lain-lain Hak yang Timbul dari Hak Milik, h. 4. 8 Hassan sa‟udi & Ahmad Hasan Irabi, Jerat-Jerat Lisan. (Solo: Pustaka Arofah, 2004),
h. 14.
53
yang lebih mengetahui. Beliau bersabda : “kamu menyebutkan saudaramu
dengan sesuatu yang ia benci, “ Beliau ditanya : Bagaimana kalau memang
saudaraku melakukan apa yang kukatakan? Beliau menjawab : kalau
memang sebenarnya begitu berarti engkau telah menggibahnya, tetapi jika
apa yang kau sebutkan tidak benar maka berarti engkau telah berdusta
atasnya.9
Berdasarkan Hadist di atas Ghibah di artikan menyatakan tentang
sesuatu yang terdapat pada diri seorang muslim di saat ia tidak berada di
tempat, dan apa yang di sebutkan memang ada pada orang tersebut. Tetapi,
ia tidak suka hal tersebut dinyatakan. Adapun jika yang disebutkan tidak
ada padanya, berarti telah memfitnahnya. Allah Swt tidak menghendaki
umatnya melakukan perkataan dusta dan kebohongan, Islam tidak
menganjurkan fitnah atau berburuk sangka kepada pihak lain. Untuk
itulah, Islam telah menetapkan sejumlah norma kebebasan berbicara,
misalnya: hendaklah pembicaraan yang diucapkan itu pembicaraan yang
baik, bukan perkataan yang kotor dan jorok, bukan pembicaraan yang
menghasut, memfitnah, menjelekkan pribadi seseorang, dan bukan pula
pembicaraan yang menjurus kepada timbulnya dampak curiga-mencurigai.
Hendaklah apa yang dibicarakan itu perkataan yang obyektif dan benar. 10
Apapun yang diucapkan seseorang, harus dipertanggungjawabkan
kebenaran isinya kepada Allah dan manusia.11
Berita yang beredar
memang harus diteliti lagi, Isu dapat membahayakan dan merugikan
banyak orang. Ini sesuai dengan peringatan yang disampaikan Al-Qur‟an.
Dalam hal ini Allah SWT berfirman :
ما بجهت فتصب ا ق ا أن تصيب ا إن جاءكم فا سق بىبإ فتبيى ا انريه ءامى ا عه ما فعهتم يأ ي ح
6ودميه. انحجساة:
9 File mausuu‟atul hadits, Shahih Muslim ; نغيبتا ميسحتب no 2589, Sunan Abu Dawud ; يفب
نغيبتا no 4874, ; نغيبتا يفء ماجاب no 2741, Sunan At-Tirmidzi , ; نغيبتا يفء ماجاب no 1999. 10
Al-Qur‟an dan Tafsir, Kementrian Agama Republik Indonesia, 2003. 11
Basri Iba Asghary, Solusi Al-Qur’an Tentang Problema Sosial Politik Budaya.
(Jakarta: Rineka Cipta, 1994), h. 255.
54
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik
membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak
menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui
keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”. (Al
Hujurat : 6).
Dalam ayat diatas menguraikan bagaimana berlaku dengan sesame
manusia, termasuk kepada orang fasik. Diwali dengan tuntutan bagaimana
menghadapi orang fasik, Allah berfirman, “Wahai orang-orang yang
beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu
berita yang penting, maka janganlah kamu tergesa-gesa menerima berita
itu, tetapi telitilah terlebih dahulu kebenarannya. Hal ini penting dilakukan
agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan atau
kecerobohan kamu mengikuti berita itu yang akhirnya kamu menyesali
perbuataanmu itu yang terlanjur kamu lakukan. Ayat ini juga memberikan
tuntunan kepada kaum muslim agar berhati-hati dalam menerima berita
adalah untuk menghindarkan penyesalan akibat tindakan yang diakibatkan
oleh berita yang belum diteliti kebenaraannya. 12
Dalam ayat diatas juga merupakan pelajaran adab bagi orang yang
beriman dalam menghadapi suatu isu atau berita yang belum jelas
kebenarannya.bahwa dengan tidak menyebarkan berita bohong atau Hoax
merupakan ibadah yang dapat meningkatkan iman jika kita menyebarkan
berita bohong atau Hoax dapat berdampak pada kerusakan hubungan
pribadi dan masyarakat. Penyesalan akan dirasakan pada orang yang
menuduh tanpa meneriksa berita terlebih dahulu. Penyesalan didunia
maupun diakhirat akan ditimpakan kepada orang yang menerima isu
negatif, serta kepada orang yang menyebarkan berita bohong atau Hoax.
Di era sekarang ini, motif di balik hoax yang terbesar adalah bisnis
dan politik. 13
Pengelola media online abal-abal membutuhkan viewer
sebanyak mungkin agar bisa meraup dollar dari iklan Google Adsense.
12
Al-Qur‟an dan Tafsir, Kementrian Agama Republik Indonesia, 2003. 13
Diakses pada 29 Juli 2018 dari https://mti.binus.ac.id/2017/07/03/penyalahgunaan-
informasiberita-hoax-di-media-sosial/
55
Yang penting bisa muncul pada halaman pertama mesin pencari. Yang
mereka pikirkan peringkat di Alexa Rank. Tidak peduli benar salah
kontennya, asalkan bombastis dan berpotensi viral di media sosial pasti
mereka muat. Selain itu, motif untuk menjatuhkan lawan politik baik
tokoh maupun kelompok juga marak. Tujuannya agar sang lawan dibenci
oleh publik. Hal yang semacam inilah yang bisa memecah belah keutuhan
ummat dan bangsa.Dalam hukum positif Indonesia, menyebar hoax
walaupun cuma sekedar iseng mendistribusikan (forward) diancam pidana
penjara enam tahun dan denda Rp 1 miliar. Hal itu termaktub dalam pasal
28 ayat 1 dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU
ITE). Tentu ini tidak main-main. Lalu bagaimana Islam memandang?
Dalam Al-Qur‟an telah jelas diterangkan bahwa berita bohong
adalah modalnya orang munafiq. Sebagaimana Hadist Nabi SAW.
صه هللا عهي سهم عد أخهف قال آيت انمىافق ثالث إ –عه أب سيسة عه انىب إذا ذا حدث كرب ،
إذا اؤتمه خان .زاي انبخاز
Dari Abu Hurairah, bahwa Nabi SAW bersabda, Tanda-tanda
orang munafik ada tiga: jika berbicara dia berdusta, jika berjanji dia
mengingkari, dan jika diberi amanah dia berkhianat (HR. Al- Bukhari).
untuk merealisasikan niat kotor mereka, 14
"Sesungguhnya jika
tidak berhenti orang-orang munafik, orang- orang yang berpenyakit dalam
hatinya dan orang-orang yang menyebarkan kabar bohong di Madinah
(dari menyakitimu), niscaya Kami perintahkan kamu (untuk memerangi)
mereka, kemudian mereka tidak menjadi tetanggamu (di Madinah)
melainkan dalam waktu yang sebentar, dalam Keadaan terlaknat. di mana
saja mereka dijumpai, mereka ditangkap dan dibunuh dengan sehebat-
hebatnya" (QS Al-Ahzaab : 60-61).
Mereka yang diancam akan diperangi dan dimusnahkan oleh Nabi
itu adalah tiga golongan manusia. Pertama, orang-orang munafik yang
selalu menentang Allah secara tersembunyi. Kedua, orang-orang yang
14
Al-Qur‟an dan Tafsir, Kementrian Agama Republik Indonesia, 2003.
56
berpenyakit didalam hatinya, seperti dengki dan dendam yang selalu
menyakiti orang mukmin seperti mengganggu para perempuan. Ketiga,
orang-orang yang menyiar kabar bohong di madinah sehingga menyakiti
Nabi saw, dengan ucapan mereka bahwa Nabi Muhammad saw akan
dikalahkan dan diusir dari madinah dan sebagainya. 15
Para ulama bersepakat akan bathilnya perbuatan membuat berita
bohong, tidak ada ikhtilaf (perbedaan pendapat) mengenai hal itu.16
Akan
tetapi, bagaimana hukumnya bagi yang menyebar? Bagaimana bila
sebenarnya niatnya baik, agar orang tersentuh hidayah, supaya orang
tergerak ukhuwah? Mari kita simak surat Al-Isra‟ ayat 36,”Dan janganlah
kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya
itu akan diminta pertanggungan jawabannnya. Menyebarkan beritaa
kosong dan isu termasuk "qiila wa qaala" (katanya dan katanya)
merupakan sikap yang ditolak dalam Islam dalam kondisi apapun dan
dalam model apapun. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari
Abu Hurairah ra."Dan Rasulullah membenci dari kalian "Katanya dan
katanya", banyak bertanya, dan membuang-buang harta"
Sanksi bagi pelaku penyebaran berita Hoax atau berita bohong
dalam hukum pidana Islam adalah takzir , Para fuqaha mengartikan takzir
dengan hukuman yang tidak ditentukan oleh al-Quran dan Hadis yang
berkaitan dengan kejahatan yang melanggar hak Allah swt dan hak hamba
yang berfungsi sebagai pelajaran bagi terhukum dan pencegahannya untuk
tidak mengulangi kejahatan serupa. Hukuman takzir boleh dan harus
diterapkan sesuai dengan tuntutan kemaslahatan. Para ulama membagi
Jarimah takzir yakni yang berkaitan dengan hak Allah SWT dan hak
hamba.
Yang dimaksud dengan kejahatan yang berkaitan dengan hak Allah
adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan kemaslahatan umum. Seperti
15
Al-Qur‟an dan Tafsir, Kementrian Agama Republik Indonesia, 2003. 16
Diakses pada 26 Juli 2018 dari https://news.detik.com/berita/d-3384868/mui-tanpa-
fatwa-pun-menyebarkan-berita-bohong-dilarang-agama.
57
membuat kerusakan di muka bumi, perampokan, pencurian, perzinaan,
pemberontakan dan tidak taat kepada ulil amri. Sedangkan yang dimaksud
dengan kejahatan yang berkaitan dengan hak individu adalah segala
sesuatu yang mengancam kemaslahatan bagi seorang manusia, seperti
tidak membayar utang dan penghinaan. 17
Syarat supaya hukuman takzir bisa dijatuhkan adalah orang yang
berakal saja. Oleh karena itu, sudah jelas pasti pelaku penyebar berita
Hoax itu adalah orang yang berakal dan orang mukalaf hukuman takzir
bisa dijatuhkan kepada setiap orang yang berakal yang melakukan suatu
kejahatan yang tidak memiliki ancaman hukuman hudud, baik laki-laki
maupun perempuan, muslim maupun kafir, balig atau anak kecil yang
sudah berakal (mumayyiz). Karena mereka semua selain anak kecil adalah
termasuk orang yang sudah memiliki kelayakan dan kepatutan untuk
dikenai hukuman. Adapun anak kecil yang sudah mumayyiz, maka ia di
takzir, namun bukan sebagai bentuk hukuman, akan tetapi sebagai bentuk
mendidik dan memberi pelajaran. 18
B. Analisis Hukum Hoax di Indonesia
Saat ini di Indonesia sedang marak terjadi peristiwa penyebaran
berita palsu atau yang disebut Hoax. Peristiwa penyebaran berita hoax ini
sangat meresahkan masyarakat di Indonesia, karena banyak pihak yang
merasa dirugikan atas peristiwa tersebut. Seiring dengan perkembangan
teknologi, masyarakat semakin mudah mendapatkan informasi apa pun
dari berbagai aplikasi media sosial diantaranya Instagram, LINE, dan
Whatsapp tetapi semakin mudah pula pihak-pihak yang tidak bertanggung
jawab dalam menyebarkan berita hoax. Sebagai bagian dari inovasi
teknologi informasi, media sosial memberikan ruang bagi seseorang untuk
mengemukakan pendapat serta menyuarakan pikirannya yang sebelumnya
mungkin tidak pernah bisa diungkapkan karena keterbatasan wadah untuk
17
Djazuli, Fiqh Jinayah. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), h. 163. 18
Djazuli, Fiqh Jinayah. h. 164.
58
berpendapat. Media sosial juga menjadi ruang ekspresi baru bagi
masyarakat dunia dalam beberapa tahun terakhir ini.19
Dalam sebuah penelitian terbaru yang dilakukan oleh We Are
Social dan Hootsuite, terungkap bahwa masyarakat Indonesia sangat
gemar mengunjungi media sosial.20
Tercatat, setidaknya kini ada sekira
130 juta masyarakat Indonesia yang aktif di berbagai media sosial, mulai
dari Facebook, Instagram, Twitter dan lainnya. Dalam laporan ini juga
terungkap jika pada Januari 2018, total masyarakat Indonesia sejumlah
265,4 juta penduduk. Sedangkan penetrasi penggunaan internet mencapai
132,7 juta pengguna.
Jika membandingkan antara jumlah pengguna internet dengan
pengguna media sosial, ini berarti sekitar 97,9 pengguna internet di
Indonesia sudah menggunakan media sosial. Sedangkan jika dibandingkan
dengan total penduduk Indonesia, ini berarti sekira 48 persen penduduk
Indonesia telah mencicipi media sosial. Mengenai jumlah waktu yang
dihabiskan oleh masyarakat Indonesia, rata-rata setiap harinya satu orang
mengakses sekira 8 jam 51 menit. Sedangkan lama waktu untuk
menggunakan media sosial dari berbagai perangkat mencapai 3 jam 23
menit per hari.
Langkah pemerintah yang harus dilakukan adalah dengan cara
mengedukasi masyarakat untuk lebih memahami kehidupan di dunia maya
sama halnya dengan kehidupan di dunia nyata. Selain itu, pemerintah
harus tegas dalam memblokir akun-akun yang tidak mengedukasi
warganet. Begitupun dengan warganet, harus lebih cerdas dalam memilah
dan memilih berita. Tidak semua berita yang berdar itu positif, tapi tidak
sedikit juga yang negatif.
Media sosial merupakan wadah yang sangat rentan dan sering
digunakan sebagai tempat untuk menyebarkan berita hoax. Banyaknya
pengguna aktif bahkan dapat dikatakan sebagai penggila media sosial di
19 Artikel diakses pada 01 Juli 2018 dari: ravii.staff.gunadarma.ac.id > files > Analisis
Penyebaran Hoax di Indonesia. 20
Artikel diakses pada 02 Juli 2018 dari: http://kominfo.go.id > sorotan_media.
59
Indonesia ini sangat memudahkan pihak penyebar hoax dalam
menjalankan aksinya.21
Dari hasil survey tentang wabah hoax nasional
yang dilakukan oleh Mastel (2017) bahwa channel atau saluran
penyebaran berita atau informasi yang berisi konten hoax tertinggi adalah
dari media social berupa facebook pada urutan tertinggi sebesar 92,40%,
aplikasi chatting 62,80%, dan situs web 34,90%. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan Ruri Rosmalinda (2017) tentang “fenomena Penyesatan
Berita Di Media Sosial” menyatakan bahwa pengaruh perkembangan
teknologi bisa menjadi ancaman global termasuk terhadap Indonesia,
khususnya terkait dengan penyebaran berita bohong (hoax).22
Dunia internet memang sudah tidak asing lagi dikalangan
masyarakat indonesia dari sabang sampai merauke. Bahkan pengguna
internet hampir semua kalangan menggunakannya. Tidak heran jika
banyak media yang beredar dengan kapasitas pengguna yang maksimal. Di
Indonesia saat ini masih banyak yang belum mengetahui terkait dengan
pasal 28 ayat 2 tentang informasi yang transaksi elektronik. Di dalam pasal
tersebut menunjukan bahwa „setiap orang dengan sengaja dan tanpa
hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa
kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat
tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)
dikenakan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Dilihat dari pasal
tersebut, masih belum mendapat penjelasan terkait dengan isi dalam pasal
tersebut, diharapkan penegak hukum dapat menjelaskan arti yang
terkandung di dalamnya dengan tegas dan jelas.
Begitupun tidak sedikit orang yang menyebarkan informasi hoax di
dunia internet, baik facebook, instagram, line, maupun whatsapp.
Sehingga banyak kasus yang terjadi terkait dengan ujaran kebencian yang
21
Artikel diakses pada 01 Juli 2018 dari: ravii.staff.gunadarma.ac.id > files > Analisis
Penyebaran Hoax di Indonesia 22
Artikel diakses pada 01 Juli 2018 dari: ravii.staff.gunadarma.ac.id > files > Analisis
Penyebaran Hoax di Indonesia.
60
di unggah oleh banyak kalangan. Diharapkan pemerintah dengan tegas
mampu mengakan pasal tersebut dan juga dapat memblokir akun-akun
yang dianggap dapat menyebabkan perpecahan antar individu maupun
golongan. 23
23
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 atas perubahan Undang-Undang No 11 Tahun
2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
61
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
1. Hoax menurut undang-undang adalah sesuatu yang merugikan orang
lain di dunia maya maupun di dunia nyata. Sesuai dalam undang-
undang informasi dan transaksi elektronik pasal 28 ayat 2 Undang-
Undang No.19 Tahun 2016 yang dimana isinya adalah barang siapa
yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong yang
ditujukan kepada individu, ras, suku, dan antar golongan, untuk
menimbukan kebencian dan permusuhan maka akan dikenakan pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak satu
milyar rupiah”.
2. Hoax dalam hukum islam termasuk salah satu bentuk haditsul ifki
yang dapat dikenakan hukuman azab yang pedih di dunia dan di
akhirat..”. Penetapan hukuman hoax dengan hukuman dera
berdasarkan qiyas khafi dalam istilah ulama Syafi‟iyah, atau istihsan
dalam istilah ulama Hanafiyah. Illat yang menjadi penyebab analogi
tersebut adalah penyebaran berita bohong yang dapat merugikan orang
lain.
B. Rekomendasi
1. Penegak hukum harus lebih memperhatikan kembali isi pada pasal 28
ayat 2 Undang-Undang No.19 Tahun 2016 Seperti, bentuk hoax,
macam-macam hoax, dan tindak pidana hoax agar mudah dipahami
dan tidak menimbulkan keraguan.
2. Penegak hukum juga perlu memblokir akun-akun yang tidak resmi dan
aplikasi yang tidak berfaedah, untuk membatasi pengguna memahami
dan menyebarkan informasi hoax.
61
62
3. Penegak hukum juga perlu membuat bab khusus untuk perbuatan-
perbuatan yang mengandung pelanggaran unsur SARA di media
sosial. Kedepannya akan lebih baik dalam pembaharuan di masa yang
akan datang menggunakan Surat Edaran Kepolisian terkait rasa
kebencian. Dalam surat edaran tersebut, diberikan pemahaman terkait
bentuk-bentuk ujaran kebencian yang berasal dari KUHP dan juga
aturan-aturan lainnya di luar KUHP. Adapun bentuk-bentuknya yaitu,
a) Penghinaan, b) Pencemaran nama baik, c) Penistaan, d) Perbuatan
tidak menyenangkan, e) Memprovokasi, f) Menghasut, g)
Menyebarkan berita bohong. Semua perbuatan tersebut
berkemungkinan menimbulkan diskriminasi, kekerasan, penghilangan
nyawa, dan juga konflik sosial. Ada juga dalam surat edaran tersebut
media yang dapat dimungkinkan dipergunakan untuk melakukan
ujaran kebencian yaitu, 1) Dalam orasi kegiatan kampanya, 2) Spanduk
atau banner, 3) Jejaring media sosial, 4) Penyampaian pendapat di
media sosial, 5) Ceramah keagamaan, 6) Media massa atau cetak atau
elektronik, 7) Pamflet.
4. Masyarakat pada umumnya harus lebih teliti dalam memilah dan
memilih berita yang belum jelas kebenaraannya. Jangan mudah
terprovokasi dengan informasi yang beredar baik di dunia maya dan
dunia nyata.
5. Khususnya bagi penulis, agar mampu juga menjaga kebenaran
informasi dan dapat membantu penegak hukum untuk meminimalisir
kasus-kasus hoax yang terjadi di Indonesia.
63
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Yatimin, Pengantar Studi Etika. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada,
2006.
Abdillah, Abu, Muhammad, Al-Jami’ Li Ahkam Al-Qur’an. Beirut: Dar al-Kutub
al Ilmiyah, 2006.
Abu, Muhammad, Syuhbah, Kutub Al-Sittah, Terjemahan Ahmad Usman.
Surabaya: Pustaka Progresif, 2016
Aisyah, Nur, Siddiq, Penegakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Berita
Palsu (Hoax) Menurut Undang-Undang No.11 Tahun 2008 Yang Telah
Dirubah Menjadi Undang-Undang No.19 Tahun 2016 Tentang Informasi
Dan Transaksi Elektronik. Lex Et Societatis Vol. V/No. 10/Des/2017.
Al- Hilal, Abu Al-„Asykariy, Al-Faruq Al-Lughat. Beirut: Dar al-Afaq al-Jadidat,
2011.
Al-Qasim, Abu, Muhammad bin Amr Al-Zamakhsyariy Al-Khawarismiy, Al-
Kasysyaf’an Haqaiq al-Tanzil wa Uyun al-Aqawil. Beirut: Dar al-Ma‟rifat,
2013.
Al-Qur’an dan Tafsir, Kementrian Agama Republik Indonesia, 2003.
Al-Sarakhsy, Syamsuddin, Al- mabsuth. Mesir: Dar al-Fikr, 1989.
Al-Su‟ud, Abiy, Tafsir al-allamat abiy Al-Su’ud IV. Libanon: Dar al-Fikr, 2017.
Al-Zyhaily, Wahbah, al-fiqh al-islamy wa Adillatuh. Mesir: Dar al-Fikr, 1985.
Amir, Mafri, Etika Komunikasi Massa. Jakarta: PT.Logos Wacana Ilmu, 2012.
Armawati arbi, Dakwah dan Komunikasi. Tangerang Selatan: UIN Jakarta Press,
2006.
Asmaran, Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1999.
Chazawi, Adami, Tindak Pidana Pers. Bandung:Mandar Maju, 2015.
Chazawi, Adami dan Ferdian, Ardi, Tindak pidana informasi dan transaksi
elektronik. Malang: Media Nusa Creative, 2015.
Chazawi, Adami dan ferdian ardi, Tindak pidana pemalsuan. Jakarta : PT
Rajagrafindo persada, 2016.
64
Djazuli, Fiqh Jinayah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996.
Djatnika, Rahmat, Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1996.
Dwi, Errika, Setya Watie, ”Komunikasi dan Media Sosial (Communications and
Social Media)”, Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Semarang.
THE MESSENGER, Volume III, Nomor 1, Edisi Juli 2011.
Eka, Sutirman, Ardana, Jurnalistik Dakwah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995.
File mausuu‟atul hadits, Shahih Muslim ; لغيبةا ميرحت ب no 2589, Sunan Abu Dawud,
لغيبةا يف ما جاءب no 4874, ; لغيبةا يف ءجابما no 2741, Sunan At-Tirmidzi , ; يف ءجابما
لغيبةا no 1999.
Fatwa Majlis Ulama Indonesia Nomor 24 Tahun 2017 Tentang Hukum dan
Pedoman Bermuamalah Melalui Media Sosial.
Hidayat Taufik, “Hukum Regulasi Media Sosial Terhadap Pengaruh Sosial Berita Hoax”. Ilmu Widya, vol.1 (2016).
https://www.cnnindonesia.com/ jonru-ginting jalani-sidang-perdana-kasus-ujaran
kebencian. Artikel diakses pada 03 Juli 2018.
https://jdih.kominfo.go.id/produk_hukum/view/id/555/t/undangundang+nomor+1
9+tahun+2016+tanggal+25+november+2016
http://www.hoaxbusters.org/hoax10
https://news.detik.com/ perjalanan -kasus – buni -yani -sampai- jaksa- menuntut-
2 tahun- bui. Artikel diakses pada 02 Juli 2018.
https://www.liputan6.com > News > Peristiwa > Ini Posting-an Jonru Ginting
yang Berujung Tersangka. Artikel diakses pada 02 Juli 2018.
http://kominfo.go.id > sorotan_media. Artikel diakses pada 02 Juli 2018.
http://www.liputan6.com > read > Asli atau Hoax? Cek Keaslian Berita dengan 4
Cara ini.
https://www.rappler.com/ Indonesia/ berita/ 151457/ profil-buni-yani. Artikel
diakses pada 02 Juli 2018.
http://ravii.staff.gunadarma.ac.id > files > Analisis Penyebaran Hoax di Indonesia.
65
https://www.Sumberpengertian.com > Homepage > Umum > Pengertian Hoax
dan Asal Usunya.
Iba, Asghary, Basri, Solusi Al-Qur’an Tentang Problema Sosial Politik Budaya.
Jakarta: Rineka Cipta, 1994.
Ja‟far, Abu, Muhammad, Jami’ Al-Bayan. Mesir: Musthafa al-Bab Al-Halabiy,
2013.
Kemenkumham. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik 2016.
Lipursari, Anastasia, Peran Sistem Informasi Manajemen dalam Pengambilan
Keputusan, V, 1 Februari, 2013.
Lamintang, P.A.F dan C. Samosir, Djisman, Delik-delik Khusus Kejahatan yang
Ditujukan Terhadap Hak Milik dan lain-lain Hak yang Timbul dari Hak
Milik. Bandung: TARSITO Bandung,2011.
L.Rivers, William, Cleve Mathews. Rthics For The Media, Terjemahan Arwah
Setiawan. Jakarta:Gramedia, 1994.
Merpaung, Leden, Tindak Pidana Terhadap Kehomatan. Jakarta: PT. Raja
Grafindo, 1997.
Modul diakses pada 04 Juli 2018 dari http:// repository.ut.ac.id. ASIP 4204-M1.
Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Jakarta: Bumi Aksara, 2006.
Musthafa, Ahmad, Al-maraghiy, Al-Jami’ Li Ahkam Al-Qur’an. Beirut: Dar al-
Fikr, 1985.
Novita, Clara, Literasi Media Baru Dan Penyebaran Informasi Hoax studi
Fenomenologi Pada Pengguna Whatsapp Dalam Penyebaran Informasi
Hoax Periode Januari-maret 2015, Tesis Universitas Gadjah Mada, 2016.
Prowirjanto, “Pengaturan Transaksi Elektronik dan Pelaksanaannya di Indonesia
Dikaitkan dengan Perlindungan Konsumen”. Unpad
.ac.id/pjih/article/view/7080 , vol.I, no.35 (2012).
Purwoleksono, Didik, Endro, Seminar Peran Aktif Masyarakat. Jakarta: Raja
Grafindo, 2007.
Putu Laxman, Makna Informasi: Lanjutan dari Sebuah Perdebatan,” dalam
Kepustakawanan Indonesia: Potensi dan Tantangannya, eds. Antonius
66
Bangun dkk. Jakarta: Kesaint-Blanc, 1992.
Rahmi, Rivalina, “Pola Pencarian Informasi di Internet”. Jurnal Teknologi
Pendidikan (14), VII, (2004).
Remmelink, Jan, Hukum Pidana (Komentar atas Pasal-Pasal Terpenting dari
Kitab Undang Undang Hukum Pidana Belanda dan Padanannya dalam
Kitab Undang-Undang Pidana Indonesia). Jakarta : Gramedia Pustaka,
2003.
Republik Indonesia. Undang-Undang RI No.1 Tahun 1946 tentang Peraturan
Hukum Pidana. Penjelasan Umum, Pasal XIV.
Sabiq, al-Sayyid, Fiqh al-Sunnah. Bandung: PT. Al-Ma‟arif, 1976.
Sa‟udi, Hasan dan Hasan, Ahmad, Irabi, Jerat-Jerat Lisan. Solo: Pustaka Arofah,
2004.
Shaleh, Shaleh, Etika Komunikasi Massa. Bandung: Mizan, 2012.
Sidik, S, “Dampak Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)
Terhadap Perubahan Hukum dan Sosial Dalam Masyarakat”.
jurwidyakop3.com/index.php/jurnal-ilmiah/article/view/99/88,vol.1
(2013).
Suhariyanto, Budi, Tindak Pidana Informasi (cyber crime). Depok: Raja Grafindo
Persada, 2013.
Sunarso, Siswanto, Hukum Informasi dan Transaksi Elektronik. Jakarta:
PT.Rineka Cipta, 2009.
Tebba, Sudirman, Hukum Media Massa Nasional. Tangerang Selatan: Pustaka ir
Van, 2007
Tim Pusat Humas Kementerian Perdagangan RI, 2014, Panduan Optimalisasi
Media Sosial Untuk Kementerian Perdagangan RI, Cetakan I,
Kementerian Perdagangan RI, Jakarta Pusat, h. 26-27.
Ya‟kub, Hamzah, Publistik Islam teknik Dakwah dan Leadership. Diponegoro:
Mizan, 1973.
Zorkoczy, Peter, Information Technology: An introduction. London: Pitman
Publishing, 1990.
67
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Husnul Hotimah, Dilahirkan di
Kota Cilegon, tepatnya di Kp.
Randakari Desa Suka Sari,
Kecamatan Ciwandan pada hari
senin, 09 Oktober 1996. Anak
kedua dari tiga bersaudara
pasangan dari H. Santhoni dan Hj.
Hamdiyah. Peneliti
menyelesaikan pendidikan di
Sekolah Dasar di SDN Jangkar di Kecamatan Ciwandan, Kota Cilegon pada tahun
2008. Pada tahun itu juga penulis melanjutkan Pendidikan di Pondok Pesantren
Al-Hasyimah selama 6 tahun, dan selesai pada tahun 2014. Pada tahun 2014
penulis melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi negeri, tepatnya di
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Syariah dan Hukum
Jurusan perbandingan Mazhab dan Hukum. Penulis menyelesaikan kuliah strata
satu (S1) pada tahun 2018, dan insya allah akan melanjutkan strata dua (S2) pada
tahun 2019.