http
TRANSCRIPT
Pulau Sipadan
Sipadan adalah sebuah pulau di negara bagian Sabah, Malaysia. Letaknya tak jauh dari
pulau Kalimantan/Borneo (di sebelah utara pulau Tarakan, Kalimantan Timur).
Pulau ini merupakan salah satu pulau yang dipersengketakan antara Indonesia dan Malaysia.
Dan melalui Mahkamah Internasional, pulau ini beserta Pulau Ligitan diputuskan Malaysia
dianggap lebih dominan daripada Indonesia dalam mengelola pulau ini, kemudian menjadi
bagian wilayah Malaysia pada tahun 2003 akan tetapi ICJ gagal dalam menentukan batas di
perbatasan laut antara Malaysia dan Indonesia di selat Makassar. Di pulau ini masih sering
ditemui penyu-penyu meletakkan telurnya.
Pulau Ligitan
Ligitan adalah sebuah pulau di negara bagian Sabah, Malaysia. Pulau yang terletak 21 mil (34
km) dari pantai daratan Sabah dan 57,6 mil (93 km) dari pantai Pulau Sebatikdiujung timur laut
pulau Kalimantan / Borneo ini luasnya 7,9 Ha.
Pulai ini dari sejarahnya merupakan wilayah kesatuan Republik Indonesia dan
menjadi sengketa wilayah antara Indonesia dan Malaysia. Namun, karena lemahnya
argumentasi hukum Indonesia, pulau ini beserta Pulau Sipadan diputuskan menjadi wilayah
Malaysia pada tanggal 17 Desember 2002 oleh Mahkamah Internasional.
Malaysia, dalam sengketa ini memberikan bukti-bukti: pertama, hak dari kedua pulau tersebut
didasarkan pada beberapa transaksi dari Sultan Sulu hingga Inggris dan terakhir Malaysia.
Kedua, Malaysia mengklaim bahwa Inggris kemudian Malaysia telah melakukan penguasaan
damai secara berkesinambungan sejak tahun 1878. Sementara itu,Belanda, kemudian
Indonesia, telah lama menelantarkan kedua pulau tersebut. Dalam hukum internasional
memang hak atas wilayah dapat diperoleh pihak ketiga apabila wilayah tersebut ditelantarkan
untuk kurun waktu tertentu oleh pemilik aslinya. Perolehan wilayah semacam ini disebut
daluwarsa atau prescription. [1]
Akhirnya, dengan pertimbangan effectivities Malaysia dianggap lebih dominan daripada
Indonesia dalam mengelola pulau ini dengan baik sehingga pulau ini diserahkan
padaMalaysia akan tetapi ICJ gagal dalam menentukan batas di perbatasan laut antara
Malaysia dan Indonesia di selat Makassar. [2][3] [4] dan menjadi terkenal karena keindahan
alamnya. Selain itu di pulau ini juga masih sering ditemui penyu-penyu meletakkan telurnya.
Sengketa Sipadan dan LigitanSengketa Sipadan dan Ligitan adalah persengketaan Indonesia dan Malaysia atas pemilikan
terhadap kedua pulau yang berada di Selat Makassar yaitu pulau Sipadan(luas: 50.000 meter²)
dengan koordinat: 4°6′52,86″LU 118°37′43,52″BT dan pulau Ligitan (luas: 18.000 meter²)
dengan koordinat: 4°9′LU 118°53′BT . Sikap Indonesia semula ingin membawa masalah ini
melalui Dewan Tinggi ASEAN namun akhirnya sepakat untuk menyelesaikan sengketa ini
melalui jalur hukum Mahkamah Internasional
Kronologi sengketa
Persengketaan antara Indonesia dengan Malaysia, mencuat pada tahun 1967 ketika dalam
pertemuan teknis hukum laut antara kedua negara, masing-masing negara ternyata
memasukkan pulau Sipadan dan pulau Ligitan ke dalam batas-batas wilayahnya. Kedua negara
lalu sepakat agar Sipadan dan Ligitan dinyatakan dalam keadaan status status quo akan tetapi
ternyata pengertian ini berbeda. Pihak Malaysia membangun resor parawisata baru yang
dikelola pihak swasta Malaysia karena Malaysia memahami status quo sebagai tetap berada di
bawah Malaysia sampai persengketaan selesai, sedangkan pihak Indonesia mengartikan
bahwa dalam status ini berarti status kedua pulau tadi tidak boleh ditempati/diduduki sampai
persoalan atas kepemilikan dua pulau ini selesai. Sedangkan Malaysia malah membangun
resort di sana SIPADAN dan Ligitan tiba-tiba menjadi berita, awal bulan lalu. Ini, gara-gara di
dua pulau kecil yang terletak di Laut Sulawesi itu dibangun cottage. Di atas Sipadan, pulau
yang luasnya hanya 4 km2 itu, kini, siap menanti wisatawan. Pengusaha Malaysia telah
menambah jumlah penginapan menjadi hampir 20 buah. Dari jumlahnya, fasilitas pariwisata itu
memang belum bisa disebut memadai. Tapi pemerintah Indonesia, yang juga merasa memiliki
pulau-pulau itu, segera mengirim protes ke Kuala Lumpur, minta agar pembangunan di sana
disetop dahulu. Alasannya, Sipadan dan Ligitan itu masih dalam sengketa, belum diputus siapa
pemiliknya.Pada tahun 1969 pihak Malaysia secara sepihak memasukkan kedua pulau tersebut
ke dalam peta nasionalnya
Pada tahun 1976, Traktat Persahabatan dan Kerja Sama di Asia Tenggara atau TAC (Treaty of
Amity and Cooperation in Southeast Asia) dalam KTT pertama ASEAN di pulau Bali ini antara
lain menyebutkan bahwa akan membentuk Dewan Tinggi ASEAN untuk menyelesaikan
perselisihan yang terjadi di antara sesama anggota ASEAN akan tetapi pihak Malaysia menolak
beralasan karena terlibat pula sengketa dengan Singapura untuk klaim pulau Batu Puteh,
sengketa kepemilikan Sabah dengan Filipina serta sengketa kepulauan Spratley di Laut Cina
Selatan dengan Brunei Darussalam, Filipina, Vietnam, Cina, dan Taiwan. Pihak Malaysia pada
tahun 1991 lalu menempatkan sepasukan polisi hutan (setara Brimob) melakukan pengusiran
semua warga negara Indonesia serta meminta pihak Indonesia untuk mencabut klaim atas
kedua pulau.
Sikap pihak Indonesia yang ingin membawa masalah ini melalui Dewan Tinggi ASEAN dan
selalu menolak membawa masalah ini ke ICJ kemudian melunak. Dalam kunjungannya
ke Kuala Lumpur pada tanggal 7 Oktober 1996, Presiden Soeharto akhirnya menyetujui usulan
PM Mahathir tersebut yang pernah diusulkan pula oleh Mensesneg Moerdiono dan Wakil
PM Anwar Ibrahim, dibuatkan kesepakatan "Final and Binding," pada tanggal 31 Mei 1997,
kedua negara menandatangani persetujuan tersebut. Indonesia meratifikasi pada tanggal 29
Desember 1997 dengan Keppres Nomor 49 Tahun 1997 demikian pula Malaysia meratifikasi
pada 19 November 1997.
Keputusan Mahkamah Internasional
Pada tahun 1998 masalah sengketa Sipadan dan Ligitan dibawa ke ICJ kemudian pada hari
Selasa 17 Desember 2002 ICJ mengeluarkan keputusan tentang kasus sengketa kedaulatan
Pulau Sipadan-Ligatan antara Indonesia dengan Malaysia. Hasilnya, dalam voting di lembaga
itu, Malaysia dimenangkan oleh 16 hakim, sementara hanya 1 orang yang berpihak kepada
Indonesia. Dari 17 hakim itu, 15 merupakan hakim tetap dari MI, sementara satu hakim
merupakan pilihan Malaysia dan satu lagi dipilih oleh Indonesia. Kemenangan Malaysia, oleh
karena berdasarkan pertimbangan effectivity (tanpa memutuskan pada pertanyaan dari perairan
teritorial dan batas-batas maritim), yaitu pemerintah Inggris (penjajah Malaysia) telah
melakukan tindakan administratif secara nyata berupa penerbitan ordonansi perlindungan
satwa burung, pungutan pajak terhadap pengumpulan telur penyu sejak tahun 1930, dan
operasi mercu suar sejak 1960-an. Sementara itu, kegiatan pariwisata yang dilakukan Malaysia
tidak menjadi pertimbangan, serta penolakan berdasarkan chain of title (rangkaian kepemilikan
dari Sultan Sulu) akan tetapi gagal dalam menentukan batas di perbatasan laut antara Malaysia
dan Indonesia di selat Makassar.
TANGGAPAN
kasus lepasnya Sipadan dan Ligitan tersebut menjadi pelajaran berharga. Malaysia menang karena secara intensif memberi perhatian terhadap pulau itu. Mereka mendirikan bangunan sebagai simbol bahwa mereka telah ‘’merawat’’ dan menjadi pemilik pulau indah itu.
Pelajaran dari kasus ini, kita tidak boleh kehilangan perhatian terhadap aset yang kita miliki. Garis perbatasan yang berpotensi dicaplok Malaysia harus kita jaga dengan penuh perhatian. Kalau kita kurang perhatian terhadap Ambalat, laut kaya itu pun bisa lepas dari milik kita.
Lepasnya Pulau Sipadan dan Lingitan ini sebenarnya peringatan penting bagi pemerintah untuk lebih memperhatikan pulau-pulau kecil yang berserakan.
Indonesia memiliki 17.506 pulau. Sebagian pulau sudah berpenghuni dan bernama. “tapi masih banyak yang kosong dan belum dinamai”. Yang paling dikhawatirkan tentu saja pulau-pulau yang berbatasan dengan negara lain.
Kita sebagai warga negara yang baik pasti akan marah apabila kebudayaan kita yang bagus telah dirampas oleh bangsa lain sperti Malaysia. Kita tidak ingin kebudayaan kita terus dirampas oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Kita harus partisipasi dalam mempertahankan wilayah maupun kebudayaan Indonesia agar tidak dirampas lagi oleh orang-orang yang buruk.
Pemerintah pun harus tegas dalam menangani masalah yang serius ini pemerintah harus bertindak cepat untuk membawa masalah ini menjadi reda. Jangan takut dengan masalah yang apabila kita merasa benar.
Daftar Pustaka :http://rizkyalfiranda.blogspot.com/2011/10/sengketa-lepasnya-pulau-sipadan-dan.html
http://tussadiahhalima.wordpress.com/2013/01/10/lepasnya-pulau-sipadan-dan-lingitan-dari-nkri/
http://bumisetrojenar.blogspot.com/2013/06/lepasnya-pulau-sipadan-ligitan-dari.html
http://bryantobing01.blog.com/indonesia-malaysia-dalam-perebutan-pulau-sipadan-dan-ligitan/
http://planet-berita.blogspot.com/2011/12/pulau-sipadan.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Ligitan
http://id.wikipedia.org/wiki/Sengketa_Sipadan_dan_Ligitan
http://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Sipadan