hubungan antara kecerdasan emosi dengan …eprints.ums.ac.id/54567/11/02. naskah publikasi karya...
TRANSCRIPT
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN PERILAKU
ALTRUIS PADA REMAJA
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I
pada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Disusun oleh :
MUHAMMAD HENDRIK VIDYANTO
F100110182
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017
i
HALAMAN PERSETUJUAN
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN PERILAKU
ALTRUIS PADA REMAJA
PUBLIKASI ILMIAH
Diajukan oleh :
MUHAMMAD HENDRIK VIDYANTO
F100110182
Telah di priksa dan disetujui untuk di uji oleh oleh :
Dr.Wiwien Dinar Pratisti, M.Si
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam naskah publikasi ini tidak
terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu
perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis
diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya di atas,
maka akan saya pertanggungjawabkan sepenuhnya.
.
Surakarta, 21 April 2017
Penulis
Muhammad Hendrik Vidyanto
F100110182
1
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN PERILAKU
ALTRUIS PADA REMAJA
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1). Hubungan antara kecerdasan
emosi dengan perilaku altruis pada remaja 2). Tingkat perilaku altruis pada remaja
3). Tingkat kecerdasan emosi pada remaja 4). Mengetahui sumbangan efektif
kecerdasan emosi terhadap perilaku altruis pada remaja. Hipotesis yang diajukan
adalah ada hubungan positif antara kecerdasan emosi dengan perilaku altruis pada
remaja. Subjek penelitian ini adalah siswa dan siswi usia 16-18 tahun di SMA
Negeri 1 Polanharjo. Teknik pengambilan sampel digunakan dalam penelitian ini
adalah cluster random sampling yaitu teknik pengambilan sampel berdasarkan
satuan-satuan sampel tidak terdiri dari individu-individu melainkan dari
kelompok-kelompok individu atau cluster sebanyak 62 orang. Metode penelitian
ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan alat ukur skala psikologi. Alat
ukur yang digunakan skala perilaku altruis dan skala kecerdasan emosi. Data
dianalisis dengan menggunakan teknik korelasi product moment dari Pearson.
Berdasarkan hasil analisis data diperoleh koefisien korelasi (r) sebesar 0,550
dengan sig = 0,000 < (0,01) artinya ada hubungan positif yang sangat signifikan
antara kecerdasan emosi dengan perilaku altruis.Variabel kecerdasan emosi
mempunyai rerata empirik (RE) sebesar 96,00 dan rerata hipotetik (RH) sebesar
80 yang berarti kecerdasan emosi subjek penelitian tergolong sedang. Variabel
perilaku altruis memiliki rerata empirik (RE) sebesar 101,42. Rerata hipotetik
(RH) skala perilaku altruis sebesar 80 yang berarti perilaku altruis subjek
tergolong tinggi. Sumbangan efektif variabel kecerdasan emosi terhadap perilaku
altruis sebesar 30,25%. Hal ini berarti masih terdapat 60,75% faktor lain yang
mempengaruhi perilaku altruis di luar variable kecerdasan emosi
Kata kunci: Perilaku Altruis, Kecerdasan Emosi, Remaja
THE RELATION BETWEEN EMOTION INTELLIGENCE WITH THE
BEHAVIOR ALTRUIST IN ADOLESCENT
Abstract
The purpose of this research is to know: 1). The relationship between emotional
intelligence and altruistic behavior in adolescents 2). Level of altruistic behavior
in adolescents 3). Level of emotional intelligence in adolescents 4). Knowing the
effective contribution of emotional intelligence to altruistic behavior in
adolescents. The hypothesis is that there is a positive correlation between
emotional intelligence and altruist behavior. Subjects used in this research were
male and female students aged 16-18 years at high school Negeri 1 Polanharjo.
The sampling technique used in this research is cluster random sampling, the
sampling technique based on sample units is not composed of individuals but
from individual groups or clusters of 62 people. A method of this study used a
quantitative approach with a measuring instrument psychological scale. A
measuring instrument used scale altruist behavior and scale of emotion
2
intelligence.Data analyzed using correlation technique product moment of
pearson. Based on the analysis of data obtained by the correlation coefficient (r)
of 0,550 with sig = 0.000 <(0.01) means there is a significant positive relationship
between emotional intelligence and altruist behavior. Emotional intelligence
variables have the empirical mean (RE) of 96.00 and the mean hypothetical (RH)
of 80, which means the emotional intelligence research subjects classified
average. Variable altruist behavior has the empirical mean (RE) of 101.42. The
mean hypothetical (RH) altruist behavior scale of 80, which means altruistic
behavior of the subject is high. Effective contribution of emotional intelligence to
the variable altruist behavior amounted to 30.25%. This means there are 60.75%
other factors affecting the altruistic behavior outside variables emotional
intelligence
Keywords: Altruistic Behavior, Emotional Intelligence, adolescent
1. Pendahuluan
Budaya Indonesia sangat menjunjung tinggi perilaku tolong - menolong,
sangat ironis jika realitas yang terjadi menunjukan hal yang sebaliknya, perilaku
individu jauh dari nilai-nilai reflektif budaya. Nilai-nilai dasar dalam masyarakat
seperti sifat dan perilaku sopan santun, kebersamaan, gotong royong, dan tolong
menolong seiring dengan berkembangnya jaman mulai luntur dan bahkan telah
diabaikan oleh sebagian masyarakat terutama kalangan remaja. Sekolah
merupakan sarana mengenyam pendidikan dalam meningkatkan kehidupan yang
lebih baik. Sekolah Menengah Atas rata-rata di tempati oleh siswa dengan rentang
umur 15-18 tahun dan bisa dikatakan usia remaja. Pada masa remaja inilah terjadi
peralihan antara masa anak-anak menuju masa dewasa dan terdapat perubahan-
perubahan yang muncul dimana perubahan tersebut meliputi perubahan pada
aspek fisik, kognitif dan psikososial (Papalia & Feldman, 2013)
Salah satu tugas perkembangan remaja yang diungkapkan oleh Havighurst
(dalam Agustiani, 2009) menuntut individu untuk dapat mencapai tingkah laku
sosial yang bertanggung jawab. Individu remaja diharapkan untuk belajar
berpartisipasi sebagai individu dewasa yang bertanggung jawab dalam kehidupan
masyarakat dan mampu menjunjung nilai-nilai masyarakat dalam bertingkah laku.
Berikut adalah beberapa contoh fenomena yang ada pada remaja pada akhir-akhir
ini yaitu seperti dilansir oleh aqlislamiccenter.com Jakarta pada 18 Juli 2014 lalu.
Penggalangan dana yang dilakukan siswa-siswi MTsN 32, Jakarta Selatan untuk
3
memberikan bantuan dana dan terkumpul sebesar Rp. 16.516.000,- dalam rangka
kepedulian terhadap Gaza lewat Spirit of Aqsa (SoA), sebuah unit lembaga AQL
(Ar-Rahmān Quranic Learning Center) yang memfokuskan pada penyaluran
bantuan untuk masyarakat Palestina. Selanjutnya pada bulan mei tahun 2016 yang
dilakukan oleh Anak anak SMA Negeri 3 Yogyakarta, yang merayakan
kemenangan dan kelulusan UN tahun 2016 Sebagai bentuk wujud syukur. Siswa
SMAN 3 rayakan kelulusan dengan membagikan nasi bungkus kepada masyarakat
sekitar SMAN 3 Yogyakarta. Tradisi ini sudah berjalan selama bertahun-tahun.
Tanpa adanya Konvoi & tanpa corat-coret". (tersatu.com 05 - 9 - 2016)
Fenomena di atas merupakan salah satu contoh bahwa remaja ikut
berpartisipasi terhadap sesama dalam hal tolong menolong atau dalam istilah
psikologi disebut dengan perilaku prososial. Perilaku prososial mencakup
tindakan: sharing (membagi), kerjasama, menyumbang, menolong, kejujuran,
kedermawanan, serta mempertimbangkan hak dan kesejahteraan orang lain
(Dayakisni & Hudaniyah, 2009) Perilaku prososial itu sendiri dimotivasi oleh
altruisme. Altruisme yaitu minat yang tidak mementingkan diri sendiri untuk
menolong orang lain. Walaupun remaja sering kali digambarkan sebagai
seseorang yang egosentris dan egois atau mementingkan diri sendiri, tingkah laku
altruisme pada remaja juga terhitung cukup banyak. Timbal balik dan pertukaran
juga merupakan bagian dari altruisme Brown (dalam Santrock, 2003).
Sehubungan dengan hal itu ada beberapa fakta yang kurang mendukung
terhadap perilaku-perilaku menolong yang seharusnya ada pada remaja yaitu.
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu murid sekolah SMA N 1
Polanharjo kelas XII ketika berada di dalam kelas mereka kurang begitu akrab dan
kurang saling mengenal satu sama lain dengan baik. Di kelas para siswa juga
membentuk kelompok masing-masing tak jarang mereka merasa kurang begitu
peduli dengan satu sama lainya sehingga mereka merasa lebih asik bergaul dengan
kelompok/grobolanya masing-masing. Padahal hubungan pertemanan merupakan
salah satu faktor yang menunjang perilaku altruism. Hasil wawancara dengan
salah satu anak kelas XI menunjukan bahwa di antara mereka jarang sekali ikut
berkumpul bersama dengan anak- anak kelas lain atau dengan jurusan yang lainya
4
di lihat dari hasil wawancara tersebut siswa di sini kurang adanya hubungan yang
baik di antara para siswa dan juga kurangnya keakraban sehingga terkadang
mereka tidak terlalu peduli.
Hasil dari wawancara dengan salah satu guru BK ( kesiswaan ) di
dapatkan informasi bahwa anak–anak di sekolah SMA N 1 Polanharjo ini
memang tidak semua bersikap individual tetapi hanya sebagian saja. Anak di
didik untuk selalu menciptakan suasanan damai dan juga saling tolong menolong
meskipun ada sebagian anak yang berkelahi itu wajar karena masih anak remaja
yang susah diatur dan labil. Di sini juga ada kegiatan ekstra kulikuler agar para
murid dapat saling membantu kompak dan tolong menolong seperti pramuka,
PMI dan lain - lain tandasnya. Menurut Diastuti (dalam Dazeva & Tarmidi, 2012)
kegiatan ekstrakurikuler dapat mencegah siswa melakukan tindakan yang
menjurus kepada hal-hal yang negatif.
Pada salah satu aspek perilaku altruisme adalah. Empati, yaitu
kemampuan merasakan, memahami dan peduli. Tetapi beberapa fakta tersebut
adalah bukti bahwa remaja pada sekarang mengalami rendahnya perilaku
altruisme karena tidak terlihat salah satu aspek perilaku altruisme di dalamnya.
Penting sekali bahwa remaja saat ini memiliki perilaku altruis karena salah satu
tugas perkembangan remaja adalah di tuntut untuk dapat mencapai tingkah laku
sosial yang bertanggung jawab. Namun pada kenyataanya banyak remaja yang
kurang peduli terhadap lingkunganya dalam sosial bermasayarakat maupun di
lingkungan sekolah. Hilangnya perilaku altruis pada remaja di sebabkan oleh
rendahnya kecerdasan emosi pada remaja saat ini.
Istilah altruisme (altruism) kadang-kadang digunakan secara bergantian
dengan tingkah laku prososial. Tetapi altruisme yang sejati adalah kepedulian
yang tidak mementingkan diri sendiri melainkan untuk kebaikan orang lain
(Baron dan Byrne, 2005). Ciri-ciri orang yang mempunyai altruis yaitu adanya
empati, yaitu kemampuan merasakan, memahami dan peduli terhadap perasaan
yang dialami orang lain, Sukarela yaitu tidak ada keinginan untuk mendapatkan
imbalan, Keinginan untuk memberi bantuan kepada orang lain yang
5
membutuhkan meskipun tidak ada orang yang mengetahui bantuan yang telah
diberikannya.
Myers (Sarwono & Meinarno, 2012) mengungkapkan faktor dari dalam
diri yang mempengaruhi perilaku altruis yaitu suasana hati, sifat, jenis kelamin,
dan tempat tinggal. Baron dan Byrne (2005) juga mengungkapkan salah satu
faktor disposisional yang menyusun kepribadian altruis adalah empati. Goleman
(Sabiq & Djalali, 2012) mengatakan bahwa faktor empati merupakan kemampuan
untuk ikut merasakan perasaan atau pengalaman orang lain, yang merupakan
aspek dari kecerdasan emosi.
Selain faktor-faktor yang sudah disebutkan diatas, kecerdasan emosi juga
merupakan salah satu faktor yang memediasi terjadinya perilaku altruisme
(Zeidner dalam Nadhim, 2013). Menurut Baron (Sarwono & Meinarno, 2012)
emosi seseorang dapat mempengaruhi kecenderungan untuk menolong,
menurutnya emosi positif secara umum meningkatkan tingkah laku menolong.
Dari beberapa komponen latar belakang tersebut (empati, kemampuan mengenali
emosi diri sendiri, dan mengelola emosi) jadi ada kaitan antara kecerdasan emosi
dengan perilaku altruis yaitu bahwa kecerdasan emosi dapat mempengaruhi
seseorang dalam melakukan tindakan menolong.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Jayanti (2015) menunjukan
adanya hubungan positif antara kecerdasan emosi dengan perilaku altruistik pada
siswa - siswi pramuka dan juga kecerdasan emosi memberikan sumbangan
terhadap perilaku altruis sebesar 47% sedangkan 53% di pengaruhi faktor-faktor
lain. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Agustin (Andromeda, 2014)
menjelaskan bahwa kemampuan berempati memberikan sumbangan terhadap
perilaku altruisme sebesar 47% sedangkan sisanya sebesar 53% dipengaruhi
faktor-faktor lain seperti: suasana hati, meyakini keadilan dunia, dan faktor
sosiobiologis. Kecerdasan emosi menentukan potensi individu untuk mempelajari
keterampilan-keterampilan praktis yang didasarkan pada lima unsurnya:
kesadaran diri, motivasi, pengaturan diri, empati, dan kecakapan dalam membina
hubungan dengan orang lain (Goleman, 2001).
6
Goleman (2009) menyebutkan bahwa seseorang yang memiliki
kecerdasan emosi adalah dapat mengenali emosi orang lain, yaitu kemampuan ini
disebut empati, yakni kemampuan yang bergantung pada kesadaran diri emosional
kemampuan ini merupakan ketrampilan dasar dalam bersosial. Orang yang
memiliki kecerdasan emosi yang tinggi lebih mampu menangkap sinyal-sinyal
sosial tersembunyi yang mengisyaratkan apa yang dibutuhkan orang atau
dikehendaki orang lain. Penelitian yang dilakukan oleh Carmeli (2003)
menunjukkan adanya hubungan positif kecerdasan emosional dengan perilaku
altruistik pada manajer senior (dalam Shadiqi, 2013). Pendapat Batson (Shabiq &
Djalali, 2012) bahwa berdasarkan beberapa penelitian mengenai perilaku
prososial, menemukan adanya hubungan erat antara perilaku menolong dan
kecerdasan emosional, khususnya empati. Berdasarkan Penelitian yang dilakukan
oleh Chin (2011) mengungkapkan bahwa altruisme memiliki hubungan yang
positif dan signifikan dengan kecerdasan emosional
Arbadiati (2007) berpendapat bahwa individu yang memiliki kecerdasan
emosi memiliki kemampuan dalam merasakan emosi secara tepat sehingga
memberikan kemudahan dalam menjalani kehidupan sebagai makhluk sosial.
Berdasarkan uraian di atas dapat diajukan rumusan masalah, yaitu “apakah ada
hubungan antara kecerdasan emosi dengan perilaku altruis pada remaja ?”
Hipotesis penelitian ini yaitu “Ada hubungan positif antara kecerdasan
emosi dengan perilaku altruis” artinya semakin tinggi kecerdasan emosi maka
perilaku altruis akan semakin tinggi, sebaliknya semakin rendah kecerdasan emosi
maka perilaku altruis juga akan semakin rendah.
2. Metode Penelitian
Penelitian dilakukan di SMA N 1 Polanharjo populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh siswa-siswi SMA N 1 Polanharjo yang berjumlah 600 siswa
sampel yang digunakan berjumlah 62 subjek.Teknik pengambilan sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cluster random sampling yaitu
teknik pengambilan sampel berdasarkan satuan-satuan sampel tidak terdiri dari
individu-individu melainkan dari kelompok-kelompok individu atau cluster
7
(Hadi, 2002), dimana dalam pengambilan subjek didasarkan usia 16-18 tahun,
yang masih aktif sekolah di SMA N 1 Polanharjo. Sampel yang digunakan
berjumlah 62 subjek laki-laki dan perempuan.
Tabel 1. Distribusi karasteristik subjek menurut jenis kelamin
Kelas Jenis kelamin Jumlah Prosentase
XI IPA 2 Laki-laki 7 11.30%
Perempuan 14 22,58%
XI IPA 3 Laki-laki 7 11,30%
Perempuan 13 20,96%
XI IPA 4 Laki-laki 8 12,90%
Perempuan 13 20,96%
Total 62 100%
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala pengukuran
psikologi. Ada dua skala yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu skala
kecerdasan emosi disusun berdasarkan aspek Goleman (2009) dan skala perilaku
altruis disusun berdasarkan aspek Myers dan Samphson (Garliah dan Wulandari,
2003). Sebelum data digunakan untuk pengukuran, terlebih dahulu dilakukan uji
validitas dengan meminta 3 dosen dari Fakultas Psikologi Universitas
Muhammadiyah Surakarta sebagai rater. Pada skala kecerdasan emosi dari 38
aitem diujikan maka diperoleh 32 aitem yang valid, sedangkan skala perilaku
altruis dari 36 aitem yang diujikan diperoleh 32 aitem yang valid.
Penelitian ini menggunakan try out terpisah sehingga pengambilan data
dilakukan dua kali. Pengambilan data pertama digunakan untuk menguji reabilitas
skala, sedangkan pengambilan data yang kedua untuk menguji hipotesis.
Pengujian reliabilitas dengan rumus Alpha Cronbach. Dari hasil pengujian
reliabilitas kecerdasan emosi diperoleh angka 0,772 sedangkan hasil reliabilitas
dari perilaku altruis diperoleh angka 0,751 Pengambilan data dilakukan pada
tanggal 19 januari 2017 sampai dengan 20 januari 2017 dengan membagikan skala
penelitian kepada 62 subjek secara langsung. Dari total keseluruhan skala yang
dibagikan terkumpul kembali dan memenuhi syarat untuk dilakukan scoring dan
8
dianalisi. Pemberian score atau penilaian didasarkan jawaban subjek dan
memperhatikan aitem yaitu favourable dan unfavourable yang bergerak dari
angka 1 sampai 4.
Teknik analisis data yang digunakan dengan korelasi product moment
Pearson yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan emosi
dengan perilaku altruis pada remaja.
3. Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis data uji Product Moment diperoleh nilai
koefisien korelasi r sebesar 0,550 dan sig. (1-tailed) = 0,000; p<0,01. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa adanya hubungan positif yang sangat signifikan
antara kecerdasan emosi dengan perilaku altruis. Dengan demikian semakin tinggi
kecerdasan emosi maka akan semakin tinggi perilaku altruis pada siswa - siswi
SMA N 1 Polanharjo, sebaliknya semakin rendah kecerdasan emosi maka akan
rendah perilaku alruistik pada siswa - siswi SMA N 1 Polanharjo. Berdasarkan
teori yang dikemukakan oleh Abraham (dalam Chin, 2011) kecerdasan emosi
dapat meningkatkan perilaku altruis individu. Menurut Arbadiati (2007) bahwa
individu yang memiliki kecerdasan emosi memiliki kemampuan dalam merasakan
emosi, mengelola dan memanfaatkan emosi secara tepat sehingga memberikan
kemudahan dalam menjalani kehidupan sebagai makhluk sosial (dalam Sabiq &
Djalali, 2012).
Menurut Zeidner, (Nadhim, 2013) bahwa kecerdasan emosional
merupakan salah satu faktor yang dapat memediasi terjadinya perilaku altruisme.
Menurut Batson, (Sabiq & Djalali, 2012) berdasarkan beberapa penelitian
mengenai perilaku prososial, menemukan adanya hubungan erat antara perilaku
menolong dengan kecerdasan emosional khususnya empati. Artinya, orang yang
empatinya lebih tinggi cenderung mudah menolong orang lain. Sebaliknya, orang
yang empatinya lebih rendah, lebih sedikit kemungkinannya menolong orang lain.
Kecerdasan emosi menentukan potensi kita untuk mempelajari ketrampilan-
keterampilan praktis yang didasarkan pada lima unsurnya: kesadaran diri,
9
motivasi, pengaturan diri, empati, dan kecakapan dalam membina hubungan
dengan orang lain (Goleman, 2001).
Pada kategorisasi variabel kecerdasan emosi diketahui bahwa kecerdasan
emosi memiliki rerata empirik (RE) sebesar 96,00 dan rerata hipotetik (RH)
sebesar 80 dengan rincian, subjek yang berada di kategori sangat rendah sebesar
0%, siswa yang termasuk kategori rendah sebesar 0%, siswa dalam kategori
sedang sebesar 67,75% (42 siswa ), sedangkan untuk kategori tinggi sebesar
25,80% (16 siswa), dan siswa yang kecerdasan emosinya berada di kategori
sangat tinggi sebesar 6,45% (4 siswa). Hasil penelitian tersebut menunjukkan
bahwa kecerdasan emosi siswa sebagian besar termasuk dalam kategori sedang.
Kecerdasan emosi berkembang sejalan dengan perkembangan fisik dan mental
yaitu dari lingkungan masyarakat dan lingkungan pendidikan. Dalam faktor
kecerdasan emosi, faktor pendidikan merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kecerdasan emosi. SMAN 1 Polanharjo merupakan sebuah
lembaga pendidikan, menurut Shapiro (Indriani, 2007) pendidikan merupakan
wahana dalam mengenali bentuk emosi dalam diri individu dan lingkungan sekitar
Pada kategorisasi variabel skala perilaku altruis diketahui bahwa variabel
perilaku altruis mempunyai rerata empirik (RE) sebesar 101,42 dan rerata
hipotetik (RH) sebesar 80 dengan rincian, subjek yang berada dikategori sangat
rendah tidak ada (0%), siswa yang termasuk kategori rendah sebesar 0%, siswa
dalam kategori sedang sebesar 35,49% (22 siswa), sedangkan untuk kategori
tinggi sebesar 50% (31 siswa), dan siswa yang perilaku altruisnya berada di
kategori sangat tinggi sebesar 14,51% (9 siswa). Berdasarkan hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa perilaku altruis siswa sebagian besar termasuk
dalam kategori tinggi. Faktor lingkungan dan ada model akan berpengaruh pada
perilaku seseorang dalam bertindak (Sarwono & Meinarno, 2012).
Berdasarkan hasil analisis yang menunjukkan bahwa variabel kecerdasan
emosi memberikan sumbangan efektif sebesar 30,25 % yang di tunjukkan oleh R
Square sebesar 0,550 terhadap variabel perilaku altruis. Hal ini menunjukkan
bahwa kecerdasan emosi mempengaruhi perilaku altruis sebesar 30,25% sehingga
terdapat 60,75 % faktor lain yang mempengaruhi perilaku altruis di SMAN 1
10
Polanharjo selain variabel kecerdasan emosi. Faktor lain yang mempengaruhi
perilaku altruis selain kecerdasan emosi yang diantaranya yaitu faktor dalam diri
seperti kepribadian/sifat, empati, mood dan jenis kelamin. Sedangkan faktor dari
luar seperti adanya norma-norma, dan situasi atau keadaan sekitar
Berdasarkan uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa kecerdasan
emosi memberikan kontribusi terhadap perilaku altruis sehingga dapat dijadikan
tolak ukur dalam perilaku altruis, meskipun masih ada faktor lain yang
mempengaruhi perilaku altruis selain variabel kecerdasan emosional. Pada
penelitian ini memiliki beberapa kelemahan diantaranya seperti subjek penelitian
untuk jumlah sampel masih tergolong sedikit sehingga penelitian selanjutnya
dapat menambah jumlah sampel agar mendapat hasil yang optimal dan juga
kurang adanya generalisasi pada subjek penelitian ini karena peneliti hanya
menggunakan sampel satu kelas ( XI), untuk penelitian selanjutnya hendaknya
menggunakan sampel kelas yang variatif untuk mendapatkan generalisasi yang
baik dan hasil optimal. Kemudian suasana ruangan yang kurang kondusif karena
pada saat penelitian terjadi hujan yang deras dan angin, sehingga dalam mengisi
angket mungkin kurang optimal.
4. Penutup
Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, analisis data yang sudah
diperoleh dan hasil pembahasan yang sudah diuraikan, maka dapat
disimpulkan bahwa :
1) Terdapat hubungan positif sangat signifikan antara kecerdasan emosi
dengan perilaku altruis. Hal ini berarti semakin tinggi kecerdasan emosi
maka semakin tinggi pula perilaku altruis, sebaliknya semakin rendah
kecerdasan emosi maka semakin rendah perilaku altruis. Hal ini
ditunjukkan dengan nilai r = 0,550 p = 0,000 (p < 0,01).
2) Tingkat kecerdasan emosi siswa-siswi di SMA N 1 Polanharjo masuk
dalam kategori sedang. Rerata empirik untuk kecerdasan emosi 96,00.
Rerata hipotetik untuk skala kecerdasan emosi sebesar 80.
11
3) Tingkat perilaku altruis siswa-siswi di SMA N 1 Polanharjo masuk dalam
kategori tinggi. Rerata empirik untk perilaku altruis sebesar 101,42. Rerata
hipotetik skala perilaku altruis sebesar 80.
4) Sumbangan efektif kecerdasan emosional terhadap perilaku altruis adalah
30,25 % yang berarti masih ada 60,75 % faktor lain yang mempengaruhi
perilaku altruis selain faktor kecerdasan emosi
Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan di atas, maka dapat
diajukan beberapa saran yaitu :
1) Bagi pihak sekolah diharapkan mampu melatih siswa untuk meningkatkan
kecerdasan emosi dan perilaku altruisnya dengan cara menciptakan
lingkungan sekolah yang mendukung untuk mengembangkan kemampuan
atau ketrampilan siswa seperti menyediakan berbagai sarana dan prasarana
yang menunjang proses perkembangan dalam bidang akademis maupun
non akademis misalnya bakti sosial, donor darah dan kegiatan sosial
lainya.
2) Bagi para guru diharapkan dapat terus memantau dan juga mendorong
siswa-siswinya untuk lebih mengasah kemampuan kecerdasan emosinya
melalui kegiatan-kegiatan yang lebih positif baik di dalam lingkungan
sekolah maupun kegiatan di luar lingkung sekolah misalnya membuat
penugasan secara berkelompok.
3) Bagi siswa yang kecerdasan emosinya dalam kategori sedang atau tinggi
diharapkan dapat mempertahankan kecerdasan emosinya dengan cara
mengenali kemampuan diri sendiri agar dapat meningkatkan kemampuan
yang ada. Salahsatunya dengan cara mengikuti pelatihan-pelatihan yang
bersifat akademis maupun non akademis yang ada di sekolah seperti
kegiatan ekstrakulikuler sesuai dengan bakatnya sehingga dapat membantu
mempertahankan kecerdasan emosinya
4) Saran bagi penelitian selanjutnya yang tertarik mengangkat tema yang
sama, agar memperoleh hasil penelitian yang lebih optimal. Peneliti dapat
menambahkan variabel lain yang mendukung perilaku altruis, menambah
12
jumlah subjek penelitian dan mengembangkan teori-teori yang ada serta
dapat menggunakan metode penelitian lain.
Daftar Pustaka
Abraham, C. & Shanley, E. (1997). Psikologi Sosial untuk Perawat (Penerjemah:
Leoni Sally Maitimu). Jakarta: EGC
Agustiani, H. (2009). Psikologi Perkembangan Pendekatan Ekologi Kaitannya
dengan konsep diri dan penyesuaian diri pada remaja. Bandung : PT
Refika Editama
Arbadiati, C.W. & Kurniati,T. (2007). Hubungan antara Kecerdasan Emosional
dengan Kecenderungan Problem Focused Coping pada Sales. Pesat, 2(2),
24-27
Andromeda, S. (2014). Hubungan antara Empati dengan Perilaku Altruisme pada
Karang Taruna Desa Pekang. Skripsi. Surakarta: Fakultas Psikologi
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Baron, R. A. & Byrne, D. (2005). Psikologi Sosial. Edisi Kesepuluh (Penerjemah:
Ratna Djuwita). Jakarta: Erlangga
Chin, Susan T.E., Anantharaman R.N. & Tong, David Y.K. (2011). Analysis of
the Level of Emotional Intelligence among Executives in Small and
Medium Sized Enterprises. Journal of Human Resources Management
Research. Malaysia: Multimedia University, 2, (2011), 2-7
Dayakisni, T dan Hudaniah. (2009). Psikologi Sosial. Malang. UMM Press
Dazeva, V. & Tarmidi. (2012). Perbedaan Kecerdasan Emosional Siswa ditinjau
dari Jenis Kegiatan Ekstrakurikuler. Psikologia-online, 7(2), 81-92
Garliah, L. & Wulandari, B. (2003). Hubungan Antara Religiusitas dengan
Altruisme pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara yang Beragama
Islam. Jurnal Pemikiran dan Penelitian Psikologi, 1(2) 115-127.
Goleman, D.(2009). Kecerdasan Emosional : Mengapa EI lebih penting daripada
IQ (Penerjemah: Hermaya, T). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Hadi, S. (2002). Statistik Jilid 2. Edisi Kelimabelas. Yogyakarta: Andi Offset.
http://aqlislamiccenter.com/2014/08/06/siswa-madrasah-peduli-palestina,
(Diakses pada tanggal 27 september 2016)
13
http://www.tersatu.com/2016/05/harus-di-contoh-sman-3-yogyakarta-merayakan-
kelulusan-un-2016-dengan-membagikan-makanan.html, (Diakses pada tanggal 25
september 2016)
Indriyani, Y. (2007). Hubungan antara kecerdasan emosi dengan kemampuan
memecahkan masalah pada sisawa kelas II SMU Piri I Yogyakarta.
Skripsi. Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta
Puspitasari, J.(2015). Hubungan Antara Kecerdasan Emosi Dengan Perilaku
Altruistik Pada Siswa Siswi Anggota Pramuka. Skripsi. Surakarta:
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Nadhim, M.S. (2013). Hubungan Kecerdasan Emosional dan Perilaku Altruis
pada remaja. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Sosial Humaniora UIN
Sunan Kalijaga
Papalia, D., Olds, S., & Feldman., R. (2013). Human Development Perkembangan
Manusia. (ed. 10). Jakarta: Salemba Humanika
Sabiq, Z. & Djalali, M. A. (2012). Kecerdasan Emosi, Kecerdasan Spiritual &
Perilaku Prososial Pondok Pesantren Nasyrul Ulum Pamekasan. Persona
Jurnal Psikologi Indonesia, 1(2), 53-65
Shadiqi, A. (2013). Hubungan Antara Kecerdasan Emosional dengan
Perilaku Pro-Lingkungan serta Perbedaannya Berdasarkan Jenis Kelamin.
Jurnal Ecopsy, 1(1), 1. Kalimantan Selatan: Universitas Lambung
Mangkurat.
Sarwono, S.W. & Meinarno, E, A.. (2012). Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba
Humanika
Taufik. (2012). EMPATI Pendekatan Psikologi Sosial. Jakarta: Rajawali Pers