hubungan antara lingkungan kerja fisik dengan kinerja...
TRANSCRIPT
1
PENDAHULUAN
Ketatnya persaingan di era globalisasi, memacu iklim persaingan di antara
perusahaan- perusahaan menjadi semakin ketat pula. Demi terwujudnya tujuan tersebut salah
satu sumber daya yang berperan penting adalah sumber daya manusia. Tingginya tingkat
persaingan bisnis di era globalisasi ini semakin mendorong kinerja karyawan untuk terus
dijaga kualitasnya bahkan perlu untuk ditingkatkan secara berkesinambungan. Hal tersebut
juga dikemukakan oleh Sudarmanto (2009) bahwa salah satu hal yang mempengaruhi tingkat
keberhasilan perusahaan adalah kinerja karyawan. Kinerja karyawan merupakan aset yang
penting dalam manajemen sumber daya manusia. Hal ini sesuai dengan pendapat Hasibuan
(2001) yang mengemukakan bahwa sumber daya manusia merupakan salah satu aset yang
penting untuk mencapai tujuan organisasi, sehingga membuat organisasi semakin menghargai
rakyat.
Berkaitan dengan sumber daya manusia, maka pada hakikatnya ada faktor-faktor
yang memengaruhi kinerja tersebut antara lain: Faktor internal yang terkait dengan sifat-sifat
seseorang misalnya kinerja baik disebabkan mempunyai kemampuan tinggi dan tipe pekerja
keras. Serta faktor eksternal yang terkait dari lingkungan seperti perilaku, sikap dan tindakan
rekan kerja, bawahan atau pimpinan, lingkungan atau fasilitas kerja dan iklim organisasi.
Adapun salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan adalah lingkungan kerja
fisik. Lingkungan kerja fisik merupakan segala sesuatu yang ada disekitar para pekerja dan
dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas- tugas yang diterimanya, dimana
lingkungan kerja fisik yang baik akan sangat membantu pekerjaan atau karyawan dalam
pekerjaannya (Nitisemo, 1992).
Selanjutnya, sebagai salah satu perusahaan yang mempekerjakan banyak karyawan
PT.Tripilar Beton-Asbestos Cement Industry juga turut menghadapi masalah terkait dengan
kinerja. PT. Tripilar Beton-Asbestos Cement Industry Salatiga merupakan sebuah perusahaan
2
yang bergerak di bidang produksi barang berupa asbes. Perusahaan tersebut mempekerjakan
sebesar 332 orang di bagian produksi. Dalam memenuhi target produksinya maka PT.
Tripilar Beton-Asbestos Cement Industry Salatiga mengharapkan para karyawan dapat
bekerja secara optimal. Karyawan memiliki andil yang besar terhadap kemajuan organisasi
dan memiliki keahlian dalam bidangnya untuk pencapaian tujuan organisasi.
Namun pada kenyatannya seperti yang diungkapkan oleh HRD perusahaan
berdasarkan hasil wawancara pada pertengahan 2013 diungkapkan bahwa, ada beberapa
karyawan bagian produksi yang kinerjanya mulai menurun dan pastinya akan berpengaruh
juga dengan hasil kerja baik ditinjau dari segi kuantitas maupun kualitas barang. Seperti
diungkapkan pihak HRD bahwa dari hasil survei di lapangan maka diketahui bahwa output
dari proses produksi menjadi kurang maksimal. Berdasarkan pengamatan di PT. Tripilar
Beton-Asbestos Cement Industry Salatiga (2012) tampak bahwa lingkungan kerja fisik yang
kurang kondusif membuat kurang nyaman dalam bergerak dan berkomunikasi.
Selain itu, berdasarkan hasil wawancara kepada beberapa karyawan bagian produksi
pada pertengahan 2013 juga diketahui bahwa keberadaan mesin- mesin besar di bagian
produksi menghambat pergerakan karyawan, sementara kendala lain adalah kesulitan dalam
berkomunikasi di antara para karyawan yang disebabkan oleh adanya suara bising yang
ditimbulkan dari mesin tersebut. Agar tetap dapat menjalin komunikasi dengan sesame
karyawan, maka seringkali para karyawan harus berbicara dengan suara yang keras dengan
karyawan lainnya di dalam ruang produksi. Selanjutnya permasalahan yang timbul di ruang
produksi adalah suhu ruangan yang panas. Tingginya temperatur ini membuat karyawan
cepat merasa gerah dan capai.
Salah satu contoh konkritnya seperti dikemukakan Nurmianto (2008) yang
menemukan bahwa kondisi yang panas menyebabkan rasa letih dan kantuk, mengurangi
kestabilan dan meningkatkan jumlah kesalahan dalam bekerja. Adapun fenomena ini senada
3
dengan pendapat Munandar (2001) yang menyatakan bahwa pada hakikatnya kondisi
lingkungan kerja fisik mencangkup penerangan, penggunaan warna, kebisingan dan ventilasi
yang apabila perusahaan dapat mengatur dengan sebaik-baiknya akan dapat meningkatkan
kegairahan kerja karyawan. Saleem (2012) mengemukakan bahwa faktor- faktor lingkungan
fisik seperti temperatur, suara, sirkulasi udara, kelembaban dan perabotan mempengaruhi
produktifitas dan kinerja para karyawan.
Selanjutnya, adapula permasalahan lain yang terjadi di bagian produksi yaitu
hamburan debu bahan baku pembuat asbes mengharuskan karyawan menggunakan masker.
Permasalahan debu di lingkungan kerja menjadikan lingkungan kerja yang tidak sehat karena
berpotensi menimbulkan gangguan penglihatan, pendengaran dan kelelahan. Lingkungan
kerja yang baik akan membawa pengaruh yang baik pula pada semua pihak, baik para
karyawan, pimpinan ataupun pada hasil kerjanya. Hal tersebut sebagaimana diungkapkan
oleh Wignjosoebroto dan Wiranto (2000) bahwa kondisi kesehatan kerja menentukan baik
tidaknya performa kerja karyawan. Melalui penciptaan lingkungan kerja sehat secara tidak
langsung akan mempertahankan atau meningkatkan kinerja karyawan.
Mengacu pada berbagai kondisi riil dari lingkungan kerja fisik tersebut pada
akhirnya membawa dampak negatif bagi karyawan di bagian produksi sehingga kinerja
karyawan juga menjadi kurang optimal. Menanggapi adanya berbagai permasalahan di
lingkungan kerja fisik ruang produksi, maka PT. Tripilar Beton-Asbestos Cement Industry
Salatiga memberikan perhatian khusus pada kinerja karyawan agar dapat menghadapi
perubahan-perubahan, tantangan dan permasalahan yang ada dalam organisasi mencapai
tujuan perusahaan di bidang industri asbes.
Berdasarkan pada beberapa temuan pada penelitian sebelumnya maka diketahui
bahwa pada dasarnya kinerja yang merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang
dicapai seseorang dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
4
diberikan kepadanya,dipengaruhi oleh lingkungan kerja dari indiviidu yang bersangkutan.
Melalui lingkungan kerja fisik yang baik, yang diciptakan oleh perusahaan sangat bermanfaat
bagi kelangsungan hidup dari perusahaan karena tidak jarang terjadi suatu perusahaan gulung
tikar karena adanya lingkungan kerja fisik yang tidak kondusif. Maka dari itu mengingat
adanya kendala- kendala yang ditimbulkan karena kondisi lingkungan kerja fisik dalam suatu
pekerjaan ini, maka penelitian mengenai hubungan antara ligkungan kerja fisik dengan
kinerja karyawan terus dilakukan. Selajutnya, terkait dengan fenomena di lingkunga kerja,
penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul hubungan antara lingkungan kerja
fisik terhadap kinerja karyawan bagian produksi PT. Tripilar Beton-Asbestos Cement
Industry Salatiga Salatiga. Penelitian ini bertujuan mengetahui “Apakah ada hubungan antara
lingkungan kerja fisik terhadap kinerja karyawan bagian produksi PT. Tripilar Beton-
Asbestos Cement Industry Salatiga?” Selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan juga dapat
memberikan manfaat bagi semua pihak seperti : pihak akademisi untuk referensi dan
penambah wawasan bagi penelitian di bidang Psikologi Industri dan Organisasi, pihak
perusahaan terkait dengan manfaat lingkungan kerja fisik bagi kinerja karyawan. Sangatlah
diharapkan melalui hasil penelitian ini, maka pihak perusahaan dapat membangun lingkungan
kerja fisik yang baik yang dapat kinerja karyawan dimasa mendatang, serta pihak terkait
lainnya.
Tinjauan Pustaka
Kinerja Karyawan
Pada suatu kesempatan, Mangkunegara (2011) menyatakan bahwa kinerja berasal dari
kata Job Performance atau Actual Performance yang diartikan sebagai prestasi kerja baik
dari sisi kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Sementara, Soeprihantono
5
(2000) memberi pengertian kinerja sebagai hasil kerja seseorang atau organisasi selama
periode tertentu dibanding dengan berbagai kemungkinan, misalnya standar, target sasaran
atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama. Sedangkan
menurut Anwar (2002), kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai
oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang
diberikan kepadanya. Terkait dengan penilaian hasil maka Simamora (2004) juga
mengatakan bahwa kinerja adalah tingkat pencapaian karyawan atas persyaratan pekerjaan.
Penilaian kinerja pada umumnya mencakup baik aspek kualitatif maupun kuntitatif dari
kinerja pelaksanaan pekerjaan.
Berdasarkan uraian yang dipaparkan oleh beberapa ahli diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa kinerja karyawan adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang
ditelah dicapai oleh seorang karyawan yang dilakukan dalam kurun waktu tertentu, sesuai
dengan tugas dan kewajibannya dalam upaya pencapaian tujuan.
Aspek-aspek Kinerja
Sejumlah teori telah dikembangkan untuk menjelaskan aspek-aspek kinerja. Harbour
(dalam Sudarmanto, 2009) mengemukakan enam aspek kinerja, meliputi:
a. Produktivitas yaitu kemampuan dalam menghasilkan produk barang dan jasa.
b. Kualitas yaitu memproduksian barang dan jasa yang dihasilkan memenuhi standar
kualitas yang telah ditentukan.
c. Ketepatan waktu terkait dengan penggunaan waktu dalam menghasilkan barang dan
jasa.
d. Putaran waktu yaitu waktu yang diperlukan dalam proses perubahan barang dan jasa
hingga sampai pada konsumen.
e. Penggunaan sumber daya dalam menghasilkan produk dan jasa.
6
f. Biaya terkiat biaya yang diperlukan.
Menurut Milkovich dan Boudreau (dalam Wahyuningsih, 2003)beberapa aspek:
a. Tingkat dalam melakukan tugas dan tanggung jawab kinerja
b. Pencapaian sasaran oleh pekerja
c. Persyaratan kerja yang ditentukan.
Selanjutnya, menurut data yang telah didapatkan oleh penulis (2013) di PT. Tripilar
Beton- Asbestos Cement Industry Salatiga ada beberapa aspek kinerja yang menjadi standart
penilaian perusahaan. Peneliti akan menggunakan aspek kinerja secara objektif yang sudah
menjadi standar penilaian perusahaan. Ada 10 aspek kinerja di PT. Tripilar Beton- Asbestos
Cement Industry Salatiga berdasarkan surat keputusan perusahaan nomer FM- HRD- 15 ,
yaitu:
a. Quality orientasi adalah kecakapan untuk mengerjakan tugas dengan tuntas, tepat
waktu dan dengan mutu hasil pekerjaan yang prima atau sesuai, bahkan diatas standar
mutu yang telah ditetapkan.
b. Problem Solving skills adalah kecakapan untuk menganalisa masalah, mengidentifikasi
sumber penyebab masalah dan hubungan antar berbagai faktor masalah, dan kemudian
merumuskan alternatif solusi yang relevan dan aplikatif.
c. Planning Skills adalah kecakapan menyusun perencanaan kerja secara sistematis dan
terjadwal dengan baik; melakukan alikaso sumber daya berdasarkan hasil perencanaan;
serta melakukan monitoring untuk memastikan rencana kerja dapat berjalan dengan
efektif.
d. Teamwork adalah kecakapan untuk melakukan koordinasi dan komunikasi dengan
berbagai pihak terkait; merumuskan tujuan bersama dan berbagai tugas untuk mencapai
sasaran kerja yang telah ditetapkan; serta saling menghargai pendapat dan masukan
guna peningkatan kinerja tim.
7
e. Self Learning Capacity adalah kecakapan untuk melakukan proses pembelajaran aktif,
baik secara mandiri ataupun berkelompok; menunjukan minat yang memadai untuk
terus mengembangkan ketrampilan diri; dan proaktif dalam melakukan sharing
knowledge diantara sesama karyawan.
f. Leadership adalah kecakapan dalam mengorganisir job dan anak buah, memiliki
kewibawaan serta bijaksana.
g. 5R adalah karyawan dapat melaksanakan Ringkas, Rapi, Resik, Rawat dan Rajin.
h. K3 adalah kecakapan karyawan dalam memahami arti penting keselamatan dan
kesehatan kerja serta mengapliksikannya di dalam pekerjaan.
i. Kedisiplinan dan absensi adalah datang tepat waktu, tidak mangkir kerja, taat terhadap
peraturan yang berlaku didalam perusahaan.
j. Loyalitas adalah tidak membocorkan rahasia perusahaan, tidak melakukan kegiatan
yang merugikan perusahaan dan setia terhadap perusahaan.
Berdasarkan uraian di atas, penulis menggunakan aspek kinerja yang dipakai sesuai
dengan standar yang digunakan PT. Tripilar Betonmas-Asbestos Cement Industry Salatiga
nomer FM- HRD- 15. Hal ini dilakukan karena keseluruhan aspek yangdipergunakan oleh
perusahaan menjabarkan secara terperinci aspek-aspek yang dijadikan acuan penilaian kinerja
karyawan di perusahan. Adapun 10 aspek tersebut meliputi yaitu: Quality orientasi, Problem
Solving skills, Planning Skills, Teamwork, Self Learning Capacity, Leadership, 5R (Ringkas,
Rapi, Resik, Rawat dan Rajin), K3 (keselamatan dan kesehatan kerja serta aplikasinya),
Kedisiplinan dan absensi, dan Loyalitas pada perusahaan.
8
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Menurut Saleem (2012) ada dua faktor dari kinerja yaitu: Work Environment
(lingkungan kerja) dan Office Design (Desain kantor).
Menurut Timple (Mangkunegara, 2011) faktor kinerja terdiri dari dua faktor yaitu :
a. Faktor Internal yang terkait dengan sifat-sifat seseorang misalnya kinerja
baikdisebabkan mempunyai kemampuan tinggi dan tipe pekerja keras.
b. Faktor Eksternal yang terkait dari lingkungan sosial seperti perilaku, sikap dan
tindakanrekan kerja, bawahan atau pimpinan, lingkungan fisik yang mencakup fasilitas
kerja dan iklim organisasi.
Dari uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerja adalah lingkungan kerja (lingkungan fisik maupun sosial), desain kantor, faktor
internal, dan faktor eksternal.
Lingkungan Kerja Fisik
Menurut Nitisemito (1992), lingkungan kerja fisik adalah segala sesuatu yang ada
disekitar para pekerja dan dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas- tugas yang
diterimanya, dimana lingkungan kerja yang menyenangkan akan sangat membantu pekerja
atau karyawan dalam pekerjaannya. Sedangkan menurut Sedarmayanti (2001), lingkungan
kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat di sekitar tempat kerja yang
dapat mempengaruhi karyawan baik secara langsung maupun secara tidak langsung.
Selanjutnya Brill (dalam Leblebici, 2012) menyatakan bahwa lingkungan fisik
merupakan salah satu komponen dari ruang kerja yang lebih mengacu pada tampilan dan
rancangan ruang yang mempengaruhi perilaku kerja dari karyawan. Selanjutnya, kondisi
lingkungan kerja fisik mencakup penerangan, penggunaan warna, kebisingan dan ventilasi
yang apabila perusahaan dapat mengatur sebaik-baiknya akan dapat meningkatkan
9
kegairahan kerja karyawan (Munandar, 1998). Pendapat tersebut didukung oleh Jewell dan
Siegalt (1998) yang menyatakan bawa faktor yang mempengaruhi kerja yang berasal dari
lingkungan kerja fisik antara lain suhu tempat kerja, penerangan serta arsitektur, dan
penampilan tempat kerja. Dimana faktor arsitektur dan penampilan tempat kerja tersebut
meliputi ukuran dan tata letak tempat kerja, pembagian ruang kerja, pengaturan kantor dan
ruang dinding.
Dari pendapat para tokoh diatas dapat disimpulkan bahwa lingkungan kerja fisik
diartikan sebagai segala keadaan fisik tempat kerja seperti; tata letak, tingkat kebisingan,
tempertarur dan sirkulasi udara yang dapat mempengaruhi pekerjabaik secara langsung
maupun tidak langsung secara positif dan negatif dalam menjalankan tugas- tugas yang
diterimanya.
Aspek-aspek Lingkungan Kerja Fisik
Tiffin dan Mc Cormick (dalam Widyathama, 2005) menyebutkan beberapa aspek
yang ada dalam lingkungan kerja fisik diantaranya adalah:
a. Peralatan kerja, alat dan bahan yang tersedia merupakan komponen penunjang dalam
pekerjaan.
b. Sirkulasi udara, yang cukup dalam ruangan amat diperlukan terutama jika dalam
ruangan tersebut penuh dengan karyawan.
c. Penerangan bukan hanya dari penerangan lampu saja namun juga penerangan dari
masuknya sinar matahari.
d. Tingkat kebisingan dapat mengganggu konsentrasi dalam melakukan pekerjaan
terutama baik pekerja yang perlu konsentrasi. Kebisingan ini merupakan gangguan
yang harus diperhatikan, seperti suara mesin yang gaduh.
10
e. Tata ruang kerja dimana penataan, pewarnaan, dan kebersihan suatu ruangan kantor
merupakan pengaruh yang cukup besar bagi seorang pegawai dalam melaksanakan
pekerjaannya.
Selanjutnya, Jewell dan Siegeall (dalam Widyathama 2005) menyebutkan aspek-
aspek lingkungan kerja fisik diantaranya:
a. Kebisingan
Kebisingan adalah suara yang diciptakan oleh getaran yang menyebabkan gelombang
berjalan keluar.
b. Tata letak tempat kerja merupakan bagian dari penataan alat- alat kerja yang ada
disekitar tempat kerja.
c. Pembagian tempat kerja dimana satu ruangan kerja dapat dibagi menjadi beberapa
tempat kerja.
d. Usaha mengurangi bahaya dalam usaha- usaha tersebut berpusat pada perlatan kerja,
bahan kerja dan pelaksanaan kerja.
Sementara menurut Brill, dkk. (dalam Leblebici, 2012) ada 8 aspek lingkungan kerja
fisik di antaranya adalah:
a. Furniture adalah perabotan yang dapat mendukung keberlansungan dan kelancaran
proses kerja.
b. Kebisingan kualitas suara yang dapat mengganggu konsentrasi dan berpengaruh pada
tingkat kejenuhan karyawan.
c. Fleksibilitas adalah askses untuk bergerak bagi karyawan saat melakukan aktivitas
pekerjaan dalam ruangan.
d. Kenyamanan adalah situasi dan kondisi ruangan yang dapat memberikan rasa nyaman.
11
e. Komunikasi adalah kualitas komunikasi yang dapat dibangun di antara karyawan dalam
lingkungan pekerjaan.
f. Pencahayaan yaitu segala hal berkaitan dengan tingkat pencahayaan ruangan saat
bekerja.
g. Suhu yaitu segala hal terkait dengan tingkat temperature dan tingkat kelembaban yang
dapat mempengaruhi minta dan semangat karyawan dalam bekerja.
h. Kualitas udara berkaitan dengan sirkulasi udara dalam ruangan.
Berdasarkan beberapa penjabaran aspek lingkungan kerja fisik, penulis memilih
menggunakan aspek yang diungkapkan oleh Brill, dkk (dalam Leblebici, 2012), karena
mencakup keseluruhan aspek lingkungan kerja fisik dari beberapa pendapat yang ada.
Beberapa lingkungan kerja fisik tersebut, di antaranya mencakup beberapa hal seperti:
Furniture, Kebisingan, Fleksibilitas, Kenyamanan, Komunikasi, Pencahayaan, Suhu, dan
Kualitas udara.
Hubungan Antara Lingkungan Kerja Fisik dan Kinerja Karyawan
Lingkungan kerja fisik merupakan segala sesuatu yang ada disekitar para pekerja dan
dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas- tugas yang diterimanya, dimana
lingkungan kerja fisik yang baik akan sangat membantu pekerjaan atau karyawan dalam
pekerjaannya (Nitisemo, 1982). Hal ini sesuai dengan pendapat Sundastrom (dalam Saleem,
2012) Kebanyakan orang menghabiskan sekitar 60 persen dari hidupnya dalam lingkungan
kerja fisik yang sangat mempengaruhi perilaku, moral mereka, kemampuan dan kinerja.
Lingkungan kerja yang menyenangkan bagi karyawan melalui pengikatan hubungan
yang harmonis dengan atasan, rekan kerja, maupun bawahan, serta didukung oleh sarana dan
prasarana yang memadai yang ada di tempat bekerja akan membawa dampak yang positif
bagi karyawan, sehingga kinerja karyawan dapat meningkat. Hal ini sesuai dengan pendapat
12
Roelofsen (dalam Saleem 2012), bahwa salah satu kebutuhan manusia yang fundamental
adalah sebuah lingkungan kerja yang memungkinkan orang untuk melakukan pekerjaan
mereka secara optimal di bawah kondisi nyaman.
Selanjutnya lingkungan kerja ini membentuk persepsi karyawan yang akan
memengaruhi kinerjanya. Hal ini juga senada dengan pernyataan Streers & Porter (1985)
yang menyatakan bahwa persepsi terhadap lingkungan kerja sebagai hal- hal karakteristik
yang dipersepsikan individu dalam organisasi. Persepsi dapat mempengaruhi tingkah laku
individu di dalam suatu organisasi.
Sementara persepsi terhadap kondisi lingkungan kerja fisik mencangkup penerangan,
penggunaan warna, kebisingan, dan ventilasi yang apabila perusahaan dapat mengatur dengan
sebaik- baiknya akan dapat meningkatkan semangat kerja karyawan (Munandar,1998).
Sebagaimana diungkapkan oleh Saal & Kight (1995) bahwa aspek pencahayaan
mempengaruhi kinerja karyawan. Menurut Handoko (1986) menyebutkan bahwa lingkungan
kerja yang sehat akan dapat menjaga kesehatan karyawan dari gangguan penglihatan,
pendengaran dan kelelahan. Lingkungan kerja yang baik akan membawa pengaruh yang baik
pula pada semua pihak, baik para karyawan, pimpinan ataupun pada hasil kerjanya (Anoraga,
1992). Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa lingkungan kerja yang baik, dapat
meningkatkan kinerja individu untuk menjadi lebih baik, demikian sebaliknya jika
lingkungan kerja buruk dapat menghambat kinerja individu. Secara menyeluruh berdasarkan
uraian tersebut maka penulis mengembangkan hipotesa penelitian yaitu:
H1 : Ada hubungan yang positif dan signifikan antara lingkungan kerja fisik dengan
kinerja karyawan PT. Tripilar Beton-Asbestos Cement Industry Salatiga
13
METODE
Penelitian “Hubungan yang antara lingkungan kerja fisik dan kinerja karyawan PT.
Tripilar Beton-Asbestos Cement Industry Salatiga “ adalah penelitian kuantitatif. Lokasi
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah PT. Tripilar Beton-Asbestos Cement
Industry Salatiga, dengan sampel 100 orang karyawan bagian produksi. Teknik pengumpulan
data dalam penelitian menggunakan Teknik insidental sampling atau secara kebetulan saja
yang bisa ditemui (Supramono, 1993).
Selanjutnya, skala kinerja yang digunakan untuk mengukur kinerja karyawan akan
diungkap berdasarkan 10 aspek kinerja yang menjadi standar penilaian perusahaan PT.
Tripilar Betonmas-Asbestos Cement Industry Salatiga nomer FM- HRD- 15, yaitu: Quality
orientasi, Problem Solving skills, Planning Skills, Teamwork, Self Learning Capacity,
Leadership, 5R ( Ringkas, Rapi, Resik, Rawat dan Rajin), K3 (keselamatan dan kesehatan
kerja ), kedisiplinan dan absensi, dan loyalitas.
Sementara untuk mengukur skala Lingkungan Kerja Fisik, dalam penelitian ini
menggunakan komponen dari lingkungan kerja fisik yang diungkapkan oleh Brill, dkk
(dalam Leblebici, 2012) aspek lingkungan kerja fisik mencakup: Furniture, Kebisingan,
Fleksibilitas, Kenyamanan, Komunikasi, Pencahayaan, Suhu, dan Kualitas. Sebelum data
dianalisis lebih lanjut, maka terlebih dahulu dilakukan uji beda dan reliabilitas alat ukur.
Uji Beda Item dan Reliabilitas Alat Ukur
Pada penelitian ini, penulis tidak melakukan uji beda item dan uji reliabilitas alat ukur
Kinerja karyawan karena diambil berdasarkan data yang diperoleh dari pihak HRD
perusahaan terhadap karyawan. Hal ini mengindikasikan bahwa alat ukur kinerja merupakan
alat ukur yang baku dan yang digunakan dalam perusahaan untuk mengukur kemampuan
seseorang dalam mengatasi tatangan dalam kehidupan. Namun pada alat ukur lingkungan
14
kerja fisik, penulis melakukan uji beda item dan uji reliabilitas alat ukur. Uji beda dan uji
reliabilitas angket dilakukan dengan menggunakan SPSS 17.0. Dari 34 item Lingkungan
Kerja Fisik ada 8 item yang tidak valid, sehingga hanya ada 26 item yang valid. Validitas
item bergerak dari 0,317 sampai dengan 0,638. Batas item valid > 0,3 (Azwar, 2008).
Selanjutnya nilai alpha cronbach = 0,886 yang berada pada kategori BAGUS (Azwar, 2008).
Artinya Angket Lingkungan Kerja Fisik ini reliabel.
HASIL
Analisis Deskriptif
Analisa deskriptif dilakukan untuk melihat hasil penelitian berdasarkan rata-rata
(mean), standart deviasi, nilai maksimal dan minimal. Darihasil penelitian yang telah
dilakukan, maka didapat rata-rata dari masing-masing variabel, sebagai berikut:
a. Lingkungan Kerja Fisik
Berdasarkan angket lingkungan kerja fisik terdapat 26 item valid. Berdasarkan hasil
analisa dari angket lingkungan kerja fisik di dapat skor tertinggi adalah 104 dan skor terendah
adalah 26. Berikut adalah rumus pengkategorian tinggi rendahnya atau interval lingkungan
kerja fisik:
Interval ijmlkategor
endahjmlskortertinggijmlskorter
= = 19,5
15
Tabel 4.2
Lingkungan Kerja Fisik
Skor Kriteria F % Min Max Mean
26 < x < 45,5 Sangat tidak
bagus
2 2,6% 36
45,5 < x < 65 Tidak bagus 17 22.10%
65 < x < 84,5 Bagus 52 68,42% 69,6842
84,5 < x <104 Sangat bagus 5 6,88% 95
Jumlah 76 100 SD = 9,82678
Dari tabel di atas, diketahui bahwa sebanyak 52 karyawan beranggapan bahwa
lingkungan kerja fisik mereka bagus. Sedangkan sebanyak 2 karyawan menganggap
lingkungan kerja fisik mereka sangat tidak bagus. Skor tertinggi pada kategori sangat bagus
dan skor terendah berada pada kategori sangat tidak bagus. Selengkapnya dapat dilihat pada
tabel di atas.
b. Kinerja Karyawan
Angket kinerja karyawan disusun berdasarkan 10 item penilaian yang ditetapkan oleh
perusahaan. Pengkategorian tinggi rendahnya kinerja karyawan pada PT. Tripilar Betonmas-
Asbestos Cement Industry Salatiga dilakukan berdasarkan pengkategorian yang dilakukan
oleh perusahaan. Perusahaan menetapkan bahwa skor tertinggi dari penilaian kinerja
karyawan adalah 100 dan skor terendahnya adalah 0, dengan 5 kategori yaitu sangat baik,
baik, cukup, kurang baik, dan tidak baik. Berikut adalah tabel hasil pengkategorian:
Tabel 4.3
Interval Kinerja Karyawan
Skor Kriteria F % Min Max Mean
0 ≤ X < 20 Tidak baik 0 0
20 ≤ X <40 Kurang baik 0 0
40 ≤ X < 60 Cukup 30 39,47% 50
60 ≤ X < 80 Baik 41 53,95% 63,5
80 ≤ X ≤ 100 Sangat baik 5 6,58% 94
Jumlah 76 100 SD = 9,09285
x = Kinerja Karyawan
16
Dari tabel di atas, diketahui bahwa rata-rata responden Kinerja Karyawannya berada
pada kategori baik. Nilai tertinggi berada pada kategori sangat baik dan nilai terendah pada
kategori cukup. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel di atas.
Uji Korelasi
Uji Asumsi
Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji one sample-
Kolmogrov Smirnov. Uji normalitas hanya dilakukan pada angket lingkungan
kerja fisik. Hasil uji normalitas terhadap sampel yang berasal dari karyawan
PT. Tripilar Betonmas, didapat nilai Kolmogrov Smirnov angket lingkungan
kerja fisik 0,800 (p > 0,05) sedangkan nilai Kolmogrov Smirnov angket kinerja
karyawan sebesar 1,259 (p > 0,05). Syarat data normal adalah p > 0,05. Hal ini
berarti data responden berdistribusi normal. Hasil uji normalitas dan grafik uji
normalitas dapat dilihat pada lampiran.
Uji Linearitas
Uji linearitas dilakukan untuk melihat data linear atau tidak. Uji
linearitas dilakukan dengan melihat nilai F. Nilai F = 0,557 (p > 0,05), hal ini
berarti uji linearitas terpenuhi.
Uji Korelasi
Berdasarkan pada perhitungan Uji korelasi yang digunakan adalah uji korelasi
pearson product momment. Dari output SPSS terlihat bahwa nilai r = 0,026 (p >
0,05). Melihat hasil perhitungan tersebut H0 diterima dan Hi ditolak. Ini berarti
17
disimpulkan bahwa ada tidak hubungan yang positif dan signifikan antara llingkungan
kerja fisik dengan kinerja karyawan produksi PT. Tripilar Betonmas-Asbestos Cement
Industry Salatiga. Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.
Pembahasan
Dengan menggunakan teknik korelasi pearson product momment yang dianalisa
melalui SPSS (Statistical Product and Sevice Solution) versi 17.0 windows yang merupakan
program (software) khusus pengolahan data statistik untuk ilmu sosial, diperoleh uji korelasi
sebesar 0,026 (p > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang positif dan
signifikan antara lingkungan fisik dan kinerja karywan bagian produksi PT. Tripilar
Betonmas-Asbestos Cement Industry Salatiga.
Berdasarkan uji korelasi tersebut maka diketahui tidak ada hubungan antara
lingkungan kerja fisik dengan kinerja karyawan produksi PT. Tripilar Betonmas-Abestos
Cement Industry Salatiga. Hasil penelitian tersebut dipengaruhi beberapa hal yang di
antaranya; Pertama, setiap karyawan menganggap bahwa lingkungan kerja fisik perusahaan
dipersepsikan sebagai lingkungan yang memang seharusnya demikian, untuk memenuhi
harapan mereka sehingga tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja.
Kedua, lingkungan kerja fisik bukan satu-satunya penentu yang dapat mendorong
karyawan bekerja lebih produktif dalam mencapai kinerja yang lebih baik. Hal ini
dimungkinkan karena karyawan telah memiliki kompetensi yang sesuai untuk bidang
produksi dan dalam proses produksi lebih mengutamakan aplikasi kompetensi yang
dimilikinya. Pada kasus tersebut menunjukan bahwa faktor internal lebih berpengaruh pada
diri individu karyawan bidang produksi dibandingkan dengan faktor eksternal (lingkungan
kerja). Hasil temuan tersebut senada dengan pendapat Mangkunegara (2011) yang
menyatakan bahwa kinerja lebih dipengaruhi oleh faktor kemampuan.
18
Ketiga, sebagian besar karyawan produksi merupakan orang Jawa/ orang yang telah
tinggal di pulau Jawa untuk kurun waktu lebih dari sepuluh tahun maka budaya “nrimo” telah
mengakar dalam sikap dan perilaku para karyawan. Konsep “nrimo” ini menyebabkan
karyawan merasa nyaman dengan lingkungan yang tersedia dan tidak menimbulkan banyak
tuntutan, sehingga mereka tetap dapat bekerja dengan situasi dan kondisi lingkungan fisik
kerja yang ada. Hal tersebut senada dengan pendapat Azwar (2012) yang menyatakan bahwa
faktor budaya merupakan salah satu faktor yang memengaruhi sikap seorang individu.
Adapun hal tersebut terjadi saat seseorang yang mengutamakan hidup dalam budaya
kelompok. Maka sikap mereka terhadap suatu hal akan cenderung mengikuti apa yang dianut
dalam kelompoknya, sehingga dapat dikatakan bahwa orang tersebut lebih mementingkan
sikap yang ada pada kelompoknya dari pada persespi secara pribadi.
Selanjutnya faktor yang menyebabkan tidak adanya hubungan antara lingkungan
kerja fisik dan kinerja kemungkinan adalah faktor tim. Berdasarkan pada hasil wawancara
yang peneliti lakukan pada sejumlah karyawan, maka diketahui bahwa karyawan bagian
produksi memiliki kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh rekan dalam satu
tim, kepercayaan terhadap sesama anggota tim, kekompakan dan keeratan anggota tim.
Melalui adanya iklim kerja yang terbangun di antara karyawan ini, maka merasa nyaman
dengan lingkungan sosialnya. Hal tersebut terlihat pada alat ukur kinerja karyawan memiliki
nilai rata-rata sebesar 63,5 yang masuk dalam kategori baik. Hasil penelitian ini juga sejalan
dengan penelitian Durotolu (2000) yang mengungkapkan bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara lingkungan kerja dan kinerja seluruh staf akademik.
Jadi secara umum dapat disimpulkan bahwa lingkungan kerja karyawan tidak
berhubungan dengan kinerja karyawan. Hasil temuan ini berbeda dengan apa yang telah
dinyatakan bahwa lingkungan kerja fisik merupakan segala sesuatu yang ada disekitar para
pekerja dan dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas- tugas yang diterimanya,
19
dimana lingkungan kerja fisik yang baik akan sangat membantu pekerjaan atau karyawan
dalam pekerjaannya (Nitisemo, 1982).
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisa data penelitian, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Tidak ada hubungan signifikan antara lingkungan kerja fisik dengan kinerja karyawan
produksi. Hal tersebut berarti tinggi rendahnya persepsi terhadap lingkungan fisik
tidak mempengaruhi tinggi rendahnya kinerja karyawan PT. Tripilar Betonmas-
Asbestos Cement Industry.
2. Alat ukur kinerja karyawan memiliki nilai rata-rata sebesar 63,5 yang baik.
3. Kinerja karyawan produksi PT. Tripilar Betonmas-Abestos Cement Industry Salatiga
terpenuhi yang termasuk dalam kategori baik.
Saran
Dengan hasil penelitian di atas, maka peneliti mengajukan saran bagi beberapa pihak
sebagai berikut :
1. Bagi Perusahaan
a. Perusahan memberikan kesempatan kepada setiap karyawan untuk dapat
meningkatkan kualitas dan kuantitas kerjanya dengan cara memberi tugas-tugas
yang lebih menantang, agar dapat mencapai prestasi kerja.
b. Perusahaan memberi bagi karyawan untuk melakukan kompetisi dalam
meningkatkan prestasi melalui pembagian kelompok-kelompok kerja dengan
mempertimbangkan waktu, biaya dan hasil kerja secara kuantitas dan kualitas.
c. Perusahaan memberikan reward kepada para karyawan yang berprestasi, dapat
berupa sertifikat, hadiah liburan atau voucher.
20
2. Bagi Karyawan
a. Karyawan menerima tantangan yang di berikan perusahaan dan berinisiatif untuk
meningkatkan kualitas dan kualitas kerjanya.
b. Karyawan membuat kelompok-kelompok kecil dan bersaing dengan kelompok
lainnya untuk melakukan kompetisi dalam meningkatkan prestasi.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Bagi penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut
dengan meneliti faktor-faktor lain yang memiliki hubungan yang erat dalam
menentukan variasi pada variabel kinerja . Faktor-faktor tersebut seperti: faktor
komponen metode beban kerja, lingkungan sosial, orientasi pendapatan, dan lain
sebagainya
Daftar pustaka:
Azwar, S. (2008). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Liberty.
________. (2010). Metode penelitian. Yogyakarta: Pustaka pelajar.
________. (2012). Sikap Manusia dan Pengukurannya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Durotolu, A. O. (2000). Administrative environment as a factor of academic staff
performance in College of Education in Kwara State, Nigeria. Unpublished Ph.D.
Thesis, University of Ibadan, Ibadan, Nigeria.
Handoko, H. (1995). Manajemen Personalia dan Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi
Kedua. Yogyakarta: BPFE.
Hasibuan, M. S.P. (2001). Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Revisi: Bumi Aksara.
21
Jewel, L.N., & Siegal M. (1998). Psikologi Industri Organisasi Modern. Edisi 2 (terjemahan:
Pudjaatmaka) Jakarta: Arcan.
Leblebici, D. (2012). Impact of WorkPlace Quality on Employee’ Productivity in Pakistan:
Case Of Study On Bank in Turkey. Jornal of Business, Economic and Finance vol 1,
no 1, hal 41- 42.
Mahmudi. 2005. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: AMP YKPN
Mangkunegara, A.A.A.P. (2011). Psikologi Perusahaan. Bandung: Trigenda Karya.
Munandar, A.S. (2001). Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: Universitas Indonesia.
Mulyana, D. (2001). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung : Remaja Rosdakarya
Nitisemito, A. S. (1992). Manajemen Personalia. Jakarta: PT. Grasindo
Nurmianto, E. (2008) . Ergonomi konsep dasar dan aplikasinya. Jakarta: Guna Widjaya.
Saal, F, E., & Knight, P. A. (1995). Industrial Organizational Psychology: Science and
Practices. California: Pasific Group. Brooks/ Cole Publising Company.
Saleem, A .(2012). Impact of Internal Physical Environment on Academicians’ Productivity
in Pakistan: Hinger Education Institutes Perspectives. Europan Jornal of Business
and Management vol 4, no 2, hal 46-48.
Sedarmayanti. (2001). Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung: Mandar
Maju.
Soeprihanto, J. (2000). Manajemen Sumber Daya Manusia. Universitas Terbuka, Jakarta:
Karunika.
Sudarmanto. (2009). Kinerja dan Pengembangan Kompetensi SDM. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Wahyuningsih. 2003. Kinerja Karyawan. Jakarta: Ghalia Indonesia.
22
Wignyosoebroto & Wiranto,S.E. (2000). Preceeding Seminar Nasional Ergonomi 2000.
Guna Wijaya Surabaya.