hubungan antara pola konsumsi, penyakit infeksi dan

169
HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN PANTANG MAKANAN TERHADAP RISIKO KURANG ENERGI KRONIS (KEK) PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS CIPUTAT KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2011 Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat SKRIPSI Oleh: Farida Hidayati NIM : 107101003200 PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H / 2011 M

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN PANTANG

MAKANAN TERHADAP RISIKO KURANG ENERGI KRONIS (KEK) PADA IBU

HAMIL DI PUSKESMAS CIPUTAT KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2011

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat

SKRIPSI

Oleh:

Farida Hidayati

NIM : 107101003200

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1432 H / 2011 M

Page 2: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

i

Page 3: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

ii

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

Skripsi, November 2011

Farida Hidayati, NIM: 107101003200

Hubungan antara Pola Konsumsi, Penyakit Infeksi, dan Pantang Makanan

terhadap Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada Ibu Hamil di Puskesmas

Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011

xxiii +116 halaman+ 3 bagan+ 19 tabel+ 6 lampiran

ABSTRAK

Menurut WHO (2005), ibu hamil dengan risiko Kurang Energi Kronis (KEK)

akan meningkatkan kesakitan maternal, terutama pada trimester ketiga (bulan 7-9) dan

meningkatkan risiko melahirkan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR). Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pola konsumsi, penyakit Infeksi, dan

pantang makanan terhadap risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Kota

Tangerang Selatan tahun 2011. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif

dengan desain studi cross sectional. Sampel penelitian ini adalah ibu hamil yang

melakukan kunjungan ke Puskesmas Ciputat sebanyak 108 ibu hamil. Uji statistik yang

digunakan adalah uji Chi-Square yaitu uji hipotesis beda dua proporsi.

Dari 108 responden, ibu hamil yang mengalami risiko KEK pada ibu hamil di

Puskesmas Ciputat yaitu sebesar 40,4%. Pola konsumsi makanan pokok ibu hamil yang

sesuai anjuran sebesar 42,6%, lauk hewani 46,3%, lauk nabati 67,6%, sayuran sebesar

39,8%, dan pola konsumsi buah sebesar 31,5%. Ibu hamil yang menderita penyakit

tuberculosis ada 8,3%, penyakit diare 32,4%. Sebagian besar ibu hamil memiliki

pantang makanan selama kehamilan yaitu sebesar 30,6%. Dari hasil analisis bivariat

diperoleh variabel yang berhubungan dengan risiko KEK pada ibu hamil adalah pola

konsumsi makanan pokok, lauk hewani , lauk nabati, dan pantang makanan, sedangkan

variabel pola konsumsi sayuran, konsumsi buah, penyakit tuberculosis, dan penyakit

diare tidak berhubungan dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat.

Untuk penanggulangan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat,

disarankan sebaiknya pada pemeriksaan antenatal untuk menambah satu kegiatan

pelayanan yaitu pengukuran LILA pada setiap ibu hamil terutama pada trimester awal,

sehingga dapat mendeteksi secara dini adanya risiko KEK, penyuluhan dan konseling

gizi untuk meningkatkan pengetahuan tentang pentingnya gizi seimbang bagi ibu hamil

perlu dilakukan, dan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) tinggi energi bagi ibu

hamil harus ditingkatkan.

Daftar bacaan: 56 bacaan (1989– 2010).

Page 4: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

iii

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STATE ISLAMIC UNIVERSITY

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE

PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM Undergraduated Thesis, November, 2011

Farida Hidayati, NIM: 1071010032000

A Relation of Consumption Habit, Infection Disease, and Food Taboo with Risk of

Chronic Energy Deficiency (CED) on Pregnant in Public Health Center of Ciputat

Tangerang Selatan City at 2011

xxiii + 116 pages + 3 charts + 19 tables + 6 attachments

ABSTRACT

Based on WHO (2005), pregnant with risk of CED will increase maternal

pain,especially on third trimester and increase risk of low birth weight babies. This study

aims to determine a relation of consumption habit, infection disease, and food taboos

with risk of chronic energy deficiency (CED) on pregnant in Public Health Center of

Ciputat at 2011. This study uses a quantitative approach with a cross sectional study

design. Samples are pregnant who visit to Public Health Center of Ciputat 108 pregnant.

The statistical test used was the Chi-Square test that is two different hypothesis test

proportions.

Of the 108 respondents, pregnant are at risk of CED in pregnant in Public

Health Center of Ciputat that of 40.4%. Consumption habits of staple food which

appropriate with suggestion 42,6%, consumption habit of animal side dish 46,3%,

consumption habit of vegetable side dish 67,6%, vegetable 39,8%, and fruit 31,5%.

Pregnant who suffer tuberculosis disease 8,3% and diarrhea disease 32,4%. Most

pregnant have food taboo during pregnancy 30,6%. From the results obtained by

bivariate analysis of variables associated with risk of CED in pregnant is consumption

habit of staple food, consumption of animal side dish, consumption of vegetable side

dish, and food taboo, whereas other variables is consumption habit of vegetable,

consumption habit of fruit, tuberculosis disease, and diarrhea disease not associated

with risk of CED in pregnant at Public Health of Ciputat .

To overcome CED in pregnant, should on antenatal examination to add one

service activities is measured upper arm circumference in every pregnant who visit

Public Health Center, especially on first trimester because this way easy, cheap and not

have special expertise, so that can early detection risk of CED. Nutrition counseling to

increase knowledge about important of balance nutrition for pregnant need held. PMT

Giving high energy for pregnant can also be enhanced.

Reading list: 56 readings (1989 - 2010)

Page 5: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

iv

Page 6: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

v

Page 7: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

vi

DATA RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama : Farida Hidayati

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 29 Mei 1989

Alamat : Pamulang Indah MA Jl.Heligenia D12/28 RT.05/011

Agama : Islam

No.Kontak : 08569809005

E-mail : [email protected]

RIWAYAT PENDIDIKAN

TK Islam Al-Ghifary : 1994 - 1995

SDN Pondok Cabe Udik 1 : 1995 - 2001

SMP Negeri 1 Pamulang : 2001 - 2004

SMA Negeri 1 Pamulang : 2004 - 2007

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta : 2007 – sekarang

PENGALAMAN ORGANISASI

Sekretaris ROHIS SMAN 1 Pamulang

Bendahara Komisariat Dakwah FKIK

Page 8: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

vii

LEMBAR PERSEMBAHAN

Yang diperlukan untuk menggapai mimpi adalah cuma kaki yang akan berjalan

lebih jauh dari biasanya, tangan yang akan berbuat lebih banyak dari biasanya,

mata yang akan menatap lebih lama dari biasanya, leher yang akan lebih sering

melihat ke atas, lapisan tekad yang 1000x lebih keras dari baja dan hati yang akan

bekerja keras dari biasanya (5cm).

Skripsi ini dipersembahkan untuk orang-orang yang ku sayang dan menyayangiku

Terima kasih mama, bapak, mbak

(Akhirnya Foto-ku juga bisa dipajang ^_^)

Page 9: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

viii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Segala puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah

Subhanallahuwata’ala , penggenggam langit dan bumi, pemberi hidayah, sumber segala

ilmu dan pemilik kebenaran, yang karena keridhoan-Nya penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini. Shalawat serta salam tak lupa tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW

atas cintanya menuntun jalan kehidupan bagi umatnya sampai akhir zaman.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Kesehatan Masyarakat. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih atas

segala bantuan yang diberikan dalam rangka penyelesaian penulisan skripsi, terutama

kepada :

1. Tidak ada nama yang paling kusebut dalam do’a-do’a di setiap shalat-ku selain

teruntuk orangtua no.1 se-dunia dan tidak ada cita-cita yang paling aku perjuangkan

selain cita-cita besar-ku yaitu membuatmu bahagia...Makasih mama, bapak atas

do’a, kasih sayang dan motivasi yang tiada henti.

2. Kakaku terbaik se-dunia mbak Evy, mbak wati serta dek kybul yang tidak pernah

bosan untuk memberikan energi semangat untukku (aku sayang kalian ^_^).

3. Prof.Dr (hc). dr. M. K. Tajudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 10: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

ix

4. dr. Yuli Prapanca Satar, MARS selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat

sekaligus pembimbing 2 yang telah memberikan masukan dari awal hingga

penulisan skripsi ini selesai.

5. Ibu Catur Rosidati, MKM selaku Pembimbing 1, terimakasih atas segala bimbingan,

waktu dan fikiran yang ibu berikan kepada penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

6. Ibu Febriati, M.Si selaku dosen Penanggung Jawab Peminatan Gizi, terima kasih

atas saran-sarannya yang sangat bermanfaat bagi penulis.

7. Seluruh dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat yang telah banyak memberikan

pelajaran berharga kepada penulis selama perkuliahan.

8. Ibu Wilda Welis, SP., M.Kes sebagai penguji sidang skripsi, terima kasih atas

masukannya.

9. Bpk. Dr. Abdillah Assegaf selaku kepala Puskesmas Ciputat.

10. Bpk. Purwo, terima kasih atas kemudahan perizinan penelitian, semoga Allah

membalas kebaikan bapak.

11. Semua bidan-bidan yang bertugas di poli KIA (especially Bidan Oby, maaf sudah

banyak merepotkan selama penelitian).

12. Keluarga kedua yang selalu menjadikan hari-hari berwarna di perjalanan kuliahku,

”GeeR” (Karbella Kuantanades Hasty, Melli Wulandari, Hafifatul Auliya Rahmy,

Lisa Ellizabet Aula) Allah begitu berbaik hati untuk mempertemukanku dengan

kalian yang HEBAT... Luv U Coz Allah .

13. Teman terbaikku yang selalu tulus dan setia memberikan dukungan di setiap saat

(makasih banyak Habsyi! semoga Allah selalu membalas kebaikanmu).

Page 11: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

x

14. Sahabat itu seperti bintang, walau jauh dia bercahaya. Meski kadang menghilang, dia

tetap ada dan selamanya di hati. Saudariku GAWAT’07 (Ovi, Ami, Rizka... semoga

Persaudaraan kita karena Allah, thank’s Sist ).

15. Partner penelitianku Winda chacha, makasih banyak atas kerjasamanya selama

penelitian.

16. Teman-teman GIZI 2007, thank’s for all friend.

17. Saudara-saudariku di KOMDA FKIK, terima kasih atas manisnya ukhuwah yang

terlalu singkat ini.

18. Teman-teman seperjuangan kesmas 2007 yang selalu semangat untuk berjuang.

Skripsi masih jauh dari sempurna maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan

saran yang membangun guna perbaikan dimasa yang akan datang.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Ciputat, November 2011

Penulis

Page 12: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

xi

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN.......................................................................

ABSTRAK..................................................................................................

ABSTRACT................................................................................................

PERNYATAAN PERSETUJUAN............................................................

LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................

DAFTAR RIWAYAT HIDUP..................................................................

LEMBAR PERSEMBAHAN....................................................................

KATA PENGANTAR................................................................................

DAFTAR ISI...............................................................................................

DAFTAR TABEL......................................................................................

DAFTAR BAGAN......................................................................................

DAFTAR LAMPIRAN..............................................................................

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .......................................................................

1.2 Rumusan Masalah...................................................................

1.3 Pertanyaan Penelitian..............................................................

1.4 Tujuan.....................................................................................

1.4.1 Tujuan Umum................................................................

1.4.2 Tujuan Khusus...............................................................

i

ii

iii

iv

v

vi

vii

viii

xi

xix

xxii

xxiii

1

8

9

10

10

10

Page 13: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

xii

1.5 Manfaat Penelitian..................................................................

1.5.1 Bagi Puskesmas.........................................................

1.5.2 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat................

1.5.3 Bagi Peneliti................................................................

1.6 Ruang Lingkup........................................................................

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada Ibu Hamil............

2.2 Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA)..............................

2.2.1 Tujuan Pengukuran LILA...........................................

2.2.2 Ambang Batas LILA ..................................................

2.2.3 Cara Mengukur LILA.................................................

2.2.4 Tindak Lanjut Pengukuran LILA................................

2.2.5 Tindakan yang Dilakukan pada Wanita Usia Subur

(WUS) dengan Ukuran LILA Kurang dari 23,5

cm................................................................................

2.2.5.1 Upaya dari Masyarakat...................................

2.2.5.2 Upaya Petugas Lapangan................................

2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Ibu Hamil....

2.3.1 Pola Konsumsi............................................................

2.3.1.1 Anjuran Makan Ibu Hamil..............................

2.3.2 Penyakit Infeksi...........................................................

11

11

11

11

12

13

15

16

17

18

18

20

20

22

22

22

24

39

Page 14: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

xiii

2.3.3 Sosial Ekonomi...........................................................

2.3.3.1 Pekerjaan.........................................................

2.3.3.2 Jumlah Anggota Keluarga...............................

2.3.3.3 Pendidikan.......................................................

2.3.3.4 Pantang Makanan............................................

2.4 Pengukuran Pola Konsumsi....................................................

2.4.1 Pengertian Food Frequency (Frekuensi Makanan)....

2.4.2 Prinsip Food Frequency (Frekuensi Makanan)..........

2.5 Kerangka Teori.......................................................................

BAB III. KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN

HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep..................................................................

3.2 Definisi Operasional..............................................................

3.3 Hipotesis................................................................................

BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian……………………………..…………..........

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian………………………………..

4.3 Popolasi dan Sampel………………………………………

4.3.1 Populasi……………………………………………

4.3.2 Sampel……………………………………………….

46

46

46

47

47

53

53

55

56

57

58

62

63

63

63

63

63

Page 15: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

xiv

4.4 Instrumen Penelitian………………………………………...

4.5 Pengumpulan Data…………………………………………..

4.6 Pengolahan Data…………………………………………….

4.7 Analisis Data………………………………………………...

4.7.1 Analisis Univariat…………………………………..

4.7.2 Analisis Bivariat……………………………………..

BAB V. HASIL

5.1 Gambaran Umum Puskesmas Ciputat………………………

5.2 Analisis Univariat…………………………………………….

5.2.1 Gambaran Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada

Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat……………………..

5.2.2 Gambaran Pola Konsumsi pada Ibu Hamil di

Puskesmas Ciputat …………………….......................

5.2.2.1 Gambaran Pola Konsumsi Makanan Pokok

pada ibu Hamil di Puskesmas Ciputat …….....

5.2.2.2 Gambaran Pola Konsumsi Lauk Hewani pada

ibu Hamil di Puskesmas Ciputat ……………..

5.2.2.3 Gambaran Pola Konsumsi Lauk Nabati pada

ibu Hamil di Puskesmas Ciputat ……………..

5.2.2.4 Gambaran Pola Konsumsi Sayuran pada ibu

Hamil di Puskesmas Ciputat ………………....

64

64

66

70

70

70

72

73

73

74

74

74

75

76

Page 16: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

xv

5.2.2.5 Gambaran Pola Konsumsi Buah pada ibu

Hamil di Puskesmas Ciputat …………………

5.2.3 Gambaran Penyakit Infeksi pada Ibu Hamil di

Puskesmas Ciputat ……………………………….......

5.2.3.1 Gammbaran Penyakit Tuberculosis pada Ibu

Hamil di Puskesmas Ciputat ………………....

5.2.3.2 Gambaran Penyakit Diare pada Ibu Hamil di

Puskesmas Ciputat …………………….……..

5.2.4 Gambaran Pantang Makanan pada Ibu Hamil di

Puskesmas Ciputat ……………………………….......

5.3 Analisis Bivariat……………………………………………...

5.3.1 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK)

berdasarkan Pola Konsumsi pada Ibu Hamil di

Puskesmas Ciputat……………………………………

5.3.1.1 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK)

berdasarkan Pola Konsumsi Makanan Pokok

pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat……..…

5.3.1.2 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK)

berdasarkan Pola Konsumsi Lauk Hewani

pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat………..

5.3.1.3 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK)

berdasarkan Pola Konsumsi Lauk Nabati pada

76

77

77

77

78

78

79

79

80

Page 17: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

xvi

Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat…………..…

5.3.1.4 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK)

berdasarkan Pola Konsumsi Sayuran pada Ibu

Hamil di Puskesmas Ciputat………….………

5.3.1.5 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK)

berdasarkan Pola Konsumsi Buah pada Ibu

Hamil di Puskesmas Ciputat……….…………

5.3.2 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK)

berdasarkan Penyakit Infeksi pada Ibu Hamil di

Puskesmas Ciputat……………………………………

5.3.2.1 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK)

berdasarkan Penyakit Tuberculosis pada Ibu

Hamil di Puskesmas Ciputat………….………

5.3.2.2 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK)

berdasarkan Penyakit Diare pada Ibu Hamil di

Puskesmas Ciputat……………………………

5.3.3 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK)

berdasarkan Pantang Makanan pada Ibu Hamil di

Puskesmas Ciputat……………………………………

BAB VI. PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian……………………………………

81

82

83

85

85

86

87

89

Page 18: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

xvii

6.2 Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada Ibu Hamil di

Puskesmas Ciputat…………………………………………..

6.3 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan

Pola Konsumsi pada Ibu Hamil di Puskesmas

Ciputat……………………………………………………….

6.3.1 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK)

berdasarkan Pola Konsumsi Makanan Pokok pada

Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat……..……………...

6.3.2 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK)

berdasarkan Pola Konsumsi Lauk Hewani pada Ibu

Hamil di Puskesmas Ciputat………………………...

6.3.3 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK)

berdasarkan Pola Konsumsi Lauk Nabati pada Ibu

Hamil di Puskesmas Ciputat…………..…………….

6.3.4 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK)

berdasarkan Pola Konsumsi Sayuran pada Ibu Hamil

di Puskesmas Ciputat………….…………………….

6.3.5 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK)

berdasarkan Pola Konsumsi Buah pada Ibu Hamil di

Puskesmas Ciputat……….………………………….

6.4 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan

Penyakit Infeksi pada Ibu Hamil di Puskesmas

89

92

92

95

97

99

101

Page 19: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

xviii

Ciputat…………………………………………………….…

6.4.1 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK)

berdasarkan Penyakit Tuberculosis pada Ibu Hamil

di Puskesmas Ciputat………….…………………….

6.4.2 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK)

berdasarkan Penyakit Diare pada Ibu Hamil di

Puskesmas Ciputat…………………..………………

6.5 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan

Pantang Makanan pada Ibu Hamil di Puskesmas

Ciputat……………………………………………………….

BAB VII. SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan……………………………………………………

7.2 Saran ……………………………………………………….

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….

LAMPIRAN

103

103

105

107

110

110

112

Page 20: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

xix

DAFTAR TABEL

2.1 Anjuran Makan Ibu Hamil……………………………………………..

3.1 Definisi Operasional……………………………………………………

5.1 Distribusi Frekuensi Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada Ibu

Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011………………………………

5.2 Distribusi Pola Konsumsi Makanan Pokok pada Ibu Hamil di

Puskesmas Ciputat Tahun 2011………………………………...………

5.3 Distribusi Pola Konsumsi Lauk Hewani pada Ibu Hamil di Puskesmas

Ciputat Tahun 2011………………………………………..…...………

5.4 Distribusi Pola Konsumsi Lauk Nabati pada Ibu Hamil di Puskesmas

Ciputat Tahun 2011………………………………………..…...………

5.5 Distribusi Pola Konsumsi Sayuran pada Ibu Hamil di Puskesmas

Ciputat Tahun 2011………………………………………..…...………

5.6 Distribusi Pola Konsumsi Buah pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat

Tahun 2011………………………………...………………………...…

5.7 Distribusi Penyakit Tuberculosis pada Ibu Hamil di Puskesmas

Ciputat Tahun 2011…………………………………..………...………

5.8 Distribusi Penyakit Diare pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun

2011………………………………...…………………………………..

5.9 Distribusi Pantang Makanan pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat

Tahun 2011………………………………...…………………………..

27

58

73

74

74

75

76

76

77

77

78

Page 21: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

xx

5.10 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan

PolaKonsumsi Makanan Pokok pada Ibu Hamil di Puskesmas

Ciputat Tahun 2011……..…………….............................................

5.11 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola

Konsumsi Lauk Hewani pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat

Tahun 2011……………………………….……………………….

5.12 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola

Konsumsi Lauk Nabati pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat

Tahun 2011…………..……………………………………………..

5.13 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola

Konsumsi Sayuran pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun

2011…………………………………………………….…………

5.14 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola

Konsumsi Buah pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun

2011…………………………….……….………………………….

5.15 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan

Penyakit Tuberculosis pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat

Tahun 2011………………………..………….…………………….

5.16 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan

Penyakit Diare pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun

2011……………………………….…………………..……………

79

80

81

82

84

85

86

Page 22: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

xxi

5.17 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pantang

Makanan pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun

2011………….……………………………………………………..

87

Page 23: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

xxii

DAFTAR BAGAN

2.1 Skema Tindak Lanjut Pengukuran LILA……………………………

2.2 Kerangka Teori……………………………………………………...

3.1 Kerangka Konsep……………………………………………………

19

56

57

Page 24: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

xxiii

LAMPIRAN

Lampiran 1. Permohonan Izin Penelitian di Puskesmas Ciputat

Lampiran 2. Pemberian izin Penelitian dari Dinkes Kota Tangerang Selatan

Lampiran 3. Keterangan Selesai Melaksanakan Penelitian dari Puskesmas Ciputat

Lampiran 4. Output Analisis Univariat

Lampiran 5. Output Analisis Bivariat

Lampiran 6. Kuesioner Penelitian

Page 25: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Status gizi masyarakat yang baik merupakan salah satu faktor penentu

keberhasilan pembangunan kesehatan dan tidak terpisahkan dari pembangunan

nasional secara keseluruhan. Hal ini tercermin pada Indeks Pembangunan Manusia

(IPM) yang terdiri dari umur harapan hidup, tingkat melek huruf dan pendapatan per

kapita. IPM yang rendah antara lain dipengaruhi oleh status gizi dan kesehatan yang

berdampak pada tingginya angka kematian bayi, balita dan ibu (Kementerian

Kesehatan, 2010). Salah satu langkah yang telah diambil pemerintah untuk

menurunkan angka kematian bayi (AKB) dan angka kematian ibu (AKI) adalah

dengan upaya penanggulangan Kurang Energi Kronis (KEK) pada ibu hamil yang

merupakan salah satu cara untuk mencegah BBLR (Depkes RI, 1995).

Kecukupan gizi sangat diperlukan oleh setiap individu sejak janin yang

masih dalam kandungan, bayi, anak-anak, remaja, dewasa sampai usia lanjut. Ibu

atau calon ibu merupakan kelompok rawan, karena membutuhkan gizi yang cukup

sehingga harus dijaga status gizi dan kesehatannya, agar dapat melahirkan bayi yang

sehat (Depkes RI, 2003).

Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007,

sekitar 146.000 bayi usia 0-1 tahun dan 86.000 bayi baru lahir (0-28 hari) meninggal

setiap tahun di Indonesia. AKB di Indonesia adalah 34 per 1000 kelahiran hidup,

Page 26: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

2

sedangkan angka kematian balita adalah 44 per 1000 kelahiran hidup, dan AKI

melahirkan di Indonesia adalah 228 per 100.000 bayi kelahiran hidup. Diharapkan

pada 2015 angka kematian bayi turun menjadi 23 per 1000 kelahiran hidup dan

angka kematian balita turun menjadi 32 per 1000 kelahiran hidup. Pencapaian pada

2015 merupakan target komitmen global Tujuan Pembangunan Milenium (UNICEF,

2010).

Ibu hamil merupakan salah satu kelompok sasaran yang perlu mendapat

perhatian khusus dalam penerapan pedoman umum gizi seimbang (PUGS) selain ibu

menyusui. Hal ini didasarkan pada jenis masalah gizi yang dijumpai pada ibu hamil

dan menyusui serta dampak negatif yang ditimbulkan karena status gizi yang buruk

pada ibu hamil dan menyusui tidak hanya mengenai diri yang bersangkutan, tetapi

juga pada perkembangan janin yang akan dilahirkan serta perkembangan dan

pertumbuhan anak dikemudian hari (Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan

Sosial RI, 2000). Berbagai penelitian menunjukkan bahwa status gizi ibu tidak hanya

memberikan dampak negatif terhadap status kesehatan dan risiko kematian dirinya,

tetapi juga terhadap kelangsungan hidup dan perkembangan janin yang

dikandungnya dan lebih jauh lagi terhadap pertumbuhan janin tersebut sampai usia

dewasa (Achadi, E. L, 2007).

Pemeliharaan kehamilan dimulai dari perencanaan menu yang benar,

masukan gizi pada ibu hamil sangat menentukan kesehatannya dan janin yang

dikandungnya. Apabila masukan gizi pada ibu hamil tidak sesuai kebutuhan maka

Page 27: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

3

kemungkinan akan terjadi gangguan dalam kehamilan, baik terhadap ibu maupun

janin yang dikandungnya (Huliana, 2001 dalam Paath, E.F, et.al, 2004).

Menurut Klein, Susan, et.al (2009), masukan gizi yang buruk khususnya saat

hamil dapat menyebabkan kelelahan, lemas, kesulitan melawan infeksi, masalah

kesehatan serius lainnya, keguguran atau bayi tidak bisa tumbuh dengan baik (kecil)

atau cacat lahir, serta meningkatkan peluang pada bayi dan ibu meninggal saat atau

sesudah kelahiran. Kebutuhan gizi ibu hamil dapat terpenuhi apabila ibu

mengkonsumsi makanan yang beranekaragam termasuk buah segar dan sayuran

berwarna. Dengan mengkonsumsi makanan yang beraneka ragam, kekurangan zat

gizi pada jenis makanan yang satu akan dilengkapi oleh zat gizi dari makanan

lainnya. Makanan yang beranekaragam memberikan manfaat yang besar terhadap

kesehatan ibu hamil, karena makin beragam yang dikonsumsi, makin baik mutu

makanannya (Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI, 2000).

Tetapi, pada kenyataannya di beberapa negara berkembang umumnya

ditemukan larangan atau pantangan tertentu bagi makanan ibu hamil seperti berbagai

jenis ikan, telur, udang, cumi, dan sebagainya. Dengan adanya pantangan dalam

makanan maka semakin kecil peluang ibu untuk mengkonsumsi makan yang

beragam. Sehingga masyarakat akan mengkonsumsi bahan makanan bergizi dalam

jumlah yang kurang, dengan demikian penyakit kekurangan gizi akan mudah timbul

di masyarakat (Suhardjo, 1989).

Page 28: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

4

Menurut Depkes RI (1994), ibu hamil yang berisiko KEK adalah ibu hamil

yang mempunyai ukuran lingkar lengan atas (LILA) <23,5 cm, pengukuran LILA

adalah suatu cara untuk mengetahui risiko KEK wanita usia subur (WUS) termasuk

ibu hamil. Ibu hamil dengan risiko KEK kemungkinan akan mengalami kesulitan

pada saat persalinan, perdarahan, dan berpeluang untuk melahirkan bayi dengan

BBLR yang akhirnya menyebabkan kematian pada ibu atau bayi (Depkes RI, 1996).

BBLR akan berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan anak, perkembangan

intelektual serta produktivitas dikemudian hari, selain itu dampak pada ibu hamil itu

sendiri adalah akan mudah terkena penyakit dan resiko kematian (Kementerian

Kesehatan RI, 2010).

Dari penelitian Puffer diperoleh gambaran bahwa AKB dari BBLR adalah 5-

9 kali lebih besar dibandingkan dengan AKB dari bayi dengan berat lahir 2.500-

2.999 gram. Selanjutnya AKB pada BBLR apabila dibandingkan dengan AKB dari

bayi dengan berat lahir 3.000-3.499 gram adalah 7-13 kali lebih besar (Depkes RI,

1995). Berbagai penelitian di negara berkembang menunjukkan bahwa separuh dari

penyebab terjadinya kasus BBLR adalah status gizi ibu (Achadi, E.L, 2007). Hasil

penelitian Rosikin di Kota Cirebon tahun 2004 menunjukkan bahwa ibu hamil

dengan risiko KEK berisiko melahirkan bayi BBLR sebanyak 3 kali dibanding ibu

dengan LILA normal. Demikian juga dengan penelitian Susanto tahun 2006 di Biak

mengatakan bahwa ibu hamil dengan risiko KEK berpeluang melahirkan bayi BBLR

sebanyak 7 kali dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak berisiko KEK.

Page 29: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

5

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 prevalensi risiko KEK

pada WUS termasuk ibu hamil sebesar 13,6%. Dari data Survey Sosial Ekonomi

Nasional (Susenas) pada tahun 1999 menunjukkan ibu hamil yang mengalami risiko

KEK 27,6%, sedangkan laporan surkesnas 2002 menunjukkan 34% ibu hamil

termasuk ke dalam risiko KEK, dan berdasarkan hasil survei Badan Pusat Statistik

(BPS) tahun 2000-2005 ibu hamil yang menderita KEK sebesar 15,49%. Dalam

Riskesdas 2007, salah satu provinsi yang mempunyai prevalensi diatas 10% adalah

Provinsi Banten yaitu sebesar 12,6%.

Kota Tangerang Selatan merupakan salah satu wilayah yang terletak di

bagian timur Provinsi Banten, kota ini berasal dari sebagian wilayah Kabupaten

Tangerang. Menurut data dinas kesehatan Kota Tangerang Selatan 2010, AKI Kota

Tangerang Selatan 36 per 100.000 kelahiran hidup dimana salah satu penyebabnya

adalah penyakit infeksi sebesar 10%. Dalam jurnal Malnutrition and Infection:

Complex Mechanisms and Global Impacts oleh Schaible, et.al (2007) disebutkan

penelitian di Kenya yang menemukan hubungan signifikan antara penyakit infeksi

dengan lingkar lengan atas dan serum albumin. Selain itu, dalam jurnal Malnutrition

and Pregnancy Wastage In Zambia oleh Wamie, data survey status gizi FAO

menunjukkan 90,5% ibu hamil menderita infeksi. Penyakit infeksi merupakan faktor

yang mempengaruhi kesehatan dan keselamatan ibu. Status gizi kurang akan

meningkatkan kepekaan ibu terhadap risiko terjadinya infeksi, dan sebaliknya infeksi

dapat meningkatkan risiko kurang gizi bahkan kematian (Achadi, E. L, 2007).

Page 30: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

6

Sedangkan untuk angka kematian bayi 2,76 per 1000 kelahiran hidup dan

jumlah kematian neonatal tahun 2010 sebanyak 54 bayi dan penyebab terbanyak

yaitu BBLR sebesar 46%. Meskipun untuk angka kematian masih jauh di bawah

angka kematian nasional, namun sebagai daerah perkotaan dimana berbagai sarana

telah tersedia, kualitas pelayanan kesehatan tentu saja harus lebih baik, sehingga bisa

menekan jumlah kematian, terutama kematian ibu dan bayi (Dinas kesehatan Kota

Tangerang Selatan, 2010).

Puskesmas Ciputat merupakan salah satu Puskesmas yang ada di Kota

Tangerang Selatan. Puskesmas Ciputat mempunyai prevalensi KEK ibu hamil

tertinggi dibandingkan dengan puskesmas lainnya. Prevalensi KEK pada ibu hamil

di Puskesmas Ciputat Tahun 2009 sebesar 0,24% dan tahun 2010 meningkat

menjadi 6,68%. Angka ini melebihi prevalensi KEK ibu hamil Kota Tangerang

Selatan yang hanya sebesar 1,26%. Menurut WHO apabila prevalensi KEK 3-5%

menunjukkan tidak ada kerawanan pangan di tingkat rumah tangga, 5-9% berarti

harus berhati-hati kemungkinan rawan pangan, 10-19% menunjukkan situasi rawan

pangan pada tingkat rumah tangga sudah pada tingkat buruk, 20-30% situasi rawan

pangan gawat dan lebih dari 30% situasi rawan pangan adalah parah. Sedangkan

menurut acuan Departemen Kesehatan (2003) tentang tingkat besaran masalah

risiko KEK, yaitu <20% dikategorikan ringan, 20-30% termasuk sedang, dan >30%

dikategorikan berat. Berdasarkan data bulanan Puskesmas Ciputat, pada bulan

Januari tidak terdapat ibu hamil yang KEK, tetapi pada bulan Februari terdapat 7

Page 31: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

7

orang dari 25 ibu hamil, bulan Maret 6 orang dari 27 ibu hamil dan bulan April

meningkat menjadi 13 orang dari 31 ibu hamil.

Menurut Depkes (1995), penyebab langsung KEK pada ibu hamil yaitu pola

konsumsi dan penyakit infeksi, Sedangkan menurut Worthington (1985) dalam

Soetjiningsih (1995) faktor yang mempengaruhi status gizi ibu hamil adalah pola

konsumsi, faktor biologi yang termasuk didalamnya penyakit infeksi, dan factor

sosio-ekonomi.

Menurut penelitian Azma di Kota Sukabumi (2003) pola konsumsi makan

lauk nabati mempunyai hubungan bermakna dengan ibu hamil risiko KEK. Selain

itu, hasil penelitian yang dilakukan Saraswati di Kota Sukabumi (2005) dan

penelitian Albugis di Depok Jawa Barat (2008) menunjukkan bahwa pola konsumsi

merupakan faktor yang berpengaruh terhadap ibu hamil KEK. Berdasarkan

penelitian Surasih di Kabupaten Banjarnegara (2005), pola konsumsi dan pantang

makanan mempunyai hubungan bermakna dengan ibu hamil risiko KEK.

Hasil studi pendahuluan pada tanggal 11 Mei 2011 yang dilakukan dengan

cara pengukuran LILA dan wawancara pada 10 ibu hamil, didapatkan 60% ibu

termasuk kedalam risiko KEK, 80% pola konsumsi ibu tidak sesuai dengan anjuran

makan menurut Depkes RI serta 40% ada pantang makanan selama kehamilan

seperti telur, ikan, udang. Dari prevalensi KEK ibu hamil di Puskesmas Ciputat

yang sudah termasuk ke dalam kemungkinan rawan pangan dan berdasarkan acuan

Depkes (2003) dapat dikategorikan tingkat ringan, maka peneliti tertarik untuk

Page 32: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

8

mengetahui hubungan pola konsumsi, penyakit infeksi dan pantang makanan

terhadap risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan

Tahun 2011.

1.2 Rumusan Masalah

Ibu hamil yang menderita gizi kurang, terutama Kurang Energi Kronis

(KEK) berisiko akan mengalami kesulitan pada saat persalinan, perdarahan, dan

berpeluang untuk melahirkan bayi dengan BBLR yang akhirnya menyebabkan

kematian pada ibu atau bayi (Depkes RI, 1996). Pemeliharaan kehamilan dimulai

dari perencanaan menu yang benar, kebutuhan gizi ibu hamil dapat terpenuhi apabila

ibu mengkonsumsi makanan yang beranekaragam (Direktorat Gizi Masyarakat,

2000). Tetapi, pada kenyataannya di beberapa negara berkembang umumnya

ditemukan larangan atau pantangan tertentu bagi makanan ibu hamil yang akan

mengakibatkan semakin kecil peluang ibu untuk mengkonsumsi makan yang

beragam. Dengan demikian penyakit kekurangan gizi akan mudah timbul (Suhardjo,

1989).

AKI Kota Tangerang Selatan 36 per 100.000 kelahiran hidupdimana salah

satu penyebabnya adalah penyakit infeksi sebesar 10%. Penyakit infeksi merupakan

faktor yang mempengaruhi kesehatan dan keselamatan ibu. Status gizi kurang akan

meningkatkan kepekaan ibu terhadap risiko terjadinya infeksi, dan sebaliknya infeksi

dapat meningkatkan risiko kurang gizi bahkan kematian (Achadi, E. L, 2007).

Page 33: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

9

Dari prevalensi KEK ibu hamil di Puskesmas Ciputat yang sudah termasuk

ke dalam kemungkinan rawan pangan yaitu sebesar 6,68% dan berdasarkan hasil

studi pendahuluan yang didapatkan 60% ibu termasuk kedalam risiko KEK, 80%

pola konsumsi ibu tidak sesuai dengan anjuran makan menurut Depkes RI serta 40%

ada makanan pantang selama kehamilan, maka peneliti tertarik untuk mengetahui

hubungan pola konsumsi, penyakit infeksi dan pantang makanan terhadap risiko

KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011.

1.3 Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran risiko kurang energi kronis (KEK) pada ibu hamil di

Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011?

2. Bagaimana gambaran pola konsumsi (makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati,

sayuran, buah-buahan) ibu hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan

Tahun 2011?

3. Bagaimana gambaran penyakit infeksi (tuberculosis, diare) pada ibu hamil di

Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011?

4. Bagaimana gambaran pantang makanan pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat

Kota Tangerang Selatan Tahun 2011?

5. Apakah ada hubungan antara pola konsumsi (makanan pokok, lauk hewani, lauk

nabati, sayuran, buah-buahan) dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas

Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011?

Page 34: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

10

6. Apakah ada hubungan antara penyakit infeksi (tuberculosis, diare) dengan risiko

KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011?

7. Apakah ada hubungan antara pantang makanan dengan risiko KEK pada ibu

hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan antara pola konsumsi, penyakit infeksi dan

pantang makanan dengan risiko kurang energi kronis (KEK) pada ibu hamil di

Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Diketahuinya gambaran risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat

Kota Tangerang Selatan Tahun 2011.

2. Diketahuinya gambaran pola konsumsi (makanan pokok, lauk hewani,

lauk nabati, sayuran, buah-buahan) pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat

Kota Tangerang Selatan Tahun 2011.

3. Diketahuinya gambaran penyakit infeksi (tuberculosis, diare) pada ibu

hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011.

4. Diketahuinya gambaran pantang makanan pada ibu hamil di Puskesmas

Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011.

5. Diketahuinya hubungan antara pola konsumsi (makanan pokok, lauk

hewani, lauk nabati, sayuran, buah-buahan) dengan risiko KEK pada ibu

hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011.

Page 35: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

11

6. Diketahuinya hubungan antara penyakit infeksi (tuberculosis, diare)

dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang

Selatan Tahun 2011.

7. Diketahuinya hubungan antara pantang makanan dengan risiko KEK pada

ibu hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Puskesmas

Memberikan informasi kepada pihak Puskesmas tentang keterkaitan

antara pola konsumsi, penyakit infeksi dan pantang makanan dengan risiko

KEK pada ibu hamil. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai dasar

pertimbangan dalam perencanaan program gizi di wilayah Puskesmas

khususnya program untuk ibu hamil.

1.4.2 Bagi PSKM

Hasil penelitian ini dapat dijadikan tambahan ilmu pengetahuan di

bidang kesehatan dan digunakan untuk mengembangkan keilmuan khususnya

sebagai bahan untuk memperluas hasil-hasil penelitian yang telah ada

sebelumnya.

1.4.3 Bagi Peneliti

Menambah wawasan dan menjadi pengembangan kompetensi diri sesuai

dengan keilmuan yang diperoleh selama perkuliahan dalam meneliti masalah

yang berkaitan dengan gizi masyarakat. Serta menjadi bahan bacaan dan

bahan referensi bagi penelitian selanjutnya.

Page 36: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

12

1.5 Ruang Lingkup

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pola konsumsi, penyakit

infeksi dan pantang makanan dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas

Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011. Penelitian dilakukan oleh mahasiswa

Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada bulan Juni-Juli 2011.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan desain studi cross

sectional. Penelitian ini dilakukan karena tingginya prevalensi KEK di Puskesmas

Ciputat.

Page 37: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada Ibu Hamil

Menurut Depkes (1995), ibu hamil yang berisiko KEK adalah ibu hamil yang

mempunyai ukuran LILA <23,5 cm, sedangkan ibu KEK adalah ibu yang

mempunyai ukuran LILA <23,5 cm dan dengan beberapa kriteria sebagai berikut:

a) Berat badan ibu sebelum hamil <42 kg

b) Tinggi badan ibu <145 cm

c) Berat badan ibu pada kehamilan trimester III <45 kg

d) IMT sebelum hamil <17,00

e) Ibu menderita anemia (Hb <11 gr%)

Menurut WHO (2005), ibu hamil dengan risiko KEK akan meningkatkan

kemungkinan kesakitan maternal, terutama pada trimester ketiga (bulan 7-9) dan

meningkatkan risiko melahirkan BBLR. Ibu hamil dengan risiko KEK kemungkinan

akan mengalami kesulitan pada saat persalinan, perdarahan, dan berpeluang untuk

melahirkan bayi dengan BBLR yang akhirnya menyebabkan kematian pada ibu atau

bayi (Depkes RI, 1995).

Risiko KEK pada ibu hamil mempunyai akibat tidak saja pada terhambatnya

pertumbuhan janin, berat badan lahir, pertumbuhan bayi dan anak, tetapi juga

mempunyai pengaruh buruk pada generasi selanjutnya. Siklus status gizi yang

Page 38: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

14

kurang baik ini berlanjut dari status gizi pada masa bayi, balita, masa remaja, dan

calon ibu sebagai generasi selanjutnya (Berg, A, 1986). Data menunjukkan bahwa

sepertiga (35,65%) wanita usia subur (WUS) KEK. Masalah ini akan menghambat

pertumbuhan janin sehingga akan menimbulkan risiko BBLR (Departemen

Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI, 2000).

Ibu hamil KEK mempunyai risiko kesakitan yang lebih besar, terutama pada

trimester ketiga kehamilan, akibatnya mempunyai risiko lebih besar untuk

melahirkan BBLR. Selain itu ibu hamil KEK yang telah melalui masa persalinan

dengan selamat, akan mengalami masa pascasalin yang sulit karena lemah dan

mudah mengalami gangguan kesehatan. Hal ini akan mempengaruhi produksi ASI

dan menurunkan kemampuan merawat anak serta dirinya sendiri (Depkes RI, 1995).

Menurut Guthrie (1995) dalam Hapni (2004), ibu hamil yang menderita KEK

dapat terjadi karena jumlah makanan yang dikonsumsi tidak cukup, atau penggunaan

zat gizi dalam tubuh tidak optimal, atau kedua-duanya. Hal ini menyebabkan

penurunan jumlah sel darah dalam tubuh, sehingga suplai darah dan zat-zat gizi yang

diberikan ke janin berkurang, maka pertumbuhan janin akan terhambat dan bayi

yang dilahirkan akan BBLR.

Berbagai penelitian di negara berkembang menunjukkan bahwa separuh dari

penyebab terjadinya kasus BBLR adalah status gizi ibu (Achadi, E.L, 2007). Hasil

penelitian Rosikin di Kota Cirebon (2004), menunjukkan bahwa ibu hamil dengan

risiko KEK berisiko melahirkan bayi BBLR sebanyak 3 kali dibanding ibu dengan

Page 39: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

15

LILA normal. Demikian juga dengan penelitian Susanto (2006) dalam Khasanah

(2010) di Biak mengatakan bahwa ibu hamil dengan risiko KEK berpeluang

melahirkan bayi BBLR sebanyak 7 kali dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak

berisiko KEK. Berdasarkan penelitian Saraswati, dkk. di Jawa Barat (1998)

menunjukkan bahwa ibu hamil dengan KEK pada batas 23 cm mempunyai risiko

2,0087 kali untuk melahirkan BBLR dibandingkan dengan ibu yang mempunyai

LILA lebih dari 23 cm.

2.2 Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA)

Menurut Depkes RI (1994), pengukuran lingkar lengan atas (LILA) adalah

suatu cara untuk mengetahui risiko kurang energi kronis (KEK) wanita usia subur

(WUS), pengukuran LILA dilakukan sebagai tindakan pencegahan dan

penanggulangan terhadap ibu hamil KEK. Wanita usia subur adalah wanita usia 15-

45 tahun yang terdiri dari remaja, ibu hamil, ibu menyusui dan pasangan usia subur

(PUS).

Pengukuran LILA tidak dapat digunakan untuk memantau perubahan status

gizi dalam jangka pendek. Berbagai penelitian yang telah dilakukan menunjukkan

bahwa penggunaan alat ukur LILA merupakan cara yang sederhana, sangat mudah

dan dapat dilakukan oleh siapa saja. Pengukuran LILA pada ibu hamil adalah salah

satu cara yang dilakukan untuk menanggulangi kejadian ibu hamil dengan risiko

KEK yang mengakibatkan kejadian BBLR dan juga sebaai usaha untuk menurunkan

AKI dan AKB (Depkes RI, 1994).

Page 40: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

16

Penggunaan LILA cukup representatif, ukuran LILA ibu hamil terkait erat

dengan indeks massa tubuh (IMT) ibu hamil. Semakin tinggi LILA ibu hamil diikuti

pula dengan semakin tinggi IMT ibu. Penggunaan LILA telah digunakan di banyak

negara sedang berkembang termasuk Indonesia. Di Indonesia, pengukuran LILA

sebagai indikator risiko KEK telah sering digunakan dalam penelitian. Selain murah,

mudah, cepat dan praktis untuk penggunaan di lapangan, LILA cukup representatif

dalam menentukkan status gizi ibu hamil terutama berkaitan dengan risiko KEK

(Hardinsyah, 1999 dalam Marlenywati 2010). Menurut Gibson (2005) dalam

Mulyaningrum (2009), pengukuran mid-upper-arm circumference (MUAC) atau

yang lebih dikenal dengan LILA dapat melihat perubahan secara pararel dalam

massa otot sehingga bermanfaat untuk mendiagnosis kekurangan gizi.

Pada penelitian di India didapatkan hasil yaitu besar LILA relatif stabil atau

hanya sedikit perubahan selama masa hamil, dan pengukurannya independen

terhadap umur kehamilan. Oleh sebab itu, LILA hanya dapat digunakan untuk

penapisan (screening). Screening bermanfaat dalam program gizi dan kesehatan

misalnya dalam menentukan wanita hamil yang perlu mendapatkan PMT (pemberian

makanan tambahan) atau membutuhkan penyuluhan, pengobatan atau lainnya

selama periode kehamilan, namun tidak disarankan untuk digunakan dalam

mengevaluasi hasil intervensi (Shah, 2001 dalam Khasanah 2010).

2.2.1 Tujuan Pengukuran LILA

Beberapa tujuan pengukuran LILA adalah mencakup masalah WUS

baik ibu hamil maupun calon ibu, masyarakat umum dan peran petugas lintas

Page 41: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

17

sektoral. Adapun tujuan pengukuran LILA menurut Depkes RI (1994) adalah

sebagai berikut:

a. Mengetahui risiko KEK WUS, baik ibu hamil maupun calon ibu, untuk

menapis wanita yang mempunyai risiko melahirkan bayi berat lahir

rendah (BBLR).

b. Meningkatkan perhatian dan kesadaran masyarakat agar lebih berperan

dalam pencegahan dan penanggulangan KEK.

c. Mengembangkan gagasan baru di kalangan masyarakat dengan tujuan

meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak.

d. Meningkatkan peran petugas lintas sektoral dalam upaya perbaikan gizi

WUS yang menderita KEK.

e. Mengarahkan pelayanan kesehatan pada kelompok sasaran WUS yang

menderita KEK.

2.2.2 Ambang Batas LILA

Ambang batas LILA WUS dengan risiko KEK di Indonesia adalah

23,5 cm. Apabila ukuran LILA kurang 23,5 cm atau dibagian merah pita

LILA, artinya wanita tersebut mempunyai risiko KEK, dan diperkirakan akan

melahirkan berat bayi lahir rendah (BBLR). BBLR mempunyai risiko

kematian, gizi kurang, gangguan pertumbuhan dan gangguan perkembangan

anak (Supariasa, 2002).

Page 42: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

18

2.2.3 Cara Mengukur LILA

Pengukuran LILA dilakukan melalui urutan yang telah ditetapkan.

Ada tujuh urutan pengukuran LILA menurut Supariasa (2002), yaitu:

1) Tetapkan posisi bahu dan siku

2) Letakkan pita antara bahu dan siku

3) Tentukan titik tengah lengan

4) Lingkarkan pita LILA pada tengah lengan

5) Pita jangan terlalu ketat

6) Pita jangan terlalu longgar

7) Cara pembacaan skala yang benar.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengukuran LILA adalah

pengukuran dilakukan di bagian tengah antara bahu dan siku lengan kiri.

Lengan harus dalam posisi bebas, lengan baju dan otot lengan dalam keadaan

tidak tegang atau kencang. Alat pengukur dalam keadaan baik dalam arti

tidak kusut atau sudah dilipat-lipat sehingga permukaannya tidak rata.

2.2.4 Tindak Lanjut Pengukuran LILA

Hasil pengukuran LILA ada dua kemungkinan yaitu kurang dari

23,5 cm dan diatas atau sama dengan 23,5 cm. Apabila hasil pengukuran

<23,5 cm berarti risiko KEK dan ≥23,5 cm berarti tidak berisiko KEK

Page 43: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

19

(Depkes RI, 1994). Skema tindak lanjut pengukuran LILA dapat dilihat pada

bagan 2.1

Bagan 2.1

Skema Tindak Lanjut Pengukuran LILA

Sumber: Depkes RI, 1994.

PENGUKURAN LILA WANITA USIA SUBUR (WUS)

Kelompok

Masyarakat

Posyandu Polindes/

Pustu

Perusahaan Dasa

wisma

Lain-

lain

<23,5 cm

Risiko KEK

≥23,5 cm

Bukan Risiko KEK

Anjuran:

a. Makan cukup dengan Pedoman

Umum Gizi Seimbang

b. Hidup sehat

c. Tunda kehamilan

d. Bila hamil segera dirujuk sedini

mungkin

e. Diberi penyuluhan dan

melaksankan anjuran.

Anjuran:

a. Pertahankan kondisi kesehatan

b. Bila hamil, periksa kehamilan

kepada petugas kesehatan.

Page 44: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

20

2.2.5 Tindakan yang Dilakukan pada Wanita usia Subur (WUS) dengan

Ukuran LILA Kurang dari 23,5 cm

2.2.5.1 Upaya dari Masyarakat

Upaya masyarakat dapat diwujudkan melalui upaya

perorangan/keluarga maupun upaya kelompok. Upaya tersebut antara

lain:

1. Memberikan penyuluhan dan melaksanakan nasihat/anjuran bagi

WUS/remaja/PUS

a. Tambah makan

Setiap kali makan satu piring lebih banyak dari biasa dengan

memperhatikan Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS).

b. Istirahat lebih banyak

Untuk meningkatkan berat badan sebaiknya istirahat siang

sedikitnya dua jam dalam sehari atau mengurangi kegiatan fisik

yang melelahkan.

c. Mengikuti KB

- Sebaiknya ibu yang baru melahirkan segera menjadi

peserta KB, agar kondisi ibu dapat dipulihkan kembali

- Pendewasaan usia perkawinan pada remaja

- PUS yang baru menikah agar menunda kehamilan.

d. Mencegah penyakit,antara lain:

- Malaria, dengan penggunaan kelambu

Page 45: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

21

- Cacingan, dengan kebersihan rumah/lingkungan dan

memakai alas kaki

- Diare, dengan kebersihan makanan dan lingkungan.

2. Memberikan penyuluhan dan melaksanakan nasihat/anjuran bagi

ibu hamil/ibu menyusui

a. Tambah makan

Setiap kali makan 1 piring lebih banyak dari biasa dengan

memperhatikan PUGS.

b. Istirahat lebih banyak

Ibu hamil sebaiknya menghemat tenaga dengan cara istirahat

siang hari sedikitnya 2 jam sehari atau mengurangi kegiatan

yang melelahkan.

c. Minum tablet besi/tablet tambah darah

d. Periksa kehamilan secara teratur

e. Ikut KB segera setelah melahirkan

3. Pembagian makanan dalam keluarga diprioritaskan bagi ibu dan

anak

4. Pemberian makanan tambahan pemulihan

5. Peningkatan pendapatan keluarga melalui kelompok-kelompok

yang ada di masyarakat dengan memprioritaskan WUS yang

menderita KEK sebagai pesertanya.

Page 46: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

22

2.2.5.2 Upaya Petugas Lapangan

1. Penyuluhan sesuai potensi/kondisi spesifik daerah

2. Pencegahan dan penanggulangan sesuai bidang tugas masing-

masing, antara lain:

a. Pemberian tablet besi

b. Pelayanan kontrasepsi

c. Pemeriksaan kehamilan

d. PMT pemulihan

e. Pencegahan atau pengobatan penyakit

f. Penganekaragaman konsumsi pangan

g. Usaha peningkatan pendapatan keluarga.

2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Ibu Hamil

Menurut Depkes (1995), penyebab langsung KEK pada ibu hamil

yaitu pola konsumsi dan penyakit infeksi, Sedangkan menurut Worthington

(1985) dalam Soetjiningsih (1995) faktor yang mempengaruhi status gizi ibu

hamil adalah pola konsumsi, faktor biologi yang termasuk didalamnya

penyakit infeksi, dan faktor sosio-ekonomi.

2.3.1 Pola Konsumsi

Pola konsumsi adalah susunan jenis dan jumlah makanan yang

dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Pola

konsumsi masyarakat ini dapat menunjukkan tingkat keberagaman

Page 47: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

23

pangan masyarakat (Baliwati, dkk, 2004). Sedangkan menurut Santoso,

dkk (2004) pola konsumsi adalah berbagai informasi yang memberi

gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan

tiap hari oleh suatu orang dan merupakan ciri khas untuk suatu

kelompok masyarakat tertentu yang dipengaruhi oleh kebiasaan,

kesenangan, budaya, agama, ekonomi, lingkungan alam, dsb. Pola

konsumsi dapat dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu pangan pokok,

lauk pauk, sayur dan buah-buahan.

Pola konsumsi pangan pokok merupakan susunan beragam

pangan pokok (sumber karbohidrat) yang biasa dikonsumsi penduduk

(Suhardjo, 1989). Menilai status gizi seseorang dapat melalui pola

konsumsi yang ada, pola konsumsi seseorang tidak lepas dari kebiasaan

makan yang dilakukannya. Kebiasaan makan seringkali merupakan

suatu pola yang berulang atau bagian dari rangkaian panjang kebiasaan

hidup secara keseluruhan yang dapat diukur dengan pola konsumsi

pangan (Hardinsyah, 1989 dalam Desmawita 2002). Pola konsumsi

adalah jenis frekuensi beragam pangan yang biasa dikonsumsi,

biasanya berkembang dari pangan setempat atau dari pangan yang telah

ditanam di tempat tersebut untuk jangka waktu yang panjang (Suhardjo,

1989).

Dalam hal pola konsumsi, permasalahan yang dihadapi tidak

hanya mencakup ketidakseimbangan komposisi pangan yang

dikonsumsi, tetapi juga masalah masih belum terpenuhinya kecukupan

Page 48: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

24

gizi. Penganekaragaman konsumsi pangan selama ini sering diartikan

terlalu sederhana, berupa penganekaragaman konsumsi pangan pokok,

terutama pangan non beras. Penganekaragaman konsumsi pangan

seharusnya mengkonsumsi aneka ragam pangan dari berbagai

kelompok pangan baik pangan pokok, lauk-pauk, sayuran maupun buah

dalam jumlah yang cukup. Tujuan utama penganekaragaman konsumsi

pangan adalah untuk meningkatkan mutu gizi konsumsi dan

mengurangi ketergantungan konsumsi pangan pada salah satu jenis atau

kelompok pangan (Baliwati, dkk, 2004).

2.3.1.1 Anjuran Makan Ibu Hamil

Konsumsi makanan yang adekuat untuk ibu hamil adalah yang

jika dikonsumsi tiap harinya dapat memenuhi kebutuhan zat-zat gizi

dalam kualitas maupun kuantitasnya serta mendukung kondisi

fisiologis yang sedang dialami ibu hamil. Kualitas makanan

menunjukkan adanya semua zat gizi yang diperlukan tubuh dalam

susunan makanan dan perbandingan yang satu terhadap lainnya.

Kuantitas menunjukkan kuantum masing-masing zat gizi terhadap

kebutuhan tubuh (Sediaoetama, 1993 dalam Marlenywati 2010).

Kehamilan merupakan masa kehidupan yang penting. Pada

masa ini ibu harus mempersiapkan diri sebaik-baiknya untuk

menyambut kelahiran bayinya. Ibu sehat akan melahirkan bayi yang

sehat. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan ibu

Page 49: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

25

adalah keadaan gizi ibu. Selama kehamilan ibu perlu memperhatikan

makanan sehari-hari agar terpenuhi zat gizi yang dibutuhkan selama

kehamilan (Pudjiadji, 2000).

Menurut Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI

(2000), kebutuhan gizi ibu hamil dapat terpenuhi apabila ibu

mengkonsumsi makanan yang beranekaragam, dengan mengkonsumsi

makanan yang beranekaragam, kekurangan zat gizi pada jenis

makanan yang satu akan dilengkapi oleh zat gizi dari makanan

lainnya. Makanan yang beranekaragam memberikan manfaat yang

besar terhadap kesehatan ibu hamil, karena makin beragam yang

dikonsumsi, makin baik mutu makanannya. Makanan aneka ragam

adalah hidangan dengan menu yang bervariasi paling sedikit terdiri

dari:

a) Satu jenis makanan pokok, misalnya nasi, jagung, roti, ubi, kentang,

sagu, dsb yang merupakan sumber zat tenaga.

b) Satu jenis lauk pauk, misalnya tempe, tahu, telur, ikan, daging, dsb

yang merupakan zat pembangun

c) Satu jenis sayuran dan buah-buahan yang merupakan sumber zat

pengatur.

Pola makanan yang baik bagi ibu hamil harus memenuhi

sumber karbohidrat, protein dan lemak serta vitamin dan mineral.

Apabila kebutuhan kalori, protein, vitamin, dan mineral yang

meningkat ini tidak dapat dipenuhi melalui konsumsi makanan oleh

Page 50: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

26

ibu hamil, akan terjadi kekurangan gizi. Kekurangan gizi pada ibu

hamil dapat berakibat:

a. Berat badan bayi pada waktu lahir rendah atau sering disebut Berat

Badan Bayi Rendah (BBLR)

b. Kelahiran prematur (lahir belum cukup umur kehamilan)

c. Lahir dengan berbagai kesulitan, dan lahir mati (Notoatmodjo,

2003).

Ibu hamil yang kekurangan gizi berisiko melahirkan bayi

dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Oleh karena itu, ibu hamil

harus memahami dan mempraktikkan pola hidup sehat bergizi

seimbang sebagai salah satu upaya untuk menjaga keadaan gizi ibu dan

janinnya tetap sehat (Kurniasih, dkk, 2010).

Hidangan bagi ibu hamil sebaiknya memperhatikan prinssip

menu seimbang, yaitu mengandung semua unsure zat gizi, yaitu sumber

karbohidrat, protein, vitamin, mineral, dan air. Bahkan makanan yang

dipilih juga harus cukup mengandung serat, yaitu yang bersumber dari

sayur dan buah. Jenis bahan makanan yang digunakan sebaiknya

bersumber dari bahan makanan segar, hindari bahan makanan hasil

awetan (Sulistyoningsih, 2011). Anjuran pembagian makanan sehari

ibu hamil dapat disederhanakan dalam bentuk bahan makanan dengan

memakai ukuran rumah tangga (URT) sebagai berikut:

Page 51: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

27

Tabel 2.1

Anjuran Makan Ibu Hamil

Bahan Makanan

atau

Penukarny*

Anjuran Makan Ibu Hamil

Trimester I Trimester II & III

Nasi 5 porsi 5 porsi

Sayur 4 porsi 3 porsi

Buah 3 porsi 5 porsi

Tempe 3 porsi 3 porsi

Daging 3 porsi 4 porsi

Minyak 4 porsi 4 porsi

Susu 1 porsi 1 porsi

Sumber: Anjuran Pembagian Makanan Sehari Ibu Hamil dalam Sehat dan Bugar

Berkat Gizi Seimbang, 2010.

*Keterangan:

1. Nasi 1 porsi = ¾ gls = 100 gram

2. Sayur 1 porsi = 1 gls = 100 gram

3. Buah 1 porsi = 1-2 bh = 50-190 gram

4. Tempe 1 porsi = 2 ptg sdg = 50 gram

5. Daging 1 porsi = 1 ptg sdg = 35 gram

6. Minyak 1 porsi = 1 sdt = 5 gram

7. Susu bubuk 1 porsi = 4sdm

Dengan mengkonsumsi makanan tersebut diperhitungan bahwa

kebutuhan gizi ibu hamil dapat tercukupi.

Page 52: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

28

Menurut Almatsier (2001), dalam PUGS susunan makanan yang

dianjurkan adalah menjamin keseimbangan zat-zat gizi. Hal ini dapat

dicapai dengan mengkonsumsi beranekaragam makanan tiap hari. Tiap

makanan dapat saling melengkapi dalam zat-zat gizi yang dikandungnya.

Pengelompokan bahan makanan disederhanakan, yaitu didasarkan pada

tiga fungsi utama zat-zat gizi, yaitu sebagai berikut:

1. Sumber zat energi/tenaga: padi-padian, tepung-tepungan, umbi-

umbian, sagu.

2. Sumber zat pengatur: sayuran dan buah-buahan.

3. Sumber zat pembangun: ikan, ayam telur, daging, susu, kacang-

kacangan dan hasil olahannya, seperti tempe, tahu dan oncom.

Untuk mencapai prinsip gizi seimbang hendaknya susunan makanan

sehari terdiri dari campuran ketiga kelompok bahan makanan tersebut yang

terdiri dari:

1. Bahan Makanan Pokok

Dalam susunan hidangan Indonesia sehari-hari, bahan makanan

pokok merupakan bahan makanan yang memegang peranan penting.

Pada umumnya porsi makanan pokok dalam jumlah (kuantitas/volume)

terlihat lebih banyak dari bahan makanan lainnya (Santoso, dkk, 2004).

Porsi nasi dalam prinsip gizi seimbang untuk ibu hamil adalah 5 porsi

untuk semua trimester.

Page 53: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

29

Dari sudut ilmu gizi, bahan makanan pokok merupakan sumber

energi dan mengandung banyak karbohidrat (Santoso, dkk, 2004).

Karbohidrat dikenal sebagai zat gizi makro sumber bahan bakar

(energi) utama bagi tubuh. Karena sebagian besar energi berasal dari

karbohidrat, maka makanan sumber karbohidrat digolongkan sebagai

makanan pokok (Kurniasih, dkk, 2010).

Kebutuhan akan energi pada trimester 1 meningkat secara

minimal. Setelah itu, sepanjang trimester 2 dan 3, kebutuhan akan terus

membesar sampai pada akhir kehamilan. Energi tambahan selama

trimester 2 diperlukan untuk pemekaran jaringan ibu, yaitu penambahan

volume darah, pertumbuhan uterus dan payudara, serta penumpukan

lemak. Sepanjang trimester 3, energi tambahan dipergunakan untuk

pertumbuhan janin dan plasenta. Pertambahan energi disebabkan oleh

peningkatan laju metabolisme basal. Selain itu, tambahan energi juga

diperlukan untuk menjaga ketersediaan cadangan protein. Pertambahan

energi ini terutama diperlukan pada 20 minggu terakhir dari masa

kehamilan, yaitu ketika pertumbuhan janin berlangsung sangat pesat.

Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi Tahun 2004

menganjurkan tambahan energi sebesar 180 kkal untuk trimester I, 300

kkal untuk trimester II dan III (Arisman, 2004 ). Intake energi yang

cukup yaitu penambahan 55.000 kkal selama 9 bulan kehamilan

(Irawati, 2006) diperlukan untuk:

1. Fetus (pertumbuhan fetus dan aktivitas fisik fetus)

Page 54: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

30

2. Ibu (peningkatan basal metabolisme, simpanan lemak, pertumbuhan

uterus dan payudara, volume darah bertambah dan perubahan

aktivitas).

Karbohidrat berfungsi sebagai sumber energi. Menurut Glade

B. Curtis mengatakan bahwa tidak ada satu rekomendasi yang mengatur

berapa sebenarnya kebutuhan ideal karbohidrat bagi ibu hamil. Namun,

beberapa ahli gizi sepakat sekitar 60% dari seluruh kalori yang

dibutuhkan tubuh adalah karbohidrat. Jadi, ibu hamil membutuhkan

karbohidrat sekitar 1.500 kalori (Kristiyanasari, 2010).

Penelitian yang dilakukan oleh Syahnimar (2004), menyatakan

bahwa terdapat hubungan bermakna antara frekuensi makan makanan

pokok dengan risiko KEK, selain itu wanita yang mempunyai frekuensi

makan makanan pokok yang kurang dapat berpeluang untuk mengalami

risiko KEK sebanyak 3,2 kali dibanding dengan wanita dengan

frekuensi makan makanan pokok cukup.

Energi dalam tubuh manusia dapat timbul dikarenakan adanya

pembakaran karbohidrat, protein dan lemak, dengan demikian agar

selalu tercukupi energinya diperlukan pemasukan zat-zat makanan yang

cukup ke dalam tubuhnya. Menurut Suhardjo (1988) dalam prinsip-

prinsip ilmu gizi, seseorang tidak dapat bekerja dengan energi yang

melebihi dari apa yang diperoleh dari makanan kecuali jika

menggunakan cadangan energi dalam tubuh, namun apabila kebiasaan

menggunakan cadangan ini terus menerus, maka akan dapat

Page 55: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

31

mengakibatkan keadaan kurang gizi khususnya energi (Kartasapoetra,

dkk, 2003).

Asupan energi pada trimester 1 diperlukan untuk menyalurkan

makanan dan pembentukan hormon, sedangkan pada janin diperlukan

untuk pembentukan organ (Sadler, 2000). Asupan energi pada trimester

2 diperlukan untuk pertumbuhan kepala, badan, dan tulang janin.

Trimester 3 juga terjadi pertumbuhan janin dan plasenta serta cairan

amnion akan berlangsung cepat selama trimester 3 (Sulistyoningsih,

2011).

Ketika jumlah makanan yang dikonsumsi tidak cukup atau

tidak adekuat. Hal ini menyebabkan penurunan volume darah, sehingga

aliran darah ke plasenta menurun, maka ukuran plasenta berkurang dan

transfer nutrient juga berkurang yang mengakibatkan pertumbuhan

janin terhambat dan bayi yang dilahirkan akan BBLR. Hal ini terjadi

karena pentingnya peran plasenta yaitu sebagai alat transport,

menyeleksi zat-zat makanan sebelum mencapai janin, efisiensi plasenta

dalam mengkonsentrasikan, mensintesis, dan transport zat gizi

menentukan suplai ke janin.

2. Bahan Makanan Lauk Pauk

Kadar zat makanan (gizi) pada setiap bahan makanan memang

tidak sama, ada yang rendah dan ada pula yang tinggi, karena itu setiap

bahan makanan akan saling melengkapi zat makanan/gizinya yang

Page 56: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

32

selalu dibutuhkan tubuh manusia guna menjamin pertumbuhan dan

perkembangan fisik serta energi yang cukup guna melaksanakan

kegiatan-kegiatannya. Zat makanan (gizi) yang diperlukan tubuh

manusia ada yang berasal dari tumbuh-tumbuhan atau biasa disebut

dengan lauk nabati dan ada pula yang berasal dari hewan yaitu lauk

hewani (Kartasapoetra, dkk, 2003).

Lauk sebaiknya terdiri dari atas campuran lauk hewani dan

nabati. Lauk hewani, seperti daging, ayam, ikan, udang dan telur

mengandung protein dengan nilai biologi lebih tinggi daripada lauk

nabati. Kacang-kacangan dalam bentuk kering atau hasil olahannya,

walaupun mengandung protein dengan nilai biologi sedikit lebih rendah

daripada lauk hewani karena mengandung lebih sedikit asam amino

esensial metionin, merupakan sumber protein yang baik. Pengolahan

kacang-kacangan menjadi tempe, tahu, susu kedelai, dan oncom tidak

saja meningkatkan cita rasa tetapi juga meningkatkan kecernaan dan

ketersediaan zat-zat gizi bagi tubuh (Almatsier, 2001).

Dalam pola makan bergizi seimbang porsi lauk-pauk sumber

protein hewani ibu hamil harus lebih besar daripada ibu tidak hamil.

Bila kebutuhan energy ibu hamil 2.000 kkal per hari, maka kebutuhan

proteinnya 50 gram ditambah 17 gram protein, yang setara dengan 1

porsi daging (35 gram) dan 1 porsi tempe (50 gram). Adapun makanan

kaya protein nabati adalah kacang-kacangan dan hasil olahnya,

terutama tempe, tahu susu kedelai (Kurniasih, dkk, 2010).

Page 57: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

33

WHO menganjurkan tambahan protein sebanyak 0,75 g/kg

berat badan bagi wanita (Pudjiadi, 2000). Sedangkan Widyakarya

Nasional Pangan dan Gizi Tahun 2004 menganjurkan tambahan protein

sebesar 17 gram, baik untuk trimester I, II maupun III (Arisman, 2004).

Konsumsi protein kurang pada ibu hamil dapat menyebabkan

terjadinya:

1. Defisiensi protein selama pertumbuhan fetus

2. Pengurangan transfer protein ke fetus

3. Penurunan jumlah sel dalam jaringan ketika lahir

4. Efek serius pada otak (Irawati, A, 2006).

Hasil penelitian yang dilakukan Saraswati (2006) terhadap ibu

hamil di Sukabumi menunjukkan bahwa pola konsumsi merupakan

faktor yang berpengaruh terhadap ibu hamil KEK. Pola konsumsi lauk

hewani pada ibu hamil yaitu sebesar 27,60% ibu hamil tidak pernah

mengkonsumsi daging dan diatas 65% ibu hamil tidak pernah

mengkonsumsi hati, terlihat bahwa mereka mengkonsumsi makanan

yang kurang dari aspek kuantitas dan kualitas. Menurut Penelitian

Azma (2002) di Sukabumi, proporsi ibu dengan pola konsumsi lauk

nabati tidak sesuai mengalami risiko 30,4% dan 9,4% ibu hamil dengan

pola konsumsi lauk nabati sesuai. Ibu hamil dengan pola konsumsi lauk

nabati tidak sesuai mempunyai risiko untuk KEK sebesar 4,225 kali

dibanding dengan ibu hamil dengan pola konsumsi lauk nabati sesuai.

Page 58: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

34

Dalam buku ilmu gizi, protein selain akan digunakan bagi

pembangun struktur tubuh (pembentukan berbagai jaringan) juga akan

disimpan untuk digunakan dalam keadaan darurat, sehingga

pertumbuhan terus berlangsung, akan tetapi apabila dalam keadaan

terus-menerus menerima makanan yang tidak seimbang, dengan

sendirinya akan terjadi pertumbuhan yang kurang baik, daya tahan tubuh

menurun, rentan terhadap penyakit, dll. Proses-proses yang berlangsung

di dalam tubuh dikendalikan oleh tersedianya protein di dalam tubuh.

Proses pencernaan misalnya hanya akan berlangsung secara teratur

dengan dukungan hormon yang mencukupinya, sedangkan hormon itu

terdiri dari protein.

Untuk memenuhi kebutuhan metabolisme dan kecepatan

sintesis protein, maka pangan yang dikonsumsi harus mengandung asam

amino dalam jumlah dan kualitas yang cukup. Asam amino arginin dan

taurin secara fungsional penting dalam perkembangan janin dan bayi.

Protein yang akan dihidrolisis menjadi asam amino, diabsorpsi dan

diangkut melalui sistem portae ke hati. Asam amino masuk sirkulasi

sistemik dan didistribusikan ke seluruh tubuh. Hati merupakan tempat

sintesis protein dari asam amino. Karena adanya penggunaan kembali

asam amino maka sintesis dan degradasi protein akan terjadi setiap hari

terhadap protein yang dikonsumsi. Pada saat hamil terjadi metabolisme

asam amino yang cukup tinggi. Peningkatan volume darah dan

Page 59: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

35

pertumbuhan jaringan ibu membutuhkan sejumlah protein (Aritonang,

2010).

Protein yang tidak memenuhi kebutuhan secara nyata akan

menurunkan pertumbuhan janin yaitu penurunan berat badan ibu,

penurunan jumlah sel, dan berbagai perubahan biokimia. Janin

menerima asam amino dari ibu melalui plasenta dengan sistem transport

tidak aktif (difasillitasi). Konsentrasi asam amino pada janin lebih tinggi

daripada ibu. Plasenta sangat aktif dalam metabolisme yang berperan

penting dalam metabolisme nitrogen. (Aritonang, 2010).

Hampir 70% protein digunakan untuk pertumbuhan janin yang

dikandung. Pertumbuhan dimulai dari pertumbuhan sebesar sel sampai

tubuh janin mencapai kurang lebih 3.5 kg, protein juga digunakan untuk

pembentukan plasenta. Bila asupan protein tidak mencukupi maka

plasenta menjadi kurang sempurna padahal plasenta berfungsi untuk

menunjang, memelihara, dan menyalurkan makanan bagi janin. Protein

juga diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan sel-sel otak dan

myelin selama masa janin dan berkaitan erat dengan kecerdasan. Selain

untuk pertumbuhan dan perkembangan janin, protein juga dibutuhkan

untuk persiapan persalinan. Sebanyak 300-500 ml darah diperkirakan

akan hilang pada persalinan sehingga cadangan darah diperlukan pada

periode tersebut dan hal ini tidak terlepas dari peran plasenta

(Sulistyoningsih, 2011).

Page 60: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

36

3. Bahan Makanan Sayuran

Vitamin dan mineral terutama banyak terdapat dalam sayur

dan buah, khususnya yang berwarna kuning dan hijau gelap. Vitamin

dan mineral adalah zat gizi makro yang memperlancar proses

pembuatan energi dan proses biologis lainnya yang diperlukan untuk

mempertahankan kesehatan. Oleh sebab itu didalam tumpeng gizi

seimbang, sayuran dan buah dianjurkan dikonsumsi sesering mungkin

setiap hari (Kurniasih, dkk, 2010).

Sayur dan buah merupakan sumber vitamin dan mineral yang

diperlukan untuk mengatur metabolisme di dalam tubuh. Vitamin B1

yang terdapat dalam buah dan sayuran berfungsi sebagai enzim yang

penting untuk menghasilkan energi dan metabolime karbohidrat serta

membantu fungsi normal syaraf, otot dan jantung serta vitamin B6

berperan dalam pembentukan protein tubuh (Almatsier, 2001). Menurut

Kartasapoetra, dkk, (2003), vitamin B6 diperlukan pada proses

metabolisme protein, apabila terjadi defisensi vitamin ini, maka akan

terjadi ketidaknormalan pada metabolisme protein sehingga tidak dapat

mengubah asam amino menjadi niasin. Vitamin B6 ini banyak

terkandung pada sayur mayur.

Pada penelitian Azma (2002) di Sukabumi, terlihat prevalensi

ibu hamil yang menderita risiko KEK lebih banyak dijumpai pada ibu

hamil dengan frekuensi konsumsi sayur <3 kali sehari (29,6%) dan

22,4% ibu hamil yang frekuensi konsumsi sayur ≥3 kali sehari. Ibu

Page 61: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

37

hamil yang frekuensi konsumsi sayur <3 kali sehari mempunyai risiko

untuk KEK sebesar 1,456 kali disbanding dengan frekuensi konsumsi

sayur ≥3 kali sehari. Sedangkan pada penelitian Yuliani (2002) di

Bogor, sebagian besar pola konsumsi sayuran pada ibu hamil tidak

sesuai dengan anjuran makan ibu hamil yaitu sebesar 81,6%.

4. Bahan Makanan Buah-buahan

Buah berwarna kuning seperti mangga, papaya dan pisang raja

kaya akan provitamin A, sedangkan buah seperti jeruk, jambu biji, dan

rambutan kaya akan vitamin C. Secara keseluruhan buah merupakan

sumber vitamin A, vitamin C, kalium dan serat. Sayur dan buah

merupakan sumber vitamin dan mineral yang diperlukan untuk

mengatur metabolisme di dalam tubuh. Vitamin B1 yang terdapat

dalam buah dan sayuran berfungsi sebagai enzim yang penting untuk

menghasilkan energi dan metabolime karbohidrat serta membantu

fungsi normal syaraf, otot dan jantung serta vitamin B6 berperan dalam

pembentukan protein tubuh (Almatsier, 2001).

Vitamin B1 sangat diperlukan tubuh, tersedianya dalam tubuh

karena diserap usus dari makanan , selanjutnya diangkat bersama darah

ke jaringan-jaringan tubuh. Vitamin B1 ditemukan sebagai cadangan

dalam jumlah yang terbatas di dalam hati, jantung, otot dan otak.

Sebagai cadangan diperlukan untuk memelihara fungsi alat-alat tubuh.

Vitamin B1 membantu dalam pembakaran karbohidrat dan diangkat di

Page 62: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

38

dalam darah oleh sel darah putih yang mempunyai inti dengan vitamin

B1. Dari fungsi tersebut, dapat disimpulkan bahwa makin banyak

karbohidrat yang dikonsumsi maka kebutuhan akan vitamin B1 akan

banyak pula, salah satu contoh bagi ibu-ibu yang sedang hamil atau

menyusui sudah tentu akan memerlukan vitamin B1 lebih banyak

daripada biasanya (Kartasapoetra, dkk, 2003).

Pada penelitian Azma (2002), terlihat prevalensi ibu hamil yang

menderita risiko KEK lebih banyak dijumpai pada ibu hamil dengan

frekuensi konsumsi <2 kali sehari sebesar 30,7% dan 24,2% ibu hamil

dengan frekuensi konsumsi buah ≥2 kali sehari mengalami risiko KEK.

Begitu juga dengan hasil penelitian Hapni (2004) dan penelitian Yuliani

(2002).

5. Susu dan Hasil Olahannya

Susu merupakan makanan alami yang hampir sempurna.

Sebagian besar zat gizi esensial ada dalam susu, yaitu protein bernilai

biologi tinggi, kalsium, fosfor, vitamin A, dan tiamin. Susu merupakan

sumber kalsium paling baik, karena disamping kadar kalsium yang

tinggi, laktosa didalam susu membantu absorpsi susu didalam saluran

cerna. Balita, ibu hamil dan ibu menyusui dianjurkan paling kurang

minum satu gelas susu sehari, atau hasil olahannya berupa yogurt,

yakult, dan keju dalam jumlah yang ekivalen (Almatsier, 2001).

Page 63: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

39

2.3.2 Penyakit Infeksi

Penyakit infeksi merupakan penyakit yang disebabkan oleh

agen biologi (seperti virus, bakteria atau parasit), bukan disebabkan

faktor fisik (seperti luka bakar) atau kimia (seperti keracunan). Penyakit

infeksi merupakan faktor yang mempengaruhi kesehatan dan

keselamatan ibu. Status gizi kurang akan meningkatkan kepekaan ibu

terhadap risiko terjadinya infeksi, dan sebaliknya infeksi dapat

meningkatkan risiko kurang gizi (Achadi, E. L, 2007).

Penyakit infeksi dapat bertindak sebagai pemula terjadinya

kurang gizi sebagai akibat menurunnya nafsu makan, adanya gangguan

penyerapan dalam saluran pencernaan atau peningkatan kebutuhan zat

gizi oleh adanya penyakit. Kaitan penyakit infeksi dengan keadaan gizi

kurang merupakan timbal balik, yaitu hubungan sebab akibat. Penyakit

infeksi dapat memperburuk keadaan gizi dan keadaan gizi yang jelek

dapat mempermudah infeksi, penyakit infeksi terkait status gizi yaitu

TB, diare, dan malaria (Supariasa, 2002).

Kekurangan zat gizi makro berkontribusi terhadap penyakit

infeksi dan sebaliknya penyakit infeksi menyebabkan terjadinya

malnutrisi. Orang yang menderita kekurangan gizi akan sangat rentan

terhadap berbagai penyakit. Hal ini karena kurangnya asupan makanan

yang bergizi yang dapat meningkatkan sistem imunitas tubuh.

Demikian pula jika seseorang terkena penyakit infeksi akan

Page 64: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

40

menurunkan nafsu makannya sehingga jika tidak tertangani akan

menyebabkan kekurangan gizi (Moechji, 2003).

Dalam jurnal Malnutrition and Infection: Complex

Mechanisms and Global Impacts oleh Schaible, et.al (2007) disebutkan

sebuah penelitian di Kenya yang menemukan hubungan signifikan

antara penyakit infeksi dengan lingkar lengan atas dan serum albumin.

Infeksi menyebabkan hilangnya energi pada bagian dari individu, yang

dapat mengurangi produktivitas pada tingkat masyarakat dan

mengakibatkan kekurangan gizi. Contoh bagaimana infeksi dapat

berkontribusi untuk gizi buruk adalah: (1) infeksi pencernaan bisa

menyebabkan diare; (2) HIV / AIDS, tuberkulosis, dan infeksi kronis

lainnya dapat menyebabkan cachexia dan anemia, dan (3) parasit usus

dapat menyebabkan anemia dan gizi buruk. Selain itu, dalam jurnal

Malnutrition and Pregnancy Wastage In Zambia oleh Wamie, data

survey status gizi FAO menunjukkan 90,5% ibu hamil menderita

infeksi.

Bisai dan Bose (2008) dalam Marlenywati (2010)

mengemukakan bahwa disamping asupan makanan yang inadekuat,

KEK pada seseorang juga disebabkan oleh penyakit infeksi yang

dideritanya. Penyakit infeksi ini menyebabkan meningkatnya angka

kesakitan akibat menurunnya imunitas tubuh. Hal ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan Mulyaningrum (2009) di daerah Jakarta yang

menunjukkan bahwa ibu hamil yang memiliki penyakit infeksi beresiko

Page 65: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

41

terkena KEK sebesar 30% dan penelitian Surasih (2005) di

Banjarnegara diperoleh proporsi ibu hamil yang menderita penyakit

infeksi (diare, TBC, dll) sebesar 36,10%.

Antara status gizi kurang dan infeksi terdapat interaksi bolak-

balik. Infeksi dapat menimbulkan gizi kurang melalui berbagai

mekanisme. Infeksi yang akut mengakibatkan kurangnya nafsu makan

dan toleransi terhadap makanan. Di berbagai tempat di dunia, makanan

dapat tercemar oleh berbagai bibit penyakit yang menimbulkan

gangguan dalam penyerapan zat gizi oleh tubuh. Orang yang

mengalami gizi kurang daya tahan tubuh terhadap penyakit menjadi

rendah, sehingga mudah terkena serangan penyakit infeksi. Demikian

pula sebaliknya, orang yang kena penyakit infeksi dapat mengalami gizi

kurang (Suhardjo, 1989).

Status gizi, atau tingkat konsumsi pangan merupakan bagian

penting dari status kesehatan seseorang. Tidak hanya status gizi yang

mempengaruhi kesehatan seseorang, tetapi status kesehatan juga

mempengaruhi status gizi. Infeksi dan demam dapat menyebabkan

merosotnya nafsu makan atau menimbulkan kesulitan menelan dan

mencernakan makanan. Parasit dalam usus, seperti cacing gelang dan

cacing pita bersaing dengan tubuh dalam memperoleh makanan dan

dengan demikian menghalangi zat gizi ke dalam arus darah. Keadaan

yang demikian membantu terjadinya kurang gizi. Wanita hamil dan

menyusui yang harus melakukan beban kerja berat memerlukan banyak

Page 66: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

42

sekali makanan baik untuk kondisi kesehatan tubuhnya maupun untuk

kebutuhan energinya. Selama status kesehatan dan gizi saling

mempengaruhi, diperlukan perhatian khusus untuk mencukupi kedua-

duanya (Suhardjo, 2003).

Scrimshaw, dkk (1959) dalam Supariasa (2002) menyatakan

bahwa ada hubungan yang sangat erat antara interaksi (bakteri, virus

dan parasit) dengan malnutrisi. Mereka menekankan interaksi yang

sinergis antara malnutrisi dengan penyakit infeksi dan juga infeksi akan

mempengaruhi status gizi dan mempercepat malnutrisi. Mekanisme

patologisnya dapat bermacam-macam, baik secara sendiri-sendiri

maupun bersamaan, yaitu:

a. Penurunan asupan zat gizi akibat kurangnya nafsu makan,

rendahnya absorpsi dan kebiasaan mengurangi makan pada saat

sakit.

b. Peningkatan kehilangan cairan atau zat gizi akibat diare,

mual/muntah dan pendarahan terus menerus.

c. Meningkatnya kebutuhan, baik dari peningkatan kebutuhan akibat

sakit (human host/parasit) yang terdapat didalam tubuh.

1. Tuberculosis

Infeksi pernafasan seperti tuberculosis, pneumonia, asma,

dll berhubungan dengan tingginya kesakitan pada ibu hamil dan

harus ditindaklanjuti dengan segera. Infeksi pernafasan banyak

Page 67: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

43

terjadi pada ibu hamil khususnya trimester II dan III. Perempuan

dengan infeksi pernafasan seharusnya menerima konseling sebelum

hamil dan pendidikan tentang risiko dari kehamilan dan pengobatan

yang berkelanjutan. Tuberculosis biasanya ditunjukkan dengan

gejala batuk, penurunan berat badan dan keringat di malam hari

(Stone Sophia, 2009).

Tuberculosis merupakan suatu penyakit infeksi kronis

yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, biasanya

terdapat pada paru tetapi mungkin juga terdapat pada organ lain

seperti pada kelenjar getah bening, ginjal, jantung dan lain

sebagainya. Reaksi pertama akibat penyakit tuberculosis adalah

batuk, demam, berat badan menurun, dan badan lemah. Hal ini

menyebabkan metabolisme dalam tubuh meningkat, sehingga tubuh

membutuhkan energi lebih yang diperoleh dari makanan. Badan

yang lemah biasanya dipengaruhi oleh nafsu makan yang menurun

sehingga asupan makanan yang seharusnya diberikan lebih tidak

dapat tercukupi sehingga menyebabkan berat badan menurun, efek

TB pada kehamilan akan berpengaruh terhadap status nutrisi yang

buruk yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortaliltas maternal

(http://digulib.unimus.ac.id). Dalam jurnal Tuberculosis and

Pregnancy oleh Arora, et.al (2003) menyatakan bahwa dampak TB

pada kehamilan diataranya akan mengakibatkan kekebalan tubuh

Page 68: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

44

menurun, stress kehamilan dan akan berpengaruh terhadap status

gizi ibu hamil.

Untuk mengetahui tentang penderita tuberculosis dengan

baik harus dikenali tanda dan gejalanya. Seseorang ditetapkan

sebagai tersangka penderita tuberculosis paru apabila ditemukan

gejala klinis utama (cardinal symptom) pada dirinya. Gejala utama

pada tersangka tuberculosis adalah:

a. Batuk berdahak lebih dari tiga minggu

b. Batuk berdarah

c. Sesak nafas

d. Nyeri dada

Gejala lainnya adalah berkeringat pada malam hari, demam tidak

tinggi/meriang, dan penurunan berat badan. Dengan strategi DOTS

(directly observed treatment shourtcourse), gejala utamanya adalah

batuk berdahak dan/atau terus menerus selama 3 minggu atau lebih.

Berdasarkan keluhan tersebut, seseorang sudah dapat ditetapkan

sebagai tersangka (Widoyono, 2008). Dalam Riskesdas (2007),

gejala tuberculosis yaitu batuk ≥2 minggu disertai dahak atau dahak

bercampur darah dan berat badan sulit bertambah atau menurun.

2. Diare

Diare menyebabkan kurangnya nafsu makan sehingga

mengurangi asupan gizi, dan diare dapat mengurangi daya serap

Page 69: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

45

usus terhadap sari makanan. Dalam keadaan infeksi, kebutuhan sari

makanan yang mengalami diare akan meningkat, sehingga setiap

serangan diare akan menyebabkan kekurangan gizi. Beberapa

gejala dan tanda diare antara lain: berak cair atau lembek dan sering

adalah gejala khas diare, muntah, demam dan gejala dehidrasi

(Widoyono, 2008). Gejala dan tanda dari diare yaitu buang air besar

lembek atau cair bahkan dapat berupa cairan saja yang frekuensinya

lebih sering dari biasanya (biasanya 3 kali atau lebih dalam sehari)

(Sarjana dkk, 2007).

Infeksi mempengaruhi status protein. Misalnya infeksi

ringan sekalipun akan mengakibatkan bertambahnya kehilangan

nitrogen melalui urin. Infeksi juga membantu terjadinya kekurangan

protein karena menyebabkan berkurangnya nafsu makan. Seperti

kita ketahui infeksi cacing bisa mengurangi absorpsi nitrogen apa

lagi jika disertai diare. Telah banyak sekali penyelidikan yang

menunjukkan bahwa kekurangan kalori protein yang berat terjadi

jika menderita diare atau penyakit infeksi lainnya (Sastroamidjo,

1980).

Banyak infeksi mengganggu absorpsi nutrient dalam

saluran cerna. Pada penyakit diare, absorpsi lemak dari makanan

hanya 58% dari keadaan normalnya, dan absorpsi protein dari

makanan hanya 44% dari keadaan normalnya. Karena hal inilah,

Page 70: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

46

absorpsi energi dari makanan hanya sekitar 71% dari keadaan

normalnya (Gibney, et al, 2008).

2.3.3 Sosial Ekonomi

2.3.3.1 Pekerjaan

Ketersediaan bahan pangan dalam keluarga sangat

dipengaruhi oleh keadaan sosial ekonomi rumah tangga. Ibu

yang bekerja dan mempunyai pengahasilan sendiri akan dapat

menyediakan makanan yang mengandung sumber zat gizi

dalam jumlah yang cukup dibandingkan ibu yang tidak bekerja

(Khumaidi, 1989).

2.3.3.2 Jumlah Anggota Keluarga

Keluarga dengan banyak anak dan jarak kehamilan antar

anak yang amat dekat akan menimbulkan banyak masalah. Jika

pendapatan keluarga terbatas sedangkan anak banyak, maka

pemerataan dan kecukupan makanan di dalam keluarga kurang

bisa dijamin. Keluarga ini disebut keluarga rawan, karena

kebutuhan gizinya hampir tidak pernah tercukupi dan dengan

demikian penyakit pun terus mengintai (Apriadji, 1986).

Page 71: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

47

2.3.3.3 Pendidikan

Menurut Hardinsyah (1999) dalam Mulyaningrum

(2009) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan

ibu hamil atau suami akan semakin rendah kejadian KEK pada

ibu hamil dengan asumsi bahwa semakin tinggi tingkat

pendidikan suami biasanya diikuti dengan meningkatnya

pendapatan keluarga termasuk kesehatan dan gizi ibu hamil

pada perhatian terhadap istri yang hamil semakin meningkat.

Menurut Schultz (1984) dan Cadwell (1979) dalam

Mulyaningrum (2009) mengatakan bahwa pendidikan itu dapat

memperbaiki cara penggunaan sumberdaya keluarga, sehingga

akan berdampak positif terhadap kelangsungan hidup keluarga,

salah satunya dalam perawatan ibu hamil. Ibu dengan

pendidikan tinggi tidak banyak dipengaruhi oleh praktik

tradisional yang merugikan terhadap ibu hamil dan kualitas

maupun kuantitas makanan untuk konsumsi setiap harinya.

2.3.3.4 Pantang Makanan

Makanan pantang atau pantang makanan adalah

bahan makanan atau masukan yang tidak boleh dimakan oleh

para individu dalam masyarakat karena alasan-alasan yang

bersifat budaya. Biasanya pihak yang diharuskan memantang

memiliki ciri-ciri tertentu, atau sedang mengalami keadaan

Page 72: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

48

tertentu (misalnya karena sedang hamil atau menyusui), dan

karena dalam kebudayaan setempat terdapat suatu kepercayaan

tertentu terhadap bahan makanan tersebut (misalnya berkenaan

dengan sifat keramatnya). Adat memantang makan itu diajarkan

secara turun temurun dan cenderung ditaati walaupun individu

yang menjalankannya mungkin tidak terlalu paham atau yakin

akan rasional dari alasan-alasan memantang makanan yang

bersangkutan, dan sekedar karena patuh akan tradisi setempat

(Swasono, 1998).

Sedangkan menurut Sediaoetama (1990), pantang

makanan yaitu tidak boleh makan jenis makanan tertentu

dijumpai pada masyarakat karena alasan budaya dan kesehatan

di berbagai negara seluruh dunia. Dari sudut ilmu gizi, pantang

makanan dikategorikan ke dalam tiga kelompok, yaitu:

1. Kelompok pertama, pantang makanan yang tidak

berdasarkan agama (kepercayaan)

2. Kelompok kedua, pantang makanan yang berdasarkan

agama (kepercayaan)

3. Kelompok ketiga, pantangan yang jelas akibatnya terhadap

kesehatan.

Pangan dan gizi sangat berkaitan erat karena gizi

seseorang sangat tergantung pada kondisi pangan yang

dikonsumsinya. Masalah pangan antara lain menyangkut

Page 73: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

49

ketersediaan pangan dan kerawanan pangan yang dipengaruhi

oleh kemiskinan, rendahnya pendidikan, dan adat/kepercayaan

yang terkait dengan tabu makanan. Banyak sekali penemuan

para peneliti yang menyatakan bahwa faktor budaya sangat

berperan dalam proses konsumsi pangan dan terjadinya masalah

gizi di berbagai masyarakat dan negara. Unsur-unsur budaya

mampu menciptakan suatu kebiasaan makan penduduk yang

kadang-kadang bertentangan dengan prinsip-prinsip ilmu gizi.

Berbagai budaya memberikan peranan dan nilai yang berbeda

terhadap pangan (Baliwati, dkk, 2004).

Kepercayaan masyarakat tentang konsepsi kesehatan

dan gizi sangat berpengaruh terhadap pemilihan bahan

makanan. Semakin banyak pantangan dalam makanan maka

semakin kecil peluang keluarga untuk mengkonsumsi makan

yang beragam. Beberapa jenis bahan makanan dilarang dimakan

oleh anak-anak, ibu hamil, ibu menyusui ataupun kaum remaja.

Jika ditinjau dari konteks gizi, bahan makanan tersebut justru

mengandung nilai gizi yang tinggi, tetapi tabu itu tetap

dijalankan dengan alasan takut menanggung risiko yang akan

timbul. Sehingga masyarakat yang demikian akan

mengkonsumsi bahan makanan bergizi dalam jumlah yang

kurang, dengan demikian maka penyakit kekurangan gizi akan

mudah timbul di masyarakat. (Suhardjo, 1989).

Page 74: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

50

A. Berg (1986) dalam Pudjiadi (2000), diberbagai

negara atau daerah terdapat 3 kelompok masyarakat yang

biasanya mempunyai makanan pantangan, yaitu anak kecil, ibu

hamil dan ibu yang menyusui. Khusus mengenai hal itu di

Indonesia antara lain dikemukakan sebagai berikut:

a) Pada anak kecil di banyak daerah, makanan yang bergizi

dijauhkan dari anak-anak, karena takut akan akibat-akibat

yang sebaliknya. Di beberapa daerah ikan dilarang untuk

anak-anak karena menurut kepercayaan mereka ikan akan

menyebabkan penyakit cacingan, sakit mata atau sakit kulit.

Di tempat lain kacang-kacangan yang kaya dengan protein

seringkali tidak diberikan kepada anak-anak karena khawatir

perut anaknya akan kembung.

b) Pada ibu yang sedang hamil, berdasarkan hasil studi di

Kalimantan Tengah ditemukan fakta adanya 27 jenis ikan

yang merupakan makanan pantangan, dengan alasan apabila

ikan-ikan itu dimakan dapat menyebabkan maruyan

(gangguan pada kesehatan ibu), mabuk, merusak badan, sulit

melahirkan, peranakan bisa ke luar, dsb.

c) Pada ibu yang sedang menyusui, di Indonesia banyak wanita

mengurangi makan sesudah melahirkan anak untuk menjaga

bentuk tubuhnya. Di Jawa, makan telur dipantangkan selama

ibu sedang menyusui anaknya, karena diduga telur bisa

Page 75: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

51

menyebabkan pendarahan. Di Kalimantan Tengah ada

berbagai jenis ikan tertentu yang dipantang karena bisa

menyebabkan air susu ibu berbau amis dan mengakibatkan

bayinya sakit perut, dll.

Seringkali ditemukan seorang wanita yang sedang hamil

diharuskan pantang terhadap berbagai jenis bahan makanan,

seperti ikan, dan sebagainya. Ada juga wanita hamil yang hanya

dibolehkan makan nasi dengan sedikit garam saja, sedang

makanan lain tidak diperkenankan. Penjelasan yang luas akan

faedah makanan, bahaya pantangan semacam itu haruslah

diberikan lebih dulu kepada wanita hamil, sehingga dia merasa

yakin bahwa pantangan semacam itu akan merusak dirinya dan

bayinya (Moehji, 2003).

Seringkali ditemukan adanya pantang makanan bagi

wanita hamil terhadap beberapa jenis makanan tertentu yang

jika dilihat dari nilai gizi, bahan makanan tersebut mungkin saja

dibutuhkan oleh ibu. Secara umum, tidak ada pantang makanan

bagi ibu hamil selama ibu tidak mengalami komplikasi ataupun

mengalami penyakit lain. Ibu hamil boleh mengkonsumsi

makanan yang diinginkan dengan jumlah yang tidak berlebihan.

Adanya pantangan seperti itu akan menghambat pemenuhan

kebutuhan gizi ibu yang akhirnya berbahaya bagi kesehatan ibu

Page 76: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

52

serta pertumbuhan dan perkembangan janin, sehingga perlu

penjelasan kepada ibu tentang manfaat makanan serta bahaya

pantangan (Sulistyoningsih, 2011).

Hasil penelitian Yuliani (2002) di Bogor, didapatkan

proporsi ibu hamil yang mempunyai pantang makanan sebesar

15,3%. Sedangkan penelitian Surasih (2005) di Banjarnegara

diperoleh proporsi adanya pantangan terhadap makanan sebesar

39,20% dan dari 39,20% yang berpantangan tersebut didapat

44,73% ibu hamil berpantangan terhadap ikan.

Dalam penelitian Kamarullah (2001), diperoleh 50% ibu

hamil KEK memiliki pantangan, seperti mengkonsumsi ikan,

cumi-cumi, dll. Apabila diamati jenis makanan yang dipantang

dikonsumsi sebagian besar adalah jenis makanan yang bernilai

gizi tinggi. Disisi lain kelompok yang berpantang

mengkonsumsi adalah mereka yang tergolong kelompok rawan

gizi. Kondisi demikian, tentunya akan memperburuk keadaan

ibu hamil. Ibu hamil merupakan kelompk yang paling rawan

terhadap makanan sumber protein hewani. Hal ini seharusnya

tidak dilakukan, karena pangan sumber protein ini sangan

diperlukan untuk pertumbuhan dan sebagai zat pembangun.

Page 77: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

53

2.4 Pengukuran Pola Konsumsi

Pengukuran pola konsumsi dengan menggunakan survey konsumsi

makanan dimaksudkan untuk mengetahui kebiasaan makan dan gambaran

tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tingkat kelompok, rumah

tangga, dan perseorangan serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap

konsumsi makanan tersebut. Sedangkan tujuan khusus dari survei konsumsi

makanan adalah:

1. Menentukan tingkat kecukupan konsumsi pangan nasional dan kelompok

masyarakat.

2. Menentukan status kesehatan, gizi keluarga dan individu.

3. Menentukan pedoman kecukupan makanan dan program pengadaan pangan

4. Sebagai dasar perencanaan dan program pengembangan gizi

5. Sebagai sarana pendidikan gizi masyarakat, khususnya golongan yang

berisiko tinggi mengalami kekurangan gizi

6. Menentukan perundang-undangan yang berkenaan dengan makanan,

kesehatan, dan gizi masyarakat (Supariasa, 2002).

2.4.1 Pengertian Food Frequency (Frekuensi Makanan)

Metode frekuensi makanan adalah untuk memperoleh data

tentang frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi

selama periode tertentu seperti hari, minggu, bulan atau tahun.

Kuesioner frekuensi makanan memuat tentang daftar bahan makanan

atau makanan dan frekuensi penggunaan makanan tersebut pada

Page 78: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

54

periode tertentu. Bahan makanan yang ada dalam daftar kuesioner

tersebut adalah yang dikonsumsi dalam frekuensi yang cukup sering

oleh responden (Supariasa, 2002). Langkah-langkah metode frekuensi

makanan sebagai berikut:

1. Responden diminta untuk memberi tanda pada daftar makanan yang

tersedia pada kuesioner mengenai frekuensi penggunaannya dan

ukuran porsinya.

2. Lakukan rekapitulasi tentang frekuensi penggunaan jenis-jenis

bahan makanan terutama bahan makanan yang merupakan sumber-

sumber zat gizi tertentu selama periode tertentu pula.

Menurut Hartriyanti, dkk (2007), beberapa jenis food frequency

adalah sebagai berikut:

1. Simple or nonquantitative FFQ, tidak memberikan pilihan tentang

porsi yang biasa dikonsumsi sehingga menggunakan standar porsi.

2. Semiquantitative FFQ, memberikan porsi yang dikonsumsi,

misalnya sepotong roti, secangkir kopi.

3. Quantitative FFQ, memberikan pilihan porsi yang biasa dikonsumsi

responden, seperti kecil, sedang, atau besar.

Metode frekuensi makanan mempunyai beberapa kelebihan

dan kekurangan, sebagai berikut:

Page 79: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

55

1. Kelebihan metode frekuensi makanan:

a. Relatif murah dan sederhana

b. Dapat dilakukan sendiri oleh responden

c. Tidak membutuhkan latihan khusus

d. Dapat membantu untuk menjelaskan hubungan antara penyakit

dan kebiasaan makan.

2. Kekurangan metode frekuensi makanan:

a. Tidak dapat untuk menghitung intake zat gizi sehari

b. Sulit untuk mengembangkan kuesioner pengumpulan data

c. Responden harus jujur dan mempunyai motivasi tinggi.

2.4.2 Prinsip Food Frequency (Frekuensi Makanan)

Prinsip pendekatan frekuensi makan dalam kaitan antara asupan

pangan (zat gizi) dengan timbulnya penyakit adalah bahwa rata-rata

asupan jangka panjang (misalnya, diatas satu minggu, bulan, atau

tahun), merupakan paparan yang lebih bermakna dibandingkan asupan

pada beberapa hari. Oleh karena itu, perkiraan asupan pangan secara

kasar dalam jangka panjang lebih tepat daripada perkiraan asupan

pangan periode yang singkat yang diperoleh dengan metode ingatan 24

jam atau metode penimbangan pangan (Siagian, A, 2010).

Page 80: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

56

2.5 Kerangka Teori

Bagan 2.2

Kerangka Teori

Sumber: Modifikasi Departemen Kesehatan RI (1995) dan (1999), Worthington (1985)

dalam Soetjiningsih (1995).

Faktor sosio-ekonomi

1. Pekerjaan

2. Jumlah anggota keluarga

3. Pendidikan ibu

4. Tabu/pantang makanan

Pola Konsumsi

1. Makanan pokok

2. Lauk hewani

3. Lauk nabati

4. Sayuran

5. Buah-buahan

Penyakit Infeksi

Risiko

KEK

Page 81: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

57

BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Dari kerangka teori yang terdapat pada bagan 2.2, maka disusunlah

kerangka konsep yang terdiri dari variabel dependen dan variabel independen.

Variabel dependen adalah risiko KEK, sedangkan variabel independen terdiri dari

pola konsumsi makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayuran, buah-buahan,

serta penyakit infeksi dan pantang makanan.

Bagan 3.1

Kerangka Konsep

- Pola konsumsi makanan pokok

- Pola konsumsi lauk hewani

- Pola konsumsi lauk nabati

- Pola konsumsi sayuran

- Pola konsumsi buah-buahan

- Penyakit tuberculosis

- Penyakit diare

Pola konsumsi

Risiko

KEK

Penyakit infeksi

Pantang makanan

Page 82: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

58

3.2 Definisi Operasional

Tabel 3.1

Definisi Operasional

No. Variabel Definisi

Operasional

Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala

I. Dependen

1 Risiko kurang

energi kronis

(KEK) pada

ibu hamil

Ibu hamil yang

mempunyai ukuran

lingkar lengan atas

(LILA) < 23,5 cm,

BB sebelum hamil

>42 kg, TB

>145cm, BB ibu

pada kehamilan

trimester III >45

kg), IMT sebelum

hamil >17 dan

kadar Hb >11 gr%)

(Depkes, 1995).

1. Pita LILA

2. Timbangan

BB

3. Microtoise

4. Alat ukur

kadar Hb

(sian-

methemogl

obin)

1. Pengukuran

Lingkar

Lengan Atas

(LILA)

2. Penimbangan

berat badan

(BB)

3. Pengukuran

tinggi badan

(TB)

4. Pemeriksaan

kadar Hb

0. Risiko KEK (LILA

<23,5 cm, BB sebelum

hamil >42 kg, TB

>145cm, BB ibu pada

kehamilan trimester III

>45 kg), IMT sebelum

hamil >17 dan kadar Hb

>11 gr%)

1. Tidak berisiko KEK ≥

23,5 cm

(Depkes, 1995).

Ordinal

II. Independen

1 Pola

konsumsi

makanan

pokok

Gambaran jumlah

dan frekuensi

makanan pokok

yang dikonsumsi

responden sehari-

hari.

FFQ

Semikuantitatif

Wawancara

0. Tidak sesuai

Jika <5 porsi nasi atau

setara dengan bahan

makanan penukar.

1. Sesuai

Jika ≥5 porsi nasi atau

setara dengan bahan

makanan penukar.

(PGS, 2010).

Ordinal

Page 83: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

59

2 Pola

konsumsi

lauk hewani

Gambaran jumlah

dan frekuensi lauk

hewani yang

dikonsumsi

responden sehari-

hari.

FFQ

semikuantitatif

Wawancara 0. Tidak sesuai

Jika <3 porsi daging atau

setara dengan bahan

makanan penukar

(trimester I). Jika <4

porsi daging atau setara

dengan bahan makanan

penukar (trimester II dan

III).

1. Sesuai

Jika ≥3 porsi daging atau

setara dengan bahan

makanan penukar

(trimester I). Jika ≥4

porsi daging atau setara

dengan bahan makanan

penukar (trimester II dan

III).

(PGS, 2010).

Ordinal

3 Pola

konsumsi

lauk nabati

Gambaran jumlah

dan frekuensi lauk

nabati yang

dikonsumsi

responden sehari-

hari.

.

FFQ

semikuantitatif

Wawancara 0. Tidak sesuai

Jika <3 porsi tempe atau

setara dengan bahan

makanan penukar.

1. Sesuai

Jika ≥3 porsi tempe atau

setara dengan bahan

makanan penukar.

(PGS, 2010).

Page 84: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

60

4 Pola

konsumsi

sayuran

Gambaran jumlah

dan frekuensi

sayuran yang

dikonsumsi

responden sehari-

hari.

FFQ

semikuantitatif

Wawancara 0. Tidak sesuai

Jika <4 porsi sayur atau

setara dengan bahan

makanan penukar

(trimester I). Jika <3

porsi sayur atau setara

dengan bahan makanan

penukar (trimester II dan

III).

1. Sesuai

Jika ≥4 porsi sayur atau

setara dengan bahan

makanan penukar

(trimester I). Jika ≥3

porsi sayur atau setara

dengan bahan makanan

penukar (trimester II dan

III).

(PGS, 2010).

Ordinal

5 Pola

konsumsi

buah-buahan

Gambaran jumlah

dan frekuensi buah

yang dikonsumsi

responden sehari-

hari.

FFQ

semikuantitatif

Wawancara 0. Tidak sesuai

Jika <4 porsi buah atau

setara dengan bahan

makanan penukar

(trimester I). Jika <5

porsi buah atau setara

dengan bahan makanan

penukar (trimester II dan

III).

1. Sesuai

Jika ≥4 porsi buah atau

setara dengan bahan

Ordinal

Page 85: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

61

makanan penukar

(trimester I). Jika ≥5

porsi buah atau setara

dengan bahan makanan

penukar (trimester II dan

III).

(PGS, 2010).

6 Penyakit

tuberculosis

Jika responden

mengalami gejala

yang termasuk ke

dalam gejala

penyakit

tuberculosis dalam

waktu 1 tahun

terakhir.

Kuesioner Wawancara 0. Ya

1. Tidak

(Riskesdas, 2007)

Ordinal

7 Penyakit diare Jika responden

mengalami gejala

yang termasuk ke

dalam gejala

penyakit diare

dalam waktu 1

bulan terakhir.

Kuesioner Wawancara 0. Ya

1. Tidak

(Riskesdas, 2007)

Ordinal

8 Pantang

makanan

Tidak boleh makan

jenis makanan

tertentu yang

merupakan sumber

energi (protein,

karbohidrat, lemak)

karena alasan

budaya dan

kesehatan.

Kuesioner Wawancara 0. Ada

1. Tidak ada

Sediaoetama (1990).

Ordinal

Page 86: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

46

3.3 Hipotesis

1. Ada hubungan antara pola konsumsi makanan pokok dengan risiko KEK

pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun

2011.

2. Ada hubungan antara pola konsumsi lauk hewani dengan risiko KEK

pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun

2011.

3. Ada hubungan antara pola konsumsi lauk nabati dengan risiko KEK

pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun

2011.

4. Ada hubungan antara pola konsumsi sayuran dengan risiko KEK pada

ibu hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011.

5. Ada hubungan antara pola konsumsi buah-buahan dengan risiko KEK

pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun

2011.

6. Ada hubungan antara penyakit tuberculosis dengan risiko KEK pada ibu

hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011.

7. Ada hubungan antara penyakit diare dengan risiko KEK pada ibu hamil

di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011.

8. Ada hubungan antara pantang makanan dengan risiko KEK pada ibu

hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011.

Page 87: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

63

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan pendekatan

studi analitik. Rancangan penelitian menggunakan desain studi cross sectional

dimana pengukuran variabel independen maupun dependen dilakukan dalam waktu

yang bersamaan.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Ciputat, Kota Tangerang Selatan pada

bulan Juni sampai Juli 2011.

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu hamil yang melakukan

kunjungan ke puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan.

4.3.2 Sampel

Jumlah sampel pada penelitian ini diperoleh dengan menggunakan

rumus uji hipotesis beda dua proporsi (Ariawan, 1998), sebagai berikut:

n =

Page 88: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

64

Keterangan:

n = Besar sampel

Z1-α/2 = Nilai Z pada derjat kepercayaan 1-α/2 atau derajat kepercayaan

α pada uji dua sisi (two tail), yaitu sebesar 95% = 1,96.

Z1-β = Nilai Z pada kekuatan uji 1-β, yaitu sebesar 80% = 0,84.

P = Proporsi rata-rata = (P1+P2)/2

P1 = 30,4% (Proporsi ibu hamil risiko KEK dengan frekuensi lauk

nabati < 3 kali/hari).

P2 = 9,4% (Proporsi ibu hamil risiko KEK dengan frekuensi lauk

nabati ≥ 3 kali/hari).

Dari hasil perhitungan diatas, maka diperoleh jumlah sampel

sebanyak 108 orang.

4.4 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Pita LILA untuk mengukur lingkar lengan atas ibu hamil. Pengukuran LILA

dilakukan melalui urutan yang telah ditetapkan. Ada tujuh urutan pengukuran

LILA menurut Supariasa (2002), yaitu:

a) Tetapkan posisi bahu dan siku

Page 89: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

65

b) Letakkan pita antara bahu dan siku

c) Tentukan titik tengah lengan

d) Lingkarkan pita LILA pada tengah lengan

e) Pita jangan terlalu ketat

f) Pita jangan terlalu longgar

g) Cara pembacaan skala yang benar.

2. Timbangan yang telah dikalibrasi untuk mengetahui berat badan (BB) ibu.

Cara mengukurnya yaitu: orang yang diukur harus menggunakan baju seminal

mungkin dan tanpa alas kaki.

3. Microtoise untuk mengukur tinggi badan (TB) ibu. Cara mengukur TB, yaitu:

a) Subjek berdiri tegak dan telapak kaki rata dengan lantai. Micotoise diukur

pada tengkorak kepala yang menonjol dan tinggi badan dicatat yang

mendekati 0,5 cm

b) Perlu diperhatikan, kepala mesti dalam posisi frankfurt plane, telinga sejajar

dengan garis mata.

4. Pemeriksaan kadar Hb dengan cara fotoelektrik yaitu sian methemoglobin untuk

mengetahui kadar Hb ibu. Caranya sebagai berikut:

a) Ke dalam tabung kalorimeter dimasukkan 5,0 ml larutan Drabkin.

b) Dengan pipet hemoglobin diambil 20 ul darah; sebelah luar ujung pipet

dibersihkan, lalu darah itu dimasukkan ke dalam tabung kalorimeter dengan

membilasnya beberapa kali.

c) Campurlah isi tabung dengan membalikkannya beberapa kali. Tindakan ini

juga akan menyelenggarakan perubahan hemoglobin menjadi

sianmethemoglobin.

Page 90: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

66

d) Bacalah dalam spektrofotometer pada gelombang 540 nm, sebagai blanko

digunakan larutan Drabkin.

e) Kadar hemoglobin ditentukkan dari perbandingan absorbansinya dengan

absorbansi standard sianmethemoglobin atau dibaca dari kurve tera.

5. Kuesioner yang terdiri dari data identitas ibu, penyakit infeksi, dan pantangan

terhadap makanan.

6. Form FFQ semikuantitatif untuk mengetahui pola konsumsi ibu hamil.

4.5 Pengumpulan Data

Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer yaitu

data yang diperoleh dari pengukuran LILA, penimbangan BB, pengukuran TB, hasil

pemeriksaan kadar Hb, jawaban kuesioner dan form FFQ semikuantitatif.

4.6 Pengolahan Data

Dalam pengolahan data dilakukan beberapa tahap, yaitu sebagai berikut:

1. Editing

Data yang telah dikumpulkan diperiksa kelengkapannya terlebih dahulu.

2. Coding

Sebelum dimasukkan ke komputer, dilakukan proses pemberian kode pada

setiap jawaban yang terdiri variabel risiko KEK, pola konsumsi, penyakit infeksi

dan pantang makanan.

Page 91: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

67

a. Risiko KEK

Pada variabel risiko KEK, dilakukan pengukuran lingkar lengan atas

(LILA) Ibu hamil . Dikategorikan menjadi dua, yaitu risiko KEK dan tidak

berisiko KEK. Ada pun kodenya adalah sebagai berikut:

0. Risiko KEK ( LILA <23,5 cm, BB sebelum hamil >42 kg, TB >145cm,

BB ibu pada kehamilan trimester III >45 kg), IMT sebelum hamil >17

dan kadar Hb >11 gr%)

1. Tidak berisiko KEK ≥23,5 cm

b. Pola konsumsi

Pengukuran pola konsumsi menggunakan Food Frequency

Questioner (FFQ) semikuantitatif, bahan makanan yang dikonsumsi ibu

sehari-hari terdiri dari:

1) Makanan pokok

0. Tidak sesuai, jika: <5 porsi nasi atau setara dengan bahan makanan

penukar.

1. Sesuai, jika frekuensi ≥5 porsi nasi atau setara dengan bahan

makanan penukar.

2) Lauk hewani

0. Tidak sesuai jika: <3 porsi daging atau setara dengan bahan makanan

penukar (trimester I). Jika <4 porsi daging atau setara dengan bahan

makanan penukar (trimester II dan III).

1. Sesuai jika: ≥3 porsi daging atau setara dengan bahan makanan

penukar (trimester I). Jika ≥4 porsi daging atau setara dengan bahan

makanan penukar (trimester II dan III).

Page 92: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

68

3) Lauk nabati

0. Tidak sesuai jika: <3 porsi tempe atau setara dengan bahan makanan

penukar.

1. Sesuai jika: ≥3 porsi tempe atau setara dengan bahan makanan

penukar.

4) Sayuran

0. Tidak sesuai jika: <4 porsi sayur atau setara dengan bahan makanan

penukar (trimester I). Jika <3 porsi sayur atau setara dengan bahan

makanan penukar (trimester II dan III).

1. Sesuai jika: ≥4 porsi sayur atau setara dengan bahan makanan

penukar (trimester I). Jika ≥3 porsi sayur atau setara dengan bahan

makanan penukar (trimester II dan III).

5) Buah-buahan

0. Tidak sesuai jika: <4 porsi buah atau setara dengan bahan makanan

penukar (trimester I). Jika <5 porsi buah atau setara dengan bahan

makanan penukar (trimester II dan III).

1. Sesuai jika: ≥4 porsi buah atau setara dengan bahan makanan

penukar (trimester I). Jika ≥5 porsi buah atau setara dengan bahan

makanan penukar (trimester II dan III).

c. Penyakit infeksi

Variabel penyakit infeksi dilihat dari salah satu penyakit infeksi

terkait status gizi yang diderita oleh ibu hamil yaitu penyakit tuberculosis dan

diare yang dilihat dari gejala-gejala penyakit.

Page 93: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

69

1) Penyakit tuberculosis

Terdiri dari beberapa pertanyaan, jika responden mengalami beberapa

gejala yang ada dalam pertanyaan, maka responden sudah menderita

penyakit tersebut. Kodenya adalah:

0. Ya

1. Tidak

2) Penyakit diare

Terdiri dari beberapa pertanyaan, jika responden mengalami beberapa

gejala yang ada dalam pertanyaan, maka responden sudah menderita

penyakit tersebut. Kodenya adalah:

0. Ya

1. Tidak

d. Pantangan makan

Variabel ini terdiri dari pertanyaan mengenai ada atau tidak

kebiasaan tidak boleh makan jenis makanan tertentu pada responden karena

alasan budaya dan kesehatan. Kodenya adalah sebagai berikut:

0. Ada

1. Tidak ada

3. Entry

Memasukkan data dengan menggunakan komputer untuk analisa lebih

lanjut.

Page 94: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

70

4. Cleaning

Pengecekkan kembali, untuk memastikan bahwa tidak ada kesalahan pada

data yang sudah dimasukkan, baik dalam pengkodean maupun kesalahan dalam

membaca kode. Dengan demikian data telah siap dianalisis menggunakan

program pengolahan data.

4.7 Analisis Data

4.7.1 Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk menyajikan dan menggambarkan

distribusi frekuensi dari setiap variabel yang diteliti dalam bentuk presentase

dan disajikan dalam bentuk tabel. Analisis univariat dalam penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui gamabaran variabel independennya, yaitu pola

konsumsi, penyakit infeksi dan pantang makanan. Serta variabel

dependennya, yaitu risiko kurang energi kronis (KEK).

4.7.2 Analisis Bivariat

Analisa bivariat digunakan untuk melihat kemungkinan hubungan

antara variabel dependen dengan variabel independen. Pada analisis ini

digunakan uji chi square dengan rumus:

X2 = ∑ (O-E)

2

E

dF = (k-1) (b-1)

Page 95: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

71

Keterangan:

X2

= Chi square

O = Nilai observasi

E = Nilai ekspektasi

k = Jumlah kolom

b = Jumlah baris

Melalui uji statistic chi square akan diperoleh nilai P, dimana dalam

penelitian ini digunakan tingkat kemaknaan sebesar 0,05. Penelitian antara

dua variabel dikatakan berhubungan jika mempunyai nilai p≤0,05 dan

dikatakan tidak berhubungan jika mempunyai nilai p>0,05.

Page 96: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

72

BAB V

HASIL

5.1 Gambaran Umum Puskesmas Ciputat

Puskesmas Ciputat terletak ± 6 km sebelah utara Kota Tangerang Selatan.

Luas wilayah Kecamatan Ciputat kira-kira 13.311 Ha dengan sebagian besar berupa

tanah darat atau kering (93,64%) sisanya adalah rawa atau danau. Letak Puskesmas

Ciputat berbatasan dengan :

a. Sebelah utara: wilayah kerja Puskesmas Kampung Sawah

b.Sebelah selatan : wilayah kerja Puskesmas Pamulang

c. Sebelah barat: wilayah kerja Puskesmas Pamulang

d.Sebelah timur: wilayah kerja Puskesmas Ciputat Timur

Puskesmas Ciputat terletak di Jalan Ki Hajar Dewantoro No. 7 Kelurahan

Ciputat, Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten. Dibangun di

atas tanah seluas 693 m2 dengan luas bangunan ± 1200 m

2 yang terdiri dari 2 lantai.

Kegiatan pelayanan dipusatkan di lantai 1, sedangankan di lantai 2 difungsikan

sebagai ruang kepala puskesmas dan staff, data, serta ruang rapat. Di lantai 2 juga

terdapat ruang pelayanan pengobatan TB paru, klinik sanitasi, klinik Pusat Terapi

(PTRM) dan laboratorium. Wilayah kerja puskesmas terdiri dari 2 kelurahan yaitu

kelurahan Ciputat dan Kelurahan Cipayung.

Page 97: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

73

5.2 Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk melihat gambaran distribusi frekuensi

variabel dependen yaitu risiko KEK pada ibu hamil beserta variabel independennya

yaitu pola konsumsi (makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayuran, dan buah-

buahan), penyakit infeksi (tuberculosis, diare), dan pantang makanan.

5.2.1 Gambaran Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada Ibu Hamil di

Puskesmas Ciputat

Gambaran risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada ibu hamil di

Puskesmas Ciputat tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 5.1.

Tabel 5.1

Distribusi Frekuensi Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada Ibu Hamil di

Puskesmas Ciputat Tahun 2011

Risiko KEK Jumlah Persentase

Ya 44 40,7

Tidak 64 59,3

Total 108 100

Berdasarkan tabel 5.1, risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada ibu

hamil di Puskesmas Ciputat yaitu sebesar 40,7% atau sebanyak 44 orang.

Page 98: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

74

5.2.2 Gambaran Pola Konsumsi pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat

5.2.2.1 Gambaran Pola Konsumsi Makanan Pokok pada Ibu Hamil di

Puskesmas Ciputat

Gambaran pola konsumsi makanan pokok pada ibu hamil di

Puskesmas Ciputat tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 5.2.

Tabel 5.2

Distribusi Pola Konsumsi Makanan Pokok pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat

Tahun 2011

Pola Konsumsi Makanan Pokok Jumlah Persentase

Tidak sesuai anjuran 62 57,4

Sesuai anjuran 46 42,6

Total 108 100

Pola konsumsi makanan pokok ibu hamil di Puskesmas

ciputat yang tidak sesuai anjuran berdasarkan hasil analisis yaitu 62

orang ( 57,4%).

5.2.2.2 Gambaran Pola Konsumsi Lauk Hewani pada Ibu Hamil di

Puskesmas Ciputat

Gambaran pola konsumsi lauk hewani pada ibu hamil di

Puskesmas Ciputat tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 5.3.

Tabel 5.3

Distribusi Pola Konsumsi Lauk Hewani pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat

Tahun 2011

Pola Konsumsi Lauk Hewani Jumlah Persentase

Tidak sesuai anjuran 58 53,7

Sesuai anjuran 50 46,3

Total 108 100

Page 99: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

75

Pola konsumsi lauk hewani ibu hamil di Puskesmas ciputat

yang tidak sesuai anjuran berdasarkan hasil analisis yaitu ada 58

orang (53,7%).

5.2.2.3 Gambaran Pola Konsumsi Lauk Nabati pada Ibu Hamil di

Puskesmas Ciputat

Gambaran pola konsumsi lauk nabati pada ibu hamil di

Puskesmas Ciputat tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 5.4.

Tabel 5.4

Distribusi Pola Konsumsi Lauk Nabati pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat

Tahun 2011

Pola Konsumsi Lauk Nabati Jumlah Persentase

Tidak sesuai anjuran 35 32,4

Sesuai anjuran 73 67,6

Total 108 100

Pola konsumsi lauk nabati ibu hamil di Puskesmas ciputat

yang tidak sesuai anjuran berdasarkan hasil analisis adalah 35

orang (32,4%).

5.2.2.4 Gambaran Pola Konsumsi Sayuran pada Ibu Hamil di

Puskesmas Ciputat

Gambaran pola konsumsi sayuran pada ibu hamil di

Puskesmas Ciputat tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 5.5.

Page 100: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

76

Tabel 5.5

Distribusi Pola Konsumsi Sayuran pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat

Tahun 2011

Pola Konsumsi Sayuran Jumlah Persentase

Tidak sesuai anjuran 65 60,2

Sesuai anjuran 43 39,8

Total 108 100

Pola konsumsi sayuran pada ibu hamil di Puskesmas

ciputat yang tidak sesuai anjuran berdasarkan hasil analisis yaitu

sebesar 60,2% ( 65 orang).

5.2.2.5 Gambaran Pola Konsumsi Buah-buahan pada Ibu Hamil di

Puskesmas Ciputat

Gambaran pola konsumsi buah pada ibu hamil di

Puskesmas Ciputat tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 5.6.

Tabel 5.6

Distribusi Pola Konsumsi Buah-buahan pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat

Tahun 2011

Pola Konsumsi Buah-buahan Jumlah Persentase

Tidak sesuai anjuran 74 68,5

Sesuai anjuran 34 31,5

Total 108 100

Pola konsumsi buah pada ibu hamil di Puskesmas ciputat

yang tidak sesuai anjuran berdasarkan hasil analisis yaitu 74 orang

(68,5%).

Page 101: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

77

5.2.3 Gambaran Penyakit Infeksi pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat

5.2.3.1 Gambaran Penyakit Tuberculosis pada Ibu Hamil di Puskesmas

Ciputat

Gambaran penyakit tuberculosis pada ibu hamil di Puskesmas

Ciputat tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 5.7.

Tabel 5.7

Distribusi Penyakit Tuberculosis pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun

2011

Penyakit Tuberculosis Jumlah Persentase

Ya 9 8,3

Tidak 99 91,7

Total 108

Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa 9 orang

(8,3%) ibu hamil menderita penyakit tuberculosis.

5.2.3.2 Gambaran Penyakit Diare pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat

Gambaran penyakit diare pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat

tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 5.8.

Tabel 5.8

Distribusi Penyakit Diare pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011

Penyakit Diare Jumlah Persentase

Ya 35 32,4

Tidak 73 67,6

Total 108 100

Page 102: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

78

Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa 35 orang

(32,4%) ibu hamil menderita penyakit diare.

5.2.3.3 Gambaran Pantang Makanan pada Ibu Hamil di Puskesmas

Ciputat

Gambaran pantang makanan pada ibu hamil di Puskesmas

Ciputat tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 5.9.

Tabel 5.9

Distribusi Pantang Makanan pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun

2011

Pantang Makanan Jumlah Persentase

Ya 33 30,6

Tidak 75 69,4

Total 108 100

Berdasarkan tabel 5.9, ibu hamil yang memiliki pantang makanan

yaitu ada 33 orang (30,6%).

5.3 Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara variabel

independen yaitu pola konsumsi (makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayuran,

dan buah-buahan), penyakit infeksi (tuberculosis, diare) dan pantang makanan

dengan variabel dependennya yaitu risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas

Ciputat. Melalui uji Chi Square akan diperoleh nilai P, dimana dalam penelitian ini

digunakan tingkat kemaknaan sebesar 0,05. Penelitian antara dua variabel dikatakan

Page 103: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

79

bermakna jika mempunyai nilai P≤0,05 dan dikatakan tidak bermakna jika

mempunyai nilai P >0,05.

5.3.1 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola

Konsumsi pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat

5.3.1.1 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola

Konsumsi Makanan Pokok pada Ibu Hamil di Puskesmas

Ciputat

Hasil analisis bivariat antara pola konsumsi makanan pokok

dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011

dapat dilihat pada tabel 5.10.

Tabel 5.10

Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola Konsumsi

Makanan Pokok pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011

Pola Konsumsi

Makanan

Pokok

Risiko KEK Total

P-value Ya Tidak

N % n % n %

Tidak sesuai

anjuran

34 54,8 28 45,2 62 100 0,001

Sesuai anjuran 10 21,7 36 78,3 46 100

Total 44 40,7 64 59,3 108 100

Berdasarkan tabel 5.10 hasil analisis hubungan antara pola

konsumsi makanan pokok dengan risiko KEK pada ibu hamil di

Puskesmas Ciputat tahun 2011 diperoleh bahwa diantara 62 ibu yang

pola konsumsi makanan pokok tidak sesuai anjuran, terdapat 34 ibu

Page 104: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

80

hamil (54,8%) yang risiko KEK. Sedangkan dari 46 ibu yang pola

konsumsi makanan pokok sesuai anjuran, terdapat 10 ibu hamil

(21,7%) yang termasuk risiko KEK.

Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,001 (≤0,05).

Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara pola konsumsi

makanan pokok dengan risiko KEK.

5.3.1.2 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola

Konsumsi Lauk Hewani pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat

Hasil analisis bivariat antara pola konsumsi lauk hewani

dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011

dapat dilihat pada tabel 5.11.

Tabel 5.11

Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola Konsumsi Lauk

Hewani pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011

Pola Konsumsi

Lauk Hewani

Risiko KEK Total

P-value Ya Tidak

N % n % n %

Tidak sesuai

Anjuran

36 62,1 22 37,9 58 100 0,000

Sesuai anjuran 8 16,0 42 84,0 50 100

Total 44 40,7 64 59,3 108 100

Berdasarkan tabel 5.11 hasil analisis hubungan antara pola

konsumsi lauk hewani dengan risiko KEK pada ibu hamil di

Page 105: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

81

Puskesmas Ciputat tahun 2011 diperoleh bahwa diantara 58 ibu yang

pola konsumsi lauk hewani tidak sesuai anjuran, terdapat 36 ibu hamil

(62,1%) yang risiko KEK. Sedangkan dari 50 ibu yang pola konsumsi

lauk hewani sesuai anjuran, terdapat 8 ibu hamil (16,0%) yang

termasuk risiko KEK.

Dari hasil uji statistik pada 5% diperoleh nilai p= 0,000

(≤0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara pola

konsumsi lauk hewani dengan risiko KEK.

5.3.1.3 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola

Konsumsi Lauk Nabati pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat

Hasil analisis bivariat antara pola konsumsi lauk nabati

dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011

dapat dilihat pada tabel 5.12.

Tabel 5.12

Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola Konsumsi Lauk

Nabati pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011

Pola Konsumsi

Lauk Nabati

Risiko KEK Total

P-value Ya Tidak

N % n % N %

Tidak sesuai

Anjuran

22 62,9 13 37,1 35 100 0,002

Sesuai anjuran 22 30,1 51 69,9 73 100

Total 44 40,7 64 59,3 108 100

Page 106: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

82

Berdasarkan tabel 5.12 hasil analisis hubungan antara pola

konsumsi lauk nabati dengan risiko KEK pada ibu hamil di

Puskesmas Ciputat tahun 2011 diperoleh bahwa diantara 35 ibu yang

pola konsumsi lauk nabati tidak sesuai anjuran, terdapat 22 ibu hamil

(62,9%) yang risiko KEK. Sedangkan dari 73 ibu yang pola konsumsi

lauk nabati sesuai anjuran, terdapat 22 ibu hamil (30,1%) yang

termasuk risiko KEK.

Dari hasil uji statistik pada tingkat kemaknaan 0,05 diperoleh

nilai p= 0,002 (≤0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan

antara pola konsumsi lauk nabati dengan risiko KEK.

5.3.1.4 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola

Konsumsi Sayuran pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat

Hasil analisis bivariat antara pola konsumsi sayuran dengan

risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011 dapat

dilihat pada tabel 5.13.

Tabel 5.13

Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola Konsumsi

Sayuran pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011

Pola Konsumsi

Sayuran

Risiko KEK Total

P-value Ya Tidak

N % n % n %

Tidak sesuai

Anjuran

29 44,6 36 55,4 65 100 0,419

Sesuai anjuran 15 34,9 28 65,1 43 100

Total 44 40,7 64 59,3 108 100

Page 107: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

83

Berdasarkan tabel 5.13 hasil analisis hubungan antara pola

konsumsi sayuran dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas

Ciputat tahun 2011 diperoleh bahwa diantara 65 ibu yang pola

konsumsi sayurannya tidak sesuai anjuran, terdapat 29 ibu hamil

(44,6%) yang risiko KEK. Sedangkan dari 43 ibu yang pola konsumsi

sayurannya sesuai anjuran, terdapat 15 ibu hamil (34,9%) yang

termasuk risiko KEK.

Dari hasil uji statistik pada tingkat kemaknaan 0,05 diperoleh

nilai p= 0,419 (>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada

hubungan antara pola konsumsi sayuran dengan risiko KEK.

5.3.1.5 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola

Konsumsi Buah pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat

Hasil analisis bivariat antara pola konsumsi buah dengan

risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011 dapat

dilihat pada tabel 5.14.

Page 108: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

84

Tabel 5.14

Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola Konsumsi Buah

pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011

Pola Konsumsi

Buah

Risiko KEK Total

P-value Ya Tidak

N % n % n %

Tidak sesuai

Anjuran

30 40,5 44 59,5 74 100 1,000

Sesuai anjuran 14 41,2 20 58,8 34 100

Total 44 40,7 64 59,3 108 100

Berdasarkan tabel 5.14 hasil analisis hubungan antara pola

konsumsi buah dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas

Ciputat tahun 2011 diperoleh bahwa diantara 74 ibu hamil yang pola

konsumsi buah tidak sesuai anjuran, terdapat 30 ibu hamil (40,5%)

yang risiko KEK. Sedangkan dari 34 ibu yang pola konsumsi

sayurannya sesuai anjuran, terdapat 14 ibu hamil (41,2%) yang

termasuk risiko KEK.

Dari hasil uji statistik pada tingkat kemaknaan 0,05 diperoleh

nilai p= 1,000 (>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada

hubungan antara pola konsumsi buah dengan risiko KEK.

Page 109: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

85

5.3.2 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Penyakit

Infeksi pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat

5.3.2.1 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan

Penyakit Tuberculosis pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat

Hasil analisis bivariat antara penyakit tuberculosis dengan

risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011 dapat

dilihat pada tabel 5.15.

Tabel 5.15

Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Penyakit Tuberculosis

pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011

Penyakit

Tuberculosis

Risiko KEK Total

P-value Ya Tidak

N % n % n %

Ya 3 33,3 6 66,7 9 100 0,735

Tidak 41 41,4 58 58,6 99 100

Total 44 40,7 64 59,3 108 100

Berdasarkan tabel 5.15 hasil analisis hubungan antara

penyakit tuberculosis dengan risiko KEK pada ibu hamil di

Puskesmas Ciputat tahun 2011 diperoleh bahwa diantara 9 ibu hamil

yang menderita penyakit tuberculosis, terdapat 3 ibu hamil (33,3%)

yang risiko KEK. Sedangkan dari 99 ibu hamil yang tidak menderita

penyakit tuberculosis, terdapat 41 ibu hamil (41,4%) yang termasuk

risiko KEK.

Page 110: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

86

Dari hasil uji statistik pada tingkat kemaknaan 0,05 diperoleh

nilai p=0,461 (>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada

hubungan antara penyakit tuberculosis dengan risiko KEK.

5.3.2.2 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan

Penyakit Diare pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat

Hasil analisis bivariat antara penyakit diare dengan risiko

KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011 dapat dilihat

pada tabel 5.16.

Tabel 5.16

Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Penyakit Diare pada

Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011

Penyakit Diare

Risiko KEK Total

P-value Ya Tidak

N % n % n %

Ya 19 54,3 16 45,7 35 100 0,076

Tidak 25 34,2 48 65,8 73 100

Total 44 40,7 64 59,3 108 100

Berdasarkan tabel 5.16 hasil analisis hubungan antara

penyakit diare dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas

Ciputat tahun 2011 diperoleh bahwa diantara 35 ibu hamil yang

menderita penyakit diare, terdapat 19 ibu hamil (54,3%) yang risiko

KEK. Sedangkan dari 73 ibu hamil yang tidak menderita penyakit

diare, terdapat 25 ibu hamil (34,2%) yang termasuk risiko KEK.

Page 111: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

87

Dari hasil uji statistik pada tingkat kemaknaan 0,05 diperoleh

nilai p=0,076 (>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada

hubungan antara penyakit diare dengan risiko KEK.

5.3.3 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pantang

Makanan pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat

Hasil analisis bivariat antara pantang makanan dengan risiko KEK

pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011 dapat dilihat pada tabel

5.17.

Tabel 5.17

Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pantang Makanan

pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011

Pantang

Makanan

Risiko KEK Total

P-value Ya Tidak

N % n % n %

Ada 19 57,6 14 42,4 33 100 0,032

Tidak 25 33,3 50 66,7 75 100

Total 44 40,7 64 59,3 108 100

Berdasarkan tabel 5.17 hasil analisis hubungan antara pantang

makanan dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat tahun

2011 diperoleh bahwa diantara 33 ibu hamil yang mempunyai pantang

makanan selama kehamilan, terdapat 19 ibu hamil (57,6%) yang risiko KEK.

Sedangkan dari 75 ibu hamil yang tidak mempunyai pantang makanan,

terdapat 25 ibu hamil (33,3%) yang termasuk risiko KEK.

Page 112: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

88

Dari hasil uji statistik pada tingkat kemaknaan 0,05 diperoleh nilai

p=0,032 ( 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara pantang

makanan dengan risiko KEK.

Page 113: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

89

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian

1. Penggunaan desain studi cross sectional hanya dapat melihat hubungan antar

variabel tetapi tidak dapat menjelaskan hubungan sebab akibat antar variabel

tersebut.

2. Variabel penyakit infeksi tidak dilakukan pemeriksaan klinis atau hanya dilihat

dari gejala-gejala umum saja yang dilakukan dengan wawancara pertanyaan

mendalam.

3. Pengukuran pola konsumsi yang mengandalkan daya ingat responden.

6.2 Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat

Dari hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa risiko Kurang Energi Kronis

(KEK) pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat sebesar 40,7%. Hasil penelitian ini

tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Surasih (2005) di

Kabupaten Banjarnegara yang memperlihatkan fakta bahwa risiko KEK pada ibu

hamil sebesar 41,2 %.

Hasil penelitian ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan Susenas (Survey

Sosial Ekonomi Nasional) pada tahun 1999 yang menunjukkan ibu hamil yang

mengalami risiko KEK berkisar 27,6%. Hasil penelitian ini juga lebih tinggi

dibanding hasil survey Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2000-2005 bahwa ibu

Page 114: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

90

hamil risiko KEK sebesar 15,49%. Selain itu hasil penelitian ini lebih tinggi

dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hapni (2004) di DKI

Jakarta dimana didapatkan ibu hamil yang mengalami risiko KEK adalah 17,1%, dan

pada penelitian yang dilakukan Azma (2002) di Kota Sukabumi didapatkan risiko

KEK yaitu 28,8%.

Menurut WHO apabila prevalensi KEK 3-5% menunjukkan tidak ada

kerawanan pangan di tingkat rumah tangga, 5-9% berarti harus berhati-hati

kemungkinan rawan pangan, 10-19% menunjukkan situasi rawan pangan pada

tingkat rumah tangga sudah pada tingkat buruk, 20-30% situasi rawan pangan gawat

dan lebih dari 30% situasi rawan pangan adalah parah. Sedangkan berdasarkan

acuan Departemen Kesehatan tahun 2003 tentang tingkat besaran masalah risiko

KEK, yaitu <20% (ringan), 20-30% (sedang), dan >30% (berat).

Menurut WHO (2005), ibu hamil dengan risiko KEK akan meningkatkan

kemungkinan kesakitan maternal, terutama pada trimester ketiga (bulan 7-9) dan

meningkatkan risiko melahirkan BBLR. Ibu hamil dengan risiko KEK akan

mengalami kesulitan pada saat persalinan, perdarahan, dan berpeluang untuk

melahirkan bayi dengan BBLR yang akhirnya menyebabkan kematian pada ibu atau

bayi (Depkes RI, 1995).

Menurut FAO (1988), jika seseorang mengalami sekali atau lebih

kekurangan energi, maka dapat terjadi penurunan berat badan dengan aktifitas ringan

sekali pun dan pada tingkat permintaan energi BMR yang rendah sehingga mereka

Page 115: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

91

akan mengurangi sejumlah aktivitas untuk menyeimbangkan masukan energi yang

lebih rendah tersebut. Ketidakseimbangan energi yang memicu rendahnya berat

badan dan simpanan energi dalam tubuhnya akan menyebabkan kurang energi kronis

(KEK). KEK mengacu pada lebih rendahnya masukan energi dibandingkan besarnya

energi yang dibutuhkan yang berlangsung pada periode tertentu, bulan hingga tahun

(Norgan, 1987 dalam Syahnimar 2004).

Dalam penelitian ini, sebagian besar pola konsumsi ibu tidak sesuai anjuran

makan ibu hamil seperti pola konsumsi makanan pokok yang sesuai 42,6%, lauk

hewani 46,3%, lauk nabati 67,6%, sayuran 39,8%, dan buah hanya 31,5%. Menurut

Guthrie (1995) dalam Hapni (2004), ibu hamil yang menderita risiko KEK dapat

terjadi karena jumlah makanan yang dikonsumsi tidak cukup, atau penggunaan zat

gizi dalam tubuh tidak optimal, atau kedua-duanya. Hal ini menyebabkan penurunan

jumlah sel darah dalam tubuh, sehingga suplai darah dan zat-zat gizi yang diberikan

ke janin berkurang, maka pertumbuhan janin akan terhambat dan bayi yang

dilahirkan akan BBLR.

Page 116: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

92

6.3 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola Konsumsi

pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat

6.3.1 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola

Konsumsi Makanan Pokok pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat

Bahan makanan pokok merupakan bahan makanan yang memegang

peranan penting. Pada umumnya porsi makanan pokok dalam jumlah

(kuantitas/volume) terlihat lebih banyak dari bahan makanan lainnya

(Santoso, dkk, 2004). Sumber energi bisa didapat dengan mengkonsumsi

beras, jagung, gandum, kentang, ubi jalar, ubi kayu, dan sagu (Arisman,

2004).

Kebutuhan akan energi pada trimester 1 meningkat secara minimal.

Setelah itu, sepanjang trimester 2 dan 3, kebutuhan akan terus membesar

sampai pada akhir kehamilan. Energi tambahan selama trimester 2 diperlukan

untuk pemekaran jaringan ibu, yaitu penambahan volume darah,

pertumbuhan uterus dan payudara, serta penumpukan lemak. Sepanjang

trimester 3, energi tambahan dipergunakan untuk pertumbuhan janin dan

plasenta. Pertambahan energi disebabkan oleh peningkatan laju metabolisme

basal. Selain itu, tambahan energi juga diperlukan untuk menjaga

ketersediaan cadangan protein. Pertambahan energi ini terutama diperlukan

pada 20 minggu terakhir dari masa kehamilan, yaitu ketika pertumbuhan

janin berlangsung sangat pesat.

Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi Tahun 2004 menganjurkan

tambahan energi sebesar 180 kkal untuk trimester 1, 300 kkal untuk trimester

Page 117: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

93

2 dan 3 (Arisman, 2004 ). Intake energi yang cukup yaitu penambahan

55.000 kkal selama 9 bulan kehamilan (Irawati, 2006) diperlukan untuk:

1. Fetus (pertumbuhan fetus dan aktivitas fisik fetus)

2. Ibu (peningkatan basal metabolisme, simpanan lemak, pertumbuhan

uterus dan payudara, volume darah bertambah dan perubahan aktivitas).

Hasil penelitian menunjukkan ibu dengan pola konsumsi makanan

pokok tidak sesuai anjuran lebih banyak (62%) dari pada ibu dengan pola

konsumsi makanan pokok sesuai anjuran (46%). Berdasarkan uji chi square

didapatkan bahwa ibu dengan pola konsumsi makanan pokok tidak sesuai

anjuran dengan risiko KEK lebih tinggi dibandingkan dengan ibu dengan

pola konsumsi makanan pokok sesuai anjuran. Proporsi dari kelompok

responden pola konsumsi makanan pokok tidak sesuai anjuran dengan risiko

KEK sebesar 54,8% dan pada kelompok responden pola konsumsi makanan

pokok sesuai anjuran dengan risiko KEK sebesar 21,7%.

Hasil uji statistik menunjukkan nilai p-value 0,001 (p-value≥0,05)

artinya pada alpha 5% terdapat hubungan antara pola konsumsi makanan

pokok dengan risiko KEK. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Syahnimar (2004) yang menyatakan bahwa terdapat

hubungan bermakna antara frekuensi makan makanan pokok dengan risiko

KEK.

Dari sudut ilmu gizi, bahan makanan pokok merupakan sumber

energi dan mengandung banyak karbohidrat (Santoso, dkk, 2004).

Karbohidrat dikenal sebagai zat gizi makro sumber bahan bakar (energi)

Page 118: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

94

utama bagi tubuh. Karena sebagian besar energi berasal dari karbohidrat,

maka makanan sumber karbohidrat digolongkan sebagai makanan pokok

(Kurniasih, dkk, 2010).

Hasil penelitian ini sesuai dengan fungsi utama karbohidrat yaitu

menyediakan keperluan energi bagi tubuh, selain itu juga menyiapkan

cadangan energi siap pakai dalam bentuk glikogen. Apabila karbohidrat

kurang dari kebutuhan tubuh, maka tidak ada simpanan cadangan energi

dalam hati dan otot dalam bentuk glikogen yang sewaktu-waktu diperlukan

dan digunakan pada saat tubuh mengalami kekurangan energi (Kartasapoetra,

dkk, 2003).

Energi dalam tubuh manusia dapat timbul dikarenakan adanya

pembakaran karbohidrat, protein dan lemak, dengan demikian agar selalu

tercukupi energinya diperlukan pemasukan zat-zat makanan yang cukup ke

dalam tubuhnya. Menurut Suhardjo (1988) dalam prinsip-prinsip ilmu gizi,

seseorang tidak dapat bekerja dengan energi yang melebihi dari apa yang

diperoleh dari makanan kecuali jika menggunakan cadangan energi dalam

tubuh, namun apabila kebiasaan menggunakan cadangan ini terus menerus,

maka akan dapat mengakibatkan keadaan kurang gizi khususnya energi

(Kartasapoetra, dkk, 2003).

Asupan energi pada trimester 1 diperlukan untuk menyalurkan

makanan dan pembentukan hormon, sedangkan pada janin diperlukan untuk

pembentukan organ (Sadler, 2000). Asupan energi pada trimester 2

diperlukan untuk pertumbuhan kepala, badan, dan tulang janin. Trimester 3

Page 119: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

95

juga terjadi pertumbuhan janin dan plasenta serta cairan amnion akan

berlangsung cepat selama trimester 3 (Sulistyoningsih, 2011).

Ketika jumlah makanan yang dikonsumsi tidak cukup atau tidak

adekuat. Hal ini menyebabkan penurunan volume darah, sehingga aliran

darah ke plasenta menurun, maka ukuran plasenta berkurang dan transfer

nutrient juga berkurang yang mengakibatkan pertumbuhan janin terhambat

dan bayi yang dilahirkan akan BBLR. Hal ini terjadi karena pentingnya

peran plasenta yaitu sebagai alat transport, menyeleksi zat-zat makanan

sebelum mencapai janin, efisiensi plasenta dalam mengkonsentrasikan,

mensintesis, dan transport zat gizi menentukan suplai ke janin.

6.3.2 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola

Konsumsi Lauk Hewani pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat

Kadar zat makanan (gizi) pada setiap bahan makanan memang tidak

sama, ada yang rendah dan ada pula yang tinggi, karena itu setiap bahan

makanan akan saling melengkapi zat makanan/gizinya yang selalu

dibutuhkan tubuh manusia guna menjamin pertumbuhan dan perkembangan

fisik serta energi yang cukup guna melaksanakan kegiatan-kegiatannya. Zat

makanan (gizi) yang diperlukan tubuh manusia ada yang berasal dari

tumbuh-tumbuhan atau biasa disebut dengan lauk nabati dan ada pula yang

berasal dari hewan yaitu lauk hewani (Kartasapoetra, dkk, 2003).

Hasil penelitian menunjukkan ibu dengan konsumsi lauk hewani

tidak sesuai anjuran lebih banyak (53,7%) dari pada ibu dengan pola lauk

Page 120: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

96

hewani sesuai anjuran (46,3%). Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa

proporsi dari kelompok responden pola konsumsi lauk hewani tidak sesuai

anjuran dengan risiko KEK sebesar 62,1% dan pada kelompok responden

pola konsumsi lauk hewani sesuai anjuran dengan risiko KEK sebesar 16,0%.

Begitu juga dengan hasil uji chi square diperoleh nilai p-value= 0,000 (p-

value≤0,05) yang menyatakan ada hubungan antara pola konsumsi lauk

hewani dengan risiko KEK. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian

yang dilakukan oleh Saraswati (2006) .

Lauk sebaiknya terdiri dari atas campuran lauk hewani dan nabati.

Lauk hewani, seperti daging, ayam, ikan, udang dan telur mengandung

protein dengan nilai biologi lebih tinggi daripada lauk nabati (Almatsier,

2001).

Dalam buku ilmu gizi, protein selain akan digunakan bagi

pembangun struktur tubuh (pembentukan berbagai jaringan) juga akan

disimpan untuk digunakan dalam keadaan darurat, sehingga pertumbuhan

terus berlangsung, akan tetapi apabila dalam keadaan terus-menerus

menerima makanan yang tidak seimbang, dengan sendirinya akan terjadi

pertumbuhan yang kurang baik, daya tahan tubuh menurun, rentan terhadap

penyakit, dll. Proses-proses yang berlangsung di dalam tubuh dikendalikan

oleh tersedianya protein di dalam tubuh. Proses pencernaan misalnya hanya

akan berlangsung secara teratur dengan dukungan hormon yang

mencukupinya, sedangkan hormon itu terdiri dari protein.

Page 121: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

97

Ketika zat gizi yang masuk ke dalam tubuh berkurang atau tidak

adekuat, maka tubuh akan menggunakan cadangan lemak untuk memenuhi

kebutuhannya dan terjadi penurunan cadangan lemak dalam tubuh.

Kemudian simpanan cadangan lemak dalam tubuh habis, maka terjadilah

penurunan fungsional dalam jaringan hingga kerusakan jaringan. Hal ini

ditandai dengan penurunan berat badan ibu, pertumbuhan janin terhambat,

dan penurunan fungsi imun ibu. Karena cadangan lemak dalam tubuh habis,

maka terjadi perubahan biokimia yaitu sel-sel beradaptasi dan berkompensasi

dengan cara menggunakan cadangan protein yang ada di hati dan otot untuk

dirubah menjadi energi (Aritonang, 2010). Hal ini menyebabkan penurunan

volume darah, sehingga aliran darah ke plasenta menurun, maka ukuran

plasenta berkurang dan transfer nutrient juga berkurang yang mengakibatkan

pertumbuhan janin terhambat dan bayi yang dilahirkan akan BBLR. Hal ini

terjadi karena pentingnya peran plasenta yaitu sebagai alat transport,

menyeleksi zat-zat makanan sebelum mencapai janin, efisiensi plasenta

dalam mengkonsentrasikan, mensintesis, dan transport zat gizi menentukan

suplai ke janin.

6.3.3 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola

Konsumsi Lauk Nabati pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat

Hasil penelitian menunjukkan ibu dengan pola konsumsi lauk nabati

tidak sesuai anjuran sebesar 32,4%, sedangkan ibu dengan pola konsumsi

lauk nabati sesuai anjuran sebesar 67,6% . Berdasarkan hasil analisis

Page 122: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

98

diketahui bahwa ibu dengan pola konsumsi lauk nabati tidak sesuai anjuran

dengan risiko KEK lebih tinggi dibandingkan dengan ibu dengan pola

konsumsi lauk nabati sesuai anjuran. Proporsi dari kelompok responden pola

konsumsi lauk nabati tidak sesuai anjuran dengan risiko KEK sebesar 62,9%

dan pada kelompok responden pola konsumsi lauk nabati sesuai anjuran

dengan risiko KEK sebesar 30,1%. Hasil uji statistik menunjukkan nilai p-

value 0,002 (p-value≥0,05) artinya pada alpha 5% terdapat hubungan antara

pola konsumsi lauk nabati dengan risiko KEK.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Azma (2002) di Kota Sukabumi yang menunjukkan ada hubungan antara

pola konsumsi lauk nabati dengan risiko KEK pada ibu hamil.

Kacang-kacangan dalam bentuk kering atau hasil olahannya,

walaupun mengandung protein dengan nilai biologi sedikit lebih rendah

daripada lauk hewani karena mengandung lebih sedikit asam amino esensial

metionin, merupakan sumber protein yang baik. Pengolahan kacang-

kacangan menjadi tempe, tahu, susu kedelai, dan oncom tidak saja

meningkatkan cita rasa tetapi juga meningkatkan kecernaan dan ketersediaan

zat-zat gizi bagi tubuh (Almatsier, 2001).

Kurangnya karbohidrat, protein dan zat lemak dalam tubuh dapat

menyebabkan pembakaran ketiga unsur tersebut kurang menghasilkan

energi, akibatnya tubuh menjadi lesu, kurang bergairah untuk melakukan

berbagai kegiatan dan kondisi tubuh yang demikian tentunya akan banyak

Page 123: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

99

menimbulkan kerugian, misalnya peka akan macam-macam penyakit,

produktivitas kerja sangat lemah, dll (Kartasapoetra, dkk, 2003).

Apabila asupan protein tidak mencukupi maka plasenta menjadi

kurang sempurna karena transfer nutrient berkurang yang mengakibatkan

pertumbuhan janin terhambat, padahal plasenta berfungsi untuk menunjang,

memelihara, dan menyalurkan makanan bagi janin. Protein juga diperlukan

untuk pertumbuhan dan perkembangan sel-sel otak dan myelin selama masa

janin dan berkaitan erat dengan kecerdasan. Selain untuk pertumbuhan dan

perkembangan janin, protein juga dibutuhkan untuk persiapan persalinan.

Ketika asupan tidak adekuat, hal ini menyebabkan penurunan volume darah

sehingga aliran darah menurun, padahal sebanyak 300-500 ml darah

diperkirakan akan hilang pada persalinan (Sulistyoningsih, 2011).

6.3.4 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola

Konsumsi Sayuran pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat

Vitamin dan mineral terutama banyak terdapat dalam sayur dan

buah, khususnya yang berwarna kuning dan hijau gelap. Vitamin dan mineral

adalah zat gizi makro yang memperlancar proses pembuatan energi dan

proses biologis lainnya yang diperlukan untuk mempertahankan kesehatan.

Oleh sebab itu didalam tumpeng gizi seimbang, sayuran dan buah dianjurkan

dikonsumsi sesering mungkin setiap hari (Kurniasih, dkk, 2010).

Page 124: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

100

Hasil penelitian menunjukkan ibu dengan pola konsumsi sayuran

tidak sesuai anjuran sebesar 68,5% lebih tinggi daripada ibu dengan pola

konsumsi sayuran sesuai anjuran sebesar 39,8%. Berdasarkan hasil analisis

diketahui bahwa proporsi dari kelompok responden pola konsumsi sayuran

tidak sesuai anjuran dengan risiko KEK sebesar 44,6% dan pada kelompok

responden pola konsumsi sayuran sesuai anjuran dengan risiko KEK sebesar

34,9%.

Hasil uji statistik menunjukkan nilai p-value 0,419 (p-value>0,05)

artinya pada alpha 5% tidak terdapat hubungan signifikan proporsi ibu hamil

risiko KEK dengan pola konsumsi sayuran sesuai anjuran dengan proporsi

ibu hamil risiko KEK dengan pola konsumsi sayuran tidak sesuai anjuran.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Azma

(2002) di Sukabumi dan Yuliani (2002) di Bogor didapatkan tidak ada

hubungan antara pola konsumsi sayuran dengan risiko KEK pada ibu hamil.

Sayur dan buah merupakan sumber vitamin dan mineral yang

diperlukan untuk mengatur metabolisme di dalam tubuh. Vitamin B1 yang

terdapat dalam buah dan sayuran berfungsi sebagai enzim yang penting untuk

menghasilkan energi dan metabolime karbohidrat serta membantu fungsi

normal syaraf, otot dan jantung serta vitamin B6 berperan dalam

pembentukan protein tubuh (Almatsier, 2001). Menurut Kartasapoetra, dkk,

(2003), vitamin B6 diperlukan pada proses metabolisme protein, apabila

terjadi defisensi vitamin ini, maka akan terjadi ketidaknormalan pada

metabolisme protein sehingga tidak dapat mengubah asam amino menjadi

Page 125: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

101

niasin. Padahal fungsi niasin sangat penting yaitu untuk akivitas metabolisme

glukosa, dan lemak. Vitamin B6 ini banyak terkandung pada sayur mayur.

Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan antara pola

konsumsi buah dengan risiko KEK pada ibu hamil, kemungkinan hal ini

disebabkan dengan pemenuhan kebutuhan vitamin dan mineral ibu hamil

dicukupi dengan konsumsi protein hewani seperti daging, hati dan ikan,

sebab dalam pedoman gizi seimbang dijelaskan makanan sumber protein

hewani adalah juga sumber vitamin dan mineral penting khususnya vitamin

A, zat besi, dan folat yang sangat dibutuhkan bagi ibu hamil.

6.3.5 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola

Konsumsi Buah pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat

Menurut Almatsier (2011), sayur dan buah merupakan sumber

vitamin dan mineral yang diperlukan untuk mengatur metabolisme di dalam

tubuh. Vitamin B1 yang terdapat dalam buah dan sayuran berfungsi sebagai

enzim yang penting untuk menghasilkan energi dan metabolime karbohidrat

serta membantu fungsi normal syaraf, otot dan jantung serta vitamin B6

berperan dalam pembentukan protein tubuh.

Hasil penelitian menunjukkan ibu yang pola konsumsi buah tidak

sesuai anjuran sebesar 68,5% lebih tinggi daripada ibu yang pola konsumsi

buah sesuai anjuran sebesar 31,5% . Berdasarkan hasil analisis diketahui

bahwa proporsi dari kelompok responden pola konsumsi buah tidak sesuai

Page 126: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

102

anjuran dengan risiko KEK sebesar 40,5% dan pada kelompok responden

pola konsumsi buah sesuai anjuran dengan risiko KEK sebesar 41,2%.

Hasil uji statistik menunjukkan nilai p-value 1,000 (p-value>0,05)

artinya pada alpha 5% tidak terdapat hubungan signifikan proporsi ibu hamil

risiko KEK dengan pola konsumsi buah sesuai anjuran dengan proporsi ibu

hamil risiko KEK dengan pola konsumsi buah tidak sesuai anjuran. Hasil

penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hapni (2004),

Azma (2002) di Sukabumi dan Yuliani (2002) di Bogor yang menyatakan

tidak ada hubungan antara pola konsumsi buah dengan risiko KEK pada ibu

hamil.

Vitamin B1 sangat diperlukan tubuh, tersedianya dalam tubuh

karena diserap usus dari makanan , selanjutnya diangkat bersama darah ke

jaringan-jaringan tubuh. Vitamin B1 ditemukan sebagai cadangan dalam

jumlah yang terbatas di dalam hati, jantung, otot dan otak. Sebagai cadangan

diperlukan untuk memelihara fungsi alat-alat tubuh. Vitamin B1 membantu

dalam pembakaran karbohidrat dan diangkat di dalam darah oleh sel darah

putih yang mempunyai inti dengan vitamin B1. Dari fungsi tersebut, dapat

disimpulkan bahwa makin banyak karbohidrat yang dikonsumsi maka

kebutuhan akan vitamin B1 akan banyak pula, salah satu contoh bagi ibu-ibu

yang sedang hamil atau menyusui sudah tentu akan memerlukan vitamin B1

lebih banyak daripada biasanya (Kartasapoetra, dkk, 2003).

Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan antara pola

konsumsi buah dengan risiko KEK pada ibu hamil, kemungkinan hal ini

Page 127: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

103

disebabkan dengan pemenuhan kebutuhan vitamin dan mineral ibu hamil

dicukupi dengan konsumsi protein hewani seperti daging, hati, ikan, sebab

dalam pedoman gizi seimbang dijelaskan makanan sumber protein hewani

adalah juga sumber vitamin dan mineral penting khususnya vitamin A, zat

besi, dan folat yang sangat dibutuhkan bagi ibu hamil.

6.4 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Penyakit Infeksi

pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat

Penyakit infeksi dapat bertindak sebagai pemula terjadinya kurang gizi

sebagai akibat menurunya nafsu makan. Adanya gangguan penyerapan dalam

saluran pencernaan atau peningkatan kebutuhan zat gizi oleh adanya penyakit.

Kaitan penyakit infeksi dengan keadaan gizi kurang merupakan hubungan timbal

balik, yaitu hubungan sebab akibat. Penyakit infeksi dapat memperburuk keadaan

gizi dan keadaan gizi yang jelek dapat mempermudah infeksi. Penyakit yang

umumnya terkait dengan masalah gizi antara lain diare, tuberculosis, malaria

(Supariasa, 2002).

6.4.1 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Penyakit

Tuberculosis pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat

Tuberculosis merupakan suatu penyakit infeksi kronis yang

disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, biasanya terdapat pada

paru tetapi mungkin juga terdapat pada organ lain seperti pada kelenjar getah

bening, ginjal, jantung dan lain sebagainya. Reaksi pertama akibat penyakit

Page 128: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

104

tuberculosis adalah batuk, demam, berat badan menurun, dan badan lemah.

Hal ini menyebabkan metabolisme dalam tubuh meningkat, sehingga tubuh

membutuhkan energi lebih yang diperoleh dari makanan. Badan yang lemah

biasanya dipengaruhi oleh nafsu makan yang menurun sehingga asupan

makanan yang seharusnya diberikan lebih tidak dapat tercukupi sehingga

menyebabkan berat badan menurun, efek TB pada kehamilan akan

berpengaruh terhadap status nutrisi yang buruk yang dapat meningkatkan

morbiditas dan mortaliltas maternal (http://digulib.unimus.ac.id). Dalam

jurnal Tuberculosis and Pregnancy oleh Arora, et.al (2003) menyatakan

bahwa dampak TB pada kehamilan diataranya akan mengakibatkan

kekebalan tubuh menurun, stress kehamilan dan akan berpengaruh terhadap

status gizi ibu hamil.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Purnadhibarata, dkk (2005),

dikemukakan ibu hamil yang memiliki penyakit infeksi selama

kehamilannya dapat berpengaruh terhadap bayi yang akan dilahirkan dan

dapat berakibat BBLR bahkan dapat mengakibatkan kematian bayi. Dari

1547 sampel yang diteliti didapatkan ibu hamil yang memiliki penyakit

infeksi yang melahirkan bayi BBLR lebih banyak daripada ibu yang tidak

mempunyai penyakit infeksi dan melahirkan anaknya non BBLR.

Hasil penelitian menunjukkan ibu yang menderita tuberculosis

sebesar 8,3%. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa proporsi dari

kelompok responden yang menderita tuberculosis dengan risiko KEK sebesar

33,3% dan pada kelompok responden yang tidak menderita tuberculosis

Page 129: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

105

dengan risiko KEK sebesar 41,4%. Begitu juga dengan hasil uji chi square

diperoleh nilai p-value= 0,735 (p-value>0,05) yang menyatakan tidak ada

hubungan antara penyakit tuberculosis dengan risiko KEK.

Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Surasih (2005) di

Banjarnegara bahwa tidak ada hubungan antara penyakit infeksi

(tuberculosis, diare) dengan keadaan risiko KEK pada ibu hamil. Menurut

Schaible & Kauffman (2007) hubungan antara kurang gizi dengan penyakit

tuberculosis tergantung dari besarnya dampak yang ditimbulkan oleh

sejumlah infeksi terhadap status gizi itu sendiri. Artinya jika infeksi masih

akut dan derajat parahnya infeksi masih rendah tidak terlalu berpengaruh

terhadap status gizi seseorang. Sebaliknya jika infeksi sudah kronis dan

berlangsung lama akan dapat mempengaruhi status gizi orang tersebut.

Dalam penelitian ini, infeksi masih rendah sehingga tidak berpengaruh

terhadap status gizi ibu hamil tersebut.

6.4.2 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Penyakit

Diare pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat

Diare menyebabkan kurangnya nafsu makan sehingga mengurangi

asupan gizi, dan diare juga dapat mengurangi daya serap usus terhadap sari

makanan. Dalam keadaan infeksi, kebutuhan sari makanan yang mengalami

diare akan meningkat, sehingga setiap serangan diare akan menyebabkan

kekurangan gizi. Beberapa gejala dan tanda diare antara lain: berak cair atau

Page 130: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

106

lembek dan sering adalah gejala khas diare, muntah, demam dan gejala

dehidrasi (Widoyono, 2008). Infeksi mempengaruhi status protein. Misalnya

infeksi ringan sekalipun akan mengakibatkan bertambahnya kehilangan

nitrogen melalui urin. Infeksi juga membantu terjadinya kekurangan protein

karena menyebabkan berkurangnya nafsu makan (Sastroamidjo, 1980).

Bisai dan Bose (2008) dalam Marlenywati (2010) mengemukakan

bahwa disamping asupan makanan yang inadekuat, KEK pada seseorang juga

disebabkan oleh penyakit infeksi yang dideritanya. Penyakit infeksi ini

menyebabkan meningkatnya angka kesakitan akibat menurunnya imunitas

tubuh.

Banyak infeksi mengganggu absorpsi nutrient dalam saluran cerna.

Pada penyakit diare, absorpsi lemak dari makanan hanya 58% dari keadaan

normalnya, dan absorpsi protein dari makanan hanya 44% dari keadaan

normalnya. Karena hal inilah, absorpsi energi dari makanan hanya sekitar

71% dari keadaan normalnya (Gibney, et al, 2008).

Hasil penelitian menunjukkan ibu yang menderita diare sebesar

32,4%, sedangkan yang tidak menderita diare sebesar 67,6%. Berdasarkan

hasil analisis diketahui bahwa proporsi dari kelompok responden yang

menderita diare dengan risiko KEK sebesar 54,3% dan pada kelompok

responden yang tidak menderita diare dengan risiko KEK sebesar 34,2%.

Begitu juga dengan hasil uji chi square diperoleh nilai p-value= 0,076 (p-

value>0,05) yang menyatakan tidak ada hubungan antara penyakit diare

dengan risiko KEK.

Page 131: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

107

Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Mulyaningrum (2009)

di daerah Jakarta dan penelitian Surasih (2005) di Banjarnegara yang

menunjukkan tidak ada hubungan antara penyakit infeksi (tbc, diare, dll)

dengan risiko KEK). Hal ini terjadi karena ibu hamil selalu memeriksakan

kehamilan dan keadaan kesehatannya setiap bulan ke tenaga kesehatan.

Dengan adanya hal tersebut maka mempengaruhi korelasi antara penyakit

diare dengan keadaan risiko KEK pada Ibu hamil di Puskesmas Ciputat.

6.5 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pantang Makanan

pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat

Seringkali ditemukan adanya pantang makanan bagi wanita hamil terhadap

beberapa jenis makanan tertentu yang jika dilihat dari nilai gizi, bahan makanan

tersebut mungkin saja dibutuhkan oleh ibu. Secara umum, tidak ada pantang

makanan bagi ibu hamil selama ibu tidak mengalami komplikasi ataupun mengalami

penyakit lain. Ibu hamil boleh mengkonsumsi makanan yang diinginkan dengan

jumlah yang tidak berlebihan. Adanya pantangan seperti itu akan menghambat

pemenuhan kebutuhan gizi ibu yang akhirnya berbahaya bagi kesehatan ibu serta

pertumbuhan dan perkembangan janin, sehingga perlu penjelasan kepada ibu tentang

manfaat makanan serta bahaya pantangan (Sulistyoningsih, 2011).

Hasil penelitian menunjukkan ibu yang mempunyai pantang makanan

selama kehamilan sebesar 30,6%, sedangkan ibu yang tidak ada pantang makanan

selama kehamilan sebesar 69,4%. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa

Page 132: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

108

proporsi dari kelompok responden yang mempunyai pantang makanan selama

kehamilan dengan risiko KEK sebesar 57,6% dan pada kelompok responden yang

tidak ada pantang makanan selama kehamilan dengan risiko KEK sebesar 33,3%.

Hasil analisis menunjukkan bahwa ibu yang mempunyai pantang makanan

dengan risiko KEK lebih tinggi dibandingkan dengan ibu yang tidak ada pantang

makanan selama kehamilan. Begitu juga dengan hasil uji chi-square diperoleh nilai

p-value= 0,032 (p-value≤0,05) yang menyatakan ada hubungan antara pantang

makanan dengan risiko KEK.

Jenis pantang makanan yaitu makanan yang merupakan sumber energi

(karbohidrat, protein dan lemak). Dalam hasil penelitian ini sebesar 30,6% ibu hamil

memiliki pantang makanan yang merupakan sumber protein yaitu ikan, udang, cumi

dan telur, dimana fungsi protein sangat penting dalam tubuh. Protein selain akan

digunakan bagi pembangun struktur tubuh (pembentukan berbagai jaringan) juga

akan disimpan untuk digunakan dalam keadaan darurat, sehingga pertumbuhan terus

berlangsung, akan tetapi apabila dalam keadaan terus-menerus menerima makanan

yang tidak seimbang, dengan sendirinya akan terjadi pertumbuhan yang kurang baik,

daya tahan tubuh menurun, rentan terhadap penyakit, dll (Kartasapoetra, dkk, 2003).

Dari 30,6%, sebesar 72,7% pantang makanan disebabakan alasan budaya, sedangkan

sisanya karena alasan kesehatan. Apabila alasan kesehatan, ibu hamil dapat

mengganti dengan bahan makanan lain yang setara nilai gizi yang dikandungnya

dengan makanan yang menjadi pantangan tersebut.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil studi di Kalimantan Tengah

ditemukan fakta adanya 27 jenis ikan yang merupakan makanan pantangan. Selain

Page 133: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

109

itu hasil penelitian Yuliani (2002) di Bogor, didapatkan proporsi ibu hamil yang

mempunyai pantang makanan sebesar 15,3%. Sedangkan penelitian Surasih (2005)

di Banjarnegara diperoleh proporsi adanya pantangan terhadap makanan sebesar

39,20% dan dari 39,20% yang berpantangan tersebut didapat 44,73% ibu hamil

berpantangan terhadap ikan. Dalam penelitian Kamarullah (2001), diperoleh 50%

ibu hamil KEK memiliki pantangan, seperti mengkonsumsi ikan, cumi-cumi, dll.

Apabila diamati jenis makanan yang dipantang dikonsumsi sebagian besar adalah

jenis makanan yang bernilai gizi tinggi. Disisi lain kelompok yang berpantang

mengkonsumsi adalah mereka yang tergolong kelompok rawan gizi yaitu ibu hamil.

Kondisi demikian, tentunya akan memperburuk keadaan ibu hamil. Ibu hamil

merupakan kelompk yang paling rawan terhadap makanan sumber protein hewani.

Hal ini seharusnya tidak dilakukan, karena pangan sumber protein ini sangat

diperlukan untuk pertumbuhan dan sebagai zat pembangun.

Kepercayaan masyarakat tentang konsepsi kesehatan dan gizi sangat

berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan. Semakin banyak pantangan dalam

makanan maka semakin kecil peluang untuk mengkonsumsi makan yang beragam.

Beberapa jenis bahan makanan dilarang dimakan oleh anak-anak, ibu hamil, ibu

menyusui ataupun kaum remaja. Jika ditinjau dari konteks gizi, bahan makanan

tersebut justru mengandung nilai gizi yang tinggi, tetapi tabu itu tetap dijalankan

dengan alasan takut menanggung risiko yang akan timbul. Sehingga masyarakat

yang demikian akan mengkonsumsi bahan makanan bergizi dalam jumlah yang

kurang, dengan demikian maka penyakit kekurangan gizi akan mudah timbul di

masyarakat (Suhardjo, 1989).

Page 134: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

110

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

1. Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat yaitu

sebesar 40,7%.

2. Sebagian besar pola konsumsi pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat tidak sesuai

anjuran yaitu pola konsumsi makanan pokok, pola konsumsi lauk hewani, pola

konsumsi sayuran dan pola konsumsi buah. Sedangkan pola konsumsi lauk

nabati lebih dari 50% sesuai anjuran.

3. Gambaran penyakit infeksi pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat yaitu penyakit

tuberculosis sebesar 8,3%, dan penyakit diare sebesar 32,4%.

4. Ibu yang memiliki pantang makanan selama kehamilan sebesar 30,6%.

5. Variabel yang berhubungan dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas

Ciputat adalah pola konsumsi makanan pokok, pola konsumsi lauk hewani, pola

konsumsi lauk nabati, dan pantang makanan. Sedangkan variabel yang tidak

berhubungan adalah pola konsumsi sayuran, pola konsumsi buah, penyakit

tuberculosis, dan penyakit diare.

7.2 Saran

1. Puskesmas Ciputat

a. Perlu dilakukannya penyuluhan dan konseling gizi untuk meningkatkan

pengetahuan tentang pentingnya gizi seimbang bagi ibu hamil dan

Page 135: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

111

meluruskan kekeliruan pantang makanan serta memberitahukan aternatif

bahan makanan pengganti bagi ibu hamil yang mempunyai pantang makanan

yang disebabkan oleh alergi.

b. Sebaiknya penambahan satu kegiatan pelayanan pada pemeriksaan antenatal,

yaitu pengukuran LILA pada setiap ibu hamil yang berkunjung ke

Puskesmas, terutama pada trimester awal karena cara ini mudah dilakukan,

murah dan tidak memerlukan keahlian khusus, sehingga dapat mendeteksi

secara dini adanya risiko KEK. Pelayanan atau asuhan ANC standar minimal

7 T yang sudah diterapkan ditambahkan lagi 1 T yaitu: Tangan diukur LILA.

c. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) tinggi energi bagi ibu hamil harus

ditingkatkan.

2. Ibu hamil

a. Meningkatkan kemandirian dalam deteksi dini risiko KEK, misalnya melalui

pengukuran LILA di posyandu, puskesmas, dll.

b. Membiasakan makan dengan variasi menu makanan yang beragam dan

mengandung gizi tinggi.

3. Penelitian selanjutnya

a. Untuk penelitian selanjutnya, penelitian terkait risiko Kurang Energi Kronis

(KEK) ibu hamil sebaiknya meneliti faktor-faktor lain yang dimungkinkan

berhubungan dengan risiko Kurang Energi Kronis (KEK) ibu hamil diluar

variabel yang diteliti pada penelitian ini.

Page 136: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

112

DAFTAR PUSTAKA

Achadi, Endang. L. 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat, dalam Departemen Gizi dan

Kesehatan Masyarakat, FKM UI. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Albugis, D. 2008. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kurang Energi Kronis

pada Ibu Hamil di Wilayah Puskesmas Jembatan Serong Kecamatan Pancoran

Mas Depok Tahun 2008 (Analisis Data Sekunder). Skripsi. FKM UI. Depok.

Almatsier, Sunita. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Utama.

Anonimous. 2010. Tuberkulosis. Diakses pada tanggal 1 Mei 2011 dari situs

http://digulib.unimus.ac.id

Apriadji. WH. 1986. Gizi Keluarga. Jakarta: PT Penebar Swadaya.

Ariawan, Iwan. 1998. Besar dan Metode Sampel pada Penelitian Kesehatan. FKM UI.

Arisman. 2004. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC.

Aritonang, Evawany. 2010. Kebutuhan Gizi Ibu Hamil. Bogor: IPB Press.

Arora, et.al. 2003. Tuberculosis and Pregnancy.

Azma, N. 2003. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Ibu Hamil Risiko

KEK di Kota Sukabumi. Skripsi. FKM UI. Depok.

Baliwati, Yayuk Farida, dkk. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar

Swadaya.

Berg, Alan. 1986. Peranan Gizi dalam Pembangunan Nasional. Jakarta: CV Rajawali.

Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI. 2000. Menuju Hidup Sehat bagi

Ibu Hamil dan Ibu Menyusui. Jakarta:Direktorat Gizi Masyarakat.

Page 137: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

113

Depkes RI. 1994. Pedoman Penggunaan Alat Ukur LILA pada WUS. Jakarta: Direktorat

Bina Gizi Masyarakat Departemen Kesehatan RI.

. 1994. Pedoman Penanggulangan Ibu Hamil Kekurangan Enargi Kronis.

Jakarta: Direktorat Pembinaan Kesehatan Masyarakat.

. 1999. Ibu Sehat Bayi Sehat. Jakarta: Depkes RI.

.2003. Program Gizi Makro. Jakarta: Direktorat Gizi Masyarakat.

Desmawita. 2002. Pola Konsumsi, Status Gizi dan Status Anemia pada Remaja Puteri

dan Puteri. Fakultas Pertanian IPB. Bogor.

Gibney, et all. 2008. Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC.

Hapni, Yenty. 2004. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Risiko Kekurangan

Energi Kronis (KEK) pada Ibu Hamil di Pulau Kelapa Kepulauan Seribu, DKI

Jakarta Tahun 2004. Skripsi. FKM UI. Depok.

Hartriyanti, dkk. 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat, dalam Departemen Gizi dan

Kesehatan Masyarakat, FKM UI. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Irawati, Anies. 2006. Antropometri Maternal dan Outcome Kehamilan. FKM UI.

Kamarullah. 2001. Identifikasi Faktor-Faktor Sosial, Ekonomi dan Kesehatan pada Ibu

Hamil Kurang Energi Kronis (KEK) di Daerah Pantai. Fakultas Pertanian IPB.

Bogor.

Kartasapoetra, G. 2003. Ilmu Gizi (Korelasi Gizi, Kesehatan dan Produktivitas Kerja).

Jakarta: Rineka Cipta.

Kementerian Kesehatan RI. 2010. Pedoman Gizi Ibu Hamil dan Pengembangan

Makanan Tambahan Ibu Hamil Berbasis Pangan Lokal. Jakarta: Direktorat

Bina Gizi Masyarakat.

Page 138: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

114

Khasanah, Nur. 2010. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kurang Energi Kronis

(KEK) pada Wanita Hamil di Indonesia Tahun 2007 (Analisis Data Riskesdas

2007). Skripsi. PSKM UIN Syahid.

Khumaidi, M. 1989. Gizi Masyarakat. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut

Pertanian Bogor.

Klein, S, et.al. 2009. Bila Perempuan Melahirkan:Panduan Menangani Persalinan.

Yogyakarta: INSIST Press.

Kristiyanasari, W. 2010. Gizi Ibu Hamil. Yogyakarta: Nuha Medika.

Kurniasih, dkk. 2010. Sehat dan Bugar Berkat Gizi Seimbang. Jakarta: PT Gramedia.

Marlenywati. 2010. Risiko KEK pada Ibu Hamil Remaja di Kota Pontianak Tahun 2010.

Tesis. FKM UI. Depok.

Moehji, Sjahmien. 2003. Ilmu Gizi 2 Penanggulangan Gizi Buruk. Jakarta:Papas Sinar

Sinanti.

Mulyaningrum, Sri. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Risiko Kurang Energi

Kronis (KEK) pada Ibu Hamil di Provinsi DKI Jakarta (Analisis Data

Riskesdas 2007). Skripsi. FKM UI.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar.

Jakarta:Rineka Cipta.

Paath, E.F, et.al. 2004. Gizi dalam Kesehatan Reproduksi. Jakarta: EGC.

Pudjiadi, S. 2000. Ilmu Gizi Klinis pada Anak. Edisi Keempat. Jakarta: Fakultas

Kedokteran UI.

Rosikin. 2004. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian BBLR di Puskesmas

Cangkol Kota Cirebon tahun 2004. Tesis. FKM UI. Depok.

Santoso, dkk. 2004. Kesehatan dan Gizi. Jakarta: Rineka Cipta.

Page 139: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

115

Saraswati, dkk. 1998. Resiko Ibu Hamil KEK dan Anemia untuk Melahirkan Bayi

dengan BBLR. Penelitian Gizi dan Makanan. Jilid 21. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Gizi. Dekes RI. Bogor.

Sarjana dan Hoirun Nisa. 2007. Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta: UIN Press.

Sastroamidjojo, Soemilah. -----. Hubungan keadaan Gizi dengan lnfeksi Parasit.

Diakses pada tanggal 1 Mei 2011 dari situs http://www.kalbe.co.id

Schaible, et.al. 2007. Malnutrition and Infection: Complex Mechanisms and Global

Impacts.

Sediaoetama, A.D. 1990. Ilmu Gizi Menurut Pandangan Islam. Jakarta: Dian Rakyat.

Siagian, Albiner. 2010. Epidemiologi Gizi. Jakarta: Erlangga.

Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC.

Stone Sophia. 2009. Respiratory Disease in Pregnancy.

Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Departemen Pendidikan dan kebudayaan Institut

Pertanian Bogor.

Suhardjo. 2003. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Jakarta:Bumi Aksara.

Sulistyoningsih, Hariyani. 2011. Gizi untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Yogyakarta: Graha

Ilmu.

Supariasa, I Dewa Nyoman, dkk. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC.

Surasih, H. 2005. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keadaan Kurang Energi

Kronis (KEK) pada Ibu Hamil di Kabupaten Banjarnegara Tahun 2005.

Skripsi. Kesmas UNS.

Page 140: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

116

Syahnimar, Lenny. 2004. Analisis Risiko Kekurangan Energi Kronis (KEK) dan Faktor-

faktor yang Berhubungan pada Wanita Usia Subur (WUS) di Kabupaten

Lampung Barat Tahun 2004. Skripsi. FKM UI. Depok.

UNICEF. 2010. Penuntun Hidup Sehat.

Wamie, et.al. Malnutrition and Pregnancy Wastage In Zambia.University of Lusaka.

Zambia.

WHO. 2005. Profil Kesehatan dan Pembangunan Perempuan di Indonesia.

Widoyono. 2008. Penyakit Tropis Epidemilogi, Penularan,

Pencegahan&Pemberantasannya. Jakarta:Erlangga.

Yuliani, Essy. 2002. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Risiko KEK pada Ibu

Hamil di Kabupaten Bogor Tahun 2002. Skripsi. FKM UI. Depok.

Page 141: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Assalamua’alaikum Wr. Wb.

Saya “Farida Hidayati” mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sedang melakukan penelitian tentang

“Hubungan antara Pola Konsumsi, Penyakit Infeksi dan Pantang Makanan terhadap Risiko

Kurang Energi Kronis (KEK) pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan

Tahun 2011”. Untuk itu saya memohon kesediaan Ibu untuk menjawab pertanyaan dengan jujur

guna menjaga validitas penelitian. Identitas dan jawaban Ibu akan dijaga dan dirahasiakan.

Atas perhatian dan kerjasama Ibu, saya ucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Bersedia

Tidak Bersedia

Ciputat, Juli 2011

Responden,

( )

Page 142: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

KUESIONER PENELITIAN

Hubungan antara Pola Konsumsi, Penyakit Infeksi dan Pantang

Makanan terhadap Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada Ibu

Hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011

Data Responden

1. No. Responden

2. Nama ibu

3. Alamat /No.kontak

4. Umur Kehamilan : bln

a. Trimester I

b. Trimester II

c. Trimester III

5. LILA Cm

6. BB sebelum hamil Kg

7. TB sebelum hamil Cm

8. TB sekarang Cm

9. BB ibu sekarang (untuk trimester III) Kg

10. IMT

11. Kadar hb

12. Risiko KEK

0. Ya

1. Tidak

Page 143: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

A. Pantangan Makanan

PERTANYAAN

KODE

(Diisi oleh Peneliti)

A1. Apakah ibu memiliki pantangan makanan dibawah ini selama

kehamilan ?

1. Sumber Protein

a. Ikan

b. Telur

c. Udang

d.

e.

2. Sumber Karbohidrat

a. Singkong

b. Mie

c. Kentang

d.

3. Sumber Lemak

a. Daging sapi

b. Daging ayam

c.

d.

4. Lainnya (sayuran dan buah-buahan)

a.

b.

c.

[ ]

[ ]

[ ]

[ ]

[ ]

[ ]

[ ]

[ ]

[ ]

[ ]

[ ]

[ ]

[ ]

[ ]

[ ]

[ ]

A2. Jika ya, sebutkan alasannya…………………………………………………………………...

………………………………………………………………………………………………….

…………………………………………………………………………………………………..

Page 144: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

Penyakit Infeksi

PERTANYAAN

KODE

(Diisi oleh Peneliti)

B. Penyakit Diare

B1. Apakah ibu pernah menderita diare ?

0. Ya B3

1. Tidak

[ ] B1

B2. Apakah ibu pernah menderita buang air besar lebih dari 3 kali dalam

sehari dengan kotoran/tinja lembek atau cair ?

0. Ya

1. Tidak C1

[ ] B2

B3. Berapa kali frekuensi dalam sehari ?..................kali

Berapa lama?.......................hari

[ ] B31

[ ]B32

B4. Siapa yang mendiagnosis ibu menderita diare?

0. Dokter

1. Perawat

2. Bidan

[ ] B4

B5. Jika ya, apakah pada saat diare, diatasi dengan pemberian

oralit/pemberian larutan gula garam/cairan rumah tangga?

0. Ya

1. Tidak

[ ] B5

Page 145: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

C. Penyakit Tuberculosis

C1. Apakah ibu pernah menderita TB paru?

0. Ya C8

1. Tidak

[ ] C1

C2. Apakah ibu pernah menderita batuk ≥ 2 minggu disertai dahak dan

nafsu makan menurun?

0. Ya

1. Tidak

[ ] C2

C3. Apakah ibu pernah menderita batuk ≥ 2 minggu disertai dahak dan

berat badan menurun/sulit bertambah?

0. Ya

1. Tidak

[ ] C3

C4. Apakah ibu pernah menderita batuk ≥ 2 minggu disertai dahak dan

demam,?

0. Ya

1. Tidak

[ ] C4

C5. Apakah ibu pernah menderita batuk ≥ 2 minggu disertai dahak dan

sesak nafas?

0. Ya

1. Tidak

[ ] C5

C6. Apakah ibu pernah menderita batuk ≥ 2 minggu disertai dahak dan

nyeri dada?

0. Ya

1. Tidak

[ ] C6

C7. Apakah ibu pernah menderita batuk ≥ 2 minggu disertai dahak dan

keringat pada malam hari?

0. Ya

1. Tidak

[ ] C7

Page 146: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

C8. Siapa yang mendiagnosis/ menetapkan ibu menderita TB

paru?

0. Dokter

1. Perawat

2. Bidan

[ ] C8

C9. Jika ya, berapa lama pengobatannya ? ……………………..

Sebutkan jenis obat yang diberikan?............................................

[ ] C9

Pola Konsumsi

1. Nasi ………………..x/hari

2. Lauk hewani……….x/hari

3. Lauk nabati………. .x/hari

4. Sayuran…………… x/hari

5. Buah……………….x/hari

6. Susu………………..x/hari

Page 147: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

FFQ SEMI KUANTITATIF

Nama Bahan

Makanan

Jumlah Frekuensi Konsumsi

URT (gram)

Tid

ak

Per

nah

1x/h

ari

2-3

x/h

ari

4-6

x/h

ari

1x/m

inggu

1-3

x/m

inggu

2-4

x/m

inggu

1x/b

ula

n

1-3

x/b

ula

n

Makanan Pokok

1. Nasi ¾ gelas 100

2. Roti 3 iris 70

3. Mie 1 gelas 50

4. Singkong 1 ½ ptg 120

5. Kentang 2 bj bsr 200

6.

7.

Lauk Hewani

1. Ikan 1 ptg sdg 50

2. Daging ayam 1 ptg sdg 50

3. Daging sapi 1 ptg sdg 50

4. Telur 1 butir 60

5. Udang ¼ gelas 50

6.

7.

Lauk Nabati

1. Tempe 2 ptg sdg 50

2. Tahu 2 ptg sdg 110

3. Kacang hijau 2 sdm 20

4.

5.

Page 148: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

Nama Bahan

Makanan

Jumlah Frekuensi Konsumsi

URT (gr)

Tid

ak

Per

nah

1x/h

ari

2-3

x/h

ari

4-6

x/h

ari

1x/m

inggu

1-3

x/m

inggu

2-4

x/m

inggu

1x/b

ula

n

1-3

x/b

ula

n

Sayuran

1. Bayam 1 mngkk 100

2. Daun singkong

3. Kacang panjang

4. Sawi

5. Wortel

6.

7.

Buah-buahan

1. Pepaya 1 ptg sdg 100

2. Jeruk 1 buah sdg 100

3. Apel ½ buah sdg 75

4. Pisang 1 buah sdg 50

5.

6.

Susu dan olahannya

1. Susu 1 gls 200

2.

3.

Lainnya

1. Air putih

2. Gula 1 sdm 10

3. Minyak

Page 149: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN
Page 150: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN
Page 151: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN
Page 152: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN
Page 153: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

Analisis Univariat

risiko_kek

Frequency Percent

Valid

Percent

Cumulative

Percent

Valid ya 44 40.7 40.7 40.7

tidak 64 59.3 59.3 100.0

Total 108 100.0 100.0

makanan_pokok

Frequency Percent

Valid

Percent

Cumulative

Percent

Valid tidak sesuai 62 57.4 57.4 57.4

sesuai 46 42.6 42.6 100.0

Total 108 100.0 100.0

lauk_hewani

Frequency Percent

Valid

Percent

Cumulative

Percent

Valid tidak sesuai 58 53.7 53.7 53.7

sesuai 50 46.3 46.3 100.0

Total 108 100.0 100.0

lauk_nabati

Frequency Percent Valid

Percent Cumulative

Percent

Valid tidak sesuai

35 32.4 32.4 32.4

sesuai 73 67.6 67.6 100.0

Total 108 100.0 100.0

Page 154: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

konsumsi_sayur

Frequency Percent

Valid

Percent

Cumulative

Percent

Valid tidak sesuai 65 60.2 60.2 60.2

sesuai 43 39.8 39.8 100.0

Total 108 100.0 100.0

konsumsi_buah

Frequency Percent

Valid

Percent

Cumulative

Percent

Valid tidak sesuai 74 68.5 68.5 68.5

sesuai 34 31.5 31.5 100.0

Total 108 100.0 100.0

diare

Frequency Percent

Valid

Percent

Cumulative

Percent

Valid ya 35 32.4 32.4 32.4

tidak 73 67.6 67.6 100.0

Total 108 100.0 100.0

tuberculosis

Frequency Percent

Valid

Percent

Cumulative

Percent

Valid ya 9 8.3 8.3 8.3

tidak 99 91.7 91.7 100.0

Total 108 100.0 100.0

Page 155: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

pantang_makanan

Frequency Percent

Valid

Percent

Cumulative

Percent

Valid ada 33 30.6 30.6 30.6

tidak 75 69.4 69.4 100.0

Total 108 100.0 100.0

Page 156: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

Analisis Bivariat

Crosstabs

[DataSet1] C:\Documents and Settings\ACER\My Documents\SPSS SKRIPSI\SKRIPSI.sav

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

makanan_pokok * risiko_kek 108 100.0% 0 .0% 108 100.0%

makanan_pokok * risiko_kek Crosstabulation

risiko_kek

Total ya tidak

makanan_pokok tidak sesuai Count 34 28 62

% within makanan_pokok 54.8% 45.2% 100.0%

sesuai Count 10 36 46

% within makanan_pokok 21.7% 78.3% 100.0%

Total Count 44 64 108

% within makanan_pokok 40.7% 59.3% 100.0%

Page 157: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 11.984a 1 .001

Continuity Correctionb 10.652 1 .001

Likelihood Ratio 12.456 1 .000

Fisher's Exact Test .001 .000

Linear-by-Linear Association 11.873 1 .001

N of Valid Casesb 108

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18.74.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for

makanan_pokok (tidak sesuai

/ sesuai)

4.371 1.848 10.339

For cohort risiko_kek = ya 2.523 1.394 4.564

For cohort risiko_kek = tidak .577 .422 .790

N of Valid Cases 108

Page 158: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

Crosstabs

[DataSet1] C:\Documents and Settings\ACER\My Documents\SPSS SKRIPSI\SKRIPSI.sav

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

lauk_hewani * risiko_kek 108 100.0% 0 .0% 108 100.0%

lauk_hewani * risiko_kek Crosstabulation

risiko_kek

Total ya tidak

lauk_hewani tidak sesuai Count 36 22 58

% within lauk_hewani 62.1% 37.9% 100.0%

sesuai Count 8 42 50

% within lauk_hewani 16.0% 84.0% 100.0%

Total Count 44 64 108

% within lauk_hewani 40.7% 59.3% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 23.605a 1 .000

Continuity Correctionb 21.735 1 .000

Likelihood Ratio 25.035 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 23.387 1 .000

N of Valid Casesb 108

Page 159: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 20.37.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for lauk_hewani

(tidak sesuai / sesuai) 8.591 3.411 21.634

For cohort risiko_kek = ya 3.879 1.993 7.552

For cohort risiko_kek = tidak .452 .318 .641

N of Valid Cases 108

Crosstabs

[DataSet1] C:\Documents and Settings\ACER\My Documents\SPSS SKRIPSI\SKRIPSI.sav

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

lauk_nabati * risiko_kek 108 100.0% 0 .0% 108 100.0%

Page 160: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

lauk_nabati * risiko_kek Crosstabulation

risiko_kek

Total ya tidak

lauk_nabati tidak sesuai Count 22 13 35

% within lauk_nabati 62.9% 37.1% 100.0%

sesuai Count 22 51 73

% within lauk_nabati 30.1% 69.9% 100.0%

Total Count 44 64 108

% within lauk_nabati 40.7% 59.3% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 10.491a 1 .001

Continuity Correctionb 9.179 1 .002

Likelihood Ratio 10.460 1 .001

Fisher's Exact Test .002 .001

Linear-by-Linear Association 10.394 1 .001

N of Valid Casesb 108

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14.26.

b. Computed only for a 2x2 table

Page 161: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for lauk_nabati

(tidak sesuai / sesuai) 3.923 1.679 9.165

For cohort risiko_kek = ya 2.086 1.354 3.214

For cohort risiko_kek = tidak .532 .337 .839

N of Valid Cases 108

Crosstabs

[DataSet1] C:\Documents and Settings\ACER\My Documents\SPSS SKRIPSI\SKRIPSI.sav

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

konsumsi_sayur * risiko_kek 108 100.0% 0 .0% 108 100.0%

konsumsi_sayur * risiko_kek Crosstabulation

risiko_kek

Total ya tidak

konsumsi_sayur tidak sesuai Count 29 36 65

% within konsumsi_sayur 44.6% 55.4% 100.0%

sesuai Count 15 28 43

% within konsumsi_sayur 34.9% 65.1% 100.0%

Total Count 44 64 108

% within konsumsi_sayur 40.7% 59.3% 100.0%

Page 162: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 1.015a 1 .314

Continuity Correctionb .652 1 .419

Likelihood Ratio 1.023 1 .312

Fisher's Exact Test .327 .210

Linear-by-Linear Association 1.006 1 .316

N of Valid Casesb 108

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17.52.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for

konsumsi_sayur (tidak sesuai

/ sesuai)

1.504 .679 3.331

For cohort risiko_kek = ya 1.279 .784 2.088

For cohort risiko_kek = tidak .851 .624 1.158

N of Valid Cases 108

Page 163: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

Crosstabs

[DataSet1] C:\Documents and Settings\ACER\My Documents\SPSS SKRIPSI\SKRIPSI.sav

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

konsumsi_buah * risiko_kek 108 100.0% 0 .0% 108 100.0%

konsumsi_buah * risiko_kek Crosstabulation

risiko_kek

Total ya tidak

konsumsi_buah tidak sesuai Count 30 44 74

% within konsumsi_buah 40.5% 59.5% 100.0%

sesuai Count 14 20 34

% within konsumsi_buah 41.2% 58.8% 100.0%

Total Count 44 64 108

% within konsumsi_buah 40.7% 59.3% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square .004a 1 .950

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .004 1 .950

Fisher's Exact Test 1.000 .557

Linear-by-Linear Association .004 1 .950

N of Valid Casesb 108

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13.85.

b. Computed only for a 2x2 table

Page 164: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for

konsumsi_buah (tidak sesuai /

sesuai)

.974 .427 2.224

For cohort risiko_kek = ya .985 .605 1.603

For cohort risiko_kek = tidak 1.011 .721 1.418

N of Valid Cases 108

Crosstabs

[DataSet1] C:\Documents and Settings\ACER\My Documents\SPSS SKRIPSI\SKRIPSI.sav

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

diare * risiko_kek 108 100.0% 0 .0% 108 100.0%

diare * risiko_kek Crosstabulation

risiko_kek

Total ya tidak

Diare ya Count 19 16 35

% within diare 54.3% 45.7% 100.0%

tidak Count 25 48 73

% within diare 34.2% 65.8% 100.0%

Total Count 44 64 108

% within diare 40.7% 59.3% 100.0%

Page 165: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 3.935a 1 .047

Continuity Correctionb 3.149 1 .076

Likelihood Ratio 3.904 1 .048

Fisher's Exact Test .060 .038

Linear-by-Linear Association 3.899 1 .048

N of Valid Casesb 108

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14.26.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for diare (ya /

tidak) 2.280 1.002 5.188

For cohort risiko_kek = ya 1.585 1.021 2.461

For cohort risiko_kek = tidak .695 .467 1.034

N of Valid Cases 108

Crosstabs

[DataSet1] C:\Documents and Settings\ACER\My Documents\SPSS SKRIPSI\SKRIPSI.sav

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Page 166: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

tuberculosis * risiko_kek 108 100.0% 0 .0% 108 100.0%

tuberculosis * risiko_kek Crosstabulation

risiko_kek

Total ya tidak

tuberculosis ya Count 3 6 9

% within tuberculosis 33.3% 66.7% 100.0%

tidak Count 41 58 99

% within tuberculosis 41.4% 58.6% 100.0%

Total Count 44 64 108

% within tuberculosis 40.7% 59.3% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square .223a 1 .637

Continuity Correctionb .014 1 .906

Likelihood Ratio .228 1 .633

Fisher's Exact Test .735 .461

Linear-by-Linear Association .221 1 .638

N of Valid Casesb 108

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.67.

b. Computed only for a 2x2 table

Page 167: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for tuberculosis

(ya / tidak) .707 .167 2.993

For cohort risiko_kek = ya .805 .310 2.088

For cohort risiko_kek = tidak 1.138 .697 1.859

N of Valid Cases 108

Crosstabs

[DataSet1] C:\Documents and Settings\ACER\My Documents\SPSS SKRIPSI\SKRIPSI.sav

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

pantang_makanan *

risiko_kek 108 100.0% 0 .0% 108 100.0%

pantang_makanan * risiko_kek Crosstabulation

risiko_kek

Total ya tidak

pantang_makanan ada Count 19 14 33

% within pantang_makanan 57.6% 42.4% 100.0%

tidak Count 25 50 75

% within pantang_makanan 33.3% 66.7% 100.0%

Total Count 44 64 108

% within pantang_makanan 40.7% 59.3% 100.0%

Page 168: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 5.579a 1 .018

Continuity Correctionb 4.620 1 .032

Likelihood Ratio 5.530 1 .019

Fisher's Exact Test .021 .016

Linear-by-Linear Association 5.527 1 .019

N of Valid Casesb 108

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13.44.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for

pantang_makanan (ada /

tidak)

2.714 1.171 6.293

For cohort risiko_kek = ya 1.727 1.119 2.665

For cohort risiko_kek = tidak .636 .415 .977

N of Valid Cases 108

Page 169: HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

trimester

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid trimester 1 12 11.1 11.1 11.1

trimester 2 32 29.6 29.6 40.7

trimester 3 64 59.3 59.3 100.0

Total 108 100.0 100.0

trimester * risiko_kek Crosstabulation

risiko_kek

Total ya tidak

trimester trimester 1 Count 7 5 12

% within trimester 58.3% 41.7% 100.0%

trimester 2 Count 12 20 32

% within trimester 37.5% 62.5% 100.0%

trimester 3 Count 25 39 64

% within trimester 39.1% 60.9% 100.0%

Total Count 44 64 108

% within trimester 40.7% 59.3% 100.0%