hubungan antara rutinitas jogging dengan …eprints.ums.ac.id/62483/11/naspub fix.pdf1 hubungan...
TRANSCRIPT
HUBUNGAN ANTARA RUTINITAS JOGGING DENGAN TINGKAT
KEBUGARAN AEROBIK REMAJA USIA 17-25 TAHUN
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi S1
Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan
Oleh :
YANUAR ARI TRI WIBOWO
J 120161012
PROGRAM STUDI S1 FISIOTERAPI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
1
HUBUNGAN ANTARA RUTINITAS JOGGING DENGAN TINGKAT
KEBUGARAN AEROBIK REMAJA USIA 17-25 TAHUN
ABSTRAK
Jogging merupakan salah satu bentuk olahraga yang dilakukan dengan cara berlari
kecil, dengan kecepatan dibawah 11 km/jam yang bertujuan untuk meningkatkan
kebugaran. Jogging termasuk dalam latihan aerobik dimana jogging dilakukan
berdasarkan frekuensi, intensitas, waktu dan tipe yang sudah ditentukan. Bagi para
pemula, jogging dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki kemudian jika sudah terbiasa baru latihan ditingkatkan. Tidak perlu
keahlian khusus agar dapat melakukan jogging. Semua orang dari segala usia
dapat melakukan jogging. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
hubungan antara rutinitas jogging dengan tingkat kebugaran aerobik remaja usia
17 – 25 tahun.Jenis penelitian adalah korelasi dengan pendekatan penelitian Point
Time Approach. Populasi dalam penelitian ini adalah semua yang olahraga
jogging di seluruh area Solo. Sampel pada penelitian ini dipilih menggunakan
teknik nonprobability sampling dengan metode incidental sebanyak 60 orang.
Hasil dari penelitian yang dilakukan diketahui bahwa hasil uji chi-square
diperoleh nilai p=0,000 (0,000<0,05) sehingga keputusan yang diambil adalah Ha
diterima, Ha diterima artinya ada hubungan antara rutinitasjogging dengan tingkat
kebugaran aerobik remaja usia 17-25 tahun. Untuk mencapai tingkat kebugaran
yang baik maka remaja harus melakukan jogging minimal 1,5 bulan dimana baru
akan terlihat kebugaran sekitar 35%, jika ingin tingkat kebugaran meningkat
dengan baik maka harus dilakukan lebih dari 2 bulan dan harus teratur.
Kata kunci : Jogging, Kebugaran Aerobik, Remaja
ABSTRACT
Jogging is one form of exercise that is done by running, with a speed below 11 km
/ h which aims to improve fitness. Jogging is included in aerobic exercise where
jogging is performed on the frequency, intensity, time and type specified. For
beginners, jogging is done gradually in accordance with the ability that is owned
then if you are accustomed to new exercises improved. No special skills needed
for jogging. allofages can do jogging. The purpose of this study was to determine
the relationship between jogging activity with the aerobic fitness level of
adolescents aged 17-25 years. The type of research is correlation with Point Time
Approach research approach. The population in this study is all that jogging
sports in all areas of Solo. The sample in this study was chosen using
nonprobability sampling technique with incidental method of 60 people. The
result of the research is known that the result of chi-square test obtained p value
= 0,000 (0,000 <0,05) so that the decision taken is Ha accepted, Ha accepted
means there is relationship between jogging activity with the aerobic fitness level
of adolescent age 17-25 years . To achieve a good level of fitness then the
teenager should do jogging at least 1.5 months where the new fitness will look
2
about 35%, if you want to increase fitness level well then it must be done more
than 2 months and must be regular.
Keywords: Jogging, Aerobic Fitness, Youth
1. PENDAHULUAN
Jogging merupakan salah satu bentuk olahraga yang dilakukan dengan
cara berlari kecil, dengan kecepatan dibawah 11 km/jam yang bertujuan untuk
meningkatkan kebugaran(purwanto, 2012). Jogging termasuk dalam latihan
aerobik dimana jogging dilakukan berdasarkan frekuensi, intensitas, waktu
dan tipe yang sudah ditentukan(Sepnu, 2015).
Bagi para pemula, jogging dilakukan secara bertahap sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki kemudian jika sudah terbiasa baru latihan
ditingkatkan. Tidak perlu keahlian khusus agar dapat melakukan jogging.
Semua orang dari segala usia dapat melakukan jogging. Peningkatan aktifitas
dengan jogging dengan baik sedini mungkin sejak remaja(Husdarta, 2012).
Perkembangan teknologi yang serba canggih menjadi salah satu penyebab
beralihnya aktifitas dinamis menjadi statis dan banyanknya aktifitas yang
dilakukan remaja membuat mereka sulit mengatur waktu untuk olahraga
sehingga diperkirakan menjadi penyebab menurunya tingkat kebugaran
jasmani. Kebugaran jasmani aerobik merupakan modal awal seseorang untuk
melakukan aktivitas fisik sehari-hari secara efektif dan efisien. Menurut
(Sepnu, 2015) kebugaran jasmani adalah kesanggupan seseorang untuk
menjalankan hidup sehari-hari tanpa menimbulkan kelelahan yang berlebihan
dan masih memiliki kemampuan untuk mengisi pekerjaan ringan lainnya.
Kebugaran jasmani ini bermanfaat untuk menunjang kapasitas kerja fisik.
Daya tahan kardiovaskuler yang baik akan meningkatkan kemampuan kerja
remaja dengan intensitas yang lebih besar dan waktu yang lebih lama tanpa
kelelahan (Depkes, 2009). Kebugaran kardiovaskuler menggambarkan
kemampuan otot untuk mengkonsumsi oksigen dalam metabolisme yang
dikombinasikandengan kemampuan sistem kardiovaskuler dan respirasi untuk
menghantarkan oksigen kedalam mitokondria otot, dilakukannya jogging
3
secara teratur akan membuat sistem kardiovaskuler lebih efisien dalam hal
memompa darah dan mengantarkan oksigen ke otot-otot yang dipergunakan
saat aktifitas (Alamsyah dkk., 2017).
Hasil study pendahuluan yang dilakukan olehpeneliti di edupark UMS,
Manahan, dan di alun-alun kota Demak pada 15 orang remaja yang terdiri
dari 6 putri dan 9 laki – laki yang mempunyai kebiasaan jogging dengan
rutin, dilakukan tes kebugaran dengan lari 12 menit didapatkan hasil
kebugarannya baik dengan rata – rata waktu yang ditempuh remaja putrid
adalah 2,24 km, pada laki – laki dengan rata – rata 2,7 km.
2. METODE
Penelitian dilakukan seluruh jogging track di area Solo (Manahan, Edupark
UMS, Alun-alun Kidul) pada bulan Maret 2018. Jenis penelitian ini adalah
korelasi dengan pendekatan penelitian Point Time Approach. Populasi dalam
penelitian iniadalah semua yang olahraga jogging di seluruh area Solo.
Sampel pada penelitian ini dipilih menggunakan teknik nonprobability
sampling dengan metode incidental sebanyak 60 orang.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1.Karakteristik Umum Responden.
Umur responden pada remaja berdasarkan hasil wawancara pada
penelitian ini yaitu sebagai berikut :
Tabel 1. Karakteristik responden berdasarkan umur
Usia responden Frekuensi
Jumlah Persentase Laki-laki Perempuan
17-18 2 7 9 15 %
19-20 12 9 21 35 %
21-22 10 6 17 28.3 %
23-24 5 4 8 13.3 %
25-26 3 2 5 8.3 %
Total 32 28 60 100 %
Dari Tabel 3.1, distribusi frekuensi responden bedasarkan umur
diketahui bahwa kelompok usia 17-18 tahun yaitu sebanyak 9 responden
(15%), uaia 19-20 tahun sebanyak 21 responden (35%), usia 21-22 tahun
4
sebanyak 17 responden (28,3%), usia 23-24 tahun sebanyak 8 responden
(8,3%), dan usia 25 tahun sebanyak 5 responden (8,3%).
3.1.1. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
Distribusi frekuensi responden bedasarkan jenis kelamin
pada penelitian ini yaitu sebagai berikut :
Tabel. 2 Distribusi frekuensi jenis kelamin responden
Jenis Kelamin Frekuensi Persentase
laki-laki 32 53.3 %
perempuan 28 46.7 %
Total 60 100 %
Dari tabel 3.1.2, distribusi frekuensi responden berdasarkan
jenis kelamin, menunjukkan bahwa sebanyak 32 responden (53%)
berjenis kelamin laki –laki, sedangkan sisanya sebanyak 28
responden (46,7%) berjenis kelamin perempuan.
3.1.2. Karakteristik responden berdasarkan kategori jogging
Hasil penelitian rutinitasjogging responden berdasarkan
lembar kuesioner pada penelitian ini yaitu sebagai berikut :
Tabel.3 Distribusi kategori rutinitas jogging pada responden
Kategori Frekuensi
Jumlah Persentase Laki-laki Perempuan
Tidak rutin 5 15 20 33.3 %
Rutin 27 13 40 66.7 %
Total 32 28 60 100 %
Dari tabel 3.1.3, distribusi kategori rutinitasjogging pada
remaja, menunjukkan bahwa sebanyak 20 responden (33,3%)
memiliki rutinitasjogging tidak rutin dan sisanya sebanyak 40
responden (66,7%) memiliki rutinitasjogging secara rutin.
3.1.3. Karakteristik responden berdasarkan tingkat kebugaran responden
Tingkat kebugaran aerobik pada remaja berdasarkan hasil
pengukuran kebugaran melalui tes 12 menit yaitu sebagai berikut:
Tabel. 4 Distribusi kategori tingkat kebugaran responden
Kategori Frekuensi
Jumlah Persentase Laki - laki Perempuan
5
Baik sekali 11 3 14 23.3 % Baik 16 8 24 40 %
Sedang 4 8 12 20 % Kurang 1 7 8 13.3 %
kurang sekali - 2 2 3.3 %
Total 60 100 %
Dari tabel 3.1.4, distribusi kategori tingkat kebugaran
responden diketahui bahwa remaja dengan kategori kebugaran baik
sekali sebanyak 14 responden (23,3%), kategori baik 24 responden
(40%), kategori sedang 12 responden (20%), kategori kurang 8
responden (13,3%), kategori kurang sekali 2 responden (3,3%).
3.2 Hasil Penelitian
Analisa hubungan antara rutinitas jogging dengan tingkat kebugaran
aerobik remaja usia 17 – 25 tahun
Tabel 4. Hasil uji Chi-square test
Value Df Asymp.
Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 26.250a 4 .000
Dari tabel 4.5 hasil uji statistik chi-square diperoleh nilai p=0,000 (0,05)
sehingga keputusan yang diambil adalah Ha diterima, Ha diterima artinya ada
hubungan antara joggingrutindan jogging tidak rutin dengan tingkat
kebugaran aerobik remaja usia 17-25 tahun.
Jogging adalah olahraga aerobik disebut juga latihan kardiovaskular yang
meningkatkan fungsi kerja paru, jantung dan meningkatkan sirkulasi darah,
sehingga tubuh menggunakan oksigen lebih baik untuk metabolisme sel dan
dapat meningkatkan VO2 maks (Bryantara, 2016). Meningkatnya kemampuan
jantung dalam memompa darah keseluruh tubuh mempengaruhi peningkatan
oksigen tubuh serta kemampuan paru untuk mengelola oksigen dengan baik
didalam tubuh. Jogging meningkatkan difusi oksigen dari paru – paru ke
dalam darah dimana oksigen disalurkan melalui sel darah merah dan
hemoglobin akan meningkat dengan latihan dan ini juga akan meningkatkan
6
kebugaran tubuh terutama kebugaran aerobik (Sharkey, 2011). Untuk
mencapai tingkat kebugaran yang baik maka remaja harus melakukan jogging
minimal 1,5 bulan dimana baru akan terlihat kebugaran sekitar 35%, jika
ingin tingkat kebugaran meningkat dengan baik maka harus dilakukan lebih
dari 2 bulan dan harus teratur.
4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian yang dilakukan pada remaja diarea jogging
track solo:
1.) Remaja usia 17-25 tahun lebih banyak memiliki tingkat kebugaran
yang baik dengan jogging secara rutin dari pada yang tidak rutin.
2.) Ada hubungan anatar aktivitas jogging dengan tingkat kebugaran
aerobik remaja usia 17-25 tahun di area jogging track solo, dengan
nilai p-value adalah 0,000 atau probabilitas (signifikan) < 0,05
4.2 Saran
1.) Bagi Remaja
Mempertahankan aktifitas yang mendukung terhadap
kebugaran fisik, salah satunya adalah denganjogging, serta aktif
melakukan olahraga secara teratur, tidur secukupnya, makan
secara teratur, kontrol berat badan, bebas dari rokok dan obat
obatan serta tidak mengkonsumsi alkohol untuk menjaga
kebugaran fisik pada tubuh.
2.) Bagi Orang Tua
Mendukung upaya anaknya agar tetap menjaga kebugaran
fisik, kemudian mengawasi dan memberi motivasi kepada anaknya
agar tetap menjaga polahidup sehat dan bersih demi terwujudnya
perilaku remaja yang sehat baik secara jasmani maupun rohani.
3.) Bagi Peneliti Lain
Menganalisis faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi
tingkat kebugaran remaja, salah satunya adalah status gizi dan
kondisi psikososial dan lainnya, dimana hal tersebut berbeda-beda
7
pada setiap individu. Dan diharapkan bagi peneliti berikutnya,
agar dapat melakukan penelitian dengan responden dalam jumlah
yang lebih banyak.
DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah, D. A. N. (2017). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kebugaran
jasmani pada remaja siswa kelas xi smk negeri 11 semarang, 5, 77–86.
AZZa’Balawi,M.S.M.( 2007).PendidikanRemajaantaraIslamdanIlmuJiwa.Jakarta:
Gema Insani.
Batubara, Jose R L. (2010). “Adolescent Development (Perkembangan Remaja).”
Sari Pediatri 12(1): 21–29. http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/12-1-5.pdf.
Bryantara, Ok. F. (2016). Faktor Yang Berhubungan Dengan Kebugaran Jasmani
( Vo2, (December), 237–249. https://doi.org/10.20473/jbe.v4i2.2016.237
Depkes, RI. (2009). Profil Kesehatan Indoneia. Jakarta: Departemen Republik
Indonesia.
Dobbin, M. (2013). Schoo-based physical activity programs for promoting
physical activity and fintess in children and adolescents age 6-18.
Furqan Aries Munandar1, Mansur Jauhari 2, Y. S. (2013). Efek Kerja Joging 30
Menit Terhadap Penurunan Kadar Gula Dalam Darahpada Siswa SMA
Muttaqien Jakarta Selatan, 82–91.
Giriwijoyo. (2012). Ilmu Faal Olahraga. Bandung: PT. Remaja Rosdarkaya.
Gunarsa, P. D. (2008). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: PT
BPK GunungMulia.
Husdarta, H. (2012). Psikologi Perkembangan. Bandung: Alfabeta.
Joewana, M. L. (2008). Peran Orang Tua dalam Mencegah dan Menanggulangi
Penggunaan Narkoba. Jakarta: Balai Pustaka.
Patellongi, I., dan Nawir, N. (2012). Pengaruh Latihan Periode Persiapan Pon
Terhadap Daya Tahan Otot Atlet Kontingen Bayangan Pon Xviii-2012 Koni
Sulawesi Selatan the Influence of Preparation Period Training of National
Sports Week ( Pon ) on Athletes ’ Muscle Endurance of Reserved Contingen,
1–13.
Poole, R., and Davies, J. (2015). Fitness in Young People Briefing Public Health
Annual Report 2014, 1–11.
8
purwanto. (2012). beda pengaruh joging dan latihan jalan cepat terhadap tingkat
kesegaran jasmani. semarang: Universitas Dipenogoro.Sepnu, I. (2015).
Perbedaan Tingkat Kebugaran Jasmani Peserta Ekstrakurikuler Sepak Bola
dan Wushu Di SMP Negeri 1 Jogonalan. United State Yogyakarta
Universitas.
Purwanto, F. S. dan H. (2006). Kebugaran Jasmani Mahasiswa D Ii Pgsd Penjas
Fik Uny. Jurnal Pendidikan Jasmani Indonesia, 5(2), 7.
Sepnu, I. (2015). Perbedaan Tingkat Kebugaran Jasmani Peserta Ekstrakurikuler
Sepak Bola dan Wushu Di SMP Negeri 1 Jogonalan. United State
Yogyakarta Universitas.
Sharkey,B.J.(2011).Kebugaran&kesehatan.(EdisiTerjemahanolehNasutionE.D.),Cetakan
kedua,Jakarta:PTRajaGrafindoPersada.
Situmorang, A. (2003). Adolescent reproductive health in Indonesia. Jakarta:
Johns Hopkins University, (September).
Soraya, S. (2014). Hubungan Usia, Status Gizi, Latihan Fisik, Asupan Zat Gizi
Mikro (Kalsium, Zat Besi, Vitamin C) dengan Status Kebugaran Karyawan
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta Tahun 2014.
Skripsi Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Program Studi Gizi Universitas
Muhammadiyah Prof.DR. Hamka, 1–115.
Sujarweni, V. W. (2015). SPSS Untuk Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Baru
Press.
Tarullo, A. R., Mliner, S., & Gunnar, M. R. (2011). Inhibition and Exuberance in
Preschool Classrooms: Associations With Peer Social Experiences and
Changes in Cortisol Across the Preschool Year. Developmental Psychology,
47(5), 1374–1388. https://doi.org/10.1037/a0024093.
Widodo, P. J. (2014). — Seminar Nasional Evaluasi Pendidikan Tahun 2014 —,
5(2004), 121–128.