hubungan gangguan tidur dengan stres psikososial

57
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Saat ini perubahan tata nilai kehidupan berjalan begitu cepat karena pengaruh globalisasi. Masyarakat menghadapi masalah yang semakin beragam sebagai akibat perkembangan dunia. Masalah hubungan sosial dan tuntutan lingkungan seiring harapan untuk meningkatkan pencapaian diri, ketidaksanggupan pribadi untuk memenuhi tuntutan tersebut bisa menimbulkan stres dalam diri seseorang, sehingga sebagian individu dapat menimbulkan perubahan dalam kehidupan dan berusaha beradaptasi untuk menanggulanginya. Contoh stresor psikososial, seperti perceraian dalam rumah tangga, masalah orang tua dengan banyaknya kenakalan remaja, hubungan interpersonal yang tidak baik dengan teman dan sebagainya. 1,2 Cara-cara yang dilakukan untuk menghadapi lingkungan (stresor) sangat beranekaragaman dan keberhasilan dalam penyesuaian diri pun beranekaragam. Bagi mereka yang berhasil menyesuaikan diri, maka akan dapat hidup dengan harmonis, tetapi bagi mereka yang gagal akan mengalami maladjustment yang ditandai dengan perilaku menyimpang dan tidak sesuai dengan nilai- nilai yang berlaku dilingkungan atau gangguan lain (psikotik, neurotik, psikopatik). Stres terjadi apabil seseorang mengalami tekanan ( pressure ) dari lingkungan atau ia mengalami 1 Referat Ilmu Kesehatan Jiwa “Hubungan Antara Stres Psikososial dengan Gangguan Tidur”

Upload: lady-keshia

Post on 25-Jul-2015

843 views

Category:

Documents


17 download

TRANSCRIPT

Page 1: hubungan gangguan tidur dengan stres psikososial

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Saat ini perubahan tata nilai kehidupan berjalan begitu cepat karena

pengaruh globalisasi. Masyarakat menghadapi masalah yang semakin beragam

sebagai akibat perkembangan dunia. Masalah hubungan sosial dan tuntutan

lingkungan seiring harapan untuk meningkatkan pencapaian diri,

ketidaksanggupan pribadi untuk memenuhi tuntutan tersebut bisa menimbulkan

stres dalam diri seseorang, sehingga sebagian individu dapat menimbulkan

perubahan dalam kehidupan dan berusaha beradaptasi untuk menanggulanginya.

Contoh stresor psikososial, seperti perceraian dalam rumah tangga, masalah orang

tua dengan banyaknya kenakalan remaja, hubungan interpersonal yang tidak  baik

dengan teman dan sebagainya.1,2

Cara-cara yang dilakukan untuk menghadapi lingkungan (stresor) sangat

beranekaragaman dan keberhasilan dalam penyesuaian diri pun beranekaragam.

Bagi mereka yang berhasil menyesuaikan diri, maka akan dapat hidup dengan

harmonis, tetapi bagi mereka yang gagal akan mengalami maladjustment yang

ditandai dengan perilaku menyimpang dan tidak sesuai dengan nilai-nilai yang

berlaku dilingkungan atau gangguan lain (psikotik, neurotik,

psikopatik). Stres terjadi apabil seseorang mengalami tekanan

(pressure) dari lingkungan atau ia mengalami hambatan dalam

memenuhi kebutuhannya yang mengakibatkan frustasi dan ia tidak

mampu mengatasinya. Dalam menghadapi stres ini akan sangat dipengaruhi

oleh individu yang bersangkutan, bagaimana kepribadiannya,

persepsinya, dan kemampuannya dalam menyelesaikan masalah.3

 Penelitian menunjukkan bahwa stres memberi kontribusi 50 sampai 70

persen terhadap timbulnya sebagian besar penyakit seperti penyakit

kardiovaskuler, hipertensi, kanker, penyakit kulit, infeksi, penyakit metabolik dan

gangguan hormonal, serta lain sebagainya. Ketika seseorang mengalami stres yang

berat, akan memperlihatkan tanda-tanda mudah lelah, sakit kepala, hilang nafsu,

mudah lupa, bingung, gugup, kehilangan gairah seksual, kelainan pencernaan dan

tekanan darah tinggi.1

1 Referat Ilmu Kesehatan Jiwa “Hubungan Antara Stres Psikososial dengan Gangguan Tidur”

Page 2: hubungan gangguan tidur dengan stres psikososial

Orang hidup tidak mungkin terhindar dari stres untuk itu kita harus dapat

menyikapi dan mengelola stres dengan baik sehingga kualitas hidup kita menjadi

lebih baik.

1.2 TUJUAN

1.2.1 TUJUAN UMUM

Untuk memenuhi salah satu syarat dalam mengikuti program studi

kepanitraan klinik Ilmu Kesehatan Jiwa RSPAD Gatot Soebroto.

1.2.2 TUJUAN KHUSUS

Untuk mengetahui dan memahami mengenai hubungan stres

psikososial dengan gangguan tidur.

2 Referat Ilmu Kesehatan Jiwa “Hubungan Antara Stres Psikososial dengan Gangguan Tidur”

Page 3: hubungan gangguan tidur dengan stres psikososial

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 STRES

2.1.1 DEFINISI STRES

Stres merupakan istilah yang berasal dari bahasa latin ‘’Stingere’’ yang

berarti ‘’keras‘’ (stricus). Istilah ini mengalami perubahan seiring dengan

perkembangan penelaahan yang berlanjut dari waktu ke waktu dari straise,

strest, stresce, dan stress. Pada abad ke–17 istilah stres diartikan sebagai

kesukaran, kesusahan, kesulitan, atau penderitaan. Pada abad ke-18 istilah ini

digunakan dengan lebih menunjukan kekuatan, tekanan, ketegangan, atau

usaha yang keras berpusat pada benda dan manusia, ‘’terutama kekuatan

mental manusia‘’.4

Stres adalah suatu reaksi atau respon tubuh terhadap tekanan mental atau

beban kehidupan yang dihasilkan oleh perubahan lingkungan yang diterima

sebagai suatu hal yang mengancam, menantang serta merusak keseimbangan

seseorang.5

Stres dewasa ini digunakan secara bergantian untuk menjelaskan berbagai

stimulus dengan intensitas berlebihan yang tidak disukai berupa respons

fisiologis, perilaku, dan subjektif terhadap stres; konteks yang menjembatani

pertemuan antara individu dengan stimulus yang membuat stres; semua

sebagai suatu sistem (WHO, 2003).6

Menurut Morgan dan King, “…as an internal state which can be caused

by physical demands on the body (disease conditions, exercise, extremes of

temperature, and the like) or by environmental and social situations which are

evaluated as potentially harmful, uncontrollable, or exceeding our resources

for coping”.7 Jadi stres adalah suatu keadaan yang bersifat internal, yang bisa

disebabkan oleh tuntutan fisik (badan), atau lingkungan, dan situasi sosial,

yang berpotensi merusak dan tidak terkontrol.8

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpilkan bahwa stress adalah

keadaan yang oleh adanya tuntutan internal maupun eksternal (stimulus) yang

dapat membahayakan, mengancam, tidak terkendali atau melebihi

kemampuan individu sehingga individu akan bereaksi dan melakukan usaha-

usaha penyesuaian diri terhadap situasi (respon).

3 Referat Ilmu Kesehatan Jiwa “Hubungan Antara Stres Psikososial dengan Gangguan Tidur”

Page 4: hubungan gangguan tidur dengan stres psikososial

2.1.2 KLASIFIKASI STRES

Quick dan Quick (1984) dan Hans Selye dalam Girdano (2005)

mengkategorikan jenis stres menjadi dua, yaitu:9

a) Eustress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat,

positif, dan konstruktif (bersifat membangun). Hal tersebut

termasuk kesejahteraan individu dan juga organisasi yang

diasosiasikan dengan pertumbuhan, fleksibilitas, kemampuan

adaptasi, dan tingkat performance yang tinggi. Ketika tubuh mampu

menggunakan stres yang dialami untuk membantu melewati sebuah

hambatan dan meningkatkan performa, stres tersebut bersifat positif,

sehat, dan menantang

b) Distress, yaitu hasil dari respon terhadap stress yang bersifat tidak

sehat, negative dan destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk

konsekuensi individu dan juga organisasi seperti penyakit

kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran (absenteeism) yang tinggi,

yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan, dan kematian.

Distres adalah semua bentuk stres yang melebihi kemampuan untuk

mengatasinya, membebani tubuh, dan menyebabkan masalah fisik atau

psikologis. Ketika seseorang mengalami distres, orang tersebut akan

cenderung bereaksi secara berlebihan, bingung, dan tidak dapat

berperforma secara maksimal.

2.1.3 TAHAPAN STRES

Gejala-gejala stres pada diri seseorang seringkali tidak disadari karena

perjalanan awal tahapan stres timbul secara lambat, dan baru dirasakan

bilamana tahapan gejala sudah lanjut dan mengganggu fungsi kualitas

kehidupannya sehari-hari baik di rumah, di sekolah,di tempat kerja ataupun

pergaulan lingkungan sosial masyarakatnya. Van Amberg membagi tahapan-

tahapan stres sebagai berikut:9,10,11

a) Stres Tahap I

Tahapan ini merupakan tahapan stres paling ringan, dan biasanya disertai

dengan perasaan-perasaan sebagai berikut:

Semangat kerja besar, berlebihan (Overacting)

Penglihatan lebih tajam tidak seperti biasanya

4 Referat Ilmu Kesehatan Jiwa “Hubungan Antara Stres Psikososial dengan Gangguan Tidur”

Page 5: hubungan gangguan tidur dengan stres psikososial

Merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya, bekerja

secara maksimal disertai rasa gugup

Merasa senang dengan pekerjaannya dan semakin bertambah semangat,

namun tanpa disadari cadangan energi semakin berkurang

b) Stres Tahap II

Dalam tahapan ini, dampak stres yang semula “menyenangkan”

sebagaimana diuraikan pada tahap I diatas mulai menghilang, dan timbul

keluhan-keluhan yang disebabkan karena cadangan energi tidak lagi cukup

memadai untuk aktivitas sepanjang hari, karena tidak cukup waktu untuk

beristirahat. Keluhan-keluhan yang timbul sebagai berikut:

Merasa lesu dan letih sewaktu bangun pagi hari

Merasa mudah lelah, kurang semangat

Merasa capai sepanjang hari, dan meningkat terutama menjelang sore

hari

Sering mengeluh lambung atau perut terasa tidak nyaman (bowel

discomfort)

Jantung berdebar-debar 

Otot-otot terasa tegang, tidak bisa santai

c) Stres Tahap III

Apabila seseorang tidak menghiraukan terhadap keluhan-keluhan dalam

tahap dua, dan tetap memaksakan diri dalam pekerjaannya maka yang

bersangkutan akan menunjukkan keluhan-keluhan yang semakin nyata dan

menganggu, yaitu :

Gangguan fungsi sistem tubuh semakin nyata, misalnya: keluhan

lambung dan usus semakin nyata, buang air kecil atau air besar tidak

teratur

Ketegangan otot dan sistem organ semakin nyata terasa

Perasaan ketidaktenangan dan ketegangan semakin nyata

Gangguan pola tidur (insomnia)

Koordinasi tubuh terganggu dan dapat merasa seperti mau pingsan

d) Stres Tahap IV

Pada tahap ini akan muncul gejala-gejala :

Untuk bertahan sepanjang hari saja sudah teramat sulit

5 Referat Ilmu Kesehatan Jiwa “Hubungan Antara Stres Psikososial dengan Gangguan Tidur”

Page 6: hubungan gangguan tidur dengan stres psikososial

Aktivitas pekerjaan yang semula menyenangkan dan mudah

diselesaikan menjadi membosankan dan terasa lebih sulit

Yang semula tanggap terhadap situasi menjadi kehilangan kemampuan

untuk merespom secara memadai (adequate)

Ketidakmampuan untuk melaksanakan kegiatan rutin sehari-hari

Gangguan pola tidur disertai dengan mimpi-mimpi yang menegangkan

Daya konsentrasi dan daya ingat menurun

Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak dapat dijelaskan

apa penyebabnya

e) Stres Tahap V

Bila keadaan berlanjut, maka seseorang itu akan jatuh dalam stres tahap V,

yang ditandai dengan:

Kelelahan fisik dan mental yang semakin mendalam (physical dan

psychological exhaustion)

Ketidakmampuan untuk menyelesaikan pekerjaan sehari-hari yang

ringan dan sederhana

Gangguan sistem pencernaan semakin berat (gastrointestinal disorder)

Timbul perasaan ketakutan, kecemasan yang semakin meningkat,

mudah bingung dan panik

f) Stres Tahap VI

Tahapan ini merupakan tahapan klimaks, dimana seseorang mengalami

serangan panic (panic attack) dan perasaan takut mati. Tidak jarang orang

yang mengalami stress tahap VI ini berulang kali dibawa ke Unit Gawat

Darurat bahkan ICCU, meskipun pada akhirnya dipulangkan

karena tidak ditemukan kelainan fisik organ tubuh. Gambaran stres tahap

VI ini antara lain:

Debaran jantung teramat keras

Susah bernafas (sesak dan megap-megap) Sekujur badan terasa

gemetar, dingin dan keringat bercucuran

Ketiadaan tenaga untuk hal-hal yang ringan

Pingsan atau kolaps (collapse)

Bila dikaji maka keluhan atau gejala sebagaimana digambarkan diatas lebih

didominasi oleh keluhan-keluhan fisik yang disebabkan oleh gangguan faal

6 Referat Ilmu Kesehatan Jiwa “Hubungan Antara Stres Psikososial dengan Gangguan Tidur”

Page 7: hubungan gangguan tidur dengan stres psikososial

(fungsional) organ tubuh sebagai akibat stressor yang melebihi kemampuan

seseorang untuk mengatasinya.

2.1.4 REAKSI ADAPATSI TERHADAP STRES

Menurut Hans Selye ada 3 tahap reaksi adaptasi seseorang terhadap

stres, yaitu :12

a) Tahap 1 : Alarm Reaction

Gejala muncul sebagai respon permulaan terhadap adanya stres,

misalnya karena harus menyusun persiapan mengajar harian, seorang

guru baru mendadak sakit perut atau mulas-mulas.

b) Tahap 2 : Resistance

Seseorang yang sudah terbiasa menghadapi stres pada akhirnya akan

lebih tahan (resisten) terhadap stres. Pada tahap ini seseorang

menemukan adaptasi yang baik terhadap situasi yang menimbulkan

stres, sehingga alarm reaction menurun. Namun adakalanya pada tahap

ini timbul diseases of adaptation, yaitu suatu keadaan dimana seolah-

olah yaitu suatu keadaan dimana seolah-olah seseorang sudah

beradaptasi dengan situasi yang menimbulkan stres, padahal sebenarnya

adaptasinya tidak tepat sehingga timbul penyakit-penyakit kronis.

c ) Tahap 3 : Exhaustion

Tahap ini adalah suatu keadaan dimana seseorang benar-benar sakit

yang terjadi bila stres terus menerus dialami dan orang tersebut tidak

dapat mengatasinya. Pada tahap ini gejala sudah lebih berat, misalnya

seseorang menjadi benar-benar putus asa, mengalami halusinasi, delusi

dan bahkan kematian.

Gambar 1 : Ilustrasi Reaksi Stres Selama 3 Fase

7 Referat Ilmu Kesehatan Jiwa “Hubungan Antara Stres Psikososial dengan Gangguan Tidur”

Page 8: hubungan gangguan tidur dengan stres psikososial

2.1.5 SUMBER-SUMBER STRES

Luthans (1992) menyebutkan bahwa penyebab stres

(stressor) terdiri atas empat hal utama, yakni:10,11

a) Extra Organizational Stressors, yang terdiri dari perubahan sosial atau

teknologi, keluarga, relokasi, keadaan ekonomi dan keuangan, ras dan

kelas serta keadaan komunitas atau tempat tinggal.

b) Organizational stressors, yang terdiri dari kebijakan organisasi,

struktur organisasi, keadaan fisik dalam organisasi, dan proses yang

terjadi dalam organisasi.

c) Group stressors, yang terdiri dari kurangnya kebersamaan dalam grup,

kurangnya dukungan sosial, serta adanya konflik intra individu,

interpersonal, dan inter grup.

d) Individual stressors, yang terdiri dari terjadinya konflik dan

ketidakjelasan peran, serta disposisi individu seperti pola kepribadian

Tipe A, kontrol personal, self-efficacy, dan daya tahan psikologis.

2.1.6 MEKANISME STRES

Empat variabel psikologik yang mempengaruhi mekanisme respons

stres:13,14,15,16

a) Kontrol: keyakinan bahwa seseorang memiliki kontrol terhadap stresor

yang mengurangi intensitas respon stres.

b) Prediktabilitas: stresor yang dapat diprediksi menimbulkan respon stres

yang tidak begitu berat dibandingkan stresor yang tidak dapat diprediksi.

c) Persepsi: pandangan individu tentang dunia dan persepsi stresor saat ini

dapat meningkatkan atau menurunkan intensitas respon stres.

8 Referat Ilmu Kesehatan Jiwa “Hubungan Antara Stres Psikososial dengan Gangguan Tidur”

Page 9: hubungan gangguan tidur dengan stres psikososial

d) Respons koping: ketersediaan dan efektivitas mekanisme mengikat ansietas

dapat menambah atau mengurangi respon stres.

Gambar 2: Alur mekanisme respon tubuh terhadap stress

Dikutip dari : Psychology Health Taylor. S, tahap sinyal adalah

mobilisasi awal dimana badan menemui tantangan yang diberikan oleh

penyebab stres. Ketika penyebab stres ditemukan, otak mengirimkan suatu

pesan biokimia kepada semua sistem tubuh. Karena secara fisiologi, situasi

stres mengaktivasi hipotalamus yang selanjutnya mengendalikan dua sistem

neuroendokrin, yaitu sistem simpatis dan sistem korteks adrenal. Sistem

saraf simpatik berespon terhadap impuls saraf dari hipotalamus yaitu

dengan mengaktivasi berbagai organ dan otot polos yang berada di bawah

pengendaliannya, sebagai contohnya, ia meningkatkan kecepatan denyut

jantung dan mendilatasi pupil. Sistem saraf simpatis juga memberi sinyal

ke medula adrenal untuk melepaskan epinefrin dan norepinefrin ke aliran

darah. Sistem korteks adrenal diaktivasi jika hipotalamus mensekresikan

CRF, suatu zat kimia yang bekerja pada kelenjar hipofisis yang terletak

tepat di bawah hipotalamus. Kelenjar hipofisis selanjutnya mensekresikan

hormon ACTH, yang dibawa melalui aliran darah ke korteks adrenal.

9 Referat Ilmu Kesehatan Jiwa “Hubungan Antara Stres Psikososial dengan Gangguan Tidur”

Page 10: hubungan gangguan tidur dengan stres psikososial

Dimana, ia menstimulasi pelepasan sekelompok hormon, termasuk kortisol,

yang meregulasi kadar gula darah. ACTH juga memberi sinyal ke kelenjar

endokrin lain untuk melepaskan sekitar 30 hormon. Efek kombinasi

berbagai hormon stres yang dibawa melalui aliran darah ditambah aktivitas

neural cabang simpatik dari sistem saraf otonomik berperan dalam respons

fight or flight.

Tanda- tanda masuknya tahap perlawanan termasuk keletihan,

ketakutan dan ketegangan. Pribadi yang mengalami tahap ini kini melawan

penyebab stres. Sementara perlawanan terhadap suatu penyebab stress yang

khusus mungkin tinggi selama tahap ini, perlawanan terhadap stres lainnya

mungkin lebih rendah karena seseorang hanya memiliki sumber energi

terbatas, konsentransi dan kemampuan untuk menahan penyebab-penyebab

stres. Individu – individu sering lebih mudah sakit selama periode stres

daripada waktu lainnya.Tahap terakhir GAS adalah keletihan. Perlawanan

pada penyebab stres yang sama dalam jangka panjang dan terus menerus

mungkin akhirnya menaikan penggunaan energi untuk penyesuaian, dan

sistem menjadikan penyebab stres menjadi letih.

Seperti halnya dengan gangguan fisik respon terhadap ancaman

juga mempunyai resiko terhadap emosi dan kognitif, orang mengalami stres

akan menujukan penurunan konsentrasi, perhatian dan kemuduran memori.

Keadaan ini akan menyebabkan kesalahan dalam memecahkan masalah dan

penurunan kemampuan dalam merencanakan tindakan. Dampak lain

mengakibatkan semakin banyak tuntutan pada orang yang mengalami stres,

kondisi ini menyebabkan ketindakmampuan menjalin hubungan dengan

orang lain, dalam menghadapi stres individu lebih sensitif dan cepat

marah. Mereka juga sulit untuk rileks, merasa tidak berdaya, depresi dan

cenderung hipokondria. Pengaruh pada kognitif dan emosi ini mendorong

terjadinya perubahan perilaku pada orang yang mengalami stres

berkepanjangan. Perubahan ini meliputi penurunan minat dan aktifitas,

penurunan energi, cenderung mengekpresikan pandangan sinis pada orang

lain atau rekan kerja serta lemah akan tanggung jawab. Fase keletihan

terjadi bila fungsi fisik dan psikologis seseorang telah sangat lemah sebagai

akibat kerusakan selama fase perlawanan. Bila reaksi ini berlanjut tanpa

adanya pemulihan, akan memacu terjadinya penyakit karena

10 Referat Ilmu Kesehatan Jiwa “Hubungan Antara Stres Psikososial dengan Gangguan Tidur”

Page 11: hubungan gangguan tidur dengan stres psikososial

ketidakmampuan dalam mengatasi tuntutan lingkungan yang dirasakan.

Fase keletihan ini merupakan tahap kepayahan dimana seseorang dapat

dikatakan telah mempunyai masalah kesehatan yang serius.

2.1.7 STRES PSIKOSOSIAL17,18

Stresor psikososial adalah setiap keadaan atau

peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan

seseorang (anak, remaja, atau dewasa), sehingga seseorang itu

terpaksa mengadakan adaptasi atau penyesuaian diri untuk

menanggulanginya. Namun, tidak semua orang mampu

melakukan adaptasi dan mengatasi stresor tersebut,

sehingga timbulah keluhan-keluhan kejiwaan, antara lain depresi.

Faktor-faktor psikososial cukup mempunyai arti bagi terjadinya

stres pada diri seseorang. Manakala tuntutan pada diri seseorang itu

melampauinya, maka keadaan demikian disebut distress. Pada umumnya

jenis stresor psikososial dapat digolongkan sebagai berikut :

a) Perkawinan

Berbagai permasalahan perkawinan merupakan sumber stress yang

dialami seseorang; misalnya pertengkaran, perpisahan (separation),

perceraian, kematian salah satu pasangan, ketidaksetiaan, dan lain

sebagainya. Stresor perkawinan ini dapat menyebabkan seseorang

jatuh dalam depresi dan kecemasan.

b) Problem Orangtua

Permasalahan yang dihadapi orangtua, misalnya tidak punya anak,

kebanyakan anak, kenakalan anak, anak sakit, hubungan yang tidak

baik dengan mertua, ipar, besan dan lain sebagainya. Permasalahan

tersebut diatas merupakan suber stress yang pada gilirannya seseorang

dapat jatuh dalam depresi dan kecemasan.

c) Hubungan Interpersonal (Antar Pribadi)

Gangguan ini dapat berupa hubungan dengan kawan dekat yang

mengalami konflik, konflik dengan kekasih, antara atasan dan

bawahan, dan lain sebagainya. Konflik hubungan interpersonal ini

11 Referat Ilmu Kesehatan Jiwa “Hubungan Antara Stres Psikososial dengan Gangguan Tidur”

Page 12: hubungan gangguan tidur dengan stres psikososial

dapat merupakan sumber stress bagi seseorang , dan yang bersangkutan

dapat mengalami depresi dan kecemasan karenanya.

d) Pekerjaan

Masalah pekerjaan merupakan sumber stress kedua setelah mesalah

perkwinan. Banyak orang menderita depresi dan kecemasan karena

masalah pekerjaan ini, misalnya pekerjaan terlalu banyak, pekerjaan

tidak cocok, mutasi, jabatan, kenaikan pangkat, pensiun, kehilangan

pekerjaan (PHK), dan lain sebagainya.

e) Lingkungan Hidup

Kondisi lingkungan yang buruk besar pengaruhnya bagi kesehatan

seseorang, misalnya soal perumahan, pindah tempat tinggal,

penggusuran, hidup dalam lingkungan yang rawan (Kriminalitas) dan

lain sebagainya. Rasa tercekam dan tidak merasa aman ini amat

mengganggu ketenangan dan ketentraman hidup, sehingga tidak jarang

orang jatuh kedalam depresi dan kecemasan.

f) Keuangan

Masalah keuangan (kondisi sosial-ekonomi) yang tidak sehat, misalnya

pendapatan jauh lebih rendah dari pengeluaran, terlibat hutang,

kebangkrutan usaha, soal warisan, dan lain sebagainya. Problem

keuangan amat berpengaruh pada kesehatan jiwa seseorang dan

seringkali masalah keuangan ini merupakan faktor yang membuat

seseorang jatuh dalam depresi dan kecemasan.

g) Hukum

Keterlibatan seseorang dalam masalah hukum dapat merupakan sumber

stres, misalnya tuntutan hukum, pengadilan, penjara, dan lain

sebagainya. Stres di bidang hukum ini dapat menyebabkan seseorang

jatuh dalam depresi dan kecemasan.

h) Perkembangan

Yang dimaksud disini adalah masalah perkembangan baik fisik maupun

mental seseorang, misalnya masa remaja, masa dewasa, menopause,

usia lanjut, dan lain sebagainya. Kondisi setiap perubahan fase-fase

tersebut diatas, untuk sementara individu dapat menyebabkan depresi

dan kecemasan, terutama pada mereka yang mengalami menopause

atau usia lanjut.

12 Referat Ilmu Kesehatan Jiwa “Hubungan Antara Stres Psikososial dengan Gangguan Tidur”

Page 13: hubungan gangguan tidur dengan stres psikososial

i) Penyakit Fisik atau Cidera

Sumber stres yang dapat menimbulkan depresi dan kecemasan di sini

adalah antara lain; penyakit, kecelakaan, operasi atau pembedahan,

aborsi, dan lain sebagainya. Dalam hal penyakit yang banyak

menimbulkan depresi dan kecemasan adalah penyakit kronis, jamtung,

kanker dan sebangsanya.

j) Faktor Keluarga

Yang dimaksud di sini adalah faktor stres yang dialami oleh anak dan

remaja yang disebabkan karena kondisi keluarga yang tidak baik (yaitu

sikap orangtua), misalnya :

o Hubungan kedua orang tua yang dingin, atau penuh ketegangan,

atau acuh tak acuh

o Kedua orangtua jarang di rumah dan tidak ada waktu untuk bersama

dengan anak-anak

o Komunikasi antara orang tua dan anak yang tidak baik 

o Kedua orang tua berpisah atau bercerai

o Salah satu orang tua menderita gangguan jiwa atau kepribadian

o Orang tua dalam pendidikan anak kurang sabar, pemarah, keras dan

otoriter

2.2 GANGGUAN TIDUR

2.2.1 DEFINISI TIDUR

Tidur didefenisikan sebagai suatu keadaan bawah sadar dimana seseorang

masih dapat dibangunkan dengan pemberian rangsang sensorik atau dengan

rangsang lainnya.19 Tidur adalah suatu proses perubahan kesadaran yang

terjadi berulang-ulang selama periode tertentu.20 Tidur merupakan dua keadaan

yang bertolak belakang dimana tubuh beristirahat secara tenang dan aktivitas

metabolisme juga menurun namun pada saat itu juga otak sedang bekerja lebih

keras selama periode bermimpi dibandingkan dengan ketika beraktivitas di

siang hari.21

Tidur adalah keadaan organisme yang teratur, berulang, dan mudah

dibalikkan yang ditandai oleh relatif tidak bergerak dan peningkatan besar

ambang respons terhadap stimuli eksternal relatif dari keadaan terjaga.

13 Referat Ilmu Kesehatan Jiwa “Hubungan Antara Stres Psikososial dengan Gangguan Tidur”

Page 14: hubungan gangguan tidur dengan stres psikososial

Monitoring ketat pada tidur adalah suatu bagian penting dari prektek klinis,

karena gangguan tidur sering kali merupakan gejala awal dari penyakit mental

yang mengancam. Beberapa gangguan mental adalah disertai dengan

perubahan karakteristik dalam fisiologi tidur.22

2.2.2 TIDUR FISIOLOGIS22,23

Saat seseorang jatuh tertidur, gelombang otak mengalami perubahan

karakteristik tertentu yang dapat direkam dengan Eletroensefalogram (EEG),

yang terdiri dari 4 gelombang, yaitu ;

Saat terjaga ditandai oleh gelombang Alfa dengan frekuensi 8 sampai 12

siklus perdetik dan aktivitas tegangan rendah dari frekuensi campuran. Saat

orang jatuh tertidur, aktivitas alfa mulai menghilang.

Gelombang Beta, dengan frekuensi 14 Hz atau lebih, dan amplitude

gelombang kecil, rata-rata 25 mV. Gambaran gelombang Beta yang terjelas

didapat pada daerah frontal. Gelombang ini merupakan gelombang dominan

pada keadaan jaga terutama bila mata terbuka. Pada keadaan tidur REM juga

muncul gelombang Beta.

Gelombang Teta, dengan frekuensi antara 4 - 7 Hz, dengan amplitudo

gelombang bervariasi dan lokalisasi juga bervariasi. Gelombang Teta dengan

amplitudo rendah tampak pada keadaan jaga pada anak-anak sampai usia 25

tahun dan usia lanjut di atas 60 tahun. Pada keadaan normal orang dewasa,

gelombang teta muncul pada keadaan tidur (stadium 1, 2, 3, 4).

Gelombang Delta, dengan frekuensi antara 0 - 3 Hz, dengan amplitudo

serta lokalisasi bervariasi. Pada keadaan normal, gelombang Delta muncul

pada keadaan tidur (stadium 2, 3, 4). Dengan demikian stadium-stadium tidur

ditentukan oleh persentase dan keempat gelombang ini dalam proporsi

tertentu. Selain itu juga ditunjang oleh gambaran dari EOG dan EMG nya.

Tidur terdiri dari dua keadaan fisiologis, tidur dengan gerakan mata tidak

cepat (NREM: non rapid eye movement) yang terdiri dari stadium 1 sampai 4

dan tidur dengan gerakan mata cepat (REM: rapid eye movement).

Pada orang normal tidur NREM adalah keadaan yang relatif tenang

terjaga. Tidur REM adalah suatu jenis tidur yang berbeda secara kualitatif yang

ditandai oleh tingkat aktivitas otak dan fisiologis yang sangat aktif yang mirip

keadaan terjaga.

14 Referat Ilmu Kesehatan Jiwa “Hubungan Antara Stres Psikososial dengan Gangguan Tidur”

Page 15: hubungan gangguan tidur dengan stres psikososial

Stadium-stadium saat tidur adalah;

a) Stadium Jaga (Stadium W = wake), EEG : Pada keadaan relaks, mata

tertutup, gambaran didominasi oleh gelombang Alfa. Tidak ditemukan

adanya kumparan Tidur dan Kompleks K. EOG : Biasanya gerakan mata

berkurang. Kadang-kadang terdapat artefak yang disebabkan oleh gerakan

kelopak mata. EMG: Kadang-kadang tonus otot meninggi.

b) Stadium 1, EEG: Biasanya terdiri dari gelombang campuran Alfa, Beta dan

kadang-kadang Teta. Tidak terlihat adanya kumparan tidur, kompleks K

atau gelombang Delta. EOG : Tak terlihat aktifitas bola mata yang cepat.

EMG Tonus otot menurun dibandingkan dengan pada stadium W.

c) Stadium 2, EEG: Biasanya terdiri dan gelombang campuran Alfa, Teta dan

Delta. Terlihat adanya kumparan tidur dan kompleks K (Kompleks K :

gelombang negatif yang diikuti oleh gelombang positif, berlangsung kira-

kira 0,5 detik, biasanya diikuti oleh gelombang cepat 12 - 14 Hz).

Persentase gelombang Delta dengan amplitudo di atas 75 mV kurang dari

20%. EOG : Tak terdapat aktivitas bola mata yang cepat. EMG : Kadang-

kadang terlihat peningkatan tonus otot secara tiba-tiba, menunjukkan

bahwa otot-otot tonik belum seluruhnya dalam keadaan relaks.

d) Stadium 3, EEG : Persentase gelombang Delta berada antara 20 - 50%.

Tampak Kumparan Tidur. EOO : Tak tampak aktivitas bola mata yang

cepat. EMG : Gambaran tonus otot yang lebih jelas dari stadium 2.

e) Stadium 4, EEG : Persentase gelombang Delta mencapai lebih dari 50%.

Tampak Kumparan Tidur. EOG : Tak tampak aktivitas bola mata yang

cepat EMG : Tonus otot menurun dari pada stadium sebelumnya.

f) Stadium REM, EEG : Terlihat gelombang campuran Alfa, Beta dan Teta.

Tak tampak gelombang Delta. kumparan tidur maupun kompleks K. EOG :

Terlihat gambaran REM (Rapid Eye Movement) yang khas. EMG : Tonus

otot sangat rendah.

Perubahan fisiologis yang terjadi selama tidur REM adalah paralisis yang

hampir lengkap pada otot-otot skeletal (postural). Karena inbihisi motorik

tersebut, pergerakan tubuh tidak terjadi selama tidur REM. Kemungkinan ciri

yang paling membedakan dari tidur REM adalah mimpi. Mimpi selama tidur

15 Referat Ilmu Kesehatan Jiwa “Hubungan Antara Stres Psikososial dengan Gangguan Tidur”

Page 16: hubungan gangguan tidur dengan stres psikososial

REM biasanya abstrak dan surealis. Mimpi juga terjadi pada tidur NREM,

tetapi biasanya jernih dan dengan maksud tertentu.

Sifat siklik dari tidur adalah teratur dan dapat dipercaya, periode REM

terjadi kira-kira tiap 90 sampai 100 menit selama semalam. Periode REM

pertama cenderung merupakan periode yang paling singkat, biasanya

berlangsung selama kurang dari 10 menit, periode REM selanjutnya masing-

masing biasanya berlangsung selama 15 sampai 40 menit. Sebagian besar

periode REM terjadi pada sepertiga bagian terakhir dari malam, sedangkan

sebagian besar tidur stadium 4 terjadi pada sepertiga bagian pertama malam.

Pola tidur berubah sepanjang kehidupan seseorang. Pada periode neonatal,

tidur REM mewakili lebih dari 50 persen waktu tidur total. Bayi baru lahir

tidur kira-kira 16 jam sehari, dengan periode terjaga yang singkat. Pada usia 4

bulan pola berubah sehingga persentasi total tidur REM menurun sampai

kurang dari 40 persen, dan masuk ke tidur terjadi dengan periode awal tidur

NREM. Pada dewasa muda, distribusi stadium tidur adalah sebagai berikut:

NREM (75%): Stadium 1. 5 %

Stadium 2. 45%

Stadium 3. 12%

Stadium 4. 13%

REM (25%)

Distribusi tersebut relatif tetap sampai lanjut usia, walaupun terjadi

penurunan tidur gelombang lambat dan tidur REM pada lanjut usia.

16 Referat Ilmu Kesehatan Jiwa “Hubungan Antara Stres Psikososial dengan Gangguan Tidur”

Page 17: hubungan gangguan tidur dengan stres psikososial

Gambar 3 : Hipnogram dari orang dewasa normal

2.2.3 PERANAN NEUROTRANSMITER24

Keadaan jaga atau bangun sangat dipengaruhi oleh sistim ARAS

(Ascending Reticulary Activity System). Bila aktifitas ARAS ini meningkat

orang tersebut dalam keadaan tidur. Aktifitas ARAS menurun, orang tersebut

akan dalam keadaan tidur. Aktifitas ARAS ini sangat dipengaruhi oleh

aktifitas neurotransmiter seperti sistem serotoninergik, noradrenergik,

kholonergik, histaminergik.

a) Sistem Serotonergik

Hasil serotonergik sangat dipengaruhi oleh hasil metabolisma asam amino

trypthopan. Dengan bertambahnya jumlah tryptopan, maka jumlah

serotonin yang terbentuk juga meningkat akan menyebabkan keadaan

mengantuk atau tidur. Bila serotonin dari tryptopan terhambat

pembentukannya, maka terjadikeadaan tidak bisa tidur atau tejaga. Menurut

beberapa peneliti lokasi yang terbanyak sistem serotogenik ini terletak pada

nukleus raphe dorsalis di batang otak, yang mana terdapat hubungan

aktifitas serotonis di nukleus raphe dorsalis dengan tidur REM.

b) Sistem Adrenergik

Neuron-neuron yang terbanyak mengandung norepineprin terletak di

badan sel nukleus cereleus di batang otak. Kerusakan sel neuron pada

lokus cereleus sangat mempengaruhi penurunan atau hilangnya REM

17 Referat Ilmu Kesehatan Jiwa “Hubungan Antara Stres Psikososial dengan Gangguan Tidur”

Page 18: hubungan gangguan tidur dengan stres psikososial

tidur. Obat-obatan yang mempengaruhi peningkatan aktifitas neuron

noradrenergic akan menyebabkan penurunan yang jelas pada tidur REM

dan peningkatan keadaan terjaga.

c) Sistem Kholinergik

Telah dibuktikan dengan pemberian prostigimin intra vena dapat

mempengaruhi episode tidur REM. Stimulasi jalur kholihergik ini,

mengakibatkan aktifitas gambaran EEG seperti dalam keadaan jaga.

Gangguan aktifitas kholinergik sentral yang berhubungan dengan

perubahan tidur ini terlihat pada orang depresi, sehingga terjadi

pemendekan latensi tidur REM. Pada obat antikolinergik (scopolamine)

yang menghambat pengeluaran kholinergik dari lokus sereleus maka

tamapk gangguan pada fase awal dan penurunan REM.

d) Sistem Histaminergik

Pengaruh histamin sangat sedikit mempengaruhi tidur

e) Sistem hormon

Pengaruh hormon terhadap siklus tidur dipengaruhi oleh beberapa hormon

seperti ACTH, GH, TSH, dan LH. Hormon ini masing-masing disekresi

secara teratur oleh kelenjar pituitary anterior melalui hipotalamus

patway. Sistem ini secara teratur mempengaruhi pengeluaran

neurotransmitter norepinefrin, dopamin, serotonin yang bertugas

mengatur mekanisme tidur dan bangun.

2.2.4 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUANTITAS DAN KUALITAS

TIDUR25

Faktor yang mempengaruhi kualitas maupun kuantitas tidur diantaranya

adalah penyakit, lingkungan, kelelahan, gaya hidup, stres emosional, stimulan

dan alkohol, diet, merokok, dan motivasi.

a) Penyakit

Penyakit dapat menyebabkan nyeri atau distress fisik yang dapat

menyebabkan gangguan tidur. Individu yang sakit membutuhkan waktu

tidur yang lebih banyak dari pada biasanya. Siklus bangun-tidur selama

sakit juga dapat mengalami gangguan.

b) Lingkungan

18 Referat Ilmu Kesehatan Jiwa “Hubungan Antara Stres Psikososial dengan Gangguan Tidur”

Page 19: hubungan gangguan tidur dengan stres psikososial

Faktor lingkungan dapat membantu sekaligus menghambat proses tidur.

Tidak adanya stimulus tertentu atau adanya stimulus yang asing dapat

menghambat upaya tidur. Contoh, temperatur yang tidak nyaman atau

ventilasi yang buruk dapat mempengaruhi tidur seseorang. Seiring waktu

individu bisa beradaptasi dan tidak lagi terpengaruh dengan kondisi

tersebut.

c) Kelelahan

Kondisi tubuh yang lelah dapat mempengaruhi pola tidur seseorang.

Semakin lelah seseorang, semakin pendek siklus tidur REM yang

dilaluinya. Setelah beristirahat biasanya siklus REM akan kembali

memanjang.

d) Gaya hidup

Individu yang sering berganti jam kerja harus mengatur aktivitasnya agar

bisa tidur pada waktu yang tepat.

e) Stres emosional

Ansietas dan depresi sering kali mengganggu tidur seseorang. Kondisi

ansietas dapat meningkatkan kadar norepinfrin darah melalui stimulasi

sistem saraf simpatis. Kondisi ini menyebabkan berkurangnya siklus tidur

NREM tahap IV dan tidur REM serta seringnya terjaga saat tidur.

f) Stimulan dan alkohol

Kafein yang terkandung dalam beberapa minuman dapat merangsang SSP

sehingga dapat mengganggu pola tidur. Konsumsi alkohol yang berlebihan

dapat mengganggu siklus tidur REM. Pengaruh alkohol yang telah hilang

dapat menyebabkan individu sering kali mengalami mimpi buruk.

g) Diet

Penurunan berat badan dikaitkan dengan penurunan waktu tidur dan

seringnya terjaga di malam hari. Penambahan berat badan dikaitkan

dengan peningkatan total tidur dan sedikitnya periode terjaga di malam

hari.

h) Merokok

Nikotin yang terkandung dalam rokok memiliki efek stimulasi pada tubuh.

Perokok sering kali kesulitan untuk tidur dan mudah terbangun di malam

hari.

19 Referat Ilmu Kesehatan Jiwa “Hubungan Antara Stres Psikososial dengan Gangguan Tidur”

Page 20: hubungan gangguan tidur dengan stres psikososial

i) Medikasi

Obat-obatan tertentu dapat mempengaruhi kualitas tidur seseorang.

Hipnotik dapat mengganggu tahap III dan IV tidur NREM, betablocker

dapat menyebabkan insomnia dan mimpi buruk, sedangkan narkotik

(misalnya: meperidin hidroklorida dan morfin) diketahui dapat menekan tidur

REM dan menyebabkan seringnya terjaga di malam hari.

j) Motivasi

Keinginan untuk tetap terjaga terkadang dapat menutupi perasaan lelah

seseorang. Perasaan bosan atau tidak adanya motivasi untuk terjaga sering

kali dapat mendatangkan kantuk.

2.2.5 KLASIFIKASI GANGGUAN TIDUR22, 26

Internasional Classification of Sleep Disorders

a) Dissomnia

Adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami kesukaran menjadi

jatuh tidur (failling as sleep), mengalami gangguan selama tidur (difficulty

in staying as sleep), bangun terlalu dini atau kombinasi diantaranya.

a.1) Gangguan tidur spesifik

Narkolepsi

Ditandai oleh serangan mendadak tidur yang tidak dapat dihindari

pada siang hari, biasanya hanya berlangsung 10-20 menit atau

selalu kurang dari 1 jam, setelah itu pasien akan segar kembali

dan terulang kembali 2-3 jam berikutnya. Gambaran tidurnya

menunjukkan penurunan fase REM 30-70%. Pada serangan tidur

dimulai dengan fase REM. Berbagai bentuk narkolepsi:

Narkolepsi kataplesia, adalah kehilangan tonus otot yang

sementara baik sebagian atau seluruh otot tubuh seperti jaw

drop, head drop.

20 Referat Ilmu Kesehatan Jiwa “Hubungan Antara Stres Psikososial dengan Gangguan Tidur”

Page 21: hubungan gangguan tidur dengan stres psikososial

Hypnagogic halusinasi auditorik/visual adalah halusinasi pada

saat jatuh tidur sehingga pasien dalam keadaan jaga, kemudian

ke kerangka pikiran normal.

Sleep paralis adalah otot volunter mengalami paralis pada saat

masuk tidur sehingga pasien sadar ia tidak mampu

menggerakkan ototnya. Gangguan ini merupakan kelainan

heriditer, kelainannya terletak pada lokus kromoson 6

didapatkan pada orang-orang Caucasian white dengan

populasi lebih dari 90%, sedangkan pada bangsa Jepang 20-

25%, dan bangsa Israel 1:500.000. Tidak ada perbedaan antara

jenis kelamin laki dan wanita. Kelainan ini diduga terletak

antara batang otak bagian atas dan kronik pada malam harinya

serta tidak rstorasi seperti terputusnya fase REM.

Gangguan gerakan anggota gerak badan secara periodik (periodic

limb movement disorders) /mioklonus nortuknal

Ditandai adanya gerakan anggota gerak badan secara streotipik,

berulang selama tidur. Paling sering terjadi pada anggota gerak

kaki baik satu atau kedua kaki. Bentuknya berupa sktensi ibu jari

kaki dan fleksi sebagian pada sendi lutut dan tumit. Gerak itu

berlangsung antara 0,5-5 detik, berulang dalam waktu 20-60 detik

atau mungkin berlangsung terusmenerus dalam beberapa menit

atau jam. Bentuk tonik lebih sering dari pada mioklonus. Sering

timbul pada fase NREM atau saat onset tidur sehingga

menyebabkan gangguan tidur kronik yang terputus. Lesi pada

pusat kontrol pacemaker batang otak. Insidensi 5% dari orang

normal antara usia 30-50 tahun dan 29% pada usia lebih dari 50

tahun. Berat ringan gangguan ini sangat tergantung dari jumlah

gerakan yang terjadi selama tidur, bila 5-25 gerakan/jam: ringan,

25-50 gerakan/jam: sedang, danlebih dari 50 kali/jam : berat.

Didapatkan pada penyakit seperti mielopati kronik, neuropati,

gangguan ginjal kronik, PPOK, rhematoid arteritis, sleep apnea,

ketergantungan obat, anemia.

Sindroma kaki gelisah (Restless legs syndrome)/Ekboms syndrome

21 Referat Ilmu Kesehatan Jiwa “Hubungan Antara Stres Psikososial dengan Gangguan Tidur”

Page 22: hubungan gangguan tidur dengan stres psikososial

Ditandai oleh rasa sensasi pada kaki atau kaku, yang terjadi

sebelum onset tidur. Gangguan ini sangat berhubungan dengan

mioklonus nokturnal. Pergerakan kaki secara periodik disertai

dengan rasa nyeri akibat kejang otot M. tibialis kiri dan kanan

sehingga penderita selalu mendorongdorong kakinya. Ditemukan

pada penyakit gangguan ginjal stadium akut, parkinson, wanita

hamil. Lokasi kelainan ini diduga diantara lesi batang

otakhipotalamus

Gangguan bernafas saat tidur (sleep apnea)

Terdapat tiga jenis sleep apnea yaitu central sleep apnea, upper

airway obstructive apnea dan bentuk campuran dari keduanya.

Apnea tidur adalah gangguan pernafasan yang terjadi saat tidur,

yang berlangsung selama lebih dari 10 detik. Dikatakan apnea

tidur patologis jika penderita mengalami episode apnea sekurang

kurang lima kali dalam satu jam atau 30 episode apnea selama

semalam. Selama periodik ini gerakan dada dan dinding perut

sangat dominan. Apnea sentral sering terjadi pada usia lanjut,

yang ditandai dengan intermiten penurunan kemampuan respirasi

akibat penurunan saturasi oksigen. Apnea sentral ditandai oleh

terhentinya aliran udara dan usaha pernafasan secara periodik

selama tidur, sehingga pergerakan dada dan dinding perut

menghilang. Hal ini kemungkinan kerusakan pada batang otak

atau hiperkapnia. Gangguan saluran nafas (upper airway

obstructive) pada saat tidur ditandai dengan peningkatan

pernafasan selama apnea, peningkatan usahas otot dada dan

dinding perut dengan tujuan memaksa udara masuk melalui

obstruksi. Gangguan ini semakin berat bila memasuki fase REM.

Gangguan saluran nafas ini ditandai dengan nafas megap-megap

atau mendengkur pada saat tidur. Mendengkur ini berlangsung 3-6

kali bersuara kemudian menghilang dan berulang setiap 20-50

detik. Serangan apnea pada saat pasien tidak mendengkur. Akibat

hipoksia atau hipercapnea, menyebabkan respirasi lebih aktif yang

diaktifkan oleh formasi retikularis dan pusat respirasi medula,

dengan akibat pasien terjaga danrespirasi kembali normal secara

22 Referat Ilmu Kesehatan Jiwa “Hubungan Antara Stres Psikososial dengan Gangguan Tidur”

Page 23: hubungan gangguan tidur dengan stres psikososial

reflek. Baik pada sentral atau obstruksi apnea, pasien sering

terbangun berulang kali dimalam hari, yang kadang-kadang sulit

kembali untuk jatuh tidur. Gangguan ini sering ditandai dengan

nyeri kepala atau tidak enak perasaan pada pagi hari. Pada anak-

anak sering berhubungan dengan gangguan kongenital saluran

nafas, dysotonomi syndrome, adenotonsilar hypertropi. Pada

orang dewasa obstruksi saluran nafas septal defek, hipotiroid, atau

bradikardi, gangguan jantung, PPOK, hipertensi, stroke, GBS,

arnord chiari malformation.

Paska trauma kepala

Sebagian besar pasien dengan paska trauma kepala sering

mengeluh gangguan tidur. Jarak waktu antara trauma kepala

dengan timbulnya keluhan gangguan tidur setelah 2-3 tahun

kemudian. Pada gambaran polysomnography tampak penurunan

fase REM dan peningkatan sejumlah fase jaga. Hal ini juga

menunjukkan bahwa fase koma (trauma kepala) sangat berperan

dalam penentuan kelainan tidur. Pada penelitian terakhir

menunjukkan pasien tampak selalu mengantuk berlebih sepanjang

hari tanpa diikuti oleh fase onset REM. Penanganan dengan

proses program rehabilitasi seperti sleep hygine. Litium carbonat

dapat menurunkan angka frekwensi gangguan tidur akibat trauma

kepala.

a.2) Gangguan tidur irama sirkadian

Sleep wake schedule disorders (gangguan jadwal tidur) yaitu

gangguan dimana penderita tidak dapat tidur dan bangun pada waktu

yang dikehendaki,walaupun jumlah tidurnya tetap. Gangguan ini

sangat berhubungan dengan irama tidur sirkadian normal. Bagian-

bagian yang berfungsi dalam pengaturan sirkadian antara lain;

temperatur badan, plasma darah, urine, fungsi ginjal dan psikologi.

Dalam keadan normal fungsi irama sirkadian mengatur siklus biologi

irama tidurbangun, dimana sepertiga waktu untuk tidur dan dua

pertiga untuk bangun/aktivitas. Siklus irama sirkadian ini dapat

mengalami gangguan, apabila irama tersebut mengalami peregseran.

Menurut beberapa penelitian terjadi pergeseran irama sirkadian antara

23 Referat Ilmu Kesehatan Jiwa “Hubungan Antara Stres Psikososial dengan Gangguan Tidur”

Page 24: hubungan gangguan tidur dengan stres psikososial

onset waktu tidur reguler dengan waktu tidur yang irreguler (bringing

irama sirkadian). Perubahan yang jelas secara organik yang

mengalami gangguan irama sirkadian adalah tumor pineal. Gangguan

irama sirkadian dapat dikategorikan dua bagian:

Sementara (acut work shift, Jet lag)

Menetap (shift worker)

Keduanya dapat mengganggu irama tidur sirkadian sehingga terjadi

perubahan pemendekan waktu onset tidur dan perubahan pada fase

REM Berbagai macam gangguan tidur gangguan irama sirkadian

adalah sebagai berikut:

Tipe fase tidur terlambat (delayed sleep phase type), yaitu ditandai

oleh waktu tidur dan terjaga lebih lambat yang diinginkan.

Gangguan ini sering ditemukan dewasa muda, anak sekolah atau

pekerja sosial. Orang-orang tersebut sering tertidur (kesulitan

jatuh tidur) dan mengantuk pada siang hari (insomnia sekunder).

Tipe Jet lag ialah menangantuk dan terjaga pada waktu yang tidak

tepat menurut jam setempat, hal ini terjadi setelah berpergian

melewati lebih dari satu zone waktu. Gambaran tidur

menunjukkan sleep latensnya panjang dengan tidur yang terputus-

putus.

Tipe pergeseran kerja (shift work type). Pergeseran kerja terjadi

pada orang tersebut secara teratur dan cepat mengubah jadwal

kerja sehingga akan mempengaruhi jadwal tidur. Gejala ini sering

timbul bersama-sama dengan gangguan somatik seperti ulkus

peptikum. Gambarannya berupa pola irreguler atau mungkin pola

tidur normal dengan onset tidur fase REM.

Tipe fase terlalu cepat tidur (advanced sleep phase syndrome).

Tipe ini sangat jarang, lebih sering ditemukan pada pasien usia

lanjut,dimana onset tidur pada pukul 6-8 malam dan terbangun

antara pukul 1-3 pagi. Walaupun pasien ini merasa cukup ubtuk

waktu tidurnya. Gambaran tidur tampak normal tetapi penempatan

jadwal irama tidur sirkadian yang tidak sesuai.

Tipe bangun-tidur beraturan

Tipe tidak tidur-bangun dalam 24 jam.

24 Referat Ilmu Kesehatan Jiwa “Hubungan Antara Stres Psikososial dengan Gangguan Tidur”

Page 25: hubungan gangguan tidur dengan stres psikososial

b) Parasomnia

Yaitu merupakan kelompok heterogen yang terdiri dari kejadian-kejadian

episode yang berlangsung pada malam hari pada saat tidur atau pada

waktu antara bangun dan tidur. Kasus ini sering berhubungan dengan

gangguan perubahan tingkah laku dan aksi motorik potensial, sehingga

sangat potensial menimbulkan angka kesakitan dan kematian, Insidensi ini

sering ditemukan pada usia anak berumur 3-5 tahun (15%) dan mengalami

perbaikan atau penurunan insidensi pada usia dewasa (3%). Ada 3 faktor

utama presipitasi terjadinya parasomnia yaitu:

Peminum alcohol

Kurang tidur (sleep deprivation)

Stress psikososial

Kelainan ini terletak pada aurosal yang sering terjadi pada stadium

transmisi antara bangun dan tidur. Gambaran berupa aktivitas otot

skeletal dan perubahan system otonom. Gejala khasnya berupa

penurunan kesadaran (konfuosius), dan diikuti aurosal dan amnesia

episode tersebut. Seringkali terjadi pada stadium 3 dan 4.

b.1) Gangguan tidur berjalan (slepp walking) atau somnabulisme

Merupakan gangguan tingkah laku yang sangat komplek termasuk

adanya automatis dan semipurposeful aksi motorik, seperti membuk

apintu, menutup pintu, duduk ditempat tidur, menabrak kursi,

berjalan kaki, berbicara. Tingkah laku berjalan dalam beberapa menit

dan kembali tidur. Gambaran tipikal gangguan tingkah laku ini

didapat dengan gelombang tidur yang rendah, berlangsung 1/3

bagian pertama malam selama tidur NREM pada stadium 3 dan

Selama serangan, relatif tidak memberikan respon terhadap usaha

orang lain untuk berkomunikasi dengannya dan dapat dibangunkan

susah payah. Pada gambaran EEG menunjukkan iram acampuran

terutama theta dengan gelombang rendah. Bahkan tidak didapatkan

adanya gelombang alpha.

b.2) Gangguan teror tidur (sleep teror)

Ditandai dengan pasien mendadak berteriak, suara tangisan dan

berdiri ditempat tidur yang tampak seperti ketakutan dan bergerak-

gerak. Serangan ini terjadi sepertiga malam yang berlangsung selama

25 Referat Ilmu Kesehatan Jiwa “Hubungan Antara Stres Psikososial dengan Gangguan Tidur”

Page 26: hubungan gangguan tidur dengan stres psikososial

tidur NREM pada stadium 3 dan 4. Kadang-kadang penderita tetap

terjaga dalam keadaan terdisorientasi, atau sering diikuti tidur

berjalan. Gambaran teror tidur mirip dengan teror berjalan baik secara

klinis maupun dalam pemeriksaan polisomnografy. Teror tidur

mungkin mencerminkan suatu kelainan neurologis minor pada lobus

temporalis. Pada kasus ini sering kali terjadi perubahan sistem

otonomnya seperti takhicardi, keringat dingin, pupil dilatasi, dan

sesak nafas.

b.3) Gangguan tidur berhubungan dengan fase REM

Ini meliputi gangguan tingkah laku, mimpi buruk dan gangguan sinus

arrest. Gangguan tingkah laku ini ditandai dengan atonia selama tidur

(EMG) dan selanjutnya terjadi aktifitas motorik yang keras, episode

ini sering terjadi pada larut malam (1/2 dari larut malam) yang

disertai dengan ingat mimpi yang jelas. Paling banyak ditemukan

pada laki-laki usia lanjut, gangguan psikiatri atau dengan janis

penyakit-penyakit degenerasi, peminum alkohol. Kemungkinan

lesinya terletak pada daerah pons atau juga didapatkan pada kasus

seperti perdarahan subarakhnoid. Gambaran menunjukkan adanya

REM burst dan mioklonik potensial pada rekaman EMG.

b.4) Parasomnia lain-lainnya

Bruxism (otot rahang mengeram), mengompol, sukar menelan,

distonia parosismal.

2.3 HUBUNGAN STRES PSIKOSOSIAL DENGAN GANGGUAN TIDUR

Peran stres dalam asal-usul insomnia kronis telah didokumentasikan dalam

beberapa studi. Dalam penilaian retrospektif tidur normal dan gangguan tidur.

Orang-orang dengan insomnia melaporkan peristiwa secara signifikan ke arah yang

negatif, seperti terjadinya penyakit, selama dan sebelum timbulnya insomnia.27

Dalam sebuah studi prospektif pada orang dewasa muda yang dinilai selama

periode 7 tahun, mereka yang mengalami peristiwa kehidupan yang lebih sering

mengalami konflik antar pribadi lebih mungkin menderita insomnia sesekali atau

mendapat serangan berulang atau insomnia singkat.28 Selain itu, studi di Finlandia

26 Referat Ilmu Kesehatan Jiwa “Hubungan Antara Stres Psikososial dengan Gangguan Tidur”

Page 27: hubungan gangguan tidur dengan stres psikososial

menemukan bahwa stressor psikososial menunjukkan hubungan yang kuat antara

stres dan masalah tidur.29

Meskipun peristiwa stres yang besar dapat memicu insomnia, paparan kronis

terhadap stres kecil juga dapat menyebabkan peningkatan risiko terjadinya

insomnia dan mungkin sangat penting dalam genesis gangguan tidur kronis. Dalam

sebuah studi berbasis populasi di Jepang, insomnia secara signifikan berkorelasi

dengan tingkat stres sehari-hari, sedangkan olahraga teratur berkorelasi negatif

dengan masalah tidur.30

Sebuah penelitian baru yang menggunakan lebih dari 3400 pegawai laki-laki

di Jepang yang menilai hubungan stres dari 3 aspek insomnia, yaitu: kesulitan

memulai tidur, sulit mempertahankan tidur, dan tidur yang berkualitas rendah.31

Stres yang dirasakan lebih tinggi, pertimbangan hidup tidak bermakna dan

berbagai pekerjaan yang berhubungan dengan stres menunjukkan asosiasi

independen terkuat dengan ketiga jenis keluhan insomnia.

Penelitian terbaru telah mulai melihat lebih dekat pada efek stres tertentu

pada insomnia. Beberapa studi telah menunjukkan hubungan antara konflik

keluarga dan insomnia pada anak-anak, remaja, dan dewasa muda, konsisten

dengan gagasan bahwa stress pada tahap awal dan kronis dapat menyebabkan

masalah tidur seumur hidup.

Dalam sebuah studi dari remaja Perancis, mereka yang memiliki gejala

insomnia lebih banyak datang dari keluarga dengan kasus perceraian, yang

memiliki hubungan buruk dengan keluarga mereka, dan lebih tinggi lagi pada

kasus psikologis remaja yang mengidap penyakit dan kematian pada orang tua.32

Sebuah penelitian prospektif pada insomnia dari mahasiswa yang menilai

dampak keluarga, akademik, dan kegiatan sosial, menunjukkan nilai prediksi

sederhana tapi signifikan untuk terjadinya insomnia.33 Lebih jauh lagi, ada

interaksi antara keluarga dan stres akademik, bahwa orang yang melaporkan

tingkat stres tinggi di kedua bidang ini memiliki skor tertinggi akan kesulitan tidur.

Hal ini juga kemungkinan bahwa masalah tidur pada anak-anak dapat

menyebabkan peningkatan stres keluarga, pengobatan permasalahan tidur pada

anak-anak telah ditunjukkan untuk meningkatkan kepuasan keluarga.34

Penelitian lain berfokus pada peran yang berhubungan dengan stres

pekerjaan dan terjadinya insomnia. Individu dengan insomnia sering mengaitkan

27 Referat Ilmu Kesehatan Jiwa “Hubungan Antara Stres Psikososial dengan Gangguan Tidur”

Page 28: hubungan gangguan tidur dengan stres psikososial

masalah tidur mereka dengan masalah bekerja, terkait stres akan pekerjaan atau

ketidakpuasan kerja.35,36

Faktor pekerjaan, seperti shift kerja dan sering bepergian, khususnya di

beberapa zona waktu, juga berkontribusi terhadap ritme sirkadian gangguan tidur

dan insomnia yang dihasilkan. Pada gilirannya, insomnia secara signifikan terkait

dengan produktivitas yang menurun dan absensi yang meningkat.37,38

Sebuah studi di Swedia menemukan bahwa lingkungan kerja yang buruk

menyebabkan peningkatan risiko terjadinya stres psikososial lebih dari 2 kali

lipat.39 Beberapa penelitian telah mengatakan bahwa tekanan beban kerja yang

meningkat merupakan faktor risiko untuk masalah tidur.40,41

Sebuah studi yang dilakukan 1 tahun yang menguji efek kerja tertentu

menemukan bahwa stres tuntutan kerja, dukungan pemimpin, dan pengaruh atas

keputusan-keputusan yang secara signifikan terkait dengan pengembangan dan

pemeliharaan insomnia.42

Sebuah lintas sectional yang dilakukan di Jepang juga menemukan bahwa

peningkatan stres kerja, seperti ditunjukkan oleh upaya ketidakseimbangan hadiah

dan berlebih-lebihan, dikaitkan dengan insomnia.43 Selain itu, studi lain di Jepang

melaporkan bahwa stress dalam bekerja yang tinggi tidak hanya terkait dengan

risiko terjadinya insomnia, tetapi juga terkait tidur yang pendek (kurang dari 6

jam per malam), menunjukkan bahwa stres yang berhubungan dengan pekerjaan

dapat menyebabkan kombinasi keduanya, yaitu insomnia dan kurang tidur.44

Mekanisme Efek Stres

Meskipun paparan peristiwa stres dikaitkan dengan risiko lebih besar

untuk insomnia, perbedaan individu dalam merespon stres mungkin memainkan

peran penting dalam mediasi insomnia. Stres biasanya mengaktifkan sistem saraf

simpatik dan hipotalamus-hipofisis-adrenal (HPA). Ada semakin banyak bukti

menunjukkan aktivitas hyperarousal dan peningkatan sumbu HPA pada penderita

insomnia, yang pada gilirannya mempengaruhi mereka untuk reaktivitas yang

lebih besar untuk terjadinya stres. Tidak hanya stres yang menyebabkan insomnia,

seperti dibahas di atas, tetapi aktivasi dari sumbu HPA, misalnya, dengan infus dari

corticotropin-releasing hormon, telah menunjukkan hasil gangguan tidur pada

individu normal.45

28 Referat Ilmu Kesehatan Jiwa “Hubungan Antara Stres Psikososial dengan Gangguan Tidur”

Page 29: hubungan gangguan tidur dengan stres psikososial

Tidur, terutama tidur gelombang lambat yang menurun. Responsivitas dari

peningkatan sumbu HPA pada insomnia tidak hanya diperburuk oleh HPA sumbu

hiperaktif, tetapi kurang tidur juga meningkatkan aktivasi lebih lanjut. Selain itu,

penderita insomnia dilaporkan telah mengurangi tingkat melatonin di malam hari,

dan corticotropin-releasing hormon telah terbukti mengurangi tingkat melatonin

malam hari pada manusia normal.46

Secara keseluruhan, data ini menunjukkan kemungkinan bahwa HPA

hiperaktif juga dapat menyebabkan kelainan neuroendokrin yang bisa memajukan

gangguan tidur di malam hari, termasuk efek potensial mereka terhadap sistem

sirkadian.

Rute lain dimana stres dapat mempengaruhi tidur adalah melalui interaksi

antara emosional atau kognitif dan tidur atau sistem terjaga. Pusat regulasi

emosional, seperti inti pusat amigdala, nukleus stria terminalis, yang infralimbic

korteks, dan septum proyek, inti lateral preoptik ventrolateral dan neuron orexin -

yang terlibat dalam tidur dan terjaga.47

Dibandingkan dengan tidur normal, penderita insomnia menunjukkan

peningkatan tingkat metabolisme, suhu tubuh, dan denyut jantung. Mereka juga

menunjukkan tingkat kortisol dan katekolamin yang lebih tinggi, yang

menyebabkan peningkatan aktivitas dari sistem stres respon. electroencephalogram

tidur (EEG) mereka ditandai dengan tingkat aktivitas yang lebih tinggi dan cepat

mengurangi tingkat aktivitas gelombang lambat, yang dianggap mewakili gairah

yang meningkat saat tidur. Tidak mengherankan, penderita insomnia juga

cenderung melaporkan diri merasa lebih terjaga pada waktu ketika mereka

seharusnya tertidur.48

Dalam sebuah penelitian tentang tidur normal pada orang yang mengalami

kondisi stres, termasuk fase kemajuan atau konsumsi kafein sesaat sebelum tidur,

mereka yang memiliki kesulitan tidur di adaptasi malam mereka di laboratorium

tidur juga telah secara signifikan mengurangi efisiensi tidur dalam menanggapi

stres dibandingkan dengan mereka yang tidur dengan baik pada malam adaptasi;

yang kesulitan tidur juga memiliki denyut jantung secara signifikan lebih tinggi.

Data ini menunjukkan bahwa individu menunjukkan respon tidur yang konsisten

terhadap stresor, dan bahwa mereka yang dengan aktivasi sistem saraf simpatik

yang lebih besar mungkin lebih rentan terhadap mengembangkan insomnia.49

29 Referat Ilmu Kesehatan Jiwa “Hubungan Antara Stres Psikososial dengan Gangguan Tidur”

Page 30: hubungan gangguan tidur dengan stres psikososial

Suatu hal penting yang berkaitan dengan hubungan antara stres dan

insomnia adalah bahwa stres juga memberikan kontribusi signifikan terhadap

gangguan depresi dan kecemasan, yang sangat terkait dengan insomnia. HPA

sumbu hiperaktivitas telah ditunjukkan pada pasien dengan gangguan depresi dan

kecemasan dan dianggap pusat asal-usul penyakit ini. Insomnia adalah gejala baik

serta faktor risiko penting untuk depresi dan gangguan kecemasan, menunjukkan

kemungkinan bahwa hubungan antara stres dan insomnia mungkin sebagian

karena komorbiditas depresi dan atau kecemasan. Sebagai contoh, dalam sebuah

penelitian mengevaluasi stres, depresi, dan tidur EEG variabel dalam insomnia,

tingkat depresi yang lebih tinggi dikaitkan dengan lebih subjektif keluhan tidur.

Selanjutnya, mereka yang lebih terkait dengan stres mengganggu pikiran

menunjukkan lebih tinggi frekuensi aktivitas EEG selama tidur, dan mereka yang

dilaporkan lebih besar pada stres subjektif menunjukkan daya yang lebih kecil

pada frekuensi rendah, aktivitas gelombang lambat.50

Pertimbangan pengobatan pada peran sentral bahwa stres dan respon

individu bermain di insomnia yang telah semakin diakui, menyoroti kebutuhan

untuk intervensi ditargetkan dalam mengelola tingkat stres dan mengurangi

dampak dari stres. Penilaian insomnia harus selalu mencakup penilaian terhadap

stressor dan persepsi pasien dan respon kepada mereka.

Bila mungkin perubahan gaya hidup, untuk mengurangi stres jelas harus

dipertimbangkan. Terapi perilaku kognitif untuk mengurangi tingkat gairah,

pikiran yang mengganggu, dan kognisi negatif , terutama yang terjadi di malam

hari , telah terbukti efektif dalam pengobatan insomnia kronis.51

Benzodiazepin disetujui digunakan dalam pengobatan insomnia termasuk

triazolam, temazepam, estazolam, flurazepam, dan quazepam; non

benzodiazepines bertindak di reseptor benzodiazepin meliputi zaleplon, zolpidem

dan eszopiclone. Zaleplon dan zolpidem memiliki afinitas ikatan yang lebih besar

untuk GABA-A1 reseptor subtipe, yang tidak dianggap terutama terlibat dalam

anxiolysis.

Namun demikian, semua agen yang efektif dalam mempromosikan onset

tidur, dan mereka dengan meningkatkan pemeliharaan tidur. Ramelteon, saat ini

hanya disetujui oleh FDA yang bekerja pada reseptor melatonin, tidak dikenal

untuk bertindak pada sumbu HPA atau sistem saraf simpatik, atau memiliki

30 Referat Ilmu Kesehatan Jiwa “Hubungan Antara Stres Psikososial dengan Gangguan Tidur”

Page 31: hubungan gangguan tidur dengan stres psikososial

anxiolytic properti, namun, akan sangat membantu dalam mempromosikan onset

tidur, bahkan dalam model stres-induced insomnia transien.52

Dengan demikian, hipnotik mungkin mempromosikan tidur tanpa tentu

mempengaruhi tanggapan terhadap stres mengganggu tidur. Tentu saja, untuk

pasien dengan tingkat kecemasan yang signifikan gangguan atau penyakit kejiwaan

lainnya, pengobatan khusus bagi mereka dengan gangguan mungkin diperlukan

dan juga dapat memberikan kontribusi untuk perbaikan dalam tidur.

BAB III

PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

Orang-orang dengan insomnia melaporkan peristiwa secara signifikan ke

arah yang negatif, seperti terjadinya penyakit, selama dan sebelum timbulnya

insomnia. Yakni mereka yang antara lain:

Mengalami peristiwa kehidupan yang lebih sering mengalami konflik

antar pribadi lebih mungkin menderita insomnia sesekali atau

mendapat serangan berulang atau insomnia singkat stressor

psikososial menunjukkan hubungan yang kuat antara stres dan

masalah tidur.

31 Referat Ilmu Kesehatan Jiwa “Hubungan Antara Stres Psikososial dengan Gangguan Tidur”

Page 32: hubungan gangguan tidur dengan stres psikososial

Paparan kronis terhadap stres kecil juga dapat menyebabkan

peningkatan risiko terjadinya insomnia dan mungkin sangat penting

dalam genesis gangguan tidur kronis.

Insomnia secara signifikan berkorelasi dengan tingkat stres sehari-

hari, sedangkan olahraga teratur berkorelasi negatif dengan masalah

tidur.

Stres dirasakan lebih tinggi, pertimbangan hidup tidak bermakna dan

berbagai pekerjaan yang berhubungan dengan stres menunjukkan

asosiasi independen terkuat dengan ketiga jenis keluhan insomnia.

Konflik keluarga dan insomnia pada anak-anak, remaja, dan dewasa

muda, konsisten dengan gagasan bahwa stress pada tahap awal dan

kronis dapat menyebabkan masalah tidur seumur hidup.

Gejala insomnia banyak datang dari keluarga dengan kasus

perceraian, yang memiliki hubungan buruk dengan keluarga mereka,

dan lebih tinggi lagi pada kasus psikologis remaja yang mengidap

penyakit dan kematian pada orang tua.

Insomnia dari mahasiswa yang menilai dampak keluarga, akademik,

dan kegiatan sosial, menunjukkan nilai prediksi sederhana tapi

signifikan untuk terjadinya insomnia.

Interaksi antara keluarga dan stres akademik, bahwa dilaporkan

tingkat stres tinggi di kedua bidang ini memiliki skor tertinggi akan

kesulitan tidur.

Masalah tidur pada anak-anak dapat menyebabkan peningkatan stres

keluarga.

Individu dengan insomnia sering mengaitkan masalah tidur mereka

dengan masalah bekerja, terkait stres akan pekerjaan atau

ketidakpuasan kerja.

Faktor pekerjaan, seperti shift kerja dan sering bepergian, khususnya

di beberapa zona waktu, juga berkontribusi terhadap ritme sirkadian

gangguan tidur dan insomnia yang dihasilkan.

Lingkungan kerja yang buruk menyebabkan peningkatan risiko

terjadinya stres psikososial lebih dari 2 kali lipat

32 Referat Ilmu Kesehatan Jiwa “Hubungan Antara Stres Psikososial dengan Gangguan Tidur”

Page 33: hubungan gangguan tidur dengan stres psikososial

stres tuntutan kerja, dukungan pemimpin, dan pengaruh atas

keputusan-keputusan yang secara signifikan terkait dengan

pengembangan dan pemeliharaan insomnia.

stress dalam bekerja yang tinggi tidak hanya terkait dengan risiko

terjadinya insomnia, tetapi juga terkait tidur yang pendek (kurang

dari 6 jam per malam), menunjukkan bahwa stres berhubungan

dengan pekerjaan dapat menyebabkan kombinasi keduanya, yaitu

insomnia dan kurang tidur.

Suatu hal penting yang berkaitan dengan hubungan antara stres dan

insomnia adalah bahwa stres juga memberikan kontribusi signifikan terhadap

gangguan depresi dan kecemasan, yang sangat terkait dengan insomnia.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hartono A, Budiwiyono I. Pengaruh Stres Akibat Cemas Ujian Semester terhadap

Jumlah Leukosit Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Angkatan

2001. 2006. Media Medika Muda : Semarang.

2. Maramis, WF., 1980. Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga Univeristy Press: Surabaya.

3. Materi Pembinaan Profesi Pengawas Sekolah Direktorat Tenaga Kependidikan. 2008. Departemen

Pendidikan Nasional : Jakarta.

4. Lazarus, R. Folkman, S. Stress, Appraisal, And Coping. 1984 : New York.

5. Brunner & Suddarth. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 Vol. 3. 2002.

EGC : Jakarta.

6. WHO 2003, 153

7. Morgan, C.T ., King, R.A., Weisz, R.J. & Schopler. Introduction to physicology 7th edition. 1986. Mc.

Graw Hill Co.

33 Referat Ilmu Kesehatan Jiwa “Hubungan Antara Stres Psikososial dengan Gangguan Tidur”

Page 34: hubungan gangguan tidur dengan stres psikososial

8. Sriati A. Tinjauan Tentang Stres. 2007. Availabel at

http://resources.unpad.ac.id/unpad-content/uploads/publikasi_dosen/TINJAUAN

%TENTANG%20STRES.pdf. Diakses 11 Juni 2012.

9 . Giardano, LA. Controlling Stress and Tension 7th edition. 2005: San Fransisco.

1 0 . Santrock, John W. Adolescence : Perkembangan Remaja Ed. 6. 2003. Erlangga :

Jakarta.

1 1 . The American Institute of Stress. Stress, Definition of Stress,

Stressor, What is Stress? Eustress? Available at http://www.stress.org .

diakses 11 Juni 2012.

12. Hans Selye (1982

13. (Taylor. S, 1991)

14. Nasution I. K. Stres Pada Remaja. 2007. Available at

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3637/1/132316815%281%29.pdf.

Diakses 11 Juni 2012.

15. Fortuna (1984)

16. (Abraham dan Shaley, 1997)

17. Hawari. Pendekatan Holistic pada Gangguan Jiwa Skizofrenia. 2001. FKUI: Jakarta.

18. Yosep, Iyus. Hand out perkuliahan psikologi konsep kepribadian kesadaran, konsep

emosi, konsep stresss dan adaptasi deprsei, pengukuran dan uji perilaku. Bagian

Keperawatan JiwaFakultas Ilmu Keperawatan UNPAD : Bandung.

19. Guyton, A.C. and Hall, J.E. Textbook of Medical Physiology. 11 th ed. 2006.

Philadelphia, PA : USA.

20. Potter & Perry. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Volume 1. 2005. EGC:

Jakarta.

21. Chopra, sunil. Meindl, Peter. SCM Strategy, Planning and Operation 2 th edition.

Prentice Hall.

22. Kaplan & sadock

23. Musadik, Keja. Patofisiologi Gangguan Tidur. 1988. Cermin Dunia Kedokteran No.

53.

24. Sitaram et al (1976)

25. Bab 2 tidur

26. Japardi, Iskandar. Gangguan tidur. Fakultas Kedokteran Bagian Bedah Universitas

Sumatera Utara: Sumatera Utara.

34 Referat Ilmu Kesehatan Jiwa “Hubungan Antara Stres Psikososial dengan Gangguan Tidur”

Page 35: hubungan gangguan tidur dengan stres psikososial

27. Healey ES, keluarga Kale A, Monroe LJ, Bixler EO, Chamberlin K, Soldatos CR.

Timbulnya insomnia: peran hidup-stres peristiwa. 1981. Psychosom Med.; 43:439-

451.

28. Vollrath M, Wicki W, Angst J. Studi Zurich. VIII. Insomnia: asosiasi dengan depresi,

kecemasan, sindrom somatik, dan tentu saja insomnia. 1989. Eur Arch Psikiatri

Neurol Sci.; 239:113-124.

29. Martikainen K, Partinen M, Hasan J, Laippala P, Urponen H, Vuori I. Dampak

somatik masalah kesehatan pada insomnia pada usia pertengahan. 2003. Tidur Med.;

4:201-206.

30. Kim K, Uchiyama M, Okawa M, dkk. Gaya hidup dan gangguan tidur antara Jepang

dewasa populasi. 1999. Psikiatri Clin Neurosci.; 53:269-270.

31. Murata C, Yatsuya H, Tamakoshi K, Otsuka R, Wada K, Toyoshima H. Faktor

psikologis dan insomnia antara PNS laki-laki di Jepang. 2007. Tidur Med.; 8:209-

214.

32. Vignau J, Bailly D, Duhamel A, Vervaecke P, Beuscart R, Collinet C. Epidemiologi

studi tentang kualitas tidur dan masalah dalam bahasa Prancis remaja sekolah

menengah. 1997. J Adolesc Kesehatan; 21:343-350.

33. Bernert RA, Merrill KA, Braithwaite SR, Van orden KA, TE Joiner Jr. Kehidupan

keluarga stres dan insomnia gejala dalam evaluasi calon orang dewasa muda. 2007.

J Fam Psikolog ;21:58-66.

34. Mindell JA, Durand VM. Pengobatan gangguan tidur anak: generalisasi di seluruh

gangguan dan efek pada anggota keluarga. 1993. J Pediatr psikolog ; 18:731-750.

35. Ancoli-Israel S, Roth T. Karakteristik insomnia di Amerika Serikat: hasil tahun 1991

National Sleep Foundation Survey. I. 1999; 22 (suppl2): S347-353.

36. Shochat T, Umphress J, Israel AG, Ancoli-Israel S. Insomnia dalam perawatan

primer pasien. 1999; 22 (suppl2): S359-365.

37. Ozminkowski RJ, Wang S, Walsh JK. Langsung dan tidak langsung biaya yang tidak

diobati insomnia pada orang dewasa di Amerika Serikat. 2007; 30:263-273.

38. Leger D, Massuel MA, Metlaine A. Profesional berkorelasi insomnia. 2006; 29:171-

178.

39. Linton SJ. Apakah stres kerja memprediksi insomnia? Sebuah studi prospektif. Br J

Kesehatan Psikolog. 2004; 9:127-136.

35 Referat Ilmu Kesehatan Jiwa “Hubungan Antara Stres Psikososial dengan Gangguan Tidur”

Page 36: hubungan gangguan tidur dengan stres psikososial

40. Akerstedt T, Knutsson A, Westerholm P, Theorell T, Alfredsson L, G. Kecklund.

Gangguan tidur, stres kerja dan jam kerja: studi cross-sectional. J Psychosom Res.

2002; 53:741-748.

41. Ribet C, Derriennic F. Umur, kondisi kerja, dan gangguan tidur: a membujur analisis

dalam Tidur kohort. STEV Perancis. 1999; 22:491-504.

42. Jansson M, Linton SJ. Psikososial stres kerja dalam pengembangan dan

pemeliharaan insomnia: studi prospektif. J occup Kesehatan psikolog. 2006; 11:241 -

248.

43. Ota A, Masue T, Yasuda N, Tsutsumi A, Mino Y, Ohara H. Asosiasi antara

psikososial karakteristik pekerjaan dan insomnia: investigasi menggunakan dua

pekerjaan yang relevan stres model - permintaan-kontrol-dukungan (DCS) model dan

upaya-hadiah ketidakseimbangan (Eri) model. Tidur Med. 2005; 6:353-358.

44. Utsugi M, Saijo Y, Yoshioka E, et al. Hubungan stres kerja untuk insomnia dan tidur

pendek pada pekerja Jepang. 2005; 28:728-735.

45. Steiger A. Tidur dan sistem hipotalamus-hipofisis-adrenocortical. Tidur Med Rev

2002; 6:125-138.

46. Rodenbeck A, Hajak G. neuroendokrin disregulasi dalam insomnia primer. Putaran

Neurol (Paris). 2001; 157: S57-61.

47. Saper CB, Cano G, Scammell TE. Homeostatik, sirkadian, dan emosional peraturan

tidur. J Comp Neurol. 2005; 493:92-98.

48. RM Benca, Obermeyer WH, Thisted RA, Gillin JC. Tidur dan gangguan kejiwaan:

meta-analisis. Arch Gen Psychiatry. 1992; 49:651-668.

49. Bonnet MH, Arand DL. Situasional insomnia: konsistensi, prediksi, dan hasil. 2003;

26:1029-1036.

50. Balai M, Buysse DJ, Nowell PD, et al. Gejala stres dan depresi sebagai berkorelasi

tidur pada insomnia primer. Psychosom Med. 2000; 62:227-230.

51. Morin C, Culbert J, S. Schwartz. Intervensi nonpharmacological untuk insomnia: a

meta-analisis dari keberhasilan pengobatan. Am J Psychiatry. 1994; 151:1172-1180.

52. Roth T, C Stubbs, Walsh JK. Ramelteon. sebuah MT1/MT2-receptor selektif agonis,

mengurangi latency untuk tidur terus-menerus dalam model insomnia sementara

terkait dengan baru tidur lingkungan. 2005; 28:303-307.

36 Referat Ilmu Kesehatan Jiwa “Hubungan Antara Stres Psikososial dengan Gangguan Tidur”