hubungan intensitas pelaksanaan supervisi...
TRANSCRIPT
HUBUNGAN INTENSITAS PELAKSANAAN SUPERVISI
AKADEMIK KEPALA SEKOLAH DENGAN MOTIVASI
KERJA GURU
DI SMPN 106 JAKARTA
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh :
SITI NAJJMIATUL ULUM RINNIKE
206018200212
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN
JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011/1432 H
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi, Dasar-Dasar Supervisi, Jakarta: Rineka Cipta, 2004, Cet I.
, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka Cipta, 2006, Cet. Ke-13.
Bafadal, Ibrahim, Supervisi Pengajaran: Teori dan Aplikasinya dalam Membina
Profesional Guru, Jakarta: Bumi Aksara, 1992, Cet I.
Handoko, T. Hani, Manajemen, Yogyakarta: BPFE, 1998, Ed.2, Cet. Ke-13.
Khayat, Hubungan antara Persepsi Guru tentang Supervisi Pendidikan dengan Kompetensi Profesional Guru SMP Islam Al-Azhar 6 Jakapermai, Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta: Perpustakaan FITK UIN Syarif Hidayatullah, 2006.
Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi pendidikan, Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2008.
Permendiknas No. 13 tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah
Pidarta, Made, Pemikiran Tentang Supervisi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara,
1992, Ed. 2, Cet. 1.
Sagala, Syaiful, Supervisi Pembelajaran dalam Profesi Pendidikan, Bandung: Alfabeta, 2010, Cet. I.
Sahertian, Piet A., Konsep Dasar dan Teknik supervisi Pendidikan dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia, Jakarta: Rineka cipta 2008.
Sahertian, Piet A. dan Ida Aleida Sahertian, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Inservice Education, Jakarta: Rineka Cipta, 1992.
SAM Mu’arif, Modul Pendidikan dan Pelatihan profesi Guru: Supervisi Akademik, Jakarta: Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, 2009.
Subari, Supervisi Pendidikan dalam Rangka Perbaikan Situasi Mengajar, Jakarta: bumi Aksara, 1994, Cet. I.
Sugiyono, Metode Penelitian Administrasi, Bandung: Alfabeta, cet.ke-8, 2002.
, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta, Cet.7, 2009.
Thoha, Miftah, Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Winardi, J., Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajemen, Jakarta: Raja Grafindo, 2001.
i
LEMBAR PENGESAHAN
HUBUNGAN INTENSITAS PELAKSANAAN SUPERVISI AKADEMIK
KEPALA SEKOLAH DENGAN MOTIVASI KERJA GURU
DI SMPN 106 JAKARTA
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana
Pendidikan (S.Pd)
Oleh :
SITI NAJJMIATUL ULUM RINNIKE
206018200212
Di bawah Bimbingan :
FATHI ISMAIL, MM NIP. 19491012197831002
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN
JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2010/1431 H
ii
LEMBAR PENGESAHAN Skripsi berjudul : “Hubungan intensitas pelaksanaan supervisi akademik
kepala sekolah dengan motivasi kerja guru di SMPN 106 Jakarta” diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasyah pada 28 Febuari 2011 di hadapan dewan penguji. Karena itu penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd.).
Jakarta, 14 Maret 2011
Panitia Ujian Munaqasyah
Ketua Panitia (Ketua Jurusan KI) Tanggal Tanda Tangan
Drs. Rusdy Zakaria, M.Ed. M.Phil. ..................... ..................... NIP: 19560530 198503 1 002
Sekertaris (Ketua Prodi MP)
Drs. H. Mu’arif SAM., M.Pd. ..................... ..................... NIP: 19650717 199403 1 005
Penguji I
Drs. H. Mu’arif SAM., M.Pd. ..................... ..................... NIP: 19650717 199403 1 005
Penguji II
Drs. Salman Tumanggor, M.Pd. ...................... ..................... NIP: 19570710 197903 1 002
Mengetahui:
Dekan,
Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A.
NIP: 19571005 198703 1 003
iii
UJI REFERENSI
Seluruh referensi yang digunakan dalam penulisan skripsi yang berjudul
”HUBUNGAN INTENSITAS PELAKSANAAN SUPERVISI AKADEMIK
KEPALA SEKOLAH DENGAN MOTIVASI KERJA GURU DI SMPN 106
JAKARTA” yang disusun oleh SITI NAJJMIATUL ULUM RINNIKE, NIM
206018200212. Program Studi Manajemen Pendidikan; Jurusan Kependidikan
Islam; Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
telah diuji kebenarannya oleh dosen pembimbing skripsi pada tanggal 11
November 2010
Jakarta, 11 November 2010
Dosen Pembimbing Skripsi
Fathi Ismail, MM NIP. 19491012197831002
iv
LEMBAR PERNYATAAN KARYA PENULIS
Bismillahirrahmanirrahim
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Siti Najjmiatul Ulum Rinnike
NIM : 206018200212
Program Studi : Manajemen Pendidikan
Jurusan : Kependidikan Islam
Fakultas : Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Dengan ini menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Strata 1 (S1) di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi berdasarkan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Jakarta, 11 November 2010
Siti Najjmiatul U. R. 206018200212
v
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “Hubungan Intensitas Pelaksanaan Supervisi Akademik Kepala Sekolah dengan Motivasi Kerja Guru di SMPN 106 Jakarta”. Ditulis oleh Siti Najjmiatul Ulum Rinnike, Jurusan Kependidikan Islam, Program Studi Manajemen Pendidikan, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan intensitas pelaksanaan supervisi akademik kepala sekolah dengan motivasi kerja guru. Penelitian dilakukan di SMPN 106 Jakarta, metode yang digunakan adalah korelasional dengan menggunakan rumus dari Karl Pearson. Metode korelasional ini digunakan untuk mengetahui hubungan intensitas pelaksanaan supervisi akademik kepala sekolah dengan motivasi kerja guru. Adapun yang menjadi sumber data pada penelitian ini yaitu kepala sekolah dan semua guru SMPN 106 Jakarta yang berjumlah 40 orang. Instrumen yang digunakan adalah angket yang terdiri dari 27 item pernyataan pilihan yaitu 15 item untuk intensitas pelaksanaan supervisi akademik kepala sekolah dan 12 item untuk motivasi kerja guru. Angket disebarkan kepada semua guru, sedangkan instrumen wawancara kepada kepala sekolah.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara intensitas pelaksanaan supervisi akademik kepala sekolah dengan motivasi kerja guru di SMPN 106 Jakarta dengan nilai korelasi 0,708. Angka tersebut menunjukan nilai korelasi cukup tinggi atau dengan kata lain, variabel X (intensitas pelaksanaan supervisi akademik kepala sekolah) memberikan pengaruh sebesar 50,13% terhadap variabel Y (motivasi kerja guru). Sementara sebesar 49,87% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Adapun saran yang dapat penulis berikan yaitu supervisor (kepala sekolah) lebih mengembangkan program-program yang dapat memotivasi guru, berperan sebagai motivator yaitu mendorong para guru menerapkan kemampuannya, menganalisis faktor-faktor yang dapat memotivasi dan mengatur strateginya, meningkatkan lagi pengawasannya, sehingga aktivitas sekolah terkontrol dengan baik. Sedangkan bagi para guru perlu memperhatikan hasil supervisi agar dapat memperbaiki diri. Kata kunci : Intensitas pelaksanaan supervisi akademik kepala sekolah, motivasi
kerja guru
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur, Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat, taufiq, hidayah dan inayah-Nya kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Intensitas
Pelaksanaan Supervisi Akademik Kepala Sekolah dengan Motivasi Kerja
Guru di SMPN 106 Jakarta”
Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan Nabi
Muhammad Saw beserta keluarga, sahabat dan para pengikutnya hingga akhir
zaman.
Dalam penyusunan skripsi ini tentunya banyak terjadi kendala dan
hambatan yang tidak dapat dihindari penulis, namun berkat bimbingan dan
kontribusi material, pemikiran, gagasan dari berbagai pihak, akhirnya penulis
dapat menyelesaikan penelitian ini.
Dengan segala hormat, penulis ucapkan terimakasih yang tak terhingga,
kepada:
1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan.
2. Drs. Rusdy Zakaria, M.Ed., M.Phil., Ketua Jurusan Kependidikan Islam.
3. Drs. H. Mu’arif SAM, M.Pd, Ketua Program Studi Manajemen
Pendidikan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.
4. Fathi Ismail, M.M, dosen pembimbing skripsi yang senantiasa
memberikan arahan, waktu dan tenaga serta pikiran untuk memberikan
bimbingan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian ini.
5. Drs. H. MS, Siregar, Kepala SMPN 106 Jakarta yang telah
memperkenankan dan membantu penulis melakukan penelitian di sekolah.
6. Dra. Nurmaida. S, Wakil Kepala Sekolah, beserta seluruh guru dan para
staf SMPN 106 Jakarta yang telah banyak membantu dalam melaksanakan
penelitian.
7. Ayahanda dan ibunda tercinta, Sobirin S.Pd dan Suratmi AMd.Pd yang tak
pernah lelah mencurahkan kasih sayang, doa serta dukungannya baik moril
vii
maupun materil. Kalian merupakan insipirasi bagi penulis dalam
menggapai mimpi dan cita-cita.
8. Kakak dan adik-adikku tersayang, Erik Syukron, Nurlaila fitriah, Siti
khoirunnisa, Siti muthmainatul yang selalu memberikan semangat yang
luar biasa dan terima kasih atas doa yang kalian panjatkan untuk penulis.
9. Sahabat-sahabatku tercinta, Dani Ramdani, Fifi Fitriah, Aminah, Nopi,
Aesya, Chusnul, Amar, Rahmi dan Mima yang selalu ada untuk penulis
baik suka maupun duka, kalian selalu memberikan kekuatan dan motivasi
bagi penulis. Love you all. Kalian adalah anugerah terindah yang pernah
ada dalam hidupku.
10. Teman-temanku prodi MP ’06 yang tidak dapat disebutkan satu persatu,
terima kasih atas segala bantuan yang kalian berikan.
Akhir kata, penulis berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi
penulis dan bagi para pembaca. Semoga Allah Yang Maha Penyayang membalas
semua jasa baik yang turut serta membantu dalam penulisan skripsi ini. Amin…
Jakarta, 11 November 2010
Penulis
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQASYAH ................................ ii
UJI REFERENSI ......................................................................................... iii
SURAT PERNYATAAN KARYA PENULIS ............................................. iv
ABSTRAK .................................................................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................. vii
DAFTAR ISI ................................................................................................ ix
DAFTAR TABEL ........................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ........................................................................... 6
C. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah .................................... 7
D. Manfaat Penelitian.............................................................................. 7
BAB II KAJIAN TEORITIS
A. Motivasi Kerja Guru
1. Pengertian Motivasi Kerja ............................................................ 8
2. Peranan Motivasi Kerja ................................................................ 10
3. Teori Motivasi kerja ..................................................................... 11
B. Supervisi Akademik Kepala Sekolah
1. Pengertian Supervisi Akademik .................................................... 23
2. Tujuan Supervisi Akademik.......................................................... 26
3. Fungsi Supervisi Akademik .......................................................... 28
4. Prinsip Supervisi Akademik.......................................................... 29
5. Dimensi Supervisi Akademik ....................................................... 31
6. Kompetensi Supervisor Akademik ................................................ 33
7. Teknik-teknik Supervisi Akademik ............................................... 35
ix
8. Pelaksanaan Supervisi Akademik ................................................. 39
C. Kerangka Berfikir ............................................................................... 43
D. Pengajuan Hipotesis .......................................................................... 44
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tujuan Penelitian .............................................................................. 45
B. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................ 45
C. Metode Penelitian .............................................................................. 45
D. Populasi dan Sampel ......................................................................... 46
E. Variable Penelitian ............................................................................ 46
F. Instrumen Penelitian .......................................................................... 46
G. Teknik Pengumpulan Data ................................................................. 53
H. Teknik Analisa Data dan Teknik Interpretasi Data ............................. 53
I. Hipotesis Statistik ............................................................................... 55
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data .................................................................................... 56
B. Analisa Data dan Interpretasi Data...................................................... 61
C. Keterbatasan Penelitian .................................................................... 64
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................................... 65
B. Saran .................................................................................................. 66
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Kompetensi Supervisi Akademik Kepala Sekolah Menengah
Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs) .................................. 35
Tabel 2. Kisi-kisi Instrumen Kuesioner Hubungan Intensitas Pelaksanaan
Supervisi Akademik Kepala Sekolah dengan Motivasi Kerja Guru di
SMPN 106 Jakarta ........................................................................ 47
Tabel 3. Perhitungan Nomor Item Valid dan Drop ...................................... 50
Tabel 4. Tingkat Motivasi Kerja Guru ......................................................... 54
Tabel 5. Tingkat Intensitas Pelaksanaan Supervisi Akademik Kepala
Sekolah .......................................................................................... 54
Tabel 6. Jumlah Skor Hasil Angket Motivasi Kerja Guru ............................. 56
Tabel 7. Distribusi Frekuensi Motivasi Kerja Guru ...................................... 58
Tabel 8. Jumlah Skor Hasil Angket Intensitas Pelaksanaan Supervisi Akademik
Kepala Sekolah .............................................................................. 59
Tabel 9. Distribusi Frekuensi Intensitas Pelaksanaan Supervisi Akademik
Kepala Sekolah .............................................................................. 60
Tabel 10. Penolong untuk Nilai Korelasi antara Variabel X dan Y ................. 61
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Hierarki kebutuhan-kebutuhan dari Maslow .................................. 12
Gambar 2. Hierarki Motivasi Kerja ................................................................ 14
Gambar 3. Tiga Tujuan Supervisi Akademik .................................................. 27
Gambar 4. Sistim Fungsi Supervisi Akademik ............................................... 28
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Program Supervisi kelas
Lampiran 2. Blangko Supervisi Kelas
Lampiran 3. Surat Pengajuan Proposal
Lampiran 4. Surat Permohonan Izin Penelitian
Lampiran 5. Surat Bimbingan Skripsi
Lampiran 6. Surat Permohonan Izin Observasi
Lampiran 7. Surat Permohonan Riset/Wawancara
Lampiran 8. Surat Keterangan Penelitian
Lampiran 9. Lembar Kuesioner
Lampiran 10. Skor Hasil Angket
Lampiran 11. Tabel Uji Validitas Instrumen
Lampiran 12. Tabel Penolong Uji Realibilitas
Lampiran 13. Nukilan Tabel Nilai-nilai r-Product Moment
Lampiran 14. Daftar Referensi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menjadi negara yang maju merupakan cita-cita yang ingin dicapai oleh
setiap negara di belahan dunia mana pun. Suatu negara dikatakan maju atau
tidaknya dipengaruhi oleh faktor pendidikan. Pendidikan merupakan bagian
terpenting bagi suatu negara dalam membangun sumberdaya manusia yang
berkualitas, baik dari segi spiritual, intelegensi, maupun keterampilan.
Guru merupakan salah satu komponen utama dalam tujuan pendidikan,
mencerdaskan kehidupan bangsa serta mewujudkan pendidikan yang bermutu.
Peran guru dalam proses pembelajaran tidak dapat digantikan dengan
teknologi tercanggih apapun, karena dalam proses pembelajaran terdapat
unsur-unsur manusiawi seperti sikap, prilaku, moral dan lain sebagainya yang
tidak dapat diperoleh dari teknologi. Oleh sebab itu hendaknya guru harus
senantiasa mengembangkan potensi serta kreativitas yang dimiliki. Selain itu,
guru harus selalu memperbaiki dirinya melalui belajar.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen, pada pasal 1 ayat 1 menegaskan bahwa yang dimaksud dengan ”Guru
adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik
pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
1
2
pendidikan menengah”. Dan pada pasal 6 yang berbunyi “Kedudukan guru
dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem
pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan
bertanggung jawab”. Serta pada pasal 10 ayat 1 ditegaskan pula bahwa
”Kompetensi yang harus dimiliki seorang guru sebagai agen pembelajaran
pada jenjang pendidikan dasar menengah serta pendidikan usia dini meliputi
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan
kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi”.1
Aktivitas proses pembelajaran merupakan inti dari pendidikan, Proses
pembelajaran tersebut akan berhasil atau mencapai tujuan jika aktivitas
pembelajaran di kelas dapat dikendalikan dengan baik oleh guru. Oleh karena
itu guru sebagai pemegang peranan utama dituntut untuk meningkatkan
kompetensi mereka demi tercapainya pendidikan yang berkualitas.
Glickman dalam uraiannya mengenai paradigma kategori guru,
merumuskan pendapatnya, sebagai berikut:2
“Walaupun orang dilatih dalam kemampuan dan keterampilan yang
terlatih, tetapi persoalan pokok yaitu kemampuan berfikir kreatif dan tingkat
komitmennya rendah, maka guru tersebut tidak akan berhasil dalam
melakukan tugasnya”
Pernyataan tersebut melukiskan bahwa selama sikap personal dan
profesional masih dibelenggu oleh berbagai problema, maka gairah kerja dan
kualitas kerja akan berkurang. Problem itu menyangkut problem pribadi
maupun profesional yang berhubungan dengan profesi mengajar.
1 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
2 Piet A. Sahertian dan Ida Aleida Sahertian, Supervisi Pendidikan dalam Rangka Inservice Education (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), h. 111.
3
Pada studi lain George E. Hill dalam risetnya yang berjudul “Teacher’
Instructional Dificulties - A Review of Research” yang dikutip oleh Hennry P.
Smith, mengajukan 18 kesulitan yang sering dilaporkan guru seperti berikut:3
“(1) Kesulitan dalam memperlengkapi perbedaan individu di antara murid-murid; (2) Kesulitan dalam metode mengajar; (3) Kesulitan dalam disiplin, pengawasan, perkembangan sosial tiap siswa; (4) Kesulitan dalam motivasi, menumbuhkan minat siswa, dan membina kerjasama; (5) Kesulitan dalam membimbing cara belajar siswa; (6) Kesulitan mengorganisir dan mengadministrasi kelas; (7) Kesulitan dalam memilih materi pelajaran yang tepat; (8) Kurangnya waktu selama jam pelajaran untuk melakukan apa yang harus dikerjakan; (9) Kesulitan dalam mengorganisir pelajaran; (10) Kesulitan dalam merencanakan dan mengerjakan tugas-tugas; (11) Kesulitan dalam promosi dan kenaikan; (12) Ketidakcukupan suplai (13) Kesulitan dalam tes dan evaluasi; (14) Kesulitan pribadi dari guru-guru; (15) Kesulitan yang timbul dari kondisi kerja; (16) Kesulitan dalam diagnosa dan memperbaiki para siswa; (17) Kesulitan dalam mengajar membaca; (18) Kesulitan dalam merancang rencana pembelajaran.”
Kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh guru di atas ternyata bukan saja
kesulitan yang menyangkut kegiatan pembelajaran tetapi juga terdapat
kesulitan dalam aktualisasi diri untuk promosi dan kenaikan, serta kesulitan
pribadi yang dihadapi oleh guru. Kesulitan-kesulitan tersebut dapat menjadi
salah satu pemicu guru menjadi tidak fokus terhadap tugas-tugasnya karena
tuntutan berbagai kesulitan yang harus segera diselesaikan. Maka perlu
dilakukan sesuatu hal, untuk mengatasi hal tersebut yaitu dengan bantuan
supervisor, yaitu orang atau instansi yang melaksanakan kegiatan supervisi
terhadap guru.
Dalam hal ini, kepala sekolah mempunyai tanggung jawab untuk
melaksanakan kegiatan supervisi yaitu dalam bentuk supervisi akademik.
Maka, kepala sekolah perlu menguasai kompetensi supervisi yang tertuang
dalam Permendiknas No. 13 tahun 2007 tentang Standar Kepala
Sekolah/Madrasah sehingga kegiatan supervisi dapat berjalan dengan baik.
3 Piet A. Sahertian dan Ida Aleida Sahertian, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka
Inservice Education…, h. 112.
4
Usaha-usaha yang dilakukan dengan bantuan supervisor bukan hanya
melakukan pembinaan untuk meningkatkan profesionalisme guru saja tetapi
perlu memperhatikan dari segi yang lain seperti pemberian motivasi.
Pemberian motivasi yang dilakukan oleh supervisor dapat berupa
pengembangan potensi melalui workshop, seminar dan sebagainya; memberi
kesempatan mengembangkan kreativitas mereka; menghargai penemuan-
penemuan mereka; mengikut sertakan mereka dalam menentukan kebijakan
sekolah; pemberian insentif; menciptakan kondisi kerja yang menyenangkan;
memberikan konsultasi; dan lain sebagainya.
Sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan Herzberg menunjukkan
bahwa faktor-faktor yang dapat berhasil memotivasi individu ialah prestasi
yang dicapai, penambahan pengetahuan, pekerjaan itu sendiri (yang
menantang), tanggung jawab, dan kemajuan-kemajuan yang diperoleh (Hoy,
1979, h 102).4
Menurut Briggs sebagaimana dikutip oleh Piet Sahertian dalam bukunya
Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan, mengungkapkan bahwa
fungsi utama supervisi bukan hanya perbaikan pembelajaran saja, tapi untuk
mengkoordinasi, menstimulasi, dan mendorong ke arah pertumbuhan profesi
guru.5 Oleh karena itu fungsi supervisi yang dilakukan oleh kepala sekolah
yaitu memberikan bimbingan terhadap guru-guru dalam mengatasi
permasalahan pendidikan termasuk permasalahan yang dihadapi guru secara
bersama-sama. Karena seperti yang dijelaskan dalam buku Administrasi dan
Supervisi Pendidikan bahwa supervisi ialah suatu aktivitas pembinaan yang
direncanakan untuk membantu para guru dan pegawai sekolah lainnya dalam
melakukan pekerjaan mereka secara efektif.6 Dan jika saran atau nasihat yang
diberikan oleh supervisor tidak diperhatikan dan dijalankan dengan baik maka
akan berdampak kurang baik pada pekerjaan.
4 Made Pidarta, Pemikiran Tentang Supervisi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992,
h. 8. 5 Piet A. Sahertian, Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan dalam Rangka
Pengembangan Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Rineka cipta, 2008), h. 21. 6 Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi pendidikan, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2008), h. 76.
5
Guru menjadi seorang pendidik karena adanya motivasi untuk mendidik.
Motivasi merupakan hal yang penting dalam diri seseorang karena motivasi
merupakan penggerak/pendorong seseorang melakukan sesuatu dengan penuh
kerelaan. T. Hani Handoko dalam bukunya Manajemen, menjelaskan istilah
motivasi yaitu motivasi diartikan sebagai keadaan dalam pribadi seseorang
yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan
tertentu guna mencapai tujuan.7 Suatu pekerjaan guru dalam aktivitas
pembelajaran akan tercapai jika guru mempunyai motivasi yang kuat, sedang
guru yang kurang termotivasi maka akan bekerja dengan setengah hati.
Atas dasar uraian di atas, selain menekankan pada pembinaan guru atau
pembinaan profesional guru, supervisi juga sebagai usaha untuk
membangkitkan motivasi atau semangat kerja guru dalam menjalankan
tugasnya dengan sebaik-baiknya. Dengan adanya semangat kerja tersebut,
guru lebih fokus dalam mendidik. Dengan demikian, akan mewujudkan proses
pembelajaran yang berkembang, sehingga meningkatkan prestasi peserta
didik.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Khayat, menjelaskan bahwa
hubungan antara persepsi guru tentang supervisi pendidikan dengan
kompetensi profesional guru SMP Islam Al-Azhar 6 Jakapermai memiliki
koefisien korelasi sebesar 0,57 yang berarti terdapat korelasi positif dalam
kategori sedang, sedangkan kontribusi persepsi guru tentang supervisi
pendidikan terhadap kompetensi profesional guru SMP Islam Al-Azhar 6
Jakapermai berdasarkan angka koefisien determinasi sebesar 32,49%,
sedangkan sisanya 67,51% merupakan kontribusi variabel lain yang tidak
termasuk dalam penelitian.8
Berdasarkan observasi pada bulan Juli, dalam proses pembelajaran di
SMPN 106 Jakarta, masih terdapat permasalahan dalam pemakaian metode
belajar yaitu terdapat beberapa guru yang masih memakai metode lama seperti
7 T. Hani Handoko, Manajemen, (Yogyakarta: BPFE, 1998), Cet. XIII, h. 252. 8 Khayat, Hubungan antara Persepsi Guru tentang Supervisi Pendidikan dengan
Kompetensi Profesional Guru SMP Islam Al-Azhar 6 Jakapermai, Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. (Jakarta: Perpustakaan FITK UIN Syarif Hidayatullah, 2006), h. 83.
6
ceramah atau hanya memakai satu metode secara terus menerus dalam
pembelajaran. Bukankah hal tersebut dapat membuat para anak didik menjadi
jenuh dan pasif dalam proses pembelajaran, yang nanti dapat berdampak pada
kualitas pembelajaran yang rendah. Selain itu hendaknya dalam pembelajaran,
guru memakai metode belajar lebih dari satu, sehingga kekurangan yang
terdapat pada metode satu dapat tertutup oleh kelebihan metode yang lain.
Hal tersebut boleh jadi disebabkan oleh guru yang tidak fokus karena
berbagai permasalahan yang sering dihadapi, baik masalah pribadi maupun
masalah di sekolah, atau lebih disebabkan karena semangat kerja guru yang
rendah/rangsangan motivasi yang kurang, sehingga guru mengajar dengan
setengah hati dan tidak memperhatikan langkah-langkah dalam menciptakan
proses pembelajaran yang efektif. Selain itu, seseorang guru mengungkapkan
bahwa terdapat beberapa guru ketika disupervisi mereka sungguh-sungguh
dalam menciptakan pembelajaran yang aktif tetapi ketika mereka tidak
disupervisi mereka kembali kekebiasaan awalnya dalam mengajar. Dalam hal
ini diketahui bahwa beberapa orang guru tersebut termasuk kedalam tipe
orang-orang yang perlu diawasi. Tipe orang ini sangat cocok diberikan sangsi
hukuman sehingga menimbulkan efek jera, namun sekolah tidak menerapkan
hukuman bagi guru yang melakukan kesalahan.
Dari fenomena tersebut, maka peneliti akan meneliti lebih jauh terkait
permasalahan tersebut. Dari latar belakang inilah, maka penulis memberi
penelitian ini dengan judul “HUBUNGAN INTENSITAS PELAKSANAAN
SUPERVISI AKADEMIK KEPALA SEKOLAH DENGAN MOTIVASI
KERJA GURU DI SMPN 106 JAKARTA”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis mengidentifikasi beberapa
masalah yang perlu untuk dikemukakan, antara lain:
1. Semangat bekerja/rangsangan motivasi yang kurang.
2. Guru tidak fokus dalam mengajar, karena berbagai permasalahan yang
dihadapi.
7
3. Terdapat beberapa guru yang termasuk kedalam tipe yang perlu diawasi
saat bekerja.
4. Sekolah tidak menerapkan sangsi/hukuman bagi guru yang melakukan
kesalahan.
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
a. Pembatasan Masalah
Untuk memfokuskan pembahasan pada titik permasalahan, maka penulis
membatasi masalah yaitu intensitas pelaksanaan supervisi akademik kepala
sekolah yang dimaksud adalah dilihat dari segi pembinaan/pengembangan
kurikulum, perbaikan proses belajar, pengembangan/pembinaan sumberdaya
guru, dan pemberian reward dan punishment. Sedangkan motivasi kerja yang
dimaksud yaitu dari segi fisiologi, keamanan, sosial, penghargaan dan
aktualisasi diri. Serta guru yang dimaksud yaitu seluruh guru SMPN 106
Jakarta.
b. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah di atas, maka rumusan
masalah yang akan diteliti adalah bagaimana hubungan intensitas pelaksanaan
supervisi akademik kepala sekolah dengan motivasi kerja guru?
D. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat bermanfaat bagi:
1. Peneliti, menambah wawasan pengetahuan peneliti mengenai hubungan
intensitas pelaksanaan supervisi akademik kepala sekolah dengan motivasi
kerja guru.
2. Lembaga Pendidikan, menjadi bahan masukan tentang intensitas
pelaksanaan supervisi akademik kepala sekolah dan motivasi kerja guru.
3. Pihak lain yaitu masyarakat, memberikan sumbangan pemikiran dan
sebagai referensi bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian
serupa.
8
BAB II
KAJIAN TEORITIS, KERANGKA BERFIKIR DAN
PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Motivasi Kerja Guru
1. Pengertian Motivasi Kerja Guru
Ada berbagai macam definisi yang muncul terkait istilah motivasi.
Istilah motivasi (motivation) berasal dari kata latin, yaitu movere yang
berarti menggerakkan atau to move. Menurut beberapa pendapat para ahli
tentang pengertian motivasi, sebagaimana dikutip oleh J. Winardi dalam
bukunya yang berjudul Motivasi dan pemotivasian dalam manajemen:1
a. Mitchell, (1982: 81) mengemukakan rumusan motivasi yaitu ”... motivasi mewakili proses-proses psikologikal, yang menyebabkan timbulnya, diarahkannya, dan terjadinya persistensi kegiatan-kegiatan sukarela yang diarahkan ke arah tujuan tertentu”.
b. Stephen P. Robbins dan mary Coulter dalam karya mereka yang berjudul Management. Kata mereka : ”... apakah yang kiranya dimaksud dengan motivasi karyawan (Employee Motivation)?”. Kita akan merumuskannya sebagai : ”Kesedian untuk melaksanakan upaya tinggi, untuk mencapai tujuan-tujuan keorganisasian, yang dikondisi oleh kemampuan upaya demikian, untuk memenuhi kebutuhan individual tertentu”. (Robbins et al, 1999: 50).
1 J. Winardi, Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajemen, (Jakarta: Raja Grafindo,
2001), h. 1-2.
8
9
c. Definisi lain tentang motivasi dinyatakan oleh Gray et al (1984 : 69), bahwa ”... motivasi merupakan hasil sejumlah proses, yang bersifat internal, atau eksternal bagi seseorang individu, yang menyebabkan timbulnya sikap entusiasme dan persistensi, dalam hal melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu”.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah suatu
dorongan yang membuat seseorang melakukan aktivitas tertentu melalui
potensi yang dimiliki, mengarah kepada pencapaian suatu tujuan. Motivasi
diberikan untuk menambah gairah seseorang agar mau bekerja lebih giat.
Untuk memotivasi seseorang maka harus mengetahui motif atau
kebutuhan-kebutuhan apa yang mereka inginkan.
Maka yang dimaksud dengan motivasi kerja guru adalah dorongan
yang membuat seorang guru melakukan pekerjaannya. Seorang guru yang
memiliki motivasi tinggi akan mempunyai kemauan lebih kuat dalam
melaksanakan pekerjaan, dibandingkan guru yang memiliki motivasi
rendah.
Hal demikian ini juga ditegaskan oleh Hoy dan Miskel (1987) dan
Sergivanni (1987). Motivasi kerja seorang guru bisa tinggi bisa rendah.
Tinggi rendahnya motivasi kerja seorang guru sangat mempengaruhi
performansinya dalam mengerjakan tugas-tugasnya (Wiles, 1955).
Menurut Sergiovanni (1987), motivasi kerja adalah keinginan (desire) dan
kemauan (willingness) seseorang untuk mengambil keputusan, bertindak,
dan menggunakan seluruh kemampuan psikis, sosial, dan kekuatan
fisiknya dalam rangka mencapai tujuan tertentu.2
Sedangkan Pandangan lain tentang motivasi kerja dikemukakan oleh
John R. Schermerhorn Jr. C.s. katanya ”... motivasi untuk bekerja,
merupakan sebuah istilah yang digunakan dalam bidang prilaku
keorganisasian (Organizational Behavior = OB), guna menerangkan
kekuatan-kekuatan yang terdapat pada diri seseorang individu, yang
2 Ibrahim Bafadal, Supervisi Pengajaran: Teori dan Aplikasinya dalam Membina
Profesional Guru, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), Ed. 1, Cet I, h. 70.
10
menjadi penyebab timbulnya tingkat, arah, dan persistensi upaya yang
dilaksanakan dalam hal bekerja.” 3
Dari uraian tersebut maka dapat diketahui bahwa motivasi kerja guru
adalah dorongan yang membuat guru u melakukan pekerjaan yaitu sebagai
pendidik agar tercapai tujuan pekerjaan sesuai dengan rencana. Suatu
pekerjaan guru dalam kegiatan pembelajaran akan tercapai jika guru
mempunyai motivasi yang kuat, sedang guru yang kurang termotivasi
maka keinginan/minatnya pada pekerjaan akan kurang.
2. Peranan Motivasi Kerja
Tugas pihak manajemen adalah menyalurkan motif-motif para
bawahan secara efektif, ke arah tujuan-tujuan keorganisasian. Para
manajer makin banyak menaruh perhatian terhadap syarat-syarat
behavioral organisasi-organisasi mereka. Dan setiap organisasi perlu
memenuhi tiga macam syarat behavioral sebagai berikut: 4
a. Orang tidak hanya harus tertarik, untuk berpartisipasi dengan suatu
organisasi, tetapi tetap berada di sana.
b. Orang-orang harus melaksanakan tugas-tugas, untuk apa mereka
dipekerjakan.
c. Orang-orang harus melampaui kinerja rutin, dan melibatkan diri dalam
perilaku yang bersifat kreatif dan inovatif dalam pekerjaan mereka.
(Katz, et all.: 1978).
Dengan perkataan lain, agar suatu organisasi menjadi efektif, maka
organisasi tersebut perlu menangani masalah-masalah motivasional, antara
lain:5
Pertama, untuk merangsang orang-orang agar mereka bersedia turut
serta dengan perusahaan yang bersangkutan, dan tetap berada di sana.
Misalnya menyediakan: rencana-rencana pensiun yang memadai, asuransi
3 J. Winardi, Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajemen..., h. 2. 4 J. Winardi, Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajemen..., h. 131. 5 J. Winardi, Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajemen..., h. 132.
11
jiwa kelompok, dan penggantian biaya-biaya pengobatan yang
meyakinkan. Kedua, untuk memastikan para karyawan melaksanakan
tugas-tugasnya, maka para calon karyawan diseleksi secara hati-hati, untuk
mengetahui apakah mereka memiliki keterampilan yang diperlukan setelah
mereka dipekerjakan, maka kinerja mereka dinilai secara rutin. Ketiga,
perusahan-perusahaan yang menghadapi masalah-masalah baru,
memerlukan perilaku kreatif dan inovatif dari karyawan mereka.
Dapat disimpulkan bahwa persoalan motivasi perlu diperhatikan oleh
berbagai lembaga atau organisasi apa pun termasuk lembaga pendidikan.
Dalam lembaga pendidikan hal ini pun dapat membantu kepala sekolah
dalam upaya mempertahankan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan
terbaik yang dimiliki dan dapat merangsang semangat kerja mereka untuk
melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya, serta dapat meningkatkan
kreativitas dan potensi yang dimiliki para guru.
3. Teori Motivasi Kerja
Motivasi berawal dari adanya kekurangan dalam diri seseorang atau
kebutuhan yang belum terpenuhi. Seseorang dalam melakukan suatu
aktivitas tertentu selalu didorong oleh motif-motif tertentu, yaitu
merupakan upaya memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
Hal tersebut sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Robbins,
Sprintahall dan Sprinthall yang dikutip oleh ibrahim bafadal dalam
bukunya supervisi pengajaran bahwa kebutuhan merupakan kekurangan-
kekurangan (deficiency) yang dimiliki seseorang. Kekurangan-kekurangan
ini bukan hanya pada aspek fisiologi melainkan juga pada aspek
psikologis.6
Timbullah sebuah pertanyaan. Kebutuhan-kebutuhan apasaja yang
dapat mendorong seseorang untuk bekerja?. Pertanyaan tersebut dapat
6 Ibrahim Bafadal, Supervisi Pengajaran: Teori dan Aplikasinya dalam Membina
Profesional Guru..., h. 62.
12
dijawab melalui teori-teori kebutuhan dasar manusia. Teori-teori tersebut
antara lain sebagai berikut:
a. Hierarki Kebutuhan Maslow.
Teori motivasi manusia yang dikembangkan oleh Abraham
Maslow telah mendapat banyak perhatian pada masa lalu. Maslow
mendasarkan konsep hierarki kebutuhan pada dua prinsip. Prinsip
tersebut antara lain:7
1.) Kebutuhan-kebutuhan manusia dapat disusun dalam suatu hierarki
dari kebutuhan yang terendah hingga kebutuhan yang tertinggi.
2.) Suatu kebutuhan yang telah terpuaskan berhenti menjadi motivator
utama dari perilaku.
Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan manusia tersebut dalam
hirarki kebutuhan, yaitu motivasi manusia berhubungan dengan lima
kebutuhan, sebagimana dilihat pada gambar di bawah ini:8
Gambar 1.
Hierarki kebutuhan-kebutuhan dari Maslow
7 T. Hani Handoko, Manajemen, (Yogyakarta: BPFE, 1998), Ed. 2, Cet. Ke-13, h. 256. 8 J. Winardi, Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajemen..., h. 13-16.
13
1) Kebutuhan-kebutuhan fisiologikal yang merupakan kebutuhan
terendah dalam hierarki kebutuhan manusia. Kebutuhan ini perlu
dipenuhi untuk mempertahankan hidup. Adapun yang termasuk
dalam kebutuhan ini seperti oksigen, pangan, minuman, eliminasi,
istirahat, aktivitas, dan pengaturan suhu.
2) Kebutuhan-kebutuhan akan keamanan yang sering dinyatakan
dalam wujud keinginan akan proteksi terhadap bahaya fisikal, yaitu
seperti bahaya kebakaran, atau serangan kriminal; keinginan untuk
mendapatkan kepastian ekonomi; preferensi terhadap hal-hal yang
dikenal, dan menjauhi hal-hal yang tidak dikenal; dan keinginan
atau dambaan orang akan dunia yang teratur serta yang dapat
diprediksi.
3) Kebutuhan sosial, kebutuhan ketiga ini akan muncul jika
kebutuhan pertama dan kedua telah terpuaskan yaitu kebutuhan
sosial. Seorang individu, ingin tergolong pada kelompok-kelompok
tertentu, ia ingin berasosiasi dengan pihak lain, ia ingin diterima
oleh rekan-rekannya, dan ia ingin berbagi dan menerima sikap
berkawan.
4) Kebutuhan-kebutuhan akan penghargaan (kebutuhan egoistik)
terdiri dari kebutuhan penghargaan untuk penghargaan diri, dan
untuk penghargaan dari pihak lain. Kebutuhan akan penghargaan
mencakup kebutuhan untuk mencapai kepercayaan diri, prestasi,
kompetensi, pengetahuan, penghargaan diri dan kebebasan serta
independensi (ketidakketergantungan). Kelompok kedua
kebutuhan-kebutuhan akan penghargaan mencakup kebutuhan
yang berkaitan dengan reputasi seseorang individu atau
penghargaan dari pihak lain; kebutuhan akan status; pengakuan,
appresiasi terhadap dirinya, dan respek yang diberikan oleh pihak
lain.
5) Kebutuhan untuk merealisasi diri ini merupakan kebutuhan pada
puncak hierarki atau tingkatan tertinggi dari hieraki kebutuhan.
14
Kebutuhan-kebutuhan tersebut berupa kebutuhan individu untuk
merealisasikan potensi yang ada pada dirinya, untuk mencapai
pengembangan diri secara berkelanjutan, untuk menjadi kreatif,
dalam arti kata seluas-luasnya.
Maslow tidak bermaksud, hierarki kebutuhannya itu secara
langsung diterapkan dalam motivasi kerja. Dia tidak menggali aspek-
aspek motivasi manusia dalam suatu organisasi sampai pada sekitar 20
tahun, setelah ia menyampaikan teori aslinya itu, Douglas Mc Gregor
dalam bukunya The Human Side of Enterprise mencoba
mempopulerkan teori maslow dalam literatur manajemen. Dengan
demikian hierarki kebutuhan dari Maslow dapat diubah ke dalam
tatanan model motivasi kerja seperti yang dilukiskan pada gambar
berikut:9
Gambar 2.
Hierarki Motivasi Kerja
9 Miftah Thoha, Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2007), h. 228-229.
Fisik, misalnya gaji, upah tunjangan, honorium, bantuan pakaian, sewa perumahan, uang transport dan lain-lain.
Keamana, misalnya: jaminan masa pension, santunan kecelakaan, jaminan asuransi
kesehatan dan sebagainya
Sosial atau afiliasi misalnya: kelompok formal atau informal,
menjadi ketua yayasan, ketua organisasi olahraga, dan sebagainya.
Penghargaan misalnya: status, titel, simbol-
simbol, promosi, perjamuan dan
sebagainya.
Aktualisasi diri
15
Dengan demikian, kebutuhan yang paling dasar harus dipenuhi
terlebih dahulu, setelah kebutuhan paling dasar terpenuhi maka
kebutuhan yang lebih tinggi berikutnya akan menjadi kebutuhan
utama. Kebutuhan ketiga akan muncul jika kebutuhan kedua tersebut
telah terpenuhi. Begitu seterusnya sampai terpenuhinya kebutuhan
aktualisasi diri. Sebagaimana telah diuraikan, dapat dikatakan bahwa
suatu kebutuhan yang telah terpenuhi tidaklah menjadi motivator
utama lagi dalam bertindak.
b. Teori Higiene-motivasi tentang kepuasan kerja dari Frederick
Herzberg.
Frederick Herzberg, seorang ilmuwan behavioral terkenal,
mengembangkan teori higiene-motivator pada akhir tahun 1960.
Herzberg menyatakan pendapatnya bahwa motivasi merupakan sebuah
dampak langsung dari kepuasan kerja. Dalam studinya, Herzberg
rekan-rekannya mewawancarai sejumlah 203 orang akuntan dan
insinyur.
Herzberg telah menemukan dua kelompok faktor-faktor yang
mempengaruhi kerja seseorang dalam organisasi, yaitu kepuasan kerja
dan faktor pemeliharan. Kepuasan kerja lebih dihubungkan dengan
prestasi, rekognisi, karakteristik-karakteristik pekerjaan, tanggung
jawab dan kemajuan. Faktor-faktor tersebut semuanya berhubungan
dengan hasil-hasil, yang berkaitan dengan isi (contens) tugas yang
dilaksanakan. Herzberg menemukan gejala bahwa ketidakpuasan
dengan pekerjaan, terutama berhubungan dengan faktor-faktor dalam
konteks kerja, atau lingkungan. Khususnya kebijakan perusahaan dan
administrasi, supervisi teknikal, gaji, hubungan antar perorangan
dengan supervisor langsung, dan kondisi-kondisi kerja. Faktor yang
terakhir ini disebut faktor pemeliharaan.10
10 J. Winardi, Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajemen..., h. 87-89.
16
Jadi, manajer perlu memahami faktor-faktor apa saja yang dapat
memotivasi karyawannya. Faktor-faktor kepuasan kerja mempunyai
pengaruh pendorong semangat bekerja. Sedangkan faktor
pemeliharaan dapat mengurangi atau menghilangkan ketidakpuasan
kerja tetapi tidak dapat digunakan untuk memotivasi karyawan.
c. Teori Motivasi Alderfer (Alderfer’s ERG Theory)
Perluasan lebih lanjut dari teori Herzberg dan Maslow datang dari
Clayton Alderfer. Dia merumuskan suatu model penggolongan
kebutuhan segaris dengan bukti-bukti empiris yang telah ada. Sama
halnya seperti Maslow dan Herzberg, dia merasakan ada nilai tertentu
dalam menggolongkan kebutuhan-kebutuhan, dan terdapat perbedaan
antara kebutuhan-kebutuhan dalam tatanan yang paling bawah dengan
kebutuhan-kebutuhan pada tatanan paling atas.
Alderfer mengenalkan tiga kelompok inti dari kebutuhan-
kebutuhan itu, antara lain: 11
1.) Kebutuhan keberadaan (existence need)
Kebutuhan keberadaan adalah suatu kebutuhan akan tetapi bisa
hidup. Kebutuhan ini kira-kira sama artinya dengan kebutuhan-
kebutuhan fisiologinya Maslow dan sama pula dengan faktor
higienisnya Herzberg.
2.) Kebutuhan berhubungan (relatedness need)
Kebutuhan berhubungan adalah suatu kebutuhan untuk
menjalin hubungan sesamanya melakukan hubungan sosial dan
bekerja sama dengan orang lain. Kebutuhan ini sama halnya
dengan kebutuhan sosial dari maslow dan higienisnya Herzberg.
3.) Kebutuhan untuk berkembang (growth need)
Kebutuhan untuk berkembang adalah suatu kebutuhan yang
berhubungan dengan keinginan intrinsik dari seseorang untuk
mengembangkan dirinya. Hubungan ini searti dengan kebutuhan
11 Miftah Thoha, Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya..., h. 233.
17
penghargaan dan aktualisasi diri dari Maslow dan kebutuhan
motivatornya Herzberg.
Teori ERG berasal dari kepanjangan Existence, Relatedness, dan
Growth.
d. Teori Prestasi dari McClelland
Tokoh motivasi lain yang mengemukakan bahwa manusia pada
hakikatnya mempunyai kemampuan untuk berprestasi di atas
kemampuan orang lain adalah David McClelland. Kemampuan
seseorang untuk berprestasi ini membuat McClelland melakukan
penelitian tentang desakan untuk berprestasi ini.12
Orang yang berprestasi tinggi memiliki beberapa karakteristik yang
dapat dikembangkan, antara lain:13
1.) menyukai pengambilan risiko yang layak (moderat) sebagai fungsi
keterampilan, bukan kesempatan; menyukai suatu tantangan; dan
menginginkan tanggungjawab; pribadi bagi hasil yang dicapai.
2.) Mempunyai kecendrungan untuk menetapkan tujuan-tujuan
prestasi yang layak dan menghadapi resiko yang sudah
diperhitungkan. Salah satu alasan mengapa banyak perusahaan
pindah ke program management by objectives (MBO) adalah
karena adanya korelasi positif antara penetapan tujuan dan tingkat
prestasi.
3.) Mempunyai kebutuhan yang kuat akan umpan balik tentang apa
yang telah dikerjakan.
4.) Mempunyai keterampilan dalam perencanaan jangka panjang dan
memiliki kemampuan-kemampuan organisasional.
12 Miftah Thoha, Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya..., h. 235. 13 T. Hani Handoko, Manajemen..., h. 262.
18
Dengan demikian, teori prestasi dari McClelland, dapat dijadikan
dasar para manajer dalam meningkatkan prestasi kerja para karyawan,
karena motivasi berprestasi dapat diajarkan melalui berbagai bentuk
pelatihan.
e. Teori X dan Teori Y McGregor
Menurut McGregor organisasi tradisional dengan ciri-cirinya yang
sentralisasi dalam pengambilan keputusan, hubungan piramida antara
atasan dan bawahan, dan pengendalian kerja eksternal adalah pada
hakikatnya berdasarkan atas asumsi-asumsi mengenai sifat-sifat
manusia dan motivasinya.
Teori X menyatakan bahwa sebagian besar orang-orang ini lebih
suka diperintah, dan tidak mempunyai tanggung jawab serta
menginginkan keamanan atas segalanya. Atas dasar hal itu maka
orang-orang ini hendaknya dimotivasi melalui uang, gaji, honorium,
dan diperlakukan dengan sangsi hukuman. Manajer berusaha
mempolakan, mengontrol dan mengawasi secara langsung pegawai-
pegawai yang termasuk pada tipe ini. Lebih jauh menurut asumsi teori
X dari McGregor ini bahwa orang-orang ini pada hakikatnya adalah
tidak menyukai bekerja, tidak menyukai kemauan dan ambisi untuk
bertanggung jawab, dan lebih menyukai di arahkan atau diperintah,
mempunyai kemampuan yang kecil untuk berkreasi mengatasi
masalah-masalah organisasi, hanya membutuhkan motivasi fisiologis
dan keamanan saja, dan harus diawasi secara ketat dan sering dipaksa
untuk mencapai tujuan organisasi.14
Teori X ini akan tidak tepat jika diterapkan secara menyeluruh bagi
setiap orang dalam organisasi. Manajemen yang diterapkan secara
ketat terus menerus tidak akan banyak berhasil. Karena mungkin hal
tersebut hanya dapat memuaskan kebutuhan fisiologis dan keamanan
14 Miftah Thoha, Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya..., h. 241-242.
19
saja, sedangkan orang-orang yang mempunyai kebutuhan sosial tidak
bisa terpuaskan.
Menyadari akan kelemahan tersebut, dari asumsi teori X, maka
McGregor memberikan alternatif lain yaitu teori Y. Asumsi teori Y,
menyatakan bahwa orang-orang pada hakikatnya tidak malas dan dapat
dipercaya, tidak seperti asumsi pada teori X. Lebih jelas lagi, asumsi
teori Y mengenai manusia dijabarkan sebagai berikut: 15
(1) Pekerjaan itu pada hakikatnya seperti bermain dapat memberikan
kepuasan kepada orang lain. Keduanya, bekerja dan bermain
merupakan aktivitas-aktivitas fisik dan mental. Sehingga di antara
keduanya tidak ada perbedaan, jika keadaan sama-sama
menyenangkan.
(2) Manusia dapat mengawasi diri sendiri, dan hal itu tidak bisa
dihindari dalam rangka mencapai tujuan-tujuan organisasi.
(3) Kemampuan untuk berkreatifitas di dalam memecahkan persoalan-
persoalan organisasi secara luas didistribusikan kepada seluruh
karyawan.
(4) Motivasi tidak berlaku saja pada semua kebutuhan-kebutuhan
sosial, penghargaan, aktualisasi diri, tetapi juga pada tingkat
kebutuhan-kebutuhan fisiologis dan keamanan.
(5) Orang-orang dapat mengendalikan diri dan kreatif dalam bekerja
jika dimotivasi secara tepat.
Dalam teori Y ini, hendaknya para manajer akan bersikap
membantu, mendukung, dan mempermudah orang-orang dalam
mengembangkan kreativitas pada tugas-tugasnya. Serta memberikan
kesempatan mengembangkan potensi yang ada pada masing-masing
individu.
15 Miftah Thoha, Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya..., h. 242-243.
20
Konsisten dengan konsep motivasi dan teori kebutuhan yang telah
diuraikan di atas, seorang guru akan memiliki motivasi kerja yang tinggi
apabila ia merasa bahwa segala kebutuhannya dapat terpenuhi melalui
kerjanya. Apabila ia merasa bahwa pekerjaan yang dilakukannya tidak
dapat menuhi kebutuhannya maka semangatnya akan berkurang. Dan bisa
jadi ia akan mencari pekerjaan lain yang dapat memenuhi kebutuhannya.
Menurut Huse dan Bowditch (1973), ada tiga model memotivasi kerja
seseorang, yaitu:16
1. Model Kekuatan dan Ancaman
Model kekuatan dan ancaman (a force and coercion model) ini
merupakan model tertua dan sangat sederhana dalam memahami atau
memandang manusia. Asumsi yang mendasari model ini adalah bahwa
seseorang akan bekerja dengan baik apabila disudutkan pada sebuah
situasi, di mana ia hanya bisa memilih bekerja ataukah dihukum (Huse
dan Bowditch, 1973). Asumsi ini sama dengan asumsi yang mendasari
teori X. McGregor, bahwa pada dasarnya manusia itu suka
menghindari tugas dan tanggung jawab, dan apabila tidak diintervensi
dan diancam oleh atasa, maka ia akan pasif. Oleh sebab itu agar
seseorang mau bekerja ia harus dipaksa (Carver dan Sergiovanni,
1969).
Sekilas, model ini memang tampak sangat efektif dalam
memotivasi kerja guru. Dengan ancaman-ancaman tertentu, semua
guru akan bekerja sesuai dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan
oleh atasan. Namun model ini akan merusak kepribadian guru. Dengan
adanya ancaman terus menerus, guru-guru akan merasa tidak bisa
berkembang dan tertekan sehingga mereka akan mengalami
ketegangan jiwa (stress).
16 Ibrahim Bafadal, Supervisi Pengajaran: Teori dan Aplikasinya dalam Membina
Profesional Guru..., h. 72-75.
21
2. Model Ekonomik/Mesin
Model ekonomik/mesin (economic/machine model) ini didasarkan
pada pandangan manajemen klasik mengenai motivasi bahwa manusia
hanya membutuhkan uang. Dalam model ini, manusia dipandang
sebagai makhluk organisasi yang bekerja semata-mata untuk mengejar
uang atau kekayaan. Ia dipandang sebagai mesin yang tidak memiliki
perasaan sosial, dan tidak memiliki kebutuhan lain kecuali uang (Huse
dan Bowditch, 1973). Oleh sebab itu, menurut model ini, apabila
seseorang digaji dengan memuaskan, maka seseorang tersebut akan
bekerja dengan baik. Selanjutnya, apabila terjadi permasalahan-
permasalahan, seperti adanya pegawai yang malas, menyia-nyiakan
waktu (goofing off), performansi kerja yang rendah, maka paling baik
dipecahkan dengan cara memikirkan cara pembayaran yang
menyediakan insentif yang mendorong pegawai berperformansi dengan
baik (Owens, 1987). Berdasarkan asumsi dasar tersebut, dalam model
ekonomik/mesin ini dikembangkan satu sistem pembayaran gaji
berdasarkan bukan pada waktu yang dihabiskan, melainkan apa yang
dihasilkan (Huse dan Bowditch, 1973; dan Tosi dan Carroll, 1976).
Apabila dikaitkan dengan teori hierarki kebutuhan Maslow dan
teori kebutuhan ERG Alderfer, maka sebenarnya model ini semata-
mata mampu memenuhi kebutuhan tingkat rendah, yaitu fisiologis.
Sesuai dengan teori dua faktor Herzberg, uang atau gaji
merupakan salah satu faktor penyehat. Keberadaannya mampu
menimbulkan tidak adanya ketidakpuasan, tetapi tidak akan
menimbulkan kepuasan sehingga tidak akan mampu meningkatkan
motivasi. Keberadaannya dapat memelihara prestasi, tetapi tidak akan
mampu meningkatkan prestasi. Itulah sebabnya Herzberg (1959)
memberikan nama lain dari faktor penyehat itu dengan sebutan faktor
pemeliharaan (maintenance factor). Sedangkan menurut Owens
(1987), seseorang yang sebagian besar kebutuhannya terpenuhi oleh
faktor-faktor penyehat cenderung mendapatkan kepuasan kecil dari
22
kerjanya dan menunjukkan perhatian kecil pula terhadap bagaimana ia
seharusnya mengerjakan tugas-tugasnya dengan baik.
3. Model Pertumbuhan – Sistem Terbuka
Sebagai model ketiga dalam memotivasi kerja guru adalah model
pertumbuhan sistem terbuka (growth-open system model). Model ini
didasarkan pada asumsi bahwa manusia bukanlah menjadi obyek
belaka dari lingkungan, ia diciptakan untuk melakukan perubahan pada
dirinya dan lingkungannya, ia memiliki potensi untuk bertumbuh,
bertanggungjawab, dan berprestasi, dan manusia memiliki motif-motif
yang jauh lebih kompleks daripada yang diasumsikan pada kedua
model motivasi sebelumnya (Huse dan Bowditch, 1973).
Berdasarkan asumsi tersebut, model ini lebih menekankan
bagaimana mendorong guru untuk tumbuh dan berkembang dalam
kerjanya. Model ini berhubungan langsung dengan teori aktualisasi diri
(self actualizing man) oleh Maslow dan teori dua faktor yang
dikemukakan Herzberg.
Sergiovanni, pada akhir tahun 1960 pernah melakukan replikasi
penelitian terhadapa apa yang telah dilakukan Herzberg. Ia menemukan
bahwa prestasi dan pengakuan merupakan faktor pendorong yang
sangat penting bagi guru-guru, menyusul faktorfaktor lain, seperti kerja
itu sendiri, tanggung jawab, dan kemungkinan untuk bertumbuh.
Begitu pula penelitian aplikasi teori Herzberg di Jawa Timur, yang
dilakukan oleh Mataheru (1984) dalam rangka penulisan disertasi,
menunjukkan hasil yang sama.
Dengan demikian, jelaslah bahwa pada model pertama tidak dapat
memenuhi kebutuhan guru-guru, melainkan sebaliknya yaitu menimbulkan
rasa ketidakpuasan. Dengan adanya ancaman-ancaman dari atasan guru
merasa stress dan tertekan. Lain halnya dengan model kedua, model ini
tampak lebih manusiawi daripada model pertama. Bukan saja karena
dalam model ini tidak menggunakan ancaman dan tekanan dalam
23
memotivasi kerja, melainkan juga setiap orang membutuhkan uang.
Namun, guru bukanlah makhluk yang bekerja semata-mata untuk
mendapatkan uang. Ia adalah makhluk sosial yang sepanjang hidupnya
bukan hanya membutuhkan uang untuk mempertahankan eksistensi
hidupnya, melainkan juga membutuhkan aspek-aspek lain, seperti
hubungan sosial, harga diri, pengakuan, dan pertumbuhan. Sedangkan
pada model yang ketiga, lebih mementingkan faktor-faktor psikologis dari
pada fisiologis yaitu mendorong guru untuk tumbuh dan berkembang
dalam bekerja. Dengan demikian memotivasi kerja guru seharusnya
dilakukan dengan berupaya memenuhi faktor-faktor yang dapat
menimbulkan kepuasan psikologis guru, misalnya melalui pengakuan,
membina pertumbuhan guru, promosi guru, pemberian tanggung jawab,
prestasi.
B. Pelaksanaan Supervisi Akademik Kepala Sekolah
1. Pengertian Supervisi Akademik
Istilah supervisi berasal dari kata ”super” dan ”vision” yang masing-
masing kata itu adalah atas dan penglihatan. Jadi secara etimologis, supervisi
berarti penglihatan dari atas. Pengertian tersebut merupakan arti kiasan yang
menggambarkan suatu posisi yang melihat berkedudukan lebih tinggi dari
pada yang dilihat.17
Istilah melihat dalam pengertian tersebut, searti dengan mengontrol,
menilik atau mengawasi. Dari uraian tersebut maka, dalam hal ini yang
diawasi yaitu tugas serta tanggung jawab yang telah diberikan oleh atasan.
Apakah para bawahan (guru) telah melaksanakan tugas serta tanggung jawab
tersebut, sesuai standar/ketentuan yang telah ditetapkan atau tidak. Jika
terdapat masalah maka akan dimusyawarahkan untuk memecahkan
permasalahan tersebut, sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai
dengan maksimal.
17 Subari, Supervisi Pendidikan dalam Rangka Perbaikan Situasi Mengajar, (Jakarta: bumi
Aksara, 1994), Cet. I, h. 1.
24
Pada dasarnya supervisi diarahkan pada dua aspek yaitu supervisi
akademik yang berhubungan dengan pelaksanaan proses pembelajaran dan
supervisi manajerial yang berhubungan dengan pengelolaan dan administrasi
sekolah.
Sebagaimana dikemukakan oleh Made Pidarta bahwa supervisi ditinjau
dari segi keahliannya dibedakan menjadi dua yaitu supervisor umum dan
supervisor spesialis. Tugas supervisor umum berkaitan dengan pemantauan
pelaksanaan kurikulum dan upaya perbaikannya. Selain itu kewajiban
supervisor umum yang lebih penting yaitu memotivasi guru sehingga lebih
bergairah dalam bekerja. Sedangkan supervisor spesialis menangani hal-hal
yang berkaitan dengan perbaikan proses belajar mengajar yang meliputi
menyeleksi materi, pengembangan materi, pengembangan alat/media
pembelajaran, perencanaan program dan pelaksanaannya, menilai program
dan pelaksanaannya dan lain sebagainya. Seperti halnya supervisor umum,
supervisor spesialis juga berkewajiban meningkatkan motivasi guru dalam
bekerja.18
Suharsimi arikunto dalam bukunya yang berjudul dasar-dasar supervisi
menjelaskan bahwa supervisi Akademik adalah supervisi yang
menitikberatkan pengamatan pada masalah akademik, yaitu yang langsung
berada dalam lingkup kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru untuk
membantu siswa ketika sedang dalam proses belajar.19 Sedangkan Glickman
(1981), menegaskan bahwa supervisi akademik adalah serangkaian kegiatan
membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses
pembelajaran demi pencapaian tujuan pembelajaran. Lebih lanjut, Daresh
(1989) menjelaskan bahwa supervisi akademik merupakan upaya membantu
guru-guru mengembangkan kemampuannya mencapai tujuan pembelajaran.20
18 Made Pidarta, Pemikiran Tentang Supervisi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), h.
84. 19 Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Supervisi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), Cet I, h. 5. 20 Ibrahim Bafadal, Supervisi Pengajaran: Teori dan Aplikasinya dalam Membina
Profesional Guru..., h. 2.
25
Dari pendapat para ahli tersebut, maka nampak jelas bahwa, esensi
supervisi akademik yaitu membantu guru dalam mengembangkan kemampuan
profesionalismenya bukan menilai performansi guru dalam mengelola proses
pembelajaran.
Sejalan dengan pendapat tersebut, Syaiful Sagala mengemukakan bahwa
pengawasan akademik adalah bantuan professional kesejawatan yang
dilakukan pengawas sekolah melalui dialog kajian masalah pendidikan
menggunakan teknik-teknik supervisi atau pengembangan untuk menemukan
solusi, atau berbagai alternatif pengembangan dalam upaya peningkatan
kemampuan profesional, dan komitmen guru, kepala sekolah, dan staf sekolah
lainnya guna mempertinggi prestasi belajar siswa, dan kinerja sekolah dalam
rangka meningkatkan mutu, relevansi, efisiensi dan akuntabilitas pendidikan.21
Selanjutnya menurut pendapat Harris sebagaimana dikutip Piet A.
Sahertian dan Ida Aleida Sahertian mengemukakan supervisi akademik adalah
apa yang dilakukan oleh petugas sekolah terhadap stafnya untuk memelihara
(maintain) atau mengubah pelaksanaan kegiatan di sekolah yang langsung
berpengaruh terhadap proses mengajar guru dalam usaha meningkatkan hasil
belajar siswa.22
Dengan demikian, dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan
bahwa supervisi akademik merupakan kegiatan bimbingan/bantuan terhadap
guru-guru dalam memperbaiki, mengembangkan atau meningkatkan situasi
pembelajaran.
Dalam pelaksanaanya, hendaknya supervisor tidak mencari-cari kesalahan
yang diperbuat oleh guru tetapi membimbing para guru-guru dan bersama-
sama membicarakan permasalahan yang dihadapi guru dalam kegiatan
pembelajaran. Dalam hal ini para guru dijadikan sebagai partner kerja, mereka
akan merasa lebih dihargai dan lebih semangat untuk bekerja.
21 Syaiful Sagala, Supervisi Pembelajaran dalam Profesi Pendidikan, (Bandung: Alfabeta,
2010), Cet. I, h. 157. 22 Piet A. Sahertian dan Ida Aleida Sahertian, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka
Program Inservice Education (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), h. 56.
26
2. Tujuan Supervisi Akademik
Para ahli pendidikan mempunyai pandangan masing-masing mengenai
tujuan supervisi pendidikan sesuai sudut pandang masing-masing, namun
mereka sepakat tujuan inti dari supervisi akademik adalah membantu guru
meningkatkan kualitas profesionalnya dalam mengajar. Di bawah ini penulis
cantumkan tujuan supervisi akademik menurut pendapat para ahli:
a. Hariwung (1989) mengemukakan tujuan supervisi akademik adalah membantu guru untuk bertumbuh dan berkembang dalam ruang lingkup mengajar dan kehidupan kelas, memperbaiki keterampilan mengajar, dalam memperluas pengetahuan mereka serta menggunakan persiapan mengajar.23
b. Glickman (1985) mengatakan tujuan supervisi akademik untuk membantu guru-guru belajar bagaimana meningkatkan kemampuan dan kapasitasnya, agar murid-muridnya dapat mewujudkan tujuan belajar yang telah ditetapkan.24
c. Neagle (1980) mengatakan bahwa melalui supervisi akademik diharapkan kualitas akademik yang dilakukan oleh guru semakin meningkat.25
Pengembangan kemampuan dalam konteks ini janganlah ditafsirkan secara
sempit, semata-mata ditekankan pada peningkatan kemampuan dan
keterampilan mengajar guru, melainkan juga pada peningkatan komitmen
(commitmen) atau kemampuan (willingness) atau motivasi (motivation) guru.
Sebab dengan meningkatkan kemampuan dan motivasi kerja guru, kualitas
pembelajaran akan meningkat.
Sedangkan menurut Sergiovanni (1987) dijelaskan lebih lengkap lagi
tujuan supervisi akademik, sebagaimana dapat dilihat pada gambar berikut:
23 Syaiful Sagala, Supervisi Pembelajaran dalam Profesi Pendidikan..., h. 104. 24 Ibrahim Bafadal, Supervisi Pengajaran: Teori dan Aplikasinya dalam Membina
Profesional Guru..., h. 4. 25 Ibrahim Bafadal, Supervisi Pengajaran: Teori dan Aplikasinya dalam Membina
Profesional Guru..., h. 4.
27
Gambar 3.
Tiga Tujuan Supervisi Akademik
1. Supervisi akademik diselenggarakan dengan maksud untuk memonitor
kegiatan proses belajar mengajar di sekolah. Kegiatan monitor ini bisa
dilakukan dengan melalui kunjungan kepala sekolah ke kelas-kelas di saat
guru sedang mengajar, percakapan pribadi dengan guru, teman sejawatnya,
maupun dengan sebagian murid-muridnya.
2. Supervisi akademik diselenggarakan dengan maksud membantu guru
mengembangkan kemampuannya profesionalnnya dalam memahami
akademik, kehidupan kelas, mengembangkan keterampilan mengajarnya
dan menggunakan kemampuannya melalui teknik-teknik tertentu.
3. Supervisi akademik diselenggarakan untuk mendorong guru menerapkan
kemampuannya dalam melaksanakan tugas-tugas mengajarnya,
mendorong guru mengembangkan kemampuannya sendiri, serta
mendorong guru agar ia memiliki perhatian yang sungguh-sungguh
(commitment) terhadap tugas dan tanggung jawabnya.26
Dari beberapa pendapat mengenai tujuan supervisi akademik yang
diuraikan di atas, maka pada intinya tujuan supervisi akademik yaitu untuk
26 Ibrahim Bafadal, Supervisi Pengajaran: Teori dan Aplikasinya dalam Membina
Profesional Guru..., h. 5.
28
membantu para guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik, agar
dapat memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran. Pada akhirnya
akan meningkatkan prestasi belajar siswa. Jika supervisi akademik sudah
tertuju pada keberhasilan siswa dalam memperoleh kualitas pembelajaran
yang lebih baik artinya supervisi akademik tersebut sesuai dengan tujuannya.
3. Fungsi Supervisi Akademik
Menurut Alfonso, Firth, dan Neville (1981) Supervisi akademik yang baik
adalah supervisi akademik yang mampu berfungsi mencapai multitujuan
tersebut di atas. Tidak ada keberhasilan bagi supervisi akademik jika hanya
memperhatikan salah satu tujuan tertentu dengan mengesampingkan tujuan
lainnya. Hanya dengan merefleksi ketiga tujuan yang telah dikemukakan,
supervisi akademik akan berfungsi mengubah perilaku mengajar guru. Pada
gilirannya nanti perubahan perilaku guru ke arah yang lebih berkualitas akan
menimbulkan perilaku belajar murid yang lebih baik.
Alfonso, Firth, dan Neville (1981) menggambarkan sistem pengaruh
perilaku supervisi akademik sebagaimana gambar berikut:27
Gambar 4.
Sistem Fungsi Supervisi Akademik
Gambar tersebut memperjelas kita dalam memahami sistem pengaruh
perilaku supervisi akademik. Perilaku supervisi akademik secara langsung
berhubungan dan berpengaruh terhadap perilaku guru. Ini berarti, melalui
27 Ibrahim Bafadal, Supervisi Pengajaran: Teori dan Aplikasinya dalam Membina
Profesional Guru..., h. 5-6.
29
supervisi akademik, supervisor mempengaruhi perilaku mengajar guru
sehingga perilakunya semakin baik dalam mengelola proses belajar mengajar.
Selanjutnya perilaku mengajar guru yang baik itu akan mempengaruhi
perilaku belajar murid. Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa tujuan
akhir supervisi akademik adalah terbinanya perilaku belajar murid yang lebih
baik.
Jadi, pada intinya fungsi supervisi akademik yaitu memberikan pelayanan
supervisi untuk menumbuhkan proses belajar mengajar yang menyenangkan,
aktif, inovatif dan berkualitas. Artinya, supervisi akademik harus menjalankan
fungsi-fungsinya agar tujuan dapat tercapai secara optimal.
4. Prinsip Supervisi Akademik
Para kepala sekolah baik suka maupun tidak suka harus siap menghadapi
problema dan kendala dalam melaksanakan supervisi akademik. Adanya
problema dan kendala tersebut sedikit banyak bisa diatasi apabila dalam
pelaksanaan supervisi akademik kepala sekolah menerapkan prinsip-prinsip
supervisi akademik.
Akhir-akhir ini, beberapa literatur telah banyak mengungkapkan teori
supervisi akademik sebagai landasan bagi setiap perilaku supervisi akademik.
Beberapa istilah, seperti demokrasi (democratic), kerja kelompok (team
effort), dan proses kelompok (group process) telah banyak dibahas dan
dihubungkan dengan konsep supervisi akademik. Pembahasannya semata-
mata untuk menunjukkan kepada kita bahwa perilaku supervisi akademik itu
harus menjauhkan diri dari sifat otoriter, di mana supervisor sebagai atasan
dan guru sebagai bawahan. Begitu pula dalam latar sistem persekolahan,
keseluruhan anggota (guru) harus aktif berpartisipasi, bahkan sebaiknya
sebagai prakarsa, dalam proses supervisi akademik, sedangkan supervisor
merupakan bagian darinya.
30
Selain itu, terdapat beberapa prinsip lain dalam melaksanakan supervisi
akademik, yaitu sebagai berikut:28
1. Supervisi akademik harus mampu menciptakan hubungan kemanusiaan yang harmonis. Hubungan kemanusiaan yang harus diciptakan harus bersifat terbuka, kesetiakawanan, dan informal. Hubungan demikian ini bukan saja antara supervisor dengan guru, melainkan juga antara supervisor dengan pihak lain yang terkait dengan program supervisi akademik. Oleh sebab itu, dalam pelaksanaannya supervisor harus memiliki sifat-sifat, seperti sikap membantu, memahami, terbuka, jujur, ajeg, sabar, antusias, dan penuh humor (Dodd, 1972).
2. Supervisi akademik harus dilakukan secara berkesinambungan. Supervisi akademik bukan tugas bersifat sambilan yang hanya dilakukan sewaktu-waktu jika ada kesempatan. Perlu dipahami bahwa supervisi akademik merupakan salah satu essential function dalam keseluruhan program sekolah (Alfonso dkk., 1981 dan Weingartner, 1973). Apabila guru telah berhasil mengembangkan dirinya tidaklah berarti selesailah tugas supervisor, melainkan harus tetap dibina secara berkesinambungan. Hal ini logis, mengingat problema proses pembelajaran selalu muncul dan berkembang.
3. Supervisi akademik harus demokratis. Supervisor tidak boleh mendominasi pelaksanaan supervisi akademiknya. Titik tekan supervisi akademik yang demokratis adalah aktif dan kooperatif. Supervisor harus melibatkan secara aktif guru yang dibinanya. Tanggung jawab perbaikan program akademik bukan hanya pada supervisor melainkan juga pada guru. Oleh sebab itu, program supervisi akademik sebaiknya direncanakan, dikembangkan dan dilaksanakan bersama secara kooperatif dengan guru, kepala sekolah, dan pihak lain yang terkait di bawah koordinasi supervisor.
4. Program supervisi akademik harus integral dengan program pendidikan. Di dalam setiap organisasi pendidikan terdapat bermacam-macam sistem perilaku dengan tujuan sama, yaitu tujuan pendidikan. Sistem perilaku tersebut antara lain berupa sistem perilaku administratif, sistem perilaku akademik, sistem perilaku kesiswaan, sistem perilaku pengembangan konseling, sistem perilaku supervisi akademik (Alfonso, dkk., 1981). Antara satu sistem dengan sistem lainnya harus dilaksanakan secara integral. Dengan demikian, maka program supervisi akademik integral dengan program pendidikan secara keseluruhan. Dalam upaya perwujudan prinsip ini diperlukan hubungan yang baik dan harmonis antara supervisor dengan semua pihak pelaksana program pendidikan (Dodd, 1972).
5. Supervisi akademik harus komprehensif. Program supervisi akademik harus mencakup keseluruhan aspek pengembangan akademik,
28 Ibrahim Bafadal, Supervisi Pengajaran: Teori dan Aplikasinya dalam Membina
Profesional Guru..., h. 7-9.
31
walaupun mungkin saja ada penekanan pada aspek-aspek tertentu berdasarkan hasil analisis kebutuhan pengembangan akademik sebelumnya. Prinsip ini tiada lain hanyalah untuk memenuhi tuntutan multi tujuan supervisi akademik, berupa pengawasan kualitas, pengembangan profesional, dan memotivasi guru, sebagaimana telah dijelaskan di muka.
6. Supervisi akademik harus konstruktif. Supervisi akademik bukanlah sekali-kali untuk mencari kesalahan-kesalahan guru. Memang dalam proses pelaksanaan supervisi akademik itu terdapat kegiatan penilaian unjuk kerjan guru, tetapi tujuannya bukan untuk mencari kesalahan-kesalahannya. Supervisi akademik akan mengembangkan pertumbuhan dan kreativitas guru dalam memahami dan memecahkan problem-problem akademik yang dihadapi.
7. Supervisi akademik harus obyektif. Dalam menyusun, melaksanakan, dan mengevaluasi, keberhasilan program supervisi akademik harus obyektif. Objectivitas dalam penyusunan program berarti bahwa program supervisi akademik itu harus disusun berdasarkan kebutuhan nyata pengembangan profesional guru. Begitu pula dalam mengevaluasi keberhasilan program supervisi akademik. Di sinilah letak pentingnya instrumen pengukuran yang memiliki validitas dan reliabilitas yang tinggi untuk mengukur seberapa kemampuan guru dalam mengelola proses pembelajaran.
Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dipahami bahwa pelaksanaan
supervisi akademik harus didasarkan pada prinsip demokratis, kerja kelompok
dan proses kelompok. Dengan kata lain, pelaksanaan supervisi akademik harus
menjauhkan diri dari sifat otoriter. Selain itu, supervisi akademik dilaksanakan
berdasarkan hubungan kemanusia, berkesinambungan, integral, komprehensif,
konstruktif dan objektif.
5. Dimensi Supervisi Akademik
Supervisi akademik yang baik harus mampu menghantarkan guru menjadi
semakin kompeten, yaitu guru semakin menguasai kompetensi yang tertuang
dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Oleh
karena itu supervisi akademik harus menyentuh pada pengembangan seluruh
kompetensi guru.
32
Sehubungan dengan ini, menurut Neagley (1980) terdapat dua aspek yang
harus menjadi perhatian supervisi akademik baik dalam perencanaannya,
pelaksanaannya, maupun penilaiannya yaitu sebagai berikut:29
Pertama, apa yang disebutkan dengan substantive aspects of professional
development (yang selanjutnya akan disebut dengan aspek substantif). Aspek
ini menunjuk pada kompetensi guru yang harus dikembangkan melalui
supervisi akademik. Aspek ini menunjuk pada kompetensi yang harus dikuasai
guru. Penguasaannya merupakan sokongan terhadap keberhasilannya
mengelola proses pembelajaran. Ada empat kompetensi yang harus
dikembangkan melalui supervisi akademik, yaitu yaitu kompetensi-
kompetensi kepribadian, pedagogik, professional, dan sosial. pemahaman dan
pemilikan guru terhadap tujuan akademik, persepsi guru terhadap murid,
pengetahuan guru tentang materi, dan penguasaan guru terhadap teknik. Aspek
substansi pertama dan kedua merepresentasikan nilai, keyakinan, dan teori
yang dipegang oleh guru tentang hakikat pengetahuan, bagaimana murid-
murid belajar, penciptaan hubungan guru dan murid, dan faktor lainnya.
Aspek substansi ketiga merepresentasikan seberapa luas pengetahuan guru
tentang materi atau bahan pelajaran pada bidang studi yang diajarkannya.
Adapun aspek substansi keempat merepresentasikan seberapa luas penguasaan
guru terhadap teknik akademik, manejemen, pengorganisasian kelas, dan
keterampilan lainnya yang merupakan unsur akademik yang efektif.
Kedua, apa yang disebut dengan professional development competency
areas (yang selanjutnya akan disebut dengan aspek kompetensi). Aspek ini
menunjuk pada luasnya setiap aspek substansi. Guru tidak berbeda dengan
kasus profesional lainnya. Ia harus mengetahui bagaimana mengerjakan (know
how to do) tugas-tugasnya. Ia harus memiliki pengetahuan tentang bagaimana
merumuskan tujuan akademik, murid-muridnya, materi pelajaran, dan teknik
akademik. Tetapi, mengetahui dan memahami keempat aspek substansi ini
belumlah cukup. Seorang guru harus mampu menerapkan pengetahuan dan
29 Ibrahim Bafadal, Supervisi Pengajaran: Teori dan Aplikasinya dalam Membina
Profesional Guru..., h. 10-11.
33
pemahamannya. Dengan kata lain, ia harus bisa mengerjakan (can do).
Selanjutnya, seorang guru harus mau mengerjakan (will do) tugas-tugas
berdasarkan kemampuan yang dimilikinya. Percumalah pengetahuan dan
keterampilan yang dimiliki oleh seorang guru, apabila ia tidak mau
mengerjakan tugas-tugasnya dengan sebaik-baiknya. Akhirnya seorang guru
harus mau mengembangkan (will grow) kemampuan dirinya sendiri.
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat diketahui bahwa, aspek substantif
menunjuk pada kompetensi guru yang harus dikembangkan melalui supervisi
akademik, sedangkan aspek kompetensi menunjuk pada luasnya setiap aspek
substansi, dimana guru mengetahui cara mengerjakan tugas, bisa mengerjakan
tugas, mau mengerjakan tugas berdasarkan kemampuan yang dimiliki diri
sendiri. Dengan demikian kedua aspek tersebut, baik aspek substansi maupun
aspek keterampilan perlu diperhatikan oleh supervisor untuk merencanakan,
melaksanakan dan penilaian dalam menyelenggarakan supervisi akademik.
6. Kompetensi Supervisor Akademik
Seorang kepala sekolah dituntut memiliki berbagai keterampilan dalam
rangka memainkan peranannya sebagai supervisor akademik yang baik.
Keterampilan tersebut diperlukan untuk melaksanakan tugas-tugas atau
peranannya. Sebagai satu contoh adalah peran evaluator. Seorang supervisor
harus menilai performa guru. Maka, melaksanakan tugasya, seorang
supervisor dituntut memiliki berbagai keterampilan di bidang penilaian
performa guru, antara lain dalam hal penggunaan teknik pengukuran,
pengumpulan dan penginterpretasian data, keterampilan berkomunikasi dan
menetapkan standar keberhasilan.
Menurut Alfonso, Firth dan neville (1981); berangkat dari konsep
keterampilan administrator yang efektif sebagaimana dikemukakan oleh Katz
(1955) dan Mann (1965), terdapat tiga keterampilan yang harus dimiliki
supervisor akademik. Pertama, keterampilan teknis, keterampilan ini
berkenaan dengan pengetahuan khusus yang diperlukan untuk
memperformansikan fungsi-fungsi pokok atau tugas-tugas yang berkenaan
34
dengan posisi supervisor. Kedua, keterampilan human relation atau hubungan
manusia, kemampuan berkerjasama dengan orang lain dan memotivasi dalam
bekerja. Ketiga, keterampilan manajerial, yang berkenaan dengan kemampuan
membuat keputusan dan melihat hubungan-hubungan penting dalam mencapai
tujuan.30
Nampak jelas bahwa keterampilan tersebut sangatlah diperlukan, agar
dapat melaksanakan TUPOKSI (Tugas Pokok dan Fungsi) serta tanggung
jawab sebagai supervisor, yaitu dalam rangka meningkatkan kualitas
penyelenggaraan pendidikan, kualitas proses pembelajaran maupun kualitas
hasil belajar.
Menurut perkiraan Alfonso, Firth, dan Neville tentang kebutuhan
keterampilan bagi administrator dan supervisor dalam satu latar sistem
persekolahan. Menurut ketiga teritikus ini seorang supervisor dalam
mengerjakan tugas-tugasnya memerlukan keterampilan teknis (50%)
keterampilan hubungan kemanusiaan (30%), dan kemampuan manajerial
(20%), sedangkan seorang administrator dalam melaksanakan tugas-tugasnya
memerlukan keterampilan teknis (25%), keterampilan hubungan kemanusiaan
(15%), dan keterampilan manajerial (60%).31
Berdasarkan perkiraan tersebut, dapat dipahami bahwa seorang supervisor
membutuhkan keterampilan teknis yang lebih banyak daripada seorang
administrator, sedangkan seorang administrator membutuhkan keterampilan
manajerial lebih banyak daripada seorang supervisor. Artinya, seorang
supervisor harus memiliki keterampilan teknis yang cukup memadai.
Sedangkan bilamana merujuk pada Permendiknas No. 12 tahun 2007,
standar kompetensi supervisi akademik yang harus dimiliki oleh Pengawas
Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), dapat dilihat
pada tabel berikut:32
30 Ibrahim Bafadal, Supervisi Pengajaran: Teori dan Aplikasinya dalam Membina
Profesional Guru..., h. 17. 31 Ibrahim Bafadal, Supervisi Pengajaran: Teori dan Aplikasinya dalam Membina
Profesional Guru..., h. 17. 32 Permendiknas No. 13 tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah.
35
Tabel 1
Kompetensi Supervisi Akademik Kepala Sekolah
KOMPETENSI SUB KOMPETENSI 1. Merencanakan program
supervisi akademik dalam rangka peningkatan profesionalisme guru.
Memahami landasan teoritik supervisi akademik Memahami landasan hukum dan kebijakan pemerintah di bidang kurikulum dan pembelajaran Menyusun rencana supervisi secara sistematis sesuai dengan landasan teori dan peraturan yang berlaku
2. Melaksanakan supervisi akademik terhadap guru dengan menggunakan pendekatan dan teknik supervisi yang tepat.
Menerapkan prinsip supervisi: kontinyu, obyektif, konstruktif, humanistik dan kolaboratif Menerapkan pendekatan dan teknik supervisi yang tepat
3. Menindaklanjuti hasil supervisi akademik terhadap guru dalam rangka peningkatan profesionalisme guru
Menyusun kriteria keberhasilan supervisi akademik Menyusun instrumen supervisi akademik Melaksanakan evaluasi hasil supervisi Menyusun program tindak lanjut
Dengan demikian, berdasarkan permendiknas di atas, dimensi kompetensi
supervisi akademik tersebut dikembangkan menjadi beberapa subkompetensi.
Jelas bahwa kompetensi-kompetensi tersebut sangat diperlukan agar dapat
melaksanakan tugas pokok, fungsi dan tanggung jawabnya meningkatkan
mutu penyelenggaraan pendidikan serta mutu proses dan hasil belajar siswa di
sekolah binaannya.
7. Teknik-Teknik Supervisi Akademik
Beberapa teknik supervisi yang dapat digunakan supervisor untuk
meningkatkan dan mengembangkan potensi yang dimiliki seorang guru antara
lain digolongkan menjadi teknik perseorangan (individu) dan teknik
kelompok.
36
Diantara teknik-teknik tersebut diuraikan sebagai berikut:
a. Teknik perseorangan
Teknik perseorangan ialah teknik supervisi yang dilakukan secara
perseorangan. Adapun kegiatan yang dapat dilakukan antara lain: 33
1.) Kunjungan Kelas
Kepala sekolah atau supervisor datang ke kelas untuk melihat cara
guru mengajar di kelas. Tujuannya memperoleh data mengenai keadaan
sebenarnya selama guru mengajar. Dengan data tersebut supervisor dapat
berbincang-bincang mengenai kesulitan yang dihadapi guru. Kunjungan
kelas ini berfungsi sebagai alat untuk mendorong guru agar meningkatkan
kualitas cara mengajar guru dan belajar siswa. Ada tiga macam kunjungan
kelas yaitu kunjungan tanpa diberi tahu, kunjungan dengan cara
memberitahu, dan kunjungan kelas atas undangan guru
2.) Observasi Kelas
Melalui kunjungan kelas, supervisor dapat mengobservasi situasi
belajar mengajar yang sebenarnya. Ada dua macam observasi kelas, yaitu:
a.) Observasi langsung: dengan menggunakan alat observasi, supervisor
mencatat absen yang dilihat pada saat guru sedang mengajar.
b.) Observasi tidak langsung: orang yang diobservasi dibatasi oleh ruang
kaca di mana murid-murid tidak mengetahuinya (biasanya dilakukan
dalam laboratorium untuk pengajaran mikro).
Tujuan observasi yaitu untuk memperoleh data yang seobjektif
mungkin, bahan yang diperoleh dapat digunakan untuk menganalisis
kesulitan-kesulitan yang di hadapi guru dalam usaha memperbaiki hal
belajar mengajar. Bagi guru sendiri data tersebut dapat membantu mereka
untuk mengubah cara mengajar mereka agar lebih baik. Dan bagi murid-
murid akan dapat menimbulkan pengaruh positif terhadap kemajuan
belajar mereka.
33 Piet A. Sahertian, Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan dalam Rangka
Pengembangan Sumber Daya Manusia, ( Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h. 53-83.
37
3.) Percakapan Pribadi
Antara supervisor dan guru melakukan pertemuan empat mata untuk
membicarakan masalah-masalah yang dihadapi guru. Tujuannya yaitu
memberikan kemungkinan pertumbuhan jabatan guru melalui pemecahan
kesulitan yang dihadapi, memupuk dan mengembangkan hal mengajar
yang lebih baik, memperbaiki kelemahan-kelemahan dan kekurangan yang
sering dialami oleh seorang guru, serta menghilangkan dan menghindari
segala prasangka yang bukan-bukan.
4.) Saling Mengunjungi Kelas
Yang dimaksud dengan saling mengunjungi kelas ialah saling
mengunjungi antara guru yang satu dengan guru yang lain yang sedang
mengajar. Kegiatan ini dimaksudkan untuk bertukar pengalaman.
Keuntungannya yaitu mengamati rekan lain yang sedang memberi
pelajaran, membantu guru-guru yang ingin memperoleh pengalaman atau
keterampilan tentang teknik dan metode mengajar, memberi motivasi yang
terarah terhadap aktiviats mengajar, sifat bawahan dengan pemimpin tidak
ada sama sekali sehingga diskusi berlangsung secara wajar dan mudah
mencari penyelesaian masalah.
5.) Menilai Diri Sendiri
Salah satu tugas yang tersukar adalah menilai kemampuan diri sendiri
dalam menyajikan bahan pelajaran. Untuk mengukur kemampuan
mengajarnya, di samping menilai murid-muridnya, juga penilaian terhadap
diri sendiri merupakan teknik yang dapat membantu guru dalam
pertumbuhannya. Alat yang dapat digunakan yaitu: daftar
pandangan/pendapat yang disampaikan pada murid-murid untuk menilai
pekerjaan atau suatu aktivitas, menganalisis tes-tes terhadap unit-unit
kerja, mencatat aktivitas murid-murid dalam suatu catatan (record) baik
mereka bekerja secara kelompok maupun perorangan.
38
b. Teknik kelompok
Yang dimaksud dengan teknik kelompok ialah supervisi yang dilakukan
secara kelompok. Adapun kegiatan yang dapat dilakukan antara lain: 34
1.) Rapat Guru
Berbagai hal yang dapat dijadikan bahan dalam rapat-rapat yang
diadakan dalam rangka kegiatan supervisi seperti hal-hal yang
berhubungan dengan pelaksanaan dan pengembangan kurikulum.
Tujuannya yaitu untuk memberikan bantuan kepada seluruh guru secara
umum.
2.) Mengadakan Diskusi Kelompok
Diskusi kelompok dapat diadakan dengan membentuk kelompok-
kelompok guru bidang studi sejenis (biasanya untuk sekolah lanjutan).
Untuk SD dapat pula dibentuk kelompok-kelompok guru yang berminat
pada mata pelajaran-mata pelajaran tertentu. Kelompok-kelompok yang
telah dibentuk itu diprogramkan untuk mengadakan pertemuan atau
diskusi guna membicarakan hal-hal yang berhubungan dengan usaha
pengembangan dan peranan proses belajar-mengajar. Di dalam diskusi
supervisor atau kepala sekolah dapat memberikan pengarahan, bimbingan,
nasihat-nasihat ataupun saran-saran yang diperlukan.
3.) Mengadakan Penataran-Penataran
Teknik kelompok yang dilakukan melalui penataran-penataran sudah
banyak dilakukan. Misalnya penataran untuk guru-guru bidang studi
tertentu, penataran tentang metodologi pengajaran dan penataran tentang
administrasi pendidikan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa teknik supervisi dibagi
menjadi dua golongan antara lain teknik yaitu perseorangan atau individu dan
teknik kelompok. Teknik individu ini diberikan kepada guru yang mempunyai
masalah tertentu yang bersifat perorangan. Yang termasuk dalam teknik
individu ini adalah kunjungan kelas, observasi kelas, percakapan pribadi,
34 Ngalim Purwanto, Drs.M., Administrasi dan Supervisi pendidikan..., h. 122.
39
saling mengunjungi kelas, dan menilai diri sendiri. Sedangkan teknik
kelompok ditujukan pada dua orang atau lebih, guru-guru yang memiliki
masalah yang sama akan dikelompokkan dan diberi layanan supervisi sesuai
kebutuhan. Yang termasuk dalam teknik kelompok adalah rapat guru, diskusi
kelompok dan penataran.
Dari sekian banyak teknik tersebut, belum tentu cocok untuk membina
semua guru. Misalkan salah satu teknik cocok diterapkan pada seorang guru,
tetapi teknik tersebut tidak cocok diterapkan pada guru yang lainnya. Ini
berarti bahwa kepala sekolah harus mampu menetapkan teknik mana yang
tepat yang sekiranya mampu mengembangkan kemampuan para guru. Oleh
sebab itu kepalasekolah harus mengetahui kepribadian guru dan karakteristik
teknik-teknik tersebut sehingga dapat menyesuaikan teknik mana yang tepat.
8. Pelaksanaan Supervisi Akademik
Ada lima langkah pembinaan kemampuan guru melalui pelaksanaan
supervisi akademik, yaitu: (1) menciptakan hubungan-hubungan yang
harmonis, (2) analisis kebutuhan, (3) mengembangkan strategi dan media, (4)
menilai, dan (5) revisi. Langkah-langkah tersebut dijelaskan sebagai berikut:35
1. Menciptakan hubungan yang harmonis
Komunikasi antara kepala sekolah dan guru dikatakan efektif apabila
guru benar-benar menerima supervisi akademik sebagai upaya pembinaan
kemampuannya. Dalam upaya ini, diperlukan kejelasan informasi
mengenai hakikat dan tujuan supervisi akademik. Dalam upaya
memperjelas program supervisi akademik, tentu diperlukan suatu cara dan
prinsip-prinsip tertentu dalam berkomunikasi. Bagaimanakah
berkomunikasi secara efektif.
Ada sejumlah prinsip komunikasi yang harus diterapkan oleh kepala
sekolah, sebagaimana dikemukakan oleh Marks, Stoops dan Stoops, yaitu:
a) Berbicaralah sebijaksana dan sebaik mungkin; b) Ikutilah pembicaraan
35 Drs. Mu’arif SAM, M.Pd., Modul Pendidikan dan Pelatihan profesi Guru: Supervisi
Akademik, (Jakarta: Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, 2009), h. 37-41.
40
orang lain secara saksama; c) Ciptakan hubungan interpersonal antar
personil; d) Berpikirlah sebelum berbicara; e) Ikutilah norma-norma yang
berlaku pada latar sekolah; f) Usahakanlah untuk memahami pendapat
orang lain; g) Konsentrasikan pada pesanmu, bukan pada dirimu sendiri;
h) Kumpulkan materi untuk mengadakan diskusi bila perlu; i) Persingkat
pembicaraan; j) Ciptakan ketidaksanggupan; k) Bersemangatlah; l)
Raihlah sikap orang lain untuk membantu program; m) Berkomunikasilah
dengan “eye communication”; n) Selalu mencoba; o) Jadilah pendengar
yang baik; dan p) Ketahuilah kapan sebaiknya berhenti berkomunikasi.
2. Analisis kebutuhan
Sebagai langkah kedua dalam pembinaan keterampilan pengajaran
guru adalah analisis kebutuhan (needs assessment). Secara hakiki, analisis
kebutuhan merupakan upaya menentukan perbedaan antara pengetahuan,
keterampilan, dan sikap yang dipersyaratkan dan yang secara nyata
dimiliki. Prinsip supervisi pengajaran yang ketujuh, sebagaimana telah
dikemukakan di muka, adalah obyektif, artinya dalam penyusunan
program supervisi pengajaran harus didasarkan pada kebutuhan nyata
pengembangan profesional guru. Dalam upaya memenuhi prinsip ini
diperlukan analisis kebutuhan tentang keterampilan pengajaran guru yang
harus dikembangkan melalui supervisi pengajaran.
Adapun langkah-langkah menganalisis kebutuhan yaitu: a)
Mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan atau masalah-masalah pendidikan-
perbedaan (gap) apa saja yang ada antara pengetahuan, keterampilan, dan
sikap yang nyata dimiliki guru dan yang seharusnya dimiliki guru?
Perbedaan di kelompok, disintesiskan, dan diklasifikasi; b)
Mengidentifikasi lingkungan dan hambatan-hambatannya; c) Menetapkan
tujuan umum jangka panjang; d) Mengidentifikasi tugas-tugas manajemen
yang dibutuhkan fase ini, seperti keuangan, sumber-sumber, perlengkapan
dan media; e) Mencatat prosedur-prosedur untuk mengumpulkan informasi
tambahan tentang pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dimiliki
guru. Pergunakanlah teknik-teknik tertentu, seperti mengundang konsultan
41
dari luar sekolah, wawancara, dan kuesioner; f) Mengidentifikasi dan
mencatat kebutuhan-kebutuhan khusus pembinaan keterampilan
pembelajaran guru. Pergunakanlah kata-kata perilaku atau performansi; g)
Menetapkan kebutuhan-kebutuhan pembinaan keterampilan pembelajaran
guru yang bisa dibina melalui teknik dan media selain pendidikan; h)
Mencatat dan memberi kode kebutuhan-kebutuhan pembinaan
keterampilan pembelajaran guru yang akan dibina melalui cara-cara
lainnya.
3. Mengembangkan strategi dan media
Setelah tujuan-tujuan pembinaan keterampilan pengajaran berdasarkan
kebutuhan-kebutuhan pembinaan yang diperoleh melalui analisis
kebutuhan di atas, kepala sekolah menganalisis setiap tujuan untuk
menentukan bentuk-bentuk teknik dan media supervisi akademik yang
akan digunakan. Tujuan pengembangan strategi dan media supervisi
akademik ini yaitu:
a. Mendaftar pembinaan-pembinaan keterampilan pengajaran yang akan
dilakukan dengan menggunakan teknik supervisi individual;
b. Mendaftar pembinaan keterampilan pengajaran yang akan dilakukan
melalui teknik supervisi kelompok;
c. Mendaftar mengidentifikasi dan memilih teknik dan media supervisi
yang siap digunakan untuk membina keterampilan pengajaran guru
yang diperlukan.
Setelah mengembangkan teknik dan media supervisi akademik,
mulailah dilakukan pembinaan keterampilan pembelajaran guru dengan
menggunakan teknik dan media tertentu sebagaimana telah dikembangkan.
4. Penilaian Keberhasilan Supervisi Akademik
Penilaian merupakan proses sistematik untuk menentukan tingkat
keberhasilan yang dicapai. Dalam konteks supervisi akademik, penilaian
merupakan proses sistematik untuk menentukan tingkat keberhasilan yang
dicapai dalam pembinaan keterampilan pembelajaran guru. Tujuan
penilaian pembinaan keterampilan pembelajaran adalah untuk:
42
d. Menentukan apakah guru telah mencapai kriteria pengukuran
sebagaimana dinyatakan dalam tujuan pembinaan
e. Menentukan validitas teknik pembinaan dan komponen-komponennya
dalam rangka perbaikan proses pembinaan berikutnya.
Prinsip dasar dalam merancang dan melaksanakan program penilaian
adalah bahwa penilaian harus mengukur performansi atau perilaku yang
dispesifikasi pada tujuan supervisi akademik guru. Langkah-langkahnya
adalah: a) Katakan dengan jelas teknik-teknik penilaian; b) Tulislah
masing-masing tujuan; c) Pilihlah atau kembangkan instrumen-instrumen
pengukuran yang secara efektif bisa menilai hasil yang telah dispesifikasi;
d) Uji lapangan untuk mengetahui validitasnya; e) Organisasikan, analisis,
dan rangkumlah hasilnya.
5. Perbaikan Program Supervisi Akademik
Sebagai langkah terakhir dalam pembinaan keterampilan pengajaran
guru adalah merevisi program pembinaan. Revisi ini dilakukan seperlunya,
sesuai dengan hasil penilaian yang telah dilakukan. Langkah-langkahnya
adalah: a) Me-review rangkuman hasil penilaian; b) Apabila ternyata
tujuan pembinaan keterampilan pengajaran guru tidak dicapai, maka
sebaiknya dilakukan penilaian ulang terhadap pengetahuan, keterampilan
dan sikap guru yang menjadi tujuan pembinaan; c) Apabila ternyata
memang tujuannya belum tercapai maka mulailah merancang kembali
program supervisi akademik guru untuk masa berikutnya; d)
Mengimplementasikan program pembinaan yang telah dirancang kembali
pada masa berikutnya.
Dengan demikian, jelas dapat dipahami bahwa terdapat beberapa
langkah pembinaan kemampuan guru dalam pelaksanaan supervisi
akademik yang perlu dilakukan secara sistematis. Langkah awal yaitu
menciptakan hubungan yang harmonis antara kepala sekolah dan guru,
serta semua pihak yang terkait dengan program pembinaan keterampilan
pembelajaran guru. Hal ini untuk mengetahui kejelasan informasi, karena
43
tanpa adanya kejelasan informasi, guru akan kebingungan, tidak tahu yang
diharapkan kepala sekolah, dan tujuan pokok dalam pengukuran
kemampuan guru.
Selanjutnya yaitu menganalisis kebutuhan yang merupakan upaya
menentukan perbedaan antara pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang
dipersyaratkan dan yang secara nyata dimiliki. Dalam penyusunan
program supervisi akademik harus didasarkan pada kebutuhan nyata
pengembangan profesional guru, maka diperlukanlah analisis kebutuhan
tentang keterampilan pengajaran guru yang harus dikembangkan melalui
supervisi akademik.
Setelah itu kepala sekolah menganalisis setiap tujuan untuk
menentukan bentuk-bentuk teknik dan media supervisi akademik yang
akan digunakan. Setelah mengembangkan teknik dan media supervisi
akademik, mulailah dilakukan pembinaan keterampilan pembelajaran guru
dengan menggunakan teknik dan media tertentu sebagaimana telah
dikembangkan. Berikutnya, yaitu mangadakan penilaian untuk
menentukan tingkat keberhasilan yang dicapai dalam pembinaan
keterampilan pembelajaran guru. Penilaian tersebut harus mengukur
performansi atau perilaku yang dispesifikasi pada tujuan supervisi
akademik guru.
Dan sampailah pada langkah terakhir yaitu revisi. Revisi ini dilakukan
seperlunya, sesuai dengan hasil penilaian yang telah dilakukan. Namun
apabila ternyata tujuan pembinaan keterampilan pengajaran guru tidak
dicapai, maka sebaiknya dilakukan penilaian ulang. Dan apabila ternyata
memang tujuannya belum tercapai maka mulailah merancang kembali
program supervisi akademik guru untuk masa mendatang.
C. Kerangka Berfikir
Sumberdaya guru sangat penting bagi suatu organisasi sekolah, karena faktor
sumberdaya guru tidak dapat digantikan oleh teknologi apapun. Dengan demikian
kelangsungan hidup organisasi sekolah sangat tergantung salah satunya pada
44
faktor guru. Agar seorang guru di SMPN 106 dapat melaksanakan tugas dengan
baik, maka harus memiliki motivasi kerja yang tinggi sehingga dapat memperoleh
hasil kerja yang tinggi pula. Namun jika guru di SMPN 106 Jakarta tidak
mempunyai motivasi dalam bekerja akan mengakibatkan tugas dan pekerjaan
tidak dapat diselesaikan sesuai standar dan prosedur yang telah ditetapkan.
Penerapan supervisi yang tepat dengan memperhatikan tujuannya mempunyai
pengaruh yang berarti untuk memotivasi guru dalam bekerja. Pemberian motivasi
melalui supervisi akademik dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalkan
melalui pengembangan potensi, melibatkan guru dalam menentukan kebijakan,
memberikan konsultasi, memberikan kesempatan untuk berkreasi maupun dengan
cara pemberian insentif dan lain sebagainya. Cara-cara tersebut dapat merangsang
motivasi mereka untuk lebih bersemangat dalam bekerja sehingga tujuan
pembelajaran tercapai. Jika supervisi yang dilakukan kepala sekolah, hasilnya
baik maka akan berdampak pada motivasi kerja guru yang tinggi, namun
sebaliknya jika hasil supervisi kepala sekolah tidak baik maka motivasi kerja guru
pun rendah. Oleh karena itu, supervisi akademik merupakan pendekatan yang
harus dilakukan oleh kepala sekolah untuk berusaha mendorong dan
mengarahkan para guru agar mempunyai motivasi kerja yang tinggi.
D. Pengajuan Hipotesis
a. Hipotesis Nol (Ho): Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara
intensitas pelaksanaan supervisi akademik kepala sekolah dengan motivasi
kerja guru.
b. Hipotesis Alternatif (Ha): Terdapat hubungan yang signifikan antara
intensitas pelaksanaan supervisi akademik kepala sekolah dengan motivasi
kerja guru.
45
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan intensitas
pelaksanaan supervisi akademik kepala sekolah dengan motivasi kerja guru di
SMPN 106 Jakarta.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada salah satu lembaga pendidikan menengah
pertama di Jakarta, yaitu SMPN 106 Jakarta di Jln. H. Baping No.28. Ciracas
Jakarta Timar 13740. Penelitian dilakukan selama 4 bulan pada bulan Juli
sampai November tahun 2010.
C. Metode Penelitian
Untuk memudahkan peneliti dalam memperoleh data yang diperlukan,
peneliti menggunakan metode penelitian korelasional. Metode korelasional ini
digunakan untuk mengetahui hubungan intensitas pelaksanaan supervisi
akademik kepala sekolah dengan motivasi kerja guru.
45
46
D. Populasi dan Sample
Menurut pendapat Suharsimi Arikunto, populasi adalah keseluruhan subjek
penelitian.1 Dengan demikian yang menjadi populasi dalam penelitian ini
adalah kepala sekolah dan seluruh guru di SMPN 106 Jakarta yang berjumlah
40 orang.
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut. Menurut Suharsimi Arikunto menyatakan: “Apabila
subyeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sekaligus sehingga
penelitiannya penelitian populasi. Jika jumlah subyeknya besar maka diambil
10-15%, atau 20-25% atau lebih”.2
E. Variable Penelitian
Variabel penelitian terdiri dari:
a. Variable bebas (X): Intensitas pelaksanaan supervisi akademik kepala
sekolah
b. Variable terikat (Y): Motivasi kerja
F. Instrumen Penelitian
Peneliti di dalam menetapkan metode penelitian menggunakan instrumen
atau alat, agar data yang diperoleh lebih baik.3 Instrumen penelitian yang
digunakan yaitu angket/kuesioner. Angket atau kuesioner adalah alat
pengumpulan data yang berisi daftar pertanyaan atau pernyataan yang disusun
secara tertulis dan digunakan untuk memperoleh keterangan atau informasi
dari responden. Jenis angket yang digunakan adalah angket tertutup dengan
pilihan jawaban, maksudnya peneliti sudah menyiapkan alternatif jawaban
dan responden tinggal memilih satu jawaban yang telah tersedia sesuai
dengan kenyataan atau keadaan yang sebenarnya. Angket terdiri dari 27 item
pernyataan pilihan yaitu 15 item pernyataan pilihan untuk intensitas
1 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2006), Cet. Ke-13. h. 130. 2 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik..., h. 134. 3 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik..., h. 160.
47
pelaksanaan supervisi akademik kepala sekolah dan 12 item pernyataan
pilihan untuk motivasi kerja guru.
Adapun kisi-kisi instrumen kuesioner dapat dilihat pada tabel di bawah
ini:
Tabel 2
Kisi-kisi Instrumen Kuesioner Hubungan Intensitas Pelaksanaan Supervisi
Akademik Kepala Sekolah dengan Motivasi Kerja Guru di SMPN 106 Jakarta
Variable Dimensi Indikator No.
Item Jml.
Intensitas
Pelaksanaan
Supervisi
Akademik
Kepala
Sekolah
1. Pembinaan dan
Pengembangan
kurikulum
1.1. Mengkoordinasi staf
mengajar
1.2. Memberikan informasi
pendidikan
1.3. Mengembangkan
program belajar
2
4
5
1
1
1
2. Perbaikan
proses
pembelajaran
2.1. Menciptakan kondisi
belajar dan iklim
pembelajaran yang
kondusif
2.2. Memberi pengarahan
kepada guru tentang cara
mengelola kelas
2.3. Membimbing guru
membuat persiapan
mengajar
2.4. Mengembangkan model
pembelajaran bersama
guru
2.5. Mengembangkan media
9
10
8
15
14
1
1
1
1
1
48
belajar bersama guru
2.6. Membimbing guru
dalam mengevaluasi
hasil belajar
13
1
3. Pengembanga
n/pembinaan
sumberdaya
guru
3.1. Memberikan kesempatan
kepada guru-guru untuk
mengikuti penataran
3.2. Memberi kesempatan
kepada guru-guru untuk
mengikuti seminar
pendidikan yang sesuai
dengan minatnya
3.3. Mengadakan diskusi-
diskusi kelompok di
sekolah
3.4. Memberikan konsultasi
11
7
12
6
1
1
1
1
4. Pemberian
Reward and
Punishment
4.1. Menegakkan disiplin dan
sanksi-sanksi
4.2. Memberikan
penghargaan bagi guru
yang berprestasi
1
3
1
1
Motivasi
Kerja Guru
1. Fisik 1.1. Balas jasa
23
1
2. Keamanan
2.2. Perlindungan
2.3. Kondisi kerja yang baik
24
25
1
1
3. Sosial atau
afiliasi
3.1. Penerimaan oleh
kelompok
3.2. Perasaan ikut serta
3.3. Persahabatan
3.4. Hubungan antar pribadi
22
21
26
27
1
1
1
1
49
(atasan, bawahan dan
rekan sekerja
4. Penghargaan
4.1. Memperoleh pengakuan
4.2. Kesempatan untuk
promosi
4.3. Penghargaan atas
prestasi
19
18
20
1
1
1
5. Aktualisasi diri 5.1. Pertumbuhan dan
Pengembangan diri
5.2. Penggunaan potensi diri
16
17
1
1
Jumlah 27
Untuk menentukan skor pilihan jawaban angket yang keseluruhannya
bersifat positif, digunakan skor skala Likert yaitu pilihan jawaban “selalu”
mendapat skor 4, “sering” mendapat skor 3, “kadang-kadang” mendapat skor
2 dan “tidak pernah” mendapatkan skor 1.
a. Uji Validitas Instrument Penelitian
Sebelum instrumen digunakan dalam penilaian, instrumen tersebut perlu
diuji tingkat validitas dan reliabilitasnya. Uji validitas dilakukan untuk
mengetahui tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrument. Sebuah
instrument dikatakan valid apabila instrument tersebut mampu mengukur
apa yang hendaknya diukur.4 Butir-butir instrumen yang valid digunakan
untuk alat pengukuran dalam penilaian, sedangkan butir instrumen yang
tidak valid dibuang atau tidak dipakai. Uji validitas yang digunakan
dalam penelitian ini adalah dengan mengunakan rumus product moment
dari Pearson, yaitu dengan mengkorelasikan jumlah skor tiap butir
dengan jumlah skor total.
4 Sugiyono, Metode Penelitian Administrasi (Bandung: Alfabeta, 2002), cet.ke-8, h.97
50
2222 yyNxxN
yxxyNrxy
Nilai rxy (r-hitung) yang didapat dari perhitungan menggunakan rumus di
atas, kemudian dibandingkan dengan nilai r-kritis. Jika r-hitung > r-kritis
maka butir soal valid, sebaliknya jika r-hitung < r-kritis maka soal
dinyatakan tidak valid. Menurut Masrun sebagaimana dikutif oleh
Sugiono menyatakan bahwa sebuah item dinyatakan valid apabila
memenuhi syarat minimum yaitu jika r ≥ 0,3. Jadi, kalau korelasi antar
butir dengan skor total kurang dari 0,3 maka butir dalam instrument
tersebut dinyatakan tidak valid.5
Berikut adalah hasil perhitungan item valid dan drop dengan
menggunakan rumus Pearson dari program Microsoft Excel:
Tabel 3.
Perhitungan Nomor Item Valid dan Drop
No. Item Koefisien Korelasi
“r-hitung” r-kritis Status
1. 0,30 0.3 Drop
2. 0,49 0.3 Valid
3. 0,32 0.3 Valid 4. 0,70 0.3 Valid 5.
0,54 0.3 Valid 6. 0,75 0.3 Valid 7. 0,77 0.3 Valid 8.
0,60 0.3 Valid 9. 0,78 0.3 Valid 10. 0,60 0.3 Valid 11.
0,82 0.3 Valid 12.
0,58 0.3 Valid
5 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta,
2009), Cet.7, h. 134.
51
13. 0,24 0.3 Drop 14.
0,67 0.3 Valid 15.
0,80 0.3 Valid 16. 0,92 0.3 Valid 17. 0,55 0.3 Valid 18.
0,69 0.3 Valid 19. 0,15 0.3 Drop 20. 0,37 0.3 Valid 21.
0,33 0.3 Valid 22. 0,44 0.3 Valid 23. 0,54 0.3 Valid 24.
0,64 0.3 Valid 25.
0,79 0.3 Valid 26. 0,69 0.3 Valid 27. 0,83 0.3 Valid 28.
0,61 0.3 Valid 29. 0,37 0.3 Valid 30. 0,49 0.3 Valid
Dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa dari 30 item soal terdapat 3
soal yang drop (tidak valid) yaitu nomor 1, 13, dan 19. Sedangkan soal
yang valid berjumlah 27.
b. Reliabilitas Instrumen
Suatu instrument dikatakan reliable apabila instrument tersebut cukup
baik sehingga mampu mengungkapkan data yang bisa dipercaya.6 Dalam
penelitian ini, untuk menguji reliabilitas instrument digunakan rumus
alpha, yaitu sebagai berikut:
6 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian … Cet. Ke-13, hal.179
52
2
2
11 11 t
b
kkr
dengan
nnx
xb
22
2
Keterangan:
r11 = reliabilitas instrument
k = banyakanya butir pertanyaan
∑σb2 = jumlah varians butir
σt2 = varians total
x = skor butir
n = jumlah responden
Setelah dilakukan penghitungan dengan rumus alpha di atas, didapat
jumlah varians butir (∑σb2) = 18,4711. Selanjutnya adalah mencari nilai
varians total, yaitu sebagai berikut:
ondenjumlahrespondenjumlahresptotaljumlahskoralratskortotjumlahkuad
t
2
2
1515
13461237602
15
151811716123760
15
067,120781123760
15
933,2978
596,198
Keterangan: Tabel penolong untuk perhitungan uji reliabilitas sebagaimana
terlampir.
53
Dengan demikian telah diketahui nilai:
k = 30
∑σb2 = 18,4711
σt2 = 198,596
n = 15
Terakhir, nilai-nilai tersebut dimasukan ke dalam rumus reliabilitas:
596,1984711,181
13030
11r
093,012930
939,0938745,0
907,0035,1
Dengan demikian diketahui nilai reliabilitas instrument adalah
sebesar 0,823. Karena nilai reliabilitas cukup besar yaitu 0,823, maka
dapat dikatakan instrumen bersifat reliabel.
G. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan langkah yang sangat penting dalam
metode ilmiah. Data mengenai intensitas pelaksanaan supervisi akademik
kepala sekolah dan motivasi kerja guru dikumpulkan melalui angket,
kemudian hasilnya dikorelasikan.
H. Teknik Analisa Data dan Teknik Interpretasi Data
Analisa data merupakan proses yang dilakukan untuk menguraikan data
yang diperoleh, agar data tersebut dapat dipahami. Analisa data ini termasuk
mengolah data yang telah dikumpulkan untuk menentukan kesimpulan.
Untuk menentukan tingkat motivasi kerja guru dan intensitas pelaksanaan
supervisi akademik kepala sekolah. Langkah-langkah yang digunakan
pertama membuat tabel distribusi frakuensi dari skor hasil angket. Kedua,
dari tabel tersebut ditentukan nilai mean (rata-rata) dengan menggunakan
54
rumus: fixifiX
. . Ketiga, setelah didapat nilai rata-rata kemudian
dikonsultasikan dengan tabel berikut:
Tabel 4.
Tingkat Motivasi Kerja Guru
No Skor Keterangan Motivasi Kerja Guru
1. 12 – 24 Rendah
2. 25 – 36 Sedang
3. 37 – 48 Tinggi
Tabel 5.
Tingkat Intensitas Pelaksanaan Supervisi Akademik Kepala Sekolah
No Skor Ket. Intensitas Pelaksanaan Supervisi Akademik
Kepala Sekolah
1. 15 – 30 Rendah
2. 31 – 45 Sedang
3. 46 – 60 Tinggi
Mengingat metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
korelasional, maka langkah-langkah yang digunakan dalam menganalisis data
adalah sebagai berikut:
a. Uji Hipotesis menggunakan rumus Product Moment sebagai berikut:
2222 yyNxxN
yxxyNrxy
Keterangan: rxy : Angka indeks korelasi ”r” Product Moment
N : Number of cases
xy : Jumlah hasil perkiraan antara skor x dan skor y
x : Jumlah seluruh skor x
y : Jumlah seluruh skor y7
7 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian…, hal.274
55
Selanjutnya untuk memberikan interpretasi terhadap rxy, penulis
berpatokan pada koefisien korelasi (r) sebagai berikut:8
Besarnya nilar r Interpretasi
Antara 0,800 sampai dengan 1,00
Antara 0,600 sampai dengan 0,800
Antara 0,400 sampai dengan 0,600
Antara 0,200 sampai dengan 0,400
Antara 0,000 sampai dengan 0,200
Tinggi
Cukup
Agak rendah
Rendah
Sangat rendah (Tidak berkorelasi)
b. Uji signifikansi
Uji signifikansi dimaksudkan untuk mengetahui apakah hubungan
korelasi yang ditemukan tersebut signifikan untuk seluruh populasi,
dengan kata lain uji signifikansi dilakukan untuk menguji hipotesis,
apakah Ho diterima atau ditolak. Caranya yaitu dengan mengkonsultasikan
nilai-nilai “r” yang didapat dengan nilai “r” product moment pada tabel (r-
tabel). Ketentuannya, jika r-hitung > r-tabel maka Ha diterima, sedangkan jika
r-hitung < r-tabel maka Ho diterima.
c. Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi merupakan besarnya pengaruh variabel bebas
terhadap variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah
disiplin belajar, sedangkan variabel terikatnya adalah prestasi belajar.
Besarnya koefisien determinasi ditentukan dengan rumus sebagi berikut:
KD = r2 x 100%
Keterangan:
KD = Koefisien Determinasi
r = Nilai r-hitung
I. Hipotesis Statistik
Hipotesis statistik dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Ho = µ = 0 (tidak ada hubungan)
2. Ha = µ ≠ 0 (ada hubungan)
8 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian…, hal.276
56
BAB IV
HASILPENELITIAN
A. Deskripsi Data
1. Data Motivasi Kerja Guru
Motivasi kerja guru di SMPN 106 Jakarta diukur dengan menggunakan
angket. Angket kemudian disebarkan kepada seluruh guru yang berjumlah
40 orang. Angket tersebut terdiri dari 12 item pernyataan pilihan untuk
variabel motivasi kerja guru. Angket yang telah diisi oleh responden
kemudian diberi skor, diolah kemudian dianalisis untuk mencari nilai rata-
rata (mean).
Jumlah skor hasil angket motivasi kerja tiap responden dapat dilihat
pada tabel berikut:
Tabel 6.
Jumlah Skor Hasil Angket Motivasi Kerja Guru
No.
Resp. ∑ Skor
No.
Resp. ∑ Skor
No.
Resp. ∑ Skor
No.
Resp. ∑ Skor
1. 36 11. 39 21. 44 31. 33
2. 37 12. 30 22. 43 32. 34
3. 44 13. 35 23. 37 33. 46
4. 48 14. 41 24. 36 34. 32
5. 32 15. 45 25. 45 35. 31
56
57
6. 45 16. 42 26. 37 36. 47
7. 40 17. 45 27. 33 37. 35
8. 36 18. 32 28. 40 38. 34
9. 39 19. 40 29. 43 39. 42
10. 36 20. 42 30. 33 40. 41
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa skor tertinggi didapat oleh
responden no. 4 dengan jumlah skor 48. Sedangkan skor terendah didapat
oleh responden no. 12 dengan jumlah skor 30. Data jumlah skor angket
tersebut, kemudian dianalisis melalui langkah-langkah sebagai berikut:
1) Membuat tabel distribusi frekuensi, dengan terlebih dahulu
menentukan:
a) Menentukan range (R)
R = nilai tertinggi – nilai terendah
= 48 – 30
= 18
b) Banyaknya Kelas (k)
k = 1+3,322 log N
= 1+3,322 log 40
= 1+3,322 (1,602)
= 1+5,321
= 6,321 ≈ 6
c) Interval Kelas (c)
c kR
6
18
= 3
58
Tabel 7.
Distribusi Frekuensi Motivasi Kerja Guru
Interval Kelas fi xi fixi 30 – 32 5 31 155 33 – 35 7 34 238 36 – 38 7 37 259 39 – 41 7 40 280 42 – 44 7 43 301 45 – 47 6 46 279 48 – 50 1 49 49
∑ 40 1561 2) Menentukan nilai mean (rata-rata)
Nilai mean ditentukan dengan menggunakan rumus:
i
ii
fxf
X
Dari tabel .... diketahui: ii xf = 1561 dan if = 40.
Maka : 40
1561X
3902,39
Setelah dikonsultasikan ke dalam tabel interpretasi, didapat intensitas
pelaksanaan supervisi akademik kepala sekolah SMPN 106 Jakarta berada
pada tingkat tinggi dengan jumlah skor 39.
2. Data Intensitas Pelaksanaan Supervisi Akademik Kepala Sekolah
Intensitas Pelaksanaan Supervisi Akademik Kepala sekolah juga diukur
dengan menggunakan angket. Angket tersebut terdiri dari 15 item
pernyataan pilihan yang disebarkan keseluruh guru di SMPN 106 Jakarta.
Angket tersebut pun setelah diisi oleh responden diberi skor, diolah
kemudian dianalisis untuk mencari nilai rata-rata (mean).
59
Jumlah skor hasil angket intensitas pelaksanaan supervisi akademik
kepala sekolah tiap responden dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 8.
Jumlah Skor Hasil Angket Intensitas Pelaksanaan Supervisi
Akademik Kepala Sekolah
No.
Resp. ∑ Skor
No.
Resp. ∑ Skor
No.
Resp. ∑ Skor
No.
Resp. ∑ Skor
1. 31 11. 45 21. 58 31. 40
2. 52 12. 45 22. 43 32. 45
3. 45 13. 45 23. 44 33. 56
4. 57 14. 52 24. 30 34. 31
5. 36 15. 53 25. 49 35. 31
6. 53 16. 52 26. 34 36. 56
7. 38 17. 44 27. 45 37. 39
8. 30 18. 33 28. 34 38. 33
9. 53 19. 45 29. 49 39. 50
10. 33 20. 49 30. 36 40. 54
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa skor tertinggi didapat oleh
responden no. 21 dengan jumlah skor 58. Sedangkan skor terendah didapat
oleh responden no. 8 dan 24 dengan jumlah skor 30. Data jumlah skor
angket tersebut, kemudian dianalisis melalui langkah-langkah sebagai
berikut:
1) Membuat tabel distribusi frekuensi, dengan terlebih dahulu
menentukan:
a) Menentukan range (R)
R = nilai tertinggi – nilai terendah
= 58 – 30
= 28
b) Banyaknya Kelas (k)
k = 1+3,322 log N
60
= 1+3,322 log 40
= 1+3,322 (1,602)
= 1+5,321
= 6,321 ≈ 6
c) Interval Kelas (c)
c kR
628
= 4,666 ≈ 5
Tabel 9.
Distribusi Frekuensi Intensitas Pelaksanaan Supervisi Akademik
Kepala Sekolah
Interval Kelas fi xi fixi 30 – 34 10 32 320 35 – 39 4 37 148 40 – 44 4 42 168 45 – 49 10 47 470 50 – 54 8 52 416 55 – 59 4 57 228
∑ 40 1750 2) Menentukan nilai mean (rata-rata)
Nilai mean ditentukan dengan menggunakan rumus:
i
ii
fxf
X
Dari tabel 4.5 diketahui: ii xf = 1750 dan if = 40.
Maka : 40
1750X
4475,43
Setelah dikonsultasikan ke dalam tabel interpretasi, didapat intensitas
pelaksanaan supervisi akademik kepala sekolah SMPN 106 Jakarta berada
pada tingkat sedang dengan jumlah skor 44.
61
B. Analisis Data dan Interpretasi Data
Data dianalisis dengan menggunakan teknik korelasi product moment dari
Karl Pearson.
1. Uji Hipotesis
Pengujian dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi Product
Moment. Untuk membantu proses perhitungan data statistik, dapat dilihat
pada tabel berikut:
Tabel 10.
Tabel Penolong Untuk Nilai Korelasi Antara Variabel X Dan Y
Resp X Y X2 Y2 XY
1 31 36 961 1296 1116
2 52 37 2704 1369 1924
3 45 44 2025 1936 1980
4 57 48 3249 2304 2736
5 36 32 1296 1024 1152
6 53 45 2809 2025 2385
7 38 40 1444 1600 1520
8 30 36 900 1296 1080
9 53 39 2809 1521 2067
10 33 36 1089 1296 1188
11 45 39 2025 1521 1755
12 45 30 2025 900 1350
13 45 35 2025 1225 1575
14 52 41 2704 1681 2132
15 53 45 2809 2025 2385
16 52 42 2704 1764 2184
17 44 45 1936 2025 1980
18 33 32 1089 1024 1056
19 45 40 2025 1600 1800
62
20 49 42 2401 1764 2058
21 58 44 3364 1936 2552
22 43 43 1849 1849 1849
23 44 37 1936 1369 1628
24 30 36 900 1296 1080
25 49 45 2401 2025 2205
26 34 37 1156 1369 1258
27 45 33 2025 1089 1485
28 34 40 1156 1600 1360
29 49 43 2401 1849 2107
30 36 33 1296 1089 1188
31 40 33 1600 1089 1320
32 45 34 2025 1156 1530
33 56 46 3136 2116 2576
34 31 32 961 1024 992
35 31 31 961 961 961
36 56 47 3136 2209 2632
37 39 35 1521 1225 1365
38 33 34 1089 1156 1122
39 50 42 2500 1764 2100
40 54 41 2916 1681 2214
∑ 1748 1550 79358 61048 68947
Keterangan:
X = Variabel Bebas (Intensitas Pelaksanaan Supervisi Akademik Kepala
Sekolah)
Y = Variabel Terikat (Motivasi Kerja Guru)
63
Proses perhitungan nilai korelasi menggunakan rumus product
moment dari Pearson adalah sebagai berikut:
2222 yyNxxN
yxxyNrxy
22 155061048.40174879358.40
1550174868947.40
2402500244192030555043174320
27094002757880
39420.118816
48480
4683726720
48480
758,68437
48480
6843748480
708,087083887370,0
Nilai r yang didapat dari hasil perhitungan tersebut di atas, jika
dikonsultasikan pada tabel interpretasi maka didapat hubungan antara
variabel X dan Y berkorelasi karena nilai r cukup tinggi yaitu sebesar
0,708.
1. Uji signifikasi
Dari perhitungan di atas didapat nilai r-hitung = 0,708. Sedangkan untuk
nilai r-tabel, dengan jumlah sampel (N=40) pada taraf signifikan 5% didapat
nilai r-tabel = 0,312, sedangkan pada taraf signifikan 1% didapat nilai r-tabel
= 0,403. Jika dibandingkan dengan nilai r-hitung, baik pada taraf signifikan
5% ataupun 1% maka r-hitung > r-tabel, dengan demikian koefisien korelasi
0,708 berarti signifikan.
Hasil tersebut menunjukan bahwa (Ho) yang menyatakan terdapat
hubungan yang signifikan antara intensitas pelaksanaan supervisi
akademik kepala sekolah dengan motivasi kerja guru, ditolak. Sedangkan
64
(Ha) yang menyatakan terdapat hubungan yang signifikan antara intensitas
pelaksanaan supervisi akademik kepala sekolah dengan motivasi kerja
guru, diterima.
2. Koefisien determinasi
Koefisien determinasi merupakan besarnya pengaruh variabel X
terhadap variabel Y. Besarnya koefisien determinasi ditentukan dengan
rumus KD = r2 x 100%. Dari perhitungan nilai korelasi, didapat nilai r
sebesar 0,708, dengan demikian bisa langsung dimasukan ke dalam rumus:
KD = 0,7082 x 100%
= 0,501264 x 100%
= 50,13%
Dari perhitungan tersebut, didapat nilai koefisien determinasi sebesar
50,13%. Ini berarti bahwa intensitas pelaksanaan supervisi akademik
kepala sekolah di SMPN 106 Jakarta memberikan pengaruh sebesar
50,13% terhadap motivasi kerja gurunya. Sedangkan 49,87% lainnya
dipengaruhi oleh faktor lain selain supervisi akademik kepala sekolah.
B. Keterbatasan Penelitian
Walaupun banyak upaya yang telah dilakukan untuk menjaga
kemurnian penelitian, namun ada keterbatasan yang secara akademis harus
diakui. Keterbatasan tersebut adalah:
1. Dalam pengisian angket yang dilakukan oleh responden, boleh jadi tidak
sesuai dengan kondisi/keadaan yang sebenarnya. Padahal kebenaran data
yang diperoleh melalui angket sangat diperlukan.
2. Keterbatasan kemampuan akademik penulis, sehingga memungkinkan
terjadi kesalahan dalam mengolah atau pun menganalisis data.
3. Keterbatasan waktu serta dana yang tersedia.
65
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan hasil penelitian tentang
hubungan intensitas pelaksanaan supervisi akademik kepala sekolah dengan
motivasi kerja guru di SMPN 106 Jakarta, diperoleh temuan-temuan sebagai
berikut:
1. Terdapat hubungan yang signifikan antara intensitas pelaksanaan
supervisi akademik kepala sekolah dengan motivasi kerja guru di SMPN
106 Jakarta dengan nilai korelasi 0,708. Angka tersebut menunjukan nilai
korelasi cukup tinggi.
2. Variabel X (intensitas pelaksanaan supervisi akademik kepala sekolah)
memberikan pengaruh sebesar 50,13% terhadap variabel Y (motivasi
kerja guru).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa intensitas pelaksanaan
supervisi akademik kepala sekolah di SMPN 106 Jakarta memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap motivasi kerja gurunya. Intensitas
Pelaksanaan Supervisi akademik kepala sekolah memberikan pengaruh
sebesar 50,13% terhadap motivasi kerja guru, sementara sebesar 49,87%
dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.
65
66
B. Saran
Dengan memperhatikan hasil penelitian ini, maka saran yang dapat
diberikan yaitu:
a) Bagi Kepala Sekolah:
1. Sebaiknya kepala sekolah perlu meningkatkan atau mengembangkan
program-program yang dapat memotivasi para guru dalam bekerja.
2. Melalui supervisi akademik, kepala sekolah harus dapat mendorong
para guru menerapkan kemampuannya dalam melaksanakan tugas
pokoknya, dan mengembangkan kemampuannya demi terciptanya
kualitas pembelajaran. Serta harus mendorongan mereka untuk
komitmen terhadap tugas dan tangung jawabnya sebagai pendidik.
3. Memotivasi merupakan salah satu faktor penting dalam performansi
kerja guru. Maka kepala sekolah perlu menganalisis faktor-faktor apa
saja yang dapat memotivasi guru dan mengatur strategi agar faktor-
faktor tersebut dapat berfungsi sebagai motivator.
4. Sebagai supersivor internal, kepala sekolah harus lebih
meningkatkan lagi pengawasannya agar jika terdapat permasalahan
dapat diatasi dengan segera dan tidak berlarut-larut. Sehingga segala
aktivitas sekolah dapat terkontrol dengan baik.
b) Saran Bagi Guru yaitu lebih meningkatkan motivasi kerja mereka
sehingga mereka lebih bersungguh-sungguh melaksanakan tugasnya
sebagai pendidik, dan memperhatikan hasil supervisi yang dilakukan
kepala sekolah dan berusaha meningkatkan kemampuannya berdasarkan
hasil supervisi tersebut.