hubungan pendidikan formal ibu dengan perilaku …/hubungan...telah diuji dan sudah disahkan di...
TRANSCRIPT
i
HUBUNGAN PENDIDIKAN FORMAL IBU DENGAN
PERILAKU PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE
PADA KELUARGA
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
AYU MUTIARA SARI
G0006050
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
ii
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi dengan judul : Hubungan Pendidikan Formal Ibu dengan Perilaku Pencegahan Demam Berdarah Dengue Pada Keluarga
Ayu Mutiara Sari, G0006050, Tahun : 2010
Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada Hari Kamis, Tanggal 27 Mei 2010
Pembimbing Utama Prof. Bhisma Murti, dr., MPH., M.Sc., Ph.D. NIP : 195510211994121001 (…………………….) Pembimbing Pendamping Vicky Eko Nurcahyo H., dr., M.Sc.,Sp.THT-KL. NIP : 197709142005011001 (....………………….) Penguji Utama Vitri Widyaningsih, dr. NIP : 198204232008012011 (.................................) Anggota Penguji Endang Sri Hardjanti, dr., P.FarK. NIP : 194710071976112001 (…………………….) Surakarta,
Ketua Tim Skripsi
Sri Wahjono, dr., MKes. NIP : 194508241973101001
Dekan Fakultas Kedokteran UNS
Prof. Dr. A.A. Subijanto, dr., MS
NIP : 194811071973101003
iii
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, 24 Mei 2010
AYU MUTIARA SARI G0006050
iv
ABSTRAK
AYU MUTIARA SARI, G0006050, 2010. Hubungan Pendidikan Formal Ibu dengan Perilaku Pencegahan Demam Berdarah Dengue pada Keluarga. Tujuan penelitian: Di Indonesia penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan masalah kesehatan yang serius. Jumlah kasus DBD cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Meskipun sampai saat ini telah dipakai berbagai strategi pencegahan maupun penanggulangan, tetapi tampaknya belum memberikan hasil seperti yang diharapkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pendidikan formal ibu dengan perilaku pencegahan Demam Berdatah Dengue pada keluarga. Metode penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan pendekatan cross sectional. Subyek penelitian adalah warga di salah satu daerah endemis demam berdarah dengue yaitu di Kelurahan Karangasem Surakarta. Perilaku masyarakat diukur dengan menggunakan kuesioner yang meliputi kuesioner pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat terhadap pencegahan demam berdarah dengue yang terdiri atas 20 item pertanyaan. Hasil penelitian: Hasil penelitian dari total 60 sampel didapatkan skor rata-rata perilaku pencegahan 25 dari skor 40, sedangkan untuk latar belakang pendidikan formal yaitu SD sebanyak 25%, SMP 16,67%, SMA 43,33%, Perguruan Tinggi 15%. Simpulan penelitian: Penelitian ini menyimpulkan terdapat hubungan yang secara statistik signifikan antara pendidikan formal dan perilaku ibu dalam pencegahan demam berdarah dengue pada keluarga. Makin tinggi tingkat pendidikan ibu, makin baik perilku pencegahan DBD.
Kata Kunci : Pendidikan formal ibu, Demam Berdarah Dengue, perilaku pencegahan DBD pada keluarga.
v
ABSTRACT AYU MUTIARA SARI, G0006050, 2010. Correlation Between Maternal Formal Education and Dengue Hemoragic Fever Prevention in Family. Objective: In Indonesia, Dengue Hemoragic Fever (DHF) is still a serious health problem. The number of DHF cases tends to increase from year to year. Although so far has used a variety of prevention and mitigation strategies, but apparently have not provided the expected results. This study aims to determine correlation between maternal formal education with behavioral prevention of Dengue Hemoragic Fever in family. Methods: This was an observational analytic study using cross sectional study. Subject were resident in one of the endemic areas of DHF in the village of Karangasem Surakarta. Community behavior is measured through a questionnaire which included questionnaires of knowledge, attitudes, and community action toward prevention of DHF which consists of 20 items of questions. Results: The results of a total of 60 samples abtained an average score of 25 from preventive behavior score 40, while for the formal educational background as much as 25% of elementary, 16.67% of junior high school, 43.33% of senior high school, and 15% of university. Conclusion: This study concludes that there is a statistically significant correlation between maternal formal education and Dengue Hemoragic Fever prevention in family. The higher the education level of mothers, the better the behavior of DHF prevention. Keywords: Maternal formal education, Dengue Hemoragic Fever, and Dengue Hemoragic Fever prevention in family.
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah Subhaanahu wa Ta’ala atas segala karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Pendidikan Formal Ibu dengan Perilaku Pencegahan Demam Berdarah Dengue pada Keluarga.”
Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan tingkat sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.
Dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari berbagai hambatan dan kesulitan. Namun berkat bimbingan dan bantuan yang diberikan oleh semua pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. A.A. Subijanto, dr., MS selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.
2. Sri Wahjono, dr., M. Kes selaku Ketua Tim Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
3. Prof. Bhisma Murti, dr., MPH., M.Sc., PhD selaku Pembimbing Utama atas semua bimbingan, saran, motivasi, dan masukan dalam penyusunan skripsi.
4. Vicky Eko Nurcahyo H., dr., M.Sc., Sp.THT-KL selaku Pembimbing Pendamping atas semua bimbingan, saran, motivasi, dan masukan dalam penyusunan skripsi.
5. Vitri Widyaningsih, dr. selaku Penguji Utama atas saran dan masukan dalam penyusunan skripsi
6. Endang Sri Hardjanti, dr., P. FarK selaku Anggota Penguji atas saran dan masukan dalam penyusunan skripsi.
7. Ari Natalia Probandari, dr., MPH selaku tim skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan pelayanan dan kemudahan dalam pelaksanaan skripsi.
8. Semua pihak yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membantu penulis maupun sekedar bertukar pikiran dalam proses penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik selalu dari berbagai pihak yang bersifat membangun. Akhir kata penulis berharap semoga apa yang tertuang dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu kedokteran pada umumnya dan bagi pembaca pada khususnya.
Surakarta, Mei 2010
Ayu Mutiara Sari
vii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vi
DAFTAR ISI ....................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ............................................................................ 3
C. Tujuan Penelitian................................................................................. 3
D. Manfaat Penelitian ............................................................................. 3
BAB II LANDASAN TEORI .............................................................................. 5
A. Tinjauan Pustaka ................................................................................ 5
B. Kerangka Pemikiran ........................................................................... 16
C. Hipotesis ............................................................................................ 16
BAB III METODE PENELITIAN ...................................................................... 17
A. Jenis Penelitian ................................................................................... 17
B. Lokasi Penelitian ................................................................................ 17
C. Subyek Penelitian ............................................................................... 17
D. Teknik Sampling ................................................................................ 17
E. Rancangan Penelitian ......................................................................... 18
F. Identifikasi Variabel Penelitian .......................................................... 18
G. Definisi Operasional Variabel Penelitian ........................................... 18
viii
H. Cara Penelitian..................................................................................... 19
I. Teknis Analisis Data ........................................................................... 20
BAB IV HASIL PENELITIAN............................................................................. 21
A. Data Hasil Penelitian ............................................................................ 21
B. Analisis Data Penelitian ....................................................................... 22
BAB V PEMBAHASAN ..................................................................................... 25
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 30
A. Simpulan .............................................................................................. 30
B. Saran .................................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 31
LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Pendidikan Formal Ibu .......................................................................... 21
Tabel 4.2 Distribusi Penyuluhan Pencegahan DBD ............................................. 22
Tabel 4.3 Hasil Analisis Regresi Linier Ganda .................................................... 23
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Pencegahan DBD ......................................... 16
Gambar 3.1 Cara Penelitian ............................................................................... 19
Gambar 4.1 Perbedaan Rata – Rata Skor Perilaku ............................................ 24
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A. Kuesioner Penelitian
Lampiran B. Tabel Tingkat Pendidikan dan Skor Perilaku Pencegahan DBD
Lampiran C. Surat Ijin Penelitian
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan masalah di Indonesia.
Strategi untuk mencegah meluasnya dan bertambahnya kasus DBD ini masih perlu
melibatkan peran serta masyarakat (Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan, DepKes RI, 2007).
Pemberantasan dan pencegahan merebaknya penyakit ini sangat tergantung
dari pengetahuan dan perilaku masyarakat khususnya dalam menjaga kebersihan
lingkungan seperti kebersihan tempat penampungan air dan sampah yang menampung
air. Bahkan telah diperkirakan pada saat musim hujan akan terjadi peningkatan populasi
nyamuk Aedes aegypti yang mengakibatkan timbulnya ledakan wabah DBD di daerah
endemis setiap lima tahun (Suharyono, 1999).
Jumlah kasus DBD cenderung meningkat dari tahun ke tahun, jumlah kasus
tersebut tahun 2002, 2003, 2004 masing-masing sebanyak 40.377; 52.000; 79.462
kasus. Sementara selama 2006, DBD telah menyerang 113.640 korban dan 1.184 di
xii
antaranya meninggal dunia, meningkat dari jumlah kasus tahun 2005 yang total
sebanyak 95.000 kasus dan 1.350 di antaranya berakibat kematian (Ditjen Bina
Kesehatan Masyarakat, DepKes RI, 2007). Pada empat bulan pertama tahun 2007 angka
kejadian DBD melonjak drastis. Kasus penyakit DBD di seluruh Indonesia diperkirakan
mencapai 125.000 selama 2007 (Zubairi, 2007). Pada tahun 2008, kasus DBD di
Indonesia tercatat 137.469 kasus. Sedangkan tahun 2009, dari Januari–Juli kasus DBD di
Indonesia tercatat sebanyak 77.489 orang (Emawati, 2009)
Separuh lebih wilayah kota Solo merupakan daerah endemis demam berdarah.
Dari 51 kelurahan, 38 di antaranya berstatus daerah endemis. Daerah endemis
terutama berada di lokasi rendah, seperti kelurahan Pucangsawit, kelurahan Nusukan,
kelurahan Karangasem, dan kelurahan Semanggi yang memiliki banyak genangan air
(Wahyuningsih, 2007).
Pemberantasan DBD akan berhasil dengan baik jika upaya PSN dengan 3M Plus
dilakukan secara sistematis, terus-menerus berupa gerakan serentak, sehingga dapat
mengubah perilaku masyarakat dan lingkungannya ke arah perilaku dan lingkungan
yang bersih dan sehat, tidak kondusif untuk hidup nyamuk Aedes aegypti (Kandun,
2004).
Pencegahan penyakit DBD menjadi begitu penting dikarenakan antara lain
mobilitas penduduk tinggi, curah hujan yang tinggi, dan masih rendahnya kesadaran
masyarakat terhadap kebersihan dan kesehatan pribadi serta lingkungan. Rendahnya
tingkat pendidikan akan menghambat program pembangunan kesehatan. Seseorang
yang mempunyai latar belakang pendidikan rendah atau buta huruf, pada umumnya
xiii
akan mengalami kesulitan untuk menyerap ide-ide baru dan membuat mereka bersifat
konservatif, karena tidak mengenal alternatif yang lebih baik (Kasnodiharjo, 1998).
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, peningkatan kasus DBD merupakan
hal yang perlu diwaspadai. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku
pencegahan DBD dan salah satunya adalah tingkat pendidikan, maka peneliti ingin
mengetahui lebih lanjut adakah hubungan antara pendidikan formal ibu dengan
perilaku pencegahan demam berdarah dengue pada keluarga.
B. Perumusan Masalah
Adakah hubungan antara pendidikan formal ibu dengan perilaku pencegahan
demam berdarah dengue pada keluarga?
C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui hubungan antara pendidikan formal ibu dengan perilaku
pencegahan demam berdarah dengue pada keluarga.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang perilaku
pencegahan Demam Berdarah Dengue, pada daerah endemis di Surakarta.
2. Manfaat Aplikatif
a. Penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan oleh
petugas kesehatan maupun dinas terkait dalam program pemberantasan DBD.
xiv
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi wacana bagi warga khususnya ibu
rumah tangga, ibu-ibu PKK maupun ibu-ibu kader untuk senantiasa
meningkatkan pendidikan dan pengetahuan dalam rangka memperbaiki perilaku
pencegahan demam berdarah dengue.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Pendidikan Formal
Pendidikan secara etimologi berasal dari bahasa Yunani yaitu paedugogie
yang berarti membimbing anak. Secara luas pendidikan adalah usaha sadar untuk
mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan luar sekolah yang
berlangsung seumur hidup.
Menurut sifatnya, pendidikan dibagi menjadi:
a. Pendidikan informal, yaitu pendidikan yang diperoleh seseorang dari
pengalaman sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar sepanjang hayat.
Pendidikan ini dapat berlangsung dalam keluarga, pergaulan sehari-hari
maupun dalam pekerjaan masyarakat.
b. Pendidikan formal, yaitu pendidikan yang berlangsung secara teratur, bertingkat
dan mengikuti syarat-syarat tertentu secara ketat, pendidikan ini berlangsung di
sekolah.
xv
c. Pendidikan non formal, yaitu pendidikan yang dilaksanakan secara teratur dan
sadar tetapi tidak terlalu mengikuti peraturan yang ketat.
Menurut tingkat dan sistem persekolahan di Indonesia pendidikan
dikelompokkan menjadi:
a. Tingkat pra sekolah
b. Tingkat Sekolah Dasar
c. Tingkat Sekolah Menengah Pertama
d. Tingkat Sekolah Menengah Atas, maupun Kejuruan STM, SMEA
e. Tingkat Perguruan Tinggi, jalur gelar (S-1, S-2, S-3) dan jalur non gelar (D-1, D-2,
D-3)
(Ahmadi dan Uhbiyanti, 1991)
2. Demam Berdarah Dengue
Demam Berdarah Dengue ialah penyakit yang terdapat pada anak dan
dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, yang biasanya
memburuk setelah dua hari pertama disertai beberapa atau semua gejala
perdarahan seperti petekia spontan yang timbul serentak, purpura, ekimosis,
epistaksis, hematemesis, melena, trombositopenia, masa perdarahan dan masa
protrombin memanjang, hematokrit meningkat, dan gangguan maturasi
megakariosit (Hendarwanto, 2000).
xvi
a. Etiologi
Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue yang tergolong arbovirus B dan
dikenal ada 4 serotipe: DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4 (Hassan R. dan Alatas H.
1997).
b. Patogenesis
Virus dengue dibawa oleh nyamuk aedes aegypti dan aedes albopictus
sebagai vektor ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk tersebut. Infeksi yang
pertama kali dapat memberi gejala sebagai diagnosis banding. Demam Berdarah
Dengue dapat terjadi apabila seseorang yang telah terinfeksi dengue pertama
kali, mendapat infeksi berulang virus dengue lainnya (Hendrawanto, 2000).
c. Kriteria klinis DBD, yaitu:
1) Demam akut yang tetap tinggi selama 2-7 hari.
2) Terjadi manifestasi perdarahan.
3) Pembesaran hati.
4) Kegagalan sirkulasi.
(Hassan dan Alatas, 1997).
d. Klasifikasi infeksi virus Dengue
Pembagian derajat DBD:
Derajat I : Gejala tersebut di atas disertai uji tourniquet positif.
Derajat II : Gejala tersebut di atas disertai perdarahan spontan.
Derajat III : Gejala tersebut di atas disertai kegagalan sirkulasi.
Derajat IV : Syok berat disertai tekanan darah dan nadi tidak terukur.
xvii
e. Data Laboratorium
Kelainan hematologis yang paling sering selama syok klinis adalah kenaikan
hematokrit 20% atau lebih trombositopenia, leukositosis ringan, waktu
perdarahan memanjang, dan kadar protrombin menurun sedang (Behrman;
Kliegman; Arvin, 2000).
f. Diagnosis Diferensial
Penderita yang memiliki kemiripan gejala dengan demam berdarah dengue
antara lain; malaria, demam tifoid, leptospirosis, campak, influenza, infeksi EBV,
enterovinis, dan infeksi HIV akut (Hayward; Syndheimer; William, 2003).
g. Epidemiologi
Kriteria daerah terhadap kasus DBD
Potensial : suatu daerah dengan pemukiman padat, mobilitas penduduk
tinggi dan memiliki ketinggian di bawah 500 meter permukaan
laut.
Sporadis : bergantian tahun (selang-seling) ditemukan kasus DBD.
Endemis : dalam tiga tahun terakhir ditemukan kasus secara terus-
menerus dalam satu wilayah desa.
(Hendarwanto, 2000).
h. Vektor
xviii
Penularan penyakit DBD dari satu orang ke orang lain dengan perantara
nyamuk Aedes. Nyamuk pembawa virus dengue yang paling utama adalah jenis
Aedes aegypti, sedangkan Aedes albopictus relatif jarang. Aedes aegypti
umumnya berkembang biak di rumah penduduk, Aedes albopictus lebih suka di
cekungan dahan pohon yang menampung air (Judarwanto, 2007).
i. Penularan DBD
Melalui gigitan nyamuk Aedes yang menggigit penderita DBD kemudian
ditularkan kepada orang sehat. Masa menggigitnya yang aktif ialah pada awal
pagi yaitu dari pukul 8 hingga 10 dan sore hari dari pukul 3 hingga 5. Apabila
nyamuk betina menggigit atau menghisap darah orang yang mengidap infeksi
dengue, virus akan masuk ke dalam tubuh nyamuk. Diperlukan waktu 9 hari
oleh virus dengue untuk hidup dan membiak di dalam air liur nyamuk. Apabila
nyamuk yang dijangkiti menggigit manusia, ia akan memasukkan virus dengue
yang berada di liurnya ke dalam sistem aliran darah manusia (Judarwanto,
2007).
3. Hubungan Pendidikan Formal Ibu dengan Perilaku Pencegahan DBD
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara
pendidikan formal ibu dengan perilaku pencegahan demam berdarah dengue.
Pendidikan yang relatif rendah melatarbelakangi sulitnya penduduk untuk
mengetahui konsep kejadian penyakit demam berdarah serta cara
pemberantasannya. Pendidikan akan mempengaruhi pemahaman terhadap demam
xix
berdarah dengue dan cara-cara penanggulangannya. Variabel-variabel yang
mempengaruhi partisipasi ibu rumah tangga dalam pemberantasan sarang nyamuk
antara lain pendidikan, pekerjaan dan pengetahuan serta adanya pemberian
informasi tentang pencegahan demam berdarah dengue (Achmadi, 2002).
a. Pencegahan Demam Berdarah Dengue
Langkah pencegahan Demam Berdarah Dengue yang paling baik adalah
dengan mengeliminasi nyamuk dengan cara mengeliminasi tempat-tempat
berbiaknya. Karena nyamuk Aedes menyukai genangan air jernih sebagai
tempat berbiak, maka langkah-langkah berupa 3M yaitu menguras, menutup
dan mengubur tempat atau barang yang sekiranya dapat menjadi tempat air
menggenang, merupakan langkah pencegahan paling utama. Selain itu
menggunakan kelambu dan lotion anti nyamuk dapat mengurangi risiko tergigit
oleh nyamuk Aedes (Wijaya, 2007).
Pemberantasan vektor tersebut dapat dilakukan beberapa cara metode,
yaitu:
1) Lingkungan : metode lingkungan untuk mengendalikan vektor antara
lain dengan pemberantasan sarang nyamuk, pengelolaan sampah padat,
menyingkirkan tempat perkembangan nyamuk dan perbaikan desain
rumah.
2) Biologis : pengendalian biologis antara lain dengan ikan pemakan jentik,
tanaman pencegah nyamuk, bakteri.
xx
3) Kimiawi : dengan pengasapan/fogging (dengan menggunakan
malathion/fenthion, berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan
sampai batas waktu tertentu. Dapat juga memberikan bubuk abate
(temephos) pada tempat penampungan air, seperti gentong air, vas bunga,
kolam dan lain-lain (Trisnantoro, 1992).
Cara yang paling efektif dalam mencegah demam berdarah adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan gerakan 3M plus
yaitu; menguras, menutup, mengubur, selain itu dengan memelihara ikan
pemakan jentik, mengubur larvasida, memakai kelambu di kamar tidur,
memasang kasa, menyemprot insektisida, menggunakan repellent, memasang
obat nyamuk, dan lain-lain sesuai kondisi tempat (Wahono, 2004).
Untuk mencegah gigitan nyamuk, upayakan agar selalu memasang kawat
nyamuk halus pada pintu, lubang jendela, dan ventilasi di seluruh bagian rumah.
Hindari menggantung pakaian di kamar mandi, kamar tidur, atau di tempat yang
tidak terjangkau sinar matahari, serta menjaga selalu kebersihan lingkungan
(Rozanah, 2004).
b. Perilaku Pencegahan Masyarakat
Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon seseorang terhadap
stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan
serta lingkungan. Perilaku di sini meliputi sikap, pendapat maupun tindakan
nyata dari masyarakat.
xxi
Respon atau reaksi manusia baik bersifat pasif (pengetahuan, persepsi,
sikap) maupun tindakan nyata atau praktek. Sedangkan stimulus di sini terdiri
dari 4 unsur pokok yakni sakit, penyakit, sistem pelayanan kesehatan dan
lingkungan (Notoatmodjo, 2000).
Dalam masalah ini pemerintah telah melakukan berbagai upaya pencegahan
DBD dengan memutus mata rantai penularannya yaitu dengan pemberantasan
vektor penyakit Demam Berdarah Dengue. Namun yang terdepan dan strategis
dalam pelaksanaan pencegahan DBD ini adalah perilaku keluarga dalam
memutuskan mata rantai penularan penyakit DBD di lingkungannya. Perilaku
keluarga yang dimaksud dalam pencegahan DBD adalah keterlibatan tanggung
jawab mental dan emosional (Silalahi, 2004).
Keterlibatan tanggung jawab meliputi penyediaan sarana kesehatan
lingkungan yang memenuhi syarat kesehatan misalnya penyediaan tong
sampah, pengelolaan sarana yang diadakan agar tetap terjamin dan terpelihara
sehingga tidak menjadi perindukan vektor penyakit DBD misalnya memelihara
parit dengan tidak membuang sampah kedalamnya, pemantauan dan
pengawasan lingkungan rumah tangga dan halaman erat kaitannya dalam
pencegahan DBD (Nadesul, 2004).
Keterlibatan emosional menyangkut berbagai anjuran-anjuran kepada
anggota keluarga dengan berbuat sesuatu dalam kaitannya dengan penyediaan
sarana dan upaya pemberantasan DBD (Marlina, 2009). Masyarakat juga
dapat berperan dalam upaya pemberantasan vektor yang merupakan upaya
xxii
paling penting untuk memutuskan rantai penularan dalam rangka mencegah
dan memberantas penyakit DBD di masa yang akan datang.
Dalam upaya pemberantasan vektor tersebut antara lain masyarakat dapat
berperan secara aktif dalam pemantauan jentik berkala dan melakukan gerakan
serentak Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). Pemberantasan Sarang Nyamuk
secara umum adalah melakukan gerakan 3M. di tempat penampungan air
seperti bak mandi diberikan insektisida yang membunuh larva nyamuk seperti
abate.
Ini bisa mencegah perkembangbiakan nyamuk selama beberapa minggu,
tapi pemberantasannya harus diulang setiap periode waktu tertentu. Dengan
demikian gerakan PSN dengan 3M Plus yaitu menguras tempat-tempat
penampungan air minimal seminggu sekali atau menaburinya dengan bubuk
abate untuk membunuh jentik nyamuk (Judarwanto, 2007).
Masyarakat dapat ikut berperan dalam 3 upaya pemberantasan penyakit
DBD yaitu surveilans penyakit, diagnosis dan pengobatan dini, pemberantasan
vektor dalam kegiatan surveilans penyakit, yaitu masyarakat dapat mengenali
secara dini tanda-tanda penyakit DBD yang menimpa salah satu anggota
keluarga maupun tetangga mereka dan segera merujuk ke fasilitas pelayanan
kesehatan terdekat. Tujuan pemberian pertolongan pertama di atas adalah
untuk mempertahankan volume cairan dalam pembuluh darah penderita
sehingga dapat membantu mengurangi angka kematian karena DBD (Suriviana,
2006).
xxiii
Pengetahuan masyarakat mengenai penyakit demam berdarah masih
rendah terutama mengenai penyebab penyakit, cara penularan dan cara
pemberantasan terutama pemberantasan sarang/tempat berkembangbiaknya
nyamuk. Kurangnya pengetahuan penduduk dalam kaitannya dengan penyakit
demam berdarah dapat disebabkan oleh banyak faktor, sebagaimana telah
dikemukakan salah satu di antaranya adalah rendahnya tingkat pendidikan
(Kasnodiharjo, 1998).
c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pencegahan
Faktor-faktor yang berpengaruh pada perilaku pencegahan antara lain
tingkat pendidikan, kondisi ekonomi, pola hidup, sosial budaya, informasi, dan
pengetahuan tentang demam berdarah dengue (Achmadi, 2002).
Pendidikan yang relatif rendah melatarbelakangi sulitnya penduduk untuk
mengetahui konsep kejadian penyakit demam berdarah serta cara
pemberantasannya. Kondisi ekonomi berpengaruh dalam kemampuan
menciptakan lingkungan yang sehat serta kemampuan dalam memberikan
pertolongan pertama yang cepat dan tepat apabila telah terjadi tanda-tanda
DBD misalnya dengan segera membawa anak ke pelayanan kesehatan terdekat.
Pola hidup merupakan faktor yang tak kalah penting dalam mempengaruhi
perilaku pencegahan DBD, pola hidup yang kurang bersih dan tidak ramah
lingkungan misalnya membiarkan sampah di sekitar rumah, tidak teratur dalam
menguras tempat penampungan air yang dapat menimbulkan sarang nyamuk.
xxiv
Faktor sosial budaya terwujud dalam kegiatan masyarakat untuk saling
bergotong-royong dalam mewujudkan lingkungan yang bersih (Ebrahim, 1996).
d. Jenis-Jenis Perilaku Pencegahan
Masyarakat dapat ikut berperan dalam upaya pemberantasan penyakit DBD
yaitu perilaku pasif dan aktif. Perilaku pasif meliputi pengetahuan, sikap dan
persepsi, untuk dapat melakukan perilaku pencegahan yang benar diperlukan
pengetahuan yang baik serta sikap dan persepsi yang mendukung dalam
pencegahan dan pemberantasan DBD.
Peran masyarakat secara aktif dapat diwujudkan dengan; surveilans
penyakit, diagnosis dan pengobatan dini, serta pemberantasan vektor dalam
kegiatan surveilans penyakit, yaitu masyarakat dapat mengenali secara dini
tanda-tanda penyakit DBD yang menimpa salah satu anggota keluarga maupun
tetangga mereka segera merujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat.
(Suriviana, 2006).
B. Kerangka Pemikiran
Pendidikan
Pengetahuan tentang kesehatan
Penyuluhan DBD (KIE)
xxv
Gambar 2.1. Kerangka pemikiran pencegahan Demam Berdarah Dengue
C. Hipotesis
1. Ada hubungan antara pendidikan formal ibu dengan perilaku pencegahan Demam
Berdarah Dengue pada keluarga.
2. Makin tinggi tingkat pendidikan ibu, makin baik perilaku pencegahan Demam
Berdarah Dengue.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat analitik observasional dengan pendekatan cross sectional.
Sikap tentang kesehatan
Perilaku terhadap DBD
Pengetahuan tentang DBD
Sikap tentang DBD
Lingkungan (infrastruktur)
Pendapatan Keluarga
xxvi
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di salah satu daerah endemis di Surakarta, yaitu Kelurahan
Karangasem Surakarta.
C. Subyek Penelitian
1. Populasi sasaran adalah ibu yang sudah berkeluarga.
2. Populasi sumber adalah ibu yang sudah berkeluarga yang tinggal di Kelurahan
Karangasem Surakarta.
D. Teknik Sampling
Sampel diambil secara multi stage random sampling, yaitu dari Kelurahan
Karangasem diambil dua RT secara random, kemudian dari dua RT tersebut diambil
masing-masing 30 orang ibu secara random. Ibu-ibu yang telah memenuhi kriteria ini
diberi kesempatan yang sama untuk menjadi anggota sampel. Diperoleh ukuran sampel
sebesar 60 ibu.
E. Rancangan Penelitian
Data perilaku pencegahan demam berdarah diperoleh dengan kuesioner. Instrumen
ini terdiri dari dua bagian yaitu data demografi dan kuesioner untuk perilaku terhadap
usaha pencegahan DBD.
F. Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variabel bebas adalah tingkat pendidikan formal ibu.
xxvii
2. Variabel terikat adalah perilaku pencegahan Demam Berdarah Dengue.
3. Variabel perancu adalah penyuluhan (KIE) sebagai faktor yang dikendalikan
sedangkan lingkungan, pola hidup, kebiasaan, serta sosial ekonomi sebagai faktor
yang tidak dikendalikan.
G. Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Tingkat pendidikan formal ibu.
a. Definisi : Tingkat pendidikan subjek penelitian mulai dari SD, SMP, SMA
sampai Perguruan Tinggi.
b. Alat ukur : Kuesioner.
c. Skala : Kontinu.
2. Perilaku pencegahan Demam Berdarah Dengue.
a. Definisi : Suatu upaya pencegahan yang meliputi perilaku pencegahan DBD.
Untuk memperoleh informasi dari subjek penelitian, peneliti menggunakan
lembaran kuesioner yang disusun secara terstruktur dan berisikan pertanyaan
yang harus dijawab subjek penelitian. Instrumen ini terdiri dari dua bagian yaitu
data demografi, dan kuesioner untuk perilaku terhadap usaha pencegahan DBD.
Instrumen tentang data demografi meliputi kode atau inisial, umur, jenis
kelamin, dan pendidikan. Bagian kedua berupa kuisioner dalam bentuk
pertanyaan tertutup yang berisi 20 pertanyaan penilaian dengan menggunakan
skala Likert yaitu dengan pilihan jawaban “selalu” (skor 2), “kadang-kadang”
(skor 1), dan “tidak pernah” (skor 0). Total skor diperoleh terendah 0 dan yang
xxviii
tertinggi 40, semakin tinggi skor maka semakin baik perilaku ibu terhadap usaha
pencegahan penyakit DBD.
b. Alat ukur : Kuesioner.
c. Skala : Kontinu.
H. Cara Penelitian
Gambar 3.1. Cara Penelitian
I. Teknik Analisis Data
Hubungan antara pendidikan formal ibu dengan perilaku pencegahan Demam
Berdarah Dengue ditunjukkan dengan Analisis Regresi Linier Ganda. Data akan diolah
dengan SPSS 17 for Windows.
Populasi Ibu yang tinggal di kelurahan Karangasem
Sampel 60 ibu
Informed Consent
Kuesioner Meliputi perilaku pencegahan
Analisis Data
xxix
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Data Hasil Penelitian
Penelitian yang dilakukan di wilayah Kelurahan Karangasem pada bulan Februari
2010 pada 60 subyek penelitian didapatkan skor perilaku pencegahan Demam Berdarah
Dengue. Skor ini kemudian dihubungkan dengan pendidikan formal.
Berikut adalah gambaran distribusi subyek penelitian.
Tabel 4.1. Pendidikan Formal Ibu
No Pendidikan Jumlah Persentase 1. SD 15 25% 2. SMP 10 16,67% 3. SMA 26 43,33% 4. Perguruan Tinggi 9 15% Jumlah 60 100%
Sumber : Data primer, 2010.
Jumlah subyek penelitian ditinjau dari pendidikan formal, yang terbanyak adalah
SMA yaitu dengan persentase 43,33%, disusul oleh SD 25%, kemudian SMP 16,67%, dan
terkecil adalah Perguruan Tinggi dengan 15%.
Berikut adalah gambaran distribusi subyek penelitian dalam memperoleh
penyuluhan dan informasi tentang pencegahan DBD.
Tabel 4.2. Distribusi penyuluhan pencegahan DBD
No Penyuluhan DBD Jumlah Persentase 1. Pernah 53 88,33%
xxx
2. Tidak pernah 7 11,67% Jumlah 60 100%
Sumber : Data primer, 2010.
Sebagian besar subyek penelitian pernah mendapatkan penyuluhan maupun
informasi tentang pencegahan dan pemberantasan DBD.
Skor perilaku pencegahan diperoleh melalui kuesioner yang berjumlah 20
pertanyaan meliputi perilaku pencegahan demam berdarah dengue.
Dari data yang diperoleh didapatkan rata-rata skor perilaku total adalah 25 dari skor
sempurna 40.
B. Analisis Data Penelitian
Data yang telah diperoleh kemudian diolah menggunakan SPSS 17 for windows
untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara pendidikan formal ibu dengan
perilaku pencegahan Demam Berdarah Dengue pada keluarga.
Tabel 4.3. Hasil Analisis Regresi Linier Ganda tentang hubungan pendidikan formal ibu dengan perilaku pencegahan DBD pada keluarga
Variabel B (Koefisien regresi) t p Pendidikan - SD 0 - -
xxxi
- SMP 0.7 0.46 0.647 - SMA 5.6 4.46 0.000 - Perguruan Tinggi 8.4 5.07 0.000 KIE -1.0 -0.65 0.519
N observasi = 60
Tabel 4.3 menunjukkan terdapat hubungan antara pendidikan formal ibu dengan
perilaku pencegahan Demam Berdarah Dengue pada keluarga. Makin tinggi tingkat
pendidikan, makin baik perilaku pencegahan penyakit Demam Berdarah Dengue. Tidak
terdapat perbedaan skor perilaku pencegahan yang secara statistik signifikan antara ibu
dengan pendidikan SD dan SMP (p=0,647). Tetapi ibu dengan pendidikan SMA (p=0,000)
memiliki skor perilaku pencegahan 5,6 poin lebih tinggi dari ibu dengan pendidikan SD.
Ibu dengan pendidikan Perguruan Tinggi (p=0,000) memiliki skor perilaku 8,4 poin lebih
tinggi dari ibu dengan pendidikan SD. Perbedaan tersebut secara statistik signifikan.
KIE dengan koefisien regresi bernilai negatif, tetapi p=0,519 mengandung arti bahwa
pengalaman pernah mendapatkan penyuluhan kesehatan (KIE) tidak mempengaruhi
perilaku pencegahan DBD pada keluarga. Temuan ini tidak berarti KIE tidak efektif atau
tidak penting bagi perubahan perilaku, melainkan KIE yang pernah dialami tidak cukup
intens dalam frekuensi maupun kedalaman. Di samping itu penyuluhan kesehatan (KIE)
yang disampaikan per kelompok ibu-ibu lebih berperan dalam mengubah aspek kognitif
(pengetahuan) daripada aspek sikap (afektif) maupun perilaku (psikomotor). Lazimnya
dibutuhkan konseling yang bersifat personal untuk dapat mengubah sikap dan perilaku
dengan efektif.
xxxii
Gambar 4.1 tentang boxplot menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat
pendidikan ibu dengan skor perilaku pencegahan demam berdarah dengue. Makin
tinggi tingkat pendidikan, makin tinggi skor perilaku pencegahan Demam Berdarah
Dengue.
Penelitian ini menyimpulkan terdapat hubungan yang secara statistik
signifikan antara pendidikan formal ibu dengan perilaku pencegahan Demam
Berdarah Dengue pada keluarga.
Gambar 4.1. Perbedaan rata-rata skor perilaku pencegahan DBD, menurut tingkat pendidikan
xxxiii
BAB V
PEMBAHASAN
Dalam mencegah dan memberantas kasus Demam Berdarah Dengue
diperlukan peran aktif dari seluruh masyarakat, tidak hanya tanggung jawab dari
pemerintah semata. Masyarakat diharapkan mampu berperan dalam menanggulangi
bahaya demam berdarah dengue yang tiap tahunnya terus meningkat dan telah banyak
memakan korban jiwa. Masyarakat khususnya di daerah endemis dapat melakukan
tindakan pencegahan misalnya dengan melakukan kegiatan pemberantasan sarang
nyamuk (Wijaya, 2007).
Secara umum pemberantasan sarang nyamuk adalah melakukan gerakan 3M
yaitu menguras bak air, menutup tempat yang mungkin menjadi sarang berkembang
biak nyamuk, mengubur barang-barang bekas yang bisa menampung air. Di tempat
penampungan air seperti bak mandi diberikan insektisida yang membunuh larva
nyamuk seperti abate. Hal ini bisa mencegah perkembangbiakan nyamuk selama
beberapa minggu, tapi pemberantasannya harus diulang setiap periode tertentu, serta
melakukan pertolongan apabila anggota keluarganya mengalami gejala-gejala seperti
Demam Berdarah Dengue (Judarwanto, 2007).
Kebijakan pemerintah dalam penanggulangan wabah demam berdarah juga
diarahkan pada terdorongnya partisipasi masyarakat secara aktif. Ini sesuai dengan
paradigma baru pembangunan kesehatan yang dirumuskan dalam visi dan misi
Indonesia Sehat 2010 (Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
xxxiv
2003). Namun kebijakan perlibatan partisipasi masyarakat secara aktif yang ada
cenderung lebih bersifat persuasif, sehingga sering kali tidak kuat mendorong
masyarakat mensukseskan pemberantasan penyakit menular, termasuk Demam
Berdarah Dengue. Negara-negara di mana wabah demam berdarah masih terjadi
dalam besaran yang mengkhawatirkan, program pengontrolan vektor penular
cenderung dilakukan secara pasif oleh pemerintah (WHO, 2004).
Ketidakberhasilan pemberantasan menyeluruh dapat terjadi karena tidak
semua masyarakat melakukan upaya pemberantasan vektor penular penyakit,
pemberantasan sarang nyamuk tidak mungkin dapat tuntas dilakukan bila anggota
masyarakat sampai ke lingkungan terkecil rumah tangga tidak melakukannya
(Hendrawan, 2004). Pemberantasan sarang nyamuk dengan kegiatan 3M seharusnya
juga dilakukan tidak hanya di rumah tapi juga di tempat umum di mana masyarakat
banyak berkumpul di pagi hari seperti di sekolah, kantor, kampus, mengingat bahwa
nyamuk Aedes aegypti menggigit manusia pada pagi hari (Surjadi, 2005).
Banyak faktor yang mempengaruhi dalam perilaku pencegahan, antara lain
tingkat pendidikan, sosial ekonomi, pola hidup, faktor lingkungan dan tersedianya
media dan informasi yang memuat langkah-langkah dalam pencegahan Demam
Berdarah Dengue. Dalam penelitian ini latar belakang pendidikan subyek penelitian
sudah cukup tinggi, sebagian besar adalah tamatan Sekolah Menengah Atas (SMA)
43,33% dan hanya sebagian kecil yang hanya lulusan PT yaitu sebanyak 15% dapat
dilihat di tabel 4.1.
xxxv
Faktor pendidikan merupakan unsur yang sangat penting karena dengan
pendidikan seseorang dapat menerima lebih banyak informasi terutama dalam
menjaga kesehatan diri dan keluarga serta memperluas cakrawala berpikir sehingga
lebih mudah mengembangkan diri dalam mencegah terjangkitnya suatu penyakit dan
memperoleh perawatan medis yang kompeten (Ebrahim, 1996).
Pengetahuan subyek penelitian mengenai kegiatan pemberantasan sarang
nyamuk dan penanganan dini penderita sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya
penularan Demam Berdarah Dengue serta menekan perkembangan dan pertumbuhan
jentik nyamuk aedes. Kurangnya pengetahuan akan berpengaruh pada tindakan yang
akan dilakukan karena pengetahuan merupakan salah satu predisposisi untuk
terjadinya suatu perilaku. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat
penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Bila subyek penelitian tidak
mengetahui dengan jelas bagaimana cara pemberantasan sarang nyamuk maka tidak
dapat diambil suatu tindakan yang tepat (Notoatmodjo, 2000).
KIE dengan koefisien regresi bernilai negatif, tetapi p=0,519 mengandung arti bahwa
pengalaman pernah mendapatkan penyuluhan kesehatan (KIE) tidak mempengaruhi
perilaku pencegahan DBD pada keluarga dapat dilihat di tabel 4.3.. Temuan ini tidak berarti
KIE tidak efektif atau tidak penting bagi perubahan perilaku, melainkan KIE yang pernah
dialami tidak cukup intens dalam frekuensi maupun kedalaman. Di samping itu penyuluhan
kesehatan (KIE) yang disampaikan per kelompok ibu-ibu lebih berperan dalam mengubah
aspek kognitif (pengetahuan) daripada aspek sikap (afektif) maupun perilaku (psikomotor).
xxxvi
Lazimnya dibutuhkan konseling yang bersifat personal untuk dapat mengubah sikap dan
perilaku dengan efektif.
Kurangnya pengetahuan penduduk dalam kaitannya dengan penyakit demam
berdarah dapat disebabkan oleh banyak faktor, sebagaimana telah dikemukakan salah
satu di antaranya adalah rendahnya tingkat pendidikan. Di samping itu, mungkin
sikap masa bodoh dan kurangnya penyuluhan yang efektif menyebabkan pengetahuan
masyarakat menyangkut masalah penyakit demam berdarah menjadi rendah.
Pendidikan yang relatif rendah melatarbelakangi sulitnya penduduk untuk
mengetahui konsep kejadian penyakit demam berdarah serta cara penanggulangan
dan pemberantasannya. Kurang efektifnya penyuluhan menyebabkan sebagian besar
masyarakat kurang informasi untuk mengetahui manfaat pemberantasan, akibatnya
masyarakat kurang mendukung upaya pemberantasan penyakit tersebut
(Kasnodiharjo, 1998).
Namun selain itu, tingkat ekonomi juga merupakan faktor yang penting.
Tingkat ekonomi yang baik diharapkan mampu mendukung perilaku pencegahan,
misalnya dengan mendapatkan penanganan kesehatan yang lebih baik pula. Informasi
tentang pencegahan Demam Berdarah Dengue sangat diperlukan dalam mengetahui
bagaimanakah metode yang tepat dalam mencegah dan memberantas masalah ini
sehingga dapat mewujudkannya melalui perilaku pencegahan Demam Berdarah
Dengue. Dalam penelitian ini sebagian besar subyek penelitian mengaku pernah
mendapatkan penyuluhan maupun mendapatkan informasi melalui media cetak
xxxvii
maupun elektronik tentang pencegahan Demam Berdarah Dengue dapat dilihat di
tabel 4.2.
Masalah kebersihan lingkungan di sekitar lokasi penelitian juga perlu
dicermati. Kesadaran terhadap pola hidup ysng bersih juga mempengaruhi
keberhasilan dalam upaya pencegahan dan pemberantasan kasus ini. Pemukiman
yang padat juga berdampak pada cepatnya tingkat penularan pada saat kasus ini mulai
merebak terutama pada saat awal musim penghujan. Hal ini sebaiknya menjadi
perhatian serius tidak hanya dari warga yang bermukim di daerah endemis sehingga
kasus Demam Berdarah Dengue dapat dikendalikan dan tidak terus memakan korban.
Data perilaku yang didapatkan dari kuesioner menunjukkan subyek penelitian
rata-rata mendapat skor 25 dari skor total 40. Hal ini menunjukkan perilaku ibu dalam
melakukan pencegahan Demam Berdarah Dengue pada keluarga masih perlu
ditingkatkan lagi. Kesadaran yang tinggi rupanya belum dimiliki oleh masyarakat kita
dapat dilihat dari hasil . Masyarakat masih harus dipacu agar mau berpartisipasi
secara aktif dalam pencegahan penyakit demam berdarah ini. Memang sampai saat ini
tampaknya kita belum mendapatkan cara yang terbaik bagaimana menggugah
masyarakat untuk aktif.
Masyarakat diharapkan memikirkan masalah yang mereka hadapi dan ada
gagasan yang kemudian dituangkan dalam suatu bentuk kegiatan. Dalam hal ini
memang banyak faktor yang berpengaruh seperti rendahnya tingkat pendidikan dan
pengetahuan, keadaan sosial-ekonomi, kesadaran masing-masing, dan lain-lain
(Suharyono, 1999).
xxxviii
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Penelitian ini menyimpulkan terdapat hubungan yang secara statistik
signifikan antara pendidikan formal dan perilaku ibu dalam pencegahan Demam
Berdarah Dengue pada keluarga. Makin tinggi tingkat pendidikan ibu, makin baik
perilaku pencegahan Demam Berdarah Dengue.
B. Saran
1. Masyarakat Kelurahan Karangasem diharapkan lebih berperan aktif dalam
pemberantasan Demam Berdarah Dengue terutama melalui upaya
pemberantasan sarang nyamuk Aedes aegypti, misalnya dengan gerakan 3M
(menguras bak mandi, menutup tempat penampungan air, dan mengubur
barang-barang bekas).
2. Petugas kesehatan dan dinas terkait diharapkan meningkatkan penyuluhan dan
penyebarluasan informasi mengenai pencegahan dan pemberantasan Demam
Berdarah Dengue.
3. Ibu–ibu diharapkan mampu meningkatkan pendidikan dan pengetahuan agar
dapat lebih berperan dalam melakukan pencegahan Demam Berdarah Dengue
sehingga dapat mengurangi angka kejadian DBD di keluarga.
xxxix
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, H. 2002. Variabel-variabel yang mempengaruhi ibu rumah tangga dalam pelaksanaan pemberantasan sarang nyamuk. http://www.kalbefarma.ac.id (2 Oktober 2009).
Ahmadi, A. dan Uhbiyanti, N. 1991. Ilmu pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Anie, R. 2006. Terserang DBD warga Solo meninggal.
http://www.suaramerdeka/cybernews-daerah.htm (9 Oktober 2009). Behrman, R.E. and Kliegmen, R. 2000. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC.
Depkes RI. 2003. Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Pedoman Penetapan Indikator
Provinsi Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1202/Menkes/SK/VIII/2003. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat Depkes RI. 2007. Ahli minta pemerintah buat
aturan cegah demam berdarah. http://www.antara.co.id.htm (18 September 2009).
Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Depkes RI, 2006. Demam
berdarah bisa dicegah?. http://www.republika.co.id (9 Oktober 2009). Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Depkes RI, 2007. Fogging
upaya sia-sia dalam penanggulangan demam berdarah?. http://www.medicastore.com (18 September 2009).
Ebrahim, G.J. 1996. Perawatan anak. Yogyakarta: Yayasan Essentia Medica. pp:
193-197.
Emawati, D. 2009. 18.037 Kasus DBD di DKI. http://www.beritajakarta. com/2008/id/berita_detail.asp?nNewsId=36023 (12 November 2009)
Hadi, S. 1999. Metodologi Penelitian 3. Yogyakarta; Andi Ofset. Hassan, R. dan Alatas, H. 1997. Ilmu Kesehatan Anak Jilid 2. Jakarta: Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FK UI. pp: 611-615.
xl
Hendarwanto. 2000. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta: Balai FK UI Penerbit I. p: 417.
Judarwanto, W. 2007. Profil nyamuk aedes dan pembasmiannya.
http://www.dinaskesehatan-jatim.htm (30 September 2009).
Kandun, N. 2004. Peran masyarakat dalam pemberantasan DBD. http://www.gizi.net ( 26 September 2009).
Kasnodihardjo, S. 1998. Aspek perilaku kaitannya dengan penyakit demam berdarah.
http://www.kalbefarma.com (30 September 2009).
Marlina, S. Perilaku Keluarga terhadap Usaha Pencegahan Penyakit DBD di Lingkungan Rumah di Desa Suka Makmur Kecamatan Delitua http://addy1571.files.wordpress.com (20 September 2009).
Munif, A. 1999. Kaitan tempat perindukan vektor dengan pengetahuan dan sikap
masyarakat terhadap demam berdarah. http://www.kalbefarma.com (2 Oktober 2009)
Nadesul, H. 2004. 100 Pertanyaan dan Jawaban Demam Berdarah. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Notoatmodjo S. 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta p: 127.
Rozanah A. 2004. Pencegahan demam berdarah. http://www. republika.co.id.htm
(26 September 2009).
Silalahi, L. 2004. Demam berdarah. http://www.tempointeraktif.com (5 Oktober 2009)
Sugiyono. 2005. Statistik untuk Penelitian. Bandung: Alfa Beta. p:212. Suharyono W. 1999. Masalah penyakit demam berdarah dengue pada pelita IV.
http://www.kalbefarma.com (18 September 2009). Suriviana. 2006. Musim Hujan, Hati-Hati Nyamuk Demam Berdarah. http://www.
infoibu.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=89 (9 Oktober 2009)
Trisnantoro L. 1992. Policy Analysis of Dengue Hemorrhagic Fever Prevention in
Indonesia (1990-1992). Thesis 1992.
xli
Wahono T.J. 2004. Kajian masalah kesehatan masyarakat, demam berdarah dengue. http://www.litbang.depkes.co.id (26 September 2009).
Wahyuningsih S. 2007. Penderita demam berdarah di Solo meningkat.
http://www.tempointeraktif.com.htm (26 September 2009). Wijaya H. 2007. Dengue, informasi, dan pencegahannya. http://www.pediatrik.com
(2 Oktober 2009)
World Health Organization (WHO) South East Asia Regional Office. 2004. Situation of dengue/dengue haemorrhagic fever in the South East Asia region: preventive and control status in SEA countries. http://www.whosea.org/en/section10/section332.htm
Wuryadi. 2002. Efektivitas Fogging Malathion Massal Dalam
Pencegahan/Pemberantasan DBD. http://www.kalbefarma.com (15 Oktober 2009).
Zubairi, 2007. Demam berdarah, bisakah dicegah? http://www.republika .co.id (18
September 2009).