hubungan pola asuh dan pengetahuan gizi ibu … · memberikan kontribusinya dalam penyusunan karya...
TRANSCRIPT
i
i
HUBUNGAN POLA ASUH DAN PENGETAHUAN GIZI IBU
DENGAN STATUS GIZI DAN KESEHATAN ANAK BALITA
RAHDIAN PADMA KUSUMAPUTRA
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
iii
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Pola Asuh
dan Pengetahuan Gizi Ibu dengan Status Gizi dan Kesehatan Anak Balita adalah
benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2015
Rahdian Padma Kusumaputra
NIM I14124050
v
v
ABSTRAK
RAHDIAN PADMA KUSUMAPUTRA. Hubungan Pola Asuh dan Pengetahuan
Gizi Ibu dengan Status gizi dan Kesehatan Anak Balita. Dibimbing oleh IKEU
EKAYANTI.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara pola asuh dan
pengetahuan gizi ibu dengan status gizi dan kesehatan anak balita dengan desain
penelitian cross sectional study. Jumlah sampel dalam penelitian ini 50 orang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 58% ibu telah memiliki pengetahuan gizi
yang cukup baik dan menerapkan pola asuh makan yang baik serta 70% pada pola
asuh kesehatan dengan kategori baik. Status gizi sampel sebagian besar telah
termasuk ke dalam kategori baik (BB/TB) (92%), (TB/U) (90%), dan (BB/U)
(92%). Sebanyak 80% sampel memiliki skor morbiditas yang rendah. Terdapat
hubungan yang signifikan (p<0,05) antara pengetahuan gizi dengan pola asuh
(makan dan kesehatan). Terdapat hubungan yang signifikan (p<0,05) antara status
gizi (BB/TB dan BB/U) dengan tingkat konsumsi energi. Terdapat hubungan
(p<0,05) antara tingkat asupan protein dengan status gizi.
Kata kunci: Balita, Pola Asuh, Pengetahuan Gizi, Status Gizi.
ABSTRACT
RAHDIAN PADMA KUSUMAPUTRA. The Associations of Parenting and
Nutritional Knowledge of Mothers with Nutritional and Health Status Among
Children Under Five Years Old. Supervised by IKEU EKAYANTI.
The aim of this study was to analyze the associations of parenting and
nutritional knowledge of mothers with nutritional and health status among
children under five years old. The design was cross sectional. Sample were 50
student of PAUD Eka Mandiri and At-Taqwa aged under five years old. The
result showed that 58% mothers had a reasonably good nutritional knowledge. As
much as 58% mothers has implemented a good eat pattern and 70% health pattern
of children. Nutritional status has a good category Weight for Age (WAZ) (92%),
Height for Age (HAZ) (90%), and Weight for Age (WAZ) (92%). Eighty percent
samples have low morbidity score. The study found there was significant
correlation (p<0,05) between nutritional knowledge and parenting (eat and health
pattern) of children. There was significant correlation (p<0,05) between
nutritional status (WHZ and WAZ) and adequacy level of energy. There was
significant correlation (p<0,05) between adequacy level of protein and nutritional
status.
Keywords: children under five, parenting, nutritional knowledge, nutritional
status.
vii
vii
HUBUNGAN POLA ASUH DAN PENGETAHUAN GIZI IBU
DENGAN STATUS GIZI DAN KESEHATAN ANAK BALITA
RAHDIAN PADMA KUSUMAPUTRA
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi
dari Program Studi Ilmu Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
xi
xi
PRAKATA
Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan semesta
alamyang telah memberikan limpahan rahmat dan atas segala karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan usulan penelitian yang berjudul
―Hubungan Pola Asuh dan Pengetahuan Gizi Ibu dengan Status Gizi dan
Kesehatan Anak Balita‖sebagai syarat untuk melakukan penelitian pada
Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian
Bogor. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Ikeu Ekayanti M. Kes selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
bersedia membimbing dan memberi saran kepada penulis.
2. Prof. Dr. Ir. Hidayat Syarief Msc selaku dosen pembimbing
akademiknyang senantiasa membimbing dan memberikan arahan selama
menjalankan perkuliahan.
3. Prof. Dr. Siti Madanijah MS selaku dosen pemandu seminar dan penguji
skripsi atas saran, masukan dan arahannya kepada penulis dalam
penyusunan skripsi.
4. Kartika Ananta Kusuma dan Dewi Susilaningsih selaku orang tua penulis
yang telah memberikan motivasi beserta doa yang selalu ditujukan kepada
penulis.
5. Sahabat seperjuanagan di Program Alih Jenis Departemen Gizi
Masyarakatangkatan 6, khususnya Chilli (Nadia, Bryan, Icha, Bayu,
Nanda, dan Hendri) yang telah memberikan motivasi kepada penulis
selama penyusunan karya ilmiah ini.
6. Teman-teman KKP desa Cibitung Kulon (Mufida, Ade, Hamira, Fitri,
Nita, Maria) yang telah memberikan motivasi kepada penulis selama
penyusunan karya ilmiah ini.
7. Seluruh pihak yang terkait yang belum disebutkan namanya dan telah
memberikan kontribusinya dalam penyusunan karya ilmiah ini.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu kritik dan saran yang besifat membangun guna penyempurnaan
penelitian ini sangat diharapkan. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak serta menambah pengetahuan bagi pembaca.
Bogor, Agustus 2015
Rahdian Padma Kusumaputra
xiii
xiii
DAFTAR ISI
PRAKATA xi
DAFTAR GAMBAR xv
DAFTAR LAMPIRAN xv
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 3
KERANGKA PEMIKIRAN 3
METODE PENELITIAN 5
Desain, Tempat, dan Waktu 5
Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh 5
Jenis dan Cara Pengumpulan Data 6
Pengolahan dan Analisis Data 7
Definisi Operasional 9
HASIL DAN PEMBAHASAN 10
Keadaan Umum PAUD 10
Karakteristik Anak Balita 11
Jenis Kelamin Balita 11
Umur Anak Balita 11
Karakterisitik Sosial Ekonomi Keluarga 11
Umur Orang Tua 11
Pendapatan Keluarga 12
Pendidikan Orang Tua 13
Pekerjaan Orang Tua 14
Besar Keluarga 14
Pengetahuan Gizi 15
Pola Asuh Makan 17
Pola Asuh Kesehatan 19
Status Gizi 21
Status Kesehatan 22
Frekuensi dan Lama Sakit 23
Jenis Penyakit 23
Skor Morbiditas 24
Akses Informasi dan Pelayanan Kesehatan 25
Tingkat Kecukupan Zat Gizi 26
Hubungan Antar Variabel 28
SIMPULAN DAN SARAN 32
Simpulan 32
Saran 33
DAFTAR PUSTAKA 33
RIWAYAT HIDUP 52
DAFTAR TABEL
1 Variabel, data, jenis data, dan cara pengumpulan data penelitian 6
2 Jenis variabel, kategori, skala data dan sumber pengolahan data penelitian 8
3 Sebaran subjek berdasarkan jenis kelamin 11
4 Sebaran sampel berdasarkan usia 11
5 Sebaran sampel berdasarkan usia orang tua 12
6 Sebaran sampel berdasarkan pendapatan keluarga 12
7 Sebaran sampel berdasarkan tingkat pendidikan orang tua 13
8 Sebaran sampel berdasarkan tingkat pekerjaan orang tua balita 14
9 Sebaran sampel berdasarkan besar keluarga 15
10 Sebaran sampel berdasarkan tingkat pengetahuan gizi ibu 15
11 Sebaran sampel berdasarkan pola asuh makan 17
12 Sebaran sampel berdasarkan jawaban pertanyaan pola asuh makan 18
13 Sebaran sampel berdasarkan pola asuh kesehatan 20
14 Sebaran sampel berdasarkan jawaban pertanyaan pola asuh kesehatan 20
15 Sebaran sampel berdasarkan status gizi 22
16 Sebaran sampel berdasarkan status kesehatan 23
17 Sebaran sampel berdasarkan frekuensi dan lama sakit 23
18 Sebaran sampel berdasarkan jenis penyakit 24
19 Sebaran sampel berdasarkan skor morbiditas 25
20 Sebaran sampel berdasarkan akses informasi dan pelayanan kesehatan 25
21 Sebaran sampel berdasarkan tingkat kecukupan energi dan lemak 27
22 Sebaran sampel berdasarkan konsumsi protein 27
xv
xv
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pemikiran pola asuh dan pengetahuan gizi ibu dengan status gizi dan
kesehatan pada anak balita. 5
DAFTAR LAMPIRAN
1 Kuesioner penelitian 40
2 Hubungan antar variabel 49
3 Hasil uji beda 51
1
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu tujuan pembangunan nasional termasuk pembangunan di bidang
pangan dan gizi adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM)
Indonesia sebagai modal dasar dalam pembangunan di masa mendatang.
Kesehatan dan gizi merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan dalam
pembangunan nasional, sebab secara langsung berpengaruh terhadap kualitas
SDM suatu negara yang digambarkan melalui pertumbuhan ekonomi, umur
harapan hidup, dan tingkat pendidikan (Depkes 2007).
Keberhasilan tumbuh kembang pada masa kanak-kanak menentukan
kualitas sumberdaya manusia yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap
keberhasilan pembangunan nasional. Faktor utama yang mempengaruhi tumbuh
kembang anak, diantaranya faktor gizi, kesehatan dan praktek pengasuhan
(caring) yang terkait satu sama lain (Briawan & Herawati 2005).
Perkembangan seorang anak dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya
status gizi, status kesehatan, dan konsumsi zat gizi. Status gizi, status kesehatan,
dan konsumsi zat gizi yang baik dapat mendukung perkembangan anak yang lebih
optimal (Agustin 2011). Kekurangan gizi pada balita disebabkan dari interaksi
antara berbagai faktor, tetapi faktor yang utama adalah akibat konsumsi makanan
yang kurang memadai baik kuantitas maupun kualitas (Mary 2011).
Ibu memiliki peran penting dalam membentuk pola konsumsi pangan bagi
anak-anaknya sebab ibu merupakan orang yang paling dekat dengan anak.
Menurut Madanijah (2003), masalah kurang gizi pada balita dapat juga
disebabkan oleh perilaku ibu dalam pemilihan bahan makanan. Ibu yang memiliki
pengetahuan gizi yang baik akan mempraktekkan perilaku gizi yang baik dalam
hal memilih bahan makanan yang bergizi, beragam, dan berimbang untuk anak-
anaknya, dan sebaliknya pada ibu yang pengetahuan gizinya kurang akan
cenderung memiliki perilaku gizi yang kurang baik, termasuk dalam hal memilih
bahan makanan untuk anak sehingga memberikan dampak yang kurang baik pada
status gizi balita. Menurut Diasmarani (2011), status gizi juga dipengaruhi dengan
status kesehatan balita. Anak yang sakit biasanya memiliki nafsu makan yang
menurun dan asupan makanan yag terbatas. Penyakit yang berasal dari virus atau
bakteri akut memang umumnya membutuhkan waktu yang singkat, namun hal ini
dapat menyebabkan dibutuhkannya peningkatan cairan, protein, atau nutrisi
lainnya untuk anak (Kathleen et al. 2008).
Data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS 2013) menunjukkan bahwa
prevalensi balita kurang gizi (balita yang mempunyai berat badan kurang) secara
nasional adalah sebesar 19,6%. Nilai ini meningkat jika dibandingkan dengan
angka prevalensi nasional tahun 2010 yaitu 17,9%. Perubahan terutama pada
prevalensi gizi buruk yaitu dari 4,9 % pada tahun 2010 menjadi 5,7 % tahun 2013.
Sedangkan prevalensi gizi kurang naik dari 13,0% menjadi 13,9%.
Menurut data Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bogor bulan Mei 2010
ada 314 balita yang mengalami gizi buruk dengan kasus lama sebanyak 181 dan
baru sebanyak 133. Selama kurun waktu enam bulan di 2010, ada sekitar 9 balita
meninggal karena gizi buruk. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, jumlahnya
2
2
mengalami peningkatan. Pada 2009 tercatat ada 308 kasus balita (termasuk bayi)
gizi buruk di Kabupaten Bogor. Menurut Kepala bidang Binaan Kesehatan
Masyarakat (Binkesmas) Dinkes Kabupaten Bogor kasus balita mengalami gizi
buruk lebih banyak terjadi pada anak dari warga tidak mampu ekonominya. Di
Kabupaten Bogor, angka balita penderita gizi buruk terbanyak dijumpai di
Kecamatan Citeureup sebanyak 11 balita, Kecamatan Ciampea, Tanjungsari, dan
Cibungbulang masing-masing 10 balita, dan Ciomas 9 balita (Setyawan 2010).
Penyebab terjadinya masalah gizi kurang pada anak balita bersifat
kompleks, sehingga upaya penanggulangannya juga memerlukan pendekatan dari
berbagai segi kehidupan anak secara terintegrasi. Artinya tidak cukup dengan
memperbaiki aspek makanan, tetapi juga lingkungan hidup anak seperti pola
pengasuhan, pendidikan dan kesehatan lingkungan, mutu pelayanan kesehatan dan
sebagainya (Soekirman 2000).
Pada masa kanak-kanak, status gizi secara langsung berpengaruh pada
imunitas, perkembangan kognitif, pertumbuhan, dan stamina tubuh. Status gizi
anak balita erat kaitannya dengan sistem imunitas tubuh dan status kesehatan.
Status kesehatan anak balita ditentukan oleh perilaku sehat keluarga dan keadaan
sanitasi rumah serta lingkungan sekitar. Makin rendah status gizi seseorang
semakin rentan terhadap penyakit dan semakin tinggi tingkat morbiditas
(Hardinsyah 2007).
Parmaesih et al. (2000) mengemukakan bahwa status gizi sejak bayi
hingga masa anak-anak sangat mempengaruhi kondisi organ-organ seperti otak,
jantung dan tulang, dengan kondisi gizi yang baik organ-organ vital akan tumbuh
dan berkembang secara optimal. Sebaliknya gizi kurang akan mengakibatkan
gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak. Secara umum defisiensi gizi
sering merupakan awal dari gangguan defisiensi sistem kekebalan. Anak yang
mengalami kurang gizi akan mudah sakit dan jika hal ini berlangsung dalam
jangka waktu yang cukup lama dapat menyebabkan kematian pada anak.
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk mengambil judul
penelitian ―Hubungan Pola Asuh dan Pengetahuan Gizi Ibu dengan Status Gizi
dan Kesehatan Anak Balita‖.
Tujuan Penelitian
Tujuan umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan pola
asuh dan pengetahuan gizi ibu dengan status gizi dan kesehatan pada anak balita.
Tujuan khusus
Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi karakteristik dan kondisi sosial ekonomi keluarga
contoh.
2. Mengidentifikasi pola asuh makan pada anak.
3. Mengidentifikasi pola asuh kesehatan anak.
4. Mengidentifikasi pengetahuan gizi ibu.
5. Mengidentifikasi status gizi balita.
3
3
6. Menganalisis hubungan antara pengetahuan gizi dengan pola asuh, status
gizi, dan status kesehatan.
7. Menganalisis hubungan antara pola asuh dengan status gizi dan status
kesehatan.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat sebagai perbandingan dan acuan penelitian
yang akan mendatang dan dapat meningkatkan pengetahuan, pemahaman tentang
pola asuh sehingga pertumbuhan dan perkembangan anak menjadi lebih optimal,
serta diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah, swasta, dan masyarakat
dalam upaya menekan prevalensi masalah gizi pada anak balita.
KERANGKA PEMIKIRAN
Pola pengasuhan yang diberikan ibu kepada anak balita dipengaruhi oleh
karakteristik keluarga. Tingkat pendidikan ibu akan berpengaruh terhadap pola
pengasuhan. Ibu dengan pendidikan yang tinggi cenderung memiliki pengetahuan
gizi dan kesehatan serta pengasuhan anak yang baik (Madanijah 2003). Tingkat
pendapatan juga salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola pengasuhan.
Menurut Hanani (2009), rendahnya pendapatan menyebabkan daya beli
masyarakat menjadi rendah. Rendahnya daya beli menyebabkan pemenuhan
kebutuhan dasar yaitu kebutuhan akan pangan yang memenuhi pola pangan
harapan sebagai syarat asupan gizi yang cukup juga berpeluang besar tidak dapat
dipenuhi. Hal ini akan berdampak langsung pada pola asuh makan dan kesehatan
yang dilakukan dalam mengasuh balita.
Umur juga dapat mempengaruhi pola pengasuhan anak. Menurut Papalia
& Olds (2001), orang tua khususnya ibu yang terlalu muda (<20 tahun),
cenderung kurang mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang cukup dalam
mengasuh anak, sehingga pada umumnya orang tua tersebut merawat dan
mengasuh anaknya berdasarkan pada pengalaman orang tua terdahulu. Selain itu,
faktor usia muda juga lebih cenderung menjadikan ibu lebih memperhatikan
kepentingan sendiri dari pada kepentingan anaknya sehingga kualitas dan
kuantitas pengasuhan anak kurang terpenuhi. Sebaliknya, pada ibu yang memiliki
usia yang telah matang (dewasa) akan cenderung menerima perannya dengan
sepenuh hati.
Menurut Satoto (1990), pekerjaan orang tua juga dapat mempengaruhi
pola asuh anak. Hal ini dibuktikan dengan ibu rumah tangga yang tidak bekerja di
luar rumah untuk mencari nafkah secara otomatis memiliki waktu yang lebih
banyak untuk mengasuh dan merawat anak.
Apooh dan Krekling (2005) mengemukakan bahwa pengetahuan gizi ibu
sangat berhubungan dengan status gizi anak balita. Studi yang dilakukan di Ghana
mendapatkan hasil bahwa ibu yang memiliki anak balita dengan status gizi sehat
mendapatkan skor pengetahuan gizi yang tinggi jika dibandingkan dengan ibu
yang memiliki anak balita dengan status gizi kurang, tingkat pengetahuan gizi
yang dimiliki lebih rendah
4
4
Menurut penelitian Gabriel (2008), Pengetahuan gizi ibu juga
berhubungan dengan pola asuh makan. Hal itu dibuktikan dengan pengetahuan
gizi yang baik akan menyebabkan seseorang mampu menyusun menu yang
baikuntuk dikonsumsi. Semakin banyak pengetahuan gizi seseorang, maka akan
semakin memperhitungkan jenis dan jumlah makanan yang diperolehnya untuk
dikonsumsi (Sediaoetama 2000).
Status gizi balita secara langsung dipengaruhi oleh pola asuh makan. Pola
asuh makan yang diterapkan oleh ibu akan mempengaruhi konsumsi pangan anak
balita. Anak balita merupakan konsumen pasif yang sangat bergantung pada orang
dewasa dalam menerima apa yang dikonsumsi. Perilaku ibu yang benar selama
memberi makan akan meningkatkan konsumsi pangan anak dan pada akhirnya
akan meningkatkan status gizi anak balita.
Status kesehatan anak balita secara langsung dipengaruhi oleh pola asuh
makan dan pola asuh kesehatannya. Pola asuh ibu kepada anak balita perlu
dilakukan secara sungguh-sungguh karena anak belum mampu merawat diri
sendiri. Perawatan kesehatan anak balita akan mempengaruhi status kesehatannya.
Anak yang tidak terawat, baik fisik maupun makanannya, beresiko tinggi
menderita gizi kurang.
Status gizi dan kesehatan merupakan dua hal yang saling berkaitan. Untuk
mendapatkan proses pertumbuhan dan perkembangan balita yang optimal, status
kesehatan yang baik harus ditunjang dengan status gizi yang baik pula karena
balita mengalami proses pertumbuhan yang sangat pesat dan membutuhkan zat-
zat gizi dalam jumlah yang relatif besar. (Santoso & Ranti 2004).
Karakteristik Ibu
- Pendapatan Keluarga
- Umur ibu
- Pendidikan ibu
- Pekerjaan ibu
- Besar keluarga
Pola Asuh
- Pola Asuh Makan
- Pola Asuh
Kesehatan
Status Kesehatan Balita
Pengetahuan Gizi
Ibu
Akses informasi dan
Pelayanan Kesehatan
Status Gizi
- BB/TB
- TB/U
- BB/U
-
Asupan
5
5
Keterangan:
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
: Hubungan yang diteliti
: Hubungan yang tidak diteliti
: Hubungan timbal balik
Gambar 1 Kerangka pemikiran pola asuh dan pengetahuan gizi ibu dengan status
gizi dan kesehatan pada anak balita.
METODE PENELITIAN
Desain, Tempat, dan Waktu
Penelitian ini menggunakan metode survey dengan desain cross sectional
study. Penelitian dilakukan di PAUD Eka Mandiri dan PAUD At Taqwa di
Kecamatan Cinangneng, Kabupaten Bogor. Lokasi dipilih secara purposive
karena kemudahan akses ke tempat penelitian, dekat dengan kampus IPB
Dramaga, dan terintegrasi dengan Posyandu. Pengambilan data berlangsung
selama 1 bulan pada bulan Februari 2015 kemudian dilakukan pengolahan dan
analisis data.
Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh
Pengambilan sampel dilakukan secara purposive. Sampel merupakan
siswa yang terdapat di lokasi penelitian yaitu PAUD At Taqwa dan PAUD Eka
Mandiri di Kecamatan Cinangneng. Kriteria sampel dalam penelitian ini adalah
(1) anak tidak mempunyai penyakit kronis/berat, (2) ibu bersedia untuk
diwawancarai, (3) bersedia berpartisipasi dalam penelitian. Jumlah minimal
sampel dalam penelitian ini diperoleh dengan rumus sebagai berikut (Lemeshow
et al.1997).
n= z2α/2 .p(1-p) = (1,96)
2. 0,139 (1-0,139) = 45,9 ≈ 46
d2 0,12
Keterangan :
n = ukuran sampel penelitian yang akan dipilih
z α/2 = nilai peubah acak normal baku pada derajat kepercayaan p (z > z α/2)= α/2
p = Prevalensi status gizi kurang pada balita 13,9% (RISKESDAS 2013).
d = tingkat presisi (10%)
Berdasarkan perhitungan menggunakan rumus di atas, jumlah minimal
sampel yang akan digunakan adalah 46 sampel. Antisipasi drop out, maka
ditambah 10% menjadi 50 sampel.
6
6
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer
diperoleh dengan cara pengamatan dan wawancara langsung dengan
menggunakan alat bantu kuesioner yang meliputi:
Tabel 1 Variabel, data, jenis data, dan cara pengumpulan data penelitian
No Variabel Data Jenis
Data
Cara
Pengumpulan
1 Karakteristik
Keluarga
- Pendidikan Ibu
- Pendapatan
- Besar keluarga
- Pekerjaan Ibu
- Umur
Primer
Wawancara
menggunakan
kuesioner
2 Pola Asuh Makan - Pemberian ASI
- Pemberian
makanan
Pendamping ASI
- Praktek pemberian
konsumsi makan
- Waktu pemberian
makan
Primer
Wawancara
menggunakan
kuesioner
3 Pola Asuh
Kesehatan
- Pemberian
imunisasi
- Perawatan anak
ketika sakit
- Praktek higiene
anak
Primer
Wawancara
menggunakan
kuesioner
4 Pengetahuan gizi - Definisi dan jenis
zat gizi dalam
pangan
- Manfaat zat gizi
- Akibat kekurangan
zat gizi tertentu
- Periode pemberian
ASI Eksklusif
Primer
Wawancara
menggunakan
kuesioner
5 Status Kesehatan - Jenis penyakit
- Lama sakit
- Frekuensi sakit
Primer
Wawancara
menggunakan
kuesioner
6 Status Gizi - Indeks TB/U
- Indeks BB/TB
- Indeks BB/U
Primer Antropometri
7
7
Pengolahan dan Analisis Data
Proses pengolahan data meliputi editing, coding, scoring, entry, cleaning
dan analisis data. Proses editing adalah pemeriksaan seluruh kuisioner setelah
dikumpulkan. Proses coding adalah pemberian kode atau angka sehingga dapat
memudahkan dalam memasukkan data ke dalam komputer. Entry adalah
memasukkan data jawaban kuesioner sesuai kode yang telah ditentukan pada
masing-masing variabel sehingga menjadi satu data dasar.
Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis secara deskriptif
menggunakan program Microsoft Exceldan SPSS versi 16.0 for Windows meliputi
karakteristik sosial ekonomi, pengetahuan gizi ibu, pola asuh, status kesehatan
dan status gizi serta asupan energi dan protein.
Karakteristik Keluarga meliputi data tentang ayah dan ibu sampel
meliputi usia yang dikategorikan berdasarkan kelompok usia yaitu ≤29 tahun, 30-
49 tahun, dan ≥50 tahun, pendidikan terdiri atas kategori tidak sekolah, SD, SMP,
SMA dan Perguruan Tinggi. Pekerjaan terdiri atas beberapa kategori yaitu tidak
bekerja, pedagang atau wiraswasta, PNS/TNI/POLRI, petani, ibu rumah tangga,
dan lainnya. Besar keluarga menurut Hurlock (1998) terbagi menjadi tiga kriteria
yaitu kecil (anggota keluarga ≤4 orang), sedang (5-7 orang), dan besar (≥8 orang).
Besar pendapatan keluarga meliputi dua kategori, yaitu <Rp 2.250.000 dan ≥Rp
2.250.000
Karakteristik anak balita meliputi data umur dan jenis kelamin balita.
Umur anak balita diklasifikasikan menjadi dua kategori, yaitu 24–36 bulan dan
37–59 bulan. Data jenis kelamin anak balita terdiri dari dua kategori yaitu laki-
laki dan perempuan.
Pengetahuan gizi didapatkan melalui pengisian kuesioner oleh responden
yang terdiri dari 20 pertanyaan. Kuesioner pengetahuan gizi memiliki nilai 1
untuk jawaban yang benar dan 0 untuk jawaban yang salah, sehingga nilai
maksimum yang diperoleh adalah 20. Total nilai untuk jawaban yang benar
kemudian dipresentasikan terhadap jumlah nilai maksimum dan dikategorikan
menjadi tiga, yaitu baik (≥80%), sedang (60–80%), dan rendah (≤60%) (Khomsan
2000).
Pola asuh makan terdiri dari 3 pertanyaan tentang riwayat menyusui dan
penyapihan serta 7 pertanyaan tentang praktek pemberian makan kepada anak
balita yang masing-masing akan diberi skor. Total skor yang diperoleh
diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu kurang (<60%), sedang (60-80%) dan
baik (>80%) berdasarkan nilai maksimum.
Pola asuh kesehatan terdiri 10 pertanyaan tentang praktek higiene anak
balita dan pola asuh kesehatan preventif yang masing-masing akan diberi skor.
Total skor yang diperoleh diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu kurang
(<60%),sedang (60-80%), dan baik (>80%) berdasarkan nilai maksimum.
Akses ibu terhadap informasi dan pelayanan kesehatan terdiri dari 8
pertanyaan yang masing-masing akan diberi skor. Total skor yang diperoleh
diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu kurang (<60%), sedang (60-80%),
dan baik (>80%) berdasarkan nilai maksimum
Status gizi anak balita diperolah dengan pendekatan antropometri
berdasarkan pada simpangan baku (z-skor) menurut TB/U, BB/U dan BB/TB
8
8
dengan menggunakan software WHO-Antro. Selanjutnya hasil perhitungan z-skor
diklasifikasikan ke dalam baku WHO-NCHS.
Status kesehatan anak balita diperoleh dengan menanyakan pernah dan
tidaknya sakit, jenis penyakit yang diderita, frekuensi sakit (1 kali, 2 kali, dan ≥3
kali), serta lama sakit (1-3 hari, 4-7 hari, 8-14 hari, dan >14 hari) dalam tiga bulan
terakhir (BPS 2000).Untuk keperluan analisis data, skor morbiditas dihitung
dengan cara mengalikan lama sakit dan frekuensi sakit (Sugiyono 2009).
Kemudian skormorbiditas dikategorikan menjadi rendah (0-11), sedang (12-22)
dan tinggi (>23).
Konsumsi Pangan diperoleh melalui food recall 2x24 jam dan food
record selama 5 hari terhadap ibu balita meliputi jumlah dan jenis makanan yang
dikonsumsi. Data ini kemudian dikonversikan ke dalam bentuk zat gizi
menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) melalui program
microsoft excell. Dari konversi tersebut dapat diketahui rata-rata konsumsi zat gizi
per individu per hari (Hardinsyah dan Briawan 2004). Tingkat kecukupan energi
dan zat gizi dihitung berdasarkan angka kecukupan gizi yang dianjurkan
(Hardinsyah dan Tambunan 2004)
Tabel2Jenis variabel, kategori, skala data dan sumber pengolahan data penelitian
No Variabel Kategori Skala Data Sumber
1. Jenis
Kelamin
1. Laki-laki
2. Perempuan Nominal -
2 Usia anak 1. 13- 24 bulan
2. 25-36 bulan
3. 37-48 bulan
4. 49-60 bulan
Rasio WHO 2006
4 Besar
keluarga
1. Kecil : ≤ 4 orang
2. Sedang : 5 sampai 7 orang
3. Besar : ≥ 8 orang
Rasio Elmanora et
al. 2012
5 Umur orang
tua
1. Dewasa awal (20-40 tahun)
2. Dewasa madya (41-64
tahun)
3. Dewasa akhir (≥65 tahun)
Rasio Brown 2011
6 Pendidikan
orang tua
1. Tidak tamat SD/Sederajat
2. Tamat SD/Sederajat
3. Tamat SMP/Sederajat
4. Tamat SMA/Sederajat
5. Tamat Perguruan
Tinggi/Sederajat
Nominal Depkes 2010
7 Pekerjaan
orang tua
1. Tidak bekerja
2. PNS
3. ABRI/POLRI
4. Pegawai Swasta
5. Wiraswasta
6. Petani/ nelayan
Nominal Depkes 2010
8 Pendapatan
orang tua
1. <Rp 2.250.000
2. ≥Rp 2.250.000
Rasio
UMR
Kabupaten
Bogor 2013
9
9
No Variabel Kategori Skala Data Sumber
9 Pengetahuan
Gizi
1. Rendah : < 60%
2. Sedang : 60 - 80%
3. Tinggi : > 80%
Ordinal Khomsan
2000
10 Pola asuh
kesehatan
1. Kurang : < 60%
2. Sedang 60 – 80%
3. Baik > 80 %
Ordinal
Hidayati
2010
11 Pola asuh
makan
1. Kurang : < 60%
2. Sedang : 60 – 80%
3. Baik : > 80%
Ordinal Ulfa dan
Latifa 2007
12 - Frekuensi sakit
- Lama sakit
1. Tidak pernah sakit
2. 1 kali sakit
3. 2 kali sakit
4. ≥ 3 kali sakit
1. 1-3 hari
2. 4-7 hari
3. 8-14 hari
4. > 14 hari
Rasio BPS 2000
13 Skor
morbiditas
1. Rendah (0-11)
2. Sedang (12-22)
3. Tinggi (>23)
Ordinal
Sugiono
2009
14
Status gizi
Klasifikasi indikator BB/TB
Sangat kurus : Zscore <-3,0
Kurus: Zscore >-3,0 s/d <-2,0
Normal : Zscore >-2,0 s/d
Zscore ≤2,0
Gemuk : Zscore >2,0
Klasifikasi indikator TB/U
Sangat pendek : Zscore <-3,0
Pendek : Zscore ≥-3,0 s/d <-2,0
Normal : Zscore ≥-2,0
Klasifikasi indikator BB/U
Buruk: Zscore <-3,0
Kurang : Zscore ≥-3,0 s/d <-2,0
Baik : Zscore ≥-2,0
Ordinal
Riskesdas
2013
15 Tingkat
kecukupan
energi dan
protein
Defisit tingkat berat (<70%)
Defisit tingkat sedang (70-79%)
Defisit tingkat ringan (80-90%)
Normal (90-119%)
Lebih (>120%)
Ordinal Depkes
2005
Definisi Operasional
Pengetahuan Gizi adalah pengetahuan yang berkaitan dengan gizi dan kesehatan
meliputi definisi dan fungsi zat gizi, sumber pangan dengan kandungan zat gizi
tertentu, akibat defisiensi zat gizi, akibat mengonsumsi makanan yang tidak
bersih, waktu pemberian ASI eksklusif dan MP-ASI
Tabel 2 Jenis variabel, kategori, skala data dan sumber pengolahan data
penelitian (Lanjutan)
10
10
Pola Asuh Makan adalah cara dan kebiasaan ibu dalam memenuhi kebutuhan
makan anak balita yang meliputi riwayat menyusui dan penyapihan, cara
memperkenalkan makan, cara mempersiapkan makan, cara memberikan makan
dan cara mengapresiasi proses makan pada anak balita.
Pola Asuh Kesehatan adalah cara dan kebiasaan ibu memperlakukan anak balita
dalam penerapan kebersihan diri dan perilaku kesehatan lingkungan.
Status Kesehatan Anak Balita adalah kondisi kesehatan anak balita dalam tiga
bulan terakhir yang meliputi jenis penyakit, frekuensi sakit, dan lama sakit.
Status Gizi Balita adalah kondisi fisik anak balita yang diakibatkan oleh
konsumsi, penyerapan dan penggunaan zat gizi makanan yang diukur dengan
dengan cara z-skor menggunakan indeks antropometri BB/U, TB/U dan BB/TB.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum PAUD
PAUD Eka Mandiri merupakan sekolah yang terletak di Kabupaten Bogor
yang beralamat di desa Cihideung Udik, Kecamatan Ciampea. PAUD ini berdiri
pada tahun 2009 dan terintegrasi dengan posyandu dan Posdaya di bidang
kesehatan. PAUD ini bagian dari Posdaya Eka Mandiri yang didirikan oleh
kegiatan mahasiswa IPB melalui kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) bagi
pemberdayaan masyarakat yang bergerak dalam bidang perekonomian, kesehatan,
pendidikan, dan lingkungan. Jumlah guru yang mengajar sebanyak empat orang
dengan siswa 40 orang yang terbagi atas 3 kelas. Kegiatan belajar mengajar
dimulai pada pukul 14.30 sampai dengan 16.30. Siswa PAUD Eka Mandiri yang
dapat memenuhi kriteria penelitian dan ibu siswa yang bersedia diwawancarai
sebanyak 25 siswa. Sama halnya Eka Mandiri, PAUD At Taqwa terletak di desa Cihideung
Udik, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. PAUD ini berdiri pada tahun 2010
dan terintegrasi dengan posyandu. Jumlah guru yang mengajar adalah sebanyak 3
orang dengan siswa 35 orang yang terbagi atas 2 kelas yaitu pagi dan siang.
Kegiatan belajar mengajar pada pagi hari dimulai pada pukul 08.00 sampai
dengan 10.00, sedangkan pada siang hari dimulai pada pukul 10.00 sampai
dengan 12.00. PAUD ini setiap digunakan sebagai Posyandu setiap bulanya oleh
warga sekitar. Siswa PAUD At Taqwa yang dapat memenuhi kriteria penelitian
dan ibu siswa yang bersedia diwawancarai sebanyak 25 siswa.
11
11
Karakteristik Anak Balita
Jenis Kelamin Balita
Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa sebagian besar berjenis kelamin
perempuan yaitu 60% dan sisanyaberjenis kelamin laki-laki. Sebaran jenis
kelamin sampel dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Sebaran sampel berdasarkan jenis kelamin
Karakteristik Total
Jenis Kelamin n %
Laki-laki 20 40
Perempuan 30 60
Total 50 100
Umur Anak Balita
Usia balita merupakan masa yang paling ideal untuk mulai
memperkenalkan tentang perilaku yang berhubungan dengan gaya hidup sehat.
Orang tua dapat memanfaatkan rasa ingin tahu anak dan menggunakan
kesempatan ini untuk mengajarkan masalah kesehatan, keselamatan dan gizi.
Orang tua harus dapat meningkatkan kesadaran anak-anak mengenai isu
lingkungan yang kompleks serta pengaruhnya (Marotz et al. 2005). Sebaran
sampel umur berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel4.
Tabel 4 Sebaran sampel berdasarkan usia
Karakteristik Total
Usia Balita n %
37-48 bulan 5 10
49-60 bulan 45 90
Total 50 100
Sebagian besar (90%) sampel balita pada penelitian berkisar antara 49-60
bulan dengan rata-rata 54±7 bulan. Menurut Kurniasih (2010), usia balita adalah
usia yang cukup rawan karena pertumbuhan dan perkembangan di usia ini akan
menentukan perkembangan fisik dan mental anak di usia remaja dan ketika
dewasa.
Karakterisitik Sosial Ekonomi Keluarga
Umur Orang Tua
Sebagian besar usia ayah berkisar 20-40 tahun yaitu 70% dan ibu dari
sampel balita termasuk dalam kategori cukup berpengalaman dalam mengasuh
anak karena memiliki umur berkisar antara 20-40 tahun dengan rata-rata 31±6
tahun yaitu sebesar 88%. Sebaran sampel berdasarkan umur orang tua balita dapat
dilihat pada Tabel 5.
12
12
Tabel 5 Sebaran sampel berdasarkan usia orang tua
Karakteristik Total
Usia Ayah n %
20-40 tahun 35 70
41-64 tahun 15 30
Total 50 100
Usia Ibu n %
20-40 tahun 44 88
41-64 tahun 6 12
Total 50 100
Penelitian Meirita et al. (2000) menyebutkan bahwa umur ibu berkaitan
dengan peningkatan pengalaman yang berdampak pada kualitas pola pengasuhan.
Orang tua khususnya ibu yang terlalu muda (<20 tahun), cenderung kurang
mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang cukup dalam mengasuh anak,
sehingga pada umumnya orang tua tersebut merawat dan mengasuh anaknya
berdasarkan pada pengalaman orang tua terdahulu. Selain itu, faktor usia muda
juga lebih cenderung menjadikan ibu lebih memperhatikan kepentingan sendiri
daripada kepentingan anaknya sehingga kualitas dan kuantitas pengasuhan anak
kurang terpenuhi. Sebaliknya, pada ibu yang memiliki usia yang telah matang
(dewasa) akan cenderung menerima perannya dengan sepenuh hati (Papalia &
Olds 2001).
Pendapatan Keluarga
Pendapatan merupakan salah satu unsur yang dapat mempengaruhi status
gizi. Hal ini terkait dengan daya beli keluarga untuk memenuhi kebutuhan
konsumsi keluarga (Rokhana 2005). Sebaran sampel berdasarkan pendapatan
keluarga dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Sebaran sampel berdasarkan pendapatan keluarga
Karakteristik Total
Pendapatan Keluarga n %
<2.250.000 45 90
≥2.250.000 5 10
Total 50 100
Total pendapatan orang tua sampel dikategorikan berdasarkan Surat
Keputusan Gubernur Jawa Barat No.561/Kep.1636-Bangsos/2004. Total
pendapatan tergolong dibawah standar Upah Minimum Regional (UMR)
Kabupaten Bogor apabila kurang dari Rp 2.250.000. Sedangkan total pendapatan
tergolong diatas standar UMR Kabupaten Bogor apabila lebih dari atau sama
dengan Rp 2.250.000.Berdasarkan Tabel6 dapat dilihat bahwa sebagian besar
pendapatan keluarga < Rp 2.250.000 yaitu sebesar 90%atau termasuk kategori
rendah. Menurut Martianto dan Ariani (2004), rendahnya pendapatan yang
dimiliki seseorang akan mengakibatkan terjadinya perubahan kebiasaan makan
yang tercermin dari pengurangan frekuensi makan dari tiga kali sehari menjadi
dua kali dalam sehari. Hal ini sejalan dengan Hanani (2009) bahwa tingginya
kemiskinan akan menyebabkan akses terhadap pekerjaan dan pengelolaan
13
13
sumberdaya menjadi rendah dan akan menyebabkan rendahnya pendapatan
masyarakat. Rendahnya pendapatan menyebabkan daya beli masyarakat menjadi
rendah. Rendahnya daya beli menyebabkan pemenuhan kebutuhan dasar yaitu
kebutuhan akan pangan yang memenuhi pola pangan harapan sebagai syarat
asupan gizi yang cukup juga berpeluang besar tidak dapat dipenuhi.
Pendidikan Orang Tua
Pendidikan merupakan proses seseorang mengembangkan kemampuan,
sikap, dan bentuk–bentuk tingkah laku lainnya di dalam masyarakat tempat
mereka hidup. Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang
berpengaruh terhadap pola asuh anak termasuk pemberian makan, pemberian
imunisasi dan status gizi (Rokhana 2005).
Pengaruh pendidikan ayah lebih bersifat tidak langsung yaitu melalui
perbaikan kondisi ekonomi. Pendidikan ayah akan menentukan pemilihan barang
termasuk bahan makanan yang dikonsumsi. Ayah dengan pendidikan tinggi
diharapkan memperoleh pekerjaan yang baik dan akan mendapatkan penghasilan
yang lebih memadai sesuai dengan kebutuhan keluarga (Safitri 2010).Santrock
(2006) menyatakan bahwa tingginya tingkat kesakitan dan kematian pada balita
pada negara-negara berkembang disebabkan oleh kemiskinan.Sebaran sampel
berdasarkan tingkat pendidikan orang tua dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Sebaran sampel berdasarkan tingkat pendidikan orang tua
Karakteristik Total
Pendidikan Ayah n %
Tamat SD/Sederajat 18 36
Tamat SMP/Sederajat 21 42
Tamat SMA/Sederajat 10 20
Tamat Perguruan Tinggi/Sederajat 1 2
Total 50 100
Pendidikan Ibu n %
Tamat SD/Sederajat 23 46
Tamat SMP/Sederajat 16 32
Tamat SMA/Sederajat 10 20
Tamat Perguruan Tinggi/Sederajat 1 2
Total 50 100
Tingkat pendidikan orang tua sampel beragam, sebagian besar masih
tergolong rendah. Pendidikan ayah sebagian besar adalah SMP yaitu sebesar 42%
dan pendidikan ibu sebagian besar adalah SD sebesar 46%. Klemesu dan
Margaret (2000) mengungkapkan bahwa ibu yang memiliki pendidikan lebih
tinggi memiliki praktek hidup bersih yang lebih tinggi dibandingkan dengan ibu
yang berpendidikan lebih rendah. Hal ini sejalan dengan Madanijah (2003) bahwa
terdapat hubungan positif antara pendidikan ibu dengan pengetahuan gizi,
kesehatan dan pengasuhan anak. Ibu yang memiliki pendidikan tinggi cenderung
mempunyai pengetahuan gizi, pengasuhan, dan kesehatan anak yang lebih baik.
14
14
Pekerjaan Orang Tua
Pekerjaan termasuk ke dalam salah satu sumber pendapatan dalam
keluarga. Dengan adanya pekerjaan tetap dalam suatu keluarga, maka keluarga
tersebut relatif terjamin pendapatannya setiap bulan (Khomsan 2000). Sebaran
sampel berdasarkan tingkat pekerjaan orang tua balita dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Sebaran sampel berdasarkan tingkat pekerjaan orang tua balita
Karakteristik Total
Pekerjaan Ayah n %
Tidak bekerja 1 2
PNS 1 2
Pegawai Swasta 3 6
Wiraswasta 25 50
Buruh 20 40
Total 50 100
Pekerjaan Ibu n %
Tidak bekerja 47 94
PNS 2 4
Wiraswasta 1 2
Total 50 100
Tabel 8 menunjukkan sebaran jenis pekerjaan orang tua sampel. Jenis
pekerjaan orang tua sampel beragam, antara lain pegawai swasta, wiraswasta, dan
buruh. Sebagian besar pekerjaan ayah anak balita adalah wiraswasta/pedagang
(50%) dan terdapat satu orang ayah anak balita yang tidak bekerja. Berbeda
dengan ayah, sebagian besar ibu anak balita adalah tidak bekerja atau sebagai ibu
rumah tangga (94%). Ibu yang tidak bekerja cenderung dapat memaksimalkan
waktunya untuk merawat dan memperhatikan keluarga. Pada masyarakat
tradisional, biasanya ibu tidak bekerja di luar rumah, melainkan hanya sebagai ibu
rumah tangga.
Menurut Satoto (1990), ibu rumah tangga yang tidak bekerja di luar rumah
untuk mencari nafkah secara otomatis memiliki waktu yang lebih banyak untuk
mengasuh dan merawat anak. Ibu yang bekerja di luar rumah akan menaikkan
nilai sosialnya, namun pada saat yang sama ibu yang bekerja mengakibatkan
menurunnya kesehatan anak-anak.
Besar Keluarga
Anak-anak yang tumbuh dalam suatu keluarga miskin adalah paling rawan
terhadap kurang gizi diantara seluruh anggota keluarga dan anak yang paling kecil
biasanya paling terpengaruh oleh kekurangan pangan. Hal ini disebabkan karena
semakin bertambah besar jumlah keluarga, maka pangan untuk setiap anak
berkurang dan banyak orangtua tidak menyadari bahwa anak-anak yang sangat
muda memerlukan pangan yang relatif lebih banyak dibandingkan anak-anak
yang lebih tua (Suhardjo 2003). Sebaran sampel berdasarkan besar keluarga dapat
dilihat pada Tabel 9.
15
15
Tabel 9 Sebaran sampel berdasarkan besar keluarga
Karakteristik Total
Besar Keluarga n %
≤4 orng 42 84
5-7 orng 8 16
Total 50 100
Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat bahwa sebagian besar keluarga sampel
termasuk ke dalam kategori keluarga kecil atau besar keluarga ≤ 4 orang yaitu
sebesar 84%. Rata-rata jumlah anggota keluarga contoh adalah 3±1 orang dengan
jumlah anggota keluarga terkecil adalah 3 orang dan terbesar adalah 7 orang.
Menurut Suhardjo (2003), hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dan kurang
gizi, sangat nyata pada masing-masing keluarga. Pada suatu keluarga, terutama
keluarga miskin akan lebih mudah untuk memenuhi kebutuhan makanannya jika
jumlah keluarganya sedikit. Pangan yang tersedia untuk suatu keluarga yang besar
mungkin cukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga tersebut,
tetapi tidak cukup untuk mencegah gangguan gizi pada keluarga yang besar
tersebut. Hal ini sejalan dengan Notoadmodjo (2007) yang menyatakan bahwa di
dalam keluarga besar dan miskin, anak-anak dapat menderita gizi kurang karena
penghasilan keluarga harus digunakan untuk orang banyak.
Pengetahuan Gizi
Pengetahuan adalah informasi yang disimpan dalam ingatan dan menjadi
penentu utama perilaku seseorang (Khomsan et al. 2009). Pengetahuan gizi dan
kesehatan merupakan salah satu jenis pengetahuan yang dapat diperoleh melalui
pendidikan. Pengetahuan gizi merupakan aspek kognitif yang mencirikan
seseorang memahami tentang gizi, pangan dan kesehatan (Sukandar 2007).
Sebaran sampel berdasarkan tingkat pengetahuan gizi ibu dapat dilihat pada Tabel
10.
Tabel 10 Sebaran sampel berdasarkan tingkat pengetahuan gizi ibu
Pengetahuan Gizi Total
n %
Rendah (< 60%) 7 14
Sedang (60-80%) 29 58
Baik (>80%) 14 28
Total 50 100
Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa sebagian besar tingkat
pengetahuan gizi termasuk ke dalam kategori sedang (60-80%) yaitu sebesar 58%
dengan rata-rata skor 72±13. Apooh dan Krekling (2005) mengemukakan bahwa
pengetahuan gizi ibu sangat berhubungan dengan status gizi anak balita. Studi
yang dilakukan di Ghana mendapatkan hasil bahwa ibu yang memiliki anak balita
dengan status gizi sehat mendapatkan skor pengetahuan gizi yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan ibu yang memiliki anak balita dengan status gizi
kurang.Sebaran sampel berdasarkan jawaban pengetahuan gizi dapat dilihat pada
Tabel 11.
16
16
Tabel 11 Sebaran sampel berdasarkan jawaban pengetahuan gizi
Pengetahuan Gizi Jawaban Benar
n %
Zat-zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh 47 94
Pangan yang tergolong sumber karbohidrat 29 58
Pangan yang tergolong sumber protein 49 98
Fungsi utama protein dalam tubuh 9 18
Pangan yang tergolong sumber vitamin 38 76
Makanan yang dikonsumsi harus bergizi dan
beraneka ragam 40 80
Fungsi kalsium dan fosfor 31 62
Bahan makanan yang mengandung banyak kalsium
dan fosfor 38 76
Anjuran mengkonsumsi garam beryodium 46 92
Serat banyak diperoleh dari bahan makananan 47 94
Akibat kekurangan serat 40 80
Akibat kekurangan vit A 21 54
Fungsi konsumsi tablet zat besi selama kehamilan 26 52
Definisi ASI eksklusif 30 60
Definisi MP ASI 43 86
Definisi kolostrum 28 56
Awal pemberian ASI 46 92
Waktu pemberian ASI 47 94
Berat minimal bayi lahir 9 18
Fungsi pemberian imunisasi pada bayi 46 92
Protein merupakan zat gizi yang sangat penting bagi tubuh. protein juga
mampu berfungsi sebagai zat pengatur, zat sumber tenaga, serta sebagai alat
pertahanan tubuh saat terserang penyakit (Uripi 2003). Hasil penelitian
menunjukkan hanya 18% ibu yang dapat menjawab benar fungsi utama protein
dalam tubuh. Kekurangan protein ditandai dengan kehilangan nafsu makan,
penurunan berat badan, penurunan gerak reflek, dan menyebabkan pertumbuhan
terhambat. Kekurangan protein pada stadium berat menyebabkan kwashiorkor
pada anak. Protein yang terdapat dalam makanan, baik yang berasal dari hewani
maupun nabati akan diuraikan menjadi asam-asama amino di dalam saluran
pencernaan oleh enzim dan cairan pencernaan. Selanjutnya, asam amino diserap
dalam usus, kemudian diangkut ke hati untuk diolah menjadi bentuk lain sesuai
keperluan tubuh (Sediaoetama 2006).
Vitamin A merupakan vitamin yang larut dalam lemak dan pelarut lemak.
Vitamin A berperan penting dalam proses penglihatan, pertumbuhan, reproduksi,
perkembangan tulang, kekebalan, dan mempertahankan jaringan epitel. Vitamin
ini tahan terhadap panas, cahaya, dan alkali, tapi tidak tahan terhadap asam dan
oksidasi (Sulistyoningsih 2011). Hasil penelitian menunjukkan 54% ibu yang
dapat menjawab pertanyaan yang benar akibat kekurangan vitamin A. Menurut
Almatsier (2003), kekurangan terhadap vitamin A dapat menyebabkan kerusakan
kornea yang berakibat buruk pada kebutaan hingga kematian. Anak yang
kekurangan vitamin A akan beresiko terhadap penyakit infeksi dan pernapasan,
serta diare. Sumber vitamin A terdapat dalam pangan hewani seperti hati, kuning
telur, susu, dan mentega (Sediaoetama 2006).
17
17
Kurang gizi yang terjadi selama masa kanak-kanak, remaja, dan kehamilan
mempunyai dampak negatif yang semakin buruk terhadap berat badan bayi yang
baru lahir dilahirkan. Bayi dengan berat lahir rendah yang menderita hambatan
pertumbuhan intrauterine (Intrauterine Growth Retardation) ketika masih janin,
dilahirkan dalam keadaan kurang gizi. Bayi yang mengalami kurang gizi berisiko
sangat tinggi terhadap kematian pada periode neonatal dan bayi. Hasil penelitian
menunjukkan hanya 18% ibu yang dapat menjawab dengan benar berat minimal
bayi lahir. Menurut Muthayya (2009), BBLR dapat meningkatkan morbiditas,
menyebabkan gangguan perkembangan mental, meningkatkan risiko penyakit
kronis. Bayi yang lahir dengan BBLR akan lebih sulit untuk memiliki ukuran
tubuh normal di kemudian hari sehingga dapat menyebabkan stunting pada masa
remaja dan akan mengalami defisit perkembangan mental.
Pola Asuh Makan
Pemberian makanan bergizi mutlak dianjurkan untuk anak melalui ibu
atau pengasuhnya. Pola asuh makan mengacu pada apa dan bagaimana anak
makan, serta situasi yang terjadi pada saat makan. Makanan dan minuman bergizi
harus dapat disediakan orang tua bahkan sejak masa prenatal (sebelum kelahiran)
hingga masa post natal (setelah kelahiran), periode usia bayi, balita, usia
prasekolah, usia sekolah hingga usia dewasa (Hastuti 2008).
Pola asuh makan anak balita yang efektif akan berkontribusi terhadap
pengurangan kasus gizi buruk pada anak balita yang masih merupakan masalah
gizi utama yang dihadapi Indonesia. Smith et al. (1991) dalam Jallow (2006)
mengemukakan bahwa kejadian gizi buruk lebih kecil terjadi di perkotaan
dibandingkan di pedesaan, hal ini salah satunya dipengaruhi oleh pola pengasuhan
terutama pola asuh makan yang diberikan oleh ibu di perkotaan lebih baik jika
dibandingkan dengan ibu yang berada di pedesaan.
Membentuk pola makan yang baik untuk seorang anak menuntut
kesabaran seorang ibu. Pada usia pra sekolah, anak-anak sering mengalami fase
sulit makan. Apabila masalah makan ini berkepanjangan maka dapat mengganggu
tumbuh kembang anak karena jumlah dan jenis gizi yang masuk dalam tubuhnya
kurang. Masalah makan pada anak dapat terjadi karena anak meniru pola makan
orang tuanya yang makan pada saat menjalani diet untuk menurunkan berat badan
(Khomsan 2004). Sebaran sampel berdasarkan pola asuh makan dapat dilihat pada
Tabel 12.
Tabel 12 Sebaran sampel berdasarkan pola asuh makan
Pola asuh makan Total
n %
Rendah (< 60%) 1 2
Sedang (60-80%) 20 40
Baik (>80%) 29 58
Total 50 100
Sebagian besar pola asuh makan dari sampel balita telah mendapatkan
pola asuh makan yang termasuk kategori baik yaitu sebesar 58% dengan rata-rata
skor 79±14. Hasil penelitian Ogunba (2006) menyebutkan bahwa perilaku ibu
18
18
yang benar selama memberi makan akan meningkatkan konsumsi pangan anak
dan pada akhirnya akan meningkatkan status gizi anak.Menurut Martianto (2000),
pemberian pola asuh makan yang memadai berhubungan dengan baiknya kualitas
konsumsi makanan anak yang pada akhirnya mempengaruhi kualitas status gizi
anak. Hal ini sejalan dengan penelitian Menon & Ruel (2002) bahwa di negara-
negara Amerika Latin, praktek pemberian makan anak berpengaruh kuat terhadap
kualitas status gizi indeks TB/U anak usia 6-36 bulan. Klemesu et al. (2000) juga
berpendapat bahwa praktek pengasuhan merupakan determinan yang cukup kuat
bagi status gizi anak, meskipun anak tersebut berasal dari keluarga miskin.
Sebaran sampel berdasarkan jawaban pertanyaan pola asuh makan dapat dilihat
pada Tabel 13.
Tabel 13 Sebaran sampel berdasarkan jawaban pola asuh makan
Pola Asuh Makan Ya, selalu Kadang-kadang Tidak pernah
n % n % n %
Pemberian kolostrum selama
beberapa hari setelah
melahirkan
40 80 1 2 9 18
Pemberian ASI eksklusif
selama 6 bulan 43 86 0 0 7 14
Pemberian MP-ASI setelah
usia 6 bulan 20 40 4 8 26 52
Anak mengkonsumsi
makanan beragam 40 80 2 4 8 16
Anak makan 3 kali sehari 44 88 5 10 1 2
Ibu membiasakan anak
makan sendiri 37 74 12 24 1 2
Anak mengkonsumsi
sayuran 43 86 7 14 0 0
Ibu menyuapi atau
membujuk anak yang tidak
nafsu makan
43 86 6 12 1 2
Anak selalu menghabiskan
makanannya 22 44 24 48 4 8
Makan anak tidak teratur 35 70 13 26 2 4
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar ibu telah menerapkan
pola asuh makan yang baik. Persentase pemberian ASI eksklusif selama enam
bulan sebanyak 86%. Menurut Alvarado et all (2005) pemberian ASI akan
mempengaruhi pertumbuhannya (pertambahan berat dan tinggi) yang merupakan
bagian dari pengukuran status gizi. Anak yang diberikan ASI memiliki angka
pertumbuhan yang lebih tinggi daripada yang tidak diberikan ASI. Anak yang
tidak diberikan ASI akan tetapi diberikan makanan yang lengkap dan beraneka
ragam memiliki efek positif juga pada kenaikan berat badan walaupun
kenaikannya lebih rendah daripada yang diberikan ASI. Pemberian ASI juga
memberikan perlindungan dari penyakit infeksi. Hal ini sejalan dengan
Villalpando (2000) yang mengungkapkan bahwa ASI eksklusif tersebut untuk
melindungi bayi dari penyakit infeksi terutama diare. Ibu yang menyusui bayinya
juga akan terhindar dari resiko stres tinggi setelah melahirkan. Hal ini karena
19
19
menyusui dapat menurunkan proinflammatory cytokines pada ibu yang
merupakan pemicu stres atau depresi setelah melahirkan.
Pemberian makanan pendamping ASI sangat penting diberikan, karena
sangat menunjang dalam pertumbuhan anak terutama berat badan anak, pada masa
bayi. Pemberian makanan pendamping hendaknya diberikan ketika anak sudah
menginjak 4 bulan, tetapi ada ketentuan baru yang menyebutkan bahwa
pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) diberikan pada saat bayi
menginjak usia 6 bulan. Hasil penelitian menunjukkan persentase ibu tidak
memberikan MP-ASI setelah anak berusia enam bulan adalah sebanyak 52%.
MPASI sebaiknya diberikan setelah bayi berusia 6 bulan dan tidak boleh ditunda
sampai lebih dari 6 bulan untuk menghindarkan bayi dari berbagai kemungkinan
yang dapat berdampak negatif bagi kesehatannya. Albar (2004) mengemukakan
bahwa pemberian MP-ASI yang ditunda dapat menyebabkan bayi tidak akan
tumbuh optimal karena berat badan tidak bertambah dan cenderung berkurang.
MP-ASI sebaiknya mengandung energi dan protein tinggi, vitamin dan mineral
dalam jumlah yang cukup, dapat diterima dengan baik, harganya relatif murah,
serta dapat diproduksi dari bahan pangan lokal (Muchtadi 2002).
Makanan yang dikonsumsi anak-anak haruslah merupakan sumber zat gizi
yang baik dan yang diperlukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya 44%
anak yang selalu menghabiskan makanannya.Anak-anak usia prasekolah sering
mengalami fase sulit makan. Penyediaan makanan dalam jumlah yang cukup dan
beraneka ragam jenisnya belum menjamin akan dikonsumsi oleh anak Menurut
Kurniasih et al (2010), sesuai dengan tahap perkembangannya di usia ini anak
mulai ingin mandiri, sehingga anak cenderung menolak makanan yang tak disukai
dan hanya ingin mengkonsumsi makanan favoritnya. Selain itu, aktivitas bermain
anak sebagai cara untuk mengenal dunia sekitar membuat anak menunda waktu
makannya. Jika masalah makan ini berkepanjangan maka dapat mengganggu
tumbuh kembang anak, karena jumlah dan jenis zat gizi yang masuk ke dalam
tubuhnya berkurang (Khomsan 2004). De Castro (2004) mengungkapkan bahwa
asupan energi yang diperoleh dari makanan harus seimbang dan beragam dengan
pengeluaran energi untuk mempertahankan berat badan.
Pola Asuh Kesehatan
Status kesehatan penduduk memberikan gambaran mengenai kondisi
kesehatan penduduk dan biasanya dilihat melalui indikator angka kesakitan yaitu
persentase penduduk yang mengalami gangguan kesehatan sehingga mampu
mengganggu aktifitas sehari-hari. Status kesehatan anak balita merupakan aspek
dari kualitas fisik anak balita yang dapat mempengaruhi status gizi (BPS 2011).
Pola asuh kesehatan merupakan tugas orang tua memberikan asuhan
kepada anak sehingga anak selalu berada dalam kondisi terbebas dari penyakit
serta dapat beraktivitas rutin selayaknya individu normal. Menurut Hastuti (2008),
ada dua usaha yang dapat dilakukan oleh orang tua untuk melakukan pola asuh
kesehatan yaitu preventif dan kuratif. Upaya preventif adalah dengan
membiasakan pola hidup sehat melalui penanaman kebiasaan hidup bersih dan
teratur seperti mandi, keramas, gosok gigi, gunting kuku, dan cuci tangan sebelum
makan. Upaya tersebut perlu ditanamkan sejak usia dini. Upaya kuratif yang dapat
dilakukan meliputi upaya orang tua untuk memberikan pengobatan dan perawatan
20
20
agar anak selalu berada dalam kondisi terbebas dari penyakit infeksi dan penyakit
lain yang umum terjadi pada anak. Sebaran sampel berdasarkan pola asuh
kesehatan dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14 Sebaran sampel berdasarkan pola asuh kesehatan
Pola asuh kesehatan Total
n %
Sedang (60-80%) 15 30
Baik (>80%) 35 70
Total 50 100
Sebagian besar pola asuh kesehatan dari sampel telah mendapatkan pola
asuh kesehatan yang baik yaitu sebesar 70% dengan rata-rata skor 84±12. Latifah
et al. (1996) menyatakan bahwa sikap ibu yang positif terhadap pengasuhan dan
perawatan anak akan meningkatkan kecenderungan anak untuk menstimulasi
organ-organ tubuh yang selanjutnya akan membuat tubuh akan lebih mudah
menyerap zat-zat gizi untuk pertumbuhan. Oleh karena itu, perilaku gizi yang baik
dari ibu sangat penting agar balita dapat meningkatkan status gizinya. Sebaran
sampel berdasarkan jawaban pertanyaan pola asuh kesehatan dapat dilihat pada
Tabel 15.
Tabel 15 Sebaran sampel berdasarkan jawaban pola asuh kesehatan
Pola Asuh Kesehatan Ya, selalu Kadang-kadang Tidak pernah
n % n % n %
Anak dibawa imunisasi 49 98 1 2 0 0
Anak ditimbang di posyandu
setiap bulan 45 90 4 8 1 2
Ibu membiasakan cuci
tangan dengan sabun
sebelum memberi makan
46 92 3 6 1 2
Ibu membiasakan anak
mencuci tangan dengan
sabun sebelum dan sesudah
makan
49 98 1 2 0 0
Ibu memeriksa dan
menggunting kuku anak
seminggu sekali
49 98 1 2 0 0
Ibu tidak mengizinkan anak
ketika anak bermain di
tempat yang kotor
28 56 9 18 13 26
Ibu mencuci rambut anak
minimal satu kali dalam
seminggu
18 36 6 12 26 52
Ibu mengingatkan anak cuci
kaki dan menggosok gigi
sebelum tidur
44 88 5 10 1 2
Ibu membiasakan anak
mandi dua kali sehari 49 98 0 0 1 2
Ibu mengganti pakaian
setelah bermain di luar
rumah
35 70 12 24 3 6
21
21
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar ibu telah menerapkan
pola asuh kesehatan anak yang baik kepada anaknya. Keramas atau mencuci
rambut penting untuk dilakukan agar kesehatan rambut tetap terjaga dengan baik
dan terhindar dari ketombe. Keramas sebaiknya dilakukan minimal 3 hari sekali
memakai shampoo. Pemakaian shampoo bertujuan agar kotoran yang menempel
pada rambut dan kulit kepala dapat terangkat oleh shampoo. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa 52% ibu tidak membiasakan sampel untuk keramas dan 36%
ibu sudah membiasakan anak balitanya untuk keramas.
Anak balita merupakan salah satu golongan rawan (vulnerable group),
karena pada masa ini anak berada pada masa bermain. Bermain ini biasanya
dilakukan dengan teman sebayanya diluar rumah. Tidak jarang anak-anak bermain
di tempat yang kotor sehingga status kesehatan mereka terancam, lingkungan
yang kotor merupakan sarang bibit penyakit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
26% ibu mengizinkan sampel untuk bermain di tempat yang kotor. Menurut
Notoatmodjo (2007) anak balita merupakan kelompok rawan karena mereka
mulai main di tanah, dan sudah dapat dapat main diluar rumahnya sendiri,
sehingga lebih terpapar dengan lingkungan yang kotor dan kondisi yang
memungkinkan untuk terinfeksi dengan berbagai macam penyakit.
Seorang ibu harus dapat membiasakan anaknya menjaga kebersihan diri
sehingga dapat terhindar dari berbagai penyakit yaitu dengan cara mengajarkan
mencuci tangan setelah anak bermain di luar rumah. Menurut Gunn et al. (2007)
di Carolina Amerika mengenai program intervensi mencuci tangan yang
dilakukan terhadap anak-anak yang dititipkan di tempat penitipan anak (TPA),
mendapatkan hasil bahwa penyakit diare dan lama sakit akibat diare pada anak-
anak yang mengikuti program intervensi mencuci tangan lebih sedikit
dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Status Gizi
Penentuan status gizi sampel dalam penelitian ini menggunakan
perhitungan z-skor WHO-NCHS (Depkes 2008). Perhitungan z-skor merupakan
rekomendasi dari WHO untuk mengukur status gizi pada negara dengan
pendapatan rendah seperti negara miskin atau negara berkembang (Gibson 2005).
Ditinjau dari sudut masalah kesehatan dan gizi, maka anak usia prasekolah
yaitu tiga sampai enam tahun, termasuk golongan masyarakat yang disebut
masyarakat rentan gizi, yaitu kelompok masyarakat yang paling mudah menderita
kelainan gizi, sedangkan pada saat ini mereka mengalami proses pertumbuhan
yang sangat pesat dan membutuhkan zat-zat gizi dalam jumlah yang relatif besar.
Maka kesehatan yang baik ditunjang oleh keadaan gizi yang baik, merupakan hal
yang utama untuk tumbuh kembang yang optimal bagi seorang anak (Santoso &
Ranti 2004).
Indiktor yang digunakan dalam menentukan status gizi pada penelitian ini
adalah indeks tinggi badan menurut umur (TB/U) dan berat badan menurut tinggi
badan (BB/TB) kemudian diolah menggunakan software anthro 2005. Hasil
pengukuran dengan indeks selanjutnya ditentukan dengan nilai z skor. Sebaran
sampel berdasarkan status gizi dapat dilihat pada Tabel 16.
22
22
Tabel 16 Sebaran sampel berdasarkan status gizi
Status Gizi Total
BB/TB n %
Kurus (>-3.0 s/d <-2.0) 4 8
Normal (>-2.0 s/d ≤2,0) 46 92
Total 50 100
TB/U n %
Pendek (≥-3,0 s/d <2,0) 5 10
Normal (≥-2,0) 45 90
Total 50 100
BB/U n %
Kurang (≥-3,0 s/d <2,0) 4 8
Baik (≥-2,0) 46 92
Total 50 100
Berdasarkan Tabel 16 dapat dilihat bahwa status gizi sampel berdasarkan
berat badan menurut tinggi badan (BB/TB), tinggi badan menurut umur (TB/U),
dan berat badan menurut umur (BB/U) sebagian besar termasuk ke dalam kategori
normal yaitu 92%, 90%, dan 92%. Berdasarkan kriteria WHO (1995), masalah
gizi dan kesehatan masyarakat tergolong sangat tinggi apabila prevalensi anak
balita kurus (wasting) >15%, prevalensi anak balita pendek (stunting)>40%, dan
prevalensi anak balita gizi kurang (underweight) >30%.
Status gizi balita sangat penting untuk diperhatikan karena secara luas
memiliki dampak besar dan berkepanjangan pada status kesehatan anak,
perkembangan fisik dan mental serta produktivitas anak saat dewasa (Okoroigwe
dan Okeke 2009). Pernyataan ini sejalan dengan pernyataan Vinod et al. (2011)
yang menyatakan bahwa gizi pada anak balita (kelompok usia 0-5 tahun) sangat
penting karena merupakan pondasi untuk kesehatan sepanjang hidupnya nanti,
juga kekuatan dan kemampuan intelektualnya. Menurut Hardinsyah (2007), status
gizi seorang anak sangat ditentukan oleh konsumsi pangan dan pola pengasuhan
yang didapatkan. Semakin baik konsumsi pangan yang dikonsumsi, baik secara
kualitas maupun kuantitas, dan semakin baik pola pengasuhan yang didapat, maka
semakin baik status gizi anak.
Status Kesehatan
Dua determinan penting yang berpengaruh terhadap status gizi anak
adalah konsumsi pangan dan keadaan kesehatan anak. Pada umumnya sampel
(94%) pernah mengalami sakit dalam tiga bulan terakhir. Jumlah anak yang
pernah sakit pada PAUD At Taqwa (100%) lebih banyak daripada jumlah anak
yang sakit di PAUD Eka Mandiri (94%). Sebaran sampel berdasarkan status
kesehatan dapat dilihat pada Tabel 17.
23
23
Tabel 17 Sebaran sampel berdasarkan status kesehatan
Status Kesehatan Total
n %
Pernah 47 94
Tidak 3 6
Total 50 100
Frekuensi dan Lama Sakit
Usia balita adalah usia yang cukup rawan karena pertumbuhan dan
perkembangan di usia ini akan menentukan perkembangan fisik dan mental anak
di usia remaja dan ketika dewasa (Kurniasih 2010). Sebaran sampel berdasarkan
frekuensi dan lama sakit dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18 Sebaran sampel berdasarkan frekuensi dan lama sakit
Frekuensi Total
n %
Tidak pernah sakit 3 6
1 kali sakit 32 64
2 kali sakit 15 30
≥ 3 kali sakit 10 20
Total 50 100
Lama Sakit n %
Tidak pernah 3 6
1-3 hari 20 40
4-7 hari 17 34
8-14 hari 6 12
> 14 hari 4 8
Total 50 100
Riwayat sakit yang diteliti pada anak meliputi frekuensi sakit, lama sakit
dan jenis penyakit yang dialami anak selama tiga bulan terakhir. Hampir seluruh
anak diketahui pernah mengalami sakit dalam rentang waktu tiga bulan sebelum
di wawancara. Dapat diketahui bahwa frekuensi sakit yang dialami oleh sebagian
besar sampel adalah satu kali yaitu sebesar 64% dengan rata-rata 2±1 kali dalam
tiga bulan terakhir dengan lama sakit antara satu sampai tiga hari sebesar 40%
dengan rata-rata 6±5 hari. Menurut Madanijah (2003), lebih seringnya seorang
anak menderita sakit berakibat menurunnya berat badan anak dan selanjutnya
status gizi anak. Anak yang mengalami sakit menjadi tidak aktif, nafsu makan
menurun, sehingga dengan cepat akan menurunkan berat badan.
Jenis Penyakit
Status kesehatan seseorang berkaitan dengan keadaan penyakit yang
dideritanya dan merupakan hasil dari proses interaksi antara faktor host, agen
penyakit, dan lingkungan. Penyakit sendiri dipengaruhi oleh faktor lingkungan,
keadaan gizi dan imunitas serta akses terhadap layanan kesehatan (Patriasih et al.
2009). Sebaran sampel berdasarkan jenis penyakit dapat dilihat pada Tabel 19.
24
24
Tabel 19 Sebaran sampel berdasarkan jenis penyakit
Jenis Penyakit Total
n %
Batuk Pilek 43 71,7
Sakit mata 1 1,7
Asma 2 3,3
Tifus 2 3,3
Cacar Air 1 1,7
Diare 4 6,7
Muntaber 1 1,7
Sakit kulit (bisul, gatal) 5 8,3
Lainnya (demam) 1 1,7
Total 60 100
Penyakit ISPA mempunyai prevalensi tertinggi diantara penyakit yang lain
yaitu 71,7%. ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) merupakan suatu jenis
penyakit infeksi akut saluran pernafasan bagian atas dan infeksi akut saluran
pernafasan bagian bawah. Menurut Sukarni 1994 dalam Fitriyani 2008, masih
tingginya angka kesakitan akibat ISPA di Indonesia disebabkan masih terbatasnya
penyediaan air bersih, sarana pembuangan sampah dan air limbah, dan lingkungan
perumahan yang kotor (kurang sehat). Selain itu, penyakit ISPA merupakan
penyakit yang mudah ditularkan melalui udara. Anggota keluarga yang paling
rentan terkena penyakit yaitu balita. Sesuai dengan pendapat Soekirman (2000),
bahwa salah satu golongan usia yangrentan terhadap risiko terserang penyakit
adalah anak di bawah usia 5 tahun (balita).
Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan
seperti batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun
demikian anak akan menderita pneumonia bila infeksi paru tidak diobati dengan
antibiotik hingga dapat mengakibatkan kematian.Kematian seringkali disebabkan
karena penderita datang untuk berobat dalam keadaan berat dan sering disertai
sakit dan kurang gizi. Data morbiditas penyakit ISPA di Indonesia per tahun
berkisar antara 10-20% dari populasi balita (Rasmaliyah 2004).
Skor Morbiditas
Morbiditas dapat disebabkan oleh status gizi yang kurang, tetapi
morbiditas dapat juga menyebabkan status gizi menjadi rendah. Kondisi sakit
akan mengganggu sistem metabolisme zat-zat didalam tubuh sehingga
pemanfaatan zat gizi oleh sistem tubuh menjadi tidak optimal dan penurunan
status gizi (Hardinsyah 2007).
Indikator yang digunakan untuk mengukur status kesehatan antara lain
yaitu angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (Sugiyono 2009). Untuk
keperluan analisis data skor morbiditas dihitung dengan cara mengalikan lama
sakit dan frekuensi sakit. Kemudian tingkat morbiditas dikategorikan menjadi
rendah (0-11), sedang (12-22) dan tinggi (>23) (Sugiono 2009). Sebaran sampel
berdasarkan skor morbiditas dapat dilihat pada Tabel 20.
25
25
Tabel20Sebaran sampel berdasarkan skor morbiditas
Skor Morbiditas Total
n %
Rendah (0-11) 40 80
Sedang (12-22) 8 16
Tinggi (>23) 2 4
Total 50 100
Berdasarkan Tabel 20 dapat dilihat bahwa sebagian besar sampel termasuk
dalam kategori baik atau skor morbiditas rendah yaitu sebesar 80% dengan rata-
rata skor 8±6. Menurut Grossman (2005), kondisi kesehatan yang baik akan
mengurangi waktu-waktu sekolah yang terbuang atau dengan kata lain modal
sehat sangat berpengaruh terhadap pemanfaatan waktu. Seorang siswa yang sering
sakit akan mengalami kesulitan dalam proses belajar seperti cepat lelah, sulit
konsentrasi dan malas. Siswa yang kurang sehat dan kurang gizi daya tangkapnya
terhadap pelajaran dan kemampuan belajarnya akan lebih rendah.
Akses Informasi dan Pelayanan Kesehatan
Akses terhadap informasi gizi dan kesehatan dilihat dari keterlibatan ibu
terhadap sumber informasi dan sarana pelayanan gizi dan kesehatan, terutama
Posyandu, Puskesmas dan media massa. Pertanyaan yang diajukan terdiri dari
pernah tidaknya mendapat informasi, sumber informasi, rutin tidaknya dalam
mencari informasi serta frekuensi dalam mencari informasi. Pelayanan kesehatan
merupakan setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama
dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah
dan menyembuhakn penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga,
kelompok, dan ataupunmasyarakat (Depkes 2009). Sebaran sampel berdasarkan
akses informasi dan pelayanan kesehatan dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21 Sebaran sampel berdasarkan akses informasi dan pelayanan kesehatan
Akses Informasi dan Pelayanan Kesehatan Total
n %
Mendapat informasi kesehatan
Pernah 46 92
Tidak 4 8
Total 50 100
Sumber informasi
Media cetak (buku,koran,majalah,artikel) 9 19,1
Media elektronik (televisi,radio) 24 51
Teman, saudara 13 27,6
Total 47 100
Sering meluangkan waktu mencari informasi
Ya 36 72
Tidak 14 28
Total 50 100
Seringnya mencari informasi
1-3x setiap minggu 12 33,3
26
26
Akses Informasi dan Pelayanan Kesehatan Total
n %
> 3x setiap minggu 5 13,9
1-3x setiap bulan 19 52,8
Total 36 100
Penggunaan posyandu
Tidak pernah 4 8
Kadang-kadang 17 34
Selalu 29 58
Total 50 100
Alasan ke posyandu
Untuk menimbang balita 26 52
Untuk imunisasi 17 34
Untuk mendapat info gizi dan kesehatan 7 14
Total 50 100
Kader mengajak ibu datang ke posyandu
Ya 48 96
Tidak 2 4
Total 50 100
Biaya kesehatan di puskesmas terjangkau
Tidak 1 2
Ya 49 98
Total 50 100
Tabel 21 menunjukkan sebagian besar (92%) ibu pernah mendapatkan
informasi kesehatan, sumber informasi terbanyak (51%) berasal dari media
elektronik (televisi dan radio), dan orang lain (teman atau saudara) (27,6%) serta
hanya 33,3% ibu yang rutin mencari informasi 1-3 kali sebulan. Pada aspek
pelayanan kesehatan, sebagian besar ibu selalu datang ke posyandu (58%) setiap
bulannya dan alasan ibu datang ke posyandu (52%) adalah hanya mengetahui
fungsi poyandu sebatas tempat penimbangan balita saja, serta sebagian besar
(96%) ibu datang ke posyandu karena undangan dari para kader sekitar dan 98%
ibu menganggap biaya kesehatan di puskesmas terjangkau. Selain pengetahuan
gizi, akses ibu terhadap informasi dapat menjadi indikator kemampuan ibu untuk
merawat anaknya lebih baik. Berbagai informasi gizi dan kesehatan dapat
diperoleh dengan melihat atau mendengar sendiri, melalui alat-alat komunikasi
seperti membaca surat kabar/majalah, mendengarkan siaran radio, menyaksikan
siaran televisi atau melalui penyuluhan (Engle, Menon & Haddad 1997).
Tingkat Kecukupan Zat Gizi
Konsumsi pangan sampel dalam penelitian ini dilakukan metode food
recall dan food record. Metode recall 2x24 jam dilakukan dalam hari yang tidak
berurutan sehingga dapat menghasilkan gambaran asupan zat gizi lebih optimal
dan memberikan variasi yang lebih besar tentang intake harian individu
(Supariasa 2002). Dari hasil uji T-Test menunjukkan terdapat perbedaan yang
nyata antara konsumsi energi (p=0,024) pada metode recall dan metode record.
Oleh karena itu, dilakukan perbandingan antara metode food recall dan food
Tabel 21 Sebaran sampel berdasarkan akses informasi dan pelayanan kesehatan
(Lanjutan)
27
27
record. Sebaran sampel berdasakan tingkat kecukupan energi dan lemak dapat
dilihat pada Tabel 22.
Tabel 22 Sebaran sampel berdasarkan tingkat kecukupan energi dan lemak
Zat Gizi Total
Energi Recall Record
n % n %
Defisit Berat (<70%) 1 2 0 0
Defisit Sedang (70-79%) 4 8 2 4
Defisit Ringan (80-89%) 5 10 1 2
Normal (90-119%) 24 48 22 44
Lebih (>120%) 15 30 25 50
Total 50 100 50 100
Berdasarkan Tabel 22 dapat dilihat pada metode food recall, sebagian
besar konsumsi energi sampel termasuk ke dalam kategori normal yaitu sebesar
48% dengan rata-rata 1353±249 kkal dan kategori lebih sebesar 50% pada metode
food record dengan rata-rata dan 1502±207 kkal. Hal ini diduga disebabkan oleh
beberapa kesalahan yang kemungkinan terjadi dalam pengukuran konsumsi
pangan.
Menurut Almatsier et al. (2011), terdapat kesalahan yang mungkin terjadi
dalam pengukuran yaitu terjadi syndroma flat slope. Kesalahan-kesalahan tersebut
adalah adanya kecenderungan dimana ibu akan melaporkan lebih pada konsumsi
yang sedikit (overestimate low intake) atau melaporkan sedikit pada konsumsi
yang berlebihan (underestimate high intake). Dalam penelitian ini terdapat
kemungkinan ibu melaporkan konsumsi yang lebih banyak (overestimate low
intake) karena ibu ingin menunjukkan bahwa konsumsi anaknya lebih baik pada
saat penelitian berlangsung.
Dari hasil uji T-Test menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yag
nyata antara konsumsi protein (p=0,723) pada metode food recall dan food record
sehingga dapat di rata-rata. Sebaran sampel berdasarkan konsumsi protein dan
karbohidrat dapat dilihat pada Tabel 23.
Tabel 23 Sebaran sampel berdasarkan konsumsi protein
Zat Gizi Total
Protein n %
Defisit Berat (<70%) 13 26
Defisit Sedang (70-79%) 11 22
Defisit Ringan (80-89%) 9 18
Normal (90-119%) 15 30
Lebih (>120%) 2 4
Total 50 100
Berdasarkan Tabel 23 diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar (30%)
asupan protein sampel termasuk ke dalam kategori normal dengan rata-rata
sebesar 85,1±19,6 g. Pangan sumber protein yang paling sering di konsumsi
adalah sumber protein hewani (ayam dan ikan) dan protein nabati (tahu dan
tempe).
28
28
Konsumsi pangan merupakan mengenai jenis dan jumlah pangan yang
dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang pada waktu tertentu. Semakin baik
variasi konsumsi maka kualitas zat gizi pangan juga akan semakin baik (Riyadi
dan Anwar 2007). Penelitian Olivares et al. (2004) yang menemukan bahwa anak-
anak cenderung kurang dalam mengkonsumsi buah dan sayur, namun cenderung
tinggi dalam mengkonsumsi makanan ringan. Penelitian Vinod et al. (2011) di
India, juga menemukan bahwa balita umumnya sering mengkonsumsi nasi dan
sereal. Keanekaragaman konsumsi pangan berperan penting untuk mengatasi
masalah gizi. Steyn et al. (2006) menyebutkan bahwa konsumsi makanan yang
beraneka ragam pada anak akan berhubungan positif dengan baiknya
pertumbuhan anak.
Beberapa studi di negara berkembang menyebutkan bahwa mengonsumsi
aneka ragam pangan dapat memperbaiki kualitas gizi makanan dan berpengaruh
terhadap tingkat kecukupan zat gizi (Steyn et al. 2006). Penelitian yang pernah
dilakukan Scaglioni et al. (2011) menyatakan bahwa konsumsi pangan anak
tergantung dari pangan yang diberikan orangtua, kebiasaanmakan orangtua dan
gaya hidup. Hal ini mengindikasikan bahwa orangtua bertanggung jawab dalam
hal pemilihan makanan yang baik bagi anak.
Hubungan Antar Variabel
Pengetahuan gizi dengan pola asuh makan anak balita
Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan dan positif (p=0,025 r=0,316) antara pengetahuan gizi ibu dengan pola
asuh makan. Hal tersebut berarti semakin baik pengetahuan gizi ibu maka akan
semakin baik pula penerapan pola makan. Hasil penelitian Rahayu (2006)
menunjukkan adanya hubungan antara pengetahuan gizi dengan cara pemberian
makan. Hal ini sejalan dengan Diana (2004) yang menyatakan bahwa salah satu
faktor yang mempengaruhi pola asuh makan adalah tingkat pengetahuan ibu.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang.
Pengetahuan gizi yang baik jika disertai dengan sikap ibu dalam
pemberian makan yang baik maka akan secara langsung dapat mempengaruhi
komposisi dan makanan yang dikonsumsi. Praktek pemberian makan yang dapat
mempengaruhi konsumsi makan anak terdiri dari (1) pemberian makan yang
sesuai umur dan kemampuan anak (2) kepekaan ibu atau pengasuh dalam
mengetahui saaat waktu makan anak (3) upaya menumbuhkan nafsu makan anak
(4) menciptakan situasi makan yang baik seperti memberikan rasa nyaman (5)
kuantitas dan kualitass makanan dan cara penyajian atau pemberian makan yang
benar (Mariani 2002).
Pengetahuan gizi dengan pola asuh kesehatan anak balita
Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan dan positif (p=0,020 r=0,329) antara pengetahuan gizi ibu dengan pola
asuh kesehatan. Hal tersebut berarti semakin baik pengetahuan gizi ibu maka akan
semakin baik pula penerapan pola kesehatan. Hal ini sejalan dengan penelitian
Rahayu (2006) yang menyatakan bahwa adanya hubungan antara pengetahuan
29
29
gizi dengan cara perawatan kesehatan anak. Selain itu, banyak hal yang dapat
mempengaruhi pola asuh kesehatan antara lain adalah pengalaman dan kebiasaan
ibu. Pengalaman dan kebiasaan yang telah dimiliki oleh seorang ibu, baik secara
sengaja maupun tidak sengaja kemudian diterapkan dalam pengasuhan anaknya
terutama pola asuh kesehatan.
Pengetahuan gizi dengan status gizi anak balita
Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan
yang signifikan (p>0,05) antara pengetahuan gizi ibu dengan status gizi menurut
BB/TB (p=0,604 r=0,075), TB/U (p=0,592 r=0,078), dan BB/U (p=0,957
r=0,008). Hal ini berarti bahwa pengetahuan gizi yang semakin baik belum tentu
diikuti dengan status gizi yang baik. Hasil ini bertentangan dengan Apooh dan
Krekling (2005) mengemukakan bahwa pengetahuan gizi ibu sangat berhubungan
dengan status gizi anak balita. Studi yang dilakukan di Ghana mendapatkan hasil
bahwa ibu yang memiliki anak balita dengan status gizi sehat mendapatkan skor
pengetahuan gizi yang tinggi jika dibandingkan dengan ibu yang memiliki anak
balita dengan status gizi kurang, tingkat pengetahuan gizi yang dimiliki lebih
rendah.
Keadaan demikian diduga karena rata-rata pendidikan ibu yang rendah.
Menurut Rahmawati (2006) bahwa salah satu sumber daya yang penting bagi
keluarga untuk mendukung pengetahuan seseorang dalam menerima informasi
yang pada akhirnya dapat membentuk perilakunya adalah pendidikan. Atmarita
(2004) menjelaskan bahwa pengetahuan ibu tidak berhubungan langsung dengan
status gizi anak, namun melalui mekanisme hubungan lain seperti efisiensi
penjagaan kesehatan dan peningkatan pengasuhan anak. Selain itu, banyak faktor
yang mempengaruhi status gizi balita, diantaranya adalah faktor langsung dan
tidak langsung. Faktor langsung adalah asupan gizi dan infeksi sedangkan faktor
tidak langsung adalah tingkat pendidikan orang tua, besar keluarga, dan status
ekonomi keluarga.
Pengetahuan gizi dengan morbiditas anak balita
Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan
yang signifikan (p=0,643 r=-0,067) antara pengetahuan gizi ibu dengan
morbiditas. Hal ini berarti bahwa pengetahuan gizi yang semakin baik belum tentu
diikuti dengan morbiditas anak yang baik.
Keadaan demikian diduga karena pendidikan ibu yang rendah. Hasil
penelitian Klemesu et al. (2000) di Ghana menyimpulkan bahwa ibu yang
mempunyai pendidikan lebih tinggi, memiliki skor praktek higiene yang lebih
tinggi. Madanijah et al. (2005) juga menyatakan bahwa semakin baik pendidikan
ibu maka keterampilan dan kemampuan ibu juga akan semakin baik yang berarti
dapat meningkatkan kualitas perawatan anak. Ibu dengan tingkat pendidikan
tinggi akan lebih mudah menerima pesan dan informasi mengenai gizi dan
kesehatan anak (Rahmawati 2006). Hal ini sejalan dengan Martianto et al. (2008)
yang menyatakan bahwa ibu dengan pendidikan dan pengetahuan yang rendah
biasanya memiliki rasa percaya diri yang kurang dan memiliki akses terbatas
untuk berpartisipasi pada pelayanan kesehatan dan gizi seperti Posyandu, Bina
Keluarga Balita dan Puskesmas sehingga mereka memiliki resiko yang lebih
tinggi untuk memiliki anak yang kurang gizi.
30
30
Pola asuh makan dengan status gizi anak balita
Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan
yang signifikan (p>0,05) antara pola asuh makan dengan status gizi menurut
BB/TB (p=0,272 r=0,158), TB/U (p=0,664 r=0,063), dan BB/U (p=0,200
r=0,184). Hal ini bermakna bahwa pola asuh yang semakin baik belum tentu
berdampak pada status gizi anak yang baik. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Pramuditya (2010) yang menyatakan bahwa antara pola asuh
makan dengan status gizi balita tidak terdapat hubungan yang signifikan.
Keadaan demikian diduga karena rendahnya pendapatan keluarga yang
berdampak pada pola pengasuhan pada anak. Menurut penelitian Arimond & Ruel
(2004) menyatakan bahwa kualitas diet anak berkorelasi dengan faktor sosial
ekonomi keluarga. Semakin tinggi pendapatan akan meningkatkan kemampuan
rumah tangga untuk mengonsumsi beragam makanan (Hatloy et al. 2000). Hal ini
sejalan dengan Firlie (2001) yang menyatakan bahwa pendapatan keluarga akan
menentukan alokasi pengeluaran pangan dan non pangan sehingga apabila
pendapatan keluarga rendah maka akan mengakibatkan penurunan daya beli.
Amelia (2005) juga berpendapat bahwa kejadian sakit balita yang tinggi
umumnya berhubungan dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah. Pendapatan
yang rendah menyebabkan keluarga tidak mampu menjangkau pelayanan
kesehatan yang layak sehingga anak mengalami sakit yang terlalu lama dan
diikuti dengan nafsu makan yang berkurang sehingga berdampak pada status gizi
anak.Anak-anak yang kekurangan gizi memiliki resiko lebih dari dua kali lipat
lebih tinggi meninggal dibandingkan dengan anak yang tidak kurang gizi (Olaf et
al. 2003)
Pola asuh makan dengan morbiditas anak balita
Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan
yang signifikan (p=0,598 r=-0,076) antara pola asuh makan dengan morbiditas.
Hal ini berarti bahwa ibu yang telah menerapkan pola asuh yang baik belum tentu
berdampak status kesehatan anak yang baik. Hal ini bertentangan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Syukriawati (2011) bahwa anak balita yang
memperoleh kualitas pengasuhan yang lebih baik, kemungkinan besar akan
memiliki angka morbiditas yang lebih rendah.
Keadaan demikian diduga karena perilaku sampel yang kurang bersih,
diantaranya adalah jajan sembarangan. Menurut Syarifah (2010), jajan memiliki
dampak yang negatif karena jajanan yang dibeli tidak selalu terjamin
kebersihannya, mungkin kurang bersih cara mencuci serta memasaknya, terkena
debu atau kotoran-kotoran, dikerumuni lalat dan lainnya. Hal ini sejalan dengan
Khomsan (2002) yang menyatakan bahwa peranan makanan jajanan sering tidak
diimbangi dengan mutu dan keamanan yang baik. Aspek negatifnya yaitu
berhubungan dengan bahan tambahan pangan dan proses persiapan yang kurang
higienis sehingga banyak kontaminan yang terkandung dalam makanan tersebut.
Makanan jajanan yang demikian cepat atau lambat akan mendatangkan gangguan
kesehatan.
31
31
Pola asuh kesehatan dengan status gizi anak balita
Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan
yang signifikan (p>0,05) antara pola asuh kesehatan dengan status gizi menurut
BB/TB (p=0,235 r=0,171), TB/U (p=0,691 r=0,058), dan BB/U (p=0,311
r=0,146). Hal ini berarti bahwa ibu yang telah menerapkan pola asuh kesehatan
yang baik belum tentu memiliki status gizi yang baik. Hal ini sejalan dengan
penelitian Pramuditya (2010) yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara pola asuh kesehatan dengan status gizi balita. Pola asuh
kesehatan erat hubungannya dengan status kesehatan anak, tetapi tidak
berhubungan secara langsung dengan status gizi anak.
Keadaan ini diduga karena sanitasi lingkungan yang kurang baik. Sanitasi
yang buruk merupakan salah satu penyebab terjadinya penyakit infeksi yang
secara langsung dapat berpengaruh terhadap status gizi balita. Fewtrell et al.
(2007) mengemukakan bahwa air, sanitasi dan higiene berhubungan dengan gizi
buruk yang diderita oleh anak-anak khususnya anak balita. Hal ini sejalan dengan
Penelitian Shigali (2005) di Zambia menemukan hasil bahwa faktor penyebab
yang berhubungan dengan kejadian underweight di Zambia salah satunya adalah
sanitasi lingkungan rumah yang buruk.
Pola asuh kesehatan dengan morbiditas anak balita
Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan
yang signifikan (p=0,688 r=-0,058) antara pola asuh kesehatan dengan morbiditas.
Hal ini berarti bahwa ibu yang telah menerapkan pola asuh kesehatan yang baik
belum tentu memiliki status kesehatan yang baik.
Keadaan demikian diduga karena perilaku sampel yang kurang sehat pada
saat bermain di luar rumah. Tidak jarang anak-anak bermain di tempat yang kotor
sehingga status kesehatan mereka terancam, lingkungan yang kotor merupakan
sarang bibit penyakit. Menurut Notoatmodjo (2007) anak balita merupakan
kelompok rawan karena mereka mulai main di tanah, dan sudah dapat dapat main
diluar rumahnya sendiri, sehingga lebih terpapar dengan lingkungan yang kotor
dan kondisi yang memungkinkan untuk terinfeksi dengan berbagai macam
penyakit. Lingkungan akan mempengaruhi status kesehatan individu yang berada
di dalamnya (Entjang 2000).
Morbiditas dengan status gizi
Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan
yang signifikan (p>0,05) antara status gizi menurut BB/TB (p=0,468 r=-0,105),
TB/U (p=0,048 r=-0,281), dan BB/U (p=0,740 r=-0,048)dengan morbiditas. Hal
ini berarti bahwa balita yang memiliki status gizi baik belum tentu memiliki status
kesehatan yang baik. Keadaan demikian diduga karena orang tua sampel langsung
memberikan pengobatan kepada sampel ketika sakit dengan memberikan obat-
obatan yang ada di rumah atau dibawa ke dokter atau bidan sehinggasampel cepat
sembuh dan penurunan nafsu makan tidak berlangsung lama yang pada akhirnya
status gizi anak pun tetap stabil. Menurut Hartoyo et al. (2003) bahwa kondisi
kesehatan anak mempengaruhi nafsu makan dan pemanfaatan gizi oleh tubuh.
Keadaan kesehatan yang buruk dapat mengurangi asupan zat gizi dan membuat
daya tahan tubuh terhadap penyakit menjadi rendah yang mengakibatkan tubuh
mudah terserang penyakit infeksi yang mengganggu proses perkembangan anak.
32
32
Menurut Brown (2003), adanya hubungan antara malnutrisi dengan
penyakit diare. Hal ini sejalan dengan Gibney et al. (2009) yang mengungkapkan
bahwa interaksi antara infeksi dan gizi di dalam tubuh dikemukakan sebagai suatu
peristiwa sinergistik. Selama terjadinya infeksi, status gizi akan menurun
sebaliknya dengan menurunnya status gizi, seseorang menjadi kurang resisten
terhadap infeksi. Gangguan gizi dan infeksi bila bekerja bersama-sama akan
memberikan prognosis yang lebih buruk dibandingkan bila kedua faktor tersebut
bekerja sendiri-sendiri. Gangguan gizi memperburuk kemampuan anak untuk
mengatasi penyakit infeksi dan dapat menyebabkan kematian pada anak.
Tingkat kecukupan energi dan protein dengan status gizi
Hasil uji Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubugan yang nyata dan
positif antara tingkat konsumsi energi pada metode recall dengan status gizi
menurut BB/TB (p=0,006 r=0,382), TB/U (p=0,003 r=0,413), dan BB/U (p=0,000
r=0,528). Sedangkan pada tingkat konsumsi energi pada metode record, hasil uji
Pearson menunjukkan terdapat hubugan yang nyata dan positif antara tingkat
konsumsi energi dengan status gizi menurut BB/TB (p=0,020 r=0,329), BB/U
(p=0,000 r=0,503). Namun tidak berhubungan dengan status gizi menurut TB/U
(p=0,138 r=0,213). Hal ini diduga kebiasaan makan sampel yang kurang baik
pada masa lalu. Menurut Yulia (2008), pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi
badan akan nampak dalam waktu yang relatif lama. Indeks tinggi badan menurut
umur adalah indikator yang dapat menggambarkan status gizi masa lalu.
Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan (p<0,05) antara asupan protein dengan status gizi menurut TB/U
(p=0,014 r=0,344), BB/U (p=0,000 r=0,536), BB/TB (p=0,034 r=0,301).Tingkat
kecukupan gizi sangat mempengaruhi status gizi seseorang. Konsumsi zat gizi
yang cukup sesuai dengan angka kebutuhan gizi yang dianjurkan untuk setiap
individu akan mengakibatkan status gizi yang baik pada seseorang (Dijaissyah
2011)
Morbiditas dengan tingkat kecukupan energi dan protein
Hasil uji Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara
morbiditas dengan konsumsi energi pada metode recall (p=0,411 r=-0,119) dan
record (p=0,470 r=-0,105), serta konsumsi protein (p=0,982 r=-0,003). Hal ini
diduga karena ibu merawat anaknya dengan baik pada saat sakit dengan cara
memberikan makan yang teratur sehingga tingkat kecukupan gizi anak tercukupi
dan berdampak pada kesembuhan anak yang semakin cepat.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Sebagian besar (60%) sampel berjenis kelamin perempuan dengan usia
sebagian besar (90%) berkisar antara 49-60 bulan. Sebagian besar umur ayah
(70%) dan ibu (88%) berada pada kisaran 20-40 tahun. Berdasarkan jenjang
pendidikan formal, sebagian besar ayah (42%) berpendidikan tamat SMP dan ibu
33
33
(46%) berpendidikan tamat SD. Sebagian besar ayah (50%) bekerja sebagai
wiraswasta atau pedagang dan ibu (94%) tidak bekerja atau sebagai ibu rumah
tangga dan tergolong dalam keluarga kecil yang terdiri dari <4 orang (84%)
dengan pendapatan keluarga (90%) sebesar < Rp 2.250.000/ bulan.
Sebagian besar pola asuh makan (58%) dan kesehatan (70%) yang
diterapkan oleh ibu termasuk ke dalam kategori baik. Sebagian besar (58%) ibu
sudah memiliki pengetahuan gizi yang sedang dengan status gizi baik (BB/TB)
(92%), (TB/U) (90%), dan (BB/U) (92%).
Terdapat hubungan yang signifikan (p<0,05) antara pengetahuan gizi
dengan pola asuh (makan dan kesehatan). Terdapat hubungan yang signifikan
(p<0,05) antara status gizi (BB/TB dan BB/U) dengan tingkat konsumsi energi.
Terdapat hubungan (p<0,05) antara tingkat asupan protein dengan status gizi.
Saran
Pola asuh ibu sudah cukup baik dalam memberikan makanan dan menjaga
kesehatan anak balitanya, namun untuk mempertahankan kondisi ini perlu
diadakan penyuluhan secara berkelanjutan yang diberikan kepada orangtua oleh
para guru mengenai pola asuh ibu (pola asuh makan dan hidup sehat) bagi ibu
balita. Hal ini dapat dilakukan pada saat pemberian rapot atau rapat orang tua
sehingga pengetahuan, sikap, dan praktik ibu terhadap gizi dan kesehatan dapat
dipertahankan serta dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Agustin. 2011. Dinamika Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung (ID): Refika
Aditama
Almatsier S. 2003. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Yogyakarta (ID):
GramediaPustaka Utama.
Almatsier Sunita, Soetardjo Susirah, Soekarti Moesijanti. 2011. Gizi Seimbang
dalam Daur Kehidupan. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama.
Alvarado BE, Zunzunegui MV, Delisle H, Osorno J. 2005. Growth Trajectories
are Influenced by Breastfeeding and Infant Health in Afro-Colombian
Community [ulasan]. The Journal of Nutrition 135 (9): 2171-2178.
Amelia. 2005. Pengaruh Gizi dan Pola Asuh dalam Meningkatkan Kualitas
Tumbuh Kembang Anak. Jakarta (ID): Depkes RI
Anugra PA. 2004. Keragaan status gizi anak balita di kecamatan Bogor Timur,
Kota Bogor [skripsi]. Bogor (ID). Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Appoh, Lily Yaa & Sturla Krekling. 2005. Maternal Nutritional Knowledge and
Child Nutritional Status in The Volta Region of Ghana. Blackwell
Publishing. Maternal and child nutrition 1:100-110.
Atmarita FTS. 2004. Analisis situasi gizi dan kesehatan masyarakat. Di dalam
Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi
34
34
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII, Jakarta, 17-19 Mei 2004.
Jakarta : LIPI.
Beaghole et al. 1997. Dasar-dasar epidemiologi. Yogyakarta (ID): Gajah Mada
University Press.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2000. Indikator Kesejahteraan Rakyat (Welfare
Statistics). Jakarta (ID): BPS
_____________. 2011. Statistik Indonesia. Jakarta (ID): BPS
Briawan D, Herawati T. 2005. Peran anggota rumahtangga di dalam pengasuhan
pertumbuhan dan perkembangan anak balita. Laporan Akhir Penelitian
Studi Kajian Wanita. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Brown KH. 2003. Symposium: Nutrition and Infection, Prologue and Progress
Since 1968: Diarhe and malnutrition. The Journal of Nutrition: 133: 328S–
332S Brown JE. 2011. Nutrition Through the Life Cycle. Fourth edition.
Belmount (US): Wadsworth
Castro JM. 2004. The Time of Day of Food intake influence Overal intake Human
[ulasan]. The Journal of Nutrition 134: 104-111
Depkes RI. 2009. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta.
_____________. 2010. Kesehatan Remaja dan Problem Solusinya. Jakarta (ID).
Salemba Medika
_____________. 2005. Rencana Strategi Departemen Kesehatan. Jakarta (ID):
Depkes RI.
Diana FM. 2004. Hubungan pola asuh dengan status gizi anak batita di
Kecamatan Kuranji Kelurahan Pasar Ambacang Kota Padang tahun 2004.
Jurnal Kesehatan Masyarakat.
Diasmarani. 2011. Karakteristik dan Perkembangan Bahasa Anak Balita Stunted
di Desa Sukawening Kabupaten Bogor; [diunduh 2015 Feb 15]. Tersedia
pada http://repository.ipb.ac.id
Dijaissyah. 2011. Riwayat pemberian makan, status gizi dan status kesehatan
siswa PAUD [Skripsi]. Bogor (ID): Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas
Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Elmanora, Muflikhati I, Alfiasari. 2002. Kesejahteraan keluarga petani. Jurnal
Ilmu Keluarga dan Konsumen. 5(1): 60
Engle PL, Menon P, Haddad L. 1997. Care and Nutrition: Concept and
Measurement. Washington DC (US): International Food Policy Research
Institute.
Fewtrell L. 2007. Water, sanitation and hygiene: Quantifying the health impact at
national and local levels in countries with incomplete water supply and
sanitation coverage. Geneva: Public Health and the Environment. World
Health Organization (WHO).
Firlie D. 2001. Faktor-faktor yang mempengaruhi morbiditas anak baduta pada
keluarga miskin dan tidak miskin. [skripsi]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat
dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Fitriyani Y. 2008. Kondisi Lingkungan, Perilaku Hidup Sehat dan Status
Kesehatan Wanita Pemetik Teh di PTPN VIII Pengalengan, Bandung, Jawa
Barat. [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Gabriel A. 2008. Perilaku Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) Serta Hidup Bersih dan
Sehat Ibu Kaitannya Dengan Status Gizi dan Kesehatan Balita di Desa
Cikarawang Bogor [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
35
35
Gibney MJ, Margetts BM, Kearney JM, Arab L. 2009. Gizi Kesehatan
Masyarakat. Hartono A, Penerjemah, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Terjemahan dari: Public Health Nutrition.
Gibson RS. 2005. Principles of Nutritional Assesment. New York (US): Oxford
University Press.
Gunn, Elizabeth. 2007. Out-of-Home Child Care Centers Hand-Washing and
Diapering Equipment Reduces Disease Among Children in Out-of-Home
Child Care Cente. Pediatrics 120:e29-e36.
Grossman G. 2005. Are Your Giving Your Kids Hurried Child Syndrome?
[terhubung berkala]. http://www.naturalfamilyonline.com. [2 Juli 2014].
Hardinsyah. 2007. Inovasi Gizi dan Pengembangan Modal Sosial Bagi
Peningkatan Kualitas Hidup Manusia dan Pengentasan Kemiskinan. Orasi
Ilmiah Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor.
Hartoyo, et al. 2003. Pengembangan Model Tumbuh Kembang Anak Terpadu.
Bogor (ID): Plan Indonesia.
Hastuti D. 2008. Mother Woarkload and Caring Practice of 3-5 Years Old
Children of Poor Family in South Bogor Sub District. Jurnal Pangan dan
Gizi 1(1): 54-62.
Hatloy A, Hallund J, Diarra MM, Oshaug. 2000. Food variety, socioeconomic
status and nutritional status in urban and rural areas in Koutiala (Mali).
Public Health Nutrition. 3: 57—65
Hidayati. 2010. Pengetahuan dan Sikap Gizi Kader dan Ibu Balita di Posyandu
dan Pengaruhnya terhadap Status Gizi Balita di Desa Babakan Bogor Barat
[Skripsi]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia,
Institut Pertanian Bogor.
Hurlock EB. 1998. Perkembangan Anak Jilid 2. Tjandrasa & Zarkasih,
penerjemah. Jakarta (ID): Erlangga.
Jallow I. 2006. Ensuring Effective Caring Practices within the Family and
Community. Perancis: Association for the Development of Education in
Africa (ADEA)
Kathleen et al. 2008. Krause’s Food & Nutrition Therapy, International Edition,
12e. Philadelphia (US): Saunders
Khomsan et al. 1999. Studi Pola Pengasuhan Anak, Stimulasi, Psikososial,
Perkembangan Psikomotor dan Mental Anak Baduta. Media Gizi dan
Keluarga. XII (2): 1-7, Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumber Daya
Keluarga: IPB, Bogor.
_____________. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Bogor (ID):
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
_____________. 2002. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Bogor: Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
_____________. 2004. Peranan Pangan dan Gizi untuk Kualitas Hidup. Jakarta
(ID): PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
_____________. 2007. Studi Implementasi Program Gizi : Pemanfaatan, cakupan,
keefektifan, dan dampak terhadap status gizi. Bogor (ID): Departemen Gizi
Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
_____________. 2009. Studi Peningkatan Gizi Ibu dan Kader Posyandu serta
Perbaikan Gizi Balita Bogor (ID): Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas
Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
36
36
Klemesu, Margaret A. 2000. Poor maternal schooling is the main constrain to
good child care practices in Accra. The Journal of Nutrition. Amerika.
Kurniasih D, Hilmansyah H, Astuti MP, Imam S . 2010. Sehat dan Bugar
BerkatGizi Seimbang. Jakarta: Kompas Gramedia.
Latifah et al. 1996. Studi Keluarga, Konsumsi Pangan dan Gizi dan Status Gizi
Anak Balita. Media Gizi dan Keluarga 20(1):17-24.
Madanijah S. 2003. Model Pendidikan ‖GI-PSI-SEHAT‖ bagi Ibu Serta
Dampaknya Terhadap Perilaku Ibu, Lingkungan Pembelajaran, Konsumsi
Pangan dan Status Gizi Anak Usia Dini [disertasi]. Bogor: Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
_____________. 2005. Model pendidikan ―GI-PSI-SEHAT‖ (Nutrition-
Psychosocial-Health) for mothers, the mother behaviour, and educational
environment of Children under two years.Media Gizi dan keluarga. 29(2):
1—13.
Mariani. 2002. Hubungan pola asuh makan, konsumsi pangan dan status gizi anak
balita (studi Desa Benda Baru Kec. Pamalang, Tangerang, Provinsi Banten)
[tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanain Bogor.
Marlina L. 2011. Sensitivity and specificity of dietary diversity indicator to
estimate nutrient intake adequacy of children aged 24-59 month in Bandung
City [Thesis]. Jakarta : Faculty of Medicine University of Indonesia.
Marotz LR, Marie ZC, Jeanettia MR. 2005. Health, Safety, and Nutrition for
Young Child. Edisi ke-6. United State: Thomson Delmar Learning.
Martianto D, Ariani M 2004. Analisis Perubahan Konsumsi dan Pola Konsumsi
Pangan Masyrakat dalam Dekade Terakhir. Jakarta (ID): LIPI.
_____________. 2008. Analisis Situasi Ketahanan Pangan dan Gizi dan Program
untuk Memperkuat Ketahanan Pangan dan Memperbaiki Status Gizi Anak
di 87 Kabupaten Timor Tengah Selatan, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Bogor : kerjasama FEMA. IPB dan PLAN Indonesia.
Moursi MM, Arimond M, Dewey KG, Treche S, Ruel MT, Delpeuch F.
2008.Dietary diversity is good predictor of the micronutrient density of the
diet of 6 to 23 month old children in Madagascar. J Nutr. 138: 2448—2453.
Meirita, Martianto DH, Sunarti E. 2000. Hubungan kuantitas dan kualitas
pengasuhan dengan status gizi anak bawah lima tahun di desa Rancamaya
Kota Bogor. Media Gizi dan keluarga. XXIV (2): 23—27.
Muchtadi D. 2002. Gizi untuk Bayi: ASI, Susu Formula dan Makanan Tambahan.
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Muthayya S. 2009. Maternal Nutrition & Low Birth Weight: What is Really
Important?. Indian J of Med Resc; 130(5); 600-608.
Notoatmodjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta (ID): Rineka
Cipta
_____________. 2007. Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni. Jakarta (ID):
Rineka Cipta.
Ogunba BO. 2006. Maternal behavioral feeding practices and under-five nutrition:
implication for child development and care. Journal of Applied Sciences
Research 2(12): 1132-1136.
Okoroigwe F, Okeke E. 2009. Nutritional Status of Preschool Children aged 2-5
years in Aguata L. G. A of Anambra State, Nigeria. International Journal of
Nutrition and Metabolism 1(1)
37
37
Olaf et al. 2003. The Association Between Protein–Energy Malnutrition, Malaria
Morbidity and All-Cause Mortality in West African Children. Tropical
Medicine and International Health. Volume 8 no 6 pp 507–511 june
Papalia D E & Olds S W. 2001. Human Development, Second Edition. USA :
McGraw-Hill, Inc
Parmaesih D, Rosmalina Y, Christijani R, Martuti S, Herman S. 2000. Status gizi
balita di Kabupaten Bogor pada krisis ekonomi. Jurnal Penelitian Gizi
danMakanan, 23: 18-24.
Piwoz EG, Romania GL, Kanashiro HC, Black RE & Brown KH. 1994.
Indicators for Monitoring The Growth of Peruvian Infant: Weight and
Length Gain vs Attained Weight and Length [ulasan]. American Journal of
PublicHealth 84 (7): 1132-1138.
Pramuditya S W. 2010. Kaitan antara tingkat pendidikan dan pengetahuan gizi
ibu, serta pola asuh dengan perilaku KADARZI dan status gizi anak
[Skripsi]. Bogor (ID): Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi
Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Rahayu S. 2006. Pola asuh dan status gizi anak balita keluarga penerima dan
bukan penerima Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin
(JPKMM) [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Rahmadiana. 2004. Mengkomunikasikan Moral Pada Anak. Jakarta (ID): PT Elex
Komputindo
Rahmawati D. 2006. Status gizi dan perkembangan anak usia dini di taman
pendidikan karakter sutera alam Desa Sukamantri [skripsi]. Bogor(ID): IPB
Riyadi H, Anwar F. 2007. Food consumption and nutritional status of
children participating at posyandu program Cianjur Regency. Jurnal Gizi
dan Pangan. 2(2): 1—12.
[Riskesdas] Riset Kesehatan Dasar. 2013. Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar
Nasional 2013. [Internet]. [diunduh 2014 Okt 20]. Tersedia pada
http//www.riskesdas.litbang.depkes.go.id.
Riyadi H. 2003. Metode Penilaian Status Gizi secara Antropometri ( Method of
Anthropometric Nutritional Assessment). Bogor (ID): Departemen
GiziMasyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Rokhana. 2005. Hubungan antara pendapatan keluarga dan pola asuh gizi dengan
status gizi anak balita di Betokan Demak. [Skripsi]. Semarang (ID):
Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang.
Ruel, M. T & P. Menon. 2002. Child feeding practice are associated with child
nutritional status in Latin America: innovative uses of the demographic and
health surveys. J. Nutr. 132: 1180-1187.
Safitri S A. 2010. Pola asuh balita dan sanitasi lingkungan kaitannya dengan
status gizi balita di Kelurahan Kertamaya, Bogor Selatan [Skripsi]. Bogor:
Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian
Bogor.
Santoso S, Ranti AL. 2004. Kesehatan dan Gizi. Jakarta (ID) : Rineka Cipta.
Satoto. 1990. Pertumbuhan dan perkembangan anak umur 0-18 bulan di
Kecamatan Mlonggo, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah [disertasi]. Semarang
(ID): Universitas Diponegoro.
38
38
Santrock JW. 2006. Life-Span Development. 10th
ed. New York: The McGraw Hill
Sediaoetama A. 2006. Ilmu Gizi untuk Profesi dan Mahasiswa. Jakarta (ID): Dian
Rakyat.
_____________. 2008. Ilmu Gizi. Jakarta (ID): PT Dian Rakyat.
Septianti DP. 2006. Hubungan antara Stimulasi Gizi dan Kesehatan di Rumah dan
di Kelompok Bermain dengan Status Gizi dan Kesehatan Anak [skripsi].
Bogor (ID): Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Setyawan D. 2010. Sembilan Balita Di Kota Bogor Meninggal Karena Gizi
Buruk.(http://www.republika.co.id/berita/breakingnews/metropolitan/10/07/
02/122759-sembilan-balita-meninggal-karena-gizi-buruk-di-bogor.
Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya: untuk Keluarga dan Masyarakat.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.
Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Buku Kedokteran ECG, Jakarta.
Subandriyo et al. 1993. Ilmu Kesehatan Keluarga. Bogor (ID): Gizi Masyarakat
dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Sugiyono. 2009. Statistika untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta.
Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Bogor (ID) : Pusat Antar Universitas (IPB).
_____________. 2003. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Jakarta (ID): Bumi
Aksara
_____________. 2003. Sosio Budaya Gizi. Ministry of Education of Indonesia.
Institut Pertanian Bogor.
Sukandar D. 2007. Studi Sosial Ekonomi, Aspek Pangan, Gizi, dan Sanitasi:
Petani Sawah Beririgasi di Banjar, Jawa Barat. Departemen Gizi
Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Sukarni M. 1994. Kesehatan Keluarga dan Lingkungan. Yogyakarta: Penerbit
Kanisius.
Suklan, H. 2000. Higine Perorangan. Warta Penyehatan Lingkungan Pemukiman.
II (4). Direktorat Penyehatan Lingkungan Pemukiman, Departemen
Kesehatan RI.
Syukriawati R. 2011. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi
Kurang pada Anak Usia 24-59 bulan di Keluarahan Pamulang Barat Kota
Tangerang Selatan Tahun 2011; [diunduh 2015 jan 27]. Tersedia pada:
http://repository.ipb.ac.id
Supariasa IDN, Fajar I, Bachyar B. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta (ID):
EGC.
Scaglioni S, Arrizza C, Vecchi F, Tedeschi S. 2011. Determinants of children
eating Behavior. Am J Clin Nutr. 96: 2006S—11S.
Smith TA. 1991. Relationships between growth and acute lower-respiratory
infections in children aged < 5 years in a highland population of Papua
New Guinea13. Am Jclin Nutr S3:963-70.
Steyn N, J Nel, Nantel G, Kennedy G, Labadarious D. 2006. Food variety and
dietary diversity score in children: are they good indicators of dietary
adequacy?. Public Health Nutr. 9(5): 644—650.
Syah M. 2002. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung (ID):
PT.Remaja Rosda Karya.
Syarifah. 2010. Kebiasaan jajan serta kontribusi energi dan zat gizi makanan
jajanan terhadap kecukupan gizi siswa sekolah dasar [skripsi]. Bogor:
39
39
Mayor Ilmu Gizi Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia,
Institut Pertanian Bogor.
Tacket, Kendall K. 2007. A New Paradigm for Depression in New Mother : The
Central Role of Imflammation and How Breastfeeding and Anti-
Inflammatory Treatment Protect Maternal Mental Health [ulasan].
International Breastfeeding Journal, 2(6): 1-14.
Ulfa M, Latifah M. 2007. Hubungan Pola asuh makan, pengetahuan gizi, persepsi,
dengan kebiasaan makan sayuran ibu rumah tangga di perkotaan dan
pedesaan Bogor. Media Gizi dan Keluarga. 31 (1): 30 – 41
Uripi V. 2003. Menu Sehat Untuk Balita. Jakarta (ID): Puspa Swara.
Villalpando S, Alarcon ML. 2000. Growth Faltering Is Prevented by Breast-
Feeding in Underprivileged Infant from Mexico City [ulasan]. Journal
ofNutrition, 130. 546-552.
Vinod N, Swarnakanta L, Smita P, Pushpa D. 2011. Nutritional Status and
Dietary Pattern of Underfive Children In Urban Slum Area. National
Journal Of Community Medicine 2(1)
[WNPG] Widyakarya Pangan dan Gizi VIII. 2004. Ketahanan Pangan dan Gizi di
Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta (ID).
Winarno FG. 1995. Gizi dan Makanan bagi Bayi - Anak Sapihan. Jakarta (ID):
Pustaka Sinar Harapan.
Yulia. 2008. Pola Asuh Makan dan Kesehatan Anak Balita pada Keluarga Wanita
Pemetik Teh di Kebun Malabar PTPN VIII, [skripsi]. Bogor (ID). Institut
Pertanian Bogor.
40
40
Lampiran 1 Kuesioner penelitian
KUESIONER
HUBUNGAN POLA ASUH DAN PENGETAHUAN GIZI IBU
DENGAN STATUS GIZI DAN KESEHATAN ANAK BALITA
Nomor Responden : MK1.............................................................
Nama Responden : MK2.............................................................
Nama Balita : MK3.............................................................
Alamat Responden : RT : MK4.............................................................
RW : MK5.............................................................
Desa / Kelurahan : MK6.............................................................
Kecamatan : MK7.............................................................
Nomor telepon/Hp : MK8.............................................................
Enumerator : MK9.............................................................
Tanggal Wawancara : MK10...........................................................
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015
41
41
A. Karakteristik Umum Keluarga
1. Nama lengkap : A1
a. Ayah : A2
b. Ibu : A3
2. Umur orang tua
a. Ayah : A4
b. Ibu : A5
3. Pendidikan orang tua
a. Ayah : A6
b. Ibu : A7
4. Pekerjaan orang tua
a. Ayah : A8
b. Ibu : A9
5. Pendapatan keluarga per bulan [A10]
≤ Rp. 1.500.000,-
Rp. 1.500.000, - Rp. 3.000.000
Rp. 3.000.000,-Rp. 5.000.000
>Rp. 5.000.000
B. Karakteristik Balita B1. Nama lengkap balita : ………………..
B2. Anak ke - : ………………..
B3. Usia :………………... Bulan
B4. Tempat, tanggal lahir : …………….....
B5. Jenis kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan
B6. Berat badan : ……………….kg
B7. Tinggi badan : ……………….cm
C. Pengetahuan Gizi Ibu
No. Pertanyaan Skor
C1 Zat-zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh terdiri atas ….
a. Karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral
b. Karbohidrat dan protein
c. Karbohidrat dan lemak
d. Tidak tahu
42
42
No. Pertanyaan Skor
C2 Pangan yang tergolong sumber karbohidrat antara lain ….
a. Ikan, telur, tahu, susu
b. Nasi, roti, kentang, ubi
c. Sayur dan buah
d. Tidak tahu
C3 Pangan yang tergolong sumber protein antara lain ….
a. Singkong, jagung, ubi
b. Kacang-kacangan, telur, daging, ikan, susu
c. Kangkung, bayam, pisang, apel
d. Tidak tahu
C4 Fungsi utama protein dalam tubuh adalah sebagai...
a. Sumber tenaga
b. Zat pembangun
c. Menyembuhkan luka
d. Tidak tahu
C5 Pangan yang tergolong sumber vitamin antara lain ….
a. Nasi, roti, kentang, ketela pohon
b. Ikan, telur, tempe, tahu
c. Sayuran dan buah-buahan
d. Tidak tahu
C6 Makanan yang dikonsumsi harus bergizi dan ….
a. Mahal harganya
b. Mengandung banyak lemak
c. Beraneka ragam
d. Tidak tahu
C7 Fungsi kalsium dan fosfor antara lain....
a. Agar tubuh kuat
b. Untuk mencegah anemia
c. Untuk pembentukan tulang dan gigi
d. Tidak tahu
C8 Bahan makanan yang mengandung banyak kalsium dan
fosfor antara lain...
a. Bayam dan kangkung
b. Susu dan keju
c. Daging dan ikan
d. Tidak tahu
C9 Anjuran mengkonsumsi garam beryodium adalah
mencegah penyakit...
a. Rabun senja
b. Gondok
c. Busung lapar
d. Tidak tahu
C10 Serat banyak diperoleh dari bahan makananan di bawah ini
yaitu...
a. Buah
b. Ikan
43
43
No. Pertanyaan Skor
c. Gula
d. Tidak tahu
C11 Kekurangan serat bagi tubuh bisa menyebabkan...
a. Anemia
b. Gondok
c. Susah buang air besar
d. Tidak tahu
C12 Kekurangan vitamin A dapat menyebabkan...
a. Sariawan
b. Rabun
c. Anemia
d. Tidak tahu
C13 Konsumsi tablet zat besi selama kehamilan bertujuan
untuk mencegah...
a. Anemia
b. Keguguran
c. Kegemukan
d. Tidak tahu
C14 Apakah yang dimaksud dengan ASI Eksklusif ?
a. Pemberian ASI secara penuh hingga usia 6 bulan tanpa
tambahan makanan atau minuman lain
b. Pemberian ASI dengan disertai pemberian makanan
tambahan lain
c. Pemberian ASI hingga usia 2 tahun
d. Tidak tahu
C15 Apakah yang dimaksud dengan MP ASI ?
a. Makanan tambahan yang diberikan pada bayi sebagai
pendamping ASI setelah bayi berusia 6 bulan
b. Makanan yang diberikan sebagai pengganti ASI pada
bayi di bawah usia 6 bulan
c. Makanan yang secara tunggal dapat memenuhi
kebutuhan gizi bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi
d. Tidak tahu
C16 Apakah yang dimaksud dengan kolostrum?
a. Cairan kental, keruh, berwarna kekuningan
b. Cairan encer dan berwarna bening
c. Cairan kental dan berwarna putih
d. Tidak tahu
C17 Sebaiknya ASI diberikan pada bayi pada usia ….
a. Sejak bayi baru lahir
b. 3 hari setelah lahir
c. 7 hari setelah lahir
d. Tidak tahu
C18 ASI sebaiknya tetap diberikan pada bayi hingga usia ….
a. 1 tahun
b. 2 tahun
44
44
No. Pertanyaan Skor
c. 3 tahun
d. Tidak tahu
C19 Berat minimal bayi lahir yang dikatakan sehat adalah...
a. 3,5 kg
b. 3 kg
c. 2,5 kg
d. Tidak tahu
C20 Pemberian imunisasi pada bayi penting untuk...
a. Menyembuhkan penyakit
b. Memberi vitamin
c. Menjaga kekebalan terhadap penyakit tertentu
d. Tidak tahu
Modifikasi Kuesioner dari Yulia (2008)
D. Pola Asuh Kesehatan
No Pertanyaan Jawaban
Ya Kadang Tidak
D1 Ibu membawa anak untuk di imunisasi
D2 Anak selalu ditimbang di posyandu setiap
bulan
D3 Ibu membiasakan cuci tangan dengan sabun
sebelum memberi makan anak
D4 Ibu membiasakan anak mencuci tangan
dengan sabun sebelum dan sesudah makan
D5 Ibu memeriksa dan menggunting kuku anak
seminggu sekali
D6 Ibu tidak membiarkan anak ketika anak
bermain di tempat yang kotor
D7 Ibu mencuci rambut/ keramas anak minimal
dua minggu sekali
D8 Ibu mengingatkan/ menyuruh anak cuci
kaki dan menggosok gigi sebelum tidur
D9 Ibu membiasakan anak mandi dua kali
sehari
D10 Ibu membiasakan mengganti pakaian
setelah bermain di luar rumah
Modifikasi Kuesioner dari Pramuditya (2010)
E. Pola Asuh Makan
No Pertanyaan Jawaban
Ya Kadang Tidak
E1 Ibu memberikan asi pertama yang
berwarna kekuningan (kolostrum)
selama beberapa hari setelah
melahirkan
45
45
No Pertanyaan Jawaban
Ya Kadang Tidak
E2 Ibu memberikan ASI selama 6 bulan
(eksklusif) kepada anak
E3 Ibu memberikan madu/ pisang/
makanan lain pada saat bayi berusia
di bawah 6 bulan
E4 Ibu memberikan MP-ASI pada anak
setelah usia 6 bulan
E5 Anak dibiasakan makan 3 kali sehari
E6 Ibu membiasakan anak makan sendiri
E7 Anak mengkonsumsi sayuran
E8 Ibu menyuapi atau membujuk anak
yang tidak nafsu makan
E9 Anak selalu menghabiskan
makanannya
E10 Anak biasa mengkonsumsi makanan
yang beragam
Modifikasi kuesioner dari Pramuditya (2010)
F. Akses Informasi dan Pelayanan Kesehatan
Jawablah pertanyaan di bawah ini sesuai dengan pilihan Anda!
[C1] Apakah ibu pernah mendengar/mendapat informasi tentang gizi/kesehatan?
a. Pernah
b. Tidah pernah
[C2] Dari mana Anda mendapatkan informasi tersebut?
a. Media cetak (buku,koran,majalah,artikel)
b. Media elektronik (televisi,radio)
c. Internet (website,blog,facebook,twitter)
d. Teman, saudara
e. Lainnya, tuliskan .....................................
[C3] Apakah Anda meluangkan waktu untuk mencari informasi mengenai
gizi/kesehatan secara rutin?
a. Ya
b. Tidak
[C4] Jika ya, berapa kali ibu mencari informasi?
a. 1-3x setiap minggu
b. > 3x setiap minggu
c. 1-3x setiap bulan
d. Lainnya, tuliskan.......................................
[C5] Penggunaan pelayanan imunisasi di posyandu.......
a. Tidak pernah
b. Kadang-kadang
c. Selalu
[C6] Alasan datang ke posyandu......
46
46
a. Untuk menimbang balita
b. Untuk imunisasi
c. Untuk mendapat info gizi dan kesehatan
d. Untuk mendapatkan pelayanan KB
e. Untuk mendapatkan pelayanan kesehatan selama kehamilan
f. Untuk mendapatkan PMT
[C7] Kader mengajak ibu datang ke posyandu.....
a. Ya
b. Tidak
[C8] Biaya kesehatan di puskesmas terjangkau.....
a. Tidak
b. Ya
G. Status Gizi Balita
F1 Usia (dalam tahun) .............tahun
F2 Usia (dalam bulan) .............bulan
F3 Berat badan (BB) .............kg
F4 Tinggi Badan (TB) .............cm
H. Status Kesehatan Balita
Penyakit yang pernah diderita balita dalam 3 bulan terakhir
No Jenis Penyakit
Pernah/
tidaknya
sakit
Lama
sakit
(hari)
Frekuensi
sakit
(kali)
Pengobatan
*)
E1 Batuk pilek
E2 Sakit mata
E3 Asma
E4 Bronchitis
E5 Tuberculosis
E6 Tifus
E7 Campak
E8 Cacar air
E9 Diare
E10 Muntaber
E11 Sakit kulit (bisul,
gatal-gatal)
E12 Demam berdarah
E13 Malaria
E14 Lainnya (Demam
dll)
Total
*) 1= dokter 2= bidan 3= mantri/dukun 4= sendiri
(obat warung/apotek) 5= rumah sakit 6= puskesmas 7= lainnya.......
47
47
I. Recall 2x24 jam Konsumsi Pangan
1. Hari Biasa
Waktu Nama Makanan Bahan
pangan
URT
(Ukuran
rumah
tangga)
Berat
(gr)
Keterangan
Pagi
(06.00-09.00)
Selingan (09.00-
12.00)
Siang
(12.00-14.00)
Selingan (14.00-
18.00)
Malam
(18.00-21.00)
Selingan (21.00)
48
48
2. Hari Libur
Waktu Nama Makanan Bahan
pangan
URT
(Ukuran
rumah
tangga)
Berat
(gr) Keterangan
Pagi
(06.00-09.00)
Selingan (09.00-
12.00)
Siang
(12.00-14.00)
Selingan (14.00-
18.00)
Malam
(18.00-21.00)
Selingan (21.00)
49
49
Lampiran 2 Hubungan antar variabel
Correlations
Pengetahuan
gizi
Pola asuh
makan
Pola asuh
kesehatan
Morbiditas TKE
recall
TKE
record
TKP BB/
U
BB/TB TB/U
Spearman’s
rho
Pengetahuan
gizi
Correlation
coefficient
1.000 .316* .329* - - - - .008 .075 .078
Sig. (2-tailed) - .025 .020 - - - - .957 .604 .592
N 50 50 50 - - - - 50 50 50
Pola asuh
makan
Correlation
coefficient
.316* 1.000 - -.076 - - - .184 .158 .063
Sig. (2-tailed) .025 - - .598 - - - .200 .272 .664
N 50 50 - 50 - - - 50 50 50
Pola asuh
kesehatan
Correlation
coefficient
.329* - 1.000 -.058 - - - .146 .171 .058
Sig. (2-tailed) .020 - - .688 - - - .311 .235 .691
N 50 - 50 50 - - - 50 50 50
Morbiditas Correlation
coefficient
- -.076 -.058 1.000 -.119 -.105 -.003 -
.048
-.105 -.281*
Sig. (2-tailed) - .598 .688 - .411 .470 .982 .740 .468 .048
N - 50 50 50 50 50 50 50 50 50
TKE recall Correlation
coefficient
- - - -.119 1.00
0
- - .528
**
.382** .413*
*
Sig. (2-tailed) - - - .411 - - - .000 .006 .003
N - - - 50 50 - - 50 50 50
TKE record Correlation
coefficient
- - - -.105 - 1.000 - - - -
Sig. (2-tailed) - - - .470 - - - - - -
N - - - 50 - 50 - - - -
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed)
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed)
50
50
Lampiran 2 Hubungan antar variabel (Lanjutan)
Correlations
TKP BB/U BB/TB TB/U
Pearson TKP Correlation coefficient 1.000 .536** .301* .344*
Sig. (2-tailed) - .000 .034 .014
N 50 50 50 50
BB/U Correlation coefficient .536** 1.000 - -
Sig. (2-tailed) .000 - - -
N 50 50 - -
BB/TB Correlation coefficient .301* - 1.000 -
Sig. (2-tailed) .034 - - -
N 50 - 50 -
TB/U Correlation coefficient .344* - - 1.000
Sig. (2-tailed) .014 - - -
N 50 - - 50
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed)
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed)
51
51
Lampiran 3 Hasil uji beda
T-Test
Group Statistics
Zz N Mean Std.
Deviation
Std. Error
Mean
energi 1,00 50 108,9780 26,63627 3,76694
2,00 50 120,5220 23,78049 3,36307
protein 1,00 50 84,3200 27,55630 3,89705
2,00 50 85,9820 18,32166 2,59107
52
52
RIWAYAT HIDUP
Rahdian Padma Kusumaputra dilahirkan di Jakarta pada tanggal 10 April
1991 dari ayah Kartika Ananta Kusuma dan ibu Dewi Susilaningsih. Penulis adalah
putra pertama dari tiga bersaudara. Pendidikan menengah atas di tempuh selama tiga
tahun di SMA Negeri 11 Tangerang dan lulus pada tahun 2009, kemudian
melanjutkan pendidikan di Diploma Program Keahlian Manajemen Industri Jasa
Makanan dan Gizi Program Diploma Institut Pertanian Bogor. Penulis pernah
melaksanakan praktek Internship Dietetic (ID) di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto pada bulan September-November 2011. Selain itu penulis juga
melaksanakan usaha jasa boga (PUJB) di Hotel Salak The Heritage Bogor pada bulan
Februari-April 2012. Tugas akhir yang dipelajari penulis selama menempuh Program
Diploma berjudul ―Penatalaksanaan diet pada penderita cholelitiasis post
cholelitektomi di ruang inap kenanga RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
Setelah lulus menempuh pendidikan diploma, penulis melanjutkan pendidikan
sarjana di Institut Pertanian Bogor melalui seleksi program Alih Jenis di Departemen
Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Selama
perkuliahan penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa Cibitung
Kulon, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor pada bulan Juli-Agustus 2014.