identifikasi daya dukung batuan untuk rencana lokasi

9
Identifikasi Daya Dukung Batuan untuk Rencana Lokasi Tempat Pembuangan Sampah di Desa Tulaa, Bone Bolango Ahmad Zainuri 1) dan Ibrahim Sota 2) Abstrak: Masalah sampah adalah masalah klasik yang sudah lama melanda kota- kota besar di Indonesia. Masalah tersebut muncul karena terbatasnya lahan kosong yang dapat dijadikan sebagai tempat pembuangan akhir sampah, sementara produksi sampah tiap hari terus berlangsung. Pemda Bone Bolango juga tak luput dari permasalahan tersebut. Oleh karena itu, mereka mencari lokasi tempat pembuangan sampah yang transportasinya mudah di jangkau dari kota Kabila, jauh dari sarana umum dan pemukiman warga. Atas dasar hal tersebut desa Tulaa dipilih sebagai rencana lokasi tempat pembuangan sampah. Namun untuk mengetahui daya dukung batuan bawah permukaan di lokasi yang akan dijadikan tempat pembuangan sampah maka perlu dilakukan penelitian geofisika dengan metode geolistrik resistivitas konfigurasi schlumberger. Hasil interpretasi pengukuran geolistrik diperoleh bahwa lokasi desa Tulaa kurang baik karena tidak adanya lapisan kedap air yang menutupi lapisan air tanah (akuifer), sehingga sangat mungkin ketika ada limbah cair dari sampah, limbah tersebut akan terinfiltrasi ke dalam tanah sampai ke lapisan akuifer dan pada akhirnya akan mencemari air tanah. Kata Kunci: sampah, resistivitas, Bone Bolango PENDAHULUAN Seiring dengan bertambahnya penduduk, maka bertambah dan beragam pula aktifitas keseharian masyarakat. Akibat pertumbuhan penduduk maka kebutuhan akan daerah pemukiman juga semakin meningkat. Hal ini menyebabkan terbatasnya lahan kosong yang dapat dijadikan sebagai tempat pembuangan akhir sampah, sementara produksi sampah tiap hari terus berlangsung. Peningkatan kesejahteraan masyarakat ternyata mempengaruhi perubahan pola hidup termasuk peningkatan aktifitas kesehariannya yang juga menyebabkan meningkatnya jumlah dan keragaman sampah. Sampah menjadi persoalan Pemerintah Daerah di seluruh Indonesia terutama di daerah-daerah yang padat penduduk, karena belum ada sistem pengolahan sampah yang lebih baik. Sampah baik yang bersifat organik ataupun anorganik, akan menjadi sarang penyakit yang sangat berbahaya bagi masyarakat dan lingkungan. Sampah yang dibuang pada lokasi tempat pembuangan akhir bila tidak ditangani secara serius akan menyebabkan terjadinya bom waktu seperti yang terjadi di TPA Lewigaja Bandung yang menewaskan warga 1) Staf Pengajar Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Gorontalo, Gorontalo 2) Staf Pengajar Program Studi Fisika FMIPA Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru 126

Upload: others

Post on 30-Oct-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Identifikasi Daya Dukung Batuan untuk Rencana Lokasi

Identifikasi Daya Dukung Batuan untuk Rencana Lokasi Tempat Pembuangan Sampah

di Desa Tulaa, Bone Bolango

Ahmad Zainuri 1) dan Ibrahim Sota 2)

Abstrak: Masalah sampah adalah masalah klasik yang sudah lama melanda kota-kota besar di Indonesia. Masalah tersebut muncul karena terbatasnya lahan kosong yang dapat dijadikan sebagai tempat pembuangan akhir sampah, sementara produksi sampah tiap hari terus berlangsung. Pemda Bone Bolango juga tak luput dari permasalahan tersebut. Oleh karena itu, mereka mencari lokasi tempat pembuangan sampah yang transportasinya mudah di jangkau dari kota Kabila, jauh dari sarana umum dan pemukiman warga. Atas dasar hal tersebut desa Tulaa dipilih sebagai rencana lokasi tempat pembuangan sampah. Namun untuk mengetahui daya dukung batuan bawah permukaan di lokasi yang akan dijadikan tempat pembuangan sampah maka perlu dilakukan penelitian geofisika dengan metode geolistrik resistivitas konfigurasi schlumberger. Hasil interpretasi pengukuran geolistrik diperoleh bahwa lokasi desa Tulaa kurang baik karena tidak adanya lapisan kedap air yang menutupi lapisan air tanah (akuifer), sehingga sangat mungkin ketika ada limbah cair dari sampah, limbah tersebut akan terinfiltrasi ke dalam tanah sampai ke lapisan akuifer dan pada akhirnya akan mencemari air tanah.

Kata Kunci: sampah, resistivitas, Bone Bolango

PENDAHULUAN

Seiring dengan bertambahnya

penduduk, maka bertambah dan

beragam pula aktifitas keseharian

masyarakat. Akibat pertumbuhan

penduduk maka kebutuhan akan

daerah pemukiman juga semakin

meningkat. Hal ini menyebabkan

terbatasnya lahan kosong yang dapat

dijadikan sebagai tempat pembuangan

akhir sampah, sementara produksi

sampah tiap hari terus berlangsung.

Peningkatan kesejahteraan masyarakat

ternyata mempengaruhi perubahan

pola hidup termasuk peningkatan

aktifitas kesehariannya yang juga

menyebabkan meningkatnya jumlah

dan keragaman sampah. Sampah

menjadi persoalan Pemerintah Daerah

di seluruh Indonesia terutama di

daerah-daerah yang padat penduduk,

karena belum ada sistem pengolahan

sampah yang lebih baik. Sampah baik

yang bersifat organik ataupun

anorganik, akan menjadi sarang

penyakit yang sangat berbahaya bagi

masyarakat dan lingkungan.

Sampah yang dibuang pada

lokasi tempat pembuangan akhir bila

tidak ditangani secara serius akan

menyebabkan terjadinya bom waktu

seperti yang terjadi di TPA Lewigaja

Bandung yang menewaskan warga 1) Staf Pengajar Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Gorontalo, Gorontalo 2) Staf Pengajar Program Studi Fisika FMIPA Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru

126

Page 2: Identifikasi Daya Dukung Batuan untuk Rencana Lokasi

sekitar. Hal ini disebabkan oleh

pembusukan terutama sampah basah

yang umumnya terdiri dari sampah

organik yang menghasilkan gas

metana. Iklim panas dan kelembaban

tinggi di Indonesia merupakan faktor

pemercepat terjadinya reaksi kimia,

sehingga sampah lebih cepat

membusuk. Pembusukan sampah

menghasilkan lindi yang mengandung

bahan kimia, bakteri dan kotoran

lainnya yang dapat merembes ke

dalam tanah. Jika ada air hujan yang

melewati sampah ini maka akan

tercemar oleh polutan tersebut,

sehingga hal ini dapat menimbulkan

pencemaran air tanah baik yang

berasal dari rembesan air sampah

maupun oleh sampah itu sendiri.

Air merupakan kebutuhan pokok

bagi kelangsungan kehidupan

manusia. Olehnya itu, ketersedian air

baik dari segi kualitas maupun

kuantitas bagi manusia harus menjadi

perhatian serius pemerintah. Dengan

bertambahnya populasi dan kemajuan

industri menyebabkan kebutuhan air

sangat meningkat, sehingga banyak

penduduk yang memanfaatkan air

tanah (Danaryanto dkk., 2005). Dengan

demikian, masyarakat dalam

memenuhi kebutuhan air bersih

mereka mengambil air tanah yang

merupakan sumber air tawar yang

dapat dimanfaatkan untuk kegiatan

pertanian dan konsumsi. Peningkatan

industri menyebabkan semakin

menipisnya lahan pemukiman,

sehingga menyebabkan semakin

banyak penduduk di kota-kota besar

terpaksa tinggal di daerah sekitar

tempat pembuangan akhir (TPA)

sampah. Beberapa diantaranya

memanfaatkan air sumur sebagai

sumber air minum. Hal ini dikarenakan

kebutuhan air bersih di daerah sekitar

tempat pembuangan akhir (TPA)

biasanya tidak terjangkau pelayanan

yang disediakan oleh pemerintah

melalui Perusahaan Daerah Air Minum

(PDAM). Jika terjadi pencemaran air

tanah akibat meresapnya air lindi yang

berasal dari pembusukan sampah,

maka hal ini bisa menjadi penghambat

bagi kelangsungan hidup penduduk

sekitar tempat pembuangan akhir

(TPA) tersebut.

Oleh karena itu, rencana tempat

pembuangan akhir (TPA) sampah di

desa Tulaa kecamatan Bulango Utara

kabupaten Bone Bulango harus

memperhatikan aspek kesehatan,

keselamatan dan lingkungan. Untuk

mengatasi permasalahan tersebut,

maka dalam perencanaannya harus

melibatkan berbagai disiplin ilmu, salah

satunya adalah geofisika. Metode

geolistrik resistivitas konfigurasi

Zainuri, A dan Sota, I, Identifikasi Daya Dukung Batuan.............. 127

Page 3: Identifikasi Daya Dukung Batuan untuk Rencana Lokasi

schlumberger merupakan salah satu

metode geofisika yang mudah, murah

dan efisien serta tidak merusak

lingkungan. Metode ini memanfaatkan

variasi nilai resistivitas batuan bawah

permukaan untuk mendeteksi struktur

geologi atau formasi batuan bawah

permukaan (Sehah dan Hartono,

2010). Berdasarkan parameter nilai

resistivitas batuan, maka dapat

ditentukan apakah batuan di lokasi

penelitian sangat kompak sehingga

tidak bisa merembeskan air lindi atau

batuannnya renggang sehingga

gampang merembeskan air lindi

(Laesanpura, 2005). Dengan demikian

metode geolistrik resistivitas tersebut

sangat cocok untuk mengetahui

apakah lokasi penelitian layak atau

tidak dijadikan tempat pembuangan

akhir sampah.

Pengukuran geolistrik resistivitas

konfigurasi Schlumberger mengguna-

kan empat buah elektroda yang terdiri

atas dua elektroda arus dan dua

elektroda potensial. Pengukuran

tahanan jenis dilakukan dengan cara

arus listrik diinjeksikan ke dalam bumi

melalui dua elektroda arus, kemudian

beda potensial diukur melalui dua

elektroda potensial seperti pada

Gambar 1. Nilai resistivitas yang

diperoleh menggunakan persamaan

sebagai berikut:

IVKa

…….(1)

dimana K menyatakan faktor

geometri konfigurasi elektroda yang

digunakan. Untuk konfigurasi

Schlumberger persamaan faktor

geometri konfigurasi elektroda

sebagai berikut (Telford et.al., 1990)

:

bbLK

2

22 …..(2)

Gambar 1. Konfigurasi elektroda Schumberger (Telford et.al., 1990)

128 Jurnal Fisika FLUX, Vol. 8, No.2, Agustus 2011 (126 – 134)

Page 4: Identifikasi Daya Dukung Batuan untuk Rencana Lokasi

Gambar 2. Lokasi Pengukuran Geolistrik di Desa Tulaa, Kecamatan Bulango Utara, Kabupaten Bone Bulango, Gorontalo

METODOLOGI PENELITIAN

Pengambilan Data

Pengukuran data metode

geolistrik resistivitas konfigurasi

Schlumberger dilakukan di desa Tulaa

kecamatan Bulango Utara kabupaten

Bone Bulango, Gorontalo (Gambar 2).

Pendugaan geolistrik sounding

dilakukan untuk memperoleh data

penelitian dengan variasi bentangan

arus (AB/2) dari 1,5 sampai 100 m dan

bentangan elektroda potensial (MN/2)

dengan variasi bentangan 0,5 sampai

20 m. Prinsip pengambilan data survei

geolistrik tahanan jenis dilakukan

dengan cara arus listrik diinjeksikan ke

dalam bumi melalui dua elektroda arus,

kemudian beda potensial diukur melalui

dua elektroda potensial seperti pada

Gambar 1 (Wijaya dkk., 2009).

Pengukuran dilakukan dengan

mengubah-ubah jarak elektroda arus

maupun potensial yang dilakukan dari

jarak terkecil kemudian membesar

secara gradual. Jarak elektroda ini

sebanding dengan kedalaman lapisan

batuan yang terdeteksi. Semakin besar

jarak elektroda, semakin dalam lapisan

batuan yang terdeteksi.

Pengolahan Data

Data lapangan yang diperoleh

pada setiap pengukuran digunakan

untuk menghitung faktor geometri (K)

dan resistivitas semu (ρa). Pemodelan

data-data hasil perhitungan diolah

dengan menggunakan software

IPI2WIN secara otomatis untuk

Zainuri, A dan Sota, I, Identifikasi Daya Dukung Batuan.............. 129

Page 5: Identifikasi Daya Dukung Batuan untuk Rencana Lokasi

mendapatkan hasil inversinya sehingga

diperoleh hasil resistivitas batuan

bawah permukaan dalam bentuk

penampang 1D. Langkah ini dilakukan

berulang-ulang hingga dicapai

kecocokan (matching) > 90%, setelah

itu baru dilakukan tahap interpretasi.

Interpretasi Data

Interpretasi dilakukan dengan

mempertimbangkan korelasi hasil

pengolahan data software IPI2Win

yang berupa informasi (nilai resistivitas,

kedalaman, ketebalan) dengan

pengetahuan dasar aspek-aspek

tahanan jenis batuan, informasi

geologi, informasi kondisi air sumur

penduduk (kedalaman muka air)

sekitar sehingga diperoleh gambaran

informasi struktur batuan yang

sebenarnya. Profil yang diperoleh

diinterpretasi untuk menafsirkan jenis

litologi, sifat hidrogeologi batuan bawah

permukaan. Berdasarkan hasil

interpretasi dapat diketahui kedalaman,

ketebalan dan jenis batuan yang dapat

berperilaku sebagai akuifer air tanah.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengukuran resistivity sounding

dilakukan di dua titik dalam satu lokasi

rencana tempat pembuangan akhir

sampah Bone Bolango yaitu di lokasi

III Desa Tulaa (Gambar 2).

Pengukuran metode geolistrik

resistivitas yang dilakukan mengguna-

kan konfigurasi Schlumberger dengan

panjang bentangan berkisar 100 m.

Pengukuran sounding di lokasi III Desa

Tulaa terdiri dari 2 titik sounding yakni

III-1 dan III-2. Hasil inversi data

resistivity sounding di dua titik tersebut

ditunjukkan pada Gambar 3 dan

Gambar 4.

Gambar 3. Kurva resistivitas batuan terhadap kedalaman di titik sounding III-1

Res

istiv

itas

(ohm

.m)

Panjang Bentangan (m)

130 Jurnal Fisika FLUX, Vol. 8, No.2, Agustus 2011 (126 – 134)

Page 6: Identifikasi Daya Dukung Batuan untuk Rencana Lokasi

Tabel 1. Lapisan batuan di titik sounding III-1

Lapisan Resistivitas (ohm.m) Kedalaman (m) Ketebalan (m) Keterangan

I

38,6

0,65

0,65

Top soil

II 25,8 3,85 3,2 Batu Pasir

III 2100 >3,85 Diorit

Gambar 4. Kurva resistivitas batuan terhadap kedalaman di titik sounding III-2

Tabel 2. Lapisan batuan di titik sounding III-2

Lapisan Resistivitas (ohm.m) Kedalaman (m) Ketebalan (m) Keterangan

I 40,7 0,95 0,95 Top soil

II 20,9 8,77 7,82 Batu Pasir

III 2400 >8,77 Diorit

Hasil inversi titik sounding III-1

menunjukkan ada tiga lapisan batuan.

Hasil pengolahan data titik sounding III-

1 ditunjukan pada Gambar 3 dan hasil

interpretasinya ditunjukan pada Tabel

1. Resistivitas lapisan pertama sebesar

38,6 ohm.m dengan kedalaman 0,65 m

dan ketebalan 0,65 m diinterpretasikan

sebagai top soil atau lapisan lapuk

yang bertekstur lempung pasiran.

Resistivitas lapisan kedua sebesar 25,8

ohm.m dengan kedalaman 3,85 m dan

Res

istiv

itas

(ohm

.m)

Panjang Bentangan (m)

Zainuri, A dan Sota, I, Identifikasi Daya Dukung Batuan.............. 131

Page 7: Identifikasi Daya Dukung Batuan untuk Rencana Lokasi

ketebalan 3,2 m diinterpretasikan

sebagai batuan pasir. Resistivitas

lapisan ketiga sebesar 2100 ohm.m

dengan kedalaman > 3,85 m

diinterpretasikan batuan diorit. Hasil inversi titik sounding III-2

menunjukan ada tiga lapisan batuan.

Hasil pengolahan data titik sounding III-

2 ditunjukan pada gambar 4 dan hasil

interpretasinya ditunjukan pada table 2.

Resistivitas lapisan pertama sebesar

40,7 ohm.m dengan kedalaman 0,95 m

dan ketebalan 0,95 m diinterpretasikan

sebagai top soil atau lapisan lapuk

yang bertekstur lempung pasiran.

Resistivitas lapisan kedua sebesar 20,9

ohm.m dengan kedalaman 8,77 m dan

ketebalan 7,82 m diinterpretasikan

sebagai batuan pasir. Resistivitas

lapisan ketiga sebesar 2400 ohm.m

dengan kedalaman >8,77 m

diinterpretasikan batuan diorit. Berdasarkan hasil penampang

resistivitas (resistivity cross-section)

bawah permukaan pada Gambar 3 dan

Gambar 4 serta berdasarkan hasil

observasi lapangan terkait kondisi

hidrogeologi dan data sekunder (peta

geologi) di wilayah tersebut, dihasilkan

penampang geologi bawah permukaan

sebagaimana ditunjukkan dalam

Gambar 5.

Gambar 5. Korelasi penampang stratigrafi bawah permukaan lokasi III di Desa Tulaa antara titik sounding III-1 dan III-2.

132 Jurnal Fisika FLUX, Vol. 8, No.2, Agustus 2011 (126 – 134)

Page 8: Identifikasi Daya Dukung Batuan untuk Rencana Lokasi

Jarak antara titik sounding III-1

dan III-2 sekitar 270 m seperti terlihat

pada Gambar 5 sedangkan posisi titik

III-1 di bagian barat laut dan posisi titik

III-2 di bagian tenggara. Beda tinggi

(elevasi) antara dua titik sounding

sekitar 3m yang menunjukan bahwa

topografi daerah pengukuran relatif

datar. Lapisan pertama berupa top soil

atau lapisan lapuk terdiri atas lempung

pasiran dengan ketebalan yang hampir

sama di titik III-1 dan III-2. Lapisan

kedua adalah batu pasir yang

kedalamannya antara 3,85 m hingga

8,77m dengan ketebalan semakin

berkurang dari titik III-2 ke III-1 atau

ketebalannya semakin menipis kearah

barat laut, sedangkang kemiringan

lapisannya cendrung kearah barat laut.

Lapisan ketiga adalah batuan beku

yaitu diorit yang diduga sebagai batuan

dasar (bed rock) di lokasi pengukuran.

Secara hidrogeologi lapisan top

soil atau lapisan lapuk selain

porositasnya tinggi juga permeabilitas-

nya tinggi sehingga bila ada fluida cair

yang mengenainya maka fluida

tersebut mudah diloloskan (Fetter, C.

W., 1994 dan Giménez, 1997). Di

bawah top soil ada lapisan batu pasir

yang mempunyai porositas dan

permeabiolitas yang sangat baik

sehingga berperan sebagai reservoir

air dan juga berfungsi sebagai lapisan

akuifer untuk merembeskan atau

mengalirkan air tanah. Hal ini yang

menyebabkan keberadaan lapisan batu

pasir sangat diperlukan dalam

pencarian air tanah. Lapisan berikutnya

adalah batuan beku diorit dengan

porositas dan permeabilitas yang buruk

ditandai oleh nilai resistivitas yang

tinggi. Hal ini disebabkan karena

batuan beku sangat kompak sehingga

tidak ada ruang antar butir. Dengan

demikian diorit bersifat kedap air (non

akuifer) atau akuiklud.

Berdasarkan analisa sifat

kelistrikan (resistivitas), hidrogeologi

(akuifer dan non akuifer) dan geologi

(stratigrafi batuan) maka lokasi III desa

Tulaa tidak layak dijadikan sebagai

tempat pembuangan akhir (TPA)

sampah. Hal ini disebabkan karena

tidak adanya lapisan kedap air antara

top soil dengan lapisan batu pasir yang

berfungsi sebagai penyangga sehingga

bila ada fluida cair atau lindi dari hasil

pembusukan sampah, secara otomatis

langsung merembes ke dalam lapisan

batu pasir yang berperan sebagai

reservoir dan akuifer air tanah. Dengan

demikian ketika ada limbah cair dari

sampah, limbah tersebut akan

terinfiltrasi ke dalam tanah sampai ke

lapisan batu pasir dan pada akhirnya

akan mencemari air tanah.

Zainuri, A dan Sota, I, Identifikasi Daya Dukung Batuan.............. 133

Page 9: Identifikasi Daya Dukung Batuan untuk Rencana Lokasi

KESIMPULAN

1. Berdasarkan hasil pengukuran

geolistrik di lokasi III desa Tulaa

diperoleh ada tiga lapisan batuan

yaitu top soil, lapisan batu pasir

dan batuan beku diorite.

2. Berdasarkan analisa sifat

kelistrikan (resistivitas), hidrogeolo-

gi (akuifer dan non akuifer) dan

geologi (stratigrafi batuan) maka

lokasi III desa Tulaa tidak layak

dijadikan sebagai tempat

pembuangan akhir (TPA) sampah.

Hal ini disebabkan karena tidak

adanya lapisan kedap air antara

top soil dengan lapisan batu pasir

yang berfungsi sebagai penyangga

sehingga bila ada fluida cair atau

lindi dari hasil pembusukan

sampah, secara otomatis langsung

merembes ke dalam lapisan batu

pasir yang berperan sebagai

reservoir dan akuifer air tanah.

DAFTAR PUSTAKA

Danaryanto, Djaendi, S. Hadipurwo, H. Tirtomiharjo, H. Setiadi, A. D. Wirakusumah & Y. Siagian, 2005, Air Tanah di Indonesia dan Pengelolaannya, Departemen ESDM, Jakarta.

Fetter, C.W., (1994), Applied hydrogeology 3rd ed., Macmillan College Publishing Company, Inc.

Giménez, E. and Morell, I., (1997), Hydrochemical analysis of salinization processes in the coastal aquifer of Oropesa (Castéllon, Spain), Environmental Geology, 29 (1/2).

Laesanpura, A., (2005), Final Report on Field Research of Geophysics Study in the Kangean Islands, LPPM-ITB and MMM-Université de la Rochelle.

Sehah, Hartono, 2010, Investigasi Akuifer Air Tanah di Sekitar Lahan Pertanian Desa Kedungwuluh, Kabupaten Purbalingga Berdasarkan Survei Geolistrik Resisitivitas dengan Konfigurasi Wenner, Flux, Jurnal Ilmiah Fisika, Banjarmasin, Volume 7, Nomor 2, Agustus 2010.

Telford, W.M., 1976, Applied Geophysics, Cambridge University Press, London.

Wijaya, L., B. Legowo, Ari, H.R., 2009, Identifikasi Pencemaran Air Tanah dengan Metode Geolistrik di Wilayah Ngringo Jaten Karanganyar, Prosiding Seminar Nasional ke-15 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir, Surakarta 2009.

134 Jurnal Fisika FLUX, Vol. 8, No.2, Agustus 2011 (126 – 134)