identifikasi penyakit kanker paru-paru pada citra …
TRANSCRIPT
1
IDENTIFIKASI PENYAKIT KANKER PARU-PARU PADA CITRA
MEDIS CHEST X-RAY (CXR) MENGGUNAKAN METODE
BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK
SKRIPSI
AFRIANI LUBIS
131402070
PROGRAM STUDI S1 TEKNOLOGI INFORMASI
FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018
Universitas Sumatera Utara
2
IDENTIFIKASI PENYAKIT KANKER PARU-PARU PADA CITRA
MEDIS CHEST X-RAY (CXR) MENGGUNAKAN METODE
BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh ijazah
Sarjana Teknologi Informasi
AFRIANI LUBIS
131402070
PROGRAM STUDI S1 TEKNOLOGI INFORMASI
FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018
Universitas Sumatera Utara
i
Universitas Sumatera Utara
ii
PERNYATAAN
IDENTIFIKASI PENYAKIT KANKER PARU-PARU PADA CITRA MEDIS
CHEST X-RAY (CXR) MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION
NEURAL NETWORK
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, kecuali beberapa
kutipan dan ringkasan yang masing-masing telah disebutkan sumbernya.
Medan, 30 Juli 2018
AFRIANI LUBIS
131402070
Universitas Sumatera Utara
iii
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena rahmat dan izin-Nya penulis dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi ini, sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Komputer, pada Program Studi S1 Teknologi Informasi Fakultas Ilmu Komputer dan
Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:
1. Bapak Prof. Runtung Sitepu, SH., M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera
Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Drs. Opim Salim Sitompul, M.Sc selaku Dekan Fasilkom-TI
Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Romi Fadillah Rahmat, B.Comp.Sc., M.Sc selaku Ketua Program Studi
S1 Teknologi Informasi dan Ibu Sarah Purnawati, ST, M.SC. selaku sekertaris
Program Studi S1 Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara..
4. Ibu Ulfi Andayani, S.Kom., M.Kom selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak
Romi Fadillah Rahmat, B.Comp.Sc., M.Sc selaku Dosen Pembimbing II yang
telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis.
5. Ibu Sarah Purnawati, ST, M.SC selaku pembanding pertama dan Bapak Ainul
Hizriadi, S.Kom, M.Sc. selaku pembanding kedua yang telah memberikan
saran dan kritik membangun dalam penyempurnaan skripsi ini.
6. Ibu Salmiah Hasibuan, S.Sos selaku Kasubag Mahasiswa Program studi S1
Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara yang memberikan motivasi
dan saran selama Proses Pendidikan kepada penulis.
7. Ayahanda M. yani (Alm) dan Ibunda Susilawati (Almh) semoga ini menjadi
salah satu Amal jariyah terbaik yang selalu mengalir agar diberikan tempat
terbaik di sisi Allah SWT.
8. Bapak H.Baharuddin Sinaga (Alm) dan Ibunda Hj. Asriah Rahim, S.Pd. yang
selalu memberikan perhatian, semangat, mendoakan dan mendukung secara
moral ataupun material kepada penulis.
9. Mardiana, Riski Afandi, Dila Suryani selaku adik-adik saya yang selalu
memberikan semangat kepada penulis.
Universitas Sumatera Utara
iv
10. Syafridal Sinaga, SE., Ery Candra Sinaga, ST., Alamsyah Sinaga dan Radian
Arfan Sinaga selaku abang-abang saya tiada henti memberikan perhatian,
kasih sayang, semangat dan dukungan kepada penulis.
11. Keluarga besar Rahim Family dan Zainal Affan Family yang juga selalu
memberikan dukungan dan semangat kepada penulis.
12. Sahabat terbaik Rafika Misni Pohan, Syawal Hendra, Lailatul Fitri, dan Adi
Dermawan, khufrin simanullang, Melur, M abdul gani S.kom, M rizky lubis,
abd latif wahid S.kom yang memberikan semangat dan dukungan kepada
penulis.
13. Sahabat WS SQUAD Safri Hernina S.Kom, Purnama Sari S.Kom, Fatimah
S.Kom, Nurajijah Naibaho S.Kom, Nur Halimah S.Kom yang selalu
memberikan dukungan, mendengar keluh kesah saat pengerjaan skripsi ini.
14. Teman Kost Malling Nur Solihatun S.S, Siti Annisa S.S, Supia Sari SE, Kiki
Safitri SE, Sri Lamtiar SE, Afmita Angraini Amd, Halimatusa’diah
Simangunsong S.S, Nonita Simamora, Sasnia, Dona, nirwana yang
menampung segala hal cerita lagi senang maupun sedih memberikan nasehat
dan sebagai saudara yang berbeda orangtua.
15. Semua pihak yang terlibat langsung ataupun tidak langsung yang tidak dapat
penulis ucapkan satu persatu yang telah membantu penyelesaian skripsi ini.
Semoga Allah SWT melimpahkan berkah kepada semua pihak yang telah
memberikan bantuan, perhatian, serta dukungan kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Medan, 30 Juli 2018
Penulis
Universitas Sumatera Utara
v
ABSTRAK
Kanker adalah pertumbuhan dan penyebaran yang tidak terkontrol dari sel. Salah satu
jenis kanker yang paling mematikan adalah kanker paru-paru. Kanker paru-paru
adalah pertumbuhan sel kanker yang tidak terkendali dalam jaringan paru. Kanker
paru-paru merupakan penyebab kematian utama dari semua kematian akibat kanker
baik pada pria maupun wanita. Kanker paru di diagnosa melalui chest X-ray (CXR)
atau lebih dikenal dengan foto rontgen. Pemeriksaan radiologi CXR ini sangat
membantu proses diagnosis dan identifikasi medis pada penyakit paru. Pengetahuan
masyarakat yang masih minim dalam membaca hasil foto rontgen menyebabkan
dibutuhkannya tenaga ahli seperti dokter atau tenaga medis lain untuk membacanya
secara manual. Membaca secara manual masih memungkinkan terjadinya kesalahan
dalam pendiagnosaan penyakit. Penegakan diagnosis penyakit ini membutuhkan
keterampilan dan sarana yang baik. Karena apabila tidak segera ditangani, bisa
menyebar dan bermetastasis dan akhirnya meningkatkan derajat keparahan. Metode
yang diajukan pada penelitian ini adalah Backpropagation Neural Network untuk
mengidentifikasi citra adalah normal atau kanker. Tahapan yang dilakukan pada
identifikasi ini adalah pre-processing, segmentation dengan k-means clustering,
feature extraction dengan Gray Level Co-Occurrence Matrix dan identification. Pada
penelitian ini ditunjukkan bahwa metode yang diajukan mampu mengidentifikasi
kanker dengan akurasi 75%, sensitifitas 75% dan spesifisitas 75%.
Kata kunci : kanker paru, segmentasi citra, gray level co-occurrence matrix, k-means
clustering dan backpropagation neural network .
Universitas Sumatera Utara
vi
LUNG CANCER IDENTIFICATION BY CHEST X-RAY IMAGING
USING NEURAL NETWORK BACKPROPAGATION
ABSTRACT
Cancer is uncontrolled growth and disseminate of cells which can not die. One kind of
cancer is lung cancer which is the uncontrolled growth of abnormal cells that start off
in one or both lungs. Lung cancer is the most common caused of cancer which related
death in people both men and women. Performing chest radiograph is one of the first
investigated steps for identification lung cancer. Chest radiograph helping the to
reveal an obvious mass and also to provide more information about the type and
extend of desease. However radiologists is need to be aware that there also important
differences in what each specialist needs from imaging to provide appropriate
treatment. Therefore, an accurancy assessment of the extend of disorder is critical to
determine. If they have not do the threatment as soon as possible it will be invade and
destroy the healthy tissues around them and can be spread to other parts of healthy
organs. The method proposed in this research for lung cancer identification by chest x-
ray imaging is neural network backpropagation. Pre-processing, segmentation using
K-means Clustering, feature extraction using Gray level Co-occurrence Matrix and
identifcation using Backpropagation are done by this research to identified the
existence of cancer especially lung cancer. This research shows that proposed method
is able to indentify the presence of cancer with accuracy 75%, sensitivity of 75% and
specificity of 75%.
Keywords : lung cancer, image segmentation, gray level co-occurrence matrix, k-
means clustering dan backpropagation neural network.
Universitas Sumatera Utara
vii
DAFTAR ISI
Hal.
PERSETUJUAN ii
PERNYATAAN iii
UCAPAN TERIMAKASIH v
ABSTRAK vi
ABSTRACT vii
DAFTAR ISI viii
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR xi
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 3
1.3. Batasan Masalah 3
1.4. Tujuan Penelitian 4
1.5. Manfaat Penelitian 4
1.6. Metodologi 4
1.7. Sistematika Penulisan 5
BAB 2 LANDASAN TEORI 7
2.1. Paru-Paru 7
2.2. Kanker Paru-Paru 8
2.2.1. Faktor Resiko 9
2.2.2. Gejala Kanker Paru-Paru 11
Universitas Sumatera Utara
viii
2.2.3. Diagnosis Kanker Paru-Paru 11
2.2.3.1. Anamnesis 11
2.2.3.2. Pemeriksaan Fisik 11
2.2.3.3. Pemeriksaan Laboratorium 12
2.2.3.4. Radiologi 12
2.2.3.5. Sitologi 13
2.2.3.6. Biopsi 13
2.2.3.7. Angiografi 13
2.2.3. Pencegahan Kanker Paru-Paru 13
2.3. Pengenalan Citra 14
2.3.1. Citra Medis 14
2.3.2. Digitalisasi Citra 14
2.3.2.1. Citra Biner (Binary Image) 15
2.3.2.2. Citra Keabuan (Grayscale Image) 15
2.3.2.3. Citra Berwarna(Color Image) 16
2.3.3. Format Citra Digital 17
2.4. Pengolahan Citra 18
2.4.1. Grayscaling 18
2.4.2. Cropping 18
2.4.3. Scaling 19
2.4.4. Thresholding 19
2.4.5. K-means Clustering 20
2.4.6. Perkalian Citra 21
2.4.7. Minimum Filter 22
2.4.8. Dilasi 22
2.4.9. Canny Edge Detection 23
2.5. EkstraksiFitur 24
2.5.1. Gray Level Co-occurence Matrix (GLCM) 25
2.5.1.1. Energy 27
2.5.1.2. Homogenity 28
2.5.1.3. Contrast 28
2.5.1.4. Dissimilarity 28
Universitas Sumatera Utara
ix
2.5.1.5. Entropy 29
2.5.1.6. Variance 29
2.5.1.7. Correlation 29
2.6. Backpropagation Neural Network 30
2.7. PenelitianTerdahulu 33
BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN 36
3.1. Arsitektur Umum 36
3.2. Dataset 38
3.3. Pre-Processing 38
3.3.1. Cropping 38
3.3.2. Scaling 38
3.3.3. Grayscaling 38
3.4. Pembentukan Mold 39
3.4.1. Zero Threshold 39
3.4.2. K-means 40
3.4.3. Perkalian Citra Normal dengan Citra Zero Threshold 40
3.4.4. Perkalian Citra Input dengan Citra Hasil 41
3.5. Segmentasi 42
3.5.1. Region of Interest (ROI) 42
3.5.2. Edge Lung Detection 43
3.5.2.1. Canny Edge Detection 43
3.5.2.2. Dilasi 43
3.5.2.3. Negasi Citra ROI 44
3.5.2.4. Perkalian Citra Hasil Dilasi dan Negasi ROI 44
3.5.3. Removal Normal Edge Lung 45
3.5.3.1. Perkalian Citra Hasil Edge Lung Detection dan
Negasi ROI 45
3.5.3.2. Minimum Filter 45
3.6. Gray Level Co-occurence Matrix (GLCM) 46
3.7. Identifikasi 47
3.7.1. Tahap Perancangan Arsitektur Backpropagation
Neural Network 47
3.7.2. Tahap Pelatihan Backpropagation 49
Universitas Sumatera Utara
x
3.7.3. Tahap Pengujian Backpropagation 53
3.8. Output 55
3.9. Perancangan Sistem 55
3.9.1. Perancangan menu sistem 55
3.9.2. Perancangan antarmuka sistem 56
BAB 4 IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN 60
4.1. Implementasi Sistem 60
4.1.1. Spesifikasi perangkat keras dan perangkat lunak 60
4.1.2. Implementasi perancangan antarmuka 61
4.1.3. Implementasi data 63
4.2. Prosedur Operasional 68
4.3. Pengujian Sistem 72
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 83
5.1. Kesimpulan 83
5.2. Saran 84
DAFTAR PUSTAKA 85
Universitas Sumatera Utara
xi
DAFTAR TABEL
Hal.
Tabel 2.1 Penelitian terdahulu 35
Tabel 3.1 Fitur Haralick 47
Tabel 3.2 Input dan Target 49
Tabel 3.3 Bobot awal Vji 50
Tabel 3.4 Bobot awal Wji 50
Tabel 3.5 Data Uji 53
Tabel 3.6 Bobot Vkj baru 54
Tabel 3.7 Bobot Wkj baru 54
Tabel 4.1 Rangkuman data citra CXR 63
Tabel 4.2 Ukuran kinerja hasil pengujian (Kadah, 2012) 73
Tabel 4.3 Rangkuman data pengujian 74
Tabel 4.4 Ukuran kinerja hasil pengujian 8 pasien 82
Universitas Sumatera Utara
xii
DAFTAR GAMBAR
Hal.
Gambar 2.1. Gambar skematis paru-paru penampang lateral (Ellis, 2006) 7
Gambar 2.2. Gambar skematis paru-paru penampang anterior (Ellis, 2006) 8
Gambar 2.3. Gambar perkiraan kanker berdasarkan jenis kelamin
(Dela Cruz, 2011) 9
Gambar 2.4. Gambar Citra Biner 15
Gambar 2.5. Citra hitam-putih (Genta, 2010) 16
Gambar 2.6. Citra Grayscale (Genta, 2010) 16
Gambar 2.7. Citra warna (Chairani, 2016) 16
Gambar 2.8. (a) Citra grayscale; (b) Citra threshold 20
Gambar 2.9. Contoh piksel citra berukuran 5x5 24
Gambar 2.10. Arah orientasi pada GLCM (Fegurson, 2007) 25
Gambar 2.11. (a) Citra grayscale dalam bentuk matriks; (b) Matriks framework 26
Gambar 2.12. Matriks kookurensi dengan jarak 1 dan arah 0º 26
Gambar 2.13. (a) Matriks kookurensi; (b) Matriks transpose;
(c) matriks simetri (kookurensi + transpose) 27
Gambar 2.14. Normalisasi Matriks 27
Gambar 2.15. Arsitektur Umum BPNN dengan satu hidden layer 30
Gambar 3.1. Arsitektur umum metode yang diajukan 37
Gambar 3.2. Citra grayscale (Sumber: http://www.jsrt.or.jp) 39
Gambar 3.3. Citra zero threshold 40
Gambar 3.4. Citra K-means dengan k=3 40
Gambar 3.5. Citra hasil perkalian normal dengan hasil zero threshold 41
Universitas Sumatera Utara
xiii
Gambar 3.6. Citra hasil perkalian citra input dan citra hasil 41
Gambar 3.7. Citra hasil perkalian citra k-means dengan citra hasil 42
Gambar 3.8. Citra canny edge detection 43
Gambar 3.9. Citra dilasi 44
Gambar 3.10. Citra hasil perkalian citra hasil dilasi dan negasi ROI 44
Gambar 3.11. Citra hasil perkalian citra hasil dan negasi ROI 45
Gambar 3.12. Citra minimum filter 46
Gambar 3.13. Arsitektur Backpropagation 48
Gambar 3.14. Struktur menu sistem 56
Gambar 3.15. Rancangan tampilan awal 56
Gambar 3.16. Rancangan tampilan tab menu training 57
Gambar 3.17. Rancangan tampilan tab menu testing 58
Gambar 4.1. Tampilan utama sistem 61
Gambar 4.2. Tampilan tab training 62
Gambar 4.3. Tampilan tab testing 62
Gambar 4.4. Tampilan saat tombol “Browse” dipilih 69
Gambar 4.5. Tampilan tab training aplikasi setelah citra dipilih 69
Gambar 4.6. Tampilan awal aplikasi pada hasil training dataset 70
Gambar 4.7. Tampilan pada tab testing saat tombol browse dipilih 71
Gambar 4.8. Tampilan setelah file input dipilih 71
Gambar 4.9. Tampilan hasil proses testing 72
Universitas Sumatera Utara
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Pada saat sekarang ini ilmu pengetahuan dan teknologi informasi semakin mengalami
perkembangan sangat pesat dan menjadi salah satu bagian penting dalam mengatasi
masalah yang terjadi di masyarakat. Teknologi informasi telah diterapkan di berbagai
bidang seperti e-learning pada Pendidikan, e-commerce di bidang bisnis, ATM
dibidang perbankan, e-government pada pemerintahan dan lain sebagainya. Pada
bidang kesehatan teknologi informasi telah diterapkan pada pengolahan citra digital
telah dilakukan sejak ditemukan Tomografi Terkomputerisasi (Computerized
tomography/CT) pada tahun 1970-an. Pengolahan citra digital dapat digunakan untuk
deteksi tumor atau kanker rahim, identifikasi penyakit hati, identifikasi penyakit paru-
paru, identifikasi penyakit tulang, klasifikasi gigi, dan analisis citra mikroskopis.
Kanker adalah pertumbuhan dan penyebaran yang tidak terkontrol dari sel
(WHO, 2013). Salah satu jenis kanker yang paling mematikan adalah kanker paru-
paru. Kanker paru-paru adalah pertumbuhan sel kanker yang tidak terkendali dalam
jaringan paru. Menurut World Health Organization (WHO), kanker paru merupakan
penyebab kematian utama dari semua kematian akibat kanker baik pada pria maupun
wanita. Menurut CDC (2010), sebanyak 205.974 orang menderita kanker paru di
Amerika (110.190 pria dan 95.784 wanita) dan sebanyak 158.081 orang meninggal
karena penyakit ini (87.694 pria dan 70.387 wanita) sedangkan di Indonesia, angka
kejadian kanker bronkus dan paru pada pasien rawat inap sebesar 5,8% dari seluruh
jenis kanker (Depkes, 2007).
Berdasarkan klasifikasi tersebut, penyakit kanker paru di diagnosa melalui
chest X-ray (CXR) atau lebih dikenal dengan foto rontgen dimanfaatkan di berbagai
Universitas Sumatera Utara
2
aspek kehidupan masyarakat. Penggunaan X-ray berawal dari penemuan Wilhelm
Röntgen pada tahun 1895. Pemeriksaan radiologi CXR ini sangat membantu proses
diagnosis dan identifikasi medis pada penyakit paru. Akan tetapi saat membaca hasil
foto rontgen pengetahuan masyarakat yang minim dalam membaca hasil rontgen,
sehingga masih dibutuhkan tenaga ahli seperti dokter atau tenaga medis lain untuk
membacanya, Kanker paru-paru memerlukan penanganan dan tindakan yang cepat
dan terarah. Penegakan diagnosis penyakit ini membutuhkan keterampilan dan sarana
yang baik. Karena apabila tidak segera ditangani, bisa menyebar dan bermetastasis
dan akhirnya meningkatkan derajat keparahan. (Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia, 2003).
Penelitian dengan memanfaatkan CXR sudah dilakukan yaitu untuk
mengidentifikasi kelainan pada paru dengan judul Detection of Lung Cancer Cells
using Image Processing Techniques dengan menggunakan metode median filtering,
threshold segmentation, Watershed Algorithm dan Morphological Operations
(Pratapl, 2016).
Pada tahun 2016 Poornimadevi, C.S dan Helen, S.C melakukan penelitian
dengan judul Automatic Detection of Pulmonary Tuberculosis Using Image
Processing Technique. Penelitian ini memiliki beberapa tahapan, yaitu Preprocessing,
Registration Based Image Segmentation, Watershed Segmentation, Threshold dan
Active Contour. Hasil dari penelitian ini memiliki tingkat akurasi sebesar 60%.
Pada penelitian yang berjudul Hypertensive Retinopathy Identification
Through Retinal Fundus Image Using Backpropagation Neural Network pada tahun
2017 oleh Mohammad Fadly Syahputra, C. Amalia, Romi Fadillah Rahmat dan Ulfi
Andayani. Dalam penelitian tersebut Backpropagation secara efisien dapat
mengidentifikasi penyakit Hypertensive Retinopathy dengan akurasi sebesar 95%.
Pada tahun 2017, Amalia Rahmi menggunakan Metode Backpropagation
Neural Network dalam klasifikasi pendarahan otak. Dalam Penelitian ini klasifikasi
pendarahan otak dilakukan dengan menggunakan citra CT scan otak dan
menghasilkan tingkat akurasi 88%.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dengan tingkat akurasi yang tinggi yang
didapatkan oleh metode Backpropagation dalam melakukan identifikasi terhadap
suatu objek, penulis mengajukan metode Backpropagation Neural Network. Algoritma
Backpropagation Neural Network merupakan salah satu jenis artificial neural
Universitas Sumatera Utara
3
network (ANN) dengan beberapa unit hidden layer yang berada di antara input dan
output. Backpropagation Neural Network sebelumnya juga telah dipakai untuk
diagnosa retinoblastoma (widya, 2017).
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis mengajukan proposal penelitian
dengan judul “ IDENTIFIKASI PENYAKIT KANKER PARU-PARU PADA CITRA
MEDIS CHEST X-RAY (CXR) MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION
NEURAL NETWORK ”.
1.2. Rumusan Masalah
Kanker paru biasanya diderita oleh orang dewasa yang menyerang paru-paru manusia.
Pada pemeriksaan dari tanda penyakit ini terlihat dengan adanya tumor berwarna
putih. Pada umumnya, untuk mengidentifikasi penyakit ini melalui paru masih
dilakukan secara manual oleh pakar (dokter) sehingga memungkinkan terjadinya
kesalahan dalam pendiagnosaan penyakit. Oleh karena itu, diperlukan suatu metode
yang dapat membantu pakar (dokter) dalam mendiagnosa penyakit kanker paru-paru
sehingga diperoleh hasil pemeriksaan yang lebih baik daripada pendiagnosaan secara
manual.
1.3. Batasan Masalah
Pada penelitian ini peneliti membuat batasan masalah untuk mencegah meluasnya
ruang lingkup permasalahan dalam penilitian ini. Adapun batasan masalah tersebut,
yaitu:
1. Data citra yang digunakan merupakan hasil digitalisasi foto chest-Xray (CXR)
atau rontgen dada
2. Deteksi kanker paru melalui tumor berwarna putih pada paru
3. Ekstensi file citra yang digunakan adalah jpeg, format warna grayscale
4. Output yang dihasilkan berupa identifikasi mengenai ada atau tidaknya penyakit
kanker paru , tidak sampai pada tingkat keparahan penyakit yang diderita.
Universitas Sumatera Utara
4
1.4. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menerapkan algoritma yang digunakan untuk
mengidentifikasi kanker paru melalui analisis citra CXR dengan menggunakan
backpropagation neural network sehingga pada objek yang sehat dan objek yang
terdapat penyakit dapat dibedakan.
1.5. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Dengan identifikasi citra Chest X-ray (CXR) atau foto rontgen dapat membantu
optimasi pekerjaan medis dalam mendiagnosa kanker paru-paru agar lebih akurat
sehingga dapat meminimalisasi kesalahan dalam pengambilan kesimpulan dari
hasil diagnosa foto rontgen pasien.
2. Penelitian dapat menjadi bahan rujukan untuk pengembangan penelitian lebih
lanjut, khususnya di bidang medical image, image processing dan neural network.
1.6. Metode Penelitian
Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.6.1. Studi Literatur
Tahapan ini dilakukan dengan mempelajari sumber-sumber seperti buku-buku,
referensi yang berkaitan dengan skripsi ini. Terutama mengenai medical image, image
processing, kanker paru, segmentasi citra, gray level co-occurance matrix, k-means
clustering dan metode backpropagation neural network. Informasi tersebut
merupakan dasar untuk menganalisis masalah.
1.6.2. Analisis Permasalahan
Pada tahap selanjutnya penulis menganalisis permasalahan dari informasi yang
didapat pada tahapan studi literatur, agar diperoleh metode yang tepat untuk mengatasi
diagnosa penyakit kanker paru-paru melalui CXR.
Universitas Sumatera Utara
5
1.6.3. Perancangan Sistem
Pada tahapan ini dilakukan perancangan yaitu sistem yang sesuai dari hasil analisis
permasalahan yang telah dilakukan. Pada penelitian ini, perancangan yang dilakukan
berupa perancangan arsitektur dan antarmuka sistem.
1.6.4. Implementasi Sistem
Pada tahap ini dilakukan penerapan rancangan yang dilakukan dalam suatu program
sesuai dengan perancangan dan analisis permasalahan yang telah dilakukan
sebelumnya.
1.6.5. Pengujian Sistem
Pada tahapan ini dilakukan uji terhadap program yang telah dibangun dengan tujuan
melihat semua kesalahan dan kekurangan yang terdapat pada sistem. Pengujian ini
dilakukan dengan menjalankan sistem dan masukkan pada tiap fungsi dan fitur yang
dimiliki sistem kemudian memantau apakah hasil output sesuai yang diharapkan atau
sebaliknya. Sehingga penerapan rancangan yang dilakukan dalam suatu program
sesuai dengan perancangan dan analisis permasalahan yang telah dilakukan
sebelumnya.
1.6.6. Penyusunan Laporan
Pada tahap akhir dilakukan penulisan laporan dari keseluruhan penelitian yang telah
dilakukan.
1.7. Sistematika Penulisan
Sistematika dari penulisan skripsi ini terdiri dari lima bagian, yaitu :
Bab 1 : Pendahuluan
Bab ini membahas tentang latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, metodologi penilitian dan sistematika penelitian.
Universitas Sumatera Utara
6
Bab 2 : Landasan Teori
Bab ini berisi tentang teori-teori penunjang yang digunakan untuk dapat memahami
permasalahan dari penelitian ini yaitu teori tentang kanker paru, image processing,
Backpropagation neural network dan juga tentang penelitian terdahulu.
Bab 3 : Analisis dan Perancangan
Bab ini berisi tentang analisis dari arsitektur umum dan metode yang digunakan dan
penerapannya dalam pembuatan sistem untuk mengidentifikasi penyakit kanker paru.
Bab 4 : Implementasi dan Pengujian
Bab ini berisi tentang implementasi dari analisis dan perancangan sistem yang telah
dilakukan sebelumnya serta membahas tentang pengujian terhadap sistem yang telah
dibangun.
Bab 5 : Kesimpulan dan Saran
Bab ini berisi tentang kesimpulan dari keseluruhan penelitian yang telah dilakukan
dan saran yang diajukan untuk pengembangan untuk penelitian selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara
7
BAB 2
LANDASAN TEORI
Bab ini membahas tentang teori penunjang dan penelitian terdahulu yang berhubungan
dengan penerapan metode Backpropagation Neural Network untuk mengidentifikasi
penyakit kanker paru-paru.
2.1. Paru-Paru
Paru-paru berbentuk kerucut, bagian apeks tumpul pada ujung sternum setinggi rusuk
pertama, dan bagian dasar yang mengikuti lekuk diafragma. Permukaan kostovertebra
luas mencetak untuk membentuk dinding dada dan permukaan mediastinum yang
cekung untuk menopang perikadium. Paru-paru kanan berukuran sedikit lebih besar
dari yang kiri dan terbagi menjadi tiga lobus, yaitu lobus atas, tengah, dan bawah, oleh
fisura oblique dan horizontal. Pada paru-paru kiri hanya terdapat fisura oblik yang
membaginya menjadi dua lobus (Ellis, 2006).
Gambar 2.1. Gambar skematis paru-paru penampang lateral (Ellis,2006)
Universitas Sumatera Utara
8
Gambar 2.2. Gambar skematis paru-paru penampang anterior (Ellis,2006)
Di antara dua lapisan pleura terdapat sebuah rongga kecil yang disebut rongga
pleura yang berisi cairan lubrikan. Cairan ini berguna untuk mengurangi gesekan antar
membran sehingga paru bisa melakukan fungsinya dengan baik. Cairan ini juga
berfungsi untuk melekatkan membran yang satu dengan yang lainnya (Tortora, 2009).
2.2. Kanker Paru-paru
Kanker paru-paru adalah tumor berbahaya disebabkan pertumbuhan sel yang tidak
terkontrol pada paru-paru, baik di salah satu atau kedua paru-paru. Kanker paru-paru
ini dapat menyebar keluar dari paru-paru (metastasis) ke jaringan terdekat dan organ
tubuh lainnya. Selain itu, kanker paru-paru merupakan kanker paling sering terjadi
baik pada pria maupun wanita. Lebih dari 90% kanker paru-paru berawal dari bronki
(saluran udara terbesar yang masuk ke paru-paru), kanker ini disebut karsinoma
bronkogenik (Diananda, 2007).
Berdasarkan insidensi dan angka kematian, kanker paru telah menjadi yang
terbanyak di dunia sejak tahun 1985. Secara global, kanker paru adalah kanker yang
paling banyak angka kejadian baru dengan 1,35 juta kasus dan 12,4% dari seluruh
kejadian baru kanker dan angka kematian 1,18 juta kasus dan 17,6% dari total
kematian akibat kanker (Cruz, 2011).
Universitas Sumatera Utara
9
Gambar 2.3. Gambar perkiraan kanker berdasarkan jenis kelamin
(Dela Cruz, 2011)
2.2.1 Faktor Resiko
Beberapa penyebab penyakit ini adalah: merokok, perokok pasif, polusi udara,
pengaruh penyakit lain, dan pengaruh genetik dan status imunologis.
1. Merokok
Sekitar 90% dari penderita kanker paru-paru merupakan perokok. Usia anak-
anak dan remaja lebih mudah mengalami kerusakan DNA akibat paparan asap
rokok daripada orang dewasa. Resiko terkena kanker paru-paru setelah
berhenti merokok tergantung pada tingkat konsumsi rokok. Seseorang yang
mengonsumsi 1-20 batang rokok setiap hari beresiko 1,6 kali terkena kanker
paru-paru setelah berhenti merokok selama 16 tahun. Seseorang dengan
konsumsi rokok lebih dari 21 batang setiap hari beresiko 4 kali lipat terkena
kanker paru-paru setelah 16 tahun berhenti merokok dibandingkan dengan
orang yang tidak pernah merokok (Abraham, 2005).
Universitas Sumatera Utara
10
2. Perokok Pasif
Perokok pasif merupakan salah satu faktor resiko yang dapat menyebabkan
kanker. Hasil studi menunjukkan asap rokok yang dihisap oleh orang yang
merokok untuk masa yang lama meningkatkan resiko pada orang di sekitarnya
yang tidak merokok dan menghirup asap tersebut yaitu sebanyak 0,3 hingga
1,0. Sekitar 25 % dari kanker paru pada orang yang tidak merokok disebabkan
oleh perokok pasif (Churg, 2005).
3. Polusi Udara
Insidensi dan mortalitas kanker paru-paru lebih tinggi di kawasan
perindustrian yang memicu terjadinya kanker paru-paru disebabkan oleh polusi
udara. Kanker paru-paru terjadi pada pekerja yang terpapar dengan bahan-
bahan karsinogen seperti asbestos. Polusi udara menyebabkan 10% terjadinya
kanker paru di negara berkembang (Churg, 2005). Beberapa substansi di
tempat kerja telah dibuktikan bersifat karsinogenik pada paru-paru. IARC telah
mengidentifikasikan arsen, asbestos, berilium, kadmium, klorometil ester,
kromium, nikel, radon, silika dan vinyl chloride sebagai karsinogen.
4. Pengaruh penyakit lain
Penyakit paru-paru seperti tuberkulosis dan penyakit paru-paru obstruktif
kronik juga dapat menjadi risiko kanker paru-paru. Seseorang dengan penyakit
paru-paru obstruktif kronik berisiko empat sampai enam kali lebih besar
terkena kanker paru-paru ketika efek dari merokok dihilangkan (Stoppler,
2010).
5. Pengaruh Genetik dan Status Imunologis
Anggota keluarga pasien kanker paru-paru berisiko lebih besar terkena
penyakit ini. Penelitian sitogenik dan genetik molekuler memperlihatkan
bahwa mutasi pada protoonkogen dan gen-gen penekan tumor memiliki arti
penting dalam timbul dan berkembangnya kanker paru-paru.
Universitas Sumatera Utara
11
2.2.2 Gejala Kanker Paru-Paru
Dari anamnesis dapat ditemukan keluhan utama berupa:
1. Batuk-batuk dengan dahak atau tanpa dahak (dahak putih, dapat juga
purulen),
2. Sesak nafas
3. Suara serak
4. Sakit dada
5. Sulit/sakit menelan
6. Benjolan di pangkal leher,
7. Sembab muka dan leher
8. Sembab lengan dengan rasa nyeri yang hebat (PDPI, 2003).
2.2.3 Diagnosis Kanker Paru-Paru
Diagnosis kanker paru-paru dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu: anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, radiologi dan sitologi.
2.2.3.1. Anamnesis
Anamnesis yang lengkap serta pemeriksaan fisik merupakan kunci untuk
diagnosis tepat. Keluhan dan gejala klinis permulaan merupakan tanda awal
penyakit kanker paru-paru. Batuk disertai dahak yang banyak dan kadang-
kadang bercampur darah, sesak nafas dengan suara pernafasan nyaring
(wheezing), nyeri dada, lemah, berat badan menurun dan anoreksia merupakan
keadaan yang mendukung. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan pada pasien
tersangka kanker paru adalah faktor usia, jenis kelamin, kebiasaan merokok, dan
terpapar zat karsinogen yang dapat menyebabkan nodul soliter paru (Huq,
2010).
2.2.3.2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menemukan kelainan-kelainan berupa
perubahan bentuk dinding toraks dan trakea, pembesaran kelenjar getah bening
dan tanda-tanda obstruksi parsial, infiltrat dan pleuritis dengan cairan pleura
(Huq, 2010).
Universitas Sumatera Utara
12
2.2.3.3. Pemeriksaan Laboratorium (Huq, 2010)
Adapun pemeriksaan laboratorium memiliki tujuan sebagai berikut:
a. Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru-
paru. Kerusakan pada paru-paru dapat dinilai dengan pemeriksaan faal
paru atau pemeriksaan analisis gas.
b. Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru-
paru pada organ-organ lainnya.
c. Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru-
paru pada jaringan tubuh baik oleh karena tumor primernya maupun
oleh karena metastasis.
2.2.3.4. Radiologi
Pemeriksaan radiologi adalah pemeriksaan paling utama yang dipergunakan
untuk mendiagnosa kanker paru-paru, kanker paru-paru memiliki gambaran
yang bervariasi. Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat ukuran tumor,
keganasan tumor, kelenjar getah bening dan metastasis ke organ lain. Adapun
pemeriksaan radiologi antara lain:
a. Rontgen atau radiografi
b. Magnetic resonance imaging (MRI)
c. Computed tomography (CT) scan
Pemeriksaan radiologi dapat dilakukan dengan metode tomografi komputer.
Pada pemeriksaan tomografi komputer dapat dilihat hubungan kanker paru-paru
dengan dinding toraks, bronkus, dan pembuluh darah secara jelas. Keuntungan
tomografi komputer tidak hanya memperlihatkan bronkus, tetapi juga struktur di
sekitar lesi serta invasi tumor ke dinding toraks. Tomografi komputer juga
mempunyai resolusi yang lebih tinggi, dapat mendeteksi lesi kecil dan tumor
yang tersembunyi oleh struktur normal yang berdekatan.
Universitas Sumatera Utara
13
2.2.3.5. Sitologi
Proses keganasan dapat diketahui dengan pemeriksaan sitologi sputum.
Pemeriksaan sitologi dapat digunakan untuk mendiagnosis kanker lebih dini
dibandingkaan dengan pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan ini dapat
menemukan sel-sel yang khas beberapa tahun sebelum kanker paru ditemukan.
2.2.3.6. Biopsi
Tindakan ini dilakukan untuk 2 hal, yakni untuk mengetahui histopatologi dari
sel kanker dan untuk mengetahui metastasis dari kanker paru-paru, kecuali pada
biopsi transtorakal dan transbronkial.
2.2.3.7. Angiografi
Pada kanker paru-paru dapat terjadi perubahan di pembuluh darah. Pada daerah
tumor, pergerakan dari paru-paru akan berkurang dan aliran darah mengalami
penurunan dan keadaan ini dapat diketahui dengan pemeriksaan angiografi.
Peranan angiografi pada kanker paru-paru dibagi atas 2 bagian, yakni: untuk
mengetahui diagnosis lebih lanjut sehubungan dengan adanya invasi tumor ke
pembuluh darah dan mengetahui bentuk dasar dari lokasi tumor
2.2.4 Pencegahan Kanker Paru-Paru
Menurut CDC (2010), pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko
kanker paru-paru yaitu :
a. Berhenti Merokok, dengan berhenti merokok, akan menurunkan resiko terjadinya
kanker paru-paru dibandingkan dengan tidak berhenti merokok sama sekali.
Semakin lama seseorang berhenti merokok, maka akan semakin baik
kesehatannya disbanding mereka yang merokok. Bagaimanapun, risiko bagi
mereka yang berhenti merokok tetap lebih besar dibandingkan mereka yang tidak
pernah merokok.
b. Menghindari menghisap rokok orang lain (secondhandsmoke)
c. Membuat lingkungan kerja dan rumah aman dari gas radon
d. Menurut EPA (Environmental Protection Agency), setiap rumah disarankan untuk
dites apakah ada gas radon atau tidak.
Universitas Sumatera Utara
14
e. Mengkonsumsi buah dan sayuran yang banyak, Konsumsi buah dan sayuran yang
banyak akan membantu melindungi dari kanker paru-paru.
2.3. Pengenalan Citra
Sebuah citra direpresentasikan sebagai fungsi f(x,y) yaitu fungsi dua dimensi, dimana
x dan y adalah koordinat posisi, dan nilai f pada setiap kordinat (x,y) disebut sebagai
nilai intensitas citra. Sebuah citra dinyatakan sebagai citra digital jika nilai x, y dan
nilai intensitas dari f bersifat terbatas dan dalam bentuk diskrit. Sebuah citra digital
dibentuk oleh sejumlah elemen yang disebut sebagai piksel dimana setiap piksel
tersebut memiliki posisi dan nilai tertentu (Gonzales, 2008).
2.3.1. Citra Medis (Medical Image)
Citra medis dimanfaatkan oleh para ahli medis untuk melakukan diagnosis terhadap
suatu penyakit. Hasilnya digunakan untuk menentukan treatment dan penanganan
yang sesuai untuk pasien. Citra medis diperoleh dengan cara menembakkan sensor
aktif seperti sinar-X (x-ray) ke bagian tubuh pasien sehingga dapat dihasilkan citra
dari organ bagian dalam pasien Citra medis diperoleh merupakan pencitraan seperti
Chest X-ray (CXR) atau foto rontgen, Computerized Tomography (CT) , Ultrasound
(US) maupun Magnetic Resonance Imaging (MRI).
2.3.2. Digitalisasi Citra
Citra terbagi dua yaitu citra kontinu dan citra diskrit. Citra kontinu dihasilkan dari
sistem optik yang menerima sinyal analog, misalnya mata manusia dan kamera
analog. Citra diskrit dihasilkan melalui proses digitalisasi terhadap citra kontinu.
Beberapa sistem optik dilengkapi dengan fungsi digitalisasi sehingga mampu
menghasilkan citra diskrit, misalnya kamera digital dan scanner. Citra diskrit disebut
juga citra digital. Agar dapat diolah dengan komputer digital, maka suatu citra harus
dipresentasikan secara numerik dengan nilai-nilai diskrit. Representasi citra dari
fungsi kontinu menjadi nilai-nilai diskrit disebut digitalisasi. Citra yang dihasilkan
inilah yang disebut citra digital (digital image).
Universitas Sumatera Utara
15
2.3.2.1. Citra Biner (Binary Image)
Citra biner merupakan jenis citra yang paling sederhana karena hanya memiliki
dua nilai, yaitu hitam atau putih. Citra biner merupakan citra 1 bit karena hanya
memerlukan 1 bit untuk merepresentasikan tiap piksel. Citra biner dibentuk dari
citra keabuan melalui operasi thresholding, dimana tiap piksel yang nilainya
lebih besar dari threshold akan diubah menjadi putih (1) dan piksel yang
nilainya lebih kecil dari threshold akan diubah menjadi hitam (0). Contoh citra
biner dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4. Gambar citra biner
2.3.2.2. Citra Keabuan (Grayscale Image)
Citra keabuan menggunakan warna hitam sebagai warna minimum, warna putih
sebagai warna maksimum dan warna diantara hitam dan putih, yaitu abu-abu.
Abu-abu merupakan warna dimana komponen merah, hijau, dan biru
mempunyai intensitas yang sama. Jumlah bit yang diperlukan untuk tiap piksel
menentukan jumlah tingkat keabuan yang tersedia. Misalnya untuk citra
keabuan 8 bit, tingkat keabuan yang tersedia adalah 28 atau 256.
S=(r+g+b)/3 (2.1)
Adapun citra hitam-putih dan citra grayscale ditunjukkan pada Gambar 2.5. dan
Gambar 2.6.
Universitas Sumatera Utara
16
Gambar 2.5. Citra hitam-putih (Genta, 2010)
Gambar 2.6. Citra grayscale (Genta, 2010)
2.3.2.3. Citra Warna (Color Image)
Citra warna merupakan jenis citra yang menyediakan warna dalam bentuk RGB
(red, green, dan blue). Setiap komponen warna menggunakan 8 bit, nilainya
terletak antara 0-255. Warna yang disediakan yaitu 255 x 255 x 255. Warna ini
disebut juga dengan true color dikarenakan memiliki jumlah warna yang cukup
besar (Chairani, 2016). Contoh citra warna dapat dilihat pada Gambar 2.7.
Gambar 2.7. Citra warna (Chairani, 2016)
Universitas Sumatera Utara
17
2.3.3. Format Citra Digital
Format citra digital, antara lain: PNG, BMP, JPG, GIF dan sebagainya. Masing-
masing format mempunyai perbedaan satu dengan yang lain terutama pada header
file. Namun ada beberapa yang mempunyai kesamaan, yaitu penggunaan palette untuk
penentuan warna piksel.
1. JPEG
JPEG merupakan skema kompresi file bitmap yang banyak digunakan untuk
menyimpan gambar-gambar dengan ukuran lebih kecil. Format citra JPEG ini
memiliki karakteristik gambar tersendiri antara lain memiliki ekstensi .jpg atau .jpeg.
mampu menayangkan warna dengan kedalaman 24-bit true color. Umumnya format
citra ini digunakan untuk menyimpan gambar-gambar hasil foto.
2. Bitmap (.bmp)
Bitmap adalah representasi dari citra grafis yang terdiri dari susunan titik yang
tersimpan di memori komputer. Dikembangkan oleh Microsoft dan nilai setiap titik
diawali oleh satu bit data untuk gambar hitam putih, atau lebih bagi gambar berwarna.
File format BMP (Windows bitmap) menangani file grafik di sistem operasi Microsoft
Windows. Pada umumnya file bmp tidak di kompresi sehingga memiliki ukuran yang
sangat besar.
3. GIF
GIF adalah format gambar asli yang dikompres dengan Computer Server. Bitmap
dengan jenis ini mendukung 256 warna dan bitmap ini juga sangat populer dalam
internet. Format GIF hanya dapat menyimpan gambar dalam 8 bit dan hanya mampu
digunakan mode grayscale, bitmap, dan index color.
Universitas Sumatera Utara
18
2.4. Pengolahan Citra
Pengolahan citra adalah metode yang digunakan untuk memproses, atau memanipulasi
citra digital sehingga menghasilkan citra baru (Gonzales at al., 2002). Pengolahan
Citra bertujuan memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia
atau mesin (dalam hal ini komputer) sehingga dapat memberikan informasi baru yang
lebih bermanfaat. Pengolahan citra memanipulasi citra menjadi citra baru. Jadi, data
input adalah citra dan keluarannya juga citra, namun citra keluaran mempunyai
kualitas lebih baik daripada citra masukan.
2.4.1. Grayscaling
Grayscaling merupakan proses mengubah citra warna (RGB) menjadi citra keabuan.
Grayscaling digunakan untuk menyederhanakan model citra RGB yang memiliki 3
layer matriks, yaitu layer matriks red, green, dan blue menjadi 1 layer matriks
keabuan. Grayscaling dilakukan dengan cara mengalikan masing-masing nilai red,
green, dan blue dengan konstanta yang jumlahnya 1, seperti yang ditunjukkan pada
persamaan (2.2).
I (x,y)= α.R+ β.G+γ.B (2.2)
Dimana: I (x,y) = piksel citra hasil grayscaling
α, β, γ = konstanta yang hasil penjumlahannya 1
R = nilai red dari sebuah piksel
G = nilai green dari sebuah piksel
B = nilai blue dari sebuah piksel
2.4.2. Cropping
Cropping berfungsi untuk menghasil bagian spesifik dari sebuah citra dengan cara
memotong area yang tidak diinginkan atau area berisi informasi yang tidak
diperlukan. Cropping dapat digunakan untuk menambah fokus pada objek, membuang
bagian citra yang tidak diperlukan, memperbesar area tertentu pada citra, mengubah
orientasi citra, dan mengubah aspect ratio dari sebuah citra.
Universitas Sumatera Utara
19
Cropping menghasilkan citra baru yang merupakan bagian dari citra asli
dengan ukuran yang lebih kecil. Jika citra cropping digunakan untuk proses lain,
waktu pemrosesan akan lebih cepat karena bagian yang diproses hanya bagian yang
diperlukan saja. (Gonzales et al., 2002).
2.4.3. Scaling
Scaling merupakan salah satu operasi yang paling banyak digunakan dalam
pengolahan citra. Scaling digunakan untuk mengubah resolusi dari sebuah citra, baik
itu memperkecil atau memperbesar resolusi citra. Scaling juga dapat digunakan untuk
menormalisasi ukuran semua citra sehingga memiliki ukuran yang sama. (Pratt, 2007).
Scaling merupakan proses yang dilakukan untuk mengurangi jumlah piksel
yang terdapat pada suatu citra digital yang digunakan sebagai input pada neural
network. Sebagai contoh suatu citra dengan ukuran 250x250 dapat diubah menjadi
30x30 pada saat proses scaling (JT Marbun et al., 2018).
2.4.4. Thresholding
Thresholding merupakan suatu proses mengubah citra berderajat keabuan menjadi
citra biner atau hitam putih sehingga dapat diketahui daerah mana yang termasuk
objek dan background dari citra secara jelas (Evan, 2010).
Thresholding akan menghasilkan citra biner, yaitu citra yang memiliki dua
warna (hitam dan putih). Citra hasil thresholding biasanya digunakan lebih lanjut
untuk proses pengenalan objek serta ekstraksi fitur. Proses thresholding menggunakan
nilai batas (threshold) untuk mengubah nilai piksel pada citra keabuan menjadi hitam
atau putih. Jika nilai piksel pada citra keabuan lebih besar dari threshold, maka nilai
piksel akan diganti dengan 1 (putih), jika nilai piksel pada citra keabuan lebih kecil
dari threshold maka nilai piksel akan diganti dengan 0 (hitam) (RF Rahmat, et al.,
2018).
Citra hasil thresholding dapat didefinisikan sebagaimana Persamaan 2.3.
( ) { ( )
( )
(2.3)
Universitas Sumatera Utara
20
Dimana g (x,y) = piksel citra hasil binerisasi
f (x,y) = piksel citra asal
T = nilai threshold
Adapun citra hasil threshoding seperti pada Gambar 2.8.
Gambar 2.8. (a) Citra grayscale; (b) Citra threshold.
2.4.5. K-Means Clustering
Clustering adalah proses partisi atau pengelompokan terhadap objek yang tidak
memiliki label ke dalam sektor yang memiliki pola yang sama sesuai dengan jumlah
cluster yang ditentukan. Sehingga dalam satu cluster akan terdapat kumpulan objek
dengan tingkat kemiripan yang tinggi dan pola yang sama. K-Means merupakan salah
satu metode yang digunakan untuk melakukan segmentasi citra.
Segmentasi adalah proses penting untuk mengekstrak informasi dari citra
medis. Tujuan utama dari segmentasi citra adalah untuk memisahkan suatu citra
menjadi daerah khusus yang memiliki informasi penting dimana piksel yang terdapat
pada daerah tersebut merupakan piksel homogen sesuai dengan standar segmentasi
yang ditetapkan (Patel et al., 2013). Algoritma Clustering menggunakan K-Means
adalah sebagai berikut:
1 Tentukan jumlah piksel yang akan digunakan sebagai pusat dari cluster
(centroid). Jumlah centroid memiliki jumlah yang sama dengan jumlah cluster (k)
yang ditentukan.
2 Lakukan partisi (pengelompokan) pada setiap cluster. Pengelompokan dilakukan
berdasarkan penghitungan nilai euclidean distance terkecil yang dihasilkan antara
piksel dengan masing-masing centroid. Penghitungan euclidean distance
dilakukan dengan menggunakan persamaan 2.4.
Universitas Sumatera Utara
21
√∑( )
(2.4)
Dimana:
d = jarak dari data x ke data y
x_i = elemen ke-i dari data x
y_i = elemen ke-i dari data y
n = jumlah elemen dari data x dan data y
Pengelompokan dilakukan pada semua piksel sehingga piksel-piksel terbagi
menjadi kelompok sesuai dengan jumlah cluster yang ditentukan pada langkah 1.
3 Setelah piksel dikelompokkan, penghitungan nilai piksel rata-rata pada setiap
cluster dilakukan. Nilai rata-rata piksel yang dihasilkan akan menjadi centroid
baru.
4 Setelah nilai centroid didapatkan, langkah 2 dan 3 akan dilakukan kembali sesuai
jumlah iterasi yang ditentukan pada langkah pertama atau kondisi konvergensi
berhasil terpenuhi. Konvergensi adalah kondisi dimana nilai rata-rata yang
dihitung bernilai sama dengan centroid. Ketika kondisi konvergensi dipenuhi atau
jumlah iterasi yang ditentukan sudah dilakukan, proses akan terhenti dan output
yang dihasilkan adalah piksel yang sudah dikelompokkan sesuai dengan jumlah
cluster yang diinginkan.
2.4.6. Perkalian Citra
Perkalian citra merupakan operasi pada piksel yang digunakan untuk mengatur tingkat
kontras pada citra (Solomon, 2011). Perkalian citra juga dapat digunakan untuk
menghilangkan bagian tertentu pada citra dengan cara mengalikan citra dengan citra
mask yang merupakan citra biner. Perkalian citra dilakukan dengan persamaan 2.5.
( ) ( ) ( )
(2.5)
Universitas Sumatera Utara
22
Dimana:
c(x,y) = piksel citra hasil perkalian
a (x,y)= piksel citra asal
b(x,y) = piksel citra mask
2.4.7. Minimum Filter
Minimum filter adalah filter yang bekerja dengan mempertimbangkan piksel yang ada
di sekitar masing-masing piksel. Piksel yang ada pada citra akan dipisahkan ke dalam
matriks dengan ukuran 3 x 3 yang disebut dengan mask. Nilai piksel yang ada pada
mask akan diurutkan (sort) dari yang paling kecil ke yang paling besar (ascending).
Setelah diurutkan, maka nilai piksel terkecil (minimum) akan menggantikan nilai dari
piksel citra yang diproses. Proses ini akan dilakukan pada keseluruhan piksel pada
citra. Minimum filter digunakan untuk menghilangkan derau (noise) berupa titik-titik
berwarna putih pada citra (Putra, 2010).
2.4.8. Dilasi
Bila suatu objek (citra input) dinyatakan dengan A dan structure element dinyatakan
dengan B serta Bx menyatakan translasi B sedemikian sehingga pusat B terletak pada
x dan ∅ merupakan himpunan kosong. Operasi dilasi A dengan B dapat dinyatakan
pada persamaan (2.6):
( ) * ∅+
(2.6)
Proses dilakukan dengan membandingkan setiap piksel citra input dengan nilai
pusat SE dengan cara melapiskan (superimpose) SE dengan citra sehingga pusat SE
tepat dengan posisi piksel citra yang diproses. Jika paling sedikit ada 1 piksel pada SE
sama dengan nilai piksel objek (foreground) citra maka piksel input di-set nilainya
dengan nilai piksel foreground dan bila semua piksel yang berhubungan adalah
background maka input piksel diberi nilai piksel background. Proses yang sama akan
dilakukan dengan menggerakkan (translasi) SE piksel demi piksel pada citra input
(Putra, 2010).
Universitas Sumatera Utara
23
2.4.9. Canny Edge Detection
Deteksi tepi merupakan salah satu proses yang digunakan dalam proses pengenalan
pola dalam suatu gambar. Tepi merupakan batas-batas objek, jadi deteksi tepi
merupakan proses untuk memperjelas tepi-tepi objek yang ada pada gambar. Sebelum
Canny Edge Detection diterapkan pada citra, penerapan gaussian filter perlu
dilakukan untuk menghilangkan noise pada citra, sehingga piksel yang tidak
diperlukan tidak akan dideteksi sebagai tepi oleh Canny Edge Detection. Penggunaan
Canny Edge Detection juga dapat diterapkan untuk mendapatkan fitur pada citra
(Muchtar, et al. 2018)
Canny edge detection merupakan deteksi tepi yang menggunakan multi tahap
algoritma untuk mendeteksi berbagai tepi dalam suatu gambar. Canny edge detection
dikembangkan oleh John F. Canny pada tahun 1986. Canny menggunakan Gaussian
Derrivative Kernel untuk memperhalus tampilan sebuah gambar. Keunggulan canny
edge detection dibanding dengan deteksi tepi lainnya (Yodha & Kurniawan, 2014),
sebagai berikut:
a. Good detection, memaksimalkan signal to noise ration (SNR) agar
semua tepi dapat terdeteksi dengan baik.
b. Good location, untuk meminimalkan jarak deteksi tepi yang sebenarnya
dengan tepi yang dihasilkan melalui pemrosesan, sehingga lokasi tepi
terdeteksi menyerupai tepi secara nyata. Semakin besar nilai Loc, maka
semakin besar kualitas deteksi yang dimiliki.
c. One respon to single edge, untuk menghasilkan tepi tunggal / tidak
memberikan tepi yang bukan tepi sebenarnya.
Langkah – langkah mendeteksi tepi batas menurut canny (Putra & Prapitasari, 2011),
yaitu:
1. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menyaring dan membuang noise
pada gambar asli sebelum mencoba untuk menetapkan dan mendeteksi tepi.
2. Setelah menghaluskan gambar dan menyingkirkan noise, langkah selanjutnya
adalah menemukan tepi dengan menggunakan gradient dari gambar tersebut.
3. Menentukan arah tepian berdasarkan gradient.
Universitas Sumatera Utara
24
4. Setelah arah tepian ditemukan, langkah selanjutnya adalah merelasikan arah
tepiannya ke arah yang dapat di- trace pada sebuah gambar. Jika pada sebuah
gambar mempunyai piksel 5×5 seperti pada Gambar 2.9.
Gambar 2.9. Contoh piksel citra berukuran 5x5
Dapat dilihat piksel a, terdapat 4 kemungkinan arah yaitu 0 derajat (horisontal), 45
derajat (diagonal positif), 90 derajat (vertikal), atau 135 derajat (diagonal negatif).
Jadi orientasi tepi harus ditetapkan pada salah satu dari 4 arah tersebut tergantung
dari arah yang terdekat.
5. Setelah arah tepian diketahui, penindihan non-maksimum diaplikasikan.
Penindihan ini digunakan untuk men-trace sepanjang tepian dalam arah tepiannya
dan menindih piksel yang bernilai nol (= 0) yang tidak ada hubungannya dengan
tepi. Hal ini akan menimbulkan garis kecil pada gambar keluaran.
6. Akhirnya akan menghasilkan sebuah gambar yang sudah dieliminasi, dibutuhkan
sebuah gradient garis tepi sehingga setiap piksel yang ada terhubung satu dengan
yang lain
2.5. Ekstraksi Fitur
Ekstraksi fitur adalah proses pengukuran terhadap data yang telah dinormalisasi untuk
membentuk sebuah nilai fitur. Nilai fitur digunakan oleh pengklasifikasi untuk
mengenali unit masukan dengan unit target keluaran dan memudahkan
pengklasifikasian karena nilai ini mudah untuk dibedakan (Pradeep et. al, 2011). Pada
penelitian ini , penulis menggunakan metode ekstraksi GLCM.
Universitas Sumatera Utara
25
2.5.1. Gray Level Co-occurance Matrix (GLCM)
Ekstraksi fitur pada citra input menggunakan GLCM adalah matriks yang
merepresentasikan hubungan antara dua piksel dalam citra dengan derajat keabuan
pada arah orientasi dan jarak spasial tertentu. GLCM adalah matriks ukuran n x n,
dimana n adalah jumlah tingkat abu-abu dalam citra dengan derajat keabuan
(Syahputra, et al, 2015). Gray Level Co-occurance Matrix (GLCM) merupakan
matriks yang merepresentasikan hubungan ketetanggaan antar piksel (kookurensi)
pada berbagai arah orientasi dan jarak spasial (Haralick, 1973). Arah orientasi pada
GLCM dinyatakan dalam sudut 0º, 45º, 90º, dan 135º sedangkan jarak dinyatakan
dalam piksel, misalnya 1, 2, 3, dan seterusnya.
GLCM memiliki 8 arah orientasi 0º, 45º, 90º, 135º, 180º, 225º, 270º, dan 315º.
Arah orientasi yang digunakan pada GLCM dapat dilihat pada Gambar 2.10.
Gambar 2.10. Arah orientasi pada GLCM (Fegurson, 2007)
Dalam melakukan penghitungan arah orientasi pada GLCM, 8 arah orientasi
seperti terlihat pada gambar 2.7. dapatdikurangi menjadi 4 arah, yaitu 0, 45, 90, dan
135. Hal ini dapat dilakukan karena arah orientasi , , , dan merupakan
matriks transpose dari , , , dan . Sehingga untuk melakukan
perhitungan nilai matriks dapat dilakukan dengan menjumlahkan matriks
dengan matriks transpose-nya. Hal ini juga dapat dilakukan pada arah orientasi
dan , dan maupun dan .
Universitas Sumatera Utara
26
Langkah pertama yang harus dilakukan untuk mendapatkan nilai GLCM
adalah membuat matriks framework. Matriks framework ini menunjukkan hubungan
ketetanggaan antar piksel (kookurensi) dengan ukuran n x n dimana n menyatakan
tingkat keabuan yang dimiliki oleh sebuah citra grayscale. Contoh dari matriks
framework ditunjukkan pada Gambar 2.11.
1 0 2
2 1 0
0 2 1
(a) (b)
Gambar 2.11. (a) Citra grayscale dalam bentuk matriks; (b) Matriks framework
Pada Gambar 2.8. citra grayscale yang ditunjukkan dalam bentuk matriks
memiliki 3 tingkat keabuan, yaitu 0, 1, dan 2, sehingga matriks framework yang
terbentuk memiliki ukuran 3 x 3. Pada matriks framework nilai (0,0) menyatakan
berapa banyak piksel 0 yang bertetangga dengan piksel 0 pada arah orientasi dan jarak
tertentu, begitu juga dengan (0,1) dan seterusnya. Setelah matriks framework berhasil
dibuat, maka nilai kookurensi dari tiap piksel dengan piksel tetangganya dapat
dihitung. Nilai kookurensi yang dihitung akan dimasukkan ke dalam matriks dengan
dimensi yang sama dengan matriks framework dan disebut matriks kookurensi.
Gambar 2.12. menunjukkan contoh matriks kookurensi yang dibuat berdasarkan
matriks citra grayscale yang terdapat pada gambar 2.11. dimana arah orientasi yang
digunakan adalah dan jarak yang digunakan adalah 1.
0 0 2
2 0 0
0 2 0
Gambar 2.12. Matriks kookurensi dengan jarak 1 dan arah 0º
Matriks kookurensi yang didapat selanjutnya akan ditambahkan dengan matriks
transpose untuk menjadi matriks yang simetris. Matriks simetris dapat dilihat pada
Gambar 2.13.
(0,0) (0,1) (0,2)
(1,0) (1,1) (1,2)
(2,0) (2,1) (2,2)
Universitas Sumatera Utara
27
0 0 2 0 2 0 0 2 2
2 0 0 0 0 2 2 0 2
0 2 0 2 0 0 2 2 0
Gambar 2.13. (a) Matriks kookurensi; (b) Matriks transpose;
(c) Matriks simetris (kookurensi + transpose)
Setelah matriks simetris terbentuk, selanjutnya normalisasi akan dilakukan
pada matriks ke dalam bentuk probabilitas dengan cara membagi masing-masing nilai
kookurensi dengan jumlah semua nilai kookurensi pada matriks, sehingga hasil
penjumlahan semua nilai pada matriks adalah 1.Nilai kookurensi yang didapatkan
pada matriks simetri adalah 2+2+2+2+2+2 = 12. Gambar 2.14. menunjukkan matriks
hasil normalisasi.
Gambar 2.14. Normalisasi matriks
Langkah selanjutnya setelah proses normalisasi dilakukan adalah menghitung
ciri atau fitur statistik GLCM. Beberapa ciri atau fitur statistik yang diusulkan oleh
Haralick adalah sebagai berikut.
2.5.1.1. Energy
Energy atau Angular Second Moment (ASM) digunakan untuk mengukur konsentrasi
pasangan dan intensitas keabuan tertentu pada matriks sebuah citra. ASM dihitung
dengan menggunakan persamaan (2.7).
(a) (b) (c)
Universitas Sumatera Utara
28
∑∑
(2.7)
Dimana: = matriks yang sudah dilakukan normalisasi
2.5.1.2. Homogenity
Homogenity atau Inverse Different Moment (IDM) digunakan untuk mengukur
homogenitas citra dengan derajat keabuan sejenis dimana citra homogen akan
memiliki IDM yang besar. Homogenity dihitung dengan menggunakan persamaan
(2.8).
∑∑
( )
(2.8)
2.5.1.3. Contrast
Contrast atau variasi intensitas lokal digunakan untuk mengukur variasi derajat
keabuan suatu daerah citra. Contrast dihitung dengan menggunakan persamaan (2.9).
∑( )
{∑∑
} (2.9)
2.5.1.4. Dissimilarity
Dissimilarity digunakan untuk mengukur tingkat perbedaan (dissimilaritas) citra
dengan derajat keabuan citra lain. Dissimilarity dihitung dengan menggunakan
persamaan (2.10).
∑∑| |
(2.10)
Universitas Sumatera Utara
29
2.5.1.5. Entropy
Entropy digunakan untuk mengukur informasi citra dan informasi yang hilang akibat
transmisi sinyal. Entropy dihitung dengan menggunakan persamaan (2.11).
∑∑ ( )
(2.11)
2.5.1.6. Variance
Variance digunakan untuk mengukur persebaran diantara mean kombinasi antara
piksel referensi dengan piksel tetangga. Variance dihitung dengan menggunakan
persamaan (2.12).
∑∑( )
(2.12)
2.5.1.7. Correlation
Correlation digunakan untuk menghitung keterkaitan piksel yang memiliki derajat
keabuan i dengan piksel yang memiliki derajat keabuan j. Correlation dihitung dengan
menggunakan persamaan (2.13).
∑∑
( )( )
(2.13)
Dimana: = elemen dari matriks simetris yang telah dinormalisasi
N = banyaknya derajat keabuan dari citra
, = mean
Mean dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (2.14) dan persamaan (2.15).
∑∑ ( )
(2.14)
Universitas Sumatera Utara
30
∑∑ ( )
(2.15)
2.6. Backpropagation Neural Network
Backpropagation merupakan salah satu bagian dari Neural Network. Backpropagation
merupakan metode pelatihan jaringan saraf tiruan yang terawasi (supervised learning)
yang melakukan pengubahan bobot-bobot penghubung antar neuron pada lapisan
tersembunyi (Priyani, 2009). Backpropagation berusaha menyeimbangkan
kemampuan jaringan dalam mengenali pola selama waktu pelatihan dan melatih
jaringan agar menghasilkan output yang benar berdasarkan pola masukan yang tidak
sama dengan pola yang dipakai pada saat pelatihan (Purnamasari, 2013).
Ciri dari Backpropagation adalah meminimalkan kesalahan (error) pada
output yang dihasilkan oleh jaringan. Dalam metode Backpropagation, biasanya
digunakan jaringan multi layer. Jaringan multi layer yang dimaksud adalah layer yang
terdiri dari input layer (layer masukan), hidden layer (layer tersembunyi), dan output
layer (layer keluaran). Dalam pengembangannya, hidden layer dapat terdiri dari satu
atau lebih unit hidden layer. Arsitektur jaringan backpropagation dapat dilihat pada
Gambar 2.15.
Gambar 2.15 Arsitektur backpropagation dengan satu hidden layer
(Purnamasari, 2013)
Dari gambar 2.15 dapat dijelaskan bahwa:
1. Backpropagation memiliki beberapa unit masukan yang ada dalam satu atau
lebih layer tersembunyi. Arsitektur Backpropagation dengan masukan
(ditambah sebuah bias), sebuah layer tersembunyi yang terdiri dari p unit
(ditambah sebuah bias), serta m buah unit keluaran.
Universitas Sumatera Utara
31
2. Vij merupakan bobot garis dari unit masukan Xi ke unit layar tersembunyi Zj
(Vj0 merupakan bobot garis yang menghubungkan bias di unit masukan ke
unit layer tersembunyi Zj). Wkj merupakan bobot dari unit layer tersembunyi
Zj ke unit keluaran Yk (Wk0 merupakan bobot dari bias di layer tersembunyi
ke unit keluaran Yk).
Algoritma Backpropagation merupakan perhitungan matematik dengan
rumusan yang menentukan tiap layer-nya. Algoritma pelatihan Backpropagation
Neural Network (BPNN) pertama kali dirumuskan oleh Werbos dan dipopulerkan oleh
Rumelhart dan Mc.Clelland. Backpropagation Neural Network merupakan tipe
jaringan saraf tiruan yang menggunakan metode pembelajaran terbimbing atau
terawasi (supervised learning). Pada supervised learning terdapat pasangan data input
dan output yang dipakai untuk melatih jaringan saraf tiruan hingga diperoleh bobot
penimbang (weight) yang diinginkan. Penimbang itu sendiri adalah sambungan antar
lapis dalam jaringan saraf tiruan. Algoritma ini memiliki proses pelatihan yang
didasarkan pada interkoneksi yang sederhana, yaitu apabila keluaran memberikan
hasil yang salah, maka penimbang dikoreksi agar kesalahan (error) dapat diperkecil
dan tanggapan jaringan saraf tiruan selanjutnya diharapkan dapat mendekati nilai yang
benar.
Adapun tahapan yang dilakukan pada algoritma iniadalah :
1. Inisialisasi bobot (ambil bobot awal dengan nilai random yang cukup kecil
antara 0 sampai 1).
2. Untuk setiap pasangan vektor pelatihan lakukan langkah 3 sampai langkah 8.
3. Tiap-tiap unit input (Xi dimana i=1,2,3,...,n) menerima sinyal masukan Xi dan
menjalankan sinyal tersebut ke semua unit pada lapisan yang ada di atasnya
atau selanjutnya (dalam hal ini adalah hidden layer).
4. Tiap-tiap unit tersembunyi (Zj dimana j=1,2,3,...,p) jumlahkan bobotnya
dengan sinyal-sinyal input masing-masing :
∑ ( )
(2.16)
gunakan fungsi aktivasi untuk menghitung sinyal output-nya:
( ) (2.17)
Universitas Sumatera Utara
32
dan kirimkan sinyal tersebut ke semua unit di layer atasnya (unit-unit output
layer)
5. Tiap-tiap unit output (Ykdimana k=1,2,3,...,m) jumlahkan bobotnya dengan
sinyal-sinyal input masing-masing :
∑ ( )
(2.18)
gunakan fungsi aktivasi untuk menghitung sinyal outputnya :
( ) (2.19)
dan kirimkan sinyal tersebut ke semua unit di lapisan atasnya (unit-unit
output).
6. Tiap-tiap unit output (Yk dimana k=1,2,3,...,m) menerima target pola yang
berhubungan dengan pola input pembelajaran, hitung informasi error-nya:
( ) (
) ( ) ( ) (2.20)
kemudian hitung koreksi bobot (yang nantinya akan digunakan untuk
memperbaiki nilai wjk):
(2.21)
hitung juga koreksi bias (yang nantinya akan digunakan untuk memperbaiki
nilai w0k):
(2.22)
kirimkan ini ke unit-unit yang ada lapisan bawahnya.
7. Tiap-tiap unit tersembunyi (Zj dimana j=1,2,3,...,p) menjumlahkan delta
inputnya (dari unit-unit yang berada pada lapisan di atasnya):
∑ ( )
(2.23)
kalikan nilai ini dengan turunan dari fungsi aktivasinya untuk menghitung
informasi error :
( ) ( ) (2.24)
kemudian hitung koreksi bobot (yang nantinya akan digunakan untuk
memperbaiki nilai vij) :
(2.25)
hitung juga koreksi bias (yang nantinya akan digunakan untuk memperbaiki
nilai v0j) :
(2.26)
Universitas Sumatera Utara
33
8. Tiap-tiap unit output (Yk dimana k=1,2,3,...,m) memperbaiki bias dan bobotnya
(j = 0,1,2,...,p):
( ) ( ) (2.27)
tiap-tiap unit tersembunyi (Zj dimana j = 1,2,3,...,p) memperbaiki bias dan
bobotnya (i = 0,1,2,...,n):
( ) ( ) (2.28)
9. Tes kondisi berhenti.
Tahap 3 sampai dengan tahap 5 merupakan bagian dari feed forward, tahap 6
sampai 8 merupakan bagian dari backpropagation.
2.7. Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai kanker paru-paru sebelumnya telah dilakukan oleh Pratap pada
tahun 2016 dalam penelitian dengan judul Detection of Lung Cancer Cells Using
Image Processing Techniques. Pada penelitian ini, digunakan metode Median
Filtering, Threshold Segmentation, Watershed Algorithm dan Morphological
Operations. Adapun hasil dari penelitian ini adalah teknik yang digunakan dibagi ke
dalam dua tahap, yaitu tahap pengolahan citra distorsi input menggunakan filter dan
segmentasi, sedangkan tahap kedua adalah operasi morfologi pada citra CT (pratap,
2016).
Pada tahun 2017 Mohammad Fadly Syahputra, C. Amalia, Romi Fadillah
Rahmat dan Ulfi Andayani melakukan penelitian yang berjudul Hypertensive
Retinopathy Identification Through Retinal Fundus Image Using Backpropagation
Neural Network. Dalam penelitian ini, metode Backpropagation secara efisien dapat
mengidentifikasi penyakit Hypertensive Retinopathy dengan akurasi sebesar 95%.
Universitas Sumatera Utara
34
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Amalia Rahmi pada tahun 2017 dalam
penelitian berjudul Klasifikasi Pendarahan Otak Menggunakan Backpropagation
Neural Network. Dalam penelitian tersebut metode Backpropagation mampu
melakukan klasifikasi pendarahan otak melalui citra CT Scan dengan baik. Sehingga
hasil dari proses klasifikasi pendarahan otak melalui citra CT Scan otak memiliki
tingkat akurasi 88%.
Penelitian selanjutnya pernah dilakukan dengan judul Automatic Detection of
Pulmonary Tuberculosis Using Image Processing Techniques. Pada penelitian ini
tahap pertama yang dilakukan adalah prepocessing, kemudian dilakukan Registration
Based Image Segmentation, Watershed Segmentation, Threshold dan Active Contour.
Pada penelitian ini data yang digunakan adalah citra toraks dalam bentuk x-ray skala
keabuan dengan data paru normal dan abnormal (tuberculosis) Deteksi otomatis
tuberkulosis untuk paru-paru membandingkan thresholding global dan metode kontur
aktif dengan algoritma yang diusulkan dalam melakukan segmentasi citra dan
menemukan bahwa keakuratan Metode yang diusulkan adalah 60% dibandingkan
dengan kontur aktif dan thresholding global.
Penelitian berikutnya berjudul Automatic Detection of Major Lung Diseases
Using Chest Radiographs and Classification by Feed-forward Artifieial Neural
Network pada penelitian ini di kembangkan sistem otomatis untuk mendeteksi
penyakit paru seperti TB pneumonia dan kanker paru-paru menggunakan radiograf
dada. Gambar pre-processing menggunakan pemerataan histogram (histogram
equalization) dalam melakukan segmentasi citra memberi hasil yang baik untuk
radiograf dada. penerapan Teknik jaringan syaraf tiruan seperti feed forward
memberikan hasil yang baik yaitu tingkat akurasi 92% (Khobragade,2016). Penelitian
terdahulu yang telah dipaparkan akan diuraikan secara singkat pada Tabel 2.1.
Universitas Sumatera Utara
35
Tabel 2.1 Penelitian terdahulu
No Peneliti Judul Metode
1 PrataplGawadePrathames
dan Chauhan R.P.
Detection Of Lung Cancer
Cells Using Image
Processing Techniques
Median Filtering,
Threshold, Segmentation,
Watershed Algortithm dan
Morphological Operations
2
Mohammad
Fadlysyahputra,C.amalia,
RomiFadillahRahmat
danUlfiAndayani
Hypertensive retinopathy
identification through
retinalfundus image using
backpropagation neural
network
BackpropagationNeural
Network
3 Amalia Rahmi
klasifikasipendarahan otak
menggunakan
Backpropagationneural
network
Backpropagation Artificial
Neural Network
4 Poomimadevi. CS dan
Helen Sulochana C
Automatic Detection of
Pulmonary Tuberculosis
Using Image Processing
Technique
Preprocessing, Registration
Based Image
Segmentation, Watershed
Segmentation, Threshold
dan Active Contour
5
Khobragade Shubhangi,
Tiwari Aditya, Patil C.Y.
dan Narke Vi Kram
Aautomatic Detection of
Major Lung Diseases Using
Chest Radiographs and
Classification by Feed
Forward Artificial Neural
Network
Feed Forward Artificial
Neural Network
Universitas Sumatera Utara
36
BAB 3
ANALISIS DAN PERANCANGAN
Bab ini akan membahas tentang analisis dan perancangan dalam aplikasi identifikasi
penyakit kanker paru-paru. Tahap pertama yaitu analisis data yang digunakan, analisis
dengan menggunakan beberapa tahapan pengolahan citra yang digunakan, kemudian
implementasi metode Backpropagation neural network. Pada tahapan selanjutnya
yaitu dilakukan perancangan tampilan antarmuka sistem.
2.3 Arsitektur Umum
Metode yang diajukan untuk mengidentifikasi penyakit kanker paru-paru yang
disebabkan pertumbuhan sel yang tidak terkendali yang ditandai berupa bercak
berwarna putih terdiri dari beberapa tahapan. Tahapan-tahapan tersebut dimulai dari
pengumpulan data citra Normal, dan kanker paru-paru (Abnormal) yang akan
digunakan untuk citra latih dan dan citra uji, tahap preprocessing yang terdiri atas
cropping untuk memotong citra pada daerah paru dan merubah ukuran citra menjadi
berdimensi lebih kecil agar memudahkan proses pengolahan citra selanjutnya, Scaling
yang digunakan untuk menentukan ukuran piksel yang digunakan dalam pemrosesan
citra paru. Kemudian dilakukan penyeragaman gambar keabuan dengan menggunakan
Grayscale. Tahapan selanjutnya yaitu proses segmentasi menggunakan region of
interest dimana daerah yang merupakan kanker akan didapatkan kemudian proses
edge detection dilakukan untuk mendapatkan tepi dari bagian kanker yang sudah
didapatkan pada proses region of interest (ROI). setelah itu dilakukan proses erosi dan
minimum filter untuk memperjelas area tumor, kemudian ekstraksi fitur dilakukan
dengan menggunakan GLCM, hingga pada akhirnya implementasi metode
Backpropagation neural network dilakukan untuk mengidentifikasi kanker paru-paru.
Adapun tahapan-tahapan diatas dapat dilihat dalam bentuk arsitektur umum pada
Gambar 3.1.
Universitas Sumatera Utara
37
Gambar 3.1. Arsitektur umum
Universitas Sumatera Utara
38
2.4 Dataset
Data citra yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra Chest Xray (CXR) yang
diperoleh dari http://www.jsrt.or.jp JSRT (Japanese society of radiology). Tujuan dari
Japanese Society of Radiological Technology (JSRT) adalah untuk berkontribusi
dalam pengembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi radiologi
dalam hal aktivitas penelitian, pertukaran intelektual, dan komunikasi ilmiah dengan
pihak-pihak terkait lainnya. Data citra yang diperoleh adalah citra paru-paru dada
normal dan citra kanker paru-paru. Data tersebut akan digunakan sebagai data
pelatihan dan data pengujian.
2.5 Pre-processing
Tahapan ini merupakan tahap pengolahan citra yang yang bertujuan untuk
menghasilkan citra yang lebih baik untuk diproses pada tahapan selanjutnya. Tahapan
preprocessing ini terdiri dari, cropping, Scaling dan Grayscaling.
3.3.1.Cropping
Tahapan pertama yang dilakukan adalah cropping. Tahapan ini bertujuan untuk
memotong citra pada daerah paru-paru agar memudahkan proses pengolahan citra
selanjutnya. Proses cropping dilakukan dengan manual menggunakan photoshop dari
citra berukuran 2010 x 2010 piksel kemudian dipotong pada bagian daerah paru-paru
menjadi berukuran 1760 x 1760 piksel.
3.3.2.Scaling
Proses scaling dilakukan pada citra hasil cropping yaitu dengan mengubah dimensi
citra menjadi berukuran 320 x 320 piksel . dibutuhkan untuk mengatur ukuran piksel
pada citra. Semakin banyak jumlah piksel maka akan semakin banyak waktu untuk
proses pengolahan citra.
3.3.3.Grayscaling
Tahapan akhir pada proses preprocessing adalah grayscale. Dimana pada tahapan ini
bertujuan untuk penyeragaman warna keabuan pada citra yang akan diproses. Pada
citra asli terlihat warna keabuan tidak merata. Citra Grayscale dapat dilihat pada
Gambar 3.2.
Universitas Sumatera Utara
39
Gambar 3.2 citra grayscale
(Sumber: http://www.jsrt.or.jp)
2.6 Pembentukan Mold
Pembentukan mold dilakukan untuk mendapatkan model dari citra normal. Model
yang telah dibentuk berdasarkan citra normal akan digunakan sebagai pembanding
dengan citra input. Jika citra input merupakan citra kanker, maka perbandingan antara
citra input dengan model akan mempermudah penentuan daerah mana yang
merupakan kanker dan daerah yang bukan merupakan kanker. Jika citra input
merupakan citra normal, maka citra input akan memiliki karakteristik yang hampir
sama dengan model yang digunakan. Pembuatan model ini memiliki empat tahapan,
yaitu zero threshold, k-means, perkalian citra hasil zero threshold dengan citra normal
yang kemudian hasil pada proses ini akan kembali dilakukan perkalian citra dengan
citra input pada langkah terakhir.
3.4.1. Zero Threshold
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menentukan citra yang akan dijadikan
model. Citra yang dipilih adalah citra yang merupakan citra dengan paru-paru normal
(bukan kanker). Proses zero threshold akan dilakukan terhadap citra normal untuk
mengidentifikasi dan memisahkan objek yang diinginkan (dalam hal ini paru-paru
normal) dari background berdasarkan distribusi tingkat keabuan atau tekstur citra.
Hasil dari proses zero threshold dapat dilihat pada Gambar 3.3.
Universitas Sumatera Utara
40
Gambar 3.3. Citra zero threshold
3.4.2. K-means
Tahap selanjutnya yang dilakukan dalam pembuatan mold adalah k-means. Proses k-
means akan dilakukan terhadap citra normal yang telah dipilih pada tahap
sebelumnya. Penggunaan k-means ditujukan untuk mengelompokkan objek yang tidak
memiliki label ke dalam sektor yang memiliki pola yang sama sesuai dengan jumlah
cluster yang ditentukan. Sehingga dalam satu cluster akan terdapat kumpulan objek
dengan tingkat kemiripan yang tinggi dan pola yang sama. Hasil dari k-means dapat
dilihat pada Gambar 3.4.
Gambar 3.4. Citra kmeans dengan k=3
3.4.3. Perkalian Citra Normal dengan Citra Hasil Zero Threshold
Tahap selanjutnya yang dilakukan adalah perkalian citra normal dengan citra hasil
zero threshold. Proses perkalian citra ini dilakukan untuk mendapatkan hasil berupa
citra paru-paru normal tanpa derau. Citra hasil proses ini yang akan digunakan sebagai
model untuk menentukan apakah citra input merupakan citra yang memiliki daerah
kanker atau tidak. Hasil dari proses ini dapat dilihat pada Gambar 3.5.
Universitas Sumatera Utara
41
Gambar 3.5. Citra hasil perkalian normal dengan hasil zero threshold
3.4.4. Perkalian Citra Input dengan Citra Hasil
Proses untuk menentukan apakah citra input memiliki area kanker atau tidak
dilakukan dengan perkalian citra input dengan citra model yang dihasilkan pada tahap
sebelumnya. Jika citra input adalah citra kanker, maka perkalian citra akan
menghasilkan citra yang mengandung piksel area tumor yang tidak berada pada citra
model. Citra hasil proses ini akan digunakan pada tahap Region of Interest. Hasil dari
proses ini dapat dilihat pada Gambar 3.6.
Gambar 3.6. Citra hasil perkalian citra input dan citra hasil
Universitas Sumatera Utara
42
2.7 Segmentasi
Tahapan setelah preprocessing yaitu Segmentasi yang bertujuan untuk memisahkan
area yang merupakan kanker dan area yang bukan merupakan kanker. Proses
segmentasi dibagi ke dalam dua tahapan, yaitu Region of Interest (ROI) dan Edge
Detection.
3.5.1. Region of Interest (ROI)
Dengan menggunakan ROI, citra akan dibagi ke dalam region-region tertentu sesuai
dengan objeknya. Objek yang dimaksud pada tahap ini adalah objek yang merupakan
kanker dan objek yang bukan merupakan kanker. Dengan menggunakan ROI
pengolahan citra akan difokuskan pada daerah yang diduga sebagai kanker, sehingga
proses untuk memisahkan daerah yang merupakan kanker dan daerah yang bukan
merupakan kanker memiliki akurasi yang baik dan lebih mudah untuk dilakukan. Pada
tahap ROI ini perkalian antara citra hasil proses k-means (langkah kedua pada
pembentukan mold) dengan citra yang merupakan hasil dari perkalian citra input
dengan citra hasil (langkah ke-empat pada pembentukan mold) dilakukan. Hasil dari
ROI adalah citra kanker yang masih menyisakan pinggiran paru-paru. Hasil dari
proses ini dapat dilihat pada Gambar 3.7.
Gambar 3.7. Citra hasil perkalian citra k-means dengan citra hasil
Universitas Sumatera Utara
43
3.5.2. Edge Lung Detection
Jika pada tahap ROI output yang dihasilkan adalah citra kanker yang masih
menyisakan pinggiran paru-paru, pada tahap edge lung detection akan dilakukan
pendeteksian tepi dari bagian paru-paru. Hasil dari proses edge lung detection akan
digunakan untuk menghilangkan pinggiran paru-paru yang didapatkan pada citra hasil
ROI. Edge lung detection memiliki beberapa tahapan, yaitu canny edge detection,
dilasi citra, negasi citra dan perkalian citra hasil dilasi dan negasi ROI.
3.5.2.1. Canny Edge Detection
Tepian citra dapat merepresentasikan objek-objek yang terkandung dalam citra
tersebut, bentuk dan ukurannya serta terkadang informasi mengenai tekstur dari citra
tersebut. Citra yang dihasilkan pada proses ini merupakan citra garis yang
merepresentasikan pinggiran dari paru-paru citra input. Hasil dari proses ini dapat
dilihat pada Gambar 3.8.
Gambar 3.8. Citra canny edge detection
3.5.2.2. Dilasi
Proses dilasi bertujuan untuk memperjelas dan memperbesar objek pada citra. Pada
tahap ini proses dilasi pada citra berbentuk garis yang didapat pada tahap sebelumnya
akan dilakukan. Sehingga menghasilkan citra dengan bentuk garis yang lebih tegas
dan jelas. Hasil pada proses ini dapat dilihat pada Gambar 3.9.
Universitas Sumatera Utara
44
Gambar 3.9. Citra dilasi
3.5.2.3. Negasi Citra ROI
Pada tahap ini setiap nilai piksel pada citra dibalik dengan acuan threshold yang
diberikan. Warna putih diubah menjadi hitam dan hitam diubah menjadi putih. Negasi
ini sering digunakan untuk memperjelas warna putih atau abu-abu pada bagian gelap
di sebuah citra.
3.5.2.4. Perkalian Citra Hasil Dilasi dan Negasi ROI
Pada tahap ini dilakukan perkalian piksel citra hasil dilasi dengan piksel citra hasil
negasi ROI pada tahap sebelumnya. Nilai piksel hasil perkalian citra yang lebih dari
nilai 255 akan ditetapkan menjadi 255.Proses pada tahapan ini menghasilkan
pinggiran paru-paru yang masih tersisa pada bagian ROI citra. Hasil pada proses ini
digunakan untuk menghilangkan pinggiran paru-paru yang bukan merupakan objek
tumor. Hasil pada proses ini dapat dilihat pada Gambar 3.10.
Gambar 3.10. Citra hasil perkalian citra hasil dilasi dan negasi ROI
Universitas Sumatera Utara
45
3.5.3. Removal Normal Edge Lung
Proses removal edge lung digunakan untuk menghilangkan sisa bagian paru-paru
normal dari area tumor dan menipiskan piksel dari area bukan tumor yang tersisa.
Tahapan ini terdiri dari dua tahapan yaitu perkalian citra hasil edge lung detection dan
negasi ROI dan minimum filter.
3.5.3.1. Perkalian Citra Hasil Edge Lung Detection dan Negasi ROI
Pada tahap ini citra hasil edge lung detection dikalikan kembali dengan citra negasi
ROI. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan pinggiran paru-paru normal dari citra
tumor. Hasil dari tahapan ini dapat dilihat pada Gambar 3.11.
Gambar 3.11. Citra hasil perkalian citra hasil dan negasi ROI
3.5.3.2. Minimum Filter
Minimum filter digunakan untuk menghilangkan titik-titik noise yang bukan bagian
dari objek. minimum filter menseleksi piksel dengan menggantikan piksel pusat
menjadi piksel dengan nilai paling minimum. Hasil dari tahapan ini dapat dilihat pada
Gambar 3.12.
Universitas Sumatera Utara
46
Gambar 3.12. Citra minimum filter
2.8 Gray Level Co-occurence Matrix (GLCM)
Setelah citra ROI sudah didapatkan, tahap selanjutnya adalah tahapan feature
extraction menggunakan Gray Level Co-occurrence Matrix (GLCM). Bagian citra
yang digunakan dalam perhitungan matriks kookurensi adalah bagian tumor yang
digambarkan pada citra input yang telah melalui proses preprocessing.
Langkah-langkah feature extraction menggunakan GLCM adalah sebagai berikut.
1. GLCM diawali dengan pembacaan input citra yang merupakan citra hasil proses
minimum filter.
2. Menentukan nilai gray-level tertinggi 256. Gray level ini digunakan untuk
membangun matriks framework.
3. Menentukan arah dan jarak piksel referensi dengan piksel tetangga. Arah yang
digunakan adalah , sementara jarak yang digunakan adalah
1.
4. Menghitung jumlah nilai kookurensi berdasarkan arah dan jarak yang telah
ditentukan.
5. Membuat matriks simetris untuk masing-masing arah dengan menambahkan
matriks kookurensi dan matriks transpose-nya.
6. Membagi nilai kookurensi matriks simetris dengan jumlah keseluruhan nilai
kookurensi untuk mendapatkan matriks normal. Hasil yang diperoleh dari
penjumlahan keseluruhan matriks normal adalah 1.
Universitas Sumatera Utara
47
7. Menghitung 7 fitur statistik, yaitu energy, homogeneity, contrast, entropy,
dissimilarity, variance dan correlation.
8. Fitur statistik dihitung untuk masing-masing matriks kookurensi pada arah yang
sudah ditentukan, yang sudah dinormalisasi. Karena arah yang digunakan adalah
4 arah maka akan terdapat 28 fitur. Contoh fitur hasil perhitungan citra
ditunjukkan pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Fitur Haralick
No Arah Energy Homogenity Contrast Entropy Dissimilarity Variance Correlation
1 0 0.901 0.972 16.0 0.477 0.441 1533.804 6.485
2 45 0.900 0.969 24.0 0.488 0.617 1533.804 6.468
3 90 0.901 0.971 15.0 0.477 0.424 1533.804 6.488
4 135 0.900 0.969 23.0 0.486 0.588 1533.804 6.470
2.9 Identifikasi
Tahap terakhir untuk mengidentifikasi kanker paru melalui citra chest X-ray (CXR)
adalah adanya penyakit kanker paru atau sebaliknya. Beberapa data di-input sebagai
data latih, kemudian pengetahuan dan informasi yang diporeleh dari proses training
tersebut digunakan sebagai acuan untuk identifikasi kanker paru dengan menggunakan
Backpropagation Neural Network .
3.7.1. Tahap Perancangan Arsitektur Bacpropagation Neural Network
Sebelum dilakukan proses pelatihan, maka Backpropagation Neural Network harus di
rancang terlebih dahulu. Pada penelitian ini, arsitektur jaringan backpropagation yang
akan dirancang terdiri dari 28 neuron pada lapisan input, 3 neuron pada lapisan
tersembunyi dan 2 neuron pada lapisan output. Jumlah 28 neuron pada lapisan input
ditentukan berdasarkan jumlah fitur dari hasil ekstraksi. Gambar 3.13. menunjukkan
arsitektur Backpropagation.
Universitas Sumatera Utara
48
Gambar 3.13 Arsitektur Backpropagation
Adapun penjelasan dari rancangan arsitektur jaringan saraf tiruan pada gambar 3.13
adalah sebagai berikut :
1. Input layer memiliki 28 neuron ditambah 1 buah bias, hidden layer memiliki
3 neuron dengan ditambah 1 bias dan ouput layer memiliki 2 neuron.
2. x1 sampai dengan x28 adalah neuron pada lapisan input, z1 sampai dengan z3
adalah neuron pada hidden layer dan y1 sampai dengan y5 adalah neuron pada
output layer.
3. b1 merupakan bias yang menuju pada hidden layer, sedangkan b2 adalah bias
yang menuju output layer.
4. vij merupakan nilai bobot koneksi antara neuron i pada input layer dengan
neuron j pada hidden layer. Kemudian wjk adalah nilai bobot koneksi antara
neuron j pada hidden layer dengan neuron k pada output layer.
y
1
y
2
x1
x2
x3
x2
8
b
z1
z2
z3
x4
b
Universitas Sumatera Utara
49
voj adalah bobot koneksi antara bias dengan neuron j pada hidden layer
sedangkan woj adalah bobot koneksi antara bias dengan neuron k pada output
layer.
3.7.2. Tahap Pelatihan Backpropagation
Setelah jaringan terbentuk, maka tahap selanjutnya adalah pelatihan jaringan
menggunakan Backpropagation. Adapun tujuan dari pelatihan jaringan
Backpropagation adalah untuk mengatur nilai bobot yang terdapat pada jaringan,
sehingga nilai error yang dihasilkan akan semakin kecil. Setelah pelatihan jaringan
selesai dilakukan, bobot akhir pada proses pelatihan akan disimpan yang kemudian
bobot akhir tersebut akan digunakan pada tahap pengujian.
Tahap pelatihan Backpropogation dilakukan untuk mendapatkan nilai bobot
akhir yang kemudian akan digunakan untuk tahap pengujian. Berikut ini adalah uraian
pelatihan jaringan Backpropagation menggunakan 2 neuron input, 1 neuron hidden
dan 1 neuron output.
a. Data yang diberikan dengan menggunakan inputx1 sampai x2 yang
dapat dilihat pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2. Input dan Target
Data X1 X2 Target
Citra 1 0.901 0.972 1
Citra 2 0.900 0.969 1
b. Inisiasi bobot awal dengan nilai antar 0 sampai 1
Inisiasi bobot koneksi antara input layer dan hidden layer ( ) seperti yang
terlihat pada Tabel 3.3.
Universitas Sumatera Utara
50
Tabel 3.3. Bobot awal Vji
Data V10(bias) V11 V12
Citra 1 0,32 0,75 0,68
Inisiasi bobot koneksi antara lapisan tersembunyi dan lapisan output (Wkj) seperti
yang terlihat pada tabel 3.4
Tabel 3.4 Bobot awal Wji
Data W10(bias) W11
Citra 1 0.62 0,83
c. Tentukan parameter learning rate, minimum error dan maksimum
epoch.
Learning rate = 0.8
Minimum error = 0.02
Maksimum epoch = 1000
d. Dilakukan iterasi selama epoch < maksimal epoch dan nilai error>
minimum error.
e. Lakukan langkah fase forward
Hitung nilai pada lapisan tersembunyi dengan menggunakan
Persamaan 2.13 :
Universitas Sumatera Utara
51
1*0,32+(0.901*0,75)+(0.972*0,68)
Kemudian hitung nilai keluaran pada node di lapisan tersembunyi
menggunakan fungsi aktivasi sigmoid biner dari persamaan 2.19,
dengan e merupakan konstanta = 2.718281828
( )
( ) 0,0007
Hitung nilai _ k pada node di lapisan output menggunakan
Persamaan :
(1*0,62) +(0,0007*0,83) = 0,62
Kemudian hitung nilai keluaran yk pada node di lapisan output
menggunakan fungsi aktivasi sigmoid biner.
( )
( )
f. Lakukan langkah – langkah pada fase backward.
Hitung faktor di unit keluaran yk dengan menggunakan persamaan
2.20.
( ) ( )
Hitung suku perubahan bobot wjk dengan menggunakan persamaan
2.20 (dengan learning rate )
Universitas Sumatera Utara
52
Hitung penjumlahan pada unit tersembunyi zjk dengan
menggunakan persamaan 2.22.
Hitung faktor pada unit tersembunyi menggunakan persamaan 2.23.
( )
Hitung suku perubahan bobot vji dengan menggunakan persamaan
2.24.
g. Hitung perubahan bobot jaringan Backpropagation.
Hitung bobot baru setiap node lapisan output menggunakan
persamaan 2.26.
Hitung bobot baru setiap node lapisan tersembunyi dengan persamaan
2.25.
Universitas Sumatera Utara
53
h. Hitung nilai error jaringan dengan menambahkan jumlah nilai error
setiap node pada lapisan output. Karena neuronoutput hanya satu
maka,
Error = 0.000006.
3.7.3. Tahap Pengujian Backpropagation
Proses pengujian jaringan Backpropagation dilakukan dengan hanya melaksanakan
fase arah maju (feed forward), karena pada tahap ini, data yang akan diuji adalah data
hasil ekstraksi fitur, dimana data tersebut bukan termasuk data pelatihan. Bobot yang
digunakan pada fase feed forward adalah bobot hasil pelatihan, dimana kemudian
dilakukan perhitungan nilai keluaran setiap node pada lapisan tersembunyi dan lapisan
output.
Kemudian dilakukan pengujian terhadap hasil keluaran setiap node pada lapisan
output. Apabila hasil keluaran node lebih besar dari 0,1 maka nilai keluaran pada node
tersebut akan diubah menjadi 1. Sebaliknya nilai keluaran pada node akan diubah
menjadi 0 jika nilai keluaran pada node tersebut lebih kecil dari 0.
Pada proses pengujian Backpropagation, data uji akan menjadi input bagi jaringan
Backpropagation dan bobot yang digunakan adalah bobot hasil pelatihan. Berikut
adalah contoh langkah - langkah pengujian Backpropagation dengan menggunakan
nilai bobot hasil pelatihan.
Masukkan data uji ke dalam jaringan. Data uji ditunjukkan pada
Tabel 3.5
Tabel 3.5. Data Uji
Data X1 X2 Target
Citra 4 0.900 0.969 1
Universitas Sumatera Utara
54
Gunakan bobot hasil pelatihan seperti yang ditunjukkan pada Tabel
3.6 dan Tabel 3.7.
Tabel 3.6. Bobot Vkj baru
Bobot V10(bias) V11 V12
Nilai 0,32 684,55 867,11
Tabel 3.7. Bobot Wkj baru
Bobot W10(bias) W11
Nilai 0,6558 0,8547
Hitung nilai pada node di lapisan tersembunyi dengan
menggunakan persamaan :
( ) ( )
Hitung nilai keluaran zj pada node di lapisan tersembunyi
menggunakan persamaan 2.18
( )
( )
Universitas Sumatera Utara
55
Hitung nilai _ k pada node di lapisan output dengan menggunakan
persamaan :
( ) ( )
Kemudian hitung nilai keluaran yk pada node di lapisan output
menggunakan persamaan:
( )
( )
Nilai keluaran 1 adalah 0.32, dimana 0.32 > 0.1. Maka nilai
memenuhi target 1
2.10 Output
Setelah dilakukan tahapan pemrosesan maka diperoleh output sistem yaitu apakah
paru teridentifikasi penyakit kanker paru (abnormal) atau normal.
2.11 Perancangan Sistem
Pada tahapan perancangan sistem ini akan dijelaskan tentang perancangan menu
sistem dan perancangan antarmuka aplikasi identifikasi kanker Paru-paru.
Perancangan ini bertujuan agar pengguna dapat mudah menjalankan aplikasi.
3.9.1. Perancangan menu sistem
Struktur menu pada sistem terdiri dari sebuah tampilan halaman beranda yang di
dalamnya terdapat akses untuk menuju halaman lain yaitu training, testing dan exit
yang masing-masing halaman memiliki fungsi untuk melakukan upload dan process,
ditambah dengan fungsi exit pada halaman yang berfungsi untuk keluar dari halaman.
Struktur menu pada sistem dapat dilihat pada Gambar 3.14.
Universitas Sumatera Utara
56
Gambar 3.14. Struktur menu sistem
3.9.2 Perancangan antarmuka sistem
Antarmuka yang dirancang merupakan gambaran umum tentang tampilan yang
terdapat pada aplikasi.
1. Rancangan Tampilan Awal
Pada tampilan awal aplikasi ditampilkan logo dan nama sistem pada bagian kiri
dan tombol start pada bagian kanan jendela aplikasi untuk memulai sistem.
Adapun rancangan tampilan awal ditunjukkan pada Gambar 3.15.
Gambar 3.15. Rancangan tampilan awal
Universitas Sumatera Utara
57
Keterangan:
a. Tombol “Start” memungkinkan pengguna (user) untuk memulai sistem dan
masuk ke tampilan utama sistem.
2. Rancangan Tampilan Utama
Pada tampilan utama aplikasi, terdapat dua buah tab atau pilihan menu yaitu tab
menu untuk training dan tab menu untuk testing. Tampilan tab menu training
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.16.
Gambar 3.16. Rancangan tampilan tab menu training
Keterangan:
a. Tombol “Browse” memungkinkan user untuk memilih folder citra CXR paru-
paru dengan ekstensi file jpeg atau jpg.
b. Tombol “Train” memungkinkan user untuk melakukan proses training dataset.
Setelah proses training selesai dilakukan kemudian list atau daftar data citra yang
telah diproses akan ditampilkan pada panel “List Data Normal” jika citra yang
diproses adalah citra normal dan ditampilkan pada panel “List Data Kanker” jika
data citra yang diproses adalah citra kanker. Selanjutnya hasil bobot akan
judul - x
training testing
list data normal
list data kanker
aturan bobot
browse train reset
time
a b c
Universitas Sumatera Utara
58
ditampilkan pada panel “bobot” dan waktu yang diperlukan dalam satu kali
proses training dataset akan ditampilkan pada panel “Time”.
c. Tombol “Reset” memungkinkan user untuk menghapus citra hasil proses data
training, dan menghapus seluruh riwayat rangkaian proses pada panel.
Adapun tab testing dapat digunakan setelah proses training selesai dilakukan dan
apabila pada proses training dilakukan reset. Maka fungsi pada tab testing tidak dapat
digunakan kembali kecuali proses training dilakukan kembali hingga selesai.
Tampilan tab menu testing seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.17.
Gambar 3.17. Rancangan tampilan tab menu testing
Keterangan:
a Tombol “Browse” memungkinkan user untuk memilih file citra CXR paru-paru
dengan ekstensi file jpeg atau jpg.
b Tombol “Uji” memungkinkan user untuk melakukan proses pendeteksian
penyakit kanker. Setelah proses pendeteksian penyakit kanker selesai, hasil pada
tahap pre-processing citra tersebut akan ditampilkan pada panel “Preprocessing”
dan ekstraksi ciri yang dihasilkan akan ditampilkan pada panel “Feature
Extraction”. Kemudian, hasil dari proses identifikasi akan ditampilkan pada panel
“Hasil Identifikasi”.
judul
fitur
training testing
browse uji reset
gambar awal
hasil identifikasi
- x
a b c
preprocessing
Universitas Sumatera Utara
59
c Tombol “Reset” memungkinkan user untuk menghapus citra hasil dari proses
identifikasi citra beserta seluruh riwayat dari proses identifikasi yang terdapat
pada panel.
d Citra hasil dari proses pre-processing memberikan fasilitas zoom kepada user
yang memungkinkan user untuk melihat citra dalam ukuran yang lebih besar.
Universitas Sumatera Utara
60
BAB 4
IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN
Bab ini membahas hasil yang didapatkan dari implementasi metode Backpropagation
untuk mendeteksi kanker paru-paru melalui citra CXR dan pengujian sistem sesuai
dengan analisis dan perancangan yang telah dibahas pada bab 3.
4.1. Implementasi Sistem
Pada tahap ini, metode Backpropagation akan di-implementasikan ke dalam sistem
menggunakan bahasa pemrograman Java sesuai dengan perancangan yang telah
dilakukan.
4.1.1. Spesifikasi perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan
Spesifikasi perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan untuk membangun
sistem adalah sebagai berikut:
1. Prosesor Intel Core i5-460M CPU @2.26 GHz 2.53 GHz
2. Kapasitas harddisk 320GB
3. Memori 4.00 GB RAM DDR3
4. Sistem operasi yang digunakan adalah Microsoft Windows 7 Ultimate
5. Eclipse Jee Oxigen 1a Release (4.7.1a).
6. Graphic card yang digunakan adalah ATI Mobility Radeon HD 5470
Universitas Sumatera Utara
61
4.1.2. Implementasi perancangan antarmuka
Implementasi perancangan antarmuka berdasarkan rancangan yang telah dilakukan
pada Bab 3 adalah sebagai berikut.
1. Tampilan Awal Sistem
Tampilan awal sistem merupakan tampilan yang pertama kali muncul ketika
sistem dijalankan. Tampilan awal sistem dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1. Tampilan Awal Sistem
2. Tampilan Utama Sistem
Tampilan utama sistem memiliki dua buahtab yang dapat digunakan untuk
training dan testing. Tab training merupakan tab yang digunakan untuk
melakukan training menggunakan Backpropagation terhadap data kanker paru
dan data paru normal,sesuai dengan citra CXR yang diinputkan.Sedangkan, tab
testing digunakan untuk melakukan proses identifikasimenggunakan
Backpropagation melalui citra CXR yang diinputkan pada sistem. Tampilan
tab training dapat dilihat pada Gambar 4.2. dan tab testing dapat dilihat pada
Gambar 4.3.
Universitas Sumatera Utara
62
Gambar 4.2. Tampilan tab training
Gambar 4.3. Tampilan tab testing
Universitas Sumatera Utara
63
4.1.3 Implementasi data
Data yang dimasukkan ke dalam sistem adalah citra CXR yang bersumber dari basis
data JSRT (Japanese society of radiology) data terdiri dari 54 data pasien dengan 29
pasien kanker paru-paru dan 25 pasien dengan paru-paru normal. Rangkuman data
dapat dilihat pada Table 4.1
Tabel 4.1. Rangkuman data citra CXR
No. Nama Citra Jenis Citra Citra
1. LC_(1) Kanker
2. LC_(2) Kanker
3. LC_(3) Kanker
4. LC_(4) Kanker
No. Nama Citra Jenis Citra Citra
5. LC_(5) Kanker
6. LC_(6) Kanker
7. LC_(7) Kanker
8. LC_(8) Kanker
Universitas Sumatera Utara
64
9. LC_(9) Kanker
10. LC_(10) Kanker
11. LC_(11) Kanker
12. LC_(12) Kanker
13. LC_(13) Kanker
14. LC_(14) Kanker
No. Nama Citra Jenis Citra Citra
15. LC_(15) Kanker
16. LC_(16) Kanker
17. LC_(17) Kanker
Universitas Sumatera Utara
65
18. LC_(18) Kanker
19. LC_(19) Kanker
20. LC_(20) Kanker
21. LC_(21) Kanker
22. LC_(22) Kanker
23. LC_(23) Kanker
No. Nama Citra Jenis Citra Citra
24. LC_(24) Kanker
25. LC_(25) Kanker
26. LC_(26) Kanker
Universitas Sumatera Utara
66
27. LC_(27) Kanker
28. LC_(28) Kanker
29. LC_(29) Kanker
30. MCUCXR_0005_0 Normal
31. MCUCXR_0006_0 Normal
32. MCUCXR_0016_0 Normal
33. MCUCXR_0017_0 Normal
No. Nama Citra Jenis Citra Citra
34. MCUCXR_0019_0 Normal
35. MCUCXR_0023_0 Normal
37. MCUCXR_0028_0 Normal
38. MCUCXR_0031_0 Normal
Universitas Sumatera Utara
67
39. MCUCXR_0040_0 Normal
40. MCUCXR_0045_0 Normal
41. MCUCXR_0061_0 Normal
42. MCUCXR_0068_0 Normal
43. MCUCXR_0070_0 Normal
No. Nama Citra Jenis Citra Citra
44. MCUCXR_0075_0 Normal
45. MCUCXR_0081_0 Normal
46. MCUCXR_0084_0 Normal
47. MCUCXR_0085_0 Normal
48. MCUCXR_0087_0 Normal
49. MCUCXR_0089_0 Normal
Universitas Sumatera Utara
68
50. MCUCXR_0091_0 Normal
51. MCUCXR_0095_0 Normal
52. MCUCXR_0096_0 Normal
52. MCUCXR_0100_0 Normal
53. MCUCXR_0102_0 Normal
54. MCUCXR_0103_0 Normal
4.2. Prosedur Operasional
Tampilan awal yang aplikasi seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.1. memiliki satu
buah tombol, yaitu tombol “Start” yang digunakan untuk masuk ke tampilan utama
dalam sistem. Tampilan utama sistem memiliki dua buah tab yang masing-masing
memiliki fungsi tunggal untuk training dan testing.Tampilan tab training seperti yang
ditunjukkan oleh Gambar 4.2 memiliki tiga buah tombol yaitu “Browse”, “Training”,
dan “Reset”. Tombol Browse digunakan untuk memilih folder citra CXR yang akan
diproses. Tampilan saat tombol “Browse”dipilih dapat dilihat pada Gambar 4.4.
Universitas Sumatera Utara
69
Gambar 4.4. Tampilan saat tombol “Browse” dipilih
Folder citra input CXR harus merupakan folder yang terdiri dari dua buah sub-
folder yang masing-masing memiliki nama folder, kanker dan normal.Isi folder
tersebut adalah citra yang dengan jenis yang sesuai dengan nama folder tempat file
citra tersebut berada. Setelah proses pemilihan input selesai dilakukan, tombol
“Training” akan aktif sementara tombol “Reset” masih dalam kondisi tidak aktif.
Tampilan tab training aplikasi setelah citra input dipilih dapat dilihat pada Gambar
4.5.
Gambar 4.5. Tampilan tab training aplikasi setelah citra dipilih
Universitas Sumatera Utara
70
Tombol “Training” yang sudah aktif dapat digunakan untuk menjalankan
proses pre-processing, segmentation, feature extraction dan data trainingsekaligus
dengan menggunakan satu tombol. Hasil dari setiap tahapan proses disimpan dalam
folder Identifikasi Penyakit yang akan otomatis ter-create pada saat proses start
berlangsung. Hasil pada tahapan pre-processing data training ini akan disimpan pada
sub-folder images yang terdapat didalam sub-folder train. Sedangkan, hasil ekstraksi
fitur yang diperoleh akan disimpan dalam bentuk file teks di dalam sub-folder text
dengan nama train.txt.
Setelah proses training dataset selesai dilakukan tombol “Reset” akan aktif .
Tombol “Reset” dapat digunakan untuk mengembalikan sistem seperti pada saat
sistem dimulai. Sehingga user dapat melakukan input data yang berbeda. Hasil yang
akan ditampilkan pada sistem setelah proses training selesai adalah seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 4.6.
Gambar 4.6. Tampilan awal aplikasi pada hasil training dataset
Selanjutnya, setelah proses data training selesai maka tombol “Browse” pada
tab testing akan aktif. Tombol “Browse” pada tab testing memiliki fungsi yang sama
dengan tombol “Browse” pada tab training. Tombol ini digunakan untuk mencari file
Universitas Sumatera Utara
71
input citra CXR dengan ekstensi .jpg atau jpeg. Tampilan pada saat tombol “Browse”
dipilih ditunjukkan pada Gambar 4.7.
Gambar 4.7. Tampilan pada tab testing saat tombol browse dipilih
File yang telah dipilih akan ditampilkan pada panel images untuk memberikan
gambaran perbedaan antara input, proses dan hasil yang diperoleh. Tampilan setelah
file input dipilih ditunjukkan pada Gambar 4.8. Pada tahap ini tombol “testing” akan
diaktifkan.
Gambar 4.8. Tampilan setelah file input dipilih
Universitas Sumatera Utara
72
Beberapa proses seperti pre-processing, segmentation, feature extraction dan
testing data input dilakukan secara bersamaan saat tombol “Testing” dipilih. Hasil
dari proses pre-processing ditampilkan pada panel Preprocessing dan hasil dari
feature extraction diletakkan pada panel Feature Extraction yang ditampilkan dalam
bentuk tabel seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.9. Setiap citra yang berada pada
panel Preprocessing memiliki fasilitas zoom yang berfungsi untuk memperbesar
tampilan citra.
Gambar 4.9. Tampilan hasil proses testing
4.3. Pengujian Sistem
Standar yang digunakan dalam mengevaluasi kinerja hasil pengujian sistem adalah
Gold Standart dimana penilaian didasari atas True Positive (TP), False Positive (FP),
True Negative (TN), dan False Negative (NF). True Positive merupakan keadaaan
dimana desired output dan actual output adalah kanker.False Positive (FP) merupakan
keadaan dimana desired output normal tetapiactual output merupakan kanker. True
negative merupakan keadaan dimana desired ouput dan actual output merupakan
normal. Kemudian,false negative merupakan keadaan dimana desired output adalah
Universitas Sumatera Utara
73
kanker sementara actual output normal. Ukuran kinerja hasil pengujian dapat dilihat
pada tabel 4.2.
Tabel 4.2. Ukuran kinerja hasil pengujian (Kadah, 2012)
Pengujian dilakukan dengan menggunakan dataset yang terdiri dari 8 data
pasien yaitu 4 pasien dengan paru-paru normal dan 4 pasien dengan kanker paru-paru.
Sementara untuk proses pelatihan data digunakan data 25 pasien penderita kanker
paru dan 21 pasien dengan paru-paru normal.Rangkuman data pengujian untuk ke-8
pasien dapat dilihat pada Tabel 4.2.
No Indeks Keterangan Formula
1 Sensitivity (TP rate) Kemampuan mengidentifikasi
penyakit
2 Specificity (TN rate)
Kemampuan untuk
mengidentifikasi ketiadaan
penyakit
3 Positive Predictive
Value (PPV)
Keandalan dari hasil yang
positif
4 Negative Predictive
Value (NPV)
Keandalan dari hasil yang
negatif
5 Overall Accuracy Keandalan secara
keseluruhan
6 FN Rate Proporsi antara FN dan
semua yang terkena dampak
7 FP Rate Proporsi antara FP dan
semua yang terkena dampak
8 Positive Ratio
Peningkatan probabilitas
penyakit ketika hasilnya
positif
9 Negative Ratio
Penurunan probabilitas
penyakit ketika hasilnya
negatif
Universitas Sumatera Utara
74
Tabel 4.3. Rangkuman data pengujian
No NAMA
FILE
ACTUAL
OUPUT
DESIRED
OUTPUT STATUS
CITRA
SEGMENTATION CLEAR TUMOR AREA
1 LC_(2) NORMAL KANKER FN
Universitas Sumatera Utara
75
No NAMA
FILE
ACTUAL
OUPUT
DESIRED
OUTPUT STATUS
CITRA
SEGMENTATION CLEAR TUMOR AREA
2 LC_(19) KANKER KANKER TP
Universitas Sumatera Utara
76
No NAMA
FILE
ACTUAL
OUPUT
DESIRED
OUTPUT STATUS
CITRA
SEGMENTATION CLEAR TUMOR AREA
3 LC_(22) KANKER KANKER TP
No NAMA
FILE
ACTUAL
OUPUT
DESIRED
OUTPUT STATUS
CITRA
SEGMENTATION CLEAR TUMOR AREA
Universitas Sumatera Utara
77
4 LC_(27) KANKER KANKER TP
No NAMA
FILE
ACTUAL
OUPUT
DESIRED
OUTPUT STATUS
CITRA
SEGMENTATION CLEAR TUMOR AREA
Universitas Sumatera Utara
78
5 MCUCX
R_0006_0
NORMAL NORMAL TN
No NAMA
FILE
ACTUAL
OUPUT
DESIRED
OUTPUT STATUS
CITRA
SEGMENTATION CLEAR TUMOR AREA
Universitas Sumatera Utara
79
6 MCUCX
R_0031_0
KANKER NORMAL FP
No NAMA
FILE
ACTUAL
OUPUT
DESIRED
OUTPUT STATUS
CITRA
SEGMENTATION CLEAR TUMOR AREA
Universitas Sumatera Utara
80
7 MCUCX
R_0091_0
NORMAL NORMAL TN
No NAMA
FILE
ACTUAL
OUPUT
DESIRED
OUTPUT STATUS
CITRA
SEGMENTATION CLEAR TUMOR AREA
Universitas Sumatera Utara
81
8 MCUCX
R_0095_0
NORMAL NORMAL TN
Universitas Sumatera Utara
82
Dari 8 data pasien terdapat masing-masing satu kesalahan identifikasi untuk
normal dan kanker. Pada data ke-1 didapatkan actual output normal sementara desired
output adalah kanker. Hal ini terjadi karena kesalahan pada proses segmentasi citra
dimana area ROI yang dihasilkan tidak mendapatlan area kanker secara keseluruhan
dan hanya berupa titik kecil sehingga pada proses ekstraksi fitur yang dihasilkan
memiliki kemiripan dengan fitur dari citra normal. Hal ini mengakibatkan saat
identifikasi dengan menggunakan identifikasi backpropagation hasilnya dianggap
normal. Sementara data ke-7 menghasilkan actual output kanker dengan desired
output normal. Hal ini juga terjadi karena kesalahan pada segmentasi objek kanker.
Objek normal dianggap sebagai kanker sehingga fitur yang dihasilkan memiliki
kemiripan dengan citra normal sehingga saat identifikasi dengan backpropagation
hasilnya kanker. Hasil perhitungan menggunakan Gold Standard untuk identifikasi
kanker paru-paru dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4. Ukuran kinerja hasil pengujian 8 pasien
No Index Jumlah Persentasi
1 True Positive (TP) 3
2 True Negative (TN) 3
3 False Positive (FP) 1
4 False Negatif (FN) 1
5 Sensitivity (TP Rate) 75%
6 Specificity (TN Rate) 75%
7 Positive Predictive value (PPV) 75%
8 Negative Predictive value (NPV) 75%
9 Overall accuracy 75%
10 FN Rate 25%
11 FP Rate 25%
12 Positive likelihood ratio 0
13 Negative likelihood ratio 0
Universitas Sumatera Utara
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bagian Bab ini akan membahas tentang kesimpulan dan saran dari metode yang
telah digunakan untuk identifikasi kanker paru-paru.
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan hasil pengujian sistem Identifikasi
penyakit kanker paru-paru dengan menggunakan Bacpropagation Neural Network
adalah sebagai berikut :
1. Metode Backpropagation Neural Network mampu melakukan Identifikasi
penyakit kanker paru-paru melalui citra CXR dengan tingkat akurasi 75%,
sensitivity 75% dan specificity 75%.
2. Hidden Layer sangat mempengaruhi akurasi. Setelah melalui beberapa pengujian,
semakin kecil nilai hidden Layer maka semakin kecil pula tingkat akurasi yang
didapatkan. sebaliknya semakin besar nilai Hidden Layer maka semakin besar
tingkat akurasi yang didapatkan.
3. Kesalahan identifikasi dipengaruhi oleh fitur yang didapatkan pada hasil segmentasi
citra yang mirip antara dua kategori citra CXR.
Universitas Sumatera Utara
5.2 Saran
Adapun saran untuk pengembangan penelitian berikutnya adalah sebagai berikut :
1. Menggunakan metode ekstraksi ciri yang lain seperti PCA (Principle
Component Analysis) sehingga nilai ciri dari citra yang akan diperoleh
menjadi lebih baik.
2. Menggunakan citra untuk data pelatihan yang lebih banyak sehingga ketika
data di uji, akan menghasilkan akurasi yang lebih tinggi.
3. Menggunakan metode neural network lainnya dengan menggunakan data
penelitian yang sama agar dapat membandingkannya dengan metode
backpropagation neural network
.
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
Centers for Disease Control and Prevention, 2010. Lung Cancer Statistics. Available
at:http://www.cdc.gov/cancer/lung/statistics/index.html. (Accesed on 29
April 2018).
Charles S. Dela Cruz, Lynn T.Tannoue, Richard A. Matthay 2011. Lung cancer;
Epidemiology, Etiology and Prevention. Clinic Chest Med.2011 Dec; 32(4)
Churg M. A., Myers L. J., et al, 2005. Etiology of Lung Cancer. Thurlbeck's
Pathology of the Lung. Published by Thieme Medical Publishers, Inc, 415 .
Diananda, Rama. 2009. Mengenal Seluk Beluk Kanker. Penerbit Kata
Hati:Yogyakarta.
Ellis, H., 2006. Clinical Anatomy Arevision and applied anatomy for clinical
students.11th ed. Blackwell publishing.
Febriani, A. 2014. Identifikasi Diabetic Retinopathy melalui Citra Retina
Menggunakan Modified k-Nearest Neighbor.
Gonzales, R.C. & Woods, R.E. 2008. Digital Image Processing. Prentice Hall : New
Jersey.
Haralick, R.M., Shanmugam, K. &Dinstein, I. 1973. Textural features for image
classification. IEEE Trans on Systems, Man and Cybernetics Vol.SMC-3, pp.
610 – 621.
Huq, S., 2010. Lung Cancer, Non -Small Cell. Available at:
http://www.emediciehealth/ [Accesed on 20 April 2017].
Khobragade, S., Tiwari.A, Pati. C.Y. & Narke, V.2016. Automatie Detection of Major
Lung Diseases Using Chest Radiographs and Classifieation by Feed-forward
Artifieial Neural Network. IEEE International Conference on Power
Electronics. Intelligent Control and Energy Systems (ICPEICES).
Marbun, J.T., Seniman, & Andayani, U. 2018. Classification of Stroke Disease Using
Convolutional Neural Network. Journal of Physics:Conf. Series 978.
Muchtar, M.A. et al. 2018. Identification Tibia and Fibula Bone Fracture Location
Using Scanline Algorithm. Journal of Physics:Conf. Series 978.
Universitas Sumatera Utara
Patel, M.P., Shah, B.N., Shah, V. 2013. Image segmentation using K-mean clustering
for finding tumor in medical application. International Journal of Computer
Trends and Technology (IJCTT) vol 4(5): 1239-1242.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003. KankerParu :Pedoman Diagnosis &
Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta : PDPI.
Poornimadevi, CS. & Helen, S.C. 2016. Automatic Detection Of Pulmonary
Tuberculosis Using Image Processing Techniques. IEEE 798-802.
Pradeep, J., Srinivasan, E., &Himavathi, S. 2011. Diagonal Based Feature Extraction
for Handwritten Alphabets Recognition System Using Neural Network.
International Journal of Computer Science & Information Technology
(IJCSIT) 3(1): 27-38.
Pratapl, G.P. & Chauhan, R.P. 2016.Detection of Lung Cancer Cells using Image
Processing Techniques.1st IEEE International Conference.
Putra, D. 2010. Pengolahan Citra Digital. ANDI: Yogyakarta.
Rahmat, R.F., Wulandari, F.S., Faza, S., Muchtar, M.A., & Siregar, I. 2018. The
Morphological Classification of Normal and Abnormal Red Blood Cell Using
Self Organizing Map. Material Science and Engineering. Series 308.
Rahmi, A. 2017. klasifikasi pendarahan otak menggunakan Backpropagation Neural
Network. Skripsi. Universitas Sumatera Utara.
Solomon, C. & Breckon, T. 2011. Fundamental of Digital Image Processing. West
Sussex: Wiley.
Stoppler, M.C. 2010. Lung Cancer. Available from :http://www.emedicinehealth/
[Accesed on 20 April 2017]
Syahputra, M.F., Muchtar, M.A., Khairi, S.A., & Rahmat, R.F. 2015. Identification of
Osteoporosis by Evaluating Femur Radiograph Using Simple Evolving
Connectionist Systems (SECoS). Universitas Sumatera Utara.
Syahputra, M.F., Rahmad, R.F., amalia, C &Andayani, U. 2017. Hypertensive
retinopathy identification through retinal fundus image using
backpropagation neural network.Journal of Physics:Conf. Series 978.
Vincent J, History of Tobacco Smoking. In: Fink MP, Abraham E, Vincent J,
Kochanek, PM, eds. Textbook of Art and History. 5th ed. Philadelphia,
Saunders Elsevier; 2005: chap 147.
Universitas Sumatera Utara
World Health Organization, 2013. Cancer. Available at:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs297/en/. [Accesed on 28 April
2017].
World Health Organization. Cancer. World Health Organization; 2015. Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2008. Riset Kesehatan Dasar,
Laporan Nasional 2007. Departemen KesehatanRepublik Indonesia.
Universitas Sumatera Utara