identifikasi potensi risiko bencana hidrometeorologi

12
PL 3002 – ASPEK KEBENCANAAN DALAM PERENCANAAN Dosen : Harkunti P. Rahayu, PhD Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan Institut Teknologi Bandung 2012/2013 Identifikasi Potensi Risiko Bencana Hidrometeorologi (Studi Kasus : Kota Bandung) Oleh : Listianing Widiastuti – NIM 15411062 Gambaran Umum Kota Bandung Secara geografis, Kota Bandung terletak pada koordinat 107 o 36’ BT dan 6 o 55’ LS dengan luas wilayah sebesar 16.767 Ha. Wilayah Kota Bandung dilewati oleh 15 sungai sepanjang 265,05 Km dengan sungai utamanya yaitu Sungai Cikapundung yang mengalir ke arah dan bermuara ke Sungai Citarum. Iklim Kota Bandung secara umum adalah sejuk dengan kelembapan tinggi karena dipengaruhi oleh iklim pegunungan di sekitarnya dan curah hujan yang masih cukup tinggi. Namun, beberapa tahun terakhir kondisi suhu rata-rata Kota Bandung cenderung mengalami peningkatan yang disebabkan oleh peningkatan sumber polutan dan dampak dari perubahan iklim serta pemanansan global (global warming). Luas wilayah Kota Bandung saat ini alah 16.729,65 Ha yang terbagi dalam wilayah administratif 30 kecamatan, 151 kelurahan, 1.561 Rukun Warga (RW), dan 9.691 Rukun Tetangga (RT). Jumlah penduduk Kota Bandung tahun 2012 adalah 2.455.517 jiwa (BPS Kota Bandung, 2012, dalam bandung.go.id), dengan rata-rata kepadatan penduduk 14.676 jiwa per km 2 dan Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) 1,26% , (bandung.go.id). Sektor perdagangan dan jasa merupakan sektor yang mendominasi kegiatan perekonomian di Kota Bandung. Perkembangan kegiatan dari kedua sektor tersebut didorong oleh keberadaan wisata alam di Kota Bandung sehingga menarik wisatawan untuk mengunjungi Kota Bandung. Peningkatan jumlah wisatawan dari tahun ke tahun menuntut pemerintah untuk menyediakan fasilitas penunjang wisata, seperti hotel, restoran, transportasi, dan lain-lain. Akan tetapi, perkembangan sektor perdagangan dan jasa tersebut menimbulkan dampak terhadap tata guna lahan di Kota Bandung, yaitu terjadinya alih fungsi lahan kawasan permukiman dan kawasan lindung menjadi kawasan komersil. 1

Upload: listeh

Post on 09-Feb-2016

180 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Identifikasi Potensi Risiko Bencana Hidrometeorologi

TRANSCRIPT

Page 1: Identifikasi Potensi Risiko Bencana Hidrometeorologi

PL 3002 – ASPEK KEBENCANAAN DALAM PERENCANAANDosen : Harkunti P. Rahayu, PhDProgram Studi Perencanaan Wilayah dan KotaSekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan KebijakanInstitut Teknologi Bandung2012/2013

Identifikasi Potensi Risiko Bencana Hidrometeorologi(Studi Kasus : Kota Bandung)Oleh : Listianing Widiastuti – NIM 15411062

Gambaran Umum Kota BandungSecara geografis, Kota Bandung terletak pada koordinat 107o 36’ BT dan 6o 55’

LS dengan luas wilayah sebesar 16.767 Ha. Wilayah Kota Bandung dilewati oleh 15 sungai sepanjang 265,05 Km dengan sungai utamanya yaitu Sungai Cikapundung yang mengalir ke arah dan bermuara ke Sungai Citarum. Iklim Kota Bandung secara umum adalah sejuk dengan kelembapan tinggi karena dipengaruhi oleh iklim pegunungan di sekitarnya dan curah hujan yang masih cukup tinggi. Namun, beberapa tahun terakhir kondisi suhu rata-rata Kota Bandung cenderung mengalami peningkatan yang disebabkan oleh peningkatan sumber polutan dan dampak dari perubahan iklim serta pemanansan global (global warming).

Luas wilayah Kota Bandung saat ini alah 16.729,65 Ha yang terbagi dalam wilayah administratif 30 kecamatan, 151 kelurahan, 1.561 Rukun Warga (RW), dan 9.691 Rukun Tetangga (RT). Jumlah penduduk Kota Bandung tahun 2012 adalah 2.455.517 jiwa (BPS Kota Bandung, 2012, dalam bandung.go.id), dengan rata-rata kepadatan penduduk 14.676 jiwa per km2 dan Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) 1,26% , (bandung.go.id).

Sektor perdagangan dan jasa merupakan sektor yang mendominasi kegiatan perekonomian di Kota Bandung. Perkembangan kegiatan dari kedua sektor tersebut didorong oleh keberadaan wisata alam di Kota Bandung sehingga menarik wisatawan untuk mengunjungi Kota Bandung. Peningkatan jumlah wisatawan dari tahun ke tahun menuntut pemerintah untuk menyediakan fasilitas penunjang wisata, seperti hotel, restoran, transportasi, dan lain-lain. Akan tetapi, perkembangan sektor perdagangan dan jasa tersebut menimbulkan dampak terhadap tata guna lahan di Kota Bandung, yaitu terjadinya alih fungsi lahan kawasan permukiman dan kawasan lindung menjadi kawasan komersil.

Gambaran Umum Sungai CikapundungSungai Cikapundung merupakan salah satu sungai di Provinsi Jawa Barat yang

melintasi 11 kecamatan di tiga Kabupaten/Kota, yaitu Kota Bandung, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Bandung Barat. Sungai sepanjang 28 Km ini terdiri atas tiga bagian, yaitu daerah hulu, tengah, dan muara sungai. Daerah hulu Sungai Cikapundung terletak di daerah Cigulung dan Cikapundung, Maribaya, Kabupaten Bandung Barat. Sedangkan bagian tengahtermasuk Cikapundung Gandok dan Cikapundung Pasir Luyu (Kota Bandung). Muara Sungai Cikapundung terletak di Bale Endah (Kabupaten Bandung) dan menjadi salah satu dari 13 anak sungai utama yang memasok air untuk Sungai Citarum.

1

Page 2: Identifikasi Potensi Risiko Bencana Hidrometeorologi

Sumber: Citarum.org, 2013

Sungai Cikapundung dalam pemanfaatannya berfungsi sebagai (1) drainase utama pusat kota; (2) penggelontor kotoran dan pembuangan limbah domestic maupun industri sampah kota; (3) obyek wisata Bandung (Maribaya, Curug Dago, kebun binatang, dan lain-lain); (4) penyedia air baku Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Bangun yang membangun instalasi penyadapan di Dago Pakar, Dago, dan di Badak Singa; (5) pemanfaatan energi yang dikelola oleh PT Indonesia Power Unit Saguling yang mendirikan instalasi di PLTA Bengkok dan PLTA Dago Pojok, serta (6) sebagai sarana irigasi pertanian. Akan tetapi, seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan kota, instalasi tersebut tidak berfungsi secara efektif. (Sumber : Efektivitas Kelembagaan Partisipatoris di Hulu Daerah Aliran Sungai Citarum, Siti Halimatusadiah, dalam citarum.org).

Potensi Ancaman Bencana Hidrometeorologi di Kota BandungAncaman bencana hidrometeorologi atau hydrometeorogical hazard

didefinsikan sebagai suatu fenomena dari aktivitas atmosfer, hidrologi, maupun oseanografis yang dapat menyebabkan kerusakan pada tatanan sosial dan kependudukan masyarakat, ekonomi, serta lingkungan (United Nation Offcie for Disaster Risk Reduction, 2009). Ancaman bencana hidrometeorologi ini terdiri atas angin topan dan badai, banjir, banjir bandang, kekeringan, dan heatwaves. Kondisi hidrometeorologi juga dapat menjadi faktor pemicu ancaman bencana lain seperti tanah longsor, kebakaran hutan, peningkatan hama, dan lain-lain.

Seperti yang telah dipaparkan mengenai gambaran umum Kota Bandung, Kota Bandung memiliki curah hujan yang cukup tinggi, selain itu kondisi suhu rata-rata Kota Bandung saat ini telah mengalami peningkatan. Kondisi klimatologi yang didukung oleh berkurangnya lahan kawasan lindung akibat perubahan guna lahan yang mengakibatkan penurunan daya dukung lingkungan di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikapundung dan Citarum ini menyebabkan potensi ancaman bencana banjir di Kota Bandung sangat tinggi. Bahkan, bencana banjir merupakan salah satu bencana yang rutin terjadi di Kota Bandung setiap musim penghujan tiba.

2

Gambar 1 Gambaran Umum Sungai Cikapundung

Page 3: Identifikasi Potensi Risiko Bencana Hidrometeorologi

Berdasarkan penelitian yang berjudul “Analisis Intensitas Curah Hujan Wilayah Bandung pada Awal 2010” oleh Annie Hannifah dan Endarwin, perubahan intensitas curah hujan dalam kurun waktu tiga bulan pertama di tahun 2010 memberikan dampak terhadap terjadinya kejadian bencana banjir yang terjadi di wilayah Bandung, yaitu banjir besar yang melanda kawasan Bandung Selatan, tanah longsor di wilayah CIwidey, meluapnya Bandung Jatiluhur, serta beberapa peristiwa lainnya dengan skala yang lebih kecil. Penelitian tersebut dilakukan dengan mengambil sampel berupa dua titik pengamatan hujan di Cemara dan Lembang.

Tabel 1 Prosentase Kenaikan Curah Hujan di Bandung

Titik PengamatanProsentase Kenaikan (%)Januari Februar

iMare

tCemara 158.4 239.7 173Lembang 108.6 221.2 195.5

Sumber: BMKG Stasiun Geofisika Bandung dalam referensi

Dari hasil penelitian tersebut didapatkan bahwa kondisi curah hujan yang terjadi selama tiga bulan awal secara berturut-turut di kedua titik pengamatan tersebut berada di atas kondisi normal. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan batasan kondisi di atas normal untuk sifat hujan adalah apabila kenaikan yang terjadi mecapai lebih dari 115%.

Penelitian tersebut juga memaparkan mengenai kejadian hujan dengan intensitas tinggi di wilyah Bandung secara berturut-turut. Kejadian tersebut merupakan kejadian yang jarang terjadi, akan tetapi berdasarkan hasil rekaman historis, ternyata setidaknya telah terjadi tiga kali kejadian hujan dengan curah hujan di atas kondisi normal, yaitu pada tahun 1952, 1966, dan 2010. Hanya saja, pada tahun 2010

merupakan tahun dengan kejadian yang paling buruk.Selain memiliki potensi ancaman bencana banjir, Kota Bandung juga memiliki

potensi ancaman bencana tanah longsor sebagai bencana ikutan dari bencana banjir. Pada prinsipnya, tanah longsor terjadi bila gaya pendorong pada lereng lebih dari gaya penahan. Gaya penahan pada umumnya dipengaruhi oleh kekuatan batuan dan kepadatan tanah. Sedangkan gaya pendorong dipengaruhi oleh besarnya sudut kemiringan lereng, air, beban serta berat jenis tanah batuan (esdm.go.id). Pada saat musim kemarau, tanah akan kehilangan kelembapan dan kandungan air, sehingga tanah bersifat kering dan mudah retak. Sedangkan pada saat musim penghujan tiba, tanah yang kering tersebut perlu mengalami penyesuaian terhadap penambahan kandungan air secara sekaligus. Hal ini menyebabkan terjadinya longsor karena tanah tidak mampu menampung beban.

3

Sumber: BMKG Stasiun Geofisika Bandung dalam

Gambar 2 Kejadian Hujan dengan Intensitas Tinggi di Wilayah Bandung

Page 4: Identifikasi Potensi Risiko Bencana Hidrometeorologi

Ancaman bencana longsor di Kota Bandung dapat terjadi di kawasan Bandung atas yang berupa perbukitan. Vegetasi di kawasan Bandung atas ini telah banyak berkurang karena sebagian besar penggunaan ruangnya digunakan sebagai kawasan permukiman masyarakat lokal (kampung) dan perumahan elit. Pembangunan kawasan permukiman tersebut, terutama permukiman kampung yang sifatnya tidak terencana, dapat menyebabkan beban pada tanah sehingga apabila konstruksi bangunan tidak dirancang dengan baik kemungkinan terjadinya longsor akan tinggi.

Penurunan muka air tanah (land subsidence) juga merupakan bentuk ancaman dari bencana hidrometeorologi di Kota Bandung. Penurunan MAT ini diduga disebabkan oleh kegiatan eksploitasi air tanah yang berlebihan di DAS Citarum bagian hulu. Eksploitasi air tanah tersebut digunakan untuk kegiatan industri tekstil yang kebanyakan memang terkonsentrasi di daerah tersebut. Dampak lingkungan akibat penurunan MAT di wilayah Bandung dan sekitarny, menurut hasil penelitian oleh Abidin dkk (2009) telah terjadi land subsidence dengan besar bervariasi 5-75 cm dari tahun 2000 hingga tahun 2008. Daerah yang mengalami land subsidence terbesar adalah Dayeuhkolot, Rancaekek, dan Cimahi.

Penanggulangan Risiko Bencana Kota Bandunga. Faktor Kerentanan

Dari segi demografi dan tata guna lahan, Kota Bandung merupakan salah satu kota terpadat di Provinsi Jawa Barat dengan jumlah455.517 jiwa (BPS Kota Bandung, 2012, dalam bandung.go.id), dengan rata-rata kepadatan penduduk 14.676 jiwa per km2. Selain itu tiap pekan liburan, Kota Bandung banyak dikunjungi oleh komuter dari daerah lain. Peningkatan jumlah penduduk menyebabkan demand akan rumah tinggi, sementara itu peningkatan jumlah wisatawan menyebabkan demand sekaligus needs terhadap fasilitas jasa dan perdagangan. Hal ini membawa dampak berupa alih fungsi lahan, seperti kawasan permukiman padat di sempadan Sungai Cikapundung dan Citarum, kawasan komersil dan jasa di daerah Bandung atas, dan lain-lain. Hal ini menyebabkan jumlah penduduk dan aset yang terpapar oleh bencana banjir, tanah longsor, dan land subsidence menjadi lebih tinggi.

Kepadatan permukiman kumuh di daerah sempadan Sungai Cikapundung dan dataran banjir Sungai Citarum merupakan permukiman yang dibangun di atas lahan marjinal oleh masyarakat berpendapatan rendah (MBR). Preferensi MBR apabila disandingkan keadaan antara pemenuhan kebutuhan dasar dan mitigasi kebencanaan, mereka akan memilih untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka terlebih dahulu. Secara lokasi, MBR yang tinggal di daerah tersebut lebih rentan terkena dampak langsung dari bencana banjir tersebut.

4

Gambar 3 Kepadatan Permukiman di (Kiri) Bantaran Sungai Cikapundung dan (Kanan) Bandung Atas

Page 5: Identifikasi Potensi Risiko Bencana Hidrometeorologi

Sumber: tempo.co, Dokumentasi Pribadi, 2013

Kesadaran masyarakat secara umum yang masih rendah untuk melakukan upaya penanggulangan bencana banjir, longsor, dan land-subsidence

Daya dukung Sungai Cikapundung dan Citarum yang sudah sangat berkurang akibat vegetasi di bagian hulu yang rusak dari kegiatan alih fungsi lahan, permukiman padat dan kegiatan industri tekstil di bagian tengah dan di muara.

Kandungan bahan kimia dalam limbah industri tektil yang mengalir dalam DAS Citarum. Hal ini akan membawa dampak selai terhadap penurunan daya dukung lingkungan, juga dapat sebagai media penyebaran penyakit saat banjir terjadi.

Infrastruktur yang telah melampaui kapasitasnya, terutama infrasturktur berupa jaringan jalan. Komuter dari daerah sekitar Bandung dan Jakarta menyebabkan peningkatan arus lalu lintas secara signifikan. Selain itu urbanisasi yang tinggi di Kota Bandung juga turut menyumbang peniingkatan arus lalu lintas karena hal ini dapat meningkatkan jumlah kendaraan pribadi. Peningkatan arus lalu lintas tersebut menyebabkan kemacetan di beberapa titik waktu puncak. Apabila terjadi bencana banjir, tanah longsor, atau land subsidence dalam skala sedang – besar, aksesbilitas penduduk saat dan setelah bencana akan sulit, karena pada waktu yang bersamaan semua masyarakat akan menggunakan kendaraan pribadi.

Topografi yang berbeda di kawasan bandung atas yang berupa perbukitan dan daerah bandung bawah yang datar dan di sebagian daerah merupakan daerah dataran banjir sungai. Meskipun daerah Bandung atas merupakan daerah perbukitan, banjir tetap terjadi terutama di badan jalan raya karena faktor drainase yang tidak berfungsi secara layak lagi (peletakan drainase yang lebih tinggi dari badan jalan, penutupan drainase dengan beton oleh pertokoan di sisi jalan, dan lain sebagainya) serta berkurangnya daerah resapan air hujan, sehingga run-off air hujan yang dibawa dari Bandung atas memiliki debit besar.

Kebijakan pemerintah yang terlalu mudah memberikan izin mendirikan bangunan. Kemudahan perizinan memang menjadi salah satu strategi insentif yang dilakukan pemerintah untuk menarik investor. Akan tetapi, sikap pemerintah ini akan mendorng percepatan alih fungsi lahan di Kota Bandung khususnya di kawasan lindung. Sikap pemerintah yang demikian juga menunjukkan bahwa pemerintah tidak siap dalam upaya mitigasi kebencanaan.

b. Strategi Penanggulangan Risiko BencanaRisiko bencana dapat ditanggulangi dengan mengurangi tingkat kerentanan

dan menambah kapasitas dari sumber daya yang ada. Hal tersebut dapat dilakukan melalui upaya mitigasi struktural dan nonstruktural. Mitigasi struktural adalah upaya penanggulangan bencana dalam bentuk fisik (pembangunan, rekonstruksi, dan rehabilitasi) untuk merekayasa bencana itu sendiri. Sedangkan upaya mitigasi nonstruktural adalah upaya penanggulangan bencana yang dilakukan secara

5

Page 6: Identifikasi Potensi Risiko Bencana Hidrometeorologi

institusional atau kelembagaan komunitas di daerah yang ditujukan untuk mengurangi kerusakan yang diakibatkan oleh bencana.

Mitigasi Struktural- Mitigasi struktural pada daerah aliran sungai dan rawan longsor

Penghijauan pada daerah hulu dan daerah rawan longsorSalah satu penyebab terjadinya banjir dan tanah longsor adalah rusaknya vegetasi di daerah tersebut. Kerusakan vegetasi menyebabkan penurunan daya dukung DAS dan tanah. Oleh karena itu, untuk mengurangi debit banjir di hulu dibutuhkan vegetasi yang berfungsi sebagai media penyerapan luapan air sungai. Sementara itu di daerah rawan longsor, penanaman vegetasi berakar tunggang mampu mempertahankan kestabilan tanah.

Normalisasi sungai pada bagian yang mengalami pendangkalanPendangkalan yang terjadi di DAS Citarum dan CIkapundung menyebabkan penurunan kapasitas sungai untuk menampung volume air saat musim penghujan, sehingga arus sungai membentuk aliran yang baru sebagai jalan baru sehingga terbentuk flood plain atau daerah dataran banjir. Daerah dataran banjir tersebut saat ini telah dipadati oleh permukiman. Dengan melakukan normalisasi sungai diharapkan dapat mengembalikan kapasitas sungai seperti sedia kala.

Membangun embankments, flood gates, atau pemipaan untuk mengatur debit air sungai keluar sehingga banjir tidak serta merta menggenangi daerah di sekitar DAS, terutama di daerah bataran banjir.

- Mitigasi struktural pada daerah perkotaan Perbaikan drainase (pengembalian fungsi sesuai standardisasi yang

berlaku)Berkurangnya daerah resapan air di perkotaan akibat penutupan lahan oleh aspal dan beton menyebabkan runoff air hujan sulit untuk kembali ke tanah. Hal ini juga didukung oleh kondisi drainase di Kota Bandung yang sudah tidak berfungsi secara layak. Oleh karena itu, perlu diadakan normalisasi drainase sehingga run off air hujan tidak membanjiri badan jalan.

Penerapan teknologi biopori atau rain garden pada setiap rumah tangga dan institusi

Sumber: http://www.austintexas.gov, http://www.worldnow.com, 2013

Salah satu cara untuk mengatasi keterbatasan lahan sebagai daerah serapan dan resapan air hujan, teknologi biopori dan rain garden dapat

6

Gambar 4 Ilustrasi Konsep Rain Garden

Page 7: Identifikasi Potensi Risiko Bencana Hidrometeorologi

diterapkan di ka wasan permukiman dan institusi di daerah perkotaan. Biopori adalah lubang-l ubang di dalam tanah yang terbentuk akibat berbagai aktivitas organisme di dalmnya, seperti cacing, perakaran tanaman, rayap, dan fauna tanah lainnya (bipori.com). Melalui teknologi biopori tersebut, tanah akan mengalami pengayaan kembali sehingga kemampuan daya serap tanah akan turut meningkat. Sedangkan rain garden adalah taman yang dirancang untuk dapat menampung run off air hujan. Konsep rain garden ini bertujuan agar air run off tersebut dapat segera kembali ke tanah, selain itu juga dapat menjaga infiltrasi air dalam tanah.

Mitigasi Nonstruktural- Floor Hazard Map

Pembuatan peta bencana banjir diperlukan agar luas daerah rendaman dapat diperkirakan untuk keperluan kajian mitigasi bencana. Selain pembuatan flood hazard map tersebut juga diperlukan pengumpulan data hidrometeorologi untuk peramalan di masa yang akan datang, sehingga upaya mitigasi dapat dipersiapkan dan disosialisasikan kepada masyarakat.

- Membangun kepedulian masyarakat terhadap upaya penanggulangan bencana banjirKepedulian masyarakat untuk menanggulangi bencana banjir dapat dilakukan melalui berbagai cara. Salah satu cara yang mungkin dapat dilakukan untuk masyarakat di daerah perkotaan adalah melalui program kebun kampung. Seperti yang kita ketahui bahwa di Kota Bandung telah terbentuk komunitas kampung kota sejak lama, keeretan antarpenduduknya di setiap kampung pun telah terbina sehingga organisasi komunitasnya telah ada. Hal ini dapat dimanfaatkan sebagai salah satu sarana meningkatkan kepedulian masyarakat untuk menanggulangi bencana banjir, salah satunya adalah dengan mengurangi sampah. Ide dari kebun kampung ini adalah memanfaatkan lahan kosong di kampung, seperti lapangan, lahan di pinggir jalan, dan lain-lain untuk dimanfaatkan sebagai kebun bersama. Kebun tersebut berfungsi sekaligus rain garden dan sistem pengelolaannya diatur oleh seluruh penduduk kampung. Penyediaan pupuk untuk kebun kampung tersebut berasal dari sampah organik rumah tangga dan pedagang kaki lima yang termasuk dalam radius wilayah kampung. Sampah tersebut diolah menjadi pupuk untuk kebun tersebut. Melalui program ini diharapkan tumbuh sense of belonging masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan untuk menanggulangi bencana banjir.

7

Page 8: Identifikasi Potensi Risiko Bencana Hidrometeorologi

Gambar 5 SIstem Kebun Kampung

Sumber: Pengolahan Data, 2013

- Meningkatkan kualitas hidup masyarakat, terutama untuk masyarakat di sekitar DAS Citarum dan Cikapundung

- Peraturan zonasi sempadan sungai- Memperketat perizinan pembangunan di kawasan lindung- Memperketat peraturan dalam pembangunan

Pemerintah dapat memperketat peraturan mengenai ketentuan kode bangunan, seperti menyediakan lahan terbuka untuk daerah serapan air hujan, menerapkan konsep biopori atau rain garden, dan lain-lain

PenutupBerdasarkan identifikasi mengenai potensi risiko kebencanaan

hidrometeorologi di Kota Bandung serta upaya mitigasi yang dapat dilakukan, maka penulis merekomendasikan masing-masing tiga jenis upaya mitigasi struktural dan nonstruktural. Upaya mitigasi nonstruktural dimaksudkan untuk memperkuat fondasi kapasitas dari pemerintah dan masyarkat, yaitu melalui penetapan koordinasi antarlembaga pemerintahan maupun lembaga kemasyarakatan untuk mencapai satu visi dalam pengurangan risiko kebencanaan di Kota Bandung. Koordinasi tersebut diintegrasikan dalam bentuk perencanaan tata ruang wilayah dan kebijakan serta pelaksanaannya yang di dalamnya termasuk fungsi pengawasan dan pengendalian.

8

Pengepulan Sampah Organik

Pupuk

Kebun KampungHasil

Sampah (Masyarakat

dan Pedagang)

Page 9: Identifikasi Potensi Risiko Bencana Hidrometeorologi

Gambar 6 Penanggulangan Risiko Bencana

Sumber: Pengolahan Data, 2013

Pelaksanaan kebijakan tersebut kemudian disosialisasikan kepada masyarakat secara bertahap. Tahapan pertama adalah dengan meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat terlebih dahulu. Peningkatan kualitas hidup tersebut dapat dilakukan dengan mempermudah akses masyarakat terhadap pelayanan prasarana, sarana, dan utilitas publik, seperti sanitasi, penyediaan air bersih, dan lain-lain serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia dengan pengadaan workshop dalam mempersiapkan kompetensi di lapangan pekerjaan. Setelah itu baru kemudian dilakukan peningkatan kapasitas masyarakat terhadap kondisi kebencanaan. Media untuk meningkatkan kapasitas masyarakat tersebut dapat dilalukan secara formal maupun informal. Secara formal, yaitu salah satunya dengan melakukan workshop kesiapsiagaan bencana, khususnya di daerah rawan bencana. Secara informal, dapat dengan menumbuhkan sense of belonging masyarakat yaitu dengan melaksanakan program kebun rakyat seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Setelah itu, kemudian dilakukan perbaikan vegetasi dan normalisasi di sepanjang DAS dengan melibatkan partisipasi masyarakat. Untuk daerah perkotaan, perbaikan infrastruktur jalan dan drainase dilakukan agar aliran run off tidak menggenang. Selain itu, penerapan konsep biopori dan rain garden juga dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan keterbatasan lahan sebagai daerah resapan air.

DAFTAR PUSTAKABrisbane City Council. Engineering Solutions for Flood Mitigation in Brisbane. Februari 2011 : Discussion Paper

Government of India Ministry of Home Affairs. Disaster Management in India.

Hanifah, Amini dan Endarwin. Analisis Intensitas Curah Hujan Wilayah Bandung pada Awal 2010.

http://www.austintexas.gov/sites/default/files/files/Watershed/growgreen/raingarden_factsheet.pdf

http://bapeda.bandungkab.go.id/i

http://www.bandung.go.id/images/download/ILPPD_2012.pdf Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (ILPPD) Kota Bandung Tahun 2012

9

Perbaikan infrastruktur (teknologi dan inovasi)

Normalisasi DAS

Perbaikan vegetasi di sepanjang aliran DAS

Meingkatkan kapasitas

Meningkatkan kualitas hidup masyarakat

Memantapkan koordinasi antar lembaga (Perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pengendalian)

PENGURANGAN RISIKO BENCANA

Page 10: Identifikasi Potensi Risiko Bencana Hidrometeorologi

http://www.biopori.com/

http://www.bplhdjabar.go.id/index.php/kondisi-umum-daerah-jabar Sekilas dan Kondisi Umum Daerah Jawa Barat

http://www.citarum.org/node/1174 Gambaran Umum Sungai Cikapundung

http://disastermanagementmumbai.blogspot.com/ Flood Mitigation and Disaster Management for Cities

http://eprints.undip.ac.id/34565/5/1593_chapter_II.pdf Bab II Gambaran Umum Wilayah

http://www.esdm.go.id/berita/42-geologi/1162-faktor-faktor-penyebab-tanah-longsor.pdf http://repository.ipb.ac.id Bab IV Gambaran Umum Lokasi Penelitian

http://www.sdmassam.nic.in Flood Preparednes Planning

http://www.walhi.or.id/index.php/id/ruang-media/walhi-di-media/berita-urban/2546-alih-fungsi-lahan-di-kota-bandung-terus-terjadi.html Alih Fungsi Lahan di Kota Bandung Terus Terjaid?

http://www.preventionweb.net/

http://www.worldnow.com

10