identifikasi potensi sumberdaya mangrove sebagai...
TRANSCRIPT
IDENTIFIKASI POTENSI SUMBERDAYA MANGROVE SEBAGAI
PENCADANGAN KAWASAN KONSERVASI DI PERAIRAN PANTAI LOLA, DESA
GUNUNG KIJANG, KABUPATEN BINTAN, KEPULAUAN RIAU
Andi Firmansyah
Mahasiswa manajemen sumberdaya perairan, FIKP UMRAH, [email protected]
Febrianti Lestari
Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected]
Susiana
Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi Bio-fisik ekosistem mangrove dan
potensi sosial masyarakat dalam kegiatan pencadangan kawasan konservasi di Perairan Pantai
Lola, Kecamatan Gunung Kijang, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau. Penelitian
dilaksanakan padabulan Oktober 2015 sampai dengan Bulan Juli 2016. Metode yang
digunakan adalah metode survei yaitu peneliti melakukan pengukuran secara langsung di
lapangan meliputi pengambilan data berdasarkan komponen Bio-fisik ekosistem mangrove
dan potensi sosial masyarakat.
Berdasarkan hasil analisis potensi ekosistem mangrove sebagai pencadangan kawasan
konservasi dari 3 stasiun pengamatan didapatkan kesimpulan bahwa Perairan Pantai lola yang
terletak di Desa Gunung Kijang sesuai untuk dijadikan pencadangan kawasan konservasi
mangrove. Di Desa Gunung Kijang dijumpai 2 jenis Mangrove dari 1 kelompok jenis
tumbuhan Mangrove. Berdasarkan hasil analisis potensi sosial masyarakat, sebagian besar
masyarakat telah mengetahui pentingnya menjaga kelestarian ekosistem mangrove, sebagian
masyarakat juga telah peduli pada ekosistem mangrove di Desa Gunung Kijang, dan juga
Sebagian besar masyarakat Desa Gunung Kijang telah Berpartisipasi dalam upaya pelestarian
ekosistem mangrove.
Kata Kunci : Mangrove, Konservasi, Potensi Biofisik Potensi Sosial Masyarakat,
Desa Gunung Kijang
IDENTIFICATION OF MANGROVE RESOURCE POTENTIAL AS A
CONSERVATION AREA RESERVE IN COASTAL PANTAI LOLA, DESA
GUNUNG KIJANG, KELURAHAN GUNUNG KIJANG,KABUPATEN
BINTAN,KEPULAUAN RIAU
Andi Firmansyah
Mahasiswa manajemen sumberdaya perairan, FIKP UMRAH, [email protected]
Febrianti Lestari
Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected]
Susiana
Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected]
ABSTRACT
This study aims to determine the potential of mangrove ecosystems Bio-physical and
social potential of communities in conservation reserve activities in Pantai Lola, Desa
Gunung Kijang,Kabupaten Bintan,Kepulauan Riau. The research was conducted in October
2015 until July 2016. The method used is a survey method that researchers take
measurements directly in the field include the retrieval of data based Bio-physical component
of the mangrove ecosystem and social potential.
Based on the analysis of potential mangrove ecosystem as a conservation area reserve
of three observation stations was concluded that the Coastal of Pantai lola located in Desa
Gunung Kijang suitable to be used as reserve mangrove conservation area. In the village
Desa Gunung KIjang encountered two types of one group Mangrove Mangrove plant species.
Based on the analysis of potential social, most people already know the importance of
preserving the mangrove ecosystem, some people have also been concerned about the
mangrove ecosystem in Desa Gunung Kijang, and also in Desa Gunung Kijang has
Participate in efforts to conserve the mangrove ecosystem.
Keywords: Mangrove, Conservation, Social Potential, Potential Biophysical
Society, Desa Gunung Kijang
PENDAHULUAN
Perairan Pantai Lola yang terletak
di Desa Gunung Kijang, Kecamatan
Gunung Kijang, Kabupaten Bintan
merupakan kawasan ekosistem hutan
mangrove yang sangat berpotensi untuk
dijadikan kawasan konservasi hutan
mangrove. Kawasan Pantai Lola menjadi
habitat hidup hewan dan tumbuhan yang
berpotensi dan bernilai ekonomis serta
dimanfaatkan masyarakat sebagai sumber
pendapatan serta konsumsi sehari–hari.
Kondisi ekosistem mangrove yang ada di
Perairan Pantai Lola juga banyak
mengalami kerusakan diakibatkan oleh
hal-hal di atas, sehingga diperlukan
adanya upaya pengelolaan terhadap
ekosistem tersebut, dalam rangka
pengelolaan hutan mangrove maka perlu
adanya studi tentang vegetasi mangrove.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui potensi bio-fisik
ekosistem mangrove dalam kegiatan
Pencadangan kawasan konservasi
ekosistem mangrove di perairan
Pantai Lola, Desa Gunung Kijang,
Kabupaten Bintan.
2. Mengetahui potensi sosial
masyarakat dalam mendukung
pencadangan kawasan konservasi
mangrove di wilayah Pantai Lola
Desa Gunung Kijang, Kecamatan
Gunung Kijang, Kabupaten Bintan.
3. Mengetahui upaya-upaya
pengelolaan mangrove yang
dilakukan oleh pihak-pihak yang
terkait di wilayah Pantai Lola Desa
Gunung Kijang, Kecamatan Gunung
Kijang, Kabupaten Bintan.
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan
pada bulan Oktober 2015–Juli 2016.
Lokasi penelitian berada di kawasan
perairan Desa Gunung Kijang, yang secara
Administratif berada di Perairan Pantai
Lola, Kecamatan Gunung Kijang,
Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau. Peta
lokasi penelitian disajikan pada Gambar 8.
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
B. Alat dan Bahan
Tabel 1. Alat dan bahan
Alat dan bahan yang digunakan
dapat dilihat pada table dibawah ini guna
mempermudah dalam proses identifikasi,
pengumpulan data-data ekosistem
Mangrove maupun Data-data responden,
dan juga tahap Dokumentasi Penelitian.
No. Alat Kegunaan
1. Kamera Untuk dokumentasi
setiap kegiatan (foto dan
video)
2. Alat tulis
menulis (ATK)
Untuk mengisi data
mengenai mangrove dan
mencatat setiap kegiatan.
3. GPS (Global
Positioning
System)
Untuk mengetahui titik
koordinat kawasan yang
akan dijadikan tempat
penelitian
4. Roll meter untuk mengukur luasan
ekosistem dan jarak
stasiun, serta untuk
mengukur tali yang
digunakan dalam
membuat transek.
5. Tali rapia untuk membuat transek
garis dan petak contoh.
6. Gill net Untuk menangkap biota
7. Kantong Plastik untuk meletakkan
sampel yang telah
diambil
8. Parang Untuk membersihkan
sekitar titik sampling
9. Sepatu boots Untuk berjaga – jaga
agar aman dari ancaman
biota berbahaya
10. Kuisioner Untuk mendapatkan data
secara langsung dari
masyarakat setempat
C. Jenis Data yang Dikumpulkan
Data yang dikumpulkan dalam
penelitian ini dikelompokan menjadi dua
kelompok jenis data yaitu data data primer
dan data sekunder. Data primer merupakan
pengumpulan data secara langsung atau
pengamatan secara langsung sedangkan
data sekunder merupakan ialah data yang
duperoleh dari studi literatur.
1. Data primer
Pengumpulan data primer
dilakukan melalui pengamatan langsung
(observasi) di lapangan, dengan
melakukan pengukuran potensi hutan
mangrove dan melakukan wawancara
langsung dengan pengunjung, masyarakat
lokal dan pihak-pihak terkait.
2. Data sekunder
Pengumpulan data sekunder dilakukan
dengan cara mengumpulkan dokumen-
dokumen hasil studi/penelitian, peraturan
perundang-undangan dan data pendukung
lainnya. Sumber data berasal dari hasil
laporan tahunan, buku atau brosur dari
instansi terkait (studi literatur dan diskusi).
D. Penentuan Stasiun
Stasiun penelitian ditentukan
dengan metode purposive sampling.
Terdapat tiga stasiun penelitian, Stasiun
pertama ditentukan di daerah dekat dengan
kawasan resort, Stasiun kedua ditentukan
di daerah dekat dengan aktivitas warga dan
untuk Stasiun ketiga ditentukan di daerah
jauh dari aktivitas manusia. Penentuan
stasiun ditentukan berdasarkan observasi
awal yang telah dilakukan. Setiap stasiun
terdiri atas 10x10 meter untuk kategori
pohon, 5x5 untuk kategori anakan, dan
1x1 untuk anakan. Terdapat 3 transek pada
setiap stasiun. Dengan jumlah keseluruhan
plot sebanyak 30 plot dengan masing-
masing luas 10x10m. Luas wilayah
Kecamatan Gunung Kijang mencapai
4.803,155 km² dengan luas 376,545 km²
daratan (7,84 %) dan 4.426,61 lautan
(92,16 %),(BPS Kabupaten Bintan).
Penentuan transek kecil yang
berukuran 5x5m untuk anakan dan 1x1 m
ialah untuk mengambil sampling biota
bentik, gastropoda, bivalvia,
echinodermata, dan crustasea. Setalah
didapatkan biota tersebut lalu dilakukan
identifikasi terhadap biota tersebut.
E. Metode Pengamatan Ekosistem
Mangrove
1. Pengukuran ketebalan
Pengukuran ketebalan / lebar mangrove
dilakukan secara manual dengan cara
diukur dengan menggunakan roll meter.
Roll meter ditarik tegak lurus dengan garis
pantai mulai dari hutan mangrove di
bagian darat sampai dengan ujung
mangrove di batas laut.
2. Identifikasi jenis-Jenis Mangrove
Adapun prosedur pengamatan dan
pengambilan data mangrove yaitu:
1) Membuat petak contoh (plot) transek
quadran dengan bentuk bujur sangkar
ukuran luas 10 x 10 m, dengan jumlah
plot sebanyak 3 unit.
2) Mengidentifikasi nama jenis-jenis
tumbuhan mangrove yang belum
diketahui dengan cara mengambil
sebagian/potongan dari ranting,
lengkap dengan bunga dan daunnya.
3) Menghitung jumlah jenis dan tegakan
mangrove, jumlah anakan, mengukur
diameter batang pohon mengrove,
yang ditempatkan pada setiap stasiun.
Penggolongan pohon, anak pohon,
dan semai berdasarkan ukuran
diameter batang, yakni untuk pohon
dengan diameter batang ≥ 10 cm, anak
pohon dengan diameter 2,1 cm atau ≤
10 cm, dan semai ≤ 2 cm (Fachrul,
2007).
3. Kerapatan Jenis mangrove.
Kerapatan jenis dilakukan dengan cara
mengukur diameter batang dan mencatat
jumlah individu serta tegakan yang
ditemukan pada setiap plot disetiap
perairan untuk rumus mengukur kerapatan
mangrove menggunakan rumus sebagai
berikut:
Keterangan:
ni : Jumlah total individu dari spesies i
(individu)
A : Luas area pengambilan contoh (m²)
F. Metode Pengamatan biota
perairan pada ekosistem
mangrove
Untuk pengamatan pengamatan
biota yang terdapat diekosistem mangrove
dilakukan dengan dua pengamatan yaitu
mengamati biota perairan yang terdapat di
ekosistem mangrove dan mengamati
hewan darat yang terdapat di mangrove
yang dilakukan dengan cara survei
langsung di lapangan dan juga melalui
wawancara kepada masyarakat setempat.
1. Biota perairan
Biota perairan dikumpulkan dengan
menggunakan alat tangkap gillnet, Lokasi
penangkapan ditetapkan pada tiap stasiun.
Penarikan alat tangkap (setting hawling)
dilakukan pada saat air pasang menjelang
surut, “gillnet” di pasang pada saat air
akan pasang dan hasilnya dikumpulkan
pada saat setelah air surut. Ikan dan udang
yang tertangkap, kemudian diidentifikasi
(Peristiwady,2006).
Pengamatan kepiting dan reptil
dilakukan dengan cara mengamati secara
langsung lapangan sekaligus diidentifikasi
dengan menggunakan pento. Pento
diletakan ke dalam perairan agar kepiting
atau raptil yang masuk kedalam pento
dapat di ambil dan diidentifikasi. Jenis
kepiting atau reptil yang belum diketahui
dilakukan pengambilan gambar/foto
sampel biota tersebut.
Untuk sampling biota menggunakan
transek 1x1 dengan mengunakan tali pada
setiap stasiun penelitian. Pada setiap lokasi
pengamatan, letakan petak-petak contoh
(plot) berbentuk bujur sangkar dengan
ukuran 10 x 10 m untuk tingkat pohon
(diameter batang > 4 cm), 5 x 5 m untuk
tingkat pancang (diameter batang < 4 cm
dan tinggi > 1 m), 1 x 1 m untuk semai dan
tumbuhan bawah (tinggi < 1 m). Data yang
diambil pada pengamatan ekosistem
mangrove adalah jenis mangrove yang
berada di dalam stasiun pengamatan serta
jenis perakarannya, kemudian dilakukan
pengukuran diameter setiap pohon setinggi
dada (1,3 meter) yang berada di dalam
stasiun serta pengamatan visual biota-biota
yang berada di stasiun tersebut (Bengen,
2001).
Kerapatan spesies = ni / A
2. Hewan darat yang terdapat di
mangrove
Pengamatan hewan darat yang
berasosiasi pada ekosistem mangrove
dengan cara melihat langsung dan juga
melalui wawancara kepada masyarakat
setempat serta wawancara kepada para
pengunjung yang ada.
G. Aksesibilitas
Murni (2000) dalam Bahar (2004)
mengelompokkan penilaian aksesibilitas
alam 4 ketentuan, yaitu:
a. Jalan yang bagus untuk mencapai
lokasi, minimal aspal.
b. Banyak jalan alternatif untuk menapai
lokasi
c. Banyak alat angkut ke lokasi
d. Terdapat sarana pendukung : dermaga
dan terminal
H. Analisis Data
1. Analisis Jenis Biota
Hasil pengamatan yang dikumpulkan
meliputi: gastropoda, bivalvia,
echinodermata, crustasea, yang terdapat di
kawasan mangrove, dilakukan identifikasi
jenis, selanjutnya ditabulasi atau dengan
mengacu pada daftar IUCN untuk
mengetahui jenis biota yang dilindungi.
Yulianda (2007) objek biota
merupakan keragaman biota yang ada
dilingkungan vegetasi mangrove seperti
ikan, kepiting, molusca, monyet dan
burung. Data dikumpulkan dari
pengamatan langsung dilapangan dan
wawancara dengan masyarakat/nelayan
sekitar guna mendapatkan informasi biota
yang mungkin tidak ditemukan atau dilihat
pada saat pengamatan secara langsung.
Pengamatan objek biota untuk melihat ada
atau tidak biota yang telah ditetapkan pada
kegiatan objek biota berdasarkan pada
kriteria penilaian pada tabel analisis
kesesuaian kawasan untuk konservasi
mangrove menurut Yulianda (2010) dalam
Feronika (2011). Pengumpulan data biota
diamati secara langsung dilapangan, biota
yang ditemukan dilakukan pengambilan
gambar/foto sampling biota untuk
kemudian diidentifikasi berdasarkan
jurnal-jurnal yang berhubungan dengan
penelitian ini.
Murni (2000) dalam Bahar (2004)
menyebutkan bahwa untuk penilaian objek
biota dengan menggunakan 4 ketentuan
yaitu :
1. Terdapat lebih dari 4 jenis biota
2. Terdapat 4 jenis biota
3. Terdapat 2 jenis biota
4. Terdapat minimal 1 jenis biota
air.
2. Analisis Potensi Ekosistem
Mangrove
Data yang dikumpulkan meliputi:
data mengenai jenis spesies
vegetasimangrove, kerapatan, dan
ketebelan mangrove, jumlah kelompok
jenis tumbuhan, objek biota dan juga
aksesibilitas. Data-data tersebut kemudian
diolah untuk mengetahui kesesuaian
eksosistem mangrove untuk dijadikan
sebagai pencadangan kawasan konservasi.
Rumus yang digunakan untuk
kesesuaian kawasan konservasi adalah
(Yulianda, 2007):
Keterangan:
IKW = Indeks kesesuaian ekosistem
untuk Konservasi mangrove
Ni = Nilai parameter ke-i (Bobot x
Skor).
Nmaks = Nilai maksimum dari kategori
Konservasi mangrove.
Adapun klasifikasi penilaiannya yaitu :
SS = Sangat sesuai (total bobot x skor
=96)
S = Sesuai (total bobot x skor =72)
SB = Sesuai bersyarat (total bobot x
skor =48)
TS = Tidak sesuai (total bobot x skor
=24)
Table kesesuaian merupakan data
perbandingan untuk pencadangan kawasan
konservasi, dan juga sebagai acuan untuk
melakukan pencadangan kawasan
konservasi disuatu wilayah.
Tabel 2. Kesesuaian untuk kawasan
konservasi mangrove
N
O
.
Krite
ria
Bo
bo
t
S4 S3 S2 S1
1. Kerap
atan
mangr
ove
(100m
²)
4 ≥15 10-
15
5-10 ˂5
2. Jumla
h
kelom
pok
jenis
tumbu
han
5 ≥7 5-6 3-4 ˂2
3. Jumla
h
spesie
s
vegeta
si
mangr
ove
4 ≥10 6-9 3-5 ˂2
4. Keteb
alan
mangr
5 ˃50
0
200-
500
50-
200
˂50
ove
(m)
5. Objek
biota
3 ≤ 4
4
kete
ntua
n
3
3
kete
ntua
n
2
2
kete
ntua
n
1
1
kete
ntua
n
6. Akses
ibilita
s
3 4
kete
ntua
n
3
kete
ntua
n
2
kete
ntua
n
1
kete
ntua
n
Sumber : Yulianda (2007) dalam modifikasi
Rozalina (2014)
Rumus penentuan interval batas
kesesuaian konservasi Mangrove menurut
Bahar (2004), yaitu :
Nilai Tengah Kelas = nilai batas atas kelas +
nilai batas bawah kelas
2
Interval kelas = Nilai Tengah Kelas
Sampai Nilai Tertinggi Kelas
1. SS (Sangat Sesuai)
Lebar kelas = 96 + 72 = 84 sampai
dengan 96
2
2. S (Sesuai)
Lebar kelas = 72 + 48 = 60 sampai
dengan 83
2
3. SB (Sesuai Bersyarat)
Lebar kelas = 48 + 24 = 36 sampai
dengan 59
2
4. TS (Tidak Sesuai)
Lebar kelas = 24 sampai dengan 35
Masing-masing dari 4 kriteria
biofisik mangrove memiliki bobot dan
skor penilaian. Pemberian bobot penilaian
berdasarkan pada tingkat kepentingan
setiap kriteria untuk suatu ekosistem
(Yulianda, 2010). Adapun bobot penelitian
yang diberikan yaitu 1, 3, 4, dan 5. Kriteria
pemberian bobot pada setiap parameter
sebagai berikut :
a. Bobot 5 merupakan penilaian
tertinggi pada suatu parameter
pencadangan kawasan konservasi,
dikarenakan parameter ini
menjadi parameter yang sangat
penting bagi pengembangan
kawasan konservasi. Adapun
parameter yang diberi bobot ini
yaitu ketebalan dan jumlah
kelompok jenis tumbuhan
(Kelompok genus)
b. Bobot 4 merupakan penilaian
yang penting dimana parameter
yang masuk kedalamnya seara
langsung mempengaruhi
pengembangan kawasan
konservasi yaitu kerapatan,
jumlah spesies vegetasi
mangrove, dan karakteristik
kawasan. Parameter pada bobot
ini merupakan parameter-
parameter yang memberikan nilai
estetika bagi kawasan konservasi
c. Bobot 3 merupakan penilaian
untuk parameter yang cukup
penting dalam pengembangan
kawasan konservasi, yaitu objek
biota, kedalaman dan aksebilitas.
Parameter-parameter ini juga
cukup mempengaruhi
pengembangan kawasan
konservasi, karena jika tidak
terdapat objek biota, dan
aksesibilitas yang rendah maka
pengembangan kawasan
konservasi menjadi lemah.
d. Bobot 1 merupakan penilaian
terendah pada suatu parameter
kawasan konservasi, yaitu sebagai
parameter pendukung. Jika nilai
dari parameter ini rendah,
kegiatan konservasi masih dapat
berjalan seperti lebar dan panjang
sungai. Penentuan range skoring
untuk parameter lebar sungai
berdasarkan perbandingan dengan
kawasan lain yang memanfaatkan
fungsi yang sama dari sungai
yaitu sebagai kawasan konservasi.
Perbandingan dengan kawasan
konservasi lain yang sudah
berkembang, kemudian
dimodifikasi sesuai dengan
karakteristik lokasi penelitian.
I. Penentuan Responden
Responden yang diamati adalah
masyarakat setempat yang bertempat
tinggal di Desa Gunung
Kijangkhususnya pada RT 005 dan
masyarakat luar yang melakukan
aktivitas diarea hutan mangrove.
Banyaknya sampel ditentukan dari
jumlah populasi.Perhitungan untuk
mengetahui jumlah responden untuk
penyebaran kuisioner dilakukan dengan
menggunakan jumlah populasi yang
diketahui, rumus yang dapat digunakan
adalah rumus Yamane (1967). Adapun
rumus perhitungannya adalah:
𝒏 = (𝑵
𝑵.𝒅² + 𝟏)
Keterangan :
N = Jumlah
Populasi
n = Jumlah
Responden
d = Error
(maksimal 10% atau 20 %)
Jumlah populasi masyarakat di
Desa Gunung Kijangyaitu sebesar 63
KK (Kepala Keluarga), maka
banyaknya sampel yang diambil adalah
sebanyak 39 KK. Adapun errornya
adalah 10%.Jumlah populasi dan
jumlah sampel yang digunakan dalam
penelitian ini dapat dilihat pada Tabel
3.
Tabel 3. Jumlah sampel penduduk Desa
Gunung Kijang, RT 05 , jumlah
populasi, persentase dan ratio.
No Populasi
Jumlah
Populasi
Eror
%
Jumlah
Sampel
1. Penduduk 63 KK 10
%
39 KK
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Potensi Biofisik Ekosistem
Mangrove
Hutan Mangrove di kawasan Pantai
Lola memiliki luas kurang lebih 3 ha.
Pantai Lola merupakan daerah
pemanfaatan Masyarakat salah satunya
adalah kawasan ekosistem mangrove yang
ada pada pantai tersebut. Ekosistem
mangrovenya mempunyai tingkat
kerapatan yang tinggi dan khas karena
tidak terlalu tebal menuju kepantai tetapi
sangat rapat pada pesisir pantainya
sehingga kawasan ini layak untuk
dijadikan daerah pencadangan kawasan
konservasi. Jenis mangrove yang tumbuh
pada daerah tersebut adalah jenis
Rhizopora muronata dan Rizhopora
apiculata.
1. Ketebalan Hutan Mangrove
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan di kawasan ekosistem mangrove
Pantai Lola ditemukan ketebalan
mangrove yang berbeda–beda pada
masing–masing stasiun. Lebih lanjut lagi
ketebalan Mangrove pada setiap stasiun
dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 2. Ketebalan Hutan Mangrove
Pantai Lola
Gambar 2 menunjukkan ketebalan
mangrove di kawasan pantai Lola yang
paling tebal ditemukan pada stasiun 3
dengan ketebalan 67 m, selanjut nya pada
stasiun 2 memiliki ketebalan sepanjang 48
m, sedangkan yang paling tipis
ketebalannya diantara stasiun-stasiun yang
adalah pada stasiun 1 yaitu hanya memiliki
ketebalan sepanjang 38 m.
Daerah penelitian yaitu pada
stasiun 1, stasiun 2, dan Stasiun 3
merupakan daerah yang terlindung dari
pengaruh ombak dan angin. Pemilihan
stasiun pengambilan sampel ditentukan
berdasarkan luas wilayah ekosistem
mangrove.
Pada daerah stasiun pertama
diambil pada ekosistem mangrove yang
dekat dengan resort, berikutnya pada
stasiun kedua diambil pada ekosistem
mangrove yang sering terdapat aktivitas
manusia, sedangkan stasiun ketiga diambil
di lokasi ekosistem mangrove yang jauh
dari aktivitas manusia maupun resort dan
pariwisata.
0
20
40
60
80
Stasiun 1 Stasuin 2 Stasiun 3
Ket
ebala
n (
m)
Stasiun Pengamatan
Berdasarkan pernyataan
(Wantasen, 2002) bahwa pantai yang
landai memiliki tingkat keanekaragaman
ekosistem mangrove yang tinggi
dibandingkan dengan pantai yang terjal.
Hal ini terjadi karena pada daerah yang
landai memiliki ruang yang luas untuk
ditumbuhi oleh mangrove sehingga
distribusi jenis mangrove meluas dan
melebar.
2. Komposisi Jenis Mangrove
Jenis mangrove yang di jumpai
pada Pantai Lola selama penelitian ada 2
jenis yaitu Rhizophora mucronata dan
Rhizophora apiculata. Dari kedua jenis
mangrove tersebut yang paling banyak
ditemukan adalah jenis Rhizophora
mucronata yang dijumpai dominan pada
semua stasiun.
Kedua jenis ini dijumpai sangat
rapat di sepanjang pesisir pantai lola
namun uniknya adalah hutan mangrove di
kawasan ini melebar ke pesisir pantai dan
tidak mengarah ke arah laut, sehingga di
dalam pengukuan didapatkan hasil
pengukuran ketebalan yang tidak begitu
banyak.
Tabel 4.Komposisi jenis mangrove yang
ditemukan pada kawasan
Ekosistem Mangrove di Pantai
Lola
Stasi
un
Spesies Nama
lokal
% komposisi
jenis
Poh
on
Anak
an
Se
mai
I
Rhizop
ora
apicula
ta
Toge-
toge,b
ako
31
%
36% 17
%
Rhizop
ora
mucron
ata
Toge-
toge,b
ako
69
%
64% 83
%
TOTA 100 100 100
L % % %
II
Rhizop
ora
apicula
ta
Toge-
toge,b
ako
31
%
45% 34
%
aRhizo
pora
mucron
at
Toge-
toge,b
ako
69
%
55% 66
%
TOTA
L
100
%
100
%
100
%
III
Rhizop
ora
apicula
ta
Toge-
toge,b
ako
30
%
40% 43
%
Rhizop
ora
mucron
ata
Toge-
toge,b
ako
70
%
60% 57
%
TOTA
L
100
%
100
%
100
%
Tabel 4 menunjukkan kedua jenis
ini memiliki tegakan yang sangat banyak
seperti yang ditemukan pada stasiun 1
yang berjumlah 134 tegakan untuk
kategori pohon, 55 tegakan untuk kategori
anakan, dan juga 31 tegakan untuk
kategori semai. Pada stasiun 2 juga dapat
kita lihat jumlah tegakan mulai meningkat
yaitu 188 tegakan untuk kategori pohon,
63 tegakan untuk kategori anakan, dan
juga 35 tegakan untuk kategori semai.
Diantara ketiga stasiun tersebut stasiun 3
adalah stasiun yang memiliki tegakan
Yang banyak dibanding kan dengan
stasiun 1 dan Stasiun 2 yaitu 218 tegakan
untuk kategori pohon, 45 tegakkan untuk
kategori anakan, dan juga 50 tegakan
untuk kategori semai.
Dengan demikian ekosistem
mangrove di Perairan Pantai Lola dapat
memberi nilai edukatif (pendidikan)
kepada pengunjung yang datang serta
masyarakat setempat untuk menikmati
keindahan di kawasan ekositem mangrove
serta dapat memberi wawasan kepada
pengunjung tetang jenis-jenis mangrove
serta manfaat hutan Mangrove bagi
Kehidupan masyarakat pesisir.
3. Kerapatan Jenis Mangrove
Hasil analisis kerapatan hutan
mangrove yang dilakukan pada penelitian
ini dapat dilihat pada Tabel 5 :
Tabel 5. Kerapatan Mangrove di Perairan
Pantai Lola
Lokasi
pengamatan
Nilai Kerapatan
(D)
Stasiun 1
Stasiun 2
1300 Ind/ha
1900 Ind/ha
Stasiun 3 2200 Ind/ha
Rata-rata 1800 Ind/ha
a. Kerapatan Jenis Mangrove Kategori
Pohon (Trees)
Kerapatan jenis pohon pada stasiun
1 terdapat dua jenis pohon dengan jumlah
kerapatan tertinggi yaitu Rhizopora
mucronata dengan kerapatan jenis 930
ind/ha, dan jenis yang selanjutnya adalah
Rhizopora apiculata dengan kerapatan
jenis 410 ind/ha.
Pada stasiun 2 memiliki kondisi
ekosistem yang cukup baik dan
berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan
dua jenis mangrove untuk kategori pohon,
dua jenis anakan, dan juga 2 jenis semai.
Untuk kategori pohon, Rhizopora
mucronata merupakan urutan terbesar
dengan kerapatan jenis sebesar 1300
ind/ha, di urutan kedua ditempati oleh
jenis Rhizopora apiculata 580 ind/ha.
Stasiun 3 merupakan stasiun yang
memiliki kondisi ekosistem yang paling
baik dan paling tebal diantara stasiun-
stasiun lainnya, mangrove yang terdapat
pada stasiun 3 sama dengan stasiun-stasiun
sebelumnya hanya saja memiliki kerapatan
yang sangat tinggi. Terdapat 2 jenis
kategori pohon, dua jenis kategori anakan,
dan juga dua jenis kategori semai.
Mangrove yang terdapat ada stasiun 3 ini
adalah spesies jenis Rhizopora mucronata
dengan kerapatan jenis sebesar 1530
ind/ha, dan di urutan terakhir spesies
Rhizopora apiculata dengan kerapatan
jenis sebesar 650 ind/ha.Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada table dibawah
ini :
Tabel 6. Hasil analisis Komunitas
Mangrove kriteria Pohon (trees)
pada Stasiun 1 sampai dengan
Stasiun 3.
Gambar 3. Kerapatan jenis (%) spesies
mangrove kategori pohon
(trees) stasiun 1, Stasiun 2,
dan Stasiun 3
Kerapatan untuk kaegori pohon
menentukan tingkat kerusakan mangrove
seperti terdapat dalam Kepmen LH No.
201 tahun 2004 dengan kategori baik ≥
1500 tegakan/ha, sedang ≥ 1000 - ˂ 1500
tegakan/ha, dan rusak ˂1000 tegakan/ha.
Pada lokasi pengamatan ini hanya terdapat
dua jenis mangrove ini disebabkan karena
kondisi lingkungan stasiun 1 berbatasan
langsung dengan resort, dan adanya
pemanfaaan oleh masarakat sekitar.
.b. Kerapatan Jenis Mangrove
Kategori Anakan (Sapling)
Pada stasiun 1 kategori sapling
juga ditemukan dua jenis mangrove yaitu
Rhizopora mucronata dengan kerapatan
jenis sebesar 35 ind/ha, dan yang
selanjutnya adalah Rhizopora apiculata
dengan kerapatan jenis sebesar 20 ind/ha.
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
STASIUN
1
STASIUN
2
STASIUN
3
Rhizopora
Mucronata
Rhizopora Apiculata
ker
ap
ata
n%
KATEGORI POHON (trees)
N
O
.
Je
nis
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
I
n
d
K
er
ap
at
an
K
at
eg
or
i
I
n
d
K
er
ap
at
an
K
at
eg
or
i
I
n
d
K
er
ap
at
an
K
at
eg
or
i
1
.
Rh
izo
po
ra
ap
ic
ul
at
a
4
1
41
0
Ja
ra
n
g
5
8
58
0
Ja
ra
n
g
6
5
65
0
Ja
ra
n
g
2
.
Rh
izo
po
ra
m
uc
ro
na
ta
9
3
93
0
Ja
ra
n
g
1
3
0
18
00
S
ed
an
g
1
5
3
15
30
S
an
ga
t
P
ad
at
TOT
AL
1
3
4
13
40
S
e
d
a
n
g
1
8
8
18
80
S
a
n
g
at
P
a
d
at
2
1
8
21
80
S
a
n
g
at
P
a
d
at
Pada Stasiun 2 Untuk kategori
sapling terdapat dua jenis mangrove yaitu,
berada diurutan pertama adalah Rhizopora
mucronata dengan kerapatan jenis 1300
ind/ha, pada posisi kedua ditempati oleh
jenis Rhizopora apiculata dengan
kerapatan jenis 580 ind/ha.
Pada stasiun 3 Untuk Kategori
sapling ditemukan dua jenis mangrove
yaitu jenis Rhizopora mucronata yang
merupakan spesies yang mendominasi
pada setiap stasiun dengan tingkat
kerapatan sebesar 1080 ind/ha, urutan
terakhir yaitu jenis Rhizopora apiculata
dengan tingkat kerapatan sebesar 720
ind/ha. Untuk lebih jelasnya lagi dari
stasiun 1 sampai dengan stasiun 3 dapat
dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 7. Hasil analisis Komunitas
Mangrove kriteria Anakan pada
Stasiun 1 sampai dengan stasiun
3.
Gambar 5. Kerapatan jenis (%) spesies
mangrove kategori Anakan
(sapling) pada stasiun 1
sampai dengan stasiun 3
c. Kerapatan Jenis Mangrove Kategori
Semai (Seedling)
Pada stasiun 1 kategori mangrove
unuk semai hanya ditemukan dua jenis,
mangrove yang ditemukan yaitu
Rhizopora mucronata dengan kerapatan
jenis sebesar 24.000 ind/ha, sealanjutnya
yaitu jenis Rhizopora apiculata dengan
kerapatan jenis sebesar 7000 ind/ha.
Sedangkan untuk semai yang
ditemukan pada stasiun 2 hanya ada dua
jenis semai yaitu Rhizopora muronata
dengan kerapatan jenis sebesar 21.000
ind/ha dan yang kedua jenis Rhizopora
apiculata dengan kerapatan jenis sebesar
14.000 ind/ha.
untuk mangrove kategori semai
ditemukan ada 2 jenis yang terdapat pada
stasiun 3 yaitu berada diurutan pertama
adalah jenis Rhizopora muronata yaitu
tingkat kerapatan nya sebesar 34.000
ind/ha, dan urutan terakhir yaitu jenis
Rhizopora apiculata dengan tingkat
kerapatan sebesar 16.000 ind/ha. untuk
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
Rhizopora
Mucronata
Rhizopora
Apiculataker
ap
ata
n%
KATEGORI ANAKAN (Sapling)
N
O
.
Jenis Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
I
n
d
Kera
patan
I
n
d
Kera
patan
I
n
d
Kera
patan
1. Rhizo
pora
apicu
lata
2
0
800 2
9
1160 1
8
720
2. Rhizo
pora
mucr
onata
3
5
1400 3
4
1360 2
7
1080
TOTAL 5
5
2200 6
3
2520 4
5
1800
lebih jelasnya dapat dilihat pada table
dibawah ini :
Tabel 8. Hasil analisis Komunitas
Mangrove kriteria Semai
(Seedling) pada Stasiun 1
sampai dengan Stasiun 3
Gambar 6. Kerapatan Jenis (%) Spesies
Mangrove Kategori
Kategori semai (Seedling)
pada Stasiun 1 sampai
dengan Stasiun 3
4. Analisis jenis biota Mangrove
Menurut Rusila et al. (2006)
mangrove merrupakan habitat berbagai
jenis satwa liar seperti primata, reptilia,
dan burung. Selain sebagai tempat
berlindung dan menari makan, mangrove
juga tempat berkembang biak bagi burung
air, berbagai jenis ikan dan udang, perairan
mangrove juga merupakan tempat ideal
sebagai daerah asuhan, tempat mencari
makan dan pembesaran anak.
Pengamatan biota-biota yang
terdapat pada hutan mangrove yang
ditemui pada saat melakukan pengamatan
di lapangan maupun wawancara kepada
masyarakat yang tinggal di sekitar
ekosistem mangrove di perairan Pantai
Lola terdiri atas biota aquatik dan biota
darat, adapun biota akuatik.
Dengan adanya biota-biota yang
berasosiasi di ekosistem mangrove sangat
lah diperlukan dalam rantai makanan,
selain itu juga dapat menjadi bahan
indikator untuk dijadikannya penadangan
kawasan konservasi di perairan Pantai
Lola, dan juga kita dapat mengenal alam
disekitar kita dan dapat menjadi
pengalaman yang menyenangkan. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Analisis Jenis Biota Mangrove.
N
o.
Objek
Biota
Nama
local/Nama
ilmiah
Stasiun
I II II
I
1.
Ikan
Gelodok
(Periopthala
mus sp.)
belanak
(Mugil
dosumieri)
+
-
+
+
-
+
+
+
+
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
Rhizopora
Mucronata
Rhizopora
Apiculataker
ap
ata
n%
KATEGORI SEMAI (Seedling)
N
O
.
Jenis Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
I
n
d
Kera
patan
I
n
d
Kera
patan
I
n
d
Kera
patan
1. Rhizo
pora
apicu
lata
7 7000 1
4
1400
0
1
6
1600
0
2. Rhizo
pora
mucr
onata
2
4
2400 2
1
2100
0
3
4
3400
0
TOTAL 3
1
3100
0
3
5
3500
0
5
0
5000
0
ikan
sembilang
(Polonotus
canius)
2. Crustase
a
kepiting
bakau (Scylla
serrata)
kepiting
rajungan
(Portumus
pelajicus)
Udang putih
(Panaeus
merguesis)
+
+
+
+
-
-
+
+
-
3. Gastropo
da
kerang bakau
(Polymesoda
bengalensis)
+ + +
siput isap
(Potamididae
)
+ + +
4.
Reptil
ular bakau
(Chrysopelea
sp.)
-
+
+
biawak
(Varanus
salvator)
+ - +
5.
Burung
bangau putih
(Bubulcus
ibis kuntul)
+ + +
elang laut
(Haliaeetus
leuogaster)
+ + +
madu bakau
(Leptooma
alostetha)
+ + +
6.
Mamalia
monyet ekor
panjang
(Macaca
fascicularis)
- - +
tupai (Tupaia
javania).
+ - +
Keterangan : + = Ditemukan
- = Tidak ditemukan
Menurut Arief (2003) organisme yang
mencirikan kawasan ekosistem mangrove
adalah ikan glodok yang mampu terbang
meloncat-loncat dengan cepat.
Sebagaimana kita ketahui kawasan
ekosistem mangrove bersifat unik, yakni
sebagai penghubung antara lautan dan
daratan. Organisme yang menetap
dikawasan ekosistem mangrove
kebanyakan hidup pada substrat sampai
lumpur, misalnya perakakaran pohon-
pohon mangrove serta fauna-fauna yang
hidup pada substrat dengan cara berendam
dalam lubang lumpur, berapa pada
permukaan substrat ataupun menempel
pada perakaran pohon mangrove ketika air
surut mereka turun untuk mencari makan.
Selain itu keberadaan burung juga
memberikan nilai tambah pada saat
melakukan penelitian pada ekosistem
Mangrove.
5. Aksesibilitas
Aksesibilitas dinilai dengan
mengadopsi matriks kesesuaian ekowisata
digunakan Murni (2000) dalam Bahar
(2004). Penilaian dikelompokkan menjadi
4 ketentuan dan dilakukan dengan
pengamatan seara keseluruhan lokasi,
bukan perstasiun. Hasil penilaian untuk
aksesibilitas di Desa Gunung Kijang yaitu
memenuhi semua ketentuan yang telah
ditetapkan oleh Murni (2000). Akses jalan
untuk menuju ke Desa Gunung Kijang
sudah bagus walau tidak sepenuhnya, jalan
termasuk kategori aspalisasi, alternatif
jalan menuju lokasi lebih dari satu dan
terdapat sarana pendukung seperti dermaga
namun untuk terminal belum ada, dan juga
banyaknya alat angkut menuju kelokasi.
6. Potensi Ekosistem Mangrove untuk
Pencadangan Kawasan Konservasi
Analisis potensi ekosistem
Mangrove mengadopsi metode dari
Yulianda (2007) dalam Rozalina (2014).
Metode Yulianda (2007) diadopsi dengan
pendekatan biologi mangrove seperti
ketebalan, kerapatan, jenis dan kelompok
jenis mangrove, serta biota asosiasi. Kedua
metode tersebut digabungkan dan
ditambah dengan asesibilitas kawasan.
Adapun analisis kesesuaian pencadangan
kawasan konservasi mangrove ditampilkan
pada Tabel 10.
Tabel 10. Analisis kesesuaian kawasan
untuk konservasi mangrove.
N
O.
Kriteria Bob
ot
Hasil Sk
or
Juml
ah
1. Kerapata
n
mangrov
e
(100m²)
4 18ind/
m²
4 16
2. jenis
mangrov
e
5 1kelom
pok
1 5
3. Jumlah
vegetasi
mangrov
e
4 2spesie
s
2 8
4. Ketebala
n
mangrov
e (m)
5 51m 2 10
5. Objek
biota
3 7
kelomp
ok jenis
biota*
4
ketentu
an
4
12
6. Aksesibi
litas
3 4
ketentu
an
4 12
Indeks kesesuaian Konservasi 63
Sumber : Data primer.
Jenis Biota*(ikan, burung, reptil, crustaea,
mamalia, moluska, dan udang)
Tabel 10 menunjukkan nilai indeks
kesesuaian wisata untuk konservasi
mangrove di Desa Gunung Kijang yaitu
63. Dari hasil perhitungan berdasarkan
tabel Analisis kesesuaian kawasan untuk
konservasi mangrove disetiap kriteria yang
diukur maka Desa Gunung Kijang
tergolong pada interval kelas kategori
sesuai bersyarat (SB) untuk dijadikan
pencadangan kawasan konservasi
mangrove.
Maka sebelum dijadikan kawasan
konservasi harus dilakukan penanaman
ulang dikarenakan kondisi hutan mangrove
di perairan Pantai Lola mempunyai tingkat
kerapatan yang tinggi tetapi memiliki
ketebalan yang cukup rendah serta
memiliki keanekaragaman jenis mangrove
yang rendah. Metode yang tepat digunakan
untuk melakukan reboisasi di Perairan
Pantai Lola adalah melalui pelestarian dan
pemeliharaan hutan mangrove agar tetap
lestari, serta melakukan penanaman bibit
mangrove kembali dan juga dilakukan
pengawasan atau monitoring.
B. Potensi Sosial Masyarakat Dalam
Kegiatan Konservasi
Dilakukan wawancara langsung
kepada masyarakat yang tinggal didaerah
pantai lola kecamatan gunung kijang, rata-
rata mata pencarian masyarakat di daerah
ini adalah sebagai nelayan, swasta, dan
buruh. Dalam pengumpulan data penduduk
didapatkan jumlah KK (Kepala Keluarga)
sebanyak 63 KK.
Dan diambil sebanyak 39 KK
sebagai sampel penelitian didalam ruang
lingkungan hidup masyarakat.dan
didapatkan data pekerjaan masyarakat di
Desa Galang Batang sebanyak 13 orang
bekerja sebagai nelayan, 13 orang bekerja
sebagai karyawan swasta, dan 13 orang
lagi bekerja sebagai buruh. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 14. Pekerjaan (%) masyarakat
Desa Gunung Kijang
1. Tingkat Pengetahuan tentang
pencadangan kawasan
konservasi
Pada Tingkat Pengetahuan
melalui wawancara langsung kepada
masyarakat setempat khususnya
masyarakat RT 05 Desa Gunung Kijang
menunjukkan bahwa sebagian besar
masyarakat mengetahui tentang
peningnya peranan hutan mangrove
untuk dijadikan area pencadangan kawasan
konservasi demi melestarikan alam dan
juga meningkatkan perekonomian
Khususnya para nelayan yang
menggantungkan hidupnya pada ekosistem
mangrove. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada Gambar 15.
Gambar 7. Persentase % Tingkat
Pengetahuan Masyarakat
Desa Gunung Kijang Tentang
Pencadangan Kawasan
Konserasi.
2. Tingkat kesadaran masyarakat
Pada tingkat kesadaran masyarakat
didapatkan hasil wawancara masyarakat
Desa Gunung Kijang RT 005
menunjukkan hasil bahwa sebagian
masyarakat setuju dengan penegakan
hukum yang akan diberlakukan di daerah
tersebut dengan harapan masyarakat dapat
memanfaatkan ekosistem mangrove
dengan sebaik-baik nya tanpa merusak
hutan mangrove, sehingga hutan mangrove
nantinya akan lestari dan tetap terjaga.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
gambar 8.
Gambar 9. Persentase % Tingkat
Kesadaran Masyarakat Desa
Gunung Kijang Tentang
Pencadangan Kawasan
Konserasi.
3. Tingkat Partisipasi Masyarakat
Tingkat partisipasi masyarakat
setempat dalam pemanfaatan hutan
mangrove diperairan Pantai Lola,
masyarakat adalah salah satu faktor yang
sangatlah penting didalam perencanaan
pencadangan kawasan konservasi hutan
47%53%
masyarakat yang
belum mengetahui
Masyarakat yang
mengetahui
58%
42%Setuju dengan diberlakukan
nya hukum
tidak setuju dengan
diberlakukannya hukum
33%
33%
34%
34%
Buruh Nelayan Pegawai
Per
sen
tase
(%
)
mangrove dimana seperti yang kita
ketahui, masyarakat tidak semuanya
memanfaatkan hutan mangrove ada yang
memanfaatkannya untuk berwisata,
memanfaatkan biota lautnya dan ada juga
yang memanfaatkan kayunya saja. dengan
demikian dapat kita simpulkan sebagian
besar masyarakat setempat telah
berpartisipasi atau mendukung dengan
adanya pelestarian ekosistem mangrove
diPerairan Pantai Lola. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada gambar 17.
Gambar 10. Persentase % Tingkat
Partisipasi Masyarakat Desa
Gunung Kijang dalam
kegiatan Pencadangan
Kawasan Konserasi.
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian
yang telah dilakukan di wilayah
Perairan Pantai Lola, Desa Gunung
Kijang, dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Berdasarkan hasil potensi bio-fisik
untuk pencadangan kawasan
konservasi dari 3 stasiun
pengamatan didapatkan hasil yang
masuk dalam kategori sesuai
bersyarat (SB) untuk dijadikannya
kawasan konservasi di daerah
Pantai Lola, Desa Gunung Kijang,
Kabupaten Bintan, Kepulauan
Riau.
2. Tingkat pengetahuan, tingkat
kesadaran, dan juga tingkat
partisipasi masyarakat Desa
Gunung Kijang tentang kegiatan
pencadangan kawasan konservasi
sebagian besar masyarakat telah
mengetahui pentingnya menjaga
ekosistem mangrove demi
kelestarian yang akan
meningkatkan perekonomian
masyarakat setempat. masyarakat
juga sadar tentang apa yang
merusak dan melanggar hukum
tentang hutan mangrove dan juga
sebagian masyarakat telah
berpartisipasi secara langsung
maupun tidak langsung dalam
upaya pelestarian hutan mangrove
sebagai pencadangan kawasan
konservasi di Perairan Pantai Lola,
Desa Gunung Kijang, Kabupaten
Bintan, Kepulauan Riau.
B. Saran
a. Perlu dilakukannya pengawasan
mangrove (monitoring) di
Perairan Pantai Lola, Desa
Gunung Kijang, Kabupaten
Bintan guna menjaga kelestarian
ekosistem mangroveagar bisa
dijadikan kawasan konservasi
ekosistem mangrove.
b. Perlu dilakukan sosialisasi untuk
masyarakat agar meningkatkan
kesadaran masyarakat tentang
pentingnya ekosistem mangrove
di Perairan Pantai Lola, Desa
Gunung Kijang, Kabupaten
Bintan, Provinsi Kepulauan Riau
52%48%
masyarakat yang
berpartisipasi
masyarakat yang
tidak berpartisipasi
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Dwi Setyawan 2008, Buku Ajar :
Biodiversitas ekosistem Mangrove
di Jawa ; Tinjauan Pesisir utara
dan Selatan Jawa Tengah ; Pusat
Penelitian dan Pengembangan
Bioteknologi, Universitas Sebelas
Maret, Surakarta
Ahmad Dwi Setyawan, S.Si, Ari
Susilowati, M.Si, Drs. Sutarno,
M.Sc., Ph.D 2002, Biodiversitas
Genetik, Spesies dan Ekosistem
Mangrove di Jawa ; Jurusan
Biologi ; Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam ;
Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Anugrah Nontji 2007, Laut Nusantara,
Penerbit Djambatan, Jakarta
Bahar, Ahmad, 2004, Kajian kesesuaian
dan Daya Dukung Ekosistem
Mangrove untuk Pengembangan
Ekowisata di Gugus Pulau
Tanakeke Kabupaten Takalar
Sulawesi Selatan, Tesis, Sekolah
Pasca Sarjana Program study
pengelolaan sumberdaya pesisir
dan lautan, institute Pertanian
Bogor. Di Kutip Pada april 04,
2016, 15:26:28 PM,
http://IPB.ac.id/
Kajiankesesuaiandandayadukunge
kosistemmangrovepdf.
Bengen, D.G. 2001. Pedoman Teknis
Pengenalan dan Pengelolaan
Ekosistem Mangrove. Pusat
Kajian Sumberdaya Pesisir dan
Lautan – Institut Pertanian
Bogor. Bogor, Indonesia.
Bengen, D.G. 2004. Pedoman Teknis.
Pengenalan dan Pengelolaan
Ekosistem Mangrove. PKSPL-
IPB, Bogor
Bengen, D.G., 2000. Pedoman Teknis
Pengenalan dan Pengelolaan
Ekosistem Mangrove. Pusat
Kajian Sumber daya Pesisir dan
Lautan (PKSPL) IPB. Bogor. 59
hal.
Bibby, C. Jones, M. Marsder, S. 2000.
Teknik-Teknik Ekspedisi
Lapangan : Survey Burung.
SMKG Mardi Yuana. Bogor.
Dahuri,R. 2003. Keanekaragaman Hayati
Laut , Aset Pembangunan
Berkelanjutan Indonesia. PT
Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
DKPPKE Kota Tanjungpinang. 2012.
Laporan Akhir Penyusunan
Rencana Zonasi dan rencana
Pengelolaan Kawasan Habitat
Gonggong (Strombus sp.) Kota
Tanjungpinang. Dinas Kelautan
Perikanan Pertanian Kehutanan,
dan Energi.
Duke,D.L., (1992). Australian Perpectives
in lifelong education. Melbourne:
Australian Councill for Education
Research
Effendi, 2003. Telaah kualitas air bagi
pengelolaan sumberdaya dan
lingkungan perairan.
Fachrul, Melati Ferianita. 2007. Metode
Sampling Bioekologi. Jakarta:
Bumi Aksara
Feronika, Foltra, 2011, Studi Kesesuaian
Ekosistem Mangrove Sebagai
Objek Ekowisata Di Pulau Kapota
Taman Nasional Wakatobi
Sulawesi Tenggara, Skripsi,
Jurusan Ilmu Kelautan
Universitas Hasanuddin. Di kutip
pada januari 21, 2016, 23:51:41
PM.
Hhtp://repository.unhas.a.id/handl
e /12456789/261/
Kementrian Mentri Negara Lingkungan
Hidup Nomor : 201 Tahun 2004,
tentang tingkat kerusakan hutan
mangrove
Kolehmainen j, Norio R, Kivitie-kallio S,
Tanvanainen E,de la Chapelle A,
Lehesjoki A-E (1973) Refined
mapping of the cohen syndrome
gene by linkage disequilibrium.
Eur Jhum Genet 5:206-213
Noor,R,Y. , M.khazali I N.N
Ng, P.K.L. and N. Sivasothi (ed.). 2001. A
Guide to Mangroves of
Singapore. Volume 1: The
Eosystem and plant Diversity
and Volume 2: Animal
Diversity. Singapore: The
Singapore Science Centre.
Noor, Y.R., Khazali, M. dan Suryadiputra,
I. N. N. 1999. Panduan
Pengenalan Mangrove di
Indonesia. PKA/ WI-IP, Bogor
Nybakken, J.W., 1992. Biologi Laut Suatu
Pendekatan Ekologis. PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta. Indonesia.
Peristiwady, T. 2006. Ikan-Ikan Laut
Ekonomis Penting Di Indonesia.
LIPI Press. Jakarta
Romimohtarto. K dan Juwana. S. 2001.
Biologi Laut, Ilmu Pengetahuan
Tentang Bilogi Laut. Djambatan.
Jakarta.
Romimohtarto. K, dan Juwana. S., 1999.
Biologi Laut Ilmu Pengetahuan
tentang Biota Laut. P3O-LIPI.
Jakarta.
Rozalina, N. 2014, Kesesuaian Kawasan
Untuk Pengembangan Ekowisata
Mangrove Berdasarkan Biofisik
Di Desa Tembeling Keamatan
Teluk Bintan Kabupaten Bintan,
Skripsi, Program Studi
Manajemen Sumberdaya Perairan
Universias Maritim Raja Ali Haji.
Rusila, Noor,,Khaali, M,,Suryadiputra,j,
Paduan Pengenalan Mangrove di
Indonesia, Bogor, Oktober, 2006.
SNM (Strategi Nasional Mangrove). 2003.
Strategi Nasional Pengelolaan
Mangrove di Indonesia (Draf
Revisi); Buku II: Mangrove di
Indonesia. Jakarta: kantor
menteri Negara Lingkungan
Hidup.
Soedjarwo, L.1979. Pengukuran Pohon.
Gramedia. Bandung.
Supriharyono, M. S. Dr. Ir. 2002.
Pelestarian dan Pengelolaan
Sumber Daya Alam di Wilayah
Pesisir Tropis. PT Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
Tuwo, Ambo, 2011, Pengelolaan
Ekowisata Pesisir dan
Laut,nPendekatan Ekologi,
Sosial-Ekonomi, Kelembagaan,
dan Sarana Wilayah, Brillian
Internasional Surabaya.
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990
Tentang Konservasi Sumber Daya
Alam Hayati dan Ekosistemnya.
1990.www.dephut.go.id/.../UND
ANG- [Diakses tgl 4 Agustus
2011].
Wantasen, Adnan. 2002. Kajian potensi
sumberdaya hutan mangrove di
desa talise kabupaten minahasa,
sulawesi utara. Institut pertanian
bogor
http://tumoutu.net/70205123/ad
nanwantasenpdf (Diakses
tanggal 15 mei 2016)
Yakup, M. 2010. Studi Kesesuaian
Ekowisata Ekosistem Mangrove
di Dusun Tappina Kecamatan
Binuang Kabupaten Polewali
Mandar Provinsi Sulawesi
Barat. Skripsi. Universitas
Hasanuddin Makassar.
Makassar.
Yayasan mangrove. 1993. Strategi
Nasional pengelolaan mangrove
diindonesia. Kerjasama dengan
kementrian negara lingkungan
hidup, Departemen Kehutanan,
Lembaga ilmu pengetahuan
Indonesia (LIPI) dan
Departemen Dalam Negri.
Jakarta.
Yulianda, F. 2006. Ekowisata Bahari
Sebagai Alternatif Pemanfaatan
Sumberdaya Pesisir Berbasis
Konservasi.. Makalah Seminar
Sehari Pengelolaan Sumberdaya
Pesisir dan Laut, Institut
Pertanian Bogor.
Yulianda, F. 2007. Ekowisata Bahari
Sebagai Alternatif Pemanfaatan
Sumberdaya Pesisir Berbasis
Konservasi. Seminar Sains
Departemen Manajemen
Sumberdaya Perairan. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan.
IPB- Bogor.
Yulianda, Fredinan,, hutabara, Armin
Ambrosius,, Fahrudin, Ahmad,,
Hareti, Sri,, Kusharjani, 2010,
Pengelolaan Pesisir Dan Laut
Secara Terpadu, PUSDIKLAT
Kehutanan – Departemen
Kehutanan RI SEEM – Korea
International ooperation
Agency, Bogor.
Yus Rusila Noor, M. Khazali, I N.N.
Suryadiputra 2006, Panduan
Pengenalan Mangrove di
Indonesia, PHKA/WHP, Bogor.