identifikasi potensi sumberdaya mangrove sebagai...

21
IDENTIFIKASI POTENSI SUMBERDAYA MANGROVE SEBAGAI PENCADANGAN KAWASAN KONSERVASI DI PERAIRAN PANTAI LOLA, DESA GUNUNG KIJANG, KABUPATEN BINTAN, KEPULAUAN RIAU Andi Firmansyah Mahasiswa manajemen sumberdaya perairan, FIKP UMRAH, [email protected] Febrianti Lestari Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected] Susiana Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi Bio-fisik ekosistem mangrove dan potensi sosial masyarakat dalam kegiatan pencadangan kawasan konservasi di Perairan Pantai Lola, Kecamatan Gunung Kijang, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau. Penelitian dilaksanakan padabulan Oktober 2015 sampai dengan Bulan Juli 2016. Metode yang digunakan adalah metode survei yaitu peneliti melakukan pengukuran secara langsung di lapangan meliputi pengambilan data berdasarkan komponen Bio-fisik ekosistem mangrove dan potensi sosial masyarakat. Berdasarkan hasil analisis potensi ekosistem mangrove sebagai pencadangan kawasan konservasi dari 3 stasiun pengamatan didapatkan kesimpulan bahwa Perairan Pantai lola yang terletak di Desa Gunung Kijang sesuai untuk dijadikan pencadangan kawasan konservasi mangrove. Di Desa Gunung Kijang dijumpai 2 jenis Mangrove dari 1 kelompok jenis tumbuhan Mangrove. Berdasarkan hasil analisis potensi sosial masyarakat, sebagian besar masyarakat telah mengetahui pentingnya menjaga kelestarian ekosistem mangrove, sebagian masyarakat juga telah peduli pada ekosistem mangrove di Desa Gunung Kijang, dan juga Sebagian besar masyarakat Desa Gunung Kijang telah Berpartisipasi dalam upaya pelestarian ekosistem mangrove. Kata Kunci : Mangrove, Konservasi, Potensi Biofisik Potensi Sosial Masyarakat, Desa Gunung Kijang

Upload: buiquynh

Post on 09-Mar-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

IDENTIFIKASI POTENSI SUMBERDAYA MANGROVE SEBAGAI

PENCADANGAN KAWASAN KONSERVASI DI PERAIRAN PANTAI LOLA, DESA

GUNUNG KIJANG, KABUPATEN BINTAN, KEPULAUAN RIAU

Andi Firmansyah

Mahasiswa manajemen sumberdaya perairan, FIKP UMRAH, [email protected]

Febrianti Lestari

Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected]

Susiana

Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi Bio-fisik ekosistem mangrove dan

potensi sosial masyarakat dalam kegiatan pencadangan kawasan konservasi di Perairan Pantai

Lola, Kecamatan Gunung Kijang, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau. Penelitian

dilaksanakan padabulan Oktober 2015 sampai dengan Bulan Juli 2016. Metode yang

digunakan adalah metode survei yaitu peneliti melakukan pengukuran secara langsung di

lapangan meliputi pengambilan data berdasarkan komponen Bio-fisik ekosistem mangrove

dan potensi sosial masyarakat.

Berdasarkan hasil analisis potensi ekosistem mangrove sebagai pencadangan kawasan

konservasi dari 3 stasiun pengamatan didapatkan kesimpulan bahwa Perairan Pantai lola yang

terletak di Desa Gunung Kijang sesuai untuk dijadikan pencadangan kawasan konservasi

mangrove. Di Desa Gunung Kijang dijumpai 2 jenis Mangrove dari 1 kelompok jenis

tumbuhan Mangrove. Berdasarkan hasil analisis potensi sosial masyarakat, sebagian besar

masyarakat telah mengetahui pentingnya menjaga kelestarian ekosistem mangrove, sebagian

masyarakat juga telah peduli pada ekosistem mangrove di Desa Gunung Kijang, dan juga

Sebagian besar masyarakat Desa Gunung Kijang telah Berpartisipasi dalam upaya pelestarian

ekosistem mangrove.

Kata Kunci : Mangrove, Konservasi, Potensi Biofisik Potensi Sosial Masyarakat,

Desa Gunung Kijang

IDENTIFICATION OF MANGROVE RESOURCE POTENTIAL AS A

CONSERVATION AREA RESERVE IN COASTAL PANTAI LOLA, DESA

GUNUNG KIJANG, KELURAHAN GUNUNG KIJANG,KABUPATEN

BINTAN,KEPULAUAN RIAU

Andi Firmansyah

Mahasiswa manajemen sumberdaya perairan, FIKP UMRAH, [email protected]

Febrianti Lestari

Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected]

Susiana

Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected]

ABSTRACT

This study aims to determine the potential of mangrove ecosystems Bio-physical and

social potential of communities in conservation reserve activities in Pantai Lola, Desa

Gunung Kijang,Kabupaten Bintan,Kepulauan Riau. The research was conducted in October

2015 until July 2016. The method used is a survey method that researchers take

measurements directly in the field include the retrieval of data based Bio-physical component

of the mangrove ecosystem and social potential.

Based on the analysis of potential mangrove ecosystem as a conservation area reserve

of three observation stations was concluded that the Coastal of Pantai lola located in Desa

Gunung Kijang suitable to be used as reserve mangrove conservation area. In the village

Desa Gunung KIjang encountered two types of one group Mangrove Mangrove plant species.

Based on the analysis of potential social, most people already know the importance of

preserving the mangrove ecosystem, some people have also been concerned about the

mangrove ecosystem in Desa Gunung Kijang, and also in Desa Gunung Kijang has

Participate in efforts to conserve the mangrove ecosystem.

Keywords: Mangrove, Conservation, Social Potential, Potential Biophysical

Society, Desa Gunung Kijang

PENDAHULUAN

Perairan Pantai Lola yang terletak

di Desa Gunung Kijang, Kecamatan

Gunung Kijang, Kabupaten Bintan

merupakan kawasan ekosistem hutan

mangrove yang sangat berpotensi untuk

dijadikan kawasan konservasi hutan

mangrove. Kawasan Pantai Lola menjadi

habitat hidup hewan dan tumbuhan yang

berpotensi dan bernilai ekonomis serta

dimanfaatkan masyarakat sebagai sumber

pendapatan serta konsumsi sehari–hari.

Kondisi ekosistem mangrove yang ada di

Perairan Pantai Lola juga banyak

mengalami kerusakan diakibatkan oleh

hal-hal di atas, sehingga diperlukan

adanya upaya pengelolaan terhadap

ekosistem tersebut, dalam rangka

pengelolaan hutan mangrove maka perlu

adanya studi tentang vegetasi mangrove.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui potensi bio-fisik

ekosistem mangrove dalam kegiatan

Pencadangan kawasan konservasi

ekosistem mangrove di perairan

Pantai Lola, Desa Gunung Kijang,

Kabupaten Bintan.

2. Mengetahui potensi sosial

masyarakat dalam mendukung

pencadangan kawasan konservasi

mangrove di wilayah Pantai Lola

Desa Gunung Kijang, Kecamatan

Gunung Kijang, Kabupaten Bintan.

3. Mengetahui upaya-upaya

pengelolaan mangrove yang

dilakukan oleh pihak-pihak yang

terkait di wilayah Pantai Lola Desa

Gunung Kijang, Kecamatan Gunung

Kijang, Kabupaten Bintan.

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan

pada bulan Oktober 2015–Juli 2016.

Lokasi penelitian berada di kawasan

perairan Desa Gunung Kijang, yang secara

Administratif berada di Perairan Pantai

Lola, Kecamatan Gunung Kijang,

Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau. Peta

lokasi penelitian disajikan pada Gambar 8.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

B. Alat dan Bahan

Tabel 1. Alat dan bahan

Alat dan bahan yang digunakan

dapat dilihat pada table dibawah ini guna

mempermudah dalam proses identifikasi,

pengumpulan data-data ekosistem

Mangrove maupun Data-data responden,

dan juga tahap Dokumentasi Penelitian.

No. Alat Kegunaan

1. Kamera Untuk dokumentasi

setiap kegiatan (foto dan

video)

2. Alat tulis

menulis (ATK)

Untuk mengisi data

mengenai mangrove dan

mencatat setiap kegiatan.

3. GPS (Global

Positioning

System)

Untuk mengetahui titik

koordinat kawasan yang

akan dijadikan tempat

penelitian

4. Roll meter untuk mengukur luasan

ekosistem dan jarak

stasiun, serta untuk

mengukur tali yang

digunakan dalam

membuat transek.

5. Tali rapia untuk membuat transek

garis dan petak contoh.

6. Gill net Untuk menangkap biota

7. Kantong Plastik untuk meletakkan

sampel yang telah

diambil

8. Parang Untuk membersihkan

sekitar titik sampling

9. Sepatu boots Untuk berjaga – jaga

agar aman dari ancaman

biota berbahaya

10. Kuisioner Untuk mendapatkan data

secara langsung dari

masyarakat setempat

C. Jenis Data yang Dikumpulkan

Data yang dikumpulkan dalam

penelitian ini dikelompokan menjadi dua

kelompok jenis data yaitu data data primer

dan data sekunder. Data primer merupakan

pengumpulan data secara langsung atau

pengamatan secara langsung sedangkan

data sekunder merupakan ialah data yang

duperoleh dari studi literatur.

1. Data primer

Pengumpulan data primer

dilakukan melalui pengamatan langsung

(observasi) di lapangan, dengan

melakukan pengukuran potensi hutan

mangrove dan melakukan wawancara

langsung dengan pengunjung, masyarakat

lokal dan pihak-pihak terkait.

2. Data sekunder

Pengumpulan data sekunder dilakukan

dengan cara mengumpulkan dokumen-

dokumen hasil studi/penelitian, peraturan

perundang-undangan dan data pendukung

lainnya. Sumber data berasal dari hasil

laporan tahunan, buku atau brosur dari

instansi terkait (studi literatur dan diskusi).

D. Penentuan Stasiun

Stasiun penelitian ditentukan

dengan metode purposive sampling.

Terdapat tiga stasiun penelitian, Stasiun

pertama ditentukan di daerah dekat dengan

kawasan resort, Stasiun kedua ditentukan

di daerah dekat dengan aktivitas warga dan

untuk Stasiun ketiga ditentukan di daerah

jauh dari aktivitas manusia. Penentuan

stasiun ditentukan berdasarkan observasi

awal yang telah dilakukan. Setiap stasiun

terdiri atas 10x10 meter untuk kategori

pohon, 5x5 untuk kategori anakan, dan

1x1 untuk anakan. Terdapat 3 transek pada

setiap stasiun. Dengan jumlah keseluruhan

plot sebanyak 30 plot dengan masing-

masing luas 10x10m. Luas wilayah

Kecamatan Gunung Kijang mencapai

4.803,155 km² dengan luas 376,545 km²

daratan (7,84 %) dan 4.426,61 lautan

(92,16 %),(BPS Kabupaten Bintan).

Penentuan transek kecil yang

berukuran 5x5m untuk anakan dan 1x1 m

ialah untuk mengambil sampling biota

bentik, gastropoda, bivalvia,

echinodermata, dan crustasea. Setalah

didapatkan biota tersebut lalu dilakukan

identifikasi terhadap biota tersebut.

E. Metode Pengamatan Ekosistem

Mangrove

1. Pengukuran ketebalan

Pengukuran ketebalan / lebar mangrove

dilakukan secara manual dengan cara

diukur dengan menggunakan roll meter.

Roll meter ditarik tegak lurus dengan garis

pantai mulai dari hutan mangrove di

bagian darat sampai dengan ujung

mangrove di batas laut.

2. Identifikasi jenis-Jenis Mangrove

Adapun prosedur pengamatan dan

pengambilan data mangrove yaitu:

1) Membuat petak contoh (plot) transek

quadran dengan bentuk bujur sangkar

ukuran luas 10 x 10 m, dengan jumlah

plot sebanyak 3 unit.

2) Mengidentifikasi nama jenis-jenis

tumbuhan mangrove yang belum

diketahui dengan cara mengambil

sebagian/potongan dari ranting,

lengkap dengan bunga dan daunnya.

3) Menghitung jumlah jenis dan tegakan

mangrove, jumlah anakan, mengukur

diameter batang pohon mengrove,

yang ditempatkan pada setiap stasiun.

Penggolongan pohon, anak pohon,

dan semai berdasarkan ukuran

diameter batang, yakni untuk pohon

dengan diameter batang ≥ 10 cm, anak

pohon dengan diameter 2,1 cm atau ≤

10 cm, dan semai ≤ 2 cm (Fachrul,

2007).

3. Kerapatan Jenis mangrove.

Kerapatan jenis dilakukan dengan cara

mengukur diameter batang dan mencatat

jumlah individu serta tegakan yang

ditemukan pada setiap plot disetiap

perairan untuk rumus mengukur kerapatan

mangrove menggunakan rumus sebagai

berikut:

Keterangan:

ni : Jumlah total individu dari spesies i

(individu)

A : Luas area pengambilan contoh (m²)

F. Metode Pengamatan biota

perairan pada ekosistem

mangrove

Untuk pengamatan pengamatan

biota yang terdapat diekosistem mangrove

dilakukan dengan dua pengamatan yaitu

mengamati biota perairan yang terdapat di

ekosistem mangrove dan mengamati

hewan darat yang terdapat di mangrove

yang dilakukan dengan cara survei

langsung di lapangan dan juga melalui

wawancara kepada masyarakat setempat.

1. Biota perairan

Biota perairan dikumpulkan dengan

menggunakan alat tangkap gillnet, Lokasi

penangkapan ditetapkan pada tiap stasiun.

Penarikan alat tangkap (setting hawling)

dilakukan pada saat air pasang menjelang

surut, “gillnet” di pasang pada saat air

akan pasang dan hasilnya dikumpulkan

pada saat setelah air surut. Ikan dan udang

yang tertangkap, kemudian diidentifikasi

(Peristiwady,2006).

Pengamatan kepiting dan reptil

dilakukan dengan cara mengamati secara

langsung lapangan sekaligus diidentifikasi

dengan menggunakan pento. Pento

diletakan ke dalam perairan agar kepiting

atau raptil yang masuk kedalam pento

dapat di ambil dan diidentifikasi. Jenis

kepiting atau reptil yang belum diketahui

dilakukan pengambilan gambar/foto

sampel biota tersebut.

Untuk sampling biota menggunakan

transek 1x1 dengan mengunakan tali pada

setiap stasiun penelitian. Pada setiap lokasi

pengamatan, letakan petak-petak contoh

(plot) berbentuk bujur sangkar dengan

ukuran 10 x 10 m untuk tingkat pohon

(diameter batang > 4 cm), 5 x 5 m untuk

tingkat pancang (diameter batang < 4 cm

dan tinggi > 1 m), 1 x 1 m untuk semai dan

tumbuhan bawah (tinggi < 1 m). Data yang

diambil pada pengamatan ekosistem

mangrove adalah jenis mangrove yang

berada di dalam stasiun pengamatan serta

jenis perakarannya, kemudian dilakukan

pengukuran diameter setiap pohon setinggi

dada (1,3 meter) yang berada di dalam

stasiun serta pengamatan visual biota-biota

yang berada di stasiun tersebut (Bengen,

2001).

Kerapatan spesies = ni / A

2. Hewan darat yang terdapat di

mangrove

Pengamatan hewan darat yang

berasosiasi pada ekosistem mangrove

dengan cara melihat langsung dan juga

melalui wawancara kepada masyarakat

setempat serta wawancara kepada para

pengunjung yang ada.

G. Aksesibilitas

Murni (2000) dalam Bahar (2004)

mengelompokkan penilaian aksesibilitas

alam 4 ketentuan, yaitu:

a. Jalan yang bagus untuk mencapai

lokasi, minimal aspal.

b. Banyak jalan alternatif untuk menapai

lokasi

c. Banyak alat angkut ke lokasi

d. Terdapat sarana pendukung : dermaga

dan terminal

H. Analisis Data

1. Analisis Jenis Biota

Hasil pengamatan yang dikumpulkan

meliputi: gastropoda, bivalvia,

echinodermata, crustasea, yang terdapat di

kawasan mangrove, dilakukan identifikasi

jenis, selanjutnya ditabulasi atau dengan

mengacu pada daftar IUCN untuk

mengetahui jenis biota yang dilindungi.

Yulianda (2007) objek biota

merupakan keragaman biota yang ada

dilingkungan vegetasi mangrove seperti

ikan, kepiting, molusca, monyet dan

burung. Data dikumpulkan dari

pengamatan langsung dilapangan dan

wawancara dengan masyarakat/nelayan

sekitar guna mendapatkan informasi biota

yang mungkin tidak ditemukan atau dilihat

pada saat pengamatan secara langsung.

Pengamatan objek biota untuk melihat ada

atau tidak biota yang telah ditetapkan pada

kegiatan objek biota berdasarkan pada

kriteria penilaian pada tabel analisis

kesesuaian kawasan untuk konservasi

mangrove menurut Yulianda (2010) dalam

Feronika (2011). Pengumpulan data biota

diamati secara langsung dilapangan, biota

yang ditemukan dilakukan pengambilan

gambar/foto sampling biota untuk

kemudian diidentifikasi berdasarkan

jurnal-jurnal yang berhubungan dengan

penelitian ini.

Murni (2000) dalam Bahar (2004)

menyebutkan bahwa untuk penilaian objek

biota dengan menggunakan 4 ketentuan

yaitu :

1. Terdapat lebih dari 4 jenis biota

2. Terdapat 4 jenis biota

3. Terdapat 2 jenis biota

4. Terdapat minimal 1 jenis biota

air.

2. Analisis Potensi Ekosistem

Mangrove

Data yang dikumpulkan meliputi:

data mengenai jenis spesies

vegetasimangrove, kerapatan, dan

ketebelan mangrove, jumlah kelompok

jenis tumbuhan, objek biota dan juga

aksesibilitas. Data-data tersebut kemudian

diolah untuk mengetahui kesesuaian

eksosistem mangrove untuk dijadikan

sebagai pencadangan kawasan konservasi.

Rumus yang digunakan untuk

kesesuaian kawasan konservasi adalah

(Yulianda, 2007):

Keterangan:

IKW = Indeks kesesuaian ekosistem

untuk Konservasi mangrove

Ni = Nilai parameter ke-i (Bobot x

Skor).

Nmaks = Nilai maksimum dari kategori

Konservasi mangrove.

Adapun klasifikasi penilaiannya yaitu :

SS = Sangat sesuai (total bobot x skor

=96)

S = Sesuai (total bobot x skor =72)

SB = Sesuai bersyarat (total bobot x

skor =48)

TS = Tidak sesuai (total bobot x skor

=24)

Table kesesuaian merupakan data

perbandingan untuk pencadangan kawasan

konservasi, dan juga sebagai acuan untuk

melakukan pencadangan kawasan

konservasi disuatu wilayah.

Tabel 2. Kesesuaian untuk kawasan

konservasi mangrove

N

O

.

Krite

ria

Bo

bo

t

S4 S3 S2 S1

1. Kerap

atan

mangr

ove

(100m

²)

4 ≥15 10-

15

5-10 ˂5

2. Jumla

h

kelom

pok

jenis

tumbu

han

5 ≥7 5-6 3-4 ˂2

3. Jumla

h

spesie

s

vegeta

si

mangr

ove

4 ≥10 6-9 3-5 ˂2

4. Keteb

alan

mangr

5 ˃50

0

200-

500

50-

200

˂50

ove

(m)

5. Objek

biota

3 ≤ 4

4

kete

ntua

n

3

3

kete

ntua

n

2

2

kete

ntua

n

1

1

kete

ntua

n

6. Akses

ibilita

s

3 4

kete

ntua

n

3

kete

ntua

n

2

kete

ntua

n

1

kete

ntua

n

Sumber : Yulianda (2007) dalam modifikasi

Rozalina (2014)

Rumus penentuan interval batas

kesesuaian konservasi Mangrove menurut

Bahar (2004), yaitu :

Nilai Tengah Kelas = nilai batas atas kelas +

nilai batas bawah kelas

2

Interval kelas = Nilai Tengah Kelas

Sampai Nilai Tertinggi Kelas

1. SS (Sangat Sesuai)

Lebar kelas = 96 + 72 = 84 sampai

dengan 96

2

2. S (Sesuai)

Lebar kelas = 72 + 48 = 60 sampai

dengan 83

2

3. SB (Sesuai Bersyarat)

Lebar kelas = 48 + 24 = 36 sampai

dengan 59

2

4. TS (Tidak Sesuai)

Lebar kelas = 24 sampai dengan 35

Masing-masing dari 4 kriteria

biofisik mangrove memiliki bobot dan

skor penilaian. Pemberian bobot penilaian

berdasarkan pada tingkat kepentingan

setiap kriteria untuk suatu ekosistem

(Yulianda, 2010). Adapun bobot penelitian

yang diberikan yaitu 1, 3, 4, dan 5. Kriteria

pemberian bobot pada setiap parameter

sebagai berikut :

a. Bobot 5 merupakan penilaian

tertinggi pada suatu parameter

pencadangan kawasan konservasi,

dikarenakan parameter ini

menjadi parameter yang sangat

penting bagi pengembangan

kawasan konservasi. Adapun

parameter yang diberi bobot ini

yaitu ketebalan dan jumlah

kelompok jenis tumbuhan

(Kelompok genus)

b. Bobot 4 merupakan penilaian

yang penting dimana parameter

yang masuk kedalamnya seara

langsung mempengaruhi

pengembangan kawasan

konservasi yaitu kerapatan,

jumlah spesies vegetasi

mangrove, dan karakteristik

kawasan. Parameter pada bobot

ini merupakan parameter-

parameter yang memberikan nilai

estetika bagi kawasan konservasi

c. Bobot 3 merupakan penilaian

untuk parameter yang cukup

penting dalam pengembangan

kawasan konservasi, yaitu objek

biota, kedalaman dan aksebilitas.

Parameter-parameter ini juga

cukup mempengaruhi

pengembangan kawasan

konservasi, karena jika tidak

terdapat objek biota, dan

aksesibilitas yang rendah maka

pengembangan kawasan

konservasi menjadi lemah.

d. Bobot 1 merupakan penilaian

terendah pada suatu parameter

kawasan konservasi, yaitu sebagai

parameter pendukung. Jika nilai

dari parameter ini rendah,

kegiatan konservasi masih dapat

berjalan seperti lebar dan panjang

sungai. Penentuan range skoring

untuk parameter lebar sungai

berdasarkan perbandingan dengan

kawasan lain yang memanfaatkan

fungsi yang sama dari sungai

yaitu sebagai kawasan konservasi.

Perbandingan dengan kawasan

konservasi lain yang sudah

berkembang, kemudian

dimodifikasi sesuai dengan

karakteristik lokasi penelitian.

I. Penentuan Responden

Responden yang diamati adalah

masyarakat setempat yang bertempat

tinggal di Desa Gunung

Kijangkhususnya pada RT 005 dan

masyarakat luar yang melakukan

aktivitas diarea hutan mangrove.

Banyaknya sampel ditentukan dari

jumlah populasi.Perhitungan untuk

mengetahui jumlah responden untuk

penyebaran kuisioner dilakukan dengan

menggunakan jumlah populasi yang

diketahui, rumus yang dapat digunakan

adalah rumus Yamane (1967). Adapun

rumus perhitungannya adalah:

𝒏 = (𝑵

𝑵.𝒅² + 𝟏)

Keterangan :

N = Jumlah

Populasi

n = Jumlah

Responden

d = Error

(maksimal 10% atau 20 %)

Jumlah populasi masyarakat di

Desa Gunung Kijangyaitu sebesar 63

KK (Kepala Keluarga), maka

banyaknya sampel yang diambil adalah

sebanyak 39 KK. Adapun errornya

adalah 10%.Jumlah populasi dan

jumlah sampel yang digunakan dalam

penelitian ini dapat dilihat pada Tabel

3.

Tabel 3. Jumlah sampel penduduk Desa

Gunung Kijang, RT 05 , jumlah

populasi, persentase dan ratio.

No Populasi

Jumlah

Populasi

Eror

%

Jumlah

Sampel

1. Penduduk 63 KK 10

%

39 KK

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Potensi Biofisik Ekosistem

Mangrove

Hutan Mangrove di kawasan Pantai

Lola memiliki luas kurang lebih 3 ha.

Pantai Lola merupakan daerah

pemanfaatan Masyarakat salah satunya

adalah kawasan ekosistem mangrove yang

ada pada pantai tersebut. Ekosistem

mangrovenya mempunyai tingkat

kerapatan yang tinggi dan khas karena

tidak terlalu tebal menuju kepantai tetapi

sangat rapat pada pesisir pantainya

sehingga kawasan ini layak untuk

dijadikan daerah pencadangan kawasan

konservasi. Jenis mangrove yang tumbuh

pada daerah tersebut adalah jenis

Rhizopora muronata dan Rizhopora

apiculata.

1. Ketebalan Hutan Mangrove

Berdasarkan hasil penelitian yang

dilakukan di kawasan ekosistem mangrove

Pantai Lola ditemukan ketebalan

mangrove yang berbeda–beda pada

masing–masing stasiun. Lebih lanjut lagi

ketebalan Mangrove pada setiap stasiun

dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 2. Ketebalan Hutan Mangrove

Pantai Lola

Gambar 2 menunjukkan ketebalan

mangrove di kawasan pantai Lola yang

paling tebal ditemukan pada stasiun 3

dengan ketebalan 67 m, selanjut nya pada

stasiun 2 memiliki ketebalan sepanjang 48

m, sedangkan yang paling tipis

ketebalannya diantara stasiun-stasiun yang

adalah pada stasiun 1 yaitu hanya memiliki

ketebalan sepanjang 38 m.

Daerah penelitian yaitu pada

stasiun 1, stasiun 2, dan Stasiun 3

merupakan daerah yang terlindung dari

pengaruh ombak dan angin. Pemilihan

stasiun pengambilan sampel ditentukan

berdasarkan luas wilayah ekosistem

mangrove.

Pada daerah stasiun pertama

diambil pada ekosistem mangrove yang

dekat dengan resort, berikutnya pada

stasiun kedua diambil pada ekosistem

mangrove yang sering terdapat aktivitas

manusia, sedangkan stasiun ketiga diambil

di lokasi ekosistem mangrove yang jauh

dari aktivitas manusia maupun resort dan

pariwisata.

0

20

40

60

80

Stasiun 1 Stasuin 2 Stasiun 3

Ket

ebala

n (

m)

Stasiun Pengamatan

Berdasarkan pernyataan

(Wantasen, 2002) bahwa pantai yang

landai memiliki tingkat keanekaragaman

ekosistem mangrove yang tinggi

dibandingkan dengan pantai yang terjal.

Hal ini terjadi karena pada daerah yang

landai memiliki ruang yang luas untuk

ditumbuhi oleh mangrove sehingga

distribusi jenis mangrove meluas dan

melebar.

2. Komposisi Jenis Mangrove

Jenis mangrove yang di jumpai

pada Pantai Lola selama penelitian ada 2

jenis yaitu Rhizophora mucronata dan

Rhizophora apiculata. Dari kedua jenis

mangrove tersebut yang paling banyak

ditemukan adalah jenis Rhizophora

mucronata yang dijumpai dominan pada

semua stasiun.

Kedua jenis ini dijumpai sangat

rapat di sepanjang pesisir pantai lola

namun uniknya adalah hutan mangrove di

kawasan ini melebar ke pesisir pantai dan

tidak mengarah ke arah laut, sehingga di

dalam pengukuan didapatkan hasil

pengukuran ketebalan yang tidak begitu

banyak.

Tabel 4.Komposisi jenis mangrove yang

ditemukan pada kawasan

Ekosistem Mangrove di Pantai

Lola

Stasi

un

Spesies Nama

lokal

% komposisi

jenis

Poh

on

Anak

an

Se

mai

I

Rhizop

ora

apicula

ta

Toge-

toge,b

ako

31

%

36% 17

%

Rhizop

ora

mucron

ata

Toge-

toge,b

ako

69

%

64% 83

%

TOTA 100 100 100

L % % %

II

Rhizop

ora

apicula

ta

Toge-

toge,b

ako

31

%

45% 34

%

aRhizo

pora

mucron

at

Toge-

toge,b

ako

69

%

55% 66

%

TOTA

L

100

%

100

%

100

%

III

Rhizop

ora

apicula

ta

Toge-

toge,b

ako

30

%

40% 43

%

Rhizop

ora

mucron

ata

Toge-

toge,b

ako

70

%

60% 57

%

TOTA

L

100

%

100

%

100

%

Tabel 4 menunjukkan kedua jenis

ini memiliki tegakan yang sangat banyak

seperti yang ditemukan pada stasiun 1

yang berjumlah 134 tegakan untuk

kategori pohon, 55 tegakan untuk kategori

anakan, dan juga 31 tegakan untuk

kategori semai. Pada stasiun 2 juga dapat

kita lihat jumlah tegakan mulai meningkat

yaitu 188 tegakan untuk kategori pohon,

63 tegakan untuk kategori anakan, dan

juga 35 tegakan untuk kategori semai.

Diantara ketiga stasiun tersebut stasiun 3

adalah stasiun yang memiliki tegakan

Yang banyak dibanding kan dengan

stasiun 1 dan Stasiun 2 yaitu 218 tegakan

untuk kategori pohon, 45 tegakkan untuk

kategori anakan, dan juga 50 tegakan

untuk kategori semai.

Dengan demikian ekosistem

mangrove di Perairan Pantai Lola dapat

memberi nilai edukatif (pendidikan)

kepada pengunjung yang datang serta

masyarakat setempat untuk menikmati

keindahan di kawasan ekositem mangrove

serta dapat memberi wawasan kepada

pengunjung tetang jenis-jenis mangrove

serta manfaat hutan Mangrove bagi

Kehidupan masyarakat pesisir.

3. Kerapatan Jenis Mangrove

Hasil analisis kerapatan hutan

mangrove yang dilakukan pada penelitian

ini dapat dilihat pada Tabel 5 :

Tabel 5. Kerapatan Mangrove di Perairan

Pantai Lola

Lokasi

pengamatan

Nilai Kerapatan

(D)

Stasiun 1

Stasiun 2

1300 Ind/ha

1900 Ind/ha

Stasiun 3 2200 Ind/ha

Rata-rata 1800 Ind/ha

a. Kerapatan Jenis Mangrove Kategori

Pohon (Trees)

Kerapatan jenis pohon pada stasiun

1 terdapat dua jenis pohon dengan jumlah

kerapatan tertinggi yaitu Rhizopora

mucronata dengan kerapatan jenis 930

ind/ha, dan jenis yang selanjutnya adalah

Rhizopora apiculata dengan kerapatan

jenis 410 ind/ha.

Pada stasiun 2 memiliki kondisi

ekosistem yang cukup baik dan

berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan

dua jenis mangrove untuk kategori pohon,

dua jenis anakan, dan juga 2 jenis semai.

Untuk kategori pohon, Rhizopora

mucronata merupakan urutan terbesar

dengan kerapatan jenis sebesar 1300

ind/ha, di urutan kedua ditempati oleh

jenis Rhizopora apiculata 580 ind/ha.

Stasiun 3 merupakan stasiun yang

memiliki kondisi ekosistem yang paling

baik dan paling tebal diantara stasiun-

stasiun lainnya, mangrove yang terdapat

pada stasiun 3 sama dengan stasiun-stasiun

sebelumnya hanya saja memiliki kerapatan

yang sangat tinggi. Terdapat 2 jenis

kategori pohon, dua jenis kategori anakan,

dan juga dua jenis kategori semai.

Mangrove yang terdapat ada stasiun 3 ini

adalah spesies jenis Rhizopora mucronata

dengan kerapatan jenis sebesar 1530

ind/ha, dan di urutan terakhir spesies

Rhizopora apiculata dengan kerapatan

jenis sebesar 650 ind/ha.Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada table dibawah

ini :

Tabel 6. Hasil analisis Komunitas

Mangrove kriteria Pohon (trees)

pada Stasiun 1 sampai dengan

Stasiun 3.

Gambar 3. Kerapatan jenis (%) spesies

mangrove kategori pohon

(trees) stasiun 1, Stasiun 2,

dan Stasiun 3

Kerapatan untuk kaegori pohon

menentukan tingkat kerusakan mangrove

seperti terdapat dalam Kepmen LH No.

201 tahun 2004 dengan kategori baik ≥

1500 tegakan/ha, sedang ≥ 1000 - ˂ 1500

tegakan/ha, dan rusak ˂1000 tegakan/ha.

Pada lokasi pengamatan ini hanya terdapat

dua jenis mangrove ini disebabkan karena

kondisi lingkungan stasiun 1 berbatasan

langsung dengan resort, dan adanya

pemanfaaan oleh masarakat sekitar.

.b. Kerapatan Jenis Mangrove

Kategori Anakan (Sapling)

Pada stasiun 1 kategori sapling

juga ditemukan dua jenis mangrove yaitu

Rhizopora mucronata dengan kerapatan

jenis sebesar 35 ind/ha, dan yang

selanjutnya adalah Rhizopora apiculata

dengan kerapatan jenis sebesar 20 ind/ha.

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

STASIUN

1

STASIUN

2

STASIUN

3

Rhizopora

Mucronata

Rhizopora Apiculata

ker

ap

ata

n%

KATEGORI POHON (trees)

N

O

.

Je

nis

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

I

n

d

K

er

ap

at

an

K

at

eg

or

i

I

n

d

K

er

ap

at

an

K

at

eg

or

i

I

n

d

K

er

ap

at

an

K

at

eg

or

i

1

.

Rh

izo

po

ra

ap

ic

ul

at

a

4

1

41

0

Ja

ra

n

g

5

8

58

0

Ja

ra

n

g

6

5

65

0

Ja

ra

n

g

2

.

Rh

izo

po

ra

m

uc

ro

na

ta

9

3

93

0

Ja

ra

n

g

1

3

0

18

00

S

ed

an

g

1

5

3

15

30

S

an

ga

t

P

ad

at

TOT

AL

1

3

4

13

40

S

e

d

a

n

g

1

8

8

18

80

S

a

n

g

at

P

a

d

at

2

1

8

21

80

S

a

n

g

at

P

a

d

at

Pada Stasiun 2 Untuk kategori

sapling terdapat dua jenis mangrove yaitu,

berada diurutan pertama adalah Rhizopora

mucronata dengan kerapatan jenis 1300

ind/ha, pada posisi kedua ditempati oleh

jenis Rhizopora apiculata dengan

kerapatan jenis 580 ind/ha.

Pada stasiun 3 Untuk Kategori

sapling ditemukan dua jenis mangrove

yaitu jenis Rhizopora mucronata yang

merupakan spesies yang mendominasi

pada setiap stasiun dengan tingkat

kerapatan sebesar 1080 ind/ha, urutan

terakhir yaitu jenis Rhizopora apiculata

dengan tingkat kerapatan sebesar 720

ind/ha. Untuk lebih jelasnya lagi dari

stasiun 1 sampai dengan stasiun 3 dapat

dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 7. Hasil analisis Komunitas

Mangrove kriteria Anakan pada

Stasiun 1 sampai dengan stasiun

3.

Gambar 5. Kerapatan jenis (%) spesies

mangrove kategori Anakan

(sapling) pada stasiun 1

sampai dengan stasiun 3

c. Kerapatan Jenis Mangrove Kategori

Semai (Seedling)

Pada stasiun 1 kategori mangrove

unuk semai hanya ditemukan dua jenis,

mangrove yang ditemukan yaitu

Rhizopora mucronata dengan kerapatan

jenis sebesar 24.000 ind/ha, sealanjutnya

yaitu jenis Rhizopora apiculata dengan

kerapatan jenis sebesar 7000 ind/ha.

Sedangkan untuk semai yang

ditemukan pada stasiun 2 hanya ada dua

jenis semai yaitu Rhizopora muronata

dengan kerapatan jenis sebesar 21.000

ind/ha dan yang kedua jenis Rhizopora

apiculata dengan kerapatan jenis sebesar

14.000 ind/ha.

untuk mangrove kategori semai

ditemukan ada 2 jenis yang terdapat pada

stasiun 3 yaitu berada diurutan pertama

adalah jenis Rhizopora muronata yaitu

tingkat kerapatan nya sebesar 34.000

ind/ha, dan urutan terakhir yaitu jenis

Rhizopora apiculata dengan tingkat

kerapatan sebesar 16.000 ind/ha. untuk

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

Rhizopora

Mucronata

Rhizopora

Apiculataker

ap

ata

n%

KATEGORI ANAKAN (Sapling)

N

O

.

Jenis Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

I

n

d

Kera

patan

I

n

d

Kera

patan

I

n

d

Kera

patan

1. Rhizo

pora

apicu

lata

2

0

800 2

9

1160 1

8

720

2. Rhizo

pora

mucr

onata

3

5

1400 3

4

1360 2

7

1080

TOTAL 5

5

2200 6

3

2520 4

5

1800

lebih jelasnya dapat dilihat pada table

dibawah ini :

Tabel 8. Hasil analisis Komunitas

Mangrove kriteria Semai

(Seedling) pada Stasiun 1

sampai dengan Stasiun 3

Gambar 6. Kerapatan Jenis (%) Spesies

Mangrove Kategori

Kategori semai (Seedling)

pada Stasiun 1 sampai

dengan Stasiun 3

4. Analisis jenis biota Mangrove

Menurut Rusila et al. (2006)

mangrove merrupakan habitat berbagai

jenis satwa liar seperti primata, reptilia,

dan burung. Selain sebagai tempat

berlindung dan menari makan, mangrove

juga tempat berkembang biak bagi burung

air, berbagai jenis ikan dan udang, perairan

mangrove juga merupakan tempat ideal

sebagai daerah asuhan, tempat mencari

makan dan pembesaran anak.

Pengamatan biota-biota yang

terdapat pada hutan mangrove yang

ditemui pada saat melakukan pengamatan

di lapangan maupun wawancara kepada

masyarakat yang tinggal di sekitar

ekosistem mangrove di perairan Pantai

Lola terdiri atas biota aquatik dan biota

darat, adapun biota akuatik.

Dengan adanya biota-biota yang

berasosiasi di ekosistem mangrove sangat

lah diperlukan dalam rantai makanan,

selain itu juga dapat menjadi bahan

indikator untuk dijadikannya penadangan

kawasan konservasi di perairan Pantai

Lola, dan juga kita dapat mengenal alam

disekitar kita dan dapat menjadi

pengalaman yang menyenangkan. Untuk

lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Analisis Jenis Biota Mangrove.

N

o.

Objek

Biota

Nama

local/Nama

ilmiah

Stasiun

I II II

I

1.

Ikan

Gelodok

(Periopthala

mus sp.)

belanak

(Mugil

dosumieri)

+

-

+

+

-

+

+

+

+

0

5000

10000

15000

20000

25000

30000

35000

Rhizopora

Mucronata

Rhizopora

Apiculataker

ap

ata

n%

KATEGORI SEMAI (Seedling)

N

O

.

Jenis Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

I

n

d

Kera

patan

I

n

d

Kera

patan

I

n

d

Kera

patan

1. Rhizo

pora

apicu

lata

7 7000 1

4

1400

0

1

6

1600

0

2. Rhizo

pora

mucr

onata

2

4

2400 2

1

2100

0

3

4

3400

0

TOTAL 3

1

3100

0

3

5

3500

0

5

0

5000

0

ikan

sembilang

(Polonotus

canius)

2. Crustase

a

kepiting

bakau (Scylla

serrata)

kepiting

rajungan

(Portumus

pelajicus)

Udang putih

(Panaeus

merguesis)

+

+

+

+

-

-

+

+

-

3. Gastropo

da

kerang bakau

(Polymesoda

bengalensis)

+ + +

siput isap

(Potamididae

)

+ + +

4.

Reptil

ular bakau

(Chrysopelea

sp.)

-

+

+

biawak

(Varanus

salvator)

+ - +

5.

Burung

bangau putih

(Bubulcus

ibis kuntul)

+ + +

elang laut

(Haliaeetus

leuogaster)

+ + +

madu bakau

(Leptooma

alostetha)

+ + +

6.

Mamalia

monyet ekor

panjang

(Macaca

fascicularis)

- - +

tupai (Tupaia

javania).

+ - +

Keterangan : + = Ditemukan

- = Tidak ditemukan

Menurut Arief (2003) organisme yang

mencirikan kawasan ekosistem mangrove

adalah ikan glodok yang mampu terbang

meloncat-loncat dengan cepat.

Sebagaimana kita ketahui kawasan

ekosistem mangrove bersifat unik, yakni

sebagai penghubung antara lautan dan

daratan. Organisme yang menetap

dikawasan ekosistem mangrove

kebanyakan hidup pada substrat sampai

lumpur, misalnya perakakaran pohon-

pohon mangrove serta fauna-fauna yang

hidup pada substrat dengan cara berendam

dalam lubang lumpur, berapa pada

permukaan substrat ataupun menempel

pada perakaran pohon mangrove ketika air

surut mereka turun untuk mencari makan.

Selain itu keberadaan burung juga

memberikan nilai tambah pada saat

melakukan penelitian pada ekosistem

Mangrove.

5. Aksesibilitas

Aksesibilitas dinilai dengan

mengadopsi matriks kesesuaian ekowisata

digunakan Murni (2000) dalam Bahar

(2004). Penilaian dikelompokkan menjadi

4 ketentuan dan dilakukan dengan

pengamatan seara keseluruhan lokasi,

bukan perstasiun. Hasil penilaian untuk

aksesibilitas di Desa Gunung Kijang yaitu

memenuhi semua ketentuan yang telah

ditetapkan oleh Murni (2000). Akses jalan

untuk menuju ke Desa Gunung Kijang

sudah bagus walau tidak sepenuhnya, jalan

termasuk kategori aspalisasi, alternatif

jalan menuju lokasi lebih dari satu dan

terdapat sarana pendukung seperti dermaga

namun untuk terminal belum ada, dan juga

banyaknya alat angkut menuju kelokasi.

6. Potensi Ekosistem Mangrove untuk

Pencadangan Kawasan Konservasi

Analisis potensi ekosistem

Mangrove mengadopsi metode dari

Yulianda (2007) dalam Rozalina (2014).

Metode Yulianda (2007) diadopsi dengan

pendekatan biologi mangrove seperti

ketebalan, kerapatan, jenis dan kelompok

jenis mangrove, serta biota asosiasi. Kedua

metode tersebut digabungkan dan

ditambah dengan asesibilitas kawasan.

Adapun analisis kesesuaian pencadangan

kawasan konservasi mangrove ditampilkan

pada Tabel 10.

Tabel 10. Analisis kesesuaian kawasan

untuk konservasi mangrove.

N

O.

Kriteria Bob

ot

Hasil Sk

or

Juml

ah

1. Kerapata

n

mangrov

e

(100m²)

4 18ind/

4 16

2. jenis

mangrov

e

5 1kelom

pok

1 5

3. Jumlah

vegetasi

mangrov

e

4 2spesie

s

2 8

4. Ketebala

n

mangrov

e (m)

5 51m 2 10

5. Objek

biota

3 7

kelomp

ok jenis

biota*

4

ketentu

an

4

12

6. Aksesibi

litas

3 4

ketentu

an

4 12

Indeks kesesuaian Konservasi 63

Sumber : Data primer.

Jenis Biota*(ikan, burung, reptil, crustaea,

mamalia, moluska, dan udang)

Tabel 10 menunjukkan nilai indeks

kesesuaian wisata untuk konservasi

mangrove di Desa Gunung Kijang yaitu

63. Dari hasil perhitungan berdasarkan

tabel Analisis kesesuaian kawasan untuk

konservasi mangrove disetiap kriteria yang

diukur maka Desa Gunung Kijang

tergolong pada interval kelas kategori

sesuai bersyarat (SB) untuk dijadikan

pencadangan kawasan konservasi

mangrove.

Maka sebelum dijadikan kawasan

konservasi harus dilakukan penanaman

ulang dikarenakan kondisi hutan mangrove

di perairan Pantai Lola mempunyai tingkat

kerapatan yang tinggi tetapi memiliki

ketebalan yang cukup rendah serta

memiliki keanekaragaman jenis mangrove

yang rendah. Metode yang tepat digunakan

untuk melakukan reboisasi di Perairan

Pantai Lola adalah melalui pelestarian dan

pemeliharaan hutan mangrove agar tetap

lestari, serta melakukan penanaman bibit

mangrove kembali dan juga dilakukan

pengawasan atau monitoring.

B. Potensi Sosial Masyarakat Dalam

Kegiatan Konservasi

Dilakukan wawancara langsung

kepada masyarakat yang tinggal didaerah

pantai lola kecamatan gunung kijang, rata-

rata mata pencarian masyarakat di daerah

ini adalah sebagai nelayan, swasta, dan

buruh. Dalam pengumpulan data penduduk

didapatkan jumlah KK (Kepala Keluarga)

sebanyak 63 KK.

Dan diambil sebanyak 39 KK

sebagai sampel penelitian didalam ruang

lingkungan hidup masyarakat.dan

didapatkan data pekerjaan masyarakat di

Desa Galang Batang sebanyak 13 orang

bekerja sebagai nelayan, 13 orang bekerja

sebagai karyawan swasta, dan 13 orang

lagi bekerja sebagai buruh. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14. Pekerjaan (%) masyarakat

Desa Gunung Kijang

1. Tingkat Pengetahuan tentang

pencadangan kawasan

konservasi

Pada Tingkat Pengetahuan

melalui wawancara langsung kepada

masyarakat setempat khususnya

masyarakat RT 05 Desa Gunung Kijang

menunjukkan bahwa sebagian besar

masyarakat mengetahui tentang

peningnya peranan hutan mangrove

untuk dijadikan area pencadangan kawasan

konservasi demi melestarikan alam dan

juga meningkatkan perekonomian

Khususnya para nelayan yang

menggantungkan hidupnya pada ekosistem

mangrove. Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada Gambar 15.

Gambar 7. Persentase % Tingkat

Pengetahuan Masyarakat

Desa Gunung Kijang Tentang

Pencadangan Kawasan

Konserasi.

2. Tingkat kesadaran masyarakat

Pada tingkat kesadaran masyarakat

didapatkan hasil wawancara masyarakat

Desa Gunung Kijang RT 005

menunjukkan hasil bahwa sebagian

masyarakat setuju dengan penegakan

hukum yang akan diberlakukan di daerah

tersebut dengan harapan masyarakat dapat

memanfaatkan ekosistem mangrove

dengan sebaik-baik nya tanpa merusak

hutan mangrove, sehingga hutan mangrove

nantinya akan lestari dan tetap terjaga.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

gambar 8.

Gambar 9. Persentase % Tingkat

Kesadaran Masyarakat Desa

Gunung Kijang Tentang

Pencadangan Kawasan

Konserasi.

3. Tingkat Partisipasi Masyarakat

Tingkat partisipasi masyarakat

setempat dalam pemanfaatan hutan

mangrove diperairan Pantai Lola,

masyarakat adalah salah satu faktor yang

sangatlah penting didalam perencanaan

pencadangan kawasan konservasi hutan

47%53%

masyarakat yang

belum mengetahui

Masyarakat yang

mengetahui

58%

42%Setuju dengan diberlakukan

nya hukum

tidak setuju dengan

diberlakukannya hukum

33%

33%

34%

34%

Buruh Nelayan Pegawai

Per

sen

tase

(%

)

mangrove dimana seperti yang kita

ketahui, masyarakat tidak semuanya

memanfaatkan hutan mangrove ada yang

memanfaatkannya untuk berwisata,

memanfaatkan biota lautnya dan ada juga

yang memanfaatkan kayunya saja. dengan

demikian dapat kita simpulkan sebagian

besar masyarakat setempat telah

berpartisipasi atau mendukung dengan

adanya pelestarian ekosistem mangrove

diPerairan Pantai Lola. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada gambar 17.

Gambar 10. Persentase % Tingkat

Partisipasi Masyarakat Desa

Gunung Kijang dalam

kegiatan Pencadangan

Kawasan Konserasi.

III. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian

yang telah dilakukan di wilayah

Perairan Pantai Lola, Desa Gunung

Kijang, dapat disimpulkan sebagai

berikut :

1. Berdasarkan hasil potensi bio-fisik

untuk pencadangan kawasan

konservasi dari 3 stasiun

pengamatan didapatkan hasil yang

masuk dalam kategori sesuai

bersyarat (SB) untuk dijadikannya

kawasan konservasi di daerah

Pantai Lola, Desa Gunung Kijang,

Kabupaten Bintan, Kepulauan

Riau.

2. Tingkat pengetahuan, tingkat

kesadaran, dan juga tingkat

partisipasi masyarakat Desa

Gunung Kijang tentang kegiatan

pencadangan kawasan konservasi

sebagian besar masyarakat telah

mengetahui pentingnya menjaga

ekosistem mangrove demi

kelestarian yang akan

meningkatkan perekonomian

masyarakat setempat. masyarakat

juga sadar tentang apa yang

merusak dan melanggar hukum

tentang hutan mangrove dan juga

sebagian masyarakat telah

berpartisipasi secara langsung

maupun tidak langsung dalam

upaya pelestarian hutan mangrove

sebagai pencadangan kawasan

konservasi di Perairan Pantai Lola,

Desa Gunung Kijang, Kabupaten

Bintan, Kepulauan Riau.

B. Saran

a. Perlu dilakukannya pengawasan

mangrove (monitoring) di

Perairan Pantai Lola, Desa

Gunung Kijang, Kabupaten

Bintan guna menjaga kelestarian

ekosistem mangroveagar bisa

dijadikan kawasan konservasi

ekosistem mangrove.

b. Perlu dilakukan sosialisasi untuk

masyarakat agar meningkatkan

kesadaran masyarakat tentang

pentingnya ekosistem mangrove

di Perairan Pantai Lola, Desa

Gunung Kijang, Kabupaten

Bintan, Provinsi Kepulauan Riau

52%48%

masyarakat yang

berpartisipasi

masyarakat yang

tidak berpartisipasi

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Dwi Setyawan 2008, Buku Ajar :

Biodiversitas ekosistem Mangrove

di Jawa ; Tinjauan Pesisir utara

dan Selatan Jawa Tengah ; Pusat

Penelitian dan Pengembangan

Bioteknologi, Universitas Sebelas

Maret, Surakarta

Ahmad Dwi Setyawan, S.Si, Ari

Susilowati, M.Si, Drs. Sutarno,

M.Sc., Ph.D 2002, Biodiversitas

Genetik, Spesies dan Ekosistem

Mangrove di Jawa ; Jurusan

Biologi ; Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam ;

Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Anugrah Nontji 2007, Laut Nusantara,

Penerbit Djambatan, Jakarta

Bahar, Ahmad, 2004, Kajian kesesuaian

dan Daya Dukung Ekosistem

Mangrove untuk Pengembangan

Ekowisata di Gugus Pulau

Tanakeke Kabupaten Takalar

Sulawesi Selatan, Tesis, Sekolah

Pasca Sarjana Program study

pengelolaan sumberdaya pesisir

dan lautan, institute Pertanian

Bogor. Di Kutip Pada april 04,

2016, 15:26:28 PM,

http://IPB.ac.id/

Kajiankesesuaiandandayadukunge

kosistemmangrovepdf.

Bengen, D.G. 2001. Pedoman Teknis

Pengenalan dan Pengelolaan

Ekosistem Mangrove. Pusat

Kajian Sumberdaya Pesisir dan

Lautan – Institut Pertanian

Bogor. Bogor, Indonesia.

Bengen, D.G. 2004. Pedoman Teknis.

Pengenalan dan Pengelolaan

Ekosistem Mangrove. PKSPL-

IPB, Bogor

Bengen, D.G., 2000. Pedoman Teknis

Pengenalan dan Pengelolaan

Ekosistem Mangrove. Pusat

Kajian Sumber daya Pesisir dan

Lautan (PKSPL) IPB. Bogor. 59

hal.

Bibby, C. Jones, M. Marsder, S. 2000.

Teknik-Teknik Ekspedisi

Lapangan : Survey Burung.

SMKG Mardi Yuana. Bogor.

Dahuri,R. 2003. Keanekaragaman Hayati

Laut , Aset Pembangunan

Berkelanjutan Indonesia. PT

Gramedia Pustaka Utama,

Jakarta.

DKPPKE Kota Tanjungpinang. 2012.

Laporan Akhir Penyusunan

Rencana Zonasi dan rencana

Pengelolaan Kawasan Habitat

Gonggong (Strombus sp.) Kota

Tanjungpinang. Dinas Kelautan

Perikanan Pertanian Kehutanan,

dan Energi.

Duke,D.L., (1992). Australian Perpectives

in lifelong education. Melbourne:

Australian Councill for Education

Research

Effendi, 2003. Telaah kualitas air bagi

pengelolaan sumberdaya dan

lingkungan perairan.

Fachrul, Melati Ferianita. 2007. Metode

Sampling Bioekologi. Jakarta:

Bumi Aksara

Feronika, Foltra, 2011, Studi Kesesuaian

Ekosistem Mangrove Sebagai

Objek Ekowisata Di Pulau Kapota

Taman Nasional Wakatobi

Sulawesi Tenggara, Skripsi,

Jurusan Ilmu Kelautan

Universitas Hasanuddin. Di kutip

pada januari 21, 2016, 23:51:41

PM.

Hhtp://repository.unhas.a.id/handl

e /12456789/261/

Kementrian Mentri Negara Lingkungan

Hidup Nomor : 201 Tahun 2004,

tentang tingkat kerusakan hutan

mangrove

Kolehmainen j, Norio R, Kivitie-kallio S,

Tanvanainen E,de la Chapelle A,

Lehesjoki A-E (1973) Refined

mapping of the cohen syndrome

gene by linkage disequilibrium.

Eur Jhum Genet 5:206-213

Noor,R,Y. , M.khazali I N.N

Ng, P.K.L. and N. Sivasothi (ed.). 2001. A

Guide to Mangroves of

Singapore. Volume 1: The

Eosystem and plant Diversity

and Volume 2: Animal

Diversity. Singapore: The

Singapore Science Centre.

Noor, Y.R., Khazali, M. dan Suryadiputra,

I. N. N. 1999. Panduan

Pengenalan Mangrove di

Indonesia. PKA/ WI-IP, Bogor

Nybakken, J.W., 1992. Biologi Laut Suatu

Pendekatan Ekologis. PT.

Gramedia Pustaka Utama.

Jakarta. Indonesia.

Peristiwady, T. 2006. Ikan-Ikan Laut

Ekonomis Penting Di Indonesia.

LIPI Press. Jakarta

Romimohtarto. K dan Juwana. S. 2001.

Biologi Laut, Ilmu Pengetahuan

Tentang Bilogi Laut. Djambatan.

Jakarta.

Romimohtarto. K, dan Juwana. S., 1999.

Biologi Laut Ilmu Pengetahuan

tentang Biota Laut. P3O-LIPI.

Jakarta.

Rozalina, N. 2014, Kesesuaian Kawasan

Untuk Pengembangan Ekowisata

Mangrove Berdasarkan Biofisik

Di Desa Tembeling Keamatan

Teluk Bintan Kabupaten Bintan,

Skripsi, Program Studi

Manajemen Sumberdaya Perairan

Universias Maritim Raja Ali Haji.

Rusila, Noor,,Khaali, M,,Suryadiputra,j,

Paduan Pengenalan Mangrove di

Indonesia, Bogor, Oktober, 2006.

SNM (Strategi Nasional Mangrove). 2003.

Strategi Nasional Pengelolaan

Mangrove di Indonesia (Draf

Revisi); Buku II: Mangrove di

Indonesia. Jakarta: kantor

menteri Negara Lingkungan

Hidup.

Soedjarwo, L.1979. Pengukuran Pohon.

Gramedia. Bandung.

Supriharyono, M. S. Dr. Ir. 2002.

Pelestarian dan Pengelolaan

Sumber Daya Alam di Wilayah

Pesisir Tropis. PT Gramedia

Pustaka Utama. Jakarta.

Tuwo, Ambo, 2011, Pengelolaan

Ekowisata Pesisir dan

Laut,nPendekatan Ekologi,

Sosial-Ekonomi, Kelembagaan,

dan Sarana Wilayah, Brillian

Internasional Surabaya.

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990

Tentang Konservasi Sumber Daya

Alam Hayati dan Ekosistemnya.

1990.www.dephut.go.id/.../UND

ANG- [Diakses tgl 4 Agustus

2011].

Wantasen, Adnan. 2002. Kajian potensi

sumberdaya hutan mangrove di

desa talise kabupaten minahasa,

sulawesi utara. Institut pertanian

bogor

http://tumoutu.net/70205123/ad

nanwantasenpdf (Diakses

tanggal 15 mei 2016)

Yakup, M. 2010. Studi Kesesuaian

Ekowisata Ekosistem Mangrove

di Dusun Tappina Kecamatan

Binuang Kabupaten Polewali

Mandar Provinsi Sulawesi

Barat. Skripsi. Universitas

Hasanuddin Makassar.

Makassar.

Yayasan mangrove. 1993. Strategi

Nasional pengelolaan mangrove

diindonesia. Kerjasama dengan

kementrian negara lingkungan

hidup, Departemen Kehutanan,

Lembaga ilmu pengetahuan

Indonesia (LIPI) dan

Departemen Dalam Negri.

Jakarta.

Yulianda, F. 2006. Ekowisata Bahari

Sebagai Alternatif Pemanfaatan

Sumberdaya Pesisir Berbasis

Konservasi.. Makalah Seminar

Sehari Pengelolaan Sumberdaya

Pesisir dan Laut, Institut

Pertanian Bogor.

Yulianda, F. 2007. Ekowisata Bahari

Sebagai Alternatif Pemanfaatan

Sumberdaya Pesisir Berbasis

Konservasi. Seminar Sains

Departemen Manajemen

Sumberdaya Perairan. Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan.

IPB- Bogor.

Yulianda, Fredinan,, hutabara, Armin

Ambrosius,, Fahrudin, Ahmad,,

Hareti, Sri,, Kusharjani, 2010,

Pengelolaan Pesisir Dan Laut

Secara Terpadu, PUSDIKLAT

Kehutanan – Departemen

Kehutanan RI SEEM – Korea

International ooperation

Agency, Bogor.

Yus Rusila Noor, M. Khazali, I N.N.

Suryadiputra 2006, Panduan

Pengenalan Mangrove di

Indonesia, PHKA/WHP, Bogor.