ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · sebagian yang...
TRANSCRIPT
vi
Perwakafan Tanah Milik Di Indonesia Dan
Seluk Beluk Wakaf Di Mesir Penulis dan Penyunting: Dr. Ahmad Sudirman Abbas, M.A
Cover dan Layout: Wening Untoro
Tata Letak : M. Edwin
Pracetak: Tim Syariah
Diterbitkan Oleh:
Penerbit Anugrahberkah Sentosa Perum. Griya Alam Sentosa, Blok O-3 No. 10
Bogor, Jawa Barat
Telp & Faks. (021) 82494145
Email : [email protected]
Cetakan pertama, Mei 2017
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.
vii
KATA PENGANTAR
Memulakan pekerjaan dengan menyebut asma
Allah dan berkat inayah-Nya penulisan :
“PERWAKAFAN TANAH MILIK DI INDONESIA
DAN SELUK BELUK WAKAF DI MESIR” dapat
dirampungkan. Bekal perjalanan panjang menempuh rute
Ilahi mempunyai berbagai cara untuk melakoninya,
antara lain menciptakan kebajikan bagi sesama hamba
Allah melalui program wakaf harta benda yang bersifat
langgeng pahalanya dan produktif manfaatnya. Diantara
jenis harta yang memiliki daya manfaat permanen bahkan
berpeluang tumbuh berkembang adalah “Tanah Milik”.
Allah SWT melalui Rasulnya menegaskan bahwa
salah satu pahala mengalir tanpa terputus ialah “Sedekah
Jariyah”, berupa harta benda yang dimanfaatkan untuk
kebaikan terutama ibadah kepada Allah. Dari sekian jenis
sedekah jariyah itu, wakaf tanah milik orang yang
viii
dipergunakan Masjid, Mushalla, Langgar, Surau,
Madrasah, bangunan pendidikan, Pesantren, Mejelis
Ta‟lim dan semisalnya merupakan bentuk perbuatan
yang berpahala terus menerus sepanjang sesuatu
peruntukkan termasuk tanah perkuburan atau
pemakaman.
Untuk mengokohkan kedudukan wakaf yang
bernilai ibadah nan sakral itu, pemerintah menerbitkan
beberapa peraturan perundang-undangan agar keutuhan
dan keberlangsungan benda wakaf terjamin serta
terlindungi. Oleh karenanya didalam tulisan ini
dipaparkan secara kronologis kedudukan ditinjau dari
hukum agraria.
Selanjutnya melengkapi paranan wakaf bagi
masyrakat dari sisi kesejahteraan hidup mereka diberikan
pula gambaran deskriptif perihal wakaf produktif di
Negara Mesir.
ix
Tulisan kecil yang bersifat ulasan ini
dipersembahkan bagi para putra-putri tercinta :
Fauzi ahmad (L. 1997)
Fauziyyah Ahmad (L. 1998)
Fakhry Ahmad (L. 2001)
Fayyad Ahmad (L. 2004)
Faddad Ahmad (L. 2007)
Fannan Ahmad (L. 2007)
Semoga mereka mampu berbuat kebajikan yang bersifat
langgeng searah kelanggengan wakaf itu sendiri, dan bagi
penulis menjadi predikat anak shaleh bagi kedua orang tua
termulia (H. Abbas Hasan dan Hj. Raudah Ramli) Aamiin.
Wallahu A’lam Bishawaab
Jakarta, 15 Rabiul Saniah 1430 H / 9 Juni 2009 M
Dr. Ahmad Sudirman Abbas, M.A.
x
DAFTAR ISI
BAB I
PERWAKAFAN TANAH MILIK DALAM SISTEM
HUKUM DI INDONESIA, 5
Perwakafan Tanah Menurut Hukum Islam, 11
Perwakafan Tanah Menurut Hukum Adat, 23
Pengaturan Tentang Perwakafan Tanah Dalam Hukum
Agraria, 30
Penutup, 42
BAB II
PROSES PENGELOLAAH DAN DASAR HUKUM
WAKAF MESIR, 45
Pelaksanaan Wakaf, 46
Dasar Hukum Pengelolaan Wakaf Mesir, 47
Risalah Wakaf, 49
Pengelolaan Wakaf Di Mesir, 52
BAB III
KEMENTERIAN WAKAF MESIR, 54
Sejarah Kementerian Wakaf Mesir, 55
Struktur Dan Uraian Tugasnya, 56
Peranan Kementerian Wakaf Mesir, 59
Badan Wakaf Mesir, 62
BAB IV
REKOMENDASI, 64
2
Salah satu masalah penting dan perlu ditelaah,
dilihat dari segi pertautan antara hukum Islam dan hukum
agraria adalah masalah perwakafan tanah milik. Karena
wakaf merupakan suatu lembaga keagamaan dibidang
keagrariaan yang dapat digunakan kehidupan sebagai
sarana untuk pengembangan kehidupan keagamaan
khususnya bagi umat yang beragama Islam dalam rangka
mencapai kesejahteraan masyarakat bidang spiritual dan
material menuju masyarakat yang adil dan makmur
berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.1
Mengingat pentingnya persoalan wakaf tanah milik
ini, maka undang-undang No. 5 tahun 1960 tentang
peraturan dasar pokok-pokok agraria yang sering juga
1 Lihat konsideran serta penjelasan umum PP No. 28 tahun 1977
tentang perwakafan tanah millik. Bandingkan dengan tafsiran Prof. Hazairin atas pasal 29 UUD 1945 yang antara lain menyebutkan bahwa : Negara RI wajib menjalankan syariat Islam bagi orang Islam, syariat nasrani bagi oranng nasrani dan syariat hindu bali bagi orang bali, sekdera
menjalankansyariat itu memerlukan perantara kekuasaan negara, Hazairin, Demokrasi Pancasila (Jakarta: Tintamas), 1973, hlm. 19.
3
disebut dengan UUPA telah memberikan jaminana
khusus terhadap persoalan ini didalam pasal 49 ayat (3)
yang berbunyi bahwa perwakafan tanah milik dilindungi
dan diatur oleh Peraturan Pemerintah. Akan tetapi, sejak
diundangkannya UUPA pada tanggal 24 September
1960, Peraturan Pemerintah yanng dimaksud oleh pasal
49 ayat (3) UUPA tersebut baru dapat dikeluarkan
setelah tujuh belas tahun kemudian yaitu dengan
dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun
1977 (L.N 1977 No. 38) tanggal 17 Mei 1977 Tentang
Perwakafan Tanah Milik.
Selama kurun waktu yang cukup lama tersebut, ada
peraturan pemerintah yang dimaksud telah dirasakan
sebagai suatu perwakafan tanah milik telah lama
berlangsung di Indonesia, baik yang berada dibawah
pengawasan perorangan maupun berada dibawah
4
organisasi-organisasi Islam. Sebagai akibat dari belum
adanya pengaturan yang tepat dan cermat ketika itu,
sering kali terjadi sengketa atas tanah-tanah wakaf yang
ditimbulkan oleh penyimpangan-penyimpangan dari
hakikat dan tujuan wakaf itu sendiri. Banyak kejadian
yang menimbulkan hilangnya tanah-tanah wakaf untuk
kemudian seolah-olah menjadi perseorangan dari para
ahli waris pengurus (nadzir atau mutawali). Hal itu
disebabkan karena kebanyakan dari harta wakaf ketika
itu yang berupa tanah masih harus diatas namakan
perseorangan dan tidak mempunyai kedudukan resmi
sebagai harta wakaf.
Kejadian-kejadian tersebut diatas telah
menimbulkan keresahan dikalangan umat beragama,
khususnya mereka yang beragama Islam dan bisa
mengurus kearah antipati. Dilain pihak, banyak terjadi
5
persengketaan-persengketaan tanah karena status tanah
yang tidak memperoleh pengaturan yang tepat dan
akurat, maka hal itu tidak saja berakibat mengurangi
kesadaran beragama dari mereka yang menganut agama
Islam, bahkan lebih jauh dari pada itu dapat menghambat
usaha-usaha pemerintah untuk menggalakkan semangat
dan bimbingan kewajiban kearah beragama, sebagaimana
terkandung dalam ajaran pancasila dan ketetapan majelis
permusyawaratan rakyat No. IV/MPR/1978.2
Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah
Nomor 28 Tahun 1977 tersebut dan berbagai Peraturan
Pelaksanaan lainnya telah terjadi suatu perubahan besar
dalam bidang hukum yang mengatur perwakafan tanah
milik ini, oleh karena persoalan tersebut telah diatur dan
diterbitkan banar-benar memenuhi hakikat dan tujuan
2 Penjelasan PP No. 28 Tahun 1977
6
perwakafan tanah milik sesuai ajaran Islam. Dengan
demikian, adanya peraturan yang dimaksud dapat
diharapkan bahwa persoalan tersebut tentang perwakafan
tanah bisa diselesaikan menurut ketentuan yang berlaku
menurut proporsi yang sebenarnya.3
Apabila diperhatikan ketentuan-ketentuan dalam
PP No. 28 tahun 1977 tersebut, dapat kita ketahui bahwa
yang dimaksudkan dengan wakaf dalam hal ini adalah
perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang
memisahkan sebahagiaan dari harta kekayaannya yang
berupa tanah milik dan melembagakannya untuk selama-
lamanya untuk kepentingan peribadatan dan keperluan
umum lainnya sesuai dengan ajaran agama Islam.4
Dengan demikian, wakaf yang diatur dalam peraturan
3 Abdurrahman, Masalah Perwakafan Tanah Milik dan Kedudukan
Tanah Wakaf di Negara Kita, (Bandung: Alumni, 1970), hlm. 3. 4 Pasal 1 PP No. 28 Tahun 1977
7
pemerintah ini adalah wakaf umum yang benar-benar
dapat dinikmati hasilnya oleh masyarakat secara luas dan
dapat merupakan salah satu sarana untuk
menyelenggarakan masyarakat, baik dibidang sosial
ekonomi, pendidikan, kebidayaan maupun keagamaan.
Disamping wakaf umum atau wakaf sosial, dikenal
juga adanya wakaf khusus atau wakaf ahli, akan tetapi
tidak diatur dalam peraturan tersebut untuk perwakafan
ini. Perwakafan yang belakangan ini dianggap sebagai
peralihan hak kepada para anggota keluarga bersama,
yang tunduk dari perturan-peraturan biasa dari peraturan
hukum pertahanan. Atau dianggap sebagai penyisihan
harta kekayaan untuk mendirikan harta kekayaan untuk
mendirikan suatu yayasan. Hal mana tidak mungkin
dilakukan kalau tanahnya itu tanah milik dan yayasan
tersebut tidak termasuk badan hukum sosial atau agama
8
yang diperbolehkan mempunyai hak milik.5 Apabila
wakaf khusus atau wakaf ahli itu disamakan dengan
wakaf sosial, sudah tentu orang dengan mudah dapat
menghindarkan diri dari ketentuan-ketentuan pasal 21
ayat (3) dan pasal 26 ayat (2) UUPA.
Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28
tahun 1977 itu juga dinyatakan bahwa tanah yang dapat
diwakafkan hanyalah tanah hak milik saja, tidak dengan
hak-hak atas nama yang lainnya seperti hak guna usaha,
hak guna bangunan, hak pakai dan sebagainya. Rasio dari
pembatasan yang demikian adalah bahwa hak milik
merupakan hak yang bersifat turun temurun, terkuat dan
terpenuh. Sedangkan hak-hak lainnya mempunyai jangka
waktu terbatas. Oleh karena itu sifat perwakafan tersebut
5 Boedi Harsono, Undang-undang Pokok Agraria, (Jakarta:
Djambatan, 19...), jilid II, hlm. 214. Selanjutnya badan-badan sosial yang
diperbolehkan mempunyai hak milik itu diatur dalam PP No. 33 Tahun 1968. Khusus untuk Bank diatur dalam Kep. Pres No. 14 Tahun 1970.
9
untuk selama-lamanya atau berlangsung abadi, maka
tanah-tanah yang mempunyai jangka waktu terbatas itu
tidak mungkin dapat diwakafkan.
Pengaturan lain dicantumkan melalui ketentuan
pidana Bab V yang terdiri dari pasal 14 dan pasal 15
Peraturan Pemerintah. Bagi mereka yang melakukan
perbuatan melanggar ketentuan-ketentuan dalam
peraturan tersebut, akan dikenakan sanksi pidana berupa
hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan atau
denda sebesar Rp 10.000,- (sepuluh ribu rupiah).
Terlepas dari berat ringannya sanksi yang dapat
dijatuhkan bagi setiap pelanggar ketentuan tersebut, ada
suatu hal yang perlu dicatat dalam peraturan terulang
perwakafan tanah milik ini tidak lagi hanya dipandang
sebagai suatu lembaga keagamaan yang bersandar pada
hukum Islam semata dan hanya merupakan urusan
10
keagamaan dengan sanksi di akhirat kelak. Akan tetapi,
sudah ditingkatkan kedudukan sebagai lembaga formal
didalam hukum agraria nasional, walaupun tidak lagi
memakai stempel hukum Islam. Ini merupakan contoh
kongrit yang membuktikan hukum Islam mempunyai
peranan penting dalam pembentukan hukum nasional
serta dapat berfungsi sebagai salah satu sumber hukum
dalam pembentukan hukum nasional kita.
PERWAKAFAN TANAH MENURUT
HUKUM ISLAM
Ajaran Islam sebagaimana kita ketahui
mengajarkan setiap orang Islam yang memiliki harta
kekayaan agar menggunakan hartanya itu untuk
memenuhi hajat pribadi dan hajat keluarga yang menjadi
tanggungannya, serta disalurkan pula kepada orang-orang
11
yang memerlukan. Kenyataan ini didasarkan pada firman
Allah SWT dalam Q.S. An-Nahl/16:71;
ى ى ائ ائ ەئ ەئ وئوئ ۇئ ۇئ ۆئ ۆئ
ۈئ ۈئ ېئ ېئ ېئ ىئ ىئ ىئی ی ی
ی جئ
Artinya : Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari
sebagian yang lain dalam hal rezki, tetapi orang-orang
yang dilebihkan (rezkinya itu) tidak mau memberikan
rezki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki,
agar mereka sama (merasakan) rezki itu. Maka mengapa
mereka mengingkari nikmat Allah?.6
ۇ ۆ ۆ ۈ ۈ ٴۇ ۋ ۋ
ى ائ ۅ ۅ ۉ ۉ ې ې ې ې ى
ۈئ ېئ ائ ەئ ەئ وئ وئۇئ ۇئ ۆئ ۆئ ۈئ
ېئ ېئ ىئ ىئ ىئ ی ی ی ی
6 Ayat ini merupakan salah satu dasar ukhuwah dan persamaan
dalam Islam
12
Artinya : Jika Dia meminta harta kepadamu lalu
mendesak kamu (supaya memberikan semuanya) niscaya
kamu akan kikir dan Dia akan menampakkan
kedengkianmu. Ingatlah, kamu ini orang-orang yang
diajak untuk menafkahkan (hartamu) pada jalan Allah.
Maka di antara kamu ada yang kikir, dan siapa yang
kikir sesungguhnya dia hanyalah kikir terhadap dirinya
sendiri. Dan Allah-lah yang Maha Kaya sedangkan
kamulah orang-orang yang berkehendak (kepada-Nya);
dan jika kamu berpaling niscaya Dia akan mengganti
(kamu) dengan kaum yang lain; dan mereka tidak akan
seperti kamu ini7.
Ayat diatas, mengandung himbauan, ajakan dan
penegasan kapada umat Islam agar gemar berinfak untuk
keperluan umum, dan sekaligus berisi ancanam terhadap
mereka yang tidak mau berinfak atau membelanjakan
sebahagiaan hartanya untuk keperluan tersebut akan
ditinjau kelak akan dibakar api neraka, lalu mereka
digantikan oleh orang-orang yang bersedia
mempergunakan hartanya untuk kepentingan umum.
7 Q.S Muhammad/47: 37-38.
13
Karenanya, salah satu cara menafkahkannya adalah
wakaf.
Wakaf secara bahasa berarti menahan yang
maksudnya adalah dengan ungkapan lain sebagaimana
konsepsi Basyir: “Wakaf adalah menahan harta yang
baru seketika dan untuk penggunaan yang mendapatkan
keridhaan untuk Basyir menambahkan bahwa dalam
kitab-kitab fiqih mazhab memiliki lebih banyak
digunakan kata Hafs, yang artinya sama dengan wakaf.8
Dengan demikian, yang dikatakan wakaf adalah
menyediakan suatu harta benda, yang dihasilkan untuk
kemaslahatan umum,9 orang-orang yang memberikan
wakaf itu tidak lagi mempunyai hak atas harta yang
diwakafkannya. Harta yang diwakafkan itu tidak lagi
8 Ahmad Azhar Basyir, Hukum Islam tentang wakaf Ijarah Syirkah
(Bandung: Al Maarif, 1977), hlm. 5. 9 Asaf A. A Fyzee, Outlines Muhammad Law, (London, New York,
Bombay: University Press, 1955), hlm. 236.
14
kepunyaan siapa pun, harta itu seolah-olah sudah menjadi
kepunyaan Allah SWT, dan karena itu tidak dapat ditarik
kembali, tetapi tetap selama-lamanya menjadi wakaf.10
Dan karena wakaf itu harus selam-lamanya maka dengan
demikian, haruslah harta yang dijadikan wakaf itu
diambil, tubuh benda itu tetap masih ada.11
Suatu wakaf dapat pula diadakan dengan
menentukan tujuannya untuk keperluan umum,12
seperti :
Mendirikan sekolah
Rumah sakit
Masjid
Sarana umum (WC, kamar mandi, dan
sebagaimya)
10 Ibid. 11 Ibid, h. 246. 12 Ibid., h. 239.
15
Melihat peruntukan wakaf sebagaimana telah
dikemukakan diatas, maka sesungguhnya hakikat wakaf
dapat dikelompokkan kepada tiga bagian:
Pertama : Untuk kepentingan semua orang tanpa
perbedaan antara kaya atau miskin.
Kedua : Untuk kepentingan orang kaya dan
sesudah itu untuk kepentingan orang
miskin, seperti bangunan rumah,
kontrakan yang hasilnya digunakan
keluarga di wakaf walau mereka
sesungguhnya tergolong mampu, lalu
sesudah itu disalurkan kepada si miskin
yang menghajatkan. Fakta ini merujuk
kepada kisah pada masa Nabi SAW
dimana sahabatnya Abu Bakar yang
diperuntukkan keluarga-keluarganya di
16
Mekkah. Kegiatan serupa bukan hanya
dilakukan Abu Bakar saja, tetapi Umar bin
Khattab juga melakukannya, bahkan Nabi
SAW pun lebih dahulu memberikan
contoh tentang hal itu.
Ketiga : Wakaf diperuntukkan bagi kepentingan
orang miskin semata, dalam arti terhadap
mereka yang benar-benar
menghajatkannya.
Dalam point pertama, wakaf diperuntukkan bagi
kepentingan semua orang tidak hanya sebatas kaya dan
atau miskin, tetapi berlaku bagi semuanya dalam arti
tanpa membedakan unsur agama, suku, bangsa dan
sejenisnya. Sedangkan pada point kedua, tidak saja wakaf
berupa bangunan yang disewakan, tetapi dapat juga
berupa tanah kosong, kebun, empang dan semacamnya.
17
Dan dari ketiga kata pernah habis bendanya dan mampu
ditumbuhkan dengan cara apa saja sepanjang patut
dibenarkan menurut materi yang dihasilkan bisa
disalurkan kepada tiga kelompok diatas.
Dalam ajaran Islam, terutama pada tataran kajian
fiqih atau hukum Islam, perbuatan berwakaf dapat
dipandang sah, manakala telah terpenuhi empat rukun
sebagai komponen utamanya, yaitu:
1. Wakif, maksudnya seseorang yang melakukan
wakaf atas sebagian harta benda yang
dimilikinya.
2. Mauquf fih (wakf), maksudnya benda atau
harta hak milik berupa benda bergerak dan
atau tidak bergerak yang menjadi obyek
wakaf.
18
3. Mauquf‟Alaih, maksudnya pemegang amanah
atas benda atau harta hak milik yang
mengelolanya.
4. Sighat Aqad (pernyataan), maksudnya
transaksi yang menyatakan bahwa
sebahagiaan harta benda tertentu dilepaskan
hak kepemilikannya dan diberikan kepada
Allah untuk dikelola dan dikembangkan,
kemudian hasil manfaatnya disalurkan
kepada kepentingan umum.
Empat rukun sebagai unsur pokok diatas, bersifat
kolektif, maksudnya harus terpenuhi semuanya dan tidak
boleh kurang atau hilang salah satunya. Sebab, bila
hilang satu dari empat unsur tersebut, dapat
mengakibatkan rusaknya perbuatan berwakaf alias tidak
sah secara hukum. Oleh karena itu, sebelum melakukan
19
wakaf atas sebahagian harta benda hak milik diberikan
beberapa syarat sebagai berikut:
1. Wakaf bersifat abadi yang berlaku untuk
selamanya dan tidak bersifat temporal untuk
waktu tertentu. Dengan demikian, bila
seseorang mewakafkan tanah untuk pasar,
masjid, sekolah dan seterusnya dengan
demikian dibatasi waktu misalnya lima
tahun, sepuluh tahun, lima belas tahun,
maka wakaf semacam ini tidak sah.
2. Tujuan wakaf harus jelas dan dinyatakan
dengan tegas kepada siapa benda wakaf itu
diwakafkan. Karenanya, tidak sah wakaf
yang tidak menyatakan jelas peruntukannya.
Misalnya: “saya wakafkan kebun ini,
gedung ini, tanah ini, dan seterusnya, tanpa
20
menyebutkan seseorang, dua orang atau tiga
orang sebagai pemegang wakaf tersebut,
maka tidak sah. Meski demikian, bila
pengucapan atau pernyataan diatas tidak
menyebut orang seorang, tetapi ditujukan
kepada lembaga sebagai sebuah badan
hukum, maka hal itu dapat dibenarkan dan
dipandang sah.
3. Sesudah “wakif” menyatakan bahwa
sebahagian hak miliknya menjadi benda
wakaf, maka pernyataan itu harus segera
ditindak lanjuti dan secara khusus mengenai
syarat-ayarat dari orang yang berwakaf dan
harta yang diwakafkan. Syarat-syarat orang
yang berhak itu adalah:13
13 Abdurrahman, Op.cit., hlm.10
21
a. Berhak menerima secara perorangan
b. Berhak menerima secara bersama
atau umum, seperti badan-badan
sosial Islam.
Sebagaimana dimaklumi, bahwa orang seorang
yang memberikan wakaf tidak lagi mempunyai hak atas
harta benda yang diwakafkannya, karena harta tersebut
seakan-akan telah menjadi kepunyaan Allah SWT. Dan
supaya harta benda yang diwakafkan itu terpelihara dan
agar tujuan wakaf dapat dilaksanakan, maka haruslah ada
seseorang dan atau lembaga yang menangani serta
mengurusnya. Dalam konsepsi hukum Islam seseorang
yang mendapat mandat wakaf diistilahkan dengan
sebutan “mutawali”. Sedang menurut Peraturan
Pemerintah No. 28 Tahun 1977, kelompok orang atau
22
badan hukum yang diserah pemeliharaan dan
pengawasan wakaf diistilahkan dengan sebutan “Nadzir”.
Siapa saja yang mempunyai hak itu mengadakan
tindakan hukum dapat menjadi mutawali bahkan orang
yang memberikan wakafpun dibolehkan juga mutawali,
bahkan Asaf menyatakan kebolehan bagi orang non
muslim menjadi mutawali,14
mutawali ini diangkat dan
diberhentikan oleh orang-orang yang memberi wakaf
(wakif). Apabila suatu wakaf tidak mempunyai mutawali,
maka kewajiban itu dikerjakan oleh pemerintah.15
Mutawalli suatu wakaf, bukan saja menjaga,
memelihara dan mengurus harta wakaf itu didalam dan
diluar hukum, tetapi dilihat pula tehnik pelaksanaannya
dilapangan, sehingga seluruh aktivitas riil di masyarakat
merupakan kegiatan harta, wakaf itu sendiri, yang
14 Asaf A. A Fyzee, Op.cit., hlm.267. 15 Ibid., hlm. 268.
23
mewakili oleh “Mutawalli”. Dengan demikian, kita dapat
mengetahui bahwa harta tersebut seolah-olah suatu
pribadi hukum yang mempunyai hak dan kewajiban
dalam ranah hukum, serta dapat pula melakukan tindakan
menerima dan atau memberikan wakaf. Misalnya sebuah
masjid sebagai suatu harta wakaf dapat menerima lampu,
tikar, sajadah dan sejenisnya termasuk al-Qur‟an serta
buku-buku bacaan dari orang seorang yang
mewakafkannya untuk memenuhi kebutuhan masjid.
Dalam keadaan ini suatu benda wakaf (wakaf) dapat
mempunyai harta benda yang diberikan seseorang
kepadanya, sehingga terlihat seolah-olah ia (masjid)
merupakan suatu pribadi hukum dalam alam hukum
(ranah hukum) atau suatu “rechtspersoon”.
Apakah diperbolehkan memindah tangankan harta
wakaf? Sebagaimana telah diketahui bahwa harta wakaf
24
itu hanya dapat diambil manfaatnya dan dilarang
mengganggu gugat benda asalnya (substansinya). Oleh
karenanya, harta wakaf tidak boleh dijual, tidak boleh
dipusakakan (tidak boleh diwariskan), tidak boleh
diberikan dan dihadiahkan atau dihibahkan kepada
tangan lain. Jadi pada prinsipnya harta asal wakaf itu
harus bersifat kekal untuk selamanya, seperti pernyataan
hadits tentang wakaf umum. Didalam hadits tersebut
diceritakan pada suatu hari sahabat Umar bin Khattab
mendatangi Nabi Muhammad SAW untuk meminta
nasehat tantang tanah yang diperolehnya di Khaibar
(suatu daerah yang sangat subur di Madinah), sebaiknya
dipergunakan untuk keperluan apa? Oleh Nabi SAW
dinasehatkan melalui sabdanya: “Bila anda mau,
pertahankan pokoknya (substansinya benda) dan
sedekahkan hasilnya”. Ibnu Umar mengatakan bahwa
25
Umar mengikuti nasehat Nabi SAW, disediakanlah
tanahnya (wakaf), dengan ketentuan tidak boleh dijual
pokoknya (benda wakaf itu), tidak boleh diwaris dan
tidak boleh dihibahkan. Adapun sedekah dari nilai yang
dihasilkan benda wakaf tersebut diperuntukkan bagi fakir
miskin, sanak kerabat, memerdekakan hamba sahaya,
keperluan sabilillah (perjuangan karena Allah), Ibnu
Sabil (orang seorang yang menghajatkan karena
menjalani perjalanan dengan tujuan kebajikan) dan tamu;
pengawas harta wakaf (nadzir) diperbolehkan makan
hasilnya sekedarnya atau sebatas keperluan dan
diperbolehkan juga memberi makan teman sejawatnya
dengan tidak melampaui batas-batas yang pantas.
Pernyataan hadits tentang wakaf Umar
sebagaimana telah diungkapkan diatas, mengantarkan
kepada beberapa ketentuan sebagai berikut:
26
Pertama : harta wakaf tidak dapat dipindahalihkan
(dipindah tangankan) kepada orang lain
dengan cara dijual belikan, diwariskan dan
atau dihibahkan.
Kedua : harta wakaf terlepas dari hak milik wakif
(orang yang berwakaf)
Ketiga : Tujuan wakaf harus jelas dan termasuk amal
kebajikan sesuai ajaran Islam
Keempat : Harta wakaf dapat dikuasakan kepada nadzir
(pengawas) yang mempunyai hak, ikut
mengurus harta wakaf dengan ketentuan
seperlunya saja dan tidak berlebihan.
Kelima : Harta wakaf dapat berupa tanah dan atau
semacamnya yang tahan lama, tidak habis
atau musnah seketika setelah dipergunakan.
27
Melalui beberapa ketentuan diatas, mungkin akan
muncul pertanyaan: bagaimana jika harta wakaf
dimaksud berkurang nilainya, atau rusak atau tidak dapat
lagi memenuhi fungsinya, apakah harus dipertahankan
ketentuan tidak boleh dijual itu, dengan akibat harta
wakaf tidak berfungsi sama sekali? Dalam hal ini
memang terjadi perbedaan pendapat dikalangan ulama,
diantara mereka ada yang membolehkan dan sebahagian
mereka ada pula yang melarang, Sesungguhnya
demikian, didalam kajian ushul fiqih ada juga sebuah
ketentuan yang dikenal dengan prinsip “al-Maslahah”,
yaitu memelihara maslahat yang biasa disebut “Maqasid
Syariah”, yakni memelihara maksud syariah dengan
tujuan memberikan kemanfaatan dan menghindari hal-hal
merugikan. Bila prinsip tersebut diterapkan pada
persoalan wakaf diatas, maka dapat menjadi bahan
28
pertimbangan: “Dari pada harta wakaf dipertahankan
tidak boleh dijual, tetapi berakibat harta itu tidak
berfungsi, maka “maqasid sayriah” (maksud syara‟)
menentukan bahwa harta wakaf harus tetap terpelihara
walau dengan jalan dijual atau digantikan benda lain
yang menggantikannya sebagai harta wakaf berupa apa
saja asal berkembang dan mendapatkan hasil bagi umat.
Misalnya harta wakaf berupa tanah yang posisinya tidak
menguntungkan karena terjepit oleh tanah perseorangan
dan atau hak yang banyak, maka menjualnya untuk
ditukar atau dipindah ke tempat lain yang memiliki tata
letak strategis akan jauh lebih prospektif dibanding
membiarkannya terlantar begitu saja. Contoh lain, tanah
wakaf berupa area perkuburan umum yang terletak di
pembuangan air, harus segera direlokasi walau dengan
cara membongkar paksa kuburan yang ada. Bisa juga
29
tanah wakaf berupa masjid, mushalla dan semacamnya
terletak didaerah yang sulit dijangkau oleh masyarakat
umum, maka pemindahan lokasinya patut menjadi bahan
pertimbangan yang sangat penting.
PERWAKAFAN TANAH MENURUT
HUKUM ADAT
Sejak lama persoalan wakaf diatur juga oleh hukum
adat yang sifatnya tidak tertulis dimana sumber
pengambilannya merujuk kepada hukum Islam. Dan
kenyataan bahwa dikalangan para ahli hukum, sudah
merupakan suatu kesepakatan dalam menilai masalah
wakaf ini sebagai salah satu masalah dalam hukum adat
Indonesia. Hal ini mungkin disebabkan karena persoalan
wakaf merupakan suatu perbuatan hukum tersendiri yang
dipandang dari sudut tertentu bersifat rangkap. Dikatakan
demikian, karena disatu pihak perbuatan tersebut
30
menyebabkan banyaknya mendapat kedudukan yang
khusus, sedang di pihak lain, perbuatan itu juga
menimbulkan suatu badan hukum dalam hukum adat
(rechtpersoon) yang sanggup ikut serta dalam kehidupan
hukum sebagai subyek hukum (rechtssubject).16
Menurut Ter Haar, wakaf ini merupakan suatu
lembaga hukum Islam yang telah diterima (gerecipieerd)
oleh orang-orang Islam Indonesia dan Hukum Islam itu
sendiri. Dalam bahas Belanda sering digunakan istilah
“Vromestichting”.17
Namun demikian, ada juga sarjana
atau ahli (pakar) yang berpendapat lain, yaitu Mr. Dr.
Soesoema Atmadja, pada tahun 1992 telah menyususn
suatu desertasi di Univesitas Leiden berkenaan dengan
lembaga wakaf. Dalam disertasi itu ia mengemukakan
16 Ter Haar, Asas dan Susunan Hukum Adat, Terjemahan K. Ng.
Soebakti Poesponto (Jakarta: Pradnya Paramita, 1974) hlm. 161. 17 Ibid.,
31
bahwa, persoalan wakaf walau didasarkan kepada
ketentuan-ketentuan hukum Islam, akan tetapi lembaga
wakaf tersebut sudah dikenal di Indonesia sebelum
kedatangan Islam dinegeri ini,18
ia menunjukkan
beberapa jenis wakaf yang tidak dikuasai atau
ditundukkan pada aturan-aturan hukum silam dengan
mengemukakan contoh-contoh sebagai berikut:
1. Pada suku Badui di Cibeo (Banten selatan)
dikenal adanya lembaga “Huma Serang”,
huma serang adalah ladang-ladang yang
dikerjakan setiap tahun bersam-sama dan
hasilnya diperuntukkan kepentingan
bersama.
2. Di pulau Bali ada semacam lembaga
wakaf dimana terdapat tanah dan barang-
18 Koesoema Atmadja, Mohammeddaansehe Vrome Stichtingeen,
Leiden, 1992, Disertasi yang dikutip oleh Abdurrachman, Op.cit., hlm.14.
32
barang, seperti benda-benda perhiasan
untuk pesta, yang menjadi milik cabdi atau
dewa-dewa yang tinggal disana.
3. Di Lombok tedapat tanah dinamakan
“tanah pereman” yaitu tanah negara yang
dibebaskan dari pihak “ladrate” yang
diserahkan kepada desa-desa Subak, juga
kepada Cabdi untuk kepentingan bersama.
Didalam beberapa hal seperti disebutkan dapat
dipertemukan disebutkan dapat ketentuan-ketentuan
hukum adat yang ada di beberapa daerah di Indonesia
dengan ketentuan-ketentuan hukum Islam dikenal adanya
lembaga wakaf ahli atau wakaf keluarga khusus, dimana
wakaf ini ditujukan kepada orang-orang tertentu baik
seorang atau lebih, terdiri dari anggota keluarga wakif
atau bukan, maka didalam hukum adat juga dikenal
33
ketentuan-ketentuan yang demikian. Menurut hukum
adat ada beberapa macam harta yang harus dipertahankan
sebagai harta keluarga secara kolektif dan tidak dapat
diwariskan kepada keturunan mereka secara individual,
seperti tanah pusaka tinggi di Minangkabau, tanah dadi di
Ambon, barang-barang kelakeran di Sulawesi dan
sebagainya.
Manurut hukum adat, mengenai harta benda yang
dapat diwakafkan ini tidak terbatas hanya tanah pertanian
saja, akan tetapi dapat juga benda lepas (roerend), begitu
pula benda yang tidak lepas (onroerend) seperti tanah
ataupun rumah, asal saja tujuannya tidak bertentangan
dengan hukum Agama. Akan tetapi, yang paling banyak
dijumpai adalah wakaf atas tanah pekarangan untuk
mendirikan masjid atau langgar (surau/mushalla) dan
sering kali disertai dengan kebun untuk penghidupan
34
pegawai perkauman. Disamping itu, ada juga wakaf yang
dimaksudkan agar keturunan yang mewakafkan dapat
mengenyam penghasilan harta benda itu kelak. Oleh
karenanya tidak diperbolehkan dipindah tangankan
melalui jual beli, hibah ataupun dengan perbuatan-
perbuatan hukum lainnya.
Dengan dilakukannya perwakafan maka si pemilik
tanah telah memberi peruntukan tertentu atas tanah
tersebut yang bersifat tetap dan tidak dapat diubah lagi.
Tanah yang demikian itu, telah dikeluarkan dari lalu
lintas perdagangan (in dedode hand gebracht) artinya
tidak dapat lagi dijadikan obyek perbuatan-perbuatan
hukum yang berupa pemindahan hak, tidak dapat
dibebankan dengan hak-hak lain atau dijadikan jaminan
hutang dengan dibebani hipotik atau creditverband.19
19 Boedi Harsono, Op.cit., hlm. 211.
35
Menurut hukum adat, orang yang mewakafkan
suatu benda harus mempunyai hak atau kuasa penuh atas
barang yang diwakafkan. Hak tersebut hanya
kepemilikan yang dapat diwakafkan, karena hanya hak
dan kuasa penuh. Harta benda yang diwakafkan itu harus
ditunjuk dengan tegas dan jelas serta tidak boleh dipakai
kearah yang dilarang menurut ajaran Islam. Ter Haar
mengemukakan bahwa tujuan perwakafan harus
dilakukan dengan kata-kata yang jelas dan sifatnya harus
tetap serta orang-orang yang diberi hak untuk menerima
wakaf itu harus ditunjuk seterang-terangnya dan sedapat
mungkin mereka menyatakan menerima baik perwakafan
itu (qabul).20
Daerah Jawa, orang yang mewakafkan dapat
menetapkan pengurusannya dengan jalan mengangkat
20 Ter Haar, op.cit., hlm. 211.
36
seorang pengurus. Bila mana pengurusnya tidak ada,
maka ketua pegawai masjid (ta‟mir/marbot) menurut
ketentuan adat diharuskan untu mengurusnya. Apabila
perwakafan itu sudah dilaksanakan seuruhnya, maka
perlu dituangkan dalam sebuah akte, sehingga kedudukan
hukum dari harta yang diwakafkan tersebut diatur oleh
hukum adat (unsur-unsur agama dari padanya).21
Dalam hal ini, pengurus berkewajiban untuk
melakukan segala tindakan hukum agar harta wakaf
dapat mencapai tujuannya termasuk didalamnya hak atas
kewajiban untuk menuntut perkara (memperkarakan)
mewakili harta yang diwakafkan itu. Seandainya wakaf
dimaksud hanya berhubungan dengan hukum adat
semata-mata, maka akan cukuplah diurus oleh tokoh
hukum (rechtsfiguur). Hal demikian terjadi pada suatu
21 Ibid., hlm, 162.
37
benda yang tidak ada pemiliknya dan tujuannya
ditentukan dengan lengkap dan tujuan itu dapat dicapai
seluruhnya, bila perlu dengan memaksa agar aturan-
aturan yang ditentukan oleh pembuat wakaf dapat
dilaksanakan, sesuai hukum wakaf yang berlaku. Dengan
demikian, menurut hukum adat, oramg-orang yang
khusus sebagai pemegangn wakaf itu, tidak begitu
diperlukan. Tidak seperti halnya dengan yang terjadi
dimasyarakat sekarang ini yang dalam hubungan hukum
sehari-hari selalu mempunyai hubungan erat dengan
hukum tertulis, dalam hal seperti ini disyaratkan agar
semua benda, baik lepas maupun tidak lepas senantiasa
ada yang memeliharanya atau ada yang memilikinya.
Oleh karena itu, harta yang diwakafkan haruslah
dianggap seorang pemiliknya sebagai pengurus yang
mewakili harta wakaf tersebut. Dengan demikian, tokoh
38
atau pemegang mandat wakaf berperan sebagai bagian
pengurus yang menjadikan struktur kepengurusannya
lebih lengkap, sehingga perbuatan hukum mengenai
wakaf seperti menjual sesuatu kepada wakaf dapat
dilaksanakan tanpa kesukaran.22
Dipandang dari sudut demikian, maka wakaf dalam
hal kedudukannya yang berdiri sendiri menurut hukum
adat dianggap sama dengan perkumpulan yang bertindak
sebagai badan hukum. Perbedaan diantara keduanya
adalah bahwa wakaf pada umumnya tidak bertindak
sebagai kesatuan, oleh karena itu, seharusnya ia
dimasukkan ke dalam golongan badan hukum pribumi
(inland rechtpersoon).23
22 Wiradiputra, Agraria, Hukum Tanah (Jakarta: Djambatan, 1951),
hlm.115-116 23 Ter Haar, Op.cit., hlm. 162
39
Mengingat kedudukan wakaf seperti ini, maka
pemerintah kolonial menganggap perlu mengeluarkan
berbagai peraturan yang mengatur tentang wakaf.
Peraturan itu antara lain, izin dari bupati yang menilai
permohonan perwakafan tanah itu hanya dari segi enam
orang yang mewakafkan, serta tujuan dan waktu dari
perwakafan itu.24
Perturan-peraturan tersebut hingga zaman
kemerdekaan masih terus diberlakukan karena masih
belum suatu peraturan perwakafan yang baru. Pada
zaman kemerdekaan telah dikeluarkan beberapa
ketentuan dan petunjuk tentang perwakafan antara lain
beberapa petunjuk dari departemen agama tanggal 22
Desember 1953 tentang petunjuk mengenai wakaf. Tugas
24 Surat Edaran Sekretaris Governemen (Circulaire Gov Sec) tanggal
31 Januari 1905 dalam Bijdlad No. 6196 sebagai diubah dan ditambah pada tahun 1931 dan 1935 dalam Bijdlad No. 12573 dan 13480
40
kewajiban bagian D (Ibadah sosial) jawatan urusan
agama tanggal 8 Oktober 1956, No. 3/D/1956 tentang
wakaf yang bukan milik kemasjidan, surat edaran
jawatan urusan agama No. 5/D/1956 tentang prosedur
perwakafan tanah. Namun demikian, peraturan-peraturan
pokok kolonial serta peraturan lain ketika itu dianggap
tidak lagi memadai dan sudah banyak yang ketinggalan
sesuai dengan perkembanngan masyarakat itu sendiri.
PENGATURAN TENTANG PERWAKAFAN
TANAH DALAM HUKUM AGAMA
Dalam rangka pembaharuan hukum agraria di
Indonesia, persoalan tentanng perwakafan tanah
diberikan perhatian khusus sebagaimana terlihat dengan
adanya bab tersendiri dalam UUPA Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1960 yang membicarakan masalah
tersebut dalam Bab XI tentang hak tanah untuk keperluan
41
suci dan sosial. Didalam pasal 49 Undang-Undang Pokok
Agraria disebutkan sebagai berikut :
1. Hak milik tanah badan-badan keagamaan
dan sosial sepanjang dipergunakan untuk
usaha dalam bidang kaeagamaan dan
sosial diakui dan dilindungi badan-badan
tersebut dijamin pula akan memperoleh
tanah yang cukup untuk bangunan dan
usahanya dalam bidang keagamaan dan
sosial.
2. Untuk keperluan peribadatan dan
keperluan suci lainnya sebagai dimaksud
dalam pasal 14 dapat diberikan tanah yang
dikuasai lansung oleh negara dengan hak
pakai.
42
3. Perwakilan tanah milik dilindungi dan
diatur dengan peraturan pemerintah.
Ketentuan pasal 49 ayat 3 UUPA tersebut adalah
sejalan dengan apa yang ditentukan dalam pasal 5 UUPA
mengenai kewajiban pembentuk undang-undang untuk
mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum
agama, oleh karena itu, dalam rangka melindungi
berlangsungnya perwakafan tanah ini telah dikeluarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 pada
tanggal 17 Mei 1977 sebagaimana termuat dalam L.N.
1977 No. 38 tentang perwakafan tanah milik.
Dengan dikeluarkannya PP No. Tahun 1977
tersebut, maka keseluruhan peraturan-peraturan ataupun
ketentuan-ketentuan tentang perwakafan tanah milik
sebagaimana tercantum dalam Bijblad-bijblad No. 6196
tahun 1905, No. 12573 tahun 1931, No. 13390 tahun
43
1934 dan No. 13480 tahun 1955 beserta peraturan-
peraturan pelaksanaannya sepanjang yang bertentangan
dengan peraturan pemerintah ini dinyatakan tidak berlaku
lagi. Selanjutnya untuk hal-hal yang belum diatur dalam
peraturan pemerintah ini diatur lebih lanjut oleh mentri
agama dan menteri dalam negeri sesuai dengan
bidangnya masing-masing.
Sebagai tindak lanjut dari dikeluarkannya peraturan
pemerintah tersebut, maka bertolak dari ketentuan pasal
17 ayat (2) peraturan pemerintah tersebut, telah
dikeluarkan beberapa peraturan pelaksana, yaitu:
1. Peraturan menteri dalam negeri No. 6
tahun 1977 tanggal 26 November 1977
tata pendaftaran tanah mengenai
perwakafan tanah milik.
44
2. Peraturan menteri agama No. 1 tahun 1978
tanggal 10 Januari 1978, tentang peraturan
pelaksanaan peraturan pemerintah No. 28
tahun 1977 tentang perwakafan tanah
milik.
3. Instruksi bersama menteri agama dan
menteri dalam negeri tanggal 23 Januari
1978 No. 1 tahun 1978 tentang
pelaksanaan peraturan pemerintah No. 28
tahun 1977.
4. Peraturan direktur Jenderal Bimbingan
Masyarakat Islam tanggal 19 April 1978
No. Kep/D/1979 tentang formulir dan
pedoman pelaksanan pereturan-peraturan
tentang perwakafan tanah milik.
45
Didalam peraturan pemerintah tersebut dinyatakan
bahwa yang dimaksudkan wakaf dalam hal ini adalah
pembuatan hukum seseorang atau badan hukum yang
memisahkan sebagian dari harta kekayaannya untuk
selama-lamanya untuk kepentingan peribadatan dan
keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran agama
Islam.25
Perbuatan hukum yang demikian berfungsi untuk
mengekalkan badan wakaf sesuai denga tujuan wakaf.26
Apabila seseorang mewakafkan sebidang tanah miliknya,
maka dapat dimanfaatkan (digunakan) untuk keperluan
peribadatan seperti mendirikan masjid atau mushalla
ataupun untuk keperluan umum lainnya, asal tidak
bertentangan dengan ketentuan-ketentuan agama. Orang
yang mewakafkan tanah miliknya itu disebut wakif, yang
25 Pasal 1 ayat (1) PP No. Tahun 1977. 26 Pasal 2 PP No. 28Tahun 1977.
46
bisa terdiri dari perorangan ataupun badan hukum.
Dengan demikian, setiap badan hukum Indonesia ataupun
perorangan yang telah dewasa serta sehat akalnya tidak
terhalang untuk mewakafkan tanahnya demi kepentingan
abadat atau keperluan umum lainnya. Namun demikian,
perlu diperhatikan bahwa perbuatan hukum senacam ini
haruslah dilakukan atas kehendak sendiri tanpa adanya
suatu paksaan dari pihak manapun juga. Apabila badan
hukum yang menjadi wakif, maka segala tindakan hkum
atas namanya diwakili oleh pengurusnya yang sah
menurut hukum. Perlunya persyaratan-persyaratan yang
demikian bagi wakif adalah faktor-faktor intern seperti
cacat atau kurang sempurnanya cara berfikir (idiot)
maupun faktor ekstern yaitu adanya unsur paksaan dari
pihak lain.
47
Untuk sahnya suatu wakaf diperlukan adanya
IKRAR yaitu penyataan kehendak dari wakif untuk
mewakafkan tanah miliknya. Ikrar ini harus secara jelas
dan tegas ditujukan kapada nazir dihadapan Pejabat
Gubernur Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) yang diangkat dan
diberhentikan oleh Menteri Agama. Isi dan bentuk ikrar
itu juga ditetapkan oleh Menteri Agama.
Menurut Peraturan Menteri Agama No. 1 taun
1978, kepada Kantor Urusan Agama (KUA) ditunjukan
sebagai PPAIW. Sedangkan untuk administrasi
perwakafan diselenggarakan oleh Kantor Urusan Agama
Kecamatan. Apabila disuatu kecamatan tidak ada Kantor
Urusan Agama, maka kepada Kantor Wilayah
Departemen Agama menunjuk kepada Kantor Urusan
Agama terdekat sebagai PPAIW di kecamatan tersebut.27
27 Pasal 5 Peraturan Menteri Agama No. 1 Tahun 1978.
48
Ikrar wakaf itu tidak cukup hanya dengan ikrar
lisan saja, akan tetapi diharuskan dibuat secara tertulis.
Tujuannya adalah untuk memperoleh bukti otentik yang
dapat digunakan untuk berbagai kepentungan seperti
untuk bahan pendaftaran pada kantor agraria setempat
dan untuk keperluan penyelesaian sengketa yang
mungkin timbul dikemudian hari tentang tanah yang
diwakafkan. Oleh karenanya, seseorang yang hendak
mewakafkan tanah harus membawa serta tanda-tanda
kepemilikan (sertifikat/ketitir tanah) dan surat-surat lain
yang menjelaskan tidak adanya halangan untuk
melakukkan perwakafan atas tanah milik tersebut. Untuk
memenuhi keperluan di maksud, maka dibutuhkan
pejabat-pejabat yang khusus melaksanakan perbuatab
aktanya. Demikian pula mengenai bentuk dan isi ikrar
wakaf itu perlu diseragamkan.
49
Dalam hal wakif tidak dapat menghadap PPAIW,
maka wakif dapat membuat ikrar wakaf, secara tertulis
dengan persetujuan Kantor Departemen Agama yang
mewilayahi daerah dimana tanah wakaf itu berada.
Selanjutnya PPAIW tersebut diwajibkan membuat
akta ikrar wakaf dan salinannya. Akta ikrar wakaf itu
dibuat dalam rangkap tiga lembaran pertama disimpan
oleh PPAIW, lembar kedua dilampirkan pada surat
permohonan pendaftaran kepada bupati/walikotamadya
kepada daerah cq. Kepala Kantor Agraria setempat dan
lembaran ketiga dikirim ke pengadilan agama yang
mewilayahi tanah wakaf tersebut.
Salinan akta ikrar dibuat dalam rangkap empat
yang masing-masing dikirimkan kepada wakif, nazir,
kantor departemen agama serta kapala desa dan untuk
dapat menjadi saksi. Ikrar wakaf disyartkan harus telah
50
dewasa dan sehat akalnya serta hukum tidak terhalang
untuk melakukan perbuatan hukum.
Kelompok orang yang badan hukum yang diserahi
tugas mengurus dan memelihara benda wakaf disebut
nazir. Apabila nazir itu tediri dari tiga orang dan salah
seorang diantaranya diangkat menjadi ketua. Nazir
perorangan tersebut harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut :
1) Warga Negara Republik Indonesia
2) Beragama Islam
3) Sudah dewasa
4) Sehat jasmani dan rohaniah
5) Tidak berada dibawah pengampuan
6) Bertempat tinggal di kecamatan tempat
letaknya (wilayah) tanah yang
diwakafkan.
51
Akan tetapi apabila nazir itu berbentuk badan
hukum, maka harus dipenuhi syarat-syarat sebagai
berikut :
1) Badan Hukum Indonesia dan
berkedudukan di Indonesia.
2) Mempunyai perwakilan di kecamatan
tempat letaknya tanah yang diwakafkan.
Dalam menjalankan tugasnya nazir berkewajiban
mengurus dan mengawasi kekayaaan wakaf serta
hasilnya menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dalam
Peraturan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 1978. Dalam
pelaksanaan tugasnya itu ia diwajibkan membuat laporan
secara berkala atas semua hal yang menyangkut
kenyataan wakaf sekali dalam setahun. Mengingat tugas
nazir yang demikian itu, maka peraturan memberi hak
kepadanya untuk menerima panghasilan dari hasil tanah
52
wakaf, yang besarnya ditentuka oleh kepala kantor
departemen agama cq. Kepala seksi.
Seorang nazir diberhentikan dari jabatannya
apabila ia meninggal dunia, atau mengundurkan diri, atau
dibatalkan kedudukannya sebagai nazir oleh kepala
kantor urusan agama karena tidak memenuhi syarat-
syarat yang telah ditatapkan dalam peraturan pemerintah,
atau melakukan suatu tundak pidana kejahatan yang
berhubungan dengan jabatannya sebagai nazir ataupun
tidak dapat lagi melaksanakan tugasnya sebagaimana
mestinya.
Selanjutnya apabila kita telah mengenal tanah yang
diwakafkan itu, maka tanah yang demikian disyaratkan
harus tanah hak milik yang bebas dari segala
pembebanan, ikatan, sitaan dan perkara. Hal tersebut
ditekankan karena perbuatan mewakafkan merupakan
53
perbuatan suci, mulia dan terpuji sesuai dengan ajaran
agama Islam, sehubungan dengan itu, maka tanah-tanah
yang hendak diwakafkan haruslah betul-betul merupakan
milik bersih dan tidak mempunyai cacat bila ditinjau dari
sudut keratan semacam ini dimaksudkan untuk mencegah
agar lembaga perwakafan sering berhadapan dengan
pengadilan yang bisa memerosotkan wibawa syariah
Islam. Berdasarkan pendangan diatas, maka tanah yang
masih dalam proses perkara atau sengketa tidak dapat
diwakafkan sebelum masalahnya diselesaikan terlebih
dahulu.
Dalam rangka menjamin hak dan kepastian hukum
atas tanah UUPA telah menggariskan adanya keharusan
untuk melaksanakan pendaftaran tanah diseluruh
Indonesia.28
Untuk melaksanakan hal tersebut telah
28 Pasal 1 ayat (1) PP No. 28 Tahun 1977.
54
dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961
Tentang Pendaftaran Tanah yang memuat pengaturan
secara tehnis penyelenggaraan pendaftaran tanah di
negara kita.
Dalam perwakafan tanah sekalipun, tidak
disebutkan secara tegas didalam pasal 19 PP No. 10
tahun 1961 tersebut, akan tetapi dengan dikeluarkannya
PP No. 28 tahun 1977, maka ada suatu keharusan untuk
mendaftarkan tanah wakaf di Kantor Agraria setempat.
Hal tersebut dimungkinkan selama belum pernah siatur
dan dilaksanakan secara sekasama. Pendaftaran tanah
perwakafan ini sangat penting, artinya, baik ditinjau dari
segi administrasi pengasaan dan penggunaan tanah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan agraria.
Untuk kelancaran penanganan masalah tersebut
telah dikeluarkan pula Peraturan Menteri Dalam Negeri
55
Nomor 6 Tahun 1977, tentang tata pendaftaran tanah
mengenai perwakafan tanah milik. Menurut ketentuan
peraturan ini semua tanah yang diwakafkan harus
didaftarkan pada kantor agraria setempat segera setelah
akta ikrar wakaf dilaksanakan PPAIW atas nama nazir
yang bersangkutan diharuskan mengajukan permohonan
kepada Bupati/Walikotamadya kepala daerah cq kepala
kantor agraria setempat untuk mendaftarkan perwakafan
tanah milik seperti telah disebutkan diata menurut
ketentuan PP No. 10 tahun 1961. Tenggang waktu
permohonan pendaftaran atas tanah-tanah tersebut tidak
boleh lebih dari tiga bulan setelah akta wakaf itu dibuat.
Menurut pasal 10 ayat (3) PP No. 28 tahun 1977
ditentukan bahwa jika tanah milik yang diwakafkan itu
belum mempunyai sertifikat, pendaftaran dilakukan
setelah dibuatkan sertifikat tanah yang bensangkutan.
56
Kemudian didalam pasal 4 PMDN No. 6 tahun 1977
disebutkan bahwa permohonan pendaftaran perwakafan
tanah milik yang belum, didaftar di kantor subdit agraria
kabupaten/kotamadya atau belum bersertifikat dilakukan
bersam-sama dengan permohonan pendaftaran haknya
sesuai denga ketentuan yang ditetapkan dalam PP No. 10
tahun 1961.
Untuk keperluan pendaftaran tanah-tanah milik
yantelah bersertifikat, maka kepala kantor agraria
setempat harus diserahkan :
1) Sertifikat tanah yang bersangkutan
2) Akta ikrar wakaf yang dibuat oleh PPAIW
setempat
3) Surat pengesahan dari kantor urusan
agama kecamatan setempat mengenai
nazir yang bersangkutan.
57
Dalam hal tanah milik yang diwakafkan tersebut
belum didaftar atau belum bersertifikat, maka kepada
kantor agraria setempat harus diserahkan :
1) Surat permohonan/konversi penegasan
haknya
2) Akta ikrar wakaf yang dibuat oleh PPAIW
setempat
3) Surat pengesahan dari kantor urusan
agama kecamatan setempat
4) Surat pengesahan dari kantor urusan
agama kecamatan setempat mengenai
nazir yang bersangkutan.
Untuk keperluan pendaftaran dari pencatatan
perwakafan tanah seperti yang telah diuaraikan tersebut
tidak dikenakan biaya pendaftaran, kecuali biaya
pengukuran dan materai.
58
Masalah lain yang perlu disinggung sehubungan
dengan perwakafan tanah milik ini adalah bagaimana
cara penyeleesaiannya apabila terjadi sengketa
menyangkut perakafan ini? sebelum dikeluarkannya PP
No. 28 tahun 1977, maka penyelesaian sengketa tersebut
adalah kompetensi pengadilan umum dan bukan
wewenang dari peradilan agama. Banyak soal wakaf
yang diputuskan lewat peradilan umum, sebagai contoh
dapat dikemukakan antara lain :
Putusan MA tanggal 22 Mei 1963 Reg. No. 163
K/Sip/1963 yang mengnggap soal wakaf yang
berasal dari hukum Islam, di Indonesia sudah dapat
dianggap meresap dalam hukum adat.
Putusan MA tanggal 26 November 1969 Reg. No.
152 K/Sip/1969, yang merumuskan pengertian
wakaf sebagi perbuatan hukum dimana suatu
59
barang atau barang-barang telah dikeluarkan /
diambil dari keadaan / kegunaannya dalam lalu
lintas masyarakat semula, guna kepentingan
seorang / orang-orang tertentu atau guna maksud /
tujuan yang telah ditentukan, barang-barang yang
berada di tangan si mati.
Dengan dikeluarkannya PP No. 28 tahun 1977,
maka keadaan tersebut menjadi berubah karena dimana
pasal 12 peraturan pemerintah tersebut dijelaskan bahwa
penyelesaian perselisihan sepanjang persolan perwakafan
tanah disalurkan melalui pengadilan agama setempat
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku. Penyelasaian perselisihan yang dimaksudkan
dalam pasal ini termasuk yuridiksi peradilan agam adalah
masalah sah atau lain masalah yang menyangkut masalah
wakaf berdasarkan syariat Islam. Dengan demikian,
60
jelaslah bahwa masalah-masalah lainnya yang secara
nyata menyangkut hukum perdata dan hukum pidana
diselesaikan menurut hukum adat melalui pengadilan
negeri.
PENUTUP
Dengan adanya berbagai ketentuan tentang
perwakafan tersebut diharapkan akan dapat dilakukan
penertiban masalah perwakafan tanah negara kita,
sehingga wakaf sebagai suatu lembaga kagamaan dapat
dipergunakan sebagai satu sarana guna pengembangan
kehidupan keagamaan, khususnya bagi umat Islam dalam
rangka mencapai kesejahteraan spiritual dan material
menuju masyarakat adil dan makmur berdasarkan
Pancasila.
Disamping itu perlu adanya pendayagunaan
lembaga wakaf untuk berbagai kepentingan keagamaan
61
dan sosial serta kepentingan umum lainnya yang
berkaitan dengan perkembangan nasional di negara kita
dapat lebih ditertibkan. Usaha-usaha harus harus terus
ditingkatkan meskipun dapat disadari bahwa pelaksanaan
dari berbagai peraturan tersebut sudah pasti
menimbulkan berbagai berhubung dengan adanya
formalitas yang harus dipenuhi oleh seseorang yang
hendak melakukan perwakafan tanah. Namun demikian
hal yang semacam ini jangan sampai penghalang dalam
masalah pendayagunaan lembaga wakaf yang dimaksud.
Untuk itu harta wakaf tersebut dikembangkan yang
tidak terbatas pada barang-barang pakai belaka pada
umumnya dapat dikatakan merupakan barang-barang
yang tidak menghasilkan seperti masjid, asrama pelajar,
asrama mahasiswa, pondok pesantren dan sebagainya.
Sebab, dalam pemeliharaan harta yang berupa barang-
62
barang pekai demikian sering mencapai kesulitan
memperoleh sumber yang tetap. Oleh karenanya, untuk
membiayai pemeliharaan harta wakaf yang berupa
barang-barang pakai harus diperoleh sumber-sumber
tetap dari hasil harta wakaf berupa barang-barang yang
menghasilkan, bahkan diharapkan dari hasil tersebut
dapat dimanfaatkan untuk membiayai berbagai macam
kegiatan keagamaan, kegiatan ilmiah dan amalan-amalan
sosial pada umumnya.
Sebagai contoh kongrit dapat dilihat yang telah
mempunyai undang-undang tersendiri yang mengatur
soal perwakafan. Segala persoalan yang berkaitan wakaf
dikelola langsung oleh menteri yang membawahi suatu
departemen yang disebut kementerian urusan wakaf
(Wizaaratul Auqaaf) harta wakaf banyak berupa gedung-
gedung sewaan, tanah-tanah pertanian yang disewakan
63
atau dibagi-bagikan serta berbagai macam saham yang
ditaman dalam berbagai macam perusahaan. Sehingga
dapat diharapkan harta wakaf semakin berkembang.
Universitas Al-Azhar yang telah berusia 1000 tahun
itupun masih dibiayai harta wakaf. Buku-buku agama
yang diterbitkan dan disumbangkan untuk umat Islam
diberbagai negara juga dibiayai dari harta wakaf. Dosen-
dosen yang banyak dikirim keluar negeri untuk
memperdalam studinya juga dibiayai dari harta wakaf.
Dengan demikian jelaslah bahwa betapa banyak
manfaat dan hasil yang dapat diperoleh apabila wakaf itu
dikembangkan. Karenanya perwakafan tanah di
Indonesia juga hendaklah diperkembangkan karena ia
dapat memberikan manfaat langsung maupun tidak
langsung dan tidak terbatas hanya dapat dinikmati oleh
66
PELAKSANAAN WAKAF
Untuk dapat dilaksanakan suatu perbuatan wakaf,
maka harus terpenuhi empat rukun, yaitu :
1. Orang yang mewakafkan (wakif)
2. Akad (ikrar wakaf)
3. Harta yang diwakafkan (al-mauquf „alaihi)
4. Pengelola atau pemelihara harta wakaf
(nazir atau mustawalli)
Suatu wakaf di Mesir akan bisa dilaksanakan
dengan prosedur sebagai berikut :
1) Si wakif ke pengadilan atau mahkamah dengan
membawa surat-surat harta benda yang akan
diwakafkan disertai para saksi.
2) Pengadilan atau mahkamah dimaksud menerima
surat-surat harta benda tersebut, kemudian
67
membuat surat keputusan tentanf terjadinya
perwakafan yang isinya meliputi :
Nama wakif
Luas tanah atau nilai harta wakaf
Saksi-saksi
3) Pengadilan atau mahkamah menyerahkan surat
keputusan perwakafan tersebut kepada kementerian
wakaf.
4) Kementerian wakaf kemudian melihat lansung
keberadaan harta wakaf dtersebut dan menaksir
harga wakaf serta mengambil 10 % dari nilai harta
wakaf dan memasukkan dalam APBN berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5) Untuk mengembangkan harta wakaf tersebut,
kementerian harta wakaf menyerahkan kepada
68
lembaga wakaf Mesir (Haiatul Auqaaf) untuk
dikelola secara produktif sesuai dengan tujuannya.
6) Untuk mengamankan surat keputusan pengadilan /
mahkamah tentang terjadinya wakaf itu sebagai
dokumen penting, maka telah dilakukan
penyimpanan secara elektronik yaitu mikro film
yang foto copynya disimpan di pengadilan atau
mahkamah dan lembaga wakaf.
DASAR HUKUM PENGELOLAAN WAKAF
DI MESIR
Dasar hukum yang menjadi perturan perundang-
undangan pengelolaan wakaf di Mesir adalah :
1) Undang-undang No. 48 Tahun 1946 tentang hukum
wakaf yang berisi tata cara prosedural
pembentukan wakaf dan syarat-syaratnya, jenis
wakaf dan berbagai kebijaksanaan dalam
69
perubahan penyalurannya dan masalah hak
kepemilikan harta wakaf.
2) Undang-undang No. 427 tahun 1953 tentang
penyaluran wakaf sosial dan manfaatnya kejalur
kebaikan, dan berbagai kebijaksanaan kementerian
wakaf dalam menangani wakaf sosial.
3) Undang-undang No. 44 Tahun 1962 tentang
persiapan jalur pengembangan ekonomi dan
investasi. Akan tetapi, hasilnya negatif dan
pelaksaannya gagal karena tidak efektifnya fungsi
kelembagaan yang ada didalamnya.
4) Keputusan Presiden Republik Arab Mesir No. 80
Tahun 1971 tentang pembentukan Badan Wakif
Mesir sebagai mitra kementerian dalam mengelola
wakaf sosial.
70
5) Peraturan pemerintah No. 1141 Tahun 1972
tentang tehnik kerja badan wakaf Mesir yang
diperintahkan pada manajemen dan investasi harta
wakaf sosial untuk memperoleh keuntungan yang
sebesar-besarnya dalam rangka merealisasikan
tujuan undang-undang wakaf.
6) Undang-undang No. 42 Tahun 1973 tentang
penarikan tanah pertanian yang termasuk kategori
wakaf sosial dan telah dikelola oleh badan wakaf
umum untuk perbaiakan pertanian dan belum
dibagi-bagikan, termasuk penarikan perumahan dan
tanah yang dikelola, diambil alih oleh pemerintah
dan diinvestasikan dengan keuntungan dibagi
kepada kedua belah pihak.
7) Undang-undang No. 43 Tahun 1982 tentang
berakhirnya masa penguasaan aset wakaf. Dalam
71
hal ini, aset wakaf yang dijadikan lahan pertanian
atau pemukiman bisa berakhir masanya atas
keputusan menteri wakaf.
RISALAH WAKAF
Yang dimaksud “risalah wakaf” adalah tujuan
utama dilaksanakannya wakaf. Risalah wakaf dapat
disimpulkan dalam empat tujuan utama, yaitu :
TUJUAN AGAMA
Tujuan ini merupakan penjabaran dari peranan
Allah antara lain dalam surat At-Taubah ayat 18 tentang
pendirian masjid-masjid yang menjadi sarana dakwah
agama dan termasuk salah satu bentuk ibadah utama
yang berpahala, Allah SWT., berfirman dalam Q.S. At-
Taubah 9:18;
72
ڳ ڱ ڱ ڱ ڱ ں ں ڻ ڻ ڻ
ھ ھ ھ ھ ڻ ۀ ۀ ہ ہ ہ ہ
ے ے ۓ ۓ
Artinya: “Hanya yang memakmurkan masjid-masjid
Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan
Hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat,
menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun)
selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang
diharapkan termasuk golongan orang-orang yang
mendapat petunjuk”.
TUJUAN SOSIAL
Yang dimaksud tujuan sosial disisn ialah tujuan
untuk mendekatkan hubungan antara orang kaya dan
orang-orang fakir miskin serta kaum yang terlantar.
Dalam hal ini wakaf dapat dimanfaatkan untuk yang
memperbaiki nasib dan menolong mereka. Tujuan ini
sesuai dengan sitiran Al-Qur‟an, Allah SWT., berfirman
dalam Q.S. At-Taubah 9:60;
73
ڻ ڻ ڻ ۀ ۀ ہ ہ
ۓ ہ ہ ھ ھ ھ ھ ے ے ۓ
﮸ ﮹ ﮷ ﮶ ﮵ ﮲ ﮳ ﮴
Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk
orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-
pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya,
untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang
berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang
sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang
diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Bijaksana”.
Firman Allah SWT., dalam surat At-Taubah Q.S., 9:99;
ۋ ۋ ۅ ۅ ۉ ۉ ې ې
ې ې ى ى ائ ائ ەئەئ وئ وئ ۇئ ۇئۆئ
ېئ ېئ ىئ ىئ ىئ ی ۆئ ۈئ ۈئ ېئ
Artinya : “Di antara orang-orang Arab Badwi itu ada
orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian,
dan memandang apa yang dinafkahkannya (di jalan
74
Allah) itu, sebagai jalan untuk mendekatkannya kepada
Allah dan sebagai jalan untuk memperoleh doa Rasul.
Ketahuilah, sesungguhnya nafkah itu adalah suatu jalan
bagi mereka untuk mendekatkan diri (kepada Allah).
Kelak Allah akan memasukan mereka kedalam rahmat
(surga)Nya; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang”.
Firman Allah SWT., dalam surat At-Taubah Q.S., 9:103;
ڱ ڱ ڱ ڱ ں ں ڻ ڻ ڻڻ ۀ ۀ
ہ ہ ھ ھ ھ ہ ہ
Artinya : “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka,
dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan
mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa
kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan
Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
TUJUAN PENDIDIKAN
Wakaf memegang peranan penting dalam
mencerdaskan umat, karena ada wakaf yang disyaratkan
pemanfaatannya untuk pembelian buku-buku
75
perpustakaan yang dibagikan secara gratis kepada
lembaga-lembaga pendidikan dan mushaf-mushaf untuk
masjid.
TUJUAN EKONOMI
Diantara tujuan wakaf umum (khoiry) adalah untuk
membantu masyarakat dan kesejahteraannya. Dalam hal
ini untuk meningkatkan perindustrian, perdagangan dan
pertanian melalui uang atau barang yang dimasukkan ke
bank-bank islam, yang pada gilirannya bank tersebut
mencairkan dana dan kemudian mengalokasikan kepada
bidang-bidang ekonomi itu.
PENGELOLAAN WAKAF DI MESIR
Kementerian wakaf bertanggung jawab secara
langsung dalam melestarikan wakaf sosial dan
meningkatakan keuangan wakaf dan investasinya,
76
sehingga peranan sosial dan ekonominya dapat berjalan
secara berkesinambungan. Untuk itu, kementerian wakaf
mengadakan kajian tentang fiqih wakaf dan perundang-
undangan serta riset ilmiah untuk menetapkan kaidah-
kaidah pengembangan wakaf.
Dari beberapa perundang-undangan yang ada
menunjukkan disamakan dengan kekayaan milik negara.
Untuk itu, yang paling berhak atas pengelolaan wakaf
adalah kementerian wakaf atau orang yang telah ditunjuk
dan diberi amanat. Pengelola wakaf yang ditunjuk oleh
kementerian wakaf harus memberi laporan tahunan
secara lengkap dan detail, mengingat ia adalah amanat.
Dan bagi yang melanggar, maka akan dikenakan
hukuman penjara serta denda.
78
SEJARAH KEMENTERIAN WAKAF
MESIR
Pada tahun 1835, Muhammad Aly sebagai
penguasa Mesir mendirikan lembaga wakaf dan lembaga
ini merupakan wakaf dan kelembagaan ini merupakan
lembaga pertama yang menangani pengelolaan dan
pengawasan wakaf di Mesir. Kemudian pada tahun 1851,
dibentuk pula untuk pertama kali dewan pengawas wakaf
dan wakaf kemudian melembagakan secara formal
dibawah pengawasan sosial.
Pada tahun 1878, Abbas ke-1 mengadakan
reformasi wakaf. Pada tahun 1882, badan pengawas
sosial dan berdiri secara independen baik dari segi
pengelolaan administrasi maupun keuangan, kemudian
diberi nama Lembaga Wakaf.
79
Pada tahun 1895, dikeluarkan surat keputusan
penguasa Mesir tentang lembaga umum wakaf dan
pembentukan dewan tinggi wakaf yang berisi tentang
tugas dan wewenang lembaga umum wakaf dan
pembentukan dewan tinggi wakaf dan tugas-tugasnya
pada tahun 1913. Penguasa Mesir Abbas ke II
mengeluarkan surat keputusan tentang pembentukan
badan pengawas wakaf yang dipimpin oleh seorang
menteri dan dibantu oleh dewan tinggi wakaf. Kemudian
pada tahun 1923, badan pengawas wakaf terbentuk
menjadi kementerian negara.
Pada tanggal 24 April 1946, dikeluarkan undang-
undang No. 36 tahun 1946 tentang pembentukan
kementerian wakaf dan pada saat itu juga dipimpin oleh
menteri wakaf. Kemudian pada tahun 1959 dikeluarkan
undang-undang No. 247 tahun 1959 tentang penambahan
80
tugas baru, yaitu agar kementerian wakaf mengawasi dan
mengelola semua wakaf sosial dan dimanfaatkan secara
adil serta merata berdasarkan perioritas kemaslahatan.
Kemudian juga dikeluarkan undang-undang No. 272
tahun 1959 tentang pengaturan kementerian wakaf dan
dibentuk komitepanitia urusan wakaf yang diketuai oleh
menteri wakaf. Komite ini sejajar dengan Dewan Tinggi
Wakaf dan memegang kekuasaan pengadilan agama
dalam masalah wakaf.
STRUKTUR DAN URAIAN TUGASNYA
Kantor kementerian wakaf Mesir mempunyai
beberapa tugas pokok, yaitu :
1. Memberikan bantuan kepada para penduduk miskin
yang mengajukan permohonan dan juga kepada
para pelajar di perguruan tinggi. Bantuan ini
81
terkandung bersifat reguler dan kadang diberikan
sekali secara serentak.
2. Memberi jaminan kepada para pegawai di
kementerian wakaf serta para pegawai pemerintah.
3. Merekomendasi dan mendidik anak-anak yatim
dari keturunan Islam dan menyekolahkan di dua
lembaga pendidikan kementerian wakaf khusus.
4. Mengawasi kantor cabang kementerian wakaf di
Madinah dan Makkah.
5. Melestarikan aset-aset wakaf terutama yang berupa
wakaf sosial dan mengkoordinasikan lembaga-
lembaga yang berkompeten atas pengawasan dan
pengelolaan.
Struktur dan tugas kementerian wakaf;
a. Menteri wakaf, kementerian wakaf terdiri dari :
1) Sekretaris jenderal kementerian wakaf
82
2) Direktorat jenderal urusan agama
3) Direktorat jenderal urusan wlayah
4) Direktorat jenderal urusan pelayanan terpadu
b. Direktorat jenderal urusan agama, terdiri dari :
1) Direktur urusan dakwa
2) Direktur urusan masjid dan Al-Qur‟an
3) Direktur urusan kebajikan dan wakaf
c. Direktorat urusan kebajikan dan wakaf terdiri dari :
1) Subdit bantuan dan riset sosial, terdiri dari :
a. Seksi bantuan
b. Seksi riset sosial
c. Seksi pengendalian
Adapun tugas-tugasnya adalah :
a. Menerima permohonan bantuan dari
masyarakat, memproses dan menyerahkan
hasil penelitian kapada panitia khusus untuk
83
mendapatkan keputusan bantuan yang
diminta
b. Menyerahkan bantuan untuk pelajar dan
mahasiswa
c. Menyerahkan bantuan penikahan bagi
masyarakat yang membutuhkannya
d. Menyerahkan bantuan kematian kepada
fakir miskin
2) Subdit investasi dan yayasan, terdiri dari :
a. Seksi investasi
b. Seksi yayasan
c. Seksi pengendalian seksi pesantren
d. Seksi urusan sandang
Adapun tugas-tugasnya adalah :
a. Menerima permintaan investasi yang
disampaikan oleh karyawan departemen dan
84
negara, menetapkan pemerimaannya
selanjutnya menyampaikan kepada panitia
khusus dengan keputusan investasi dan
harganya.
b. Mengawasi lembaga-lembaga investasi
c. Melaksanakan pendidikan anak-anak yatim
dan mengajarkan keahlian
d. Mengatur keuburan dan mencetak al-Qur‟an
e. Menyiapkan karyawan bagi pengelolaan
gedung yang disewakan di Makkah dan
Madinah untuk menyambut jama‟ah haji.
3) Subdit wakaf dan akuntansi terdiri dari :
a. Seksi pengendalian
b. Seksi pembukuan
c. Seksi sanksi dan akuntansi
d. Seksi urusan wakaf
85
e. Seksi kepemilikan
Adapun tugas-tugasnya ialah :
a. Mengklarifikasi perwakafan, meneliti
dokumennya dan meregistrasikan dalam
buku yang telah tersedia.
b. Melaksanakan pengukuran tehadap wakaf
yang belum diukur.
PERANAN KEMENTERIAN WAKAF
MESIR
Sejak dikeluarkannya undang-undang pengelolaan
wakaf sosial oleh kementerian wakaf Mesir banyak
proyek ditangani oleh kementerian wakaf dalam rangka
pengembangan aset wakaf dan pendayagunaanya untuk
kepentingan pembinaan masyarakat. Maka, dalam hal ini
ada dua perioritas yang menjadi tugas utama kementerian
wakaf dalam mengelola wakaf, yaitu :
86
1. Membina masyarakat, dengan melakukan hal-hal
sebagai berikut :
a. Memberi bantuan bulanan kepada penduduk
sejumlah 2.742 dengan nominal L.E 720422
b. Memberi bantuan sementara kepada penduduk
sejumlah 33.656 orang untuk biaya bencana alam,
kematian, perawatan orang sakit, perkawinan dan
lainnya sebesar L.E 1.438.793
c. Memberi beasiswa kepada mahasiswa asing dari
negara-negara Islam sebanyak 243 orang.
d. Memberi bantuan kepada organisasi-organisasi
pemuda muslim dan muslimah setiap tahun
sebesar L.E 60.000
e. Memberi fasilitas kesehatan para pekerja di
kementerian wakaf, termasuk keluarnya sebesar
L.E 7.200.000 setiap tahun
87
f. Mendirikan rumah sakit di berbagai daerah di
Cairo raya ± 55 buah
2. Mengembangkan wakaf dan investasi
Kementerian wakaf banyak ikut andil dalam
berbagai kegiatan perekonomian yang mengarah kepada
pengembangan investasi dan proyek-proyek besar
berskala nasional, bekerja sama dengan perusahaan-
perusahaan swasta dan perbankan. Adapun jenis proyek
yang telah dilakukan dengan kerja sama dalam
penanaman investasi adalah :
a. Membeli saham perusahaan besi, perusahaan
makanan PT. Bisko Mesir, perusahaan pembuatan
tas, pabrik kertas PT. Rakita, pabrik kimia PT.
Kimia, pabrik susu, PT. Semen Zeus, perusahaan
real estase Mesir, perusahaan peternakan dan
tambak ikan.
88
b. Membeli sertifikat investasi dari bank swasta
Mesir dan bank pembangunan.
c. Investasi perbankan di beberapa bank daerah
antara lain Cairo Bank di Sandi dan Arab Bank di
Yunani.
d. Membangun reak estate dan ratusan pemikiman
penduduk yang bisa ditempati ribuan keluarga
dengan cara dijual atau dikontrakkan.
e. Memberdayakan lahan pertanian seluas 10.000
hektar dengan sistem kontrak kepada petani
sebagaimana diatur dalam undang-undang No. 96
tahun 1992.
f. Membeli seluas 2.200 hektar daerah perkebunan
di propinsi Syariah dan ditanami berbagai jenis
buah-buahan kualitas unggul dan dipersiapkan
untuk kebutuhan eksport.
89
g. Mengembangkan proyek Tosyko seluas 30.000
hektar khususnya bidang pertanian dan real estate
bekerja sama dengan beberapa perusahaan besar.
h. Mengambil alih sisa aset wakaf Muhammad Ali
di Yunani dalam proyek pengembangan daerah
pariwisata, termasuk membeli rumah-rumah yang
masih menjadi sengketa atas konfirmasi dengan
pemerintah Yunani.
i. Dalam proyek pengembangan pemukiman
masyarakat kementerian, diantaranya menetapkan
harga yang logis dan keringanan membayar
angsuran perluasan rumah.
j. Mengambil alih aset-aset wakaf sosial yang
diperoleh dengan cara tidak syar‟i dan
mengolahnya melalui sistem investasi.
90
BADAN WAKAF MESIR
Pada mulanya pemerintah Mesir belum mengatur
persoalan wakaf pribadi, sehingga keberadaannya selalu
ada dan terjadi ditengah masyarakat, dengan
dikeluarkannya undang-undang pemerintah Mesir No.
180 tahun 1952, maka wakaf pribadi (Wakaf ahli)
dinyatakan tidak berlaku dan dihapuskan serta dilarang
pembentukannya. Sejak diundangkannya undang-undang
tersebut, wakaf di Mesir sosial saja. Selanjutnya selang
beberapa waktu yang tidak lama di tahun itu juga
pemerintah Mesir mengeluarkan undang-undang No. 24
tahun 1952 yang menyatakan bahwa wakaf sosial diambil
alih dan ditangani oleh kementerian wakaf.
Pada tahun 1971, dikeluarkan pula surat Keputusan
Presiden (kepres) Republik Arab Mesir No. 80 Tahun
1971 tantang pembentukan Badan Wakaf Mesir dan
91
menyerahkan pengelolaan dan pengembangan wakaf
kepada badan tersebut.
Badan wakaf dikelola oleh para pemuka agama dan
staf menteri wakaf dan berkantor di Kairo. Diantara
prioritas badan yang menjadi prioritas badan ini adalah
mengelola dan dan mengembangkan aset wakaf dan
bentuk investasi, akan tetapi terbatas pada beberapa jenis
aset wakaf, seperti tanah pertanian yang diwakafkan.
1) Direktur umum bagian tehnik
(pengukuran)
2) Direktur umum bagian pertanian
3) Wakil kementerian pertanian
4) Wakil kementerian kependudukan
5) Wakil kementerian ekonomi
6) Wakil kementerian perwakafan
92
7) Penasehat dari majelis pengadilan tinggi
yang dipilih oleh majelis
8) Seorang ahli huku Islam yang dipilih oleh
menteri perwakafan (pakar hukum Islam)
94
Pengelolaan wakaf di Mesir didukung oleh
peraturan perundang-undangan yang sangat kuat dan
sudah lama dilaksanakan.
Peranan pemerintah dalam hal ini kementerian
wakaf sangat dominan dalam pengelolaan wakaf,
sehingga pengelolaannya dapat dijalankan secara
optimal.
Pengelolaan wakaf dilakukan secara profesional
dan produktif diseluruh sektor riil, mulai dari wakaf
tanah, bangunan dan uang (wakaf tunai) yang dilakukan
oleh sebuah “Badan” yang anggotanya terdiri dari para
ahli profesional di bidangnya.
Untuk mengoptimalkan pengelolaan wakaf di
Indonesia secara produktif di Indonesia, dibutuhkan
pengaturan khusus melalui undang-undang tentang
pengelolaan wakaf.
95
Pemerintah harus produktif dalam membina dan
menfasilitasi masyarakat (pengelolaan wakaf) terhadap
wakaf.