ii. tinjauan pustaka 2.1. kajian penelitian terdahulurepository.ub.ac.id/129850/5/5.pdf ·...
TRANSCRIPT
-
10
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kajian Penelitian Terdahulu
Sebelumnya telah banyak dilakukan penelitian yang berkaitan dengan
konsep penelitian ini yaitu peranan Gapoktan ataupun kelompok tani dan
pengendalian mutu sayuran. Berikut adalah beberapa penelitian terdahulu yang
berkaitan dengan konsep penelitian ini.
Sugiharti (2005) melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Manajemen
Mutu Terpadu pada Perusahaan Distributor Sayuran CV. Bimandiri Lembang”.
Penelitian tersebut memiliki dua tujuan yaitu menganalisis penerapan Manajemen
Mutu Terpadu (MMT) di perusahaan, dan menganalisis permasalahan-
permasalahan yang berkaitan dengan penerapan MMT tersebut. Teknik analisis
yang digunakan adalah menggunakan alat analisis Proses Hirarki Analitik (PHA)
dan analisis deskriptif dengan pemberian skor terhadap unsur MMT. Hasil dari
penelitian tersebut adalah teknik pengendalian mutu yang diterapkan oleh CV
Bimandiri terbagi menjadi pengendalian mutu pengadaan sayuran, pengendalian
mutu di bagian proses penanganan, pengendalian mutu di bagian distribusi dan
pengendalian mutu di bagian keuangan. Unsur-unsur MMT yang diterapkan oleh
CV. Bimandiri di antaranya sumberdaya manusia, standar, sarana, organisasi,
audit internal dan diklat.
Secara keseluruhan penerapan sistem MMT di CV Bimandiri masih belum
sempurna dan dalam tahap pengembangan. Dalam penerapan MMT, audit internal
merupakan unsur yang mempunyai skor paling tinggi. Pemantauan dan evaluasi
pelaksanaan pengendalian mutu di CV Bimandiri dilakukan melalui audit internal
di setiap bagian. Unsur MMT yang memiliki skor paling rendah adalah pengadaan
kegiatan pendidikan dan pelatihan. Permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan
dalam menerapkan MMT berturut-turut adalah sortasi (0,362), pengemasan
(0176), jumlah sayuran (0,153), waktu pengadaan (0,106), pembagian (0,098),
waktu distribusi (0,076) dan sarana distribusi (0,029). Faktor penyebab dari
permasalahan yang terjadi adalah sebagai berikut. Masalah jumlah sayuran
disebabkan oleh sistem, budidaya petani dan faktor alam, penyebab terjadinya
masalah dalam waktu pengadaan adalah sistem, alat transportasi dan jarak.
-
11
Masalah sortasi, pengemasan dan pembagian faktor penyebabnya adalah SDM,
sistem, alat dan bahan. Penyebab terjadinya masalah waktu distribusi adalah
sistem, alat transportasi dan jarak, sedangkan untuk masalah sarana disebabkan
oleh alat transportasi dan sistem.
Penelitian Adeliani (2013) yang berjudul “Peranan Kelompok Tani dalam
Pengendalian Mutu Brokoli di Desa Cibodas, Kecamatan Lembang, Kabupaten
Bandung Barat” memiliki dua tujuan penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah
menganalisis peranan kelompok Mekar Tani Jaya dalam pengendalian mutu
brokoli dan menganalisis kendala kelompok Mekar Tani Jaya dalam pengendalian
mutu brokoli. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
deskriptif dan analisis diagram sebab akibat (fishbone). Hasil penelitian
menunjukan bahwa kelompok Mekar Tani Jaya berperan dalam pengendalian
mutu brokoli melalui beberapa kegiatan yaitu kegiatan manajemen kualitas
terutama pada perencanaan yang dilakukan kelompok, kegiatan pelayanan
informasi dengan cara pemenuhan kebutuhan informasi pasar (harga, kuantitas,
kualitas brokoli), kegiatan peningkatan pengetahuan petani dengan cara diskusi,
pembelajaran materi dan praktik, penerapan teknologi terutama pada penggunaan
mulsa plastik perak dan kegiatan pengadaan sarana prasarana terutama pada
pengadaan benih, rumah kemasan dan distribusi. Sedangkan kendala yang dialami
kelompok adalah sebagian besar petani belum menggunakan biopestisida,
kegiatan pemeriksaan dan evaluasi yang dilakukan kelompok tidak rutin.
Studi terkait dengan peranan Gapoktan adalah penelitian Adityawati (2010)
yang berjudul “Peranan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) dalam Penerapan
Inovasi Teknologi Prima Tani terhadap Peningkatan Produksi dan Pendapatan
Usahatani Ubi Jalar”. Penelitian ini mengemukakan tujuan penelitian sebagai
berikut: mendeskripsikan peranan Gapoktan dalam penerapan inovasi teknologi
Prima Tani pada tanaman ubi jalar Gunung Kawi di daerah penelitian,
menganalisis hubungan antara peranan Gapoktan dengan penerapan inovasi
teknologi Prima Tani di daerah penelitian, serta menganalisis hubungan antara
penerapan inovasi teknologi Prima Tani dengan peningkatan produksi dan
pendapatan usahatani ubi jalar Gunung Kawi. Hasil dari penelitian ini adalah
peranan Gapoktan Semar Desa Wonosari dalam penerapan inovasi teknologi
-
12
Prima Tani termasuk dalam kategori rendah dengan persentase 51,62 %.
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan analisis korelasi rank spearman
didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan nyata antara peranan Gapoktan dengan
penyaluran modal, tidak terdapat hubungan antara peranan Gapoktan dengan
pengadaan saranan produksi, tidak terdapat hubungan antara peranan Gapoktan
dengan penyaluran informasi teknologi Prima Tani, serta tidak terdapat hubungan
antara peranan Gapoktan dengan pemasaran hasil usahatani ubi jalar. Berdasarkan
perhitungan hasil panen petani sebelum dan sesudah menerapkan teknologi Prima
Tani, rata-rata produktivitas ubi jalar Gunung Kawi meningkat dari 6,02 ton/ha
menjadi 7,44 ton/ha. Pendapatan petani juga meningkat dengan selisih sebesar Rp.
2.859.775,00.
Dalam penelitian Redono (2012) yang berjudul “Peran Gabungan
Kelompok Tani (Gapoktan) dalam Mewujudkan Kelompok Tani yang Kuat dan
Mandiri” menggunakan analisis rata-rata nilai pencapaian tiap item untuk
mengetahui tingkat peran dan fungsi Gapoktan, sedangkan untuk mengetahui
pengaruh Gapoktan terhadap tingkat peran dan fungsi dianalisis dengan estimasi
Ordinary Least Square (OLS). Hasil dari penelitian ini adalah pertemuan rutin
anggota atau pengurus termasuk dalam kategori tinggi sebesar 98,33 %, rencana
kegiatan yang disusun bersama termasuk dalam kategori tinggi yaitu 90 %,
pelaksanaan rencana kegiatan tergolong sedang yaitu sebesar 70 %, evaluasi
kegiatan termasuk kategori tinggi yaitu sebesar 83,33%, adanya norma-norma
tertulis yang ditaati bersama termasuk kategori rendah dengan nilai 43,33 %,
administrasi Gapoktan termasuk kategori tinggi dengan persentase 100 %,
kerjasama Gapoktan dengan pihak lain jarang dilakukan (42 %), dan pemupukan
modal dari iuran termasuk kategori sedang yaitu 60 %.
Dari beberapa penelitian terdahulu yang telah disebutkan di atas, terdapat
beberapa persamaan dan perbedaan dengan penelitian ini berupa variabel yang
diteliti, tujuan penelitian, maupun metode analisis data. Variabel penelitian dalam
penelitian Adityawati (2010) yang sama dengan penelitian ini adalah peranan
Gapoktan dalam pengadaan sarana produksi, penyaluran informasi teknologi, dan
pemasaran hasil usahatani. Tujuan penelitian yang sama dengan beberapa
-
13
penelitian terdahulu adalah mendeskripsikan peranan Gapoktan dalam
pengendalian mutu sayuran.
Perbedaan dari segi variabel penelitian yaitu dalam beberapa penelitian
terdahulu digunakan variabel produksi dan pendapatan usahatani. Dalam
penelitian ini tidak menganalisis variabel produksi dan pendapatan usahatani
kangkung karena pada penelitian sebelumnya di tempat yang sama (Desa
Pandanajeng) telah dilakukan analisis produksi dan pendapatan usahatani
kangkung. Perbedaan berikutnya antara penelitian ini dengan penelitian terdahulu
yaitu pada penggunaan metode analisis data. Pada beberapa penelitian
sebelumnya digunakan metode analisis kuantitatif yang meliputi Ordinary Least
Square (OLS), korelasi rank spearman, maupun Proses Hirarki Analitik (PHA).
Penelitian mengenai peranan Gapoktan Sumbersuko dalam pengendalian mutu
dan pemasaran sayuran kangkung ke pasar modern ini lebih menekankan pada
metode deskriptif kualitatif. Apabila dalam penelitian Adeliani (2013) digunakan
tabel skoring dengan skala Guttman untuk menganalisis peranan kelompok tani,
maka lain halnya dengan penelitian ini yang mendeskripsikan peranan Gapoktan
tanpa menggunakan skoring.
2.2. Peranan Gapoktan 2.2.1. Pengertian Peranan
Menurut Soekanto (1990) peranan (role) merupakan aspek dinamis dari
kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajiban sesuai
dengan kedudukannya maka dia akan menjalankan suatu peranan. Perbedaan
antara kedudukan dengan peranan adalah untuk kepentingan ilmu pengetahuan.
Keduanya tidak dapat dipisah-pisahkan, karena yang satu tergantung dengan yang
lain dan sebaliknya. Tidak ada peranan tanpa kedudukan atau kedudukan tanpa
peranan. Setiap orang mempunyai macam-macam peranan yang berasal dari pola-
pola pergaulan hidupnya. Hal itu sekaligus berarti bahwa peranan menentukan apa
yang diperbuat bagi masyarakat serta kesempatan apa yang diberikan oleh
masyarakat kepadanya. Pentingnya peranan itu karena ia mengatur perilaku
seseorang.
-
14
Peranan mencakup tiga hal yaitu:
1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat
seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian
peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan
kemasyarakatan.
2. Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu
dalam masyarakat sebagai organisasi.
3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi
struktur sosial masyarakat.
Berdasarkan acuan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan peranan
adalah perilaku yang dilakukan oleh seseorang ataupun kelompok di dalam suatu
masyarakat. Penelitian ini bermaksud untuk mendeskripsikan peranan Gapoktan
yang berarti perilaku Gapoktan dalam memberikan fasilitas anggotanya untuk
melakukan pengendalian mutu sayur kangkung maupun pemasarannya ke pasar
modern.
2.2.2. Pengertian Gapoktan Salah satu pengertian dari Gapoktan adalah kumpulan beberapa kelompok
tani yang bergabung dan bekerjasama untuk meningkatkan skala ekonomi dan
efisiensi usaha (Pusat Pengembangan Penyuluhan Pertanian, 2008). Menurut
Apriyantono (2007) Gabungan Kelompok Tani adalah gabungan dari beberapa
kelompok tani yang melakukan usaha agribisnis di atas prinsip kebersamaan dan
kemitraan sehingga mencapai peningkatan produksi dan pendapatan usahatani
bagi anggotanya dan petani lainnya.
Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) juga dapat diartikan sebagai
kumpulan beberapa kelompok tani, baik dalam satu desa maupun dari beberapa
desa. Penggabungan dari beberapa kelompok tani didasarkan kepada wilayah
kerja, jenis komoditas, kesamaan orientasi usaha maupun kombinasi dari faktor
tersebut. Gapoktan diharapkan mampu menjadi wadah untuk melakukan
koordinasi dan komunikasi antara kelompok tani (Hermanto, 2007). Pengertian
Gapoktan menurut Syahyuti (2007) adalah wadah kerjasama antar kelompok tani,
-
15
sehingga Gapoktan terdiri atas beberapa kelompok tani dengan kepentingan yang
sama dalam pengembangan komoditas usahatani tertentu.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Gapoktan adalah
gabungan dari beberapa kelompok tani yang melakukan usaha agribisnis di atas
prinsip kebersamaan dan kemitraan sehingga mencapai peningkatan produksi dan
pendapatan usahatani bagi petani anggotanya. Penelitian ini bermaksud untuk
mendeskripsikan peranan Gapoktan Sumbersuko yang merupakan kumpulan dari
empat kelompok tani di Desa Pandanajeng dalam melakukan kemitraan dengan
pasar modern untuk pemasaran sayuran kangkung. Selain itu, Gapoktan
Sumbersuko juga melakukan pengendalian mutu pada sayuran kangkung yang
akan dipasarkan tersebut.
2.2.3. Ciri-Ciri Gapoktan Pengembangan kelompok tani diarahkan pada peningkatan kemampuan
setiap kelompok tani dalam melaksanakan fungsinya, peningkatan kemampuan
para anggota dalam mengembangkan agribisnis, penguatan kelompok tani
menjadi organisasi petani yang kuat dan mandiri. Kelompok tani yang
berkembang bergabung ke dalam Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan).
Gapoktan yang kuat dan mandiri dicirikan antara lain:
1. Adanya pertemuan atau rapat anggota maupun rapat pengurus yang
diselenggarakan secara berkala dan berkesinambungan.
2. Disusunnya rencana kerja Gapoktan secara bersama dan dilaksanakan oleh
para pelaksana sesuai dengan kesepakatan bersama, serta setiap akhir
pelaksanaan dilakukan evaluasi secara partisipasi.
3. Memiliki aturan atau norma tertulis yang disepakati dan ditaati bersama.
4. Memiliki pencatatan atau pengadministrasian setiap anggota organisasi yang
rapi.
5. Memfasilitasi kegiatan-kegiatan usaha bersama di sektor hulu dan hilir.
6. Memfasilitasi usahatani secara komersial dan berorientasi pasar.
7. Sebagai sumber serta pelayanan informasi dan teknologi untuk usaha para
petani umumnya dan anggota kelompok tani khususnya.
8. Adanya jalinan kerjasama antara Gapoktan dengan pihak lain.
-
16
9. Adanya pemupukan modal usaha baik berupa iuran dari anggota atau
penyisihan hasil usaha Gapoktan.
2.2.4. Fungsi Gapoktan Munculnya berbagai peluang dan hambatan sesuai dengan lingkungan sosial
ekonomi setempat, membutuhkan adanya pengembangan kelompok tani ke dalam
suatu organisasi yang jauh lebih besar. Beberapa kelompok tani bergabung ke
dalam Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). Penggabungan dalam Gapoktan
terutama dapat dilakukan oleh kelompok tani yang berada dalam satu wilayah
administrasi pemerintahan untuk menggalang kepentingan bersama secara
kooperatif. Wilayah kerja Gapoktan sedapat mungkin di wilayah administratif
desa atau kecamatan, tetapi sebaiknya tidak melewati batas wilayah kabupaten
atau kota.
Penggabungan kelompok tani ke dalam Gapoktan dilakukan agar kelompok
tani dapat lebih berdaya guna dan berhasil guna, dalam penyediaan sarana
produksi pertanian, permodalan, peningkatan atau perluasan usahatani ke sektor
hulu dan hilir, pemasaran serta kerjasama dalam peningkatan posisi tawar.
Pembentukan Gapoktan dilakukan dalam suatu musyawarah yang dihadiri
minimal oleh para kontak tani atau ketua kelompok tani yang akan bergabung,
setelah sebelumnya di masing-masing kelompok telah disepakati bersama para
anggota kelompok untuk bergabung ke dalam Gapoktan.
Gapoktan melakukan fungsi-fungsi sebagai berikut:
1. Merupakan satu kesatuan unit produksi untuk memenuhi kebutuhan pasar
(kuantitas, kualitas, kontinuitas, dan harga).
2. Penyediaan saprotan (pupuk bersubsidi, benih bersertifikat, pestisida dan
lainnya) serta menyalurkan kepada para petani melalui kelompoknya.
3. Penyediaan modal usaha dan menyalurkan secara kredit atau pinjaman
kepada para petani yang memerlukan.
4. Melakukan proses pengolahan produk para anggota (penggilingan, grading,
pengemasan dan lainnya) yang dapat meningkatkan nilai tambah.
5. Menyelenggarakan perdagangan, memasarkan atau menjual produk petani
kepada pedagang atau industri hilir (Hermanto, 2007).
-
17
2.3. Pengendalian Mutu Mutu atau kualitas adalah tingkat baik buruknya sesuatu yang secara
umum dapat diartikan sebagai kesanggupan atau kemampuan barang dan jasa
untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Menurut Assauri (1998) pengendalian
mutu merupakan usaha untuk mempertahankan mutu atau kualitas barang yang
dihasilkan, agar sesuai dengan spesifikasi produk yang telah ditetapkan
berdasarkan kebijaksanaan pimpinan perusahaan. Sedangkan menurut
Kadarisman (1994) pengendalian mutu merupakan teknik-teknik dan kegiatan-
kegiatan operasional yang digunakan untuk memenuhi persyaratan mutu.
Pengendalian mutu meliputi monitoring suatu proses, melakukan tindakan koreksi
bila ada ketidaksesuaian, dan menghilangkan penyebab timbulnya hasil yang
kurang baik pada tahap rangkaian mutu yang relevan untuk mencapai efektivitas
yang ekonomis. Tujuan utama pengendalian mutu adalah untuk mendapatkan
jaminan bahwa kualitas produk atau jasa yang dihasilkan sesuai dengan standar
kualitas yang telah ditetapkan dengan mengeluarkan biaya yang ekonomis atau
serendah mungkin.
Pengendalian mutu tidak dapat dilepaskan dari pengendalian produksi,
karena pengendalian mutu merupakan bagian dari pengendalian produksi.
Pengendalian produksi baik secara kualitas maupun kuantitas merupakan kegiatan
yang sangat penting dalam suatu perusahaan. Hal ini disebabkan karena kegiatan
produksi yang dilaksanakan akan dikendalikan, supaya barang atau jasa yang
dihasilkan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, dimana penyimpangan-
penyimpangan yang terjadi diusahakan diminimumkan.
Prawirosentono (2004) secara garis besar menyatakan, pengendalian mutu
dapat diklasifikasikan menjadi pengendalian mutu bahan baku, pengendalian
dalam proses pengolahan, dan pengendalian mutu produk akhir.
1. Pengendalian mutu bahan
Mutu bahan mempengaruhi hasil akhir. Perbedaan mutu bahan baku akan
berakibat pada mutu yang dihasilkan tidak sesuai standar yang direncanakan.
2. Pengendalian mutu dalam proses pengolahan
Dalam membuat suatu produk diperlukan beberapa urutan proses produksi
agar hasilnya sesuai dengan yang direncanakan. Setiap tahap proses produksi
-
18
diawasi sehingga kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam proses produksi dapat
diketahui sebagai perbaikan.
3. Pengendalian mutu produk akhir
Produk akhir harus diawasi mutunya sejak keluar dari proses produksi
hingga tahap pembungkusan, penggudangan dan pengiriman ke konsumen.
Dalam memasarkan produk perusahaan harus berusaha menampilkan produk
yang bermutu.
Menurut Deming dalam Prawirosentono (2004) proses pengendalian mutu
dapat dilakukan melalui proses PDCA (Plan, Do Check, Action) atau sering
disebut siklus Deming. Siklus PDCA merupakan pola berpikir dan bertindak
secara berkesinambungan dengan mengikuti siklus Plan (perencanaan), Do
(pelaksanaan), Check (pemeriksaan), Action (penanggulangan). Berikut adalah
tahapan-tahapan dalam siklus PDCA:
1. Plan (Perencanaan)
Perencanaan merupakan kegiatan untuk mengidentifikasi sasaran dan proses
dengan mencari tahu hal-hal apa saja yang perlu dilakukan untuk mencapai tujuan
dan masalah yang dihadapi kemudian mencari solusi atau ide-ide untuk
memecahkan masalah ini. Tahapan yang perlu diperhatikan yaitu dengan
mengidentifikasi kebutuhan yang diperlukan agar hasil yang sesuai dengan
spesifikasi. Tahapan selanjutnya adalah mendeskripsikan proses dari awal hingga
akhir yang akan dilakukan.
2. Do (Pelaksanaan)
Pelaksanaan proses produksi dan tindakan pengendalian pengarahan pada
karyawan yang mempunyai tanggung jawab dalam pekerjaannya. Implementasi
proses dalam langkah ini, yaitu melaksanakan rencana yang telah disusun
sebelumnya dan memantau proses pelaksanaan dalam skala kecil (proyek uji
coba). Proses pelaksanaan mengacu pada penerapan dan pelaksanaan aktivitas
yang direncanakan.
3. Check (Pemeriksaan)
Pemeriksaan merupakan kegiatan membandingkan mutu hasil produksi
dengan standar yang ditetapkan, jika diperoleh data kegagalan, maka dicari
penyebab kegagalannya. Memantau dan mengevaluasi proses dan hasil terhadap
-
19
sasaran dan spesifikasi dan melaporkan hasilnya. Dalam pemeriksaan ada dua hal
yang perlu diperhatikan, yaitu memantau dan mengevaluasi proses dan hasil
terhadap sasaran dan spesifikasi. Teknik yang digunakan adalah observasi dan
survei. Apabila masih menemukan kelemahan-kelemahan, maka disusunlah
rencana perbaikan untuk dilaksanakan selanjutnya. Jika gagal, maka sebaiknya
dicari pelaksanaan lain, namun jika berhasil, dilakukan rutinitas. Mengacu pada
verifikasi apakah penerapan tersebut sesuai dengan rencana peningkatan dan
perbaikan yang diinginkan.
4. Action (Tindakan Penanggulangan/ Evaluasi)
Action adalah melakukan usaha untuk memperbaiki kegagalan,
menstandarisasikan hasil, kemudian merencanakan perbaikan agar efisiensi
perusahaan dapat meningkat. Action dilakukan dengan menindaklanjuti hasil
pemeriksaan untuk membuat perbaikan yang diperlukan. Hal ini juga berarti
meninjau seluruh langkah dalam pengendalian mutu dan memodifikasi proses
untuk memperbaikinya sebelum implementasi berikutnya.
Menurut Prawirosentono (2004) unsur-unsur yang mempengaruhi hasil atau
mutu suatu produk yaitu:
1. Manusia (man) merupakan unsur utama yang memungkinkan terjadinya proses
penambahan nilai (value added).
2. Metode (method) yaitu prosedur kinerja setiap orang harus melaksanakan kerja
sesuai dengan bidang/ tugas masing-masing.
3. Mesin atau peralatan (machine) yaitu penggunaan mesin memungkinkan
terjadinya berbagai variasi dalam bentuk, jumlah dan kecepatan proses
penyelesaian kerja.
4. Bahan (material) yang mempengaruhi nilai dan output.
5. Ukuran (measurement) yaitu setiap tahap proses produksi harus ada ukuran
sebagai standar penelitian.
6. Lingkungan (environment) yaitu lingkungan proses produksi berada akan
menentukan hasil atau kinerja proses produksi.
Menurut Food and Agriculture Organization (2007) standar mutu yang baik
bagi produk pertanian termasuk sayuran adalah produk yang telah melalui
pengendalian mutu mulai dari budidaya sampai pada tangan konsumen. Petani
-
20
perlu memahami mengenai teknis budidaya hingga pasca panen dengan baik.
Menurut hasil seminar Asian Productivity Organization (2005) mengenai quality
control menyatakan bahwa faktor pendukung seperti informasi, pengetahuan,
teknologi, dan fasilitas merupakan faktor pendukung dalam pengendalian mutu.
Berikut ini adalah penjelasan mengenai pelayanan informasi, peningkatan
pengetahuan, penerapan teknologi, serta sarana dan prasarana yang memadai.
1. Pelayanan Informasi
Pelayanan informasi merupakan salah satu fungsi dari kelompok tani dan
Gabungan Kelompok Tani. Fungsi pelayanan informasi berkaitan dengan
bagaimana kelompok tani dan Gapoktan memberikan informasi yang telah
didapatkan kepada anggotanya dan bagaimana kelompok memenuhi kebutuhan
informasi anggotanya (Sumardjo, 2002).
2. Peningkatan Pengetahuan
Selain ketersediaan sumber informasi, pengetahuan merupakan salah satu
faktor pendukung dalam pengembangan petahi. Pengetahuan yang dibutuhkan
petani meliputi berbagai kegiatan agribisnis dari hulu hingga hilir (Sumardjo,
2002).
3. Penerapan Teknologi
Teknologi merupakan salah satu faktor produksi dalam usaha tani dan juga
merupakan faktor pendukung untuk menghasilkan mutu yang baik. Menurut
Departemen Pertanian kelompok tani memiliki fungsi sebagai unit produksi
dimana sebagai unit produksi kelompok tani diarahkan untuk memiliki
kemampuan memfasilitasi penerapan teknologi usahatani para anggotanya sesuai
dengan rencana kegiatan kelompok. Kemampuan petani dalam penerapan dan
penguasaan teknologi pertanian dapat ditumbuhkan melalui kegiatan penyuluhan,
pendidikan dan pelatihan (Sumardjo, 2002).
4. Penyediaan Sarana Produksi dan Pengolahan Hasil Usahatani
Ketersediaan peralatan pendukung kegiatan pertanian sangat dibutuhkan
oleh petani agar kegiatan produksi dapat berjalan dengan baik. Mekanisasi
pertanian menjadi kebutuhan utama bagi petani agar kegiatan budidaya dapat
berjalan dengan baik. Informasi dan pengetahuan mengenai ketersediaan peralatan
pertanian mulai dari alat dan mesin pengolahan lahan, aplikator pestisida, alat dan
-
21
mesin pemanenan, serta alat dan mesin pada kegiatan pasca panen pertanian
(Sumardjo, 2002).
Permasalahan dalam pengendalian mutu adalah dalam proses produksi,
karena pengendalian mutu merupakan bagian dari pengendalian produksi.
Menurut hasil seminar Asian Productivity Organization (2005) ditemukan
beberapa isu-isu permasalahan dalam pengendalian mutu dari beberapa negara
dan permasalahan utama adalah permasalahan produksi. Pengukuran
pengendalian mutu dapat dianalisis dengan menggunakan tools di antaranya yaitu
flowchart, checksheet (lembar pemeriksaan), histogram, scatterplot, control chart,
cause and effect diagrams dan pareto diagram (Prawirosentono, 2004).
Menurut Setiaji (2002) cause and effect diagram atau biasa disebut diagram
fishbone dapat dipakai secara tersendiri dalam mencari pemecahan masalah dalam
pengendalian mutu, akan tetapi biasanya diagram ini digunakan bersama-sama
dengan alat-alat statistik lainnya. Diagram sebab akibat disebut juga diagram
fishbone (tulang ikan) karena bentuknya seperti tulang-tulang ikan. Pembuatan
diagram ini bertujuan untuk mencari faktor-faktor yang mungkin menjadi
penyebab dari suatu masalah atau penyimpangan. Dengan diketahui hubungan
antara sebab dan akibat suatu masalah, maka tindakan pemecahan masalah akan
mudah ditentukan.
Dalam pembuatan diagram fishbone, akibat atau permasalahan digambarkan
pada bagian kepala ikan, sedangkan faktor-faktor penyebab diletakkan sebagai
tulang ikan. Pertama, permasalahan biasanya digolongkan menjadi beberapa
golongan besar, kemudian penjabaran selanjutnya secara lebih terperinci dapat
dibuat dengan mengajukan pertanyaan “mengapa” secara terus-menerus.
Penggolongan faktor-faktor penyebab biasanya dibagi atas bahan (material), alat
(machine), manusia (man), cara (method), dan lingkungan (environment).
Menurut Sugiyono (2011) diagram sebab akibat atau fishbone merupakan
salah satu alat dalam penyajian data setelah data direduksi. Dalam penelitian
kualitatif penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan,
hubungan antar kategori, flow chart dan sejenisnya. Dengan mendisplaykan data,
maka peneliti dapat lebih mudah untuk memahami apa yang terjadi,
merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.
-
22
Dalam melakukan display data digunakan teks yang naratif, grafik, matrik,
network (jejaring kerja) dan chart. Pembuatan diagram sebab akibat dimulai
dengan menemukan sebab-sebab suatu permasalahan melalui wawancara,
pengamatan dan dokumentasi.
2.4. Pengendalian Mutu Kangkung Secara garis besar, mutu produk hortikultura khususnya buah dan sayuran
dapat dibedakan menjadi dua macam kriteria mutu. Yang pertama ialah mutu
eksternal, yaitu kriteria mutu yang dapat diindera, dilihat dan diraba, tanpa harus
dirasa oleh konsumen. Mutu eksternal ini termasuk warna, bentuk, bau, aroma,
dan keutuhan. Hal-hal tersebut sangat penting bagi konsumen untuk menentukan
keputusannya akan membeli sayuran kangkung atau tidak. Kriteria mutu kedua,
adalah mutu internal berupa cita rasa, tekstur, kuantitas, komposisi dan
kelengkapan zat-zat gizi yang ada di dalamnya. Mutu internal tersebut hanya
dapat dideteksi setelah konsumen mencicipi produk tersebut.
Mutu produk pertanian masih sering menjadi penghalang terciptanya produk
unggul. Sebagian besar petani bahkan masih sering meremehkan
penanganan pasca panen. Pasar dunia sangat menuntut tercapainya standar mutu
tertentu akan produk pertanian yang fresh. Produk pertanian terutama sayuran
sangat rentan kerusakan jika dalam penanganan dan pengemasan tidak
diperhatikan. Petani dan produsen harus paham teknologi yang digunakan dan
harus memperlakukan produk ini spesial. Menurut Saragih (1998) pola budidaya
hortikultura termasuk sayuran harus berorientasi pada pasar. Manajemen pasca
panen menjadi penentu mutu dari produk hortikultura. Hasil produknya wajib
memperhatikan ukuran, rasa, dan corak sesuai dengan selera pasar.
Menurut Rahardi dan Budiarti (2001), sayuran memerlukan penanganan
dalam pengendalian mutu yang berbeda dengan komoditas pertanian lainnya, hal
ini disebabkan sayuran mempunyai sifat sebagai berikut:
1. Tidak tergantung musim, sehingga sayuran dapat dibudidayakan kapan saja
dengan syarat tumbuh terpenuhi.
2. Mempunyai risiko kerusakan yang tinggi. Sayuran dapat mudah busuk,
sehingga semakin lama waktu penyimpanan dan kekurang hati-hatian dalam
-
23
penanganan pasca panen, harga sayuran akan semakin turun hingga tidak
bernilai sama sekali.
3. Perputaran modalnya cepat. Hal ini disebabkan waktu produksi sayuran yang
lebih singkat dan permintaan pasar yang tidak pernah berhenti terhadap
produk sayuran.
4. Dikarenakan sifatnya yang mudah rusak dan berumur pendek, maka lokasi
produksi biasanya dekat dengan konsumen. Keadaan ini sangat
menguntungkan karena dapat mengurangi biaya transportasi.
Penerapan sistem jaminan mutu pada produk pertanian yang mengacu
kepada penerapan pertanian yang baik terdiri dari dua bagian. Bagian pertama
yaitu sistem pengawasan mutu produksi yang meliputi pengawasan mutu
penyediaan sarana produksi pertanian, proses produksi, dan panen. Bagian kedua
adalah sistem pengawasan mutu pasca panen meliputi pengawasan mutu,
penanganan pasca panen, pengemasan, penyimpanan dan pendistribusian.
Berdasarkan uraian di atas maka pengendalian mutu produk pertanian
seperti kangkung dimulai pada saat produksi hingga sampai pada tangan
konsumen. Pengendalian mutu yang dibutuhkan yaitu pada aspek sebagai berikut:
1. Proses Produksi
Pengendalian mutu pada saat produksi adalah dengan mendapatkan mutu
yang baik sesuai dengan keinginan pasar. Pengendalian mutu sayuran kangkung
dilakukan mulai dari pemilihan benih, pengolahan lahan, penanaman, cara
pemeliharaan, pemupukan, pengendalian hama dan perlakuan khusus yang
dibutuhkan sayuran sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) yang
dibuat. Berikut ini adalah tahapan dalam budidaya kangkung hingga panen.
a. Benih
Kangkung darat dapat diperbanyak dengan benih atau biji. Untuk luasan
satu hektar diperlukan benih sekitar 10 kg. Varietas yang dianjurkan adalah
varietas Sutra atau varietas lokal yang telah beradaptasi. Benih kangkung dapat
diambil dari tanaman tua dan dipilih yang kering serta bermutu baik. Bibit
kangkung berasal dari kangkung muda yang berbatang besar, tua, dan berdaun
lebar serta ditanam dengan cara stek batang (Susila, 2006).
-
24
b. Persiapan Lahan
Lahan terlebih dahulu dicangkul sedalam 20-30 cm supaya gembur, setelah
itu dibuat bedengan membujur dari arah barat ke timur agar mendapatkan cahaya
matahari secara penuh. Lebar bedengan sebaiknya adalah 100 cm, tinggi 30 cm
dan panjang sesuai kondisi lahan. Jarak antar bedengan ± 30 cm. Lahan yang
bersifat asam (pH rendah) perlu dilakukan pengapuran dengan kapur kalsit atau
dolomit (BPTP Jambi, 2009).
c. Pemupukan
Pemupukan pada tanaman kangkung diberikan mulai saat persiapan lahan.
Tiga hari sebelum tanam bedengan diratakan dan diberikan pupuk kandang
(kotoran ayam) dengan dosis 20.000 kg/ha atau pupuk kompos organik hasil
fermentasi (kotoran ayam yang telah difermentasi) dengan dosis 4 kg/m2. Sebagai
starter ditambahkan pupuk anorganik 150 kg/ha Urea (15 gr/m2) pada umur 10
hari setelah tanam. Agar pemberian pupuk lebih merata, pupuk Urea diaduk
dengan pupuk organik kemudian diberikan secara larikan di samping barisan
tanaman, jika perlu tambahkan pupuk cair 3 liter/ha (0,3 ml/m2) pada umur 1 dan
2 minggu setelah tanam (BPTP Jambi, 2009).
d. Penanaman
Penanaman kangkung darat sebaiknya dilakukan pada sore hari. Benih
kangkung dapat ditanam pada bedengan yang telah dipersiapkan. Lubang tanam
dibuat dengan jarak 20 cm x 20 cm, pada tiap lubang ditanamkan 2-5 biji
kangkung. Sistem penanaman dilakukan secara zigzag atau sistem garitan (baris).
Penanaman dari benih juga bisa dilakukan dengan cara menyebar benih dalam
baris-baris berjarak 15 cm x 5 cm (Susila, 2006).
e. Pemeliharaan
Ketersediaan air merupakan hal utama yang perlu diperhatikan dalam
pemeliharaan tanaman kangkung karena tanaman ini memerlukan cukup air untuk
dapat tumbuh dengan baik. Apabila tidak turun hujan maka harus dilakukan
penyiraman. Kangkung darat memerlukan penyiraman yang teratur yaitu dua kali
penyiraman setiap hari hingga masa panen, terutama pada musim kemarau.
Pemeliharaan kangkung lainnya adalah pengendalian gulma waktu tanaman masih
muda, penjarangan, penyulaman, pembumbunan, dan menjaga tanaman dari
-
25
serangan hama maupun penyakit. Penyiangan perlu dilakukan setiap dua minggu
sekali sedangkan pembumbunan pada dua minggu setelah tanam (Susila, 2006).
f. Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT)
Hama yang menyerang tanaman kangkung antara lain ulat grayak
(Spodoptera litura F.), kutu daun (Myzus persicae Sulz) dan Aphis gossypii.
Sedangkan penyakit yang biasa menyerang pada tanaman kangkung adalah
penyakit karat putih yang disebabkan oleh Albugo ipomoea reptans. Untuk
pengendalian OPT sebaiknya digunakan jenis pestisida yang aman dan mudah
terurai seperti pestisida biologi, pestisida nabati atau pestisida piretroid sintetik.
Penggunaan pestisida tersebut harus dilakukan dengan benar baik pemilihan jenis,
dosis, volume semprot, cara aplikasi, interval dan waktu aplikasinya (BPTP
Jambi, 2009).
Menurut Susila (2006) hama yang menyerang tanaman kangkung antara lain
ulat putih, ulat daun, dan serangga pemakan daun. Akan tetapi pada umumnya
hama tersebut tidak menyerang secara ganas. Hama ulat putih ditanggulangi
dengan pemberian 2 cc/l air Baysudin. Ulat daun ditanggulangi dengan pemberian
2 cc/ l air insektisida Diazinon 60 EC, sedangkan serangga pemakan daun
dikendalikan dengan penyemprotan senyawa organofosfat jauh hari sebelum
pemanenan. Setelah dilakukan penyemprotan pestisida, sebaiknya lahan
dikeringkan selama 4-5 hari kemudian diairi kembali.
g. Panen
Panen pada kangkung dilakukan setelah berumur kurang lebih 30 hari
setelah tanam. Panen dilakukan dengan cara mencabut tanaman sampai akarnya
atau memotong pada bagian pangkal tanaman sekitar 2 cm di atas permukaan
tanah (BPTP Jambi, 2009). Tanaman kangkung yang terawat dengan baik dan
sehat dapat menghasilkan 10 hingga 16 ton kangkung tiap hektar lahan dalam
setahun. Produksi kangkung hingga saat ini hanya diperdagangkan di dalam
negeri, baik itu di pasar tradisional lokal dan supermarket di kota-kota besar
(Sunarjono, 2013).
Menurut Susila (2006) panen kangkung sebaiknya dilakukan pada sore hari,
dengan ciri kangkung siap panen berbatang besar dan berdaun lebar. Panen
pertama dapat dilakukan pada hari ke-27 dengan panjang batang kira-kira 20-25
-
26
cm. Cara panen dilakukan dengan menggunakan alat pemotong, pangkas
batangnya dengan menyisakan sekitar 2-5 cm di atas permukaan tanah atau
meninggalkan 2 atau 3 buku tua. Cara pemanenan lainnya bisa dengan cara
mencabutnya hingga akar. Selama pemanenan kangkung, lahan harus tetap dalam
keadaan lembab. Panen kangkung dilakukan 2-3 minggu sekali, setelah 5-11 kali
panen maka produksi akan menurun secara kuantitatif maupun kualitatif. Secara
komersial pertanaman kangkung menghasilkan sekitar 15 ton/ha sepanjang
beberapa panenan berturut-turut atau sekitar 160 kg/tahun/10m2.
2. Pasca Panen
Salah satu cara mengendalikan mutu produk sayuran adalah dengan
penanganan pasca panen. Pengendalian mutu atau menjaga mutu produk
hortikultura seperti sayuran dilakukan dengan mengurangi kehilangan. Ada
beberapa bentuk kehilangan seperti penurunan gizi, susut bobot, kebusukan
penurunan secara fisik dan penurunan daya tarik. Selama penanganan pasca panen
hal ini dapat terjadi karena sayuran sangat mudah rusak seperti sobek, layu, lecet
kondisi tersebut menyebabkan penurunan mutu sayuran dan dapat menimbulkan
kerugian. Maka pengendalian mutu yang perlu dilakukan adalah penanganan
pasca panen yang baik. (Setyowati dan Budiarti, 1992)
Menurut Bina Pengembangan dan Pengolahan Hasil Pertanian atau BPPHP
(2012) mutu suatu sayuran tidak dapat ditingkatkan atau diperbaiki setelah
dipanen, akan tetapi hanya dapat dipertahankan. Cara untuk dapat
mempertahankan mutu sayuran dengan melakukan langkah-langkah sebagai
berikut.
a. Pembersihan
Pembersihan sayuran termasuk kangkung dapat dilakukan dengan
menggunakan air mengalir, kemudian dilap dengan kain busa atau kain halus.
Pencucian dilakukan dengan menggunakan air yang mengalir sehingga sisa air
pencucian langsung terbuang.
b. Sortasi dan grading
Proses sortasi dilakukan untuk memilah sayuran yang layak dan tidak layak
dilihat dari kerusakan pada sayuran tersebut. Grading dilakukan dengan
-
27
mengelompokkan sayuran sesuai dengan mutu permintaan pasar, untuk kangkung
grading dilihat dari ukuran permintaan akan ukuran kangkung.
c. Penyimpanan di tempat yang cocok atau ideal
Perlakuan penyimpanan pada sayuran dilakukan dengan perlakuan
pendinginan dan yang harus diperhatikan adalah tempat yang digunakan.
Kebersihan tempat yang digunakan sangat perlu untuk dijaga sehingga sayuran
tidak mengalami penurunan mutu dan kontaminasi.
d. Pengemasan yang benar
Dalam melakukan pengemasan perlu diperhatikan bahan pengemas yang
sesuai misalnya bungkus plastik kedap udara, plastik wrap, dan dus dari kertas.
Menurut Susila (2006), penanganan pasca panen pada kangkung dilakukan
dengan mengumpulkan hasil panen sebanyak 15-20 batang dalam satu ikatan.
Dalam penyimpanan (sebelum dipasarkan), agar tidak cepat layu kangkung yang
telah diikat dicelupkan dalam air tawar bersih dan tiriskan dengan menggunakan
anjang-anjang. Pasca panen pada sayuran kangkung bertujuan untuk menjaga
kesegaran kangkung, dengan cara menempatkan kangkung yang baru dipanen di
tempat yang teduh. Cara penanganan lainnya bisa juga dengan merendamkan
bagian akar dalam air dan pengiriman produk secepat mungkin.
3. Mutu Produk
Menurut Food and Agriculture Organization (2007) pihak produsen perlu
untuk memastikan tentang mutu dan keamanan dari hasil produksi mereka dari
pencemaran air atau dari mikroba atau kontaminasi kimia. Mutu produk dapat
dilihat dari batas maksimum residu pestisida untuk keamanan pangan dan secara
fisik dapat dilihat dari mutu eksternal seperti ukuran, warna, kecacatan dan
kesegaran.
Pengendalian mutu sayuran kangkung dalam penelitian di Desa
Pandanajeng ini dilakukan mulai dari proses budidaya, panen hingga pasca panen
untuk menjaga mutu pada sayuran kangkung. Pengendalian mutu ini bermaksud
untuk menjaga mutu produk sayuran kangkung yang akan dikirimkan ke pasar
modern.
-
28
2.5. Pemasaran Hasil Pertanian Pemasaran adalah salah satu kegiatan pokok yang perlu dilakukan oleh
perusahaan baik itu perusahaan barang atau jasa dalam upaya untuk
mempertahankan kelangsungan usahanya. Pemasaran yaitu suatu sistem
keseluruhan dari kegiatan-kegiatan bisnis yang ditujukan untuk merencanakan,
menentukan harga, mempromosikan, menciptakan peluang pasar, dan
mendistribusikan barang atau jasa yang memuaskan kebutuhan baik kepada
pembeli yang ada maupun pembeli potensial (Stanton, 2001). Definisi pemasaran
yang lain adalah bekerja dengan pasar untuk mewujudkan pertukaran yang
potensial (kegiatan jual-beli) dengan maksud memuaskan kebutuhan dan
keinginan manusia. Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa keberhasilan
pemasaran merupakan kunci kesuksesan dari suatu perusahaan (Kotler dan Keller,
2009).
Keberlanjutan kegiatan usahatani ditentukan oleh hasil produksinya,
selanjutnya hasil produksi tersebut harus laku dijual di pasar dan memberikan
keuntungan bagi petani yang bersangkutan. Keuntungan dari penjualan atau
pemasaran hasil pertanian tersebut digunakan oleh petani untuk memenuhi
kebutuhan, termasuk pengadaan sarana produksi usahatani selanjutnya. Dengan
demikian, usahatani dapat berlangsung jika petani memperoleh keuntungan dari
hasil produksi usahatani yang dijalakan selama ini. Pemasaran hasil pertanian
diatur tersendiri dalam tata niaga pertanian. Dalam tata niaga pertanian, yang
dinamakan pemasaran meliputi segala usaha yang menyebabkan perpindahan hak
milik atas barang-barang dan penyebarannya. Kelancaran pemasaran atas barang-
barang hasil pertanian didukung oleh tindakan dan perlakuan yang akan
memperlancar arus barang dari produsen ke konsumen.
Beberapa ahli mengelompokkan fungsi pemasaran dalam tata niaga
pertanian menjadi tiga kelompok, yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi
fasilitas. Fungsi pertukaran mencakup semua tindakan yang dapat memperlancar
pemindahan hak milik atas barang dan jasa sehingga meliputi fungsi penjualan
dan fungsi pembelian. Cakupan fungsi fisik yaitu semua tindakan atau perlakuan
terhadap barang sehingga memperoleh kegunaan tempat dan waktu sehingga
meliputi fungsi penyimpanan dan fungsi pengangkutan selama pemasaran.
-
29
Sementara fungsi fasilitas mencakup semua tindakan yang memperlancar
pelaksanaan dari fungsi pertukaran dan fungsi fisik. Fungsi fasilitas terdiri dari
fungsi standardisasi dan grading, fungsi penanggungan risiko, fungsi pembiayaan,
dan fungsi pengumpulan fakta dan penilaian fakta.
Fungsi standardisasi dan grading merupakan suatu ukuran atau penentuan
barang dari segi ukuran, warna, rupa, isi kimia, kekuatan bentuk, berat, isi bahan,
kadar air, kematangan rasa atau merupakan kombinasi dari ukuran-ukuran
tersebut. Fungsi penanggungan risiko meliputi segala akibat atau risiko yang
ditimbulkan oleh adanya perubahan harga barang, kehilangan, kebakaran, dan
lain-lain. Fungsi pembiayaan adalah penggunaan modal selama barang dalam
proses pemasaran untuk membantu pelaksanaan fungsi pertukaran dan fungsi
fisik. Fungsi pengumpulan dan penilaian fakta mencakup kontrol terhadap harga,
jumlah, mutu suplai stock, dan permintaan konsumen dari setiap pasar pada waktu
dan tempat tertentu.
Tata niaga (pemasaran) hasil-hasil usahatani terdiri dari saluran pemasaran
yang relatif sederhana hingga saluran pemasaran yang sangat rumit. Saluran
pemasaran sederhana dimulai dari tingkat produsen atau petani dijual langsung ke
pedagang pengumpul, pengecer, atau langsung ke konsumen. Sementara saluran
pemasaran yang bersifat kompleks dimulai dari tingkat produsen menjual hasil
pertanian ke pedagang besar dan dari pedagang besar dijual ke eksportir. Dapat
pula terjadi saluran pemasaran yang melalui tengkulak terlebih dahulu sebelum
sampai ke pedagang besar. Dalam hal ini keberadaan suatu lembaga turut
menentukan kelancaran saluran pemasaran. Sementara itu saluran pemasaran hasil
usahatani dapat berubah-ubah dan berbeda satu dengan lainnya tergantung kepada
keadaan daerah, waktu, dan kemajuan teknologi. Unsur-unsur dalam tata niaga
pertanian meliputi biaya pemasaran hasil-hasil pertanian, keuntungan dalam tata
niaga hasil-hasil pertanian, dan efisiensi dalam pemasaran hasil-hasil pertanian
(Andrianto, 2014).
Melihat jenis pasar yang ada di Indonesia, dapat diketahui bahwa rantai
pemasaran hasil hortikultura relatif sangat panjang sehingga dapat merugikan
petani. Untuk meningkatkan keuntungan, diperlukan usaha memperpendek rantai
pemasaran, memperlancar pengangkutan, memperkecil bagian-bagian yang hilang
-
30
(waste), dan menjaga stabilitas harga. Stabilisasi harga hortikultura terutama
sayuran, merupakan kunci utama dalam mengurangi atau menghindari kerugian
petani akibat fluktuasi harga yang tajam. Harga sayuran yang selalu berfluktuasi
dapat disebabkan oleh permintaan pasar yang tidak terkendali (tidak teratur dan
tidak kontinyu) dan pengadaan sayuran terbatas pada daerah sempit (Sunarjono,
2013).
Menurut Soekartawi (2003) sistem pertukaran barang atau pemasaran
dapat berhasil dengan baik apabila didukung oleh faktor pendukung seperti
transportasi, perbankan, asuransi, peraturan-peraturan pemerintah, kelembagaan,
dan sebagainya. sedangkan faktor eksternal yang sering ditemukan dan mampu
mempengaruhi berubahnya sistem pemasaran adalah faktor behavioral, sosial,
struktural, lingkungan, ekonomi, dan manajerial.
Alternatif saluran pemasaran yang digunakan untuk barang konsumsi
terdiri dari lima macam saluran. Kelima macam saluran tersebut adalah:
1. Produsen – Konsumen akhir
Saluran distribusi ini merupakan saluran distribusi yang paling pendek dan
paling sederhana untuk barang – barang konsumsi. Sering juga disebut saluran
langsung karena tidak melibatkan pedagang besar. Produsen dapat menjual
barang yang dihasilkannya melalui pos atau mendatangi rumah konsumen (dari
rumah ke rumah).
2. Produsen – Pengecer – Konsumen akhir
Dalam saluran ini, beberapa pengecer besar membeli secara langsung dari
produsen. Ada juga beberapa produsen yang mendirikan toko pengecer untuk
melayani penjualan langsung pada konsumen, tetapi kondisi saluran semacam ini
tidak umum dipakai.
3. Produsen – Pedagang Besar – Pengecer – Konsumen akhir
Saluran ini disebut juga saluran tradisional, dan banyak digunakan oleh
produsen. Di sini, produsen hanya melayani penjualan dalam jumlah besar kepada
pedagang besar.
-
31
4. Produsen – Agen – Pengecer – Konsumen akhir
Selain menggunakan pedagang besar, produsen dapat pula menggunakan
agen pabrik, makelar, atau perantara agen lainnya untuk mencapai pengecer,
terutama pengecer besar.
5. Produsen – Agen – Pedagang Besar – Pengecer – Konsumen akhir
Untuk mencapai pengecer kecil, produsen sering menggunakan agen sebagai
perantara dalam penyaluran barangnya kepada pedagang besar yang kemudian
menjualnya kepada toko-toko kecil.
2.6. Pasar Tradisional dan Pasar Modern Keberadaan pasar terdapat dua macam, yaitu pasar niscala atau abstrak dan
pasar nyata. Pasar abstrak adalah pasar dimana barang yang diperdagangkan tidak
sampai ke pasar dan proses jual beli didasarkan pada contoh barang saja, misalnya
bursa tembakau, saham, karet, dan sebagainya. Pasar nyata adalah pasar yang
proses jual belinya terjadi secara langsung dimana penjual dan pembeli bertemu
dalam suatu tempat untuk melakukan proses tukar menukar atau berjual beli
barang dagangan. Secara sosiologis, pengertian pasar nyata sebenarnya tidak
hanya menyangkut aspek-aspek ekonomis proses jual beli barang saja, tetapi pasar
adalah pranata ekonomi sekaligus juga cara hidup. Di dalam pasar khususnya di
pasar tradisional, harga sering kali dipengaruhi oleh interaksi antara penjual dan
pembeli. Harga ditentukan oleh sejauh mana tingkat keakraban yang dibangun
antara penjual dan pembeli (Narwoko dan Bagong, 2004).
Sinaga (2008) mendeskripsikan jenis pasar secara umum dengan istilah pasar
tradisional dan pasar modern. Pasar tradisional adalah pasar yang dikelola secara
sederhana dan bentuk fisiknya tradisional. Pasar tradisional menerapkan sistem
tawar-menawar secara langsung dimana fungsi utamanya adalah untuk melayani
kebutuhan masyarakat baik di desa, kecamatan, maupun kabupaten. Sedangkan
pasar modern merupakan pasar yang dikelola dengan manajemen modern dan
umumnya terdapat di kawasan perkotaan sebagai penyedia barang dan jasa
dengan mutu dan pelayanan yang baik kepada konsumen (umumnya anggota
masyarakat kelas menengah ke atas).
-
32
Pasar modern dapat dikategorikan berdasarkan fasilitas yang dimiliki serta
luas areal yang dipakai untuk aktivitas perdagangan retail menjadi empat macam,
yaitu:
1. Hypermarket
Hypermarket merupakan toko modern dengan luas areal lebih dari 5000 m2
per outlet dengan variasi jenis barang lebih banyak dan pilihan merek lebih luas.
Hypermarket dapat menempati pusat-pusat perdagangan, pusat pasar, pusat
pertokoan atau gedung yang dibangun sendiri di lokasi khusus. Konsep yang
ditawarkan oleh hypermarket adalah konsep one stop shopping atau pusat
pertokoan yang lengkap, menyediakan berbagai macam kebutuhan pokok hingga
kebutuhan sandang. Kepemilikan hypermarket umunya adalah join venture antara
swasta lokal denga swasta asing atau kepemilikan asing seperti Giant dan
Carrefour.
2. Supermarket
Supermarket adalah toko modern yang memiliki luas antara 600-1000 m2,
biasanya terletak di dalam mall, pusat perbelanjaan, atau gedung milik sendiri.
Komoditas utama yang biasa dijual adalah bahan pangan dan peralatan dapur.
Model kepemilikan dari supermarket umumnya adalah milik swasta baik lokal
maupun asing. Milik swasta lokal biasanya berasal dari kepemilikan kelompok
atau grup perusahaan yang mendirikan cabang perusahaan di berbagai daerah.
3. Department Store
Department store merupakan toko modern dengan luas area yang bervariasi,
biasanya berhubungan dengan proses retailing, penyortiran barang konsumsi
yang dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin, usia atau gaya hidup, self service
atau pelayanan penjualan biasanya di bawah satu manajemen umum. Barang
yang dijual di department store umumnya adalah barang-barang sandang seperti
pakaian, sepatu, dan sebagainya. kepemilikan dari department store biasanya
milik swasta asing dan lokal. Target pasar antara department store asing dengan
lokal umumnya memiliki perbedaan. Department store asing lebih membidik
masyarakat kalangan menengah ke atas sedangkan department store lokal
membidik pasar dari masyarakat menengah ke bawah.
-
33
4. Minimarket
Minimarket merupakan pasar swalayan dengan ukuran relatif kecil yaitu
100-300 m2 per outlet. Minimarket dapat menempati pertokoan, perkantoran,
mall atau pun gedung sendiri. Minimarket menerapkan sistem waralaba
(franchising) bagi masyarakat yang ingin membuka gerai minimarket tersebut
pada lokasi pilihan. Sistem waralaba adalah perjanjian kontrak dimana
perusahaan induk (franchisor) memberi hak kepada anak perusahaan atau
perorangan (franchisee) di bawah kondisi khusus.
Pasar modern sendiri saat ini telah dianggap sebagai tempat yang strategis
untuk memasarkan suatu produk secara tepat waktu kepada konsumen. Hal yang
menjadikan pasar modern ini strategis adalah kemampuannya untuk menciptakan
brand image kepada konsumen untuk berbelanja dengan harga yang terjangkau,
bermutu bagus, produk yang lengkap serta kenyamanan maupun kebersihan yang
terjamin (Komisi Pengawas Persaingan Usaha, 2009).
Berbeda dengan pasar modern, pengertian pasar tradisional menurut
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia, Nomor
23/MPP/Kep/1/1998 tentang lembaga-lembaga usaha perdagangan adalah pasar
yang dibangun dan dikelola oleh pemerintah, swasta, koperasi atau swadaya
masyarakat dengan tempat usaha berupa toko, kios, los, dan tenda, yang dimiliki
atau dikelola oleh pedagang kecil dan menengah, dan koperasi, dengan usaha
skala kecil dan modal kecil, dan dengan proses jual beli melalui tawar menawar.
Adapun beberapa bentuk pasar tradisional adalah sebagai berikut.
1. Pasar daerah adalah pasar yang dibuat, diselenggarakan dan dikelola oleh
pemerintah daerah pada lahan atau tanah milik Pemerintah Daerah.
2. Pasar sementara adalah pasar yang menempati tempat atau areal tertentu yang
diperbolehkan atau atas persetujuan kepala daerah atau pejabat yang ditunjuk,
dengan bangunan tidak permanen atau bersifat tradisional dan tidak bersifat
rutinitas.
3. Pasar tetap adalah pasar yang menempati tempat atau areal tertentu yang
dikuasai atau dimiliki dan dioperasionalkan oleh pemerintah daerah serta
beroperasi secara kontinyu atau berkelanjutan setiap hari, dengan bangunan
-
34
bersifat permanen yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang
pasar.
4. Toko/kios atau bedak adalah tempat berjualan di dalam lokasi pasar atau
tempat-tempat lain yang diijinkan, dipisahkan antara satu tempat dengan
tempat lain mulai dari lantai, dinding, atap yang sifatnya tetap atau permanen
sebagai tempat berjualan barang atau jasa.
5. Los adalah tempat berjualan di dalam lokasi pasar atau di tempat-tempat lain
yang diijinkan, beralas permanen dalam bentuk memanjang tanpa dilengkapi
dengan dinding pembatas antar ruangan atau tempat berjualan dan sebagai
tempat berjualan barang atau jasa.
6. Pelataran adalah tempat atau lahan kosong di sekitar tempat berjualan di pasar
atau tempat-tempat lain yang diijinkan, dapat dimanfaatkan atau
dipergunakan sebagai tempat berjualan.
Di samping beberapa bentuk pasar tradisional di atas, dalam kehidupan
sehari-hari juga dikenal beberapa bentuk pasar tradisional yaitu:
1. Pasar malam adalah pasar yang buka pada malam hari, biasanya beroperasi
pada waktu-waktu tertentu seperti bulan Ramadhan, peringatan Maulid Nabi,
dan lain sebagainya.
2. Pasar krempyeng adalah pasar yang beroperasi di pagi hari dan berakhir
sebelum siang hari yaitu sekitar pukul 10.00 WIB.
3. Pasar senggol adalah pasar yang biasanya terletak pada tempat yang cukup
sempit dengan pengunjung relatif banyak, sehingga antar pengunjung pasar
tersebut saling berdesakan. Dalam bahasa Jawa berdesakan disebut
senggolan.
4. Pasar minggu adalah pasar yang beroperasi pada hari Minggu, biasanya
bertempat di tempat-tempat tertentu yang ramai. Contoh dari Pasar Minggu
adalah Pasar Minggu di daerah Ijen, Kota Malang.
5. Pasar harian adalah pasar yang beroperasi secara kontinyu pada hari-hari
tertentu. Di daerah Jawa juga mengenal pasar harian yang didasarkan sesuai
dengan kalender Jawa, dibagi menjadi lima nama pasaran, yaitu Pon, Wage,
Kliwon, Legi, dan Pahing (Sukirno, 2003).
-
35
Kondisi pasar tradisional dan modern bisa dikatakan berseberangan.
Penjabaran karakteristik pasar tradisional dan modern dapat dijabarkan pada Tabel
2.1. di bawah ini.
Tabel 2.1. Karakteristik Pasar Tradisional dan Pasar Modern
Pasar Tradisional Pasar Modern Pedagang yang berjualan di pasar adalah pelaku usaha kecil menengah (UKM) dan pedagang kaki lima (PKL).
Pedagang yang melakukan usaha perdagangan adalah pedagang besar.
Harga bersifat tidak pasti sehingga bisa ditawar oleh pembeli.
Harga bersifat tetap karena memiliki label yang pasti, sehingga tidak memungkinkan terjadinya tawar-menawar.
Kurangnya segi kenyamanan dalam berbelanja karena kondisi pasar yang belum tertata rapi.
Segi kenyamanan dan pelayanan terjamin dengan pramuniaga yang terdidik secara profesional dan suasana yang nyaman dan bersih.
Pembeli mempunyai perilaku yang senang bertransaksi atau berdialog dalam penetapan harga, mencari mutu barang, memesan barang yang diinginkan, dan perkembangan harga barang lainnya.
Pembeli mempunyai jam kesibukan yang padat, sehingga mempunyai keterbatasan waktu dalam berbelanja.
Barang yang dijual umumnya barang-barang lokal.
Barang yang dijual memiliki variasi jenis yang beragam dari jenis barang-barang lokal dan impor.
Segi mutu barang yang diperdagangkan terjadi tanpa adanya penyortiran yang ketat.
Segi mutu barang relatif terjamin karena melalui penyeleksian ketat, sehingga barang reject atau tidak memenuhi persyaratan klasifikasi akan ditolak.
Segi kuantitas barang yang diperdagangkan terbatas, sehingga apabila barang yang diinginkan tidak ditemukan maka dapat mencari barang tersebut di kios lain.
Segi kuantitas barang umumnya mempunyai persediaan barang di gudang yang terukur, display barang per-kategori mudah dicapai dan relatif lengkap.
Rantai distribusi terdiri dari produsen-distributor-sub distributor-pengecer-konsumen.
Rantai distribusi terdiri dari produsen-distributor pengecer/pengecer-konsumen.
Sumber: Diolah dari “Menuju Pasar yang Berorientasi pada Perilaku Konsumen”
oleh Sinaga (2008)
-
36
Berdasarkan tabel 2.1. dapat dilihat bahwa pasar modern memiliki peluang
yang lebih potensial dalam menarik minat konsumen baik dari segi pelayanan,
mutu, maupun kuantitas barang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
peluang pasar Gapoktan Sumbersuko untuk memasarkan sayuran kangkung ke
pasar modern perlu untuk ditingkatkan.