ii. tinjauan pustaka a. minyak jarak - repository.ipb.ac.id · minyak jarak atau castor oil...
TRANSCRIPT
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Minyak Jarak
Minyak jarak atau castor oil diperoleh dari biji tanaman jarak jenis Ricinus communis L.
(dengan kandungan minyak sekitar 50%), merupakan minyak komersial penting yang mengandung
asam hidroksi dalam jumlah besar. Minyak jarak tidak digunakan dalam pembuatan produk makanan,
tetapi dapat digunakan untuk keperluan medis (Widodo, 2007).
Menurut pengelompokkan berdasarkan jenis, minyak jarak merupakan salah satu dari grup
minyak asam hidroksi yang unik dimana terdapat trigliserida yang mengandung asam risinoleat (12-
hydroxy-9-octadecenoic) dan sejumlah kecil dari asam 9,10-dihydrorotary karena adanya atom karbon
yang asimetris pada posisi ke-12 dari asam risinoleat yang merupakan komponen asam lemak
dominan (Ketaren, 1989).
Minyak jarak mempunyai komposisi kimia tidak seperti minyak nabati pada umumnya,
sehingga minyak ini bernilai tinggi. Asam lemak pada minyak kastor 90% terdiri atas risinoleat, hanya
sedikit mengandung asam dihidroksi stearat, linoleat, oleat, dan stearat. Bahan yang tidak
tersaponifikasi terdiri atas β–sitosterol. Asam risinoleat adalah asam lemak yang tersusun dari 18 atom
karbon, satu ikatan rangkap (tidak jenuh), dan mempunyai gugus fungsional hidroksil pada atom C
ke-12. Gugus fungsional ini menyebabkan minyak kastor bersifat polar (Widodo, 2007). Tabel 1
berikut menunjukkan komposisi asam lemak pada minyak jarak.
Tabel 1. Kandungan asam lemak minyak biji jarak
Asam lemak Jumlah (%)
Asam risinoleat 86
Asam oleat 8,5
Asam linoleat 3,5
Asam stearat 0,5-2,0
Asam dihidroksi stearat 1-2
Sumber : Bailey (1950)
Minyak jarak mempunyai rasa asam dan dapat dibedakan dengan trigliserida lainnya karena
bobot jenis, kekentalan dan bilangan asetil serta kelarutannya dalam alkohol nilainya relatif tinggi.
Minyak jarak larut dalam etil alkohol 95% pada suhu kamar serta pelarut organik yang polar, dan
sedikit larut dalam golongan hidrokarbon alifatis. Nilai kelarutan dalam petroleum eter relatif lebih
rendah, dan dapat dipakai untuk membedakannya dengan golongan trigliserida lainnya. Kandungan
tokoferol relatif kecil (0,05%), serta kandungan asam lemak esensialnya yang sangat rendah
menyebabkan minyak jarak tersebut berbeda dengan minyak nabati lainnya (Ketaren, 1989). Sifat
fisiko kimia minyak jarak dapat dilihat pada Tabel 2.
4
Tabel 2. Sifat fisiko kimia minyak jarak
Sifat a
Viskositas (Gardner Hold), 250C U-V (6,3-8,8 st)
Bobot Jenis 20/200C 0,967 - 0,963
Bilangan Asam 0,4 - 4,0
Bilangan Penyabunan 176 – 181
Bilangan Tak Tersabunkan 0,7
Bilangan Iod (Wijs) 82 - 88
Warna (Appearance) Bening
Indeks Bias, 250C 1,477 – 1,478
Kelarutan dalam Alkohol 200C (1:2) Jernih
Bilangan Asetil 145 -154
Sumber : Bailey (1950)
Minyak jarak tidak akan mengering ketika terpapar udara, bobot jenis meningkat ketika
bilangan iod dan bilangan asam mengalami sedikit perubahan atau tidak sama sekali, selain itu
memiliki kualitas penyimpanan yang baik (Jamieson, 1932). Minyak jarak dan turunannya digunakan
dalam industri cat, varnish, lacquer, pelumas, tinta cetak, linoleum, oil cloth, dan sebagai bahan baku
dalam industri-industri plastik dan nilon. Dalam jumlah kecil minyak jarak dan turunannya juga
digunakan untuk pembuatan kosmetik, semir dan lilin (Ketaren, 1986).
B. Faktis
Faktis diambil dari bahasa Perancis yaitu “caoutchouc factice” yang sama artinya dengan
“rubber substitute” (Reynolds, 1962). Faktis merupakan material padat, agak elastis yang terbuat dari
minyak nabati melalui vulkanisasi dengan sulfur atau sulfur klorida (Harrison, 1952). Faktis dapat
dibuat dari minyak nabati yang kandungan asam lemak tak jenuhnya tinggi atau dari minyak ikan
tertentu (Clark, 1962).
Secara umum, faktis terdiri dari dua jenis, yaitu faktis gelap dan faktis putih. Faktis gelap
diperoleh melalui reaksi antara minyak dengan sulfur pada suhu tinggi, sedangkan faktis putih
diperoleh melalui reaksi antara minyak dengan sulfur klorida pada suhu yang lebih rendah (Harrison,
1952). Reaksi pembentukan faktis gelap berlangsung pada suhu yang cukup tinggi, sekitar 130-1600C
(Alfa dan Honggokosumo, 1998). Faktis gelap memiliki kerapatan yang rendah, kenyal seperti karet,
permukaan yang mengkilap, mudah hancur dan ulet jika ditekan, bertambah luasnya oleh tekanan, dan
jika digiling menjadi serbuk berwarna hitam (Flint, 1955). Variasi warna gelap faktis terdapat dalam
berbagai kategori, yaitu: hitam, coklat tua, coklat, dan coklat muda (Lever, 1951).
Menurut Fernando (1971), warna faktis berbanding lurus dengan nilai bilangan iod dari
minyak nabati yang digunakan. Semakin tinggi nilai bilangan iod, maka akan semakin gelap warna
faktis yang dihasilkan. Ikatan-ikatan rangkap dalam asam lemak tidak jenuh minyak akan diadisi oleh
sulfur sehingga terbentuk ikatan-ikatan silang. Dengan demikian kandungan asam lemak tidak jenuh
dalam minyak yang semakin tinggi akan menghasilkan faktis dengan kualitas semakin tinggi pula
(Fernando, 1971). Menurut Carrington (1962), faktis dapat dibuat dari minyak yang memiliki bilangan
iod 80-185. Carrington (1962), menyatakan bahwa warna faktis dipengaruhi oleh suhu vulkanisasi
5
yang digunakan. Semakin rendah suhu vulkanisasi maka faktis akan semakin cerah. Konsentrasi
sulfur yang digunakan juga mempengaruhi mutu faktis. Semakin besar jumlah sulfur, maka faktis
akan semakin keras dan tidak elastis. Sebaliknya, jika jumlah sulfur yang digunakan terlalu sedikit
maka akan menghasilkan faktis yang lengket.
Faktis gelap yang diinginkan konsumen adalah yang mempunyai warna lebih cerah, plastis
dan kandungan abu serta sulfur bebas yang rendah. Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu faktis
adalah suhu yang digunakan, konsentrasi sulfur dan kandungan asam dalam bahan baku minyak yang
digunakan (Alfa dan Hanggokusumo, 1998). Faktis gelap sesuai untuk berbagai bahan karet terutama
untuk aplikasi warna gelap. Faktis gelap dapat diaplikasikan dalam pembuatan selang air,
pembungkus kawat, pembungkus kabel, produk karet cetakan, perabot rumah tangga, keset,
penghapus, rol, spons dan sebagainya.
Parameter utama dalam penggolongan mutu faktis adalah kadar ekstrak aseton. Analisa kadar
ekstrak aseton bertujuan untuk mengetahui bagian minyak yang tervulkanisasi atau terbentuk faktis.
Kadar ekstrak aseton yang rendah menandakan bahwa semakin banyak minyak yang tervulkanisasi
atau terbentuk faktis. Selain itu, faktis yang bermutu baik harus memiliki kadar sulfur bebas kurang
dari 2%, kadar abu kurang dari 5% dan memiliki pH netral (Fernando, 1971). Kadar sulfur bebas yang
terlalu tinggi dikhawatirkan akan merusak sistem vulkanisasi karet (Harrison, 1952). Secara umum
terdapat tiga tingkat mutu faktis gelap berdasarkan kadar ekstrak aseton seperti pada Tabel 3 berikut.
Tabel 3. Tingkat mutu faktis berdasarkan kelarutannya dalam aseton
Tingkat Mutu Kadar Ekstrak Aseton (%)
Mutu 1 < 20
Mutu 2 20-35
Mutu 3 >35
Sumber: Harrison (1952)
Parameter lain yang menentukan mutu faktis adalah kadar sulfur bebas, kadar abu, dan pH.
Analisa kadar sulfur bebas bertujuan mengukur jumlah sulfur dalam faktis yang tidak berikatan
dengan asam lemak tak jenuh. Dalam minyak kandungan sulfur bebas ini menunjukan bahwa jumlah
sulfur yang ditambahkan melebihi jumlah ikatan rangkap pada asam lemak yang seharusnya diadisi.
Kadar sulfur bebas yang diharapkan tidak lebih dari 2%. Analisa kadar abu menunjukan banyaknya
kandungan garam mineral logam dan bahan tambahan anorganik dalam faktis. Diharapkan faktis
memiliki kadar abu kurang dari 5% dan pH netral (Fernando, 1971). Faktis gelap diharapkan memiliki
pH netral dan kadar sulfur bebasnya serendah mungkin (dibawah 2%), kadar sulfur bebas yang terlalu
tinggi dikhawatirkan merusak sistem vulkanisasi karet.
Mutu faktis juga dapat ditentukan melalui pengamatan fisik yaitu warna dan kekerasan.
Warna faktis berbanding lurus dengan nilai bilangan iod dari minyak nabati yang digunakan. Semakin
tinggi nilai bilangan iod, maka semakin gelap faktis yang dihasilkan. Kesimpulan yang terpercaya
dapat diambil setelah mengaplikasikan faktis ke dalam karet. Namun, pada umumnya faktis sebagai
bahan bantu olah karet hanya sedikit atau bahkan tidak mempengaruhi sifat fisik karet (Harrison,
1952). Berikut disajikan spesifikasi teknis faktis gelap komersial mutu II dan mutu III.
Tabel 4. Spesifikasi teknis faktis komersial mutu II dan mutu III
Parameter Faktis Komersial
Mutu II
Faktis Komersial
Mutu III
Kadar Ekstrak Aseton (%) 26-35 47,2
6
Kadar Sulfur Bebas (%) 1,8 0,9
Kadar Abu (%) 1,5 5,8
pH Netral Netral
Warna Coklat Coklat tua
Sumber: Alfa dan Honggokusumo (1998)
Carrington (1962) menyatakan faktis merupakan material yang bersifat non termoplastik
(stabil pada suhu tinggi) dan tidak larut dalam pelarut organik. Sifat non termoplastik dapat
diperkirakan dengan mengetahui kelarutan faktis dalam aseton. Rendahnya kelarutan dalam aseton
menandakan bahwa semakin banyak bagian minyak yang tervulkanisasi oleh sulfur atau terbentuk
faktis sehingga faktis cenderung lebih bersifat non termoplastik.
Menurut Reynolds (1962), faktis komersial yang banyak diperdagangkan terbuat dari minyak
rami, minyak lobak, dan minyak jarak. Pemilihan minyak untuk diolah menjadi faktis dipengaruhi
oleh ketersediaan sumber bahan baku dan tingkat harga. Harga minyak sangat bervariasi, sehingga
negara-negara produsen faktis misalnya Negara Eropa lebih banyak memproduksi faktis dari minyak
kedelai. Jenis-jenis minyak yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan faktis dapat dilihat
pada Tabel 5 berikut ini.
Tabel 5. Jenis-jenis minyak untuk bahan baku faktis
No Jenis Minyak Bilangan Iod
1 Minyak Kacang Tanah 82-99
2 Minyak Jarak (Castor Oil) 82-90
3 Minyak Kanola 97-107
4 Minyak Biji Kapas 103-113
5 Minyak Jagung 103-125
6 Minyak Biji Bunga Matahari 120-140
7 Minyak Biji Tembakau 135
8 Minyak Perilla 140
9 Minyak Kedelai 129-143
10 Minyak Kembang Candu 132-143
11 Minyak Biji Karet 127-144
12 Minyak Tung 160-180
13 Minyak Rami 175-185
14 Minyak Ikan Paus 110-150
15 Minyak Hati Ikan Cod 155-170
16 Minyak Ikan Herring 123-146
Sumber : Reynolds (1962)
Minyak yang bilangan iodnya tinggi, ketika ditambahkan sulfur maka reaksinya akan lebih
cepat berikatan dengan karbon tak jenuh secara mono atau disulfida. Waktu proses pembentukan
faktis gelap juga dipengaruhi oleh konsentrasi bahan pencepat dan konsentrasi sulfur. Konsentrasi
7
sulfur yang tinggi menyebabkan asam lemak tak jenuh minyak lebih cepat teradisi dan membentuk
ikatan sulfida.
Ikatan-ikatan rangkap dalam asam lemak tidak jenuh dalam minyak nabati (jarak) akan
diadisi oleh sulfur sehingga terbentuk ikatan-ikatan silang. Sulfur yang ditambahkan akan mengikat
rantai karbon tidak jenuh secara intramolekul dan intermolekul pada saat minyak mengalami proses
vulkanisasi seperti pada Gambar 7. Intramolekul adalah proses pengikatan sulfur dengan rantai karbon
tidak jenuh pada asam lemak lain dalam satu trigliserida. Intermolekul adalah proses pengikatan sulfur
dengan rantai karbon tidak jenuh pada trigliserida yang lain (Flint, 1955).
Gambar 1. Reaksi adisi sulfur pada pembentukan faktis gelap (Flint, 1955)
Menurut Carrington (1962), untuk mendapatkan faktis keras dengan ekstrak aseton rendah
dan warna yang baik, digunakan minyak yang mempunyai kandungan asam lemak jenuh kurang dari
5%, bilangan iod 80-110 dan mempunyai asam polyolefin lain disamping asam linoleat. Jika
kandungan asam lemak jenuh dari minyak lebih dari 5%, faktis akan memiliki tekstur yang lunak.
Bilangan asam yang tinggi (lebih dari 5%) akan menyebabkan faktis memiliki tekstur yang
lengket. Jika bilangan asam pada minyak lebih dari 5%, maka perlu dilakukan penetralan terlebih
dahulu, yaitu dengan menambahkan NaOH atau Na2CO3 pada campuran. Selain itu, penambahan
Na2CO3 pada minyak akan menghasilkan faktis dengan tekstur yang lebih padat (Alfa dan
Honggokusumo, 1998). Menurut Flint (1955), untuk membuat faktis gelap ada dua tahap yang dapat
dilalui, yaitu:
a. Pembentukan minyak vulkanisasi
Minyak sebagai bahan baku akan tervulkanisasi pada suhu tinggi dan masih berwujud cair.
Kemudian campuran tersebut akan menjadi padatan yang elastis jika dibiarkan pada suhu normal.
Akan tetapi, padatan elastis tersebut akan larut jika dicuci dengan larutan organik. Tahapan
terbentuknya padatan elastis biasa disebut vulcanized oil atau minyak vulkanisasi.
b. Pembentukan faktis gelap
Dengan pemanasan lebih lanjut, maka minyak vulakanisasi tersebut berubah menjadi bentuk
gel. Padatan gel tersebut disebut dengan faktis yang tidak mencair bila dipanaskan lagi. Tahap ini
disebut dengan tahap terbentuknya faktis gelap.
C C
C C
4S
S
C C
S
S
C C
S
8
Menurut Flint (1955), asam lemak tak jenuh penyusun molekul trigliserida yang umumnya
digambarkan dalam bentuk “E” yang ditunjukkan pada Gambar 2 (a). namun struktur molekul
trigliserida demikian tidak dapat membentuk faktis. Struktur molekul trigliserida yang tepat diperoleh
dengan memutar cabang terbawah (R3) ke posisi perpanjangan cabang kedua (R2). Hasil akhir
perputaran cabang ketiga ini akan membentuk struktur trigliserida seperti “garpu tala” (tuning fork)
yang ditunjukkan pada Gambar 2 (b). Perputaran ini dapat terjadi karena asam lemak pada cabang
ketiga trigliserida tidak sama dengan asam lemak pertama dan kedua.
(a)
(a) (b)
Gambar 2. (a) Molekul trigliserida bentuk “E” dan (b) “tuning fork” (garpu) (Flint, 1955)
Pengikatan antar trigliserida yang satu dengan yang lain melalui ikatan mono atau disulfida
akan membentuk suatu makromolekul dengan susunan menyerupai susunan tumpukan buku (book
file) atau susunan bata dinding (brick in wall) yang memanjang dengan bobot molekul sekitar 7.000
seperti pada Gambar 3. Kedua jenis susunan ini juga dapat bergabung membentuk struktur
makromolekul faktis. Struktur molekul seperti ini memungkinkan mudahnya terjadi sliding effect
(diantara rantai molekul lurus) yang memberikan sifat berorientasi menyebar dan mengikat bahan-
bahan sewaktu dilakukan pencampuran dan mempercepat tercapainya homogenitas campuran. Tipe
susunan bata dinding akan menghasilkan struktur makromolekul yang lebih kuat, hal tersebut juga
dapat mempengaruhi mutu faktis (Flint, 1955).
(a)
CH3 O C R1
CH3 O C R2
CH3 O C R3
O
O
CH3 O C R1
O
R3 C O CH3 CH O C R2
9
(b)
Gambar 3. Tipe susunan unit pokok faktis: (a) bata dalam dinding (bricks in a wall) dan (b)
tumpukan buku (pile of book) (Flint, 1955)
Penambahan faktis ke dalam kompon karet menurut Alfa dan Honggokusumo (1998) dapat
memberikan beberapa keuntungan teknis antara lain memudahkan pencampuran karet dengan bahan
kimia karet, mengurangi porositas, meningkatkan kestabilan, memperhalus permukaan, dan
meningkatkan daya retak. Selain itu, faktis juga digunakan untuk berbagai tujuan seperti dalam
pembuatan karet penghapus, pelapis kabel, barang jadi karet selular, barang jadi karet dari lateks, serta
dalam pembuatan barang jadi karet yang menggunakan alat kalender, ekstruder dan alat cetak injeksi.
Aplikasi faktis cukup luas karena meliputi penggunaan dalam pengolahan karet alam maupun karet
sintetis. Penggunaan faktis dalam pengolahan kompon karet memberikan manfaat, antara lain
mengurangi konsumsi energi dan mempercepat waktu pencampuran, membantu dalam mengontrol
ketebalan lembaran karet dalam proses kalendering, dan menghasilkan permukaan produk yang
mengkilap dan halus (Lever, 1951).
C. Netralisasi
Netralisasi merupakan salah satu tahap dalam proses pemurnian minyak. Netralisasi adalah
suatu proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari minyak atau lemak dengan cara mereaksikan
asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi lainnya sehingga membentuk sabun (Ketaren, 1986).
Hendrix (1990) menyatakan bahwa kotoran yang akan dibuang dalam netralisasi adalah asam lemak
bebas, fosfatida, ion logam, zat warna, karbohidrat protein, hasil samping oksidasi, hidrokarbon, dan
zat padat. Selain itu dijelaskan pula oleh Thieme (1968), bahwa netralisasi sebagai salah satu tahapan
proses pemurnian minyak bertujuan untuk mengurangi gum yang masih tertinggal, untuk
memperbaiki rasa dan mengurangi warna gelap dari minyak tersebut.
Netralisasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan menggunakan basa,
natrium karbonat, ammonia ataupun dengan menggunakan uap. Pada umumnya, dikenal 4 macam
metode netralisasi minyak dan lemak yang sering digunakan dalam industri yaitu metode kimia, fisik,
fisiko kimia dan dengan cara esterifikasi. Menurut Thieme (1968), netralisasi secara kimia dapat
dilakukan dengan 2 macam cara yaitu cara kering dan cara basah. Cara kering dilakukan dengan
menggunakan larutan basa pekat dan suhu yang relatif rendah. Sedangkan cara basah dilakukan
dengan menggunakan larutan basa yang relatif encer dan suhu yang relatif tinggi. Suhu yang
digunakan antara 60-650C, tetapi dapat juga digunakan suhu yang lebih tinggi (hingga 980C). Sabun
yang terbentuk dicuci dengan air dan diulang beberapa kali sampai sabun terpisah dari minyak dan pH
air hasil pencucian menjadi netral.
Menurut Bernardini (1983), netralisasi secara fisik dilakukan dengan pemisahan melalui
destilasi dengan steam terinjeksi dari asam lemak dalam minyak. Cara ini diterapkan pada industri
besar dan tidak dapat berlaku umum karena minyak atau lemak dipanaskan pada suhu tinggi (220-
2400C) sehingga termodifikasi secara kimia dan fisik, minyak atau lemak harus mengalami purifikasi
10
dan pemucatan secara sempurna terlebih dahulu sehingga biaya menjadi sangat mahal, serta
kandungan asam lemak bebas minyak tidak boleh terlalu tinggi.
Cara netralisasi dengan esterifikasi secara teori tidak menyebabkan kehilangan minyak netral,
namun digunakan hanya untuk menetralkan asam organik dalam minyak atau lemak. Reaksi ini
merupakan kebalikan dari hidrolisis dan pemecahan minyak atau lemak. Kondisi optimum reaksi akan
terjadi keadaan sangat vakum, pada suhu 200-2200C dengan kontak yang cukup dekat dan lama antar
minyak, gliserol dan katalis yang digunakan. Proses ini hanya akan efektif pada netralisasi minyak
dengan jumlah asam lemak bebas yang sangat tinggi (20-30%), serta untuk esterifikasi asam lemak
terdistilasi (Bernardini, 1983).
Netralisasi dengan pelarut dilakukan dengan menggunakan pelarut heksana, isopropilat
alkohol atau air. Cara netralisasi ini dilakukan untuk minyak dengan kandungan asam lemak bebas
tinggi. Pemisahan resin, oksi-asida dan gum, yang tidak larut dalam campuran dan membentuk lapisan
di daerah pemisahan selama pengendapan akan mempengaruhi hasil yang diperoleh sehingga
perlakuan pendahuluan harus dapat membuang semua komponen tersebut (Bernardini, 1983).
Netralisasi minyak dan lemak dengan metode kimia merupakan proses penyabunan asam
lemak bebas oleh larutan NaOH maupun bahan kimia lain seperti KOH dan Na2CO3 (Mahatta, 1975).
Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam netralisasi secara kimia, yaitu kemurnian minyak,
suhu, kepekatan larutan basa dan lama penyabunan (Bernardini, 1983). Netralisasi dengan kaustik
soda (NaOH) banyak dilakukan dalam skala industri karena lebih efisien dan lebih murah
dibandingkan dengan cara netralisasi lainnya. Penggunaan kautik soda juga dapat membantu
mengurangi zat warna dan kotoran seperti fosfatida dan protein, dengan cara emulsi. Sabun atau
emulsi ini dapat dipisahkan dari minyak dengan cara sentrifusi (ketaren, 1986). Larutan alkali yang
lebih lemah seperti soda abu (Na2CO3) dan ammonium hidroksida tidak dapat digunakan oleh industri
karena efek dekolorisasinya yang rendah dan memerlukan peralatan tambahan sehingga dapat
meningkatkan biaya produksi. Reaksi antara asam lemak bebas pada minyak dengan Na2CO3 dapat
dilihat pada Gambar 4 berikut.
Trigliserida Basa Sabun (garam) Asam karbonat
Gambar 4. Reaksi netralisasi asam lemak bebas menggunakan natrium karbonat (Ketaren, 1986)
Menurut Andersen (1953), proses netralisasi minyak dengan menggunakan kaustik soda yang
pekat (10-240B3) mempunyai efek antara lain menghasilkan refining loss yang tinggi, pemucatan
warna minyak, mengurangi kandungan asam lemak bebas dalam minyak serta pada suhu 60-700C
akan memperbanyak minyak yang tersabunkan. Penentuan konsentrasi larutan basa yang digunakan
didasarkan pada kandungan asam lemak bebasnya. Makin tinggi kandungan asam lemak bebas maka
makin banyak jumlah basa yang diperlukan. Tetapi penggunaan basa yang terlalu tinggi menyebabkan
makin banyak trigliserida yang tersabunkan, sedangkan konsentrasi basa yang rendah menyebabkan
makin banyak emulsi sabun dalam minyak, sehingga akan menurunkan rendemen minyak (Swern,
1979). Reaksi penyabunan tersebut dapat dilihat pada Gambar 5 berikut.
O O CO2
R C + Na2CO3 R C + H2CO3
OH Na H2O
11
Trigliserida Basa Sabun (garam) Air
Gambar 5. Reaksi penyabunan asam lemak bebas dengan NaOH (Ketaren, 1986)
Konsentrasi larutan basa untuk netralisasi biasanya dinyatakan dengan derajat Baume (0Be).
Untuk minyak dengan kandungan asam lemak bebas lebih kecil dari 1% biasanya digunakan larutan
basa yang lebih lunak (8-120Be), sedangkan untuk minyak dengan kandungan asam lemak bebas yang
lebih tinggi digunakan larutan basa dengan kepekaan 200Be. Larutan yang lebih pekat dari 200Be
hanya digunakan jika keasaman minyak tinggi, yaitu jika lebih dari 6% (Bernardini,1983).
Menurut Thieme (1968), kaustik soda yang digunakan dalam proses netralisasi adalah dalam
bentuk larutan dengan konsentrasi antara 10-200Be. Reaksi penyabunan dilakukan pada suhu 60-650C,
dan dapat juga digunakan suhu yang lebih tinggi (hingga 980C). Sedangkan Hendrix (1990),
menyatakan bahwa untuk menetralkan asam lemak bebas digunakan kaustik soda dengan kisaran
antara 12-300Be atau biasanya 12-200Be. Suhu reaksi yang digunakan berkisar antara 20-400C dan
dilanjutkan dengan pemanasan untuk memecahkan emulsi sabun minyak pada suhu 60-800C.
D. Agitasi (Kecepatan Pengadukan)
Pencampuran secara umum merupakan suatu proses yang bertujuan untuk mendapatkan
campuran yang homogen dari dua komponen atau lebih. Salah satu metoda pencampuran adalah
dengan pengadukan (agitasi). Pada dasarnya pencampuran mencakup dua faktor kunci yaitu peralatan
yang digunakan dan bahan yang akan dicampur. Kedua faktor tersebut harus memiliki hubungan yang
erat untuk memperoleh hasil pencampuran yang baik. Geometri peralatan dapat mempengaruhi
produk secara umum, kondisi operasi proses khususnya aerasi dan pengadukan serta konsumsi energi
(Sailah, 1994).
Tatterson (1991) menyatakan bahwa terdapat tiga komponen alat dalam pencampuran secara
konvensional yaitu tangki (vessel), pengaduk (impeler), dan baffle. Vessel merupakan tangki
berbentuk silinder yang memanjang secara vertikal. Tangki ini akan diisi dengan fluida sampai
kedalaman yang sama dengan diameter tangki. Diameter tangki dapat dimulai dari 0,1 meter pada
skala kecil sampai 10 meter atau lebih yaitu pada instalasi industri besar (Edwards dan baker, 1992).
Pada teknik tracer digunakan detektor pada beberapa posisi yang berbeda-beda. Detektor tersebut
dapat berupa conductivity meter, pH meter, thermometer, spektrofotometer, dan lain-lain.
Untuk mencegah terjadinya vortex pada pengadukan cairan yang memiliki kekentalan yang
rendah, dapat digunakan bafle yang biasanya terdiri dari empat buah yang dilekatkan pada dinding
tangki. Vortex yaitu terbentuknya cekungan permukaan media pada bagian tengah tangki yang
disebabkan oleh adanya gaya tangensial. Vortex ini menyebabkan aliran pada tangki tersebut bersifat
horizontal, sehingga pencampuran tidak dapat berlangsung dengan baik. Bafle umumnya tidak
dibutuhkan pada fluida yang memiliki kekentalan tinggi dimana vortex tidak menjadi suatu masalah
(Edwards dan baker, 1992).
O O
R C + NaOH R C + H2O
OH ONa
12
Pengaduk mempunyai dua fungsi utama yaitu: 1) mengurangi ukuran gelembung-gelembung
udara untuk memberi luasan permukaan yang lebih besar untuk perpindahan oksigen dan untuk
mengurangi laju difusi, serta 2) untuk menjaga kondisi lingkungan yang seragam pada seluruh isi
tangki. Beberapa jenis pengaduk yang sering digunakan untuk mengaduk antara lain: propeller,
turbine, paddle, anchor, helical ribbon, dan helical screw. Propellers, turbine, dan paddle secara
umum digunakan pada sistem yang kekentalannya rendah dan beroperasi pada putaran dengan
kecepatan tinggi. Ketiga jenis pengaduk tersebut baik digunakan untuk mencampur bahan yang
memiliki viskositas rendah seperti cairan dengan cairan, gas dengan cairan, maupun padat dengan
cairan. Sedangkan pengaduk tipe anchor, helical ribbon dan helical screw dapat digunakan untuk
pencampuran bahan yang memiliki viskositas tinggi (kental) (Edwards dan Baker, 1992).
Bentuk pengaduk berpengaruh terhadap pola aliran yang dihasilkannya. Berdasarkan pola
aliran yang dihasilkan, pengaduk dapat dibagi menjadi empat jenis yaitu menghasilkan pola aliran
radial, axial, laminar dan turbulen. Aliran radial yaitu aliran mendatar dari blade pengaduk ke dinding
vessel (tangki) dan membentuk dua daerah, yaitu daerah atas dan daerah bawah. Sedangkan aliran
axial adalah aliran vertikal ke atas dan bawah pengaduk. Pola aliran yang dihasilkan juga dipengaruhi
oleh sifat reologi dari bahan yang diaduk (Sailah, 1993). Pola aliran laminar adalah pola aliran yang
mengalir dalam lapisan dan alirannya lebih tenang (Hudges dan Brighton, 1967). Aliran turbulen
adalah aliran yang bersifat bergejolak (Earle, 1969).
Pada proses pencampuran, salah satu sifat bahan yang sangat penting untuk dipertimbangkan
adalah sifat reoligi bahan. Reologi menurut Mackay (1988) adalah ilmu tentang sifat aliran suatu
bahan. Menurut sifat reologinya, fluida dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu fluida
Newtonian dan fluida non-Newtonian. Pada fluida Newtonian, nilai kekentalan adalah konstan dan
tidak dipengaruhi oleh nilai laju geser, tetapi dipengaruhi oleh suhu dan tekanan. Sedangkan fluida
non-Newtonian, nilai kekentalan merupakan fungsi dari laju geser.
Pola aliran pada suatu tangki berpengaduk sangat dipengaruhi oleh kecepatan pengadukan,
jenis pengaduk, dan sifat reologi bahan yang diaduk (Ranade dan Joshi, 1990). Meskipun dengan
fluida dan kecepatan pengadukan yang sama, penggunaan pengaduk yang berbeda akan menghasilkan
pola aliran yang berbeda pula.
Waktu pencampuran merupakan parameter yang penting pada suatu proses pencampuran.
Waktu campur didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan untuk memperoleh derajat pencampuran
tertentu, setelah penjejak dimasukkan ke dalam tangki (Edwards, 1992). Waktu pencampuran
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kecepatan pengadukan, tipe pengaduk, geometri tangki,
aerasi, sifat fluida dan metoda pengukuran waktu pencampuran tersebut.
13
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Alat dan Bahan
a. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah reaktor faktis skala semi-pilot, neraca
analitik, corong pemisah, corong, pH-meter, oven, tanur, buret, soxlet, labu takar, pipet, dan alat-
alat gelas lainnya.
b. Bahan
Bahan baku utama yang digunakan adalah minyak jarak (castor oil) yang telah tersedia
di Balai Penelitian Teknologi Karet (BPTK) Bogor. Bahan kimia teknis untuk pembuatan faktis
gelap antara lain sulfur, seng oksida (ZnO), natrium karbonat (Na2CO3), dan natrium hidroksida
(NaOH). Bahan kimia untuk karakterisasi bahan baku minyak, meliputi: natrium tiosulfat
(Na2S2O3), pereaksi hanus, indikator kanji, kloroform, kalium iodida (KI), kalium hidroksida
(KOH), alkohol netral 95%, indikator phenolpthalein (PP), akuades, asam oksalat, kalium
dikromat (K2Cr2O7), dan HCl. Sedangkan bahan kimia untuk uji sifat kimia faktis gelap, meliputi:
aseton, natrium sulfit (Na2SO3), suspensi Na-strearat, parafin, stronsium klorida (SrCl2), kadmium
asetat (Cd-asetat), asam asetat glasial, formaldehid, kalium iodida (KI), indikator kanji, iodin, dan
akuades.
B. Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan, mulai bulan Juli sampai dengan September 2010
di Laboratorium Penelitian Balai Penelitian Teknologi Karet (BPTK) Bogor.
C. Metode Penelitian
a. Penelitian Pendahuluan
Pada penelitian pendahuluan, dilakukan karakterisasi minyak jarak yang meliputi
pengujian bilangan asam dan bilangan iod. Metode pengujian karakterisasi minyak jarak
tercantum pada Lampiran 1.
b. Penelitian Utama
i) Pembuatan Faktis Metode 1 (Netralisasi Menggunakan Na2CO3)
Minyak jarak sebanyak 1 kg dimasukkan ke dalam reaktor faktis kemudian
ditambahkan Na2CO3 sebanyak 1 bsm (bagian per seratus gram minyak) atau 10 gram.
Setelah itu, dilakukan pemanasan serta pengadukan sesuai perlakuan (130, 145 atau 160
rpm). Setelah 15 menit, ZnO dan sulfur masing-masing sebanyak 5 bsm (50 gram) dan 25
bsm (250 gram) dimasukkan ke dalam reaktor. Bahan dipanaskan hingga tercapai suhu reaksi
sebesar 1500C. Setelah suhu tercapai, pemanasan dihentikan. Pengadukan terus dilakukan
hingga suhu kembali ke suhu 1500C setelah melewati suhu eksotermis tertinggi. Setelah
14
reaksi selesai, faktis dibiarkan mendingin dan memadat lalu dihitung rendemennya. Padatan
faktis dihancurkan dengan crusher kemudian diuji sifat fisik dan kimianya. Diagram alir
pembuatan faktis dengan perlakuan netralisasi menggunakan Na2CO3 disajikan dalam
Gambar 6 berikut.
Gambar 6. Diagram alir pembuatan faktis gelap metode 1 (netralisasi menggunakan Na2CO3)
ii) Pembuatan Faktis Metode 2 (Netralisasi Menggunakan NaOH)
Minyak jarak dipanaskan hingga suhu berkisar antara 60-700C sambil diaduk.
Setelah suhu tercapai, ke dalam minyak ditambahkan larutan NaOH 140Be (derajat Baume)
(10,4 mg NaOH/ 100 ml aquades) sebanyak 276,13 ml/6000 gram minyak. Hasil perhitungan
jumlah NaOH terdapat pada Lampiran 2. Kemudian dilakukan pengadukan dan pemanasan
selama 15 menit kemudian didiamkan selama 30 menit. Setelah 30 menit, minyak dicuci
dengan menggunakan air hangat hingga pHnya netral. Jika warna minyak masih keruh,
pemanasan diulang kembali hingga warna minyak menjadi jernih. Minyak jarak sebanyak 1
kg dimasukkan ke dalam reaktor faktis kemudian dilakukan pemanasan serta pengadukan
sesuai perlakuan (130, 145 atau 160 rpm). Setelah 15 menit, ZnO dan sulfur masing-masing
sebanyak 5 bsm (50 gram) dan 25 bsm (250 gram) dimasukkan ke dalam reaktor. Bahan
dipanaskan hingga tercapai suhu reaksi sebesar 1500C. Setelah suhu tercapai, pemanasan
dihentikan. Pengadukan terus dilakukan hingga suhu kembali ke suhu 1500C setelah
Minyak jarak 1
kg
Faktis
gelap
Pemanasan hingga suhu 1500C dan pengadukan
sesuai perlakuan (130, 145, dan 160 rpm)
Netralisasi
Pencampuran dan
homogenisasi
Vulkanisasi
Na2CO3
10 gram
Sulfur 250 gram
dan ZnO 50 gram
15
melewati suhu eksotermis tertinggi. Setelah reaksi selesai, faktis dibiarkan mendingin dan
memadat lalu dihitung rendemennya. Padatan faktis dihancurkan dengan crusher kemudian
diuji sifat fisik dan kimianya. Diagram alir pembuatan faktis dengan perlakuan netralisasi
menggunakan NaOH disajikan dalam Gambar 7 berikut.
Gambar 7. Diagram alir pembuatan faktis gelap metode 2 (netralisasi menggunakan NaOH)
iii) Analisis Sifat Kimia Faktis Gelap
Pengujian sifat kimia faktis gelap bertujuan untuk mengetahui tingkatan mutu faktis
gelap yang dihasilkan. Parameter mutu faktis secara kimia terdiri dari kadar ekstrak
petroleum eter, kadar sulfur bebas, kadar abu dan nilai pH. Prosedur analisis sifat kimia
faktis dapat dilihat pada Lampiran 3.
iv) Pengamatan Sifat Fisik Faktis Gelap
Parameter sifat fisik faktis terdiri dari pengujian warna dan tingkat kekerasan.
Pengamatan warna faktis dilakukan melalui pengamatan secara visual terhadap penampakan
warna faktis. Penilaian kualitatif warna faktis gelap dibagi dalam empat tingkat, yaitu: coklat
muda, coklat, coklat tua, dan hitam. Pengamatan terhadap tingkat kekerasan faktis gelap
dilakukan dengan mengamati struktur molekul faktis gelap secara fisik dan
membandingkannya dengan faktis komersial. Dalam penelitian ini, penentuan kekerasan
Minyak jarak 1
kg
Faktis gelap
Pemanasan hingga suhu 1500C dan pengadukan
sesuai perlakuan (130, 145, dan 160 rpm)
Netralisasi
Pencampuran dan
homogenisasi
Vulkanisasi
NaOH
28,71 gram
Sulfur 250 gram
dan ZnO 50 gram
16
faktis yang dihasilkan, digunakan skala “keras” untuk konsistensi yang sama dengan mutu
faktis komersial, digunakan keterangan “+” untuk konsistensi yang lebih keras daripada
faktis komersial. Semakin keras konsistensi faktis, semakin banyak skala “+” yang diberikan
(“++”, “+++”). Untuk faktis yang konsistensinya lebih lembek daripada faktis gelap mutu
komersial diberi keterangan “-“.
C. Rancangan Percobaan
Pada penelitian utama, rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap
faktorial yang terdiri dari dua faktor dan dua kali ulangan. Faktor pertama (A) adalah kecepatan
pengadukan (agitasi) dengan tiga taraf, yaitu 130, 145 dan 160 rpm. Faktor kedua (B) adalah metode
netralisasi dengan dua taraf yaitu: netralisasi menggunakan Na2CO3 dan netralisasi menggunakan
NaOH. Model rancangan percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut:
Yijk = μ + Ai + Bj + (AB)ij + ε k(ij)
Dengan :
Y ijk = parameter respon dari pengaruh taraf ke-1 faktor A, pada ulangan ke-k
μ = nilai tengah populasi (rata-rata sebenarnya)
Ai = pengaruh taraf ke-i faktor A
Bj = pengaruh taraf ke-j faktor B
(AB)ij = pengaruh taraf ke-i faktor A dan taraf ke-k faktor B
ε k(ij) = pengaruh kesalahan percobaan pada ulangan ke-k
Bila analisis varian dari perlakuan yang diberikan diperoleh pengaruh yang nyata/ signifikan,
maka dilakukan uji lanjut dengan metode Duncan. Dari hasil uji tersebut dapat diketahui taraf
perlakuan yang mempunyai pengaruh berbeda nyata/signifikan.