ii. tinjauan pustaka a. pengertian tentang bank, …digilib.unila.ac.id/19764/3/bab ii.pdf ·...
TRANSCRIPT
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Tentang Bank, Nasabah dan Lembaga Penjamin Simpanan
1. Bank
Berdasarkan Pasal 1 angka (2) UU Perbankan menyatakan bahwa “bank adalah
badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
dam menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-
bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.
Sedangkan menurut Try Rudy Sutanto, bank adalah suatu badan usaha yang
bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alat-alat pembayaran
sendiri atau dengan uang yang diperolehnya dari pihak lain maupun dengan jasa
memperedarkan alat-alat penukar barang berupa uang giral.9
Abdurrahman menjelaskan bahwa bank adalah suatu jenis lembaga keuangan
yang melaksanakan berbagai macam jasa, seperti memberikan pinjaman,
mengedarkan mata uang, pengawasan terhadap mata uang, bertindak sebagai
tempat penyimpanan benda-benda berharga, membiayai usaha perusahaan-
perusahaan dan lain-lain.10
Dari definisi tentang bank tersebut maka dipahami
9 Try Rudy Santoso.1990. Mengenai Dunia Perbankan. Andi, Yogyakarta. Hal. 56.
10
Abdurrachman. 1995. Ensiklopedia Ekonomi Keuangan dan Perdagangan. Alumni,
Bandung. Hal. 31.
10
bahwa bank memiliki dana sendiri dalam pendiriannya ditambah dana dari
masyarakat berupa tabungan maupun deposito yang dikembalikannya dalam
bentuk kredit.
Dilihat dari fungsinya, berbagai macam definisi tentang bank itu oleh Thomas
Suyatno dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:11
a. Bank dilihat sebagai penerima kredit. Dalam pengertian pertama ini bank
menerima uang serta dana-dana lainnya dari masyarakat dalam bentuk:
(1) simpanan atau tabungan biasa yang dapat diminta/diambil kembali setiap
saat;
(2) deposito berjangka, yang merupakan tabungan atau simpanan yang
penarikkanya kembali hanya dapat dilakukan setelah jangka waktu yang
ditentukan habis;
(3) simpanan dalam rekening koran/giro atas nama si penyimpan giro yang
penarikan hanya dapat dilakukan dengan menggunakan cek, bilyet giro
atau perintah tertulis kepada bank. Pengertian ini mencerminkan bahwa
bank melaksanakan operasi perkreditan secara pasif dengan menghimpun
uang dari pihak ketiga.
b. Bank dilihat sebagai pemberi kredit, ini berarti bahwa bank melaksanakan
operasi perkreditan secara aktif. Dengan demikian maka fungsi bank terutama
dilihat sebagai pemberi kredit, tanpa mempermasalahkan apakah kredit itu
berasal dari deposito atau tabungan yang diterimannya atau bersumber pada
penciptaan kredit yang dilakukan oleh bank itu sendiri.
11
Thomas Suyatno. 1996. Kelembagaan Perbankan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Hal.
201.
11
c. Bank dilihat sebagai pemberi kredit bagi masyarakat melalui sumber yang
berasal dari modal sendiri, simpanan/tabungan masyarakat maupun melalui
penciptaan uang bank.
Menurut Thomas Suyatno, tugas pokok bank adalah membantu pemerintah dalam
mengatur, menjaga dan memelihara kestabilan nilai rupiah, serta mendorong
kelancaran produksi dan pembangunan dalam memperluas kesempatan kerja,
guna meningkatkan taraf hidup rakyat.12
Jika melihat dari uraian diatas, bank
sangat erat kaitannya dengan kegiatan peredaran uang, dalam rangka melancarkan
seluruh aktivitas keuangan masyarakat. Dengan demikian, bank berfungsi
sebagai:13
a. Pedagang dana, yaitu wahana yang dapat menghimpun dan menyalurkan dana
masyarakat secara efektif dan efesien. Bank menjadi tempat untuk penitipan
dan penyimpanan uang yang dalam praktiknya sebagai tanda penitipan dan
penyimpan uang tersebut, maka kepada penitip dan penyimpan diberikan
selembar kertas tanda bukti. Sedangkan dalam fungsinya sebagai penyalur
dana, maka bank memberikan kredit atau membelikannya ke dalam bentuk
surat-surat berharga.
b. Lembaga yang melancarkan transakasi perdagangan dan pembayaran uang.
Bank bertindak sebagai penghubung antara nasabah yang satu dan nasabah
yang lainnya jika keduanya melakukan transaksi. Dalam hal ini kedua pihak
tersebut tidak secara langsung melakukan pembayaran, tetapi cukup
memerintahkan kepada bank untuk menyelesaikannya.
12
Ibid. Hal. 207.
13
Ibid. Hal. 208.
12
2. Nasabah
Nasabah merupakan pihak yang menggunakan jasa bank. Penghimpunan dana dan
pemberian kredit merupakan pelayanan jasa perbankan yang utama dari semua
kegiatan lembaga keuangan bank. Berdasarkan Pasal 1 angka (16) UU Perbankan
diintroduksikan rumusan nasabah yaitu nasabah adalah pihak yang menggunakan
jasa bank.
Rumusan tersebut kemudian diperinci pada butir berikutnya, yaitu sebagai
berikut:
a. Nasabah Penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di bank
dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang
bersangkutan.14
b. Nasabah Debitur adalah nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau
pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah atau yang dipersamakan dengan itu
berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.15
Di dalam praktik-praktik perbankan, dikenal 3 (tiga) macam nasabah antara lain:16
a. Nasabah deposan, yaitu nasabah yang menyimpan dananya disuatu bank,
misalnya dalam bentuk deposito atau tabungan;
b. Nasabah yang memanfaatkan fasilitas kredit perbankan, misalnya kredit usaha
kecil, kredit pemilikan rumah dan sebagainnya;
14
Pasal 1 ayat (17) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
15
Pasal 1 ayat (18) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
13
c. Nasabah yang melakukan transaksi dengan pihak lain melalui benk, misalnya,
transaksi antara importir sebagai pembeli dan eksportir di luar negeri. Untuk
transaksi semacam ini, biasanya importir membuka letter of credit (L/C) pada
suatu bank demi kelancaran dan keamanan pembayaran.
3. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
Lembaga Penjamin Simapanan (selanjutnya disingkat LPS) adalah lembaga yang
independen, transparan, dan akuntabel dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya.17
Penjaminan simpanan nasabah bank yang diharapkan dapat
memelihara kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan dan dapat
meminimumkan risiko yang membebani anggaran negara atau risiko yang
menimbulkan moral hazard.
LPS mempunyai fungsi yang sangat penting, yaitu menjamin simpanan nasabah
penyimpan serta turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai
dengan kewenangannya.18
Dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai
dengan kewenangannya, LPS akan melakukan penyelesaian atau penanganan
bank gagal. Bank gagal (failing bank) adalah bank yang mengalami kesulitan
keuangan dan membahayakan kelangsungan usahanya serta dinyatakan tidak
dapat disehatkan oleh Lembaga Pengawas Perbankan (selanjutnya disingkat LPP)
sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya. LPP adalah Bank Indonesia atau
lembaga pengawas sektor jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-
17
Lihat Pasal 2 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009.
18
Zulkarnain Sitompul. 2007.Op. cit. Hal. 3
14
Undang tentang Bank Indonesia. Apabila kondisi bank yang mengalami kesulitan
keuangan tersebut semakin memburuk, antara lain ditandai dengan menurunnya
tingkat solvabilitas bank, tindakan penyelesaian dan penyehatan lain harus segera
dilakukan.19
Dalam menjalankan fungsinya, LPS mempuyai tugas-tugas yang meliputi:20
a. merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan penjaminan simpanan;
b. merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara
stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya;
c. melaksanakan penjaminan simpanan;
d. merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan penyelesaian bank
gagal (bank resolution) yang tidak berdampak sistematik; dan
e. melaksanakan penaganan bank gagal yang berdampak sistematik.
Sedangkan dalam rangka melaksakan tugas LPS mempunyai wewenang sebagai
berikut:21
a. menetapkan dan memungut premi penjaminan;
b. menetapakan dan memungut kontribusi pada saat bank pertama kali menjadi
peserta;
c. melakukan pengelolaan kekayaan dan kewajiban LPS;
19
Penjelasan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009.
20
Pasal 5 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009.
21
Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin
Simpanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009.
15
d. mendapatkan data simpanan nasabah, data kesehatan bank, laporan keuangan
bank, dan laporan hasil pemeriksaan bank sepanjang tidak melanggar
kerahasiaan bank; dan
e. menetapkan syarat, tata cara, dan ketentuan pembayaran klaim;
f. menunjuk, menguasakan, dan atau menugaskan pihak lain untuk bertindak
bagi kepentingan dan atau atas nama LPS, guna melaksanakan sebagai tugas
tertentu;
g. melakukan penyuluhan kepada bank dan masyarakat tentang penjaminan
simpanan; dan
h. menjatuhkan sanksi administratif.
Terhadap penyelesaian dan penanganan bank gagal LPS mempunyai kewenangan,
yaitu:22
a. mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang pemegang saham,
termasuk hak dan wewenang Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS);
b. menguasai dan mengelola aset dan kewajiban bank gagal yang diselamatkan;
c. meninjau ulang, membatalkan, mengakhiri dan/atau mengubah setiap kontrak
yang mengikat bank gagal yang diselamatkan dengan pihak ketiga yang
merugikan bank; dan
d. menjual dan/atau mengembalikan aset bank tanpa persetujuan debitur dan/atau
kewajiban bank tanpa persetujuan kreditur.
22
Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin
Simpanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009.
16
B. Hubungan Hukum
Istilah hukum mengandung arti aturan, yaitu aturan yang mengatur hubungan
antara orang yang satu dengan orang yang lain, antara orang dengan masyarakat,
antara masyarakat yang satu dan masyarakat yang lain. Hubungan-hubungan yang
diatur oleh hukum disebut hubungan hukum sebagai terjemahaan dari Bahasa
Belanda Rechtsbetrekking. Istilah hubungan hukum menunjukkan adanya 2 (dua)
segi tarik menarik, yaitu adanya hak dan kewajiban.23
1. Hubungan Antara Bank Dengan Nasabah
Hubungan hukum antara bank dengan nasabah adalah hubungan antara subjek
hukum sebagai pembawa hak dan kewajiban. Adapun yang menjadi hak dan
kewajiban antara subjek hukum tersebut akan diuraikan berikut ini.
Kewajiban dari bank, antara lain:24
a. untuk tetap menjaga rahasia keuangan nasabah;
b. untuk mengamankan dana nasabah;
c. untuk menerima sejumlah uang dari nasabah;
d. untuk melaporkan kegiatan perbankan secara transparan kepada masyarakat;
e. untuk mengetahui secara mendalam tentang nasabahnya.
Sedangkan hak dari bank, antara lain:25
a. Mendapatkan provisi terhadap layanan jasa yang diberikan kepada nasabah;
23
Hilman Hadi Kusuma. 1984. Bahasa Hukum Indonesia. Alumni, Bandung. Hal. 33.
24
Ronny Sautama Hotma Bako. 1995. Hubungan Bank Dan Nasabah Terhadap Produk
Tabungan Dan Deposito. PT Citra Aditya Bakti, Bandung. Hal. 52.
25
Sentosa Sembiring. 2000. Hukum Perbankan. Mandar Maju, Bandung. Hal. 13.
17
b. Menolak pembayaran apabila tidak memenuhi persyaratan yang telah
disepakati bersama;
c. Melelang agunan dalam hal nasabah tidak mampu melunasi kredit yang
diberikan kepadanya sesuai dengan akad kredit yang telah ditandatangani
kedua belah pihak;
d. Pemutuskan rekening nasabah (klausula ini cukup banyak ditemui dalam
praktik);
e. Mendapatkan buku cek, bilyet giro, buku tabungan, kartu kredit dalam hal
terjadi penutupan rekening.
Kewajiban dari nasabah, antara lain:26
a. Menilai kewajaran terhadap terkait suku bunga produk tabungan dan deposito,
yang terkait dengan tingkat suku bunga pasar yang umumnya berlaku;
b. Menilai akan kemampuan bank tersebut dalam mencetak laba setelah kena
pajak selama 2 (dua) tahun berturut-turut;
c. Memperhatikan ekspansi kredit yang dilakukan bank tersebut, harus sesuai
dengan Net Interest Margin;
d. Memperhatikan Loan Deposit Ratio (perbandingan antara pinjaman yang
diberikan sebelum dikurangi penyisihan piutang ragu-ragu dengan sumber
dana pihak ketiga);
e. Melihat apakah dana pihak ketiga yang ditempatkan oleh bank tersebut,
ditempatkan dalam aktiva produktif;
26
Ronny Sautama Hotma Bako. Op. cit. Hal. 58-59. Sebagaimana dikutip dari Ny. Siti Supami
Wiratmo, “Deteksi Dini Likuidasi Suatu Bank”. Makalah disampaikan pada Seminar Perlindungan
Masyarakat Konsumen Terhadap Produk Perbankan. Diselenggarakan oleh Pusat Pengkajian
Hukum Jakarta, 3 Juni 1991. Hal. 11-14.
18
f. Memperhatikan rasio antara modal bank tersebut dengan aset bank tersebut.
Sedangkan hak dari nasabah, antara lain:27
a. Untuk mengetahui secra terperinci tentang produk-produk perbankan yang
ditawarkan;
b. Untuk mendapatkan bunga atas produk tabungan dan deposito yang telah
diperjanjiakan terlebih dahulu.
Sesuai dengan uraian mengenai hak dan kewajiban dari bank dan, maka dapat
dilihat hubungan antara masing-masing subjek hukum tersebut. Hubungan antara
bank dan nasabah terdiri dari dua bentuk, yaitu:28
a. Hubungan Kontraktual
Secara tradisional hubungan antara bank dan nasabah dipandang sebagai
hubungan kontraktual yang diatur oleh hukum perjanjian dan merupakan
hubungan kreditur dan debitur.29
Hal ini berlaku hampir terhadap semua
nasabah, baik nasabah debitur nasabah deposan, ataupun nasabah non debitur-
non deposan. Terhadap nasabah debitur, hubungan kontraktual tersebut
berdasarkan atas suatu kontrak yang dibuat antara bank sebagai kreditur
(pemberi dana) dengan pihak debitur (peminjam dana).
27
Ibid. Hal. 57
28
Munir Fuady. 2001. Hukum Perbankan Modern. PT Citra Aditya Bakti, Bandung. Hal. 102.
29
Yunus Husein. 2003. Rahasia Bank Privasi Versus Kepentingan Umum. Program
Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta. Hal. 166. Sebagaimana dikutip dari
Alvin C. Harrell. 1986. “The Bank Customer Relationship: Evolution of a Modern Forms?”.
Oklahoma City University Law Review, Vol. XI. Hal. 641.
19
Hukum kontrak yang menjadi dasar terhadap hubungan bank dan nasabah
debitur bersumber dari ketentuan-ketentuan KUH Perdata tentang kontrak
(buku ketiga). Sebab, menurut Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, bahwa
semua perjanjian yang disebut secara sah berkekuatan sama dengan undang-
undang bagi kedua belah pihak. Namun demikian, selain dari ketentuan umum
mengenai kontrak, berlaku untuk semua jenis kontrak, sebagaian sarjana
berpendapatan bahwa perjanjian kredit bank diatur juga oleh ketentuan khusus
mengenai “pinjam pakai habis” (Verbruiklening) vide Pasal 1754 sampai
dengan Pasal 1769 KUH Perdata.30
Berbeda dengan nasabah debitur, maka untuk nasabah deposan atau nasabah
non debitur-non deposan, tidak terdapat ketentuan yang khusus mengatur
untuk kontrak jenis ini dalam KUH Perdata. Karena itu kontrak-kontrak untuk
nasabah seperti itu hanya tunduk kepada ketentuan-ketentuan umum dari KUH
Perdata mengenai kontrak. Di samping itu, berbeda dengan kontrak untuk
nasabah debitur, in casu kontrak kredit yang seringkali diatur cukup
komprehenensif, maka untuk kontrak antara bank dengan nasabah deposan
atau nasabah non deposan-non debitur, lazimnya hanya diatur dalam bentuk
kontrak yang sangat simpel. Itupun, sama seperti untuk kontrak kredit,
diberlakukan kontrak dalam bentuk kontrak standar (kontrak baku), yang
biasanya terdapat ketentuan-ketentuan yang berat sebelah, di mana pihak bank
seringkali lebih diuntungkan.
30
Munir Fuady. 1999. Hukum Perbankan Modern (Berdasarkan Undang-Undang Tahun 1998)
Buku Kesatu. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Hal. 102.
20
Akan tetapi, prinsip yang dianut bahwa hubungan nasabah penyimpan dana
dengan bank adalah hubungan kontraktual, dalam hal ini hubungan kreditur-
debitur, di mana pihak bank berfungsi sebagai debitur sedangkan pihak
nasabah berfungsi sebagai kreditur, prinsip hubungan seperti ini juga tidak
dapat diberlakukan secara mutlak.
Prinsip hubungan nasabah penyimpan dana dengan bank yang dianut adalah
hubungan kontraktual, dalam hal ini hubungan kreditur-debitur, dimana pihak
bank berfungsi sebagai debitur sedangkan pihak nasabah berfungsi sebagai
kreditur, prinsip hubungan seperti ini juga tidak dapat berlaku secara mutlak.
b. Hubungan Non Kontraktual
Dengan semakin berkembangnya kegiatan usaha bank, maka dalam transaksi-
transaksi tertentu hubungan antara bank dengan nasabah juga berkembang
kedalam bentuk-bentuk hubungan lainnya, yaitu:31
(1) Hubungan Kepercayaan (Fiduciary Relation)
Hubungan kepercayaan ini dapat terjadi karena bank memiliki status yang
unik dalam masyarakat, yaitu suatu tempat khusus yang aman dan
terpercaya.32
Nasabah hanya bersedia menyimpan dananya pada suatu
31
Ibid.
32
Ibid. hal. 167. sebagaimana dikutip dari Edward L. Symons, Jr. “The Bank Customer
Relation: Part I The Relevance of a Modern Form?”, Oklahoma City University Law Review, Vol.
XI, (1986), hal. 641.
21
bank, apabila nasabah percaya kepada bank dan bank mampu membayar
kembali dananya apabila ditagih.33
(2) Hubungan Kerahasiaan (Confidentional Relationship)
Hubungan antara bank dan nasabah yang diliputioleh kerahasiaan
merupakan suatu kelaziman yang selalu ada dalam praktek perbankan.34
Hal ini diperlukan untuk kepentingan bank itu sendiri yang memerlukan
kepercayaan dari masyarakat yang menyimpan uangnya di bank.35
Di
samping itu, juga untuk menghindari terjadinnya penariakan dana secara
besar-besaran dan tiba-tiba oleh nasabah (rush) yang dapat
membahayakan kehidupan bank.36
(3) Hubungan Kehati-hatian (Prudential Banking)
UU Perbankan merupakan penegasan bahwa sekalipun uang yang
disimpan oleh nasabah telah menjadi milik bank sejak disetorkan dan
selama dalam penyimpanan bank, tetapi bank tidak mempunyai
kebebasan mutlak untuk menggunakan uang tersebut.37
Bank hanya boleh
menggunakan uang tersebut untuk tujuan dan dengan cara yang dapat
menjamin kepastian bahwa bank tersebut nantinya akan mampu
33
Soetanto Hadinoto. 2008. Bank Stategy on Funding and Liability Management. Gramedia,
Jakarta. Hal. 82.
34
Yunus Husein. Op. cit. Hal. 168.
35
Soetanto Husein. Op. cit. Hal. 83.
36
Yunus Husein. Loc. cit.
37
Soetanto Husein. Op. cit. Hal. 84.
22
membayar kembali dana nasabah yang disimpan kepadanya apabila
ditagih oleh para penyimpannya.38
2. Hubungan Antara Bank Dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
Sama halnya dengan bank dan nasabah, LPS juga mempunyai kewajiban, yaitu:
a. Berdasarkan ketentuan Pasal 5 ayat (1) UU LPS, antara lain:
(1) Merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan penjaminan
simpanan;
(2) Melaksanakan penjaminan simpanan.
b. Berdasarkan ketentuan Pasal 5 ayat (2) UU LPS, antara lain:
(1) Merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif
memelihara stabilitas sistem perbankan;
(2) Merumuska, menetapkan dan melaksanakan kebijakan penyelesaian Bank
Gagal yang tidak berdampak sistemik;
(3) Melaksanakan penaganan Bank Gagal yang berdampak sistemik.
Sedangkan yang menjadi hak dari LPS, antara lain:
(1) Menetapkan dan memungut premi penjaminan;
(2) Menetapkan dan memungut kontribusi pada saat bank petrama kali
menjadi peserta;
(3) Melakukan pengelolaan kekayaan dan kewajiban LPS;
38
Ibid.
23
(4) Mendapatkan data simpanan nasabah, data kesehatan bank, laporan
keuangan bank dan laporan hasil pemeriksaan bank sepanjang tidak
melaggar kerahasiaan bank;
(5) Melakukan rekonsiliasi, verifikasi dan atau konfimasi atas data sebagai
man dimaksud pada huruf d;
(6) Menetapkan syarat, tata cara, dan ketentuan pembayaran klaim;
(7) Menunjuk, menguasakan dan atau menugaskan pihak lain untuk bertindak
bagi kepentingan dan atau atas nama LPS, guna melaksanakan sebagian
tugas tertentu;
(8) Melakukan penyuluhan kepada bank dan masyarakat tentang penjaminan
simpanan;
(9) Menjatuhkan sanksi administratif.
c. Berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (2) UU LPS, antara lain:
(1) Mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang pemegang
saham, termasuk hak dan wewenang RUPS;
(2) Menguasai dan mengelola aset dan kewajiban Bank Gagal yang
diselamatkan;
(3) Meninjau ulang, membatalkan, mengakhiri dan atau mengubah setiap
kontrak yang mengikat Bank Gagal yang diselamatkan dengan pihak
ketiga yang merugikan;
(4) Menjual dan atau mengalihkan aset bank tanpa persetujuan dan atau
kewajiban bank tanpa persetujuan kreditur.
24
Hubungan antara Bank dengan LPS terjadi apabila bank tersebut menjadi anggota
LPS. Hal ini dapat dilihat pada Pasal 8 UU LPS yang menyatakan bahwa:
“Setiap bank yang melakukan kegiatan usaha di Wilayah Negara Republik
Indonesia wajib menjadi Peserta Penjaminan”.
Sebagai peserta Penjaminan, setiap bank yang melakukan kegiatan usaha di
Indonesia mempunyai kewajiban untuk:
a. Menyerahkan dokumen sebagai berikut:
(1) salinan anggaran dasar dan/atau akta pendirian bank;
(2) salinan dokumen perizinan bank;
(3) surat keterangan tingkat kesehatan bank; dan
(4) urat pernyataan dari Direksi, Komisaris, dan Pemegang Saham bank
b. Membayar kontribusi kepesertaan.
c. Membayar premi penjaminan.
d. Menyampaikan laporan secara berkala, yaitu:
(1) Laporan Posisi Simpanan;
(2) Laporan Keuangan Bulanan;
(3) Laporan Tahunan yang telah diaudit, atau laporan keuangan tahunan yang
disampaikan kepada LPP bagi BPR yang tidak diwajibkan oleh LPP untuk
menyampaikan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit; dan
(4) Laporan Susunan Pemegang Saham, Pengendali bagi bank yang berbadan
hukum koperasi, direksi, dan komisaris bank setiap kali ada perubahan.
e. Menempatkan bukti kepesertaan di dalam kantor bank atau tempat lainnya
sehingga dapat diketahui dengan mudah oleh masyarakat.
25
Untuk dapat menjalankan semua peran yang telah disebutkan di atas, maka harus
memiliki likuiditas yang baik. Karena bank harus mampu mengembalikan dana
masyarakat jika banknya dinyatakan sebagai Bank Gagal oleh BI.39
Apabila hal
tersebut terjadi, LPS akan menjadi penjamin atas kewajiban Bank Gagal tersebut
dengan melakukan pembayaran kepada nasabah.
3. Hubungan Antara Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Dengan Nasabah
Hubungan antara nasabah dengan LPS terjadi dalam hal bank gagal, dimana LPS
menggantikan kedudukan nasabah (subrogasi) sehingga berhak atas pembayaran
yang berasal dari penjualan aset bank gagal tersebut. Dalam hal ini, perlu
ditegaskan bahwa nasabah penyimpan memiliki kedudukan utama terhadap aset
bank gagal tersebut sehingga LPS akan memperoleh kedudukan pemegang hak
utama.
Berdasarkan program penjaminan simpanan LPS, nasabah penyimpan pada bank
yang telah dicabutan izin usahanya, memiliki hak untuk mengajukan klaim
penjaminan atas dana simpanannya kepada LPS melalui bank pembayaran yang
ditunjuk oleh LPS. LPS mempunyai kewajiban untuk membayar klaim
penjaminan kepada nasabah penyimpan dan menentukan simapanan layak
dibayar, setelah melakukan rekonsiliasi dan verifikasi atas data nasabah selambat-
lambatnya 90 (sembilan puluh) hari kerja terhitung sejak izin usaha bank dicabut.
LPS berhak memperoleh data nasabah penyimpan dan informasi lain yang
39
Soetanto Hadinoto. Op. cit. Hal. 179.
26
diperlukan per tanggal pencabutan izin usaha dari LPP dan/atau bank dalam
rangka penghitungan dan pembayaran klaim penjaminan.40
LPS berperan sebagai penjamin terhadap simpanan nasabah bank. Dengan adanya
hubungan antara LPS dan nasabah, maka LPS dapat melindungi dana nasabah
pada bank-bank peserta penjaminan agar tetap aman dan memberikan jaminan
atas simpanannya apabila bank-bank tersebut mengalami kesulitan usaha,
kemudian dicabut izin usahanya dan dilikuidasi, maka kedudukan nasabah tetap
terjamin. Dengan kata lain, LPS merupakan bentuk nyata dari adanya penjaminan
dan perlindungan terhadap dana simpanan masyarakat.
C. Klaim Penjaminan LPS
UU LPS mengatur bahwa LPS wajib membayar klaim penjaminan kepada
nasabah penyimpan dari bank yang dicabut izin usahanya. Setelah melakukan
rekonsiliasi dan verifikasi LPS menentukan klaim penjaminan yang layak dibayar
dan tidak layak bayar. Apabila klaim penjaminan dinyatakan layak bayar, maka
LPS berkewajiban membayar klaim penjaminan tersebut kepada nasabah
penyimpan melalui bank pembayar yang ditunjuk oleh LPS. Sedangkan klaim
penjaminan yang dinyatakan tidak layak dibayar apabila berdasarkann hasil
rekonsiliasi dan verikasi:41
40
Pasal 16 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009.
41
Pasal 36 hingga Pasal 39 Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan Nomor 1/PLPS/2006
Tentang Program Penjaminan Simpanan.
27
1. data simpanan nasabah tidak tercatat pada bank, yakni apabila dalam
pembukuan bank tidak terdapat data mengenai simpanan tersebut, antara lain
nomor rekening/bilyet, nama nasabah penyimpan, saldo rekening dan
informasi lainnya yan lazim berlaku untuk rekening sejenis, dan/atau tidak
terdapat bukti aliran dana yang menunjukkan keberadaan simpanan tersebut.
2. nasabah penyimpan dinyatakan pihak yang diuntungkan secara tidak wajar,
antara lain apabila nasabah tersebut memperoleh tingkat bunga melebihi
tingkat bunga yang dianggap wajar yang ditetapkan LPS.42
3. nasabah penyimpan dinyatakan sebagai pihak yang menyebabkan keadaan
bank menjadi tidak sehat, yaitu apabila pihak yang bersangkutan memiliki
kewajiban kepada bank yang dapat dikelompokkan dalam kredit macet
berdasarkan peraturan perundang-undangan dan saldo kewajiban pihak
tersebut lebih besar dari saldo simpanannya.
Menurut Dimas Yuliharto, selain klaim penjaminan yang dinyatakan layak
dibayar dan tidak layak bayar, terdapat pula klaim penjaminan nasabah yang nilai
simpanannya di atas Rp. 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah). Meskipun
program penjamin simpanan yang diberlakukan oleh LPS adalah program
penjaminan simpanan terbatas (limite guarantee) dengan nilai simpanan yang
dijamin paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) sesuai dengan
Pasal 1 PP No. 66 Tahun 2008, akan tetapi LPS dapat mengusahakan secara
maksimal untuk membayar klaim penjaminan di atas Rp. 2.000.000.000,00 (dua
42
Pasal 38 ayat (1) Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan Nomor 1/PLPS/2007 tentang
Perubahan Atas Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan Nomor 1/PLPS/2006 tentang Program
Penjaminan Simpanan.
28
milyar rupiah) tersebut, yaitu dengan cara menjual aset bank yang telah
dilikuidasi. Setelah semua kewajiban bank terbayarkan maka sisa hasil penjualan
aset bank tersebut dapat digunakan untuk membayar simpanan diatas Rp.
2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah).43
D. Kerangka Pikir
Keterangan:
PT Bank IFI telah dinyatakan menjadi bank gagal (failing bank) oleh Lembaga
Pengawas Perbankan (LPP) dalam hal ini adalah BI. BI memberi pemberitahuan
43
Hasil wawancara dengan Bapak Dimas Yuliharto sebagai divisi penjaminan dari Lembaga
Penjamin Simpanan.
PT Bank IFI (Bank Gagal)
(Bank Gagal)
Baa
Bank Gagal (Failing Bank)
Surat Keputusan Gubernur Bank Indonesia No 11/19/KEP.GBI/2009
mengenai Pencabutan Izin Usaha PT Bank IFI
Likuidasi PT Bank IFI oleh Tim Likuidasi yang dibentuk oleh LPS
Klaim penjaminan nasabah PT Bank IFI kepada LPS
Mekanisme penyelesaian klaim penjaminan nasabah PT Bank IFI melaui LPS
Pengambilalihan PT Bank IFI oleh LPS
29
kepada LPS mengenai PT Bank IFI dan menyerahkan penyelesaian PT Bank IFI
yang merupakan bank gagal yang tidak berdampak sistemik kepada LPS.
Berdasarkan pertimbangan bahwa PT Bank IFI telah mengalami kesulitan
keuangan dan dapat membahayakan kelangsungan usahanya serta tidak dapat lagi
disehatkan maka LPS memutuskan untuk tidak menyelamatkan PT Bank IFI,
dengan demikian LPS meminta kepada Pimpinan BI untuk mencabut izin usaha
PT Bank IFI. BI memutuskan untuk mencabut izin usaha PT Bank IFI dan
pembubaran badan hukum bank tersebut dengan mengeluarkan Surat Keputusan
Gubernur Bank Indonesia No 11/19/KEP.GBI/2009.
Setelah PT Bank IFI dicabut izin usahanya oleh BI, tindak lanjut dari pencabutan
izin usaha tersebut adalah pengambilalihan PT Bank IFI dengan mengambil alih
segala hak dan wewengangan pemegang saham oleh LPS dan membubarkan
badan usaha, kemudian membentuk tim likuidasi, menentapkan status PT Bank
IFI sebagai bank dalam likuidasi dan menonaktifkan seluruh direksi dan komisaris
PT Bank IFI. melaksanaan likuidasi PT Bank IFI oleh Tim Likuidasi yang
dibentuk oleh LPS sebanyak-banyaknya 9 orang yaitu salah satu anggota direksi,
dewan komisaris atau pemegang saham lama dapat ditunjuk sebagai anggota tim
likuidasi. Akibat dicabutnya izin usaha dan berdampak likuidasi bank tersebut
maka timbul klaim penjaminan simpanan dari nasabah PT Bank IFI kepada LPS
yang mana penyelesaiannya dilakukan dengan melalui mekanisme yang berlaku
dan telah diatur dalam UU LPS.