ii. tinjauan pustaka a. temu putiheprints.mercubuana-yogya.ac.id/5566/3/bab ii.pdf · 1 ii....
TRANSCRIPT
1
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Temu Putih
Tamanan temu putih di berbagai Negara dikenal dengan namaWhite
Tumeric (Inggris), kencur atau Ambhalad (India), dan Cedoaria (Spanyol)
(Anonim, 2008).
Klasifikasi tanaman ini adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Species : Curcuma zedoaria (Berg.).Roscoe.(Dio, 2008).
Curcuma zedoaria Rosc.Di Indonesia disebut temu putih atau temu
kuning.Temu putih tumbuh menyebar terutama di Asia yaitu dari Himalaya, India,
dan terutama tersebar di negara-negara Asia meliputi 6 China, Vietnam, dan Jepang.
Curcuma zedoaria Rosc. Tumbuh liar di Sumatra (Gunung Dempo), di Hutan Jati
Jawa Timur, banyak dijumpai di Jawa Barat dan Jawa Tengah, di ketinggiaan 1000
mdpl permukaan laut (Heyne, 1987).
Temu putih merupakan tanaman semak, tingginya mencapai ± 2 m, tumbuh
tidak berkelompok.Batangnya semu, bentuk silindris, lunak, batang yang berada di
dalam tanah membentuk 1 rimpang dan berwarna hijau pucat. Daun tunggal,
berbentuk lanset (lonjong, ujung runcing, pangkal tumpul), panjangnya 0,6-1 m,
lebarnya 10-20 cm, tulang daun menyirip tipis, berbulu halus, berwarna hijau
bergaris ungu. Bunga majemuk, berbentuk tabung, keluar dari ketiak daun,
menjulang ke atas membentuk bongkol bunga yang besar, panjangnya 7-15 cm,
2
benang sari sepanjang ± 0,5 cm melekat pada mahkota, tangkai putih panjangnya ±
2 cm dan berwarna putih. Mahkota bunga berwarna putih, panjangnya ± 2 cm,
bentuk lonjong Tepi bergaris merah tipis atau kuning, tanaman temu putih dapat
dilihat Gambar 1.
Gambar 1.Tanaman Temu Putih (Curcuma zedoaria (Berg) Roscoe)
Sumber : Dio, 2008
Buah berbentuk kotak bulat, diameter 2-4 mm, berwarna hijau.Biji bulat,
berwarna hitam.Rimpang induk atau empu temu putih, anakan 1, dan anakan 2
adalah bagian yang digunakan dalam pembuatan bubuk temu putih.Empu
merupakan bagian rimpang yang lebih besar dibanding rimpang anakan.
Kebanyakan berbentuk bulat dan pada permukaan kulitnya banyak dijumpai mata
tunas dan akar (Apriyani, 2012). Rimpang induk bentuknya jorong membulat dan
mengeluarkan rimpang cabang yang cukup banyak dan tumbuh kearah samping,
ukurannya lebih kecil, bentuknya memanjang dan mudah dipatahkan.Rimpang
keluar akar-akar yang kaku dan pada ujungnya terdapat kantong air.Warna
rimpangnya putih atau kuning muda, daging rimpang berwarna kuning muda,
sedikit beraroma kunyit dan rasanya pahit.Rimpang dipanen pada saat tumbuhan
3
berumur 9-12 bulan.Perbanyakan tanaman dilakukan menggunakan rimpangnya,
baik berupa induk (rimpang utama) maupun rimpang anakan (rimpang
cabang).Rimpang untuk dibibit diambil dari rimpang yang tua berumur 10-12
bulan.Rimpang dipisahkan dari rimpang anak (rimpang cabang).Bibit berasal dari
rimpang induk lebih baik dari pada rimpang anakan.
Temu putih mengandung barbagai macam zat, satu diantaranya adalah
kurkumin.Temu putih juga mengandung minyak atsiri.Minyak atsiri tersebut
mengandung lebih dari 20 komponen seperti curzerenone (zedoarin) yang
merupakan komponen terbesar. Kandungan lainnya adalah curzerene,
pyrocurcuzerenone, curcumemone, epicurcumenol, curcumol, isocurcumenol,
procurcumenol (Nugroho, 2008), kurkuminoid (diarilheptanoid),
demetoksikurkumin, bisdemetoksikurkumin (Anonim, 2008), dehydrocurdone,
furanodienone, isofuranodienone, furanodiene, zederone, curdione (Nugroho,
2008), monoterpen, sesquiterpen (Novalina, 2003), dan 1,7 bis (4 hidroksifenil)-
1,4,6-heptatrien-3-on (Anonim, 2008). Temu putih mengandung minyak atsiri
1,5%. Temu putih mengandung flavonoid, sulfur, gum, resin, pati dan sedikit
lemak.Curcumol dan curdione berkasiat antikanker.Tabel komposisi kimia temu
putih disajikan pada Tabel 1.(Nugroho, 2008)
Temu putih termasuk tanaman obat yang menyehatkan darah dan
menghilangkan sumbatan, melancarkan sirkulasi vital energi dan menghilangkan
nyeri.Rimpang temu putih berkhasiat antiinflamasi, antikanker, antiradang
(antiflogistik), melancarkan aliran darah, fibrinolitik, tonik pada salurn cerna, dan
4
peluruh haid (emenagog).Tabel analisa fitokimia kandungan serbuk temu putih
dapat disajikan pada Tabel 2.(Nugroho, 2008).
Tabel 1. Komposisi kimia temu putih
Kandungan Nilai
Air (%) 9,28
Protein Kasar (%) 7,95
Serat Kasar (%) 5,38
Lemak Kasar (%) 3,56
Sumber : Hartati, dkk., 2003
Tabel 2. Hasil penapisan fitokimia Curcuma zedoaria
No Golongan Kimia Serbuk C. zedoaria
1 Alkanoid (++++)
2 Flavonoid (++++)
3 Saponin (+++)
4 Tanin (-)
5 Steroid/terpenoid (-)
6 Triterfenoid (++++)
7 Glikosida (++)
8 Minyak Atsiri (++++)
Keterangan : (-) = Tidak terdeksi
(++),(+++),(++++) = menunjukan intesitas
Sumber : Hartati, dkk., 2003.
Temu putih mengandung kurkumin seperti halnya pada kunyit.Menurut
(Taspirin, 2009), fungsi kurkumin yaitu sebagai antioksidan yang bekerja mengikat
radikal oksigen bebas hasil fagosit pada peradangan.Antioksidan membantu
melindungi tubuh terhadap kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas.
Rimpang temu putih mengandung Kurkuminoid (diarilheptanoid), minyak atsiri,
polisakarida dan golongan lain.
B. Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa yang terdapat secara alami dalam hampir
semua bahan pangan, akan tetapi jika bahan pangan tersebut diolah, maka senyawa
5
tersebut dapat mengalami degradasi sehingga fungsinya berkurang. Menurut
(Gloso, 1990 dalam Winarsi H, 2007), antioksidan merupakan suatu subtitusi yang
berfungsi sebagai penghambat radikal yang berpotensi untuk
autooksidasi.Antioksidan adalah zat yang dalam konsentrasi rendah dapat
mencegah atau memperlambat oksidasi radikal bebas.
Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi
dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif.Hal tersebut dapat
menghambat kerusakan sel. Antioksidan berkaitan dengan reaksinya di dalam
tubuh, status antioksidan merupakan parameter penting untuk memantau kesehatan
seseorang.Tubuh manusia memiliki sistem antioksidan untuk menangkal reaktivitas
radikal bebas, yang secara berlanjut dibentuk sendiri oleh tubuh. Senyawa oksigen
reaktif dengan jumah melebihi jumlah antioksidan dalam tubuh, kelebihannya akan
menyerang komponen lipid, protein maupun DNA sehingga mengakibatkan
kerusakan-kerusakan yang disebut dengan stress oksidatif (Winarsi H, 2007).
Mekanisme kerja antioksidan pada umumnya dapat dipahami setelah
mekanisme proses oksidasi lemak dalam bahan makanan atau pada sistem biologis
dipahami dengan baik. Oksidasi lemak terdiri dari 3 tahapan utama, yaitu inisiasi,
propagasi dan terminasi.Pada tahap inisiasi terjadi pembentukan radikal asam
lemak, yaitu suatu senyawa turunan lemak yang bersifat tidak stabil dan sangat
reaktif akibat hilangnya satu atom hidrogen. Pada tahap selanjutnya, yaitu
propagasi, radikal asam lemak akan bereaksi dengan oksigen membentuk radikal
peroksi. Radikal peroksi lebih lanjut akan menyerang asam lemak baru (Winarsih,
2007). Pada tahap terminasi terjadi reaksi antara radikal bebas membentuk
6
kompleks nonradikal.Adapun mekanisme reaksi tersebut dapat dilihat pada Gambar
2.
Reaksi inisiasi : RH R● + H●
Reaksi propagasi : R● + O2 ROO●
ROO● + RH ROOH + R●
Reaksi Terminasi : ROO● + ROO● ROOR + O2
ROO● + R● ROOR
Gambar 2.Reaksi antara radikal bebas membentuk kompleks nonradikal.
Sumber : Winarsi H, 2007.
Antioksidan dibagi menjadi 4 tipe berdasarkan fungsinya (Siagian, 2002 dalam
Hariyatmi, 2004), yaitu:
1. Tipe pemutus rantai reaksi pembentuk radikal bebas dengan cara
menyumbangkan atom H, contohnya vitamin E.
2. Tipe pereduksi yang mampu mentransfer atom H atau oksigen dan bersifat
pemulung, contohnya vitamin C.
3. Tipe pengikat logam yang mampu mengikat zat prooksidan (Fe2+dan Cu2+),
contohnya flavonoid, asam sitrat dan EDTA.
4. Antioksidan selular yang mampu mendekomposisi hidrogen peroksida menjadi
bentuk stabil, contohnya pada manusia dikenal superoksida dismutase, katalase
dan glitation peroksidase.
Antioksidan mampu melindungi tubuh terhadap kerusakan yang disebabkan
spesies oksigen reaktif, mampu menghambat terjadinya penyakit degeneratif serta
mampu menghambat peroksidase lipid pada makanan (Winarsi H,
7
2007).Antioksidan sangat bermanfaat bagi kesehatan dan berperan penting untuk
mempertahankan mutu produk pangan. Berbagai kerusakan, yaitu ketengikan,
perubahan gizi, perubahan warna dan aroma serta kerusakan fisik lain pada produk
pangan karena oksidasi. Proses oksidasi tersebut dapat dihambat oleh antioksidan
(Hernani dan Raharjo, 2005).
Antioksidan dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok berdasarkan
sumbernya, yaitu antioksidan alami dan antioksidan sintetik.Antioksidan alami
merupakan antioksidan hasil ekstraksi dari bahan-bahan alami, sedangkan
antioksidan sintetik merupakan antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi
kimia. Antioksidan alami di dalam makanan dapat berasal dari senyawa antioksidan
yang sudah ada dari satu atau dua komponen makanan, senyawa antioksidan yang
terbentuk dari reaksi-reaksi selama proses pengolahan dan senyawa antioksidan
yang diisolasi dari sumber alami dan ditambahkan pada makanan sebagai bahan
tambahan pangan (Winarno, 2008).
Antioksidan alami tersebar di beberapa bagian tanaman, yaitu pada kayu,
kulit kayu, akar, daun, buah, bunga, biji dan serbuk sari.Bahan-bahan pangan yang
dapat menjadi sumber antioksidan alami, yaitu rempah-rempah, dedaunan, teh,
kokoa, biji-bijian, serealia, buah-buahan, sayur-sayuran dan tumbuhan (alga
laut).Bahan pangan ini mengandung jenis senyawa yang memiliki aktivitas
antioksidan, yaitu asam-asam amino, asam askorbat, golongan flavonoid, tokoferol,
karotenoid, tanin, peptida, melanoidin, produk-produk reduksi dan asam-asam
organik lain (Pratt, 1992 dalam Winarno, 2008).Antioksidan sintetik ditambahkan
ke dalam bahan pangan untuk mencegah terjadinya ketengikan.Antioksidan sintetik
8
yang banyak digunakan adalah senyawa-senyawa fenol yang biasanya dapat
beracun.Penambahan antioksidan ini harus memenuhi beberapa persyaratan,
misalnya tidak berbahaya bagi kesehatan, tidak menimbulkan warna yang tidak
diinginkan, efektif pada konsentrasi rendah, larut dalam lemak, mudah diperoleh
dan ekonomis. Antioksidan sintetik mempunyai beberapa contoh untuk makanan
yang diizinkan, ada lima antioksidan yang penggunaannya meluas dan menyebar di
seluruh dunia, yaitu butil hidroksi anisol (BHA), butil hidroksi toluene (BHT),
propil galat (PG), tert-butil hidroksi quinon (TBHQ) dan tokoferol (Buck,1991
dalam Winarno, 2008).
Mekanisme antioksidan dalam menghambat oksidasi atau menghentikan
reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi, dapat disebabkan
oleh 4 mekanisme reaksi, yaitu 1) pelepasan hidrogen dari antioksidan, 2) pelepasan
elektron dari antioksidan, 3) adisi lemak ke dalam cincin aromatik pada antioksidan
dan 4) pembentukan senyawa kompleks antara lemak dan cincin aromatik dari
antioksidan (Ketaren, 2008).
Antioksidan dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok berdasarkan
mekanisme reaksinya, yaitu antioksidan primer, sekunder dan tersier.Antioksidan
primer disebut juga antioksidan endogenous atau enzimatis.Suatu senyawa
dikatakan sebagai antioksidan primer apabila dapat memberikan atom hidrogen
secara cepat kepada radikal, kemudian radikal antioksidan yang terbentuk segera
menjadi senyawa yang lebih stabil.Antioksidan primer meliputi enzim superoksida
dismutase (SOD), katalase dan glutation peroksidase (Kataren, 2008).
9
Antioksidan sekunder berfungsi sebagai antioksidan pencegah yaitu
menurunkan kecepatan inisiasi dengan berbagai mekanisme, seperti melalui
pengikatan ion-ion logam, penangkapan oksigen dan penguraian hidroperoksidan
menjadi produk-produk non-radikal (Gordon, 1990).Antioksidan sekunder
(preventive antioxidant) mempunyai tujuan adalah untuk mencegah terjadinya
radikal yang paling berbahaya yaitu radikal hidroksil (Taher, 2003).
Aktivitas antioksidan pada kacang-kacangan, jagung, dan tomat yang diukur
dengan metode DPPH meningkat setelah dilakukan blanching (Kwan dkk., 2007
dalam Pujimulyani dkk, 2010). Kobis brussel (Brassica oleracea L.) dengan
perlakuan perebusan 100°C selama 2 menit dan 3 menit mempunyai aktivitas
antioksidan lebih tinggi dibanding kobis brussel segar (Vina dkk., 2007 dalam
Pujimulyani, 2010). Peningkatan aktivitas antioksidan tersebut diduga karena
perlakuan blanching dapat menyebabkan komponen antioksidan mudah lepas dari
matrik sel, sehingga meningkatkan hasil ekstraksi (Pujimulyani, 2010).Perlakuan
media blanching asam sitrat 0,05% mendidih 5 menit menghasilkan sirup yang
mengandung kadar tanin lebih besar dibanding perlakuan blanching media aquades
mendidih 5 menit (Pujimulyani, 2003). Ekstrak kunir putih mampu meghambat
oksidasi, hal ini karena ekstrak kunir putih mengandung komponen yang mampu
bersifat antioksidan antara lain tanin (Pujimulyani, 2003) dan kurkuminoid
(Pujimulyani dan Sutardi, 2003). Hasil penelitian (Pujimulyani dkk, 2004)
menunjukkan bahwa kunir putih yang diperoleh dengan cara ekstraksi dengan
perbandingan aquades : parutan kunir putih (1:1) sampai 4:1 mempunyai aktivitas
antioksidan.
10
Pada penelitian (Pujimulyani dkk, 2010) pengaruh blanching terhadap
aktivitas antioksidan, kadar fenol, flavonoid dan tannin terkondensasi kunir putih
(Curcuma mangga Val.) bahwa nilai % RSA kunir putih yang telah mengalami
blanching 100 °C media asam sitrat 0,05% dan akuades selama 5 dan 10 menit
mempunyai aktivitas antioksidan lebih tinggi secara nyata dibanding kunir putih
tanpa blanching. Aktivitas antioksidan kunir putih yang dilakukan blanching
selama 10 menit dalam media asam sitrat lebih rendah secara nyata dibanding 5
menit, akan tetapi jika lama blanching ditambah sampai 20 menit maka tidak
berbeda nyata (Pujimulyani dkk., 2010). Penggunaan larutan asam sitrat 0,05 %
sebagai media blanching dapat meningkatkan nilai % RSA kunir putih lebih tinggi
dibanding 0%. Hal tersebut diduga karena terjadi hidrolisis senyawa glikosida
menjadi aglikon dan gula (Pujimulyani dkk, 2010).
Menurut (Molyneux, 2003), uji DPPH merupakan salah satu metode uji
pengukuran aktivitas antioksidan antara lain uji ini tidak spesifik untuk keterangan
kmponen antioksidan, tetapi digunkan untuk pengukuran kapasitas antioksidan total
pada bahan pangan. Pengukuran total kapasitas antioksidan akan membantu untuk
memahami sifat-sifat fungsional bahan pangan. Kelebihan uji DPPH yang lain
adalah uji pengukuran kapasitas antioksidan yang dilakukan sederhana, cepat dan
murah. Uji DPPH berdasarkan reaksi penangkap radikal DPPH oleh senyawa
antioksidan melalui mekanisme donasi atom hidrogen sehingga akan dihasilkan
DPPH (bentuk non radikal) dan menyebabkan terjadinya penurunan intesitas warna
ungu dari DPPH (Windono et al, 2004).
11
Kapasitas penangkap radikal bebas DPPH pada penelitian ini ditentukan dengan
menggunakan metode (Turkmen at al, 2005 dalam Pujimulyani, 2010) dengan
sedikit modifikasi.Daya tangkap radika bebas dinyatakan dalam %RSA (Radical
Scavenging Activity).DPPH merupakan radikal bebas yang stabil pada suhu kamar
dan sering digunakan untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan beberapa senyawa
atau ekstrak bahan alam. DPPH menerima elektron atau radikal hidrogen akan
membentuk molekul diamagnetik yang stabil. Interaksi antioksidan dengan DPPH
baik secara transfer elektron atau radikal hidrogen pada DPPH, akan menetralkan
karakter radikal bebas dari DPPH. Jika semua elektron pada radikal bebas DPPH
menjadi berpasangan, maka warna larutan berubah dari ungu tua menjadi kuning
terang dan absorbansi pada panjang gelombang 517 nm akan hilang. Perubahan ini
dapat diukur secara stoikiometri sesuai dengan jumlah elektron atau atom hidrogen
yang ditangkap oleh molekul DPPH akibat adanya zat antioksidan, reaksi DPPH
dengan antioksidan dapat dilihat Gambar 3.
Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan dengan menggunakan metode
“DPPH Free radical scavenging effect” (Yen dan Chen, 1995 dalam Artanti, 2003).
Senyawa 1,1-difenil-2-2pikrilhidrazil (DPPH) merupakan radikal bebas yang
berwarna ungu. Senyawa DPPH dapat menangkap hidrogen dari antioksidan
dalam ekstrak tumbuhan shingga tereduksi dan berubah menjadi 1,1-difenil-2-
pikrilhidrazin (kuning) (Gambar 6). Senyawa DPPH (BM= 394,32)
mengabrorbansi kuat radiasi elektromagnetik pada λ 517 nm (E1%1cm= 1,05 ×103
L/mol cm) (Abuin et al., 2002). Uji DPPHmerupakan suatu kolorimetri yang
sederhana, cepat dan mudah untuk memperkirakan aktivitas antiradikal (Marxen
12
et al., 2007). Selain itu metode ini terbukti akurat, reliable dan praktis (Prakash
et al., 2007).
Gambar 3. Reaksi radikal DPPH dengan Antioksidan
Sumber : Windono et al.,2001.
C. Flavonoid
Senyawa flavonoid adalah senyawa polifenol yang mempunyai 15 atom
karbon yang tersusun dalam konfigurasi C6-C3-C6, yaitu dua cincin aromatik yang
dihubungkan oleh 3 atom karbon yang dapat atau tidak dapat membentuk cincin
ketiga. Flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan hijau sehingga dapat ditemukan
pada setiap ekstrak tumbuhan (Markham, 1988).Golongan flavonoid dapat
digambarkan sebagai deretan senyawa C6-C3-C6, artinya kerangka karbonnya terdiri
atas dua gugus C6 (cincin benzena tersubstitusi) disambungkan oleh rantai alifatik
tiga karbon (Robinson, 1995).
Kelas-kelas yang berlainan dalam golongan ini dibedakan berdasarkan
cincin heterosiklik oksigen tambahan dan gugus hidroksil yang tersebar menurut
pola yang berlainan.Flavonoid sering terdapat sebagai glikosida.Golongan terbesar
flavonoid berciri mempunyai cincin piran yang menghubungkan rantai tiga karbon
13
dengan salah satu dari cincin benzena.Sistem penomoran flavonoid dapat dilihat
pada Gambar 4.
Gambar 4. Penomoran flavonoid
Sumber :Prakash et al., 2007.
Struktur berbagai tipe atau golongan flavonoid bervariasi sesuai dengan
kerangka dasar heterosiklik beroksigen yang dapat berupa gama piron, piran atau
pirilium, kecuali pada auron dan khalkon. Siklisasi terjadi antara atom karbon
didekat cincin benzen (B) dan satu gugus hidroksil cincin A. Kelas-kelas yang
berlainan di flavonoid dibedakan berdasarkan cincin heterosiklik oksigen dan juga
hidroksil yang tersebar menurut pola yang berlainan (Robinson, 1995).
Perbedaan di bagian rantai karbon nomor 3 menentukan klasifikasi dari
senyawa flavonoid yaitu flavon, flavonol, flavanon, flavanonol, isoflavon, auron
dan khalkon.Kerangka flavonoid cincin benzoil dan cinnamoil dapat dilihat pada
Gambar 5.
Gambar 5.Kerangka flavonoid benzoil dan cinnamoil.
Sumber : Robinson, 1995.
14
Kuersetin (Quercetin) adalah salah satu zat aktif kelas flavonoid yang secara
biologis amat kuat. Bila vitamin C mempunyai aktivitas antioksidan, maka
kuersetin memiliki aktivitas antioksidan 4,7. Flavonoid merupakan sekelompok
besar antioksidan bernama polifenol yang terdiri atas antosianidin, biflavon,
katekin, flavanon, flavon, dan flavonol.Kuersetin termasuk kedalam kelompok
flavonol (Robinson, 1995).
Flavonoid alam ditemukan dalam bentuk glikosida, dimana unit flavonoid
terikat pada suatu gula.Flavonoid dapat ditemukan sebagai mono-, di-, atau
triglikosida, dimana satu, dua, atau tiga gugus hidroksil dalam molekul flavonoid
terikat oleh gula.Poliglikosida larut dalam air dan hanya sedikit larut dalam pelarut-
pelarut organik seperti eter, benzene, kloroform, dan aseton (Robinson, 1995).
Penelitian tentang pengaruh blanching terhadap aktivitas antioksidan, kadar
fenol, flavonoid dan tannin terkondensasi kunir putih (Curcuma mangga Val.) oleh
(Pujimulyani dkk, 2010) kadar flavonoid total kunir putih yang telah mengalami
blanching dalam media asam sitrat maupun media akuades meningkat secara nyata
dibandingkan kunir putih tanpa blanching. Blanching asam sitrat 0,05 % selama 5
menit menunjukkan kadar flavonoid total meningkat paling tinggi secara nyata
dibandingkan cara blanching yang lain. Hal ini diduga karena flavonoid bentuk
glikosida terhidrolisis menjadi aglikon.Hal ini sesuai penelitian (Sadilova dkk, 2006
dalam Pujimulyani dkk, 2010) bahwa hidrolisis glikosida antosianin dalam kondisi
asam menghasilkan aglikon antosianidin.Hasil penelitian (Yue dan Xu, 2008 dalam
Pujimulyani, 2010) juga menunjukkan bahwa terjadi hidrolisis senyawa glikosida
pada ekstrak bilberry yang dipanaskan. Peningkatan kadar flavonoid pada kunir
15
putih setelah meng alami blanching mendukung peningkatan aktivitas antioksidan
dibanding segar. Hal ini karena senyawa flavonoid dapat berperan sebagai
antioksidan yaitu dapat menangkap radikal bebas (Wilmsen dkk., 2005 dalam
Pujimulyani dkk, 2010). Blanching asam sitrat 0,05 % selama 10 menit
menunjukkan kadar flavonoid total turun dibanding 5 menit, hal ini diduga waktu
blanching yang lebih dari 5 menit dapat menyebabkan kerusakan flavonoid (Pinelo
dkk., 2004 dalam Pujimulyani dkk, 2010).
Pada penelitian (Tatik, 2012)karakteristik kandungan aktivitas antioksidan
ekstrak kunyit putih (Curcuma zedoaria), total flavonoid 1 gram ekstrak kasar
kunyit putih setara dengan 1,83 mg kuercetin.
D. Serat Kasar
Serat kasar adalah (crude fiber) didefinisikan sebagai bagian dari makanan
yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahan-bahan kimia tertentu.Seperti asam sulfat
encer dan natrium hidroksida encer mendidih (Fardiaz, 1989).
Serat kasar adalah semua senyawa organik yang terdapat di dalam pakan
yang kecernaanya rendah. Sedangkan dalam analisis proksimat yang dimaksud
dengan serat kasar adalah semua senyawa organik yang tidak terlarut di dalam
perebusan dengan larutan H2SO4 1,25 % atau 0,255 N dan pada perebusan dengan
larutan NaOH 1,25 % atau 0,313 N yang berurutan masing-masing selama 30 menit.
Di dalam perebusan tersebut semua senyawa organik akan larut terkecuali serat
kasar akan menjadi gas CO2 dan H2O yang menguap sedangkan mineralnya akan
menjadi abu atau campuran oksida mineral (Kamal, 1994).
16
Serat kasar mengandung hemiselulosa dan selulosa serta polisakarida lain
yang berfungsi sebagai bahan pelindung tanaman. Serat kasar juga mengandung
lignin. Fraksi serat kasar seperti selulosa, hemiselulosa dapat dimanfaatkan oleh
ternak rumansia dengan adanya aktivitas mikrobia didalam rumen yang dihasilkan
enzim yang dapat mendegradasi fraksi serat kasar sehingga menghasilkan volatile
fatty acids sebagai sumber energi, dan menjadi kerangka karbon untuk sintesis
protein mikrobia, sedangkan untuk ternak non-rumensia seperti unggas memiliki
keterbatasan dalam pemanfaatan serat kasar (Poedjiadi, 2005).
Fraksi serat kasar pada dasarnya merupakan bagian dari serat.Hemiselulosa,
selulosa dan lignin serta komponen-komponen penyusun dinding sel tanaman yang
lainnya termasuk dalam kelompok serat.Komponen senyawa tersebut yang
menentukan sifat fisik kimia serat makanan.Menurut (Poedjiadi, 2005) serat
makanan terutama terdiri dari selulosa.Senyawa lainya seperti hemiselulosa, pectin
gum tanaman, musilago, lignin dan polisakarida yang tersimpan dalam tanaman.
Serat pangan merupakan kelompok polisakarida dan polimer lain yang tidak
dapat dicerna oleh sistem gastrointestinal bagian atas tubuh manusia. Serat kasar
adalah bagian dari pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahan-bahan kimia
yang digunakan untuk rnenentukan kadar serat kasar, sedangkan serat pangan
adalah bagian dari bahan pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim-enzim
pencernaan. Kadar serat kasar nilainya lebih rendah dibandingkan dengan kadar
serat pangan, karena bahan kimia seperti asam kuat dan basa kuat mernpunyai
kernampuan yang lebih besar untuk menghidrolisis komponen-komponen pangan
dibandingkan dengan enzim-enzim pencernaan (Muchtadi, 2001).
17
Serat sangat bermanfaat bagi tubuh, diantaranya adalah mencegah
terjadinya konstipasi, kanker, memperkecil resiko penyakit usus besar, menurunkan
kadar kolesterol, membantu mengontrol kadar gula dalam darah, mencegah wasir,
dan lain-lain.
Pengujian kadar serat kasar suatu bahan pangan harus menghilangkan
lemaknya terlebih dahulu (defatting) (Sudarmadji et al, 1989). Sampel yang
digunakan dalam analisis kadar serat kasar kali ini adalah sampel rendah lemak
yaitu sayur-sayuran dan buah-buahan sehingga tidak perlu dilakukan proses
defatting terlebih dahulu karena dianggap tidak akan memberikan pengaruh yang
besar terhadap hasil analisis. Penambahan asam dan basa sebelum dilakukan
pemanasan adalah untuk melarutkan dan menghidrolisis komponen selain serat
kasar. Proses tersebut merupakan proses digestion yang dilakukan dalam keadaan
tertutup pada suhu tertutup (Sudarmadji et al, 1989). Refluks dilakukan untuk
mempercepat reaksi sekaligus mengekstraksi sampel dengan pelarut pada
temperatur didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut yang konstan
(Anonim, 2000).
Penyaringan harus dilakukan setelah refluks dilakukan karena penundaan
penyarngan dapat mengakibatkan hasil analisis lebih rendah karena perusakan serat
akan terjadi lebih lanjut oleh bahan kimia yang digunakan (Sudarmadji et al, 1989).
Residu penyaringan pada kertas saring dibilas dengan akuades panas sesuai dengan
prinsip pengenceran, supaya suasana residu berada dalam keadaan netral.
Penggunaan akuades untuk membilas residu juga bertujuan untuk melarutkan
komponen lain selain serat kasar sisa dari komponen yang tidak terhidrolisis
18
(Sudarmadji et al, 1989). Akuades yang digunakan harus dalam keadaan panas
untuk mencegah penggumpalan residu. Kertas saring yang telah diberi akuades
panas diberi larutan K2SO4 dan alkohol 95% adalah untuk membantu proses
defatting yaitu proses menghilangkan lemak pada sampel. Larutan K2SO4 pun
bertujuan untuk meningkatkan titik didih pelarut sehingga dapat meningkatkan daya
hidrolisis serat makanan.Pemberian larutan harus berurutan, yaitu akuades panas,
larutan K2SO4 dan yang terakhir alkohol 95%. Residu pada kertas saring akan
menggumpal sehingga hasil yang didapatkan tidak akurat. Hasil serat kasar adalah
residu sisa penyaringan yang dikeringkan.Pengeringan dengan oven dilakukan
untuk menghilangkan sisa-sisa komponen selain serat kasar (contohnya air).
E. Asam Sitrat
Asam sitrat (asam 2- hidroksi 1,23-propanatrikarboksilat) merupakan asam
dengan molekul polifungsional yaitu gugus hidroksil dan tiga gugus karbosilat
dengan rumus kimia C6H8O7. Asam sitrat berfungsi sebagai kelator terhadap logam
(Rukmana, 2003).Asam sitrat merupakan salah satu jenis pencita rasa asam.Asam
sitrat memiliki sifat mudah larut dalam air, harganya murah, dan mudah diperoleh.
Asam sitrat termasuk dalam kelompok food additive yang dapat bersifat mengikat
logam-logam seperti Mn, Mg, dan Fe (chelating agent) sehingga mampu
membebaskan bahan pangan dari cemaran logam dan dapat meningkatkan aktivitas
antioksidan pada bahan yang direndam dengan asam sitrat (Pujimulyani, dkk,
2010). (Alikonis, 1979 dalam Pujimulyani dkk, 2010) menambahkan bahwa asam
sitrat juga mempunyai fungsi sebagaai pencegah kristalisasi gula, pengawet,
pengatur pH dan pencegah terjadinya kerusakaan warna dan aroma.
19
Pada temperatur kamar, asam sitrat berbentuk serbuk kristal berwarna putih.
Serbuk kristal tersebut dapat berupa bentuk anhidrous (bebas air) atau bentuk
nonhidrat yang mengandung satu molekul air untuk setiap molekul asam sitrat.
Bentuk anhidrous asam sitrat mengkristal dalam air panas, sedangkan bentuk
monohidrat didapatkan dari kristalisasi asam sitrat dalam air dingin. Bentuk
monohidrat tersebut dapat diubah menjadi bentuk anhydrous dengan pemanasan di
atas 74°C. Asam sitrat secara kimia bersifat seperti asam karbosilat lainnya.Jika
dipanaskan diata 175°C, asam sitrat terurai dengan melepaskan karbon dioksida dan
air.Penggunaan utama asam sitrat saat ini adalah sebagai zat pemberi cita rasa dan
pengawet makanan dan minuman, terutama minuman ringan.Kode asam sitrat
sebagai zat aditif makanan (E number) adalah E330.Garam sitrat dengan berbagai
jenis logam digunakan untuuk menyediakan logam tersebut (sebagai bentuk
biologis) dalama banyak suplemen(Mangunwidjaja dan Suryani,1994).
F. Blanching
Blanching adalah suatu perlakuan panas pada sayuran atau buah-buahan
dengan cara pencelupan bahan ke dalam air panas atau dengan menggunakan uap.
Proses ini biasanya diikuti dengan penclupan ke dalam air dingin atau
penyemprotan dengan air dingin, untuk terjadinya pelunakan tekstur bahan.
Blanching mempunyai beberapa tujuan antara lain : 1) membuang bahan berlendir
dari permukaan produk, 2) menginaktifkan enzim, dan 3) memperbaiki citarasa dan
warna (Muchtadi, 1995).
20
Blanching adalah suatu proses pemanasan yang diberikan terhadap suatu
bahan yang bertujuan untuk menginaktivasi enzim, melunakkan jaringan dan
mengurangi kontaminasi mikroorganisme yang merugikan, sehingga diperoleh
mutu produk yang dikeringkan, dikalengkan, dan dibekukkan dengan kualitas baik.
Lama blanching bergantung pada karakteritik bahan, blanching 3 menit
menghasilkan warna yang lebih baik (Anggraini, 2005), namun umumnya
blanching membutuhkan suhu berkisar 75–95°C selama 1-10 menit. Metode
blanching yang paling umum digunakan adalah blanching dengan uap air panas
(steam blanching) dan dengan air panas (hot water blanching). Proses blanching
dapat mempengaruhi nilai gizi bahan, kerusakan beberapa zat gizi terjadi selama
proses blanching. Metode perebusan dapat menyebabkan kehilangan 40% mineral
dan vitamin, 35% gula, dan 20% protein (Ahmadi, 2009).
Menurut (Winarno, 1992), waktu blanching ditentukan oleh suhu blanching,
media blanching, jenis bahan, tingkat kemasan dan ukuran bahan.Waktu yang
diperlukan blanching buah berkisar 3-5 menit pada suhu 83-93°C.
Tujuan blanching (Mulyoharjo, 1983) antara lain :
a. Menghilangkan off flavor dan off odor yaitu rasa dan bau.
b. Mengeluarkan gas-gas yang terkandung di dalam bahan mentah, sehingga dapat
mencegah terjadinya oksidasi.
c. Melunakkan bahan mentah sehingga mempermudah pemasukan dalam wadah
atau kemasan.
d. Memperbaiki sifat-sifat fisik meliputi tekstur, warna dan kenampakkan bahan
mentah yang diolah.
21
Tujuan blanching menurut Larousse (1997) adalah :
a. Modifikasi struktur jaringan (tekstur)
Fleksibilitas dari beberapa produk ditingkatkan dengan penerapan panas
lembab, yang memfasilitasi operasi pengisian dengan kerusakaan fisik
minimum dan rasio berat dan volume yang lebih besar, yang terakhir adalah
mengontrol berat isi.Blanching sayuran berpati, misalnya kacang polong, buncis
dan sebagainya, dalam hard water cenderung melindungi granula pati dari
kerusakaan.Blanching soft water cenderung meningkatkan kerusakaan granula
pati yang menghasilkan media pengisi yang keruh dan variasi berat kering yang
lebih besar.Efek tegar dapat berlanjut selama penyimapanan.Blanching soft
water memberikan efek berlawanan.Selama blanching, karena kalsium bereaksi
dengan pektin, air menjadi lebih lunak.Blanching hard water dikehendaki,
tingkat kalsium harus dijaga dengan memperbarui air terus-menerus atau
dengan menambahkan garam kalsiumyang larut.Penambahan spesifik firming
agent dapat dicegah dengan blanching hard water.
b. Menghilangkan udara intraseluler dan gas-gas lain.
Buah dan sayuran mentah mengandung udara interseluler dan gas-gas lain
yang akan dilepaskan selama sterilisasi atau pasteurisasi jika tidak dihilangkan
selama blanching. Oksigen dalam udara dilepaskan melalui head space dapat
menyebabkan produk. Teroksidasi dan korosi internal oksidatif pada kaleng.
Gas-gas akan mengurangi vakum head space ang mengakibatkan masalah
tekanan internal selama pengalengan dan mempengaruhi hasil yang dicapai.
22
G. Ekstraksi
Ekstraksi adalah proses penarikan atau pemisahan komponen zat aktif suatu
simplisia dengan menggunakan pelarut tertentu. Proses ekstraksi bertujuan untuk
mendapatkan komponen-komponen bioaktif suatu bahan (Harborne, 1987).
Menurut (Anonim, 2000), metode ekstraksi dibagi menjadi 2 cara yaitu cara
pendinginan dan cara panas. Metode ekstraksi dengan cara dingin meliputi maserasi
dan perlokasi. Metode ekstraksi dengan cara panas terdiri dari refluks, sokletasi,
digesti, infundasi dan dekok. Ekstraksi dengan pelarut didasarkan pada sifat
kepolaran zat dalam pelarut saat ekstraksi. Senyawa polar hanya akan larut pada
pelarut polar, seperti etanol, metanol dan air. Senyawa non-polar hanya akanlarut
pada pelarut non-polar, seperti eter, kloroform dan n-heksana (Mukhriani, 2014).
Pemilihan metode ekstraksi secara meserasi yaitu dengan melihat dari sifat zat
aktif flavonoid yang akan ditarik yang tidak tahan panas. Pelarut yang digunakan
adalah pelarut etanol karena pelarut universal, pelarut ini dapat melarutkan hampir
semua senyawa organik yang ada pada sampel, baik senyawa polar maupun
senyawa non polar (Shadmani dkk., 2004 dalam Munte dkk., 2015).
Pada penelitian peningkatan kadar kurkuminoid dan aktivitas antioksidan
minuman instan temulawak dan kunyit oleh (Suryani dan setyowati, 2013) bahwa
ekstraksi komponen antioksidan (senyawa kurkuminoid) dalam temulawak dan
kunyit dengan pelarut organik merupakan salah satu alternatif yang dapat
meningkatkan kadar antioksidan. Menurut (Jayaprakasha dkk, 2005 dalam Suryani
dan Setyowati, 2013) kurkuminoid tersebut dapat diekstraksi menggunakan pelarut
dengan sangat efektif. cara mengekstraksi antioksidan alami tergantung jenis
23
antioksidan yang akan diekstraksi dan pelarut yang digunakan untuk mengekstraksi
harus sesuai dengan polaritas senyawa yang diekstraksi. Pemilihan jenis pelarut
organik dipengaruhi oleh kekhasan bahan dan stabilitas substrat.Beberapa jenis
pelarut organik tersebut adalah heksan, aseton, etil asetat dan metanol. Pelarut
dengan tingkat polaritas medium lebih baik daripada salah satu pelarut nonpolar
atau pelarut dengan polaritas tinggi (Pokorny dkk., 2001 dalam Suryani dan
Setyowati, 2013).
(Pujimulyani, dkk, 2010) pelarut yang digunakan untuk mengekstraksi
antioksidan pada pangan hasil pertanian umumnya didasarkan pada
polaritasnya.Pelarut air atau campuran air dengan etanol, me-tanol, dan aseton
sudah umum digunakan untuk mengekstraksi antioksidan pada pangan hasil
pertanian (Sun dan Ho, 2005 dalam Pujimulyani, dkk, 2010). Pelarut yang telah
digunakan untuk mengekstraksi antioksi-dan dari tanaman seperti etanol absolut
(Yu dkk., 2005 dalam Pujimulyani, dkk, 2010), metanol 70%, etanol70 %, aseton50
%, aseton 80% (Madhu-jith dan Shahidi, 2005 dalam Pujimulyani, dkk, 2010),
aseton 70% yang diasamkan dengan asam asetat 0,5% (Wu dkk., 2004 dalam
Pujimulyani, dkk, 2010).
Menurut (Palleros, 1993 dalam Suryani dan Setyowati, 2013) air tergolong
pelarut sangat polar yang mampu melarutkan berbagai senyawa anorganik dan
senyawa organik rantai karbon lima atau lebih rendah. Etanol merupakan pelarut
yang sesuai untuk melarutkan senyawa organik dengan polaritas medium dengan
sifat mudah menguap. Indeks polaritas etanol adalah 5,2 sedangkan air 7,7.
(Somaatmadja, 1981 dalam Suryani dan Setyowati, 2013) menyatakan bahwa etilen
24
diklorida merupakan pelarut yang paling banyak digunakan, tetapi etanol adalah
pelarut paling aman karena tidak beracun. Komponen fenol kayu manis yang
diekstraksi dengan etanol lebih tinggi rendemennya yaitu 62,25% dibanding dengan
air yaitu 9,3% (Anonim, 2006 dalam Suryani dan Setyowati, 2013). Menurut
(Khatun dkk, 2006 dalam Suryani dan Setyowati, 2013), rempah-rempah
mempunyai aktivitas antioksidan tinggi dalam ekstrak etanol 20%. Menurut
(Marsono dkk, 2005 dalam Suryani dan Setyowati, 2013) ekstrak rempah-rempah
didapatkan dengan metode maserasi, yaitu bubuk rempah-rempah (100 g) hasil
penggilingan dan pengayakan dengan ayakan 32 mesh, diekstraksi dengan etanol
80% (500 ml) selama 24 jam pada suhu kamar. Hasil penelitian (Suryani dan
Setyowati, 2008), menunjukkan bahwa konsentrasi etanol yang menghasilkan
ekstrak dengan kadar fenol tertinggi untuk bunga cengkeh adalah 80%, sedangkan
untuk kayu manis dan jahe semakin besar konsentrasi etanol sampai 95% semakin
tinggi kadar fenolnya (Suryani dan Setyowati, 2008 dalam Suryani dan Setyowati,
2013).
H. Minuman Bubuk Instan
Minuman serbuk yang diolah dalam penyajian bentuk bubuk (instan)
merupakan suatu alternatif yang baik untuk menyediakan minuman menyehatkan
dan praktis (Intan, 2007).Minuman berupa bubuk merupakan produk olahan pangan
yang berbentuk serbuk, mudah larut air, praktis dalam penyajian dan memiliki daya
simpan yang lama karena kadar airnya rendah (Tangkeallo, dkk, 2014).
Kristalisasi adalah proses pembentukan Kristal padat dari suatu larutan
homogen, proses kristalisasi ini adalah salah satu teknik pemisahan padat-cair
25
karena menghasilkan kemurnian produk hingga 100%, proses kristalisasi dapat
terjadi pada pembuatan gula pasir dan pembuatan minuman instan. Kristalisasi
terjadi pada pembentukan struktur dalam bahan atau produk pangan menjadi kristal,
berbagai produk pangan seperti minuman bubuk instan dan cokelat mengandung
struktur dalam Kristal. Komponen bahan pangan yang terutama berperan
membentuk Kristal adalah air, gula, dan pati (Triana dan Siswanto, 2018).
Penelitian tentang Bubuk dan ekstrak temulawak yang telah diteliti oleh
(Suryani dan Setyowati, 2013) bahwa penelitian bubuk dan ekstrak temulawak
mempunyai kondisi optimal untuk mendapatkan kurkumin tertinggi, namun belum
diaplikasikan untuk produk pangan misalnya minuman instan.Permasalahannya
sebagai minuman instan yang siap konsumsi harus aman, akseptabilitas dan
aktivitas antioksidannya tinggi karena sebagai minuman kesehatan. Temulawak dan
kunyit mengandung senyawa yang berasa pahit dan aroma tajam, maka dalam
proses pengolahannya perlu untuk mencari kondisi optimal agar didapatkan
minuman instan yang akseptabilitas dan aktivitas antioksidannya tinggi. Produk
minuman instan temulawak dan kunyit perlu diteliti lebih lanjut terutama terkait
dengan sifat fungsionalnya (Suryani dan Setyowati, 2013).Syarat mutu bubuk
menurut SNI 01-4320-1996 tercantum pada Tabel 3.(Rengga dan Handayani,
2004).
26
Tabel 3. Syarat mutu minuman bubuk berdasarkan SNI 01-4320-1996
No Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1. Warna Normal
2. Bau Normal, Khas Rempah
3. Rasa Normal, Khas Rempah
4. Kadar air, b/b % 3,0-5,0
5. Kadar abu, b/b % Maksimal 1.5
6. Jumlah gula (dihitung
sebagai sakaros)
% Maksimal 85%
7. Bahan Tambahan
Makanan
8. 1. Pemanis Buatan
Sakarin
Siklamat
Tidak Boleh Ada
Tidak Boleh Ada
8.2. Pewarna Tambahan.
9. Cemaran Logam
9.1 Timbal (Pb)
9.2 Tembaga (Cu)
9.3 Seng (Zn)
9.4 Timah (Sn)
10. Merkuri (Hg)
11. Cemaran Arsen (As)
12. Cemaran Mikrobia
13. Angka Lempeng
Total.
14. Coliform.
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
Koloni/g
APM/g
Sesuai SNI 01-0222-
1995
Maksimal 0,2
Maksimal 2,0
Maksimal 50
Maksimal 40
Tidak Boleh Ada
Maksimal 0,1
3 × 103
<3
Sumber : Anonim, 1996.
I. Tingkat Kesukaan
Menurut (Waysima dan Wahyuningtiyas, 2014), uji organoleptik atau
evaluasi sensoris merupakan suatu pengukuran ilmiah dalam mengukur dan
manganalisa karakteristik suatu bahan pangan yang diterima oleh indera
penglihatan, pencicipan, penciuman, perabaan, dan menginterprestasian reaksi dari
akibat proses penginderaan yang dilakukan oleh manusia yang juga bisa disebut
27
panelis sebagai alat ukur. Uji kesukaan merupakan bagian dari uji organoleptik
merupakan uji dimana panelis diminta memberi tanggapan secara pribadi tentang
kesukaan dan ketidaksukaan beserta tingkatnya.
Menurut (Setyaningsih dkk.,2010), panelis dimintakan tanggapan
pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya (ketidaksukaan). Tingkat-tingkat
kesukaan disebut sifat hedonik.Skala hedonik dapat direntangkan atau diciutkan
menurut rentangan skala yang dikehendakinya.Skala hedonik dapat juga diubah
menjadi skala numerik ini dapat dilakukan analisis data secara
parametrik.Parameter sampel yang dilakukan uji hedonik meliputi parameter warna,
aroma, tekstur, kekenyalan dan rasa secara umum. Adapun parameter mutu yang
digunakan adalah :
1. Aroma
Aroma merupakan daya tarik tersendiri dalam menentukan rasa enak dari
produk suatu makanan.Dalam hal ini bau lebih banyak dipengaruhi oleh indera
pencium.Umumnya bau yang dapat diterima oleh hidung dan otak lebih banyak
merupakan campuran dari empat macam bahan yaitu harum, asam, tengik dan
hangus (Kartika, dkk. 1992).
2. Warna
Warna merupakan visualisasi suatu produk yang langsung terlihat
dahulu dibandingkan dengan variabel lainnya. Warna secara langsung akan
mempengaruhi presepsi panelis. Menurut (Winarno, 2002), secara visual
faktor warna akan tampil dulu dan sering kali menentukan nilai suatu produk.
28
3. Rasa
Rasa merupakan faktor penentu daya tarik konsumen terhadap produk
pangan.Faktor rasa memegang peranan penting dalam pemilihan produk oleh
konsumen.Rasa merupakan respon lidah terhadap rangsangan yang diberikan
oleh suatu pangan. Penginderaan rasa terbagi empat rasa yaitu manis, asin, pahit,
dan asam. Konsumen akan memutuskan menerima atau menolak produk dengan
empat rasa tersebut (Kartika, dkk. 1992). Perubahan rasa dapat disebabkan oleh
penambahan tambahan pangan lain yang berasal dari luar bahan baku seperti
misalnya rasa manis gulla, rasa asin garam, rasa guruh dari MSG atau rasa lain
yang tidak ditimbulkan secara langsung.
J. Gula
Gula merupakan salah satu jenis pemanis yang umum dikonsumsi
masyarakat.Gula biasa digunakan sebagai pemanis dimakanan maupun minuman,
dalam bidang makanan, selain sebagai pemanis, gula juga digunakan sebagai
stabilizer dan pengawet.Gula merupakan suatu karbohidrat yang umum dihasilkan
dari tebu.Gula mengandung sukrosa yang merupakan senyawa disakarida
(Novayanti, 2017).
Gula yang dimaksud dalam hal ini yaitu sukrosa.Sukrosa merupakan sumber
bahan pemanis alami yang mudah ditemukan.Struktur kimia sukrosa disajikan pada
Gambar 6.Penambahan gula pada produk bukan saja untuk menghasilkan rasa
manis meskipun sifat ini sangatlah penting. Gula bersifat untuk menyempurnakan
rasa asam, cita rasa juga memberikan kekentalan.Daya larut yang tinggi dari gula,
29
memiliki kemampuan mengurangi kelembaban relatifdan daya mengikat air adalah
sifat-sifat yang menyebabkan gula dipakai dalam pengawetan pangan(Buckle, dkk.,
1987).
Gambar 6.Struktur Kimia Sukrosa.
Sumber : Winarno, 2008.
Menurut (Fennema, 1985), gula berfungsi sebagai sumber nutrisi dalam
makanan, sebagai pembentuk tekstur dan pembentuk flavor melalui
reaksipencoklatan.(Buckle, dkk. 1987) mengatakan bahwa daya larut yang tinggi
dari gula dan daya mengikatnya air merupakan sifat-sifat yang menyebabkan gula
sering digunakandalam pengawetan bahan pangan.Sukrosa memiliki sifat-sifat
antara lain:
a. Sifat fisik : tak berwarna, larut dalam air dan etanol, tidak larut dalam eter dan
kloroform, titik lebur 180°C, bentuk kristal monoklim, bersifat optis aktif,
densitas kristal 1588kg/m3 (pada 15°C)
30
b. Sifat kimia : dalam suasana asam dan suhu tinggi akan mengalami
inversimenjadi glukosa dan fruktosa. Gula merupakan bahan makanan sumber
kalori, tetapi bukan merupakan bahan makanan pokok seperti beras dan semua
penggantinya. Macam- macam gula antara lain gula pasir (disacharida), gula
merah, gula aren, gula bit, gula batu dan madu. Semua ini sebagai sumber hidrat
atau sumber kalori. Gula mengandung hidrat arang 90-98%. Gula sebagian
besar berupa zat hidrat arang, bandingkan dengan beras, selain hidrat arang juga
mengandung zat-zat lain yang dibutuhkan oleh tubuh (Tarwojo, 1998).
Komposisi kimia dan nilai gizi gula disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Komposisi kimia dan nilai gizi gula per 100 g bahan
Sumber : Anonim, 1996.
Sukrosa atau gula secara kimia termasuk dalam golongan karbohidrat,
dengan rumus C12H22O11.Rumus bangun dari sukrosa terdiri atas satu molekul
glukosa (C6H12O6) yang berikatan dengan satu molekul fruktosa (C6H12O6).Fungsi
sukrosa sebagai pembentuk cita rasa dalam produk makanan (Yunus dkk, 2015) dan
sukrosa berfungsi meningkatkan mutu produk makanan (Firdausni dkk,
2017).Rumus sukrosa tidak memperlihatkan adanya gugus formil atau karbonil
bebas, karena itu sukrosatidak memperlihatkan sifat mereduksi, misalnya dengan
larutan Fehling.Campuran glukosa dan fruktosa disebut gula invert (Fessedan,
1986), sifat-sifat sukrosa yaitu:
Komposisi Kimia Jumlah
Kalori (Kal) 364
Karbohidrat (g) 94
Kalsium (mg) 5
Fosfat (mg) 1
31
a. Kenampakan dan kelarutan, semua gula berwarna putih, membentuk kristal yang
larut dalam air.
b. Rasa manis, semua gula berasa manis, tetapi rasa manisnya tidak sama.
c. Hidrolisis, disakarida mengalami proses hidrolisis menghasilkan monosakarida.
Hidrolisis sukrosa juga dikenal sebagai inversi sukrosa dan hasilnya berupa
campuran glukosa dan fruktosa disebut “gula invert”. Inversi dapat dilakukan
baik dengan memanaskan sukrosa bersama asam atau dengan menambahkan
enzim invertase.
d. Sifat mereduksi, semua monosakarida dan disakarida kecuali sukrosa berperan
sebagai agensia pereduksi dan karenanya dikenal sebagai gula reduksi (Gaman
dan Sherrington, 1994)
K. Hipotesa
Media blanching asam sitrat dan waktu blanching dapat mempengaruhi
aktivitas antioksidan, flavonoid, kadar serat kasar temu putih (Curcuma zedoaria
Rosc) dan tingkat kesukaan pada minuman bubuk temu putih.