ii. tinjauan pustaka - sinta.unud.ac.id ii.pdfmedia tanam bisa dibuat dengan dua cara, yaitu dengan...
TRANSCRIPT
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Serbuk Gergaji Kayu
2.1.1 Pengertian serbuk gergaji kayu
Serbuk gergaji kayu merupakan limbah industri penggergajian kayu. Selama
ini limbah serbuk kayu banyak menimbulkan masalah dalam penanganannya yang
selama ini dibiarkan membusuk, ditumpuk, dan dibakar yang kesemuanya
berdampak negatif terhadap lingkungan sehingga penanggulangannya perlu
dipikirkan. Salah satu jalan yang dapat ditempuh adalah memanfaatkannya
menjadi produk yang bernilai tambah dengan teknologi aplikatif dan kerakyatan
sehingga hasilnya mudah disosialisasikan kepada masyarakat (Departmen
Pertanian, 1970).
Media tanam bisa dibuat dengan dua cara, yaitu dengan menggunakan
media dari serbuk gergaji kayu dan dengan menggunakan media potongan-
potongan kecil dari kayu dengan bentuk silindris (lebih kecil dari ukuran lubang
pengeboran). Serbuk gergaji dikeringkan dan diayak, kemudian dicampur dengan
bahan-bahan lainnya. Penambahan sukrose, sebaiknya dilarutkan dalam air dan
disemprotkan kedalam bahan dan dibasahi. Serbuk gergaji digenggam tangan
untuk mengetahui bahwa kadar airnya 65%. Pelepasan serbuk dan terlihat pecah
berantakan, berarti masih kering dan perlu ditambah air lagi. Genggaman dibuka
dan serbuk bisa menggumpal berarti kadar airnya cukup, dan bila airnya menetes,
berarti kadar airnya berlebihan. Bahan adukan tadi dimasukkan ke dalam kantong
plastik tebal (polypropilene) atau ke dalam botol dan dipadatkan. Bagian atas
kantong plastik diberi cincin dari bambu atau plastik tempat lubang untuk
inokulasi. Lubang tersebut ditutup kapas dengan tambahan kertas penutup atau
8
aluminium foil. Media serbuk disterilisasi pada autoklaf selama kurang lebih dua
sampai dengan empat jam pada tekanan 1,5 atmosfir. Tahapan setelah diinokulasi,
media serbuk diinkubasikan di dalam ruangan yang bersuhu kamar 24oC – 25
oC
selama 30 s.d 40 hari. Kayu atau serbuk gergajian yang paling baik digunakan
sebagai media tanam: kayu harus steril, yakni tidak mengandung pestisida atau
bahan beracun lainnya (Departemen Pertanian, 1970).
2.1.2 Manfaat serbuk gergaji kayu
Serbuk gergaji merupakan salah satu limbah yang dapat diperoleh dari hasil
menggergaji yang biasa di lakukan di tukang kayu. Biasanya serbuk gergaji dapat
dihasilkan setelah melakukan proses penggergajian kayu ataupun proses
penghalusan dari kayu dan dilakukan dengan menggunakan alat penghalus kayu.
Hasil dari serbuk gergaji akan langsung dibuang. Serbuk kayu hasil proses
penggergajian ataupun limbah dari penghalusan kayu ternyata memilki berbagai
manfaat (Departemen Pertanian, 1970).
1. Sebagai bahan campuran pembuatan meubel
Serbuk gergaji memiliki manfaat yang baik sebagai bahan campuran dalam
pembuatan meubel. Beberapa pabrik meubel besar saat ini sudah tidak
menggunakan bahan kayu utuh untuk membuat meubel. Hal ini dilakukan
untuk menekan harga produksi, sehingga produk-produk meubel, seperti
lemari kecil dan juga meja belajar dapat dijual dengan harga yang lebih
rendah. Keuntungan dari produk meubel yang dicampur serbuk gergaji ini,
antara lain.
(1) Biaya produksi dapat ditekan
9
(2) Harga jual lebih murah
(3) Bobot meubel yang lebih ringan
Terdapat beberapa kelemahan dari produk meubel yang dibuat dengan
menggunakan campuran serbuk gergaji kayu. Berikut ini adalah beberapa
kelemahan dari meubel yang dibuat dengan menggunakan bahan campuran
dari serbuk gergaji antara lain.
(1) Tidak tahan lama
(2) Mudah lapuk
(3) Sering menimbulkan kotoran di lantai
(4) Ringkih dan juga rapuh
2. Bahan pembuatan batako
Teknologi saat ini juga menggunakan manfaat serbuk gergaji kayu sebagai
salah satu bahan campuran dalam pembuatan batako. Hasil penelitian
mengatakan bahwa campuran serbuk gergaji pada batako dapat menekan
biaya produksi, dan konon katanya kualitas batako yang dibuat juga tidak
kalah baiknya dengan jenis batako yang tidak menggunakan campuran dari
serbuk gergaji.
3. Sebagai bahan bakar
Selain pemanfaatan kayu bakar untuk memasak, serbuk gergaji juga dapat
dimanfaatkan untuk bahan bakar. Serbuk gergaji dapat menjadi pengganti
kertas dan dapat mudah terbakar. Hal ini akan sangat membantu anda dalam
membuat api lebih cepat dan proses pembakarannya menjadi lebih baik.
4. Sebagai alas untuk memelihara hamster
10
Serbuk gergaji kayu diletakkan pada bagian dasar kandang hamster ataupun
marmut. Kegunaannya adalah sebagai tempat hamster untuk tidur dan juga
sebagai tempat buang air kecil dan besar agar tidak bau. Hamster ataupun
marmut juga senang bermain-main pada kandang yang berisi serbuk gergaji
dan juga serbuk kayu.
5. Media tanam
Manfaat serbuk gergaji kayu juga dapat dimanfaatkan sebagai salah satu
media tanam yang baik. Media tanam ini yang dibuat dengan menggunakan
serbuk kayu biasanya dapat mengoptimalkan penyerapan air dan unsur hara
pada tanaman. Meningkatnya penyerapan air dan juga unsur hara oleh
tanaman, maka kondisi kesuburan dari tanaman tersebut akan menjadi lebih
baik. Serbuk gergaji kayu sebagai media tanam dalam polybag ataupun pot
kecil dan bisa juga digunakan sebagai media tanam untuk tanaman yang
lebih besar.
6. Briket serbuk gergaji
Briket ini dapat digunakan untuk memasak dalam kebutuhan sehari-hari.
Briket yang terbuat dari limbah gergaji kayu ini memiliki harga yang jauh
lebih murah daripada briket batubara. Perbandingan antara penggunaan gas
alam dan minyak tanah, briket dari serbuk gergaji jauh lebih efektif dan
pastinya dapat mengurangi pengeluaran rumah tangga sehari-hari. Mampu
mengolah serbuk gergaji ini menjadi bentuk briket pun pastinya akan
mendatangkan keuntungan, karena akan meningkatkan omzet penjualan.
7. Pembuatan casing sosis
11
Setiap sosis yang dijual di pasaran pasti memiliki lapisan luar yang melapisi
olahan daging sosis. Lapisan luar yang melapisi olahan daging sosis ini
bukan plastic pembungkus sosis, namun lapisan dari olahan daging yang
berwarna merah ataupun krem pada sosis. Lapisan ini pun diolah dengan
manfaat serbuk kayu. Tidak perlu khawatir, karena lapisan yang dibuat dari
serbuk gergaji atau serbuk kayu ini sudah diolah sedemikian rupa dan aman
untuk dikonsumsi. Hal ini tidak akan membahayakan kesehatan, karena
memang sudah terstandarisasi secara internasional.
2.2 Pengertian Persediaan Bahan Baku
2.2.1 Pengertian persediaan
Setiap perusahaan yang menyelenggarakan kegiatan produksi akan
memerlukan persediaan bahan baku. Tersedianya persediaan bahan baku maka
diharapkan sebuah perusahaan industri dapat melakukan proses produksi sesuai
kebutuhan atau permintaan konsumen. Persediaan bahan baku yang cukup
tersedia digudang juga diharapkan dapat memperlancar kegiatan produksi
perusahaan dan dapat menghindari terjadinya kekurangan bahan baku.
Keterlambatan jadwal pengadaan produk yang dipesan konsumen dapat
merugikan perusahaan dalam hal ini image yang kurang baik.
Penulis akan mengemukakan beberapa pendapat mengenai pengertian dari
persediaan, sebagai berikut.
1. Menurut Prawirosentono (2001:61), persediaan adalah aktiva lancar yang
terdapat dalam perusahaan dalam bentuk persediaan bahan mentah (bahan
baku/raw material, bahan setengah jadi/work in process, dan barang
jadi/finished goods).
12
2. Persediaan adalah bagian utama dari modal kerja, merupakan aktiva yang
pada setiap saat mengalami perubahan (Gitosudarmo, 2002:93).
3. Soemarsono (1999:246), mengemukakan pengertian persediaan sebagai
barang-barang yang dimiliki perusahaan untuk dijual kembali atau
digunakan dalam kegiatan perusahaan.
4. Inventory atau persediaan barang sebagai elemen utama dari modal kerja
merupakan aktiva yang selalu dalam keadaan berputar, dimana secara terus-
menerus mengalami perubahan (Riyanto, 2001:69).
Kesimpulan dari persediaan yang dimaksud adalah suatu bagian dari
kekayaan perusahaan industri yang digunakan dalam rangkaian proses produksi
untuk diolah menjadi barang setengah jadi atau akhirnya menjadi barang jadi.
2.2.2 Alasan diadakannya persediaan
Prinsipnya semua perusahaan melaksanakan proses produksi akan
menyelenggarakan persediaan bahan baku untuk kelangsungan proses produksi
dalam perusahaan tersebut. Beberapa hal yang menyebabkan suatu perusahaan
harus menyelenggarakan persediaan bahan baku menurut Ahyari (2003:150),
sebagai berikut.
1. Bahan yang akan digunakan untuk pelaksanaan proses produksi perusahaan
tersebut tidak dapat dibeli atau didatangkan secara satu persatu dalam
jumlah unit yang diperlukan perusahaan serta pada saat barang tersebut akan
dipergunakan untuk proses produksi perusahaan tersebut. Bahan baku
tersebut pada umumnya akan dibeli dalam jumlah tertentu, dimana jumlah
tertentu ini akan dipergunakan untuk menunjang pelaksanaan proses
produksi perusahaan yang bersangkutan dalam beberapa waktu tertentu
13
pula. Keadaan semacam ini maka bahan baku yang sudah dibeli oleh
perusahaan namun belum dipergunakan untuk proses produksi akan masuk
sebagai persediaan bahan baku dalam perusahaan tersebut.
2. Perusahaan tidak mempunyai persediaan bahan baku, sedangkan bahan baku
yang dipesan belum datang maka pelaksanaan proses produksi dalam
perusahaan tersebut akan terganggu. Ketidaktersediaan bahan baku tersebut
akan mengakibatkan terhentinya pelaksanaan proses produksi pengadaan
bahan baku dengan cara tersebut akan membawa konsekuensi bertambah
tingginya harga beli bahan baku yang dipergunakan oleh perusahaan.
Keadaan tersebut tentunya akan membawa kerugian bagi perusahaan.
3. Perusahaan dapat menyediakan bahan baku dalam jumlah yang banyak
untuk menghindari kekurangan bahan baku tetapi persediaan bahan baku
dalam jumlah besar tersebut akan mengakibatkan terjadinya biaya
persediaan bahan yang semakin besar pula. Besarnya biaya yang semakin
besar ini berarti akan mengurangi keuntungan perusahaan. Resiko kerusakan
bahan baku juga akan bertambah besar apabila persediaan bahan bakunya
besar.
2.2.3 Kerugian dari ketidakpastian pengadaan persediaan bahan baku
Menurut Ahyari (2003), secara umum penggunaan bahan baku didasarkan
pada anggapan bahwa setiap bulan selalu sama, sehingga secara berangsur-angsur
akan habis pada waktu tertentu. Mengantisipasi kehabisan bahan baku yang
berakibat akan mengganggu kelancaran proses produksi sebaiknya pembelian
bahan baku dilaksanakan sebelum habis. Secara teoritis keadaan tersebut dapat
diperhitungkan, akan tetapi tidak semudah itu. Kadang-kadang bahan baku masih
14
cukup banyak namun sudah dilakukan pembelian sehingga berakibat
bertambahnya bahan baku digudang. Hal ini bisa menurunkan kualitas bahan dan
akan meningkatkan biaya penyimpanan.
Secara garis besar ada dua faktor yang mempengaruhi ketidakpastian bahan
baku yaitu dari dalam perusahaan dan faktor dari luar perusahaan. Ketidakpastian
dari dalam perusahaan disebabkan oleh faktor dari perusahaan itu sendiri dalam
pemakaian bahan baku, karena pemakaian bahan baku oleh perusahaan tidaklah
selalu tepat dengan apa yang selalu diencanakan. Suatu saat mungkin ada
gangguan teknis sehingga akan mengganggu proses produksi yang akan
menyebabkan pemakaian bahan baku berkurang. Pemborosan-pemborosan atau
karena bahan baku yang kurang baik sehingga pemakaian bahan baku keluar dari
rencana semula (Ahyari, 2003).
Ketidakpastian bahan baku selain berasal dari dalam perusahaan terdapat
pula ketidakpastian dari luar perusahaan. Ketidakpastian dari luar perusahaan ini
disebabkan oleh faktor-faktor dari luar perusahaan. Perusahaan pada saat
melaksanakan pembelian sudah diperhitungkan agar bahan baku yang dibeli
tersebut datangnya tepat pada saat persediaan yang ada sudah habis.
Kenyataannya bahan baku tersebut datangnya sering tidak sesuai dengan yang
telah diperhitungkan atau bahan tersebut datang sebelum waktu yang dijanjikan
(Ahyari, 2003).
2.2.4 Fungsi-fungsi persediaan
Fungsi-fungsi persediaan penting artinya dalam upaya meningkatkan
operasi perusahaan, baik yang berupa operasi internal maupun operasi eksternal
15
sehingga perusahaan seolah-olah dalam posisi bebas. Fungsi persediaan pada
dasarnya terdiri dari tiga fungsi sebagai berikut.
1. Fungsi Decoupling
Perusahaan akan dapat memenuhi kebutuhannya atas permintaan konsumen
tanpa tergantung pada supplier barang. Pemenuhan fungsi ini dilakukan dengan
cara sebagai berikut: (1) persediaan bahan mentah disiapkan agar perusahaan
tidak sepenuhnya tergantung penyediaannya pada suplier dalam hal kuantitas dan
pengiriman; (2) persediaan barang dalam proses ditujukan agar tiap bagian yang
terlibat dapat lebih leluasa dalam berbuat; dan (3) persediaan barang jadi
disiapkan pula dengan tujuan untuk memenuhi permintaan yang bersifat tidak
pasti dan langganan (Asdjudiredja, 1999:114).
2. Fungsi Economic Lot Sizing
Tujuan dari fungsi ini adalah pengumpulan persediaan agar perusahaan
dapat berproduksi serta menggunakan seluruh sumber daya yang ada dalam
jumlah yang cukup dengan tujuan agar dapat mengurangi biaya perunit produk.
Pertimbangan yang dilakukan dalam persediaan ini adalah penghematan yang
dapat terjadi karena pembelian dalam jumlah banyak yang dapat memberikan
potongan harga serta biaya pengangkutan yang lebih mudah dibandingkan dengan
biaya-biaya yang akan terjadi karena banyaknya persediaan yang dimiliki
(Asdjudiredja, 1999:114).
3. Fungsi Antisipasi
Perusahaan sering mengalami suatu ketidakpaastian dalam jangka waktu
pengiriman barang dari perusahaan lain, sehingga memerlukan persediaan
pengamanan (safety stock) atau perusahaan mengalami fluktuasi permintaan yang
16
dapat diperkirakan sebelumnya yang didasarkan pengalaman hal tersebut,
perusahaan sebaiknya mengadakan persediaan musiman (seaseonal inventory)
(Asdjudiredja, 1999:114).
Selain fungsi-fungsi diatas menurut Herjanto (1997:168), terdapat enam
fungsi penting yang terkandung oleh persediaan dalam memenuhi kebutuhan
perusahaan antara lain: (1) menghilangkan resiko keterlambatan pengiriman
bahan baku; (2) menghilangkan resiko jika material yang dipesan tidak baik
sehingga harus dikembalikan; (3) menghilangkan resiko terhadap kenaikan harga
barang atau inflasi; (4) untuk menyimpan bahan baku yang dihasilkan secara
musiman sehingga perusahaan tidak akan sulit bila bahan tersebut tidak tersedia
dipasaran; (5) mendapatkan keuntungan dari pembelian berdasarkan potongan
kuantitas (quantity discount); dan 6) memberikan pelayanan kepada langganan
dengan tersedianya barang yang diperlukan.
2.2.5 Jenis-jenis persediaan
Persediaan dapat dikelompokkan menurut jenis dan posisi barang, sebagai
berikut.
1. Persediaan bahan baku, yaitu persediaan barang-barang berwujud yang
digunakan dalam proses produksi. Barang ini diperoleh dari sumber-sumber
alam atau dibeli dari supplier atau perusahaan yang membuat atau
menghasilkan bahan baku untuk perusahaan lain yang menggunakannya.
2. Persediaan komponen-komponen rakitan, yaitu persediaan barang-barang
yang terdiri dari komponen-komponen yang diperoleh dari perusahaan lain
yang dapat secara langsung dirakit atau di-asembling dengan komponen lain
tanpa melalui proses produksi sebelumnya.
17
3. Persediaan bahan pembantu atau penolong, yaitu persediaan barang-barang
yang diperlukan dalam proses produksi, tetapi tidak merupakan bagian atau
komponen barang jadi.
4. Persediaan barang setengah jadi atau barang dalam proses, yaitu persediaan
barang-barang yang merupakan keluaran dari tiap-tiap bagian dalam proses
produksi atau yang telah diolah.
2.2.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi persediaan bahan baku
Donald Delmar (1985) mengemukakan bahwa dalam melakukan
perencanaan dan pengendalian persediaan terdapat beberapa faktor terkait yang
memerlukan perhatian. Faktor-faktor tersebut antara lain.
1. Inventory turnover
Inventory turnover (perputaran persediaan) merupakan frekuensi perputaran
suatu item sediaan yang telah digantikan selama periode waktu tertentu.
Perhitungan Perputaran Persediaan (inventory turnover) bagi suatu perusahaan
sangat penting, yaitu antara lain untuk mengetahui: (1) apakah pengelolaan
persediaan telah dilakukan dengan baik atau tidak; (2) kecepatan dari pergantian
persediaan, dimana semakin tinggi pergantian persediaan, maka semakin tinggi
biaya yang dapat dihemat sehingga laba perusahaan naik; dan (3) pada dasarnya
suatu perusahaan yang baik adalah apabila persediaan barang yang dijual atau
diproduksi cepat berganti sehingga biaya penyimpanan serta tingkat kerusakan
barang semakin rendah yang dapat menyebabkan kenaikan laba perusahaan.
Perputaran dari persediaan didapat dengan jalan membagi harga pokok penjualan
dengan persediaan rata-rata.
18
2. Lead time
Lead time adalah interval waktu antara penyampaian pesanan dan
diterimanya pesanan sediaan itu dari pemasok. Produk atau komponen yang
diproduksi secara internal, lead time dapat didefinisikan sebagai waktu total yang
diperlukan untuk memperoleh bahan baku yang diperlukan atau membeli
komponen, melaksanakan pengolahan yang diperlukan, pabrikasi, dan langkah-
langkah perakitan serta pengepakan serta pengiriman barang-barang itu ke divisi
lain di dalam perusahaan atau kepada pelanggan.
3. Customer service level
Customer service level merupakan derajat layanan kepada pelanggan yang
mengacu pada persentase dari pesanan yang dapat diisi dengan sediaan atau
produk jadi yang akan diserahkan, berdasarkan suatu tanggal tertentu yang telah
disetujui. Derajat layanan kepada pelanggan ini merupakan fungsi langsung dari
titik pemesanan kembali (reorder point) dan didefinisikan sebagai level sediaan
atau waktu mana suatu order telah ditetapkan untuk mengganti unit sediaan yang
sudah terpakai atau terjual.
4. Stock-out cost
Stock-out cost adalah biaya atas kekurangan sediaan yang terjadi ketika
permintaan melebihi tingkat persediaan biaya yang dihubungkan dengan
ketidakcukupan sediaan meliputi hilangnya citra baik dari pelanggan, terhentinya
proses produksi yang sedang berlangsung, dan tindakan cepat yang perlu diambil
untuk menghindari atau memperkecil tekanan kekurangan sediaan tersebut. Citra
baik dari pelanggan berhubungan langsung dengan derajat layanan kepada
pelanggan dengan anggapan citra baik itu berhubungan dengan kuantitas, bukan
19
pada aspek kualitas yang rendah. Saat citra baik dan pelanggan terjadi, berarti
pada saat yang sama timbul derajat layanan kepada pelanggan.
5. Biaya persediaan bahan baku
Biaya persediaan terdiri atas biaya pemesanan dan biaya penyimpanan,
sebagai berikut.
(1) Ordering cost (biaya pemesanan)
Biaya ini mencakup biaya sewa bensin, upah sopir, dan biaya sewa pick up.
Sehubungan dengan itu, untuk meminimumkan biaya pemesanan, perusahaan
harus melakukan pemesanan dalam jumlah besar, yang pada gilirannya
meminimumkan biaya pemesanan. Jumlah unit yang dipesan berbanding terbalik
dengan frekuensi pemesanan. Jumlah unit yang dipesan diperbesar maka frekuensi
pemesanan berkurang. Unit yang dipesan diperkecil maka frekuensi pemesanan
meningkat. Tingkat biaya pemesanan yang optimal diperoleh pada titik
keseimbangan antara biaya pemesanan dengan biaya penyimpanan.
(2) Storage or holding (biaya penyimpanan), or carrying costs
Biaya atas sediaan yang terjadi sehubungan dengan penyimpanan sejumlah
sediaan tertentu dalam perusahaan. Biaya ini mencakup biaya penyusutan gudang,
biaya listrik, biaya air, dan upah tenaga kerja. Biaya penyimpanan umumnya
dihitung dengan persen tertentu terhadap harga sediaan, misalnya 10% s.d 35%.
Menurut Assauri (1999), dalam menentukan jumlah pembelian atau
pemesanan ekonomis dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu.
(1) Menggunakan tabel (tabular approach)
Pendekatan ini jumlah pemesanan yang ekonomis dapat dilakukan dengan
menyusun tabel jumlah biaya per tahun, dimana nantinya jumlah pesanan yang
20
menunjukkan biaya terendah merupakan jumlah pesanan atau pembelian yang
paling ekonomis.
(2) Menggunakan grafik (graphical approach)
Penentuan jumlah pesanan atau pembelian yang ekonomis dengan
pendekatan grafik ini dilkukan dengan cara menggambarkan grafik-grafik, biaya
pemesanan, biaya penyimpanan, dan total biaya dalam satu gambar. Sumbu
horizontal menentukan jumlah besarnya pesanan, biaya penyimpanan, dan total
biaya.
(3) Menggunakan rumus (formula approach)
Pendekatan ini menggunakan rumus matematika dalam menentukan jumlah
pemesanan yang paling ekonomis. Pendekatan ini dilakukan dengan
memperhatikan bahwa total biaya persediaan yang minimum terjadi pada biaya
pemesanan sama dengan biaya penyimpanan.
2.3 Pengertian Pengendalian Persediaan Bahan Baku
Pengendalian bahan baku yang diselenggarakan dalam suatu perusahaan,
tentunya diusahakan untuk dapat menunjang kegiatan-kegiatan yang ada dalam
perusahaan yang bersangkutan. Keterpaduan dari seluruh pelaksanaan kegiatan
yang ada dalam perusahaan akan menunjang terciptanya pengendalian bahan baku
yang baik dalam suatu perusahaan.
Pengendalian persediaan merupakan fungsi manajerial yang sangat penting
bagi perusahaan, karena persediaan fisik pada perusahaan akan melibatkan
investasi yang sangat besar pada pos aktiva lancar. Pelaksanaan fungsi ini
berhubungan dengan seluruh bagian yang bertujuan agar usaha penjualan dapat
intensif serta produk dan penggunaan sumber daya dapat maksimal.
21
Perencanaan adalah proses untuk memutuskan tindakan apa yang akan
diambil dimasa depan. Perencanaan kebutuhan bahan adalah suatu sistem
perencanaan yang pertama-tama berfokus pada jumlah dan pada saat barang jadi
yang diminta yang kemudian menentukan permintaan turunan untuk bahan baku,
komponen dan sub perakitan pada saat tahapan produksi terdahulu (Horngren,
1992:321).
Pengawasan bahan adalah suatu fungsi terkoordinasi didalam organisasi
yang terus-menerus disempurnakan untuk meletakkan pertanggungjawaban atas
pengelolaan bahan baku dan persediaan pada umumnya, serta menyelenggarakan
suatu pengendalian internal yang menjamin adanya dokumen dasar pembukuan
yang mendukung sahnya suatu transaksi yang berhubungan dengan bahan,
pengawasan bahan meliputi pengawasan fisik dan pengawasan nilai atau rupiah
bahan (Supriyono, 1999:400). Kegiatan pengawasan persediaan tidak terbatas
pada penentuan atas tingkat dan komposisi persediaan, tetapi juga termasuk
pengaturan dan pengawan atau pelaksanaan pengadaan bahan-bahan yang
diperlukan sesaui dengan jumlah dan waktu yang dibutuhkan dengan biaya yang
serendah-rendahnya.
2.3.1 Tujuan pengendalian persediaan
Menurut Assauri (1998:177), tujuan pengawasan persediaan dapat diartikan
sebagai usaha untuk.
1. Menjaga jangan sampai perusahaan kehabisan persediaan sehingga
menyebabkan proses produksi terhenti.
2. Menjaga agar penentuan persediaan oleh perusahaan tidak terlalu besar
sehingga biaya yang berkaitan dengan persediaan dapat ditekan.
22
3. Menjaga agar pembelian bahan baku secara kecil-kecilan dapat dihindari.
Tujuan dasar pengendalian bahan adalah kemampuan untuk mengirimkan
surat pesanan pada saat yang tepat pada pemasok terbaik untuk memperoleh
kuantitas yang tepat pada harga dan kualitas yang tepat (Matz, 1994:229).
Kesimpulan, dalam rangka mencapai tujuan tersebut, pengendalian
persediaan dan pengadaan perencanaan bahan baku yang dibutuhkan baik dalam
jumlah maupun kuantitas yang sesuai dengan kebutuhan untuk produksi serta
kapan pesanan dilakukan.
2.3.2 Prinsip-prinsip pengendalian
Menurut Matz (1994:230), sistem dan teknik pengendalian persediaan harus
didasarkan pada prinsip-prinsip berikut:
1. Persediaan diciptakan dari pembelian bahan dan suku cadang, tambahan
biaya pekerja, dan overhead untuk mengelola bahan menjadi barang jadi.
2. Persediaan berkurang melalui penjualan dan kerusakan.
3. Perkiraan yang tepat atas skedul penjualan dan produksi merupakan hal
yang esensial bagi pembelian, penanganan, dan investasi bahan yang
efisien.
4. Kebijakan manajemen, yang berupaya menciptakan keseimbangan antara
keragaman dan kuantitas persediaan bagi operasi yang efisien dengan biaya
pemilikan persediaan tersebut merupakan faktor yang paling utama dalam
menentukan investasi persediaan.
5. Pemesanan bahan merupakan tanggapan terhadap perkiraan dan penyusunan
rencana pengendalian produksi.
23
6. Pencatatan persediaan saja tidak akan mencapai pengendalian atas
persediaan.
7. Pengendalian bersifat komparatif, relatif dan tidak mutlak.
Matz (1994:229) berpendapat bahwa pengendalian persediaan yang efektif
harus.
1. Menyediakan bahan dan suku cadang yang dibutuhkan bagi operasi yang
efisien dan lancar.
2. Menyediakan cukup banyak stock dalam periode kekurangan pasokan
(musiman, siklus, atau pemogokan) dan dapat mengantisipasi perubahan
harga.
3. Menyiapkan bahan dengan waktu dan biaya penanganan yang minimum
serta melindunginya dari kebakaran, pencurian, dan kerusakan selama bahan
tersebut ditangani.
4. Mengusahakan agar jumlah persediaan yang tidak terpakai, berlebih, atau
yang rusak sekecil mungkin dengan melaporkan perubahan produk secara
sistematik, dimana perubahan tersebut mungkin akan mempengaruhi bahan
suku cadang.
5. Menjamin kemandirian persediaan bagi pengiriman yang tepat waktu
kepada pelanggan.
6. Menjaga agar jumlah modal yang diinvestasikan dalam persediaan berada
pada tingkat yang konsisten dengan kebutuhan operasi dan rencana
manajemen.
24
2.3.3 Sistem pengendalian persediaan
Menurut Assauri (1998), penentuan jumlah persediaan perlu ditentukan
sebelum melakukan penilaian persediaan. Jumlah persediaan dapat ditentukan
dengan dua sistem yang paling umum dikenal pada akhir periode antara lain.
1. Periodic system, yaitu setiap akhir periode dilakukan perhitungan secara
fisik agar jumlah persediaan akhir dapat diketahui jumlahnya secara pasti.
2. Perpetual system, atau book inventory yaitu setiap kali pengeluaran
diberikan catatan administrasi barang persediaan.
Beberapa cara yang dapat dipergunakan dalam melaksanakan penilaian
persediaan yaitu.
1. First In, First Out (FIFO) atau masuk pertama keluar pertama
Cara ini didasarkan atas asumsi bahwa arus harga bahan adalah sama
dengan arus penggunaan bahan. Sejumlah unit bahan dengan harga beli tertentu
sudah habis dipergunakan, maka penggunaan bahan berikutnya harganya akan
didasarkan pada harga beli berikutnya. Atas dasar metode ini maka harga atau
nilai dari persediaan akhir adalah sesuai dengan harga dan jumlah pada unit
pembelian terakhir.
2. Last In, First Out (LIFO) atau masuk terakhir keluar pertama
Perusahaan beranggapan bahwa harga beli terakhir dipergunakan untuk
harga bahan baku yang pertama keluar sehingga masih ada stock dinilai
berdasarkan harga pembelian terdahulu.
25
3. Weighted Average (Rata-rata tertimbang)
Cara ini didasarkan atas harga rata-rata perunit bahan adalah sama dengan
jumlah harga perunit yang dikalikan dengan masing-masing kuantitasnya
kemudian dibagi dengan seluruh jumlah unit bahan dalam perusahaan tersebut.
4. Harga standar
Besarnya nilai persediaan akhir dari suatu perusahaan akan sama dengan
jumlah unit persediaan akhir dikalikan dengan harga standar perusahaan. Harga
pokok produksi suatu unit atau sekelompok produk selama periode tertentu, yang
ditentukan dimuka.
2.4 Penggunaan Bahan Baku
2.4.1 Pengertian bahan baku
Salah satu fungsi pokok perusahaan manufaktur adalah fungsi produksi.
Perusahaan bertugas mengolah bahan baku menjadi produk jadi. Bahan baku
adalah barang-barang yang dibeli perusahaan untuk digunakan dalam proses
produksi (Jusup 1999: 408). Pendapat tersebut tidak berbeda jauh dengan
pendapat Suadi (2000: 64) bahwa bahan baku adalah bahan yang menjadi bagian
produk jadi dan dapat diidentifikasikan ke produk jadi. Menurut Syamsudin
(2001: 281) bahwa bahan baku adalah persediaan yang dibeli oleh perusahaan
untuk diproses menjadi barang setengah jadi dan akhirnya barang jadi atau produk
akhir dari perusahaan. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa
bahan baku merupakan bahan yang dibuat menjadi barang jadi.
2.4.2 Perkiraan kebutuhan bahan baku
Menurut Syamsudin (2001), perkiraan kebutuhan bahan baku merupakan
suatu perkiraan banyaknya bahan baku yang akan digunakan dalam proses
26
produksi dalam suatu periode. Perkiraan kebutuhan bahan baku untuk proses
produksi biasanya didasarkan pada pengalaman tahun-tahun yang lalu sehingga
dalam proses produksi tidak terjadi kekurangan atau kelebihan bahan baku.
Secara umum, tingkat penggunaan bahan baku yang diperkirakan sebagai
kebutuhan suatu perusahaan untuk proses produksi relatif tetap atau bertambah
dengan pertambahan yang teratur. Tujuannya agar proses produksi berjalan
dengan lancar, diperlukan kecermatan dalam memperkirakan kebutuhan bahan
baku. Memperkirakan kebutuhan bahan baku secara rutin untuk proses produksi,
perusahaan juga perlu memperkirakan kebutuhan bahan baku secara khusus,
misalnya menjelang hari raya atau hari- hari besar atau adanya pesanan yang tidak
diduga.
2.4.3 Penentuan kebutuhan bahan baku
Menurut Suadi (2000), setelah kebutuhan bahan baku untuk proses produksi
diprediksi atau diperkirakan, manajemen perusahaan perlu mengambil keputusan
untuk menentukan jumlah bahan baku yang harus dibeli dan kapan harus
dilakukan pembelian. Bertujuan agar pengambilan keputusan manajemen tentang
jumlah bahan baku yang harus dibeli dan kapan harus membeli tepat waktu, dapat
digunakan perhitungan pembelian optimal dengan metode EOQ.
2.5 Langkah-Langkah dalam Melaksanakan Pengendalian Persediaan
Bahan Baku
2.5.1 Menentukan jumlah pemesanan yang ekonomis (EOQ)
Menurut Gitosudarmo (2002: 101), EOQ merupakan volume atau jumlah
pembelian yang paling ekonomis untuk dilaksanakan pada setiap kali pembelian.
Begitu juga pendapat Hansen dan Mowen (2005: 473). Menurut mereka, EOQ
27
atau kuantitas pesanan ekonomis adalah sebuah contoh dari sistem persediaan
yang bertujuan menentukan kuantitas pesanan yang akan meminimalkan total
biaya. Pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa EOQ merupakan suatu metode
pembelian bahan baku yang optimal yang dilakukan pada setiap kali pembelian
dengan meminimalkan biaya persediaan.
Perusahaan manufaktur dalam rangka proses produksi akan melakukan
pembelian bahan baku. Pembelian bahan baku tersebut dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan perusahaan selama satu periode tertentu dengan biaya yang
minimal agar perusahaan tidak kekurangan bahan baku. Tujuannya agar
pembelian (carrying) dan persediaan bahan baku (ordering cost) optimal, dalam
perhitungan biaya dapat digunakan metode EOQ (Hansen dan Mowen, 2005).
Langkah ini sesuai dengan yang dikatakan Ahyari (1999: 160) bahwa
pembelian dalam jumlah yang optimal untuk mencari jumlah pembelian yang
tepat dalam setiap kali pembelian guna menutup kebutuhan yang tepat sehingga
menghasilkan total biaya persediaan yang paling minimal. EOQ dipengaruhi oleh
beberapa unsur, yaitu biaya penyimpanan per unit, biaya pemesanan per pesan,
kebutuhan bahan baku untuk satu periode, dan harga pembelian.
Berkaitan dengan hal tersebut, Harahap (1999) dan Indra (2008)
menyimpulkan bahwa EOQ memiliki beberapa asumsi sebagai berikut.
(1) Harga per unit barang konstan dan tidak memengaruhi jumlah barang yang
akan dipesan nantinya.
(2) Biaya penyimpanan per unit per tahun konstan.
(3) Pada saat pemesanan barang tidak terjadi kehabisan barang atau Back Order
yang menyebabkan perhitungan menjadi tidak tepat.
28
(4) Permintaan konsumen, biaya pemesanan, biaya transportasi, dan waktu
antara pemesanan barang sampai dengan barang tersebut dikirim dapat
diketahui secara pasti dan bersifat konstan.
(5) Jumlah barang yang dipesan pada setiap pemesanan selalu stabil.
2.5.2 Frekuensi pembelian bahan baku
Frekuensi pembelian bahan baku berpengaruh terhadap biaya pemesanan
dan biaya penyimpanan. Semakin sering perusahaan melakukan pembelian bahan
baku, semakin banyak biaya pemesanan dan biaya penyimpanan yang
dikeluarkan. Frekuensi pembelian bahan baku perlu ditetapkan secara cermat.
Menurut Carter (2009: 315), penetapan frekuensi pembelian bahan baku
didasarkan pada kebutuhan bahan baku per tahun dan kuantitas pemesanan atau
pembelian ekonomis.
2.5.3 Menentukan persediaan pengaman (SS)
Perusahaan manufaktur membutuhkan ketersediaan bahan baku untuk
menjamin kelancaran produksi. Persediaan bahan baku itu disebut persediaan
pengaman, yang oleh Ahyari (1999: 199) diartikan sebagai persediaan yang
dicadangkan sebagai pengaman dari kelangsungan proses produksi perusahaan.
Pendapat Ahyari tersebut hampir sama dengan pendapat Hansen dan Mowen
(2005: 474) bahwa persediaan pengaman adalah persediaan ekstra yang disimpan
sebagai jaminan atas fluktuasi permintaan. Martono dan Harjito (2008: 88) juga
berpendapat senada dengan kedua pendapat tersebut bahwa persediaan pengaman
adalah persediaan minimal yang ada di perusahaan untuk berjaga-jaga apabila
perusahaan kekurangan barang atau ada keterlambatan bahan yang dipesan sampai
di perusahaan. Atas dasar beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa
29
persediaan pengaman merupakan jumlah persediaan bahan baku minimal yang
harus ada untuk menjaga kemungkinan keterlambatan bahan baku yang akan
dibeli perusahaan.
Mengacu pada hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa persediaan pengaman
penting dalam perusahaan manufaktur karena pada kenyataannya jumlah bahan
baku yang diperlukan untuk proses produksi tidak selalu tepat seperti yang
direncanakan. Menurut Hansen dan Mowen (2005: 475), persediaan pengaman
(safety stock) dapat dihitung melalui perkalian tenggang waktu dengan selisih
antara tingkat penggunaan bahan baku maksimal dan tingkat rata-rata
penggunaan.
2.5.4 Menentukan titik pemesanan kembali (ROP)
Perusahaan juga harus menentukan reorder point (titik pemesanan kembali)
apabila besar persediaan pengaman telah diketahui. Menurut Hansen dan Mowen
(2005: 470), reorder point adalah titik waktu di mana sebuah pesanan baru harus
dilakukan (atau persiapan dimulai). Pendapat tersebut hampir sama dengan
pendapat Martono dan Harjito (2008: 88) bahwa reorder point adalah saat harus
diadakan pesanan lagi sehingga penerimaan bahan yang dipesan tepat pada waktu
persediaan di atas safety stock sama dengan nol. Berdasarkan beberapa pendapat
tersebut, dapat disimpulkan bahwa titik pemesanan kembali atau reorder point
adalah saat perusahaan harus mengadakan pemesanan kembali bahan baku
sehingga datangnya pesanan tersebut tepat dengan habisnya bahan baku yang ada
dalam persediaan pengaman.
Titik pemesanan kembali bahan baku perlu ditentukan dengan cermat
karena kekeliruan pemesanan kembali bahan baku dapat mengakibatkan proses
30
produksi terganggu. Menurut Martono dan Harjito (2008: 88), dalam menentukan
titik pemesanan kembali perlu diperhatikan dua faktor berikut.
(1) Penggunaan bahan selama Lead Time.
(2) Safety stock (persediaan pengaman)
2.5.5 Menentukan jumlah persediaan maksimum (Maximum Inventory)
Persediaan maksimum merupakan jumlah persediaan yang paling besar
yang sebaiknya dapat diadakan oleh perusahaan. Batas maksimum ini kadang-
kadang tidak didasarkan atas pertimbangan efisiensi dan efektifitas kegiatan
perusahaan. Besarnya persediaan maksimum dalam hal ini hanya didasarkan atas
kemampuan keuangan perusahaan, kemampuan gudang yang ada dan kerusakan
barang tersebut. Menurut Assauri (1999), persediaan maksimum ditentukan
dengan cara menjumlahkan safety stock (persediaan penyelamat) dengan EOQ
(jumlah pemesanan ekonomis).
2.5.6 Total biaya persediaan
Perusahaan harus mengeluarkan biaya untuk keperluan persediaan bahan
baku dalam mengadakan persediaan bahan baku tersebut. Biaya persediaan bahan
baku tersebut yaitu biaya persediaan untuk pembelian bahan baku yang terdiri atas
total biaya pemesanan dan total biaya penyimpanan.
2.6 Penelitian Terdahulu
Penulis mendapat rujukan dari beberapa materi dari peneliti dahulu yang
mengangkat topik yang sama yaitu “analisis pengendalian persediaan bahan baku”
untuk melengkapi materi pada penelitian ini. Para peneliti terdahulu tersebut,
sebagai berikut.
31
Menurut penelitian Arga Mahardhika (2011) dengan judul “Analisis
Perbandingan Pengendalian Persediaan Bahan Baku dengan pendekatan metode
EOQ dan metode Kanban” diketahui bahwa menggunakan metode EOQ dapat
diketahui kuantitas pemesanan paling ekonomis Wiper Pivot sebesar 1461 unit,
Safety Stock 567 unit dan ROP sebesar 630 unit. Komponen Wiper Assy sebesar
1215 unit, Safety Stock 575 unit dan ROP sebesar 638 unit. Komponen Arm &
Blade sebesar 1157 unit, Safety Stock 934 unit dan ROP sebesar 1010 unit.
Menggunakan metode Kanban dapat diketahui memerlukan satu kartu kanban
dengan kuantitas pemesanan Wiper Pivot sebesar 192 unit. Komponen Wiper Assy
dapat diketahui memerlukan satu kartu kanban dan kuantitas pemesanan
ekonomis sebesar 192 unit. Komponen Arm & Blade memerlukan satu kartu
kanban dengan kuantitas pemesanan sebesar 288 unit. Penerapan metode EOQ
untuk periode perencanaan selama satu periode dihasilkan penghematan dari TIC
sebesar Rp. 13.006.808 untuk komponen Wiper Pivot, sebesar Rp. 11.363.563
untuk komponen Wiper Assy dan sebesar Rp. 6.533.310 untuk Arm & Blade.
Kesimpulannya adalah penelitian tersebut berfokus pada metode EOQ dan
sistem kanban. Persamaan dari penelitian sebelumnya dan penelitian yang
dilakukan penulis saat ini adalah sama-sama menggunakan metode EOQ. Hal
tersebut dilihat dari persamaannya, jika dilihat dari segi perbedaannya terletak
pada lokasi penelitian dan jenis komoditi yang diteliti juga berbeda serta tidak
menggunakan sistem kanban. Penulis juga mencantumkan tabel yang berisi model
biaya variabel total persediaan, hubungan antara EOQ, safety stock, reorder point,
dan persediaan maksimum serta perbandingan antara data aktual perusahaan
dengan analisis persediaan bahan baku yang efisien.
32
Menurut penelitian Aris Nuryanto (2010) dengan judul “Analisis
Perbandingan Pengendalian Persediaan Bahan Baku Kain Micropolar Fleece
antara pendekatan model EOQ dengan Just In Time Inventory Control (JIT/EOQ)
pada CV Cahyo Nugroho Jati Sukoharjo” diketahui bahwa kebijakan pengadaan
bahan baku yang dilakukan CV Cahyo Nugroho Jati Sukoharjo selama ini belum
optimal dan belum menunjukan biaya yang minimum, artinya biaya persediaan
yang selama ini dikeluarkan perusahaan masih lebih besar jika dibandingkan
dengan perusahaan menerapkan pengendalian persediaan bahan baku dengan
menggunakan metode EOQ maupun metode JIT/EOQ.
Kesimpulannya adalah penelitian tersebut berfokus pada metode EOQ dan
JIT/EOQ. Persamaan dari penelitian sebelumnya dan penelitian yang dilakukan
penulis saat ini adalah sama-sama menggunakan metode EOQ. Hal tersebut
dilihat dari persamaannya, jika dilihat dari segi perbedaannya terletak pada lokasi
penelitian dan jenis komoditi yang diteliti juga berbeda. Penulis menjabarkan
metode EOQ. Penulis juga mencantumkan tabel yang berisi model biaya variabel
total persediaan; hubungan antara EOQ, safety stock, reorder point, dan
persediaan maksimum serta perbandingan antara data aktual perusahaan dengan
analisis persediaan bahan baku yang efisien.
Menurut penelitian Lulus Kantimaulida Fatma (2014) dengan judul
“Analisis Persediaan Bahan Baku Kedelai di Pabrik Tahu UD. Jaya Abadi
Situbondo” diketahui bahwa total biaya persediaan bahan baku aktual yang
dikeluarkan perusahaan adalah sebesar Rp 20.701.698,55 dan total biaya
persediaan menggunakan analisis pengendalian persediaan bahan baku yang
33
ekonomis sebesar Rp 20.014.050,38. Perusahaan dapat menghemat anggaran atau
pengeluaran sebesar Rp 687.648,17.
Kesimpulannya adalah penelitian tersebut berfokus pada metode EOQ.
Persamaan dari penelitian sebelumnya dan penelitian yang dilakukan penulis saat
ini adalah sama-sama menggunakan metode EOQ. Hal tersebut dilihat dari
persamaannya, jika dilihat dari segi perbedaannya terletak pada lokasi penelitian
dan jenis komoditi yang diteliti juga berbeda.
Menurut penelitian Ni KT. Puspasari K. Dewi (2004) dengan judul
“Analisis Persediaan Bahan Baku pada Perusahaan Kopi Bubuk UD Mekar Sari di
Kabupaten Karangasem” diketahui bahwa jumlah pembelian bahan baku yang
dilakukan oleh perusahaan adalah sebesar 1.260,37 kg kopi bijian dengan
frekuensi pembelian sebanyak 30 kali. Jumlah persediaan penyelamat adalah
sebesar 127,08 kg kopi bijian. Reorder Point dilakukan pada saat persediaan kopi
bijian sebanyak 254,16 kg. Jumlah persediaan maksimum yang sebaiknya
dipertahankan perusahaan sebesar 1.387,45 kg kopi bijian sedangkan total biaya
persediaan yang sesungguhnya yang dikeluarkan perusahaan pada tahun 2003
yaitu sebesar Rp 2.163.840,00 dengan jumlah bahan baku yang dibutuhkan
sebesar 36.600 kg kopi bijian. Total biaya persediaan bahan baku yang seharusnya
dikeluarkan oleh perusahaan sebesar Rp 1.331.879,00 (kebutuhan bahan bakunya
sebesar 38.125 kg).
Kesimpulannya adalah penelitian tersebut berfokus pada metode EOQ.
Persamaan dari penelitian sebelumnya dan penelitian yang dilakukan penulis saat
ini adalah sama-sama menggunakan metode EOQ. Hal tersebut dilihat dari
34
persamaannya, jika dilihat dari segi perbedaannya terletak pada lokasi penelitian
dan jenis komoditi yang diteliti juga berbeda.
2.7 Kerangka Pemikiran
Oka Jamur Bali merupakan salah satu perusahaan yang memproduksi
baglog jamur tiram dan ketersediaan bahan bakunya terkadang belum dapat
mencukupi kebutuhan proses produksinya. Bahan baku merupakan salah satu
faktor penting selain tenaga kerja yang sangat menentukan keberhasilan jalannya
proses produksi suatu perusahaan.
Ketidaklancaran proses produksi terjadi apabila jumlah bahan baku tidak
sesuai dengan kebutuhan perusahaan, sehingga output yang diperoleh tidak
maksimal. Sebaliknya jika ketersediaan bahan baku yang terlalu besar akan
meningkatkan biaya produksi tersebut. Bahan baku utama yang diperlukan adalah
serbuk gergaji kayu. Mengontrol ketersediaan bahan baku dapat dilakukan dengan
dua cara yaitu metode deskriptif dan metode kuantitatif. Metode deskriptif
bertujuan untuk menjawab tujuan pertama penelitian yaitu untuk mengetahui pola
pembelian bahan baku serbuk gergaji kayu sedangkan metode kuantitatif untuk
menjawab tujuan kedua dan ketiga penelitian yaitu untuk mengetahui penerapan
analisis persediaan bahan baku yang efektif dan seberapa besar efisiensi biaya
persediaan. Perlu diterapkan sistem pengendalian persediaan bahan baku dengan
tujuan agar mengefisiensikan biaya persediaan dari pembelian bahan baku. Biaya
persediaan meliputi biaya pemesanan dan biaya penyimpanan.
Langkah selanjutnya, peneliti akan melakukan perhitungan dengan
menggunakan metode EOQ guna untuk membandingkan antara total biaya
persediaan aktual yaitu total biaya persediaan yang dikeluarkan perusahaan
35
sebelum perusahaan menerapkan analisis pengendalian persediaan bahan baku
dengan total biaya persediaan normatif yaitu total biaya persediaan yang
dikeluarkan oleh perusahaan setelah perusahaan menerapkan analisis
pengendalian persediaan bahan baku. Berdasarkan hal tersebut, apabila total biaya
persediaan yang dikeluarkan oleh perusahaan menunjukkan nilai yang lebih besar,
maka hasil analisis tersebut akan direkomendasikan kepada Oka Jamur Bali. Hal
ini menunjukkan bahwa biaya persediaan yang dikeluarkan oleh perusahaan
belum menunjukkan nilai yang ekonomis dan perusahaan perlu melakukan
penghematan-penghematan terhadap pengeluaran yang tidak perlu. Secara
sistematis, kerangka pemikiran pengendalian persediaan bahan baku pada Oka
Jamur Bali di Desa Penarungan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung
disajikan seperti pada Gambar 2.1.
36
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Serbuk
Gergaji Kayu di Oka Jamur Bali
OKA JAMUR BALI
Bahan Baku
TIC Normatif
(Total Inventory Cost)
Efisiensi Biaya
Kesimpulan
Metode Deskriptif
(Pola Pembelian
Bahan Baku)
Metode Kuantitatif
TIC Aktual
(Total Inventory Cost)
Rekomendasi
Analisis Pengendalian
Persediaan BB
Biaya Aktual Biaya Normatif
1. Jumlah Pemesanan
Ekonomis
2. Frekuensi
3. Safety Stock
4. Reorder Point
5. Maximum Inventory