ii titrasi potensiometri
TRANSCRIPT
PERCOBAAN II
Judul : Titrasi Potensiometri Asam Amino
Tujuan : Untuk Mempelajari Reaksi-Reaksi Asam Amino dengan Ion-Ion
Hidrogen
Hari, Tanggal: Rabu, 21 Maret 2013
Tempat : Laboratorium Kimia FKIP UNLAM Banjarmasin
I. DASAR TEORI
Potensiometri yaitu pengukuran tunggal terhadap potensial dari suatu
aktivitas ion yang diamati, hal ini terutama diterapkan dalam pengukuran pH
larutan (Basset 1994).Proses potensiometri dapat dilakukan dengan bantuan
elektroda indikator dan elektroda pembanding yang sesuai. Dengan demikian,
kurva titrasi yang diperoleh dengan menggambarkan grafik potensial terhadap
volume titran yang ditambahkan, mempunyai kenaikan yang tajam di sekitar titik
kesetaraan. Dari grafik itu dapat diperkirakan titik akhir titrasi. Cara potensiometri
ini dapat digunakan bila tidak ada indikator yang cocok untuk menentukan titik
akhir titrasi, misalnya dalam hal larutan keruh atau bila daerah kesetaran sangat
pendek dan tidak cocok untuk penetapan titik akhir titrasi dengan indikator (Rivai,
1995).
Potensial dalam titrasi potensiometri dapat diukur sesudah penambahan
sejumlah kecil volume titran secara berturut-turut atau secara kontinu dengan
perangkat automatik. Presisi dapat dipertinggi dengan sel konsentrasi. Elektroda
indikator yang digunakan dalam titrasi potensiometri tentu saja akan bergantung
pada macam reaksi yang sedang diselidiki. Jadi untuk suatu titrasi asam basa,
elektroda indikator dapat berupa elektroda hidrogen atau sesuatu elektroda lain
yang peka akan ion hidrogen, untuk titrasi pengendapan halida dengan perak
nitrat, atau perak dengan klorida akan digunakan elektroda perak, dan untuk titrasi
redoks (misalnya, besi(II)) dengan dikromat digunakan kawat platinum semata-
mata sebagai elektroda redoks (Khopkar, 1990).
Asam amino adalah sembarang senyawa organik yang memiliki gugus
fungsional karboksil (-COOH) dan amina (biasanya -NH2). Dalam biokimia
seringkali pengertiannya dipersempit: keduanya terikat pada satu atom karbon (C)
yang sama (disebut atom C " alfa " atau α ). Gugus karboksil memberikan sifat
asam dan gugus amina memberikan sifat basa. Dalam bentuk larutan, asam amino
bersifat amfoterik: cenderung menjadi asam pada larutan basa dan menjadi basa
pada larutan asam. Perilaku ini terjadi karena asam amino mampu menjadi zwitter
-ion . Asam amino termasuk golongan senyawa yang paling banyak dipelajari
karena salah satu fungsinya sangat penting dalam organisme, yaitu sebagai
penyusun protein.
Struktur asam amino secara umum adalah satu atom C yang mengikat empat
gugus: gugus amina (NH2), gugus karboksil (COOH), atom hidrogen (H), dan satu
gugus sisa (R, dari residue) atau disebut juga gugus atau rantai samping yang
membedakan satu asam amino dengan asam amino lainnya.
Atom C pusat tersebut dinamai atom C-α ("C-alfa") sesuai dengan
penamaan senyawa bergugus karboksil, yaitu atom C yang berikatan langsung
dengan gugus karboksil. Oleh karena gugus amina juga terikat pada atom Cα ini,
senyawa tersebut merupakan asam α-amino. Asam amino biasanya
diklasifikasikan berdasarkan sifat kimia rantai samping tersebut menjadi empat
kelompok. Rantai samping dapat membuat asam amino bersifat asam lemah, basa
lemah, hidrofilik jika polar, dan hidrofobik jika nonpolar. Karena atom C pusat
mengikat empat gugus yang berbeda, maka asam amino—kecuali glisina—
memiliki isomer optik : L dan D. Cara sederhana untuk mengidentifikasi isomeri
ini dari gambaran dua dimensi adalah dengan "mendorong" atom H ke belakang
pembaca (menjauhi pembaca). Jika searah putaran jarum jam (putaran ke kanan)
terjadi urutan karboksil-residu-amina maka ini adalah tipe D. Jika urutan ini
terjadi dengan arah putaran berlawanan jarum jam, maka itu adalah tipe L.
(Aturan ini dikenal dalam bahasa Inggris dengan nama CLRN, dari singkatan
COOH – R - NH2).
Polimerisasi asam amino
Protein merupakan polimer yang tersusun dari asam amino sebagai
monomernya. Monomermonomer ini tersambung dengan ikatan peptida , yang
mengikat gugus karboksil milik satu monomer dengan gugus amina milik
monomer di sebelahnya. Reaksi penyambungan ini (disebut translasi) secara alami
terjadi di sitoplasma dengan bantuan ribosom dan tRNA. Protein merupakan
polimer yang tersusun dari asam amino sebagai monomernya. Monomermonomer
ini tersambung dengan ikatan peptida , yang mengikat gugus karboksil milik satu
monomer dengan gugus amina milik monomer di sebelahnya. Reaksi
penyambungan ini (disebut translasi) secara alami terjadi di sitoplasma dengan
bantuan ribosom dan tRNA.
Pada polimerisasi asam amino, gugus -OH yang merupakan bagian gugus
karboksil satu asam amino dan gugus -H yang merupakan bagian gugus amina
asam amino lainnya akan terlepas dan membentuk air. Oleh sebab itu, reaksi ini
termasuk dalam reaksi dehidrasi. Molekul asam amino yang telah melepaskan
molekul air dikatakan disebut dalam bentuk residu asam amino. Asam amino
dalam bentuk tidak terion (kiri) dan dalam bentuk zwitter -ion . Karena asam
amino memiliki gugus aktif amina dan karboksil sekaligus, zat ini dapat dianggap
sebagai sekaligus asam dan basa (walaupun pH alaminya biasanya dipengaruhi
oleh gugus-R yang dimiliki). Pada pH tertentu yang disebut titik isolistrik, gugus
amina pada asam amino menjadi bermuatan positif (terprotonasi, –NH3+),
sedangkan gugus karboksilnya menjadi bermuatan negatif (terdeprotonasi,–COO).
Titik isoelektrik ini spesifik bergantung pada jenis asam aminonya. Dalam
keadaan demikian, asam amino tersebut dikatakan berbentuk zwitter -ion. Zwitter-
ion dapat diekstrak dari larutan asam amino sebagai struktur kristal putih yang
bertitik lebur tinggi karena sifat dipolarnya. Kebanyakan asam amino bebas
berada dalam bentuk zwitter-ion pada pH netral maupun pH fisiologis yang dekat
netral.
Pada polimerisasi asam amino, gugus -OH yang merupakan bagian gugus
karboksil satu asam amino dan gugus -H yang merupakan bagian gugus amina
asam amino lainnya akan terlepas dan membentuk air. Oleh sebab itu, reaksi ini
termasuk dalam reaksi dehidrasi. Molekul asam amino yang telah melepaskan
molekul air dikatakan disebut dalam bentuk residu asam amino.
Berikut beberapa macam asam amino yang digunakan pada percobaan, yaitu
:
1. Alanin
Alanin merupakan asam amino yang gugus R nya nonpolar, atau disebut
juga asam amino hidrofobik. Alanin mempunyai gugus R alifatik –CH3. rumus
strukturnya adalah:
2. Glisin
Glisin adalah satu-satunya asam amino internal pada heliks kolagen, suatu
protein struktural. Pada sejumlah protein penting tertentu, misalnya sitokrom c,
mioglobin, dan hemoglobin, glisina selalu berada pada posisi yang sama
sepanjang evolusi (terkonservasi). Penggantian glisina dengan asam amino lain
akan merusak struktur dan membuat protein tidak berfungsi dengan normal.
Tubuh manusia memproduksi glisina dalam jumlah mencukupi. Glisina berperan
dalam sistem saraf sebagai inhibitor neurotransmiter pada sistem saraf pusat
(CNS).
Reaksi asam amino
Asam amino dapat bereaksi dengan basa kuat karena bersifat asam lemah
dan bereaksi dengan asam kuat karena mengandung gugus -NH2 yang bersifat
basa lemah. Gugus yang memberikan sifat asam adalah gugus –COOH. Hal ini
karena asam amino bersifat amfoter.
Asam α-amino secara umum dimisalkan sebagai R-CH(NH2)-COOH. Pada
saat larutannya direaksikan dengan basa kuat, NaOH maka OH- menyerang gugus
-COOH terbentuklah -COO-.
R-CH(NH2)-COOH + OH- → R-CH(NH2)-COO- + H2O
Ketika asam amino itu direaksikan dengan asam kuat, H2SO4(aq), ion-ion
H+ tertarik ke gugus -NH2 membentuk -NH3+.
R-CH(NH2)-COOH + H+ → R-CH(NH3+)-COOH
Ketika larutan NaOH ditambahkan ke dalam larutan asam amino, ion-ion
OH- dari NaOH menumbuk gugus -COOH dan menarik ion H+ membentuk H2O.
Gugus asam berubah menjadi -COO-. Berarti saat asam amino ditambah basa
kuat, bersifat asam lemah. Kebalikannya, saat asam amino direaksikan dengan
asam kuat HCl(aq), ion-ion H+ tertarik ke gugus -NH2 membentuk -NH3+. Berarti
ketika asam amino ditambah dengan asam kuat, bersifat basa lemah.
Kesimpulannya, asam amino bersifat amfoter, dapat bereaksi dengan asam kuat
dan
Berdasarkan pada struktur rantai samping (R) aam-asam amino termasuk
dalam golongan asam amino berikut:
1. rantai samping netral
2. rantai samping basa
3. rantai samping asam.
4. Asam Amino Netral
Pada rantai samping netral, asam amino yang termasuk dalam golongan ini
tidak mempunyai gugus karboksil maupun gugus fungsional basa dalam rantai
sampingnya. Lima belas dari 20 asam amino termasuk dalam golongan ini. Asam
amino netral ini dibagi dalam asam amino polar dan non polar. Contoh asam
amino netral non polar : alanin, glisin, isoleusin, leusin, metionin, fenilalanin,
triptofan, dan valin.
Sedangkan asam amino netral polar : asparagin, sistein, glutamin, serin, threonin,
tirosin.
Asam amino netral non polar umumnya adalah yang paling sukar larut
dalam air dari seluruh 20 asam amino ini. Pada pH 6-7 mereka berada sebagai ino
dipolar yang netral. Tak satupun dari asam amino ini yang gugus fungsional rantai
cabangnya dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air (Nitrogen heterosiklik
dari triptofan tak membentuk ikatan hidrogen dengan air karena pasangan
elektronnya adalah sebagian dari awan elektron pi. Gugus sulfida dalam metionin
tak polar sehingga tak membentuk ikatan hidrogen dengan air.
1. Asam Amino Basa
Asam amino basa terdiri dari : arginin, histidin, dan lisin. Masing-masing dari
asam amino ini mempunyai gugus fungsional yang dapat bereaksi dengan proton
pada pH 6-7 dan membentuk senyawa ion yang bermuatan positif. Sehingga pada
pH 6-7 suatu asam amino basa mempunyai dua muatan positif dan satu muatan
negatif atau akhirnya sebuah muatan positif.
2. Asam Amino Asam
Dua dari asam amino digolongkan ke dalam asam karena mempunyai gugus
karboksil pada rantai cabangnya. Pada pH 6-7, rantai cabang karboksil ini akan
melepaskan protonnya ke air untuk membentuk suatu bentuk dengan dau muatan
negatif dan sebuah muatan positif sehingga pada pH 6-7 asam amino mempunyai
muatan negatif.
II. ALAT DAN BAHAN
A. Alat-alat yang digunakan :
1. Pipet tetes : 2 buah
2. pH meter : 1 buah
3. Batang pengaduk : 1 buah
4. Botol pencuci : 2 buah
5. Gelas kimia 250 mL : 4 buah
B. Bahan-bahan yang diperlukan :
1. NaOH 2 M
2. H2SO4 4 M
3. Aquades
4. Alanin
5. Glisin
III. PROSEDUR KERJA
1. Menitrasi akuades dengan H2SO4 4 M hingga pH 1,2 sebagai blanko.
2. Mengukur pH pada tiap penambahan.
3. Melarutkan glisin dalam aquades.
4. Menitrasi larutan glisin dengan H2SO4 2 M hingga pH 1,2.
5. Mengukur pH pada tiap penambahan.
6. Menitrasi glisin dengan NaOH 2 M hingga pH 12.
7. Mencatat tiap penambahan dan perubahan pH yang terjadi.
8. Melakukan prosedur yang sama auntuk asam amino yang lain, yaitu alanin.
IV. HASIL PENGAMATAN
1. Titrasi potensiometri asam amino untuk alanin
No. Volum pH
1. 0 1
2. 0.1 1.8
3. 0.2 2.1
4. 0.3 2.2
5. 0.4 2.32
6. 0.5 2.34
7. 0.6 2.4
8. 0.7 2.631
9. 0.8 3.11
10. 0.9 3.98
11. 1 6.02
12. 1.1 8.19
13. 1.2 9
14. 1.3 9.4
15. 1.4 9.6
16. 1.5 9.69
17. 1.6 9.8
18. 1.7 10.1
19. 1.8 10.5
20. 1.9 11.27
21. 2 13
2. Titrasi potensiometri asam amino untuk glisin
No. Volum OH- PH
1. 0 0
2. 0.1 1.4
3. 0.2 1.68
4. 0.3 1.9
5. 0.4 2.1
6. 0.5 2.34
7. 0.6 2.56
8. 0.7 2.79
9. 0.8 3
10. 0.9 3.5
11. 1 5.97
12. 1.1 8.8
13. 1.2 9.22
14. 1.3 9.36
15. 1.4 9.5
16. 1.5 9.6
17. 1.6 9.8
18. 1.7 10
19. 1.8 10.2
20. 1.9 10.8
21. 2 13
V. ANALISIS DATA
Pada percobaan ini dilakukan secara simulasi, dengan menggunakan
aplikasi software untuk pengukuran pH terhadap dua jenis asam amino yaitu asam
amino glisin dan alanin.
Pada saat menitrasi dengan NaOH, asam amino akan membentuk struktur
asam amino yang bersifat basa. Sebaliknya jika dititrasi dengan H2SO4 akan
membentuk struktur asam amino kation dalam keadaan asam yang ditunjukkan
oleh pH semakin kecil dari 7. Jadi, dalam keadaan ini maka gugus karboksil lebih
banyak dibandingkan dengan gugus aminonya.
Titrasi ini dilakukan untuk mencari titik isoelektrik pada asam amino,
dimana asam amino mempunyai muatan listrik netral. Jika pH yang terjadi
terdapat di atas titik isoelektriknya maka asam amino tersebut bermuatan negatif,
dan jika pHnya berada dibawah titik isoelektriknya maka asam amino tersebut
akan bermuatan positif.
Asam α-amino secara direaksikan dengan basa kuat, NaOH maka OH -
menyerang gugus -COOH terbentuklah -COO-.+ H2O. Ketika asam amino itu
direaksikan dengan asam kuat, H2SO4(aq), ion-ion H+ tertarik ke gugus -NH2
membentuk -NH3+.Bila asam amino dilarutkan dalam larutan asam (pH rendah)
akan ada perubahan proton sehingga membentuk kation. Bila pH larutan
dinaikkan (penambahan basa), kation alanin berubah, mula-mula menjadi ion
dipolar yang netral kemudian menjadi anion.
Keelektronegatifan asam kuat lebih besar sehingga menarik ikatan
elektron lebih kuat daripada atom hidrogen, dan lebih mudah dalam pembentukan
ion H+. Pengaruh pH didasarkan pada adanya perbedaan muatan antara asam-
asam amino penyusun protein, daya tarik menarik yang paling kuat antar protein
yang sama terjadi pada pH isoelektrik. Setiap protein mempunyai kelarutan
tertentu yang ditentukan oleh komposisi larutannya. Kelarutan protein secara
nyata dipengaruhi oleh pH dan umumnya mempunyai nilai yang minimum pada
pH isoelektrik. Perubahan pH akan mempengaruhi ionisasi gugus fungsional
protein sehingga muatan total protein berubah. Pada titik isoelektrik total muatan
protein sama dengan nol, sehingga interaksi antar molekul protein menjadi
maksimum.
Asam amino mempunyai satu gugus amino dan satu gugus karboksil,
apabila dilarutkan di dalam air maka gugus karboksil tersebut akan melepaskan
ion H+ sehingga membentuk –CH3COO- yang bermuatan negatif sedangkan
gugus amino akan menangkap ion H+ tersebut dan akan membentuk –NH3+ yang
bermuatan positif.
Bila pH asam amino berada di atas titik isoelektriknya, maka asam amino
itu akan bermuatan negatif. Dan bila pH asam amino berada di bawah titik
isoelektriknya maka asam amino tersebut bermuatan positif.
Asam α-amino secara direaksikan dengan basa kuat, NaOH maka OH -
menyerang gugus -COOH terbentuklah -COO-.+ H2O. Ketika asam amino itu
direaksikan dengan asam kuat, H2SO4(aq), ion-ion H+ tertarik ke gugus -NH2
membentuk -NH3+.
Asam amino dilarutkan dalam larutan asam (pH rendah) akan ada
perubahan proton sehingga membentuk kation. Bila pH larutan dinaikkan
(penambahan basa), kation alanin berubah, mula-mula menjadi ion dipolar yang
netral kemudian menjadi anion.
Pada Glisin
Glisin adalah asam amino paling sederhana dengan rumus kimia C2H5NO2.
Rumus struktur glisin adalah :
Glisin memiliki gugus karboksilat (-COOH) dan gugus amina (-NH2)
sehingga dapat membentuk zwitter ion, yang apabila dalam larutan dapat
membentuk ion karboksilat (-COO-) dan ion amonium (-NH3+) dalam sebuah
molekul glisin dengan melepaskan proton dari masing-masing gugus. Glisin
bersifat amfoter, yakni dapat bereaksi dengan asam ataupun dengan basa.
Persamaan reaksi yang terjadi saat titrasi glisin dalam susana asam :
Karenanya glisin bersifat amfoter, yakni dapat bereaksi dengan asam
ataupun dengan basa. Keadaan glisin dalam bentuk ion ini yaitu dalam bentuk
larutan. Oleh karena itu, ketika larutan glisin dititrasi dengan asam sulfat maka
dapat membentuk suatu kation. Ion H+ dari asam akan diikat oleh gugus karboksil
yang bermuatan negatif sehingga molekul glisin yang semula berupa zwitter ion
setelah menankap ion H+ hanya akan bermuatan positif saja yang berupa suatu
kation.
Ketika terjadi penambahan ion H+ pada larutan glisin akan mengakibatkan
konsentrasi ion H+ yang tinggi sehingga mampu berikatan dengan ion –COO-, dan
terbentuk gugus –COOH dan dengan demikian glisin terdapat dalam bentuk
kationnya saja.
Persamaan reaksi yang terjadi saat titrasi glisin dalam suasana basa :
Karenanya glisin bersifat amfoter, yakni dapat bereaksi dengan asam
ataupun dengan basa. Keadaan glisin dalam bentuk ion ini yaitu dalam bentuk
larutan. Oleh karena itu, ketika pada larutan glisin terjadi penambahan ion OH-
maka dapat membentuk suatu anion. Ion OH- dari basa akan menarik sebuah ion
H+ dari gugus –NH3+ sehingga molekul glisin yang semula berupa zwitter ion
setelah melepaskan sebuah ion H+ hanya akan bermuatan negatif saja yang berupa
suatu anion.
Glisin yang ditambahkan basa, maka akan terdapat dalam bentuk anionnya
karena ion OH- yang tinggi mampu mengikat ion-ion H+ yang terdapat pada gugus
–NH3+, membentuk gugus NH2 dan H2O.
Jadi, larutan glisin mengalami keseimbangan adalah sebagai berikut :
Dapat dilihat bahwa dalam suasana asam (pH rendah) ion dipol glisin
mengikat ion H+ membentuk kation sehingga ion amfoter glisin bersifat basa
sedangkan dalam suasana basa (pH tinggi) mengikat OH- menghasilkan anion dan
ion dipol glisin bersifat asam.
Bila dibandingkan antara titrasi ketika terjadi penambahan H+ dan ketika
terjadi penambahan OH-, maka ketika terjadi penambahan OH lebih cepat dalam
memberikan perubahan pH sehingga jumlah OH- yang diperlukan lebih sedikit.
Hal ini disebabkan oleh ion OH- yang tinggi mampu mengikat ion-ion H+ yang
terdapat pada gugus –NH3+, membentuk gugus NH2 dan H2O.
Titik isoelektrik dapat ditetapkan dengan titrasi. Titrasi kation dari glisin,
N3H+CH2CO2H dengan basa, ketika basa ditambahkan, ion yang terprotonkan
sempurna diubah menjadi ion dipolar yang netral, H3N+-CH2CO2-.
Ketika lebih banyak basa ditambahkan, semua bentuk kation diubah
menjadi ion dipolar yang netral. pH pada saat terjadinya hal ini adalah titik
isoelektrik. Dari grafik diketahui bahwa titik isoelektrik adalah pada pH 5,97.
Pada Alanin
Larutan alanin membentuk ion amfoter atau zwitter ion atau ion dipolar,
dengan strukturnya :
Terbentuknya zwitter ion pada alanin karena alanin memiliki gugus
karboksilat (-COOH) dan gugus amina (-NH2), yang apabila dalam larutan dapat
membentuk ion karboksilat (-COO-) dan ion amonium (-NH3+) dengan cara
melepaskan proton dari masing-masing gugus. Karenanya alanin bersifat amfoter,
yakni dapat bereaksi dengan asam ataupun dengan basa. Keadaan alanin dalam
bentuk ion ini yaitu dalam bentuk larutan alanin sebelum dititrasi. Oleh karena itu,
ketika kedalam larutan alanin ditambahkan ion H+, hal itu mengakibatkan
terbentuknya suatu kation, sedangkan ketika kedalam larutan alanin ditambahkan
ion OH- maka dapat menghasilkan suatu anion, dengan persamaan reaksi seperti
berikut ini :
Alanin dalam asam :
Alanin dalam basa :
Ketika di dalam larutan alanin bertambah ion H+ nya, hal itu akan
mengakibatkan konsentrasi ion H+ yang tinggi sehingga mampu berikatan dengan
ion –COO-, dan terbentuk gugus –COOH dan dengan demikian alanin terdapat
dalam bentuk kationnya. Sedangkan ketika di dalam larutan alanin ditambahkan
basa, maka akan terdapat dalam bentuk anionnya karena ion OH- yang tinggi
mampu mengikat ion-ion H+ yang terdapat pada gugus –NH3+, membentuk gugus
-NH2 dan H2O. Dalam hal ini alanin berperan sebagai asam Bronsted Lowry yaitu
ion yang mampu memberikan proton (H+).
Namun, asam amino alanin yang tergolong asam amino netral tidak
bersifat betul-betul netral melainkan bersifat agak asam karena keasaman gugus –
NH3+ lebih kuat daripada kebasaan gugus –COO-. Akibat perbedaan dalam
keasaman dan kebasaan ini adalah bahwa larutan berair alanin mengandung lebih
banyak anion asam amino daripada kation. Dikatakan bahwa alanin mengemban
muatan negatif netto dalam larutan berair. Berikut ini gambar alanin mengemban
muatan negatif netto pada pH 7 :
Penambahan asam pada larutan ini, akan memperbesar jumlah H3O+
sehingga sebagai akibatnya adalah bergesernya kesetimbangan ke arah kiri. Pada
pH tertentu, alanin tidak mengemban muatan ion netto yang didefinisikan sebagai
titik isoelektrik. Dari literatur, titik isoelektrik alanin adalah pada pH 6.02, dapat
dilihat pada gambar berikut :
Jadi, larutan alanin memiliki tiga bentuk ion dengan persamaan keseimbangannya
adalah sebagai berikut :
Dapat dilihat bahwa dalam suasana asam (pH rendah) ion dipol alanin
mengikat ion H+ membentuk kation alanin sehingga ion amfoter alanin bersifat
asam sedangkan dalam suasana basa (pH tinggi) mengikat OH- menghasilkan
anion dan ion dipol alanin bersifat basa.
Oleh karena itu, berdasarkan percobaan dan hasil pengamatan, semakin
banyak H+ yang ditambahkan pada larutan alanin maka pH semakin menurun
(semakin asam) dan semakin banyak OH- yang ditambahkan dari NaOH maka pH
semakin meningkat (semakin basa).
VI. KESIMPULAN
1. Asam amino di dalam air akan membentuk ion dipol atau zwitter ion atau ion
amfoter dimana gugus karboksilat dan gugus amina akan kehilangan satu
protonnya sehingga membentuk ion karboksilat dan ion amonium.
2. Larutan alanin dititrasi dengan asam sulfat maka dapat membentuk suatu
kation, sedangkan ketika larutan alanin dititrasi dengan NaOH maka dapat
menghasilkan suatu anion.
3. Larutan glisin dititrasi dengan asam sulfat maka dapat membentuk suatu
kation, sedangkan ketika larutan glisin dititrasi dengan NaOH maka dapat
menghasilkan suatu anion.
4. Harga titik isolektrik dari glisin adalah 5,97 sedangkan alanin….
VII. DAFTAR PUSTAKA
Achmad, H. 1993. Penuntun Dasar-Dasar Praktikum Kimia. Bandung: ITB.
Lehninger, Albert L. 1982. Dasar dasar Biokimia Jilid I. Jakarta : Erlangga.
Nelson David. L dan Michael M Cox. Tt. Lehninger Principle of Biochemistry
fourth edition.
Rivai, H. 1994. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta: UI-Press.
Sudarsih dan Syahmani. 2012. Panduan Praktikum Biokimia. Banjarmasin :
Laboratorium Kimia FKIP UNLAM.
LAMPIRAN
Kurva Titrasi Potensiometri untuk glisin
0 0.10.20.30.40.50.60.70.80.9 1 1.11.21.31.41.51.61.71.81.9 20123456789
1011121314
Glisin
NaOH mL ekuivalen
pH
Kurva Titrasi Potensiometri untuk glisin
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 20123456789
1011121314
Alanin
mL
pH