iii. pembenihan abalone

31
III. PEMBENIHAN ABALONE (Haliotis sp.) 3.1. Pengelolaan Induk 3.1.1. Asal Induk Induk abalone yang siap untuk di lakukan pemeliharaan yaitu induk yang berukuran diatas 5 cm dan dapat ditemukan di perairan bagian selatan pulau Bali, tepatnya di daerah perairan pantai kabupaten Jembrana. Habitat tempat hidup abalone yaitu di dasar perairan yang berkarang sebagai substrat nya dan berbatu yang ditumbuhi lumut dan ganggang laut yang digunakan sebagai pakan abalone (Bambang dkk, 2007) dalam Prosiding Simposium Nasional 2007. Menurut Setyono dan Dwiono (2011) induk abalone diperoleh dari nelayan perairan Gerupuk dan Kute (Perairan Lombok bagian selatan) serta Pulau Bungin (Sumbawa barat). Induk yang didapatkan dari alam tidak seragam karena pertumbuhan dan umur induk yang berbeda. Induk yang ditangkap dari alam berukuran >5 cm dengan kriteria sehat (tidak terluka) dan kemudian dilakukan proses aklimatisasi di Hatchery (Setyono dan Dwiono, 2011) Induk abalone biasanya berasal dari hasil tangkapan nelayan. induk abalone hasil tangkapan dari alam sulit langsung dipijahkan karena setiap induk memiliki tingkat kematangan gonad yang sangat 12

Upload: djoel-atjeh

Post on 08-Dec-2015

287 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: III. Pembenihan Abalone

III. PEMBENIHAN ABALONE (Haliotis sp.)

3.1. Pengelolaan Induk

3.1.1. Asal Induk

Induk abalone yang siap untuk di lakukan pemeliharaan yaitu induk

yang berukuran diatas 5 cm dan dapat ditemukan di perairan bagian

selatan pulau Bali, tepatnya di daerah perairan pantai kabupaten

Jembrana. Habitat tempat hidup abalone yaitu di dasar perairan yang

berkarang sebagai substrat nya dan berbatu yang ditumbuhi lumut dan

ganggang laut yang digunakan sebagai pakan abalone (Bambang dkk,

2007) dalam Prosiding Simposium Nasional 2007.

Menurut Setyono dan Dwiono (2011) induk abalone diperoleh dari

nelayan perairan Gerupuk dan Kute (Perairan Lombok bagian selatan)

serta Pulau Bungin (Sumbawa barat). Induk yang didapatkan dari alam

tidak seragam karena pertumbuhan dan umur induk yang berbeda. Induk

yang ditangkap dari alam berukuran >5 cm dengan kriteria sehat (tidak

terluka) dan kemudian dilakukan proses aklimatisasi di Hatchery (Setyono

dan Dwiono, 2011)

Induk abalone biasanya berasal dari hasil tangkapan nelayan.

induk abalone hasil tangkapan dari alam sulit langsung dipijahkan karena

setiap induk memiliki tingkat kematangan gonad yang sangat bervariasi,

menggunakan metode perangsangan (induce spawning) juga sulit untuk

dilakukan (Rusdi dkk, 2010).

3.1.2. Pemeliharaan Induk

Abalone dipelihara didalam bak beton ukuran 3 m x 2 m x 1 m,

Induk abalone di tempatkan dalam keranjang plastik yang telah diberi

lubang dengan ukuran 0,58 m x 0,39 m x 0,31 m dengan kepadatan setiap

keranjang yaitu 10 ekor/keranjang (Rusdi dkk, 2010). Semakin bertambah

ukuran abalone selama pemeliharaan semakin berkembang pula gonad

pada induk jantan dan betina pada fase kematangan akhir (Soleh dan

Suwoyo, 2008).

12

Page 2: III. Pembenihan Abalone

Induk abalone yang diperoleh dari hasil tangkapan dari alam di

kumpulkan dan dipelihara di dalam bak yang dialiri air laut yang telah

melalui proses filter menggunakan sand filter (filter pasir). Penempatan

bak penampungan induk diletakkan diruangan dengan kondisi gelap.

Pakan yang diberikan untuk abalone yaitu rumput laut jenis Gracillaria sp.

dan Ulva sp. (Bambang dkk, 2007) dalam Prosiding Simposium Nasional

2007. Pakan merupakan salah satu faktor yang paling penting dalam

menunjang keberhasilan budidaya abalon, kelangsungan hidup, dan

pertumbuhan abalon dan ketepatan jenis dan dosis pakan yang diberikan

menjadi penentu keberhasilan budidaya abalone (Azlan dkk, 2013).

Menurut Soleh dan Suwoyo (2008) ada beberapa faktor yang

mempengaruhi pematangan gonad antara lain ukuran induk, ketersediaan

benih dan kualitas pakan serta kondisi lingkungan media pemeliharaan.

Dalam pemeliharaan Induk abalone antara jantan dan betina

dipelihara di bak terpisah karena untuk menghindari pemijahan liar

(spontaneous spawning). pakan yang diberikan untuk abalone dari jenis

rumput laut yaitu Gracillaria sp. dan Ulva sp. dengan dosis 15% - 20% dari

biomassa dengan frekuensi pemberian 2 hari sekali (Rusdi dkk, 2010).

Abalone diberi pakan rumput laut Gracillaria sp hasil budidaya ditambak

dengan dosis adlibitum (Soleh dan Suwoyo, 2008). Abalone dari spesies

Haliotis asinina dan Haliotis squamata keduanya menyukai pakan berupa

rumput laut (Bambang dkk, 2010). Selain untuk pertumbuhan pakan juga

berfungsi sebagai penunjang kesehatan dan untuk peningkatan mutu

produksi. Untuk itu maka pakan yang diberikan mengandung nutrien

berupa protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral yang

kebutuhannya berbeda sesuai dengan umur dan jenis abalone (Marzuqi

dkk, 2012). Kualitas air media tetap di jaga dengan melakukan

penyiponan dan pembersihan kotoran dan sisa pakan sebelum

penggantian dan pemberian pakan selanjutnya. pergantian air dilakukan

menggunakan sistem sirkulasi air dengan debit air 5-6 L/menit (Rusdi dkk,

2010). suhu yang optimal untuk pemeliharaan induk abalone yaitu 27,5oC-

30,5oC dengan salinitas berkisar antara 33-35 ppt (Bambang dkk, 2010).

13

Page 3: III. Pembenihan Abalone

Salinitas meningkat seiring datangnya musim kemarau, Salinitas pada

pagi hari cenderung lebih tinggi dibandingkan pada sore hari (Soleh dan

Suwoyo, 2008). pemeliharaan induk tanpa menggunakan substrat

penempelan dan ketinggian air diatur antara 60-70 cm dan pergantian air

secara total 100% dilakukan pada pagi hari (Soleh dan Suwoyo, 2008).

Pada abalone ukuran induk pertumbuhan ukuran tubuh lebih

lambat dibandingkan pada abalone umur muda (masa perkembangan)

(Soleh dan Suwoyo, 2008), hal ini terjadi karena abalone pada ukuran

induk nutrisi dari pakan yang dikonsumsi cenderung dimanfaatkan untuk

perkembangan gonad sementara pada abalone umur muda nutrisi dari

pakan yang dikonsumsi cenderung digunakan untuk perkembangan sel

dan pertumbuhan.

3.1.3. Seleksi Induk

Kegiatan seleksi induk dilakukan untuk mengetahui perkembangan

induk dan tingkat kematangan gonad induk jantan maupun betina. induk

jantan dan betina di seleksi dengan cara membuka bagian cangkang

induk untuk melihat gonad induk jantan dan betina. untuk induk jantan

kematangan gonad akhir ditandai dengan gonad berwarna kuning-orange

dan untuk induk betina ditandai dengan gonad berwarna hijau kecoklatan.

ciri lainnya dapat dilihat kematangan gonad induk abalone adalah dengan

melihat kantong gonad yang menonjol keluar cangkang (Soleh dan

Suwoyo, 2008).

Induk yang siap memijah dapat dilihat dari penampakan bagian

luarnya yaitu dari segi ukuran, warna dan bentuk gonad (Haw,1989;

Setyono, 2004 dalam Litaay 2005).

Pengamatan perkembangan gonad dilakukan setiap bulan,

pemilahan jenis jantan dan betina ketika umur pemeliharaan abalone di

bak 2 bulan dan masing-masing kelamin ditampung dalam tempat

keranjang plastik yang terpisah (Soleh dan Suwoyo, 2008).

Induk dari alam kematangan gonad diketahui pada ukuran panjang

cangkang sekitar 40,66 mm baik jantan maupun betina, sedangkan untuk

14

Page 4: III. Pembenihan Abalone

induk dari hatchery kematangan gonad terjadi pada ukuran panjang

cangkang 35,0 mm dan 35,9 mm baik induk jantan maupun induk betina

(Soleh dan Suwoyo, 2008). Seleksi Induk dilakukan 4-5 hari menjelang

bulan gelap atau bulan terang (Priyambodo dkk, 2005) dilakukan sebagai

persiapan untuk pemijahan.

Pengukuran ukuran cangkang abalone dan penimbangan biomassa

abalone dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 2. Pengukuran dan penimbangan Induk abalone

3.1.4. Pematangan Gonad

Ada sejumlah faktor lingkungan yang diketahui mempengaruhi

siklus pemijahan abalone, yang meliputi suhu, penyinaran dan kelimpahan

makanan (Shepherd et al., 1985). Fleming (2000c), melaporkan bahwa

suhu adalah pemicu utama untuk perkembangan gonad untuk sebagian

spesies abalone, harus tersedia gizi yang memadai. Sebuah rencana

yang telah dirancang untuk pengkondisian Greenlip dan abalone Blacklip

oleh manipulasi suhu dan akan dilakukan di Tasmania. Tujuan utama

adalah untuk menentukan biologis titik nol dan hubungan antara suhu dan

perkembangan gonad, mengidentifikasi suhu yang dibutuhkan untuk

mengkondisikan abalone selama periode waktu tertentu, dan untuk

mengembangkan protokol untuk kontrol komersial pemijahan pada

abalone oleh manipulasi suhu (Ritar, 2000).

Pada malam hari suhu media pemeliharaan abalone cenderung

rendah sehingga dapat menurunkan tingkat respon pakan sehingga

menghambat pertumbuhan abalone yang berakibat pada penghambatan

15

Page 5: III. Pembenihan Abalone

pematangan gonad (Soleh dan Suwoyo, 2008). Maka dalam hal ini suhu

harus tetap dijaga pada waktu malam hari untuk mencegah

penghambatan pematangan gonad pada induk abalone sehingga proses

pematangan gonad dapat berjalan dengan lancar. Penggunaan Heater

selama malam hari dapat menstabilkan suhu pemeliharaan (Soleh dan

Suwoyo, 2008).

Wada dan Wada (1953) Longo (1988) dalam Marzuqi dkk. (2012)

mengungkapkan bahwa kenaikan pH pada media dapat meningkatkan

kematangan dan motilitas spermatozoa.

Tingkat kematangan gonad induk abalone berpengaruh terhadap

daya tetas telur abalone (Suminto dkk, 2010) hal ini dikarenakan tingkat

kematangan telur didalam ovum induk abalone belum sempurna dikarena

proses ovulasi telur yang tidak maksimal. berikut adalah tingkat

kematangan gonad induk abalone menurut Singhagraiwan dan Doi (1993)

dalam Rusdi dkk. (2010) adalah sebagai berikut:

- Tingkat 0 = Gonad Belum Berkembang

- Tingkat 1 = Gonad sedikit menutupi bagian hepatopankreas

- Tingkat 2 = Gonad sekitar 25% menutupi bagian hepatopankreas

- Tingkat 3 = Gonad sekitas 50% menutupi bagian hepatopankreas

Tingkat kematangan gonad mempengaruhi daya tetas pada telur

abalone (Suminto dkk. 2010). hal ini terjadi karena setiap tingkatan

matang gonad pada telur memngaruhi kandungan yang terdapat dalam

telur abalone sehingga semakin tinggi tingkat kematangan gonad semakin

tinggi pula daya tetas telur abalone. Pematangan gonad dapat dipacu pula

dengan peningkatan suhu pemeliharaan diatas suhu minimum (RAS, 1990

dalam Soleh dan Suwoyo (2008). untuk lebih jelas induk jantan dan betina

abalone yang matang gonad dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

16

Page 6: III. Pembenihan Abalone

Gambar 3. Induk jantan (kiri) dan induk betina (kanan) (Heasman dan

Savva, 2007)

3.2. Pemijahan Abalone

3.2.1. Wadah Pemijahan

Wadah yang digunakan untuk pemijahan Abalone yaitu bak yang

terbuat dari fiberglass dengan kapasitas bak 1,5 ton berbentuk persegi

panjang dengan dimensi 3 m x 1 m x 0,6 m. setiap wadah pemijihan

dilengkapi dengan saluran inlet yang didesain dengan catridge filter

bertingkat 5 µm dan 1 µm, saluran outlet yang telah dimodifikasi untuk

mengalirkan air dari permukaan dan dirangkai seri dengan box plastik

ukuran 50 cm x 40 cm x 40 cm yang dilengkapi dengan saringan telur

(egg collector) berukuran mata saring 60 µm, bak pemijahan di lengkapi

pula dengan 5 buah titik aerasi (Hery dkk,2008). Wadah pemeliharaan

induk dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 4. Wadah Pemeliharaan Induk (Setyabudi dkk, 2008)

17

Page 7: III. Pembenihan Abalone

3.2.2. Teknik Pemijahan

Induk abalone yang telah matang gonad dapat memijah secara

alami, dalam proses pemijahan induk jantan yang terlebih dahulu

melepaskan sel sperma untuk merangsang betina, dalam waktu 1-2 jam

induk betina mengeluarkan telur. pemijahan terjadi pada malam hari dan

biasanya terjadi pada tengah malam menjelang subuh sekitar pukul 00.00

WITA - 03.00 WITA (Bambang dan Sugama, 2007). Untuk jenis abalone

tropis memijah pada bulan gelap dan bulan purnama (Setyono dan

Dwiono, 2011), hal ini terjadi karena pada bulan gelap dan bulan terang

induk abalone terangsang untuk memijah karena kondisi lingkungan yang

sesuai dan cocok untuk waktu pemijahan. Perbandingan pemijahan jantan

dan betina yaitu 1:3 (Priyambodo dkk, 2005) dan 1,7:1 (Setyono dan

Dwiono, 2011). Abalone dapat dipijahkan sepanjang tahun dengan

frekwensi pemijahan 2 kali dalam sebulan.

Pemahaman antara interaksi nutrisi-reproduksi dan penentuan

nutrisi yang diperlukan untuk kebutuhan maturasi dan pemijahan yang

diperlukan untuk memproduksi hewan budidaya terutama produksi

moluska pasca larva dan pada skala besar (Hermawan dkk, 2008).

Menurut (Bambang dan Sugama, 2007) dalam pemijahan abalone

dapat dilakukan beberapa teknik pemijahan, antara lain sebagai berikut:

1. Dengan mencacah, memotong gonad induk betina, dalam bak

induk, bau dan cairan yang dikeluarkan biasanya akan

merangsang induk lain untuk memijah.

2. Dengan kejutan panas, yaitu memindahkan induk abalone

matang gonad kedalam bak yang mempunyai suhu 3-5oC selama

10-30 menit lalu kembalikan pada bak semula, perlakuan ini

dapat dilakukan maksimum sebanyak 3 kali, biasanya induk

abalone dapat memijah.

3. Dengan meletakkan bak induk dalam ruang gelap, lalu bak dialiri

air yang telah diradiasi dengan sinar UV.

4. Dengan kejutan melalui kering udara, induk jantan dan betina

dikeluarkan dari air selama 30 menit lalu dimasukkan

18

Page 8: III. Pembenihan Abalone

kembali kedalam bak induk. biasanya induk dapat memijah 1-2

jam setelah perlakuan.

5. Dengan penyuntikan pada induk matang gonad dengan larutan

6% Hydrogen peroride atau 3,7% Calsium Chloroda pada bagian

kepala, usus ganglion atau kaki ganglion Morse et al. (1997).

Cara yang sering digunakan yaitu kombinasi pemotongan gonad

dan air diradiasi dengan sinar UV. cara ini di anggap paling aman selain

dapat penghindari stress pada induk yang berakibat buruknya mutu gamet

juga dengan penyinaran sinar UV dengan tujuan agar air steril dan bebas

dari bakteri dan patogen pembawa penyakit (Bambang dan Sugama,

2007).

Castanos (1997) dalam Freeman (2001) menjelaskan dalam studi

di Filipina pada abalone tropis (Haliotis asinina) yang diamati yaitu

pemijahan spontan beberapa hari sebelum atau selama bulan baru dan

bulan purnama. Pemijahan alami terjadi secara teratur setiap dua minggu

setelah siklus bulan dan gamet dilepaskan dari induk sekitar 10:00-03:00

Tidak perlu merangsang abalone untuk bertelur karena terjadi secara

alami pada suhu 28 ° -30 ° C dan 30-32 ppt. Namun, diyakini bahwa

pelepasan gamet dari satu abalone dapat menginduksi lain untuk bertelur.

Induk jantan lebih mudah melepaskan gamet pada kondisi laboratorium

daripada induk betina (Setyono dan Dwiono, 2011). Pada moluska secara

umum, suhu menjadi faktor yang paling penting yang mempengaruhi

reproduksi (Newman, 1967; Sales and Britz, 2000 dalam Soleh dan

Suwoyo, 2008).

Selain itu, Capinpin (1995) menemukan bahwa teknik yang sering

digunakan dengan sukses dengan spesies beriklim hangat yaitu,

pengeringan, heat shock, radiasi ultraviolet pada air laut, dan hidrogen

peroksida, tunggal atau kombinasi, gagal untuk mendorong abalone

dewasa menelurkan yang layak telur atau spermatozoa. Dalam pusat

Queensland telah diamati bahwa jumlah pemijahan untuk abalone jenis

Haliotis asinina berkorelasi dengan waktu malam pasang tinggi. Oleh

karena itu, karena pemijahan tidak hanya sering, tapi diprediksi,

19

Page 9: III. Pembenihan Abalone

rangsangan dari pemijahan tidak diperlukan untuk abalone jenis Haliotis

asinina (R. Counihan, pers. Comm., 1999) dalam Freeman (2001).

Pemijahan alami memberikan hasil terbaik dengan jumlah individu yang

memijah dan tingkat fertilisasi (Setyono dan Dwiono, 2011) dibandingkan

pemijahan dengan rangsangan karena pemijahan alami seluruh sel telur

dapat matang seluruhnya saat pemijahan, sementara dengan

perangsangan induk yang belum siap dan keadaan telur belum matang

sempurna dirangsang untuk memijah sehingga kualitas telur dan jumlah

telur yang dibuahi lebih sedikit daripada pemijahan alami.

Perkawinan sangat dipengaruhi oleh siklus peredaran bulan (bulan

gelap atau terang), pasang surut air laut, suhu air, suhu udara

dipermukaan air dan kualitas air (Suminto dkk. 2010)

Stripping manual biasanya digunakan secara rutin dengan tiram

tetapi tidak efektif dengan beberapa Bivalvia lain (Kent et al., 1998) dalam

Freeman (2001). Dalam abalone, panduan stripping hanya diterapkan

pada jantan sebagai metode untuk merangsang pemijahan betina. Testis

dihapus dan bagian sebuah mascerated ke air laut untuk membuat cairan.

Cairan ini kemudian didistribusikan dekat tepi anterior dari shell dengan

jarum suntik dalam upaya untuk mendorong perempuan untuk bertelur

(Hone et al., 1997) dalam Freeman (2001). Pada Pembenihan buatan,

telur dan sperma diperoleh dengan cara pembedahan organ gonad dan

diharapkan dengan cara ini dapat meningkatkan produksi benih (Suminto

dkk. 2010). untuk induk alam memijah pada ukuran cangkang 48,5 mm

dan induk hatchery memijah pada ukuran cangkang 44 mm (Soleh dan

Suwoyo, 2008).

Hahn (1989) dalam Freeman (2001) melaporkan bahwa abalone

cukup sering menelurkan sedikit sebelumnya dan membutuhkan lebih

sedikit stimulus untuk mendorong pemijahan daripada betina. Ada

beberapa penelitian yang menguraikan periode pemijahan yang berbeda

untuk Blacklip abalone, dan faktor-faktor yang mengatur pemijahan.

Namun, Asah et al. (1997) menemukan bahwa abalone liar menunjukkan

dua pola.

20

Page 10: III. Pembenihan Abalone

a) abalone berurutan akan menelurkan selama musim reproduksi ketika

kondisi cuaca konstan dan ringan.

b) abalone kondisi dekat akan menelurkan jika kondisi stres yang tinggi

terjadi (yaitu ketika kondisi cuaca ekstrim).

Menurut Setyono dan Dwiono (2011) pemijahan abalone ternyata

tidak hanya terjadi beberapa hari (2-3 hari) sebelum bulan gelap dan

bulan terang tetapi abalone juga memijah pada waktu-waktu yang lain

meskipun intensitasnya rendah. Hal ini terjadi karena faktor pakan yang

tersedia melimpah (Setyono, 2004), kondisi lingkungan laboratorium yang

baik (Setyono, 2005c), dan aktifitas (Behaviour) abalone di laboratorium

yang tidak dipengaruhi siklus bulan (gelap/terang).

3.4. Penetasan Telur

Pembuahan telur terjadi secara alami pada saat induk jantan dan

betina memijah bersama dalam satu wadah. Telur yang terbuahi akan

cepat mengendap didasar wadah dibanding telur yang tidak terbuahi atau

abnormal. telur yang tidak terbuahi disipon hingga air didalam bak tersisa

15 cm agar telur tidak rusak. suhu penetasan telur abalone dikendalikan

agar tetpa konstan 30oC untuk memperoleh sintasan penetasan telur yang

tinggi. telur akan menetas menjadi larva dalam waktu 1-2 hari (Soleh dan

Suwoyo, 2008). tingkat kematangan gonad induk abalone berpengaruh

terhadap daya tetas telur abalone (Suminto dkk, 2010). hal ini dikarena

tingkat kematangan telur setiap induk abalon berbeda-beda, induk

abalone yang memiliki tingkat kematangan gonad paling tinggi memiliki

daya tetas telur yang tinggi pula.

Sebagian besar spesies abalone umumnya hanya memiliki satu

periode pematangan gonad dalam setahun (Shepherd dan Hukum, 1974).

Namun, Shepherd et al. (1992) menemukan bahwa tidak semua telur

yang selalu dihasilkan dalam pemijahan tunggal dan bahwa satu individu

mungkin dapat melepaskan telur selama jangka waktu pemijahan.

Abalone Blacklip telah diamati memiliki beberapa kali pemijahan dalam

satu musim pemijahan (Brown, 1991a). Castanos (1997) melaporkan

21

Page 11: III. Pembenihan Abalone

bahwa liar tertangkap Donkey ear's abalone induk bertelur lebih sering

dan menghasilkan lebih banyak telur dari induk yang dibesarkan

dihatchery. Dia mencatat bahwa abalone yang dibesarkan dihatchery

memiliki interval pendek antara pemijahan berturut-turut 13-15 hari.

Abalone relatif subur dan ada hubungan eksponensial antara ukuran

(panjang cangkang) dan fekunditas untuk Greenlip, Brown Lip (Wells dan

Mulvay, 1992) dan Roe's abalone (Wells dan Keesing, 1989)

Tabel 1. Fekunditas empat spesies abaloneSPESIES ABALONE FEKUNDITAS (REFERENSI

JUMLAH TELUR DIUKUR DALAM PEMIJAHAN TUNGGAL)

REFERENSI

Greenlip (Haliotis rubra) 2 juta telur McShane 1988Blacklip (Haliotis laevigata) 2 juta telur McShane 1988

2,2-2800000 telur O'Sullivan 1994Brownlip 5 juta telur @ 190 mm Wells & Mulvay, 1992Roe's 200.000 telur @ 40-50 mm Wells & Bryce 1987

1 juta telur @ 60 mm183.000 @ 37,5 mm Wells & Keesing, 1986;

19898,6 juta @ 122 mm

Donkey-ear 200,000-600,000 @ 58-80 mm Singhagraiwan dan Doi, 1992

Sumber: Kyle A. Freeman (2001)

Kualitas gamet telur abalone menjadi sepenuhnya dikembangkan

periode dekat pemijahan alami. Ini adalah waktu terbaik untuk bertelur

ketika menggunakan induk tangkapan alam sehingga akan ada gamet

abalone berkualitas tinggi untuk hatchery (Joll, 1996 Dalam Freeman

2001). Telur yang layak dibuahi dari Greenlip dan Blacklip abalone

biasanya dengan diameter sekitar 250 mikron. Sebagai perbandingan,

telur dari Roe's abalone sekitar 220-250 mikron (S. Parsons, pers. Comm.,

1999 Dalam Freeman 2001), sedangkan dari abalone Donkey-ear sekitar

190 mikron (Singhagraiwan dan Sasaki, 1991 dalam Freeman 2001).

Telur berkualitas baik yang berwarna hijau, tenggelam ke dasar dan tidak

mengumpul (Hone et al., 1997 dalam Freeman 2001). Perkembangan

embrio abalone dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

22

Page 12: III. Pembenihan Abalone

Gambar 5. Perkembangan embrio abalone (Hermawan dkk, 2008)

Kepadatan sperma ditambahkan ke telur abalone merupakan

aspek yang sangat penting dari budidaya abalone. Sebuah kepadatan

sperma tinggi selama penetasan dapat menyebabkan polispermia dengan

proporsi yang tinggi dari embrio abnormal dan trochophores. Sebaliknya,

lebih rendah persentase penetasan mungkin akibat dari kepadatan

sperma yang sangat rendah. Kepadatan yang diinginkan adalah 5-10

sperma per telur (Hone et al., 1997 dalam Freeman 2001). Kepadatan

sperma yang tinggi (biasanya> 186.200 / ml) dengan abalone jenis

Haliotis asinina dapat menyebabkan perkembangan larva abnormal atau

embriogenesis. Konsentrasi sperma ideal untuk abalone Haliotis asinina

adalah sekitar 19.000 / ml (R. Counihan, pers. Comm., 1999 dalam

Freeman 2001). Larva trochophore menetas dalam ukuran sekitar 200 m,

lecithotrophic (yaitu menggambar nutrisi mereka dari kuning telur), dan

positif phototactic (Huner dan Brown, 1985 Dalam Freeman 2001).

Setelah pemijahan telur abalone mengendap didasar bak hingga menetas

dan berenang atau melayang-layang. pada fase ini larva belum

membutuhkan makanan (lecitotrophic larvae). (Priyambodo dkk, 2005).

23

Page 13: III. Pembenihan Abalone

Untuk parameter Kualitas air penetasan telur dapat dilihat pada

Tabel dibawah ini:

Tabel 2. Parameter Kualitas air Penetasan Telur

NO Parameter Kualitas Air Nilai1 Suhu (ºC) 25-262 Salinitas 30-323 pH 7,6-8,04 DO2 5,05 NO2 (ppm) 0,472-0,4506 NO3 (ppm) 0,0470-0,04757 NH3 (ppm) 0,173-0,103

Sumber: Hermawan dkk. (2008)

3.4. Pemeliharaan Larva

3.4.1. Persiapan Wadah

Larva dipelihara dalam bak fiber berukuran 3 x 1 x 0,6 m

(Priyambodo dkk, 2005). Bak terlebih dahulu disikat dan dibersihkan dari

kotoran-kotoran yang menempel pada dinding bak, bak kemudian

ditumbuhkan fitoplankton jenis Nitzschia sp. dan diberikan spat kolektor

yang terbuat dari seng plastik bergelombang (Priyambodo dkk, 2005).

Wadah yang digunakan 3 buah bak polikarbonat/fiber dengan

kapasitas 400 liter (Marzuqi dkk, 2012). didalam bak diberi keranjang atau

substrat sebagai tempat penempel larva abalone. bak menggunakan

sistem air mengalir dengan kecepatan air 4-6 liter/detik dan sistem aerasi

sebagai pasokan oksigen terlarut kedalam air (Susanto dkk, 2010).

3.4.2. Pemeliharaan Larva

Telur yang telah dibuahi akan mengalami proses embriogenesis

(Setyono, 2011). telur yang terbuahi akan menjadi calon larva dengan

proses pembelahan sel hingga keseluruhan untuk calon larva abalone

terbentuk. Pembelahan sel tahap pertama (2 sel) berlangsung 20-30 menit

setelah telur dibuahi. trochopore aktif bergerak didalam sel telur (chorion)

akan terlihat setelah 4-5 jam setelah pembuahan. Telur yang menetas

akan menjadi velliger dalam waktu 5-6 jam setelah pembuahan (Setyono,

2011). Menurut FAO (1990) dalam Hermawan dkk. (2008) Keberhasilan

24

Page 14: III. Pembenihan Abalone

dalam pemeliharaan abalone sangat dipengaruhi oleh suhu, makanan dan

kepadatan, Suhu Optimal untuk pemeliharan abalone berkisar 29º-31ºC.

Selama proses penetasan, wadah untuk penetasan telur diberi

aerasi yang halus untuk mencegah telur atau larva rusak atau mati karena

benturan dengan dinding wadah (Setyono, 2011). trochopore kemudian

menetas menjadi larva velliger. Larva fase velliger bersifat fototaksis

positif (Bambang dan Sugama, 2007). larva fase velliger melayang dan

bergerak menggunakan velumnya didalam kolom air. Stadia larva

melayang berlangsung selama 2-3 hari (Setyono, 2005; 2006b; 2009,

dalam 2011). Setelah itu larva akan berkembang dan bermetamorfosa

bentuk tubuhnya dengan memulai hidupnya sebagai hewan bentik

(Setyono, 2011). larva yang telah melewati fase transisi (metamorfosis)

memiliki tingkat kelangsungan hidup lebih baik dibandingkan larva yang

masih dalam fase metamorfosis (Ompi dkk, 2010). Larva akan menempel

pada substrat 3-4 hari setelah pemijahan dan pada saat larva sudah

menempel mulai proses metamorfosa (perubahan drastis) pada larva.

Pada proses ini larava abalone akan kehilangan alat renang (velum)

karena larva sudah menempel pada substrat. Larva abalone memerlukan

waktu kurang lebih dua bulan untuk mencapai ukuran >0,5 mm (Setyono

dan Dwiono, 2011). pada fase creeping larvae larva sudah dapat mencari

makan dengan cara mengikis. pemeliharaan larva membutuhkan ruangan

dengan pencahayaan yang sedikit hingga terang (Priyambodo dkk, 2005).

Air pada bak pemeliharan larva diganti setelah larva berumur 10

hari (Priyambodo dkk, 2005). Karena selama 10 hari pertama larva masih

dalam kondisi lemah dan sensitif terhadap perubahan lingkungan

pemeliharaan.

Setelah fase bentik, air dalam bak pemeliharaan dikurangi 50%

volumenya setiap 3-4 hari, setelah juvenil perumur 1 bulan pergantian air

dilakukan setiap 2 hari sekali sebanyak 50% (Setyono, 2011). Selama

Fase Pemeliharaan larva, larva abalone diberikan pakan tambahan jenis

diatom.

25

Page 15: III. Pembenihan Abalone

Kepadatan ideal dalam pemeliharaan larva abalone adalah 300

ekor/liter (Bambang dan Sugama, 2007). Dengan kepadatan 300 ekor/

liter diharapkan larva abalone dapat tumbuh dan berkembang dengan baik

dan dapat mengurangi mortalitas pada larva abalone. Tingkat

keberhasilan hidup atau sintasan tidak dipengaruhi oleh tingkat kepadatan

tebar (Setyono, 2007; Capinpin et al., 1999 dalam Setyono, 2011). Larva

abalone akan berkembang dan tumbuh organ baru yang disebut sebagai

kaki untuk menempel pada substrat (Setyono dan Dwiono, 2011).

Menurut Hermawan dkk. (2008) trocophore ditebar dengan

kepadatan 5000 ind/liter. setiap hari ditambahkan Nitzschia sp. sebanyak

10 liter dengan kepadatan 1x104 sel/ml pada bak pemeliharaan larva.

Laju pertumbuhan abalone dipengaruhi oleh suhu yang

berhubungan dengan tingkat respon pakan dan pertumbuhan abalone,

suhu 26º-29ºC memperlambat pertumbuhan abalone (Soleh dan Suwoyo,

2010), hal ini terjadi karena suhu mempengaruhi tingkat metabolisme

abalone, jika suhu tinggi maka proses metabolisme akan lebih banyak

dibandingkan pada saat suhu rendah lebih sedikit, berpengaruh terhadap

daya konsumsi pakan lebih banyak pada saat suhu tinggi dan

metabolisme yang tinggi sehingga konsumsi pakan lebih banyak dan laju

pertumbuhan lebih cepat, berbanding terbalik dengan suhu rendah.

Setelah 3 hari pemeliharaan abalone mencapai fase veliger akhir

dan mulai menempel, maka diperlukan substrat sebagai tempat

menempel veliger abalone yang berupa lembaran plastik yang disusun

secara vertikal (Bambang dan Sugama, 2007). Pelepasan anakan

abalone dari substrat (lembaran plastik/fiber) dapat dilakukan dengan

menggunakan bahan anestesi (anaesthetizing reagent) seperti gas

karbonat, ether, etanol, dan sebagainya (FAO, 1990 dalam Setyono,

2011).

Fase pertumbuhan abalone yaitu pada fase trochopore akan

menetas dalam 5-6 setelah pembuahan, Veligers menempel pada

substrat 3-4 ahri setelah pembuahan, dan laju pertumbuhan juvenil awal

adalah 0,03 mm/hari pada umur 2 bulan pertama dan 0,25 mm/hari pada

26

Page 16: III. Pembenihan Abalone

bulan berikutnya (Setyono, 2006b dalam Setyono dan Dwiono, 2011).

Tahap yang sangat krusial dalam siklus hidup abalone yaitu pada saat

proses settlement (penempelan) dan metamorfosis (Ompi dkk, 2010).

yang dimaksud metamorfosis yaitu suatu fase perubahan baik morfologi,

fisiologi, dan substrat (Hahn, 2000 dalam Ompi dkk 2010).

Ketersediaan substrat dan tingkah laku larva yang mempengaruhi

tingkat keberhasilan penempelan dan metamorfosis larva (Ompi dkk,

2010) karena jika faktor tersebut sesuai dan cocok substrat untuk larva

menempel, maka larva tidak mebutuhkan waktu lama untuk dapat

menyesuaikannya dan tingkah laku larva yang mempengaruhinya, jika

larva dalam keadaan normal maka proses ini akan berjalan dengan baik.

Menurut Ompi dkk (2010) ragam jenis substrat yang dapat mempengaruhi

larva untuk turun ke dasar, menempati substrat dan metamorfosis. dalam

hal ini dalam pemilihan substrat untuk penempelan larva abalone harus

dipilih sesuai dan cocok dengan jenis abalone yang dipelihara. kurungan

dapat terbuat dari jaring (40 cm x 60 cm), pipa PVC (12,5 cm x 25 cm),

dan batu karang (15 cm x 20 cm) yang berbentuk lempengan (Setyono,

2011)

Mortalitas tinggi pada abalone disebabkan antara lain kualitas telur

yang tidak baik, kualitas pakan yang tidak baik karena masa kultur yang

terlalu panjang, sistem filtrasi pada saat kultur tidak baik sehingga banyak

protozoa, cacing dan lain sebagainya yang menempel pada substrat

menjadi patogen bagi larva yang masih dalam kondisi sangat lemah,

penyediaan pakan alami yang masih belum stabil, pertumbuhan diatome

pada substrat terlalu lambat (Priyambodo dkk, 2005).

3.5. Pemeliharaan benih

Ketika larva sudah mencapai fase benih, benih abalone dipelihara

dalam bak beton berbentuk persegi dengan dimensi bak 3 m x 2 m x 1 m,

dengan menggunnakan sistem sirkulasi air dengan kecepatan aliran air 4-

6 liter/detik dan pemberian aerasi sebagai pemasok oksigen (Bambang

dkk, 2010).

27

Page 17: III. Pembenihan Abalone

Juvenil awal sudah bisa dipindahkan ke dalam wadah

pemeliharaan benih ketika panjang cangkang benih telah mencapai 5-6

mm (Setyono, 2011). benih yang dipelihara dari juvenil awal hingga benih

siap tebar dengan panjang cangkang benih abalone 10-20 mm dan

dilanjutkan ke wadah pembesaran abalone (Setyono, 2011). Juvenil

abalone memperoleh makan dengan cara mengikis (grazing) diatome

penempel (Setyono dan Dwiono, 2011).

Juvenil awal dengan panjang cangkang rata-rata 5 mm diberikan

pakan alternatif rumput laut jenis Gracillaria sp. dan Ulva sp. (Setyono dan

Dwiono, 2011)

Proses grading juvenil dilakukan setelah juvenil terlepas dari

shelter, grading dilakukan berdasarkan ukuran juvenil abalone (Setyono,

2011). Juvenil dengan ukuran <5 mm dikumpulkan kembali dan

ditempatkan di wadah pemeliharaan juvenil, sedangkan juvenil yang

berukuran >5 mm ditempatkan di wadah pemeliharaan benih (wadah

penyapihan) yang telah dipersiapkan dan telah tumbuh diatom dan

ditambahkan makroalgae (Gracillaria spp. dan Ulva spp.) (Setyono, 2011).

Pengukuran Panjang dilakukan dengan menggunakan kaliper dengan

tingkat ketelitian 0,05 mm dan berat tubuhnya ditimbang dengan

menggunakan timbangan digital dengan tingkat ketelitian 0,01 g (Setyono,

2011).

Kepadatan diatom yang menempel pada plastik sebaiknya 3000

sel/mm2 (Bambang dan Sugama, 2007). hal ini dilakukan untuk mencegah

blooming plankton pada wadah pemeliharaan yang mengakibatkan

kematian pada juvenil abalone. Pada kondisi normal tingkat kelulus

hidupan (sintasan) dalam pemeliharaan abalone rata-rata tinggi 70-80%

(RAS, 1990); sekitar 80% (Irwan, 2006) dan diatas 80% (Soleh, 2007, a,

b) dalam Soleh dan Suwoyo (2008).

Menurut Setyono (2011) untuk menjaga agar lingkungan tetap

stabil, hindari penambahan makroalgae yang terlalu banyak yang dapat

menyebabkan pembusukan dan pengurangan kadar oksigen terlarut

didalam air. Pemeliharaan benih dengan sistem air mengalir, harus

28

Page 18: III. Pembenihan Abalone

melalui filter agar tidak ada kontaminasi kotoran dan plankton lain

(Bambang dan Sugama, 2007).

Laju pertumbuhan juvenil sangat tergantung pada tingkat

kepadatan, kualitas pakan (nutrisi), dan kualitas air (Setyono, 2011).

Makanan awal yang dapat dicerna oleh larva abalone yaitu berupa bakteri

atau extracellular organisme. Namun makanan utamanya adalah diatome

menempel pada substrat (Bambang dan Sugama, 2007). Diatome dari

jenis Navicula sp. yang mudah dimakan dan dicerna oleh larva abalone

serta memiliki kandungan nutrisi yang memadai, ukuran yang relatif kecil

yaitu 10-15 mikron (Bambang dan Sugama, 2007).

Pertumbuhan abalone cenderung lebih besar pada pertambahan

biomassa tubuh dibandingkan dengan pertambahan panjang dan lebar

cangkangnya (Soleh dan Suwoyo, 2008), hal ini terjadi karena abalone

terlindung dari arus karena dipelihara didalam keranjang sehingga nutrisi

dari pakan yang dikonsumsi lebih banyak dimanfaatkan untuk

penambahan biomassa pada abalone.

Benih yang baik dan sehat dapat dilihat secara morfologi dengan

ciri-ciri benih menurut Bambang dkk. (2013) adalah sebagai berikut:

a. melekat erat pada shelter

b. bila diangkat maka bergerak aktif

c. segera membalikkan badannya bila diletakkan terbalik didalam

air laut

d. badannya utuh, daging dan cangkangnya tidak ada yang rusak

Kematian pada abalone terjadi apabila penurunan kadar salinitas

mendadak antara 21-25 ppt dibawah kisaran optimal (Soleh dan Suwoyo,

2008) karena abalone yang hidup pada kisaran salinitas optimal 28-30 ppt

dan menurut (irwan 2006), Capinpin (1998), dan RAS (1990) dalam Soleh

dan Suwoyo (2008) karena abalone sangat sensitif terhadap perlakuan

fisik dan fluktuasi lingkungan media pemeliharaan. Salinitas optimal untuk

kehidupan abalone berkisar 30-35 ppt. Abalone mengalami stress ketika

salinitas air pemeliharaan turun mendadak yang mengakibatkan kematian

pada abalone. keadaan ini terjadi saat musim penghujan (Soleh dan

29

Page 19: III. Pembenihan Abalone

Suwoyo, 2008) disebabkan air media pemeliharaan yang selalu mengalir

setiap waktu tercampur dengan air hujan yang turun dan tercampur

dengan air laut di sumber air (laut).

Sampling terhadap pertumbuhan panjang dan berat abalone

dilakukan setiap bulan sekali dengan mengukur panjang dan lebar

cangkang serta penimbangan berat tubuh total. Jumlah sampel abalone

antara 4-5% dari populasi abalone didalam bak (Soleh dan Suwoyo,

2008).

3.6. Pemberian Pakan

Pakan merupakan faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan

benih abalone. Pakan benih harus mengandung gizi yang dibutuhkan

berupa protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral ( Marzuqi dkk.

2012). Hambatan utama dalam pengembanga pembesaran abalone

diantaranya adalah ketersediaan dan kesesuaian pakan. penggunaan

pakan alami memiliki kelemahan yaitu jumlah dan tergantung musim

(Marzuqi dkk, 2012).

Ada 5 jenis makroalga sebagai pakan abalon yaitu Gracillaria spp,

Laurencia obtusa, Ulva spp, Kappaphycus alvarezii, dan Hypnea asperi

(Setyono, 2006). Dalam pemeliharaan pada stadia larva umumnya

abalone memakan diatom bentik seperti Nitzschia sp. Navicula sp.

Amphora sp. Cocconeis sp. Rizosolenia sp. sedangkan ukuran yuwana

sampai dewasa memakan makroalga (seaweed) yang terbagi atas 3 jenis

yaitu alga coklat (Laminaria), alga Hijau (Ulva sp.), dan alga merah

(Gracillaria sp.) (Marzuqi dkk. 2012). Alga merah merupakan pakan alami

yang baik bagi Induk abalone Haliotis asinina (Singhagraiwan dkk. 1992

dalam marzuqi dkk, 2012). Persiapan pakan larva dilakukan 3-4 minggu

menjelang pemijahan/pemeliharaan larva dari golongan benthic diatome

jenis Nitzschia sp. (Priyambodo dkk, 2005) jenis ini yang dianggap cocok

untuk pakan awal larva. dan pakan larva ditumbuhkan pada bak

pemeliharaan larva. Pakan awal merupakan faktor penentu dalam

30

Page 20: III. Pembenihan Abalone

pemeliharaan larva dan sangat mempengaruhi tingkat pertumbuhan larva

(Priyambodo dkk, 2005).

Untuk lebih jelas pakan dari jenis rumput laut Gracillaria sp. dan Ulva sp.

dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 6. a. Gracillaria sp. b. Ulva sp.

Larva abalone harus memperoleh makanan secara merata agar

pertumbuhan dan kelangsungan hidup abalon meningkat. tingkat

kematian yang tinggi terjadi apabila benih abalone tidak segera

memperoleh pakan yang sesuai, baik jenis maupun jumlahnya (Marzuqi

dkk, 2012). Laju kecepatan makan Abalone jenis Haliotis asinina adalah

20-23% dari berat tubuhnya perhari (Setyono dan Aswandy, 2007 dalam

Setyono dan Dwiono, 2011). Pakan awal larva yaitu benthic diatome yang

tumbuh dan menempel pada bak pemeliharaan dan setiap hari dilakukan

pemupukan dan air dialirkan secara perlahan (Priyambodo dkk, 2005).

Suhu optimal mendorong abalone lebih responsif dalam konsumsi pakan

(Setyono dan Suwoyo, 2008) karena metabolisme dalam tubuh abalone

berlangsung stabil dan normal pada suhu yang optimal.

Pemeliharaan juvenil abalone dapat tumbuh lebih pada pada

kurungan yang tertutup (enclosed structure) dan mempunyai permukaan

yang halus dan rata untuk menempel (Setyono, 2011) karena dalam

kurungan tertutup abalone terlindung dari terpaan arus dan kondisi tempat

yang agak gelap. sama halnya yang dikemukakan oleh Aviles dan

Shepherd (1996) dalam Setyono (2011) melaporkan bahwa pertumbuhan

31

Page 21: III. Pembenihan Abalone

abalone lebih cepat jika dipeliharan dikurungan terlindung tetapi

mempunyai pertukaran air yang baik.

Umur abalone 2-2,5 bulan larva/juvenil sudah mulai mengonsumsi

makro alga yaitu rumput laut jenis Gracillaria sp. atau Hypnea sp.

(Priyambodo dkk, 2005). pada umur 2-2,5 bulan larva abalone sudah

dapat mencerna makroalga dan lebih cepat pertumbuhannya. Pada umur

3 bulan pertumbuhan abalone dapat mencapai 1,5 - 2 cm (rata-rata 1,57

cm) dan abalone termasuk hewan yang sangat kuat makan (rakus)

(Priyambodo dkk, 2005). Kekurangan pakan dapat membuat abalone

menjadi lemah yang ditandai dengan otot/daging yang lemah (terlihat

seperti akan lepas dari cangkangnya) dan berwarna pucat (putih).

3.6. Hama dan Penyakit Abalone

Tidak banyak penelitian yang dilakukan terhadap penyakit pada

abalone di Australia (Handlinger, 1998 dalam Freeman 2001). Kondisi

kesehatan dan ketahanan abalone sangat dipengaruhi oleh kebersihan

lingkungan (Rusdi dkk, 2011 dalam Bambang dkk. 2013).

Abalone rentan terhadap infeksi vibrio, sementara bakteri tersenut

mudah masuk kedalam tubuh abalone bila mengalami luka ( Zafran dan

Susanto, 2007 dalam Bambang dkk. 2013). dalam kondisi perairan tidak

stabil abalone juga dapat ditumbuhi oleh fouling (biofouling) berupa teritip,

kekerangan liar, dan beberapa mikroorganisme lainnya sehingga kondisi

abalone akan sangat terganggu dan menyebabkan pertumbuhan abalone

akan terhambat. Fouling dapat terdiri atas organisme hidup (biofouling)

atau zat non hidup (anorganik atau organik) (Bambang dkk. 2013). jika

perairan dalam kondisi stabil dan keadaan abalone dalam keadaan normal

maka penyakit tidak akan terjangkit pada abalone.

Penyakit pada organisme abalone masih tahap identifikasi mulai

dari metode penyerangan maupun sampai dampak yang ditimbulkannya.

Gejala serangan penyakit pada abalone diperlihatkan dengan timbulnya

warna merah seperti karatan pada bagian selaput gonad (bagian bawah

cangkang). Pada kurun waktu 5 – 6 hari setelah gejala tersebut, lapisan

32

Page 22: III. Pembenihan Abalone

selaput akan sobek, yang mengakibatkan turunya daya sensivitas

rangsangan abalone. Kondisi ini dapat menyebabkan kematian pada

organisme abalone. (Juknis Budidaya Abalone BBL Lombok)

Tindakan pencegahan atau pengobatan yang dapat dilakukan

adalah dengan mengobati luka atau sobekan selaput dengan

mengoleskan acriflavin atau betadin dalam dosis tinggi yaitu 500 ppm

secara kontinyu selama 3 hari (Juknis Budidaya Abalone BBL Lombok).

33