ikan segar segar

6
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan merupakan pangan yang memiliki kandungan zat gizi yang tinggi. Kandungan gizi pada ikan adalah protein, lemak, vitamin-vitamin, mineral, karbohidrat, serta kadar air. Dalam proses pendistribusian dan pengolahannya, ikan merupakan suatu bahan pangan yang cepat mengalami proses pembusukan yang disebabkan oleh bakteri dan mikroorganisme. Hal ini dapat terjadi karena susunan (komposisi) ikan seperti kandungan air yang tinggi dan kondisi lingkungan yang memungkinkan sebagai tempat pertumbuhan mikroba pembusuk. Kondisi lingkungan tersebut meliputi suhu, pH, oksigen, kadar air, waktu simpan dan kondisi kebersihan sarana dan prasarana. Komposisi ikan segar per seratus gram antara lain terdiri dari komponen kandungan air (76,00 %), protein (17,00), lemak (4,50) dan mineral dan vitamin (2,52 - 4,50). Dapat dipastikan bahwa kadar air yang terkandung di dalam ikan sebagai faktor utama penyebab kerusakan bahan pangan. Untuk memperpanjang daya simpan atau membuat pangan lebih awet, kadar air harus diturunkan. Pengurangan kadar air dalam bahan pangan dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain pemberian bahan pengawet yang dapat mengikat air, serta membatasi dan membunuh aktivitas mikroba perusak bahan pangan. Semakin tinggi kadar air suatu bahan pangan maka semakin besar kemungkinan kerusakannya, baik sebagai akibat aktivitas biologis internal (metabolism) maupun masuknya mikroba perusak (Setyo, 2010). Universitas Sumatera Utara

Upload: fazry-s-ibrahim

Post on 23-Jan-2016

11 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

masalah tentang ikan segar

TRANSCRIPT

Page 1: ikan segar segar

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikan merupakan pangan yang memiliki kandungan zat gizi yang tinggi.

Kandungan gizi pada ikan adalah protein, lemak, vitamin-vitamin, mineral,

karbohidrat, serta kadar air. Dalam proses pendistribusian dan pengolahannya, ikan

merupakan suatu bahan pangan yang cepat mengalami proses pembusukan yang

disebabkan oleh bakteri dan mikroorganisme. Hal ini dapat terjadi karena susunan

(komposisi) ikan seperti kandungan air yang tinggi dan kondisi lingkungan yang

memungkinkan sebagai tempat pertumbuhan mikroba pembusuk. Kondisi

lingkungan tersebut meliputi suhu, pH, oksigen, kadar air, waktu simpan dan kondisi

kebersihan sarana dan prasarana.

Komposisi ikan segar per seratus gram antara lain terdiri dari komponen

kandungan air (76,00 %), protein (17,00), lemak (4,50) dan mineral dan vitamin

(2,52 - 4,50). Dapat dipastikan bahwa kadar air yang terkandung di dalam ikan

sebagai faktor utama penyebab kerusakan bahan pangan. Untuk memperpanjang daya

simpan atau membuat pangan lebih awet, kadar air harus diturunkan. Pengurangan

kadar air dalam bahan pangan dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain

pemberian bahan pengawet yang dapat mengikat air, serta membatasi dan membunuh

aktivitas mikroba perusak bahan pangan. Semakin tinggi kadar air suatu bahan

pangan maka semakin besar kemungkinan kerusakannya, baik sebagai akibat

aktivitas biologis internal (metabolism) maupun masuknya mikroba perusak (Setyo,

2010).

Universitas Sumatera Utara

Page 2: ikan segar segar

Ikan bandeng adalah jenis ikan air payau yang mempunyai prospek cukup

baik untuk dikembangkan karena banyak digemari masyarakat. Hal ini disebabkan

ikan bandeng memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan jenis ikan lainnya

yaitu memiliki rasa cukup enak dan gurih, rasa daging netral (tidak asin seperti ikan

laut) dan tidak mudah hancur jika dimasak. Selain itu, harganya juga terjangkau oleh

segala lapisan masyarakat (Purnomowati, 2007).

Berdasarkan data dari Kementrian Kelautan dan Perikanan tahun 2009, ikan

bandeng termasuk komoditas utama dalam produksi perikanan budidaya memiliki

pertumbuhan produksi yang sangat tinggi dalam periode 2005 sampai 2009, dimana

pada tahun 2005 (254.067 ton), 2006 (212.883 ton), 2007 (263.139 ton), 2008

(277.471 ton) dan 2009 (291.300 ton) dengan mengalami kenaikan rata-rata 4,46%

pada periode 2005-2009 dan 4,98% pada periode 2008-2009.

Produksi bandeng sebagian besar berada di Provinsi Aceh di enam daerah yaitu Pidie,

Bireuen, Lhokseumawe, Aceh Utara, Aceh Timur, dan Aceh Tamiang. Produksi ikan bandeng di

Aceh sangat besar dan mengalami peningkatan setiap tahunnya serta diperkirakan akan

terus meningkat. Hal ini dikarenakan harga ikan laut yang sering berfluktuasi akibat

musim dibandingkan ikan bandeng yang harganya cukup stabil dan budaya masyarakat aceh

yang gemar makan ikan bandeng (Anonim, 2011).

Ikan bandeng memiliki kandungan gizi yang sangat baik dan digolongkan

sebagai ikan berprotein tinggi dan berlemak rendah. Adapun nillai gizi ikan bandeng

per 100 gram berat ikan mengandung 129 kkal energi, 20 gram protein, 4,8 gram

lemak,150 gram fosfor, 20 gram kalsium, 2 mg zat besi, 150 SI vitamin A, 0,05 gram

vitamin B1 dan 74 gram air (Saparinto, 2006). Sebagaimana kita ketahui bersama

Universitas Sumatera Utara

Page 3: ikan segar segar

bahwa ikan bandeng juga memiliki sifat yang sama dengan komoditas perikanan

lainnya, yaitu mudah busuk. Karenanya, untuk memperpanjang daya simpan atau

membuat ikan bandeng lebih awet selain kadar air yang harus diturunkan maka perlu

adanya suatu bahan pengawet pada ikan bandeng.

Bahan pengawet merupakan bahan kimia yang berfungsi untuk

memperlambat kerusakan makanan baik yang disebabkan mikroba pembusuk,

bakteri, ragi maupun jamur dengan cara menghambat, mencegah, dan menghentikan

proses pembusukan dan fermentasi dari bahan makanan. Pengawet memang

diperlukan untuk mencegah aktivitas mikroorganisme dengan mempertimbangkan

keamanan dari bahan pengawet tersebut

Undang-undang No.7 tahun 1996 menyatakan bahwa kualitas pangan yang

dikonsumsi harus memenuhi beberapa kriteria, diantaranya adalah aman, bergizi,

bermutu, dan dapat terjangkau oleh daya beli masyarakat. Aman yang dimaksud

disini mencakup bebas dari pencemaran biologis, mikrobiologis, kimia dan logam

berat, akan tetapi pada kenyataannya masih sering terjadi dalam penggunaan bahan

pengawet tidak mengindahkan kesehatan konsumen seperti penggunaan formalin

pada ikan.

Di Indonesia pemanfaatan tanaman (bahan-bahan alami) sebagai pengawetan

banyak digunakan. Hal ini disebabkan karena bahan-bahan alami tersebut memiliki

potensi untuk menghambat aktivitas mikroba yang disebabkan oleh komponen

tertentu yang ada di dalamnya. Penelitian mengenai potensi pengawet alami yang

dikembangkan dari tanaman rempah (seperti belimbing wuluh, jahe, kayu manis,

daun nimba, dan sebagainya) telah banyak dilakukan (Prahasta, 2009). Direktorat

Universitas Sumatera Utara

Page 4: ikan segar segar

Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan dalam Elidahanum (2007), menyatakan di

Indonesia terutama pada masyarakat yang berada di daerah pedesaan dalam

pengawetan ikan sering menggunakan tumbuhan sebagai pengawet.

Rempah-rempah yang mempunyai efek sebagai antimikroba salah satunya

adalah belimbing wuluh. Banyak peneliti di bidang pertanian mencoba mengkaji

lebih jauh pemanfaatan air belimbing wuluh sebagai alternatif untuk mengawetkan

ikan dan daging (Anonim, 2010). Dari hasil penelitian yang telah dilakukan batang

belimbing wuluh mengandung sifat kimiawi saponin, tannin, glukoside, calsium

oksalat, sulfur, asam format, dan peroksidase serta kalium sitrat yang terdapat pada

daunnya (Amnur, 2008). Selain itu pada buah belimbing wuluh juga terkandung

flavonoid dan terpenoid (Kamilah, 2009).

Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) atau sering disebut belimbing asam

termasuk salah satu jenis tanaman tropis yang mempunyai kelebihan yaitu dapat

berbuah sepanjang tahun dan dapat hidup dengan mudah di pekarangan rumah yang

terkena sinar matahari (Safitri, 2010). Belimbing wuluh dapat dimanfaatkan atau

diolah menjadi belimbing kering asin atau biasa disebut asam sunti sehingga dapat

disimpan dalam waktu lebih dari tiga bulan. Kandungan asam dan garam yang cukup

tinggi pada asam sunti diduga dapat menghambat proses pembusukan oleh

mikroorganisme.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lathifah (2008), tentang uji efektifitas

ekstrak kasar pada buah belimbing wuluh dilakukan terhadap bakteri S. aureus dan E.

coli menggunakan metode difusi cakram dengan konsentrasi ekstrak 100, 150, 200,

Universitas Sumatera Utara

Page 5: ikan segar segar

250, 300, 350, 400 dan 450 mg/mL membuktikan bahwa Ekstrak kasar buah belimbing

wuluh dianggap berpotensi sebagai antibakteri terhadap bakteri S. aureus dan E. coli.

Hasil studi pendahuluan yang peneliti lakukan terhadap konsentrasi larutan yang

digunakan untuk pengamatan terhadap sampel selama masa perendaman didapatkan

bahwa pada konsentrasi 10%, 20% dan 30% dapat digunakan untuk perendaman

sampel.

Menurut Nasran dalam Pratiwanggini (1986) mengemukakan bahwa ikan

bandeng utuh mempunyai daya awet 16 ½ jam pada suhu kamar 4°C – 28,5°C dan

pada suhu 28,5°C – 32,2°C mempunyai daya awet 9 ½ jam.

Berdasarkan hal di atas, maka peneliti ingin melakukan penelitian terhadap uji

coba asam sunti sebagai bahan pengawet pada ikan bandeng (Chanos-chanos) dengan

konsentrasi 0%, 10%, 20% dan 30% Selama 10 jam.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dibuat rumusan masalah seberapa

besar pengaruh asam sunti dalam mengawetkan ikan bandeng (Chanos-chanos).

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh asam sunti terhadap jumlah bakteri sebagai

bahan pengawet ikan bandeng (Chanos-chanos).

1.3.2 Tujuan Khusus

Untuk mengetahui total kandungan bakteri pada ikan bandeng (Chanos-

chanos) yang direndam dengan larutan asam sunti pada konsentrasi 0%, 10%, 20%,

dan 30%.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: ikan segar segar

1.4 Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang manfaat asam sunti dalam

pengawetan ikan bandeng (Chanos-chanos).

2. Mengoptimalkan pemanfaatan asam sunti sebagai pengawet pangan,

khususnya ikan bandeng (Chanos-chanos).

3. Sebagai sumbangan pemikiran bagi masyarakat dalam upaya memperpanjang

masa simpan ikan, khususnya ikan bandeng (Chanos-chanos).

Universitas Sumatera Utara