implementasi akad ba’i al-istishna untuk …
TRANSCRIPT
Ansori Implementasi akad
62 | Mukammil: Jurnal Kajian Keislaman
Volume IV Nomor 1 Maret 2021 e-ISSN 2620-5122
IMPLEMENTASI AKAD BA’I AL-ISTISHNA UNTUK
PEMESANAN PARSEL HARI RAYA DI KOPERASI AS
SAKINAH SIDOARJO
Ansori1
Moch. Kalam Mollah2
Sumarwati3
Zaini Tamin AR4
Abstract:
Buying and selling by means of Bai' al-Istishna’ is the right
solution offered by Islam to avoid usury. However, often in
practice in the field there is often negligence by the Muslim
ilaih (the seller) in fulfilling his dependents. This article
attempts to analyze the implementation of the Ba’i al-
istishna contract for ordering holiday parcels at the As
Sakinah Sidoarjo Cooperative. To review the istishna
contract, a data source is needed that is used as a theoretical
basis, namely the opinions of scholars and also experts in
the field of Muamalah Fiqh by taking from books, journals,
and relevant articles. This article finds that the practice of
the Bai' al-Istishna’ contract carried out by the As Sakinah
Sidoarjo Cooperative is in accordance with Islamic law. So
neither side feels disadvantaged. As Sakinah Cooperative
prioritizes the satisfaction of every buyer. This can be seen
from the accuracy of the cooperative employees in choosing
1 STAI YPBWI Surabaya 2 Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya 3 STAI YPBWI Surabaya 4 STAI YPBWI Surabaya
Ansori Implementasi akad
63 | Mukammil: Jurnal Kajian Keislaman
Volume IV Nomor 1 Maret 2021 e-ISSN 2620-5122
the specifications of the goods that are really in accordance
with what is desired by the buyer. Although in some
practices the As Sakinah Cooperative often experiences
problems, especially in terms of capital rights, the provision
of a down payment to the As Sakinah Cooperative greatly
helps reduce the risk of the As Sakinah Cooperative's lack
of capital. Of course, all of this is based on mutual pleasure.
Keywords: Bai 'al-Istishna’, Fiqh Mu'amalah, Buying and
Selling, Hari Raya Parcels.
Pendahuluan
Di antara bukti kesempurnaan agama Islam ialah dibolehkannya jual
beli dengan cara Bai’ al-Istishna’, yaitu akad pemesanan suatu barang
dengan kriteria yang telah disepakati dan dengan pembayaran yang bisa
dilakukan pada saat akad dilaksanakan ataupun dengan cara dicicil. Yang
demikian itu, dikarenakan dengan akad ini kedua belah pihak mendapatkan
keuntungan tanpa ada unsur tipu-menipu atau gharar (untung-untungan).5
Dari Pihak Pembeli (biasanya) mendapatkan keuntungan berupa
jaminan untuk mendapatkan barang sesuai dengan yang ia butuhkan dan
pada waktu yang ia inginkan. Sebagaimana ia juga mendapatkan barang
dengan harga yang lebih murah bila dibandingkan dengan pembelian pada
saat ia membutuhkan kepada barang tersebut. Sedangkan dari pihak penjual
juga mendapatkan keuntungan yang tidak kalah besar dibanding pembeli,
diantaranya penjual mendapatkan modal awal yang di beri oleh pembeli
untuk menjalankan usahanya dengan cara-cara yang halal, sehingga ia dapat
menjalankan dan mengembangkan usahanya tanpa harus membayar bunga.6
Dengan demikian, selama belum jatuh tempo, penjual dapat
menggunakan uang pembayaran tersebut untuk menjalankan usahanya dan
mencari keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa ada kewajiban apapun.
5 Lihat, misalnya, Suqiyah Musafa’ah et al., Hukum Ekonomi dan Bisnis Islam I (Surabaya:
IAIN Sunan Ampel Pres, 2013). 6 Adiwarman Karim, Bank Islam, Analisis Fiqh dan Keuangan (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2008).
Ansori Implementasi akad
64 | Mukammil: Jurnal Kajian Keislaman
Volume IV Nomor 1 Maret 2021 e-ISSN 2620-5122
Penjual memiliki keleluasaan dalam memenuhi permintaan pembeli, karena
biasanya tenggang waktu antara transaksi dan penyerahan barang pesanan
berjarak cukup lama.7
Jual-beli dengan cara Bai’ al-Istishna’ merupakan solusi tepat yang
ditawarkan oleh Islam guna menghindari riba.8 Namun, sering kali dalam
praktek di lapangan sering terjadi kelalaian oleh Muslam ilaih (penjual)
dalam memenuhi tanggungannya. Baik itu dalam segi keterlambatan waktu
pengiriman, ataupun barang yang di jadikan bahan baku pembuatan
kirimkan tidak sesuai dengan apa yang di inginkan oleh Muslam (pembeli).
Istisna’ dalam Jual Beli
Istishna’ menurut bahasa adalah meminta membuat sesuatu. Dalam
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Istisna’ adalah jual beli barang atau
jasa dalammbentuk pemesanan dengan kriteria dan persyaratan tertentu
yang disepakati antara pihak pemesan dan pihak penjual.9 Adapun menurut
kontekssekonomi syariah, Bai’ al-Istishna’ ialah akad jual beli dalam bentuk
pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang di
sepakati antara pemesan (pembeli) dan pembuat (penjual).10
Transaksi Bai’ al-Istishna’ merupakan kontrak penjualan antara
pembeli dan pembuat barang. Dalam kontrak ini, pembuat barang menerima
pesanan dari pembeli. Pembuat barang lalu berusaha melalui orang lain
untuk membuat atau membeli barang menurut spesifikasi yang telah
disepakati dan menjualnya kepada pembeli akhir. Kedua belah pihak
bersepakat atas harga serta sistem pembayaran; apakah pembayaran
dilakukan di muka, melalui cicilan, atau ditangguhkan sampai suatu waktu
pada masa yang akan datang.11 Sedangkan ulama Malikiyah
7 Baca, Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000). 8 Baca, Wahbah al-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, terj. AbdulHayyie al-
Kattani et al. Cet. 1 (Jakarta: Gema Insani, 2011). 9 Suqiyah Musafa’ah et al., Hukum Ekonomi dan Bisnis Islam I (Surabaya: IAIN
Sunan Ampel Pres, 2013), 115 10 Nurul Huda et al., Baitul Mal Wa Tamwil: Sebuah Tinjauan Teoritis (Jakarta:
Amzah Imprin Bumi Aksara, 2016), 92. 11 Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik (Jakarta; GIP,
2001), 113
Ansori Implementasi akad
65 | Mukammil: Jurnal Kajian Keislaman
Volume IV Nomor 1 Maret 2021 e-ISSN 2620-5122
mendefinisikannya sebagai :"Jual beli yang modalnya dibayar lebih
dahulu,sedangkan barangnya diserahkan sampai batas tertentu.12
Istishna’ adalah kontrak (akad) yang sah dan praktek bisnis yang
umum. Sebagai modeepembiayaan ia telah disahkan dengan berbasiskan
prinsip istihsan (kepentingan publik). Istisna’ adalah perjanjian yang
berakhir dalam jual-beli pada harga yang disetujui, dimana pembeli
melakukan pesanan terlebih dahulu. Semisal untuk pemesanan manufaktur,
merangkai, atau membangun (mengakibatkan terjadinya) sesuatu yang akan
diserahkan pada tanggal di masaayang akan datang yang telah disepakati
antara keduanya. Menjadi kewajiban bagi pemanufaktur atau pembangun
untuk menyerahkan asetnya dengan spesifikasi yang telah disetujui pada
periode waktu yang telah disetujui pula.13
Di dalam pemahaman Masyarakat Umum Akad Ba’i Istisna’ sering
kali di samakan dengan Akad Ba’i Salam, Padahal jika dipahami lebih
dalam terdapat beberapa perbedaan yang dimiliki oleh keduanya. Pada
prinsipnya akad istisna' menyerupai akad salam di mana keduanya
tergolong bay' al-ma'dum yakni jual beli barang yang belum ada. Namun
antara kedua jual belitersebut terdapat perbedaan, diantaranya adalah :
Pertama, obyek salam bersifat tanggungan (ad-dain), sedangkan obyek
istisna' bersifat benda {alain). Kedua, dalam akad salam dibatasi dengan
tempo waktu yang pasti, sedangkan akad istisna' tidak dibatasi dengan
tempo waktu. Ketiga, akad salam bersifat luzum (mengikat kedua pihak),
tetapi pada akad istisna’ tidak bersifat mengikat di mana masing- masing
pihak mempunyai hak khiyar. Keempat, harga pokok dalam akad salam
harus dibayarkan secara kontan dalam majelis akad, tetapi yang demikian ini
tidak diberlakukan pada akad istisna’.14
12 Ibid., 108 13 Istihsan menurut al-Ghazali adalah semua hal yang dianggap baik oleh
mujtahid menurut akalnya. Lihat Abu Hamid al-Ghazali, Al-Mustasyfa ft 'Ilm
al-Usul (Beirut: Dar al Kutub, t.th.), Juz I, 137. Sedangkan menurut Syatibi,
istihsan pengambilian suatu kemaslahatan yang bersifat juz'iy dalam
menanggapi dalil yang bersifat kully. Lihat Abu Ishaq asySyatibi, Al-
Muwafaqat fi Usulasy-Syari'ah (Beirut: Dar al-Ma'rifah, 1973), 70. 14 Adiwarman Karim, Bank Islam, Analisis Fiqh dan Keuangan (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2008), 99.
Ansori Implementasi akad
66 | Mukammil: Jurnal Kajian Keislaman
Volume IV Nomor 1 Maret 2021 e-ISSN 2620-5122
Istishna’ dapat digunakan untuk menyediakan fasilitas pembiayaan
manufaktur/konstruksi perumahan, pabrik, proyek pembangunan jembatan,
jalan dan jalan raya, dan sebagainya. Harganya harus ditetapkan dengan
kesepakatan dari semua pihak yang terlibat.15
Akad istishna’ adalah akad yang halal dan didasarkan secara syar’i
di atas petunjuk. Al-Qur’an, As-Sunnah dan Al-Ijma’ di kalangan muslimin.
Mengingat bai’ al-isthisna merupakan lanjutan dari bai’aas-salam, secara
umum landasan syariah yang berlaku pada bai’ as-salam juga berlaku pada
Bai’ al-Istishna’. Berikut ini dasar hukum yang digunakan.
با م الره وأحل الله البيع وحر
Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba”. (Qs.
Al-Baqarah: 275)
Berdasarkan ayat ini dan lainnya para ulama’ menyatakan bahwa
hukum asallsetiap perniagaan adalah halal, kecuali yang nyata-nyata
diharamkan dalam dalil yang kuat dan shahih.
Dasar hukum yang dijadikan pijakan untuk konteks Ba’i Istisna’
secara spesifik sebenarnya tidak di ketemukan, hanya saja para ulama dalam
menetapkan ketentuanntentang Ba’i al salam adalah berdasarkan kepada
keumuman ayat yang terdapat di dalam al Qur’an sebagai berikut :
ى فٱكتبوه وليك سم أجل م ا إذا تداينتم بدين إلى أيها ٱلذين ءامنو ت بينكم ي
فليكت كات بٱلعدل ول يأب كات أن يكت كما علمه ٱللHai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak
secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya dengan benar.” (QS Al Baqarah: 2: 282(
Sementara itu, dasar hukum dibolehkannya istisna ' tidak ada, baik
di dalam al Qur'an maupun Hadist, dan tidak pula ada keterangan para imam
mazhab yang menghubungkan dalil-dalil istisna kepada kedua sumber
tersebut. Untuk itu, para imam mazhab memberikan komentar dan
argumentasi yang berbeda dalam melegitimasi jenis jual beli ini, sehingga di
antara mereka ada yang menyatakan kebolehannya dan ada pula sebagian di
15 Muhammad Ayub, Understanding Islamic Finance (Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 2009), 407.
Ansori Implementasi akad
67 | Mukammil: Jurnal Kajian Keislaman
Volume IV Nomor 1 Maret 2021 e-ISSN 2620-5122
antara mereka yang melarangnya sama sekali dengan mengajukanaargumen
yang dianggapnya tepat berdasarkan pemahaman semangat ajaran Islam
dalam bidang muamalah. Kalangan ulama Hanafiyah melegitimasi jual beli
ini berdasarkan istihsan yaitu perbuatan adil terhadap suatu permasalahan
hukum dengan memandang hukum yang lain, karena adanya suatu yang
lebih kuat yang membutuhkan keadilan. Menurut MazhabbHanafi, transaksi
istisna' adalah sesuatu yang baik menurut ijtihad, karena transaksi ini telah
berlangsung dan menjadi kebutuhan di tengah-tengah masyarakat.
Sedangkan Jumhur ulama memandang bahwa jual beli istisna'
masuk dalam kelompok jual beliisalam. Mereka menganalogikan istisna'
dengan salam. Ketika istisna' berkaitan dengan memproduksi barang
tertentu seperti alat-alat pertanian, mesin pabrik dan kendaraan, maka
apakah akad jual beli ini didasarkan kepada benda benda yang diproduksi
atau kepada kerja si pekerja. Kalangan Hanafiyah menyatakan bahwa akad
istisna' dihubungkan kepada barang-barang yang diproduksi.
Kemudian selanjutnya, terdapat pula ayat Al Qur’an yang dijadikan
sebagai sumber rujukan sebagai sumber hukum di perbolehkannya Ba’i
Istisna’ yakni sebagai berikut :
ى فٱكتبوه سم أجل م ا إذا تداينتم بدين إلى أيها ٱلذين ءامنو ي
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak
secara tunai untuk waktu yang di tentukan, hendaklah kamu
menuliskannya…” (Q.S al-Baqarah: 282).
Dalam kaitan ayat tersebut, Ibnu Abbas menjelaskan keterkaitan ayat
tersebut dengan transaksi bai’ as-salam. Hal ini tampak jelas dari ungkapan
beliau, “Saya bersaksi bahwa salaf (salam) yang di jamin untuk jangka
waktu tertentu telah dihalalkan oleh Allah pada kitab-nya dan diizinkan-
Nya.” Ia lalu membaca ayat tersebut di atas.16
ص كان أرادأن يكت إلى العجم فقيل له إن أنس رضي الله عنه أن نبىه الله
ة.قال : كأنهى أنظرإلى بياض ه فى يده. عن العجم ليقبلون إلكتاباعليهفض
)رواه مسلم(
16 Antonio, Bank Syariah...,108.
Ansori Implementasi akad
68 | Mukammil: Jurnal Kajian Keislaman
Volume IV Nomor 1 Maret 2021 e-ISSN 2620-5122
Dari Anas RA bahwa Nabi SAW hendak menuliskan surat kepada
raja non-Arab, lalu dikabarkan kepada beliau bahwa raja-raja non-Arab
tidak sudi menerima surat yang tidak distempel. Maka beliau pun memesan
agar ia dibuatkan cincin stempel dari bahan perak. Anas mengisahkan
:“Seakan-akan sekarang ini aku dapat menyaksikan kemilau putih di tangan
beliau.” (HR. Muslim)
Perbuatan nabi ini menjadi bukti nyata bahwa akad istisna’ adalah
akad yang dibolehkan.
Dari Abdullah bin Harits, dari Al-Hakim bin Hizam bahwa
Rasulullah bersabda, “Penjual dan pembeli sama-sama bebas menentukan
jual belinya selagi mereka belum berpisah. Jika mereka jujur dan berterus
terang, jual beli mereka diberkati Allah. Akan tetapi, jika mereka saling
mendustai dan berbuat curang, keberkahan dalam jual beli akan terhapus.”
Rasulullah melanjutkan, “Umatku tidak akan sepakat terhadap suatu
kesesatan.” (HR. Ahmad bin Hanbal, Ibnu Majah, dan Ath-Thabrani)17
Sebagian ulama menyatakan bahwa pada dasarnya umat Islam
secara de-facto telah bersepakat merajut konsesus (ijma’) bahwa akad
istishna’ adalah akad yang dibenarkan dan telah dijalankan sejak dulu kala
tanpa ada seorang sahabat atau ulama pun yang mengingkarinya. Dengan
demikian, tidak ada alasan untuk melarangnya.
Para ulama Hanafiyah berpendapat bahwa jika didasarkan pada
qiyas dan kaidah umum maka akad istishna‟ tidak boleh dilakukan, karena
akad ini mengandung jual beli barang yang tidak ada (bay‟ ma‟duum)
seperti akad salam. Jual beli barang yang tidak ada tidak dibolehkan
berdasarkan larangan Nabi Saw. Untuk menjual sesuatu yang tidak dimiliki
oleh seseorang. Oleh karena itu akad ini tidak dapat dikatakan sebagai akad
jual beli, karena merupakan jual beli barang yang tidak ada.18
Para ulama Hanafiyah berpendapat bahwa akad istishna‟ boleh
berdasarkan dalillistihsan yang ditunjukkan dengan kebiasaan masyarakat
melakukan akad ini sepanjang masa tanpa ada yang mengingkarinya,
sehingga menjadi ijma tanpa ada yang menolaknya. Ulama Syafi‟iyah juga
17 Huda, et al., Baitul Mal Wa Tamwil..., 93. 18 Wahbah al-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, terj. AbdulHayyie al-Kattani et
al. Cet. 1 (Jakarta: Gema Insani, 2011), 271.
Ansori Implementasi akad
69 | Mukammil: Jurnal Kajian Keislaman
Volume IV Nomor 1 Maret 2021 e-ISSN 2620-5122
tidak membenarkan akad istisna seperti yang dijelaskan oleh ulama
hanafiyah. Namun demikian ulama Syafi‟iyah membolehkan akad istishna’
ini dengan menyamakan dengan akad salam.19 Di antara syarat utamnya
adalah menyerahkan seluruh harga barang dalam majlis akad. Mereka juga
menyatakan bahwa harus ditentukan waktu penyerahan barang pesanan
sebagaimana dalam akad salam, jika tidak maka akad itu menjadi rusak.
Selain itu mereka juga mensyaratkan tidak boleh menentukan pembuat
barang ataupun barang yang dibuat. Begitupun juga syarat-syarat
akaddsalam yang lain.
Menurut al Asybah As-Suyuti didalam kitab wahbah al zuhaili
menjelaskan bahwa istishna‟ menurut mazhab Syafi‟i disahkan semua,
baik waktu penyerahan barang ditentukan ataupun tidak yaitu dengan
melakukan akad salam, dengan ketentuan penyerahan barang secara
langsung ditempat akad. Akad istishna‟ secara kontan seperti ini adalah sah
menurut meraka.20
Dari dua pendapat di atas Sebagian fuqaha kentomporer juga
mengemukakan pendapat bahwasanya “Bai’ al-Istishna’ “ adalah sah atas
dasar qiyas dan aturan umum syariah kerena itu memang jual beli biasa dan
si penjual akan mampu mengadakan barang tersebut pada saat penyerahan.
Demikian juga kemungkinan terjadi perselesihan atas jenis dan ukuran-
ukuran serta bahan material pembuatan barang tersebut.21
Bai’ al-Istishna’ merupakan salah satu pengembangan bai’
assalam, waktu penyerahan barang dilakukan dikemudian hari sementara
pembayarannya dapat dilakukan melalui cicilan atau ditangguhkan22.
Karena Bai’ al-Istishna’ merupakan akad khusus dari bai’ as-salam maka
ketentuan dan landasan hukum Syariah Bai’ al-Istishna’ mengikuti
ketentuan bai’ as-salam, hal-hal lain yang terkait dengan Bai’ al-Istishna’
dapat diuraikan berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor
06/DSN-MUI/IV/2000 Sebagai berikut:
19 Ibid., 270. 20 Ibid., 272-273 21 Antonio, Bank Syariah..., 114 22 Sumarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah (Jakarta:
Zikrul Hakim,2003), 41-42
Ansori Implementasi akad
70 | Mukammil: Jurnal Kajian Keislaman
Volume IV Nomor 1 Maret 2021 e-ISSN 2620-5122
Pertama, Syarat Istishna’: 1) Kedua belah pihak yang bertransaksi
adalah orang yang berakal, cakap hukum, dan mempunyai kekuasaan untuk
melakukan jual beli; 2) Ridha atau kerelaan dari kedua belah pihak dan tidak
ingkar janji; 3) Pembuat (shani’) menyatakan kesanggupan untuk membuat
barang pesanan; 4) Apabila bahan baku berasal dari pemesan (mushtasni’),
akad ini bukan lagi istishna’, tetapi berubah menjadi ijarah; 5) Barang
pesanan yang menjadi objek kontrak harus diperinci sedemikian rupa
mempunyai kriteria yang jelas, seperti jenis, ukuran, mutu, dan jumlah, agar
menghilangkan ketidakjelasan mengenai barang tersebut; 6) Barang pesanan
tidak termasuk kategori yang dilarang syara’, seperti najis, haram, syubhar,
atau menimbulkan kemudaratan (maksiat); 7) Harga harus ditentukan
berdasarkan aturan atau kesepakatan antara penjual dan pembeli.
Pembayaran untuk objek barang yang digunakan sebagai objek Ba’i Istisna’
bisa dibayarkan pada waktu akad secara tunai ataupun dengan cara dicicil,
atau ditangguhkan pada waktu tertentu pada masa yang akan datang. Pada
intinya harus sesuai kesepakatan bersama. Jika terjadi perubahan harga,
pihak pembeli harus terlebih dahulu mengkonfirmasi kepada pembeli
mngenai harga tersebut. Misalnya saja perubahan harga tersebut
dimungkinkan terjadi karena perubahan harga awal barang di pasaran atau
karena kemungkinan-kemungkinan yang tidak bisa diramalkan di
kedepannya. Hal tersebut di perbolehkan selama ada kesepakatan antara
keduanya. Kedua, rukun Bai’ al-Istishna’ ada lima. Penjualan atau penerima
pesanan (shani’); Pembeli atau pemesan (mustshni’); Barang (mashnu’);
Harga (tsaman); dan Ijab qabul (shighat).23
Para ulama Hanafiyah menentukan tiga syarat bagi keabsahan akad
istishna’ yang jika salah satu syarat tersebut tidak terpenuhi maka akad itu
akan rusak. Jika rusak maka ia dimasukkan dalam kelompok jual beli fasid
yang perpindahan kepemilikannya dengan penerimaan barang adalah secara
tidak baik sehingga tidak boleh dimanfaatkan dan digunakan serta wajib
menghilangkan sebab ketidak absahannya itu guna menghormati aturan
aturan syariat. Syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut : pertama,
menjelaskan jenis tipe, kadar, dan bentuk barang yang dipesan, karena
23 Mardani, Hukum Bisnis Syariah (Jakarta: Prenamedia Grup,2014),167-169.
Ansori Implementasi akad
71 | Mukammil: Jurnal Kajian Keislaman
Volume IV Nomor 1 Maret 2021 e-ISSN 2620-5122
barang yang dipesan merupakan barang dagangan sehingga harus diketahui
informasi mengenai barang itu secara baik. Kedua, barang yang dipesan
harus barang yang biasa dipesan pembuatnya oleh masyarakat, seperti
perhiasan, sepatu, wadah, alat keperluan hewan, dan alat transportasi
lainnya. Ketiga, tidak menyebutkan batas waktu tertentu. Jika kedua
pihak menyebutkan waktu tertentu penyerahan barang yang dipesan, maka
rusaklah akaditu berubah menjadi akad salam.24
Ketentuan tentang pembayaran dalam istisna’ di antaranya: 1) alat
bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang, barang,
maupun manfaat; 2) Pembayaran dilakukan sesuai dengan kesepakatan
kedua belah pihak. Boleh dengan cara dibayar tunai di awal transaksi atau di
tangguhkan atau di cicil sesuai dengan kesepakatan bersama; 3) Pembayaran
tidak boleh dalam bentuk pembebasan utang. Sementara, ketentuan tentang
barangnya sebagai berikut; 1) Harus jelas ciri-cirinya dan dapat di akui
sebagai utang; 2) Harus dapat dijelaskan spesifikasinya; 3) Penyerahannya
dilakukan kemudian; 4) Waktu dan tempat penyerahan barang harus
ditetapkan berdasarkan kesepakatan; 5) Pembeli (mustahni’) tidak boleh
menjual barang sebelum menerimanya; 6) Tidak boleh menukar barang,
kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan; 7) Jika terdapat cacat atau
barang tidak sesuai dengan kesepakatan, pemesan memiliki hak memilih
untuk melanjutkan atau membatalkan akad.25
Sebagai bagian dari muamalah, ada hak dan kewajiban pelaku
istishna’, antara lain: Pertama, pihak pertama dalam hal ini penjual wajib
dan dengan ini mneyetujui untuk memberikan ganti rugi kepada pihak kedua
dalam hal ini pihak pembeli atas segala kerugian apabila terdapat cacat pada
barang pesanan atau kekurangan sebagai kelalaian pihak pertama. Kedua,
pihak kedua dalam hal ini pembeli wajib dan menyetujui untuk melakukan
pembayaran cicilan kepada pihak pertama dalan hal ini penjual untuk
membayar cicilan tepat waktu dan besaran cicilan. Ketiga, pihak pembeli
mempunyai hak untuk memperoleh jaminan dari penjual atas : Jumlah yang
telah di bayarkan terlebih dahulu dan penyerahan barng pesanan sesuai
24 Abd al-Wahhab Khallaf, Usul al Fiqh (Kairo: Dar al-Ilm, 1978), 89-91. 25 Huda et al., Baitul Mal Wa Tamwil..., 94 - 95
Ansori Implementasi akad
72 | Mukammil: Jurnal Kajian Keislaman
Volume IV Nomor 1 Maret 2021 e-ISSN 2620-5122
dengan spesifikasi atau kesepakatan awal dan tepat waktu dalam proses
penyerahannya. Namun dmikian, akad jual beli Istishna’ dapat berakhir
apabila didasarkan kepada beberapa kondisi antara lain : dipenuhinya
kewajiban secara normal oleh kedua belah pihak, persetujuan bersama
kedua belah pihak untuk menghentikan kontrak jual beli dan pembatalan
hukum kontrak. Ini jika muncul sebab yang ,masuk akal untuk mencegah
dilakasanakannya kontrak atau penyelesaiannya, dan masing-masing pihak
bisa menuntut pembatalannya.
Temuan Lapangan
Dari beberapa lokasi yang ada di sekitaran kota sidoarjo-surabaya,
kami mengambil lokasi atau objek penelitian di Koperasi As Sakinah Desa
Larangan Ruko Jati Kepuh No. 28, Sidoarjo, Jawa Timur. Koperasi tersebut
merupakan koperasi yang cukup populer di kota Sidoarjo. Koperasi ini
memiliki beberapa program pelayanan, seperti tabungan hari raya, tabungan
qurban, dan tabungan umrah. Selain itu, ada tabungan berjangka atau
deposito dan tabungan hari tua. Meskipun Koperasi ini jika dilihat dari
namanya saja berbau Islam namun Koperasi ini juga menerima nasabah
nonmuslim yang berminat mau ikut menabung atau menikmani program di
koperasi tersebut.
Koperasi As-Sakinah per tahun mampu meraup omset mencapai Rp
10 Miliar. Nilai asetnya hampir Rp 7 Miliar. Koperasi As Sakinah juga
sudah banyak meraih prestasi yang terbaru Koperasi yang terbentuk pada
Tahun 2005 ini meraih penghargaan dari Kementerian Koperasi serta Usaha
Kecil dan Menengah (UKM) di tahun 2015 menempati Terbaik di Jawa
Timur. Lokasi Koperasi As Sakinah sendiri berada di pinggir jalan Raya
Surabaya – Malang, Tak elak hal tersebut membuat Koperasi ini tidak sepi
pengunjung. Apalagi dengan pelayanan yang begitu prima dari setiap
karyawannya.26
Dalam proses Kunjungan, kami diberi kesempatan oleh pihak
Koperasi As Sakinah untuk langsung mengikuti tahap pemenuhan terhadap
pesanan parsel hari raya yang diterima dan sedang dikerjakan pada hari
Rabu 06 Mei 2020 . Dengan rincian Pesanan sebagai berikut :
26 Hasil dokumentasi penulis di Koperasi As-Sakinah Sidoarjo.
Ansori Implementasi akad
73 | Mukammil: Jurnal Kajian Keislaman
Volume IV Nomor 1 Maret 2021 e-ISSN 2620-5122
Tabel 1
Pesanan Parsel Hari Raya Tertanggal 06 Mei 2020 dan Total
Jumlah Uang yang Harus Dibayar Pemesan27
NO Nama
Pemesan
Barang
yang
dipesan
Harga
Satuan Total
1 PDAM
Sidoarjo
100
Tropical 2L Rp.22.000 Rp.2.200.000
100 Gula
Curah 1 Kg
Rp.
12.000 R.p1.200.000
500 Sedaap
Mie Goreng Rp. 2.400 Rp.1.200.000
200 Kecap
ABC 65mL Rp. 2.000 Rp.400.000
Jumlah Rp.5.000.000
2
PC.
Aisyiyah
Tulangan
104 Gula
Curah 1 Kg Rp.11.800 Rp.1.227.200
42 Tropical
2L Rp.21.900 Rp.919.800
49 Emping
Manis Rp.46.000 Rp.2.254.000
42
Blueband Rp.7.000 Rp.294.000
27 Hasil dokumentasi penulis di Koperasi As-Sakinah Sidoarjo.
Ansori Implementasi akad
74 | Mukammil: Jurnal Kajian Keislaman
Volume IV Nomor 1 Maret 2021 e-ISSN 2620-5122
200gr
42 Kecap
Sedaap
600ml
Rp.17.000 Rp.714.000
42 SKM
Carnation Rp.11.000 Rp.462.000
10 Fortune
1L Rp.11.500 Rp.115.000
3 ABC
Sarden
435mL
Rp.18.500 Rp.55.500
3 Kecap
Bango
220mL
Rp.10.200 Rp.30.600
12 Indomie
goreng Rp.2.800 Rp.33.600
Jumlah Rp.6.105.700
Ansori Implementasi akad
75 | Mukammil: Jurnal Kajian Keislaman
Volume IV Nomor 1 Maret 2021 e-ISSN 2620-5122
Analisis Hasil Temuan
Dalam pemesanan dan pencatatan yang dilakukan di tabel 1 di atas,
pencatatan dilakukan berdasarkan nota tangan yang semula di sepakati
kedua belah pihak dan dengan harga yang sudah dilakukan proses negoisasi
sebelumnya. Termuat pula kesepakatan oleh kedua belah pihak untuk waktu
NO Nama
Pemesan
Barang yang
dipesan
Harga
Satuan Total
3 Ibu Rikan 40 Gula 1 Kg Rp. 13.800 Rp.552.000
Jumlah Rp.552.000
4 Ibu Yuliatin
Tulangan 34 Gula 1 Kg Rp.13.800 Rp.469.200
17 Sunco 2L Rp.22.900 Rp.389.300
17 Sunlight
780mL Rp.14.500 Rp.246.500
17 Permen
Mintz ungu Rp.5.000 Rp.85.000
17 Permen
Mintz merah Rp.5.000 Rp.85.000
24 Emping
Manis Rp.46.000 Rp.1.104.000
Jumlah Rp.2.379.000
Ansori Implementasi akad
76 | Mukammil: Jurnal Kajian Keislaman
Volume IV Nomor 1 Maret 2021 e-ISSN 2620-5122
pengiriman pesanan parsel, sehingga penjual bisa mempersiapkan pesanan
hingga siap di kirimkan sesuai tanggal yang telah di sepakati. Sehingga
tidak ada pihak yang dirugikan dalam hal harga dan juga waktu. Di dalam
proses kesepakatan tersebut, dari pihak Koperasi As Sakinah juga
memberitahukan jika terjadi perbedaan harga barang yang dipesankan
dengan harga di pasaran maka dari Pihak Koperasi As Sakinah akan
mengabarkan hal tersebut kepada pembeli. Jadi jika ada perbedaan harga
pembeli dapat menolak atau menyetujui perubahan harga tersebut.
Mekanisme pembiayaan Bai’ al-Istishna’ merupakan cara-cara yang
dilakukan atau tahap-tahap yang dilalui oleh seorang pembeli dimulai dari
memesan sampai barang sudah didapat dalam genggaman. Pembeli pada
umumnya adalah orang-orang yang sudah merancang atau menuliskan
rincian barang-barang yang di inginkan, sehingga penjual harus dengan teliti
mencari barang sesuai dengan apa yang di inginkan pembeli. Jika Jenis atau
Merk barang yang di pesankan oleh pembeli habis, maka dari pihak
Koperasi As Sakinah akan menghubungi Nomor telfon dari pemebeli
tersebut.
Perlu diketahui dari Koperasi As Sakinah memiliki dua jenis
kegiatan yaitu pada bagian simpan pinjam dan bagian pembiayaan-
pembiayaan. Di mana salah satu bentuk pembiayaan tersebut adalah berupa
sebuah minimarket kecil yang berisi mayoritas barang-barang kebutuhan
pokok. Seperti Beras, Minyak Goreng, Tepung, Telur Ayam, Mie Instan,
dan Kebutuhan Pokok yang lain. Dimana sumber modalnya bersumber dari
modal para anggota-anggota koperasi secara swadaya dan terus
berkembang. Di tempat inilah akad Bai' (Jual-Beli) dengan barang yang
memang dimiliki sepenuhnya oleh koperasi As Sakinah dilakukan. Jika
semisal ada barang yang ketersediannya tidak ada, maka Koperasi As
Sakinah akan mengkonfirmasi ke pembeli apakah mau untuk di carikan di
tempat lain atau tidak, bisa juga jika pembeli bersedia dari pihak Koperasi
As Sakinah Menawarkan kepada pembeli untuk di ganti produk lain dengan
jenis barang yang serupa.28
28 Hasil observasi penulis di Koperasi As Sakinah SIdoarjo.
Ansori Implementasi akad
77 | Mukammil: Jurnal Kajian Keislaman
Volume IV Nomor 1 Maret 2021 e-ISSN 2620-5122
Koperasi juga mengkonfirmasi untuk harga barang yang dibeli dari
luar koperasi tersebut. Jika pembeli keberatan atau tidak setuju dengan harga
barang tersebut, maka dapat di tolak atau setidaknya bisa di musyawarahkan
dengan pihak Koperasi. Pembeli atau pemesan yang datang pada umumnya
memang sudah berlangganan setiap tahunnya untuk memesan dan dibuatkan
parsel hari raya di Koperasi As Sakinah Sidoarjo. Pembeli yang datang
langsung menunjuk beberapa barang dan membawanya ke meja kasir untuk
melihat total harga dari barang-barang yang di ambilnnya. Lalu pembeli
akan menyebutkan barang tersebut bahwasanya barang yang mereka pilih
itu agar nantinya di jadikan satu paket parsel oleh Pihak Koperasi As
Sakinah, kemudian jika pembeli menginginkan paket lagi dengan jenis dan
harga barang yang berbeda maka, mereka akan mengambil atau memilih
barang-barang kembali dan menegoisasi harga barang pada kasir.
Setelah harga disepakati maka, pembeli akan menyebutkan berapa
paket barang yang dia inginkan. Lalu Kasir akan mencatat pada buku
pesanan dan memberikan nota pesanan yang dibuat rangkap dua , dimana
satu lembar untuk pembeli dan satu lembar untuk koperasi. Sehingga
semisal terjadi masalah dalam proses Bai’ tersebut kedua belah pihak
memiliki bukti yang dapat di pertanggung jawabkan secara hukum. Lalu
pihak koperasi akan meminta jangka waktu untuk memenuhi pesanan
pembeli. Pada umumnya pesanan akan dipenuhi selama kurang lebih satu
minggu dari awal tanggal pemesanan. Pada saat pembuatan nota pembeli
biasanya akan memberikan dp atau uang muka sebagai modal untuk
pemenuhan pesanan. Lantas kasir akan memberikan nota berwarna merah
atau salinannya. Dan apabila dibayar lunas oleh pembeli maka kasir akan
memberikan nota berwarna putih atau nota asli. Pembeli akan membayar
sisa pembayaran yang kurang pada saat barang dikirim ke pembeli dan
driver akan menukar nota salinan dengan nota asli saat barang sudah lunas.
Dalam pandangan hukum Islam setiap proses transaksi ekonomi
memiliki hukum dan kaidahnya sendiri. Adapun setiap kaidah dan hukum
itu sudah Allah SWT tentukan dalam al Quran dan al Hadith. Sekalipun
Allah SWT dan Rasulnya telah menggariskan hukum-hukum itu tidak
seluruh hukum langsung bisa dicerna dan dipakai begitu saja, beberapa
Ansori Implementasi akad
78 | Mukammil: Jurnal Kajian Keislaman
Volume IV Nomor 1 Maret 2021 e-ISSN 2620-5122
hukum dan kaidah perlu untuk dicapai dengan dukungan nalar dan ilmu
pengetahuan yang dirumuskan para ulama melalui (ijma').29
Para pemikir dan penulis buku-buku tentang fiqih ekonomi Islam
banyak mengutip istishna’ dalam karyanya. Mekanisme syarat dan rukun-
rukun istishna’ juga telah dibahas dengan gamblang diberbagai banyak
macam buku dengan mengutip pengertian akad salam dengan landasan
hadist bahwa Rasulullah SAW pernah melaksanakan sebuah akad pesanan
kepada budaknya untuk membuatkannya sebuah mimbar, termuat di dalam
Hadist dari Imam Bukhari :
عليه وسلم أرس عنه أن النبي صلى الل ل إلى عن سهل رضي الل
ار قال لها مري عبدك امرأة من المهاجرين وكان لها غلم نج
فاء فقطع من الطر فليعمل لنا أعواد المنبر فأمرت عبدها فذه
فصنع له منبراDari Sahal bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam
menyuruh seorang wanita Muhajirin yang memiliki seorang
budak tukang kayu. Beliau berkata kepadanya;
"Perintahkanlah budakmu agar membuatkan mimbar untuk
kami". Maka wanita itu memerintahkan budaknya. Maka
ghulam itu pergi mencari kayu di hutan lalu dia membuat
mimbar untuk beliau. “ (HR. Bukhari)
Dan juga termuat di dalam hadist yang di riwayatkan oleh
Imam Muslim :
صلى الله عليه و سلم ك عن أنس رضي الله عنه أن نبى ان أراد الل
اتم. أن يكت إلى العجم فقيل له إن العجم ل يقبلون إل كتاب ا عليه
ة. قال كأنهى أنظر إلى بياضه فى يد اتما من فض ه. رواه فاصطنع
مسلمDiriwayatkan dari sahabat Anas radhiallahu ‘anhu, pada
suatu hari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hendak
menuliskan surat kepada seorang raja non Arab, lalu
dikabarkan kepada beliau: “Sesungguhnya raja-raja non
29 Lihat, Ahmad Wardi Muslich, Fiqih muamalah (Jakarta: Amzah, 2010).
Ansori Implementasi akad
79 | Mukammil: Jurnal Kajian Keislaman
Volume IV Nomor 1 Maret 2021 e-ISSN 2620-5122
arab tidak sudi menerima surat yang tidak distempel,” maka
beliaupun memesan agar ia dibautkan cincin stempel dari
bahan perak. Anas menisahkan: “Seakan-akan sekarang ini
aku dapat menyaksikan kemilau putih di tangan
beliau.” (HR. Muslim)
Mengambil pemahaman dari hadith secara tekstual di atas, bahwa
Nabi pernah melakukan akad pesanan. Bahwa pada dasarnya akad istishna’
diperbolehkan dalam Islam. Bahwa Pemesana parsel Hari Raya secara garis
besar menjalankan Akad Istishna’. Hal ini dapat diketahui pada saat pembeli
memberikan sejumlah uang untuk DP dan atau ketika pembeli membayar
cash tapi barang yang di inginkan tidak langsung dibuatkan, melainkan
diberi jangka waktu beberapa hari setelah pemesanan dilakukan dan
pelunasan pembayaran dilakukan ketika barang dikirimkan ke alamat
pembeli berdasarkan pesanan pembeli sesuai akad yang telah disepakati
bersama.
Melihat pemahaman tersebut, secara kontekstual akad pesanan
merupakan suatu hal yang lazim dan sudah mendarah daging di masyarakat
kita. Ketika seseorang membutuhkan suatu barang yang tidak terdapat
banyak stok di pasaran namun orang tersebut mungkin memiliki hajat dan
memerlukan barang tersebut dengan jumlah yang banyak dengan waktu
yang singkat, maka pembelian yang dilakukan dengan cara memesan
menjadi solusi dan dibutuhkan disaat yang bersamaan.
Menurut data hasil penelitian yang telah di dapat, transaksi jual beli
yang ada di Koperasi As Sakinah secar teoritis telah memenuhi unsur-unsur
dalam jual beli, di mana unsur-unsur tersebut ialah harus memenuhi rukun-
rukun jual beli. Adapun rukun jual beli menurut jumhur ulama ada empat
yaitu: Ba’i (Penjual), Mustari (Pembeli), Sighat (Ijab dan Qabul) dan
Ma’qud Alaih (Benda atau barang).30
Apabila dikaitkan dengan pelaksanaan transaksi jual beli di Koperasi
As Sakinah telah memenuhi rukun-rukun jual beli yang telah disebutkan di
atas. Yang berpihak sebagai penjual dalam hal ini Koperasi As Sakinah
yang menawarkan pemesanan Parsel Hari Raya. Sedangkan Pembeli adalah
30 Muhammad Yazid, Hukum Ekonomi Islam : Fiqh Muamalah (Surabaya: UIN Sunan
Ampel Press,2014), 21-22.
Ansori Implementasi akad
80 | Mukammil: Jurnal Kajian Keislaman
Volume IV Nomor 1 Maret 2021 e-ISSN 2620-5122
mereka masyarakat sekitar Koperasi As Sakinah ataupun mereka yang
menjadi anggota tetap Koperasi As Sakinah. Sedangakan benda atau barang
yang dijadikan objek penelitian yaitu beberapa jenis kebutuhan pokok
seperti Minyak Goreng, Kecap, Tepung terigu, Mie Instan dan bahan-bahan
pokok lainnya. Setelah terjadi kesepakatan maka dari situlah adanya suatu
ijab qabul antara penjual dalam hal ini Koperasi As Sakinah dan Pembeli.
Jika kita melihat kembali pengertian dari Istishna’ ialah akan jual
beli pesanan antara pihak produsen atau penjual (Shani’) dengan pemesan
(Mustahni’) untuk membuat suatu produk barang dengan spesifikasi tertentu
dimana bahan dan biaya produksi menjadi tanggung jawab pihak Produsen
atau penjual. Sedangkan sistem pembayarannya bisa dilakukan di muka,
tengah atau akhir transaksi pemesanan.31
Jika kita melihat kembali terkait Hak dan Kewajiban Pelaku
Istishna’ baik itu dari Pihak Penjual ataupun Pembeli, sebagai berikut :
Pertama, pihak pertama dalam hal ini penjual wajib dan dengan ini
mneyetujui untuk memberikan ganti rugi kepada pihak kedua dalam hal ini
pihak pembeli atas segala kerugian apabila terdapat cacat pada barang
pesanan atau kekurangan sebagai kelalaian pihak pertama. Kedua, pihak
kedua dalam hal ini Pembeli wajib dan menyetujui untuk melakukan
pembayaran cicilan kepada pihak pertama dalan hal ini penjual untuk
membayar cicilan tepat waktu dan besaran cicilan. Ketiga, pihak Pembeli
mempunyai hak untuk memperoleh jaminan dari penjual atas : jumlah yang
telah di bayarkan terlebih dahulu dan penyerahan barng pesanan sesuai
dengan spesifikasi atau kesepakatan awal dan tepat waktu dalam proses
penyerahannya.
Maka implementasi akad Istishna’ dalam pemesanan parsel di
Koperasi As Sakinah yaitu:32 pertama, Pembeli akan memilih jenis barang
apa saja yang mereka inginkan untuk dijadikan sebagai bingkisan Parsel
Hari Raya. Jika memang ketersediaan stok barang yang di inginkan oleh
calon pembeli tidak ada maka Pembeli bisa mengutarakannya kepada Kasir
yang berjaga saat itu agar di pesankan barang tersebut sesuai dengan
31 Siti Mujiatun, Jual Beli dalam Perspektif Islam Salam dan Istishna’ (Sumatra Utara:
2013). 32 Ahmad (Pengurus Koperasi As Sakinah Sidoarjo), Wawancara, Sidoarjo, 20 April 2020.
Ansori Implementasi akad
81 | Mukammil: Jurnal Kajian Keislaman
Volume IV Nomor 1 Maret 2021 e-ISSN 2620-5122
kesepakatan antara Pihak Koperasi As Sakinah dan juga Pembeli. Kedua,
setelah memilih barang yang akan dijadikan paket parsel maka pembeli akan
memesan barang-barang tersebut untuk dibuatkan paket parsel dengan
spesifikasi sesuai dengan keinginan dari pembeli tersebut. Ketiga, Pembeli
akan melakukan negoisasi mengenai pembayaran apakah ingin membayar
secara tunai atau cicilan. Keempat, setelah melakukan negoisasi antara
penjual dan pembeli maka tercapailah sebuah kesepakatan, dan penjual akan
membuatkan produk tersebut sesuai permintaan dari Pihak Pembeli terkait
barang-barang apa saja yang ingin di masukkan kedala paket parsel dan
bagaimana bentuk parsel yang pembeli inginkan. Serta tak lupa pula terakait
jangka waktu penyelesaian pemesanan oleh Pihak Koperasi As Sakinah.
Akan tetapi jika kita melihat kajian teori yang telah penulis paparkan
di atas, terdapat perbedaan terkait dengan sistem pembayaran dalam akad
istishna’, dalam kajian teori tersebut sistem pembayaran istishna’ dilakukan
dengan cara mencicil baik itu di awal, di tengah maupun di akhir transaksi.
Sedangkan sistem pembayaran yang dilakukan di Koperasi As Sakinah ini
dilakukan bisa dengan cara mencicil ataupun di lunasi secara penuh di awal
transaksi.
Proses pengiriman barang dalam hal ini paket parsel yang telah
digarap oleh Pihak Koperasi As Sakinah, sebelumnya di kesepakatan yang
terjadi ketika awal negoisasi antara Pihak Koperasi As Sakinah dan juga dari
Pihak Pembeli biasanya dari Pihak Koperasi menawarkan kepada Pembeli,
ketika Parsel tersebut sudah selesai dibuat. Apakah pembeli akan
mengambil sendiri parsel tersebut sesuai dengan kesepakatan waktu yang
sebelumnya telah disepakati ataukah Pembeli mau dihantarkan ke rumah
pembeli oleh Pihak Koperasi As Sakinah.
“Biasanya kebanyakan pembeli yang memesan Paket Parsel di
Koperasi As Sakinah lebih suka paket Parsel tersebut langsung di
hantarkan oleh Pihak Koperasi As Sakinah kepada alamat yang ingin
mereka berikan paket parsel tersebut. Semisal salah satu transaksi
yang ingin di hantarkan langsung ke tempat yang ingin di berikan
paket parsel tersebut ialah sebagai berikut: Nama Pemesan: Edi
Subagyo, Desa Sumorame, Kecamatan Candi, Sidoarjo. Memesan
100 Paket parsel dan meminta dari Pihak Koperasi As Sakinah
mengirimkannya kepada PDAM SIDOARJO yang beralamat di Jl.
Ansori Implementasi akad
82 | Mukammil: Jurnal Kajian Keislaman
Volume IV Nomor 1 Maret 2021 e-ISSN 2620-5122
Pahlawan No.1 Rw.6, SidoKumpul, Kec.Sidoarjo, Kabupaten
Sidoarjo. Dari Pihak Koperasi sendiri jika barang atau paket parsel
yang dibeli mempunyai total harga lebih dari satu juta maka proses
pengiriman gratis, apabila dibawah satu juta maka dari pihak
Koperasi As Sakinah akan membebankan biaya kirim kisaran
Rp.25.000-Rp.100.000 tergantung jauh tidaknya lokasi
pengiriman..”33
Pada dasarnya dalam praktek yang terjadi di Koperasi As Sakinah
yang menjadi masalah adalah tidak adanya uang muka atau DP yang di
berikan pembeli saat pemesanan barang melalu akad Bai’ al-Istishna’ ini.
“..Saat kami ikut memenuhi dan 'menggarap' pesanan parsel hari
raya bersama beberapa anggota Koperasi As Sakinah. Barang-
barang yang diperlukan nominal harga yang harus di tanggung
Koperasi As Sakinah tidaklah sedikit , seperti minyak dan emping
manis serta Gula contohnya. Kita tahu barang-barang tersebut
harganya bisa menjadi sangat tinggi apalagi di momen menjelang
Idul Fitri seperti saat Peneliti ikut berpartisipasi dalam pemenuhan
Parsel di Kopeasi As Sakinah pada saat itu. Koperasi biasanya harus
mendapat suplai barang yang cukup dari suplier agar sewaktu waktu
jika ada orang yang ingin memesan barang untuk dijadikan parsel
atau kebutuhan lain, maka barang-barang tersebut sudah siap dan
bisa segera digarap untuk dijadikan parsel..”34
Hal ini tentu memakan biaya yang cukup besar, melihat jumlah uang
yang harus di miliki oleh koperasi dalam pemenuhan stok barang, maka
akad istishna’ ini jika tanpa didahului uang muka/DP dari calon pembeli
(pemesan) akan membebani Koperasi dalam jangka waktu yang panjang.
Pada Akhirnya akan berimbas pada modal koperasi yang semakin terkikis
karena sebagian besar modal akan digunakan untuk membeli barang-barang
baru tanpa ada pemasukan yang lebih.
Sebagai reaksi terhadap masalah diatas kami mengungkapkan bahwa
pada mulanya anggapan masyarakat menganggap bahwasanya Koperasi
seakan akan memaksa pembeli untuk memberikan DP atau uang muka
33 Ahmad (Pengurus Koperasi As Sakinah Sidoarjo), Wawancara, Sidoarjo, 06
Mei 2020. 34 Ahmad (Pengurus Koperasi As Sakinah Sidoarjo), Wawancara, Sidoarjo, 17 Mei 2020.
Ansori Implementasi akad
83 | Mukammil: Jurnal Kajian Keislaman
Volume IV Nomor 1 Maret 2021 e-ISSN 2620-5122
ketika melakukan pemesanan, Mereka menilai bahwasanya dp atau uang
muka tersebut tidak disyaratkan oleh syara'. Kejadian seperti itu terjadi
mungkin tidak pada semua jenis barang. Namun hanya pada jual beli barang
tertentu saja. Jadi dapat di ambil kesimpulan bahwasanya Akad dalam
transaksi ini tetaplah sah dan berjalan sesuai ketentuan syariat, namun ketika
akad atau berlangsungnya ijab dan qabul antara penjual dan pembeli
sebaiknya ditambahi dengan syarat yakni pemberian uang muka atau DP
oleh pembeli kepada penjual (Koperasi) yang sebetulnya secara tidak
langsung dibutuhkan oleh koperasi. Untuk mengatasi dari keringnya dana
modal mereka. Tentunya semua itu berlandaskan atas dasar saling ridho.
Terkait masalah barang yang di gunakan sebagai objek Ba’i
Istishna’. Bersadarkan Ketentuan tentang barang menurut pendapat Para
ulama Hanafiyah barang tersebut Harus jelas ciri-cirinya dan dapat di akui
sebagai utang, Harus dapat dijelaskan spesifikasinya, Penyerahannya
dilakukan kemudian, Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan
berdasarkan kesepakatan, Pembeli (mustahni’) tidak boleh menjual barang
sebelum menerimanya, Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang
sejenis sesuai kesepakatan, Jika terdapat cacat atau barang tidak sesuai
dengan kesepakatan, pemesan memiliki hak memilih untuk melanjutkan
atau membatalkan akad.
Dalam praktek yang terjadi di Koperasi As Sakinah, penulis
menganalisis bahwa, dari pihak Koperasi As Sakinah benar-benar
mengedepankan kejujuran. Misalnya, ketika ada suatu barang semisal mie
instan dengan merk Indomie stoknya kosong, sedangkan ada beberapa
pesanan parsel pembeli yang menginginkan mie instan dengan merk
Indomie tersebut di dalam bingkisan Parselnya. Pada saat itu juga dari Pihak
Koperasi As Sakinah langsung menghubungi Pihak Pembeli guna
mengkonfirmasi adanya kendala tersebut. Apakah dari pihak pembeli
bersedia untuk di gantikan produk Mie Instan dengan merk yang berbeda
atau tidak. Jika tidak dari pihak Koperasi As Sakinah akan berusaha
mencarikan mie instan dengan produk yang diinginkan oleh pembeli.
Ansori Implementasi akad
84 | Mukammil: Jurnal Kajian Keislaman
Volume IV Nomor 1 Maret 2021 e-ISSN 2620-5122
Kesimpulan
Praktik dari akad Bai’ al-Istishna’ yang di lakukan oleh Koperasi As
Sakinah Sidoarjo sesuai dengan yang di syariat oleh Islam. Dalam
pelaksanaannya, pembeli memberitahukan spesifikasi atau jenis-jenis barang
apa saja yang akan di jadikan sebagai paket parsel hari raya. Kemudian
pihak Koperasi As Sakinah mengkonfirmasi dari ketersediannya barang
tersebut. Dan juga koperasi menginformasikan jumlah harga dari
keseluruhan jumlah barang yang di pesan. Ketika barang yang di inginkan
oleh pembeli tidak ada ketersediaan stok oleh pihak Koperasi, maka pihak
Koperasi As Sakinah akan menawarkan untuk mencarikan barang di luar
Koperasi dengan persetujuan dari pihak pembeli terlebih dahulu. Tentu saja
disertai dengan keterangan harga dari barang tersebut. Jadi tidak ada dari
kedua belah pihak yang merasa di rugikan. Koperasi As Sakinah
mengedepankan kepuasan dari setiap pembelinya. Hal itu dapat dilihat dari
ketelitian dari pegawai koperasi dalam memilih spesifikasi barang yang
benar-benar sesuai dengan apa yang di inginkan oleh pembeli. Proses
pembayaran pemesanan Parsel Hari Raya di Koperasi As Sakinah dapat
dilakukan dengan 2 mekanisme pembayaran. Pembeli dapat membayar
secara kontan dan dapat juga membayar separuh dari jumlah harga yang
harus dibayarkan. Dan untuk separuh sisanya di bayarkan ketika barang
sudah diantarkan oleh pihak koperasi As Sakinah ke Alamat pembeli. Dalam
beberapa Praktiknya Koperasi As Sakinah sering kali mengalami masalah.
Khususnya dalam hak permodalan. Banyak di kalangan masyarakat yang
menggap bahwasanya membayar dp atau uang muka untuk pemesanan
parsel di anggap tidak perlu, padahal dengan pembeli mau membayar atau
memberikan Dp kepada pihak Koperasi As Sakinah, sedikit banyak itu
sangat membantu mengurangi resiko Koperasi As Sakinah mengatasi dari
keringnya dana modal mereka. Tentunya semua itu berlandaskan atas dasar
saling ridho.
Ansori Implementasi akad
85 | Mukammil: Jurnal Kajian Keislaman
Volume IV Nomor 1 Maret 2021 e-ISSN 2620-5122
Daftar Pustaka
Antonio, Muhammad Syafii. Bank Syariah dari Teori Ke Praktik.
Jakarta; GIP, 2001.
Ayub, Muhammad. Understanding Islamic Finance. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2009.
Ghazali (al), Abu Hamid. Al-Mustasyfa ft 'Ilm al-Usul. Beirut: Dar
al Kutub, t.th., Juz I.
Haroen, Nasrun. Fiqh Muamalah. Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000.
Huda, Nurul et al. Baitul Mal Wa Tamwil: Sebuah Tinjauan
Teoritis. Jakarta: Amzah Imprin Bumi Aksara, 2016.
Karim, Adiwarman. Bank Islam, Analisis Fiqh dan Keuangan.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008.
Khallaf, Abd al-Wahhab. Usul al Fiqh. Kairo: Dar al-Ilm, 1978.
Mardani. Hukum Bisnis Syariah. Jakarta: Prenamedia Grup, 2014.
Mujiatun, Siti. Jual Beli dalam Perspektif Islam Salam dan
Istishna’. Sumatra Utara: 2013.
Musafa’ah, Suqiyah et al. Hukum Ekonomi dan Bisnis Islam I.
Surabaya: IAIN Sunan Ampel Pres, 2013.
Muslich, Ahmad Wardi. Fiqih Muamalah. Jakarta: Amzah, 2010.
Syatibi (al), Abu Ishaq.Al-Muwafaqat fi Usulasy-Syari'ah. Beirut:
Dar al-Ma'rifah, 1973.
Yazid, Muhammad. Hukum Ekonomi Islam : Fiqh Muamalah.
Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014.
Zuhaili (al), Wahbah. Fiqh Islam Wa Adillatuhu. Terj.
AbdulHayyie al-Kattani et al. Cet. 1. Jakarta: Gema Insani,
2011.
Zulkifli, Sumarto. Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah.
Jakarta: Zikrul Hakim, 2003.
Wawancara
Akhlis (Pengurus Koperasi As Sakinah Sidoarjo), Wawancara,
Sidoarjo, 06 Mei 2020.