implementasi fatwa dewan syariah nasional (dsn)...
TRANSCRIPT
IMPLEMENTASI FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL (DSN)
NO.44/DSN-MUI/VIII/2004 TENTANG PEMBIAYAAN MULTIJASA DI
BPRS AL-SALAAM DAN BPRS PATRIOT BEKASI
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh:
YESSI RACHMA KHASANAH
11140460000058
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/ 2019 M
IMPLEMENTASI FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL (DSN)
NO.44/DSN-MUI/VIII/2004 TENTANG PEMBIAYAAN MULTIJASA DI
BPRS AL-SALAAM DAN BPRS PATRIOT BEKASI
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh:
Yessi Rachma Khasanah
11140460000058
Pembimbing:
Dr.Muhammad Maksum., SH., MA., MDC
NIP. 197807152003121007
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/ 2019 M
iii
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi yang berjudul “Implementasi Fatwa Dewan Syariah Nasional
(DSN) No.44/DSN-MUI/2004 Tentang Pembiayaan Multijasa di BPRS Al-
Salaam dan BPRS Patriot Bekasi” yang ditulis oleh Yessi Rachma Khasanah,
NIM 11140460000058, telah diujikan dalam sidang skripsi pada Selasa, 18
Desember 2018. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H) pada Program Studi Hukum Ekonomi
Syariah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Januari 2019
Mengesahkan
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum,
Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A. NIP. 19691216 199603 1 001
Panitia Sidang:
Ketua : AM. Hasan Ali, M.A. (..........................)
NIP. 19751201 200501 1 005
Sekretaris : Dr. Abdurrauf, Lc., M.A. (..........................)
NIP. 19731215 200501 1 002
Pembimbing : Dr. Muhammad Maksum., S.H., M.A., MDC
(..........................)
NIP. 19610304 199503 1 001
Penguji 1 : Dr. Abdurrauf, Lc., M.A. (........................)
NIP. 19731215 200501 1 002
Penguji 2 : Hidayatulloh, M.H (.........................)
NIP. 19870830 201801 1 002
iv
LEMBAR PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI
Yang bertanda tangan di bawah ini,
Nama : Yessi Rachma Khasanah
NIM : 11140460000058
Jurusan : Hukum Ekonomi Syariah
Fakultas : Syariah dan Hukum
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 (S1) di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam skripsi ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan
mempertanggungjawabkan.
4. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli atau
tanpa izin pemilik karya.
5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas karya
ini.
Jika di kemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah
memenuhi pembuktian yang dapat dipertanggungjawabkan, ternyata memang
bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan ini, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Fakultas Syariah dan Hukum Syarif Hidayatullah Jakarta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Ciputat, 11 Oktober 2018
Peneliti
Yessi Rachma Khasanah
v
ABSTRAK
Yessi Rachma Khasanah. NIM 11140460000058. IMPLEMENTASI FATWA
DEWAN SYARIAH NASIONAL (DSN) NO.44/DSN-MUI/VIII/2004
TENTANG PEMBIAYAAN MULTIJASA DI BPRS AL-SALAAM DAN BPRS
PATRIOT BEKASI. Program Studi Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah
dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018
M.
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) merupakan lembaga keuangan
yang berperan dalam menyimpan dana dan menyalurkan dana, dalam kegiatan
penyaluran dana BPRS ada yang menggunakan akad ijarah pada pembiayaan
multijasa. BPRS yang menggunakan akad tersebut adalah BPRS Patriot Bekasi
dan BPRS Al-Salaam. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan sesuai atau
tidaknya akad ijarah pada pembiayaan multijasa di kedua BPRS tersebut dengan
Fatwa DSN No.44/DSN-MUI/VIII/2004 tentang Pembiayaan Multijasa. Dalam
pelaksanaan penelitian ini, peneliti menggunakan metode kualitatif dengan
pendekatan normatif empiris dengan mengkaji peraturan-peraturan yang berkaitan
dengan tema penelitian serta melakukan wawancara kepada pihak BPRS Al-
Salaam dan BPRS Patriot Bekasi mengenai pelaksanaan akad ijarah pada
pembiayaan multijasa.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pelaksanaan akad ijarah pada
pembiayaan multijasa di BPRS Al-Salaam dan BPRS Patriot Bekasi berbeda
dalam penerapannya secara langsung kepada masyarakat dan belum sepenuhnya
memenuhi unsur-unsur yang terdapat di dalam Fatwa DSN No.44/DSN-
MUI/VIII/2004. Pembiayaan ijarah multijasa yang diteliti untuk biaya
pendidikan. Disini terjadi ketidak sesuaian antara kontrak perjanjian yang
diberikan kepada nasabah dengan hasil wawancara peneliti ke pihak BPRS.
Ketentuan mengenai ujrah tidak menjadi masalah untuk saat ini karena sudah ada
Fatwa terbaru yaitu Fatwa DSN No.112/DSN-MUI/IX/2017 yang menjelaskan
bahwa ujrah bisa berbentuk nominal, maupun presentase.
Kata Kunci : BPRS, Ijarah, Pembiayaan Multijasa, Fatwa DSN
Pembimbing : Dr. Muhammad Maksum., SH., MA., MDC
vi
KATA PENGANTAR
بسم هللا الرحمن الرحيم
Alhamdulillahirabil‟alamiin, Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT
yang telah memberikan nikmat iman dan Islam serta melimpahkan rahmat dan
karuniaNya kepada seluruh umatnya sehingga dapat terselesaikannya skripi ini
dengan sebaik-baiknya. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, sahabatnya, dan para
pengikutnya.
Skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, masih terdapat banyak
kekurangan di dalamnya. Namun, peneliti berharap semoga dengan adanya skripsi
ini dapat bermanfaat bagi semua orang yang membaca dan khususnya bagi
peneliti. Tidak lupa juga ucapan terimakasih untuk semua pihak yang telah
memberikan bantuan tanpa pamrih baik secara langsung maupun secara tidak
langsung. Oleh karena itu, dengan penuh rasa hormat, ucapan terimakasih ingin
penulis sampaikan kepada:
1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA.,. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. AM. Hasan Ali, MA. Ketua Program Studi Hukum Ekonomi Syariah
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. H. Abdurrauf, Lc., MA. Sekretaris Program Studi Hukum Ekonomi
Syariah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidatullah Jakarta.
4. Dr. Muhammad Maksum., SH., MA., MDC selaku dosen pembimbing
skripsi. Terimakasih telah bersedia meluangkan waktunya untuk
membimbing peneliti, keikhlasan hati, kesabaran dan kontribusi dalam
penyelesaian skripsi ini, atas kritik maupun saran sehingga dapat
memotivasi peneliti.
vii
5. Bapak Rifai selaku pihak BPRS Al-Salaam yang menjabat sebagai legal
officer yang telah bersedia meluangkan waktunya dan memberikan
informasi-informasi penting mengenai BPRS.
6. Ibu Atha, selaku pihak BPRS Al-Salaam yang menjabat sebagai SDM
yang telah bersedia meluangkan waktunya dan menerima peneliti untuk
melakukan penelitian di BPRS ini.
7. Bapak Asmawi, selaku pihak BPRS Patriot Bekasi yang menjabat sebagai
Direktur yang telah bersedia meluangkan waktunya dan memberikan
informasi-informasi penting mengenai BPRS.
8. Ibu Zakidiniyah, selaku pihak BPRS Patriot Bekasi yang menjabat sebagai
Sekretaris yang telah bersedia meluangkan waktunya, menerima peneliti
untuk melakukan penelitian dan membantu serta ramah sekali selama
melakukan penelitian di BPRS ini.
9. Seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan ilmu
pengetahuan, arahan dan masukannya, serta bersedia memberikan segala
data-data yang peneliti perlukan, sehingga penelitian ini terselesaikan.
10. Seluruh staff dan karyawan Perpustakaan Utama dan Perpustakaan
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta. Terimakasih banyak karena
dengan kesediaannya peneliti dapat mengambil berbagai macam referensi
dari buku, jurnal, maupun informasi lainnya.
11. Kedua orang tua, untuk Bapak, Mama, dan Fadli yang peneliti sangat
sayangi dan cintai, terimakasih selalu sabar dan selalu mensupport peneliti
dari dulu hingga sekarang sampai nanti. Terimakasih telah sabar
mengahadapi peneliti dan berusaha jerih payah untuk menyekolahkan
peneliti sampai ke jenjang perguruan tinggi ini. Serta do‟a yang selalu
diberikan kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
12. Terimakasih banyak untuk Wekaweka yaitu Fathur, Laila, Ammar, Cahya,
Huri, Inggil, Ghaffar, Jeki sahabat dari awal masuk kuliah sampai
sekarang yang telah menemani peneliti berjuang, menemani saat susah
maupun senang, yang selalu ada buat peneliti disaat dibutuhkan, yang
viii
selalu mengerti apa maunya peneliti. Semoga kita bisa sukses bareng-
bareng, dan mencapai impian yang diinginkan.
13. Kepada teman-teman Hukum Ekonomi Syariah 2014 yang sudah sama-
sama berjuang selama 4 tahun. Khususnya HES kelas B, yang sudah
mewarnai hari-hari peneliti diperkuliahan.
14. Teman, Sahabat dan tempat cerita peneliti Kharisma Inggil Wekasane,
yang sama-sama berjuang dan menemani peneliti selama menyelesaikan
skripsi ini, yang selalu bertukar pikiran agar skripsi ini cepat selesai, yang
selalu mau direpotkan oleh peneliti, teman mengeluh disaat kita sama-
sama udah mau menyerah menyelesaikan skripsi ini tapi akhirnya kita bisa
menyelesaikan skripsi ini.
15. Teman-teman KKN 047 Kembang Desa, terimakasih telah mewarnai hari-
hari peneliti selama menjalani KKN dan setelah KKN serta pengalaman
baru yang tidak pernah terlupakan. Terkhusus untuk Tantri, sahabat dan
teman curhat dari KKN sampai saat ini yang selalu memberi semangat dan
doa untuk peneliti agar cepat menyusul wisuda seperti dia.
Semoga do‟a, motivasi dan bantuan yang telah diberikan oleh berbagai
pihak tersebut mendapat balasan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT,
dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.
Jakarta, 20 September 2018
Penulis
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI .................................................. iv
ABSTRAK .............................................................................................................. v
KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah ..................................... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................................... 9
D. Metode Penulisan Skripsi ........................................................................... 10
E. Kerangka Teori dan Konseptual................................................................. 10
F. Rancangan Sistematika Penulisan .............................................................. 14
BAB II KAJIAN PUSTAKA ................................................................................ 16
A. Akad ........................................................................................................... 16
1. Pengertian Akad ..................................................................................... 16
2. Perbedaan Akad dengan Wa‟d................................................................ 18
3. Syarat Sahnya Akad ............................................................................... 19
4. Berakhirnya Akad ................................................................................... 23
B. Akad Ijarah ................................................................................................ 24
1. Pengertian Ijarah .................................................................................... 24
2. Dasar Hukum Ijarah ............................................................................... 28
3. Rukun dan Syarat Ijarah ......................................................................... 29
x
4. Jenis-Jenis Ijarah .................................................................................... 32
5. Pembatalan dan Berakhirnya Ijarah........................................................ 34
C. Pembiayaan Multijasa ................................................................................ 35
1. Pengertian Pembiayaan Multijasa .......................................................... 35
2. Dasar Hukum Pembiayaan Multijasa ..................................................... 36
D. Dasar Hukum dan Kegiatan Usaha Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
(BPRS) ............................................................................................................... 37
1. Dasar Hukum Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) ..................... 37
2. Kegiatan Usaha Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) .................. 38
E. Review Studi Terdahulu ............................................................................. 39
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.............................................................. 43
A. Metode Penelitian....................................................................................... 43
B. Sejarah Singkat BPRS Al-Salaam .............................................................. 46
C. Sejarah Singkat BPRS Patriot Bekasi ........................................................ 49
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...................................... 51
A. Syarat Ujrah (Upah) menurut Pendapat Ulama ......................................... 51
B. Analisa Penerapan Akad Ijarah Pada Pembiayaan Multijasa di BPRS Al-
Salaam ............................................................................................................... 53
C. Analisa Penerapan Akad Ijarah Pada Pembiayaan Multijasa di BPRS
Patriot Bekasi..................................................................................................... 57
D. Analisa Penerapan Akad Ijarah Pada Pembiayaan Multijasa di BPRS Al-
Salaam dan BPRS Patriot Bekasi Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional
(DSN-MUI) ....................................................................................................... 63
1. Analisa terhadap Akad ........................................................................... 64
2. Ketentuan Ujrah/fee dalam Pembiayaan Ijarah Multijasa ..................... 64
3. Ketentuan Objek Akad dalam Pembiayaan Multijasa ............................ 67
4. Hak dan Kewajiban dalam Pembiayaan Multijasa ................................. 69
5. Kesesuaian Syariah pada Pembiayaan Multijasa ................................... 70
BAB V PENUTUP ................................................................................................ 75
xi
A. Simpulan .................................................................................................... 75
B. Saran ........................................................................................................... 76
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 78
LAMPIRAN-LAMPIRAN .................................................................................... 81
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. 1 Pembiayaan Ijarah .............................................................................. 3
Gambar 1. 2 Kerangka Konseptual (sumber: Diolah Peneliti) ............................. 14
Gambar 2. 1 Skema Ijarah ................................................................................... 26
Gambar 3. 1 Manajemen BPRS Al-Salaam .......................................................... 48
Gambar 3. 2 Manajemen BPRS Patriot Bekasi ..................................................... 50
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Perbedaan Akad dan Wa‟d ................................................................... 18
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sistem Perbankan di Indonesia diatur dalam UU No.7 Tahun 1992
kemudian diubah menjadi UU No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan
bahwa perbankan di Indonesia terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu bank umum
dan bank perkreditan rakyat. Setelah lahirnya UU No.10 Tahun 1998 yang
mengatur secara rinci landasan hukum serta jenis-jenis usaha yang dapat
dioperasikan dan diimplementasikan oleh bank syariah, dan juga
menganjurkan adanya dual banking system.
Eksistensi bank syariah semakin diperkuat dengan adanya UU
No.21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah, sehingga memperkuat
kedudukan bank syariah dalam perbankan di Indonesia. Perkembangan
perbankan syariah nasional mencapai kemajuan yang cukup pesat baik
dari segi aset maupun jumlah kantor cabang. Perbankan syariah nasional
di periode Februari 2017 masih tumbuh positif. Berdasarkan data Otoritas
Jasa Keuangan (OJK) pertumbuhan rasio kecukupan modal bank umum
syariah (BUS) tercatat 1,64% secara tahunan yakni menjadi 17,04%.
Kemudian dari segi aset, perbankan syariah mencatatkan Rp 355,88
triliun.1 Bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya
berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum
Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.2 Produk-produk bank
syariah mempunyai kemiripan tetapi tidak sama dengan produk bank
konvensional karena adanya pelarangan riba, gharar, dan maysir.
Salah satu lembaga keuangan syariah yaitu Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah (BPRS) memiliki peranan penting dalam merealisasikan
akad yang disediakan sesuai dengan kebutuhan nasabah. Menjelaskan
1https://m.detik.com/finance/moneter/d-3487471/bagaimana-kondisi-perbankan-syariah-
ri-ini-penjelasan-ojk pada tanggal 29 maret 2018 pukul 20:55
2UU No.21 Tahun 2008Tentang Perbankan Syariah
2
akad yang akan digunakan nasabah sesuai dengan kebutuhan nasabah.
Senantiasa memperbaiki kinerja, melakukan inovasi, dan memperbaiki
layanan sehingga nasabah merasa nyaman jika harus bertransaksi dengan
prinsip-prinsip yang ditawarkan. Tidak ada kerugian dari kedua belah
pihak.
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) menjadi salah satu
lembaga keuangan syariah selain Bank Umum Syariah yang berkembang
pesat dan populer di berbagai daerah di Indonesia. Secara operasional,
BPRS mempunyai kemiripan dengan Bank Umum Syariah, dimana kedua
lembaga ini menawarkan berbagai transaksi syariah. Berbagai produk
tabungan dan pembiayaan.
Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah didefinisikan sebagai
penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu. Berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan
tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.3
Dalam perkembangannya, bank syariah harus mengikuti kebutuhan
nasabah yang semakin hari semakin bervariasi, yang menyebabkan
munculnya jenis-jenis produk pembiayaan tersebut, salah satunya adalah
produk pembiayaan multijasa. Produk pembiayaan multijasa bisa
menggunakan akad ijarah dan kafalah.
Ijarah multijasa adalah pembiayaan yang diberikan oleh lembaga
keuangan syariah kepada nasabah untuk memperoleh manfaat dan jasa.
Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI)
memandang lembaga keuangan syariah perlu merespon kebutuhan
masyarakat yang semakin berkembang yang berkaitan dengan jasa
misalnya, bank memberikan pembiayaan sejumlah uang kepada nasabah
yang bisa digunakan untuk biaya pendidikan, biaya perawatan kesehatan,
biaya pernikahan, biaya bayar pajak kendaraan bermotor dan biaya bayar
3Adiwarman Karim A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2010), h.78
3
utang, sehingga perlu menetapkan suatu fatwa yang mengatur tentang
pembiayaan tersebut, yaitu Fatwa Dewan Syariah Nasional No.44/DSN-
MUI/VIII/2004 tentang Pembiayaan Multijasa.
Bagan pembiayaan ijarah4:
Gambar 1. 1 Pembiayaan Ijarah
Keterangan:
1. Nasabah mendatangi Bank Syariah untuk mohon pengajuan objek
sewa.
2. Antara Bank Syariah dan Nasabah terjadi akad pembiayaan yaitu akad
Ijarah.
3. Untuk pemenuhan objek sewa tersebut, Bank Syariah bekerja sama
dengan suplier lalu menyewakan objek sewa tersebut kepada Nasabah.
4. Setelah nasabah mendapatkan objek sewa, nasabah mencicil biaya
sewa sesuai dengan kesepakatan di awal akad kepada Bank Syariah.
Pengertian fatwa secara sederhana menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) adalah jawab (keputusan, pendapat) yang diberikan
oleh mufti tentang suatu masalah.5 Fatwa ialah suatu perkataan dari bahasa
4Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2012),
h.216 5Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, h.20
1. BUTUH OBJEK SEWA
BANK SYARIAH
2. AKAD
PEMBIAYAAN
NASABAH
OBYEK
SEWA PENJUAL/SUPLIER
4
Arab yang memberi arti pernyataan hukum mengenai sesuatu masalah
yang timbul kepada siapa yang ingin mengetahuinya.6 Dalam
penerapannya di perbankan syariah atau lembaga syariah, Fatwa DSN-
MUI mempunyai fungsi sebagai berikut:7
1) Pedoman bagi Dewan Pengawas Syariah dalam menjalankan tugas
pengawasan di masing-masing bank syariah;
2) Dasar hukum bagi bank syariah dalam melakukan kegiatan usahanya;
3) Landasan bagi peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia
tentang perbankan syariah dan kegiatan usaha bank syariah.
Kedudukan Fatwa DSN-MUI menempati posisi yang strategis bagi
kemajuan ekonomi dan lembaga keuangan syariah. Karena dalam
pengembangan ekonomi dan perbankan syariah mengacu pada sistem
hukum yang dibangun berdasarkan Al-Quran dan Sunnah (Hadis) yang
keberadaannya berfungsi sebagai pedoman utama bagi mayoritas umat
Islam pada pada khususnya dan umat-umat lain pada umumnya.8
Pemahaman atau interpretasi BPRS dalam mengeluarkan produk
ijarah pembiayaan multijasa menimbulkan pertanyaan proses awalnya
melakukan pembuatan produk tersebut. Dalam pengawasannya, BPRS
mempunyai Dewan Pengawas Syariah (DPS) sebagai entitas bagian dari
afiliasi dari BPRS itu sendiri dalam melakukan pengawasan-pengawasan
dan mempunyai pengaruh besar terhadap pengaplikasian.
Penggunaan akad ijarah pada pembiayaan multijasa di BPRS ini
pada dasarnya adalah jenis pembiayaan sewa-menyewa dalam bentuk jasa.
Di BPRS Al-Salaam dan BPRS Patriot Bekasi terdapat pembiaayaan
multijasa dalam Dana Pendidikan yang menggunakan akad Ijarah. Praktek
sering digunakan oleh orang atau pihak yang tidak mampu memenuhi
6 Himpunan Fatwa Keuangan Syariah Dewan Syariah Nasional MUI, (Jakarta: Penerbit
Erlangga, 2014), h.7 7Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah,h.24
8 Himpunan Fatwa Keuangan Syariah Dewan Syariah Nasional MUI, (Jakarta: Penerbit
Erlangga, 2014), h.8
5
kebutuhannya sendiri dalam bidang jasa. Sehingga dibutuhkan bantuan
orang lain berupa jasa untuk memenuhi kebutuhannya. Sedangkan pihak
yang memenuhi jasa mendapatkan ujrah/fee (upah) dari pihak yang
menerima pemenuhan jasa.
Ijarah didefinisikan sebagai hak untuk memanfaatkan barang/jasa
dengan membayar imbalan tertentu.9 Menurut Fatwa Dewan Syariah
Nasional, ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas suatu barang atau
jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau upah, tanpa
diikuti pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.10
Secara praktik,
pembiayaan ijarah dalam bank syariah dijelaskan dalam Pasal 19 ayat 9
UU No.21 Tahun 2008 yang berbunyi “menyalurkan pembiayaan
penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada nasabah
berdasarkan akad ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya
bittamlik atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah”.
Landasan hukum pembiayaan multijasa yaitu dalam surah Al-
Qashas 28:26 yang berbunyi:
ييالي قانثشجؤخاسيشيخ إشجؤخاسجباأاياذحإجانق
Artinya: Dan salah seorang dari kedua (perempuan) itu berkata,
“Wahai ayahku! Jadikanlah dia sebagai pekerja (pada kita),
sesungguhnya orang yang paling baik yang engkau ambil sebagai pekerja
(pada kita) ialah orang yang kuat dan dapat dipercaya.”
Pendidikan merupakan barang konsumsi (consumtion goods)
menandakan bahwa pendidikan merupakan kebutuhan setiap insan dan
karenanya masyarakat membutuhkan terus-menerus, semakin tinggi
9Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan (Jakarta: PT. Raja Grafindo,
2013), h.138. 10
Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 09/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Ijarah.
6
tingkat pendapatan masyarakat akibat pembangunan semakin besar
kebutuhan masyarakat akan pendidikan.11
Pendidikan merupakan barang investasi (investment goods) yang
berarti sejumlah pengeluaran untuk mendukung pendidikan yang
dilakukan orang tua, masyarakat dan pemerintah dalam jangka pendek
untuk mendapatkan manfaat dalam jangka panjang. Keluarga, masyarakat
dan pemerintah rela melakukan pengorbanan untuk kepentingan
pendidikan demi manfaat dimasa depan.12
Tidak semua orang memiliki cukup uang untuk memenuhi
kebutuhan pendidikan dalam jangka pendek baik untuk diri sendiri
maupun untuk biaya pendidikan anaknya. Untuk itu dibutuhkan suatu
alternatif pembiayaan guna memenuhi kebutuhan akan biaya pendidikan
tersebut. Sebagai alternatif pembiayaan pendidikan dapat diperoleh dengan
mengajukan permohonan pembiayaan kepada BPRS Al-Salaam dan BPRS
Patriot Bekasi dengan skim pembiayaan Al-Ijarah Multijasa.
Besaran ujrah (fee) atas manfaat barang atau jasa harus disepakati
di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal bukan presentase13
. Banyak
nasabah yang tidak memperhatikan hal mengenai ujrah tersebut. Ujrah
adalah kompensasi dari pertanggungan atau perwakilan. Ujrah ada karena
kerja yang dilakukan oleh bank pembiayaan rakyat syariah tersebut. Ujrah
harus dinyatakan jelas dalam akad agar tidak terjadi riba dan gharar dalam
mengambil ujrah. Saat saya melakukan penelitian ke salah satu BPRS
yaitu BPRS Al-Salaam, ujrah yang digunakan berbentuk presentase, maka
sudah tidak sesuai dengan Fatwa DSN No.44/DSN-MUI/VIII/2004
tentang Pembiayaan Multijasa dan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan
No.37/SEOJK.03/2015 tentang Produk dan Aktivitas Bank Pembiayaan
11
Mardhiyah Hayati, “Pembiayaan Ijarah Multijasa sebagai Alternatif sumber Pembiayaan
Pendidikan (Kajian Terhadap Fatwa Dewan Syari‟ah Nasional No.44/DSN-MUI/VIII/2004
Tentang Pembiayaan Multijasa),ASAS, Vol.6, No.4, (Juli, 2014), h.83. 12
Mardhiyah Hayati, “Pembiayaan Ijarah Multijasa sebagai Alternatif sumber Pembiayaan
Pendidikan (Kajian Terhadap Fatwa Dewan Syari‟ah Nasional No.44/DSN-MUI/VIII/2004
Tentang Pembiayaan Multijasa),ASAS,Vol.6, No.4, (Juli, 2014), h.83. 13
Lihat Fatwa DSN No.44/DSN-MUI/VIII/2004 Tentang Pembiayaan Multijasa.
7
Rakyat Syariah yang didalamnya terdapat persyaratan besarnya ujrah
harus dinyatakan dalam bentuk nominal.
Beberapa bulan yang lalu sekitar bulan September, Majelis Ulama
Indonesia (MUI) mengeluarkan Fatwa DSN terbaru mengenai Akad Ijarah
yaitu Fatwa DSN No.112/DSN-MUI/IX/2017 tentang Akad Ijarah. Setelah
penulis membaca fatwa terbaru tersebut, dibagian kedelapan ketentuan
terkait ujrah didalamnya disebutkan bahwa kualitas atau kuantitas ujrah
harus jelas baik berupa angka, nominal, ataupun persentase tertentu. Jika
dilihat dari Fatwa DSN terbaru tentang Akad Ijarah, maka ujrah berupa
presentase diperbolehkan. Mekanisme dalam memberikan pembiayaan
tidak boleh adanya reimbess (penggantian biaya), yang seharusnya pihak
BPRS yang melakukan pembayaran ke pihak pendidikan secara langsung.
Maka dari itu penulis tertarik untuk meneliti tentang BPRS dalam
implementasi pembiayaan ijarah multijasa.
Berdasarkan paparan diatas yang telah dibahas tersebut, maka
peneliti merasa tertarik untuk membahas dan meneliti implementasi
pembiayaan multijasa dalam dana pendidikan di BPRS14
dan apakah
kedua BPRS tersebut sudah sesuai dengan Fatwa DSN MUI. Oleh karena
itu, dalam penulisaan skripsi ini, penulis mengangkat judul
“Impelementasi Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) NO.44/DSN-
MUI/VIII/2004 tentang Pembiayaan Multijasa di BPRS Al-Salaam dan
BPRS Patriot Bekasi”.
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Sebelum peneliti merumuskan masalah penelitian, hendaknya
terlebih dahulu peneliti melakukan identifikasi permasalahan yang
terkait sekitar judul yang diajukan, antara lain:
14
BPRS AL-SALAAM dan BPRS Patriot Bekasi.
8
a. Bagaimana BPR Syariah di Indonesia mengalokasikan
pembiayaan dengan akad ijarah?
b. Bagaimana mekanisme pembiayaan pada akad ijarah di BPRS Al-
Salaam dan BPRS Patriot Bekasi?
c. Bagaimana implementasi pembiayaan ijarah multijasa di BPRS
Al-Salaam dan BPRS Patriot Bekasi?
d. Bagaimana ketentuan hukum dalam menentukan ujrah pada akad
ijarah pembiayaan multijasa?
e. Bagaimana pengaturan pembiayaan ijarah multijasa dalam Fatwa
DSN?
2. Pembatasan Masalah
Untuk mempermudah pembahasan dalam penulisan skripsi ini,
peneliti membatasi masalah yang akan dibahas sehingga
pembahasannya akan lebih jelas dan terarah sesuai dengan yang
diharapkan oleh peneliti. Dalam penelitian skripsi ini, peneliti hanya
akan membatasi penelitiannya pada pembiayaan ijarah multijasa di
BPRS (Bank Pembiayaan Rakyat Syariah) yaitu BPRS Al-Salaam dan
BPRS Patriot Bekasi. Adapun masalah yang akan diteliti yaitu tentang
ketentuan ujrah/fee dalam pembiayaan multijasa, mekanisme dalam
pemberian dana pendidikan dari BPRS ke nasabah, dan kesesuaian
Syariah terhadap produk pembiayaan multijasa yang ada di BPRS Al-
Salaam dan BPRS Patriot Bekasi dengan hanya meneliti mengenai
akad ijarah.
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan batasan masalah yang telah
ditulis di atas, maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:
a. Bagaimana pengaturan pembiayaan ijarah multijasa dalam Fatwa
DSN dan SEOJK No.37/SEOJK.03/2015?
9
b. Bagaimana implementasi pembiayaan ijarah multijasa di BPRS
Al-Salaam dan BPRS Patriot Bekasi?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai peneliti dalam penelitian
ini adalah:
a. Untuk menjelaskan pengaturan pembiayaan ijarah multijasa di
dalam Fatwa DSN-MUI dan SEOJK.
b. Untuk menjelaskan implementasi pembiayaan ijarah multijasa
dalam dana pendidikan di BPRS Al-Salaam dan BPRS Patriot
Bekasi.
c. Untuk mengetahui apakah produk pembiayaan ijarah multijasa di
BPRS Al-Salaam dan BPRS Patriot Bekasi sudah sesuai dengan
prinsip syariah.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini sebagai
berikut:
a. Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan menjadi sumber referensi bagi penelitian
selanjutnya terutama dalam perbaikan praktek akad yang ada di
bidang Hukum Ekonomi Syariah.
b. Manfaat Praktis
a) Bagi Penulis
Selain sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikan.
Penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan
baru bagaimana menganalisis akad ijarah pada pembiayaan
multijasa dari segi penerapan dan mekanismenya di BPRS Al-
Salaam dan BPRS Patriot Bekasi.
10
b) Bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)
Penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam
mengambil keputusan yang akan diambil dalam mengeluarkan
produk baru ataupun mereview produk lama seperti
pembiayaan multijasa di BPRS sehingga sesuai dengan Fatwa
DSN No.44/DSN-MUI/VIII/2004 tentang Pembiayaan
Multijasa.
D. Metode Penulisan Skripsi
Dalam penyusunan penelitian ini, peneliti mengacu kepada Buku
Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2017.
E. Kerangka Teori dan Konseptual
1. Kerangka Teori
Untuk memudahkan penelitian ada beberapa yang harus penulis
jelaskan sebagai berikut:
a. Prinsip syariah
Syariah (atau syari‟ah, sharia, atau shariah) adalah hukum
Islam. Syariah megatur semua aspek kehidupan umat yang terdiri
atas bukan saja menyangkut keimanan dan ibadah, tetapi juga
aspek-aspek ekonomi, politik, perkawinan, warisan, sosial, dan
budaya masyarakat. Prinsip syariah berlaku bagi semua spek
kehidupan seorang Muslim. Bagi Perbankan berlaku juga Prinsip
Syariah.
Menurut UU No.21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah,
prinsip syariah adalah prinsip hukum islam dalam kegiatan
perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang
memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah.
11
Pasal 24 ayat (1) huruf a, Pasal 24 ayat (2) huruf a, dan
Pasal 25 huruf a Undang-Undag No.21 tahun 20008 tentang
Perbankan Syariah menentukan dengan tegas bahwa bank syariah
dilarang melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan
Prinsip Syariah. Artinya, akad syariah yang dibuat antara bank
(Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah, dan Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah) dan nasabah tidak boleh berisi syarat-syarat dan
ketentuan-ketentuan yang bertentangan dengan Prinsip Syariah.
Sesuai dengan asas hukum perjanjian, sebagaimana dimuat dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, suatu perjanjian tidak
boleh, antara lain, bertentangan dengan undang-undang. Apabila
isi suau perjanjian bertentangan dengan undang-undang, maka
perjanjian tersebut atau ketentuan (pasal atau ayat) yang
bertentangan dengan undang-undang menjadi batal demi hukum.
b. Pendapat berbagai ahli, menurut Prof. Mr. Dr. L.J. Apeldorn,
dalam bukunya “Inleding tot de studie van het Nederlandse
recht”, Apeldoorn menyatakan baha tujuan hukum adalah
mengatur tata tertib dalam masyarakat secara damai dan adil.
Untuk mencapai kedamaian hukum harus diciptakan masyarakat
yang adil dengan mengadakan perimbangan antara kepentingan
yang bertentangan satu sama lain, dan setiap orang harus
memperoleh apa yang menjadi haknya.15
c. Akad Ijarah
Akad adalah kesepakatan dalam suatu perjanjian antara dua pihak
atau lebih untuk melakukan dan atau tidak melakukan. Sedangkan
Ijarah adalah sewa barang dalam jangka waktu tertentu dengan
pembayaran.16
d. Pembiayaan Multijasa
15
R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h.57. 16
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia
Nomor 02 Tahun 2008, (Bandung: Fokusmedia, 2008), h.15
12
Pembiayaan multijasa adalah penyediaan dana atau tagihan yang
dapat dipersamakan dengan itu berupa transaksi multijasa dengan
menggunakan akad ijarah berdasarkan persetujun atau kesepakatan
antara bank dengan nasabah pembiayaan yang mewajibkan
nasabah untuk melunasi hutang atau kewajiban sesuai dengan
akad.
Landasan hukum produk ini adalah sebagai berikut:
a) Fatwa DSN No.44/DSN-MUI/VIII/2004 Tentang Pembiayaan
Multijasa.
b) Fatwa DSN No.09/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Ijarah.
c) Fatwa DSN No.112/DSN-MUI/IX/2017 Tentang Akad Ijarah.
d) Surat Edaran Jasa Keuangan No.37/SEOJK.03/2015 Tentang
Produk dan Aktivitas Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
2. Kerangka Konseptual
Untuk memudahkan penulisan skripsi ini, penulis membuat
kerangka pemikiran yang bertujuan untuk membentuk suatu konsep
penelitian dari awal hingga akhir sebagai berikut:
13
Akad Ijarah
Al-Qur‟an Hadist Fatwa DSN
Implementasi di
BPRS
BPRS Al-Salaam BPRS Patriot Bekasi
Observasi/Wawancara
Pembiayaan
Multijasa
(Dana Pendidikan)
14
Gambar 1. 2 Kerangka Konseptual (sumber: Diolah Peneliti)
F. Rancangan Sistematika Penulisan
BAB I Pendahuluan
Pada bab ini berisi tentang latar belakang masalah, identifikasi,
pembatasan, dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
metode penulisan skripsi, review studi terdahulu, metode penelitian,
kerangka teori dan konseptual, dan sistematika penulisan.
BAB II Kajian Pustaka
Pada bab ini diawali dengan pemaparan teori-teori yang berkaitan
dengan penelitian agar tidak terjadi kerancuan pemahaman terhadap
istilah-istilah dan teori yang berkaitan dengan penelitian ini, seperti teori
tentang akad, teori akad ijarah, teori pembiayaan multijasa, dan dasar
hukum BPRS serta kegiatan usaha BPRS.
Bagian kedua pada bab ini yaitu pemaparan tentang studi review
terdahulu yang bertujuan untuk melihat hasil penelitian terdahulu yang
pembahasannya sama dengan penelitian ini dan untuk mencari perbedaan
masalah yang diangkat.
BAB III Metodologi Penelitian
Pada bab ini menguraikan tentang metode penelitian yang
digunakan oleh peneliti dalam penelitian skripsi ini, dan sejarah singkat
dari masing-masing BPRS berupa visi, misi dan tujuan.
BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
Sesuai Tidak
15
Pada bab ini peneliti akan menganalisis penerapan pembiayaan
multijasa menggunakan akad ijarah sesuai dengan beberapa point yang
terdapat di dalam Fatwa DSN maupun peraturan lainnya.
BAB V Penutup
Bab ini berisi Simpulan dan Saran.
16
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Akad
1. Pengertian Akad
Suatu akad yang dibuat secara sah akan menimbulkan hukum yang
mengikat serta memberikan hak dan menimbulkan kewajiban kepada
para pihak yang membuatnya.1 Syarat yaitu sesuatu yang harus ada
sebelum akad tersebut dilakukan, sedangkan rukun yaitu sesuatu yang
harus ada pada waktu akad itu dilangsungkan. Tidak jarang karena
kesalahan dalam memilih akad atau kurang terpenuhinya syarat dan
rukun akad, transaksi yang dilakukan seseorang bisa dinilai tidak sah
(batal).
Dalam menjalankan bisnis, satu hal yang sangat penting adalah
masalah akad (perjanjian). Akad sebagai salah satu cara untuk
memperoleh harta dalam syariat Islam yang banyak digunakan dalam
kehidupan sehari-hari. Akad merupakan cara yang diridhai Allah dan
harus ditegakkan isinya. Dalam Al-quran surat Al-Maaidah (5) ayat 1
menyebutkan: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad
itu”. Kata “akad” berasal dari bahasa Arab Al-aqdu dalam bentuk
jamak disebut al-uquud yang berarti ikatan atau simpul tali.
Akad adalah kesepakatan tertulis antara Bank Syariah atau UUS
dan pihak lain yang memuat adanya hak dan kewajiban bagi masing-
masing pihak sesuai dengan Prinsip Syariah.2 Menurut para ulama
fiqh, kata akad didefinisikan sebagai hubungan antara ijab dan kabul
sesuai dengan kehendak syariat yang menetapkan adanya pengaruh
(akibat) hukum dalam objek perikatan. Akad ini diwujudkan pertama,
1Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2012), h.131 2Undang-Undang Perbankan Syariah No.21 tahun 2008, Pasal 1 angka 13.
17
dalam ijab dan kabul. Kedua, sesuai dengan kehendak syariat. Ketiga,
adanya akibat hukum pada objek perikatan.3
Secara etimologi, akad adalah ikatan (انشبط), yang maksudnya
adalah “Menghimpun atau mengumpulkan dua ujung tali dan
mengikatkan salah satunya pada yang lainnya hingga keduanya
bersambung dan menjadi seperti seutas tali yang satu”. Secara
terminologi, akad berarti pertalian antara ijab (pernyataan melakukan
akad) dan kabul (pernyataan menerima akad) yang dibenarkan oleh
syara‟ yang menimbulkan akibat pada objek perikatan.4
Arti umum dari akad adalah “segala sesuatu yang dikehendaki
seseorang untuk dikerjakan, baik yang muncul dari kehendaknya
sendiri, seperti kehendak untuk wakaf, membebaskan hutang, thalak,
dan sumpah, maupun yang membutuhkan pada kehendak dua pihak
dalam melakukannya seperti jual beli, sewa menyewa, perwakilan, dan
gadai/jaminan”.5
Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, yang dimaksud
dengan akad adalah kesepakatan dalam suatu perjanjian antara dua
pihak atau lebih untuk melakukan dan tidak melakukan perbuatan
hukum tertentu.6 Akad akan terjadi jika ada kesepakatan dari kedua
belah pihak. Setiap akad harus dibangun di atas prinsip kerelaan.
Karena itu, segala yang menghalangi kerelaan, seperti adanya paksaan
(ikrâh), penipuan (tadlîs, ghalat, dan ghaban), ketidakpastian (gharar),
dan penawaran palsu (najsh) harus ditolak.7 Kerelaan dapat
diwujudkan dalam bentuk kalimat, pernyataan, dan tindakan. Bentuk-
bentuk kerelaan tersebut merupakan sarana untuk memenuhi syarat
3Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, (Jakarta: Kencana, 2012), h.71.
4Isnawati Rais& Hasanudin, Fiqh Muamalah dan Aplikasiannya pada Lembaga
Keuangan Syariah, (Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h.45. 5Azharudin Lathif, Fiqh Muamalat, (Ciputat: UIN Perss, 2005), h.60.
6Tim Redaksi, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, (Bandung: Fokusmedia, 2008), h.14.
7Muhammad Maksum, Model-Model Kontrak dalam Produk Keuangan Syariah,
Al‟Adalah Vol.XII No.1, Juni 2014, h.55.
18
akad, meskipun sarana itu bukan substansi dari kerelaan, dan kerelaan
merupakan sikap hati seseorang.
2. Perbedaan Akad dengan Wa’d
Dalam fiqh muamalah Islam dibedakan antara dua pengertian akad
dan wa‟d, yang merupakan dua model transaksi utama dalam sistem
ekonomi Islam. Akad (Kontrak/perjanjian yang mengacu pada
kesepakatan perkataan atau keinginan positif dari salah satu pihak yang
terlibat kontrak dan diterima oleh pihak yang lain sehingga
menjadikannya berlakunya suatu perbuatan, sedangkan model wa‟d
(janji) yang mengacu pada keinginan yang dibahasakan salah satu
pihak untuk bertanggung jawab akan sesuatu dalam rangka
memberikan keuntungan bagi pihak lain.8 Akad merupakan
kesepakatan kedua belah pihak, sedangkan wa‟d hanya satu orang yang
bertanggung jawab. Kedua model ini mempunyai perbedaan yang
mendasar, yakni:
Tabel 2. 1 Perbedaan Akad dan Wa’d
„aqad (Kontrak/Perjanjian) Wa‟d (Janji)
Mengikat kedua belah pihak yang
saling bersepakat
Hanya mengikat salah satu
pihak, yakni yang berjanji
Keduanya memikul tanggungjawab
masing-masing sesuai kesepakatan
dalam perjanjian
Hanya pihak yang berjanji yang
berkewajiban untuk memenuhi
apa yang dijanjikan
Terms & Condition-nya sudah
ditetapkan secara rinci dan spesifik
(sudah welldefined)
Terms & conditionnya belum
ditetapkan secara rinci dan
spesifik (belum well-defined)
Harus sudah ada kewajiban yang Belum ada kewajiban yang
8Isnawati Rais& Hasanudin, Fiqh Muamalah dan Aplikasiannya pada Lembaga
Keuangan Syariah, h.46
19
ditunaikan oleh salah satu atau
kedua belah pihak ketika terms &
conditionnya sudah well-defined
ditunaikan oleh pihak manapun,
walaupun terms & condition-nya
sudah well-defined
Jika terjadi pelanggaran, maka
trdapat sanksi yang diberlakukan
sesuai kesepakatan dalam akad
Jika terjadi pelanggaran, maka
sanksi yang diterimanya lebih
merupakan sanksi moral
3. Syarat Sahnya Akad
Untuk sahnya suatu akad harus memenuhi hukum akad yang
merupakan unsur asasi dari akad, Rukun akad adalah:
a. Al-Aqid atau pihak-pihak yang berakad adalah orang, persekutuan,
atau badan usaha yang memiliki kecakapan dalam melakukan
perbuatan hukum. Karena itu, orang gila dan anak kecil yang
belum mumayyid tidak sah melakukan transaksi jual beli, kecuali
membeli sesuatu yang kecil-kecil atau murah seperti korek api,
korek kuping, dan lain-lain.
b. Shighat atau perbuatan yang menunjukkan terjadinya akad berupa
ijab dan kabul. Dalam akad jual beli ijab adalah ucapan yang
diucapkan oleh penjual, sedangkan kabul adalah ucapan setuju dan
rela yang berasal dari pembeli.
Semua pihak yang melakukan perjanjian ini harus memperhatikan
tiga syarat yang harus dipenuhi agar memiliki akibat hukum,
yaitu:9
a) Jala‟ul ma‟na, yaitu tujuan yang terkandung dalam
pernyataan itu jelas, sehingga dapat dipahami jenis akad
yang dikehendaki.
b) Tawaquf, yaitu adanya keseusaian antara ijab dan kabul.
9Isnawati Rais & Hasanudin, Fiqh Muamalah dan Aplikasiannya pada Lembaga
Keuangan Syariah, h.48
20
c) Jazmu iradataini, yaitu antara ijab dan kabul menunjukkan
kehendak para pihak secara pasti, tidak ragu, dan tidak
terpaksa.
Bentuk dari ijab dan kabul ini dapat diungkapkan dengan
beberapa cara yakni dengan:
a) Lisan, cara ini paling banyak dan biasa dilakukan
mayoritas orang dalam melaksanakan akad, sebab lebih
mudah dilakukan dan cepat diketahui oleh pihak yang
berakad.
b) Perbuatan, yaitu suatu perikatan yang menunjukan rasa
saling meridhai, atau biasa kita sebut dengan ta‟athi atau
mu‟athah (saling memberi dan menerima).
c) Isyarat, hal ini biasanya dilakukan bagi orang yang tidak
mampu untuk berbicara (cacat) atau lemah dalam
berbicara, sedangkan bagi orang yang bisa berbicara tidak
boleh berakad dengan menggunakan isyarat. Isyarat ini
dilakukan asalkan para pihak memahami perikatan yang
dilakukan.
d) Tulisan, cara ini biasa disebut dengan Surat Perjanjian,
yang berisikan identitas para pihak, objek perjanjian, hak
dan kewajiban para pihak, mulai dari permulaan hingga
berakhirnya perjanjian.
c. Al-Ma‟aqud alaih atau objek akad. Objek akad adalah amwal atau
jasa yang dihalalkan yang dibutuhkan masing-masing pihak.
d. Tujuan pokok akad. Tujuan akad itu jelas dan diakui syara‟ dan
tujuan akad itu terkait erat dengan berbagai bentuk yang
dilakukan. Misalnya dalam akad ijarah, tujuannya adalah
pemilikan manfaat oleh pihak yang meminjam tanpa imbalan, dan
dalam ariyah tujuannya adalah pemilikan manfaat oleh pihak yang
meminjam tanpa imbalan. Oleh sebab itu, apabila tujuan suatu
akad berbeda dengan tujuan aslinya, maka akad itu menjadi tidak
21
sah. Tujuan setiap akad, menurut para ulama fih, hanya diketahui
melalui syara‟ dan harus sejalan dengan kehendak syara‟. Atas
dasar itu, seluruh akad yang mmpunyai tujuan atau akibat hukum
yang tidak sejalan dengan kehendak syara‟, hukumnya tidak sah,
seperti berbagai akad yang dilangsunkan dalam rangka
mengahalalkan riba.10
Berdasarkan rukun-rukun akad sebagaimana disebutkan di atas,
para fuqaha menjelaskan bahwa ada beberapa syarat akad, yaitu
sebagai berikut:11
a. Syarat Terjadinya Akad (Syuruth Al-In‟iqad)
Syarat terjadinya akad adalah segala sesuatu yang disyaratkan
untuk terjadinya akad yang sesuai menurut syara‟. Apabila
tidak memenuhi syarat tersebut akad menjadi batal. Syarat ini
terbagi kepada dua bagian, yaitu yang pertama bersifat umum
(„ammah) adalah rukun-rukun yang harus ada pada setiap
akad, seperti orang yang berakad, objek akad, objek tersebut
bermanfaat dan tidak dilarang oleh syara‟. Yang kedua
bersifat tertentu (khassah) adalah syarat-syarat yang harus ada
pada sebagian akad dan tidak disyaratkan pada bagian
lainnya, seperti syarat harus adanya saksi pada akad nikah
(„aqd al-jawaz) dan keharusan penyerahan baran/objek akad
pada al-„uqud al‟ainiyyah.
b. Syarat Sah Akad (Syuruth Al-Shihah)
Syarat sah akad adalah segala sesuatu yang disyaratkan syara‟
untuk menjamin keabsahan dampak akad (litarbi atsaril aqdi).
Apabila dampak akad tersebut tidak terpenuhi, maka akadnya
dinilai rusak (fasid) dan karenanya dapat dibatalkan. Menurut
ulama Hanafiyah, syarat sahnya akad tersebut apabila akad
tersebut terhindar dari enam hal, yaitu:
10
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, (Jakarta: Kencana, 2012), h.73 11
Fathurrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian Dalam Transaksi di Lembaga
Keuangan Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h.41
22
a) Al-jahalah (ketidakjelasan tentang harga, jenis dan
spesifikasinya, waktu pembayaran atau lamanya opsi, dan
penanggung atau yang bertanggung jawab).
b) Al-ikrah (keterpaksaan).
c) Attauqit (pembatasan waktu).
d) Al-ghararr (ada unsur ketidakjelasan atau fiktif).
e) Al-dharar (ada unsur kemudharatan), dan
f) Al-syarthul fasid (syarat-syaratnya rusak, seperti
pemberian syarat terhadap pembeli untuk menjual
kembali barang yang dibelinya tersebut kepada penjual
dengan harga yang lebih murah.
c. Syarat Pelaksanaan Akad (Syuruth An-Nafadz)
Dalam pelaksanaan akad ada dua syarat,yaitu kepemilikan (al-
milk) dan kekuasaan/kewenangan (al-wilayah). Kepemilikan
adalah sesuatu yang dimiliki oleh seseorang, sehingga ia
bebas melakukan aktivitas dengan apa yang dimilikinya
tersbut sesuai dengan aturan syara‟.
Adapun kekuasaan/kewenangan adalah kemampuan seseorang
dalam mendayagunakan (tashar-ruf) sesuatu yang dimilikinya
sesuai dengan ketetapan syara‟, baik secara langsung oleh
dirinya sendiri (ashliyyah) maupun sebagai kuasa dari orang
lain (wakil).
d. Syarat Kepastian Hukum (Syuruth Al-Luzum)
Dasar dalam akad adalah kepastian. Di antara syarat kepastian
(luzum) adalah terhindarnya dari beberapa opsi (khiyar),
seperti khiyar aib, khiyar syarat, dan lainnya.
23
4. Berakhirnya Akad
Menurut hukum islam, akad berakhir karena beberapa unsur
sebagai berikut:12
a. Terpenuhinya tujuan akad
Suatu akad dipandang berakhir apabila telah tercapai
tujuannya. Dalam akad jual beli, akad dipandang telah
berakhir apabila barang telah berpindah milik kepada pembeli
dan harganya telah menjadi milik penjual. Dalam akad gadai
dan pertanggungan (kafalah), akad dipandang telah berakhir
apabila utang telah dibayar.
b. Terjadinya Pembatalan/Pemutusan Akad (Fasakh)
Pembatalan atau pemutusan akad (fasakh) terjadi dengan
sebab-sebab sebagai berikut:
a) Adanya hal-hal yang tidak dibenarkan syara‟, seperti
terdapat kerusakan dalam akad (fasad al-„aqdi).
Misalnya, jual beli barang yang tidak memenuhi
kejelasan (jahalah) dan tertentu waktunya (mu‟aqqat).
b) Adanya khiyar, baik khiyar rukyat, khiyar „aib, khiya
yarat atau khiyar majelis.
c) Adanya penyesalan dari salah satu pihak (iqalah). Salah
satu pihak yang berakad dengan persetujuan pihak lain
membatalkan karena merasa menyesal atas akad yang
baru saja dilakukan.
d) Adanya kewajiban dalam akad yang tidak dipenuhi oleh
pihak-pihak yang berakad (li‟adami tanfidz).
e) Berakhirnya waktu akad. Karena habis waktunya, seperti
dalam akad sewa-menyewa yang berjangka waktu
tertentu dan tidak dapat diperpanjang.
c. Salah Satu Pihak yang Berakad Meninggal Dunia
12
Fathurrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian Dalam Transaksi di Lembaga
Keuangan Syariah, h.58
24
Kematian salah satu pihak yang mengadakan akad
mengakibatkan berakhirnya akad. Hal ini terutama yang
menyangkut hak-hak perorangan dan bukan hak-hak
kebendaan. Kematian salah satu pihak menyangkut hak
perorangan mengakibatkan berakhirnya akad seperti
perwalian, perwakilan dan sebagainya.
d. Tidak Ada Izin dari yang berhak
Dalam hal akad mauquf (akad yang keabsahannya bergantung
pada pihak lain), seperti akad ba‟i fudhuli dan akad anak yang
belum dewasa, akad berakhir apabila tidak mendapat
persetujuan dari yang berhak.
B. Akad Ijarah
1. Pengertian Ijarah
Lafal Al-Ijarah dalam bahasa Arab berarti upah, sewa, jasa, atau
imbalan.13
Al-ijarah merupakan salah satu bentuk kegiatan muamalah
dalam memenuhi keperluan hidup manusia, seperti sewa-menyewa,
kontrak, atau menjual jasa perhotelan dan lain-lain.
Secara terminologi, ada beberapa definisi al-ijarah yang
dikemukakan para ulama fiqh:14
Pertama, ulama Hanafiyah mendefinisikannya dengan:
ض عقذعهىيافعبع
“Transaksi terhadap suatu manfaat dengan imbalan”.
Kedua, ulama Syafi‟iyah mendefinisikannya dengan:
وهعيةدصقيتعفعقذعهىي ضيعه اإلباحتبع يتيباحتقابهتنهبزل
13
Nasrun Haoen., Fiqh Muamalah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007 ), h. 228 14
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), h.228
25
“Transaksi terhadap suatu manfaat yang dituju, tertentu, bersifat
mubah dan boleh dimanfaatkan dengan imbalan tertentu”.
Ketiga, ulama Malikiyah dan Hanabilah mendefinisikannya
dengan:
ضبوهعيةذ يتاحبيئيشعافيكيهح ع
“Pemilikan manfaat sesuatu yang dibolehkan dalam waktu tertentu
dengan suatu imbalan”.
Dari definisi-definisi tersebut dapat diambil intisari bahwa ijarah
atau sewa-menyewa adalah akad atas manfaat dengan imbalan.15
Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN), ijarah adalah akad
pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam
waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau upah, tanpa diikuti
dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.16
Jadi bisa
disimpulkan dalam ijarah tidak hanya barang yang dapat menjadi
objek ijarah tetapi juga jasa. Dalam penjelasan Pasal 19 huruf f
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah,
akad ijarah didefinisikan sebagai akad penyediaan dana dalam rangka
memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa
berdasarkan transaksi sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan barang itu sendiri.
Selanjutnya, di dalam PBI No.9/19/PBI/2007 mendefinisikan
ijarah sebagai transaksi sewa menyewa atas suatu barang dan/atau jasa
antara pemilik obyek sewa termasuk kepemilikan hk pakai atas objek
sewa dengan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa
yang disewakan. Ijarah adalah akad unuk memanfaatkan jasa, baik
15
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Amzah, 2013), h.317 16
Fatwa DSN No.09/DSN-MUI/IV/2000
26
jasa atas barang ataupun jasa atas tenaga kerja. Bila digunakan untuk
mendapatkan manfaat barang, maka disebut sewa-menyewa.
Sedangkan jika digunakan untuk mendapatkan manfaat tenaga kerja,
disebut upah-mengupah.17
Metode yang digunakan DSN untuk
menghindari larangan pendapatan dari qardh adalah dengan
meneapkan upah berbasis jasa (ijarah).18
Dapat disimpulkan bahwa ijarah adalah akad pengalihan hak
manfaat atas barang atau jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa
diikuti dengan pengalihan kepemilikan (ownership) atas barang itu
sendiri. Transaksi ijarah didasarkan pada adanya pengalihan hak
manfaat.
Skema dan pola pembiayaan ijarah adalah sebagai berikut:
Gambar 2. 1 Skema Ijarah
Keterangan:
17
Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2014), h.74. 18
Muhammad Maksum, “Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia dalam
Merespon Produk-Produk Ekonomi Syariah Tahun 2000-2011 (Studi Perbandingan dengan Fatwa
Majelis Penasihat Syariah Bank Negara Malaysia)” (Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2013), h.272.
27
1) Nasabah mengajukan pembiayaan ijarah ke bank syariah.
2) Bank syariah membeli/menyewa barang yang diinginkan oleh
nasabah sebagai objek ijarah, dari supplier/penjual/pemilik.
3) Setelah dicapai kesepakatan antara nasabah dengan bank
mengenai barang objek ijarah, tarif ijarah, periode ijarah dan
biaya pemeliharaannya, maka akad pembiayaan ijarah
ditandatangani. Nasabah diwajibkan menyerahkan jaminan
yang dimiliki.
4) Bank menyerahkan objek ijarah kepada nasabah sesuai akad
yag disepakati. Setelah periode ijarah berakhir, nasabah
mengembalikan objek ijarah tersebur kepada bank.
5) Bila bank membeli objek ijarah tersebut (al-bai‟ wal ijarah),
setelah periode ijarah berakhir objek ijarah tersebut disimpan
oleh bank sebagai aset yang dapat disewakan kembali.
Sedangkan bila bank menyewa objek ijarah tersebut (al-
ijarah wal ijarah, atau ijarah parallel), setelah periode ijarah
berakhir objek ijarah tersebut dikembalikan oleh bank kepada
supplier/penjual/pemilik.
Jenis Barang/Jasa yang dapat disewakan yaitu:19
a) Barang modal: aset tetap, misalnya bangunan, gedung, kantor,
ruko, dan lain-lain.
b) Barang produksi: mesin, alat-alat berat, dan lain-lain.
c) Barang kendaraan transportasi; darat, laut, dan udara.
d) Jasa untuk membayar ongkos uang sekolah/kuliah, tenaga
kerja, hotel, angkut transportasi dan sebagainya.
19
Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2014), h.147
28
2. Dasar Hukum Ijarah
Dasar-dasar hukum atau rujukan ijarah adalah Al-Quran, Al-Hadis dan
Al-ijma. Dasar hukum ijarah dalam Al-Quran adalah:
a) Firman Allah surat al-Baqarah 2: 233:
خى سه إرا جاحعهيكى فل ذكىن أ ا أحسخشظع أسدح ى إ ...
ه حع ا ب ٱلل أ ا ٱعه ٱلل ٱح قا عشف بٱن ءاحيخى ا ي
شبصي
Artinya: “Dan jika kamu ingin menyusukan anakmu kepada orang lain,
maka tidak ada dosa bagimu memberikan ppembayaran dengan cara
yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah
Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”.
b) Firman Allah surat az-Zukhruf, 43: 32:
سح ةأىيقس عيشخىفىٱنحي ابيىي قس جسبكح
بععىبععا جنيخ خز قبعطدسج ف بععى سفعا يا ٱنذ
سخشيا...
Artinya: “Apakah mereka membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami
telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam
kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebagian mereka atas
sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian dari mereka
dapat mempergunakan sebagian yang lain...”
Dasar hukum ijarah dari Al-Hadis adalah:
اب عشقع يجف االجيشأجشقبما لهللا:أعط شقال:قالسس ع
Artinya: “Dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah sallahuallaihiwassalam
bersabda, “Berikanlah upah kepada pekerja sebelum kering
29
keringatnya!” (Shahih: Shahih Ibnu Majah no: 1980 dan Ibnu Majah
II: 817 no:2443).20
Landasan ijma‟nya adalah umat islam pada masa sahabat telah
sepakat membolehkan akad ijarah sebelum keberadaan Asham, Ibnu
Ulayyah, dan lainnya. Hal itu didasarkan pada kebutuhan masyarakat
terhadap manfaat ijarah sebagaimana kebutuhan mereka terhadap
barang yang riil. Dan, selama akad jual beli barang diperbolehkan
maka akd ijarah manfaat harus diperbolehkan juga.21
3. Rukun dan Syarat Ijarah
Rukun ijarah menurut Hanafiyah adalah ijab dan qabul.
Sedangkan, rukun ijarah menurut mayoritas ulama ada empat, yaitu
dua pelaku akad (pemilik sewa dan penyewa), sighah (ijab dan qabul),
upah, dan manfaat barang.22
Rukun-rukun ijarah adalah sebagai berikut:23
1) Mu‟jir dan Musta‟jir, yaitu orang yang melakukan akad sewa-
menyewa atau upah mengupah. Mu‟jir adalah yang memberikan
upah dan yang menyewakan, musta‟jir adalah orang yang
menerima upah untuk melakukan sesuatu dan yang menyewa
sesuatu, disyaratkan pada mu‟jir dan musta‟jir adalah baligh,
berakal, cakap melakukan tasharruf (mengendalikan harta), dan
saling meridhai.
2) Sighat ijab dan kabul antara mu‟jir, ijab kabul sewa-menyewa dan
upah-mengupah, ijab kabul sewa-menyewa.
20 Abdul Azhim bin Badawi Al-Khalafi, Al-Wajiz, (Jakarta Timur: Pustaka as-Sunnah,
2006), h. 683 21
Wahbah Az-Zuhali, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, (Jakarta: Gema Insani, 2011), h.386
22Wahbah Az-Zuhali, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, (Jakarta: Gema Insani, 2011), h.387
23Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, h.117
30
3) Ujrah, disyaratkan diketahui jumlahnya oleh kedua belah pihak,
baik dalam sewa-menyewa maupun dala upah-mengupah.
4) Barang yang disewakan atau sesuatu yang dikerjakan dalam upah-
mengupah, disyaratkan pada barang yang disewakan dengan
beberapa syarat berikut ini:
a) Hendaklah barang yang menjai objek akad sewa-menyewa dan
upah-menguah dapat dimanfaatkan kegunaanya.
b) Hendaklah benda yang menjadi objek sewa-menyewa dan
upah-mengupah dapat diserahkan kepada penyewa dan pekerja
beriku kegunaannya (khusus dalam sewa-menyewa).
c) Manfaat dari benda yang disewa adalah perkara yang mubah
(boleh) menurut syara‟ bukan hal yang dilarang (diharamkan).
d) Benda yang disewakan disyaratkan kekal „ain (zat)-nya hingga
waktu yan ditentukan menurut perjanjian dalam akad.
Syarat-syarat ijarah terdiri atas empat jenis persyaratan, yaitu:
1) Syarat terjadinya akad
Syarat terjadinya akad berkaitan dengan aqid (mu‟jir dan
musta‟jir), akad, dan objek akad. Syarat yang berkaitan dengan
„aqid adalah berakal, dan mumayyiz menurut Hanafiah, dan baligh
menurut Syafi‟iyah dan Hanabilah.24
Jika syarat ini tidak terpenuhi
maka tidak terjadi akad ijarah.
2) Syarat kelangsungan akad
Untuk kelangsungan akad ijarah disyaratkan terpenuhinya hak
milik atau wilayah (kekuasaan).
3) Syarat sahnya ijarah
Untuk sahnya ijarah harus dipenuhi beberapa syarat yang
berkaitan dengan „aqid (pelaku), mauqud „alaih (objek), sewa atau
24
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Amzah, 2013), h.321
31
upah (ujrah) dan akadnya sendiri. Syarat-syarat tersebut adalah
sebagai berikut:25
a) Persetujuan kedua belah pihak, sama seperti dalam jual beli.
Dasarnya adalah firman Allah dalam Surah An-Nisa‟ (4) ayat
29 yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang
batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan
suka sama suka di antara kamu, dan janganlah kamu
membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu”.
b) Objek akad yaitu manfaat harus jelas, sehingga tidak
menimbulkan perselisihan.
c) Objek akad ijarah harus dapat dipenuhi, baik menurut hakiki
maupun syar‟i.
d) Manfaat yang menjadi objek akad harus manfaat yang
dibolehkan oleh syara‟. Misalnya menyewa buku untuk
dibaca, dan menyewa rumah untuk tempat tinggal. Maka dari
itu, tidak boleh menyewakan rumah untuk tempat maksiat.
e) Pekerjaan yang dilakukan itu bukan fardhu dan bukan
kewajiban orang yang disewa (ajir) sebelum dilakukannya
ijarah.
f) Orang yang disewa tidak boeh mengambil manfaat dari
pekerjaannya untuk dirinya sendiri. Apabila ia memanfaatkan
pekerjaan untuk dirinya sendiri maka ijarah tidak sah.
g) Manfaat mauqud „alaih harus sesuai dengan tujuan
dilakukannya akad ijarah, yang biasa berlaku umum.
4) Syarat mengikatnya akad ijarah
Agar akad ijarah itu mengikat, diperlukan dua syarat:26
25
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Amzah, 2013), h.322 26
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Amzah, 2013), h.327
32
a) Benda yang disewakan harus terhindar dari cacat („aib) yang
menyebabkan terhalangnya pemanfaatan atas benda yang
disewa itu. Apabila terdapat suatu cacat yang demikian
sifatnya, maka orang yang menyewa (mustajir) boleh memilih
antara meneruskan ijarah dengan pengurangan uang sewa dan
membatalkannya.
b) Tidak terdapat udzur (alasan) yang dapat membatalkan akad
ijarah. Misalnya udzur pada salah seorang yang melakukan
akad, atau pada sesuatu yang disewakan. Hanafiyah membagi
udzur yang menyebabkan fasakh kepada tiga bagian, yaitu
sebagai berikut:
1) Udzur dari sisi musta‟jir (penyewa). Misalnya musta‟jir
pailit atau pindah domisili.
2) Udzur dari sisi mu‟jir (orang yang menyewakan). Misalnya
mu‟jir memiliki utang yang sangat banyak yang tidak ada
jalan lain untuk membayarnya kecuali dengan menjual
barang yang disewakan dan hasil penjualannya digunakan
untuk melunasi utang tersebut.
3) Udzur yang berkaitan dengan barang yang disewakan atau
sesuatu yang disewa.
4. Jenis-Jenis Ijarah
Akad ijarah diklasifikasikan menurut objeknya menjadi dua
macam, yaitu ijarah terhadap manfaat benda-benda nyata yang dapat
diindera dan ijarah terhadap jasa pekerjaan. Jika pada jenis pertama
ijarah bisa dianggap terlaksana dengan penyerahan barang yang
disewa kepada penyewa untuk dimanfaatkan, seperti menyerahkan
rumah, toko, kendaraan, pakaian, perhiasan, dan sebagainya untuk
dimanfaatkan penyewa.
33
Sedangkan pada jenis kedua, ijarah baru bisa dianggap terlaksana
kalau pihak yang disewa (pekerja) melaksanakan tanggung jawabnya
melakukan sesuatu, seperti membuat rumah yang dilakukan tukang,
memperbaiki komputer oleh teknisi komputer, dan sebagainya. Dengan
diserahkannya barang dan dilaksanakannya pekerjaan tersebut, pihak
yang menyewakan dan pihak pekerja baru berhak mendapatkan uang
sewa dan upah. Terdapat berbagai jenis ijarah antara lain sebagai
berikut:27
1) Ijarah „Amal
Ijarah „amal digunakan untuk memperoleh jasa dari seseorang
dengan membayar upah atas jasa yang diperoleh. Pengguna jasa
disebut mustajir dan pekerja disebut ajir, dan upah yang
dibayarkan kepada ajir disebut ujrahatau fee.
2) Ijarah „ain atau ijarah muthlaqah (Ijarah Murni)
Ijarah „ain adalah jenis ijarah yang terkait dengan penyewaan aset
dengan tujuan untuk mengambil manfaat dari aset itu tanpa harus
memindahkan kepemilikan dari aset itu. Dengan kata lain, yang
dipindahkan hanya manfaat. Ijarah „ain dalam bahasa inggris
adalah term leasing. Dalam hal ini, pemberi sewa disebut mu‟jir
dan penyewa adalah mustajir dan harga untuk memperoleh
manfaat tersebut disebut ujrah. Dalam akad ijarah „ain tidak
terdapat klausul yang memberikan pilihan kepada penyewa untuk
membeli aset tersebut selama masa sewanya di akhir masa
sewanya. Pada ijarah „ain yang menjadi objek akad sewa-
menyewa adalah barang.
3) Ijarah Muntahiya Bittamlik
Ijarah Muntahiya Bittamlik atau disingkat IMBT merupakan
istilah yang lazim digunakan di Indonesia, sedangkan di Malaysia
digunakan istilah al-ijarah thumma al-bai atau AITAB. Di
27
Fathurrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian Dalam Transaksi di Lembaga
Keuangan Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h.155
34
sebagian Timur Tengah banyak menggunakan istilah al-ijarah wa
„iqtina atau ijarah bai‟ al-ta‟jiri. Yang dimaksud dengan Ijarah
muntahiya bittamlik adalah sewa-menyewa antara pemilik objek
sewa dengan penyewa untuk mendapat imbalan atas objek sewa
yang disewakan dengan opsi perpindahan hak milik objek sewa
baik dengan jual beli atau pemberian (hibah) pada saat sesuai akad
sewa. Dalam IMBT, pemindahan hak milik barang terjadi dengan
salah satu dari dua cara sebagai berikut:
a) Pihak yang menyewakan berjanji akan menjual barang yang
disewakan terebut pada akhir masa sewa;
b) Pihak yang menyewakan berjanji akan menghibahkan barang
yang disewakan tersebut pada akhir masa sewa.
4) Ijarah Multijasa
Ijarah multijasa adalah pembiayaan yang diberikan oleh bank
kepada nasabah untuk memperoleh manfaat atas suatu jasa.28
Ketentuan berkaitan dengan ijarah multijasa didasarkan kepada
Fatwa DN-MUI No.44/DSN-MUI/VIII/2004 tentang Pembiayaan
Multijasa.
5. Pembatalan dan Berakhirnya Ijarah
Ijarah akan menjadi batal (fasakh) bila ada hal-hal sebagai berikut:29
1) Terjadinya cacat pada barang sewaan yang terjadi pada tangan
penyewa;
2) Rusaknya barang yang disewakan, sehingga ijarah tidak mungkin
untuk diteruskan.30
Seperti rumah menjadi runtuh dan sebagainya;
3) Rusaknya barang yang diupahkan (ma‟jur „alaih), seperti baju
yang diupahkan untuk dijahitkan;
28
Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Syariah, (Jakarta: Prenadamedia Grup, 2014), h.275 29
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2014), h.122 30
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Amzah, 2013), h.338
35
4) Terpenuhinya manfaat yang diakadkan, berakhirnya masa yang
telah ditentukan dan selesainya pekerjaan. Tenggang waktu yang
disepakati dalam akad al-ijarah telah berakhir. Apabila yang
disewakan itu rumah, maka rumah itu dikembalikan kepada
pemiliknya, dan apabila yang disewa itu adalah jasaa seseorang,
maka ia berhak menerima upahnya.31
5) Menurut Hanafiyah, boleh fasakh ijarah dari salah satu pihak,
seperti yang menyewa toko untuk dagang, kemudian dagangannya
ada yang mencuri, maka ia dibolehkan memfasakhkan sewaan itu.
C. Pembiayaan Multijasa
1. Pengertian Pembiayaan Multijasa
Pembiayaan multijasa adalah pembiayaan untuk memperoleh
manfaat atas suatu jasa.32
Menurut Fatwa Dewan Syariah No.44/DSN-
MUI/VIII/2004 tentang pembiayaan multijasa, ketentuan pembiayaan
multijasa adalah sebagai berikut:
1) Pembiayaan multijasa hukumnya boleh (jaiz) dengan
menggunakan akad ijarah atau kafalah.
2) Dalam hal LKS menggunakan akad ijarah, maka harus mengikuti
semua ketentuan yang ada dalam fatwa ijarah.
3) Dalam hal LKS menggunakan akad kafalah, maka harus
mengikuti semua ketentuan yang ada dalam fatwa kafalah.
4) Dalam kedua pembiayaan multijasa tersebut, LKS dapat
memperoleh imbalan jasa (ujrah/fee).
5) Besar ujrah atau feeharus disepakati di awal dan dinyatakan dalam
bentuk nominal bukan dalam bentuk persentase.
31
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), h.237 32
Fatwa Dewan Syariah Nasional No.112/DSN-MUI/IX/2017 tentang akad ijarah
36
Dalam pelaksanaannya di perbankan syariah, kegiatan penyaluran
dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan ijarah untuk transaksi
multijasa berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut:
1) Bank menggunakan akad ijarah untuk transaksi multijasa, antara
lain dalam bentuk pelayanan pendidikan, kesehatan,
ketenagakerjaan dan kepariwisataan.
2) Dalam pembiayaan kepada nasabah yang menggunakan akad
ijarah untuk transaksi multijasa, Bank memperoleh imbalan jasa
(ujrah) atau fee.
3) Besar ujrah atau fee disepakati di awal oleh para pihak.
2. Dasar Hukum Pembiayaan Multijasa
Didalam Al-Quran terdapat didalam surat Al-Qashas ayat 26:
اليي ي اسخؤجشثانق خيشي ايآءبجاسخؤجشإ قانجإحذ
Artinya: Salah seorang dari wanita itu berkata: “Wahai bapakku,
ambillah dia sebagai pekerja kita karena orangyang paling baik untuk
dijadikan pekerja adalah orang yang kuat dan dapat dipercaya” (Al-
Qashas: 26)
Didalam hadis-hadis nabi terdapat di Hadis Riwayat „Abd Ar-Razzaq
dan Abu Sa‟id al-Khudri, Nabi s.a.w bersabda:
اجش اسخؤجشاجيشافهيعه ي
Artinya: “Barang siapa memperkerjakan pekerja, beritahukanlah
upahnya.”33
Hubungan hadits di atas dengan pembiayaan multijasa yaitu kewajiban
seseorang yang mempekerjakan pekerja agar memberitahukan upahnya
di awal akad sebelum terlaksananya pekerjaan tersebut. Karena
33 Ibnu Hajar Asqalani, Talkhis al-Habir, (Darul Kutub Ilmuyah), juz 3, h.143.
37
pekerjaan yang dilakukan yaitu memanfaatkan suatu jasa dari
seseorang, lebih baik jika diberitahukan diawal akad upah nya.
D. Dasar Hukum dan Kegiatan Usaha Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
(BPRS)
1. Dasar Hukum Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) adalah Bank Syariah
yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran.34
Undang-undang nomor 21 tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah melengkapi dan menyempurnakan Undang-Undang
No.7 Tahun 1992 dan Undang-Undang No.10 Tahun 1998. Menurut
Pasal 18 dalam Undang-Undang nomor 21 tahun 2008 Bank Syariah
terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah.
Adapun tujuan yang dikehendaki dengan berdirinya Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah adalah:35
a. Meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat Islam, terutama
masyarakat golongan ekonomi lemah yang pada umumnya
berada di daerah pedesaan.
b. Menambah lapangan kerja terutama di tingkat kecamatan,
sehingga dapat mengurangi arus urbanisasi.
c. Membina semangat ukhuwah Islamiyah melalui kegiatan
ekonomi dalam rangka meningkatkan pendapatan per kapita
menuju kualitas hidup yang memadai.
Terdapat beberapa larangan di dalam Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah adalah:36
34 Lihat Undang-Undang No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Pasal 1 angka 9. 35 Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi,
(Yogyakarta: Ekonisia Yogyakarta, 2003), h.95. 36 Lihat Undang-Undang No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Pasal 25.
38
a. Melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan Prinsip
Syariah.
b. Menerima Simpanan berupa Giro dan ikut serta dalam lalu
lintas pembayaran.
c. Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing, kecuali
penukaran uang asing dengan izin Bank Indonesia.
d. Melakukan kegiatan usaha perasuransian, kecuali sebagai agen
pemasaran produk asuransi syariah.
e. Melakukan penyertaan modal, kecuali pada lembaga yang
dibentuk untuk menanggulangi kesulitan likuiditas Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah.
f. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21.
2. Kegiatan Usaha Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)
Kegiatan usaha yang dilakukan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
(BPRS) hampir sama dengan Bank Umum Syariah yaitu berupa
penghimpunan dana, penyaluran dana, dan kegiatan di bidang jasa.
Menurut Undang-Undang Perbankan Syariah dalam Pasal 21, kegiatan
usaha Bank Pembiayaan Rakyat Syariah meliputi:37
a) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk:
1) Simpanan berupa Tabungan atau yang dipersamakan dengan itu
berdasarkan akad wadi‟ah atau akad lain yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah; dan
2) Investasi berupa deposito atau tabungan atau bentuk lainnya
yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad mudharabah
atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah;
b) Menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk:
37 Lihat Undang-Undang No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Pasal 21.
39
1) Pembiayaan bagi hasil berdasarkan akad mudharabah atau
musyarakah;
2) Pembiayaan berdasarkan akad murabahah, salam, atau istisha‟;
3) Pembiayaan berdasarkan akad qardh;
4) Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak
kepada Nasabah berdasarkan akad ijarah atau sewa beli dalam
bentuk ijarah muntahiya bittamlik; dan
5) Pengambilalihan utang berdasarkan akad hawalah;
c) Menempatkan dana pada Bank Syariah lain dalam bentuk titipan
berdasarkan akad wadi‟ah atau investasi berdasarkan akad
mudharabah dan akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip
syariah;
d) Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk
kepentingan nasabah melalui rekening Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah yang ada di Bank Umum Syariah, Bank Umum
Konvensional, dan UUS; dan
e) Menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha Bank Syariah
lainnya yang sesuai dengan Prinsip Syariah berdasarkan
persetujuan Bank Indonesia.
E. Review Studi Terdahulu
Dalam upaya menentukan fokus penelitian, peneliti telah
membandingkan dengan penelitian terdahulu guna mendukung materi
yang akan dibahas. Terdapat beberapa penelitian yang terkait dengan
penelitian yang dilakukan sebagai berikut:
1. Ahmad Pahrudin
Penelitian ini berbentuk Skripsi yang berjudul “Analisis Penerapan
Akad Ijarah pada Pembiayaan Ijarah di Koperasi Jasa Keuangan
Syariah Pekerja POS Indonesia” yang dilakukan pada Tahun 2014.
Penelitian tersebut membahas tentang Koperasi Syariah Pegawai dan
pensiun Pos Indonesia satu-satunya lembaga keuangan yang
40
merealisasikan produk funding dan lending di lingkungan Pos dengan
prinsip syariah. Dalam penelitian tersebut, peneliti hanya meneliti
pembiayaan dengan akad ijarah yang terdapat di dalam KOSPPI.
Perbedaan penelitian Skripsi tersebut dengan penelitian ini terletak
pada tempat dan pembahasan penelitian. Dalam penelitian ini yang
menjadi pembahasan peneliti yaitu implementasi Fatwa DSN
No.44/DSN-MUI/VIII/2004 tentang Pembiayaan Multijasa di Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah dengan melakukan penelitian di 2 BPRS.
2. Dhea Rizkia
Penelitian ini berbentuk Skripsi yang berjudul “Aplikasi Produk
Ijarah pada Pembiayaan Multijasa di BMT Ubasyada – Ciputat” yang
dilakukan pada Tahun 2013. Penelitian tersebut bertujuan untuk
mengetahui aplikasi Produk Ijarah pada pembiayaan Multijasa yang
diterapkan di BMT Ubasyada.
Perbedaan penelitian Skripsi tersebut dengan penelitian ini terletak
pada tempat dan peraturan yang akan dianalisis. Dalam penelitian ini
yang menjadi tempat penelitian yaitu BPRS Al-Salaam dan BPRS
Patriot Kota Bekasi, lalu peraturan yang akan dianalisis yaitu Fatwa
DSN No.44/DSN-MUI/VIII/2004 tentang Pembiayaan Multijasa dan
SEOJK No.37/SEOJK.03/2015.
3. Indah Deliyani
Penelitian ini berbentuk Skripsi yang berjudul “Analisa terhadap
Aplikasi Pembiayaan Ijarah Multijasa pada BMT Al-Munawwarah”
yang dilakukan pada tahun 2008. Penelitian tersebut membahas
tentang penerapan pembiayaan multijasa di BMT Al-Munawwarah
dengan menggunakan dua akad yaitu akad Ijarah dan Wakalah. Lalu
mengenai ujrah nya ternyata di tempat penelitian tersebut lebih besar
dibandingkan di Bank Syariah.
41
Perbedaan penelitian Skripsi tersebut dengan penelitian ini terletak
pada tempat penelitian dan objek yang ingin diteliti. Dalam penelitian
ini yang menjadi fokus penelitian yaitu implementasi Fatwa DSN
No.04/DSN-MUI/VIII/2004 tentang pembiayaan Multijasa di BPRS,
tapi berbeda dengan penelitian tersebut, kalau penelitian ini meneliti
di dua BPRS.
4. Ajeng Mar’atus Solihah
Penelitian ini berbentuk Jurnal yang berjudul “Penerapan Akad
Ijarah pada Pembiayaan Multijasa dalam Perspektif Hukum Islam”
yang dilakukan pada Tahun 2014. Penelitian tersebut mengamati
tentang pelaksanaan akad ijarah yang diterapkan dalam pmbiayaan
multijasa seperti biaya pendidikan dan kesehatan yang ternyata kurang
sesuai dengan hukum Islam.
Perbedaan penelitian Jurnal tersebut dengan penelitian ini terletak
pada tempat penelitian yang di dalam penelitian ini dijelaskan dengan
pasti tempat penelitiannya sedangkan di penelitian tersebut, peneliti
hanya mengamati pelaksanaan akad ijarah pada pembiayaan multijasa
yang tempanya tidak dijelaskan.
5. Harun Santoso dan Anik
Penelitian ini berbentuk Jurnal yang berjudul “Analisis
Pembiayaan Ijarah pada Perbankan Syariah” yang dilakukan pada
Tahun 2015. Penelitian tersebut menganalisis pembiayaan ijarah di
perbankan syariah, dengan kesimpulan akhirnya bahwa produk
pembiayaan perbankan syariah berdasarkan akad sewa-menyewa
terdiri dari sewa murni dan sewa yang diakhiri dengan pemindahan hak
kepemilikan atau dikenal dengan Ijarah muntahia bit tamlik (IMBT)
pada dasarnya merupakan perpaduan antara sewa menyewa dengan
jual beli.
42
Perbedaan penelitian Jurnal tersebut dengan penelitian ini yaitu
disini peneliti tidak meneliti akad Ijarah muntahia bit tamlik, tetapi
meneliti akad Ijarah Multijasa. Sehingga Fatwa yang akan menjadi
rujukannya berbeda. Untuk tempat penelitian, peneliti meneliti di
BPRS sedangkan di Jurnal tersebut tempatnya di Bank Syariah.
43
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode penelitian dalam penelitian skripsi sangatlah penting,
untuk menentukan berbagai upaya yang akan dilakukan oleh peneliti
dalam mengumpulkan data untuk menyelesaikan penelitian skripsi ini.
Metode penelitian ini mempunyai beberapa tahap, mulai dari cara dan
proses sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian yang bersifat kualitatif dengan
menggunakan metode deskriptif, yaitu bertujuan menggambarkan
secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok
tertentu, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara sau
gejala dengan gejala lain dalam masyarakat.1 Maksudnya adalah untuk
mempertegas hipotesa-hipotesa, agar dapat membantu didalam
memperkuat teori-teori lama, atau didalam kerangka menyusun teori-
teori baru.2 Dalam hal ini peneliti bertujuan untuk mendeskripsikan
kesesuaian pelaksanaan akad ijarah pada pembiayaan multijasa di
BPRS Al-Salaam dan BPRS Patriot Bekasi.
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian ini adalah pendekatan normatif empiris
merupakan penggabungan antara pendekatan hukum normatif dengan
adanya penambahan berbagai unsur empiris. Metode penelitian
normatif empiris mengenai implementasi ketentuan hukum normatif
(undang-undang) dalam aksinya pada setiap peristiwa hukum tertentu
1 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2004), h.25. 2 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia, 2012), h.10.
44
yang terjadi dalam suatu masyarakat.3 Maksudnya adalah melihat
kesesuaian syariah terhadap pembiayaan multijasa menggunakan Akad
Ijarah di Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
3. Sumber Data
Secara garis besar data dalam penelitian ini berupa data primer dan
data sekunder. Data primer diperoleh langsung dari sumber pertama,
yakni perilaku warga masyarakat, melalui penelitian, sedangkan data
sekunder antara lain mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku,
hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan.4 Data primer dan
sekunder yang peneliti gunakan yaitu:
a. Data Primer diambil langsung dari beberapa peraturan yaitu:
1) UU No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
2) Fatwa DSN No.44/DSN-MUI/VIII/2014 tentang Pembiayaan
Multijasa.
3) Fatwa DSN No.09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan
Ijarah.
4) Fatwa DSN No.112/DSN-MUI/IX/2017 tentang Akad Ijarah.
5) SEOJK No.37/SEOJK.03/2015 tentang Produk dan Aktivitas
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
6) POJK No.31/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha
Pembiayaan Syariah.
7) Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No.10/14/DPbS perihal
Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam kegiatan Penghimpunan
Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah.
8) Wawancara kepada Pihak yang memahami Pembiayaan Ijarah
Multijasa di BPRS Al-Salaam dan BPRS Patriot Bekasi.
9) Hasil riset berupa tesis, jurnal, skripsi tentang Akad Ijarah dan
pembiayaan multijasa.
3 Metode Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Artikel diakses pada 9 Januari 2019
dari https://idtesis.com/metode-penelitian-hukum-empiris-dan-normatif/ 4 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia, 2012), h.12.
45
b. Data Sekunder didapatkan dari membaca buku dan literature
lainnya yang terdiri dari buku-buku teks tentang akad ijarah dan
berita mengenai pembiayaan multijasa.
4. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data dan informasi yang diberikan, kajian ini
dilakukan dengan cara:
a. Riset Kepustakaan, riset ini dimaksudkan untuk mendapatkan
acuan teori dalam melengkapi data yang ada. Dengan cara
membaca buku-buku, membaca peraturan hukum yang sesuai
dengan masalah yang dibahas, apa yang diperoleh benar-benar
memiliki landasan teori dan acuan yang jelas.
b. Riset lapangan ini dimaksudkan untuk mendapatkan data primer
penelitian sebagai teknik pengumpulan data utama dalam hasil
penelitian kelak yaitu dengan melakukan observasi terlibat, serta
melakukan wawancara dengan pejabat yang berwenang untuk
memperoleh data yang benar-benar akurat dan dapa dipertanggung
jawabkan kebenarannya.
c. Studi Dokumentasi yaitu mencari data-data pendukung mengenai
hal-hal atau variabel yang telah dipublikasi baik oleh perusahaan
terkait maupun sumber lain yaitu berupa catatan, transkip, buku,
majalah, surat kabar, dan sebagainya.
5. Teknik Pengolahan Data
Setelah penulis memperoleh data, selanjunya diadakan
penganalisaan sekaligus sebagai pembahasan. Data yang diperoleh
baik dari studi kepustakaan maupun dari penelitian lapangan dinalisis
secara deskriptif.-kualitatif. Analisis kualitatif yang bersifat deskriptif
merupakan metode yang dipakai untuk menggambarkan suatu kondisi
atau keadaan yang sedang terjadi atau berlangsung, tujuannya agar
dapat memberikan data seteliti mungkin mengenai objek penelitian
sehingga mampu menggali hal-hal yang bersifat ideal, kemudian
46
dianalisa berdasarkan peraturan perundang undangan dan Fatwa DSN-
MUI yang berlaku.5
B. Sejarah Singkat BPRS Al-Salaam
PT BPR Amal Salman yang dikenal dengan BPR Al Salaam,
didirikan pada tanggal 9 Oktober 1991 atas inisiatif para alumni Institut
Teknologi Bandung (ITB) yang aktif di Masjid Salman. Modal Awal
Rp.69.800.000 dengan 40 pemegang saham. Kegiatan operasional BPR
Al-Salaam dimulai pada tanggal 29 Pebruari 1992 berdasarkan Akte No.
30 dari Abdul Latief, Notaris di Jakarta, diubah dengan akte No.14 tanggal
5 Desember 1991 dari Abdul Latief, Notaris di Jakarta, yang telah
disetujui oleh Menteri Kehakiman RI dengan Surat Keputusan No.C2-
7937.HT.01.01.TH.91 tanggal 19 Desember 1991 dan didaftarkan pada
Kantor Pengadilan Negeri di Bogor dibawah No. WB.DH.1.PR.01.10.92
serta diumumkan dalam tambahan No.657 dari Berita Negara RI No.13
tanggal 14 Pebruari 1992 dan tambahan No. 5045 dari Berita Negara RI
No.70 tanggal 1 September 2000.
Untuk mendukung pengembangan usaha pada RUPS tahun 2003
telah disetujui peningkatan modal dasar perseroan dari Rp. 1 milyar
menjadi Rp. 5 milyar. Peningkatan tersebut juga telah disetujui secara
hukum dengan SK Menteri Kehakiman dan HAM RI Nomor : C-04029
HT.01.04.TH.2004
BPR Al Salaam Bertransformasi menjadi Perbankan Syariah,
sesuai aspirasi dan idealisme para pemegang saham yang sejak awal
pendirian ingin menjadikan BPR Al Salaam sebagai lembaga keuangan
bagi masyarakat dengan pelayanan perbankan yang berazaskan keislaman,
maka alhamdulillah sejak tanggal 3 Juli 2006 BPRS Al Salaam berubah
5 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta;kencana,2010), cet6, h. 132.
47
dari BPR konvensional menjad BPR Syariah. Hingga tahun 2017, jumlah
modal berjalan Rp.40.000.000.000 dengan 155 pemegang saham.6
BPRS Al-Salaam mempunyai visi yaitu menjadi Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah Terbaik di Indonesia. Sedangkan, misinya yaitu menjadi
lembaga keuangan mikro syariah yang menghasilkan produk jasa
perbankan terbaik bagi nasabah dan menciptakan kondisi yang kondusif
bagi pemerataan pembangunan perekonomian sektoral dengan orientasi
pengembangan usaha kecil dan menengah menuju kesejahteraan bagi stake
holder. BPRS Al-Salaam mempunyai beberapa tujuan yaitu:7
a) Dengan profesionalisme tinggi berusaha memberikan pelayanan
kepada nasabah melalui penyediaan jasa keuangan yang optimal dalam
hal kualitas, kenyamanan, keamanan, dan keuntungan dalam hal
berinvestasi
b) Memberikan tingkat kesejahteraan yang baik bagi seluruh karyawan
c) Memberikan hasil yang terbaik bagi stake holder
BPRS Al-Salaam berbadan hukum Keanggotaan dengan
No.Keanggotaan LPS PT.BPRS AL SALAAM AMAL SALMAN
41300003. Serta Izin Usaha Syariah BPRS Al-Salaam: KEPUTUSAN
DIREKTUR PERBANKAN SYARIAH BANK INDONESIA NOMOR:
81 1 lKEP.Dir.Pbsl2006 Tentang Perubahan Nama PT BPR AMAL
SALMAN menjadi PT BPR Syariah Al Salaam Amal Salman.
6 Artikel diakses pada 8 Agustus 2018 dari
https://bprsalsalaam.co.id/main/profile/tentang-al-salaam/sejarah-2 7Artikel diakses pada 8 Agustus 2018 https://bprsalsalaam.co.id/main/profile/tentang-
al-salaam/visi-misi-nilai
48
Berikut tim manajemen BPRS Al-Salaam:
Gambar 3. 1 Manajemen BPRS Al-Salaam
Mohammad Yahya Dr. H. Muhammad
Choirin Lc., MA
Pemegang Saham
Pengendali
B. Munir
Sjamsoeddin
Mulya Soepardi Ir.Hari Utomo
Direksi
Ichawanda
Munir S. Azwar
Kiftiah
Hindun
Dewan Pengawas Syariah
Dewan Komisaris
Jajaran Manajemen
Bank Syariah Al-Salaam
49
C. Sejarah Singkat BPRS Patriot Bekasi
BPRS Patriot Bekasi berdiri pada tanggal 30 November 2005
berdasarkan PERDA No.13 Tahun 2005. Ijin operasional berdasarkan SK
Gurbenur BI No.8/62/KEP.BGI/2006 Tanggal 31 Agustus 2006. Berubah
nama dan logo pada tanggal 01 Juni 2013 berdasarkan keputusan RUPS
dan SK Departemen Hukum dan HAM No.AHU-60797.AH.01.02 Tahun
2013.8
BPRS Patriot Bekasi mempunyai visi yaitu menjadi BPR yang sehat,
menguntungkan dan besar dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
rakyat. Serta mempunyai beberapa misi yaitu:9
a) Menjadi motor penggerak pemberdayaan ekonomi rayat.
b) Meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat.
c) Mengembangkan ekonomi rakyat sesuai syariah.
d) Memasyarakatkan dienul islam dalam bidang ekonomi dan dunia
usaha.
BPRS Patriot Bekasi memiliki beberapa badan hukum diantaranya:
1) Keputusan Gubernur Bank Indonesia Nomor: 8/62/KEP.GBI/2006
Tanggal 31 Agustus 2006 Tentang Pemberian Izin Usaha PD. Bank
Perkreditan Rakyat Syariah Kota Bekasi.
2) Keputusan Direktur Perbankan Syariah Bank Indonesia Nomor:
12/1/KEP. Dir.PbS/2010 Tanggal 14 Mei 2010 Tentang Izin Usaha
PT.Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Pemerintah Kota Bekasi.
3) ]Keputusan Departemen Perbankan Syariah Bank Indonesia Nomor:
15/2/KEP.DIR.PbS/2013 Tanggal 27 Desember 2013 Tentang Izin
Usaha PT. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Patriot.
8Artikel diakses pada tanggal 8 Agustus 2018 http://www.bprspatriot.com/profile/sejarah/
9Artikel diakses pada tanggal 8 Agustus 2018 http://www.bprspatriot.com/profile/visi-
dan-misi/
50
Berikut tim manajemen BPRS Patriot Bekasi:
Gambar 3. 2 Manajemen BPRS Patriot Bekasi
Jajaran Manajemen Bank
Syariah Patriot Bekasi
Komisaris Utama
M. Rowi Qohar
Komisaris
Bambang Heru S
Direktur Utama
Syahril T. Alam
Direktur
Mohammad Asmawi
Ketua
KH. Dr. Ahmad
Kusyairi Suhail
Anggota
KH. HB. Burhanuddin
Dewan Pengawas Syariah
51
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Syarat Ujrah (Upah) menurut Pendapat Ulama
Terdapat dua macam syarat mengenai upah yaitu sebagai berikut:1
1. Hendaknya upah tersebut harta yang bernilai dan diketahui
Syarat ini disepakati para ulama. Landasan hukum disyaratkan
mengetahui upah adalah sabda Rasulullah “Barangsiapa
mempekerjakan pekerja maka hendaklah ia memberitahu
upahnya”.Menurut Abu Hanifah, diharuskan mengetahui tempat
pelunasan upah jika upah itu termasuk barang yang perlu dibawa dan
membutuhkan biaya.
Syarat mengetahui upah ini memiliki beberapa bentuk masalah,
seperti jika seseorang menyewa orang lain dengan upah tertentu
ditambah makan, atau menyewa hewan dengan upah tertentu ditambah
makannya, maka akad itu tidak dibolehkan. Hal itu karena makanan
tersebut menjadi bagian dari upah, padahal ukurannya tidak jelas
sehingga membuat status upahnya tidak jelas. Namun berbeda dengan
ulama Malikiyah yang membolehkan menyewa seseorang untuk
melayani atau menyewa hewan ditambah makannya dan pakaian atau
sejenisnya untuk pembantu itu.
Upah yang menjadi bagian dari objek akad menurut mayoritas
ulama, akad ijarah menjadi batal apabila seseorang menyewa pengulit
dengan upah kulit hewan yang ia kuliti, menyewa penggiling dengan
upah sebagian biji-bijian yang digiling. Hal itu karena tidak dapat
diketahui apakah kulit itu bisa berhasil dilepas dengan baik sehingga
1Wahbah Az-Zuhali, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, (Jakarta: Gema Insani, 2011), h.400
52
hasilnya bagus atau tidak. Oleh karena itu, tidak sah akad ijarah
dengan upah yang tidak jelas.2
2. Upah tidak berbentuk manfaat yang sejenis dengan Ma‟quud Alaih
(Objek Akad)
Pengertian dari upah tidak berbentuk manfaat yang sejenis dengan
ma‟quud alaih (objek akad) yaitu seperti ijarah tempat tinggal dibayar
dengan tempat tinggal, jasa dibayar dengan jasa, penunggang dibayar
dengan penunggangan, dan pertanian dibayar dengan pertanian. Syarat
ini menurut ulama Malikiyah adalah cabang dari riba. Penerapan
prinsip dalam ijarah adalah bahwa akad ini menurut mereka terjadi
secara sedikit demi sedikit sesuai dengan terjadinya manfaat. Maka,
manfaat pada waktu akad itu tidak ada (seutuhnya), sehingga salah satu
pihak menjadi terlambat dalam menerima manfaat secara seutuhnya
maka terjadilah riba nasiah.3
Namun, berbeda menurut ulama Syafi‟iyah, kesamaan jenis saja
tidak dapat mengaharamkan akad dengan alasan riba, maka akad ini
boleh menurut mereka dan tidak disyaratkan syarat ini. Syarat kembali
pada rukun akad, yaitu akad harus terlepas dari syarat yang tidak sesuai
dengan akad. Jadi, jika pemilik menyewakan rumahnya dengan syarat
agar dia menempatinya selama satu bulan, kemudian
menyerahkannnya pada penyewa, maka ijarah seperti ini adalah tidak
sah. Karena, syarat ini tidak sesuai dengan akad, dalam syarat tersebut
terdapat manfaat lebih untuk salah satu pihak ang disyaratkan dalam
akad dan tidak ada imbalannya. Oleh karena itu, kelebihan manfaat itu
menjadi riba atau seperti tiba sehingga membuat akad menjadi tidak
sah.
2Wahbah Az-Zuhali, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, (Jakarta: Gema Insani, 2011), h.40
3Wahbah Az-Zuhali, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, (Jakarta: Gema Insani, 2011), h.404
53
B. Analisa Penerapan Akad Ijarah Pada Pembiayaan Multijasa di BPRS
Al-Salaam
Tempat penelitian yang pertama yaitu, Bank Syariah Al-Salaam
atau biasa disebut BPRS Al-Salaam. BPRS Al-Salaam merupakan salah
satu Lembaga Keuangan Syariah yang melaukan fungi Lembaga
Keuangan yaitu menghimpun dana dan menyalurkan dana dari masyarakat
kepada masyarakat serta memberikan jasa keuangan lainnya. BPRS Al-
Salaam terdapat beberapa bentuk penyaluraan dana yang diberikan kepada
masyarakat, salah satunya adalah pembiayaan multijasa dengan akad
ijarah yang bisa digunakan untuk membiayai berbagai jenis layanan,
seperti untuk biaya umroh, biaya pendidikan dan membiayai pernikahan.
Layanan pembiayaan umroh digunakan untuk biaya perjalanan umroh bagi
nasabah. Layanan pendidikan digunakan untuk membiayai sekolah atau
kuliah, seperti biaya pendaftaran, biaya SPP, biaya uang gedung. Layanan
pernikahan digunakan untuk biaya alat-alat untuk pernikahan dan
pelaminan.
Peneliti melakukan wawancara dengan pihak BPRS Al-Salaam,
yaitu Bapak Rifai Hermawanto sebagai Kepala Bagian Admin, Legal,
Operasional, dan Motor Center. BPRS Al-Salaam sudah mempunyai
kantor cabang yang cukup banyak di beberapa daerah. Tempat yang
peneliti kunjungi dan melakukan penelitian yaitu Kantor Pusat BPRS Al-
Salaam, alamatnya di Jl. Limo Raya, RT02/04, Kota Depok, Jawa Barat.
Pembiayaan multijasa ini menggunakan akad ijarah, yang dimana
dalam pokok akad harus sesuai dengan ketentuan ijarah. BPRS Al-Salaam
mempunyai tujuan mengeluarkan produk pembiayaan multijasa yaitu:4
a. Untuk membantu orang-orang yang tidak mempunyai biaya untuk
masuk sekolah.
b. Untuk membantu orang-orang yang ingin umroh dengan segera tetapi
biaya nya belum terkumpul.
4Rifai, Legal BPRS Al-Salaam, Interview Pribadi, Cinere, 8 Agustus 2018.
54
c. Untuk membantu orang-orang yang ingin menikah tetapi tidak ada
biayanya
d. Untuk membantu membiayai jasa-jasa tukang membangun rumah.
Pembiayaan ijarah multijasa ini di BPRS Al-Salaam bisa
berjangka pendek maupun berjangka panjang minimal 12 bulan dan
maksimal 5 tahun tergantung permintaan nasabah serta keputusan dari
pihak BPRS Al-Salaam. Pembiayaan ijarah multijasa initermasuk dalam
kategori Pembiayaan Al Salaam Syariah (PAS) yaitu produk penyaluran
dana untuk kebutuhan multiguna. Produk ini merupakan fasilitas
pembiayaan konsumtif yang tidak bertentangan dengan syariah. Sumber
dana pembiayaan multijasa ini berasal dari tabungan nasabah, pembiayaan
dan saham.5Pembiayaan multijasa yang ingin diteliti yaitu untuk biaya
pendidikan, di BPRS Al-Salaam menggunakan akad Ijarah yang
mempunyai pengertian yaitu akad pemindahan hak guna (manfaat) atas
suau barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah), tanpa
diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.
Praktik pembiayaan ijarah multijasa dilapangan adalah nasabah
datang ke BPRS Al-Salaam dan mengajukan pembiayaan multijasa untuk
dana pendidikan melanjutkan sekolah S1/S2 baik di dalam maupun diluar
negeri. Nasabah akan diminta untuk mengisi formulir pengajuan
pembiayaan dan melengkapi beberapa persyaratan yang telah ditentukan
oleh pihak BPRS Al-Salaam. Setelah nasabah memenuhi persyaratan
pembiayaan dan pembiayaan ini disetujui oleh pihak BPRS Al-Salaam,
maka pihak BPRS Al-Salaam memberikan manfaat agar nasabah bisa
melanjutkan pendidikan tersebut, dengan cara dibayarkan terlebih dahulu
dana yang dibutuhkan oleh pihak BPRS Al-Salaam ke pihak sekolah yang
dituju.6
5Rifai, Legal BPRS Al-Salaam, Interview Pribadi, Cinere, 8 Agustus 2018.
6Rifai, Legal BPRS Al-Salaam, Interview Pribadi, Cinere, 8 Agustus 2018.
55
Sebelum pihak BPRS Al-Salaam melakukan pembayaran ke pihak
sekolah, pihak BPRS Al-Salaam memastikan terlebih dahulu ke sekolah
tersebut dengan syarat adanya surat pendaftaran disekolah tersebut, setelah
itu pihak BPRS Al-Salaam melihat biaya yang diperlukan oleh nasabah,
jika sudah direvifikasi dengan benar maka tahap selanjutnya melakukan
pengechekan bahwa nasabah tersebut mampu atau tidak melakukan
pembiayaan untuk membayar angsuran setiap bulannya, jika sudah benar
setelah itu dana yang dibutuhkan akan ditransfer ke pihak sekolah yang
bersangkutan. 7
Proses pencairan dana tersebut membutuhkan waktu 3-5 hari
karena melalui notaris terlebih dahulu. Untuk pengajuan dana, nasabah
bisa mengajukan pembiayaan multijasa dengan biaya minimal Rp.500.000
sampai Rp.7.000.000. Sejauh ini semenjak pembiayaan multijasa
dikeluarkan belum pernah terjadi sengketa antara nasabah dengan pihak
BPRS Al-Salaam. Tetapi, jika ada nasabah yang tidak mampu membayar
ada tenggang waktu yaitu dari waktu jatuh tempo, dan untuk denda
keterlambatan membayar angsuran dalam pembiayaan multijasa dana
pendidikan maka berlaku denda Rp.1000 per hari.8
Praktik di lapangan pembiayaan ijarah multijasa di BPRS Al-
Salaam adalah pihak BPRS Al-Salaam membiayai sewa manfaat jasa yang
diajukan nasabah (kebutuhan pendidikan). Nasabah yang memilih pihak
penyedia sewa barang atau jasa. Selanjutnya, pihak BPRS Al-Salaam
mentrasnfer dana atau pembayaran sewa ke pihak penyedia jasa. Jika
dilihat dari ketentuan objek ijarah yang terdapat pada Fatwa Dewan
Syariah Nasional No.09/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan ijarah,
objek ijarah adalah mafaat dari penggunaan barang atau jasa dan
kewajiban Lembaga Keuangan Syariah sebagai pemberi manfaat barang
atau jasa yaitu berupa menyediakan barang atau jasa yang akan diberikan
7Rifai, Legal BPRS Al-Salaam, Interview Pribadi, Cinere, 8 Agustus 2018.
8Rifai, Legal BPRS Al-Salaam, Interview Pribadi, Cinere, 8 Agustus 2018.
56
kepada nasabah. Objek ijarah yang berupa manfaat jasa dalam
pembiayaan ijarah multijasa di BPRS Al-Salaam sudah terpenuhi, karena
pihak BPRS Al-Salaam melakukan sewa kepada sekolah kemudian
menyewakan kembali kepada nasabah dengan pembayaran sewa secara
mengangsur.
Praktiknya di BPRS Al-Salaam untuk nasabah yang mengajukan
dana pendidikan tidak terlalu banyak, dalam waktu satu bulan sekitar 1-2
orang saja yang mengajukan dana pendidikan dengan menggunakan akad
multijasa, terkecuali untuk pembiayaan multijasa yang lain seperti biaya
umroh dalam sebulan bisa lebih banyak nasabah sekitar 3-4 orang yang
mengajukan dalam satu bulan.9
Ijarah pembiayaan multijasa sudah berkembang dari tahun 2012.
Untuk perkembangan pengajuan nasabah pembiayaan multijasa setiap
tahunnya masih stabil. Untuk perkembangan jumlah nasabah setiap
tahunnya dalam pembiayaanijarah multijasa terdapat dalam tabel sebagai
berikut:
Tabel 4. 1 Jumlah Nasabah Pembiayaan Multijasa
Tahun Jumlah Nasabah Hutang Pokok
2013 1 350.000.000
2014 1 25.000.000
2015 5 385.000.000
2016 14 844.000.000
2017 95 2.083.800.000
2018 432 2.609.697.962
Total 548 6.297.497.962
9Rifai, Legal BPRS Al-Salaam, Interview Pribadi, Cinere, 8 Agustus 2018.
57
Gambar 4. 1 Gambar Jumlah Nasabah
Setelah mengkaji pembahasan pembiayaan ijarah multijasa,
penerapan akad ijarah pada pembiayaan multijasa di BPRS Al-Salaam
yaitu: Pertama, pemberian pembiayaan multijasa berupa manfaat jasa.
Sehingga pihak BPRS Al-Salaam dengan pihak ketiga terjadi transaksi,
dengan cara BPRS Al-Salaam membayarkan langsung kepada pihak
ketiga. Kedua, jasa yang menjadi objek pembiayaan adalah jasa yang
dimiliki dan dilakukan oleh pihak BPRS Al-Salaam. Maka bisa dikatakan
sejauh ini bahwa penerapan pembiayaan ijarah multijasa di BPRS Al-
Salaam sudah sesuai dengan beberapa peraturan yang tercantum di dalam
Fatwa DSN No.44/DSN-MUI/VIII/2004 tentang Pembiayaan Multijasa.
C. Analisa Penerapan Akad Ijarah Pada Pembiayaan Multijasa di BPRS
Patriot Bekasi
Tempat penelitian yang kedua yaitu, Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah Patriot Bekasi. BPRS Patriot Bekasi sama halnya dengan BPRS
Al-Salaam merupakan salah satu Lembaga Keuangan Syariah. BPRS Al-
Salaam terdapat beberapa bentuk penyaluraan dana yang diberikan kepada
masyarakat, salah satunya adalah pembiayaan multijasa dengan akad
58
ijarah yang bisa digunakan untuk membiayai berbagai jenis layanan,
seperti untuk biaya pendidikan dan biaya kesehatan, pada prakteknya lebih
banyak nasabah yang mengajukan untuk biaya pendidikan, dan untuk
biaya kesehatan hanya sedikit. Peneliti melakukan wawancara dengan
Bapak Moh. Asmawi sebagai Direktur di BPRS Patriot Bekasi. Tempat
yang peneliti kunjungi dan melakukan penelitian yaitu beralamat di Kantor
Pusat, Jl.Ahmad Yani Ruko Sentral Niaga Kalimalang Blok C1, No.3,
Kayuringin Jaya, Bekasi Selatan.
BPRS Patriot bekasi mengeluarkan pembiayaan ijarah multijasa
dengan tujuan awalnya untuk bisnis dan mencari keuntungan, selain itu
seiring meningkatnya nasabah yang mengajukan pembiayaan tersebut,
BPRS Patriot Bekasi memilki beberapa tujuan lainnya yaitu untuk
membantu perekonomian masyarakat dan untuk biaya pendidikan, yang
bertujuan agar bisa membantu anak-anak para nasabah tersebut
melanjutkan pendidikannya.10
Jika dilihat dari bentuk pembiayaan yang dikeluarkan yaitu
pembiayaan kesehatan dan pembiayaan pendidikan, maka pembiayaan
ijarah multijasa di BPRS Patriot Bekasi merupakan bentuk pembiayaan
konsumtif. Pembiayaan konsumtif adalah pembiayaan yang digunakan
untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, baik itu kebutuhan primer atau
kebutuhan sekunder.
Praktif pembiayaan ijarah multijasa dilapangan adalah nasabah
mengambil formulir terlebih dahulu yang terdapat di BPRS Patriot Bekasi,
dan mengisi kebutuhannya untuk apa, misalnya untuk biaya sekolah, lalu
berapa biaya untuk sekolah tersebut, dan melengkapi beberapa pesyaratan
yang yang telah ditentukan oleh pihak BPRS Patriot Bekasi. Setelah
nasabah memenuhi persyaratan pembiayaan, dan pembiayaan ini disetujui
oleh pihak BPRS Patriot Bekasi, maka BPRS Patriot Bekasi memberikan
10
Mohammad Asmawi, Direktur BPRS Patriot Bekasi, Interview Pribadi, Bekasi, 19 Juli
2018
59
dana yang diajukan oleh nasabah untuk dibayarkan ke sekolah yang dituju.
Kemudian nasabah akan mengembalikan dana pinjaman tersebut kepada
pihak BPRS Patriot Bekasi dengan cara mengangsur.11
Pembiayaan ijarah
multijasa berdiri sejak tahun 2009 sampai sekarang. Seiring berjalannya
waktu, perkembangan pembiayaan ijarah multijasa di BPRS Patriot
Bekasi mengalami peningkatan. Dapat dilihat di dalam tabel laporan
keuangan dibawah ini:
Tabel 4. 2Laporan Keuangan Pembiayaan Multijasa
Tidak semua nasabah bisa membayar angsuran dengan tepat waktu,
misalnya untuk permasalahan keterlambatan nasabah dalam membayar
angsuran, terdapat denda yang menghitungnya dari biaya (ta‟zir) atas
biaya real nya jadi bukan dari presentase. Selanjutnya untuk permasalahan
sengketa, disana memakai cara persuasif atau kekeluargaan agar tidak
mengeluarkan banyak biaya jika harus ke jalur hukum.
Praktik di lapangan pembiayaan ijarah multijasa di BPRS Patriot
Bekasi adalah pihak BPRS Patriot Bekasi membiayai sewa manfaat jasa
11
Mohammad Asmawi, Direktur BPRS Patriot Bekasi, Interview Pribadi, Bekasi, 19 Juli
2018.
Tahun Pembiayaan Multijasa
2009 1,620,688,591
2010 3,708,398,198
2011 3,844252,485
2012 4,890,530,255
2013 3,433,776,862
2014 3,438,656,901
2015 2,725,665,885
2016 3,201,351,796
2017 3,880,242,217
60
yang diajukan nasabah (kebutuhan pendidikan). Dalam hal ini nasabah
yang memilih pihak penyedia sewa jasa. Selanjutnya, pihak BPRS Patriot
Bekasi menyerahkan dana atau pembayaran sewa kepada nasabah.
Nasabah membayarkan biaya persewaan kepada penyedia barang atau
jasa. Kemudian nasabah memberikan bukti nota atau kwintansi kepada
BPRS Patriot Bekasi.12
Sehingga antara pihak BPRS Patriot Bekasi dan
pemilik jasa tidak terjadi transaksi apapun. Dalam pelaksanaan
pembiayaan ijarah multijasa ini pihak BPRS Patriot Bekasi memberikan
kuasa penuh kepada nasabah. Dalam hal ini Pihak BPRS Patriot Bekasi
menggunakan akad wakalah sebagai akad pendukung.13
Jika peneliti lihat dari ketentuan objek ijarah yang terdapat pada
Fatwa Dewan Syariah Nasional No.09/DSN-MUI/IV/2000 objek ijarah
adalah manfaat dari penggunaan barang atau jasa dan kewajiban Lembaga
Keuangan Syariah sebagai pemberi manfaat barang atau jasa yaitu berupa
menyediakan barang atau jasa yang akan diberikan kepada nasabah. Tetapi
ternyata dalam prakteknya, pemberian pembiayaan dengan akad ijarah
bukan dalam bentuk barang atau jasa yang disewakan, melainkan dalam
bentuk uang. Agar kewajiban tersebut terpenuhi, seharusnya pihak BPRS
Patriot Bekasi melakukan sewa kepada pihak sekolah kemudian
menyewakan kembali kepada nasabah dengan pembayaran sewa secara
mengangsur.
Selain itu, untuk pengajuan pembiayaan ijarah multijasa di BPRS
Patriot Bekasi, nasabah bisa mengajukan dengan kwintansi yang sudah
dibayarkan atau bukti pembayaran ke sekolah nanti setelah diproses uang
12
Mohammad Asmawi, Direktur BPRS Patriot Bekasi, Interview Pribadi, Bekasi, 19 Juli
2018 13
Mohammad Asmawi, Direktur BPRS Patriot Bekasi, Interview Pribadi, Bekasi, 19 Juli
2018
61
yang tercantum didalam kwintansi tersebut bisa dicairkan atau diganti oleh
pihak BPRS Patriot Bekasi.14
Saat terjadi pengajuan untuk biaya pendidikan yang diberikan
dengan akad ijarah, dalam penyaluran pembiayaan multijasa ini tidak
terjadi sewa-menyewa antara pihak BPRS Patriot Bekasi dan penyedia
jasa, maka lebih idealnya pembiayaan ini diberikan dengan memakai akad
qardh (pinjam-meminjam). Selain itu, yang disediakan oleh BPRS Patriot
Bekasi adalah berupa uang, padahal dalam ketentuan akad ijarah adalah
berbentuk barang atau jasa yang disewakan.
Objek ijarah yang berupa manfaat jasa dalam pembiayaan ijarah
multijasa di BPRS Patriot Bekasi belum terpenuhi. Setelah mengkaji dari
pembahasan pembiayaan ijarah multijasa, penerapan akad ijarah pada
pembiayaan multijasa di BPRS Patriot Bekasi yaitu: Pertama, pemberian
pembiayaan ijarah multijasa berupa uang, sehingga dalam pemberian
pembiayaan ijarah multijasa, antara pihak BPRS Patriot Bekasi dengan
pihak ketiga tidak terjadi transaksi apapun. Agar praktik ijarah tidak sama
dengan leasingdiperbankan konvensioanl, maka dalam pemberian
pembiayaan tidak hanya menyerahkan uang kepada nasabah, melainkan
pihak BPRS Patriot Bekasi memberikan jasanya dengan cara menguruskan
kepada nasabah berupa pembiayaan pendidikan dengan cara pihak BPRS
Patriot Bekasi membayarkan langsung kepada pihak ketiga. Dengan BPRS
Patriot Bekasi membayarkan kepada pihak ketiga, maka pihak nasabah
akan mendapatkan manfaat dari hal tersebut.
Kedua, tentang jasa yang seharusnya diberikan oleh pihak BPRS
Patriot Bekasi kepada nasabah, yang menjadi objek pembiayaan adalah
jasa yang dimiliki dan dilakuan oleh pihak BPRS Patrio Bekasi, bukan jasa
yang dimiliki oleh pihak lain. Dalam hal BPRS Patriot Bekasi
mengeluarkan pembiayaan ijarah multijasa, BPRS Patriot Bekasi
14
Mohammad Asmawi, Direktur BPRS Patriot Bekasi, Interview Pribadi, Bekasi, 19 Juli
2018
62
mendapatkan ujrah. Mendapatkan ujrah disini kurang tepat karena BPRS
Patriot Bekasi hanya memberikan pinjaman dana kepada nasabah bukan
karena adanya persewaan barang atau jasa.
Setelah melihat dari pembahasan diatas, peneliti mencoba
memberikan masukan kepada BPRS Patriot Bekasi untuk menggunakan
akad qardh(pinjaman), karena pembiayaan multijasa termasuk dalam akad
tabarru (tolong-menolong). Tetapi dalam akad qardhtidak diberlakukan
adanya ujrah, maka untuk menyesuaikan dengan Fatwa Dewan Syariah
Nasional No.44/DSN-MUI/VIII/2004 tentang pembiayaan multijasa,
bahwa tertulis di dalamnya bahwa pembiayaan multijasa hukumnya boleh
(jaiz) dengan menggunakan akad ijarah atau kafalah. Menggunakan akad
ijarah disini kurang tepat dalam praktik dilapangan karena adanya
beberapa keterbatasan dari pihak BPRS Patriot Bekasi, maka peneliti
memberikan masukan kepada BPRS Patriot Bekasi untuk memakai akad
Kafalah bil ujrah.
Kafalah adalah jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafiil)
kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau pihak
yang ditanggung (makful‟anhu).15
Dalam hal pembiayaan multijasa ini
BPRS Patriot Bekasi bertindak sebagai penjamin untuk membiayai dan
melunasi kewajiban nasabah dalam mendapatkan pelayanan pendidikan
kepada pihak sekolah, sedangkan nasabah sebagai pihak yang dijamin
untuk jasa yang diberikan oleh BPRS Patriot Bekasi. Jika kebutuhan
nasabah sudah terpenuhi, maka nasabah dapat membayar tanggungan
hutang kepada BPRS Patriot Bekasi.
Adapun jenis kafalah yang dilaksanakan adalah kafalah bil mal
yaitu jaminan pembayaran barang atau pelunasan hutang. Bentuk kafalah
ini merupakan sarana yang paling luas bagi bank dalam memberikan
15
Sutan Remy, Perbankan Syariah Produk-Produk dan Aspek-Aspek Hukumnya, (Jakarta:
Prenadamedia Grup, 2014), h.378
63
jaminan kepada nasabahnya dengan imbalan fee tertentu.16
Pengambilan
ujrah dalam akad kafalah yang berdasarkan proses wakalah
diperbolehkan, karena sebagai upah atas kegiatannya melakukan wakalah.
D. Analisa Penerapan Akad Ijarah Pada Pembiayaan Multijasa di BPRS
Al-Salaam dan BPRS Patriot Bekasi Berdasarkan Fatwa Dewan
Syariah Nasional (DSN-MUI)
Perkembangan pesat Lembaga Keuangan Syariah memerlukan
regulasi yang berkaitan dengan kesesuaian operasional Lembaga
Keuangan Syariah dengan prinsip-prinsip syariah. Oleh karena itu,
dibentuklah Dewan Syariah Nasional (DSN) adalah badan yang dibentuk
oleh Majelis Ulama Indonesia yang memiliki kompetensi dan otoritas
resmi sehingga berwenang mengeluarkan ketentuan-ketentuan syariah
dalam bentuk Fatwa Dewan Syariah Nasional. Dewan Syariah Nasional
mempunyai tugas menumbuhkembangkan penerapan nilai-nilai syariah
dalam kegiatan perekonomian pada umumnya dan keuangan pada
khususnya, mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan keuangan,
mengeluarkan fatwa atas produk dan jasa keuangan syariah, serta
mengawasi penerapan fatwa yang telah dikeluarkan.17
Model akad yang
digunakan dalam produk keuangan syariah harus sesuai dengan fatwa
DSN-MUI.18
Pada dasarnya semua pembiayaan yang dikeluarkan oleh BPRS Al-
Salaam dan BPRS Patriot Bekasi berpedoman pada Fatwa DSN-MUI,
termasuk pembiayaan ijarah multijasa yang peneliti bahas ini. Produk
pembiayaan multijasa ini berpedoman pada Fatwa DSN No.44/DSN-
MUI/VIII/2004 tentang pembiayaan multijasa yang terdapat ketentuan-
ketentuannya sebagai berikut:
16
Sutan Remy, Perbankan Syariah Produk-Produk dan Aspek-Aspek Hukumnya, (Jakarta:
Prenadamedia Grup, 2014), h.380. 17
A. Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2012), h.21. 18
Muhammad Maksum, Model-Model Kontrak dalam Produk Keuangan Syariah,
Al‟Adalah Vol.XII No.1, Juni 2014, h.60.
64
1. Analisa terhadap Akad
Produk pembiayaan multijasa di BPRS Al-Salaam dan BPRS
Patriot Bekasi menggunakan akad ijarah. Seharusnya dalam
pelaksanaannya akad ijarah ini memberikan kewajiban kepada pihak
BPRS Al-Salaam dan BPRS Patriot Bekasi untuk menyediakan barang
yang disewakan atau jasa yang diberikan kepada nasabah, tetapi dalam
pelaksanaannya salah satu dari kedua BPRS tersebut yaitu BPRS Patriot
Bekasi hanya menyediakan dana dan memberikan sejumlah uang kepada
nasabah untuk membiayai sekolah. Hal ini menurut peneliti kurang tepat
apabila menggunakan akad ijarah, karena BPRS Patriot Bekasi hanya
memberikan sejumlah uang atau pinjaman kepada nasabah bukan karena
adanya pemberian atau jasa yang dilakukan oleh BPRS Patriot Bekasi.
Bukan hanya itu, biaya atau dana sekolah tersebut tidak diserahkan
langsung oleh BPRS Patriot Bekasi kepada sekolah atau universitas yang
dituju, tetapi BPRS Patriot Bekasi menyerahkan dana kepada nasabah.
Dalam hal ini BPRS Patriot Bekasi menggunakan akad wakalah sebagai
akad pendukung, dengan cara memberikan dana tersebut kepada nasabah.
Akan tetapi, dalam perlimpahan pembayaran ini tidak ada bukti kuasa atau
surat kuasa dari BPRS Patriot Bekasi kepada nasabah untuk mewakili
pembayaran kepada pihak ketiga. Dari pelaksanaan pembiayaan ijarah
multijasa tersebut, penggunaan akad ijarah kurang sesuai di BPRS Patriot
Bekasi. Untuk menyesuaikan dengan pelaksanaan pembiayaan multijasa
dilapangan, peneliti memberi masukan untuk BPRS Patriot Bekasi
menggunakan akad kafalah.
2. Ketentuan Ujrah/fee dalam Pembiayaan Ijarah Multijasa
Ujrah atau upah dalam KBBI mempunyai arti yaitu uang dan
sebagainya yang dibayarkan sebagai pembalas jasa atau sebagai pembayar
tenaga yang sudah dikeluarkan untuk mengerjakan sesuatu,
imbalan.19
Sewa atau upah adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar
19
Kamus Besar Bahasa Indonesia.
65
nasabah kepada LKS sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat
dijadikan harga dalam jual beli dapat pula dijadikan sewa atau upah dalam
Ijarah.20
Penentuan ujrah ini harus ditentukan diawal akad berdasarkan
kesepakatan kedua belah pihak yaitu antara BPRS dengan nasabah.
Terdapat beberapa peraturan yang di dalamnya tercantum
mengenai ujrah/fee. Pertama, di dalam Fatwa DSN No.44/DSN-
MUI/VIII/2004 tentang pembiayaan multijasa yang di dalamnya
disebutkan mengenai ujrah/fee yaitu LKS (Lembaga Keuangan Syariah)
dapat memperoleh imbalan jasa (ujrah) atau fee, dan besaran ujrah/fee
harus disepakati diawal dan dinyatakan dalam bentuk nominal bukan
dalam bentuk presentase.
Kedua, Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan
No.37/SEOJK.03/2015 tentang Produk dan aktivitas Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah terdiri dari penghimpunan dana, penyaluran dana,
penempatan pada bank lain dan aktivitas lainnya yang memuat berbagai
bentuk akad yang digunakan di Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS),
dijelaskan didalamnya bahwa definisi pembiayaan multijasa adalah
penyediaan dana dalam rangka pemindahan manfaat atas jasa dalam waktu
tertentu dengan pembiayaan sewa (ijarah). Pada bagian pesyaratannya,
BPRS dapat memperoleh imbalan jasa/ ujrah/ fee. Besarnya imbalan jasa/
ujrah/ fee disepakati di awal akad dan dinyatakan dalam bentuk nominal
(bukan dalam bentuk presentase).
Ketiga, PBI No.10/16/PBI/2008 tentang perubahan atas Peraturan
Bank Indonesia No.9//19/PBI/2007 tentang pelaksanaan prinsip syariah
dalam kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan
jasa Bank Syariah, dalam melakukan transaksi multijasa berlaku
persyaratan sebagai berikut:
20
Fatwa DSN No.09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah.
66
a. Bank dapat menggunakan Akad Ijarah untuk transaksi multijasa dalam
jasa keuangan antara lain dalam bentuk pelayanan pendidikan,
kesehatan, ketenaga kerjaan dan kepariwisataan;
b. Dalam pembiayaan kepada nasabah yang menggunakan Akad Ijarah
untuk transaksi multijasa, Bank dapat memperoleh imbalan jasa
(ujrah) atau fee;
c. Besar ujrah atau fee harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam
bentuk nominal bukan dalam bentuk presentase
Keempat, Fatwa DSN No.112/DSN-MUI/IX/2017 tentang Akad
Ijarah dijelaskan didalamnya bahwa ketentuan terkait ujrah yaitu:21
a. Ujrah boleh berupa uang, manfaat barang,jasa, atau barang yang boleh
dimanfaatkan menurut syariah (mutaqawwam) dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
b. Kuantitas dan/atau kualitas ujrah harus jelas, baik berupa angka
nominal, presentase tertentu, atau rumus yang disepakati dan diketahui
oleh para pihak yang melakukan akad.
c. Ujrah boleh dibayar secara tunai, bertahap/angsur, dan tangguh
berdasarkan kesepakatan sesuai dengan syariah dan/atau peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
d. Ujrah yang telah disepakati boleh ditinjau-ulang atas manfaat yang
belum diterima oleh Musta‟jir sesuai kesepakatan.
Jadi dapat peneliti simpulkan dari beberapa peraturan yang
mengatur didalamnya mengenai ujrah/fee, bisa dikatakan bahwa ujrah
adalah kompensasi atau upah yang diterima oleh musta‟jir setelah
melaksanakan tanggung jawabnya dalam hal ini untuk pembiayaan
multijasa. Terdapat perbedaan ketentuan mengenai ujrah tersebut, seperti
yang bisa dilihat sebelumnya, bahwa 3 dari 4 peraturan yang mengatur
mengenai pembiayaan multijasa, mengatur ketentuan ujrah harus berupa
nominal bukan presentase. Namun pada penerapannya di BPRS Patriot
21Fatwa DSN No.112/DSN-MUI/IX/2017 tentang Akad Ijarah.
67
Bekasi ujrah/fee berupa presentase.22
Sama seperti di BPRS Al-Salaam,
ujrah juga berupa presentase.23
Keuntungan berdasarkan presentase dari
pinjaman memiliki potensi untuk jatuh ke dalam praktek riba, karena biaya
tambahan menjadi tidak jelas apakah itu dihasilkan dari wakalah atau
biaya tambahan (riba Fadhl).24
Ternyata ada pembaruan Fatwa mengenai ujrah yang awalnya
hanya bisa dengan nominal saat ini bisa menggunakan presentase.
Pembaruan Fatwa tersebut yaitu Fatwa DSN No.112/DSN-MUI/IX/2017,
dengan adanya kebolehan ini maka akan mengubah struktur upah di dalam
pembiayaan.
3. Ketentuan Objek Akad dalam Pembiayaan Multijasa
Dalam hukum perjanjian Islam rukun ketiga akad adalah adanya
objek akad. Apabila tidak ada objek, tentu akadnya menjadi sia-sia dan
percuma. Objek akad dimaksudkan sebagai suatu hal yang karenanya akad
dibuat dan berlaku akibat-akibat hukum akad. Objek akad dapat berupa
benda, manfaat benda, jasa atau pekerjaan, atau suatu lain yang tidak
bertentangan dengan Syariah.25
Apabila objek akad berupa perbuatan,
maka objek tersebut harus dapat ditentukan dan dapat diketahui oleh para
pihak.
Para ahli hukum Islam mensyaratkan beberapa syarat pada objek
akad, yaitu:
1) Objek akad dapat diserahkan atau dapat dilaksanakan;
2) Objek akad harus tertentu atau dapat ditentukan;
3) Objek akad dapat ditransaksikan menurut syara‟.
22
Mohammad Asmawi, Direktur BPRS Patriot Bekasi, Interview Pribadi, Bekasi, 19 Juli
2018. 23
Rifai, Legal BPRS Al-Salaam, Interview Pribadi, Cinere, 8 Agustus 2018. 24
Muhammad Maksum, “The Sharia Compliance of Islamic Multi Contract in Islamic
Banking”, Advances in Social Cience, Education and Humanities Research, Vol.162, 2017, h.156 25
Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007),
h.190
68
Manfaat objek dalam akad ijarah harus diketahui secara jelas, yaitu
kejelasan tentang objek yang di ijarah atau jasa yang diberikan dan
kejelasan waktu untuk memanfaatkannya. Manfaat objek ijarah harus
memenuhi syarat-syarat yang tidak bertentangan dengan syariah. Dalam
hal objek ijarah adalah jasa seseorang, maka yang diperjualbelikan adalah
manfaah dari jasa itu.26
Peneliti melakukan penelitian di dua BPRS, yaitu
BPRS Al-Salaam dan BPRS Patriot Bekasi. Untuk Objek ijarah dalam
pembiayaan sekolah di BPRS Patriot Bekasi, tidak terdapat manfaat
barang atau jasa. Hal ini kurang sesuai dengan Fatwa DSN No.09/DSN-
MUI/IV/2000 tentang pembiayaan ijarah, yang didalamnya menyatakan
bahwa objek ijarah adalah manfaat barang atau jasa. BPRS Patriot Bekasi
hanya menyediakan sejumlah uang kepada nasabah dengan mewakilkan
pembayaran kepada nasabah. Objek ijarah dalam pembiayaan pendidikan
ini tidak diketahui secara jelas, karena tidak adanya manfaat barang atau
jasa yang diberikan. Ketentuan objek ijarah yaitu:27
a. Manfaat barang atau jasa harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan
dalam kontrak.
b. Manfaat barang atau jasa harus yang bersifat dibolehkan (tidak
diharamkan).
c. Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk
menghilangkan jahalah (ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan
sengketa.
d. Spesifikasi manfat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka
waktunya. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik.
Objek ijarah yang terdapat di BPRS Patriot Bekasi tidak diketahui
secara jelas, maka ijarah multijasa yang dilakukan di BPRS Patriot Bekasi
dengan nasabah tidak sesuai dengan ketentuan Fatwa DSN No.09/DSN-
MUI/IV/2000.
26
Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Syariah, (Jakarta: Prenadamedia Grup, 2014) h.264 27
Fatwa DSN No.09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah
69
4. Hak dan Kewajiban dalam Pembiayaan Multijasa
Dalam Kamus Bahasa Indonesia hak memiliki pengertian tentang
sesuatu hal yang benar, milik, kepunyaan, kewenangan, kekuasaan untuk
berbuat sesuatu (karena telah ditentukan oleh undang-undang, aturan, dsb),
kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu, derajat
atau martabat. Sedangkan, kewajiban adalah sesuatu yang wajib
dilaksanakan, keharusan (sesuatu hal yang harus dilaksanakan).
Ada beberapa kewajiban bagi Lembaga Keuangan Syariah dan
nasabah di dalam pembiayaan ijarah yang terdapat di dalam Fatwa DSN
No.09/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan ijarah yaitu sebagai
berikut:
1) Kewajiban LKS sebagai pemberi manfaat atau jasa:
a) Menyediakan barang yang disewakan atau jasa yang diberikan.
b) Menanggung biaya pemeliharaan barang.
c) Menjamin bila terdapat cacat pada barang yang disewakan.
2) Kewajiban nasabah sebagai penerima manfaat atau jasa:
a) Membayar sewa atau upah dan bertanggung jawab untuk
menjaga keutuhan barang serta menggunakannya sesuai
kontrak.
b) Menanggung biaya pemeliharaan barang yang sifatnya ringan
(tidak materiil).
c) Jika barang yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dari
penggunaan yang dibolehkan, juga bukan karena kelalaian
pihak penerima manfaat dalam menjaganya, ia tidak
bertanggung jawab atas kerusakan tersebut.
Selain di dalam Fatwa DSN No.09/DSN-MUI/IV/2000 kewajiban
BPRS tertuang juga di dalam SEOJK No.37/SEOJK.03/2015 tentang
produk dan aktivitas bank pembiayaan rakyat syariah sebagai berikut:
70
1) BPRS dapat melakukan random checking setelah proses pencairan
untuk meyakinkan bahwa dana yang sudah dicairkan sesuai dengan
tujuan penggunaan yang disampaikan dalam aplikasi.
2) BPRS dapat meminta jaminan berupa cash collateral atau bentuk
jaminan lainnya.
3) BPRS dapat menetapkan jangka waktu tertentu.
Kewajiban nasabah dan LKS yang tercantum di dalam Fatwa DSN
No.09/DSN-MUI/IV/2000 pada kenyataannya tidak semua terpenuhi di
BPRS Patriot Bekasi. Pada point pertama, BPRS harus menyediakan
barang yang disewakan atau jasa yang diberikan. Sedangkan pada
praktiknya BPRS Patriot Bekasi tidak menyediakan jasa yang seharusnya,
karena BPRS Patriot Bekasi hanya memberikan sejumlah dana untuk
nasabah atau mencairkan dana dari kwintansi yang diberikan nasabah.
Berbeda hal nya dengan BPRS Al-Salaam yang memberikan dana
langsung ke pihak sekolah, sehingga point pertama mengenai kewajiban
LKS berarti sudah terpenuhi.
5. Kesesuaian Syariah pada Pembiayaan Multijasa
Pernyataan Kesesuaian Syariah adalah pernyataan tertulis yang
dikeluarkan oleh DSN-MUI terhadap suatu kegiatan ekonomi bahwa
kegiatan ekonomi tersebut sudah sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
Sehubungan dengan ketentuan Undang-Undang No.21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah berkenaan dengan berlakunya Prinsip Syariah,
maka Peraturan Bank Indonesia No.11/15/PBI/2009 telah memberikan
pengertian apa yang dimaksud dengan Prinsip Syariah.
Menurut PBI tersebut, Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam
dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh
Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia. Berdasarkan peraturan
tersebut, selama Prinsip Syariah tersebut telah difatwakan oleh DSN-MUI,
maka Prinsip Syariah demi hukum telah berlaku sebagai hukum positif
sekalipun belum atau tidak dituangkan dalam Peraturan Bank Indonesia.
71
Pernyataan Kesesuaian Syariah dikeluarkan dengan mengacu ke
berbagai Fatwa yang terkait. Seperti halnya pembiayaan ijarah multijasa
ini mengacu kepada Fatwa DSN No.44/DSN-MUI/VIII/2004 tentang
Pembiayaan Multijasa. Ada tiga parameter yang digunakan untuk
menentukan satu kebijakan atau produk ekonomi syariah itu sesuai atau
comply dengan syariah.28
Pertama, terbebas dari transaksi yang dilarang.
Transaksi yang dilarang itu meliputi riba, gharar, ikhtikar (rekayasa dalam
supply), bai‟ an-najasy (rekayasa dalam demand), maisir (judi), risywah
(suap), dan objek akadnya tidak halal.
Kedua, produk tersebut sesuai dengan akad atau transaksi syariah.
Transaksi syariah menjadi penting untuk memperjelas hak dan kewajiban
seluruh pihak yang terlibat dalam akad atau produk bisnis dan keuangan.
Ketentuan tentang akad atau transaksi ini sudah diatur dalam Fatwa
Dewan Syariah MUI dan regulasi terkait. Keiga, menjaga adab-adab
(akhlak) Islami dalam bermuamalah. Di antara adab-adab tersebut adalah
bekerja secara profesional karena itu tuntunan Islam. Selain itu, harus
amanah dalam menjalankan bisnis dengan berkomitmen sesuai janji dan
kesepakatan.
Selain dari hasil wawancara, peneliti mendapatkan kontrak
perjanjian dari masing-masing BPRS yaitu dari BPRS Al-Salaam dan
BPRS Patriot Bekasi. Dilihat dari kedua kontrak perjanjian tersebut,
klausul kontrak yang lebih detail isinya yaitu BPRS Patriot Bekasi.
Berikut beberapa klausul yang terdapat di dalam kontrak perjanjian yaitu:
28
https://www.republika.co.id/berita/ekonomi/syariah-ekonomi/18/04/03/p6m3h4416-
konsultasi-syariah-parameter-kesesuaian-syariah diakses pada Hari Minggu, 26 Agustus 2018
pukul 19.50 wib.
72
Tabel 4. 3 Klausul dalam Kontrak Perjanjian
Pasal BPRS Al-Salaam BPRS Patriot Bekasi
1 Transaksi Ijarah &
Pengakuan Hutang
Pengertian
2 Jangka Waktu &
Angsuran
Pembiayaan Ijarah
Multijasa
3 Biaya Administrasi Kegunaan Pembiayaan
4 Jaminan Imbalan Jasa
5 Asuransi Fasilitas
Pembiayaan
Jangka waktu &
Angsuran
6 Peristiwa Cidera Janji Biaya Administrasi
7 Pemberian Kuasa Pembayaran Angsuran
8 Penyelesaian
Perselisihan
Jaminan
9 Pernyataan Nasabah &
Domisili Hukum
Eksekusi Jaminan
10 Peristiwa Cidera Janji
11 Pelanggaran atas Syarat-
syarat Perjanjian
12 Force Majeure
13 Denda
14 Ganti Rugi
15 Hukum yang mengatur
16 Domisili Hukum
17 Ketentuan Tambahan
Pembiayaan multijasa merupakan pembiayaan yang diberikan oleh
bank untuk memperoleh manfaat atas suatu jasa. BPRS Al-Salaam dan
BPRS Patriot Bekasi menerapkan pembiayaan multijasa dengan
menggunakan akad ijarah. Yang seharusnya terjadi dimasyarakat yaitu
73
dalam hal objek ijarah adalah jasa seseorang, maka yang diperjualbelikan
adalah manfaah dari jasa tersebut.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di BPRS Al-Salaam, jika
dilihat dari kesesuaian syariahnya, maka bisa dibilang sudah sesuai karena
implementasi yang dilakukan pihak BPRS Al-Salaam sudah sesuai dengan
Fatwa DSN No.44/DSN-MUI/VIII/2004 tentang Pembiayaan Multijasa.
Di BPRS Al-Salaam dalam penerapan pembiayaan ijarah multijasa, pihak
BPRS Al-Salaam secara langsung yang membayar atau mentransfer ke
pihak sekolah yang dituju tanpa melalui perantara dari nasabah atau
melalui perwakilan. Berbeda halnya dengan BPRS Patriot Bekasi yang
dalam penerapan pembiayaan ijarah multiijasa, pihak nasabah yang
melakukan pembayaran ke pihak sekolah dengan cara pihak BPRS Patriot
Bekasi memberikan perwakilan kepada nasabah melalui akad wakalah
supaya nasabah bisa mewakilkan membayar ke pihak sekolah
menggunakan pembiayaan ijarah multijasa.
Jika penerapannya seperti yang dilakukan oleh BPRS Patriot
Bekasi, maka tidak terdapat objek ijarah yang dituju yaitu memberikan
manfaat atas suatu jasa dari BPRS. Karena memang pada kenyataannya
yang terjadi pihak BPRS Patriot Bekasi hanya memberikan sejumlah dana
yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan dana pendidikan, bukan
melakukan suatu jasa untuk nasabah tersebut.
Selain itu, setelah peneliti lihat dalam pengajuan pembiayaan
ijarah multijasa di BPRS Patriot Bekasi, nasabah bisa mengajukan
pembiayaan dengan cara memberikan bukti kwintansi pembayaran ke
pihak BPRS Patriot Bekasi, setelah itu pihak BPRS Patriot Bekasi
menggantikan biaya yang terdapat didalam kwintansi tersebut.29
Peneliti
29
Mohammad Asmawi, Direktur BPRS Patriot Bekasi, Interview Pribadi, Bekasi, 19 Juli
2018.
74
kurang setuju dengan cara seperti ini, karena cara seperti itu sama saja
dengan reimburse (penggantian biaya).
Bisa dilihat dari klausul yang terdapat di tabel sebelumnya, bahwa
di BPRS Patriot Bekasi terdapat 17 Pasal, sedangkan di BPRS Al-Salaam
hanya 9 Pasal yang tercantum di dalam kontrak perjanjian. Dalam kontrak
perjanjian antara nasabah dan pihak BPRS harusnya menjadi pedoman
dalam melakukan akad. Setelah peneliti membaca dari kedua kontrak
perjanjian tersebut, tidak terdapat tulisan bahwa pihak nasabah bisa
dengan cara membawa kwintansi ke BPRS Patriot Bekasi lalu mencairkan
dana tersebut. Ini telah terjadi ketidak sinkronan atau bisa dibilang tidak
sesuai antara hasil wawancara dengan kontrak perjanjian. Maka,
seharusnya yang diikuti adalah yang berlaku di dalam kontrak perjanjian
menurut Fatwa DSN.
Berbeda dengan yang diterapkan di BPRS Al-Salaam, salah
satunya dengan cara pihak BPRS Al-Salaam akan membayar biaya
kekurangannya jika ada nasabah yang hanya mampu membayar setengah
dari biaya tersebut. Tetapi dengan syarat bahwa biaya tersebut memang
benar dan pihak BPRS Al-Salaam akan melakukan pengechekan ke
sekolah tersebut mengenai biaya yang seharusnya dibayarkan.30
30
Rifai, Legal BPRS Al-Salaam, Interview Pribadi, Cinere, 8 Agustus 2018.
75
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan analisis dan pembahasan terhadap data yang peneliti
dapatkan selama melakukan penelitian terhadap implementasi Fatwa Dewan
Syariah Nasional (DSN) No.44/DSN-MUI/VIII/2004 tentang pembiayaan
multijasa di BPRS Al-Salaam dan BPRS Patriot Bekasi sebagaimana yang
telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpukan bahwa:
1. Terdapat perbedaan ketentuan Fatwa DSN-MUI dan SEOJK
No.37/SEOJK.03/2015 terkait ujrah yang harus disepakati di awal akad
dan dinyatakan dalam bentuk nominal bukan dalam bentuk presentase.
SEOJK No.37/SEOJK.03/2015 menyatakan bahwa harus berupa nominal,
sedangkan di dalam Fatwa DSN No.112/DSN-MUI/IX/2017 tentang Akad
Ijarah menyatakan bahwa ketentuan terkait ujrah salah satunya yaitu
kuantitas atau kualitas ujrah harus jelas, baik berupa angka nominal,
presentase tertentu yang disepakati dan diketahui oleh para pihak yang
melakukan akad.
2. Terdapat perbedaan implementasi pembiayaan ijarah multijasa di BPRS
Al-Salaam dan BPRS Patriot Bekasi. Perbedaan tersebut terjadi dalam tiga
hal yaitu, objeknya, ujrah, dan cara penyaluran dana ke nasabah, dalam
pelaksanaannya akad ijarah multijasa di BPRS Al-Salaam yaitu pihak
BPRS Al-Salaam melakukan pembayaran secara langsung kepada pihak
ketiga sehingga telah terjadi manfaat atas jasa tersebut. Berbeda dengan
pelaksanaannya di BPRS Patriot Bekasi yang seharusnya pihak penyedia
objek sewa dengan lembaga keuangan harus harus terlibat kerjasama atau
saling mengetahui, sedangkan di BPRS Patriot Bekasi pihak sekolah tidak
mengetahui bahwa dalam transaksinya ada pihak BPRS. Dana pembiayaan
tidak diserahkan langsung oleh BPRS Patriot Bekasi kepada pihak
sekolah, dalam hal ini telah terjadi perwakilan yang dilimpahkan kepada
76
nasabah dan tidak ada bukti bahwa pelimpahan kuasa atau surat kuasa oleh
BPRS Patriot Bekasi kepada nasabah.
Objek yang digunakan dalam pembiayaan multijasa di BPRS Al-Salaam
sudah jelas yaitu manfaat dari suatu jasa, karena dalam pelaksanaannya
BPRS Al-Salaam membiayai secara langsung kepada pihak ketiga dengan
cara mentransfer. Sedangkan yang terjadi di BPRS Patriot Bekasi, objek
akad menjadi tidak jelas karena pihak BPRS Patriot Bekasi memakai akad
wakalah sebagai akad pendukung, sehingga pihak BPRS Patriot Bekasi
tidak menyerahkan secara langsung dana kepada pihak sekolah. Padahal
tercantum di dalam Fatwa DSN No.09/DSN-MUI/IV/2000 bahwa objek
ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang atau jasa.
Ketentuan ujrah di dalam Fatwa DSN No.44/DSN-MUI/VIII/2004
dikatakan bahwa ujrah/fee harus berupa nominal bukan presentase. Maka,
yang tercantum di BPRS Al-Salaam dan BPRS Patriot Bekasi, tidak sesuai
dengan Fatwa DSN No.44/DSN-MUI/VIII/2004 tentang Pembiayaan
Multijasa, karena kedua BPRS tersebut menggunakan presentase. Namun
terdapat pembaharuan Fatwa mengenai ujrah tersebut, yaitu di dalam
Fatwa DSN No.112/DSN-MUI/IX/2017 sehingga mengubah struktur
dalam pemberian ujrah pada pembiayaan.
B. Saran
Setelah peneliti, melakukan penelitian di dua BPRS, saran-saran yang akan
peneliti sampaikan yaitu:
1. Untuk pihak BPRS Patriot Bekasi, karena peneliti tidak menemukan
kesesuaian dengan Fatwa DSN No.44/DSN-MUI/VIII/20004 dalam
penerapan pembiayaan ijarah multijasa, peneliti menyarankan pihak
BPRS Patriot Bekasi menggunakan akad kafalah, agar BPRS Patriot
Bekasi bisa sebagai penjamin yang menjamin dengan cara membiayai
pembiayaan bagi nasabah yang membutuhkan dana pendidikan. Jika
BPRS Patriot Bekasi tetap ingin memakai akad ijarah dan wakalah
77
sebagai akad pendukung, maka harus ada surat kuasa dari BPRS Patriot
Bekasi kepada nasabah.
2. Untuk pihak BPRS Al-Salaam pertahankan kesesuaian produk
pembiayaan ijarah multijasa karena sudah sesuai dengan Fatwa DSN
No.44/DSN-MUI/VIII/2004. Diharapkan bisa mengembangkan produk
nya lagi dengan lembaga pendidikan, agar lebih mudah melakukan
kerjasama dengan lembaga tersebut.
3. Untuk nasabah, agar lebih teliti dalam memilih produk yang akan
digunakan di Lembaga Keuangan Syariah, agar terhindar dari unsur
gharar dan hal yang tidak sesuai dengan prinsip syariah.
78
DAFTAR PUSTAKA
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2004.
Artikel diakses pada 8 Agustus 20018 dari
https://bprsalsalaam.co.id/main/profile/tentang-al-salaam/visi-misi-nilai
Artikel diakses pada tanggal 8 Agustus 2018
http://www.bprspatriot.com/profile/sejarah/
Artikel diakses pada tanggal 8 Agustus 2018
http://www.bprspatriot.com/profile/visi-dan-misi/
Az-Zuhali, Wahbah, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Jakarta: Gema Insani, 2011.
Bank Indonesia, Kodifikasi Produk Perbankan Syariah.
Detik.com, “bagaimana kondisi perbankan syariah ini penjelasan ojk”, Artikel
diakses pada29 maret 2018 dari https://m.detik.com/finance/moneter/d-
3487471/bagaimana-kondisi-perbankan-syariah-ri-ini-penjelasan-ojk.
Djamil, Fathurrahman, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di
Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta: Sinar Grafika, 2013.
Fatwa Dewan Syariah Nasional No.09/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan
Ijarah.
Fatwa Dewan Syariah Nasional No.44/DSN-MUI/VIII/2004 Tentang Pembiayaan
Multijasa.
Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 09/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan
Ijarah.
Fatwa Dewan Syariah Nasional No.112/DSN-MUI/IX/2017 Tentang Akad Ijarah.
Haroen, Nasrun, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007.
Hayati, Mardhiyah, , “Pembiayaan Ijarah Multijasa sebagai Alternatif sumber
Pembiayaan Pendidikan (Kajian Terhadap Fatwa Dewan Syari‟ah Nasional
79
No.44/DSN-MUI/VIII/2004 Tentang Pembiayaan Multijasa), ASAS, Vol6,
No.4 (2014): 83.
Himpunan Fatwa Keuangan Syariah Dewan Syariah Nasional MUI, Jakarta: Penerbit
Erlangga, 2014.
Interview Pribadi dengan Mohammad Asmawi, Direktur BPRS Patriot Bekasi,
Bekasi, 19 Juli 2018.
Interview Pribadi dengan Rifai, Legal BPRS Al-Salaam, Cinere, 8 Agustus 2018.
Isnawati Rais dan Hasanudin, Fiqh Muamalah dan Aplikasiannya pada Lembaga
Keuangan Syariah, Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
2011.
Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Karim, Adiwarman, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2010.
Karim, Adiwarman, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2013.
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Peraturan Mahkamah Agung Republik
Indonesia Nomor 02 Tahun 2008, Bandung: Fokusmedia, 2008.
Lathif, Azharudin, Fiqh Muamalat, Ciputat: UIN Perss, 2005.
Maksum, Muhammad, Model-Model Kontrak dalam Produk Keuangan Syariah,
Al-adalah Vol.XII, No.1, Juni 2014.
Maksum, Muhammad, “The Sharia Compliance of Islamic Multi Contract in
Islamic Banking”, Advances in Social Science, Education and Humanities
Research, Vol.162, 2017.
Maksum, Muhammad “Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
dalam Merespon Produk-Produk Ekonomi Syariah Tahun 2000-2011 (Studi
Perbandingan dengan Fatwa Majelis Penasihat Syariah Bank Negara
80
Malaysia)”, Disertasi Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2013.
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, Jakarta: Kencana, 2012.
Muslich, Wardi Ahmad, Fiqh Muamalah, Jakarta:Amzah, 2013.
Metode Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Artikel diakses pada 9 Januari
2019 dari https://idtesis.com/metode-penelitian-hukum-empiris-dan-
normatif/
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, 2010.
Rais, Isnawati dan Hasanudin, Fiqh Muamalaha dan Aplikasiannya pada
Lembaga Keuangan Syariah, Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2011.
Remy, Sutan, Perbankan Syariah Produk-Produk dan Aspek-Aspek Hukumnya,
Jakarta: Prenadamedia Grup, 2014.
Suhendi, Hendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2014.
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia, 2012
Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2009.
Tim Redaksi, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Bandung: Fokusmedia, 2008.
Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Wangsawidjaja, A, Pembiayaan Bank Syariah, Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Umum, 2012.
81
LAMPIRAN-LAMPIRAN
82
LAMPIRAN 1
Draft Wawancara
BPRS Al-Salaam
1. Akad Ijarah seperti apa yang di aplikasikan di BPRS Al-Salaam?
Ijarah multijasa yang terdapat di BPRS Al-Salaam
2. Apa yang dimaksud dengan pembiayaan multijasa?
Pembiayaan yang diberikan untuk memperoleh manfaat atas suatu jasa.
3. Menggunakan akad apa dalam memberikan pembiayaan multijasa?
Menggunakan akad Ijarah
4. Untuk pembiayaan apakah menggunakan ijarah multijasa?
Untuk pembiayaan pendidikan, umroh, dan nikah.
5. Apa saja proses dan syarat untuk mengajukan pembiayaan multijasa di
BPRS Al-Salaam?
Pertama, terkait dengan nasabah yang ingin melanjutkan sekolah, misalnya S1
di dalam maupun diluar negri, tetapi uang nya tidak cukup. BPRS Al-Salaam
memberikan manfaat untuk melanjutkan pendidikan tersebut, dengan cara
dibayarkan terlebih dahulu dana nya oleh BPRS Al-Salaam. Manfaat jasa
yang diberikan oleh BPRS Al-Salaam. Pihak BPRS Al-Salaam yang
memberikan langsung biayanya ke sekolah tersebut. Sebelumnya harus
dibuktikan terlebih dahulu dengan cara surat pendaftaran siswa atau
mahasiswa tersebut, nanti dipastikan oleh BPRS Al-Salaam ke sekolah bahwa
nama anak tersebut terdaftar disekolah itu. Lalu ke nasabahnya, pihak BPRS
Al-Salaam melakukan pengechekan apakah nasabah mampu membayar
cicilannya. Pada saat pencairan dana, nanti akan di transfer dari pihak BPRS
Al-Salaam ke sekolah tersebut.
83
6. Apa saja hak dan kewajiban Nasabah dalam menerima pembiayaan
multijasa?
Hak Nasabah yaitu:
a) Berhak untuk mendapatkan dana talangan, dibantu dengan ditransferkan
ke pihak sekolah.
Kewajiban Nasabah yaitu:
a) Harus mengembalikan dana talangan tersebut dengan jumlah waktu yang
sudah disepakati di awal akad.
7. Berapa jumlah nasabah yang sudah bergabung dalam pembiayaan
multijasa?
Rata-rata nasabah belum begitu banyak, lebih banyak ke umroh dan
pendidikan. Dalam satu bulan kurang lebih hanya 1 nasabah. Jumlahnya masih
sedikit terkhusus untuk pendidikan. Kecuali untuk ijarah multijasa yang lain
bisa lebih dari 1, kalau umrah bisa 2/3 per bulan.
8. Berapa minimal pengajuan pembiayaan multijasa?
Minimal dari 500rb – 7juta.
9. Apa yang dimaksud dengan ujrah? Lalu, Ujrah dalam pembiyaan
multijasa berupa nominal atau presentase?
BPRS Al-Salaam menggunakan nominal. Walaupun untuk memudahkan,
diatur presentasenya. Kalau untuk sewa tidak terpatok ke presentase,
walaupun penentuannya dengan presentase.
10. Berapa lama jangka waktu nasabah untuk pencairan dana?
Tergantung kerjasama dengan nasabahnya, jika nasabah bisa melengkapi
datanya dengan cepat, dan tergantung jaminan yang diajukan, biasanya 5 hari
kerja sudah bisa cair. Paling cepat 3 hari, tapi karena berhubungan dengan
notaris maka bisa lebih dari itu.
84
11. Apa maksud dan tujuan BPRS Al-Salaam mengeluarkan pembiayaan
multijasa?
a) Untuk membantu orang-orang yang tidak mempunyai biaya bisa sekolah.
b) Untuk membantu orang-orang yang ingin berangkat umroh terkendala
biayanya.
c) Untuk membantu orang-orang yang ingin menikah tetapi tidak ada biaya,
misalnya untuk resepsi, dll.
Jadi latar belakangnya untuk membantu nasabah yang kekurangan dana untuk
dapat melanjutkan pembiayaannya.
12. Bagaimana perkembangan pembiayaan multijasa pada awal
peluncurannya sampai dengan sekarang?
Sudah berkembang sejak tahun 2012. Rata-rata stabil setiap tahunnya,
peningkatannya tidak signifikan.
13. Merujuk pada peraturan apakah pembiayaan multijasa di BPRS Al-
Salaam?
Merujuk pada peraturan Fatwa DSN 44/DSN-MUI/VIII/2004 tentang
Pembiayaan Multijasa.
14. Jika ada nasabah yang mengajukan pembiayaan multijasa untuk dana
pendidikan, lalu dia membawa kwintansi ke BPRS Al-Salaam, apakah
bisa menggunakan akad pembiayaan multijasa?
Bisa, yang penting jelas penggunaannya untuk apa dan dapat dibuktikan di
kertas putih atas hitam.
15. Apakah pernah terjadi sengketa pada pembiayaan multijasa? Kalau iya,
bagaimana cara penyelesaiannya?
Jika terkait dengan ijarah multijasa, belum pernah ada kasusnya. Tetapi untuk
pembiayaan lain ada, pasti yang telat tidak mampu membayar itu ada.
85
16. Dalam hal keterlambatan pembayaran angsuran berapakah denda yang
harus dibayarkan?
1000 perhari dendanya jika telat membayar. Masa tenggang waktunya telat
membayar 3 hari dari jatuh tempo.
86
LAMPIRAN 2
Draft Wawancara
BPRS Patriot Bekasi
1. Akad Ijarah seperti apa yang di aplikasikan di Patriot Bekasi?
Ijarah multijasa.
2. Menggunakan akad apa dalam memberikan pembiayaan multijasa?
Menggunakan akad ijarah multijasa.
3. Untuk pembiayaan apakah menggunakan multijasa?
Untuk biaya pendidikan yang paling banyak, untuk kesehatan hanya sedikit
paling 3 orang.
4. Sejak kapan pembiayaan multijasa dikeluarkan?
Sejak tahun 2009.
5. Apa saja proses dan syarat untuk mengajukan pembiayaan multijasa di
BPRS Patriot Bekasi?
Pertama, nasabah datang untuk mengajukan pembiayaan lalu mengambil
formulir dan mengisi kebutuhannya untuk apa, bukan berapa. Nanti jika sudah
ketauan kebutuhannya untuk apa, maka BPRS Patriot Bekasi akan menghitung
biayanya. Setelah itu langsung di proses.
Ada dua mekanismenya, kalau masih dekat dan memungkinkan maka akan ke
sekolah membayar bersama, tetapi jika jauh maka dititipkan ke nasabah
dengan menggunakan akad wakalah.
87
6. Berapa jumlah nasabah yang sudah bergabung dalam pembiayaan
multijasa?
Sudah banyak, datanya ada di bab 4.
7. Berapa minimal pengajuan pembiayaan multijasa?
Biasanya 500rb tetapi tergantung besaran jaminannya.
8. Apa yang dimaksud dengan ujrah? Lalu, Ujrah dalam pembiyaan
multijasa berupa nominal atau presentase?
Ujrah nya berupa nominal, tetapi ngitungnya menggunakan presentase biar
tidak rugi.
9. Apa maksud dan tujuan BPRS Al-Salaam mengeluarkan pembiayaan
multijasa?
Tujuannya untuk bisnis, dan mencari keuntungan. Serta membantu yang
kekurangan agar tidak terjerat riba. Kalau pendidikan, agar anak-anak nasabah
bisa melanjutkan pendidikannya.
10. Bagaimana perkembangan pembiayaan multijasa pada awal
peluncurannya sampai dengan sekarang?
Perkembangannya meningkat dari tahun ke tahun, pembukaan awalnya tahun
2009.
11. Merujuk pada peraturan apakah pembiayaan multijasa di BPRS Al-
Salaam?
Merujuk pada peraturan Fatwa DSN No.44/DSN-MUI/VIII/2004 tentang
Pembiayaan Multijasa.
88
12. Jika ada nasabah yang mengajukan pembiayaan multijasa untuk dana
pendidikan, lalu dia membawa kwintansi ke BPRS Al-Salaam, apakah
bisa menggunakan akad pembiayaan multijasa?
Bisa, gapapa. Mengajukan pembiayaan dengan kwintansi yang sudah
dibayarkan. Nanti akan diganti dengan BPRS Patriot Bekasi. Misalnya, dia
meminjam uang tetangganya untuk membayar uang sekolah, lalu mengajukan
pembiayaan dengan kwitansi maka bisa digantikan menggunakan akad ijarah
multijasa. Beda hal nya dengan dia yang membeli kebutuhan sekolah seperti
tas, pensil, buku, pakaian maka akadnya murabahah.
13. Apakah pernah terjadi sengketa pada pembiayaan multijasa? Kalau iya,
bagaimana cara penyelesaiannya?
Pernah, tapi kami lebih banyak menggunakan cara persuasif. Tidak
menggunakan Pengadilan karena biaya nya terlalu mahal. Insyaallah bisa
diselesaikan tidak usah khawatir, karena butuh waktu saja. Pada intinya
nasabah yang bersengketa tersebut akan membayarnya.
14. Dalam hal keterlambatan pembayaran angsuran berapakah denda yang
harus dibayarkan?
Denda nya real, ngitungnya dari biaya (ta‟zir). Misalnya dia nunggak 100jt
maka dendanya bisa sama dengan yang nunggak 10jt.
89
LAMPIRAN 3
SURAT KETERANGAN RISET DI BPRS Patriot Bekasi
90
LAMPIRAN 4
Kontrak Perjanjian Pembiayaan Multijasa di BPRS Patriot Bekasi
91
92
93
94
95
LAMPIRAN 5
Kontrak Perjanjian Pembiayaan Multijasa di BPRS Al-Salaam
96
97
98
99