implementasi peraturan walikota semarang...
TRANSCRIPT
i
IMPLEMENTASI PERATURAN WALIKOTA
SEMARANG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG
FASILITASI BANTUAN HUKUM BAGI WARGA
MISKIN KOTA SEMARANG
SKRIPSI
Disusun untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum
Oleh
BENY SYAPUTRA
8111412126
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2019
ii
iii
iv
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTO
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya
(Q.S Al-Baqarah : 286)
Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan ( Q.S Al-Insyirah : 5)
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada:
1. Kedua orang tua saya (Bapak Ali Munir dan Ibu Yarnis) yang selalu
membimbing, memberikan doa serta dukungan baik secara materil maupun
imateriil sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
2. Almamater dan semua pihak yang memotivasi penulis dan membantu dalam
pembuatan skripsi ini.
3. Semua teman-teman Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang Angkatan
2012 dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-NYA kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi
dengan judul:“ IMPLEMENTASI PERATURAN WALIKOTA SEMARANG
NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG FASILITASI BANTUAN HUKUM BAGI
WARGA MISKIN KOTA SEMARANG”. Skripsi ini diajukan untuk memperoleh
gelar Sarjana Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang.
Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari
bantuan dan bimbingan berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terima
kasih kepada :
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum selaku Rektor Universitas Negeri
Semarang.
2. Dr. Rodiyah, S.Pd.,S.H.,M.Si selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Negeri Semarang.
3. Dr. Martitah, M.Hum., Wakil Dekan Bidang Akademik Fakultas Hukum
Universitas Negeri Semarang dan dosen pembimbing 1
4. Dani Muhtada, M.Ag, M.P.A., Ph.D selaku Ketua Bagian Hukum Tata
Negara Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang
vii
5. Arif Hidayat, S.H.I, M.H selaku dosen pembimbing 2 yang telah
memberikan bimbingan, motivasi, saran, dan kritik yang membangun
dengan sabar dan tulus sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
6. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Hukum Fakultas Hukum Universitas
Negeri Semarang yang telah memberikan bekal ilmu.
7. Seluruh Dosen berserta Staf Fakultas Hukum Universitas Negeri
Semarang yang telah memberikan pelayanan dengan baik.
8. Bapak Umar sidiq selaku staf bagian bantuan hukum Setda Kota
Semarang yang telah membantu dalam proses penelitian dan penyusunan
Skripsi.
9. Orang tua penulis, Bapak Ali Munir dan Bapak Yarnis serta kedua kakak
saya yang telah mendukung, membimbing, dan mendoakan penulis agar
sukses dan bermanfaat bagi orang lain.
10. Teman-teman Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang
yang membantu mengarahkan dalam menyelesaikan skripsi.
11. Sahabat-sahabat penulis : Heru, Yahya, Divo, Beny, Fatah yang selalu
memberi semangat untuk menyelesaian skripsi.
12. Anak-anak kos GGS yang tidak bosan mengingatkan untuk mengerjakan
skripsi.
13. Pb owner dan BBC squad yang terus memberi semangat untuk
menyelesaikan studi ini.
viii
ix
ABSTRAK
Syaputra, Beny. 2019. IMPLEMENTASI PERATURAN WALIKOTA SEMARANG
NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG FASILITASI BANTUAN HUKUM BAGI
WARGA MISKIN KOTA SEMARANG. Skripsi Bagian Hukum Tata Negara Fakultas
Hukum Universitas Negeri Semarang.
Pembimbing I Dr. Martitah, M.Hum.
Pembimbing II Arif Hidayat, S.H.I, M.H.
Kata Kunci: Implementasi peraturan; Bantuan hukum; Warga miskin.
Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 34 UUD 1945 di mana di dalamnya
ditegaskan bahwa fakir miskin adalah menjadi tanggung jawab negara. Permasalahan
dalam penelitian ini Implementasi peraturan Walikota Semarang Nomor 10 Tahun
2010 tentang fasilitasi bantuan hukum bagi warga miskin Kota Semarang dan
Kendala-kendala apakah yang menghambat warga miskin kota Semarang dalam
mendapatkan bantuan hukum.
Teori yang digunakan dalam skripsi ini implementasi peraturan Walikota
Semarang Nomor 10 Tahun 2010 tentang fasilitasi bantuan hukum bagi warga miskin
Kota Semarang menggunakan teori Lawrence M. Friedman.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian
kualitatif, dengan pendekatan yuridis empiris.Fokus penelitian implementasi
peraturan Walikota Semarang Nomor 10 Tahun 2010 tentang fasilitasi bantuan
hukum bagi warga miskin Kota Semarang Sumber data penelitian berasal dari data
primer dan data sekunder dengan teknik pengumpulan data yang berupa studi
kepustakaan, dokumentasi, wawancara dan observasi. Validitas data dengan teknik
triangulasi dan analisis data menggunakan interactive analisys models.
Teori Lawrence yang dikaitkan dengan pelaksanaan Perwal No 10 Tahun 2010
hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat atau rekayasa sosial tidak lain hanya
merupakan ide-ide yang ingin diwujudkan oleh hukum itu. Untuk menjamin
tercapainya fungsi hukum ,maka bukan hanya dibutuhkan ketersediaan hukum dalam
arti kaidah atau peraturan, melainkan juga adanya jaminan atas perwujudan kaidah
hukum tersebut ke dalam praktek hukum, atau dengan kata lain, jaminan akan adanya
penegakan hukum yang baik.
Simpulan Agar Pemerintah lebih mengoptimalkan dalam hal ini sosiaalisasi
mengenai bantuan hukum bagi warga miskin agar masyarakat Kota Semarang
mengetahui ada pendampingan bantuan hukum secara gratis dan tidak memakan
biaya yang mahal. Masyarakat dalam pengajuan juga tidak salah kalau sudah ada
sosialisasi dari pemerintah Kota Semarang.
x
ABSTRACT
Syaputra, Beny. 2019. IMPLEMENTATION OF SEMARANG MAYOR
REGULATION NUMBER 10 OF 2010 CONCERNING FACILITATION OF LEGAL
ASSISTANCE FOR POOR CITIZENS OF THE CITY OF SEMARANG. Thesis of the
State Administration Law Department, Faculty of Law, Semarang State University.
Supervisor I Dr. Martitah, M.Hum.
Advisor II Arif Hidayat, S.H.I, M.H.
Keywords: Implementation of regulations; Legal aid; Poor citizen.
This is in accordance with the provisions of article 34 of the 1945
Constitution in which it is stressed that the poor are the responsibility of the state.
The problem in this study is the implementation of Semarang Mayor Regulation No.
10 of 2010 concerning the facilitation of legal aid for the poor of the city of
Semarang and what obstacles are hindering the poor of the city of Semarang in
getting legal aid.
The theory used in this thesis is the implementation of Semarang Mayor
Regulation No. 10 of 2010 concerning the facilitation of legal aid for poor citizens of
the city of Semarang using the theory of Lawrence M. Friedman.
The research method used in this paper is qualitative research, with an empirical
juridical approach. The research focus is the implementation of Semarang Mayor
Regulation No. 10 of 2010 concerning facilitation of legal aid for the poor of
Semarang City. The source of research data comes from primary data and secondary
data with data collection techniques. in the form of library studies, documentation,
interviews and observations. The validity of the data with triangulation techniques
and data analysis using interactive analysis models.
Lawrence's theory which is associated with the implementation of Perwal
No. 10 of 2010 law as a tool to change society or social engineering is nothing but
ideas that the law wants to realize. To guarantee the attainment of the legal function,
not only is the availability of law in terms of rules or regulations needed, but also the
existence of guarantees for the realization of these legal norms into legal practice, or
in other words, guarantees of good law enforcement.
Conclusions For the Government to optimize in this matter the socialization
of legal aid for the poor so that the people of Semarang City know that there is legal
assistance for free and does not cost a fortune. The public in the submission is also
not wrong if there has been a socialization from the Semarang City government.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………………..i
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………………ii
PERNYATAAN ORISINILITAS……………………………………………..…iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI………………………………...iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN………………………………………………..v
KATA PENGANTAR……………………………………………………………vi
ABSTRAK………………………………………………………………………..ix
DAFTAR ISI……………………………………………………………………..xii
DAFTAR TABEL………………………………………………………………..xv
DAFTAR BAGAN……………………………………………………………….xvi
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………..1
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Identiikasi Masalah ............................................................................ 4
1.3 Pembatasan Masalah .......................................................................... 4
1.4 Rumusan Masalah .............................................................................. 5
1.5 Tujuan Penelitian ............................................................................... 5
1.6 Manfaat Penelitian ............................................................................. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………….8
2.1 Penelitian Terdahulu .......................................................................... 8
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Teori Sistem Hukum Menurut Lawrence M. Friedman………….11
2.2.2 Teori Kewenangan dan Kekuasaan……………………………..14
2.3 Landasan Konseptual
xii
2.3.1 Sejarah Bantuan Hukum Di Indonesia………………………..18
2.3.1.1 Bantuan Hukum DI zaman Penjajahan Belanda……………18
2.3.1.2 Bantuan Hukum Di Zaman Penjajahan Jepang…………….19
2.4. Kerangka Berfikir ............................................................................ 23
BAB III METODE PENELITIAN 24
3.1 Pendekatan Penelitian ...................................................................... 24
3.2 Jenis Penelitian ................................................................................ 25
3.3 Fokus Penelitian ............................................................................... 25
3.4 Lokasi Penelitian .............................................................................. 26
3.5 Sumber Data .................................................................................... 26
3.5.1 Data Primer .................................................................................... 26
3.5.2 Data Sekunder ................................................................................ 27
3.6 Teknik Pengumpulan Data ............................................................... 29
3.6.1 Pengambilan Data Secara Langsung……………………….29
3.6.2 Pengambilan Data Secara Tidak Langsung……..................29
3.7 Validitas Data .................................................................................. 30
3.8 Analisis Data .................................................................................... 32
BAB IV PEMBAHASAN 33
4.1 Profil Umum Kota Semarang dan Setda Kota Semarang bagian bantuan
hukum .............................................................................................. 33
4.1.1 Profil Umum Kota Semarang…………………………..............33
4.1.2 Profil Setda Kota Semarang bagian bantuan hukum…………37
xiii
4.2 Implementasi peraturan Walikota Semarang Nomor 10 Tahun 2010
tentang fasilitasi bantuan hukum bagi warga miskin Kota
Semarang.........................................................................................56
4.3 Kendala-kendala yang mengahambat warga miskin kota Semarang dalam
mendapatkan bantuan hukum………………………………64
BAB V PENUTUP………………………………………………………………67
5.1 Kesimpulan ...................................................................................... 67
5.2 Saran – Saran ................................................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………70
LAMPIRAN……………………………………………………………………....73
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu…………………………………………………8
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.4 Kerangka Berfikir…………………………………………………..23
Bagan 4.1.2 Struktur Organisasi SETDA Kota Semarang Bagian Hukum…….55
Tabel 4.1 grafik pemberian bantuan hukum oleh pemerinta Kota Semarang…57
Bagan 4.2 mekanisme pengajuan permohonana bantuan hukum kepada Pemkot
semarang……………………………………………………………………….62
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemikiran-pemikiran mengenai hukum di Indonesia seringkali berkisar pada
persoalan-persoalan memahami dan menafsirkan aturan-aturan hukum yang ada
dalam sistem hukum nasional, bahkan tak hanya berurusan dengan dunia teknis
hukum semata-mata dan tergiring pada keterasingan atas kenyataan sosial yang ada.
Pada dewasa ini di Indonesia, Nampak suatu arus pemikiran hukum, yang di
satu pihak mencoba untuk menelaah dan mengkaji peranan hukum dalam masyarakat,
dan di lain pihak menganalisa kekuatan politik, ekonomi dan social yang menentukan
bekerjanya hukum. (Abdul Hakim,1981:hal 1)
Sejarah bantuan hukum menunjukan bahwa bantuan hukum pada mulanya
berawal dari sikap kedermawanan sekelompok elite gereja terhadap pengikut-
pengikutnya. Hubungan kedermawanan ini juga ada pada para pemuka adat dengan
penduduk sekitarnya. (Abdul Hakim,1981:hal 5)
Istilah bantuan hukum itu sendiri dipergunakan sebagai terjemahan dari dua
istilah yang berbeda yaitu “Legal Aid” dan “legal Assistance”. Istilah Legal Aid
biasanya dipergunakan untuk menunjukkan pengertian bantuan hukum dalam arti
1
2
sempit berupa pemberian jasa jasa di bidang hukum kepada seorang yang terlibat
dalam suatu perkara secara Cuma Cuma/gratis khususnya bagi mereka yang kurang
mampu. Sedangkan pengertian Legal Assistance dipergunakan untuk menunjukkan
pengertian bantuan hukum oleh para Advokat yang mempergunakan honorarium.
(Abdurrahman,1983:hal 34)
Bantuan hukum adalah hak dari orang miskin yang dapat diperoleh tanpa
bayar (pro bono publico) sebagai penjabaran persamaan hak di hadapan hukum. Hal
ini sesuai dengan ketentuan pasal 34 UUD 1945 di mana di dalamnya ditegaskan
bahwa fakir miskin adalah menjadi tanggung jawab negara. Terlebih lagi prinsip
persamaan di hadapan hukum (equality before the law) dan hak untuk di bela
Advokat (access to legal counsel) adalah hak asasi manusia yang perlu dijamin dalam
rangka tercapainya pengentasan masyarakat Indonesia dari kemiskinan, khususnya
dalam bidang hukum.
Konstitusi menjamin bahwa fakir miskin dan anak-anak yang terlantar
dipelihara oleh negara. Jaminan tersebut tidak hanya terbatas pada tanggung jawab
ekonomi, namun juga jaminan sosial dan pemenuhan hak atas bantuan hukum. fakir
miskin dan anak-anak terlantar sebagai warga negara Indonesia. Meskipun tidak
secara tegas, jaminan hak atas bantuan hukum. bagi fakir miskin maupun masyarakat
marginal tersirat dalam konstitusi. Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,
perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan
3
hukum dan pemerintahan tanpa membedakan status sosial, budaya, ekonomi, maupun
agama. ( Pasal 27, Pasal 28 D ayat (1), Pasal 34 ayat (2) UUD 1945)
Penggolongan kemiskinan didasarkan pada suatu standar tertentu yaitu dengan
membandingkan tingkat pendapatan orang atau keluarga dengan tingkat pendapatan
yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pokok minimum. Berdasarkan criteria
ini maka dikenal kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut
adalah mereka yang tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok minimum, sedangkan
komunitas yang termasuk dalam kemiskinan relatif adalah mereka yang memiliki
kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok minimum tetapi secara relatif mereka
masih di bawah rata-rata pendapatan masyarakat yang ada di sekitarnya.
Sedangkan diskursus lain mencoba mengetengahkan pembahasan kemiskinan
yang dibedakan menjadi natural, kultural dan struktural. Kemiskinan natural sama
pengertiannya dengan kemiskinan turun temurun, disebabkan oleh suatu kondisi
keterbatasan secara alamiah yang dihadapi suatu komunitas sehingga sulit melakukan
perubahan. Kemiskinan kultural adalah suatu kondisi miskin yang dihadapi
komunitas, disebabkan oleh faktor budaya. Budaya yang hidup, diyakini dan
dikembangkan dalam suatu masyarakat menyebabkan proses pelestarian kemiskinan
dalam masyarakat itu sendiri.
Kemiskinan struktural merupakan suatu kemiskinan yang melanda suatu
komunitas yang disebabkan oleh faktor-faktor tertentu yang dibangun manusia.
4
Faktor-faktor tersebut muncul karena dibangun dan dikondisikan oleh manusia,
sehingga menyebabkan kerugian pada suatu sisi.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis mencoba mengidentifikasi
masalah, antara lain:
1. Implementasi peraturan Walikota Semarang Nomor 10 Tahun 2010 tentang
fasilitasi bantuan hukum bagi warga miskin Kota Semarang.
2. Kendala-kendala apakah yang menghambat warga miskin kota Semarang
dalam mendapatkan bantuan hukum.
3. Syarat-syarat agar mendapatkan bantuan hukum oleh pemerintah Kota
Semarang.
4. Prosedur pemberian bantuan hukum oleh Pemerintah Kota Semarang.
Pendampingan oleh Pemerintah Kota Semarang dalam pemberian bantuan hukum
sampai kasus tersebut selesai.
1.3 Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah dikemukakan
diatas, maka penulis mencoba membatasi masalah agar tidak menyimpang dari
pembahasan yang telah ditentukan dan tepat pada sasaran yang diharapkan. Maka
penulis membatasi masalah yang akan diteliti dalam hal bagaimana implementasi
5
peraturan Walikota Semarang Nomor 10 Tahun 2010 tentang fasilitasi bantuan
hukum bagi warga miskin Kota Semarang ? dan kendala-kendala apakah yang
menghambat warga miskin Kota Semarang dalam mendaptkan bantuan hukum?.
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, dapat dirumuskan
masalah penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana implementasi peraturan Walikota Semarang Nomor 10 Tahun
2010 tentang fasilitasi bantuan hukum bagi warga miskin Kota Semarang ?
2. Kendala-kendala apakah yang mengahambat warga miskin kota Semarang
dalam mendapatkan bantuan hukum ?
1.5 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah di uraikan di atas tujuan penulisan
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui implementasi peraturan Walikota Semarang Nomor 10
Tahun 2010 tentang fasilitasi bantuan hukum bagi warga miskin Kota
Semarang.
2. Untuk mengetahui kendala-kendala yang menghambat warga miskin kota
Semarang dalam mendapatkan bantuan hukum.
6
1.6 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1.6.1 Manfaaat Teoritis
1. Sebagai media pembelajaran lebih lanjut dalam penelitian hukum khusunya
dalam memahami bahwa cara mendapatkan bantuan hukum bagi warga
miskin kota semarang sesuai peraturan yang berlaku umtuk memberikan
bantuan hukum bagi warga miskin kota Semarang
2. Menambah sumber pengetahuan bagi masyarakat umumnya dan bagi peneliti
khususnya mengenai bantuan hukum bagi warga miskin kota Semarang dan
apa saja kendala-kendala yang menghambat warga miskin kota Semarang
dalam mendapatkan bantuan hukum.
3. Dapat dijadikan sebagai acuan atau referensi untuk penelitian berikutnya
terkait bantuan hukum bagi warga miskin kota Semarang khususnya.
1.6.2 Manfaat Praktis
1.6.2.1 Bagi Peneliti
Dengan penelitian ini peneliti dapat mengetahui implementasi dan kendala-
kendala yang menghambat warga miskin kota Semarang dalam mendapatkan
bantuan hukum.
7
1.6.2.2 Bagi Masyarakat
Memberikan pengetahuan hukum kepada masyarakat untuk dapat menafsirkan
aturan hukum yang di buat Pemerintah dengan baik untuk dapat memberikan
masukan berupa opini publik guna menciptakan aturan hukum yang lebih baik lagi.
1.6.2.3 Bagi Pemerintah
Dapat dijadikan bahan masukan bagi Pemerintah dalam menyusun dan
membentuk peraturan perundang-undangan yang lebih baik di masa yang akan datang
dalam meningkatkan kejelasan hukum dan kesejahteraan sosial bagi seluruh warga
negara.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Berdasarkan pengamatan dan pengalaman yang penulis ketahui dan amati
sampai penulisan ilmiah ini di buat, penulis tidak menemukan kesamaan secara
keseluruhan dengan aspek penelitian terdahulu dan tidak ada niatan untuk
menyamakan hasil penelitian antara penelitian terdahulu dan penelitian yang akan di
buat penulis.
Tabel 2.1
Persamaan dan Perbedaan Hasil Penelitian Penulis dengan Penelitian Terdahulu
No. Peneliti Judul Persamaan Perbedaan Kebaruan
1. DianPrami
taSari
“Peran
Lembaga
Bantuan
Hukum (LBH)
Semarang
Dalam
Perjuangan
Penegakan
Hukum (Studi
Peneliti
terdahulu dan
penelitian
penulis sama-
sama fokus
kepada peran
lemabaga
bantuan
hukum,untuk
Penelitian
terdahulu ini
memperjuangk
an hak
terdakwa
paska putusan
pengadilan
sedangkan
penulis dalam
Kebaruan
dalam
skripsi ini
menggunak
an tipe
improveme
nt yaitu
bersifat
perbaikan
8
9
Kasus Atas
Pencurian
Kapuk Randu
Di Kabupaten
Batang)”
memperjuangka
n kepastian dan
keadilan
hukum.
penelitiannya
fokus kepada
mekanisme
dan kendala
untuk
mendapatkan
bantuan
hukum bagi
warga miskin.
dari teori
atau
praktek
yang sudah
ada.
2. RugunRo
mainaHuta
barat
“Pemberian
Bantuan
Hukum
Struktural
Dalam Perkara
Pidana Oleh
Lembaga
Bantuan
Hukum (LBH)
Semarang”
Peneliti
terdahulu dan
penelitian
penulis sama-
sama fokus
kepada peran
lemabaga
bantuan
hukum,untuk
memperjuangk
an kepastian
dan keadilan
Penelitian
terdahulu in
lebih fokus
kepada
kinerja
lembaga
bantuan
hukum
sedangkan
penulis dalam
penelitiannya
fokus kepada
Kebaruan
dalam
skripsi ini
mengguna
kan tipe
improvem
ent yaitu
bersifat
perbaikan
dari teori
atau
praktek
10
hukum. mekanisme
dan kendala
untuk
mendapatkan
bantuan
hukum bagi
warga
miskin.
yang
sudah ada.
3. Frans
Hedra
Winarta
“Hak
Konstitusional
Fakir Miskin
Untuk
Memperoleh
Bantuan
Hukum Dalam
Rangka
Pembangunan
Hukum
Nasional”
Peneliti
terdahulu dan
penelitian
penulis sama-
sama fokus
kepada peran
lemabaga
bantuan
hukum,untuk
memperjuangk
an kepastian
dan keadilan
hukum bagi
Penelitian
terdahulu in
lebih fokus
mengenai
konsep
bantuan
hukum
sedangkan
penulis dalam
penelitiannya
fokus kepada
mekanisme
dan kendala
Kebaruan
dalam
skripsi ini
mengguna
kan tipe
improvem
ent yaitu
bersifat
perbaikan
dari teori
atau
praktek
yang
11
warga miskin untuk
mendapatkan
bantuan
hukum bagi
warga
miskin.
sudah ada.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Teori Sistem Hukum Menurut Lawrence M. Friedman
Lawrence M. Friedman mengemukakan bahwa efektif dan berhasil tidaknya
penegakan hukum tergantung tiga unsur sistem hukum, yakni substansi hukum
(substance of the law), struktur hukum (struktur of law), dan budaya hukum (legal
culture). Struktur hukum menyangkut aparat penegak hukum, substansi hukum
meliputi perangkat perundang-undangan dan budaya hukum merupakan hukum yang
hidup (living law) yang dianut dalam suatu masyarakat.
Tentang substansi hukum Friedman menjelaskan (Lawrence M. Friedman,
1984 : 5-6)”Aspek lain dari sistem hukum adalah substansinya. Yang dimaksud
dengan substansinya adalah aturan, norma, dan pola perilaku nyata manusia yang
berada dalam sistem itu. Jadi substansi hukum menyangkut peraturan perundang-
12
undangan yang berlaku yang memiliki kekuatan yang mengikat dan menjadi
pedoman bagi aparat penegak hukum”.
Sesuai dengan apa yang dijelaskan mengenai substansi hukum oleh Lawrence
M. Friedman diatas penulis mengaitkan dengan hal Peraturan Walikota Nomor 10
Tahun 2010 tentang fasilitasi bantuan hukum bagi warga miskin Kota Semrang, teori
ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana peraturan ini mengikat dan menjadi
pedoman bagi pemerintah Kota Semarang dan apakah telah sesuai dengan
atauran,norma serta pola prilaku masyarakat kota semarang.
Tentang struktur hukum Friedman menjelaskan (Lawrence M. Friedman,
1984 : 5-6):
Struktur dari sistem hukum terdiri atas unsur berikut ini, jumlah
dan ukuran pengadilan, yurisdiksinnya (termasuk jenis kasus yang
berwenang mereka periksa), dan tata cara naik banding dari
pengadilan ke pengadilan lainnya. Struktur juga berarti bagaimana
badan legislative ditata, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan
oleh presiden, prosedur ada yang diikuti oleh kepolisian dan
sebagainya. Jadi struktur (legal struktur) terdiri dari lembaga
hukum yang ada dimaksudkan untuk menjalankan perangkat
hukum yang ada.
Struktur adalah Pola yang menunjukkan tentang bagaimana hukum
dijalankan menurut ketentuan-ketentuan formalnya. Struktur ini menunjukkan
bagaimana pengadilan, pembuat hukum dan badan serta proses hukum itu berjalan
dan dijalankan.
Teori Lawrence M. Friedman penulis kaitkan untuk mengetahui Pemerintah
Kota Semarang khususnya sub bagian hukum dalam menjalankan Perwal No 10
13
Tahun 2010 telah sesuai dengan aturan berlaku serta melayani warga miskin Kota
Semarang yang sedang berperkara untuk memperjuangkan kepastian dan keadilan
hukum bagi warga miskin Kota Semarang.
Tentang budaya hukum Friedman menjelaskan (Lawrence M. Friedman, 1984
: 5-6):
Kultur hukum menyangkut budaya hukum yang merupakan
sikap manusia (termasuk budaya hukum aparat penegak
hukumnya) terhadap hukum dan sistem hukum. Sebaik apapun
penataan struktur hukum untuk menjalankan aturan hukum yang
ditetapkan dan sebaik apapun kualitas substansi hukum yang
dibuat tanpa didukung budaya hukum oleh orang-orang yang
terlibat dalam sistem dan masyarakat maka penegakan hukum
tidak akan berjalan secara efektif.
Hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat atau rekayasa sosial tidak
lain hanya merupakan ide-ide yang ingin diwujudkan oleh hukum itu. Untuk
menjamin tercapainya fungsi hukum sebagai rekayasa masyarakat kearah yang lebih
baik, maka bukan hanya dibutuhkan ketersediaan hukum dalam arti kaidah atau
peraturan, melainkan juga adanya jaminan atas perwujudan kaidah hukum tersebut ke
dalam praktek hukum, atau dengan kata lain, jaminan akan adanya penegakan hukum
(law enforcement) yang baik. Jadi bekerjanya hukum bukan hanya merupakan fungsi
perundang-undangannya belaka, malainkan aktifitas birokrasi pelaksananya.
Dalam hal ini erat kaitanya dengan apa yang diteliti penulis untuk mengatahui
budaya hukum dalam Perwal ini demi berjalan baiknya peraturan ini karna kalau
14
tidak adanya budaya hukum yang baik peraturan ini dalam pelaksanaanya tidak akan
berjalan secara efektif
2.2.2 Teori Kewenangan dan Kekuasaan
Dalam literatur ilmu politik, ilmu pemerintahan, dan ilmu hukum sering
ditemukan istilah kekuasaan, kewenangan dan wewenang. Kekuasaan sering di sama
artikan dengan kewenangan, begitu pula sebaliknya.
(Daim, 2014: 33) mengatakan” Kewenangan merupakan kekuasaan yang
memiliki keabsahan, sedangkan kekuasaan tidak selalu memiliki keabsahan,
kekuasaan hanya menggambarkan hak untuk berbuat atau tidak berbuat”.
Berbeda dengan kewenangan, wewenang sering diartikan sama dengan
kewenangan. kewenangan adalah apa yang disebut kekuasaan formal, kekuasaan
yang berasal dari kekuasaan yang diberikan Undang-Undang. Wewenang hanya
mengenai suatu bagian tertentu dalam kewenangan. Secara yuridis, wewenang adalah
kemampuan untuk melakukan suatu tindakan hukum publik atau kemampuan
bertindak yang diberikan oleh hukum positif untuk melakukan hubungan-hubungan
hukum yang dapat menimbulkan akibat hukum.
Barangsiapa yang diberikan kewenangan oleh Undang-Undang maka ia
berwenang untuk melakukan sesuatu dalam kewenangannya itu. Dengan kata lain
kewenangan pemerintah dianggap sebagai kemampuan melaksanakan hukum positif,
sedangkan wewenang adalah hak dan kewajibannya (Hidayat, 2011: 194-196).
15
Dalam hukum publik wewenang sangat berkaitan dengan kekuasaan.
Kekuasaan memiliki makna yang sama dengan wewenang. Kekuasaan merupakan
unsur esensial dari suatu negara dalam proses penyelenggaraan pemerintahan
disamping unsur-unsur seperti: hukum; kewenangan; keadilan; kejujuran;
kebijakbestarian; dan kebajikan (Daim, 2014: 33). Wewenang tidak hanya meliputi
wewenang membuat keputusan pemerintah (bestuur), tetapi meliputi wewenang
dalam rangka pelaksanaan tugas dan memberikan wewenang serta distribusi
wewenang utamanya ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan (Daim, 2014:
39).
Dari segi teoritik, kewenangan diperoleh oleh seseorang melalui 2 (dua) cara
yaitu dengan atribusi dan pelimpahan wewenang. Atribusi adalah wewenang yang
melekat pada suatu jabatan yang dimiliki oleh organ pemerintah dalam menjalankan
pemerintahannya dari si pembuat undang-undang. Sedangkan pelimpahan wewenang
adalah penyerahan sebagian dari wewenang pejabat atasan kepada bawahan untuk
membantu dalam melaksanakan tugas-tugas dan kewajibannya untuk bertindak
sendiri.
Pelimpahan wewenang dibedakan antara mandat dan delegasi. Delegasi
adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari suatu organ pemerintahan kepada
organ pemerintahan lainnya, sedangkan mandat, terjadi ketika organ pemerintahan
mengizinkan kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya (Hidayat,
2011: 203-205).
16
Disamping kewenangan dan wewenang dalam ranah tata kehidupan
bernegara, ranah politik identik dengan kekuasaan. Secara umum kekuasaan
merupakan kemampuan seseorang atau sekelompok orang untuk mengendalikan dan
atau mempengaruhi pihak lain agar tunduk dan mau bertindak sesuai kemauan pihak
yang mempengaruhinya atau sering disebut sebagai penguasa. Sumber kekuasaan
tertinggi terbagi dalam dua aliran utama yakni: menurut Teori Teokrasi yang
bersumber pada Tuhan dan menurut Teori Hukum Alam dimana sumber kekuasaan
ada pada rakyat yang diserahkan kepada pemegang kekuasaan atau raja melalui
perjanjian sosial atau kontrak sosial (Achmad, 2012: 4-6).
Praktik penyelenggaraan negara merupakan penggambaran kekuasaan yang
diekspresikan dengan pembuatan suatu kebijakan publik (public policy) yang
memiliki sifat memaksa kepada pihak lain. Suatu kebijakan menuntut adanya
kepatuhan. Kebijakan merupakan suatu asas atau dasar dalam sebuah perencanaan
suatu pekerjaan.
Menurut Supriyadi, kebijakan merupakan prinsip dasar yang digunakan
Pemerintah sebagai petunjuk dalam mengelola urusan-urusan Pemerintahan
(Supriyadi, 2010: 36). Bentuk nyata kebijakan menurut Riant Nugroho terbagi
menjadi tiga kelompok, yaitu:
a. Kebijakan yang bersifat makro atau umum seperti peraturan perundang-
undangan.
17
b. Kebijakan publik yang bersifat meso atau menengah (penjelasan
pelaksana) seperti Peraturan Menteri, Peraturan Gubernur, Peraturan
Bupati, dan/atau Peraturan Walikota.
c. Kebijakan publik yang bersifat mikro atau sempit (kebijakan yang
mengatur pelaksanaan kebijakan di atasnya) seperti peraturan yang dibuat
aparat publik di bawah Menteri, yaitu Gubernur, Bupati, dan Walikota.
(Nugroho, 2006: 31)
Peraturan perundang-undangan dibentuk dalam rangka penyelenggaraan
kekuasaan legislatif, sedangkan suatu kebijakan di bentuk untuk mengatur
penyelenggaraan kekuasaan administratif (Supriyadi, 2010: 38). Suatu peraturan
tertulis disertai dengan sanksi. Dalam perundang-undangan sanksi yang dibebankan
antara lain sanksi pidana atau sanksi perdata, akan tetapi dalam peraturan kebijakan
sanksi yang dibebankan adalah sanksi administratif. Kewenangan pembentukan
peraturan kebijakan dilakukan oleh setiap lembaga pemerintah yang mempunyai
kewenangan penyelenggaraan pemerintah (eksekutif).
Kebijakan sejalan dengan wewenang. Wewenang merupakan bagian yang
sangat penting dalam hukum tata pemerintahan (hukum administrasi), karena
pemerintahan baru dapat menjalankan fungsinya atas dasar wewenang yang
diperoleh. Keabsahan tindakan pemerintah diukur berdasarkan wewenang yang diatur
dalam peraturan perundang-undangan.
18
Suatu wewenang harus didasarkan pada aturan hukum yang berlaku sehingga
bersifat sah. Untuk itu kebijakan dibuat untuk mengatur wewenang pemerintah dalam
melakukan suatu hubungan hukum atau perbuatan hukum (Santoso, 2013: 7).
2.3 Landasan Konseptual
2.3.1 Sejarah Bantuan Hukum Di Indonesia
2.3.1.1 Bantuan Hukum DI zaman Penjajahan Belanda
Perihal hukum di masa pra-kolonial tidak ada yang perlu dituturkan di sini,
kecuali bahwa Belanda mengubah kondisinya, bukan dengan memberlakukan hukum
yang baru tetapi dengan menerapkan kebijaksanaan politik baru. Sejak permulaan,
pihak kompeni berketetapan menghormati hukum local, cara lain untuk mengatakan
bahwa, pada umumnya mereka mengesampingkan, kecuali bila kepentingan dagang
jadi taruhan.
Pada tahun 1900-an, selama kurun kebijaksanaan etis, pembaryan hukum siap
dilaksanakan. Namun, ditilik dari tempat berpijak masyarakat Indonesia, sebagian
besar perubahan ini hanyalah penghalusan pola yang sudah terbentuk sebelumnya.
Semua itu penting bagi masyarakat Belanda yangkadang-kadang memperlakukan
bangsa Indonesia secara lain, misalnya melarang pemindahan hak milik atas lahan
kepada orang asing, tetapi tidak pernah selain sebagai pemantas saja dengan maksud
seolah menentang adanya perbedaan-perbedaan unsure kemajemukan ekonomi,
sosial, dan politik kolonial. (frans hendra winarta,2000:hal2)
19
2.3.1.2 Bantuan Hukum Di Zaman Penjajahan Jepang
Dalam masa pendudukan Jepang, terhadap golongan eropa dan tionghoa
diberlakukan Burgerlijk Wetboek (B.W) dan Wetboek van Koophandel (W.v.K),
sedang untuk golongan Indonesia asli berlaku hukum adat, Selanjutnya, bagi
golongan-golongan lainya berlaku hukum yang diperlakukan bagi mereka peraturan
terdahulu.
Berdasarkan penjelasan Pemerintahan pendudukan Jepang pada tanggal 10
mei 1994, dinyatakan bahwa semenjak pemerintahan Balatentara dijalankan di
Indonesia, perkara-perkara perdata dan pidana untuk penduduk sipil bangsa Jepang
dan orang-orang militer yang tidak diadili oleh mahkamah militer diadili oleh
pengadilan pemerintah Balatentara. (frans hendra winarta,2000:hal4-5)
2.3.2 Bantuan Hukum
Istilah bantuan hukum itu sendiri dipergunakan sebagai terjemahan dari dua
istilah yang berbeda yaitu “Legal Aid” dan “legal Assistance”. Istilah Legal Aid
biasanya dipergunakan untuk menunjukkan pengertian bantuan hukum dalam arti
sempit berupa pemberian jasa jasa di bidang hukum kepada seorang yang terlibat
dalam suatu perkara secara Cuma Cuma/gratis khususnya bagi mereka yang kurang
mampu. Sedangkan pengertian Legal Assistance dipergunakan untuk menunjukkan
pengertian bantuan hukum oleh para Advokat yang mempergunakan norarium.
(Abdurrahman,1983:hal 34)
20
Bantuan hukum adalah hak dari orang miskin yang dapat diperoleh tanpa
bayar (pro bono publico) sebagai penjabaran persamaan hak di hadapan hukum. Hal
ini sesuai dengan ketentuan pasal 34 UUD 1945 di mana di dalamnya ditegaskan
bahwa fakir miskin adalah menjadi tanggung jawab negara. Terlebih lagi prinsip
persamaan di hadapan hukum (equality before the law) dan hak untuk di bela
Advokat (access to legal counsel) adalah hak asasi manusia yang perlu dijamin dalam
rangka tercapainya pengentasan masyarakat Indonesia dari kemiskinan, khususnya
dalam bidang hukum.
Konstitusi menjamin bahwa fakir miskin dan anak-anak yang terlantar
dipelihara oleh negara. Jaminan tersebut tidak hanya terbatas pada tanggung jawab
ekonomi, namun juga jaminan sosial dan pemenuhan hak atas bantuan hukum. fakir
miskin dan anak-anak terlantar sebagai warga negara Indonesia. Meskipun tidak
secara tegas, jaminan hak atas bantuan hukum. bagi fakir miskin maupun masyarakat
marginal tersirat dalam konstitusi. Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,
perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan
hukum dan pemerintahan tanpa membedakan status sosial, budaya, ekonomi, maupun
agama. ( Pasal 27, Pasal 28 D ayat (1), Pasal 34 ayat (2) UUD 1945)
Bantuan hukum adalah salah satu upaya mengisi hak asasi manusia terutama
bagi lapisan termiskin rakyak kita. Orang kaya sering tidak butuh bantuan hukum
karena sebetulnya pada dasarnya hukum itu dekat dengan orang kaya. Kekayaaan
21
memberikan perlindungan hukum yang lebih aman, malah sering juga melestarikan
ketidak adilan hukum bagi si kaya dan si miskin.(Abdul hakim,1981:hal12)
2.3.3 Implementasi Kebijakan
Implementasi sering diartikan sebagai bentuk pengoperasionalisasian atau
penyelenggaraan aktivitas yang telah ditetapkan dalam undang-undang dan menjadi
kesepakatan bersama di antara pemangku beragam kepentingan (stakeholders), aktor,
organisasi (publik atau privat), prosedur dan teknik secara sinergistis yang digerakkan
untuk bekerjasama guna menerapkan kebijakan ke arah tertentu yang dikehendaki
(Wahab, 2012: 133). Suatu kebijakan hanya merupakan rencana bagus yang
tersimpan rapi dalam arsip jika tidak diimplementasikan.
Implementasi tidak hanya melihat sejauh mana kebijakan tersebut disahkan
akan tetapi juga tentang bagaimana kebijakan tersebut dapat dilaksanakan dan
mampu menimbulkan dampak atau perubahan yang diharapkan.
Keadaan tersebut oleh Andrew Dunsire disebut implementation gap yang
menjelaskan suatu keadaan di mana dalam proses kebijakan akan selalu terbuka
kemungkinan akan terjadinya perbedaan antara apa yang diharapkan dengan apa yang
menjadi kenyataan (Sunarno, 2008: 83-84).
Besar kecilnya perbedaan tersebut oleh Walter Williams disebut sebagai
implementation capacity dari organisasi atau aktor untuk melaksanakan keputusan
kebijakan (policy decision) yang sedemikian rupa, sehinngga terdapat jaminan
22
tercapainya tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan dalam dokumen formal
kebijakan (Wahab, 2012: 128).
Implementasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses, keluaran (output) dan
hasil akhir (outcome). Sebagai suatu proses dilihat dari bagaimana kebijakan tersebut
disusun sampai disahkan. Keluaran (output) dilihat dari sejauh mana derajat
dukungan terhadap suatu kondisi di masyarakat.
Sedangkan hasil akhir menyiratkan bahwa dengan adanya suatu kebijakan
tersebut dapat menciptakan suatu perubahan sesuai tujuan atau sasaran yang ingin
dicapai. Apa yang terjadi saat implementasi mempengaruhi hasil akhir kebijakan.
Apabila suatu kebijakan sejak tahap perancangan telah dipikirkan masak-masak
berbagai kendala yang dapat muncul setelah diimplementasikan maka peluang
keberhasilan dalam mewujudkan hasil akhir yang diinginkan juga semakin besar
tanpa adanya upaya perbaikan setelahnya.
Namun sebaliknya apabila hasil akhir suatu kebijakan kurang sesuai dengan
tujuan atau sasaran yang ingin dicapai maka akan terjadi upaya perbaikan terhadap
kebijakan tersebut (Wahab, 2012: 139-141).
23
2.4 Kerangka Berfikir
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang- Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2013 Tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian
Bantuan hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum.
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Bantuan Hukum Kepada Masyarakat
miskin.
Peraturan WaliKota Semarang Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Fasilitasi Bantuan Hukum Bagi Warga Miskin
Kota Semarang.
Bagaimana implementasi
peraturan walikota Semarang
Nomor 10 Tahun 2010 tentang
fasilitasi bantuan hukum bagi
warga miskin Kota Semarang
?
Kendala-kendala apakah yang
menghambat warga miskin kota
Semarang dalam mendapatkan
bantuan hukum ?
Teori yang dipakai :
Teori sistem hukum Lawrence M.
Friedman
Pendekatan: Yuridis-Empiris
-Teknik Pengumpulan Data:
1. Observasi
2. Wawancara
3. Studi Pustaka/ Studi Dokumentasi
Fasilitasi bantuan hukum bagi warga
miskin kota semarang yang baik dan
sesuai peraturan
69
BAB V
PENUTUP
5.1 SIMPULAN
Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulan
sebagai berikut :
1. Perwal No 10 Tahun 2010 tentang fisilitasi bantuan hukum bagi warga miskin
Kota Semarang dalam pelaksanaanya atau mekanisme untuk mendapatkan bantuan
hukum sangat berbeda dengan aturan diatasnya yaitu Perda dan UU tentang bantuan
hukum.Dalam mekanismenya pemberian bantuan hukum itu seharusnya dilakukan
oleh LBH yang sudah kerja sama atau yang diberi kepercayaan oleh pemerintah
khususnya Kota Semarang bukan pemerintah itu sendiri yang memeriksa atau yang
menentukan pemberian bantuan hukum itu berhak untuk diberikan kepada pemohon
bantuan hukum.
Teori Lawrence yang dikaitkan dengan pelaksanaan Perwal No 10 Tahun
2010 hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat atau rekayasa sosial tidak lain
hanya merupakan ide-ide yang ingin diwujudkan oleh hukum itu. Untuk menjamin
tercapainya fungsi hukum sebagai rekayasa masyarakat kearah yang lebih baik, maka
bukan hanya dibutuhkan ketersediaan hukum dalam arti kaidah atau peraturan,
melainkan juga adanya jaminan atas perwujudan kaidah hukum tersebut ke dalam
69
70
praktek hukum, atau dengan kata lain, jaminan akan adanya penegakan hukum (law
enforcement) yang baik. Jadi bekerjanya hukum bukan hanya merupakan fungsi
perundang-undangannya belaka, malainkan aktifitas birokrasi pelaksananya.
2. Kendala Administratif dimana untuk mengajukan permohonan bantuan hukum
harus ada syarat-syarat yang disiapkan oleh pemohon, dalam hal ini masih banyak
warga yang belum tahu mengenai syarat hal ini menyebabkan permohonan mereka
ditolak karna syarat administratif yang tidak lengkap bisa jadi dikarnakan informasi
dari pemerintah atau masyarakat yang kurang tahu ada peraturan yang mengaturnya.
Kendala sumber daya manusia dimana angka kriminal di Kota Semarang tiap
tahun terus meningkat walaupun Pemerintah sudah berusaha menurunkan dengan
cara pemberian bantuan hukum secara geratis, masyarakat harus mempunyai peran
juga agar kriminalitas di Kota Semarang bisa turun.
Kendala masalah anggaran ,anggaran mengenai bantuan hukum dalam APBD
2017 sebesar Rp 600 juta untuk tiap perkara mendapatkan uang sebesar 5 juta, ini
juga menjadi kendala untuk pengawasan uang bantuan hukum ini sudah terealisasi
kepada warga yang benar-benar membutuhkan jangan sampai karna ketidaktahuan
warga Kota Semarang membuat anggaran ini disalahgunakan.
Kendala masalah peraturan yang tumpang tindih dengan aturan yang berada
diatasnya sehingga menyebabkan untuk mekasnisme pemberian bantuan hukum tidak
sama dengan aturan diatasnya.
71
5.2 SARAN
Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan maka dapat menyampaikan
saran sebagai berikut :
1. Agar Pemerintah lebih mengoptimalkan dalam hal ini sosiaalisasi mengenai
bantuan hukum bagi warga miskin agar masyarakat Kota Semarang mengetahui ada
pendampingan bantuan hukum secara gratis dan Pemerintah lebih teliti dalam
membuat peraturan jangan sampai menimpang atau saling tumpang tindih dengan
aturan yang ada diatasnya.
2. Hendaknya masyarakat Kota Semarang ikut berpartisipasi umtuk menurunkan
angka kriminal dikota Semarang karna Pemerintah telah membantu dengan
semaksimal mungkin dengan membantu warga miskin yang terkena kasus hukum.
Sehingga terciptanya Kota Semarang yang aman, tentram dan nyaman bagi
masyarakat Kota Semarang kalau ada penurunan angka criminal pastinya juga
membantu menyukseskan program dari pemerintah Kota Semarang.
72
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Abdurrahman, Muslan. 2009. Sosiologi dan Metode Penelitian Hukum. Malang :
UMM Press.
Amaludin, Moh. 1987. Kemiskinan Dan Polarisasi Studi Kasus Di Desa Butu Gede
Kabupaten Kendal Jawa Tengah. Jakarta : UI Press.
Ashshofa, Burhan. 2010. Metode Penelitian Hukum. Jakarta : Rineka Cipta
Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama
Daeng, Sudirwo.1981.Pokok-pokok Pemerintahan Di Derah dan Pemerintah Desa.
Bandung: Penerbit Angkasa Bandung.
Kuntowijoyo.1994. Demokrasi dan Budaya Birokrasi. Yogyakarta : Yayasan Bentang
Budaya.
Mariana, Dede. 2008.Demokrasi dan Politik Desentralisasi.Yogyakarta : Graha Ilmu.
Moelang, Lexy J.2013. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja
Posdakarya.
Ndraha, Taliziduhu. 2001. Dimensi-Dimensi Pemerintahan Desa. Jakarta : Bina
Aksara.
Panjaitan, Merphin.2001. Gerakan Warga Negara Menuju Demokrasi. Jakarta :
Restu Agung.
Samuel. P. Huntington dan Joan Nelson. 1994. Partisipasi Politik di Negara
Berkembang. Jakarta: Rineka Cipta. Cetakan ke- 2.
Sartono,Kartodirjo (ed). 1992. Pesta Demokrasi Di pedesaan Studi Kasus Pemilihan
Sartono,Kartodirdjo.1993. Pembangunan Bangsa. Yogyakarta : Aditya Media.Kepala
Desa di Jawa Tengah dan DIY. Yogyakarta : Aditya Media.
Sastroatmodjo, Sudijono. 1995. Perilaku Politik. Semarang: IKIP Semarang Press.
Selo,Soemardjan.1981. Perubahan Sosial. Yogyakarta : Gadjah mada University
Press.
73
Soeharno, S.Pd.,M.Si. 2004. Diktat Kuliah Sosiologi Politik. DIKTAT.
Sorensen, Gerog.2003.Demokrasi dan Demokratisai. Terjemahan I Made Krisna,
Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Sugiyono, 2010. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
dan R & D). Bandung : Alfabeta.
Solekhan, Moch. 2012. Penyelenggaraan Pemerintahan Desa.Malang : Setara Press.
Sunardjo, Unang. 2004. PemerintahanDesadanKelurahan. Bandung : Tarsito.
Surbakti, Ramlan. 2007. Memahami Ilmu Politik, Jakarta: PT. Gramedia Widisarana
Indonesia
Tjiptoherijanto, Prijono dan M. Yumiko Prijono. 1983. Demokrasi di Pedesaan Jawa.
Jakarta : Sinar Harapan.
Witoro.1992. “Pemilihan Kepala Desa di Desa Karangsari, Kecamatan Bumiasih,
Kabupaten Magelang Jawa Tengah” dalam S. Kartodirjo, Pesta Demokrasi Di
pedesaan Studi Kasus Pemilihan Kepala Desa di Jawa Tengah dan DIY.
Yogyakarta : Aditya Media.
Wasistiono, Sadu. 2006.Prospek Pengembangan Desa. Bandung : Fokus Media.
Perundang – Undangan :
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.
Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Peraturan Pemerintah Nomer 43 Tahun 2014 Tahun 2014 tentang Peraturan
pelaksana UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Permendagri Nomor 112 tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Desa.
Peraturan Menteri Desa PDTT Nomor 2 tentang Pedoman tata tertib dan mekanisme
pengambilan Keputusan Musyawarah Desa.
Perda nomor 6 tahun 2007 kabupaten Batang tentang tentang Tata Cara Pemilihan,
Pencalonan, Pengangkatan, Pelantikan dan Pemberhentian Kepala Desa.
74
Artikel atau Jurnal Penelitian
Febrinanda,Deri.2013.Strategi Kandidat Dalam PILKADES (Strategi kemenangan
Muhammad Husin di Desa Kenongo Kecamatan Tulangan Kabupaten Sidoarjo dalam
PILKADES tahun 2009). Media Jurnal Muda. Media Jurnal Politik Muda. Volume :
2 - No. 3 Terbit : 08-2013.
Halili. 2009. Praktik Politik Uang Dalam Pemilihan Kepala Desa (Studi Di Desa
Pakandangan Barat Bluto Sumenep Madura). Lemlit UNY. Volume 14, Nomor 2,
Oktober 2009.
Skripsi, Tesis, Disertasi dan Karangan Lain yang Tidak Diterbitkan Secara
Komersial
Riyanto, Achmad. 2010. Konsep Demokrasi di Indonesia Dalam Pemikiran Akbar
Tandjung Dan A.Muhaimin Iskandar. Yogyakarta : Fakultas Syari’ah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Artikel Di Dalam Koran atau Majalah
Kompas,Pilkades Bisa Jadi Contoh Pelaksanaan Demokrasi, 11 Maret 2007.
Situs Internet :
Surdin. 2015. Pertama kali akan terjadi : Pemilihan Kepala Desa Antar waktu.
http://m.kompasiana.com/kangsurdin/Pemilihan-kepala-desa-antar-waktu. (diakses
26 oktober 2015)
http://harianpati.com Pertama kali di Indonesia, Kades Antar Waktu di Lantik. (di
akses pa tanggal 28 Oktober 2015)
http://satudata.semarangkota.go.id/tabel/index.php?id_kategori=10&cari=Cari